• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN PENDEKATAN PROBLEM BASED INSTRUCTION PADA MATERI CAHAYA KELAS VIII SMP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN PENDEKATAN PROBLEM BASED INSTRUCTION PADA MATERI CAHAYA KELAS VIII SMP"

Copied!
177
0
0

Teks penuh

(1)

i 1

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF

DENGAN PENDEKATAN

PROBLEM BASED

INSTRUCTION

PADA MATERI CAHAYA KELAS VIII

SMP

skripsi

disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

oleh Abdul Gofar 4201407015

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

(2)

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi yang berjudul

Penerapan Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Problem Based Instruction Pada Materi Cahaya Kelas VIII SMP

disusun oleh

Nama : Abdul Gofar NIM : 4201407015

telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian skripsi pada tanggal 9 Agustus 2011.

Mengetahui,

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Dr. Sugianto, M. Si Dr. Sulhadi, M. Si

(3)

iii

PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul

Penerapan Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Problem Based Instruction

Pada Materi Cahaya Kelas VIII SMP disusun oleh

Abdul Gofar 4201407015

telah dipertahankan dihadapan sidang Panitia Ujian Skripsi FMIPA UNNES pada tanggal 9 Agustus 2011.

Panitia:

Ketua Sekretaris

Dr. Kasmadi Imam S, M. S Dr. Putut Marwoto, M. S

NIP. 19511115 197903 1 001 NIP. 19630821 198803 1 004

Ketua Penguji

Dr. Suharto Linuwih, M. Si NIP. 19680714 199603 1 005

Anggota Penguji/ Anggota Penguji/

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Dr. Sugianto, M. Si Dr. Sulhadi, M. Si

(4)

iv

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Penerapan Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Problem Based Instruction Pada Materi Cahaya Kelas

VIII SMP” ini bebas plagiat, dan apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat

dalam skripsi ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peratuaran perundang-undangan.

Semarang, 9 Agustus2011

(5)

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto :

Hidup adalah anugerah yang harus dijalani dengan hati yang tulus

Kita tidak akan bisa berjalan sendiri tanpa bantuan orang lain

Skripsi ini saya persembahkan untuk :

Orang tua saya, Bapak Largo bin Sahid dan Ibu Sutarni binti Juki, terimakasih atas kasih

sayang dan doanya.

Mbak Musyarofah dan Adek Siti Hanifah, terimakasih atas doanya.

Retno Muldianti Pramitasari dan keluarga, terimakasih atas kasih sayang, motivasi dan

doanya.

(6)

vi PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan nikmat-Nya yang senantiasa tercurah sehingga tersusunlah skripsi berjudul “Penerapan Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Problem Based Instruction Pada Materi Cahaya Kelas VIII SMP”.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak berupa saran, bimbingan, motivasi dan bantuan dalam bentuk lain, maka penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dra. Pratiwi Dwijananti, M. Si, dosen wali yang telah memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis selama kuliah.

2. Dr. Sugianto, M.Si, dosen pembimbing I yang sabar mengarahkan dan membimbing penulis dalam menyusun skripsi.

3. Dr. Sulhadi, M.Si, dosen pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu dan penuh tanggung jawab memberikan bimbingan dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.

4. Bapak/Ibu dosen khususnya Jurusan Fisika FMIPA yang telah memberi bekal kepada penulis selama kuliah.

5. Kepala SMP Negeri 1 Juwana yang telah memberikan ijin penelitian.

6. Bapak/Ibu guru fisika SMP Negeri 1 Juwana yang telah memberikan fasilitas dan dukungan kepada penulis selama mengadakan penelitian.

(7)

vii

8. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulisan skripsi ini belum sempurna, kritik dan saran selalu penulis harapkan. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.

Semarang, Agustus 2011

(8)

viii ABSTRAK

Gofar, A. 2011. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Dengan Pendekatan Problem Based Instruction Pada Materi Cahaya. Skripsi, Jurusan Fisika Fakultas Metematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Utama Dr. Sugianto, M. Si, dan Pembimbing Pendamping Dr. Sulhadi, M. Si.

Kata Kunci: Model Pembelajaran Kooperatif, Problem Based Instruction (PBI), Hasil Belajar Kognitif.

Pembelajaran ekspositori masih berpusat pada guru yang mengakibatkan siswa pasif dalam proses pembelajaran fisika. Kondisi ini menyebabkan hasil belajar siswa belum optimal sehingga perlu dicari alternatif model pembelajaran yang dapat meningkatkan keaktivan siswa. Alternatif model pembelajaran yang dipilih adalah pembelajaran kooperatif dengan pendekatan Problem Based Intruction (PBI). Penerapan pembelajaran kooperatif dengan pendekatan PBI dapat mengaktifkan siswa, karena menekankan pada pembelajaran individu dalam kerja kelompok. Siswa juga mengalami langsung pembelajaran melalui penyelesaian permasalahan nyata sehingga siswa belajar dari fakta menuju konsep.

Penentuan sampel penelitian menggunakan teknik purposive sampling. Hasil uji homogenitas dengan uji kesamaan dua varian menunjukkan sampel penelitian homogen. Rancangan penelitian menggunakan Control Group Pretest Posttest. Hasil analisis data menunjukkan bahwa hasil belajar kognitif siswa dalam pembelajaran kooperatif dengan pendekatan PBI lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran ekspositori. Uji

(9)

ix DAFTAR ISI

PRAKATA ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... .. xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Pembatasan Masalah ... 7

1.6 Penegasan Istilah ... 7

1.7 Sistematika Penulisan Skripsi ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Model Pembelajaran ... 11

2.2 Model Pembelajaran Kooperatif ... 12

2.3 Problem Based Instruction ... 16

(10)

x

2.5 Materi Cahaya ... 21

2.6 Kerangka Berpikir ... 34

2.7 Hipotesis ... 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37

3.2 Populasi dan Sampel ... 37

3.3 Desain Penelitian ... 38

3.4 Variabel Penelitian ... 39

3.5 Prosedur Penelitian ... 39

3.6 Metode Pengumpulan Data ... 41

3.7 Metode Penyusunan Perangkat Tes ... 42

3.8 Uji Coba Instrumen Penelitian ... 43

3.9 Metode Analisis Data ... 47

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Analisis Data Penelitian Tahap Awal ... 51

4.2 Hasil Analisis Data Penelitian Tahap Akhir ... 52

4.3 Pembahasan ... 57

BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan ... 66

(11)

xi

(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Desain Penelitian Control Group Pretest Posttest ... 38

4.1 Hasil Uji Normalitas Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 54

4.2 Hasil Uji Pihak Kanan Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 55

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Jenis-jenis pemantulan ... 22

2.2 Diagram sinar untuk menentukan bayangan sebuah anak panah pada sebuah cermin datar ... 23

2.3 Pemantulan cahaya ... 25

2.4 Permukaan cermin lengkung ... 26

2.5 Cermin cekung mengumpulkan sinar pantul ... 26

2.6 Pemantulan sinar datang sejajar sumbu utama pada cermin cekung ... 27

2.7 Pemantulan sinar datang menuju fokus pada cermin cekung ... 27

2.8 Pemantulan sinar datang melalui pusat kelengkungan cermin cekung .... 27

2.9 Bayangan benda yang diletakkan di antara titik fokus dan cermin cekung memiliki sifat maya, sama tegak, dan diperbesar ... 28

2.10 Cermin cembung menyebarkan sinar pantul (divergen) ... 29

2.11 Pemantulan sinar datang sejajar sumbu utama pada cermin cembung ... 29

2.12 Pemantulan sinar datang menuju titik fokus cermin cembung ... 30

(14)

xiv

2.14 Bayangan yang terbentuk pada cermin cembung selalu maya, tegak, dan

diperkecil ... 31

2.15 Lensa cembung bersifat konvergen atau mengumpulkan sinar ... 33

2.16 Lensa cembung: a. bikonveks, b. plan konveks, dan c. konkaf konveks 33 2.17 Lensa cekung bersifat divergen atau menyebarkan sinar ... 34

2.18 Lensa cekung: a. bikonkaf, b. plan konkaf dan c. konveks konkaf ... 34

2.19 Skema kerangka berpikir penelitian ... 35

3.1 Langkah-langkah penelitian ... 39

4.1 Data hasil pretest siswa ... 53

4.2 Data hasil posttest siswa ... 53

4.3 Nilai rata-rata hasil belajar kognitif siswa ... 54

4.4 Hasil uji gain ... 55

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Kisi-Kisi Soal Uji Coba ... 70

2 Soal Uji Coba ... 74

3 Kunci Jawaban Soal Uji Coba ... 89

4 Analisis Soal Uji Coba ... 90

5 Contoh Perhitungan Analisis Soal Uji Coba ... 100

6 Kisi-kisi Soal Pretest Posttest ... 104

7 Soal Pretest Posttest ... 107

8 Kunci Jawaban Soal Pretest Posttest ... 117

9 Lembar Observasi Aktivitas Siswa Kelas Eksperimen ... 118

10 Silabus ... 119

11 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen ... 121

12 Lembar Kegiatan Siswa Kelas Eksperimen ... 138

13 Daftar Nilai Raport Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 151

14 Uji Kesamaan Dua Varian Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 152

15 Data Pretest Siswa ... 153

16 Data Posttest Siswa ... 154

(16)

xvi

18 Uji Normalitas Data Posttest Kelas Kontrol ... 156

19 Uji Signifikansi Hasil Belajar Kognitif ... 157

20 Uji Normalized Gain ... 158

21 Analisis Lembar Observasi Aktivitas Kelas Eksperimen ... 159

22 Foto Dokumentasi Penelitian ... 161

(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Proses kegiatan belajar mengajar merupakan kegiatan yang utama dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah. Bagi siswa untuk dapat benar-benar mengerti dan dapat menerapkan ilmu pengetahuan, maka harus belajar memecahkan masalah, menemukan sesuatu bagi dirinya sendiri dan selalu bergulat dengan ide–ide ataupun pertanyaan-pertanyaan. Tugas utama pendidik tidak hanya menjejalkan sejumlah informasi ke benak siswa, tetapi mengusahakan konsep-konsep penting dan sangat berguna tertanam kuat dalam benak siswa.

Fisika merupakan suatu mata pelajaran yang memberikan kesempatan siswa untuk berpikir kritis. Fisika bukan suatu pelajaran yang bersifat hapalan rumus belaka yang sering dijumpai di sekolah. Fisika lebih menekankan kemampuan berpikir daripada kemampuan menghapal rumus-rumus. Fisika juga mengutamakan kemampuan mengadakan pengamatan secara teliti, menggunakan prinsip melakukan percobaan sederhana, menyusun dan menganalisis data. Fisika merupakan mata pelajaran yang menghubungkan fakta–fakta dengan suatu konsep.

(18)

30%. Banyak faktor yang menjadi penyebab rendahnya hasil belajar siswa terhadap mata pelajaran fisika, salah satunya model pembelajaran yang digunakan oleh pengajar. Siswa hanya ditempatkan sebagai pendengar dalam pembelajaran yang berorientasi pendekatan ekspositori, sebaliknya peran guru dalam pembelajaran tersebut sangat dominan.

Proses belajar mengajar di SMP Negeri 1 Juwana masih berpusat pada guru sehingga guru terlihat sangat aktif dan siswa terlihat pasif. Hal ini mengakibatkan sebagian besar siswa takut dan malu bertanya pada guru mengenai materi yang kurang dipahami. Suasana belajar di kelas menjadi sangat monoton dan kurang menarik.

Upaya untuk memperbaiki kondisi tersebut diperlukan yaitu dengan menerapkan model pembelajaran yang dapat membuat siswa lebih aktif. Guru dapat memanfaatkan tiga komponen siswa dalam suatu kelas yaitu siswa berkemampuan tinggi, siswa berkemampuan sedang, dan siswa berkemampuan rendah untuk bekerjasama mencapai tujuan tertentu. Pemanfaatan ketiga komponen tersebut diharapkan dapat memberikan hasil belajar yang baik bagi siswa. Model pembelajaran yang dapat memunculkan masalah yang ada di kehidupan sehari-hari juga diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut. Pemunculan masalah ini dapat memotivasi siswa dalam proses pembelajaran serta membimbing siswa untuk menguasai konsep dari penyelesaian suatu permasalahan.

(19)

Problem Based Instruction (PBI). Penerapan pembelajaran kooperatif dengan pendekatan PBI mendorong siswa untuk menghubungkan fakta–fakta dengan konsep–konsep fisika sehingga diharapkan hasil belajar siswa meningkat.

Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika saling berdiskusi dengan temannya (Trianto, 2007: 41). Pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman, dan pengembangan ketrampilan sosial (Suprijono, 2010: 61). Pembelajaran kooperatif mendorong siswa belajar dari pengalaman dan partisipasi aktif dalam kelompok. Pada saat siswa belajar ketrampilan sosial, siswa juga dapat mengembangkan sikap demokratis dan kemampuan berpikir logis. Penerapan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan hubungan sosial (Sanjaya, 2007: 242). Pembelajaran kooperatif dapat memberikan keuntungan baik siswa pada kelompok atas maupun kelompok bawah yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik (Trianto, 2007: 44).

(20)

PBI merupakan suatu model pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan penyelidikan otentik yakni penyelidikan yang membutuhkan penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata. Permasalahan nyata jika diselesaikan secara nyata, memungkinkan siswa memahami konsep bukan sekedar menghafal konsep (Trianto, 2007: 67).

PBI merupakan metode pembelajaran yang berupaya menanamkan dasar– dasar berpikir ilmiah pada siswa, sehingga siswa banyak mengembangkan kreativitas dalam memecahkan masalah (Sanjaya, 2007: 216). Pembelajaran PBI menempatkan siswa sebagai subyek yang belajar sedangkan peranan guru adalah sebagai pembimbing dan fasilisator. Pendekatan PBI mendorong siswa untuk berusaha mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya (Trianto, 2007: 67). PBI memfasilitasi siswa untuk menyusun pola pikir dari fakta menuju konsep (Suprijono, 2010: 70).

(21)

1.2

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(1) Apakah penerapan pembelajaran kooperatif dengan pendekatan Problem Based Instruction dapat meningkatkan hasil belajar kognitif siswa pada materi cahaya?

(2) Apakah hasil belajar kognitif siswa dengan menggunakan pembelajaran kooperatif dengan pendekatan Problem Based Instruction lebih baik daripada hasil belajar siswa dengan menggunakan metode ekspositori?

1.3

Tujuan

Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

(1) Mengetahui hasil belajar kognitif penerapan pembelajaran kooperatif dengan pendekatan Problem Based Instruction pada materi cahaya.

(22)

1.4

Manfaat Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti berharap ada manfaat yang dapat diambil antara lain:

(1) Bagi siswa

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa, melatih kerja sama antar siswa dan dapat mempererat hubungan antar siswa.

(2) Bagi guru

Penelitian ini diharapkan dapat memotivasi guru untuk meningkatkan ketrampilan memilih model pembelajaran yang sesuai dan bervariasi agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.

(3) Bagi sekolah

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang baik untuk sekolah dalam rangka perbaikan proses pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

(4) Bagi peneliti

(23)

1.5

Pembatasan Masalah

Untuk menghindari kesalahan penafsiran terhadap permasalahan dalam penelitian ini perlu diperhatikan batasan- batasan masalah sebagai berikut:

(1) Hasil belajar yang dikaji dalam penelitian ini adalah hasil belajar kognitif. Hasil belajar kognitif dimaksudkan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa mengenai materi cahaya pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. (2) Materi yang dikaji dalam penelitian ini adalah cahaya untuk kelas VIII

SMP.

1.6

Penegasan Istilah

Untuk menghindari terjadinya salah penafsiran dalam penelitian ini, maka perlu adanya penegasan istilah-istilah yang terdapat dalam penelitian ini.

1.6.1 Model Pembelajaran

(24)

1.6.2 Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang melatih siswa untuk bekerja sama sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan masalah. Pembelajaran kooperatif menempatkan siswa untuk belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang siswa yang sederajat tetapi heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya (Trianto, 2007: 42).

1.6.3 Problem Based Instruction (PBI)

Problem Based Instruction merupakan suatu pendekatan pembelajaran dimana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri. PBI mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Siswa harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, menganalisis informasi, melakukan eksperimen jika diperlukan, serta merumuskan kesimpulan (Trianto, 2007: 68).

1.6.4 Ekspositori

(25)

1.6.5 Hasil Belajar Kognitif

Hasil belajar merupakan perubahan tingkah perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar (Anni, 2007: 5). Hasil belajar kognitif merupakan hasil belajar yang berupa pengetahuan, kemampuan, dan kemahiran intelektual. Ranah kognitif meliputi pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan penilaian (Anni, 2007: 7).

1.6.6 Materi Cahaya

Materi cahaya merupakan kelanjutan dari materi getaran dan gelombang. Ruang lingkup dari materi cahaya adalah menyelidiki sifat-sifat cahaya dan hubungannya dengan berbagai bentuk cermin dan lensa. Pemilihan materi cahaya ini didasarkan pada keterkaitan materi cahaya dengan kehidupan sehari-hari. Pemilihan materi ini juga didasarkan pada waktu penelitian.

1.7

Sistematika Penulisan Skripsi

Penulisan skripsi ini terdiri dari tiga bagian yaitu bagian pendahuluan, bagian isi skripsi, dan bagian akhir. Bagian pendahuluan skripsi berisi halaman judul, pengesahan, motto dan persembahan, prakata, abstrak, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar dan daftar lampiran.

(26)

Based Instruction, aktivitas siswa, tinjauan materi cahaya, kerangka berpikir dan hipotesis. Bab III merupakan metode penelitian yang berisi tentang lokasi dan waktu penelitian, populasi dan sampel, desain penelitian, variabel penelitian, prosedur penelitian, metode pengumpulan data, uji coba instrumen penelitian dan metode analisis data. Bab IV merupakan hasil dan pembahasan dari penelitian, sedangkan bab V merupakan penutup berisi yang kesimpulan dan saran.

(27)

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Model Pembelajaran

Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain (Trianto, 2007: 5). Menurut Soekamto, sebagaimana dikutip oleh Trianto (2007: 5), model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu. Model pembelajaran berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Menurut Eggen dan Kauchak, sebagaimana dikutip Trianto (2007: 5) model pembelajaran dapat memberikan kerangka dan arah bagi guru untuk mengajar.

Suatu model pembelajaran akan disebut sebagai model pembelajaran jika mempunyai 4 ciri berikut (Trianto, 2007: 6):

(1) Terdapat rasional teoritik yang logis atau kajian ilmiah yang disusun oleh penemunya;

(2) Terdapat tujuan pembelajaran yang ingin dicapai melalui tindakan pembelajaran tersebut;

(3) Terdapat tingkah laku belajar-mengajar yang khas yang diperlukan oleh guru;

(28)

Pemilihan suatu model pembelajaran harus disesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai (Trianto, 2007: 9). Hal ini bertujuan agar tujuan pembelajaran yang ditetapkan dapat tercapai. Wawasan tentang suatu model pembelajaran akan memberikan kemudahan bagi guru dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas (Trianto, 2007: 10). Hal yang harus diperhatikan oleh guru adalah apapun model pembelajaran yang digunakan hendaknya dapat menarik siswa dan dapat memotivasi siswa untuk terlibat dalam proses pembelajaran.

2.2

Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan sejumlah siswa sebagai kelompok kecil dengan tingkat kemampuan yang berbeda untuk menyelesaikan sebuah masalah atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama (Trianto, 2007: 41). Siswa yang bekerja dalam situasi pembelajaran kooperatif didorong bekerjasama dalam suatu tugas bersama dan harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan suatu tugas. Peran guru dalam pembelajaran bukan hanya sebagai informator akan tetapi sebagai organisator program pembelajaran, fasilitator bagi pembelajaran siswa dan sebagai evaluator bagi keberhasilan pembelajaran siswa (Trianto, 2007: 42).

Ciri–ciri pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:

(1) Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajar;

(2) Kelompok dibentuk dari siswa yang berkemampuan tinggi, sedang dan rendah;

(29)

(4) Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu (Trianto, 2007: 47).

Unsur–unsur pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:

(1) Para siswa akan diberikan suatu evaluasi atau penghargaan yang akan berpengaruh terhadap evaluasi seluruh anggota kelompok; (2) Para siswa membagi kepemimpinan, sementara mereka

memperoleh ketrampilan bekerja sama selama belajar;

(3) Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka sehidup sepenanggungan;

(4) Para siswa memiliki tanggung jawab terhadap siswa lain dalam kelompoknya, di sanping tanggung jawab terhadap dirinya sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi;

(5) Para siswa harus membagi tugas dan berbagi tanggung jawab sama besar antara anggota kelompoknya;

(6) Para siswa diminta tanggung jawabnya secara individu materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif (Ibrahim, 2000: 6).

Pembelajaran kooperatif dapat melatih siswa mengembangkan ketrampilan– ketrampilan yang diperlukan dalam pembelajaran. Pembelajaran kooperatif mempunyai tiga tujuan penting yaitu : (1) hasil belajar akademik; (2) penerimaan terhadap keberagaman; dan (3) pengembangan ketrampilan sosial (Trianto, 2007: 44).

(30)

2.2.1 Prosedur Pembelajaran Kooperatif

Menurut Sanjaya (2007: 248), prosedur pembelajaran kooperatif pada prinsipnya terdiri atas empat tahap, yaitu: (1) penjelasan materi; (2) belajar dalam kelompok; (3) penilaian; dan (4) pengakuan tim.

(1) Penjelasan Materi

Tahap ini merupakan proses penyampaian pokok-pokok materi pelajaran sebelum peserta didik belajar dalam kelompok. Tujuan utama dalam tahap ini adalah pemahaman peserta didik terhadap pokok materi pelajaran. Pada tahap ini guru memberikan gambaran umum tentang materi pelajaran yang harus dikuasai. Selanjutnya, peserta didik akan memperdalam materi dalam pembelajaran kelompok. Pada tahap ini, guru dapat menggunakan metode ceramah, curah pendapat, dan tanya jawab, serta demonstrasi. Di samping itu, guru juga dapat menggunakan berbagai media pembelajaran agar proses penyampaian dapat lebih menarik peserta didik.

(2) Belajar dalam Kelompok

Pada tahap ini, guru melakukan pembentukan kelompok yang heterogen. Melalui tahapan ini, peserta didik didorong untuk melakukan tukar menukar informasi dan pendapat, mendiskusikan permasalahan secara bersama-sama, membandingkan jawaban mereka, dan mengoreksi hal-hal yang kurang tepat. (3) Penilaian

(31)

(4) Pengakuan Tim

Pengakuan tim adalah penetapan tim yang dianggap paling menonjol atau tim paling berprestasi untuk kemudian diberikan penghargaan. Pengakuan dan pemberian penghargaan tersebut diharapkan dapat memotivasi tim untuk terus berprestasi dan juga membangkitkan motivasi tim lain untuk lebih mampu meningkatkan prestasi mereka.

2.2.2 Keunggulan Pembelajaran Kooperatif

Menurut Sanjaya (2007: 249-250), keunggulan pembelajaran kooperatif sebagai model pembelajaran diantaranya:

(1) Peserta didik tidak terlalu menggantungkan pada guru, tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari peserta didik yang lain;

(2) Pembelajaran ini dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain;

(3) Pembelajaran ini dapat membantu anak untuk respek pada orang lainnya dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan;

(4) Pembelajaran ini dapat membantu memberdayakan setiap peserta didik untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar;

(5) Pembelajaran ini ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik sekaigus kemampuan sosial;

(6) Pembelajaran ini dapat mengembangkan kemampuan peserta didik untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri, menerima umpan balik. Peserta didik dapat berpraktik memecahkan masalah tanpa takut membuat kesalahan, karena keputusan yang dibuat adalah tanggung jawab kelompoknya;

(7) Pembelajaran ini dapat meningkatkan kemampuan peserta didik menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata;

(32)

2.2.3 Kelemahan Pembelajaran Kooperatif

Menurut Sanjaya (2007: 250-251), kelemahan pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:

(1) Untuk peserta didik yang memiliki kelebihan, contohnya, mereka akan merasa terhambat oleh peserta didik yang dianggap kurang memiliki kemampuan. Akibatnya, akan mengganggu iklim kerja sama dalam kelompok;

(2) Ciri utama dari pembelajaran ini adalah peserta didik saling membelajarkan. Oleh karena itu, jika tanpa peer teaching yang efektif, maka dibandingkan dengan pengajaran langsung dari guru, dapat terjadi cara belajar yang demikian apa yang seharusnya dipelajari dan dipahami tidak pernah dicapai oleh peserta didik; (3) Penilaian yang diberikan dalam pembelajaran ini didasarkan

kepada hasil kerja kelompok. Namun demikian, guru perlu menyadari, bahwa sebenarnya hasil atau prestasi yang diharapkan adalah prestasi setiap individu;

(4) Keberhasilan pembelajaran ini dalam upaya mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan waktu yang cukup lama.

Keunggulan dan kelemahan tersebut menjadi bahan pertimbangan dalam penerapan pembelajaran kooperatif sehingga tujuan pembelajaran yang diinginkan dapat tercapai.

2.3

Problem Based Instruction

(33)

PBI mempunyai lima langkah utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa. Kelima langkah tersebut dijelaskan berdasarkan langkah-langkah di bawah ini

(1) Orientasi siswa pada masalah

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih.

(2) Mengorganisasi siswa untuk belajar

Guru membentuk siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.

(3) Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok

Guru membantu siswa dalam pengumpulan informasi yang sesuai. Guru membimbing siswa melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.

(4) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan serta membantu siswa berbagi tugas dengan temannya. (5) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

(34)

Peran guru di dalam kelas PBI menurut Ibrahim, sebagaimana dikutip oleh Trianto (2007: 72) antara lain sebagai berikut:

(1) Mengajukan masalah atau mengorientasikan siswa kepada masalah otentik.

(2) Memfasilitasi/ membimbing penyelidikan. (3) Memfasilitasi dialog siswa.

(4) Mendukung belajar siswa. 2.3.1 Keunggulan PBI

PBI merupakan alternatif pembelajaran yang mendorong siswa belajar ilmu pengetahuan dengan jalan memberikan permasalahan untuk diselesaikan (Bilgin, 2009). Pemberian masalah mendorong siswa terlibat aktif dalam pembelajaran untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Pemecahan dari suatu permasalahan dalam pembelajaran PBI dapat memotivasi siswa dan mendorong pemahaman materi secara mendalam (Bilgin, 2009).

Menurut Sanjaya (2007: 220), PBI memiliki beberapa keunggulan, diantaranya:

(1) Penyelesaian dari suatu permasalahan merupakan teknik yang bagus untuk lebih memahami isi pelajaran;

(2) PBI dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa;

(3) PBI dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran;

(4) PBI dapat membantu siswa mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata;

(5) PBI dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan baru;

(6) PBI dapat memperlihatkan kepada siswa bahwa tujuan dari ilmu pengetahuan adalah mengembangkan pola piker manusia;

(35)

(8) PBI dapat mengembangkan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru;

(9) PBI dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata;

(10) PBI dapat mengembangkan minat siswa untuk belajar terus menerus.

Keunggulan-keunggulan ini menjadi acuan dan bahan pertimbangan penerapan PBI sehingga tujuan pembelajaran yang diinginkan dapat tercapai. 2.3.2 Kelemahan PBI

PBI merupakan pembelajaran yang tidak dirancang untuk memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa (Trianto, 2007: 70). Menurut Ibrahim sebagaimana dikutip Trianto (2007: 70), PBI dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan ketrampilan intelektual. Hal tersebut mengakibatkan diperlukannya persiapan dan pengelolaan kelas yang cukup rumit.

Menurut Sanjaya (2007: 221), PBI memiliki beberapa kelemahan, diantaranya:

(1) Manakala siswa tidak mempunyai minat atau kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit, maka siswa enggan untuk mencobanya;

(2) Keberhasilan PBI membutuhkan cukup waktu untuk persiapan; (3) Tanpa adanya pemahaman mengapa berusaha untuk memecahkan

yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka pelajari.

2.4

Aktivitas Siswa

(36)

menempatkan siswa sebagai subyek yang belajar. Dengan kata lain, pembelajaran ditekankan atau berorientasi pada aktivitas siswa.

Aktivitas merupakan salah satu kegiatan kerja yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan tertentu. Aktivitas diperlukan dalam pembelajaran karena prinsip belajar adalah berbuat ”learning by doing”, berbuat mengubah tingkah laku sehingga di dalam proses pembelajaran terjadi suatu kegiatan. Menurut Hamalik (2001: 171), pengajaran yang efektif adalah pengajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri. Hal ini menunjukkan setiap orang yang belajar harus aktif. Tanpa adanya aktivitas, maka proses pembelajaran tidak mungkin terjadi. Keaktifan peserta didik selama proses belajar mengajar merupakan salah satu indikator peserta didik memahami suatu konsep.

Keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran menghasilkan interaksi yang tinggi antara guru dengan peserta didik, ataupun dengan peserta didik sendiri. Menurut Hamalik (2001: 172), aktivitas yang timbul dari peserta didik akan mengakibatkan terbentuknya pengetahuan, pemahaman, dan aspek-aspek tingkah laku lainnya, serta mengembangkan ketrampilan yang bermakna untuk hidup di masyarakat. Aktivitas dalam pembelajaran dapat mendorong peningkatan prestasi belajar peserta didik (Sanjaya, 2007:137).

(37)

memberikan pengalaman kepada siswa, sehingga siswa dapat memahami konsep dari suatu fakta.

Menurut Sanjaya (2007, 141) aspek aktivitas siswa dalam pembelajaran ada tiga yaitu (1) keaktifan siswa dalam perencanaan pembelajaran; (2) keaktifan siswa dalam proses pembelajaran; dan (3) keaktifan siswa dalam kegiatan evaluasi pembelajaran. Semakin siswa terlibat dalam ketiga aspek tersebut maka semakin tinggi kadar keaktivan siswa.

Sesuai dengan tingkat perkembangan siswa SMP dan materi pelajaran yang disajikan, maka aktivitas siswa yang dikaji adalah (1) memperhatikan penjelasan guru; (2) kerja kelompok aktif dan terarah; (3) presentasi kelompok; (4) respon positif terhadap kelompok yang presentasi; dan (5) menyelesaikan tugas secara berkelompok.

2.5

Cahaya

Cahaya merupakan gelombang elektromagnetik yang dapat merambat tanpa adanya medium. Ketika cahaya menimpa permukaan benda, sebagian cahaya dipantulkan. Sisanya diserap oleh benda (dan diubah menjadi energi panas) atau jika benda tersebut transparan seperti kaca atau air, sebagian diteruskan.

2.5.1 Pemantulan Cahaya

(38)

[image:38.595.104.521.304.647.2]

(a) pemantulan baur (b) pemantulan teratur Gambar 2.1 Jenis-jenis pemantulan

Gambar 2.1 menunjukkan pemantulan pada permukaan kasar (Gambar 2.1a) dan cermin (Gambar 2.1b). Cermin datar memiliki permukaan yang rata dan licin, sehingga sinar pantul pada cermin datar menghasilkan berkas yang sejajar menuju suatu arah tertentu (Gambar 2.1b). Sebaliknya, permukaan triplek tidak rata, penuh tonjolan, dan lekukan yang menyebabkan sinar pantul tidak menuju ke satu arah tertentu, tetapi menuju berbagai arah secara tidak teratur (Gambar 2.1a). Pemantulan cahaya oleh permukaan rata disebut pemantulan teratur atau pemantulan spekular, sedangkan pemantulan cahaya oleh permukaan yang tidak rata disebut pemantulan baur atau pemantulan kasar. Pada saat melihat benda-benda di sekitar atau melihat pemandangan, mata akan terasa nyaman. Hal tersebut karena sinar pantul yang terjadi termasuk pemantulan baur. Intensitas cahaya yang mengenai mata tidak terlalu besar karena tidak semua sinar pantul menuju mata.

2.5.1.1Cermin datar

(39)

ujung anak panah tersebut dengan menggambar dua buah sinar, satu sinar digambar tegak lurus cermin.

Gambar 2.2 Diagram sinar untuk menentukan bayangan sebuah anak panah pada sebuah cermin datar

Sinar tersebut mengenai cermin pada titik A dan dipantulkan kembali ke dirinya sedangkan sinar yang lain mengenai cermin, membentuk sudut α terhadap

garis normal cermin. Sinar tersebut dipantulkan, dengan membentuk sudut α juga.

Perpanjangan kedua sinar ini berpotongan dibelakang cermin menunjukkan letak bayangan ujung anak panah tersebut, seperti ditunjukkan oleh garis putus-putus pada Gambar 2.2.

Sifat bayangan yang dibentuk oleh cermin datar pada Gambar 2.2 adalah sebagai berikut:

(1) sama besar, (2) tegak,

(3) jarak benda ke cermin sama dengan jarak bayangan ke cermin, dan (4) maya.

Berkas-berkas cahaya sebenarnya tidak melewati lokasi bayangan itu sendiri sehingga bayangan tersebut tidak muncul pada kertas atau film yang diletakkan di

s s

' P

h

P’

α α

[image:39.595.106.519.148.681.2]
(40)

lokasi bayangan. Dengan demikian, bayangan seperti ini disebut bayangan maya. Nama ini diberikan untuk membedakan dari bayangan nyata dimana cahaya memang melewati bayangan dan dapat muncul pada kertas atau film yang diletakkan pada posisi bayangan.

Jika terdapat dua buah cermin datar yang membentuk sudut αº, maka banyaknya bayangan yang dibentuk dirumuskan oleh persamaan sebagai berikut:

Keterangan dari rumus di atas adalah n banyaknya bayangan yang dibentuk, dan α sudut antara dua cermin.

(41)
[image:41.595.105.523.109.575.2]

Gambar 2.3 Pemantulan cahaya

Gambar di atas merupakan pemantulan pada cermin datar dengan i sudut datang, dan r sudut pantul.

Hukum Pemantulan:

(1) Sinar datang, sinar pantul dan garis normal berada pada satu bidang datar.

(2) Besar sudut datang sama dengan besar sudut pantul.

2.5.1.2CerminMelengkung

Permukaan-permukaan yang memantulkan berkas cahaya tidak harus datar. Cermin lengkung yang umum berbentuk sferis, yang berarti cermin tersebut membentuk sebagian dari bola. Cermin sferis disebut cembung jika pantulan terjadi pada permukaan cermin yang menggembung keluar menuju orang yang melihat (Gambar 2.4a). Cermin dikatakan cekung jika permukaan pemantulnya ada pada permukaan dalam bola sehingga pusat cermin melengkung menjauhi orang yang melihat (seperti gua, Gambar 2.4b).

(42)
[image:42.595.100.520.104.661.2]

a b Gambar 2.4 Permukaan cermin lengkung 2.5.1.2.1 Cermin cekung

Cermin cekung memiliki permukaan pemantul yang bentuknya melengkung atau membentuk cekungan. Garis normal pada cermin cekung adalah garis yang melalui pusat kelengkungan, yaitu di titik C atau 2F. Sinar yang melalui titik pusat kelengkungan dipantulkan ke titik itu juga. Cermin cekung bersifat mengumpulkan sinar pantul atau konvergen. Ketika sinar-sinar sejajar dikenakan pada cermin cekung, sinar pantulnya berpotongan pada satu titik. Titik perpotongan tersebut dinamakan titik api atau titik fokus (F).

(43)

Pada cermin cekung terdapat sinar-sinar istimewa yang dapat memudahkan dalam pembentukan bayangan sebagai berikut.

(1) Sinar datang sejajar dengan sumbu utama dipantulkan melalui titik fokus.

Gambar 2.6 Pemantulan sinar datang sejajar sumbu utama (2) Sinar datang melalui titik fokus dipantulkan sejajar sumbu utama.

Gambar 2.7 Pemantulan sinar datang menuju fokus

[image:43.595.105.521.191.728.2]

(3) Sinar datang melalui titik pusat kelengkungan cermin dipantulkan ke titik itu juga.

(44)

Contoh Pembentukan Bayangan pada Cermin Cekung

Misalnya, sebuah anak panah diletakkan di depan sebuah cermin cekung pada jarak di antara titik fokus dan cermin. Tidak didapatkan bayangan di depan cermin. Bayangan benda kelihatan di belakang cermin cekung berupa bayangan maya, diperbesar, dan tegak.

Gambar 2.9 Bayangan benda yang diletakkan di antara titik fokus dan cermin memiliki sifat maya, tegak, dan diperbesar.

Gambar di atas merupakan pembentukan bayangan pada cermin cekung dengan F letak titik fokus, C pusat kelengkungan cermin cekung, f jarak titik fokus, s jarak benda, dan s’ jarak bayangan.

Hubungan antara jarak benda (s) dan jarak bayangan (s’) menghasilkan jarak fokus f. Hubungan tersebut secara matematis dapat ditulis

Keterangan rumus di atas adalah f jarak fokus (m), s jarak benda (m), dan s’ jarak bayangan (m).

f

s’

[image:44.595.100.521.227.652.2]
(45)

2.5.1.2.2 Cermin Cembung

[image:45.595.105.522.291.720.2]

Selain cermin datar dan cermin cekung, terdapat pula cermin cembung. Pada cermin cembung, bagian mukanya berbentuk seperti kulit bola, bagian muka cermin cembung melengkung ke luar. Titik fokus cermin cembung berada di belakang cermin sehingga bersifat maya dan bernilai negatif. Cermin cembung memiliki sifat menyebarkan sinar (divergen). Jika sinar datang sejajar dengan sumbu utama mengenai cermin cembung, sinar pantul menyebar. Jika sinar-sinar pantul pada cermin cembung diperpanjang pangkalnya, maka sinar berpotongan di titik fokus (titik api) di belakang cermin. Pada perhitungan, titik api cermin cembung bernilai negatif.

Gambar 2.10 Cermin cembung menyebarkan sinar pantul (divergen). Pada cermin cembung terdapat sinar-sinar istimewa yang dapat memudahkan dalam pembentukan bayangan sebagai berikut.

(1) Sinar datang sejajar dengan sumbu utama dipantulkan seolah-olah dari titik fokus.

(46)

(2) Sinar datang menuju titik fokus dipantulkan sejajar sumbu utama.

Gambar 2.12 Pemantulan sinar datang menuju titik fokus cermin cembung

(3) Sinar datang menuju pusat kelengkungan dipantulkan seolah-olah dari titik itu juga.

Gambar 2.13 Pemantulan sinar datang menuju pusat kelengkungan cermin cembung

Pembentukan Bayangan pada Cermin Cembung

[image:46.595.105.522.103.563.2]
(47)

Gambar 2.14 Bayangan yang terbentuk pada cermin cembung selalu maya, tegak, dan diperkecil

2.5.2 Pembiasan Cahaya

Berkas cahaya dari udara yang masuk ke dalam kaca mengalami pembelokan. Peristiwa tersebut disebut pembiasan cahaya. Hal ini disebabkan medium udara dan medium kaca memiliki kerapatan optik yang berbeda. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pembiasan cahaya terjadi akibat cahaya melewati dua medium yang berbeda kerapatan optiknya.

Hukum pembiasan cahaya:

(1) Sinar datang, sinar bias, dan garis normal terletak pada satu bidang datar; (2) Jika sinar datang dari medium yang kurang rapat menuju medium yang

lebih rapat, sinar dibiaskan mendekati garis normal. Jika sinar datang dari medium lebih rapat menuju medium kurang rapat, sinar dibiaskan menjauhi garis normal.

2.5.2.1 Indeks Bias

Berkas cahaya yang melewati dua medium yang berbeda menyebabkan cahaya berbelok. Di dalam medium yang lebih rapat, kecepatan cahaya lebih kecil dibandingkan pada medium yang kurang rapat. Akibatnya, cahaya membelok.

f

[image:47.595.101.521.91.656.2]
(48)

Perbandingan laju cahaya dari dua medium tersebut disebut indeks bias dan diberi simbol (n). Jika cahaya merambat dari udara atau hampa ke suatu medium, indeks biasnya disebut indeks bias mutlak. Secara matematis dituliskan

Keterangan dari rumus di atas adalah n indeks bias mutlak, c laju cahaya (m/s), dan v laju cahaya dalam medium (m/s).

Jika salah satu medium tersebut bukan udara, perbandingan laju cahaya tersebut merupakan nilai relatif atau indeks bias relatif. Misalnya, berkas cahaya merambat dari medium 1 dengan kelajuan v1 masuk pada medium 2 dengan

kelajuan v2, indeks bias relatif medium 2 terhadap medium 1 adalah:

dan

Sehingga :

atau

Keterangan dari rumus di atas adalah indeks bias relatif medium 2 terhadap medium 1, kecepatan pada medium 1, dan kecepatan pada medium 2.

2.5.2.2 Lensa

(49)

2.5.2.2.1 Lensa Cembung

[image:49.595.103.521.227.625.2]

Jika sinar-sinar sejajar dilewatkan pada lensa cembung, sinar-sinar biasnya berkumpul pada satu titik. Sifat lensa cembung adalah mengumpulkan sinar (konvergen).

Gambar 2.15 Lensa cembung bersifat konvergen atau mengumpulkan sinar

Terdapat tiga macam lensa cembung yaitu (1) bikonveks; (2) plan konveks; dan (3) konkaf konveks.

a b c

Gambar 2.16 Lensa cembung: a. bikonveks, b. plan konveks, dan c. konkaf konveks.

2.5.2.2.2 Lensa Cekung

Lensa cekung adalah lensa yang bagian tengahnya berbentuk cekung lebih tipis dari bagian tepinya. Jika sinar-sinar sejajar dikenakan pada lensa cekung, sinar- sinar biasnya menyebar seolah-olah berasal dari satu titik yang disebut titik fokus.

(50)
[image:50.595.104.521.167.566.2]

Titik fokus lensa cekung berada pada sisi yang sama dengan sinar datang sehingga titik fokus lensa cekung bersifat maya atau semu dan bernilai negatif.

Gambar 2.17. Lensa cekung bersifat divergen atau menyebarkan sinar Terdapat tiga macam lensa cekung yaitu (1) bikonkaf; (2) plan konkaf; dan (3) konveks konkaf.

a b c

Gambar 2.18 Lensa cekung: a. bikonkaf, b. plan konkaf dan c. konveks konkaf

2.6

Kerangka Berpikir

Fisika merupakan ilmu yang betujuan meningkatkan kemampuan berpikir siswa. Penerapan fisika dalam kehidupan bertujuan agar setiap individu mampu mengatasi masalah-masalah yang ada dalam kehidupan. Oleh sebab itu, dalam membelajarkan fisika tidak tepat jika hanya berpusat pada guru dan menghafalkan materi-materi serta rumus-rumus yang ada di buku-buku sekolah saja. Siswa beranggapan bahwa pelajaran fisika adalah pelajaran yang sulit, menakutkan, penuh dengan rumus-rumus, dan membosankan.

(51)

Pembelajaran fisika di SMP Negeri 1 Juwana menggunakan metode ekspositori. Pembelajaran masih berpusat pada guru yang mengakibatkan siswa cenderung kurang termotivasi, kurang aktif, dan bergantung pada pengetahuan guru. Kondisi seperti ini menyebabkan hasil belajar siswa belum optimal.

Model pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dibutuhkan untuk mengkonstruk pengetahuan siswa. Salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat diterapkan adalah model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan

Problem Based Instruction. Model pembelajaran ini mendorong siswa untuk menemukan konsep-konsep dan menghubungkannya dengan fakta di kehidupan sehari-hari. Model pembelajaran ini diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

[image:51.595.101.522.245.698.2]

Kerangka berpikir di atas dijelaskan pada Gambar 2.19

Gambar 2.19 Skema Kerangka Berpikir Penelitian Materi fisika Pembelajaran

ekspositori

Siswa pasif dan bergantung pada

guru

Hasil belajar siswa rendah Pembelajaran

kooperatif dengan PBI Siswa terlibat

langsung dalam proses pembelajaran

Siswa aktif dan hasil belajar

(52)

2.7

Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah

(1) Ho: Model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan PBI tidak dapat meningkatkan hasil belajar kognitif siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Juwana pada materi cahaya.

Ha: Model Pembelajaran kooperatif dengan pendekatan PBI dapat meningkatkan hasil belajar kognitif siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Juwana pada materi cahaya.

(2) Ho: Hasil belajar kognitif pembelajaran kooperatif dengan pendekatan PBI sama dengan hasil belajar kognitif pembelajaran ekspositori.

(53)

37

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian eksperimen ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Juwana yang berlokasi di jalan Silugonggo nomor 46 Juwana kabupaten Pati pada tanggal 14 Februari sampai dengan 21 April 2011.

3.2

Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi merupakan keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2006: 130). Populasi penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Juwana kabupaten Pati tahun pelajaran 2010-2011.

3.2.2 Sampel

Sampel merupakan sebagian dari populasi yang diambil dengan cara–cara tertentu (Arikunto, 2006: 131). Penelitian ini menggunakan dua kelas sebagai obyek penelitian, yaitu kelas eksperimen sebagai kelompok yang menggunakan model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan Problem Based Instruction

(54)

yaitu kelas VIIIC dan satu kelas lainnya sebagai kelompok kontrol yaitu kelas VIIID. Hasil uji homogenitas menunjukkan dua kelas tersebut homogen yang berarti kedua kelas sebelum diberi perlakuan berawal dari titik awal yang sama.

3.3

Desain Penelitian

[image:54.595.111.521.248.605.2]

Penelitian eksperimen ini menggunakan rancangan control group pretest posttest seperti Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Desain Penelitian Control Group Pretest Posttest

Sampel Kondisi Awal Perlakuan Kondisi Akhir

Kelas eksperimen O1 X O2

Kelas kontrol O3 Y O4

(Arikunto, 2006: 86).

Keterangan dari Tabel 3.1 adalah O1 dan O3pretest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, O2 dan O4 posttest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, X perlakuan dengan pembelajaran kooperatif dengan pendekatan Problem Based Instruction, dan Y perlakuan dengan pembelajaran ekspositori

(55)

3.4

Variabel Penelitian

3.4.1 Variabel bebas

Variabel bebas penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan Problem Based Instruction dan pembelajaran ekspositori.

3.4.2 Variabel Terikat

Variabel terikat penelitian ini adalah hasil belajar kognitif siswa SMP Negeri 1 Juwana pada materi cahaya.

3.5

Prosedur Penelitian

[image:55.595.103.520.259.732.2]

Langkah-langkah dalam penelitian ini dijelaskan pada Gambar 3.1

Gambar 3.1 Langkah-langkah penelitian Persiapan

Kelas eksperimen

Pembelajaran kooperatif dengan pendekatan PBI

Tes Akhir (posttest) Tes awal (pretest)

Pembelajaran ekspositori

Tes akhir (posttest) Tes awal (pretest)

Kelas kontrol

(56)

3.5.1 Tahap Persiapan

Kegiatan yang dilaksanakan pada tahap persiapan adalah sebagai berikut: (1) Melakukan observasi dan wawancara awal untuk mengetahui kegiatan

pembelajaran yang diterapkan di SMP Negeri 1 Juwana.

(2) Menyusun perangkat pembelajaran dan perangkat tes yang digunakan pedoman dalam pelaksanaan penelitian.

(3) Menentukan populasi penelitian.

(4) Menentukan sampel penelitian yang digunakan penelitian, yaitu satu kelas sebagai kelas kontrol dan satu kelas sebagai kelas eksperimen.

(5) Melakukan uji coba soal pada kelas yang telah menempuh materi cahaya. Uji coba instrumen dilaksanakan pada kelas IXC SMP Negeri 1 Juwana. (6) Menganalisis hasil uji coba perangkat tes.

3.5.2 Tahap Pelaksanaan

Pada tahap pelaksanaan dilaksanakan enam kali pertemuan, dengan rincian pertemuan pertama dilaksanakan pretest, empat pertemuan dilaksanakan pembelajaran dan pada pertemuan terakhir dilaksanakan posttest. Pada setiap pertemuan alokasi waktunya adalah 2 x 40 menit atau 2 jam pelajaran. Kegiatan yang dilaksanakan pada tahap pelaksanaan adalah sebagai berikut:

(1) Kelas eksperimen dan kelas kontrol diberi pretest untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum mendapatkan perlakuan.

(57)

(3) Kelas kontrol diberi perlakuan pembelajaran ekspositori, sedangkan kelas eksperimen diberi perlakuan pembelajaran kooperatif dengan pendekatan

Problem Based Instruction.

(4) Kelas eksperimen dan kelas kontrol mendapatkan posttest untuk mengetahui hasil belajar kognitif kedua sampel.

3.5.3 Tahap Evaluasi

Tahap evaluasi merupakan tahap untuk menganalisis data hasil penelitian kedua sampel. Tahap evaluasi ini digunakan untuk menjawab hipotesis penelitian yang telah ditentukan.

3.6

Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data hasil belajar siswa digunakan metode pengambilan data sebagai berikut:

3.6.1 Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah suatu metode untuk mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda, dan sebagainya (Arikunto, 2006: 158). Metode ini digunakan untuk mengetahui jumlah siswa dan untuk mengumpulkan data nilai hasil belajar yang digunakan untuk analisis tahap awal.

3.6.2 Metode Tes

(58)

atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Tes merupakan alat ukur yang terstandar (Arikunto, 2006: 150).

Metode tes ini digunakan untuk mendapatkan data hasil belajar kognitif kelas eksperimen maupun kelas kontrol pada materi cahaya. Dalam penelitian ini, tes diberikan dua kali kepada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, tes ini diberikan sebelum dan setelah kelompok eksperimen dikenai perlakuan (treatment) yang dalam hal ini adalah model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan Problem Based Instruction dan model pembelajaran ekspositori pada kelas kontrol, dengan tujuan untuk mendapatkan data akhir. Tes ini diberikan kepada kedua kelompok dengan alat yang sama. Hasil pengolahan data ini digunakan untuk menguji hipotesis penelitian.

3.6.3 Metode Observasi

Metode ini digunakan untuk mengetahui aktivitas siswa pada proses pelaksanaan model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan Problem Based Instruction. Uji coba lembar observasi tidak dilaksanakan, tetapi hanya dikonsultasikan dengan dosen pembimbing dan guru kelas.

3.7

Metode Penyusunan Perangkat Tes

(59)

Siswa tinggal memilih, mengisi, atau menjodohkan, sesuai dengan perintah yang tertera dalam soal.

Adapun kebaikan-kebaikan tes bentuk obyektif adalah:

(1) cara memeriksanya (scoring) cukup mudah, cepat dan benar-benar apa adanya (obyektif);

(2) dapat merangkum keseluruhan bahan pelajaran, sehingga dari segi kesahan atas dasar kesahihan isi (content validity) lebih dapat dipertanggungjawabkan;

(3) kerahasiaan butir soal relatif lebih terjamin dan beberapa model butir soal obyektif dapat digunakan berulang hanya dengan mudah mengubah sebagian alternatif jawaban (Rusilowati, 2008: 11).

3.8

Uji Coba Instrumen Penelitian

Uji coba instrumen merupakan langkah yang sangat penting dalam proses pengembangan instrumen, karena dari uji coba inilah diketahui informasi mengenai mutu instrumen yang digunakan. Uji coba dalam penelitian ini, dilakukan dengan cara menberikan tes kepada kelompok yang bukan merupakan sampel penelitian, melainkan kelompok lain yang masih satu sekolah, serta kelompok uji coba ini harus normal dan homogen.

(60)

Adapun hal-hal yang dianalisis dari uji coba instrumen adalah sebagai berikut:

3.8.1 Validitas Tes

Validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen (Arikunto, 2006: 168). Suatu instrumen dikatakan valid apabila dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat. Validitas butir soal dapat diketahui melalui uji coba perangkat tes. Nilai hasil uji coba tes dianalisis dengan menggunakan korelasi product moment,

rumus yang digunakan adalah:

Keterangan dari rumus di atas adalah rxy koefisien korelasi antara X dan Y,

X skor item, Y skor total, dan N jumlah peserta tes (Arikunto, 2006: 170).

Hasil perhitungan rxy dikonsultasikan pada table kritis product moment

dengan taraf signifikan 5%. Jika rxy > rtabel maka item tersebut valid (Arikunto, 2006: 178). Soal objektif dengan taraf signifikan 5% untuk N = 34 diperoleh rtabel = 0,339. Hasil perhitungan menunjukkan 34 soal valid dan 16 soal tidak valid. Perhitungan selengkapnya terdapat pada Lampiran 4.

3.8.2 Reliabilitas Tes

(61)

digunakan untuk mencari reliabilitas soal tes bentuk obyektif adalah rumus K-R.20, yaitu:

Keterangan dari rumus di atas adalah r11reliabilitas instrumen, k banyaknya butir soal, p proporsi subjek yang menjawab benar, q proporsi subjek yang menjawab salah, dan Vtvarian total.

Dengan

(Arikunto, 2006: 188). Kriteria pengujian reliabilitas tes dikonsultasikan dengan harga r product moment pada table, jika rhitung > rtabel maka item tes yang diujicobakan reliabel (Arikunto, 2006: 188).

(62)

3.8.3 Tingkat Kesukaran

Tingkat kesukaran soal merupakan peluang untuk menjawab benar suatu soal pada tingkat kemampuan tertentu yang dinyatakan dalam bentuk indeks (Rusilowati, 2008: 16). Adapun rumus yang digunakan untuk mencari taraf kesukaran soal bentuk obyektif adalah:

Keterangan dari rumus di atas adalah TK tingkat kesukaran, W jumlah peserta yang menjawab benar, dan N jumlah peserta tes.

Nilai taraf kesukaran soal digunakan tolok ukur sebagai berikut: TK < 30% : soal sukar

30% ≤ TK ≤ 70% : soal sedang

TK > 70% : soal mudah (Rusilowati, 2008: 17). Hasil perhitungan memperoleh 7 soal kriteria sukar, 20 soal kriteria sedang, dan 23 soal dengan kriteria mudah. Perhitungan selengkapnya terdapat pada Lampiran 4.

3.8.4 Daya Pembeda

(63)

Keterangan dari rumus di atas adalah JA banyaknya peserta kelompok atas,

JB banyaknya peserta kelompok bawah, BA banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan benar, BB banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar, PA proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar, dan PB proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab salah.

Kriteria daya pembeda soal adalah: DP < 0,00 : sangat jelek

0,00 ≤ DP ≤ 0,20 : jelek 0,21 DP ≤ 0,40 : cukup 0,41 DP ≤ 0,70 : baik 0,71 DP ≤ 1,00 : sangat baik

Hasil perhitungan memperoleh 11 soal kriteria sangat jelek, 14 soal kriteria jelek, 13 soal kriteria cukup, dan 12 soal dengan kriteria baik. Perhitungan selengkapnya terdapat pada Lampiran 4.

3.9

Metode Analisis Data

3.9.1 Analisis Tahap Awal

3.9.1.1 Uji Kesamaan Dua Varian (Homogenitas)

Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui sampel yang digunakan dalam keadaan homogen atau mempunyai kemampuan awal yang sama atau tidak. Dalam perhitungan ini dilakukan pengujian kesamaan varians. Hipotesis yang diajukan adalah:

(64)

H1 : (varians kedua kelas tidak homogen)

Untuk menguji hipotesis tersebut, digunakan rumus uji F, yaitu:

kecil varian ter

besar varian ter

F

Ho diterima apabila Fhitung≤ F1/2α (V1, V2) dengan α = 5%.

V1 = n1– 1 (dk pembilang),

V2 = n2– 1 (dk penyebut) (Sudjana, 2002: 250).

3.9.2 Analisis Tahap Akhir

3.9.2.1 Analisis Tes

3.9.2.1.1 Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data yang dianalisis berdistribusi normal atau tidak. Data yang digunakan untuk uji normalitas adalah data posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol. Uji normalitas juga digunakan untuk menentukan uji selanjutnya, yakni apakah menggunakan statistik parametrik atau nonparametrik. Rumus yang digunakan adalah:

i i i

E E

O 2

2

Keterangan dari rumus di atas adalah 2 harga chi kuadrat, Oi frekuensi hasil pengamatan, dan Ei frekuensi yang diharapkan (Sudjana, 2002: 273).

Kriteria pengujian, jika x2hitung < x2tabel dengan dk = k-1, maka data berdistribusi normal (Sudjana, 2002: 273).

3.9.2.1.2 Uji Peningkatan Hasil Belajar

[image:64.595.104.522.207.653.2]
(65)

Peningkatan hasil belajar siswa dapat dihitung menggunakan rumus gain ternormalisasi sebagai berikut:

Keterangan dari rumus di atas adalah Spre skor rata-rata pretest (%), dan

Spost skor rata-rata posttest (%).

Besarnya faktor g dikategorikan sebagai berikut: Tinggi : g > 0,7

Sedang : 0,3 ≤ g≤ 0,7

Rendah : g < 0,3 (Wiyanto, 2008: 86).

3.9.2.1.3 Uji Signifikansi

Uji t yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji t satu pihak,yaitu pihak kanan. Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah rata-rata hasil belajar kelas eksperimen lebih besar daripada kelas kontrol. Rumus yang digunakan adalah uji-t

sampel related yang digunakan adalah:

                      2 2 1 1 2 2 2 1 2 1 2 1 2 n s n s r n s n s x x t

Keterangan rumus di atas adalah 1

x rata-rata nilai pada kelas eksperimen, 2

x rata-rata nilai pada kelas kontrol, n1 jumlah siswa kelas eksperimen, n2 jumlah siswa kelas kontrol, r korelasi antara dua sampel, S1 simpangan baku kelas eksperimen, S2 simpangan baku kelas kontrol, S12 varian pada kelas eksperimen, dan S22varians pada kelas kontrol.

(66)

dengan

(Sugiyono, 2005: 122).

Dari thitung dibandingkan dengan ttabel dengan dk = n1 + n2 - 2 dan taraf

kesalahannya 5%. Kriteria pengujian adalah rata-rata hasil belajar kelas eksperimen lebih besar daripada kelas kontrol apabila harga thitung>ttabel. (Sugiyono

2005: 119).

3.9.2.2 Analisis Lembar Observasi

Analisis lembar observasi ini digunakan untuk menganalisis aktivitas siswa pada kelas eksperimen. Penskoran lembar observasi ini dilakukan dengan rating scale, yaitu skor 1 untuk tidak baik, skor 2 untuk cukup baik, skor 3 untuk baik dan skor 4 untuk sangat baik, sedangkan analisis lembar observasi ini dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Klasifikasi presentase nilainya adalah sebagai berikut:

25.00% ≤ N ≤ 43.75% : tidak baik 43.75% < N ≤ 62.50% : cukup

62.50% < N ≤ 81.25% : baik

(67)

51

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Juwana pada tanggal 14 Februari sampai dengan 21 April 2011. Penelitian dilakukan dengan mengambil populasi seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Juwana. Penelitian ini menggunakan dua kelas sebagai obyek penelitian, yaitu kelas eksperimen sebagai kelompok yang menggunakan model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan

Problem Based Instruction dan kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran ekspositori. Penentuan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling, yaitu mengambil dua kelas dari populasi dengan tujuan tertentu. Salah satu kelas sebagai kelompok eksperimen yaitu kelas VIII C dan satu kelas lainnya sebagai kelompok kontrol yaitu kelas VIII D. Hasil uji homogenitas menunjukkan dua kelas tersebut homogen yang berarti kedua kelas sebelum diberi perlakuan berawal dari titik awal yang sama. Hasil belajar yang dikaji dalam penelitian ini adalah hasil belajar kognitif.

4.1

Hasil Analisis Data Penelitian Tahap Awal

4.1.1 Uji Homogenitas

(68)

uji kesamaan dua varian. Hal ini karena adanya sistem klasifikasi kelas di SMP Negeri 1 Juwana. Data yang digunakan dalam penelitian adalah nilai rapor fisika semester gasal tahun pelajaran 2010/2011. Hasil uji homogenitas terhadap nilai rapor semester gasal tahun pelajaran 2010/2011 pada taraf signifikansi 5 % dan dk pembilang = k-1 serta dk penyebut = k-1 didapatkan Fhitung= 1,77 < Ftabel= 2,10

yang berarti Ho diterima dan artinya varians data hasil belajar kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak berbeda nyata atau bersifat homogen. Analisis hasil uji homogenitas selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 14.

.

4.2

Hasil Analisis Data Penelitian Tahap Akhir

4.2.1 Kemampuan Kognitif Siswa

Sampel penelitian ini yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol mendapatkan

pretest dengan instrument tes yang sama. Setelah kedua kelas sampel diberikan

pretest, kelas kontrol mendapat model pembelajaran ekspositori, sedangkan kelas eksperimen mendapat model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan

Problem Based Instruction. Pada akhir penelitian, kedua kelas melaksanakan

posttest untuk mengetahui hasil belajar kognitif siswa pada materi cahaya. Hasil

(69)

4.2.2 Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas juga digunakan untuk menentukan statistik yang akan digunakan, apakah menggunakan statistik parametris atau non parametris. Data yang digunakan untuk uji normalitas ini adalah nilai posttest siswa. Hasil analisis data menunjukkan X2hitung < X2tabel baik untuk kelas eksperimen maupun kelas

[image:69.595.103.519.121.579.2]

kontrol pada nilai posttest. Hal ini berarti data tersebut berdistribusi normal. Karena data berdistribusi normal maka uji selanjutnya menggunakan statistik

Gambar 4.1 Data Hasil Pretest Siswa

(70)

parametrik. Perhitungan uji normalitas posttest selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 17 dan Lampiran 18. Hasil analisis uji normalitas data posttest siswa dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Hasil Uji Normalitas Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Sumber

Variasi

Nilai Posttest

Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

X2hitung 2,81 3,52

X2tabel 11,07 11,07

Kriteria Data berdistribusi normal Data berdistribusi normal

4.2.3 Uji Peningkatan Hasil Belajar Kognitif Siswa

Uji peningkatan hasil belajar kognitif siswa kelas kontrol dan kelas eksperimen dapat diperoleh melalui nilai pretest dan posttest, yang hasilnya dapat dilihat pada Gambar 4.3 dan Gambar 4.4

[image:70.595.103.522.220.668.2]
(71)

Hasil uji gain menunjukkan bahwa hasil belajar kognitif kedua kelas mengalami peningkatan. Peningkatan pada kelas kontrol sebesar 0,39 dan peningkatan pada kelas eksperimen sebesar 0,53. Hasil perhitungan selengkapnya dimuat pada Lampiran 20.

4.2.4 Uji Signifikansi

Uji signifikansi yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji t pihak kanan. Uji t pihak kanan digunakan untuk mengetahui apakah hasil belajar kognitif siswa kelas eksperimen lebih baik dari kelas kontrol. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel.4.2 Hasil Uji Perbedaan Dua Rata-rata Uji Pihak Kanan Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Variasi Nilai Posttest

Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

Rata-rata 71,15 60,67

dk 58 58

thitung 4,10

[image:71.595.207.401.110.267.2]

ttabel 2,00

[image:71.595.101.522.236.724.2]
(72)

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa pada taraf 5%, untuk nilai posttest harga thitung= 4,10 sedangkan harga ttabel= 2,00. Karena harga thitung > ttabel, maka Ho

ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar kognitif siswa kelas eksperimen lebih tinggi dari hasil belajar kognitif siswa kelas kontrol. Hasil perhitungan uji t pihak kanan nilai posttest dapat dilihat pada Lampir

Gambar

Tabel Halaman
Gambar   Halaman
tabel, daftar gambar dan daftar lampiran.
Gambar 2.1 menunjukkan pemantulan pada permukaan kasar (Gambar 2.1a)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Proses dasar produksi tanaman adalah fotosintesis merupakan konversi bahan baku atau input produksi dengan bantuan energi radiasi matahari yang

Adapun dalam studinya, baik Sari Atmini (2005) maupun Surroh (2005) menyatakan bahwa rasio-rasio keuangan berbasis akrual maupun berbasis aliran kas dapat digunakan

Pembentukan karakter sebenarnya juga berlangsung pada pembelajaran bahasa Arab di berbagai Pondok Pesantren (Izfanna &amp; Hisyam, 2012). Tradisi Pondok Pesantren yang

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana. pada Fakultas Pendidikan Teknologi

Pada saat pengakuan awal, Perusahaan mengklasifikasikan instrumen keuangan dalam kategori berikut: aset keuangan yang diukur pada nilai wajar melalui laporan laba

Secara umum indikasi klinis terapi oksigen diberikan pada pasien yang menderita ketidakadekuatan oksigenasi jaringan yang terjadi akibat sumbatan jalan nafas,

Windows, Messages, SysUtils, Variants, Classes, Graphics, Controls, Forms, Dialogs, ExtCtrls, StdCtrls, Grids, DBGrids,

• Aplikasi dapat mempermudah pengguna dalam melihat informasi dengan pengkategorian. • Aplikasi dapat mempermudah pengguna dalam melihat informasi dengan pencarian