• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keefektifan Pembelajaran Matematika dengan Model Cooperative Learning tipe STAD dan Jigsaw terhadap Pemahaman Matematis Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Mayong pada Materi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keefektifan Pembelajaran Matematika dengan Model Cooperative Learning tipe STAD dan Jigsaw terhadap Pemahaman Matematis Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Mayong pada Materi"

Copied!
190
0
0

Teks penuh

(1)

KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN

MODEL

COOPERATIVE LEARNING

TIPE STAD DAN

JIGSAW TERHADAP PEMAHAMAN MATEMATIS SISWA

KELAS X SMA NEGERI 1 MAYONG PADA MATERI AJAR

SISTEM PERSAMAAN LINEAR

skripsi

disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

oleh Ferry Andriyanto

4101406576

JURUSAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(2)

PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul

Keefektifan Pembelajaran Matematika dengan Model Cooperative Learning Tipe STAD dan Jigsaw terhadap Pemahaman Matematis Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Mayong pada Materi Ajar Sistem Persamaan Linear

disusun oleh

Ferry Andriyanto 4101406576

telah dipertahankan dihadapan sidang Panitia Ujian Skripsi FMIPA UNNES pada tanggal 8 Agustus 2011.

Panitia

Ketua Sekretaris

Dr. Kasmadi Imam Supardi, M.S Drs. Edy Soedjoko, M.Pd

195111151979031001 195604191987031001

Ketua Penguji

Dra. Sunarmi, M.Si 195506241988032001

Anggota Penguji/ Anggota Penguji/

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Dr. Iwan Junaedi, M.Pd Drs. Sugiman, M.Si

(3)

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya menyatakan bahwa isi skripsi ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain baik sebagian maupun keseluruhan. Pendapat atau temuan yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, 8 Agustus 2011

(4)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

Ø Anda tidak akan berhasil menjadi pribadi baru bila anda berkeras untuk mempertahankan cara-cara lama anda. Anda akan disebut baru, hanya bila cara-cara anda baru (Mario Teguh).

Ø Bila kita menggunakan kata-kata yang positif, tanpa sadar hati kita menjadi lebih positif juga dan emosi kita menjadi lebih baik dan kita bisa Take Action

menjadi yang lebih baik. Sebaliknya, jika kita menggunakan kata-kata yang negatif, kata-kata yang tidak mungkin, maka kata-kata negatif itu akan sangat menurunkan semangat kita (Tung Desem Waringin).

Ø Orang-orang gagal yang berani menatap kegagalan dengan kepala tegak siap belajar dan berusaha, berusaha dan belajar lagi! Bangkit dan bangkit lagi adalah mereka yang telah siap menjadi dewasa dan sukses secara utuh (Andrie Wongso).

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan kepada v Bapak , ibu, kakak-kakakku dan keluarga

besarku di Jepara, Demak dan Surabaya. v Ibu kos sekeluarga dan teman-teman kos v Seluruh teman-temanku jurusan matematika v Dosen-dosen jurusan matematika

(5)

ABSTRAK

Andriyanto, Ferry. 2011. Keefektifan Pembelajaran Matematika dengan Model Cooperative Learning tipe STAD dan Jigsaw terhadap Pemahaman Matematis Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Mayong pada Materi Ajar Sistem Persamaan Linear Tahun. Skripsi, Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Utama: Dr. Iwan Junaedi, M.Pd. dan Pembimbing Pendamping: Drs. Sugiman, M.Si.

Kata kunci : Keefektifan, STAD dan Jigsaw, Pemahaman Matematis.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui keefektifan penerapan model

Cooperative Learning tipe Jigsaw dan STAD dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa kelas X SMA Negeri 1 Mayong pada materi ajar Sistem Persamaan Linear, (2) mengetahui model yang paling efektif dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa kelas X SMA Negeri 1 Mayong pada materi ajar Sistem Persamaan Linear. Penerapan model pembelajaran dikatakan efektif jika terjadi peningkatan kemampuan komunikasi matematik yang ditunjukkan dengan rata-rata nilai setelah pembelajaran lebih tinggi dari sebelum pembelajaran, pembelajaran telah memenuhi ketuntasan belajar yang ditunjukkan rata-rata nilai sebesar 70 atau lebih serta rata-rata nilai kelas eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol. Suatu pembelajaran dikatakan paling efektif jika (1) memenuhi kriteria efektif, (2) memiliki nilai rata-rata lebih tinggi dari kelas eksperimen yang lain.

Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen yaitu membandingkan dua kelas yang diberi perlakuan berbeda yaitu diajar dengan menggunakan model

Cooperative Learning tipe STAD, Jigsaw dan satu kelas yang tidak diberi perlakuan yaitu kelas kontrol. Sampelnya adalah siswa kelas X.2, X.4, X.5 SMA Negeri 1 Mayong. Kelas X.2 diajar dengan menggunakan model Cooperative Learning tipe STAD. Kelas X.4 diajar dengan menggunakan model Cooperative Learning tipe Jigsaw. Kelas X.5 diajar tanpa dikenai model Cooperative Learning

tipe STAD dan Jigsaw.

(6)

KATA PENGANTAR

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ...iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... .1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Penegasan Istilah ... 6

1.6 Sistematika Skripsi... ... 8

2. LANDASAN TEORI ... ... 9

(8)
(9)

4.2.2 Hasil Uji Homogenitas ... 44

4.2.3 Hasil Uji Hipotesis ... 44

4.3 Pembahasan ... 48

4.3.1 Penerapan Model Pembelajaran STAD dan Jigsaw ... 48

4.3.2 Perbandingan Pemahaman Matematis Kelas yang Menggunakan STAD, Jigsaw dan Kontrol ... 49

4.3.3 Hasil Pembelajaran Menggunakan STAD dan JIGSAW Mencapai Ketuntasan Belajar Minimal... 50

4.3.4 Peningkatan Pemahaman Matematis ... 51

5. PENUTUP ... 52

5.1. Simpulan ... 52

5.2. Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Fase-fase Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ... 11

2.2 Fase-fase Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw ... 12

3.1 Harga-Harga yang Perlu untuk Uji Bartlett ... 32

3.2 Rumus Unsur Persiapan Anava ... 35

3.3 Uji Normalitas Data Awal Kelas STAD ... 37

3.4 Uji Normalitas Data Awal Kelas Jigsaw ... 37

3.5 Uji Normalitas Data Awal Kelas Kontrol ... 38

3.6 Uji Homogenitas Data Awal ... 38

3.7 Uji Kesamaan Dua Rata-Rata Data Awal ... 39

3.8 Validitas Soal Uji Coba ... 39

3.9 Reliabilitas Soal Uji Coba ... 40

3.10 Daya Beda Soal Uji Coba ... 40

4.1 Uji Normalitas Kelas Data Akhir STAD ... 43

4.2 Uji Normalitas Data Akhir Kelas Jigsaw ... 43

4.3 Uji Normalitas Data Akhir Kelas Kontrol... 44

4.4 Uji Homogenitas Tahap Akhir ... 44

4.5 Uji Anava Satu Jalur ... 45

4.6 Uji Scheffe ... 45

(11)
(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Daftar nama siswa ... 55

2. Daftar nilai awal kelas eksperimen dan kelas kontrol ... 57

3. Uji normalitas data awal ... 58

4. Uji homogenitas data awal ... 61

5. Uji kesamaan dua rata-rata ... 62

6. Soal uji coba ... 63

7. Pedoman penskoran soal uji coba ... 64

8. Analisis soal uji coba ... 71

9. Contoh hasil perhitungan validitas, reliabilitas, daya beda soal, tingkat kesukaran soal... 75

10.Silabus untuk model STAD ... 78

11.Silabus untuk mode Jigsaw ... 80

12.RPP kelas STAD pertemuan I ... 83

13.RPP kelas STAD pertemuan II ... 86

14.RPP kelas STAD pertemuan III ... 89

15.RPP kelas Jigsaw pertemuan I ... 92

16.RPP kelas Jigsaw pertemuan II ... 95

17.RPP kelas Jigsaw pertemuan III ... 98

(13)

19.LKS SPLTV dan Kunci jawaban LKS SPLTV ... 124

20.LKS SPLK dan Kunci jawaban LKS SPLK ... 145

21.Kuis SPLDV dan Kunci Kuis SPLDV ... 162

22.Kuis SPLTV dan Kunci Kuis SPLTV... 165

23.Kuis SPLK dan Kunci Kuis SPLK ... 170

24.Daftar nilai akhir siswa ... 174

25.Uji normalitas data akhir ... 175

26.Uji homogenitas data akhir... 178

27.Uji anava satu jalur data akir dan uji perbedaan dua rata-rata ... 179

28.Surat Penetapan Dosen Pembimbing ... 181

(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Sekarang ini matematika telah digunakan di seluruh dunia sebagai alat penting di berbagai bidang, termasuk ilmu alam, teknik, kedokteran atau medis, dan ilmu sosial seperti ekonomi, dan psikologi. Matematika terapan merupakan cabang matematika yang melingkupi penerapan pengetahuan matematika ke bidang-bidang lain. Matematika terapan juga bermanfaat dalam membuat penggunaan temuan-temuan matematika baru, dan kadang-kadang mengarah pada pengembangan disiplin-disiplin ilmu yang sepenuhnya baru, seperti statistika dan teori permainan. Para matematikawan juga bergulat di dalam matematika murni, atau matematika untuk perkembangan matematika itu sendiri. Untuk mengembangkan matematika hingga menjadi alat penting dalam berbagai bidang atau untuk pengembangan matematika terapan, diperlukan pemahaman-pemahaman yang mendalam mengenai matematika. Dalam hal ini, salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah membekali siswa-siswa di sekolah dengan pembelajaran matematika.

(15)

diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan Negara. Untuk mewujudkan hal tersebut, peranan sekolah terutama guru sangat di perlukan.

Guru sebagai pendidik menurut jabatan menerima tanggungjawab mendidik dari tiga pihak yaitu orang tua, masyarakat dan Negara. Dengan tanggung jawab yang besar tersebut, seorang guru harus merencanakan pembelajaran dengan matang baik materi, model pembelajaran, metode, evaluasi serta perencanaan-perencanaan lainnya.

Salah satu tugas perencanaan bagi guru adalah memilih model pembelajaran yang cocok untuk siswa. Umumnya pembelajaran di sekolah cenderung terfokus pada guru. Guru menyampaikan materi secara keseluruhan. Semua informasi diperoleh siswa hanya dari guru. Ada asumsi bahwa hal tersebut mengakibatkan pemahaman matematis siswa tidak berkembang dengan maksimal. Dalam hal ini diperlukan model pembelajaran yang lain. Model pembelajaran yang dimaksud adalah model pembelajaran yang melibatkan siswa dalam pembelajaran baik dalam bentuk diskusi, presentasi, tanya-jawab dan sebagainya. Salah satu alternatifnya adalah model Cooperative Learning tipe STAD dan Jigsaw. Dengan menggunakan dua model pembelajaran tersebut diharapkan pemahaman matematis siswa lebih baik dibanding pembelajaran yang terfokus pada guru.

(16)

Selain perencanaan tersebut, salah satu tugas perencanaan utama bagi guru adalah memilih isi yang sesuai untuk siswa yang diketahui minat dan bekal pengetahuan awal mereka. Ini khususnya benar untuk pembelajaran kooperatif, karena model ini membutuhkan sejumlah pengarahan-diri dan inisiatif siswa yang memadai. Tanpa isi yang memberikan tantangan yang sesuai dan menarik, suatu pelajaran kooperatif dapat bubar dan gagal dengan cepat.

Menurut Ibrahim (2000: 30), guru yang berpengalaman mengetahui dari pengalaman topik mana yang paling cocok untuk pembelajaran kooperatif seperti halnya mereka mengetahui perkiraan tingkat perkembangan mental dan minat siswa di dalam kelas mereka. Bagaimanapun juga ada beberapa pertanyaan yang seluruh guru dapat menanyakan kepada diri mereka sendiri untuk menentukan kecocokan materi ajar tersebut.

Apakah siswa pernah mengenal materi tersebut sebelumnya atau membutuhkan penjelasan yang panjang lebar kepada siswa tentang materi tersebut? Apakah materi tersebut menarik bagi siswa? Jika guru merencanakan untuk menggunakan teks, apakah ia telah memberikan informasi yang cukup tentang topik itu? Untuk model Cooperative Learning tipe STAD dan Jigsaw, apakah materi itu memungkinkan untuk kuis yang dapat diteskan dan diskor secara tepat? Untuk model Cooperative Learning tipe Jigsaw, apakah materi yang diajarkan secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian (subtopik)?.

(17)

pertimbangan pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas, salah satu materi yang menarik untuk diterapkan dengan menggunakan STAD dan Jigsaw adalah sistem persamaan linear.

(18)

1.4

Manfaat Penelitian

Diharapkan hasil penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak yang terkait diantaranya sebagai berikut.

1. Bagi guru

Diperoleh metode mengajar yang inovatif, menarik dan efektif dalam pembelajaran matematika.

2. Bagi siswa

a. Memudahkan siswa mempelajari Sistem Persamaan Linear. b. Meningkatkan pemahaman matematis siswa.

c. Memotivasi siswa agar lebih aktif dalam pembelajaran. d. Melatih siswa bekerja sama dalam kelompok.

3. Bagi peneliti

a. Mendapat pengalaman langsung dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan Jigsaw.

b. Bekal tambahan sebagai mahasiswa dan calon guru matematika sehingga siap melaksanakan tugas di lapangan.

c. Diperoleh model pembelajaran kooperatif yang efektif dalam pembelajaran matematika.

1.5

Penegasan Istilah

(19)

1.5.1 Keefektifan

(20)

1.5.3 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe JIGSAW

Menurut Ibrahim (2000: 21), model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif yang membagi kelas menjadi anggota-anggota kelompok kecil heterogen yang disebut dengan kelompok ahli dan kelompok asal. Kelompok asal merupakan kelompok yang membahas keseluruhan materi dan setiap anggota membahas materi yang berbeda. Kelompok ahli merupakan kumpulan dari anggota-anggota kelompok asal yang membahas topik yang sama.

1.5.4 Pemahaman Matematis

Menurut Ansari (2003: 35), sebagaimana dikutip oleh Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia (2011), pemahaman matematis adalah tingkat atau level pengetahuan siswa tentang konsep, prinsip, algoritma dan kemahiran siswa menggunakan strategi penyelesaian terhadap soal atau masalah yang disajikan.

1.6

Sistematika Penulisan Skripsi

1.6.1 Bagian Awal Skripsi

Bagian awal skripsi ini berisi judul, halaman pengesahan, moto dan persembahan, kata pengantar, abstrak, daftar isi, daftar tabel, dan daftar lampiran. 1.6.2 Bagian Isi Skripsi

(21)

Berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, sistematika penulisan skripsi.

BAB II : Lansadan Teori

Berisi teori yang mendasari permasalahan, kerangka berfikir dan hipotesis.

BAB III : Metode Penelitian

Berisi metode penentuan objek penelitian, variabel penelitian, metode pengumpulan data, instumen penelitian, dan metode analisis data.

BAB IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan

Berisi hasil penelitian dan pembahasannya. BAB V : Penutup

Berisi simpulan hasil penelitian dan saran-saran dari peneliti. 1.6.3 Bagian Akhir Skripsi

(22)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1

Landasan Teori

2.1.1 Model Pembelajaran

Menurut Tim (2009: 54), setiap model pembelajaran bidang pengajaran memiliki lima unsur yaitu sintaks, sistem sosial, prinsip reaksi, sistem pendukung, serta dampak instruksional dan pengiring.

(23)

2.1.2 Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)

Menurut Johnson dan Hilke, sebagaimana dikutip oleh Suherman (2003: 260), ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut.

1) Terdapat saling ketergantungan secara individu. Bukan pembelajaran kooperatif jika para siswa duduk di dalam sebuah kelompok-kelompok kecil dan mempersilakan salah seorang mengerjakan seluruh pekerjaan kelompok. 2) Hasil diskusi dapat dipertanggungjawabkan secara individu. Diskusi dilakukan

secara kelompok, tapi setiap anggota kelompok harus menguasai materi yang menjadi bahan diskusi.

3) Setiap kelompok dibagi menjadi anggota-anggota yang heterogen. Heterogen yang dimaksud adalah setiap kelompok terdiri dari anggota laki-laki dan perempuan yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, serta rendah.

4) Berbagi kepemimpinan. Diskusi akan lebih terarah jika ada pemimpin pada setiap kelompok.

5) Berbagi tanggungjawab. Tugas kelompok merupakan tanggungjawab bersama, sehingga untuk menyelesaikan tugas setiap anggota diberi tanggungjawab atas tugas tersebut.

6) Menekan pada tugas dan kebersamaan. Siswa-siswa bersama-sama membahas tugas yang diberikan, bukan membahas yang lain.

(24)

8) Peran guru mengamati proses belajar siswa terutama saat diskusi. Kata mengamati tidak hanya berati mengawasi melainkan juga mengarahkan serta membimbing siswa.

9) Efektifitas belajar siswa tergantung pada aktifitas siswa dalam kelompok. Menurut Tim (2009: 61), ada beberapa model pembelajaran kooperatif di antaranya model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.

2.1.3 Model Pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD) Dalam pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, guru harus memperhatikan fase-fase pembelajaran STAD. Menurut Trianto (2007: 54), pelaksanaan metode STAD terdiri atas fase-fase sebagai berikut ini.

Tabel 2.1. Fase-fase Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Fase Nama Fase Keterangan

1 Motivasi awal Menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan memotivasi siswa untuk aktif belajar

2 Penyajian Materi Menyajikan materi ajar kepada siswa dengan jalan mendemonstrasikan atau melalui bahan bacaan. 3 Pembentukan

Kelompok

Menjelaskan kepada siswa bagaimana cara membentuk kelompok belajar

4 Diskusi Kelompok Membimbing setiap kelompok belajar untuk belajar dan bekerja.

5 Presentasi Menunjuk siswa untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok

6 Evaluasi kelompok

Mengevaluasi hasil belajar dan kerja masing-masing kelompok

7 Evaluasi Individu Mengevaluasi hasil belajar siswa secara individu 8 Motivasi Akhir Guru memberikan penghargaan pada para siswa baik

(25)

2.1.4 Model Pembelajaran Jigsaw

Dalam pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, guru harus memperhatikan fase-fase pembelajaran Jigsaw. Menurut Trianto (2007: 56), pelaksanaan metode Jigsaw terdiri dari fase-fase sebagai berikut.

Tabel 2.2. Fase-fase Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

Fase Nama Fase Keterangan

1 Pembentukan Kelompok Asal

(26)

Universitas Pendidikan Indonesia (2011), pemahaman diterjemahan dari

comprehension. Dengan kata lain, pemahaman memiliki arti paham.

Menurut Anderson et al, sebagaimana dikutip oleh Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia (2011), understand is defined as constructing the meaning of instructional messages, including oral, written, and graphic communication. Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa pemahaman merupakan pembangunan makna dari pesan-pesan pembelajaran seperti koomunikasi lisan, tulisan dan grafik.

Menurut Pollatsek, sebagaimana dikutip oleh Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia (2011), terdapat dua jenis pemahaman yaitu pemahaman komputasinal dan pemahaman fungsional. Pemahaman komputasinal adalah dapat menerapkan sesuatu pada perhitungan rutin atau sederhana, atau mengerjakan sesuatu secara algoritmik saja. Sedangkan pemahaman fungsional adalah dapat mengaitkan sesuatu dengan hal lainnya secara benar dan menyadari proses yang dilakukan.

Menurut Bahaudin (2011), untuk melihat kemampuan pemahaman matematika siswa di dalam pembelajaran, terdapat beberapa indikator kompetensi berpikir matematika pada aspek pemahaman matematis, antara lain:

(27)

2. Pemahaman deduktif terdiri dari pemahaman rasional (membuktikan kebenaran), relasional (mengingat satu konsep dengan konsep lainnya), fungsional (mengerjakan kegiatan matematika secara sadar), dan memperkirakan satu kebenaran tanpa ragu. Tingkat pemahaman siswa dapat diukur dari kemampuan siswa dalam menjelaskan jawaban yang ia buat sendiri atas pertanyaan dari guru, menghubungkan satu konsep dengan konsep yang lain serta keyakinan terhadap jawaban yang telah dibuat.

3. Pemahaman relasional, menurut Kilppatrick dan Findel dalam Bahaudin (2011) yaitu.

(1) Kemampuan menyatakan ulang konsep yang telah dipelajari.

(2) Kemampuan mengklasifikasikan objek-objek berdasarkan dipenuhi atau tidaknya persyaratan yang membentuk konsep tersebut.

(3) Kemampuan menerapkan konsep secara algoritma.

(4) Kemampuan memberikan contoh dan kontra contoh dari konsep yang telah dipelajari.

(5) Kemampuan menyajikan konsep dalam berbagai macam bentuk representatif matematika.

(6) Kemampuan mengaitkan berbagai konsep matematika.

(28)

2.1.6 Sistem Persamaan Linear

2.1.6.1 Persamaan Linear dengan Dua Variabel

Menurut Johannes (2006:132), bentuk umum dalam persamaan linear dua variabel dalam x dan y dapat dituliskan sebagai berikut :

c by

ax+ = , dengan a,b,c bilangan real

Contoh persamaan linear dengan dua variabel: 12

3 2x+ y =

7 2 5x= y

-6 -=x y

Contoh bukan persamaan linear dengan dua variabel: 3

< + y

x ( tidak terdapat tanda = )

3 2 = + + y z

x ( terdapat 3 variabel )

2.1.6.2 Penyelesaian Persamaan Linear dengan Dua Variabel

Bila x = p dan y =q, sedemikian hingga persamaan ax+by =c

menjadi ap+bq =c merupakan pernyataan yang bernilai benar, maka (p,q) disebut penyelesaian dari persamaan ax+by =c.

2.1.6.3 Sistem Persamaan Linear dengan Dua Variabel (SPLDV)

Menurut Wirodikromo (2007: 109), SPLDV dalam variabel x dan y dapat ditulis sebagai

î í ì

= +

= +

r qy px

c by ax

atau

î í ì

= +

= +

2 2 2

1 1 1

c y b x a

c y b x a

(29)

Jika c1=c2 =0maka SPLDV itu dinamakan homogen, sedangkan jika 0

1 ¹

c atau c2 ¹0 maka SPLDV itu dinamakan tak homogen.

2.1.6.4 Penyelesaian Sistem Persamaan Linear dengan Dua Variabel

Jika nilai

x

=

x

0 dan

y

=

y

0 dalam pasangan terurut ditulis

(

x

0

,

y

0

)

, memenuhi SPLDV

î í ì

= +

= +

2 2 2

1 1 1

c y b x a

c y b x a

maka haruslah berlaku hubungan

a

1

x

0

+

b

1

y

0

=

c

1 dan

a

2

x

0

+

b

2

y

0

=

c

2. Dalam hal demikian, maka

(

x

0

,

y

0

)

disebut penyelesaian SPLDV itu dan himpunan penyelesaiannya ditulis

{

(

x

0

,

y

0

)

}

.

Penyelesaian atau himpunan penyelesaian suatu SPLDV dengan dua peubah dapat ditentukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah dengan menggunakan:

(1)Metode grafik

Langkah-langkah untuk menentukan himpunan penyelesaian SPLDV dengan memakai metode grafik adalah sebagai berikut:

Langkah 1

Gambarkan grafik dari masing-masing persamaan pada sebuah bidang Cartesius.

Langkah 2

(30)

· Jika kedua garis sejajar, maka himpunan penyelesaiannya tidak memiliki anggota.

· Jika kedua garis itu berimpit, maka himpunan penyelesaiannya memiliki anggota yang tak hingga banyaknya.

Dengan menggunakan sifat-sifat dua garis berpotongan, dua garis sejajar dan dua garis berimpit, banyaknya anggota dari himpunan penyelesaian SPLDV

î í ì

= +

= +

2 2 2

1 1 1

c y b x a

c y b x a

dapat ditetapkan sebagai berikut

· Jika a1b2-a2b1 ¹0, maka sistem persamaan tepat memiliki satu anggota

dalam himpunan penyelesaiannya.

· Jika a1b2-a2b1=0 dan a1c2-a2c1¹0 atau c1b2-c2b1¹0, maka SPLDV tidak memiliki anggota dalam himpunan penyelesaiannya.

· Jika a1b2 -a2b1=0 dan a1c2-a2c1=0 atau c1b2-c2b1=0, maka SPLDV memiliki anggota yang tak hingga banyaknya.

(2)Metode substitusi

Penyelesaian SPLDV dengan memakai metode substitusi dapat ditentukan dengan memakai langkah-langkah sebagai berikut:

Langkah 1

Pilihlah salah satu persamaan (jika ada, pilih yang sederhana), kemudian nyatakan x sebagai fungsi y atau y sebagai fungsi x.

Langkah 2

(31)

(3)Metode eliminasi

Penyelesaian SPLDV dua peubah dengan metode eliminasi dapat ditentukan sebagai berikut.

Nilai x dicari dengan cara mengeliminasi peubah y, sedangkan nilai y dicari dengan cara mengeliminasi peubah x.

(4)Metode eliminasi substitusi

Metode ini merupakan metode gabungan antara metode eliminasi dan metode substitusi. Oleh karena itu, metode ini sering disebut metode gabungan.

Langkah-langkah dalam metode ini merupakan gabungan dari langkah-langkah pada metode eliminasi dan metode substitusi.

Langkah 1

Menggunakan metode eliminasi untuk mencari nilai x saja atau y saja tetapi tidak keduanya.

Langkah 2

Menggunakan metode substitusi untuk mencari nilai variabel yang belum ditemukan nilainya.

(5)Metode determinasi

Metode ini tidak dibahas pada kelas X SMA.

2.1.6.5 Sistem Persamaan Linear dengan Tiga Variabel (SPLTV)

SPLTV terdiri atas tiga persamaan linear yang masing-masing memuat tiga variabel. SPLTV dalam variabel x, y dan z dapat ditulis sebagai

h gz fy ex

d cz by ax

= + +

= + +

atau

1 1 1 1

d z c y b x a

d z c y b x a

= + +

(32)

dengan a,b,c,d,e, f,g,h,i,j,k,l atau

a

1

,

b

1

,

c

1

,

d

1

,

a

2

,

b

2

,

c

2

,

d

2

,

a

3

,

b

3

,

c

3

,

d

3 merupakan suatu bilangan real. Untuk selanjutnya digunakan bentuk umum sistem persamaan yang kedua.

Jika nilai

x

=

x

0

,

y

=

y

0 dan

z

=

z

0 ditulis dengan pasangan terurut

(

x

0

,

y

0

,

z

0

)

, memenuhi SPLTV di atas, maka haruslah berlaku hubungan

ï î ï í ì

= + +

= + +

= + +

3 0 3 0 3 0 3

2 0 2 0 2 0 2

1 0 1 0 1 0 1

d z c y b x a

d z c y b x a

d z c y b x a

Dalam hal demikian,

(

x

0

,

y

0

,

z

0

)

disebut penyelesaian sistem persamaan linear tersebut dan himpunan penyelesaiannya ditulis sebagai

{

(

x

0

,

y

0

,

z

0

)

}

.

Penyelesaian atau himpunan penyelesaian SPLTV dapat ditentukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah dengan menggunakan

(1)Metode substitusi

Langkah-langkah penyelesaian SPLTV (dalam x, y, dan z) dengan menggunakan metode substitusi adalah sebagai berikut

Langkah 1

Pilihlah salah satu persamaan yang sederhana, kemudian nyatakan x sebagai fungsi y dan z, atau y sebagai fungsi x dan z, z sebagai fungsi x dan y.

Langkah 2

Substitusikan x atau y atau z pada langkah 1 ke dalam dua persamaan yang lainnya sehingga didapat SPLDV.

Langkah 3

(33)

(2)Metode eliminasi

Langkah-langkah penyelesaian SPLTV (dalam x, y, dan z) dengan menggunakan metode eliminasi adalah sebagai berikut.

Langkah 1

Eliminasi salah satu peubah x atau y atau z sehingga diperoleh SPLDV. Langkah 2

Selesaikan SPLDV yang didapat pada langkah 2. (3)Metode eliminasi-substitusi

Metode ini merupakan metode gabungan antara metode eliminasi dan metode substitusi. Oleh karena itu, metode ini sering disebut metode gabungan.

Langkah 1 dan langkah 2

Langkah 1 dan langkah 2 sama dengan langkah-langkah pada metode eliminasi. Langkah 3

Substitusikan nilai-nilai peubah yang diperoleh pada langkah 2 ke dalam salah satu persamaan semulauntuk mendapatkan nilai peubah yang lainnya.

(4)Metode determinasi

Metode ini tidak dibahas pada kelas X SMA.

2.1.6.6 Sistem Persamaan Linear dan Kuadrat (SPLK)

Bentuk umum SPLK dengan bagian kuadratnya berbentuk eksplisit dapat dituliskan sebagai berikut:

î í ì

+ + =

+ =

r qx px y

b ax y

2

(34)

Secara umum, penyelesaian atau himpunan penyelesaian dari SPLK dapat ditentukan melelui langkah-langkah sebagai berikut.

Langkah 1

Substitusikan bagian linear y =ax+b ke bagian kuadrat

y

=

px

2

+

qx

+

r

, diperoleh

(

) (

)

0

0

2 2

2

= -+ -+ Û

= -+ -+ Û

+ + = +

b r x a q px

b r ax qx px

r qx px b ax

Langkah 2

Nilai-nilai x pada langkah 1 (jika ada) disubstitusikan ke persamaan y =ax+b.

2.2

Kerangka Berfikir

(35)

Untuk meningkatkan pemahaman matematis, diperlukan suatu pembelajaran yang cocok. Pembelajaran yang cenderung terfokus pada guru tidak dapat meningkatkan pemahaman matematis secara maksimal. Oleh karena itu diperlukan pembelajaran lain yang lebih mendukung. Salah satu alternatifnya adalah menggunakan model Cooperative Learning tipe STAD dan Jigsaw. Pembelajaran dengan menggunakan kedua model tersebut diharapkan mampu meningkatkan pemahaman matematis siswa.

Keunggulan dari kedua model tersebut adalah dibentuk kelompok-kelompok kecil yang diberi tugas membahas suatu materi dengan cara diskusi. Dengan berdiskusi, siswa dapat memperoleh informasi materi dari teman, sehingga guru tidak perlu menjelaskan keseluruhan materi, melainkan hanya materi-materi yang belum dikuasai kelompok. Selain itu, setiap siswa juga diberi tanggungjawab secara individual dalam hal penguasaan materi, sehingga setiap siswa akan termotivasi untuk menguasai materi ajar.

(36)

kelompok. Guru mengkondisikan kelompok tersebut secara heterogen. Dengan kata lain, setiap kelompok mempunyai kemampuan yang sama. Hal ini menyebabkan penerapan model Cooperative Learning tipe STAD lebih efektif dari Jigsaw.

2.3

Hipotesis

1. Penerapan model Cooperative Learning tipe Jigsaw dan STAD efektif dalam meningkatkan pemahaman matematis siswa kelas X SMA Negeri 1 Mayong pada materi ajar Sistem Persamaan Linear.

(37)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1

Metode Penentuan Objek Penelitian

3.1.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah eksperimen yaitu membandingkan antara kelas eksperimen I dengan kelas eksperimen II, kelas eksperimen I dengan kelas kontrol dan kelas eksperimen II dengan kelas kontrol. Yang dimaksud kelas eksperimen I adalah kelas yang di ajar dengan model

Cooperative Learning tipe STAD. Kelas eksperimen II adalah kelas yang di ajar dengan model Cooperative Learning tipe Jigsaw. Sedangkan kelas kontrol adalah kelas yang tidak dikenai model Cooperative Learning tipe STAD dan Jigsaw. 3.1.2 Populasi

(38)

3.1.4 Variabel Penelitian 3.1.4.1 Variabel Independen

(39)

kelas kontrol dengan tujuan mendapat data akhir. Tes diberikan kepada kedua kelas dengan alat tes yang sama dan hasil pengolahan data digunakan untuk menguji kebenaran hipotesis penelitian.

3.1.6 Instrumen Penelitian 3.1.6.1 Uji Validitas

Menurut Sugiyono (2007: 356), uji validitas menggunakan rumus Korelasi Product Moment, yaitu

(

)(

)

(

)

[

å

å

-

å

å

]

[

å

å

-

( )

å

]

-=

2 2

2

2 X N Y Y

X N

Y X XY

N rxy

dengan

xy

r = koefisien korelasi antara variabel x dengan variabel y N = banyaknya peserta tes

X = jumlah skor butir Y = jumlah skor total

[image:39.612.123.508.254.609.2]

Setelah diperoleh harga r hitung, selanjutnya untuk dapat diputuskan instrumen tersebut valid atau tidak, harga tersebut dikonsultasikan dengan harga r tabel. Jika rxy >rtabel maka butir soal tersebut valid.

3.1.6.2 Uji Reliabilitas

Menurut Sugiono (2007: 365), pengujian reliabilitas dengan teknik Alfa Cronbach dilakukan untuk jenis data interval atau easay. Rumus koefisien reliabilitas Alfa Cronbach:

÷ ö ç

æ

-=

å

2

(40)

dengan:

k = mean kuadrat antara subyek

å

2

i

s = mean kuadrat kesalahan 2

t

s = varians total

Rumus untuk varians total dan varians item:

(

)

2 2 2

2

n X n

X

st t t

å

å

-=

2 2

n JK n JK

s i s

i =

-dengan:

i

JK

= jumlah kuadrat seluruh skor item

s

JK

= jumlah kuadrat subyek 3.1.6.3 Daya Beda

Analisis daya beda yang digunakan untuk mengetahui kemampuan soal tersebut dalam membedakan siswa yang pandai dengan siswa yang kurang pandai. Menurut Arikunto (2009: 213), rumus yang digunakan adalah:

B A B B

A

A P P

J B J B

D= - =

-dengan D = daya beda

A

J = banyak peserta kelompok atas

B

J = banyak peserta kelompok bawah

A

(41)

B

B = banyak peserta kelompok bawah yang menjawab benar

A

P = proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar

B

P = proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

Untuk mengetahui soal-soal yang akan dipakai berdasarkan daya pembeda soal, digunakan klasifikasi daya pembeda menurut Arikunto (2009: 218) sebagai berikut.

2 , 0 0

,

0 £D £ memiliki daya pembeda jelek 4

, 0 2

,

0 <D £ memiliki daya pembeda cukup 7

, 0 4

,

0 <D £ memiliki daya pembeda baik 0

, 1 7

,

0 <D £ memiliki daya pembeda baik sekali

Teknik untuk menghitung daya pembeda bagi tes uraian adalah dengan menghitung perbedaan dua buah rata-rata yaitu antara rata-rata data kelas atas dengan rata-rata kelas bawah untuk tiap butir. Kelas atas adalah 27% bagian atas dari peserta tes setelah nilai diurutkan dari frekuensi besar ke frekuensi kecil, sedangkan kelas bawah adalah 27% bagian bawah. Menurut Arifin (1991: 141), rumus yang digunakan:

(

1

)

2 2 2

1

-+ -=

å

å

i i n n

x x

ML MH t

dengan

t = daya pembeda

(42)

å

2 1

x = jumlah kuadrat deviasi individual dari kelas atas

å

2

2

x = jumlah kuadrat deviasi individual dari kelas bawah

i

n

= 27% x N, dengan N adalah jumlah peserta tes

Kemudian thitung dibandingkan dengan

t

tabel, dengan nilai

(

1-1

) (

+ 2 -1

)

= n n

dk dan a =5%. Dengan kriteria jika thitung >ttabel, maka daya pembeda soal tersebut signifikan.

3.1.6.4 Taraf Kesukaran

Menurut Arifin (1991: 135), soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit. Teknik perhitungan dengan menghitung beberapa persen siswa yang gagal menjawab benar atau ada dibawah batas lulus (passing grade) untuk tiap-tiap butir. Untuk menginterpretasikan nilai taraf kesukaran butirnya dapat digunakan tolok ukur sebagai berikut:

· Jika jumlah testi yang gagal mencapai 27% termasuk mudah

· Jika jumlah testi yang gagal antara 27% sampai dengan 72%, termasuk sedang

· Jika jumlah testi yang gagal 72% ke atas termasuk sukar Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

% 100 .

N TG TK=

dengan

TK = taraf kesukaran

[image:42.612.124.511.197.626.2]
(43)

3.1.7 Metode Analisis Data 3.1.7.1 Tahap Awal

3.1.7.1.1 Uji Normalitas

Adapun langkah-langkah kerja pengujian dengan rumus Chi-kuadrat adalah sebagai berikut.

1. Menyusun data menjadi sebuah distribusi frekuensi.

2. Menentukan batas-batas kelas interval, yaitu batas atas nyata yang sekaligus bagi kelas interval lainnya sudah merupakan batas bawah nyata.

3. Untuk melangkah selanjutnya peneliti menghitung rerata dan standar deviasi. 4. Menghitung angka dasar atau z-score setiap batas nyata kelas interval.

Ingat bahwa rumus z-score adalah:

SD x x score z- =

-dengan

x = batas nyata

x= rata-rata

SD = standar deviasi=

(

)

1

2

-n x xi

(44)

3.1.7.1.2 Uji Homogenitas

Menurut Sudjana (2005: 263), misalkan terdapat tiga populasi normal dengan varians

s

12,

s

22 dan

s

32. Akan di uji mengenai uji dua pihak untuk pasangan hipotesis nol

H

0 dan tandingannya H1:

2 3 2 2 2 1

0 :

s

=

s

=

s

H

:

1

H paling sedikit tanda sama dengan tidak berlaku,

berdasarkan sampel acak yang masing-masing secara independen diambil dari populasi tersebut. Jika sampel dari populasi kesatu berukuran n1 dengan varians

2 1

s

, sampel dari populasi kedua berukuran n2 dengan varians

s

22 dan sampel dari populasi kedua berukuran

n

3 dengan varians s32 maka untuk menguji hipotesis diatas digunakan uji Bartlett dengan statistik

(

)

{

-

å

(

-

)

}

= 2

2

log 1 10

ln B ni si

c

dengan

(

)

å

(

-

)

= log 2 1

i

n s B

(

)

(

)

å

å

-=

1

1 2

2

i i i

n s n s

Kriteria pengujian adalah: terima hipotesis

H

0 jika

(21 )( 1)

2

-<

c

a k

c

(45)
[image:45.612.124.508.171.642.2]

Untuk memudahkan perhitungan, dapat digunakan tabel rumus berikut. Tabel 3.1. Harga-Harga yang Perlu untuk Uji Bartlett Sampel

ke

n

i

dk

=

n

i

-

1

2 i

s

( )

dk si2

2

logsi

( )

2

logsi

dk

1 n1 dk=n1-1 2 1

s

( )

dk

s

12

2 1

log

s

( )

dk

log

s

12

2 n2 dk =n2 -1 2 2

s

( )

dk

s

22

log

s

22

( )

dk

log

s

22

3

3

n

dk

=

n

3

-

1

2 3

s

( )

dk s32

2 3

logs

( )

dk logs32

å

å

ni

å

(

-1

)

i

n

å

2

i

s

å

( )

2

i

s

dk

å

log 2

i

s

å

( )

log 2

i

s dk

3.1.7.1.3 Kesamaan Dua Rata-Rata

Menurut Sudjana (2005: 239), pasangan hipotesis nol dan tandingannya yang akan diuji adalah

2 1 1 2 1 0 : :

m

m

m

m

¹ = H H

Jika

H

0 benar dan

s

1 =

s

2 =

s

sedangkan

s

tidak diketahui harganya, statistik yang digunakan adalah

2 1 2 1 1 1 n n s x x t +

-= dengan

(

)

(

)

2 1 1 2 1 2 2 2 2 1 1 2 -+ -+ -= n n S n S n S

Statistik t di atas berdistribusi Student dengan dk =n1+n2-2. Kriteria pengujian adalah: terima

H

0 jika

a a 2 1 1 2 1

1- < <

--t t t dimana

a

2 1 1

(46)

daftar distribusi t dengan dk =n1+n2 -2 dan peluang

a

2 1

1- . Untuk

harga-harga t lainnya

H

0 ditolak. 3.1.7.2 Tahap Akhir

3.1.7.2.1 Uji Normalitas

Langkah-langkah pengujian uji normalitas pada tahap akhir sama dengan langkah-langkah pengujian uji normalitas pada tahap awal.

3.1.7.2.2 Uji Homogenitas

Langkah-langkah pengujian uji homogenitas pada tahap akhir sama dengan langkah-langkah pengujian uji homogenitas pada tahap awal.

3.1.7.2.3 Uji Anava Satu Jalur

Menurut Arikunto (2005: 418), analisis varians satu jalan adalah analisis varians yang digunakan untuk mengolah data yang hanya mengenal satu variabel pembanding.

Langkah-langkah dalam anava ini sebagai berikut 1. Mengelompokkan skor berdasarkan kategori. 2. Membuat tabel statistik.

Sebagai langkah kedua adalah mencari harga-harga untuk setiap unsur yang diperlukan dalam rumus anava. Harga-harga dimaksud adalah:

a Banyak subjek dalam setiap kelompok (

n

k) b Rerata skor untuk masing-masing kelompok(X) c Jumlah skor dalam setiap kelompok(

å

X)
(47)

e Jumlah untuk masing-masing harga(kecuali rerata) 3. Membuat tabel rumus unsur persiapan anava

Tabel rumus unsur tabel persiapan anava berisi hal-hal seperti yang terdapat dalam Tabel Persiapan Anava.

4. Menghitung harga-harga yang dibutuhkan untuk mengisi tabel persiapan anava

5. Memasukkan harga-harga dalam tabel ringkasan anava Perhitungan langkah demi langkah adalah sebagai berikut a Menghitung jumlah kuadrat total(JKT).

b Menghitung jumlah kuadrat kelompok(JKK). c Menghitung jumlah kuadrat dalam(

JK

d). d Menghitung db kelompok(dbK).

e Menghitung db dalam(

db

d). f Menghitung db total(dbT).

g Menghitung mean kuadrat kelompok(MKK). h Menghitung mean dalam(

MK

d).

i Menghitung harga

F

0, merupakan tujuan akhir dari perhitungan anava. j Mengkonsultasikan harga

F

0, dengan memperhitungkan dbF =dbK lawan

d

db

. [image:47.612.125.497.247.635.2]
(48)
[image:48.612.125.511.224.611.2]

Untuk memudahkan perhitungan langkah-langkah tersebut, dapat digunakan tabel rumus unsur persiapan anava berikut.

Tabel 3.2. Rumus Unsur Persiapan Anava Sumber

Variansi

Jumlah Kuadarat d.b. MK F

Kelompok (K)

Dalam(d)

(

) (

)

K

T

K K K

n X

n X JK

2 2

å

å

-=

K T d

JK

JK

JK

=

-1 -=K dbK

K N dbd=

-K K K

db JK

MK =

D D D

db JK

MK =

D K

MK MK F0 =

Total(T)

(

)

å

å

=

K T T T

n X X JK

2 2

1 -=N dbT

Menurut peraturan lama, pengujian rerata hanya dilakukan jika harga

F

0 signifikan. Belakangan disarankan oleh para ahli bahwa uji-t terhadap setiap pasangan harga rerata selalu dilakukan walau harga

F

0 tidak signifikan.

Rumus yang digunakan untuk uji-t adalah:

÷÷ ø ö çç

è æ

+ -=

2 1

2 1 0

1 1

n n MK

X X t

d

Hasil harga t dikonsultasikan dengan tabel t dengan d.b.=n1+n2-2. Oleh karena yang diuji t ada tiga rerata, maka dilakukan uji-t sebanyak tiga kali, yaitu 1. Antara rerata kelompok SM dengan kelompok M.

(49)

3. Antara rerata kelompok SM dengan kelompok TM.

Selain uji t, dapat juga digunakan uji yang lain seperti uji Tukey, uji Scheffe, uji LSD dan lain lain.

3.1.7.2.4 Uji Scheffe

Menurut Soejoeti (2003: 122), langkah-langkah uji Scheffe adalah sebagai berikut

1. Merumuskan Hipotesis

3 2

3 2 0

3 1

3 1 0

2 1

2 1 0

: : : : : :

3 2

3 2

3 1

3 1

2 1

2 1

m m

m m

m m

m m

m m

m m

¹ = ¹ = ¹ =

-a a a

H H H H H H

2. Menentukan taraf signifikansi. Taraf signifikansi a =5%.

3. Menentukan Kriteria Penerimaan

H

0.

Paha dataf signifikansi a =5%,

H

0 diterima jika Fhitung £F( )(a k-1)(n-k), dengan k banyaknya kelompok dan n ukuran kelompok.
(50)

(

)

(

)

÷÷

ø ö ç

ç è æ

+

-=

j i D

j i

n n k VAR

X X F

1 1 1

2

dengan

j i X

X , : rata-rata sampel

j i n

n, : ukuran sampel

k : banyaknya kelompok 5. Kesimpulan.

3.2

Hasil Analisis Data Awal dan Uji Coba

3.2.1 Analisis Data Awal 3.2.1.1 Uji Normalitas

Hipotesis yang diuji adalah

H

0 yaitu data berdistribusi normal danH1 [image:50.612.125.510.100.612.2]

yaitu data tidak berdistribusi normal. Hasil perhitungan prestasi belajar matematika kelas eksperimen STAD sebelum diberi perlakuan adalah sebagai berikut.

Tabel 3.3. Uji Normalitas Data Awal Kelas STAD

nilai maksimum = 45 panjang kelas = 4

nilai minimum = 18 nilai rata-rata = 31,37 rentang nilai = 27 simpangan baku = 7,28

banyak kelas = 6 Banyak data = 30

2 hitung

c

= 1,34

c

tabel2 = 7,81
(51)
[image:51.612.127.509.125.199.2]

Tabel 3.4. Uji Normalitas Data Awal Kelas Jigsaw

nilai maksimum = 43 panjang kelas = 4

nilai minimum = 15 nilai rata-rata = 30,7 rentang nilai = 28 simpangan baku = 6,32

banyak kelas = 6 Banyak data = 30

2 hitung

c

= 6,35

c

tabel2 =7,81 [image:51.612.125.511.245.659.2]

Dengan demikian

c

hitung2 <

c

tabel2 . Ini berarti

H

0 diterima sehingga siswa kelas eksperimen JIGSAW berdistribusi normal. Hasil perhitungan prestasi belajar matematika kelas kontrol sebelum diberi perlakuan adalah sebagai berikut.

Tabel 3.5. Uji Normalitas Data Awal Kelas Kontrol

nilai maksimum = 43 panjang kelas = 5

nilai minimum = 10 nilai rata-rata = 29,2 rentang nilai = 33 simpangan baku = 7,83

banyak kelas = 6 Banyak data = 30

2 hitung

c

= 3,17

c

tabel2 =7,81

Dengan demikian

c

hitung2 <

c

tabel2 . Ini berarti

H

0 diterima sehingga siswa kelas kontrol berdistribusi normal. Untuk perhitungan uji normalitas baik untuk kelas STAD, Jigsaw maupun Kontrol dapat dilihat pada lampiran 3.

3.2.1.2 Uji Homogenitas

Hasil perhitungan prestasi belajar matematika ketiga kelas sebelum diberi perlakuan adalah sebagai berikut.

Tabel 3.6. Uji Homogenitas Data Awal

Kelas n s 2

hitung

c

2

tabel

c

STAD 30 52,93

34 ,

1 5,99

Jigsaw 30 39,94

(52)

Dengan demikian

c

hitung2 <

c

tabel2 . Ini berarti

H

0 diterima sehingga ketiga kelas tersebut homogen. Untuk perhitungan uji homogenitas dapat dilihat pada lampiran 4.

3.2.1.3 Uji Kesamaan Dua Rata-rata

[image:52.612.124.509.247.713.2]

Hasil perhitungan prestasi belajar matematika ketiga kelas sebelum diberi perlakuan adalah sebagai berikut.

Tabel 3.7. Uji Kesamaan Dua Rata-Rata Data Awal

Kelas thitung

t

tabel

STAD dan JIGSAW 0,38 2

STAD dan Kontrol 1,11 2

Jigsaw dan Kontrol 0,82 2

Dengan demikian -ttabel <thitung <ttabel. Ini berati

H

0 diterima sehingga ketiga kelas tersebut mempunyai rata-rata yang tidak berbeda secara signifikan. Untuk perhitungan uji kesamaan dua rata-rata baik antara kelas STAD dengan kelas Jigsaw, kelas STAD dengan kelas kontrol maupun kelas Jigsaw dengan kelas kontrol dapat dilihat pada lampiran 5.

3.2.2 Analisis Uji Coba 3.2.2.1 Validitas

Hasil perhitungan soal uji coba adalah sebagai berikut Tabel 3.8. Validitas Soal Uji Coba

Soal no Rxy

R

tabel

1 0,52

334 , 0

2 0,82

3 0,93

4 0,61

5 0,89

(53)

7 0,89

8 0,79

9 0,84

10 0,85

Dengan demikian Rxy > Rtabel. Ini berati semua soal tersebut reliabel. 3.2.2.2 Reliabilitas

[image:53.612.126.513.243.701.2]

Hasil perhitungan soal uji coba adalah sebagai berikut Tabel 3.9. Reliabilitas Soal Uji Coba 11

R

R

tabel

804 ,

0 0,334

Dengan demikian

R

11

>

R

tabel. Ini berati semua soal tersebut reliabel. 3.2.2.3 Tingkat Kesukaran

Data menunjukkan terdapat tiga kelompok data berdasarkan tingkat kesukaran

1. Soal dengan tingkat kesukaran mudah yaitu soal nomor 1,4,5,6, dan 8. 2. Soal dengan tingkat kesukaran sedang yaitu soal nomor 3,7,9, dan 10. 3. Soal dengan tingkat kesukaran mudah yaitu soal nomor 2.

3.2.2.4 Daya Beda

Hasil perhitungan soal uji coba adalah sebagai berikut. Tabel 3.10. Daya Beda Soal Uji Coba

Soal No thitung

t

tabel

1 4,13

921 , 2

2 8,48

3 17,04

4 2,94

(54)

7 6,44

8 4,31

9 7,05

[image:54.612.122.506.238.620.2]

10 7,05

Dengan demikian thitung >ttabel. Ini berati semua soal tersebut signifikan. Adapun klasifikasi daya beda soal adalah sebagai berikut

1. Soal yang mempunyai daya beda jelek antara lain 1,4,5, dan 6. 2. Soal yang mempunyai daya beda cukup antara lain 8.

3. Soal yang mempunyai daya beda baik antara lain 2.

4. Soal yang mempunyai daya beda baik sekali antara lain 3, 7,9, dan 10.

(55)

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1

Persiapan Pelaksanaan Pembelajaran

Penelitian ini melibatkan tiga kelas untuk diteliti yaitu dua kelas eksperimen dan satu kelas kontrol. Inti dari penelitian ini adalah membandingkan keefektifan pembelajaran ketiga kelas tersebut yaitu membandingkan antara pembelajaran STAD dengan Jigsaw, STAD dengan kontrol dan Jigsaw dengan kontrol.

(56)

4.2

Hasil Penelitian

4.2.1 Hasil Uji Normalitas

Hipotesis yang diuji adalah

H

0 yaitu data berdistribusi normal danH1 [image:56.612.123.514.249.610.2]

yaitu data tidak berdistribusi normal. Hasil perhitungan prestasi belajar matematika kelas kelas eksperimen STAD setelah diberi perlakuan adalah sebagai berikut.

Tabel 4.1. Uji Normalitas Kelas Data Akhir STAD

nilai maksimum = 98 panjang kelas = 8

nilai minimum = 54 nilai rata-rata = 76,5 rentang nilai = 44 simpangan baku = 12,94

banyak kelas = 6 Banyak data = 30

2 hitung

c

= 2,79

c

tabel2 =7,81

Dengan demikian

c

hitung2 <

c

tabel2 . Ini berarti

H

0 diterima sehingga siswa kelas eksperimen STAD berdistribusi normal. Hasil perhitungan prestasi belajar matematika kelas kelas eksperimen JIGSAW setelah diberi perlakuan adalah sebagai berikut.

Tabel 4.2. Uji Normalitas Data Akhir Kelas Jigsaw

nilai maksimum = 96 panjang kelas = 7

nilai minimum = 57 nilai rata-rata = 74,56 rentang nilai = 39 simpangan baku = 12,25

banyak kelas = 6 Banyak data = 30

2 hitung

c

= 6,81

c

tabel2 =7,81
(57)

Tabel 4.3. Uji Normalitas Data Akhir Kelas Kontrol

nilai maksimum = 90 panjang kelas = 8

nilai minimum = 44 nilai rata-rata = 65,9 rentang nilai = 46 simpangan baku = 12,95

banyak kelas = 6 Banyak data = 30

2 hitung

c

= 5,89

c

tabel2 =7,81

Dengan demikian

c

hitung2 <

c

tabel2 . Ini berarti

H

0 diterima sehingga siswa kelas kontrol berdistribusi normal. Untuk perhitungan uji normalitas baik untuk kelas STAD, Jigsaw maupun Kontrol dapat dilihat pada lampiran 25.

4.2.2 Hasil Uji Homogenitas

[image:57.612.124.513.239.623.2]

Hasil perhitungan prestasi belajar matematika ketiga kelas sebelum diberi perlakuan adalah sebagai berikut.

Tabel 4.4. Uji Homogenitas Tahap Akhir

Kelas N S 2

hitung

c

2

tabel

c

STAD 30 167,3621

12 ,

0 5,99

Jigsaw 30 149,9782

Kontrol 30 167,6103

Dengan demikian

c

hitung2 <

c

tabel2 . Ini berarti

H

0 diterima sehingga ketiga kelas tersebut homogen. Untuk perhitungan uji homogenitas dapat dilihat pada lampiran 26.

4.2.3 Hasil Uji Hipotesis 4.2.3.1 Uji Anava Satu Jalur

(58)
[image:58.612.123.505.111.687.2]

Tabel 4.5. Uji Anava Satu Jalur

ANOVA

Skor

Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Between Groups 1912.089 2 956.044 5.914 .004

Within Groups 14063.567 87 161.650

Total 15975.656 89

Signifikansi 0,004 < 0,05 Ini berarti ada perbedaan rata-rata antara ketiga kelas tersebut. Untuk perhitungan uji anava satu jalur dapat dilihat pada lampiran 27.

4.2.3.2 Uji Perbedaan Dua Rata-rata

Uji yang digunakan adalah uji Scheffe, yaitu menguji perbedaan rata-rata kelas STAD dengan Jigsaw, kelas STAD dengan kontrol serta kelas Jigsaw dengan kontrol. Hasil perhitungan prestasi belajar matematika ketiga kelas sebelum diberi perlakuan adalah sebagai berikut.

Tabel 4.6. Uji Scheffe

Multiple Comparisons

Skor

Scheffe

(I) metode (J) metode

Mean

Difference (I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

Stad Jigsaw 1.93333 3.28279 .841 -6.2424 10.1091

Kontrol 10.60000* 3.28279 .007 2.4242 18.7758

Jigsaw Stad -1.93333 3.28279 .841 -10.1091 6.2424

Kontrol 8.66667* 3.28279 .035 .4909 16.8424

Kontrol Stad -10.60000* 3.28279 .007 -18.7758 -2.4242

Jigsaw -8.66667* 3.28279 .035 -16.8424 -.4909

(59)

Untuk kelas STAD dan Jigsaw diperoleh perbedaan rata-rata sebesar 1,93, dengan taraf signifikansia =5%. Perbedaan rata-rata tersebut tidak signifikan sehingga dapat dikatakan kedua kelas tersebut tidak mempunyai perbedaan rata-rata.

Untuk kelas STAD dan kelas kontrol diperoleh perbedaan rata-rata sebesar 10,6. Sedangkan antara kelas kontrol dan kelas STAD diperoleh perbedaan rata-rata sebesar -10,6, dengan taraf signifikansia =5%. Perbedaan rata-rata tersebut signifikan sehingga dapat dikatakan kedua kelas tersebut mempunyai rata-rata yang berbeda. Perbedaan rata-rata kelas STAD dengan kontrol bernilai positif, sedangkan rata-rata kelas kontrol dengan STAD bernilai negatif. Ini berarti nilai rata-rata kelas STAD lebih baik dari kelas kontrol.

Untuk kelas Jigsaw dan kelas kontrol diperoleh perbedaan rata-rata sebesar 8,67. Sedangkan antara kelas kontrol dan kelas Jigsaw diperoleh perbedaan rata-rata sebesar -8,67, dengan taraf signifikansia =5%. Perbedaan rata-rata tersebut tidak signifikan sehingga dapat dikatakan kedua kelas tersebut mempunyai rata-rata yang sama. Perbedaan rata-rata kelas Jigsaw dengan kontrol bernilai positif, sedangkan rata-rata kelas kontrol dengan Jigsaw bernilai negatif. Ini berarti nilai rata-rata kelas Jigsaw lebih baik dari kelas kontrol.

(60)

4.2.3.3 Ketuntasan Belajar

[image:60.612.124.512.198.620.2]

Hasil perhitungan prestasi belajar matematika ketiga kelas sebelum diberi perlakuan adalah sebagai berikut.

Tabel 4.7. Ketuntasan Belajar Klasikal

Kelas Rata-rata KKM

STAD 76,5

70

Jigsaw 74,56

Secara klasikal, kedua kelas tersebut mempunyai nilai rata-rata lebih dari sehingga dapat dapat dikatakan kedua kelas tuntas belajar secara klasikal. Sedangkan tabel untuk ketuntasan secara individual adalah sebagai berikut.

Tabel 4.8. Ketuntasan Belajar Individual

Kelas Tuntas Tidak tuntas Jumlah

STAD 23 7 30

Jigsaw 18 12 30

Secara individual, jika dilihat dalam bentuk persentase, jumlah siswa yang tidak tuntas mencapai 23% untuk kelas STAD dan 40% untuk kelas Jigsaw. Presentase tersebut cukup besar. Namun jika dibandingkan dengan nilai individual sebelum pembelajaran, ketuntasan individual setelah pembelajaran tergolong baik. Dengan kata lain secara individual kedua kelas tuntas belajar.

4.2.3.4 Peningkatan Pemahaman Matematis

[image:60.612.129.502.648.689.2]

Hasil perhitungan prestasi belajar matematika ketiga kelas sebelum diberi perlakuan adalah sebagai berikut.

Tabel 4.9. Peningkatan Pemahaman Matematis

Kelas Rata-Rata Sebelum Pembelajaran Rata-Rata Setelah Pembelajaran

STAD 31,37 76,6

(61)

Baik untuk kelas STAD maupun kelas Jigsaw, rata-rata nilai setelah pembelajaran lebih dari setelah pembelajaran. Dengan kata lain, pemahaman matematis kelas STAD dan kelas Jigsaw telah meningkat.

4.3

Pembahasan

4.3.1 Penerapan Model Pembelajaran STAD dan Jigsaw

Penilitian ini diawali dengan menganalisis kemampuan awal siswa yang akan dijadikan kelas eksperimen dan kontrol. Nilai rata-rata Mid Semester siswa kelas X SMA Negeri 1 Mayong digunakan sebagai data awal untuk mengetahui kemampuan ketiga kelas, sama atau tidak.

Setelah dilakukan analisis data awal, hasilnya menunjukkan bahwa data tersebut berdistribusi normal dan ketiga kelas sampel mempunyai varians yang sama (homogen) sehingga ketiga kelas tersebut dapat digunakan sebagai sampel dengan perlakuan berbeda. Ada dua kelas eksperimen dan satu kelas kontrol. Untuk kelas eksperimen pertama dikenai model pembelajaran STAD. Untuk kelas eksperimen kedua dikenai model pembelajaran Jigsaw. Sedangkan kelas kontrol dikenai adalah kelas yang tidak dikenai model pembelajaran STAD dan Jigsaw.

(62)

4.3.2 Perbandingan Pemahaman Matematis Siswa Kelas yang Menggunakan STAD, JIGSAW dan Kontrol

Perlakuan terhadap kelas STAD dan Jigsaw hampir sama yaitu sama-sama dibentuk kelompok, diberi materi untuk dibahas dan mempresentasikan di depan kelas. Guru menunjuk secara acak beberapa siswa untuk mempresentasikan hasil pekerjaan kelompoknya di depan kelas sehingga tidak hanya siswa yang pintar yang siap melainkan semua siswa yang ada dikelas. Hal tersebut menjadikan para siswa sangat antusias untuk mengajukan pertanyaan ketika mengalami kesulitan.

Perbedaan yang mencolok antara STAD dan Jigsaw adalah terletak pada jenis kelompok dan kewajiban setiap siswa.

Dalam proses pembelajaran, untuk STAD pembentukan kelompok hanya dilakukan sekali sehingga siswa tidak mengalami kesulitan sama sekali. Sedangkan untuk Jigsaw, pertemuan pertama siswa mengalami kesulitan dikarenakan rumitnya tahapan-tahapan proses yaitu rumitnya pembentukan kelompok asal dan kelompok ahli. Namun pertemuan berikutnya siswa sudah mulai terbiasa.

Perbedaan mencolok kedua adalah kewajiban setiap siswa. Untuk kelas STAD, siswa diberikan materi untuk dibahas bersama dalam satu kelompok. Sedangkan pada kelas Jigsaw, setiap siswa diberi materi berbeda dalam kelompok asal, mendiskusikan di kelompok ahli dan menjelaskan kembali pada anggota lain di kelompok asal.

(63)

motivasi yang sama untuk memahami materi. Akibatnya kedua kelas memiliki rata-rata nilai yang seimbang.

Dalam pembelajaran secara STAD dan Jigsaw, siswa berdiskusi untuk memahami suatu materi. Dalam satu kelompok, siswa saling membantu untuk memahami materi hingga tuntas. Materi yang belum dipahami harus ditanyakan kepada guru karena siswa akan ditunjuk untuk mempresentasikan materi tersebut. Sehingga siswa memahi materi tidak hanya dari guru melainkan juga dari teman kelompok.

Dalam pembelajaran secara kontrol, siswa cenderung pasif. Semua informasi diterima dari guru. Siswa juga kurang termotivasi untuk bertanya atau mengeluarkan gagasan. Sehingga informasi yang diterima siswa tidak sebanyak yang diterima seperti halnya STAD dan Jigsaw. Akibatnya nilai pembelajaran menggunakan STAD dan Jigsaw lebih baik dibandingkan kontrol.

4.3.3 Hasil Pembelajaran Menggunakan STAD dan JIGSAW mencapai Ketuntasan Belajar Minimal

(64)

peningkatan jumlah yang tuntas secara individual cukup signifikan. Dengan kata lain, ketuntasan minimal kelas STAD dan kelas Jigsaw cukup baik.

4.3.4 Peningkatan Pemahaman Matematis

(65)

BAB 5

PENUTUP

5.1

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Penerapan model Cooperative Learning tipe Jigsaw dan STAD efektif dalam meningkatkan pemahaman matematis siswa kelas X SMA Negeri 1 Mayong pada materi ajar Sistem Persamaan Linear. Hal ini dapat ditunjukkan dari hal-hal berikut.

a. Terjadi peningkatan pemahaman matematis yang ditunjukkan dengan rata-rata nilai setelah pembelajaran untuk kelas STAD sebesar 76,5 dan kelas Jigsaw sebesar 74,56 lebih tinggi dari sebelum pembelajaran untuk kelas STAD sebesar 31,37 dan kelas Jigsaw sebesar 30,7.

b. Pembelajaran telah memenuhi ketuntasan belajar yang ditunjukkan rata-rata untuk kelas STAD sebesar 76,5 dan kelas Jigsaw sebesar 74,56 lebih dari 70.

c. Rata-rata nilai kelas STAD sebesar 76,5 dan kelas Jigsaw sebesar 74,56 lebih tinggi dari kelas kontrol sebesar 65,9.

(66)

tidak berbeda secara signifikan dengan nilai kelas JIGSAW dengan rata-rata sebesar 74,56.

5.2

Saran

Saran yang dapat penyusun sumbangkan sehubungan dengan hasil penelitian penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Setiap guru dapat menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD atau Jigsaw sebagai salah satu alternatif mengefektifkan pembelajaran matematika di sekolah, khususnya materi sistem persamaan linear.

2. Guru diharapkan mampu mengkondisikan siswa untuk aktif dalam pembelajaran.

(67)

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan dkk. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. Arifin, Zainal. 1991. Evaluasi Instruksional Prinsip, Teknik dan Prosedur.

Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Arikunto, Suharsimi. 2005. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi. 2005. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Penelitian). Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara.

Bahaudin, Anton. 2011. Upaya Meningkatkan Pemahaman Matematik Siswa Melalui Metode Student Facilitator and Explaining. Penelitian Tindakan kelas Cirebon: MTs Ash Shiddiqiyyah Cirebon.

Ibrahim, Muslimin dkk. 2000. Pembelajaran kooperatif. Surabaya: UNESA University Press.

Johannes dkk. 2006. Kompetensi Matematika 1A. Jakarta: Yudistira.

Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia. 2011. Peningkatan Kemampuan Pemahaman, Pemecahan Masalah, dan Disposisi. Online. Tersedia di repository.upi.edu/operator/upload/d_mtk_0707260_chapter2.pdf

Soejoeti, Zanzawi. 2003. Metode Statistika II. Yogyakarta: UGM. Sudjana. 2005. Metoda Statistik. Bandung. Tarsito.

Sugiyono. 2007. Statistik Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.

Suherman, Erman dkk. 2003.

Gambar

Tabel                                                                                                          Halaman
Tabel 2.1. Fase-fase Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Tabel 2.2. Fase-fase Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
tabel. Jika
+7

Referensi

Dokumen terkait

Reaksi pasar terhadap pemakaian metode akuntansi untuk merger dan akuisisi berbeda signifikan antara perusahaan yang menggunakan metode purchase dengan perusahaan yang

Tren  nilai  CPUE  dari  ikan  teri  terlihat  mengalami  peningkatan  yang  sangat  signifikan  sejak  tahun  2006.  Hal  ini  disebabkan  oleh  jumlah  catch

[r]

Sertifikat Kontrol Veteriner (NKV): adalah bukti tertulis yang sah telah dipenuhinya persyaratan higiene sanitasi sebagai kelayakan dasar jaminan keamanan pangan asal hewan pada1.

2014 pada Badan Perpustakaan Arsip dan Dokumentasi Kabupaten Musi Banyuasin, kami Pejabat Pengadaan pada Badan Perpustakaan Arsip dan Dokumentasi Kabupaten Musi Banyuasin, dengan

Dari definisi pembelajaran kontekstual yang telah disampaikan Hosnan, dapat dipahami bahwa pembelajaran kontekstual menuntut siswa aktif dan termotivasi, adanya

Penelitian ini bertujuan untuk : 1) Mendeskripsikan implementasi Pendidikan Perempuan untuk Pembangunan Berkelanjutan oleh tutor dan nara sumber teknis di

BADAN LINGKUNGAN HIDUP, PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KABUPATEN SAMOSIR. PROVINSI