• Tidak ada hasil yang ditemukan

Welcome to Repositori Universitas Muria Kudus - Repositori Universitas Muria Kudus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Welcome to Repositori Universitas Muria Kudus - Repositori Universitas Muria Kudus"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PENDEKATAN

SAINTIFIK

DAN

KONTEKSTUAL

DALAM

PEMBELAJARAN LITERASI SAINS DI SEKOLAH DASAR

Erna Noviyanti

Universitas Islam Sultan Agung

Jln. Raya Kaligawe Km.4 Semarang 50112 Telp. (024) 6583584 Fax. (024) 6582455 Email: ernanoviyanti@gmail.com Hp: 085 726 826 706

Abstrak

Pembelajaran sains di sekolah dasar cakupannya masih teoretis dan kurang mengaitkan materi dengan penerapan konsep dalam kehidupan sehari-hari di bidang pengembangan teknologi, masyarakat, dan lingkungan sekitar. Materi sains dipandang berupa kumpulan teori yang harus dihafalkan saja. Padahal hakikatnya, pembelajaran sains memiliki peranan penting dalam memberikan pengalaman kepada siswa ditinjau dari dimensi sains sebagai pengetahuan, proses dan produk, penerapan atau aplikasi, serta sarana pengembangan sikap dan nilai-nilai ilmiah. Hal ini menjadi salah satu penyebab capaian kemampuan literasi sains siswa Indonesia berada di bawah skor rata-rata Internasional berdasarkan TIMSS. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran sains belum terpenuhi, sehingga perlu adanya penanaman literasi sains selama pembelajaran sejak di sekolah dasar. Penanaman literasi sains dalam pembelajaran melalui pengaitan materi dengan konteks kehidupan sehari-hari, sehingga siswa memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dapat diterapkan dari satu permasalahan ke permasalahan lain. Penulisan karya tulis ini bertujuan memaparkan tentang bagaimana melaksanakan pembelajaran berliterasi sains dengan pendekatan saintifik dan kontekstual untuk siswa sekolah dasar. Metode yang digunakan adalah analisa data sekunder yang diperoleh dari kajian pustaka berupa buku, artikel, internet, dan jurnal sehingga dihasilkan kesimpulan. Hasil pembahasan yaitu peranan pendekatan saintifik dan kontekstual dalam pembelajaran dengan kurikulum 2013 untuk menanamkan literasi sains siswa sekolah dasar.

Kata kunci: Pendekatan Saintifik, kontekstual, dan literasi sains

Abstract

Learning science in primary school coverage is still theoretical and less material associate with the application of the concept in daily life in the development of technology, society, and environment. Science material is deemed a collection of theories to memorize it. Yet the fact is, science learning has an important role in providing experiences to students in terms of dimensions of science as knowledge, processes and products, application or applications, as well as means of developing the attitudes and values of science. This has led to the achievement of students' science literacy Indonesia was below the average score of the International based on data from TIMSS. Therefore, it can be concluded that the science learning goals have not been met, so the need for the planting of scientific literacy for learning since elementary school. Planting scientific literacy in learning through creative association with the context of life everyday, so that students have the knowledge and skills that can be applied from one problem to another problem. Writing this paper aims to describe how to implement a berliterasi learning science with scientific and contextual approach to elementary school students. The method used is theanalysis of secondary data obtained from the study of literature in the form of books, articles, internet, and journals so that the resulting conclusions. Results of the discussion is the role of scientific and contextual approach in learning the curriculum in 2013 to instill scientific literacy of primary school students.

(2)

PENDAHULUAN

Pembelajaran sains di sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah cakupannya masih sederhana dan teoretis, sehingga kurang mengaitkan materi dengan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahan sehari-hari tentunya ada banyak hal, antara lain: teknologi, masyarakat, dan lingkungan sekitar. Materi sains dipandang berupa kumpulan teori yang harus dihafalkan saja. Padahal hakikatnya, pembelajaran sains memiliki peranan penting dalam memberikan pengalaman kepada siswa ditinjau dari dimensi sains sebagai pengetahuan, proses dan produk, penerapan atau aplikasi, serta sarana pengembangan sikap dan nilai-nilai ilmiah. Hal ini menjadi salah satu penyebab capaian kemampuan literasi sains siswa Indonesia berada di bawah skor rata-rata Internasional berdasarkan data PISA dan TIMSS. Berdasarkan hasil laporan Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS)

2015 yang baru dikuti untuk siswa kelas 4 sekolah dasar Indonesia memperoleh poin 397 dengan rangking 45 dari 48 negara.

Menurut Rahmawati, peneliti dari Pusat Penelitian dan Pendidikan (Puspendik) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dalam seminar Hasil Penilaian Pendidikan untuk Kebijakan (Rabu, 14/12/16) menyatakan bahwa siswa Indonesia secara umum lemah di semua aspek konten dan kognitif untuk sains, namun ada hal sudah dikuasai dan perlu penguatan. Hal yang sudah dikuasai siswa Indonesia adalah soal-soal bersifat rutin, komputasi sederhana, dan pengukur pengetakan fakta yang berkonteks kehidupan sehari-hari. Misalnya: Kotak manakah yang berisi gambar yang dapat bertelur?

Sumber: Rahmawati (2016)

Gambar 1 Contoh tipe soal yang dapat dikerjakan siswa Indonesia

Namun, jika soal dikembangkan dengan beberapa sumber, siswa Indonesia tidak bisa menjawabnya. Misalnya:

Sumber: Rahmawati (2016)

Gambar 2 Contoh tipe soal yang tidak bisa dikerjakan siswa Indonesia

(3)

pembelajaran. Stimulasi yang diberikan sejak dini dari pra sekolah dapat berupa stimulasi untuk kemampuan numerasi dan literasi (seperti: membacakan dongeng dan menyanyi bersama tentang alfabet). Dari angket orang tua TIMSS diperoleh 27% orang tua siswa Indonesia yang melakukan aktifitas tersebut, sedangkan rata-rata Internasional 44%. Selain itu, kemampuan pemahaman guru terhadap perubahan kurikulum juga menjadi faktor pencapaian skor TIMSS.

Penelitian TIMSS menjelaskan bahwa masih ada 12,18% dari sampel sekolah yang gurunya mengalami kesulitan atau belum paham dengan penerapan pembelajaran pada perubahan kurikulum. Menurut survei guru Indonesia telah mengajarkan seluruh topik yaitu 23 topik tes sains TIMSS, persentasenya lebih tinggi dari sejumlah negara top performence (74%) seperti China 55%, Hongkong 52%, dan Singapura 40%. Ini membuktikan bahwa implemented curriculum tidak selaras dengan attained curriculum (Rahmawati, 2016).

Selain TIMSS, siswa Indonesia juga mengikuti penilaian Programme for International Student Assessment (PISA).

Menurut hasil survei PISA (Kemendikbud, 2016) untuk siswa kelas 9/10 atau setingkat SMP dengan usia sekitar 15 tahun s/d 15 tahun 11 bulan diperoleh bahwa penguasaan sains mendapat rangking 62 dari 70 negara. Peringkat ini lebih baik dari tahun 2012 mendapat peringkat 64 dari 65 negara. Skor rata-rata untuk PISA 2015 yaitu 403, sedangkan PISA 2012 yaitu 382.

Hasil penilaian TIMSS dan PISA dapat disimpulkan bahwa hakikat pembelajaran sains belum terpenuhi. Pembelajaran sains bertujuan menumbuhkan kemampuan berfikir logis, kreatif, memecahkan masalah dengan kritis, menguasai teknologi, dan berfikir

adaptif terhadap perkembangan zaman. Oleh karena itu, perlu adanya penanaman literasi sains dalam pembelajaran melalui pengaitan materi dengan konteks kehidupan sehari-hari, dan pendekatan ilmiah untuk mencari tahu sehingga siswa memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dapat diterapkan dari satu permasalahan ke permasalahan lain.

Penanaman literasi sains perlu dilakukan dengan harapan memberikan wadah bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri, lingkungan sekitar, dan mengaplikasikan pengetahuan untuk memecahkan permasalahan bertujuan memenuhi kebutuhan sehari-hari melalui proses penemuan. Siswa yang memiliki literasi sains dengan baik, diharapkan memiliki kompetensi sikap, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan dengan berfikir dan bertindak produktif dan kreatif untuk mempersiapkan menghadapi tantangan abad 21. Siswa juga perlu dibiasakan dengan soal-soal pemecahan masalah dengan sumber yang beragam. Sehingga siap untuk menghadapi soal-soal yang diujikan dalam TIMSS maupun PISA.

(4)

KAJIAN PUSTAKA

Literasi Sains

Literasi sains menurut PISA yang dikutip oleh Zuriyani (2012) menyatakan bahwa kemampuan menggunakan pengetahuan sains, mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti dalam rangka memahami serta membuat keputusan berkenaan dengan alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui aktivitas manusia. Begitu pentingnya manusia memiliki literasi sains yang baik untuk bersikap terkait isu-isu sains sebagai manusia yang reflektif yang berhubungan dengan penyelidikan ilmiah, teknologi terhadap masyarakat dan lingkungan. Sebagaimana yang disebutkan oleh Chiappetta, Fillman, dan Sethna (1991) bahwa sains memiliki peranan sebagai: batang tubuh pengetahuan, cara menyelidiki, cara berfikir, dan interaksi sains-teknologi dengan masyarakat.

Penilaian literasi sains pada taraf Internasional untuk siswa kelas 4 sekolah dasar (four grade) yang baru saja diikuti adalah TIMSS 2015. Kerangka penilaian sains terdiri dari dua domain, yaitu domain konten dan domain kognitif. Domain konten meliputi: Life Science 45%,

Physical Science 35%, dan Earth Science

20%. Domain kognitif meliputi: Knowing (Pengetahuan) 40%, Applying (Penerapan) 40%, dan Reasoning (Penalaran) 20%. Sebagai acuan selain TIMSS untuk four

grade juga mengacu pada PISA yang

tingkatannya untuk siswa kelas 9/10 yang membagi literasi menjadi 4 aspek, yaitu aspek konten, aspek proses/kompetensi, aspek konteks, dan aspek sikap. Tujuan keikutsertaan dalam penilaian ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai kemampuan siswa Indonesia dibandingkan dengan negara-negara di dunia. Ini dijadikan acuan penyusunan kebijakan

yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa khususnya bidang sains.

Hakikat dan Pembelajaran Sains

Rizema (2013) mengungkapkan bahwa hakikat sains didefinisikan menjadi empat dimensi, yaitu: sains sebagai pengetahuan; sains sebagai proses atau metode dan produk; sains sebagai penerapan (aplikasi); dan sains sebagai sarana untuk mengembangkan sikap dan nilai tertentu.

Sains sebagai pengetahuan mempelajari dan menjelaskan fenomena alam secara empiris. Sains sebagai proses atau atau metode dan produk memiliki maksud yaitu penggunaan metode ilmiah terhadap fenomena alam akan diperoleh produk sains yang kebenarannya tentatif. Sains sebagai aplikasi, maksudnya adalah sains dapat digunakan untuk menjelaskan, mengolah, memanfaatkan, dan mengembangkan teknologi. Sains sebagai sarana untuk mengembangkan sikap dan nilaitertentu, antara lain: religius, bekerja sama, objektif, terbuka, jujur, dan tanggung jawab.

Hakikat sains diwujudkan dalam pembelajaran sains. pembelajaran sains menurut Carin & Sund (Rizema, 2013) memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) siswa dilibatkan secara aktif dalam pembelajaran yang menggunakan metode ilmiah; (2) siswa dilibatkan dalam pencarian jawaban tentang persoalan dalam masyarakat dan teknologi; (3) siswa

dilatih “belajar dengan berbuat” kemudian

(5)

Pendekatan Saintifik pada Penerapan Kurikulum 2013

Penerapan kurikulum 2013 telah dilakukan secara bertahap untuk sekolah dasar. Proses pembelajarannya mencakup tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Hasil pembelajarannya diharapkan dapat membentuk siswa yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan ketiga ranah yang terintegrasi sesuai pada gambar berikut.

Sumber: Hosnan (2014)

Gambar 3 Hubungan ketiga ranah belajar dengan hasil belajar

Materi yang diajarkan mencakup ketiga ranah, yaitu ranah sikap bertujuan

supaya siswa “tahu mengapa”, ranah pengetahuan bertujuan supaya siswa “tahu apa”, dan ranah psikomotor bertujuan

supaya siswa “tahu bagaimana”. Ketiga

ranah dalam pembelajaran disesuaikan dengan kata kerja operasional pada taksonomi bloom. Ketiga ranah ini memberikan keseimbangan antara kemampuan menjadikan manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skill) dari siswa.

Untuk mengimplementasikan kurikulum 2013 pada siswa sekolah dasar diperlukan suatu pendekatan yang relevan, yaitu pendekatan saintifik. Pendekatan saintifik dirancang supaya siswa aktif

mengkonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (mengidentifikasi untuk menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan/merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang ditemukan (Hosnan, 2014). Pendekatan saintifik ini berhubungan dengan keterampilan proses dan ilmiah. Dalam pendekatan saintifik mengajak siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran untuk mencari tahu dari berbagai sumber dimanapun dan kapanpun, sehingga tidak hanya mendapat informasi dari guru yang sifatnya searah. Pendekatan saintifik atau pendekatan ilmiah dapat dilakukan dalam berbagai strategi pembelajaran, antara lain

discovery, inquiry, project based learning, problem based learning, STM (sains,

teknologi, masyarakat), dan eksperimen. Menurut Hosnan (2014) strategi-strategi pembelajaran dalam menerapkan pendekatan saintifik memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut: (1) pembelajaran berpusat pada siswa; (2) pembelajaran membentuk student self concept; (3)

pembelajaran terhindar dari verbalisme; (4) pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa untuk mengasimilasi dan mengakomodasi konsep, hukum, dan prinsip; (5) pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan kemampuan berpikir siswa; (6) pembelajaran meningkatkan motivasi belajar siswa dan motivasi mengajar guru; (7) memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih kemampuan dalam komunikasi; dan (8) adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, dan prinsip yang dikonstruksi siswa dalam struktur kognitifnya.

(6)

melihat, mengamati, membaca, mendengar, menyimak (tanpa atau dengan alat); (2) menanya (questioning) meliputi, mengajukan pertanyaan dari yang fakta sampai ke yang bersifat hipotesis, diawali dengan bimbingan guru sampai dengan mandiri (menjadi suatu kebiasaan); (3) pengumpulan data (experimenting) meliputi, menentukan data yang diperlukan dari pertanyaan yang diajukan, menentukan sumber data (benda, dokumen, buku, dan percobaan); (4) mengasosiasi (associating) meliputi, menganalisis data dengan membuat kategori, menentukan hubungan data, dan menyimpulkan hasil analisis data; (5) mengomunikasikan (communicating) meliputi, menyampaikan hasil konseptualisasi dalam bentuk lisan, tulisan, diagram, bagan, gambar atau media lainnya.

Sedangkan aktivitas guru dalam pembelajaran untuk menerapkan pendekatan saintifik antara lain: (1) menyediakan sumber belajar; (2) mengajak siswa berinteraksi dengan sumber belajar dengan cara penugasan; (3) mengajukan pertanyaan dengan tujuan supaya siswa memikirkan hasil interaksinya; (4) memantau persepsi dan proses berfikir siswa; (5) mendorong siswa berdiskusi dan mengkomunikasikan hasil diskusinya; (6) mengkonfirmasi pemahaman siswa; dan (7) membimbing siswa merefleksikan pengalaman belajar.

Pembelajaran Kontekstual

Siswa sekolah dasar dalam berfikir berada pada taraf operasional konkret, sehingga dalam belajar membutuhkan sarana yang konkret yang ada di lingkungan sekitar untuk lebih memahami materi yang diajarkan oleh guru. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian John Dewey (Hosnan, 2014) yang menjelaskan bahwa siswa akan belajar dengan baik jika apa yang dipelajari terkait dengan apayang

telah diketahui dengan peristiwa yang ada di sekitarnya.

Definisi pembelajaran kontekstual menurut Hosnan (2014) adalah konsep belajar yang mana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan membimbing siswa membuat hubungan keterkaitan antara pengetahuan yang ia miliki dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, namun siswa memperoleh pengetahuannya tidak secara langsung banyak tetapi bertahap dan terbatas dari pengkontruksian sendiri sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Dari definisi pembelajaran kontekstual yang telah disampaikan Hosnan, dapat dipahami bahwa pembelajaran kontekstual menuntut siswa aktif dan termotivasi, adanya interaksi antara siswa dengan guru sebagai pengelola kelas-siswa dengan siswa karena bekerja sama dalam tim untuk menemukan sesuatu yang baru-siswa dengan berbagai sumber belajar sesuai kebutuhan dan menggunakan panca indera yang kesemuanya dikemas untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna (siswa mengetahui tujuan belajar).

Menurut Depdiknas (Rizema, 2013) menjelaskan bahwa pembelajaran kontekstual memiliki 7 komponen utama, yaitu konstruktivisme (constructivism), menemukan (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (community learning), pemodelan (modelling), dan penilaian autentik (authentic asessment).

(7)

terbimbing. Ketiga, bertanya merupakan strategi yang penting, karena melalui pertanyaan dari guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untukmenemukan setiap materi yang dipelajari. Keempat, masyarakat belajar merupakan pembelajaran yang diperoleh dengan cara kerjasama dan berdiskusi dengan teman lain atau sumber lain. Kelima, pemodelan adalah memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh siswa. Keenam, refleksi, guru memberikan kesempatan kepada siswa di akhir pembelajaran untuk merenungkan atau mengingat apa yang telah dipelajari. Ketujuh, penilaian autentik atau penilaian yang sebenarnya/nyata, meliputi penilaian tugas yang relevan dan kontekstual serta penilaian proses dan hasil belajar.

METODE PENELITIAN

Penulisan ini berisi gagasan pentingnya penanaman literasi sains sejak dini, di sekolah dasar perlu dikembangkan pembelajaran yang memuat literasi sains yang sesuai dengan hakikat sains yang dikemas dalam bentuk kurikulum 2013 dengan pendekatan saintifik yang kontekstual dengan siswa sekolah dasar. selain itu perlunya mengetahui peranan kurikulum 2013 dengan pendekatan saintifik dan kontekstual untuk menanamkan literasi sains siswa sekolah dasar.

Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang diperoleh dari kajian pustaka berupa buku, artikel, internet, dan jurnal hingga dihasilkan kesimpulan.

Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan analisis data dilakukan secara kualitatif dan kumulatif dengan penjabaran deskriptif.

PEMBAHASAN

Adanya pemberlakuan kurikulum 2013 merupakan penyempurnaan pada beberapa hal, yaitu standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, dan standar penilaian. Hal ini tentu berdampak pada penggunaan pendekatan yang diterapkan oleh guru untuk melaksanakan pembelajaran. Pendekatan tersebut yang telah dicanangkan pemerintah adalah pendekatan saintifik (pendekatan ilmiah). Pemilihan pendekatan tersebut bukan tanpa alasan, tentu telah melalui analisa dan evaluasi yang mendalam. Salah satu faktornya adalah perolehan skor dan peringkat literasi siswa Indonesia dalam laporan TIMSS dan PISA yang kurang memuaskan dibandingkan dengan negara-negara lain. Melihat demikian, pantas kiranya perlu penyempurnaan kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan di tengah-tengah perkembangan zaman, masyarakat, teknologi, dan ilmu pengetahuan, serta sosial budaya. Akan tetapi, tidak semua guru siap belajar dan mengerti betul tentang perubahan kurikulum tersebut. Oleh karena itu, melalui tulisan ini diharapkan dapat menambah wawasan dan memantapkan dalam menerapkan kurikulum 2013 pada pembelajaran di sekolah dasar.

Standar kompetensi lulusan kurikulum 2013 diturunkan dari kebutuhan, sedangkan standar isi diturunkan dari standar kompetensi lulusan melalui kompetensi inti yang bebas mata pelajaran. Artinya, semua mata pelajaran diikat oleh kompetensi inti (tiap kelas). Mata pelajaran diturunkan dari kompetensi yang ingin dicapai dengan berkontribusi pada pembentukan sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

(8)

berilmu, percaya diri, dan bertanggungjawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam di lingkungan rumah, sekolah, dan tempat bermain; (2) pengetahuan yaitu memiliki pengetahuan faktual berdasarkan rasa ingin tahu tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya dalam wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian di lingkungan rumah, sekolah, dan tempat bermain; dan (3) keterampilan yaitu memiliki kemampuan pikir dan tindak yang produktif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sesuai dengan yang ditugaskan kepadanya.

Kompetensi inti (KI) untuk sekolah dasar meliputi: (1) KI 1 tentang religius yaitu menerima, menghargai, dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya; (2) KI 2 tentang sikap sosial yaitu memiliki perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, tetangga, dan guru; (3) KI 3 tentang pengetahuan yaitu memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati (mendengar, melihat, menbaca) dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah, sekolah, dan tempat bermain; (4) KI 4 tentang keterampilan yaitu menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas, logis, dan sistematis, dalam karya yang estetis dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia.

Pembelajaran yang menyangkut kompetensi dasar (KD) yang dikembangkan dari KI 3 dan KI 4 dapat dilakukan secara langsung, artinya siswa mengembangkan pengetahuan dan

keterampilan melalui interaksi secara langsung dengan sumber belajar kontekstual yang ada di lingkungan sekitar siswa yang dirancang sesuai silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). KI 3 dan KI 4 ini dikembangkan secara bersama dalam pembelajaran untuk mengembangkan secara tidak langsung KD pada KI 1 dan KI 2. Ini berarti dalam pembelajaran untuk menempuh KD pada KI 3 dan KI 4 pada mata pelajaran dan kegiatan pembelajaran secara tidak langsung mengembangkan KD pada KI 1 dan KI 2 dengan memasukkan nilai dan sikap sebagai proses pengembangan moral dan perilaku.

Sumber belajar kontekstual yang ada di lingkungan sekitar siswa dapat dimanfaatkan untuk sebagai media pembelajaran dengan memberikan pengalaman langsung dan memanfaatkan panca indera. Semakin banyak alat indera yang digunakan untuk menerima dan mengolah informasi semakin besar kemungkinan informasi dimengerti dan diingat. Pengalaman langsung merupakan pembelajaran paling bermakna mengenain informasi yang terkandung di dalamnya, sehingga melibatkan indera penglihatan, pendengaran, perasaan, penciuman, dan peraba atau dikenal belajar dengan melakukan (learning by doing).

(9)

Sumber: Arsyad (2014)

Gambar 4 Kerucut Pengalaman Edgar Dale

Kesemua pengalaman belajar memberi dampak terhadap aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan pada domain Kurikulum 2013 terkait dengan langkah-langkah pendekatan saintifik dan kompetensi yang dikembangkan. Penjelasannya sebagai berikut.

Pertama, mengamati. Kegiatan pengamatan dapat melatih kesungguhan, ketelitian dalam mencari informasi yang relevan.

Kedua, menanya. Kegiatan bertanya dapat mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, dan merumuskan pertanyaan.

Ketiga, mengumpulkan informasi. Dalam kegiatan pengumpulan informasi dapat dilakukan dengan eksperimen, membaca, mengamati, dan wawancara sehingga memupuk sikap teliti, jujur, menghargai pendapat orang lain, dan belajar berkomunikasi dengan narasumber dan teman.

Keempat, mengasosiasikan dengan mengolah informasi. Kegiatan ini dapat

mengembangkan sikap jujur, teliti, terbuka, disiplin, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur, dan dapat berfikir deduktif dan induktif dalam membuat kesimpulan.

Kelima, mengomunikasikan, berarti menyampaikan hasil yang telah diperoleh setelah dianalisa. Kegiatan ini memupuk sikap jujur, teliti, toleransi, santun, berfikir sistematis, dapat mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, serta mengembangkan kemampuan berbahasa dengan baik dan benar.

(10)

ada berbagai pendekatan, strategi, dan model pembelajaran dengan kebutuhan siswa, kesesuaian materi, dan pemilihan media pembelajaran,khususnya dalam bidang sains.

Penerapan pendekatan saintifik mengajak siswa untuk mencari tahu, belajar menganalisa, dan mengkomunikasikan apa yang sudah diperoleh dalam belajar. Supaya lebih memudahkan siswa dalam memahami apa yang dipelajari, perlu pendekatan kontekstual dalam pembelajaran. Siswa dapat mempelajari beragam sumber belajar di sekitarnya dengan metode ilmiah yang dilakukan secara berkelompok. Hal ini diharapkan dapat membekali siswa dengan pengalaman belajar yang bermakna. Siswa

tahu “mengapa mempelajari materi

tersebut dan dapat dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari yang cakupannya tidak hanya satu bidang sains tetapi juga

bidang ilmu lain dengan sumber beragam”.

Pendekatan saintifik dapat dilakukan melalui inkuiri, discovery, problem based

learning dan sebagainya yang menuntut

penggunaan metode ilmiah. Penerapan salah satu artikel tentang pembelajaran melalui pendekatan saintifik yang disampaikan oleh Deden (2015) menyatakan bahwa penggunaan pendekatan saintifik melalui pembelajaran inkuiri akan sangat tepat, di mana tahapan-tahapan pada pendekatan ini akan meningkatkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan siswa sesuai dengan standar kompetensi lulusan untuk siswa SD. Pendekatan saintifik yang didukung dengan pembelajaran inkuiri siswa akan lebih tertarik untuk belajar, dengan konsep menemukan sendiri maka siswa juga dapat lebih mengingat materi yang dibahas dalam proses kegiatan belajar mengajar.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Astuti, 2015) membuktikan bahwa penerapan pendekatan saintifik lebih

efektif terhadap menulis karangan narasi dibandingkan pendekatan teacher centered. Pendekatan saintifik tentunya

dapat memberikan dampak positif terhadap pembelajaran daripada pembelajaran konvensional monoton yang berpusat pada guru dan kurang melibatkan siswa dalam kegiatan pembelajaran.

Tidak hanya pelaksanaan pembelajarannya tetapi juga penilaian autentik melalui tes dan nontes (tertulis-lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek, produk, portopolio, penilaian diri, penilaian antarteman, dan catatan/jurnal guru. Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian kompetensi yaitu Kompetensi Dasar pada KI 3 dan KI 4. Penilaian berdasarkan acuan kriteria pada indikator,

“apakah siswa dapat menguasai indikator tersebut?” kemudian dianalisa disesuaikan

KD yang telah dimiliki dan belum dimiliki. Dari analisa tersebut diketahui kekurangan maupun kelebihan siswa untuk ditindaklanjuti melalui program remidi ataupun pengayaan pada pembelajaran berikutnya. Penilaian bukan menentukan posisi siswa dalam satu kelas, karena penggunaan penilaian autentik menghargai karakteristik setiap siswa.

Jika dikaji dari sudut pandang literasi sains pada TIMSS yang memiliki dua domain yaitu domain kognitif (pengetahuan 40%, penerapan 40%, dan penalaran 20%) yang memuat domain konten (life science 45%, physical science

35%, dan earth science 20%) tampaknya

(11)

mendemonstrasikan pengetahuan dari instrumen ilmiah. Selanjutnya, pada domain kognitif tentang penerapan mencakup aplikasi langsung dari pengetahuan dalam situasi sederhana; cakupannya yaitu mengklasifikasikan, menggunakan model, mengaitkan, menafsirkan informasi, mencari solusi, dan menjelaskan. Terakhir, domain kognitif tentang penalaran ilmiah bertujuan memecahkan masalah; cakupannya yaitu menganalisa, mengitegrasikan, memprediksi, merancang, menarik kesimpulan, membuat generalisasi, mengevaluasi, dan membenarkan. Cakupan pada domain kognitif tersebut sesuai dengan kata kerja operasional untuk aspek kognitif pada taksonomi bloom. Kata kerja operasional di domain kognitif dapat terwujud melalui kegiatan ilmiah dalam pendekatan saintifik. Sedangkan domain konten merupakan muatan pada domain kognitif dapat dilihat dari sumber, media, dan bahan yang kontekstual sesuai dengan

life science physical science dan earth science dan disesuaikan dengan KD pada

KI 3 dan KI 4.

Penggunaan pendekatan saintifik dan kontekstual pada pembelajaran untuk kurikulum 2013 diharapkan dapat mencapai tujuan dari hakekat pembelajaran itu sendiri yaitu sains sebagai pengetahuan; sains sebagai proses atau metode dan produk; sains sebagai penerapan (aplikasi); dan sains sebagai sarana untuk mengembangkan sikap dan nilai tertentu. Dengan terwujudnya hal tersebut, literasi sains akan terpupuk pada setiap siswa secara bertahap untuk setiap tingkat atau jenjang melalui pembiasaan yang berkelanjutan.

Setelah membahan mengenai kurikulum 2013, pendekatan saintifik, pembelajaran kontekstual, hakikat pembelajaran sains, dan literasi sains maka dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 5 Peranan pendekatan saintifik dan kontekstual (Kurikulum 2013)

-Literasi Sains

Pada gambar dapat dipahami bahwa dalam penerapan kurikulum 2013 didalamnya memuat pendekatan saintifik dan kontekstual yang diwujudkan dalam pembelajaran dengan mengacu empat Kompetensi Inti (KI) khususnya pada bidang sains (mata pelajaran IPA). Pembelajaran ini sesuai dengan hakikat pembelajaran sains dengan KI 3 dan KI 4 diajarkan dalam pembelajaran langsung, sedangkan KI 1 dan KI 2 tidak langsung sehingga terintegrasi pada pembelajaran KI 3 dan KI 4. Manfaat dari pembelajaran tersebut adalah pemupukan literasi sains pada setiap siswa SD yang dinilai berdasarkan KI 3 dan KI 4.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan dari penelitian ini yaitu pengimplementasian kurikulum 2013 untuk pembelajaran melalui pendekatan saintifik dan kontekstual memiliki peranan penting dalam mengembangkan sikap ilmiah dan pembelajaran bermakna untuk

Kurikulum

2013

KI 1, 2, 3

Pendekatan saintifik

Kontekstual

Hakikat pembelajaran sains KI 1 dan 2 memupuk KI

3 dan 4

(12)

memupuk benih-benih literasi sains siswa di sekolah dasar.

Saran yang dapat disampaikan yaitu bagi praktisi pendidikan untuk memantapkan diri dalam menerapkan kurikulum 2013 dalam pembelajaran di sekolah masing-masing dan bagi peneliti untuk menindaklanjuti makalah ini sebagai acuan menganalisa kesesuaian buku-buku di SD dengan pendekatan saintifik dan kontekstual serta berliterasi sains.

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Azhar. 2014. Media Pembelajaran

(Edisi Revisi). Jakarta: Rajawali

Pers.

Astuti, Dwi. 2015. Efektivitas Pendekatan Saintifik Terhadap Keterampilan Menulis Karangan Narasi di Kelas IV SD Jomblangan, Bantul (Skripsi). Yogyakarta: PGSD FIP Universitas Negeri Yogyakarta.

Chiappetta, E. L., Fillman, D. A., & Sethna, G. H. 1991. ”A

Quantitative Analysis of High School Chemistry Textbooks for Scientific Literacy Themes and

Expository Learning Aids”. Journal of research in science teaching. 28 (10): 939-951.

Deden. 2015. Penerapan Pendekatan Saintifik dengan Menggunakan Model Pembelajaran Inkuiri pada Mata Pelajaran Ekonomi.

Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015 Universitas Negeri Surabaya. Hlm.98-107.

Hesti, Rimbawan Hardiyanto dkk. 2014. Penerapan Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Tematik (Skripsi). Lampung: PGSD FKIP Universitas Lampung.

Hosnan, M. 2014. Pendekatan Saintifik

dan Kontekstualdalam

Pembelajaran Abad 21. Bogor:

Ghalia Indonesia.

IEA. 2011. TIMSS and Pirls, Science

Achievement Eight Grade. Lynch

School of Education, Boston College. Tersedia:

timssandpirls.bc.edu/data-release- 2011/pdf/Overview-TIMSS-and-PIRLS-2011-Achievement.pdf.

diakses Selasa, 03 Desember 2013. 08.40 am.

Kemendikbud. 2016. “Hasil Survei PISA:

Peningkatan Capaian Indonesia

Termasuk Empat Besar”. Badan

penelitian dan pengembangan. Terbit pada 06 Desember 2016.

Pramita, Mitra dkk. 2016. Implementasi Desain Pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan Pendekatan Kontekstual. Jurnal

Pendidikan: Teori, Penelitian, dan Pengembangan. Volume 1

nomor 3 bulan Maret 2016 (289-296). Tersedia Online EISSN: 2502-471X

(13)

(Kemendikbud) dalam seminar Hasil Penilaian Pendidikan untuk Kebijakan, Rabu (14/12/16).Metro siantar.com. Kamis, 15 Des 2016 - 16:13 WIB

Rizema, Sitiatava P. 2013. Desain Belajar

Mengajar Kreatif Berbasis Sains.

Yogyakarta: Diva Press

Zuriyani, E. 2012. Literasi Sains dan Pendidikan. . Tersedia:

Gambar

Gambar 2 Contoh tipe soal yang tidak bisadikerjakan siswa Indonesia
Gambar 3 Hubungan ketiga ranah belajardengan hasil belajar
Gambar 4 Kerucut Pengalaman Edgar Dale
Gambar 5 Peranan pendekatan saintifikdan kontekstual (Kurikulum 2013) -

Referensi

Dokumen terkait

Dengan memanjatkan puji Syukur Kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, karunia dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Pengaruh

Kecenderungan hewan melakukan aktivitas yang bergantung pada suhu akan. mempengaruhi tingkat metabolisme dan asupan makanan terutama pada ikan

Penelitian ini berusaha mengetahui persepsi siswa SMA PGRI 1 Kudus tentang pacaran baik ditinjau dari aspek pengetahuan, sikap dan perilaku pacaran dengan

Karya tulis atau bentuk lainnya yang diakui dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi atau seni yang ditulis atau dikerjakan sesuai dengan tata cara ilmiah mengikuti pedoman

Universal. Globalisasi merupakan perkembangan kontemporer yang mempunyai pengaruh dalam mendorong munculnya berbagai kemungkinan tentang peredaran uang palsu. KAMUS

Dengan tidak tersedianya air dan sanitasi yang baik, biasanya golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah adalah yang paling menderita, karena bukan saja disebabkan oleh

pelayanan jasa pada nasabah di Bank Rakyat Indonesia

Teman - teman yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang selalu bersedia membantu dan menemani saya pada waktu bersamaan menyelesaikan studi di STIE