• Tidak ada hasil yang ditemukan

Preferensi Ikan Tetra Paracheirodon axel

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Preferensi Ikan Tetra Paracheirodon axel"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

A. Pendahuluan

Animal behaviour merupakan salah satu disiplin ilmu yang cukup banyak

diminati para ahli biologi, psikologi dan bahkan penggiat/agen konservasi di

ekosistem tertentu. Etologi sangat erat kaitannya dengan topik animal behaviour dan

merupakan salah satu substansi dari ekologi hewan. Sangatlah penting bagi manusia

mempelajari struktur, perilaku, sifat, hingga kecenderungan hewan melakukan

aktivitas dalam habitatnya. Disiplin ilmu etologi dicetuskan oleh beberapa ilmuan

pada tahun 1930-an oleh Nikolaas Tinberteen dari Belanda, Konrad Lorenz dan Karl

von Frisch dari Austria (Kimball, 1983). Mereka meneliti tentang adanya

kemungkinan pada hewan berperilaku sesuai pola psikologi dan memiliki

kecenderungan sifat yang dapat dimanfaatkan oleh manusia (Campbell, 2002).

Jurnal yang diterbitkan kian mengarah pada perilaku hewan dan menjadi

disiplin ilmu paling diminati nomer 3 sejak 1990-1995. Studi menunjukkan bahwa

korelasi antara perilaku hewan, rangsangan lingkungan, neuron (saraf), dan ekosistem

merupakan unsur terpenting dalam mempelajari proses animal behaviour (Sukiya,

2005). Peneliti perlu mengkolaborasikan seluruh aspek baik di dalam maupun di luar

faktor perilaku hewan. Mata kuliah pada bab ini memiliki dasar teori yang sama

dengan animal behaviour dan telah digeneralisasi. Ekologi Hewan merupakan bahan

kajian yang cukup mencakup perilaku hewan dengan lingkungan sekitarnya dan

hanya terbatas pada respon spesifik terhadap lingkungan. Sistem faal tubuh sebagai

bentuk manifestasi dari rangsangan lingkungan merupakan aspek dasar dalam disiplin

ilmu ini sehingga diperlukan penelaahan yang langsung di tempat habitat hewan

tertentu dalam pengajiannya (Sukiya, 2005)

Salah satu faktor krusial dalam ekologi hewan yang mempengaruhi perilaku

spesies tertentu adalah suhu, pH, ketersediaan oksigen, kadar amonia, hingga cahaya

(Kanisius, 1992). Semuanya berkaitan dengan respon yang dapat berbentuk positif

hingga negatif. Ikan merupakan objek yang akan kami bahas kali ini terkait preferensi

suhu sebagai faktor perilaku yang ada pada ikan (Budiardi, dkk, 2008). Terlepas dari

faktor-faktor yang lain, kami ingin mengukur respon ikan terhadap suhu tertentu

dengan alat box referendum.

Suhu merupakan faktor fisik yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ikan

karena akan mempengaruhi nafsu makannya. Suhu air memiliki arti penting bagi

organisme perairan, karena diantaranya mempengaruhi laju metabolisme ikan (NRC,

1977). Suhu air selama masa pemeliharaan antar perlakuan memiliki nilai yang sama

(2)

kisaran optimum bagi pertumbuhan ikan neon tetra yaitu sebesar 20-26oC (Anonim,

2005). Namun peningkatan suhu tersebut tidak terlalu jauh di atas kisaran optimum

sehingga masih dapat ditolerir dan tidak menyebabkan kematian. Kenaikan suhu akan

meningkatkan kebutuhan energi pemeliharaan dan ikan akan lebih aktif dalam

mencari makanan (Buchori, 2010). Dengan kata lain suhu merupakan faktor

penyebab kecenderungan hewan berperilaku secara natural.

Objek kajian lain yang ingin kami bahas adalah serangga yakni Gyllus siminis

atau jangkrik. Jangkrik dianggap masyarakat sebagai hama yang menyerang tanaman

dan menimbulkan kerugian. Tentunya hal ini membuat kita berpikir apa sebenarnya

makanan yang disukai oleh hewan ini. Layaknya herbivora yang memakan segala

jenis tumbuhan dan bakal tumbuhan yang mengancam kelangsungan dunia pertanian.

Preferensi yang kami telaah dari hewan ini adalah jenis tumbuhan dan buah yang

opsional sehingga ada beberapa makanan jangkrik yang disediakan.

Tentunya Kesukaan atau yang dikenal dengan preferensi hewan spesifik dari

suatu jenis, namun dapat berubah oleh pengalaman. Preferensi berarti bahwa jenis

makanan itu lebih diperlukan dibandingkan jenis makanan lain yang terdapat

dilingkungan. Preferensi hewan terhadap suatu jenis makanan atau mangsa tertentu

sifatnya tetap dan pasti, tidak dipengaruhi poleh ketersediaannya dilingkungan (Patra,

1994). Preferensi makanan dapat diamati melalui percobaan-percobaan dengan

kondisi terkontrol seperti di laboratorium, faktor biotik dan abiotik di lingkungan

alam tersebut dapat mengubah aspek kualitatif dan kuantitatif makanan yang

dikonsumsi hewan (Krama dan Brata, 1995)

B. Metode Praktikum

 15 Ekor ikan tetra (Paracheirodon axelrodi)

(3)

 Air keran

 Es

 Air mendidih

 Wortel

 Kacang panjang

 Mentimun

 Rumput  Cara Kerja

 Preferensi Suhu ikan Tetra (Paracheirodon axelrodi)

No Gambar Keterangan

1 Menyiapkan ikan tetra

(Paracheirodon axelrodi)

yang berjumlah 15 ekor

dan memastikan semuanya

masih dalam keadaan

hidup

2 Mengisi box referendum

dengan air keran sampai

volume air mencapai

ketinggian 5 cm

3 Meletakkan air yang

dicampur es di salah satu

bilik box dan air panas di

bilik yang satunya.

Memastikan air di bilik es

mencapai suhu 18oC dan

di bilik yang diberikan air

(4)

4 Membagi zona di bagian

tengah box menjadi 3

bagian dan mengukur suhu

dari tiap zona tersebut

5 Meletakkan semua ikan

tetra (Paracheirodon

axelrodi) ke dalam box

referendum

6 Melihat pergerakan ikan

dan kecenderungannya

dalam menempati zona

tertentu.

 Preferensi Makanan pada jangkrik (Gyllus siminis)

No Gambar Keterangan

1 Menyiapkan jangkrik

(5)

2 Meletakkan 4 makanan

yang berbeda di keempat

sudut box referendum

3 Meletakkan jangkrik

dibagian tengah box dan

membiarkannya selama 10

menit. Setelah itu mencatat

jumlah jangkrik yang

terdapat pada jenis

makanan yang telah

diletakkan.

C. Pembahasan

Kecenderungan hewan melakukan aktivitas yang bergantung pada suhu akan

mempengaruhi tingkat metabolisme dan asupan makanan terutama pada ikan (NRC,

1977). Ikan tetra (Paracheirodon axelrodi) merupakan ikan yang lebih suka berada di

perairan yang dingin dan suhu optimumnya berkisar 23oC (Goddard, 1996). Pada

praktikum yang berjudul “Preferensi Hewan pada Suhu dan Makanan”, kami

mengamati adanya perilaku ikan tetra (Paracheirodon axelrodi) dalam merespon

suhu pada box preferendum yang dibuat. Ikan tetra (Paracheidon axelrodi) mengarah

pada bilik yang diisi es (zona 1) yang memiliki suhu 24oC. Setelah melakukan

pengamatan pada 5 menit pertama, kami melihat adanya kecenderungan hewan ini

berkoloni dan tidak dapat soliter (Budiardi, 2008). Belum adanya terlihat perubahan

haluan arah ke zona yang lain tetapi ada upaya dari 3-5 ikan tetra yang mencoba

menyentuh zona kedua dan bahkan ketiga tetapi dengan sigap langsung berbalik ke

zona satu. Kami juga berhipotesis bahwa faktor suhu juga bukan merupakan

satu-satunya faktor yang memengaruhi perilaku ikan hingga 15 menit pengamatan,

(6)

memengaruhi sebaran ikan pada box preferendum. Selain itu banyaknya faktor suara

juga memungkinkan ikan dapat stres sehingga untuk menanganinya ikan tetra

cenderung melakukan kolonisasi di dalam box secara permanen.

Tabel Preferensi Suhu

Zona Jumlah Hewan menit ke Jumlah

5 10 15

Zona 1 15 15 15 15

Zona 2 - - - -

Zona 3 - - - -

Berbeda halnya dengan jangkrik (Gyllus siminis), objek yang kami telaah

merupakan preferensi makanan yang dimana makanan merupakan faktor dari

pergerakan/aktivitas dari jangkrik. Fakta dalam praktikum menunjukkan adanya data

yang variatif mengenai preferensi makanan pada jangkrik. Sangat berbeda dengan

ikan tetra, jangkrik secara terpisah memilih menuju ke 4 arah yang berbeda di setiap

sudut box. 33% jangkrik menuju ke makanan mentimun, 30% jangkrik menuju ke

kacang panjang, 20% ke wortel, dan 7% menuju rumput. Hal ini menimbulkan

pertanyaan terkait kecenderungan mereka menghampiri makanan tertentu bersifat

paradox dan preferensinya pun tidak pasti. Faktor krusial yang memengaruhi suatu

hewan dalam preferensi makanannya adalah ketersediaan bahan makanan tersebut di

alam. Apabila sebuah populasi jangkrik yang diambil terletak pada persawahan maka

preferensi makanannya pun berupa padi begitu juga dengan kondisi lainnya (Sukiya,

2005). Tetapi pada kasus ini jangkrik (Gyllus siminis) memilih makanan yang

persentasi preferensinya cenderung sama. Kami berasumsi bahwa hal ini sangat erat

kaitannya dengan faktor stres dari jangkrik itu sendiri. Mungkin kondisi itu

dikarenakan jangkrik bukan sedang bermaksud untuk makan tetapi untuk mencari

jalan keluar.

Tabel Preferensi Makanan

Jenis Makanan Jumlah Hewan menit ke Jumlah

5 10 15

Wortel 3 3 3 3

Kacang Panjang 5 5 5 5

Mentimun 6 6 6 6

(7)

D. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan

1. Ikan tetra (Paracheidon axelrodi) memiliki kecenderungan menyukai

suhu 24oC dan hidup di tempat lembab.

2. Jangkrik memiliki preferensi makanan yang tinggi terhadap mentimun

dan kacang panjang dan rendah terhadap rumput.

3. Faktor stres memiliki pengaruh yang besar terhadap perilaku hewan.

Dengan intervensi manusia, stres pada hewan dengan mudah muncul dan

menyebabkan data observasi pada praktikum tidak valid.

Saran

Adapun saran yang ingin saya sampaikan adalah terkait daftar pustaka yang

jumlahnya terlalu banyak. Sumber pustaka yang berjumlah 4-5 sudah cukup mewakili

hasil, pembahasan, dan dasar teori praktikum. Angka 10 akan membuat mahasiswa

keteteran mengingat laporan diadakan setiap minggu serta akan sangat sulit sekali

mencari referensi jurnal dan buku dengan porsi yang sama di perpustakaan maupun

internet. Menilik dari pengalaman, formalitas dalam daftar pustaka cenderung hanya

akan menjadi pajangan mahasiswa karena jumlah sumber pustaka adalah hukum

wajib. Saya merekomendasikan agar berkaca dari realita bahwa tulisan merupakan

hasil dari proses mengutip, dan kutipan yang bagus tidak berarti mengutip banyak

referensi. Cukuplah beberapa sumber pustaka saja tapi sudah mewakili semua aspek

praktikum. Saya harap asisten bisa menanggapinya dengan pikiran terbuka. Berjuta

maaf saya sampaikan, semoga praktikum selanjutnya bisa lebih efektif, efisien, dan

(8)

Daftar Pustaka

Tunas, Arthama Wayan. 2005. Biologi Vertebrata. Penerbit Universitas Negeri

Malang: Malang.

Buchori, dkk. 2010. Perkembangan dan Kandungan Nutrisi Larva Hermetiaillucens

(Linnaeus) (Diptera: Stratiomyidae) pada Bungkil Kelapa Sawit. J.

Entomologi Indonesia, April 2010 Vol. 7, No. 1, 28-41

Budiardi, A, dkk. 2008. Produksi Ikan Neon Tetra (Paracheirodon Innesi) Ukuran M

Dengan Padat Tebar 25, 50, 75 Dan 100 Ekor/Liter Dalam Sistem Resirkulasi.

Jurnal Akuakultur Indonesia, 7(1): 19–24 (2008)

Campbell. 2000. Biologiedisi 5, Jilid 3. Erlangga. Jakarta

Sukiya. 2005. Dasar-dasar Ekologi Hewan. Penerbit Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan: Yogjakarta.

Kanisius. 1992. Fisiologi Ikan. Penerbit P.T Rineka Cipta: Jakarta.

Kimball, J.W. 1983. Biologi, Jilid 2, Edisi 5, Erlangga. Jakarta

Ohoilun, A. H. 2003. Pengaruh penebaran terhadap kualitas air pada pendederan

benih gurame Osphronemus gourami Lac. sistem resirkulasi. Skripsi. Jurusan

Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian

Bogor. Bogor.

Walker, J. 2001. Gryllus Cayensis N. Sp. (Orthoptera: Gryllidae), A Taciturn Wood

Cricket Extirpated From The Florida Keys: Songs, Ecology And Hybrids.

Florida Entomologist : 84(4) Desember 2001

Wedemeyer, G. A. 1996. Physiology of fish in intensive aquaculture systems.

Gambar

Gambar Keterangan
Gambar Keterangan
Tabel Preferensi Suhu

Referensi

Dokumen terkait

Genotipe tomat yang diuji memberikan pengaruh yang nyata terhadap karakter daya hasil tanaman, seperti tinggi tanaman, diameter batang, umur berbunga, umur panen, diameter

Jadi, berdasarkan keseluruhan pembahasan mengenai pemenuhan kebutuhan rasa cinta siswa berprestasi di rumah dan di sekolah dapat dibangun proposisi pendampingan belajar, jalinan

Teman - teman PM 59 yang telah memberikan semangat dan masukan- masukan selama penyusunan Landasan Teori dan Program.. Teman - teman angkatan 2005, atas segal a

Dapat disimpulkan dari beberapa definisi diatas bahwa adiksi adalah suatu perilaku yang mempunyai konsekuensi merusak yang hadir sebagai pengganti dari rasa

Selanjutanya dianalisis fenomena ini dengan teori feminisme, karena adanya indikasi eksistensi wanita untuk menjadi Satpol PP, lalu bagaimana pengaruh budaya patriarki

Dari hasil kajian ini, secara umum dapat dikatakan bahwa kesalahan berbahasa Indonesia pada penulisan pamflet dan papan nama pertokoan masih sering dijumpai yang belum

[r]

Uji deskripsi yang dilakukan terhadap warna, tekstur, aroma dan rasa mi basah dengan penambahan tepung kedelai menunjukan bahwa panelis masih menyukai dan dapat menerima mi basah