• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prokalsitonin sebagai marker dalam menegakkan diagnosis sepsis pada neonatus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Prokalsitonin sebagai marker dalam menegakkan diagnosis sepsis pada neonatus"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

PROKALSITONIN SEBAGAI MARKER DALAM MENEGAKKAN DIAGNOSIS SEPSIS PADA NEONATUS

NELLY 087103034 /IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK - SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PROKALSITONIN SEBAGAI MARKER DALAM MENEGAKKAN DIAGNOSIS SEPSIS PADA NEONATUS

TESIS

Untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik di Bidang Ilmu Kesehatan Anak/ M.Ked (Ped) pada Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

NELLY 087103034/IKA

PROGRAM MAGISTER KLINIK– SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Penelitian : Prokalsitonin sebagai marker dalam menegakkan diagnosis sepsis pada neonatus

Nama : Nelly

Nomor Induk Mahasiswa : 087103034

Program Magister : Magister Klinis

Konsentrasi : Kesehatan Anak

Menyetujui Komisi Pembimbing

Ketua

Prof. Dr. H. Guslihan Dasa Tjipta , Sp.A(K)

Anggota

Dr. H.Hakimi, Sp.A(K)

Ketua Program Magister Ketua TKP PPDS

(4)

Tanggal Lulus: 14 Agustus 2012 PERNYATAAN

PROKALSITONIN SEBAGAI MARKER DALAM MENEGAKKAN DIAGNOSIS SEPSIS PADA NEONATUS

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dijadikan acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka

Medan, 25 Juli 2012

(5)

Telah diuji pada

Tanggal: 14 Agustus 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayah-Nya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir

pendidikan magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Ilmu Kesehatan Anak di

FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan.

Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari

kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala

kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak

di masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan

dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Pembimbing utama Prof. Dr. H. Guslihan Dasa Tjipta, SpA(K) dan Dr.

Hakimi, SpA(K), yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta

saran-saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan

penyelesaian tesis ini.

2. Prof. Dr. H. Munar Lubis, SpA(K), selaku Ketua Departemen Ilmu

Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan

yang telah memberikan bantuan dalam penelitian dan penyelesaian tesis

(7)

3. Prof. Dr. H. Chairul Yoel, SpA(K), Prof. Dr. H.M. Sjabaroeddin Loebis,

SpA(K), Dr. Muhammad Ali, SpA(K), Dr. Zulfikar Lubis, SpPK(K) yang

sudah membimbing saya dalam penyelesaian tesis ini.

4. Dr. Hj. Melda Deliana, SpA(K) selaku Ketua Program Studi Departemen

Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU yang telah membantu

saya dalam penelitian dan penyelesaian tesis ini.

5. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU /

RSUP H. Adam Malik Medan dan RS. dr. Pirngadi Medan yang telah

memberikan sumbangan pikiran dalam pelaksanaan penelitian dan

penulisan tesis ini.

6. Teman-teman yang tidak mungkin bisa saya lupakan yang telah membantu

saya dalam keseluruhan penelitian maupun penyelesaian tesis ini, Kak

Ade Amelia, Kak Hilda, Kak Ismy, Mauliza, Kak Nova, Darni, Kak Anne,

Della, Nelly S, Fadilah, Kak Tuty, Wiji, Bang Yusri, Fitri dan Soewira, dan

teman teman PPDS Ilmu Kesehatan Anak yang lain terimakasih untuk

kebersamaan kita dalam menjalani pendidikan selama ini.

7. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah

memberikan bantuan dalam terlaksananya penelitian serta penulisan tesis

saya ini.

Kepada yang sangat saya cintai dan hormati, orangtua saya H. Bachtiar

Hamzah (Almarhum) dan Hj. Nurbaya atas do’a serta dukungan moril dan materiil

kepada saya yang tidak pernah putus. Terima kasih yang sangat besar juga saya

sampaikan kepada suamiku tercinta Dr. H. Zulfadli yang dengan segala pengertian

dan bantuannya baik moril maupun materil membuat saya mampu menyelesaikan

(8)

Fatih Hanif, juga buat kakakku Dr. Lisna serta adik adikku Yulia, SPsi, MPsi dan

Rachmad SE yang selalu mendo’akan dan memberikan dorongan, serta

membantuku selama mengikuti pendidikan ini. Semoga budi baik yang telah

diberikan mendapat imbalan dari Allah SWT.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini dapat

bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Medan, 25 Juli 2012

(9)
(10)

BAB 4. HASIL PENELITIAN 28

BAB 5. PEMBAHASAN 33

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan 39

6.2. Saran 39

RINGKASAN 40

DAFTAR PUSTAKA 44

Lampiran

1. Personil Penelitian

2. Biaya Penelitian

3. Jadwal Penelitian

4. Lembar Penjelasan kepada Orang Tua 5. Persetujuan Setelah Penjelasan

6. Lembar Kuesioner

7. Master table data penelitian

8. Persetujuan Komite Etik

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Perubahan pola kuman penyebab sepsis neonatorum 8 Tabel 2.2. Gambaran klinis sepsis neonatorum 12 Tabel 4.1. Karakteristik sampel penelitian 29 Tabel 4.2. Jenis bakteri pada kultur darah 30 Tabel 4.3. Hasil uji sensivisitas terhadap antibiotika 31 Tabel 4.4. Hasil Uji Sensitivitas dan Spesifisitas Prokalsitonin

terhadap Kultur Darah 31

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Struktur Prokalsitonin 14

Gambar 2.2. Perbandingan waktu dan kepekatan prokalsitonin

dibanding dengan beberapa petanda sepsis lain 16 Gambar 2.3. Kerangka konseptual penelitian 17 Gambar 2.4. Alur penelitian 24

Gambar 4.1 Kurva ROC (Receiver Operating Curve) untuk

Prokalsitonin 32

(13)

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

PCT : Prokalsitonin

CRP : C Reaktif protein

WHO : World Health Organisation

% : Persen

SIRS : Systemic Inflammatory Response Syndrome ISDC : The International Sepsis Definition Conferences SAD : Sepsis awitan dini

SAL : Sepsis awitan lambat E.coli : Entamoeba Coli

RSHAM : Rumah Sakit Haji Adam Malik SGB : Streptoccocus Grup B

NICU : Neonatal Intensive Care Unit LED : Laju endap darah

OGT : Oral gastric tube

BBLR : Berat bayi lahir rendah RSU : Rumah Sakit Umum µl : mikro liter

mg/dL : milligram/desiliter mm3

SPSS : Statistical Package for Social Science : millimeter kubik

(14)

TTN : Transient Tachipneu of the Newborn BBLSR : Berat bayi lahir sangat rendah

HIE : Hipoxic ischemic encephalopathy ASD : Atrial septal defect

BBLASR : Berat bayi lahir amat sangat rendah Pseudomonas sp : Pseudomonas species

Klebsiella sp : Klebsiella species CI : Confidence interval

RDS : Respiratory distress syndrome BBRT : Bangsal bayi risiko tinggi Dr : Dokter

Enterobacter sp : Enterobacter species S. aureus : Staphylococcus aureus S Epidermidis : Staphylococcus epidermidis n : jumlah subyek

Zα : nilai baku normal

P : proporsi kejadian sepsis neonatus LED : Laju endap darah

(15)
(16)

ABSTRAK

Latar belakang Sepsis bakterialis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada neonatus. Diagnosis dini sepsis bakterialis dan penanganan yang tepat dapat mengurangi angka mortalitas dan morbiditas. Kultur darah merupakan standar baku dalam menegakkan diagnosis sepsis bakterialis namun hasilnya membutuhkan waktu 3-5 hari, sedangkan perjalanan penyakit berlangsung sangat cepat terutama pada neonatus. Pemeriksaan prokalsitonin merupakan cara yang cepat dan tepat dalam menegakkan diagnosis dini sepsis bakterialis pada neonatus. Beberapa penelitian menemukan sensitivitas prokalsitonin sekitar 92%-100%.

Tujuan Untuk menentukan bahwa pemeriksaan prokalsitonin dapat digunakan dalam menegakkan diagnosis dini sepsis bakterialis pada neonatus.

Metode. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan uji diagnostik yang dilakukan pada bulan Oktober 2011 sampai Oktober 2012. 43 neonatus yang diduga mengalami sepsis bakterialis di unit perinatologi Rumah Sakit H. Adam Malik medan dilakukan pemeriksaan darah rutin, C-reactive protein, kultur darah dan pemeriksaan prokalsitonin. Sampel penelitian dikumpulkan dengan metode consecutive sampling. Analisa statistik dengan menggunakan program komputerisasi.

Hasil. Dari 43 neonatus, 36 neonatus mengalami sepsis bakterialis berdasarkan hasil kultur darah. Prokalsitonin mempunyai sensitivitas 100%, spesifisitas 85.71%, positif predictive value 97.29% dan negative predictive value100%. Cut of point dengan kurva ROC 0.929 (95%CI0.713-0.953). Kesimpulan Prokalsitonin dapat digunakan dalam menegakkan diagnosis dini sepsis bakterialis pada neonatus.

(17)

ABSTRACT

Background Bacterial sepsis is the main cause of morbidity and mortality in neonates. Early diagnostic and appropriate treatment can reduce the mortality rate. Gold standard to diagnose bacterial sepsis is blood culture, but it needs 3-5 days for the results, but the disease may progress rapidly in neonates. Examination of procalcitonin is a quick and better method to diagnose sepsis bacterial in neonates. Some studies found that the sensitivity of procalcitonin is between 92%-100%

Objective To determine whether procalcitonin can be used as an early diagnostic tool of bacterial neonatal sepsis

Methods A cross sectional study was conducted in October 2011 to February 2012. Fourty three neonates suspected for bacterial sepsis in perinatology unit H. Adam Malik hospital underwent routine blood count, C-reactive protein, blood culture and procalcitonin. The samples were collected by consecutive sampling. We used diagnostic test in this study. All statistical analyses were conducted with computerized software.

Results Of 43 neonates, thirty six neonates had bacterial sepsis based on blood culture. The procalcitonin sensitivity was 100%, specificity was 85.71%, positive predictive value was 97.29% and negative predictive value was 100%, ROC curve showed cut off point 0.929 (95% CI 0.713-0.953).

Conclusions Procalcitonin could be used as an early diagnostic tool of bacterial neonatal sepsis.

(18)

ABSTRAK

Latar belakang Sepsis bakterialis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada neonatus. Diagnosis dini sepsis bakterialis dan penanganan yang tepat dapat mengurangi angka mortalitas dan morbiditas. Kultur darah merupakan standar baku dalam menegakkan diagnosis sepsis bakterialis namun hasilnya membutuhkan waktu 3-5 hari, sedangkan perjalanan penyakit berlangsung sangat cepat terutama pada neonatus. Pemeriksaan prokalsitonin merupakan cara yang cepat dan tepat dalam menegakkan diagnosis dini sepsis bakterialis pada neonatus. Beberapa penelitian menemukan sensitivitas prokalsitonin sekitar 92%-100%.

Tujuan Untuk menentukan bahwa pemeriksaan prokalsitonin dapat digunakan dalam menegakkan diagnosis dini sepsis bakterialis pada neonatus.

Metode. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan uji diagnostik yang dilakukan pada bulan Oktober 2011 sampai Oktober 2012. 43 neonatus yang diduga mengalami sepsis bakterialis di unit perinatologi Rumah Sakit H. Adam Malik medan dilakukan pemeriksaan darah rutin, C-reactive protein, kultur darah dan pemeriksaan prokalsitonin. Sampel penelitian dikumpulkan dengan metode consecutive sampling. Analisa statistik dengan menggunakan program komputerisasi.

Hasil. Dari 43 neonatus, 36 neonatus mengalami sepsis bakterialis berdasarkan hasil kultur darah. Prokalsitonin mempunyai sensitivitas 100%, spesifisitas 85.71%, positif predictive value 97.29% dan negative predictive value100%. Cut of point dengan kurva ROC 0.929 (95%CI0.713-0.953). Kesimpulan Prokalsitonin dapat digunakan dalam menegakkan diagnosis dini sepsis bakterialis pada neonatus.

(19)

ABSTRACT

Background Bacterial sepsis is the main cause of morbidity and mortality in neonates. Early diagnostic and appropriate treatment can reduce the mortality rate. Gold standard to diagnose bacterial sepsis is blood culture, but it needs 3-5 days for the results, but the disease may progress rapidly in neonates. Examination of procalcitonin is a quick and better method to diagnose sepsis bacterial in neonates. Some studies found that the sensitivity of procalcitonin is between 92%-100%

Objective To determine whether procalcitonin can be used as an early diagnostic tool of bacterial neonatal sepsis

Methods A cross sectional study was conducted in October 2011 to February 2012. Fourty three neonates suspected for bacterial sepsis in perinatology unit H. Adam Malik hospital underwent routine blood count, C-reactive protein, blood culture and procalcitonin. The samples were collected by consecutive sampling. We used diagnostic test in this study. All statistical analyses were conducted with computerized software.

Results Of 43 neonates, thirty six neonates had bacterial sepsis based on blood culture. The procalcitonin sensitivity was 100%, specificity was 85.71%, positive predictive value was 97.29% and negative predictive value was 100%, ROC curve showed cut off point 0.929 (95% CI 0.713-0.953).

Conclusions Procalcitonin could be used as an early diagnostic tool of bacterial neonatal sepsis.

(20)

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sepsis adalah respon inflamasi terhadap infeksi. Pendapat lain menyebutkan sepsis neonatorum sebagai sindroma klinik penyakit sistemik yang disertai bakteremia dan terjadi pada bulan pertama kehidupan.1 Sepsis pada neonatus merupakan masalah yang belum dapat terpecahkan dalam pelayanan dan perawatan bayi baru lahir.2 Di negara yang sedang berkembang, hampir sebagian besar bayi baru lahir yang dirawat mempunyai kaitan dengan masalah sepsis. Sampai saat ini sepsis pada neonatus masih merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas pada bayi baru lahir.

Insiden sepsis di negara berkembang cukup tinggi yaitu 1.8 sampai 18 per 1000 kelahiran hidup dengan angka kematian sebesar 12 sampai 68%, sedangkan di negara maju angka kejadian sepsis berkisar antara 3 per 1000 kelahiran hidup dengan angka kematian 10.3%. sedangkan data angka kejadian sepsis di Indonesia masih tinggi 8.7 sampai 30.29% dengan angka kematian 11.56% sampai 49.9%.

1,3

1,2

(21)

Berbagai macam kuman seperti bakteri, virus, parasit, atau jamur dapat menyebabkan infeksi berat yang mengarah pada terjadinya sepsis. Pola kuman penyebab sepsis berbeda-beda antar negara dan selalu berubah dari waktu ke waktu. Bahkan di negara berkembang sendiri ditemukan perbedaan pola kuman, walaupun bakteri gram negatif rata-rata menjadi penyebab utama dari sepsis neonatorum.

Diagnosis sepsis neonatorum sering sulit ditegakkan karena gejala klinis yang tidak spesifik pada neonatus.

4-6

7

Pemeriksaan kultur darah merupakan baku emas dalam menegakkan diagnosis sepsis neonatorum namun pemeriksaan tersebut hasilnya baru dapat diketahui setelah 48 sampai 72 jam, sehingga penatalaksanaan sepsis sering terjadi keterlambatan pengobatan yang dapat memperburuk keadaan bayi bahkan dapat menyebabkan kematian.7,8 Pengobatan hanya berdasarkan gambaran klinis dapat menimbulkan penanganan yang berlebihan dan terjadi peningkatan pola resistensi terhadap antibiotik dan efek toksisitasnya dikemudian hari.9

Diperlukan pemeriksaan penunjang yang sensitif dan spesifik yang dapat menegakkan sepsis pada neonatus secara cepat tanpa menunggu hasil kultur darah sehingga dapat memberikan terapi secara cepat dan tepat untuk mengurangi angka mortalitas dan morbiditas pada neonatus. Pemeriksaan C-reaktif protein ( CRP ) tidak spesifik sebagai marker sepsis pada neonatus karena nilai CRP juga positif pada keadaan trauma.

(22)

Prokalsitonin ( PCT ) adalah prekursor kalsitonin yang terdiri dari 116 asam amino yang disekresi oleh sel C dari kelenjar tiroid, pada keadaan normal kadar prokalsitonin meningkat pada kasus septikemia, meningitis, pneumonia dan infeksi saluran kemih. Marker ini juga diproduksi oleh makrofag dan sel monosit pada beberapa kasus infeksi bakteri yang berat dan sepsis.

Sejak awal tahun 1990-an prokalsitonin pertama kali digambarkan sebagai tanda spesifik infeksi bakteri.

10,12,13

14

Kepekatan serum prokalsitonin meningkat saat inflamasi sistemik, khususnya infeksi bakteri. Prokalsitonin meningkat saat sepsis dan sudah dikenal sebagai petanda infeksi pada penyakit berat.15-17Sampai saat ini sudah banyak penelitian tentang peran prokalsitonin ini terhadap kejadian sepsis pada neonatus, terutama peranan prokalsitonin sebagai marker diagnosis sepsis pada neonatus sehingga dapat mendeteksi kemungkinan sepsis bakteri pada neonatus di tahap awal dan prokalsitonin juga dapat dipergunakan dalam memantau efek terapi antibiotika sehingga lamanya penggunaan antibiotika dapat dipersingkat.18

(23)

1.2. Perumusan Masalah

Apakah pemeriksaan prokalsitonin mempunyai sensitifitas dan spesifitas yang baik untuk menegakkan sepsis pada neonatus.

1.3. Hipotesis

Prokalsitonin memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi untuk menegakkan diagnosis sepsis pada neonatus.

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui sensitifitas dan spesifisitas pemeriksaan prokalsitonin dan pemeriksaan kultur darah dalam menegakkan diagnosis sepsis pada neonatus.

1.4.2 Tujuan Khusus

(24)

1.5 Manfaat Penelitian

1. Di bidang akademik / ilmiah : meningkatkan pengetahuan peneliti di bidang perinatologi, khususnya dalam menegakkan diagnosis sepsis pada neonatus melalui pemeriksaan prokalsitonin.

2. Di bidang pelayanan masyarakat : dengan menilai hasil pemeriksaan prokalsitonin dalam menegakkan diagnosis sepsis pada neonatus sehingga pengobatan yang cepat dan tepat dapat diberikan.

(25)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Sepsis Neonatorum

Dalam sepuluh tahun terakhir terdapat beberapa perkembangan baru mengenai definisi sepsis. Salah satunya menurut The International Sepsis Definition Conferences (ISDC) sepsis adalah sindroma klinis dengan adanya Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan infeksi. Sepsis merupakan suatu proses berkelanjutan mulai dari infeksi, SIRS, sepsis berat, renjatan / syok septik, disfungsi multiorgan, dan akhirnya kematian.2,6 Sepsis ditandai dengan respon inflamasi sistemik dan bukti infeksi pada bulan pertama kehidupan, berupa perubahan temperatur tubuh, perubahan jumlah leukosit, takikardi, dan takipnea. Sedangkan sepsis berat adalah sepsis yang ditandai dengan hipotensi atau disfungsi organ atau hipoperfusi organ.

Angka kejadian sepsis di Indonesia masih tinggi yaitu 8.7 sampai 30.29% dengan angka kematian 11.56 sampai 49.9%.

7

1

(26)

neonatorum awitan dini (SAD) dan sepsis neonatorum awitan lambat (SAL).2

Sepsis awitan dini (SAD) merupakan infeksi perinatal yang terjadi segera dalam periode postnatal (kurang dari 72 jam) dan biasanya diperoleh pada saat proses kelahiran atau in utero.19 Sepsis awitan lambat (SAL) terjadi lebih dari 72 jam biasa berasal dari lingkungan sekitar dan yang paling sering disebabkan oleh infeksi nosokomial yang didapat pada saat bayi dirawat inap di rumah sakit.20 Di negara berkembang pembagian SAD dan SAL tidak jelas karena sebagian besar bayi tidak dilahirkan di rumah sakit. Oleh karena itu, penyebab infeksi tidak dapat diketahui apakah berasal dari jalan lahir atau $diperoleh dari lingkungan sekitar.21,22

2.2. Etiologi

Perbedaan pola kuman penyebab sepsis antar negara berkembang telah diteliti oleh World Health Organization Young Infants Study Group pada tahun 1999 di empat negara berkembang yaitu Ethiopia, Philipina, Papua New Guinea dan Gambia. Penelitian tersebut mengemukakan bahwa kuman isolat yang tersering ditemukan pada kultur darah adalah Staphylococcus aureus (23%), Streptococcus pyogenes (20%) dan E. coli

(27)

Tabel 2.1. Perubahan pola kuman penyebab sepsis neonatorum22

Berdasarkan databased perinatologi RSHAM (Rumah Sakit H.Adam Malik) tahun 2008 sampai tahun 2010 didapatkan pola kuman berdasarkan hasil kultur darah Staphylococus sp 33%, Klebsiela 23%, Pseudomonas 28% untuk tahun 2008, tahun 2009 staphylococus 27%, enterobacter 18%, pseudomonas 16% dan tahun 2010 staphylococus 34%, pseudomonas

20%, enterobacter 14%.

Pada cairan serebrospinal yang terjadi pada meningitis neonatus awitan dini banyak ditemukan bakteri gram negatif terutama Klebsiella sp dan E. Coli, sedangkan pada awitan lambat selain bakteri gram negatif juga ditemukan Streptococcus pneumoniae serotipe 2. E.coli biasa ditemukan pada neonatus yang tidak dilahirkan di rumah sakit serta pada usap vagina wanita di daerah pedesaan.

25

20,26

(28)

2.3. Faktor risiko

Terjadinya sepsis neonatorum dipengaruhi oleh faktor risiko pada ibu, bayi dan lain-lain. Faktor risiko ibu:1,2

1. Ketuban pecah dini dan ketuban pecah lebih dari 18 jam. Bila ketuban pecah lebih dari 24 jam, kejadian sepsis pada bayi meningkat sekitar 1% dan bila disertai korioamnionitis, kejadian sepsis akan meningkat menjadi 4 kalinya.

2. Infeksi dan demam (lebih dari 38°C) pada masa peripartum akibat korioamnionitis, infeksi saluran kemih, kolonisasi vagina oleh Streptokokus grup B (SGB), kolonisasi perineal oleh E. coli, dan komplikasi obstetrik lainnya.

3. Cairan ketuban hijau keruh dan berbau. 4. Kehamilan multipel.

5. Persalinan dan kehamilan kurang bulan. 6. Faktor sosial ekonomi dan gizi ibu. Faktor risiko pada bayi:

1. Prematuritas dan berat lahir rendah 1,2,22

2. Asfiksia neonatorum

3. Resusitasi pada saat kelahiran, misalnya pada bayi yang mengalami fetal distress dan trauma pada proses persalinan.

(29)

5. Bayi dengan galaktosemia (predisposisi untuk sepsis oleh E. coli), defek imun, atau asplenia.

Faktor risiko lain:

Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa sepsis neonatorum lebih sering terjadi pada bayi laki-laki daripada perempuan, pada bayi kulit hitam daripada kulit putih, pada bayi dengan status ekonomi rendah, dan sering terjadi akibat prosedur cuci tangan yang tidak benar pada tenaga kesehatan maupun anggota keluarga pasien, serta buruknya kebersihan di ruang perawatan bayi.27 Faktor-faktor di atas sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan masih menjadi masalah sampai saat ini. Hal ini merupakan salah satu penyebab tidak adanya perubahan pada angka kejadian sepsis neonatal dalam dekade terakhir ini. Faktor-faktor risiko ini walaupun tidak selalu berakhir dengan infeksi, harus tetap mendapatkan perhatian khusus terutama bila disertai gambaran klinis.

2.4. Gambaran Klinis

27,28

(30)

untuk infeksi. Berdasarkan penelitian hanya sekitar 10% bayi yang pada darahnya ditemukan bakteri akan mengalami demam, lebih banyak yang suhu tubuhnya normal atau malah rendah.

Janin yang terkena infeksi akan menderita takikardia, lahir dengan asfiksia dan memerlukan resusitasi karena nilai apgar rendah. Setelah lahir, bayi tampak lemah dan tampak gambaran klinis sepsis seperti hipo/hipertermia, hipoglikemia dan kadang-kadang hiperglikemia. Selanjutnya akan terlihat berbagai kelainan dan gangguan fungsi organ tubuh. Selain itu, terdapat kelainan susunan saraf pusat (letargi, refleks hisap buruk, menangis lemah kadang-kadang terdengar high pitch cry, bayi menjadi iritabel dan dapat disertai kejang), kelainan kardiovaskular (hipotensi, pucat, sianosis, dingin dan clummy skin). Bayi dapat pula memperlihatkan kelainan hematologik, gastrointestinal ataupun gangguan respirasi (perdarahan, ikterus, muntah, diare, distensi abdomen, intoleransi minum, waktu pengosongan lambung yang memanjang, takipnea, apnea, merintih dan retraksi).

28

(31)

Tabel 2.2 Gambaran klinis sepsis neonatorum.22

2.5. Prokalsitonin sebagai marker sepsis pada neonatus

Dalam menegakkan diagnosis sepsis pada neonatus dapat digunakan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui adanya proses inflamasi seperti jumlah leukosit, laju endap darah, C-reaktif protein (CRP), tumor nekrosis α dan Interleukin 1 dan 6.33-35

(32)

dalam waktu yang segera dan hasil kultur darah positif bisa juga karena faktor kontaminasi dan hasil kultur darah negatif belum tentu menyingkirkan sepsis.

Oleh karena pengukuran secara klinis dan laboratorium yang kurang sensitif dan spesifik, diperlukan tes yang dapat membedakan antara inflamasi karena infeksi dan inflamasi karena non infeksi.

36-39

40

Akhir akhir ini telah dikembangkan tes baru untuk mendeteksi inflamasi karena infeksi yaitu prokalsitonin. Tes ini banyak dipakai untuk membedakan antara SIRS dan sepsis. Prokalsitonin merupakan pemeriksaan yang dapat menegakkan diagnosa infeksi bakteri akut. Selain itu pemeriksaan ini dapat pula digunakan untuk memantau hasil pengobatan.

Prokalsitonin dikenal sebagai protein yang dirangsang oleh inflamasi ditemukan sejak tahun 1993.

41-43

14

Sejak saat itu banyak penelitian yang menunjukkan peningkatan protein ini pada plasma yang berhubungan dengan infeksi berat, sepsis dan septic shock. Prokalsitonin juga dapat membantu dalam diagnosa banding penyakit infeksi atau bukan, menilai keparahan sepsis dan juga respon dari pengobatan.44-45

(33)

49 Gambar 2.1 Struktur Prokalsitonin46

Pada keadaan normal kadar prokalsitonin meningkat pada kasus

septikemia, meningitis, pneumonia dan infeksi saluran kemih dan sangat sensitif sebagai penanda infaksi bakteri.

Pelepasan prokalsitonin ke dalam sirkulasi dalam kepekatan besar dalam berbagai keadaan penyakit tidak disertai dengan peningkatan kadar calcitonin secara bermakna.46

Pemeriksaan prokalsitonin sangat bermanfaat dan lebih baik dari marker inflamasi lainnya, seperti Tumor nekrosis faktor α, Interleukin 6, Interleukin 1 dan CRP dalam hal memprediksi prognosis pada pasien penyakit kritis.

41,45

(34)

nilai prokalsitonin atau nilai yang tetap konsisten tinggi menunjukkan aktivitas penyakit yang berkelanjutan. Penurunan nilai prokalsitonin menunjukkan menurunnya reaksi inflamasi dan terjadi penyembuhan infeksi.44

Pada keadaan fisiologis, kadar prokalsitonin rendah bahkan tidak dijumpai, tetapi akan meningkat bila terjadi bakterimia dan fungimia yang timbul sesuai dengan beratnya infeksi. Tetapi pada temuan beberapa peneliti peningkatan prokalsitonin terdapat juga pada keadaan bukan infeksi, selain itu juga prokalsitonin merupakan pengukuran yang lebih sensitif dibandingkan dengan beberapa uji laboratorik lain, misalnya laju endap darah (LED), perhitungan leukosit dan C reaktif protein sebagai sarana bantu diagnosis sepsis bakteri pada anak.

47

Gambar 2.2 Perbandingan waktu dan kepekatan prokalsitonin dibanding dengan beberapa petanda sepsis lain

(35)

bakteri (virus) dan penyakit autoimun tidak menginduksi prokalsitonin. Kadar prokalsitonin muncul cepat dalam 2 jam setelah rangsangan, puncaknya setelah 12 sampai 48 jam dan secara perlahan menurun dalam 48 sampai 72 jam, sedangkan CRP tidak terdapat dalam 6 jam, seperti terlihat pada Gambar 2.2 diatas.

Prokalsitonin juga dapat digunakan untuk pemantauan pengobatan disamping sebagai penanda sepsis awal, hal ini sesuai dengan penelitian di Jerman tahun 2010 yang melakukan pemantauan pengobatan terhadap pasien neonatus sepsis dan menjadi rujukan untuk pemakaian dan penghentian terapi antibiotika pada neonatus sepsis.

46

Pemeriksaan prokalsitonin merupakan suatu tes imunologi yang pada mulanya pengukuran prokalsitonin hanya dimungkinkan di laboratorium khusus, dimana hasil tes diperoleh jauh lebih lama. Belakangan ini sebuah alat tes Cobas 601 ( Cobas 6000) merupakan suatu alat tes untuk mendeteksi kadar prokalsitonin. Prokalsitonin dapat diukur secara cepat dan tepat, dengan menggunakan serum yang diperoleh dari sampel darah yang telah disentrifugasi.

(36)

2.6.KerangkaKonseptual

Prokalsitonin Kultur darah CRP

(37)

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Desain

Desain penelitian ini adalah uji diagnostik untuk melihat perbandingan pemeriksaan prokalsitonin dan pemeriksaan kultur darah pada neonatus yang tersangka dengan sepsis.

3.2. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di unit Perinatologi di RSU. Pusat H. Adam Malik Medan selama 5 bulan mulai Oktober 2011 sampai Februari 2012.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi target adalah neonatus yang mengalami sepsis atau yang disangkakan dengan diagnosis sepsis. Populasi terjangkau adalah populasi target yang berusia 0 sampai 28 hari selama bulan Oktober 2011 sampai Februari 2012. Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

3.4. Perkiraan Besar Sampel

Besar sampel dihitung dengan mempergunakan rumus besar sampel untuk uji diagnostik, yaitu :48

(38)

n = Zα2

d PQ

n = jumlah subyek 2

Zα = nilai baku normal = 1,96

P = proporsi kejadian sepsis neonatus = 12,8% = 0,128

Q = 1-P = 0,872 49

d = 0,10

Dengan menggunakan rumus di atas didapat besar sampel sebanyak 43 orang.

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.5.1. Kriteria Inklusi

1. Bayi usia 0 sampai 28 hari

2. Didiagnosis dengan sepsis neonatorum berdasarkan gejala klinis yang memenuhi minimal 3 kriteria diagnosis sepsis pada neonatus dan minimal 1 faktor risiko ibu.

3. Sampel darah diambil sebelum mendapat antibiotik atau mendapat antibiotik < dari 48 jam.

4. Orang tua bersedia mengisi informed consent.

(39)

3.5.2. Kriteria Eksklusi

1. Telah mendapat pengobatan antibiotik selama ≥ 48 jam

3.6. Persetujuan / Informed Consent

Semua subyek penelitian akan diminta persetujuan dari orang tua setelah dilakukan penjelasan terlebih dahulu untuk pemeriksaan darah penderita tersangka sepsis neonatus.

3.7. Etika Penelitian

(40)

3.8. Cara Kerja dan Alur Penelitian

3.8.1 Subjek

Subjek dikumpulkan secara consecutive sampling.

3.8.2 Pengambilan sampel darah

- Melakukan pengambilan sampel dengan menilai kriteria inklusi dan eksklusi berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

- Sampel darah untuk pemeriksaan prokalsitonin diambil dari vena mediana cubiti dengan terlebih dahulu dilakukan tindakan aseptik dengan alkohol 70% dan dibiarkan kering.

- Pengambilan darah sebanyak 4 cc dilakukan dengan menggunakan 2 dispossible syringe 3 cc yang dibagi atas 2 bagian:

a. 2 cc darah dimasukkan dalam tabung untuk pemeriksaan kultur darah. Cara Kerja kultur darah:

1. Darah dimasukkan ke dalam Bouillon dengan perbandingan 1 : 10, lalu 36

diinkubasi pada suhu 37o

2. Amati pertumbuhan kuman selama 5 hari

C selama 24 jam dengan BACTEC

3. Jika tampak ada pertumbuhan kuman, lalu diinokulasikan pada agar darah dan agar Mc Conkey.

(41)

goresan sepanjang goresan pertama, dengan arah tegak lurus terhadap goresan pertama. Kemudian buat goresan tegak lurus terhadap goresan terakhir sampai media penanaman penuh.

3. Inkubasi agar darah dan agar Mc Conkey pada suhu 370 jam.

C selama 24

4. Hitung koloni yang tumbuh pada agar darah.

5. Koloni yang tumbuh pada agar darah (setelah hitung koloni) dan agar Mc Conkey dilakukan pewarnaan Gram.

6. Bakteri Gram (+) kokus dari koloni yang tumbuh pada agar darah dilanjutkan dengan uji katalase dan uji identifikasi.

7. Bakteri Gram (-) batang dari koloni yang tumbuh pada agar Mc Conkey dilanjutkan dengan uji identifikasi.

b. 2 cc darah tanpa antikoagulan dan diambil serumnya untuk pemeriksaan prokalsitonin.

Cara Kerja pemeriksaan prokalsitonin:

1. Darah tanpa antikoagulan dibiarkan membeku pada suhu ruangan, selanjutnya disentrifus dengan alat sentrifugasi 5702 kecepatan 3000 rpm selama 15 menit

50

(42)

3. Enam tetes serum diteteskan ke dalam cuvet yang tersedia. Nilai ini sama dengan 200 µl sampel.

2. Lalu cuvet diletakkan pada raknya, dan dimasukkan ke dalam alat cobas e 601 (Cobas 6000)

3. Hidupkan alat cobas e 601, lalu alat akan bekerja secara otomatis

4. Hasil akan diperoleh selama kurang lebih 18 menit, dan hasil akan langsung ditransfer ke sistem LIS dan terbaca di monitor komputer.

38.3 Alur Penelitian

Gambar 3.1 Alur penelitian Pemeriksaan darah dengan pemeriksaan prokalsitonin dan kultur

darah

Pemeriksaan prokalsitonin Positif : bila dijumpai nilai ≥ 0,5

Kultur darah

Positif : bila dijumpai pertumbuhan kuman dalam darah

(43)

3.9. Identifikasi Variabel

Variabel bebas Skala

Kadar prokalsitonin Nominal

Variabel tergantung Skala

Kultur darah Nominal

Variabel perancu Skala

Usia gestasi Nominal Jenis kelamin Nominal Berat bayi lahir Kategorik

3.10. Definisi Operasional

1. Bayi usia 0 sampai 28 hari

2. Sangkaan sepsis pada neonatus bila memenuhi 3 atau lebih kriteria berikut:

a.Irritabilitas suhu, yang didefinisikan dengan pengukuran suhu pada axilla < 36oC atau > 37.9o

b.Gangguan gastrointestinal, ditemukan gejala muntah, perut distensi, buang air besar berdarah, peningkatan residu diet, intoleransi minum.

C

(44)

d.Gangguan pernafasan, dijumpai takipneu (frekuensi nafas > 70x/menit), dijumpai retraksi pernafasan dan peningkatan kebutuhan oksigen

e.Abnormalitas pemeriksaan laboratorium, adanya metabolik asidosis, hiperglikemia (kadar gula darah > 300 mg/dL) atau hipoglikemia (kadar gula darah < 45 mg/dL)

f.Abnormalitas pemeriksaan hematologi, dijumpai leukositosis (leukosit > 30 000/mm3), leukopenia (leukosit < 5000/mm3), peningkatan neutrofil immature, trombositopenia (trombosit < 150 000/mm3

g.Gangguan neurologis, dijumpai letargis, penurunan kesadaran, kejang, merintih

).

3. Faktor risiko sepsis dari ibu, dijumpai ruptur selaput ketuban yang lama, persalinan prematur, amniotis klinis, demam maternal, manipulasi berlebihan selama proses persalinan, persalinan yang lama.

4.Kultur darah adalah pemeriksaan darah untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan bakteri dan merupakan pemeriksaan baku emas dalam

menegakkan diagnosis sepsis pada neonatus, menggunakan alat automatic BACTEC method.

(45)

3.11. Pengolahan dan Analisa Data

Perbedaan kemampuan diagnostik prokalsitonin dibandingkan dengan kultur darah dianalisis dengan tabel 2 x 2 dengan menghitung sensitivitas, spesifisitas, positive prediktive value, negative predictive value, likelihood ratio positive dan likelihood ratio negative. Untuk menentukan titik potong

terbaik hasil uji diagnostik dibuat kurva ROC (Receiver operating curve). Data yang terkumpul akan diolah, dianalisis, dan disajikan dengan menggunakan program komputer yaitu SPSS versi 15.0. Interval kepercayaan yang digunakan adalah 95 % dan batas kemaknaan P kurang dari 0.05.

(46)

BAB 4. HASIL PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan di unit Perinatologi Rumah Sakit H. Adam Malik Medan. Sampel penelitian sebanyak 43 bayi yang dirawat di unit perinatologi yang diduga mengalami sepsis neonatorum. Dilakukan pemeriksaan kultur darah dan dilakukan pemeriksaan darah rutin serta prokalsitonin.

(47)
(48)

Penelitian ini juga menilai jenis-jenis kuman yang sering menyebabkan sepsis pada neonatus. Bakteri terbanyak yang ditemukan dari hasil pemeriksaan kultur darah adalah Pseudomonas sp, yaitu sebanyak 11 bakteri (25.6 %) dari 12 jenis bakteri yang ditemukan

Tabel 4.2. Jenis Bakteri pada Kultur Darah

(49)

Tabel 4.3. Hasil uji sensivisitas terhadap antibiotika

Jenis Antibiotik n (%)

Amikasin 17 (47.2)

Meropenem 12 (33.3)

Amoxyclav 3 (0.08)

Cefotaxim 2(0.05)

Ampicillin 2(0.05)

Tabel 4.4.Hasil Uji Sensitivitas dan Spesifisitas Prokalsitonin terhadap Kultur Darah

Kultur Darah

Total P

Positif Negatif

Prokalsitonin

Positif 36 1 37 0.0001

Negatif 0 6 6

Total 36 7 43

(50)

penelitian ini adalah 36/43 = 83.72%. Nilai Likelihood Ratio Positive adalah 1/(1-0.8571) = 6.933 dan Likelihood Ratio Negative (1-1)/0.8571 = 0.

Gambar 4.1.Kurva ROC (Receiver Operating Curve) untuk Prokalsitonin

Luas area di bawah kurva (area under curve) dengan menggunakan prokalsitonin pada penelitian ini adalah 0.929 (95% Confidence Interval (CI) 0.713-0.953) dengan taraf signifikansi 5%. Hasil ini

(51)

BAB 5. PEMBAHASAN

Tingginya angka kejadian sepsis neonatorum merupakan penyebab utama kematian pada neonatus.1

Beberapa masalah yang dapat ditemui antara lain adalah masalah pernapasan, asupan, resiko perdarahan, dan infeksi. Bayi prematur memiliki resiko lebih tinggi untuk terjadinya sepsis neonatorum dibandingkan bayi aterm.

Penelitian ini mendapatkan 36 pasien (83.7%) mengalami sepsis bakterialis berdasarkan hasil kultur darah dari 43 bayi sangkaan sepsis sebagai sampel penelitian. Dijumpai usia gestasi yang bervariasi pada sampel penelitian dan yang paling banyak menderita sepsis bakterialis yaitu usia gestasi lebih dari 37 minggu sebanyak 22 orang (57%). Hal ini sesuai dengan teori bahwa faktor risiko yang dapat menyebabkan sepsis bakterialis yaitu meliputi prematuritas,karena bayi prematur memiliki berbagai masalah akibat belum berkembangnya organ-organ tubuh, sehingga belum siap untuk berfungsi di luar rahim.

4,6

(52)

Faktor risiko lain yang juga mempengaruhi terjadinya sepsis yaitu jenis kelamin. Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa sepsis neonatorum lebih sering terjadi pada bayi laki-laki daripada bayi perempuan, hal ini disebabkan karena aktivitas dan metabolisme bayi laki laki lebih tinggi dibandingkan bayi perempuan sehingga kebutuhan oksigen pada bayi laki laki lebih tinggi dibandingkan bayi perempuan, karena oksigen yang kurang menyebabkan mudahnya berkembangbiak bakteri anaerob yang hidup pada suasana kurang oksigen.6

Pada masa neonatal berbagai bentuk infeksi dapat terjadi pada bayi. Di negara yang sedang berkembang macam infeksi yang sering ditemukan berturut-turut infeksi saluran pernapasan akut, infeksi saluran cerna (diare), tetanus neonatal, sepsis dan meningitis.

Hal ini sesuai dengan penelitian ini yang menemukan bahwa 19 orang (52.7%) bayi laki-laki yang mengalami sepsis dibandingkan bayi perempuan yang berjumlah hanya 17 orang (47.3%).

26 Diagnosis kerja yang paling banyak dijumpai pada pasien sepsis dalam penelitian ini respiratory distress yaitu sebanyak 13 orang (36.1), hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat tahun 2008 yaitu penyebab terbanyak sepsis berturut-turut berasal dari infeksi saluran pernapasan (38%), saluran cerna (18%), infeksi pasca operasi (9%), meningitis (6%), infeksi saluran kencing (5%) dan tidak teridentifikasi sebanyak (24%).

Pola kuman penyebab sepsis tidak selalu sama antara satu rumah sakit dengan rumah sakit yang lain. Perbedaan tersebut terdapat pula antar

(53)

satu negara dengan negara lain. perbedaan pola kuman ini akan berdampak terhadap pemilihan antibiotik yang dipergunakan pada pasien. Perbedaan pola kuman mempunyai kaitan pula dengan prognosa dan komplikasinya. Sepsis juga disebabkan oleh infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial pada bayi baru lahir terutama berkembang dari flora yang ditemukan dikulit, saluran nafas dan saluran cerna.20

Menurut penelitian yang dilakukan di Surabaya pada tahun 2004, yang meneliti tentang bakteriemia pada neonatus: Hubungan Pola Kuman dan Kepekaannya terhadap Antibiotik Inisial serta faktor risikonya di Bangsal Bayi Risiko Tinggi (BBRT) di Rumah Sakit mendapatkan kuman penyebab utama bakteriemia pada neonatus adalah Pseudomonas sp (21,6%), diurutan pertama, diikuti oleh Enterobacter sp (12,4%) diurutan kedua, kemudian S. epidermidis (7,2%) dan S. aureus (4,1%),

53

(54)

Pola penyebab infeksi senantiasa berubah sejalan dengan kemajuan teknologi. Demikian juga pola resistensinya yang cenderung berubah sejalan dengan pemakaian antibiotik. Oleh karena itu pengetahuan tentang pola penyebab, resistensinya dan faktor risiko perlu terus dipantau sebagai landasan dalam pemilihan antibiotik yang tepat bagi penderita bakteriemia khususnya pada neonatus. Untuk itu, masih perlu dilakukan penelitian tentang pola kuman dan sensitivitasnya terhadap antibiotik penyebab bakteremia pada neonatus di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

Pada penelitian ini didapatkan sensitivitas prokalsitonin 100%, spesifisitas 85.71%, positive predictive value 97.29%, negative predictive value 100%. Seperti disebutkan dalam judul penelitian bahwa penelitian ini adalah untuk menentukan apakah prokalsitonin dapat digunakan dalam mendiagnosa dini sepsis bakterialis pada neonatus . Untuk itu diperlukan sensitifitas yang tinggi untuk mencari subjek yang sakit, oleh karena dengan sensitivitas yang tinggi maka akan semakin kecil yang lolos dari penyakit, demikian pula dengan spesifisitas yang tinggi akan didapatkan hasil bukan sepsis yang makin tinggi bila hasil pemeriksaan menunjukkan hasil negatif.

(55)

signifikansi 5% yang menujukkan akurasi uji diagnostik ini adalah sangat baik.

Hal ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian di Amerika Serikat tahun 2005 yang mendapatkan sensitivitas prokalsitonin sebesar 97% dan spesifisitas sebesar 80% pada nilai cut off value 0.5 ng/mL,54 Penelitian di Spanyol tahun 2010 juga memperlihatkan hasil yang hampir sama, dengan menggunakan cut off value 1.1 ng/mL didapatkan nilai sensitifitas 92% dan spesifisitas 76%.55 Demikian juga dengan penelitian yang dilakukan di Meksiko pada tahun 2011 mendapatkan sensitifitas sebesar 100% dan spesifisitas 72%,47 dan penelitian di Turki tahun 2007 didapatkan nilai spesifisitas yang tinggi yaitu 100% dan sensitivitas 48%.

Dari sebagian besar penelitian yang ada pemeriksaan prokalsitonin dapat dipakai sebagai diagnosis dini sepsis neonatorum dengan hasil yang cukup akurat dan cepat dibandingkan bila harus menunggu hasil kultur darah yang memerlukan waktu yang lama ataupun dibandingkan dengan pemeriksaan marker sepsis yang lain seperti pemeriksaan CRP (C-reaktif protein), sehingga diagnosis sepsis neonatorum dapat cepat ditegakkan dan penatalaksanaan sepsis dapat segera dilakukan secara tepat sehingga dapat menurunkan angka mortalitas dan morbiditas pada neonatus.

42

42,54

(56)

pemeriksaan prokalsitonin dilakukan secara berkala selama pemberian antibiotika sehingga waktu pemakaian antibiotika dapat dipersingkat.18

Keterbatasan dari studi adalah tidak melakukan analisa dan pemantauan efek terapi antibiotika terhadap sampel penelitian sehingga penurunan nilai prokalsitonin sebagai respon terhadap terapi pengobatan antibiotika belum dapat dipantau. Studi lebih lanjut diperlukan pemeriksaan prokalsitonin berkala untuk menilai efek terapi antibiotika sehingga waktu pemakaian antibiotika dapat dipersingkat.

(57)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. KESIMPULAN

Sepsis neonatorum merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas pada neonatus. Baku emas untuk menegakkan diagnosis sepsis adalah kultur darah namun membutuhkan waktu 3 sampai 5 hari dan biaya yang tidak murah untuk memperoleh hasilnya, sehingga terjadi keterlambatan pengobatan yang dapat memperburuk keadaan bayi bahkan bisa menyebabkan kematian. Diperlukan suatu cara yang cepat dan tepat untuk menegakkan diagnosis dini sepsis bakterialis pada neonatus. Pada penelitian didapatkan bahwa Prokalsitonin merupakan suatu cara yang cepat dan tepat untuk menegakkan diagnosis dini sepsis bakterialis pada neonatus.

6.2. SARAN

(58)

DAFTAR PUSTAKA

1. Amirullah A. Sepsis pada bayi baru lahir. Dalam: Kasim SM, Yunanto A, Dewi R, Sarosa IG, Usman A, penyunting. Buku ajar neonatologi. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008. h. 170-87

2. Gomella TL, Cuningham MD, Eyal FG, Zenk KE. Infectious Disease. Dalam: Gomella TL, Cuningham MD, Eyal FG, Zenk KE, penyunting. Management, procedures, on-call problems, disease and drugs. New York: Mc Graw-Hill; 2007. h. 434-40

3. Polin RA, Parravicini E, Regan JA, Taeusch HW. Bacterial sepsis and meningitis. Dalam: Taeusch HW, Ballard RA, Gleason CA, penyunting. Avery’s diseases of the newborn. Edisi ke-8. Philadelphia; Elsevier Saunders;2005. h. 551-600

4. Klinger G, Levy I, Sirota L, Boyko V, Geva LL, Reichman B. outcome of early onset sepsis in neonatal cohort of very lowbirth weight infants. Pediatics. 2010;125: e736-40

5. Jackson GL, Engle WD, Sendelbach DM, Vedro DA, Josey S, Vinson J. Are complete blood cell count useful in the evaluation of asymptomatic neonates exposed to suspected chorioamnitis. Pediatrics. 2004;113:1173-80

6. Stoll BJ. Infections of the neonatal. Dalam: Behrman RE, Kiegman RM, Jenson HB, Stanton BF, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi 18. Philadelphia: Saunders Company; 2007. h. 794-811

7. Dear P. Infection in newborn. Dalam: Rennie JM, penyunting. Roberton’s textbook of neonatology. Edisi ke-4. Elsevier Chrchill Livingstone; 2005. h. 1011-91

8. Bender L, thaarup J, Varming K, Krarup H, Eriksen SE, Ebbesen F. Early and late markers for detection of early onset neonatal sepsis. Dan Med Bull. 2008;55:219-23

9. Rodwell TE, Leslie AL, Tudehope DL. Early diagnosis of neonatal sepsis. J Pediatr. 2008;112:761-7

10. Balci C, Sungurtekin H, Gurses E, Sungurtekin U, Kaptanoglu B. Usefulness of procalcitonin for diagnosis of sepsis in the intensive care unit. Crit Care Med. 2003; 7:85-90

11. Hatherill M, Tibby SM, Sykes K, Turner C, Murdoch IA. Diagnostic markers of infection: comparison of procalcitonin with C-reactive protein and leucocyte count. Arch Dis Child. 1999; 81:417-21

12. Chan YL, Tseng CP, Tsay PK, Chang SS, Chiu TF, Chen JC. Procalcitonin as a marker of bacterial infection in the emergency department: an observational study. Crit Care Med. 2003; 8:R12-R20 13. Meisner M, Tschaikowsky K, Palmaers T, Schmidt J. Comparison of

(59)

at different SOFA scores during the course of sepsis and MODS. Crit Care Med. 1999; 3:45-50

14. Faesch S, Cojocaru B, Hennequin C, Pannier S, Glorion C, Locour . Can procalcitonin measurement help the diagnosis of osteomyelitis and septic arthritis?A prospective trial. Italian J Pediatr. 2009;35:1-6

15. Zahedpasha Y, Kacho MA, Hajiahmadi M, Haghshenas M. Procalcitonin as a marker sepsis of neonatal sepsis. Iran J Pediatr. 2009; 19:117-22 16. Sakha K, Husseini MB, Seyyedsadri. The role of the procalcitonin in

diagnosis of neonatal sepsis and correlation between procalcitonin and C-reactive protein in these patients. Pak J Biol Sci. 2008; 14:1785-90 17. Alzahrani AJ, Hassan MI, Obeid EO, Diab AE, Qutub HO, Gupta RK.

Rapid detection of procalcitonin as an early marker of sepsis in intensive care unit in tertiary hospital. Int J. Med Med. Sci. 2009; 11:516-22

18. Stocker M, Fontana M, Helou S, Wegscheider K, Berger T. Use of procalcitonin-guided decision-making to shorten antibiotic therapy in suspected neonatal early-onset sepsis:prospective randomized intervention trial. Neonatal. 2010;97:165-74

19. Saputri DA. Pengaruh pemberian steroid dosis rendah terhadap hitung neutrofil pada sepsis tahap awal. Skripsi untuk sarjana kedokteran. Fakultas kedokteran universitas Sebelas Maret. Surakarta. 2010

20. Lubis CP. Infeksi nosokomial pada neonatus. Bagian kesehatan anak fakultas kedokteran Universitas Sumatra Utara.2003

21. Rinawati R. Kontroversi diagnosis sepsis neonatorum. Dalam: Badriul H, Partini PT, Evita BI, penyunting. Update in neonatal infection. Pendidikan kedokteran berkelanjutan ilmu kesehatan anak XLVII. h. 32-43

22. Aminullah A. Masalah terkini sepsis neonatorum. Dalam: Aminullah A, penyunting. Update in neonatal infection. Departemen Ilmu kesehatan Anak FKUI-RSCM. 2005. h. 17-31

23. Baltimore RS, Huie SM, Meek JI, Schuchat A, O’Brien KL. Early onset neonatal sepsis in the era of group B streptococcal prevention. Pediatrics. 2009;108:1094-8

24. Haque KN. Definitions of bloodstream infection in the newborn. Pediatr Crit Care Med. 2005: 6:545-9

25. Data based hasil kultur darah divisi perinatologi RSHAM 2008-2010 26. Osrin D, Vergnano S, Costello A. Serious bacterial infections in newborn

infants in developing countries. Curr Opin Infect Dis. 2004;17:217-24 27. Wynn J, CornellTT, Wong HR, Shanley TP, Wheeler DS. The host

response to sepsis and developmental impact. Pediatrics. 2010;125:1031-41

(60)

29. Bochud PY, Calandra T. Clinical review: science, medicine, and the future pathogenesis of sepsis: new concepts and implications for future treatment. BMJ. 2003;326:262-6

30. Puopolo KM. Bacterial sepsis and meningitis. Dalam: Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR, penyunting. Manual of neonatal care. Edisi 6. Philadelphia:Lippincott Williams & Willkins;2008. h. 274-80

31. Cornel TT, WynnJ, Shanley TP, Wheeler DS, Wong RH. Mechanisms and regulation of the gene-expression response to sepsis. J Pediatr. 2010;125:12-48-58

32. Mayor LK, Gonzales QV, O’Sullivan MJ, Hartstein AI, Roger S, Tamayo RN. Comparison of early-onset neonatal sepsis caused by eschericia coli and group B streptococcus. American J of Obstet and Gynecol. 2005;3192:143-7

33. Hoffman DJ, Harris MC. Diagnosis of neonatal sepsis. Dalam: Spitzer AR, penyunting. Intensive care of the fetus and neonate. Philadelphia: Mosby Elsevier, 1996. h.940-50

34. Dear P. Infection in the newborn. Dalam: Rennie JM, penyunting. Roberton’s textbook of neonatology. Edisi ke-4. USA: Elsevier Churchill Livingstone, 2005. h.1011-92

35. Polin RA, Parravicini E, Regan JA, Taeusch HW. Bacterial sepsis and meningitis. Dalam: Taeusch HW, Ballard RA, Gleason CA, penyunting. Avery’s diseases of the newborn. Edisi ke 8. Philadelphia: Elsevier Saunders, 2004. h.551-600

36. Hotchkiss RS, Karl IE. The pathophysiology and treatment of sepsis. N Engl J Med. 2003; 348:138-50

37. Maniaci V, Dauber A, Weiss S, Nylen E, Becker KL, Bachur R. Procalcitonin in young febril infants for the detection of serious bacterial infections. J Pediatr. 2008; 122:701-10

38. Haque K. Management of bacterial infection in the newborn. J Arab Neonatal Forum. 2006; 3:41-5

39. Kite P, Millar MR, Gorham P, Congdon P. Comparison of five test used in diagnosis of neonatal bacteraemia. Arch Dis of Child. 1988; 63:639-43 40. Squire E, Favara B, Todd J. Diagnosis of neonatal bacterial infection:

Hematologic and pathologic findings in fatal and nonfatal cases. J Pediatr. 1979; 64:60-4

41. Mishra UK, Jacobs SE, Doyle LW, Garland SM. Newer approaches to diagnosis of early onset neonatal. Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed. 2006; 91:F208-F212

(61)

43. Viallon A, Guyomarch P, Tardy B, Robert F, Marjolllet O, Caricajo A. Decrease in serum procalcitonin levels over time during treatment of bacterial meningitis. Crit Care Med. 2005; 9:R344-R350

44. Sastre JBL, Solis DP, Serradilla VR, Colomer BF, Cotallo GDC, Castrillo GH. Evaluation of procalcitonin for diagnosis of neonatal sepsis of vertical transmission. BMC Pediatr. 2007; 7:1-9

45. Chiesa C, Pellegrini G, Panero A, Osborn JF, Signore F, Assuma M. C-reactive protein, interleukin-6, and procalcitonin in the immediate postnatal periode:influence of illness severity, risk status, antenatal and perinatal complications, and infection. Clin Chem. 2003; 49:60-8

46. Buchori, Prihatini. Diagnosis sepsis menggunakan prokalsitonin. Ind J Clin Path Med Lab. 2006; 12:131-7

47. Lopez FR, Jimenes AE, Tobon GC, Mote JD, Farias ON. Procalcitonin (PCT), C reactive protein (CRP) and its correlation with severity in early sepsis. Clin. Rev. Opinions. 2011; 3:26-31

48. Pusponegoro HD, Wirya IW, Pudjiadi AH, Bisanto J, Zulkarnain. Uji Diagnostik. Dalam: Sastroasmoro S, Ismael S, penyunting. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi ke-3. Jakarta. Sagung Seto; 2008. h.193-216

49. Maniaci V, Dauber A, Weiss S, Nylen E, Becker KL, Bachur R. Procalcitonin in young febril infants for the detection of serious bacterial infections. J Pediatr. 2008; 122:701-10

50. Standar Operating Procedure. Instalasi Patologi Klinik RSUP.H.Adam Malik, April 2009

51. Martinhot A, Feclere F, Fourur C. Definition, risk factor and outcome of sepsis in children. Dalam: Tibol D, penyunting. Intensive care in childhood a. challenge of the future. Berlin, 2006. h. 230-53

52. Xavier XL, Vargas S, Guerra F, Coronado L. Aplication of new sepsis definition for evaluate outcomeof pediatric patient with severe systemic infection. J. pediatr. 2008: 14; 557-60

53. Tifla LD, Farida D. Hubungan Pola kuman dan kepekaannya terhadap antibiotik. Tesis untuk program pendidikan dokter spesialis patologi klinik. Fakultas kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya.2004

54. Vazzalwar R, Rodrigues EP, Puppala BL, Angst DB, Schweig L. Procalcitonin as a screening test for late-onset sepsis in preterm very low birth weight infants. J. of Pediatr. 2005; 25:397-402

(62)

LAMPIRAN

1. Personil Penelitian

1. Ketua Penelitian

Nama : dr. Nelly

Jabatan : Peserta PPDS Ilmu Kesehatan Anak FK-USU/RSHAM

2. Anggota Penelitian

1. Prof. dr. H. Guslihan Dasa Tjipta, SpA(K) 2. dr. H. Hakimi , SpA(K)

3. dr. H. Emil Azlin, Sp.A 4. dr. Pertin Sianturi, Sp.A

5. dr. Hj. Bugis Mardina Lubis, SpA 6. dr. Hj. Beby Syofiani Hasibuan, SpA 7. dr. Anne Mariana Tupan

8. dr. Darnifayanti

2. Biaya Penelitian

(63)

3. Jadwal Penelitian

WAKTU

KEGIATAN

APRIL 2011

OKTOBER 2011

s/d

FEBRUARI 2012

JUNI 2012

Persiapan Pelaksanaan

(64)

4.LEMBAR PENJELASAN MENGIKUTI PENELITIAN

Yth. Bapak / Ibu ……….

Sebelumnya kami ingin memperkenalkan diri (dengan menunjukkan surat tugas dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU). Nama

(65)

Data dari pasien saya jamin kerahasiaannya dan biaya pemeriksaan akan sepenuhnya ditanggung oleh peneliti.

Jika Bapak / Ibu bersedia agar anaknya diperiksa darahnya secara imunologis (pemeriksaan prokalsitonin) dan kultur darah, maka kami mengharapkan Bapak / Ibu menandatangani lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP).

Demikian yang dapat kami sampaikan. Atas perhatian Bapak / Ibu, kami ucapkan terima kasih.

Hormat kami, Tim Peneliti

(66)

5. LEMBAR PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : ... Umur ... tahun L / P Alamat : ... dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya telah memberikan

PERSETUJUAN

untuk dilakukan pemeriksaan darah terhadap anak saya :

Nama : ... Umur : ...hari L / P

Alamat Rumah : ... yang tujuan, sifat, dan perlunya pemeriksaan tersebut di atas, serta risiko yang dapat ditimbulkannya telah cukup dijelaskan oleh dokter dan telah saya mengerti sepenuhnya.

Demikian pernyataan persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan.

... , ... 2012

Yang memberikan penjelasan Yang membuat pernyataan persetujuan

dr. ... ...

Saksi-saksi : Tanda tangan

(67)

6. KUESIONER PENELITIAN Hari pertama haid terakhir (HPHT) :... Usia kehamilan : ... minggu

Riwayat ibu mendapat obat selama kehamilan :... Riwayat ketuban pecah dini (KPD) :... Riwayat sakit selama kehamilan :... Riwayat ketuban keruh/hijau/bau :... Berat badan lahir : ... gram

Panjang badan lahir : ... cm Jenis persalinan : 1. Spontan

(68)

5 menit :... Caput succadenum : + / -

Cephalmetoma : + / -

Perdarahan : + / - Lokasi : ...

Kelainan kongenital : + / - Kelainan hematologi : + / -

Ikterus : + / - Daerah : ...

Temperatur : ... o Kejang : + / -

C

Muntah : + / - Mencret : + / -

Tipe susu : 1. ASI 2. PASI Cairan infus : 1. Dextrose 5%

2. Dextrose 10%

3. Dextrose 5% + NaCI 0,225%

(69)

RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Nelly

Tempat dan Tanggal Lahir : Bireuen, 2 Desember 1978

Alamat : Jl. Rajawali no 63, Kelurahan Sei Sikambing B, Kecamatan Medan Sunggal, Kotamadya Medan, Indonesia

PENDIDIKAN

Sekolah Dasar : SD Negeri 1 Bireuen, tamat tahun 1991 Sekolah Menengah Pertama : SMP Negeri 1 Bireuen, tamat tahun 1994

Sekolah Menengah Atas : SMU Negeri 1 Bireuen, tamat tahun 1997

Dokter Umum : Fakultas Kedokteran USU Medan,

tamat

tahun 2004

Magister Kedokteran Klinik : Fakultas Kedokteran USU Medan, tamat tahun 2012

1. Pelatihan Penanganan TBC dan Penyakit Kusta di Banda Aceh, tahun 2006, sebagai peserta

(70)

3. Pertemuan Ilmiah Tahunan IV Ilmu Kesehatan Anak di Medan, tahun 2010, sebagai peserta

4. Pertemuan BKGAI di Medan, tahun 2010, sebagai peserta

5. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan V Ikatan Dokter Anak Indonesia Cabang Sumatera Utara, tahun 2012 sebagai peserta

PENELITIAN

1. Prokalsitonin sebagai marker dalam menegakkan diagnosis sepsis pada neonatus

ORGANISASI

Gambar

Tabel 2.1. Perubahan pola kuman penyebab sepsis neonatorum22
Tabel 2.2 Gambaran klinis sepsis neonatorum.22
Gambar 2.3. Kerangka konseptual penelitian
Tabel 4.1.
+3

Referensi

Dokumen terkait

[r]

5 Musyawarah Daerah Partai Politik 2 Tahun 5 Tahun Permanen 6 Laporan kegiatan Partai Politik 2 Tahun 5 Tahun Dinilai Kembali 7 Struktur Organisasi Partai Politik

[r]

Crisp input dari system kontrol logika fuzzy untuk weight feeder adalah sinyal error antara setting point dengan output sensor berat4. Nilai sinyal error tersebut

Engkau telah mengetahui bahwa Ikhwanul Muslimin mengenal Islam sebagai sarana paling mulia untuk membersihkan jiwa, memperbarui rohani, dan menyucikan akhlak. Dari

Sebagai tenaga pendidik sebaiknya jangan hanya menitikberatkan kecerdasan intelektual atau Intelegent Quotient (IQ) peserta didik,tetapi harus

Teknik analisis yang digunakan adalah teknik statistik dan korelasi sederhana dan korelasi ganda.Hasil analisis menunjukkan bahwa: (1) hubungan antara penguasaan bahasa figuratif

ini guru dapat mengetahui bagaimana cara penerapan metode Learning By Doing (belajar melalui pengalaman langsung) sebagai salah satu metode pembelajaran yang dapat