PERBANDINGAN PERANCANGAN PRESTRESSED
CONCRETE DENGAN REINFORCED CONCRETE PADA
RANGKA PORTAL STATIS TAK TENTU
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh
Ujian Sarjana Teknik Sipil
OLEH :
HADI HIDAYAT
06 0404 085
SUBJURUSAN STRUKTUR
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi turut berpengaruh pada dunia konstruksi yang mengalami kemajuan dan peningkatan yang cukup pesat menuju kearah yang lebih baik. Seperti halnya pemakaian kayu yang selama ini digunakan penuh pada setiap pembangunan gedung kini sudah digantikan perannya dengan menggunakan material baja, begitu juga halnya dengan beton bertulang biasa. Setelah diciptakannya struktur prestress, pemakaian beton prestress telah menjadi alternatf pengganti yang cukup efektif untuk digunakan pada suatu konstruksi. Dengan diciptakannya sistem prestress ini, struktur dengan bentang-bentang panjang bukan lagi menjadi suatu masalah yang harus dihadapi, bahkan pemakaian struktur prestress ini sudah menjamur di berbagai penjuru dibelahan dunia.
Pada tugas akhir ini direncanakan rangka portal dengan panjang bentang 16 meter yang didesain menggunakan prestressed concrete yang mengacu pada ketentuan yang tertera pada ACI 318-08, dan kemudian dibandingkan dengan desain menggunakan reinforced concrete yang mengacu pada ketentuan yang tertera pada SNI 03-2847-2002.
Didalam metode perencanaan, terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara perencanaan prestressed concrete dengan perencanaan reinforced concrete yaitu pada perencanaan prestress concrete, gaya prategang pada penampang turut berpengaruh terhadap struktur sehingga menjadi beban tambahan yang perlu diperhitungkan, sedangkan hal tersebut tidak terjadi pada perencanaan reinforced concrete.
Dari hasil perencanaan dapat disimpulkan bahwa portal dengan bentang yang terlalu panjang lebih ekonomis didesain menggunakan Prestressed Concrete dibandingkan dengan Reinforced Concrete bila dilihat dari segi volume beton yang digunakan, serta lebih menghemat ruang yang digunakan karena desain yang menggunakan beton prestress memiliki dimensi beton yang lebih langsing daripada beton biasa.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT, yang
telah memberikan rahmat dan hidayah, serta innayah-Nya hingga terselesaikannya
tugas akhir ini dengan judul “Perbandingan Perancangan Prestressed Concrete
dengan Reinforced Concrete pada Suatu Rangka Portal Statis Tak Tentu”.
Tugas akhir ini disusun untuk diajukan sebagai syarat dalam ujian sarjana
teknik sipil bidang studi struktur pada fakultas teknik Universitas Sumatera Utara
(USU) Medan. Penulis menyadari bahwa isi dari tugas akhir ini masih banyak
kekurangannya. Hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan dan kurangnya
pemahaman penulis. Untuk penyempurnaannya, saran dan kritik dari bapak dan ibu
dosen serta rekan mahasiswa sangatlah penulis harapkan.
Penulis juga menyadari bahwa tanpa bimbingan, bantuan dan dorongan dari
berbagai pihak, tugas akhir ini tidak mungkin dapat diselesaikan dengan baik. Oleh
karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada kedua orang tua yang senantiasa penulis cintai yang dalam
keadaan sulit telah memperjuangkan hingga penulis dapat menyelesaikan
perkuliahan ini.
Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada :
1. Bapak Ir. Daniel Rumbi Teruna, MT. selaku pembimbing, yang telah banyak
memberikan dukungan, masukan, bimbingan serta meluangkan waktu, tenaga
dan pikiran dalam membantu saya menyelesaikan tugas akhir ini.
2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil
3. Bapak Ir. Syahrizal, M.Sc. Selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil
Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Prof. Dr. Ir. Bachrian Lubis, M.Sc ; Bapak Ir. Besman Surbakti, MT dan
Bapak Ir. Sanci Barus, MT selaku pembanding yang telah banyak meluangkan
waktu, tenaga, dan pikiran dalam memberikan bimbingan kepada penulis dalam
menyelesaikan tugas akhir ini.
5. Bapak/Ibu staf pengajar jurusan teknik sipil Universitas Sumatera Utara.
6. Seluruh pegawai administrasi yang telah memberikan bantuan dan kemudahan
dalam penyelesaian administrasi
7. Kedua orang tua penulis Bapak Asnawi dan Ibu Sri Karsita tersayang yang
selalu mendo’akan dan terus memperjuangkan penulis untuk bisa menyelesaikan
tugas akhir ini, juga kakak penulis Iva Hayuni yang telah memnbantu penulis
dan memberi motivasi kepada penulis.
8. Seluruh rekan-rekan mahasiswa-mahasiswi jurusan teknik sipil terutama untuk
teman-teman stambuk 2006 diantaranya (MUSTEKER yaitu Efni Fauzi,
Muntashir Aidil, Fadhly Sasbuhky, Muhadri S, Nuriaman, Ichram, Nasrul amin,
royhan , Dicky, Fadli Munawar, husni, sa’i, zainal, hery sanukri, septian,
wahyudi, haikal, khoir, syawal, ulil), muhajir, Hardiansyah/tosek, alfi,
zulkarnain, Anggi, Andi, Fauzi, didik, tami, yusuf, Fahim, rivan, agung, hary
hadist, Avril, TM. Haikal, M. Atharudin, Joki, sammy, nasib, eka, sintong,
santong, ricky, sinar, yosef, Malvin, Vega, Hotmasterman, Afdol serta stambuk
2006 lain yang tak tersebutkan penulis minta maaf kalian merupakan
sahabat-sahabat terbaikku yang memberi motivasi tersendiri bagi penulis.. Adik-adik
stambuk 2008, 2009, 2010. Abang/kakak saya stambuk 2002, 2003, 2004, 2005,
terima kasih atas masukannya selama ini.
9. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada bang Sigit, bang woyo, dan wak udin
karena dengan bantuan mereka penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.
Akhir kata penulis mengharapkan tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Agustus 2011
Hadi Hidayat
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ... i
Abstrak ... iii
Daftar Isi ... iv
Daftar Tabel ... viii
Daftar Gambar ... x
Daftar Notasi ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
I.1. Umum ... 1
I.2. Permasalahan ... 4
I.3. Tujuan dan Manfaat ... 7
I.4. Pembatasan Masalah ... 7
I.5. Metode Penulisan ... 8
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9
II.1. Prinsip Dasar Prategang ... 9
II.2. Material Beton Prategang ... 11
II.2.1. Beton .. …………. ……… 11
II.2.2. Baja Prategang ... 14
II.3. Penampang Penampang Beton Prategang ... 20
II.4. Sistem Prategang dan Pengangkeran ... 23
II.4.1. Sistem Pratarik dan Pasca Tarik ... 28
II.4.1.1. Sistem Pratarik (Pretensioning) ... 28
II.5. Analisa Prategang ... 32
II.5.1.a. Tendon Konsentris ... 33
II.5.1.b. Tendon Eksentris ... 34
II.6. Keuntungan Beton Prategang dibanding beton bertulang ... 36
II.7.Keuntungan Beton Prategang Pada Sruktur Statis Tak Tentu ... 38
II.8. Rangka Portal Beton Statis Tak Tentu ... 39
II.9. Definisi Pembebanan ... 41
II.9.1. Beban dan Aksi yang bekerja ... 41
II.9.1.1. Beban Primer ... 41
II.9.1.1.a. Beban Mati Primer ... 42
II.9.1.1.b. Beban Mati Tambahan ... 42
II.9.1.1.c. Beban Hidup ... 42
II.9.1.2. Beban Sekunder ... 42
II.9.1.3. Metode Deformasi Konsisten ……….. 42
II.9.1.4. Beban Tersier ... 45
II.9.1.5. pengaruh Deformasi Aksial dan Momen Tersier ... 45
II.10. Desain Penampang Beton Prategang Terhadap Lentur ... 47
II.10.1. Modulus Penampang Minimum ... 48
II.10.2. Analisa Tegangan pada Peanmpang Beton Prategang ... 50
II.10.2..a. Analisa Tegangan pada penampang T ganda ... 50
II.11.Desain Tendon ... 55
II.12. Selubung Eksentrisitas yang membatasi ... 55
BAB III ANALISA PERMODELAN ... 59
III.1. Permodelan struktur ... 59
III.2. Tahap Perencanaan ... 59
III.3. Building Code ... 60
III.4. Syarat-syarat Batas pada beton prategang ………...60
III.5. Penyajian Data Dimensi Portal ...63
III.6. Penyajian Data Balok Prestress Precast T ganda ...64
III.6.1. Data Bahan ...64
III.6.2. Data Pembebanan ...65
III.6.2.1. Beban Mati Rencana ………..65
III.6.2.2. Beban Hidup Rencana ………66
III.6.2.3. Beban Mati Tambahan ………67
III.7. Kombinasi Pembebanan ………...………67
III.8. Permodelan Perletakan ………..68
BAB IV PEMBAHASAN ... 69
IV.1. Perencanaan Balok Prestress T ganda ... 69
IV.1.1.Pembebanan pada Balok Prestress T ganda ……...…..72
IV.1.1.1. Beban Mati Rencana ………...………... 72
IV.1.1.2. Beban Hidup Rencana ……… IV.1.1.3. Beban Mati Tambahan ………...…… 74
IV.1.2. Pemilihan Penampang ... 71
IV.1.3. Analisis Penampang ... 72 69 70
IV.1.3.1. Analisis Penampang Pada Saat Transfer ... 72
IV.1.3.2. Analisis Penampang Pada Saat Final ... 74
IV.1.4. Kehilangan Prategang (Losses) ... 77
IV.1.5. Kehilangan Prategang Total ... 77
IV.1.5.a. Kehilangan Prategang akibat deformasi elastis ... 77
IV.1.5.b. Kehilangan Prategang Akibat Rangkak ... 77
IV.1.5.c. Kehilangan Prategang Akibat Susut ... 77
IV.1.5.d. Kehilangan Akibat Relaksasi Tegangan ... 77
IV.1.6. Penentuan Daerah Aman Kabel ... 77
IV.1.7. Penempatan Kabel Tendon pada Profil ... 86
IV.2. Perencanaan Rangka Tumpuan Presressed Concrete ... 90
IV.2.1. Momen Primer ... ……… IV.2.1.1. Analisa Perhitungan Momen ... 94
IV.2.1.2. Karakteristik Beban ... 94
IV.2.2. Momen Sekunder ... 101
IV.2.3. Momen Tersier ... 103
IV.2.4. Analisis Tegangan ... 106
IV.2.5. Perencanaan Kabel Tendon Pada Penampang ... 108
IV.2.6. Penambahan Tulangan Non Prategang ... 111
IV.3. Rangka Tumpuan Reinforced Concrete ... 114
IV.3.1. Analisa Perhitungan Momen ... 114
IV.3.2. Karakteristik Beban ... 115
IV.3.4. Perhitungan Tulangan Geser Balok ... 126
IV.3.5. Perencanaan Kolom Beton Bertulang ... 130
IV.4. Rangkuman Hasil Perancangan beton Prestress dengan Beton Bertulang ... 133
IV.5. Perbandingan Tinggi balok terhadap panjang bentang ... 134
IV.5. 1. Prestressed Concrete ... 134
IV.5. 2. Reinforced Concrete ... 135
IV.6. Perbandingan Desain Struktur ... 135
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 137
V.1. Kesimpulan ... 137
V.2. Saran ... 138
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel.II.1 : Strand Standar Tujuh Kawat Untuk Beton Prategang ... 19
Tabel.II.2 : Besaran dan kuat desain strands prategang ... 20
Tabel.II.3 : Tipikal Baja Prategang ... 20
Tabel.II.4 : Produk Integral Untuk Koefisien Pengaruh Fleksibilitas ... 44
Tabel III.1 : Data bahan yang digunakan dalam perencanaan balok T ganda 64 Tabel.III.2 : Beban Hidup rencana yang akan digunakan ……… ... . 66
Tabel. III.3 : Jenis-jenis beban Mati di Atap ……… .... ...67
Tabel.IV.1 : Jenis-jenis kehilangan prategang ... 77
Tabel.IV.2 : Koefisien Nilai C ... 81
Tabel.IV.3 : koefisien nilai ... 82
Tabel.IV.4 : Perhitungan Batas-batas daerah aman kabel ... 86
Tabel.IV.5 : Perhitungan Momen maksimum pada portal prestreesed concrete ... 101
Tabel.IV.6 : Distribusi Momen pada pehitungan momen tersier ... 104
DAFTAR GAMBAR
Gambar.I.1 : Konstruksi Bangunan yang menggunakan beton prestress ... 6
Gambar I.2 : Konstruksi Bangunan yang menggunakan beton prestress ... 6
Gambar.II.1 : Prinsip-prinsip prategang linier dan melingkar ... 10
Gambar.II.2 : Diagram tegangan dan regangan pada beton ... 14
Gambar.II.3 : Jenis-jenis baja yang dipakai untuk beton prestress ... 16
Gambar.II.4 : Diagram Tegangan dan reangan pada kawat tunggal ... 17
Gambar.II.5 : Diagram Tegangan dan reangan pada untaian kawat ... 17
Gambar.II.6 : Diagram Tegangan dan reangan pada baja tulangan ... 18
Gambar.II.7 : Strand 7 kawat standar yang dipadatkan ... 18
Gambar II.8 : Berbagai jenis penampang beton prategang ... 21
Gambar II.9 : Berbagai jenis penampang beton prategang berikut bentuk penampang tumpuannya ... 22
Gambar II.10 : Penggunaan beton prategang penampang T ganda pada konstruksi ... 23
Gambar II.11 : Bangunan gudang yang menggunakan beton prestress ... 23
Gambar II.12 : Sistem pengangkeran pratarik ... 24
Gambar II.13 : Sistem perakitan kabel prategang ... 24
Gambar II.14 : Kabel tendon sesaat sebelum diberi gaya prategang ... 25
Gambar II.15 : Sistem pengangkeran pasca tarik ... 26
Gambar II.16 : Pengerjaan pemberian tegangan pada tendon ... 26
Gambar II.17 : Jenis-jenis pengangkeran ... 27
Gambar. II.19 : Proses prategang beton pratarik ... 29
Gambar. II.20 : Proses prategang beton pasca tarik ... 30
Gambar. II.21 : Proses prategang termo listrik ... 31
Gambar. II.22 : Prategang konsentris ... 33
Gambar. II.23 : Distribusi tegangan tendon konsentris ... 33
Gambar. II.24: Distribusi tegangan tendon eksentris ... 34
Gambar. II.25 : gaya-gaya penyeimbang beban pada tendon parabola ... 35
Gambar. II.26 : Pembangunan Konstruksi mengguanakan beton prategang ... 38
Gambar. II.27 : Rangka struktur tipikal ... 40
Gambar. II.28 : Pengaruh perpendekan aksial ... 46
Gambar. II.29 : Perletakan batas-batas pada penampang ... 62
Gambar. II.30 : Penentuan selubung cgs ... 73
Gambar. II.31 : selubung yang memungkinkan terjadinya tarik diserat beton ekstrim ... 62
Gambar.III.1 : Sketsa portal yang akan direncanakan ... 59
Gambar.III.2 : Permodelan perletakan pada struktur balok T ganda dan pada portal berikut sistem pembebanannya ... 68
Gambar.IV.1 : Penampang balok prategang Pretopped Double Tee ... 69
Gambar.IV.2 : Profil penampang PCI 12LDT34 ... 71
Gambar.IV.3 : Grafik daerah aman kabel ... 71
Gambar.IV.4 : Penempatan kabel pada penampang ditumpuan ... 71
Gambar.IV.5 : Penempatan kabel pada penampang ditengah bentang ... 71
Gambar.IV.6 : Potongan penampang ditumpuan ... 88
Gambar.IV.8 : Potongan Portal tampak depan ... 89
Gambar.IV.9 : Diagram produk integral pada portal ... 89
Gambar.IV.10 : Momen Sekunder ... 89
Gambar.IV.11 : Momen Tersier ... 89
Gambar.IV.12 : Desain tendon prategang dibalok dan kolom ... 89
Gambar.IV.13: Penampang balok prategang ditumpuan dan ditengah lapangan 89 Gambar.IV.14 : Penampang kolom prategang ... 89
Gambar.IV.15: Penampang balok beton bertulang ... 89
Gambar.IV.16: Penampang kolom beton bertulang ... 89
Gambar.IV.17: Desain struktur dengan rangka portal beton prategang ... 89
Gambar.IV.18: Desain struktur dengan rangka portal beton bertulang ... 89
Gambar.IV.19: Desain struktur dengan rangka portal beton prategang ... 89
DAFTAR NOTASI
A = Luas potongan melintang batang beton
Agr = Luas penampang bruto kolom (mm2)
Ast = luas tulangan (mm2)
Ar = Luas penampang tulangan longitudinal (mm2)
Ast total = Luas tulangan total
= Luas tuangan prategang di daerah tarik
Av = Luas tulangan geser
b = Lebar penampang
cb = jarak dari pusat berat penampang (garis cgc) ke serat bawah
ct = jarak dari pusat berat penampang (garis cgc) ke serat atas
d = Jarak dari serat tekan terluar ke pusat tulangan tarik
d’ = Jarak dari serat tekan terluar ke pusat tulangan tekan
ds = unsur panjang dari suatu bidang
e = eksentrisitas tendon dari pusat berat penampang beton, cgc
Ec = Modulus elastisitas beton (MPa)
EI = ketegaran lentur dari penampang
= Tegangan di serat atas
= Tegangan di serat bawah
′ = Kuat tekan beton
′ = Kuat tekan beton pada saat prategang awal
= Tegangan tekan izin maksimum di beton pada kondisi beban kerja
= Tegangan tarik izin maksimum di beton segera sesudah transfer dan
sebelum terjadi kehilangan
= Tegangan tarik izin maksimum dibeton sesudah semua kehilangan
pada taraf beban kerja
= Tegangan awal pada tendon
= Prategang efektif pada tendon
= Tegangan awal pada tendon
= Kuat tarik tendon yang ditetapkan
= koefisien pengaruh fleksibilitas yang memberikan perubahan
kedudukan yang terjadi dititik i, akibat suatu reaksi satuan dititik j.
fy = Tegangan leleh penampang (Mpa)
fc’ = Kuat tekan karakteristik beton (Mpa)
f atas = Prategang pada beton yang ditimbulkan pada serat paling atas dan
f bawah = Prategang pada beton yang ditimbulkan pada serat paling bawah
h = Tinggi penampang
i = Jari-jari girasi
I = Inersia profil
= Jarak antara sumbu netral penampang (c.g.c) ke serat bawah
penampang yang berbatasan dengan pusat kern
= Jarak antara sumbu netral penampang (c.g.c) ke serat atas penampang
yang berbatasan dengan pusat kern
′ = jarak antara sumbu netral penampang (c.g.c) ke batas maksimum kern
L = Panjang bentang
= momen akibat suatu reaksi satuan dititik i
= momen akibat suatu reaksi satuan dititik j
= momen akibat beban luar pada struktur
= Momen luar
MT = momen total (MD + MSD + ML)
MD = momen akibat berat sendiri
MSD = momen akibat beban mati tambahan, seperti lantai
ML = momen akibat beban hidup
Mu = Momen lentur perlu
= Momen yang terjadi di lapangan (tengah bentang)
= Momen yang terjadi di tumpuan
N = Beban putus pada tendon prategang
Nu = Kuat tekan perlu
P = Gaya Prategang ( positif apabila menghasilkan tekanan langsung)
! = Gaya Prategang dibalok
!" = Gaya Prategang dikolom
Pi = Prategang awal
Pe = Prategang efektif sesudah kehilangan
Q = Kapasitas geser untuk penghubung geser (N)
r = Jari-jari kelengkungan
rmin = Jari-jari girasi terkecil
r2 = kuadrat dari jari-jari girasi
Smin = Jarak sengkang minimum
Sb = modulus penampang bawah beton
St = modulus penampang atas beton
# = Perubahan kedudukan dititik I yang disebabkan oleh beban luar
V = Gaya lateral desain total atau geser di dasar struktur
Vc = Kuat geser nominal pada beton
Vs = Kuat geser nominal tulangan geser
Vu = Gaya geser perlu
$ = Momen lembam
yt = Jarak antara serat paling atas terhadap titik berat panampang
yb = Jarak antara serat paling bawah terhadap titik berat panampang
Zt = Momen penampang serat paling atas
Zt = Momen penampang serat paling bawah
% = Rasio prategang residual & = Rasio penulangan tarik
&′ = Rasio penulangan tekan & = Rasio penulangan minimum & " = Rasio penulangan maksimum ' = Factor reduksi kekuatan
∆ = Perpindahan
( = Tegangan pada sumbu netral penampang pada saat Prategang efektif
( = Tegangan pada sumbu netral penampang pada saat Prategang awal
() = Tegangan tekan izin maksimum pada sat prategang efektif (pada saat
() = Tegangan tekan izin maksimum pada sat prategang awal ( = Tegangan tarik izin maksimum pada sat prategang awal
( = Tegangan tarik izin maksimum pada sat prategang efektif (pada saat
beban kerja)
ABSTRAK
Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi turut berpengaruh pada dunia konstruksi yang mengalami kemajuan dan peningkatan yang cukup pesat menuju kearah yang lebih baik. Seperti halnya pemakaian kayu yang selama ini digunakan penuh pada setiap pembangunan gedung kini sudah digantikan perannya dengan menggunakan material baja, begitu juga halnya dengan beton bertulang biasa. Setelah diciptakannya struktur prestress, pemakaian beton prestress telah menjadi alternatf pengganti yang cukup efektif untuk digunakan pada suatu konstruksi. Dengan diciptakannya sistem prestress ini, struktur dengan bentang-bentang panjang bukan lagi menjadi suatu masalah yang harus dihadapi, bahkan pemakaian struktur prestress ini sudah menjamur di berbagai penjuru dibelahan dunia.
Pada tugas akhir ini direncanakan rangka portal dengan panjang bentang 16 meter yang didesain menggunakan prestressed concrete yang mengacu pada ketentuan yang tertera pada ACI 318-08, dan kemudian dibandingkan dengan desain menggunakan reinforced concrete yang mengacu pada ketentuan yang tertera pada SNI 03-2847-2002.
Didalam metode perencanaan, terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara perencanaan prestressed concrete dengan perencanaan reinforced concrete yaitu pada perencanaan prestress concrete, gaya prategang pada penampang turut berpengaruh terhadap struktur sehingga menjadi beban tambahan yang perlu diperhitungkan, sedangkan hal tersebut tidak terjadi pada perencanaan reinforced concrete.
Dari hasil perencanaan dapat disimpulkan bahwa portal dengan bentang yang terlalu panjang lebih ekonomis didesain menggunakan Prestressed Concrete dibandingkan dengan Reinforced Concrete bila dilihat dari segi volume beton yang digunakan, serta lebih menghemat ruang yang digunakan karena desain yang menggunakan beton prestress memiliki dimensi beton yang lebih langsing daripada beton biasa.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Umum
Konstruksi bangunan dimasa sekarang ini telah mengalami kemajuan dan
peningkatan yang pesat. Hal ini dilihat dengan semakin banyaknya bermunculan
perubahan perubahan dari segi pembangunan yang telah menuju kearah yang lebih
baik. Seperti halnya struktur kayu yang sudah digantikan pemakaiannya oleh struktur
baja, begitu juga dengan pemakaian beton yang sudah mengalami perkembangan
dengan dipakainya beton pra tegang (prestress) pada berbagai jenis bangunan seperti
pembangunan jembatan, apartemen, hotel, gedung-gedung bertingkat untuk
perkantoran serta bangunan lainnya.
Pada konstruksi bangunan-bangunan tersebut, biasanya digunakan pemakaian
bahan-bahan seperti : beton, besi, baja, kayu, dan bahan-bahan pelengkap lainnya.
Beton memiliki peranan penting yang menjadi dasar dari sebuah konstruksi
bangunan. Bahan dasar dari beton ini terdiri dari agregat kasar ditambah dengan
agregat halus dan dicampur dengan semen. Apabila beton diberi tulangan, maka
disebut beton bertulang, sehingga beton yang tadinya memiliki kekuatan tarik rendah
menjadi beton yang memiliki kekuatan tarik yang diperlukan.
Seiring dengan perkembangan teknologi dan semakin banyaknya para ahli
yang berupaya untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan yang dimiliki beton
bertulang maka pada tahun 1886, beton prategang mulai ditemukan dan diterapkan
telah dibuat hak paten dari konstruksi beton prategang yang dipakai untuk pelat dan
atap. Pada waktu yang hampir bersamaan yaitu pada tahun 1888, C.E.W. Doehting
dari Jerman memperoleh hak paten untuk memprategang pelat beton dari kawat baja,
tetapi gaya prategang yang diterapkan dalam waktu yang singkat menjadi hilang
karena rendahnya mutu dan kekuatan baja. Permasalahan ini akhirnya diselesaikan
dan disempurnakan oleh Eugen Freyssinet dari Prancis, dimana ia telah menemukan
pentingnya kehilangan gaya prategang dan usaha untuk mengatasinya, hingga
kemudian pada tahun 1940 diperkenalkan system prategang yang pertama dengan
bentang 47 meter di Philadelphia (Walnut Lane Bridge). Dalam bidang teknik sipil ia
dipandang telah berjasa karena telah memperkenalkan dan mengembangkan kawat
baja berkekuatan tinggi disamping beton mutu tinggi sebagai beton prategang, yang
kemudian dipatenkan dan sejak itu penggunaan system beton prategang berkembang
dengan pesat.
Sistem prategang ini dapat memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada
pada beton bertulang seperti terjadinya lendutan dan retak-retak rambut pada beban
kerja, dan disamping itu juga dapat menambah efisiensi salam pelaksanaan kerja.
Pada beton prategang, peranan tulangan digantikan dengan suatu kawat yang
dinamakan tendon. Tendon dan beton bermutu tinggi dapat memikul beban yang
sangat besar, sehingga ukuran dari bagian penampang struktur dapat diperkecil
sehingga menjaikannya lebih ekonomis.
Struktur beton pratrgang didefenisikan sebagai suatu system struktur beton
khusus dengan cara memberikan tegangan awal tertentu pada komponen sebelum
Dalam perkembangannya struktur beton prategang diklasifikasikan menjadi
dua yakni; system pra-tarik (pre-tension) dan system pasca-tarik (post-tension).
System pre-tension berarti penarikan baja dilakukan terlebih dahulu, kemudian beton
mulai dicor. Sedangkan system post-tension berarti penarikan baja yang dilakukan
setelah beton dicor dan mengeras. Menurut pemberian gaya prategangnya, beton
prategang diklasifikasikan menjadi full prestressing dan partial prestressing. Full
prestressing berarti, pemberian tegangan dilakukan secara penuh dan tidak boleh
adanya tegangan tarik pada penampang, sedangkan pada partial prestressing,
pemberian tegangan dilakukan sebagian dan diperbolehkan adanya tegangan tarik
sampai batasan yang telah ditentukan, dimana pada partial prestressing ini diperluakn
pemasangan beberapa tulangan baja.
Perkembangan historis beton prategang sebenarnya dimulai dengan cara yang
berbeda dimana gaya prategang yang dibuat hanya ditujukan untuk menciptakan
tekan permanen pada beton guna memperbaiki kekuatan tariknya. Kemudian menjadi
lebih jelas bahwa memberikan gay gaya prategang pada baja juga penting untuk
pemanfaatan baja mutu tinggi yang efisien. Memberikan gaya prategang berarti
membuat tegangan yang permanen didalam struktur dengan tujuan memperbaiki
perilaku dan kekuatannya pada bermacam-macam pembebanan.
Sistem prategang yang digunakan pada baja atau beton, tujuan pokoknya
adalah untuk menimbulkan tegangan atau regangan yang dikehendaki pada struktur,
dan untuk mengimbangi tegangan dan regangan yang tidak dikehendaki. Pada beton
prategang, baja sebelumnya ditarik terlebih dahulu untuk mencegah terjadinya
pemanjangan yang berlebihan pada saat pembebanan, sementara beton ditekan untuk
1.2. Permasalahan
Beton adalah suatu bahan yang mempunyai kekuatan yang tinggi terhadap
tekan, tetapi sebaliknya mempunyai kekuatan relatif sangat rendah terhadap tarik,
hal ini menyebabkan beton memiliki kelemahan jika digunakan pada struktur
berbentang yang terlalu panjang.
Pada saat ini, aplikasi penggunaan beton bertulang pada bentang-bentang
yang panjang biasanya menggunakan beton yang telah mengalami perubahan ukuran
dimensi pada penampangnya menjadi lebih besar, hal ini disebabkan karena beton
yang berukuran langsing tidak dapat menahan beban pada bentang yang terlalu
panjang, sehingga ukuran beton ditambah dan mengakibatkan bertambahnya volume
beton tersebut sehingga berat sendirinya akan menjadi lebih besar dan akan
menghasilkan lendutan yang besar pula. Hal ini menyebabkan Beton tidak bekerja
secara efektif didalam penampang-penampang struktur beton bertulang, hanya
bagian tertekan saja yang efektif bekerja, sedangkan bagian beton yang retak
dibagian tertarik tidak bekerja efektif dan hanya merupakan beban mati yang tidak
bermanfaat.
Hal inilah yang menyebabkan tidak dapatnya diciptakan struktur-struktur
beton bertulang dengan bentang yang panjang secara ekonomis, karena terlalu
banyak beban mati yang tidak efektif. Disamping itu, retak-retak disekitar baja
tulangan bisa berbahaya bagi struktur karena merupakan tempat meresapnya air dan
udara luar kedalam baja tulangan sehingga terjadi karatan. Putusnya baja tulangan
akibat karatan berakibat fatal bagi struktur. Oleh karena itu penggunan beton
dipandang tidak ekonomis. Dengan kekurangan-kekurangan yang dirasakan pada
struktur beton bertulang seperti yang telah diuraikan maka timbul gagasan untuk
menggunakan kombinasi-kombinasi bahan beton secara lain, yaitu dengan
memberikan pratekanan pada beton melalui kabel baja (tendon) yang ditarik atau
biasa disebut beton pratekan. Beton pratekan ini kemudian menjadi salah satu
alternative yang paling tepat digunakan untuk struktur berbentang panjang sebagai
bahan pengganti beton bertulang.
Hal ini kemudian mendorong penulis untuk berencana mendesain sebuah
struktur portal bangunan yang memiliki bentang yang panjang dan didesain
menggunakan beton prategang. Dengan menggunakan beton prategang ini beton
dapat didesain dengan bentuk yang langsing sehingga lebih aman terhadap lendutan
dan juga baik dari segi ekonomis.
Gbr.I.2 Desain Rangka Portal Beton Prategang
Gambar. I.3. Konstruksi bangunan yang menggunakan beton prategang (tampak depan )
(Sumber: Beton Prategang, Edward G. Nawy)
Gambar. I.4. Konstruksi bangunan yang menggunakan beton prategang (tampak samping )
1.3. Tujuan dan manfaat
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan tugas akhir ini antara lain:
1. Agar mahasiswa dapat merencanakan dan mendesain rangka portal beton
prestress
2. Agar dapat membandingkan cara perhitungan, serta efisiensi penggunaan
beton prestress dengan beton bertulang.
3. Tujuan lain adalah membuka wawasan kepada masyarakat, khususnya kaum
intelektual seperti mahasiswa, maupun para kontraktor bangunan bahwa
beton prategang dapat dijadikan alternative pengganti beton bertulang
Tugas akhir ini diharapkan bermanfaat bagi :
1. Pihak-pihak atau mahasiswa yang membahas hal yang sama
2. Pihak-pihak yang membutuhkan informasi dan mempelajari hal yang dibahas
pada laporan tugas akhir ini
1.4. Pembatasan Masalah
Karena luasnya cakupan masalah dalam pembahasan tugas akhir ini maka
penulis membuat beberapa batasan masalah yang sesuai dengan tingkat pendidikan
penulis. Pada penulisan tugas akhir ini, batasan-batasan yang digunakan adalah :
1. Model struktur yang digunakan untuk desain adalah portal bidang diatas dua
2. Beban yang dipakai adalah beban mati (struktur bangunan) dan beban hidup.
3. Untuk menentukan momen-momen dalam yang bekerja pada portal dibantu
menggunakan program komputer untuk struktur seperti SAP 2000 .
4. Dimensi dan mutu beton serta tulangan yang dipakai pada balok dan kolom
dirancang dan ditetapkan oleh perancang sendiri.
5. Portal didesain dengan menggunakan prestressed concrete kemudian
dibandingkan dengan desain reinforced concrete.
1.5. Metode penulisan
Dalam penyusunan tugas akhir ini penulis menggunakan beberapa metode
penulisan, diantarnya adalah :
1. Metode study literature, yaitu mencari acuan dan petunjuk sebagai bahan
masukan dari buku-buku daftar pustaka yang berisi formula – formula dari para
ahli struktur ditambah dengan bantuan program komputer untuk menambah
ketelitian dalam proses perhitungan.
2. Metode studi bimbingan, yaitu mengadakan konsultasi dengan dosen
pembimbing tugas akhir yang memegang peranan penting dalam penulisan
tugas akhir ini, dan yang terakhir adalah berkonsultasi dengan teman maupun
rekan sejawat tentang tugas akhir sekaligus mengumpulkan data-data yang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Prinsip Dasar Prategang
Beton adalah suatu bahan yang mempunyai kekuatan yang tinggi terhadap
tekan, tetapi sebaliknya mempunyai kekuatan relatif sangat rendah terhadap tarik,
sedangkan baja adalah suatu material yang mempunyai kekuatan tarik yang sangat
tinggi. Dengan mengkombinasikan beton dan baja sebagai bahan struktur, maka
tegangan tekan dipikulkan kepada beton sementara tegangan tarik dipikulkan kepada
baja.
Pada struktur dengan bentang yang panjang, struktur bertulang biasa tidak
cukup untuk menahan tegangan lentur sehingga terjadi retak-retak di daerah yang
mempunyai tegangan lentur, geser, atau puntir yang tinggi. Timbulnya retak-retak
awal pada beton bertulang disebabkan oleh ketidakcocokan (non compatibility)
dalam regangan-regangan baja dan beton, hal ini yang merupakan titik awal
dikembangkannya suatu material baru seperti beton prategang.
Beton prategang pada dasarnya merupakan beton dimana tegangan-tegangan
internal dengan besar serta distribusi yang sesuai diberikan sedemikian rupa sehingga
tegangan-tegangan yang diakibatkan oleh beban-beban luar diberikan perlawanan
hingga pada suatu kondisi yang diinginkan. Pada batang beton bertulang, prategang
Pada proses pembuatan tong kayu yang diperkuat dengan sabuk logam serta
pemasangan sabuk logam disekeliling roda kayu menunjukkan bahwa seni
prategangan telah dipraktekkan sejak zaman dahulu. Pemberian gaya prategang,
bersama besarnya, ditentukan terutama berdasarkan jenis sistem yang dilaksanakan
dan panjang bentang serta kelangsingan yang dikehendaki. Gaya pratengang yang
diberikan secara longitudinal di sepanjang atau sejajar dengan sumbu komponen
[image:30.595.141.520.310.578.2]struktur, maka prinsip-prinsip prategang dikenal sebagai pemberian prategang linier.
Gambar II.1 Pinsip-prinsip Prategang Linier dan Melingkar. (a) Pemberian prategang linier pada
sederetan blok untuk membentuk balok. (b) Tegangan tekan di penmpang tengah bentang C dan penampang Atau B. (c) Pemberian prategang melingkar pada gentong kayu dengan pemberian tarik pada pita logam. (d) Prategang melingkar pada satu papan kayu. (e) Gaya tarik F pada detengah pita
Gambar II.1 menjelaskan bahwa aksi pemberian prategang pada kedua
sestem structural dan respon tegangan yang dihasilkan. Pada bagian (a), blok-blok
beton bekerja bersama sebagai sebuah balok pembarian gaya prategang tekan P. Pada
blok-blok tersebut kemungkinan tergelincir pada arah vertikal yang mensimulasikan
kegagalan gelincir geser, pada kenyataan tidak demikian karena adanya gaya
longitudinal P. Dengan cara yang sama, papan-papan kayu di dalam bagian (c)
kelihatan dapat terpisah satu sama lain sebagai akibat adanya tekanan yang radial
internal yang bekerja padanya. Akan tetapi, karena adanya prategang tekan yang
diberikan oleh pita logam sebagai prategang melingkar, papan-papan tersebut tetap
menyatu.
II.2. Material Beton Prategang
II.2.1 Beton
Beton adalah campuran dari semen, air, dan agregat serta suatu bahan
tambahan. Setelah beberapa jam dicampur, bahan-bahan tersebut akan langsung
mengeras sesuai bentuk pada waktu basahnya. Beton yang digunakan untuk beton
prategang adalah yang mempunyai kekuatan tekan yang cukup tinggi dimana ′) beton minimal 30Mpa. Kuat tekan yang tinggi diperlukan untuk menahan tegangan
tekan pada serat tertekan, pengangkuran tendon, mencegah terjadinya keretakan,
mempunyai modulus elastisitas yang tinggi dan mengalami rangkak lebih kecil.
Beton adalah meterial yang kuat terhadap kondisi tekan, akan tetapi material
yang lemah terhadap kondisi tarik. Kuat tarik beton bervariasi mulai dari 8 sampai 14
retak lentur pada taraf pembebanan yang masih rendah. Untuk mengurangi atau
mencegah berkembangnya retak tersebut, gaya konsentris atau eksentris diberikan
dalam arah longitudinal elemen struktural. Gaya ini mencegah berkembangnya retak
dengan cara mengeliminasi atau sangat mengurangi tegangan tarik di bagian
tumpuan dan daerah kritis pada kondisi beban kerja sehingga dapat meningkatkan
kapasitas lentur, geser, dan torsional penampang tersebut. Penampang dapat
berperilaku elastis, dan hampir semua kapasitas beton dalam memikul tekan dapat
secara efektif dimanfaatkan di seluruh tinggi penampang beton pada saat semua
beban bekerja di struktur tersebut.
Gaya longitudinal yang diterapkan tersebut di atas disebut gaya prategang,
yaitu gaya tekan yang memberikan prategang pada penampang di sepanjang bentang
suatu elemen struktural sebelum bekerjanya beban mati dan beban hidup transversal
atau beban hidup horizontal transien. Gaya prategang ini berupa tendon yang
diberikan tegangan awal sebelum memikul beban kerjanya, yang berfungsi
mengurangi atau menghilangkan tegangan tarik pada saat beton mengalami beban
kerja, mengantikan tulangan tarik pada struktur beton bertulang biasa.
Pada beton bertulang biasa, gaya tarik yang berasal dari momen lentur
ditahan oleh lekatan yang terjadi antara tulangan dan beton. Akan tetapi, tulangan di
dalam komponen struktur beton bertulang tidak memberikan gaya dari dirinya pada
komponen struktur tersebut, suatu hal yang berlawanan dengan aksi baja (tendon)
prategang yang menghasilkan gaya dari dirinya sehingga memungkinkan pemulihan
retak dan defleksi akibat momen lentur tersebut. Pemberian gaya prategang berupa
tendon, guna mengurangi atau menghilangkan tegangan tarik, ini yang dikenal sebagi
Beton prategang adalah material yang sangat banyak digunakan dalam
kontruksi. Beton prategang pada dasarnya adalah beton di mana tegangan-tegangan
internal dengan besar serta distribusi yang sesuai diberikan sedemikian rupa sehingga
tegangan-tegangan yang diakibatkan oleh beban-beban luar dilawan sampai suatu
tingkat yang diinginkan. Prategang meliputi tambahan gaya tekan pada struktur
untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan gaya tarik internal dan dalam hal ini
retak pada beton dapat dihilangkan.
Pada beton bertulang, prategang pada umumnya diberikan dengan menarik
baja tulangan. Gaya tekan disebabkan oleh reaksi baja tulangan yang ditarik,
mengakibatkan berkurangnya retak, elemen beton prategang akan jauh lebih kokoh
dari elemen beton bertulang biasa. Prategangan juga menyebabkan gaya dalam yang
berlawanan dengan gaya luar dan mengurangi atau bahkan menghilangkan lendutan
secara signifikan pada struktur.
Beton yang digunkan dalam beton prategang adalah mempunyai kuat tekan
yang cukup tinggi dengan nilai f’c min K-300, modulus elastis yang tinggi dan
mengalami rangkak ultimit yang lebih kecil, yang menghasilkan kehilangan
prategang yang lebih kecil pada baja. Kuat tekan yang tinggi ini diperlukan untuk
menahan tegangan tekan pada serat tertekan, pengangkuran tendon, mencegah
terjadinya keretakan. Tipikal diagram tegangan-regangan beton dapat dilihat pada
gambar II.2. Pemakaian beton berkekuatan tinggi dapat memperkecil dimensi
penampang melintang unsur-unsur struktural beton prategang. Dengan berkurangnya
berat mati material, maka secara teknis maupun ekonomis bentang yang lebih
Gambar II.2 Diagram Tegangan Regangan Pada Beton
Perubahan bentuk pada beton adalah langsung dan tergantung pada waktu.
Pada beban tetap, perubahan bentuk bertambah dengan waktu dan jauh lebih besar
dibandingkan harga langsungnya. Susut tidak disebabkan oleh tegangan, tetapi
merupakan akibat dari hilangnya air dalam proses pengeringan beton, sementara
rangkak oleh bekerjanya tegangan. Susut dan rangkak menyebabkan perubahan
bentuk aksial, kelengkungan pada penampang, kehilangan tegangan lokal antara
beton dan baja, redistribusi aksi internal pada struktur statis tertentu.
II.2.2 Baja Prategang
Untuk penggunaan pada beban layan yang tinggi, penggunaan baja tulangan
(tendon) dan beton mutu tinggi akan lebih efisien. Hanya baja dengan tegangan
elastis tinggi yang cocok digunakan pada beton prategang. Penggunaan baja tulangan
mutu tinggi bukan saja merupakan suatu keuntungan, tetapi merupakan suatu Regangan
keharusan. Prategangan akan menghasilkan elemen yang lebih ringan, bentang yang
lebih besar dan lebih ekonomis jika ditinjau dari segi pemasangan dibandingkan
dengan beton bertulang biasa.
Prategang pada dasarnya merupakan suatu beban yang menimbulkan
tegangan dalam awal sebelum pembebanan luar dengan besar dan distribusi tertentu
bekerja sehingga tegangan yang dihasilkan dari beban luar dilawan sampai tingkat
yang diinginkan. Gaya pratekan dihasilkan dengan menarik kabel tendon yang
ditempatkan pada beton dengan alat penarik. Setelah penarikan tendon mencapai
gaya/tekanan yang direncanakan, tendon ditahan dengan angkur, agar gaya tarik
yang tadi dikerjakan tidak hilang. Penarikan kabel tendon dapat dilakukan baik
sebelum beton dicor (pre-tension) atau setelah beton mengeras (post-tension).
Baja (tendon) yang dipakai untuk beton prategang dalam prakteknya ada tiga
macam, yaitu :
1. Kawat tunggal (wires), biasanya digunkan untuk baja prategang pada beton
prategang dengan system pratarik (pre-tension).
2. Kawat untaian (strand), biasanya digunkan untuk baja prategang pada beton
pratengang dengan system pascatarik (post-tension).
3. Kawat batangan (bar), biasanya digunakan untuk baja prategang pada beton
Kawat tunggal (wires) (b) Untaian Kawat (strand)
[image:36.595.124.294.125.239.2](c) Kawat batangan (bars)
Gambar II.3 Jenis-jenis Baja yang Dipakai Untuk Beton Prategang : (a) Kawat tunggal
(wires). (b) Untaian Kawat (strand). (c) Kawat batangan (bars)
(Sumber: Prestressed Concrete Design, M.K. Hurst)
Kawat tunggal yang dipakai untuk beton prategang adalah yang sesuai
dengan pesifikasi sepeti ASTM A 421; stress-relieved strands mengikuti standar
ASTM A 416. Strands terbuat dari tujuh kawat dengan memuntir enam diantaranya
kebih besar. Ukuran dari kawat tunggal bervariasi dengan diameter antara 3 – 8 m,
dengan tengangan tarik (fp) antara 1500 – 1700 Mpa dengan modulus elastisitas
Ep = 200 x 103 Mpa. Tipikal diagram tegangan-regangan dari ketiga jenis
tendon tersebut dapat dilihat pada gambar II.4, gambar II.5, dan gambar II.6.
Gambar II.4 Diagram Tegangan-Regangan Pada Kawat Tunggal
[image:37.595.182.487.214.423.2](Sumber: Desain Praktis Beton Prategang, Andri Budiadi)
Gambar II.5 Diagram Tegangan-Tegangan Pada Untaian Kawat
Gambar II.6 Diagram Tegangan-Regangan Pada Baja Batangan (Sumber: Desain Praktis Beton Prategang, Andri Budiadi)
Untuk memaksimumkan luas baja strands 7 kawat untuk suatu diameter
nominal, kawat standar dapat dibentuk menjadi strands yang dipadatkan seperti pada
gambar II.7. Standar ASTM yang disyaratkan masing-masing tercantum pada table
II.1.
Gambar II.7 Strands Prategang 7 Kawat Standard dan Dipadatkan.
(a) Penampang strand standar. (b) Penampang strand yang dipadatkan
Tabel II.1 Strand Standar Tujuh Kawat Untuk Beton Prategang Diameter nominal strand (in) Kuat patah strand (min. lb) Luas baja nominal strand (in.2)
Berat nominal strand (lb/100 ft)* Beban minimum pada ekstensi 1% (lb) MUTU 250
1/4 (0,250) 9.000 0,036 122 7.650
5/16 (0,313) 14.500 0,058 197 12.300
3/8 (0,375) 20.000 0,080 272 17.000
7/16 (0,438) 27.000 0,108 367 23.000
1/2 (0,500) 36.000 0,144 490 30.600
3/5 (0,600) 54.000 0,216 737 45.900
MUTU 270
3/8 (0,375) 23.000 0,085 290 19.550
7/16 (0,438) 31.000 0,115 390 26.350
1/2 (0,500) 41.300 0,153 520 35.100
3/5 (0,600) 58.600 0,217 740 49.800
* 100.000 psi = 689,5 Mpa
0,1 in = 2,54 mm, 1 in2 = 645
berat: kalikan dengan 1,49 untuk mendapatkan berat dalam kg per 1000 m.
1000 lb = 4448 N
Tabel II.2 Besaran dan kuat desain strands prategang
Tabel II.3 Tipikal Baja Prategang
II.3. Penampang – Penampang Beton Prategang
Pemilihan bentuk penampang yang akan digunakan pda suatu konstruksi
biasanya tergantung pada kesederhanaan cetakan dan kemungkinan cetakan tersebut
Material type and standard Nominal diameter (mm) Area (mm2)
Minimum breaking load Minimum tensile strength ( ) MPa
Wire 5 19.6 30.4 1550
5 19.6 33.3 1700
7 38.5 65.5 1700
7-wire strand super grade
9.3 54.7 102 1860
12.7 100 184 1840
15.2 143 250 1750
7-wire strand regular grade
12.7 94.3 165 1750
Bars (super grade)
23 415 450 1080
26 530 570 1080
29 660 710 1080
32 804 870 1080
38 1140 1230 1080
(Sumber: Beton Prategang, Edward G. Nawi)
untuk dapat dipakai kembali, penampilan penampang, derajat kesulitan
penuangan beton, dan besaran teoritis penampang melintang batang. Semakin besar
jumlah beton yang ditempatkan didekat serat terluar balok, semakin besar pula
lengan momen antara gaya C dan T sehingga momen penahan akan semakin besar.
Ada beberapa batasan pada lebar dan tebal flens, dan juga web harus cukup besar
untuk menahan geser dan memungkinkan penuangan beton dapat berjalan dengan
baik dan pada saat yang sama juga cukup tebal untuk menghindari tekuk. Penampang
prategang bentuk T seringkali merupakan penampang yang sengat ekonomis karena
adanya beton dalam proporsi besar pada flens tekan yang cukup efektif untuk
[image:41.595.124.514.382.673.2]menahan gaya tekan.
Gambar II.8 Berbagai jenis Penampang beton prategang
Gambar II.9 Berbagai jenis Penampang beton prategang berikut bentuk penampang
tumpuannya (a) Penampang balok persegi panjang. (b) penampang balok I, (c)
Penampang balok T, (d) Penampang T dengan sayap bawah, (e) Penampang T ganda,
(f) Bagian ujung balok Penampang I, (g) Bagian ujung balok Penampang T, (h)
Bagian ujung balok Penampang T bersayap bawah, (i) Bagian ujung balok
Penampang T ganda
Penampang T ganda banyak digunakan untuk bangunan sekolah, bangunan
kantor, took dan seterusnyadan merupakan penampang prategang yang paling
banyak digunakan di Amerika Serikat saat ini. Lebar total fens yang umum
digunakan berkisar antara 5 sampai 8 kaki dengan bentang antara 30 sampai 50 kaki.
Penampang T ganda dletakkan secara berdampingan , TTTTTTT sehingga bekerja
sebagai balok sekaligus pelat untuk sistem lantai atau atap. Penampang T tunggal
biasanya digunakan untuk beban yang lebih berat dan bentang yang lebih panjang
sampai 100 atau 120 kaki.
Gambar II.10 Penggunaan beton prategang penampang T ganda pada
konstruksi
Gambar II.11 Bangunan gudang yang mengguanakan beton prategang
II.4. Sistem Prategang dan Pengangkeran
Sehubungan dengan perbedaan sistem untuk penarikan dan pengangkeran
tendon, maka situasinya sedikit membingungkan dalam perancangan dan penerapan (Sumber: Prestressed Concrete Analysis And Design, Antoine E.Naaman)
beton prategang. Seorang sarjana teknik wsipil harus mempunyai pengetahuan umum
mengenai metode-metode yang ada dan mengingatnya pada saat menentukan
dimensi komponen struktur, sehingga tendon-tendon dari beberapa sistem dapat
ditempatkan dengan baik.
Gambar II.12 Sistem Pengangkeran Sistem Pratarik (Pre-tensioning) (Sumber: Prestressed Concrete Design, M.K. Hurst)
Gambar II.13 Sistem Perakitan kabel prategang
Berbagai metode dengan nama pratekanan (pre-compression) diberikan pada beton
1. Pembangkit gaya tekan antara elemen structural dan tumpuan-tumpuannya
dengan pemakaian dongkrak (flat jack).
2. Pengembangan Tekanan Keliling (hoop compression) dalam struktur
berbentuk silinder dengan mengulung kawat secara melingkar.
3. Pemakaian baja yang ditarik secara longitudinal yang ditanam dalam beton
atau ditempatkan dalam selongsong.
4. Pemakaian prinsip distorsi suatu struktur statis tak tentu baik dengan
perpindahan maupun dengan rotasi satu bagian relatif terhadap bagian
lainnya.
5. Pemakaian pemotong baja structural yang dilendutkan dan ditanam dalam
beton sampai beton tersebut mengeras.
6. Pengembangan tariakn terbatas pada baja dan tekanan pada beton dengan
memakai semen yang mengembang
Gambar II.15 Sistem Pengangkeran Sistem Pascatarik (Post-tensioning) dengan
Mengunakan jack 1000 ton
(Sumber: Prestressed Concrete Design, M.K. Hurst)
Metode yang biasa dipakan untuk memberikan parategang pada semen beton
strukural adalah dengan menarik baja ke arah longitudinal dengan alat penarik yang
berbeda-beda. Prategang dengan menggunakan gaya-gaya langsung diantara
tumpuan-tumpuan umumnya dipakai pelengkung dan perkerasan, dan dongkrak datar
selalu dipakai untuk memberikan gaya-gaya yang diinginkan.
Pengankeran ada 2 macam yaitu : angker mati dan angker hidup. Angker mati
adalah angker yang tidak bias dilakukan lagi penarikan setelah penegangan tendon
dilakukan. Angker mati sering digunakan dalam prategang dengan sistem pratarik.
Sedangkan angker hidup dapat dilakukan penarikan kembali jika hal itu diperlukan.
Pegangkeran ini sering dijumpai dalam prategang dengan sistem pasca tarik.
(a)Angker hidup
(b) Angker mati.
Gambar II.17 Jenis Pengankeran (a) Angker hidup. (b) Angker mati.
Gambar II.18 Penempatan Angker Pada Beton Prategang (Post-tensioning)
II.4.1.a Sistem Pratarik (Pre-tensioning)
Didalam sistem pratarik (Pre-tensioning), tendon lebih dahulu ditarik antara
blok-blok angker yang kaku (rigid) yang dicetak diatas tanah atau didalam suatu
kolom atau perangkat cetakan pratarik seperti terlihat pada gambar II.19, dan
selanjutnya dicor dan dipadatkan sesuai dengan bentuk serta ukuran yang diinginkan.
Metode ini digunakan untuk beton-beton pracetak dan biasanya digunakan
untuk konstruksi-konstruksi kecil. Beton-beton pracetak biasanya digunakan pada
konstruksi-konstruksi bangunan, kolom-kolom gedung, tiang pondasi atau balok
dengan bentang yang panjang.
Adapun tahap urutan pengerjaan beton pre-tension adalah sebagai berikut :
Kabel tendon dipersiapkan terlebih dahulu pada sebuah angkur yang mati (fixed
anchorage) dan sebuah angkur yang hidup (live anchorage). Kemudian live
anchorage ditarik dengan dongkrak (jack) sehingga kabel tendon bertambah panjang.
ditimbulkan oleh jack. Setelah mencapai gaya yang diinginkan, beton dicor. Setelah
beton mencapai umur yang cukup, kabel perlahan-lahan dilepaskan dari kedua
angkur dan dipotong. Kabel tendon akan berusaha kembali ke bentuknya semula
setelah pertambahan panjang yang diakibatkan oleh penarikan pada awal
pelaksanaan. Hal inilah yang menyebabkan adanya gaya tekan internal pada beton.
Oleh karena sistem pratarik besandar pada rekatan yang timbul antara baja dan
tendon sekelilingnya, hal itu penting bahwa setiap tendon harus merekat sepanjang
deluruh panjang badan. Setelah beton mengeras, tendon dilepaskan dari alas
prapenarikan dan gaya prategang ditranfer ke beton.
Gambar II.19 Proses Pengerjaan Beton Pratarik (Pre-tensioning)
( a ) B e t o n d i c o r
( b ) T e n d o n d i t a r i k d a n g a y a t e k a n d i t r a n s f e r
( c ) T e n d o n d i a n g k u r d a n d i g r o u t i n g II.4.1.b Sistem Pascatarik (Post-tensioning)
Kebanyakan pelaksanaan pretensioning dilapangan dilaksanakan dengan
metode post-tensioning. Pascatarik dipakai untuk memperkuat bendungan beton,
prategang melingkar dari tangki-tangki beton yang besar, serta perisai-perisai
biologis dari reactor nuklir. Pascatarik (Post-tensioning) juga banyak digunakan
konstruksi beton prategang segmental pada jembatan dengan bentang yang panjang.
Gambar II.20 Proses Pengerjaan Beton Pascatarik (Post-tensioning)
(Sumber: Desain Praktis Beton Prategang, Andri Budiadi)
Adapun metode dalam pelaksanaan pengerjaan beton pasca tarik
(Post-tensioning) adalah sebagai berikut :
Selongsong kabel tendon dimasukkan dengan posisi yang benar pada cetakan
beton beserta atau tanpa tendon dengan salah satu ujungnya diberi angkur hidup dan
ujung lainnya angkur mati atau kedua ujungnya dipasang angkur hidup. Beton dicor
B lo k U ju ng
B atan g D id ing inkan
B atan g D ip an askan
C etak an
B atang setelah P en gang ku ran
L L = (L y
-L t > -L y
L y L )
dongkrak hidrolik dipasang pada angkur hidup dan kabel tendon ditarik hingga
mencapai tegangan atau gaya yang direncanakan seperti terlihat pada gambar II.20.
Untuk mencegah kabel tendon kehilangan tegangan akibat slip pada ujung
angkur terdapat baji. Gaya tarik akan berpindah pada beton sebagai gaya tekan
internal akibat reaksi angkur.
II.4.2. Prategang Termo-Listrik
Metode prategang dengan tendon yang dipanaskan, yang dicapai dengan
melewatkan aliran listrik pada kawat yang bermutu tinggi, umumnya disebut sebagai
“Prategang Termo-Listrik”. Prosesnya terdiri atas pemanasan batang dengan arus
listrik sampai temperature 300 – 400 ºC selama 3 – 5 menit. Batang tersebut
mengalami perpanjangan kira-kira 0,3 – 0,5 persen. Setelah pendinginan batang
tersebut berusaha memperpendek diri ada ini dicegah oleh jepitan angkur pada kedua
ujungnya seperti yang ditunjukan dengan gambar II.21. Waktu pendinginan
diperhitungkan 12 – 15 menit.
II.5. Analisa Prategang
Tegangan yang disebabkan oleh prategang umumnya merupakan tegangan
kombinasi yang disebabkan oleh beban langsung dan lenturan yang dihasilkan oleh
beban yang ditempatkan secara eksentris.
Analisa tegangan-tegangan yang timbul pada suatu elemen struktur beton
prategang didasarkan atas asumsi-asumsi berikut :
1. Beton prategang adalah suatu mineral yang elastic serta homogen
2. Didalam batas-batas tegangan kerja, baik beton maupun baja berperilaku
elastis, tidak dapat menahan rangkak yang kecil yang terjadi pada kedua
material tersebut pada pembebanan terus-menerus.
3. Suatu potongan datar sebelum melentur dianggap tetap datar meskipun sudah
mengalami lenturan, yang menyatakan suatu distribusi regangan linier pada
keseluruhan tinggi batang.
Selama tegangan tarik tidak melampaui batas modulus keruntuhan beton
(yang sesuai dengan tahap retakan yang terlihat pada beton), setiap perubahan dalam
pembebanan batang menghasilkan perubahan tegangan pada beton saja, satu-satunya
fungsi dari tendon prategang adalah untuk memberikan dan memelihara prategang
pada beton.
Tegangan yang disebabkan oleh prategang umumnya merupakan tegangan
kombinasi yang disebabkan oleh aksi beban langsung dan lenturan yang dihasilkan
c.g.c Tendon Konsentris
(Gaya F)
F F
Tegangan = F/A
II.5.1.a Tedon Konsentris
Balok beton prategang dengan satu tedon konsentris yang ditunjukan dalam
gambar II.22.
Gambar II.22 Prategang Konsentris
(Sumber: Beton Pratekan, N. Krishna Raju)
Gambar di atas menunjukkan sebuah beton prategangan tanpa eksentrisitas,
tendon berada pada garis berat beton (cental grafity of concrete,c.g.c). Prategang
seragam pada beton = F/A yang berupa tekan pada seluruh tinggi balok. Pada
umumnya beban-beban yang dipakai dan beban mati balok menimbulkan tegangan
tarik terhadap bidang bagian bawah dan ini diimbangi lebih efektif dengan memakai
tendon.
II. 5.1.b Tendon Eksentris
Sebuah balok yang mengalami suatu gaya prategang eksentris sebesar P yang
ditempatkan dengan eksentrisitas e. Tendon ditempatkan secara eksentris terhadap
titik berat penampang beton. Eksentrisitas tendon akan menambah kemampuan untuk
[image:54.595.176.514.261.537.2]memikul beban eksternal.
Gambar II.24 Distribusi Tegangan Tendon Eksentris
Eksentisitas akan menambah kemampuan untuk menerima/memikul tegangan tarik
yang lebih besar lagi (serat bawah).
Prategangan juga menyebabkan perimbangan gaya-gaya dalam komponen
Gambar II.25 Gaya-gaya Penyeimbang Beban Pada Tendon Parabola
Tegangan yang ditimbulkan pada serat-serat bagian atas dan bagian bawah balok
diperoleh dengan hubungan :
) 1 . 2 ...( ... ... ... ... ... ... ... 1 2
+ = + = i ey A P Z Pe A P f b b bawah ) 2 . 2 ...( ... ... ... ... ... ... ... 1 2
+ = − = i ey A P Z Pe A P f t t atas Dimana :
P = Gaya Prategang ( positif apabila menghasilkan
tekanan langsung)
E = Eksentrsitas gaya prategang
A = Luas potongan melintang batang beton
f atas dan f bawah = Prategang pada beton yang ditimbulkan pada serat paling
atas dan paling bawah (positif apabila tekan dan negatif
apabila tarik)
yt dan yb = Jarak antara serat paling atas dan serat paling bawah
terhadap titik berat panampang
i = Jari-jari girasi
II.6. Keuntungan Beton Prategang Dibanding Beton Bertulang
Beton prategang memberikan keuntungan-keuntungan teknis besar
dibandingkan dengan bentuk-bentuk konstruksi lainnya, seperti beton bertulang dan
baja. Dalam hal batang prategang penuh, yang bebas dari tegangan-tegangan tarik
pada beban kerja, penampang melintangnya dimanfaatkan secara lebih efisien
apabila dibandingkan dengan penampang beton bertulang yang retak pada beban
kerja. Dalam batas-batas tertentu, suatu beban mati permanen dapat dilawan dengan
menambah eksentrisitas gaya prategang dalam suatu unsure struktur prategang,
sehingga lebih menghemat pemakaian material.
Batang beton prategang memiliki perlawanan yang meningkat terhadap gaya
geser, disebabkan oleh pengaruh prategang tekan, yang mengurangi tegangan tarik
utama. Pemakaian kabel yang dilengkungkan, khususnya pada batang berbentang
panjang membantu mengurangi gaya geser yang timbul pada penampang ditumpuan.
Suatu batang lentur beton prategang menjadi lebih kaku pada beban kerja
permulaan retak, perilaku lentur suatu batang prategang adalah sama dengan batang
beton bertulang. Pemakaian beton dan baja berkekuatan tinggi pada batang prategang
menghasilkan batang-batang yang lebih ringan dan lebih langsing daripada yag
dimungkinkan dengan pemakaian beton bertulang. Kedua ciri-ciri struktural beton
prategang yaitu beton berkekuatan tinggi dan bebas dari retak, memberikan
sumbangan terhadap peningkatan daya tahan struktur pada kondisi lingkungan yang
agresif. Prategang pada beton akan meningkatkan kemampuan material untuk
menyerap energi pada saat menerima tumbukan. Kemampuan untuk melawan beban
kerja yang berulang-ulang telah dibuktikan sama baiknya pada beton prategang
maupun pada beton bertulang.
Komponen struktur prategang mempunyai tinggi yang lebih kecil
dibandingkan beton bertulang untuk kondisi bentang dan beban yang sama. Pada
umumnya, tinggi komponen struktur beton prategang berkisar antara 65 sampai 80
persen dari tinggi komponen struktur beton bertulang. Dengan demikian, komponen
struktur prategang membutuhkan lebih sedikit beton, dan sekitar 20 sampai 35
persen banyaknya tulangan. Cetakan untuk beton prategang menjadi lebih kompleks,
karena geometri penampang prategang biasanya terdiri atas penampang bersayap
dengan beberapa badan yang tipis. Walaupun terdapat penghematan yang besar
dalam kuantitas material yang dipakai dalam beton prategang dibandingkan dengan
beton bertulang, penghematan dalam biaya tidak sedemikian besar disebabkan oleh
tambahan biaya-biaya untuk beton dan baja bermutu tinggi, angkur, dan peralatan
berat lainnya yang diperlukan untuk menghasilkan beton prategang. Namun, terdapat
prategang, karena berkurangnya bobot mati akan mengurangi beban rencana dan
[image:58.595.195.474.151.354.2]biaya pondasi.
Gambar II.26 Pembangunan konstruksi mengguanakan beton prategang
II.7. Keuntungan Prategang Pada Struktur Statis Tak Tentu
Pemakaian beton prategang pada struktu statis tak tentu memberikan
beberapa keuntungan-keuntungan diantaranya adalah :
1. Momen lentur lebih terbagi sama antara tengah-tengah bentang dan tumpuan
batang.
2. Reduksi ukuran batang menghasilkan struktur yang lebih ringan
3. Kapasitas dukung beban ultimit lebih tinggi daripada struktur statis tertentu
karena gejala redistribusi momen-momen
4. Kontinuitas batang-batang pada struktur rangka mengarah kepada stabilitas
yang meningkat
5. Gelagar-gelagar kontinu dibentuk oleh konstruksi secara bagian-bagian
dengan memakai unit-unit pracetak yang disambung dengan kabel-kabel
prategang.
6. Didalam gelagar pascatarik menerus, kabel-kabel yang melengkung dapat
ditempatkan secara baik untuk menahan momen-momen bentangan dan
tumpuan.
7. Reduksi dalam banyaknya angkur pada suatu balok prategang menerus bila
dibandingkan dengan serangkaian balok yang ditumpu secara sederhana, dan
sepasang angkur pascatarik serta operasi penegangan tunggal dapat melayani
beberapa batang
8. Pada struktur prategang menerus, lendutannya kecil bila dibandingkan
dengan batang dengan tumpuan sederhana
II.8. Rangka Portal Beton Statis Tak Tentu
Seperti pada beton bertulang dan bahan struktur lainnya, kontinuitas dapat
terjadi di tumpuan-tumpuan antara pada balok menerus dan dipertemuan balok dan
kolom pada portal. Rangka beton adalah struktur statis tak tentu yang terdiri atas
komponen struktur horizontal, vertical atau miring yang disambung satu sama lain
sedemikian hingga sambungannya dapat menahan tegangan dan momen lentur yang
banyaknya komponen truktur vertical dan jenis reaksi ujung. Konfigurasi rangka
[image:60.595.208.445.148.391.2]tipikal ditunjukkan pada gambar berikut.
Gambar II.27 Rangka struktur tipikal
Apabila n adalah banyaknya joints, b adalah banyaknya komponen struktur, r
adalah banyaknya reaksi, dan s adalah derajat statis tak tentu, maka derajat statis tak
tentu dapat dihitung dari rumus berikut :
3n + s > 3b + r (tidak stabil)
3n + s = 3b + r (statis tertentu)
3n + s < 3b + r (statis tak tentu)
Derajat statis tak tentu adalah
S = 3b + r – 3n
Agar sebuah rangka portal memadai, maka ada beberapa kondisi yang harus
dipenuhi, diantaranya adalah :
1. Desain rangka tersebut harus didasarkan atas kombinasi momen dan geser
yang paling tidak menguntungkan. Apabila pembalikan momen mungkin
terjadi sebagai akibat dari berbaliknya arah beban hidup, maka nilai momen
lentur positif dan negative terbesar harus ditinjau didalam desain.
2. Pondasi yang memadai untuk memikul gaya horizontal harus ada. Apabila
rangka tersebut didesain sebagai sendi, suatu prosedur pelaksanaan yang
mahal, system sendi actual harus digunakan.
II.9. Definisi Pembebanan
II.9.1. Beban dan aksi yang bekerja
Pembebanan untuk merencanakan portal prategang merupakan dasar dalam
menentukan beban-beban dan gaya-gaya untuk perhitungan tegangan-tegangan yang
terjadi pada setiap bagian jembatan jalan raya. Penggunaan pembebanan ini
dimaksudkan agar dapat mencapai perencanaan yang aman dan ekonomis sesuai
dengan kondisi setempat, tingkat keperluan, kemampuan pelaksanaan dan syarat
teknis lainny, sehingga proses pelaksanaan dalam perencanaan menjadi efektif.
Beban-beban dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu :
II. 9.1.1 Beban Primer
Beban utama dalam perhitungan perhitungan gaya-gaya dalam pada
a. Beban Mati Primer
Berat sendiri dari balok atau penampang yang dipikul langsung oleh struktur
rangka portal
b. Beban Mati Tambahan
Berat beban mati tambahan yang dipikul oleh struktur, beban ini dapat berupa
beban akibat balok, pelat maupun topping
c. Beban Hidup
Beban hidup adalah beban bergerak yang direncanakan akan dipikul oleh
struktur rangka portal.
II. 9.1. 2. Beban Sekunder
Pada struktur