• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Perbandingan Penggunaan Balok Beton Dengan Sistem Beton Bertulang Biasa Dan Sistem Prategang Pada Proyek Pembangunan Vihara Angsapura Tanjung Morawa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Studi Perbandingan Penggunaan Balok Beton Dengan Sistem Beton Bertulang Biasa Dan Sistem Prategang Pada Proyek Pembangunan Vihara Angsapura Tanjung Morawa"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PERBANDINGAN PENGGUNAAN BALOK BETON

DENGAN SISTEM BETON BERTULANG DAN SISTEM

PRATEGANG PADA PROYEK PEMBANGUNAN

VIHARA ANGSAPURA TANJUNG MORAWA

( STUDI KASUS )

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas – tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh ujian sarjana teknik sipil

OLEH :

MONANG OKTAVIANDRA

070404081

BIDANG STUDI STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

(2)

ABSTRAK

Pemakaian balok prategang pada proyek pembangunan vihara komplek krematorium Tanjung Morawa Medan. Proyek pembangunan vihara ini pada awal perencanaannya menggunakan balok beton bertulang, namun seiring pertengahan waktu berjalannya proyek yang telah berlangsung balok tersebut diganti menggunakan balok prategang. Penggantian penggunaan balok beton bertulang karena memperhitungkan dimensi yang besar sehingga dapat menimbulkan berat sendiri yang besar jadi sangat tidak efektif digunakan. Begitu juga panjang bentang balok untuk B-1 = 30 m dan balok B-2 = 22 m serta Balok tersebut menggunakan prinsip balok grid Oleh karena itu penggantian menggunakan balok prategang dapat mengurangi dimensi dari balok tersebut sehingga lebih efektif digunakan.

Pada tugas akhir ini direncanakan balok beton bertulang yang mengacu pada ketentuan yang tertera pada SNI 03-2847-2002, dan kemudian dibandingkan dengan desain balok Beton prategang yang mengacu pada ketentuan yang tertera pada ACI 318-08 dengan menggunakan panjang bentang yang sama.

Didalam metode perencanaan, terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara perencanaan balok prategang dengan perencanaan balok beton bertulang yaitu pada perencanaan prestress concrete, gaya prategang pada penampang turut berpengaruh terhadap struktur sehingga menjadi beban tambahan yang perlu diperhitungkan, sedangkan hal tersebut tidak terjadi pada perencanaan balok beton bertulang. Perbedaan juga terdapat pada berat yang ditimbulkan dari balok tersebut antara lain beton bertulang B-1 = 230400 kg dan balok beton bertulang B-2 = 192000 kg sedangkan untuk balok beton prategang B-1 = 86400 kg dan B-2 =86400 kg.

Dari hasil perencanaan dapat disimpulkan bahwa balok dengan bentang yang terlalu panjang lebih ekonomis didesain menggunakan Balok beton Prategang dibandingkan dengan balok beton bertulang bila dilihat dari segi volume beton yang digunakan, serta lebih menghemat ruang yang digunakan karena desain yang menggunakan balok beton prategang memiliki dimensi beton yang lebih langsing daripada balok beton bertulang.

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha esa, yang telah memberikan rahmat-NYA hingga terselesaikannya tugas akhir ini dengan judul " Studi Perbandingan Penggunaan Balok Beton Dengan Sistem Beton Bertulang Biasa Dan Sistem Prategang Pada Proyek Pembangunan Vihara Angsapura Tanjung Morawa".

Tugas akhir ini disusun untuk diajukan sebagai syarat dalam ujian sarjana teknik sipil bidang studi struktur pada fakultas teknik Universitas Sumatera Utara (USU) Medan. Penulis menyadari bahwa isi dari tugas akhir ini masih banyak kekurangannya.Hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan dan kurangnya pemahaman penulis.Untuk penyempurnaannya, saran dan kritik dari bapak dan ibu dosen serta rekan mahasiswa sangatlah penulis harapkan.

Penulis juga menyadari bahwa tanpa bimbingan, bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, tugas akhir ini tidak mungkin dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua yang senantiasa penulis cintai yang dalam keadaan sulit telah memperjuangkan hingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan ini.

Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada :

(4)

2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Syahrizal, M.Sc. Selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Bachrian Lubis, M.Sc ; Bapak Ir. Besman Surbakti, MT dan Bapak Ir. Daniel Rumbi Teruna, MT selaku pembanding yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam memberikan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

5. Bapak/Ibu staf pengajar jurusan teknik sipil Universitas Sumatera Utara. 6. Seluruh pegawai administrasi yang telah memberikan bantuan dan

kemudahan dalam penyelesaian administrasi.

7. Kedua orang tua penulis Bapak Mayor Ckm W.Ritonga dan Ibu M. Br Siahaan tersayang yang selalu mendo'akan dan terus

memperjuangkan penulis untuk bisa menyelesaikan

tugas akhir ini, juga kakak penulis Dewi Febrina Ritonga S.Pd dan Adik penulis Daniel Alexander Ritonga dan Yuni Natalia Ritonga yang telah membantu penulis dan memberi motivasi kepada penulis.

8. Kekasih penulis yaitu Ruth Ginting yang telah banyak memotivasi dan mendoakan, beserta Adek Intan dan Lista yang turut serta memotivasi dalam penyusunan tugas akhir ini.

(5)

memberi motivasi tersendiri bagi penulis. Adik-adik stambuk 2008 yaitu Christina R. Siregar dan adik 2010 yaitu Fanny T. N. Siregar , Serta adik-adik stambuk 2008, 2009, 2010 yang lain penulis juga mengucapkan banyak terimakasih, Abang/kakak saya stambuk 2004, 2005, 2006 terima kasih atas masukannya selama ini.

10. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada bang Joko Teguh Warsito dan bang Erwin F. Simanjuntak karena dengan bantuan mereka di lokasi proyek untuk mendapatkan data dan informasi yang di butuhkan penulis untuk dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

Akhir kata penulis mengharapkan tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Mei 2012

(6)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... i

Abstrak ... iv

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel ... ix

Daftar Gambar ... x

Daftar Notasi ... xii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan ... 6

1.4. Pembatasan Masalah ... 7

1.5. Metodologi Penulisan ... 8

1.6. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Standar Perencanaan Struktur Beton Bertulang ... 9

2.1.1 Baja Tulangan ... 9

2.1.2 Provisi Keamanan ... 11

2.1.3 Metode Analisis dan Perencanaan Balok Persegi... 13

2.1.4 Kuat Lentur Penampang Balok Persegi ... 15

2.1.5 Kondisi Penulangan Seimbang ... 16

2.1.6 Persyaratan Kekuatan ... 18

(7)

2.2 Perencanaan Balok Prategang ... 20

2.2.1 Material Beton Prategang ... 21

2.2.1. a Beton ... 21

2.2.1.b Baja Prategang ... 23

2.2.2 Penampang - Penampang Beton Prategang ... 26

2.2.3 Sistem Prategang dan Pengangkeran ... 27

2.2.3.a Sistem Pratarik (Pre-tensioning) ... 30

2.2.3.b Sistem Pascatarik (Post-tensioning) ... 31

2.2.3.c Prategang Termo-Listrik ... 33

2.2.4 Kondisi Tendon Prategang ... 34

2.2.4.a Tedon Konsentris ... 34

2.2.4.b Tendon Eksentris ... 36

2.3 Keuntungan Beton Prategang Dibanding Beton Bertulang ... 37

2.4 Definisi Pembebanan ... 39

2.4.1.a Beban Primer ... 39

2.4.1.b Beban Sekunder ... 40

2.5 Desain Penampang Beton Prategang Terhadap Lentur ... 45

2.6 Analisa Tegangan pada Penampang Beton Prategang ... 46

2.6.1 Desain tendon ... 42

2.6.2 Selubung Eksentrisitas yang Membatasi ... 42

2.7 Analisis Dan Perancangan Tulangan Torsi ... 43

2.7.1 Analisis ... 43

(8)

BAB III. STUDI KASUS & PEMBAHASAN ... 48

3.1 Pendahuluan ... 48

3.2 Studi kasus ... 48

3.2.1 Data yang digunakan dalam Perencanaan ... 52

3.2.1.a Building Code ... 54

3.2.1.b Syarat-syarat Batas pada beton prategang ... 55

3.2.2 Kombinasi Pembebanan ... 59

3.2.2 Pemodelan Struktur & Perletakan Pembebanan ... 59

3.3 Perencanaan Balok Beton Bertulang ... 60

3.3.1 Perencanaan Tulangan Utama ... 60

3.3.2 Perhitungan Tulangan Utama ... 62

3.3.2.a Tulangan utama Balok B-1 ... 63

3.3.2.b Tulangan utama Balok B-2 ... 66

3.3.3 Perencanaan Tulangan Geser & Torsi balok ... 69

3.3.3.a Perhitungan Tulangan & Torsi Geser balok B-1 .... 73

3.3.3.b Perhitungan Tulangan & Torsi Geser balok B-2 .... 76

3.3.4 Hasil Perencanaan Balok Beton bertulang ... 79

3.4 Perencanaan Balok Beton Bertulang ... 80

3.4.1 Momen Primer ... 80

3.4.2 Momen Sekunder ... 83

3.4.3 Analisis Tegangan ... 89

3.4.4 Perencanaan kabel Tendon Pada Penampang ... 92

(9)

Balok Prategang B-1 ... 98

3.4.5.b Perhitungan Tulangan Geser & Puntir Balok Prategang B-2 ... 100

3.4.6 Penambahan Tulangan Non prategang ... 102

3.4.7 Hasil Perencanaan Beton Prategang... 105

3.5 Pembahasan ... 106

BAB IV. KESIMPULAN ... 112

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Struktur Vihara Angsapura Tanjung Morawa Gambar 1.2 Portal Balok B – 1

Gambar 1.3 Portal Balok B – 2

Gambar 1.4 Detail Potongan Balok B – 1 Gambar 1.5 Detail Potongan Balok B – 2

Gambar 2.1 Jenis – jenis baja yang dipakai untuk beton prategang Gambar 2.2 strand prategang 7 kawat strand dan dipadatkan Gambar 2.3 Penampang balok Persegi Panjang

Gambar 2.4 Kabel tendon sesaat sebelum diberi gaya prategang Gambar 2.5 Pengerjaan Pemberian tegangan pada tendon prategang Gambar 2.6 Jenis pengangkeran

Gambar 2.7 Proses pengerjaan beton Pratarik Gambar 2.8 Proses pengerjaan beton Pascatarik Gambar 2.9 Proses prategang Termo-Listrik Gambar 2.10 Prategang Konsentris

Gambar 2.11 Distribusi TeganganTendon Konsentris Gambar 2.12 Distribusi TeganganTendon eksentris Gambar 2.13 Penampang balok puntir

Gambar 3.1 Pemodelan struktur Gambar 3.2 Denah Pembalokan

(11)

Gambar 3.6 Detail Potongan Balok B – 2

Gambar 3.7 Pemodelan struktur pada portal berikut dengan sistem pembebanannya

Gambar 3.8 Bidang Momen Maksimum Pada balok beton bertulang B-1 Gambar 3.9 Bidang Momen Maksimum Pada balok beton bertulang B-2 Gambar 3.10 Bidang Lintang Maksimum Pada balok beton bertulang B-1 Gambar 3.11 Bidang Lintang Maksimum Pada balok beton bertulang Gambar 3.12 Bidang Torsi Pada balok beton Bertulang B-1

Gambar 3.13 Bidang Torsi Pada balok beton Bertulang B-2

Gambar 3.14 Penampang Balok Beton Bertulang Hasil Perencanaan Gambar 3.15 Momen Maksimum pada balok Beton Prategang B-1 Gambar 3.16 Momen Maksimum pada balok Beton Prategang B-2 Gambar 3.17 Beban ekivalen pada balok B-1

Gambar 3.18 Total momen akibat Prategang pada balok B-1 Gambar 3.19 Beban ekivalen pada balok B-2

Gambar 3.20 Total momen akibat Prategang pada balok B-2

Gambar 3.21 Bidang Lintang Maksimum Pada balok beton Prategang B-1 Gambar 3.22 Bidang Lintang Maksimum Pada Balok Beton Prategang B-2 Gambar 3.23 Bidang Torsi yang bekerja Pada balok Prategang B-1

(12)

DAFTAR NOTASI

U = kekuatan yang diperlukan

D = beban mati pada keadaan layan

L = beban hidup

E = Beban Gempa

P = Gaya Prategang

e = Eksentrisitas gaya prategang

A = Luas potongan melintang batang beton

Zt = Momen penampang serat paling atas

Zb = Momen penampang serat paling bawah

f atas = Prategang pada beton yang ditimbulkan pada serat paling

f bawah = Prategang pada beton yang ditimbulkan pada serat paling bawah yt = Jarak antara serat paling atas terhadap titik berat penampang

yb = serat paling bawah terhadap titik berat panampang

i = Jari-jari girasi

N = Beban putus pada tendon prategang

At = luas tulangan torsi (sengkang)

s = jarak antara tulangan sengkang

fs = tegangan leleh tulangan sengkang

A1 = luas tulangan longitudinal tambahan

Ph = keliling daerah yang dibatasi sengkang tertutup

I = Faktor Keutamaan Gedung

R = Faktor Daktilitas

(13)

T = waktu getar

V = base shear

Mlapangan = Momen yang terjadi di lapangan (tengah bentang) Mtumpuan = Momen yang terjadi di tumpuan

Mu = Momen lentur perlu

L = Panjang bentang

V = Gaya lateral desain total atau geser di dasar struktur Vc = Kuat geser nominal pada beton

Vs = Kuat geser nominal tulangan geser Vu = Gaya geser perlu

W = Momen lembam

� = Rasio Tulangan

′�� = Kuat tekan beton pada saat prategang awal

′� = Kuat tekan beton

�� = Tegangan tekan izin maksimum di beton prategang pada saat transfer � = Tegangan tarik izin maksimum di beton prategang pada saat transfer � = Tegangan tekan izin maksimum di beton pada kondisi beban kerja ft = Tegangan tarik izin maksimum di beton pada kondisi beban kerja

�� = Tegangan awal pada tendon

= Kuat tarik tendon yang ditetapkan

�� = Prategang awal

Aps = Luas tuangan prategang di daerah tarik � = Prategang efektif pada tendon

(14)

�� = Kuat leleh Tendon prategang

Φ = Koefisien Reduksi kekuatan

Acp = luas yang dibatasi keliling luar penampang beton

pcp = keliling luar penampang beton

ph = keliling dari garis pusat tulangan sengkang terluar

Aoh = luas yang dibatasi oleh garis pusat tulangan sengkang torsi terluar

fyv = tegangan leleh sengkang penahan puntir

Tu = Momen puntir terfaktor

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 : Tipikal baja Prategang

Tabel 3.1 : Data Bahan Beton Prategang

Tabel 3.2 : Momen Maksimum Pada balok beton bertulang Tabel 3.3 : Momen Maksimum Pada balok balok prategang Tabel 3.4 : Tipikal Kabel Baja Prategang

(16)

ABSTRAK

Pemakaian balok prategang pada proyek pembangunan vihara komplek krematorium Tanjung Morawa Medan. Proyek pembangunan vihara ini pada awal perencanaannya menggunakan balok beton bertulang, namun seiring pertengahan waktu berjalannya proyek yang telah berlangsung balok tersebut diganti menggunakan balok prategang. Penggantian penggunaan balok beton bertulang karena memperhitungkan dimensi yang besar sehingga dapat menimbulkan berat sendiri yang besar jadi sangat tidak efektif digunakan. Begitu juga panjang bentang balok untuk B-1 = 30 m dan balok B-2 = 22 m serta Balok tersebut menggunakan prinsip balok grid Oleh karena itu penggantian menggunakan balok prategang dapat mengurangi dimensi dari balok tersebut sehingga lebih efektif digunakan.

Pada tugas akhir ini direncanakan balok beton bertulang yang mengacu pada ketentuan yang tertera pada SNI 03-2847-2002, dan kemudian dibandingkan dengan desain balok Beton prategang yang mengacu pada ketentuan yang tertera pada ACI 318-08 dengan menggunakan panjang bentang yang sama.

Didalam metode perencanaan, terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara perencanaan balok prategang dengan perencanaan balok beton bertulang yaitu pada perencanaan prestress concrete, gaya prategang pada penampang turut berpengaruh terhadap struktur sehingga menjadi beban tambahan yang perlu diperhitungkan, sedangkan hal tersebut tidak terjadi pada perencanaan balok beton bertulang. Perbedaan juga terdapat pada berat yang ditimbulkan dari balok tersebut antara lain beton bertulang B-1 = 230400 kg dan balok beton bertulang B-2 = 192000 kg sedangkan untuk balok beton prategang B-1 = 86400 kg dan B-2 =86400 kg.

Dari hasil perencanaan dapat disimpulkan bahwa balok dengan bentang yang terlalu panjang lebih ekonomis didesain menggunakan Balok beton Prategang dibandingkan dengan balok beton bertulang bila dilihat dari segi volume beton yang digunakan, serta lebih menghemat ruang yang digunakan karena desain yang menggunakan balok beton prategang memiliki dimensi beton yang lebih langsing daripada balok beton bertulang.

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Konstruksi bangunan dimasa sekarang ini telah mengalami kemajuan dan peningkatan yang pesat. Hal ini dilihat dengan semakin banyaknya bermunculan perubahan dari segi pembangunan yang telah menuju kearah yang lebih baik. Bidang konstruksi memegang peranan yang sangat penting dalam berbagai bidang. Seperti pada pembangunan yang dilakukan oleh PT Bangun Naluri Nusa yang melakukan pembangunan proyek Komplek Krematorium Tanjung Morawa Medan. Pada salah satu bangunan dalam proyek tersebut adalah bangunan vihara yang memiliki konstruksi beton dan baja, gambar proyek tersebut dapat dilihat pada gambar 1.1.

(18)

Proyek pembangunan vihara tersebut pada struktur baloknya pada perencanaan awal menggunakan balok beton bertulang kemudian diubah menjadi menggunakan balok beton prategang. Balok beton prategang ini direncanakan pada pertengahan berjalannya proyek pembangunan vihara tersebut. Awalnya perencanaan balok vihara tersebut adalah balok beton bertulang namun karena memperhitungkan dimensi dan bentang dari balok konvensional yang begitu besar sehingga diambil alternatif pemilihan untuk menggunakan balok prategang yang dapat mengurangi dimensi dari balok konvensional tersebut.

Hal inilah yang menyebabkan atau memotivasi penulis ingin mendesain balok prategang pada bangunan. Sehingga dapat dilihat suatu perbandingan antara balok konvensional dengan balok prategang.

Pada saat sekarang ini, sudah banyak struktur atau bangunan yang menggunakan sistem prategang ( prestressed ). Tulangan yang digunakan sudah digantikan dengan suatu kawat yang dinamakan tendon. Tendon dan beton mutu tinggi ini mampu memikul beban yang sangat besar, sehingga ukuran dari bagian penampang struktur dapat diperkecil.

(19)

Sistem prategang untuk mengubah beton menjadi bahan elastis. Beton yang tidak mampu menahan tarikan dan kuat memikul tekanan umumnya dengan baja mutu tinggi yang ditarik sedemikian rupa sehingga beban yang getas dapat mimikul tegangan tarik. Dari konsep inilah lahir kriteria tidak ada tegangan tarik pada beton, berarti tidak akan terjadi retak dan beton tidak merupakan bahan yang getas lagi, melainkan berubah menjadi bahan yang elastis.

1.2 Perumusan Masalah

Proyek pembangunan vihara tersebut pada struktur baloknya pada perencanaan awal menggunakan balok beton bertulang kemudian diubah menjadi menggunakan balok beton prategang. Seperti yang diketahui bahwa bangunan vihara ini menggunakan balok yang memiliki bentang yang cukup panjang sehingga dalam perencanaannya menggunakan balok beton bertulang yang mempunyai dimensi yang cukup besar sehingga menimbulkan berat sendiri yang cukup besar pula, gambar tampang portal balok dapat dilihat di gambar 1.2 & 1.3 . Oleh karena itu maka penulis ingin membandingkan penggunaan balok tersebut dengan mendesain balok beton bertulang dan balok prategang. Setelah itu maka dapat diketahui mana balok yang lebih efektif untuk digunakan.

(20)

kehilangan tegangan pada komponen struktur balok kemudian diperoleh tegangan efektif yang bekerja pada penampang.

Gambar 1.2 Portal Balok B – 1

Gambar 1.3 Portal Balok B – 2

22 m

5 m

5 m 4 m 4 m

14,75 m

14,75 m 30 m

5 m 5 m

A

A

C

C B

B

D

D

E

E

F

(21)

Gambar 1.4 Detail Potongan Balok B – 1

Gambar 1.5 Detail Potongan Balok B – 2 Potongan Balok Beton Bertulang Potongan Balok Beton Prategang Potongan Balok Beton Bertulang

Potongan Balok Beton Prategang Pot A - A

Pot B - B Pot C - C

Pot D - D

Pot E - E

Pot F - F

Pot D - D Pot E - E Pot F - F

(22)

1.3 Tujuan

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan tugas akhir ini antara lain:

1. Tujuan dari penulisan ini yaitu untuk mendesain secara benar dan ekonomis komponen struktur balok beton prategang sebagai alternatif pengganti balok beton bertulang yang telah direncanakan sebelumnya. Perencanaan balok beton prategang dilakukan mulai dari perencanaan betonnya hingga baja prategangnya. semua akan didesain dengan menggunakan ketentuan dan peraturan yang ada.

2. Agar mahasiswa dapat merencanakan dan mendesain balok beton prategang

3. Agar dapat membandingkan cara perhitungan, serta efisiensi penggunaan beton prategang dengan beton konvensional.

4. Tujuan lain adalah membuka wawasan kepada masyarakat, khususnya kaum intelektual seperti mahasiswa, maupun para kontraktor bangunan bahwa beton prategang dapat dijadikan alternative pengganti beton bertulang

Tugas akhir ini diharapkan bermanfaat bagi :

1. Pihak-pihak atau mahasiswa yang membahas hal yang sama.

(23)

1.4 Pembatasan masalah

Karena luasnya cakupan masalah dalam pembahasan tugas akhir ini maka penulis membuat beberapa batasan masalah yang sesuai dengan tingkat pendidikan penulis. Pada penulisan tugas akhir ini, batasan-batasan yang digunakan adalah :

1. Perencanaan balok beton bertulang hanya untuk balok B-1 dan Balok B-2 Perencanaan dilakukan mulai dari perencanaan beton dan tulangan utama, tulangan geser, tulangan Torsi .

2. Perencanaan balok beton prategang hanya untuk balok B-1 dan Balok B-2 Perencanaan dilakukan mulai dari perencanaan beton, tendon, tulangan non-prategang, tulangan geser.

3. Dimensi dan Mutu beton (f’c) dari beton ini akan direncanakan sesuai dengan data dari lapangan.

4. tampang balok yang didesain adalah tampang persegi panjang yang ditentukan sesuai dengan keadaan di lapangan

(24)

1.5 Metodologi Penulisan

Dalam penyusunan tugas akhir ini penulisan meggunakan beberapa metode penulisan, diantaranya:

1. Metode Studi literatur, yaitu mencari acuan dan petunjuk sebagai bahan masukan dari referensi buku – buku yang berhubungan dengan perencanaan balok beton ditambah dengan bantuan program komputer untuk menambah ketelitian proses perhitungan

2. Metode Studi Kasus, yaitu mengumpulkan data – data yang ada dilapangan dan melihat langsung kondisi yang terjadi dilapangan.

3. Metode Studi Bimbingan, yaitu mengadakan konsultasi dengan dosen pembimbing tugas akhir yang memegang peranan penting dalam penulisan tugas akhir ini.

1.6 Sistematika Penulisan

Tugas akhir ini secara garis besar terdiri dari 4 (empat) Bab yang masing-masing memiliki sub Bab.

Sistematika penulisan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan yang meliputi Latar Belakang, Tujuan, Pembatasan Masalah, Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan.

BAB II : Tinjauan pustaka

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Standar Perencanaan Struktur Beton Bertulang

Peraturan dan standar persyaratan struktur bangunan pada hakekatnya ditujukan untuk kesejahteraan umat manusia, untuk mencegah korban manusia. Oleh karena itu, peraturan struktur bangunan harus menetapkan syarat minimum yang berhubungan dengan segi keamanan.Dengan demikian perlu disadari bahwa suatu peraturan bangunan bukanlah hanya diperlukan sebagai petunjuk praktis yang disarankan untuk dilaksanakan, bukan hanya merupakan buku pegangan pelaksanaan, bukan pula dimaksudkan untuk menggantikan pengetahuan, pertimbangan teknik, serta pengalaman-pengalaman di masa lalu.Suatu peraturan bangunan tidak membebaskan tanggung jawab pihak perencana untuk menghasilkan struktur bangunan yang ekonomis dan yang lebih penting, adalah keamanan.

2. 1.1 Baja Tulangan

(26)

mempunyai tempat cukup bebas untuk pemasangan tulangan, jarak spasi, dan selimut beton sesuai dengan persyaratan pada umumnya. Bahan batang baja rangkai dengan pengelasan yang dimaksud, didapat dari hasil penarikan baja pada suhu dingin dan dibentuk dengan pola ortogonal, bujur sangkar, atau persegi empat dengan di las pada setiap titik pertemuannya.

Sifat fisik tulangan baja yang paling penting untuk digunakan dalam perhitungan perencanaan beton bertulang ialah tegangan luluh (fy) dan modulus

elastisitas (Es). Tegangan luluh (titik luluh) baja ditentukan melalui prosedur

pengujian standar sesuai SII 0136-84 dengan ketentuan bahwa tegangan luluh adalah tegangan baja pada saat meningkatnya tegangan tidak disertai dengan peningkatan regangannya.Di dalam perencanaan atau analisis beton bertulang umumnya nilai tegangan luluh baja tulangan diketahui atau ditentukan pada awal perhitungan.

Ketentuan SK SNI-03-2487-2002 menetapkan nilai modulus elastisitas beton, baja tulangan, dan tendon sebagai berikut:

1. Untuk nilai wc diantara 1500 kg/m3 dan 2500 kg/m3, nilai modulus elastisitas

beton Ec dapat diambil sebesar (wc)1,5 0,043 ��(dalam Mpa). Untuk beton

normal Ec dapat diambil sebesar 4700 �′� .

2. Modulus elastisitas untuk tulangan non-prategang Es boleh diambil sebesar

200.000Mpa.

3. Modulus elastisitas untuk beton prategang Es' ditentukan melalui pengujian

(27)

2.1.2 Provisi Keamanan

Tujuan utama desain struktur adalah untuk mendapatkan struktur yang aman terhadap beban atau efek beban yang bekerja selama masa penggunaan bangunan.Struktur dan unsur-unsurnya harus direncanakan untuk memikul beban cadangan di atas beban yang diharapkan bekerja dibawah keadaan normal.Kapasitas cadangan yang demikian disediakan untuk memperhitungkan beberapa faktor yang dapat digolongkan dalam dua kategori umum; yaitu faktor yang berhubungan dengan pelampauan beban dan faktor yang berhubungan dengan kekurangan kekuatan (yaitu kekuatan yang kurang daripada harga yang diperoleh dengan menggunakan prosedur perhitungan yang dapat diterima). Bila intensitas dan efek beban yang bekerja diketahui dengan pasti, maka struktur dapat dibuat aman dengan cara memberikan kapasitas kekuatan yang sedikit lebih besar daripada efek beban.

Akan tetapi, sering kali dirasakan adanya ketidakpastian, baik ketika menentukan beban-beban yang akan bekerja pada struktur, maupun dalam hal kekuatan struktur dalam menahan beban tersebut. Ketidakpastian karena adanya variabilitas penampilan struktur dapat disebabkan oleh variasi kekuatan dan kekakuan beton akibat mutu material yang tidak seragam, kualitas pelaksanaan yang mempengaruhi kepadatan dan gradasi kekuatan beton, variasi dimensi elemen-elemen struktur, geometri struktur, penempatan tulangan dalam setiap elemen-elemen, dan efek-efek lain yang merugikan.

(28)

kemanan ini dimaksudkan untuk menjamin bahwa kapasitas struktur selalu lebih besar daripada beban kerja. Angka keamanan juga sering dipandang sebagai perbandingan antara tegangan leleh terhadap tegangan beban layan, namun pandangan ini tentu saja tidak berlaku bila efek nonlinear turut diperhitungkan.Sehingga angka keamanan didefenisikan sebagai rasio beban yang dapat menimbulkan keruntuhan terhadap beban kerja.

Peraturan SNI memisahkan provisi keamanan dalam faktor U untuk pelampauan beban dan faktor untuk kekurangan kekuatan. Persamaan dasar untuk pelampauan beban (SNI 03-2847-2002) untuk struktur pada lokasi dan proporsi yang sedemikian hingga pengaruh dari angin dan gempa dapat diabaikan, adalah :

U = l,2D+l,6L (2.1)

Di mana :U= kekuatan yang diperlukan (berdasarkan kemungkinan pelampauan beban)

D = beban mati pada keadaan layan L = beban hidup

Tujuan dari suatu provisi keamanan adalah untuk membatasi kemungkinan dari keruntuhan dan juga untuk memberikan struktur yang ekonomis.Jelaslah kiranya bila biaya tidak menjadi bahan pertimbangan, adalah mudah untuk merencanakan suatu struktur yang kemungkinan keruntuhannya adalah nol. Untuk mencapai faktor keamananyang cocok, maka kepentingan relatif dari beberapa hal harus ditetapkan. Beberapa diantara hal-hal tersebut adalah :

(29)

3. Ekspektasi dan besarnya pelampauan beban. 4. Pentingnya suatu unsur di dalam struktur.

5. Kesempatan untuk aba-aba peringatan sebelum keruntuhan.

Dengan menetapkan persentase untuk hal-hal diatas dan dengan mengevaluasi kondisi lingkungan untuk suatu kondisi, faktor yang memadai untuk keamanan dapat ditentukan untuk setiap hal.

2.1. 3 Metode Analisis dan Perencanaan Balok Persegi

Perencanaan komponen struktur beton dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak timbul retak berlebihan pada penampang sewaktu mendukung beban kerja, dan masih mempunyai cukup keamanan serta cadangan kekuatan untuk menahan beban dan tegangan lebih lanjut tanpa mengalami runtuh. Timbulnya tegangan-tegangan lentur akibat terjadinya momen karena beban luar, dan tegangan-tegangan tersebut merupakan faktor yang menentukan dalam menetapkan dimensi geometris penampang komponen struktur. Proses perencanaan atau analisis umumnya dimulai dengan memenuhi persyaratan terhadap lentur, kemudian baru segi-segi lainnya, seperti kapasitas geser, defleksi retak, dan panjang penyaluran, dianilisis sehingga keseluruhannya memenuhi syarat.

(30)

Anggapan-anggapan yang dipakai sebagai dasar untuk metode kekuatan (ultimit) pada dasarnya mirip dengan yang digunakan untuk metode tegangan kerja.Perbedaannya terletak pada kenyataan yang didapat dari berbagai hasil penelitian yang menunjukkan bahwa tegangan beton kira-kira sebanding dengan regangannya hanya sampai pada tingkat pembebanan tertentu. Pada tingkat pembebanan ini, apabila beban ditambah terus, keadaan sebanding akan lenyap dan diagram tegangan tekan pada penampang balok beton akan berbentuk setara dengan kurva tegangan-regangan beton tekan.

Pada metode tegangan kerja, beban yang diperhitungkan adalah service loads (beban kerja), sedangkan penampang komponen struktur direncana atau dianalisa berdasarkan pada nilai tegangan tekan lentur ijin yang umumnya ditentukan bernilai 0,45fc', dimana pola distribusi tegangan tekan linier atau sebanding lurus dengan jarak terhadap garis netral.

Sedangkan pada metode kekuatan (ultimit), service loads diperbesar, dikalikan suatu faktor beban dengan maksud untuk memperhitungkan terjadinya beban pada saat keruntuhan telah diambang pintu. Kemudian dengan menggunakan beban kerja yang sudah diperbesar (beban terfaktor) tersebut, struktur direncana sedemikian sehingga didapat nilai kuat guna pada saat runtuh yang besarnya kira-kira lebih kecil sedikit dari kuat batas runtuh sesungguhnya. Kekuatan pada saat runtuh tersebut dinamakan kuat ultimit dan beban yang bekerja pada atau dekat dengan saat runtuh dunamakan beban ultimit.

(31)

1. Bidang penampang rata sebelum terjadi lenturan, tetap rata setelah terjadi lenturan dantetap berkedudukan tegak lurus pada sumbu bujur balok (prinsip Bernoulli). Olehkarena itu, nilai regangan dalam penampang komponen struktur terdistribusi linear atauberbanding lurus terhadap jarak ke garis netral (prinsip Navier).

2. Tegangan sebanding dengan regangan hanya sampai pada kira-kira beban sedang,dimana tegangan beton tekan tidak melampaui ± 1/2 fc'. Apabila beban meningkatsampai beban ultimit, tegangan yang timbul tidak sebanding lagi dengan regangannyaberarti distribusi tegangan tekan tidak lagi linear. Bentuk blok tegangan beton tekanpada penampangnya berupa garis lengkung dimulai dari garis netral dan berakhir padaserat tapi tekan terluar. Tegangan tekan maksimum sebagai kuat tekan lentur beton pada umumnya tidak terjadi pada serat tepi terluar, tetapi agak masuk kedalam.

3. Dalam memperhitungkan kapasitas momen ultimit komponen struktur, kuat tarik betondiabaikan (tidak diperhitungkan) dan seluruh gaya tarik dilimpahkan kepada tulangan baja tarik.

2. 1.4. Kuat Lentur Penampang Balok Persegi

(32)

Pada suatu komposisi tertentu balok menahan beban sedemikian hingga regangan tekan lentur beton maksimum mencapai 0,003 sedangkan tegangan tarik baja tulangan mencapai tegangan luluh. Apabila hal demikian terjadi, penampang dinamakan mencapai keseimbangan regangan, atau disebut penampang bertulangan seimbang. Dengan demikian berarti bahwa untuk suatu komposisi beton dengan jumlah baja tertentu akan memberikan keadaan hancur tertentu pula.

Berdasarkan pada anggapan-anggapan seperti yang telah dikemukakan di atas, dapat dilakukan pengujian regangan, tegangan, dan gaya-gaya yang timbul pada penampang balok yang bekerja menahan momen batas, yaitu momen akibat beban luar yang timbul tepat pada saat terjadi hancur. Momen ini mencerminkan kekuatan dan di masa lalu disebut sebagai kuat lentur ultimit balok.Dan kuat lentur suatu balok beton tersedia karena berlangsungnya mekanisme tegangan-tegangan dalam yang timbul di dalam balok yang pada keadaan tertentu dapat diwakili oleh gaya-gaya dalam.

2. 1.5. Kondisi Penulangan Seimbang

(33)

keseimbangan gaya-gaya, dimana resultan tegangan tekan seimbang dengan resultante tegangan tarik (EH = 0).

Apabila penampang balok beton bertulang mengandung jumlah tulangan baja tank lebih banyak dari yang diperlukan untuk mencapai keseimbangan regangan, penampang balok demikian disebut bertulangan lebih (overreinforced). Berlebihnya tulangan baja tarik mengakibatkan garis netral bergeser ke bawah. Hal yang demikian pada gilirannya akan berakibat beton mendahului mencapai regangan maksimum 0,003 sebelum tulangan baja tariknya luluh. Apabila penampang balok tersebut dibebani momen lebih besar lagi, yang berarti regangannya semakin besar sehingga kemampuan regangan beton terlampaui, maka akan berlangsung keruntuhan dengan beton hancur secara mendadak tanpa diawali dengan gejala-gejala peringatan terlebih dahulu.

(34)

beban, sehingga mengakibatkan luas daerah tekan beton pada penampang menyusut (berkurang) yang berarti posisi garis netral akan berubah bergerak naik. Proses tersebut diatas terus berlanjut sampai suatu saat daerah beton tekan yang terus berkurang tidak mampu lagi menahan gaya tekan dan hancur sebagai efek sekunder. Cara hancur demikian, yang sangat dipengaruhi oleh peristiwa meluluhnya tulangan baja tarik berlangsung meningkat secara bertahap. Segera setelah baja mencapai titik luluh, lendutan balok meningkat tajam sehingga dapat merupakan tanda awal dari kehancuran. Meskipun tulangan baja berprilaku daktail (liat), tidak akan tertarik lepas dari beton sekalipun pada waktu terjadi kehancuran.

2. 1.6. Persyaratan Kekuatan

Penerapan faktor keamanan dalam struktur bangunan disatu pihak bertujuan untuk mengendalikan kemungkinan terjadinya runtuh yang membahayakan bagi penghuni, di lain pihak harus juga memperhitungkan faktor ekonomi bangunan. Sehingga untuk mendapatkan faktor keamanan yang sesuai, perlu ditetapkan kebutuhan relatif yang ingin dicapai untuk dipakai sebagai dasar konsep faktor keamanan tersebut.Struktur bangunan dan komponen-komponennya harus direncanakan untuk mampu memikul beban lebih diatas beban yang diharapkan bekerja. Kapasitas lebih tersebut disediakan untuk memperhitungkan dua keadaan, yaitu kemungkinan terdapatnya beban kerja yang lebih besar dari yang ditetapkan dan kemungkinan terjadinya penyimpangan kekuatan komponen struktur akibat bahan dasar ataupun pengerjaan yang tidak memenuhi syarat.Kriteria dasar kuat rencana dapat diungkapkan sebagai berikut:

(35)

2. 1.7. Analisis Balok Terlentur Bertulangan Rangkap

Di lapangan, kita lihat bahwa suatu balok yang bertulangan tunggal jarang dijumpai. Hal ini disebabkan karena pada perencanaan suatu bangunan, gaya gempa yang arahnya bolak-balik juga diperhitungkan. Sehingga bidang momen pada suatu bentang kadang bisa bernilai positif maupun negatif. Sehingga diperlukan baik tulangan atas maupun tulangan bawah dan dikenal sebagai balok bertulangan rangkap.

Penulangan rangkap juga dapat memperbesar momen tahanan pada balok. Apabila suatu penampang dikehendaki untuk menopang beban yang lebih besar dari kapasitasnya, sesangkan di lain pihak seringkali pertimbangan teknis pelaksanaan dan arsitektural membatasi dimensi balok, maka diperlukan usaha-usaha lain untuk memperbesar kuat momen penampang balok yang sudah tertentu dimensinya tersebut.

Hal ini dapat dilakukan dengan penambahan tulangan tarik hingga melebihi batas nilai � maksimum bersamaan dengan penambahan bahan baja didaerah tekan penampang balok. Hasilnya adalah balok dengan penulangan rangkap dimana tulangan baja tarik di daerah tarik dan tulangan tekan di daerah tekan. Pada keadaan demikian berarti tulangan baja tekan bermanfaat untuk memperbesar kekuatan balok.

(36)

saat tulangan tarik telah luluh bersama dengan tercapainya regangan 0,003 oleh beton.

Jika regangan tekan baja tekan (e 's) sama atau lebih besar dari regangan luluhnya (gy), maka sebagai batas maksimum tegangan tekan baja tekan diambil sama dengan tegangan luluhnya (fy). Sedangkan apabila regangan tekan baja yang terjadi kurang dari regangan luluhnya, maka tegangan tekan baja adalah f's = e's .Es. Dimana Es adalah modulus elastisitas baja. Tercapainya masing-masing keadaan (kondisi) tersebut tergantung dari posisi garis netral penampang.

2.2. Perencanaan Balok Prategang

Beton adalah suatu bahan yang mempunyai kekuatan yang tinggi terhadap tekan, tetapi sebaliknya mempunyai kekuatan relatif sangat rendah terhadap tarik, sedangkan baja adalah suatu material yang mempunyai kekuatan tarik yang sangat tinggi.Dengan mengkombinasikan beton dan baja sebagai bahan struktur, maka tegangan tekan dipikulkan kepada beton sementara tegangan tarik dipikulkan kepada baja.

(37)

2.2.1. Material Beton Prategang

2.2.1.a Beton

Beton adalah campuran dari semen, air, dan agregat serta suatu bahan tambahan. Setelah beberapa jam dicampur, bahan-bahan tersebut akan langsung mengeras sesuai bentuk pada waktu basahnya. Beton yang digunakan untuk beton prategang adalah yang mempunyai kekuatan tekan yang cukup tinggi dimana beton minimal 30 Mpa. Kuat tekan yang tinggi diperlukan untuk menahan tegangan tekan pada serat tertekan, pengangkuran tendon, mencegah terjadinya keretakan, mempunyai modulus elastisitas yang tinggi dan mengalami rangkak lebih kecil.

Beton adalah meterial yang kuat terhadap kondisi tekan, akan tetapi material yang lemah terhadap kondisi tarik. Kuat tarik beton bervariasi mulai dari 8 sampai 14 persen dari kuat tekannya. Rendahnya kapasitas tarik beton menimbulkan terjadinyaretak lentur pada taraf pembebanan yang masih rendah. Untuk mengurangi atau mencegah berkembangnya retak tersebut, gaya konsentris atau eksentris diberikan dalam arah longitudinal elemen struktural

(38)

saat beton mengalami beban kerja, mengantikan tulangan tarik pada struktur beton bertulang biasa.

Beton prategang adalah material yang sangat banyak digunakan dalam kontruksi.Beton prategang pada dasarnya adalah beton di mana tegangan-tegangan internal dengan besar serta distribusi yang sesuai diberikan sedemikian rupa sehingga tegangan-tegangan yang diakibatkan oleh beban-beban luar dilawan sampai suatu tingkat yang diinginkan. Prategang meliputi tambahan gaya tekan pada struktur untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan gaya tarik internal dan dalam hal ini retak pada beton dapat dihilangkan.

Beton yang digunkan dalam beton prategang adalah mempunyai kuat tekan yang cukup tinggi dengan nilai f'c min K-300, modulus elastis yang tinggi

(39)

2.2.1.b Baja Prategang

Prategang pada dasarnya merupakan suatu beban yan g menimbulkan tegangan dalam awal sebelum pembebanan luar dengan besar dan distribusi tertentu bekerja sehingga tegangan yang dihasilkan dari beban luar dilawan sampai tingkat yang diinginkan.Gaya pratekan dihasilkan dengan menarik kabel tendon yang ditempatkan pada beton dengan alat penarik. Setelah penarikan tendon mencapai gaya/tekanan yang direncanakan, tendon ditahan dengan angkur, agar gaya tarik yang tadi dikerjakan tidak hilang. Penarikan kabel tendon dapat dilakukan baik sebelum beton dicor (pre-tension) atau setelah beton mengeras (post-tension).

Baja (tendon) yang dipakai untuk beton prategang dalam prakteknya ada tiga macam, yaitu :

1. Kawat tunggal (wires), biasanya digunkan untuk baja prategang pada betonprategang dengan system pratarik (pre-tension).

2. Kawat untaian (strand), biasanya digunkan untuk baja prategang pada betonpratengang dengan system pascatarik (post-tension).

(40)

Kawat tunggal yang dipakai untuk beton prategang adalah yang sesuai dengan pesifikasi sepeti ASTM A 421; stress-relieved strands mengikuti standar ASTM A 416. Strands terbuat dari tujuh kawat dengan memuntir enam diantaranya pada pich sebesar 12 sampai 16 kali diameter di sekeliling kawat lurus yang sedikitkebih besar. Ukuran dari kawat tunggal bervariasi dengan diameter antara 3 - 8 m, dengan tengangan tarik (fp) antara 1500 - 1700 Mpa

dengan modulus elastisitas Ep = 200 x 10 Mpa.

Untuk memaksimumkan luas baja strands 7 kawat untuk suatu diameter nominal, kawat standar dapat dibentuk menjadi strands yang dipadatkan seperti

(41)
[image:41.595.177.416.162.278.2]

pada gambar 2.2. Standar ASTM yang disyaratkan masing-masing tercantum pada table 2.1

Gambar 2.26 Gambar 2.2

[image:41.595.148.494.487.715.2]
(42)

2.2.2. Penampang - Penampang Beton Prategang

Pemilihan bentuk penampang yang akan digunakan pada suatu konstruksi biasanya tergantung pada kesederhanaan cetakan dan kemungkinan cetakan tersebutuntuk dapat dipakai kembali, penampilan penampang, derajat kesulitan penuangan beton, dan besaran teoritis penampang melintang batang. Semakin besar jumlah beton yang ditempatkan didekat serat terluar balok, semakin besar pula lengan momen antara gaya C dan T sehingga momen penahan akan semakin besar. Ada beberapa batasan pada lebar dan tebal flens, dan juga web hams cukup besar untuk menahan geser dan memungkinkan penuangan beton dapat berjalan dengan baik dan pada saat yang sama juga cukup tebal untuk menghindari tekuk. Penampang prategang bentuk T seringkali merupakan penampang yang sengat ekonomis karena adanya beton dalam proporsi besar pada flens tekan yang cukup efektif untuk menahan gaya tekan.

[image:42.595.115.511.463.648.2]

.

(43)

2.2.3 Sistem Prategang dan Pengangkeran

Sehubungan dengan perbedaan sistem untuk penarikan dan pengangkeran tendon, maka situasinya sedikit membingungkan dalam perancangan dan penerapan beton prategang.Seorang sarjana teknik sipil harus mempunyai pengetahuan umum mengenai metode-metode yang ada dan mengingatnya pada saat menentukan dimensi komponen struktur, sehingga tendon-tendon dari beberapa sistem dapat ditempatkan dengan baik.

Berbagai metode dengan nama pratekanan (pre-compression) diberikan pada beton dapat dilakukan sebagai berikut:

1. Pembangkit gaya tekan antara elemen structural dan tumpuan-tumpuannya dengan pemakaian dongkrak (flat jack).

2. Pengembangan Tekanan Keliling (hoop compression) dalam struktur berbentuk silinder dengan mengulung kawat secara melingkar.

3. Pemakaian baja yang ditarik secara longitudinal yang ditanam dalam beton atau ditempatkan dalam selongsong.

4. Pemakaian prinsip distorsi suatu struktur statis tak tentu baik dengan perpindahan maupun dengan rotasi satu bagian relatif terhadap bagian lainnya.

5. Pemakaian pemotong baja structural yang dilendutkan dan ditanam dalam beton sampai beton tersebut mengeras.

(44)

Gambar 2.4 Kabel tendon sesaat sebelum diberi gaya prategang

Metode yang biasa dipakan untuk memberikan parategang pada semen beton strukural adalah dengan menarik baja ke arah longitudinal dengan alat penarik yang berbeda-beda.Prategang dengan menggunakan gaya-gaya langsung diantara tumpuan-tumpuan umumnya dipakai pelengkung dan perkerasan, dan dongkrak datar selalu dipakai untuk memberikan gaya-gaya yang diinginkan.

[image:44.595.114.512.519.693.2]
(45)
[image:45.595.189.448.265.634.2]

Pengankeran ada 2 macam yaitu : angker mati dan angker hidup. Angker mati adalah angker yang tidak bias dilakukan lagi penarikan setelah penegangan tendon dilakukan. Angker mati sering digunakan dalam prategang dengan sistem pratarik.Sedangkan angker hidup dapat dilakukan penarikan kembali jika hal itu diperlukan. Pegangkeran ini sering dijumpai dalam prategang dengan sistem pasca tarik.

(46)

2.2.3.a Sistem Pratarik (Pre-tensioning)

Didalam sistem pratarik (Pre-tensioning), tendon lebih dahulu ditarik antara blok-blok angker yang kaku (rigid) yang dicetak diatas tanah atau didalam suatu kolom atau perangkat cetakan pratarik dan selanjutnya dicor dan dipadatkan sesuai dengan bentuk serta ukuran yang diinginkan.

Metode ini digunakan untuk beton-beton pracetak dan biasanya digunakan untuk konstruksi-konstruksi kecil.Beton-beton pracetak biasanya digunakan pada konstruksi-konstruksi bangunan, kolom-kolom gedung, tiang pondasi atau balok dengan bentang yang panjang.

(47)

mengeras, tendon dilepaskan dari alas prapenarikan dan gaya prategang ditranfer ke beton.

2.2.3b Sistem Pascatarik (Post-tensioning)

Kebanyakan pelaksanaan pretensioning dilapangan dilaksanakan dengan metode post-tensioning.Pascatarik dipakai untuk memperkuat bendungan beton, prategang melingkar dari tangki-tangki beton yang besar, serta perisai-perisai biologis dari reactor nuklir.Pascatarik (Post-tensioning) juga banyak digunakan konstruksi beton prategang segmental pada jembatan dengan bentang yang panjang.

(48)

Adapun metode dalam pelaksanaan pengerjaan beton pasca tarik (Post-tensioning) adalah sebagai berikut:

Selongsong kabel tendon dimasukkan dengan posisi yang benar pada cetakan beton beserta atau tanpa tendon dengan salah satu ujungnya diberi angkur hidup dan ujung lainnya angkur mati atau kedua ujungnya dipasang angkur hidup. Beton dicor dan dibiarkan mengeras hingga mencapai umur yang mencukupi. Selanjutnya, dongkrak hidrolik dipasang pada angkur hidup dan kabel tendon ditarik hingga mencapai tegangan atau gaya yang direncanakan seperti terlihat pada gambar 2.8.

Untuk mencegah kabel tendon kehilangan tegangan akibat slip pada ujung angkur terdapat baji. Gaya tarik akan berpindah pada beton sebagai gaya tekan internal akibat reaksi angkur.

(49)

2.2.3.c Prategang Termo-Listrik

Metode prategang dengan tendon yang dipanaskan, yang dicapai dengan melewatkan aliran listrik pada kawat yang bermutu tinggi, umumnya disebut sebagai "Prategang Termo-Listrik".Prosesnya terdiri atas pemanasan batang dengan arus listrik sampai temperature 300 - 400 C selama 3 - 5 menit. Batang tersebut mengalami perpanjangan kira-kira 0,3 - 0,5 persen. Setelah pendinginan batang tersebut berusaha memperpendek diri ada ini dicegah oleh jepitan angkur pada kedua ujungnya seperti yang ditunjukan dengan gambar 2.9. Waktu pendinginan diperhitungkan 12 -15 menit.

2.2.4 Analisa Prate

Tegangan yang disebabkan oleh prategang umumnya merupakan tegangan kombinasi yang disebabkan oleh beban langsung dan lenturan yang dihasilkan oleh beban yang ditempatkan secara eksentris.

[image:49.595.120.478.344.563.2]

Analisa tegangan-tegangan yang timbul pada suatu elemen struktur beton prategang didasarkan atas asumsi-asumsi berikut:

(50)

1. Beton prategang adalah suatu mineral yang elastic serta homogen 2. Didalam batas-batas tegangan kerja, baik beton maupun baja

berperilaku elastis, tidak dapat menahan rangkak yang kecil yang terjadi pada keduamaterial tersebut pada pembebanan terus-menerus. 3. Suatu potongan datar sebelum melentur dianggap tetap datar meskipun

sudahmengalami lenturan, yang menyatakan suatu distribusi regangan linier padakeseluruhan tinggi batang.

Selama tegangan tarik tidak melampaui batas modulus keruntuhan beton (yang sesuai dengan tahap retakan yang terlihat pada beton), setiap perubahan dalam pembebanan batang menghasilkan perubahan tegangan pada beton saja, satu-satunya fungsi dari tendon prategang adalah untuk memberikan dan memelihara prategang pada beton.

Tegangan yang disebabkan oleh prategang umumnya merupakan tegangan kombinasi yang disebabkan oleh aksi beban langsung dan lenturan yang dihasilkan oleh beban yang ditempatkan secara eksentris maupun kosentris.

2.2.4 Kondisi Tendon Prategang 2.2.4.a Tedon Konsentris

(51)

Gambar di atas menunjukkan sebuah beton prategangan tanpa eksentrisitas, tendon berada pada garis berat beton (cental grafity of concrete,c.g.c). Prategang seragam pada beton = F/A yang berupa tekan pada seluruh tinggi balok. Pada umumnya beban-beban yang dipakai dan beban mati balok menimbulkan tegangan tarik terhadap bidang bagian bawah dan ini diimbangi lebih efektif dengan memakai tendon.

Gambar 2.10

(52)

2.2.4.b Tendon Eksentris

Sebuah balok yang mengalami suatu gaya prategang eksentris sebesar P yang ditempatkan dengan eksentrisitas e. Tendon ditempatkan secara eksentris terhadap titik berat penampang beton. Eksentrisitas tendon akan menambah kemampuan untuk memikul beban eksternal.

Eksentisitas akan menambah kemampuan untuk menerima/memikul tegangan tarik yang lebih besar lagi (serat bawah).

Prategangan juga menyebabkan perimbangan gaya-gaya dalam komponen beton prategang.Konsep ini terutama terjadi pada beton prategang post-tension.

[image:52.595.164.489.238.470.2]

Tegangan yang ditimbulkan menurut (Edward G Nawy , 2001) pada serat-serat bagian atas dan bagian bawah balok diperoleh dengan hubungan :

(53)

� ℎ = �+�. =�(1 + .� �2 )

= �+�. = �(1 + .� �2 )

Dimana:

P = Gaya Prategang ( positif apabila menghasilkan tekanan langsung)

E = Eksentrsitas gaya prategang

A = Luas potongan melintang batang beton

Zt dan Zb = Momen penampang serat paling atas dan paling bawah

f atas dan f bawah = Prategang pada beton yang ditimbulkan pada serat paling atas dan paling bawah (positif apabila tekan dannegatif apabila tarik)

yt dan yb = Jarak antara serat paling atas dan serat paling bawah

terhadap titik berat penampang

i = Jari-jari girasi

2.3 Keuntungan Beton Prategang Dibanding Beton Bertulang

Beton prategang memberikan keuntungan-keuntungan teknis besar dibandingkan dengan bentuk-bentuk konstruksi lainnya, seperti beton bertulang dan baja.Dalam hal batang prategang penuh, yang bebas dari tegangan-tegangan tarik pada beban kerja, penampang melintangnya dimanfaatkan secara lebih efisien apabila dibandingkan dengan penampang beton bertulang yang retak pada beban kerja. Dalam batas-batas tertentu, suatu beban mati permanen dapat

(54)

dilawan dengan menambah eksentrisitas gaya prategang dalam suatu unsur struktur prategang, sehingga lebih menghemat pemakaian material.

Batang beton prategang memiliki perlawanan yang meningkat terhadap gaya geser, disebabkan oleh pengaruh prategang tekan, yang mengurangi tegangan tarik utama. Pemakaian kabel yang dilengkungkan, khususnya pada batang berbentang panjang membantu mengurangi gaya geser yang timbul pada penampang ditumpuan.

Suatu batang lentur beton prategang menjadi lebih kaku pada beban kerja daripada suatu batang tendon bertulang dengan tebal yang sama. Namun, setelah permulaan retak, perilaku lentur suatu batang prategang adalah sama dengan batang beton bertulang. Pemakaian beton dan baja berkekuatan tinggi pada batang prategang menghasilkan batang-batang yang lebih ringan dan lebih langsing daripada yang dimungkinkan dengan pemakaian beton bertulang.Kedua ciri-ciri structural beton prategang yaitu beton berkekuatan tinggi dan bebas dari retak,

(55)

peralatan berat lainnya yang diperlukan untuk menghasilkan beton prategang. Namun, terdapat suatu kondisi yang ekonomis secara menyeluruh didalam pemakaian beton prategang, karena berkurangnya bobot mati akan mengurangi beban rencana dan biaya pondasi.

2.4. Definisi Pembebanan

2.4.1. Beban dan aksi yang bekerja

Pembebanan untuk merencanakan portal prategang merupakan dasar dalam menentukan beban-beban dan gaya-gaya untuk perhitungan tegangan-tegangan yang terjadi pada setiap bagian jembatan jalan raya. Penggunaan pembebanan ini dimaksudkan agar dapat mencapai perencanaan yang aman dan ekonomis sesuai dengan kondisi setempat, tingkat keperluan, kemampuan pelaksanaan dan syarat teknis lainny, sehingga proses pelaksanaan dalam perencanaan menjadi efektif. Beban-beban dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu :

2.4.1.a Beban Primer

Beban utama dalam perhitungan perhitungan gaya-gaya dalam pada perencanaan rangka portal

a. Beban Mati Primer

(56)

b. Beban Mati Tambahan

Berat beban mati tambahan yang dipikul oleh struktur, beban ini dapat berupa beban akibat balok, pelat maupun stupa.

c. Beban Hidup

Beban hidup adalah beban bergerak yang direncanakan akan dipikul oleh struktur rangka portal.

2.4.1.b Beban Sekunder

Pada struktur rangka portal statis tak tentu, struktur akan dipengaruhi oleh beban sekunder, dimana beban ini terjadi sebagai akibat dari gaya pratgang itu sendiri. Untuk menghitung struktur dengan tingkat ketidaktentuan yang tinggi maka digunakan Metode load balancing Menurut (Andri Budiadi, 2008), jika tendon dibentuk melengkung maka seluruh panjang kabel akan menghasilkan gaya yang searah dengan kelengkungannya ( tranverse forse = gaya keatas ). Gaya yang keatas tersebut adalah gaya terbagi merata yang sama sepanjang kabel. Untuk kabel yang parabolis dengan kelengkungan konstan, jika harga gaya prategang P konstan maka gaya merata keatas akibat pratekan adalah :

=

.

=

8.�2.

Dimana : Wp = Balanced Load P = Gaya Prategang e = Eksentrisitas Kabel

(57)

2.5 Desain Penampang Beton Prategang Terhadap Lentur

Pada waktu pendesainan penampang beton prategang pada dasarnya dilakukan dengan cara coba-coba (trial & error). Ada kerangkan struktur yang harus dipilih sebagai permulaan dan mungkin dimodifikasi pada waktu proses desain berlangsung. Ada berat sendiri komponen strktur yang mempengaruhi desain, tetapi hams diasumsikan sebelum melakukan perhitungan momen. Ada bentuk perkiraan penampang beton yang ditentukan oleh pertimbangan-pertimbangan praktis dan teoritis yang harus diasumsikan untuk percobaan. Karena adanya variabel-variabel ini, disimpulkan bahwa prosedur yang terbaik adalah suatu cara coba-coba yang berpedoman pada hubungan-hubungan yang diketahui sehingga memungkinkan diperolehnya hasil akhir yang lebih cepat.

2.6. Analisa Tegangan Pada Penampang Beton Prategang

(58)

2.6.1 Desain tendon

Jumlah tendon yang digunakan menurut ( Andri budiadi, 2008) dapat ditentukan dengan persamaan- persamaan berikut:

∶ � �

Dimana:

Pb = Gaya Prategang dibalok

N = Beban putus pada tendon prategang

2.6.2 Selubung Eksentrisitas yang Membatasi

Eksentrisitas tendon yang didesain di sepanjang bentang diharapkan sedemikian hingga tarik yang terjadi di serat ekstrim balok hanya terbatas atau tidak ada sama sekali di penampang yang menentukan dalam desain. Jika tarik tidak dikehendaki sama sekali di sepanjang bentang balok dengan tendon berbentuk draped, maka eksentrisitasnya hams ditentukan di penampang-penampang berikut di sepanjang bentang.

Untuk mengetahui apakah eksentrisitas tendon ditumpuan dan di tengah bentang terletak di daerah aman, maka perlu perlu ditentukan terlebih dahulu batas-batas daerah aman yang terletak pada penampang.

(59)

2.7Analisis Dan Perancangan Tulangan Torsi

2.7.1 Analisis

Momen torsi merupakan momen yang bekerja terhadap sumbu longitudinal balok atau elemen struktur. Prinsip desain torsi menurut tata cara perhitungan struktur beton untuk bangunan gedung (SNI 03-2847-2002) didasarkan pada analogi rangka ruang pada tabung berdinding tipis (penampang solid diperhitungkan sebagai penampang berongga). Suatu balok yang dibebani torsi dimodelkan sebagai tabung berdinding tipis dengan bagian inti penampang solid diabaikan. Pada saat elemen beton bertulang retak akibat torsi, ketahanan elemen beton tersebut dalam menahan gaya torsi disediakan oleh sengkang tertutup dan tulangan longitudinal yang berada di dekat permukaan luar penampang, beton dianggap tidak ikut menahan torsi.

Beban torsi harus diperhitungkan dalam desain balok menurut

( Andri Budiadi,2008 ) apabila :

Tu >Tc

Pengaruh torsi dapat diabaikan bila :

Tu <

        cp cp c P A f 2 12 ' . 

distribusi tegangan puntir

Gambar 2.13 Penampang balok puntir

(60)

Dimensi penampang melintang untuk penampang solid, yaitu :                        c w c ch h u w u f d b V A P T d b V ' 3 2 . 7 , 1 . 2 2 . 2 .  Dengan :

Ach = (bw–2d’).(h –2d’)

Ph = 2(bw–2d’ + 2 h –2d’

Tulangan yang dibutuhkan untuk torsi ditentukan berdasarkan :

Tn Tu

Tn =

s f A

Ao t s cot .

2 . . .

Kebutuhan tulangan sengkang untuk torsi :

 cot .

2 o. s. n t f A T s A dengan :

At = luas tulangan torsi (sengkang) luas 1 kaki sengkang s = jarak antara tulangan sengkang

Ao = 0,85. Ach

fs = tegangan leleh tulangan sengkang

 = sudut retak (45o untuk elemen non prategang)

( 2.7)

( 2.8)

(61)

Tulangan longitudinal tambahan yang dibutuhkan untuk menahan torsi :

A1 = . cot2

      y s h t f f p s A Dengan :

A1 = luas tulangan longitudinal tambahan

Ph = keliling daerah yang dibatasi sengkang tertutup

2.7.2 Perancangan

Langkah-langkah yang diperlukan untuk menentukan dimensi dan jarak tulangan puntir adalah :

a. Menentukan menurut ( Andri Budiadi, 2008 ) gaya puntir dan geser perlu balok (Tu, b ; Vu, b) :

Tu, b = berdasarkan analisis struktur

Tu, b =  . (1/3. f'c.(Acp2/Pcp)

Vu,b = hasil analisa struktur

2 ln . ln

.

,b M M Wu

Vunlnr

b. Menentukan gaya puntir beton dan tulangan (Tc ; Ts) :

Tc =

      cp cp c P A f 2 ' 12 1

Jika Tu > Tc, perlu tulangan torsi

Tu 

                cp cp c P A f 2 ' 12 1

; tulangan puntir sebesar Ts

( 2.10)

( 2.11)

( 2.12)

( 2.13)

(62)

Ts = TuTc

Ts  4 Tc ; dimensi balok harus diperbesar

c. Menentukan luas tulangan sengkang untuk torsi:

Tn = u

T

Kebutuhan tulangan sengkang untuk torsi :

Ao = 0,85. Aoh  = 45o (untuk elemen non prategang)

 cot .

2 o s n t f A T s A s At

dinyatakan dalam mm2/jarak mm

Syarat : w s t b f s A 6 1 

d. Menentukan luas tulangan sengkang untuk geser Vc = . f'c

6 1

. bw . d

Vu >  Vc ;  = 0,75  perlu tulangan geser

Vu  ½  Vc ;  = 0,75  tulangan geser minimum

Vs = c

u V V 75 , 0 s Av

(63)

e. Menentukan luas tulangan sengkang untuk geser dan torsi s A s A A s

A t v

vts

vt   

2

f. Menentukan spasi sengkang maksimum

8 h

P

s atau 300 mm  untuk torsi

s < ½ d  untuk geser

g. Menentukan luas tulangan sengkang minimum Av + 2.At>

y w c f s b f . 1200 ' 75 .

Av + 2.At>Avts tetapi tidak boleh kurang dari y w f s b . 3

Avtpasang = Avts.s > Avts min

h. Menentukan tulangan longitudinal tambahan akibat torsi

At =

y s b t f f P s

A 2

.cot

Luas total minimum tulangan torsi longitudinal dihitung dengan :

At min =

y s h t y cp c f f P s A f A f . . 12 ' . 5       

At > At min

i. Kontrol kapasitas penampang

 2 . . . cot s h y t pasang t f P f A s A

Tn = cot2

. . . 85 , 0 . 2 s f ch A s t A

Tn > Tu

(64)

BAB III

Studi Kasus & Pembahasan

3.1Pendahuluan

Pembangunan proyek Komplek Krematorium Tanjung Morawa Medan yang dilakukan oleh PT Bangun Naluri Nusa merupakan suatu proyek yang cukup jarang dilakukan di kota Medan. Proyek ini menggunakan balok beton prategang sebagai alternatif pengganti balok yang awal direncanakan. Penggantian balok prategang ini dilaksanakan di pertengahan pelaksanaan proyek. Penggantian ini dilakukan karena memperhitungkan dimensi yang cukup besar sehingga akan menimbulkan berat sendiri yang cukup besar pula maka dari itu alternatif penggantian balok tersebut dengan menggunakan balok prategang cukup ideal karena dimensi dari balok tersebut menjadi lebih kecil.

3.2 Studi Kasus

(65)
[image:65.595.140.501.444.730.2]

Gambar 3.1 Pemodelan struktur

Berdasarkan data dan kondisi dilapangan penulis menyajikan gambar dari denah pembalokan tersebut pada gambar 3.2. Rencana pembalokan hanya mengacu pada balok B-1 dan B-2 yang akan dirancang dalam desain balok prategang.

Gambar 3.2 Denah Pembalokan I

A

I

(66)

Gambar 3.3 Portal Balok B – 1 ( Pot I – I )

Gambar 3.4 Portal Balok B – 2 ( Pot II – II)

22 m

5 m

5 m 4 m 4 m

14,75 m

14,75 m 30 m

5 m 5 m

A

A C

C B

B

D

D E

E

F

[image:66.595.120.521.94.356.2] [image:66.595.120.511.473.714.2]
(67)
[image:67.595.118.525.91.745.2]

Gambar 3.5 Detail Potongan Balok B – 1

Gambar 3.6 Detail Potongan Balok B – 2 Potongan Balok Beton Bertulang Potongan Balok Beton Prategang Potongan Balok Beton Bertulang

Potongan Balok Beton Prategang Pot A - A

Pot B - B Pot C - C

Pot D - D

Pot E - E

Pot F - F

Pot A - A Pot B - B Pot C - C

Pot E - E

(68)

3.2.1 Data yang digunakan dalam Perencanaan

Dalam sistematis perencanaan balok akan dilakukan dengan merencanakan balok beton bertulang dan beton prategang .

Adapun data-data perencanaan sebagai berikut:

1. Konstruksi portal balok beton bangunan vihara yang akan direncanakan portal baloknya. terdiri luas bangunan dengan panjang 41.25 m, lebar 40 m dan tinggi 14.73 m.

2. Dalam perencanaan ini digunakan material Beton dan baja dengan mutu.

 Untuk Beton Bertulang:

 (fc') = 30 Mpa

 (fy) = 300 MPa.

 Untuk Beton Prategang :

 (fc') = 35 Mpa

 (fy) = 350 MPa.

3. Komponen struktur yang dibandingkan hanyalah balok tampang persegi . 4. Perletakan struktur gedung adalah jepit-jepit.

5. Beban-beban yang bekerja yang disesuaikan dengan peraturan yang berlaku yaituPeraturan SK SNI 03-2847-2002

a. Beban Mati

o Beban mati primer

Besarnya beban mati yang akan ditentukan harus berdasarkan berat isi pada bahan-bahan bangunan tersebut, diantaranya:

(69)

o Beban mati tambahan

Berat beban mati tambahan yang dipikul oleh struktur, beban ini akibat Stupa yang berada diatas bangunan diperkirakan sebesar + 25000 kg.

b. Beban Hidup

Berdasarkan peraturan yang berlaku di Indonesia, beban hidup pada atap adalah 100 kg/m2.

c. Beban Gempa

Berdasarkan peraturan yang berlaku di Indonesia, beban beban gempa statik ekuivalen diperoleh :

1. Perhitungan Base shear

= .

.

 Direncanakan :

 Waktu getar bangunan:

Tx = Ty = 0,0731.H3/4 = 0,0731( 14,75)3/4 = 0,55 detik  Struktur dalam wilayah gempa 3

 Struktur dalam tanah Lunak

 Dari grafik Respon spektrum gempa rencana (SNI – 1726-2002)

diperoleh nilai C = 0,75

 Faktor Daktilitas ( R ) Untuk Beton bertulang = 8,5

(70)

 Total Berat ( Wt ) :

o Berat bangunan = 357485,88 kg

o Stupa = 25.000 kg

o Beban Hidup = 100 × 0,9 × 40 × 41,25 = 37125 kg

 Wt = 419610,8 kg

 Perhitungan base shear :

o V = 0,75 × 1,0/8,5 × 419610,8 = 37024,5 kg

3.2.1.a Building Code

Dalam merencanakan sebuah b

Gambar

  Tabel 2.1
Gambar 2.3 Penampang balok Persegi Panjang
Gambar 2.4  Kabel tendon sesaat sebelum diberi gaya prategang
Gambar 2.6
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah melakukan analisis dan desain balok bentang 18 meter pada gedung 9 lantai dengan balok beton prategang dan baja profil

Tujuan dari penelitian ini adalah: untuk membandingkan kuat lentur balok beton bertulangan baja dengan balok beton bertulangan kayu yang memiliki kekuatan yang setara,

Berdasarkan hasil dari analisa numerik diketahui bahwa: 1) Panjang bentang geser (a/d) mempengaruhi kapasitas balok beton bertulang. Semakin kecil a/d maka balok

Pada penelitian ini akan dikaji balok beton dengan tumpuan jepit-jepit dengan lubang pada badan balok yang ditempatkan pada daerah seperempat bentang, dengan

balok tepi pada atap lengkung (dome) dengan menggunakan beton prategang serta. pengaruh pemberian gaya prategang pada

Didalam tugas akhir ini dibahas tentang perencanaan beton prategang pada suatu gelagar/balok yang berbeda, yaitu balok PCI dengan Balok Box.. Namun didalam tugas akhir

Beton prategang direncanakan dengan metode peralihan tumpuan, dan hasilnya akan dibandingkan dengan hasil perencanaan dengan menggunakan beton bertulang menggunakan metode pelat

Tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah melakukan analisis dan desain balok bentang 18 meter pada gedung 9 lantai dengan balok beton prategang dan baja profil