ANALISIS DAMPAK PROGRAM PEMBARUAN AGRARIA
NASIONAL (PPAN) TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH
DESA PERKEBUNAN SEI BALAI
KECAMATAN SEI BALAI
KABUPATEN ASAHAN
TESIS
Oleh :
ALI RINTOP SIREGAR
097003007/PWD
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA
MEDAN
2012
SE K O L A H
P A
S C
A S A R JA
Judul Tesis : “ANALISIS DAMPAK PROGRAM PEMBARUAN AGRARIA NASIONAL (PPAN) TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH DESA PERKEBUNAN SEI BALAI KECAMATAN SEI BALAI KABUPATEN ASAHAN”
Nama Mahasiswa : Ali Rintop Siregar Nomor Pokok : 097003007
Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Menyetujui
Komisi Pembimbing :
Pembimbing I Ketua
(Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSC. Ph.D)
Pembimbing II Anggota
Pembimbing III
(Dr. Ir. Tavi Supriana, MS)
Anggota
(Kasyful Mahalli, SE. M.Si)
Ketua Program Studi
(Prof. Dr. lic.rer.reg.Sirojuzilam, SE)
Direktur,
(Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)
ANALISIS DAMPAK PROGRAM PEMBARUAN AGRARIA
NASIONAL (PPAN) TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH
DESA PERKEBUNAN SEI BALAI
KECAMATAN SEI BALAI
KABUPATEN ASAHAN
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan
Pedesaan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
Ali Rintop Siregar
097003007
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA
Telah diuji pada Tanggal : 26 Juli 2012
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSC. Ph.D Anggota : 1. Dr. Ir. Tavi Supriana, MS
ABSTRAK
Ali Rintop Siregar, Nomor Induk Mahasiswa 097003007, “Analisis Dampak Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) Terhadap Pengembangan Wilayah Desa Perkebunan Sei Balai Kecamatan Sei Balai Kabupaten Asahan”. Di bawah bimbingan Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc. PhD, Dr. Ir. Tavi Supriana, MS, dan
Kasyful Mahalli, SE. M.Si
Reforma Agraria merupakan penyelesaian yang muncul terhadap masalah ketimpangan struktur agraria, kemiskinan ketahanan pangan, dan pengembangan wilayah pedesaan diberbagai belahan dunia. Banyak negara, baik yang mempunyai ideologi kanan seperti: Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Filipina dan Brazil, maupun yang mempunyai ideologi kiri seperti: Cina dan Vietnam melaksanakan Reforma Agraria, dengan hasil yang beragam. Tercatat beberapa negara melaksanakan Reforma Agraria lebih dari satu kali seperti Rusia, Jepang, Mexico dan Venezuela
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) di Desa Sei Balai Kecamatan Sei Balai Kabupaten Asahan serta dampaknya terhadap pengembangan wilayah. Populasi penelitian adalah masyarakat yang menerima PPAN jumlah sampel 100 responden dan masyarakat yang belum mendapatkan PPAN sebanyak 30 responden sebagai variabel kontrol. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara yang menggunakan kuesioner. Analisis data menggunakan metoda deskriptif dan uji paired t-test.
Hasil penelitian ini menunjukkan pelaksanaan PPAN di Desa Sei Balai Kecamatan Sei Balai Kabupaten Asahan yang menggunakan konsep konsolidasi telah memberikan manfaat yang cukup besar bagi masyarakat Desa Sei Balai Kecamatan Sei Balai Kabupaten Asahan. Secara rinci PPAN telah memberikan akses sumber ekonomi, mengurangi potensi konflik lahan, meningkatkan pendapatan, meningkatkan kemandirian pangan, serta meningkatkan kelestarian lingkungan hidup di sekitar Desa Sei Balai Kecamatan Sei Balai Kabupaten Asahan. Secara umum, PPAN telah memberikan peranan terhadap pengembangan wilayah di Desa Sei Balai Kecamatan Sei Balai Kabupaten Asahan.
ABSTRACT
Ali Rintop Siregar, Student Identification Number 097003007, "Impact Analysis of the National Agrarian Reform Program (PPAN) The Area Development District Village Hall Plantation Sei Sei Asahan District Headquarters". Under the guidance of Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc. PhD, Dr. Ir. Tavi Supriana, MS, and Kasyful Mahalli,SE,M.Si
Agrarian Reform is an emerging solution to the problem of agrarian structure of inequality, poverty, food security and rural development in many parts of the world. Many countries, both of which have the right ideology such as: Japan, Taiwan, South Korea, the Philippines and Brazil, as well as the ideology that has left such as China and Vietnam carry out agrarian reform, with mixed results. Recorded some countries carry out agrarian reform more than once, such as Russia, Japan, Mexico and Venezuela
This study aims to analyze the implementation of the National Agrarian Reform Program (PPAN) in the Village Center District Sei Sei Asahan District Headquarters and its impact on regional development. The study population is the number of people who received a sample of 100 respondents PPAN and people who do not earn as much as 30 respondents PPAN as control variables. The data was collected using a questionnaire interview. Data analysis using descriptive methods and paired t-test test.
The results of this study demonstrate the implementation of PPAN in the Village Center District Sei Sei Asahan District Headquarters that uses the concept of consolidation has provided considerable benefits for the Central District of Sei Sei Village Hall Asahan District. In detail PPAN has provided access to economic resources, reducing potential conflicts of land, increase revenue, improve food self-sufficiency, and improving environmental sustainability around the Village Center District Sei Sei Asahan District Headquarters. In general, PPAN has given the role of regional development in the Village Center District Sei Sei Asahan District Headquarters.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
karena atas berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis akhirnya dapat menyelesaikan
tesis yang berjudul “Analisis Dampak Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN)
Terhadap Pengembangan Wilayah Desa Perkebunan Sei Balai Kecamatan Sei Balai
Kabupaten Asahan ”.
Keseluruhan tesis ini dapat diselesaikan berkat adanya bantuan dari banyak
pihak yang berperan dalam memberikan dorongan baik moril maupun material,
terutama perhatian dan kebaikan Dosen Pembimbing, Dosen Pembanding, Ketua
Program Studi, rekan-rekan sesama mahasiswa di PWD. Penulis menyadari
sepenuhnya bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, karena itu penulis masih
mengharapkan masukan-masukan yang sifatnya untuk kesempurnaan tulisan ini.
Pada kesempatan ini penulis menghaturkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1. Bapak Prof.Dr.dr. Syahril Pasaribu,DTM&H,MSc, ( CTM ) Sp.A ( K ), selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara .
2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE., selaku Direktur Sekolah
3. Bapak Prof. Dr. Lir.rer.reg. Sirojuzilam,SE, selaku Ketua Program Studi
Perencanaan Pembangunan Wilayah Dan Pedesaan, Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Prof. Ir. Zulkifli Nasution,MSc,Ph.D, selaku Ketua Komisi Pembimbing
yang dengan penuh kesabaran dan perhatian membimbing penulis dalam
penulisan tesis ini.
5. Ibu Dr.Ir.Tavi Supriana,MS dan Bapak Kasyful Mahalli,SE,M.Si, selaku anggota
Komisi Pembimbing yang telah bersusah payah membimbing penulis dalam
menyelesaikan tesis ini.
6. Bapak Drs. Hasan Basri Tarmizi,S.U dan Bapak Dr.Agus Purwoko,S.Hut.,M.Si,
selaku dosen pembanding yang gtelah banyak memberikan masukkan dan
pengarahan demi kesempurnaan tesis ini.
7. Seluruh Staf Pengajar dan Staf Administrasi Program Studi PWD SPs USU yang
telah banyak membantu proses administrasi dan kelancaran akademis selama
mengikuti perkuliahan.
8. Rekan – rekan mahasiswa PWD angkatan 2009 yang telah memberikan semangat
dan dukungan dalam penyelesaiaan Tesis ini.
9. Istri tercinta Endang Oktoriani,SE dan anak – anaku tersayang dr. Eylani Meisya
Fitri , Eysicka Gyianti Syah Fitri, dan Endarien Syah Putri, yang setia dalam
10. Sahabat – sahabat Saya Kurniawan Ginting, Boyman. Dayat Limbong dan
Triono Eddy, yang telah memberikan semangat dan dukungan dalam
penyelesaiaan Tesis ini.
Penulis menyadari tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari
sempurna, namun semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan
kepada penulis khusunya serta Penulis mendo’akan bagi semua pihak yang telah
membantu moril dan materil mendapat balasan dan pahala yang berlipat ganda dari
Allah SWT. Amiin.
Medan, Juli 2012
Penulis,
RIWAYAT HIDUP
Ali Rintop Siregar lahir di Padangsidempuan pada tanggal 10 Nopember
1959, anak pertamadari 11 ( sebelas ) bersaudara pasangan dari Harun Siregar BA
dan Soriani Rambe BA.
Menempuh pendidikan SD di SD Padangsidempuan lulus tahun 1971, SMP
Negeri 2 Padangsidempuan lulus tahun 1974, SMA Negeri 2 Padangsidempuan lulus
tahun 1977, kemudian melanjutkan pendidikan di Fakultas Peternakan Institut
Pertanian Boogor lulus pada tahun 1982, tahun 2009 melanjutkan studi strata 2
( S–2 ) di Universitas Sumatera Utara pada Program Perencanaan Pembangun
Wilayah dan Pedesaan ( PWD ).
Menikah pada tahun 1986 dengan wanita yang bernama Endang Oktoriani,SE
dan dikarunia 3 ( tiga ) orang putri yaitu dr. Eylani Meisya Fitri , Eysicka Gyianti
Syah Fitri, dan Endarien Syah Putri.
Bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil pada Badan Pertanahan Nasional sejak tahun
1989 dan pada saat ini bekerja pada Kantor Pertanahan Deli Serdang Provinsi
DAFTAR ISI 2.1 Pembaruan Agraria ( Reforma Agraria)di Indonesia ...
2.1.1 Definisi Pembauran Agraria...
2.1.2 Tujuan Pembauran Agraria...
2.1.3 Strategi Dasar Pelaksanaan Pembauran Agraria
di Indonesia ...
2.1.4 Landasan Hukum Pembauran Agraria ...
2.1.5 Objek dan Subjek Pembauran Agraria ...
2.1.6 Mekanisme Pembauran Agraria ...
2.1.7 Perinsip Pembauran Agraria ...
2.2Pengalaman Pembauran Agraria di Berbagai Negara ...
2.3Pengembangan Wilayah Pedesaan ...
2.4Kajian Penelitian Terdahulu...
2.5Kerangka Berpikir ...
2.6. Hipotesis Penelitian ...
BAB III METODE PENELITIAN ……….
3.1 Lokasi dan Waktu …………..………..
3.2 Pendekatan Penelitian ...……….
3.3 Ruang Lingkup Penelitian ...
3.4 Jenis dan Sumber Data...
3.5 Instrumen Penelitian ….……….
3.6 Teknik Pengumpulan Data dan Informasi ……….
3.6.1 Observasi ………
3.6.2 Kuisoner Dengan Didukung Wawancara ………..
3.6.3 Studi Dokumen ………..
3.7Populasi dan Sample ……….
3.8Tehnik Pengolahan dan Analisis Data ……….
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 4.1 Kondisi Umum Sektor Pertanahan di Kabupaten Asahan...
4.1.1 Wilayah ...
4.1.2 Penduduk ...
4.1.3 Tata Ruang ...
4.1.4 Penggunaan Tanah ...
4.1.5 Kegiatan Sertifikasi Tanah ...
4.2 Pelaksanaan Program Pembauran Agraria Nasional di Kab Asahan..
4.2.1 Lokasi Yang Dijadikan Objek Revorman...
4.2.2 Konsep Model Konsolidasi ...
4.2.3 Prosedur Penyelesaian dan Penataan...
4.2.4 Pembiayaan ...
4.4.3 Rata – rata Pendapatan ...
4.5 Karakteristik Bidang Tanah ...
4.6 Program PPAN ...
4.7 Dampak PPAN Terhadap Pendapatan Masyarakat ...
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 5.1 Kesimpulan ...
5.2 Saran ...
DAFTAR PUSTAKA ...
116
116
118
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1.1 Jumlah Tanah Land Reform yang sudah diredistribusikan .. 6
1.2 Distribusi Rumah Tangga Petani Menurut Luas Lahannya . 7 2.1 Isi Landasan Hukum Pembaruan Agraria ……… 24
3.1 Rincian Kebutuhan Data ……….. 61
4.1 Kawasan Budi Daya di Kabupaten Asahan ………. 74
4.2 Penggunaan Tanah di Kabupaten Asahan ……… 75
4.3 Jenis Kepemilikan Tanah di Kabupaten Asahan ………….. 75
4.4 Distribusi Jabatan Responden Dalam Keluarga ………….. 83
4.5 Distribusi Tingkat Pendidikan Responden ………... 84
4.6 Distribusi Pekerjaan Responden ……….. 86
4.7 Disitibusi Jenis Pendapatan Responden ……….. 87
4.8 Distribusi Pendapatan Tetap Responden ………. 88
4.9 Distribusi Rata-Rata Pendapatan Responden ……….. 89
4.10 Distribusi Bidang Lahan Yang Dikuasai Responden …….. 90
4.11 Distribusi Luas Lahan Yang Dikuasai Responden ……….. 91
4.12 Distribusi Status Pengusaan Lahan Responden ………….. 93
4.13 Distribusi Lama Menguasai Lahan Responden ……… 94
4.14 Distribusi Keinginan Status Kepemilikan lahan Responden ……… 95
4.15 Distribusi Penggunaan Lahan Responden ……… 96
4.16 Persepsi Masyarakat Terhadap Pelaksanaan Reforma Agraria (PPAN) Telah Memenuhi Kaidah Keadilan……… 98
4.18 Persepsi Masyarakat Terhadap Reforma Agraria (PPAN)
DapatMenurunkan Tingkat Konflik Pertanahan ………….. 100
4.19 Persepsi Masyarakat Terhadap Reforma Agraria (PPAN)
Dapat Membantu Menjaga Kelestarian Lingkungan ……... 101
4.20 Persepsi Masyarakat Terhadap Reforma Agraria (PPAN)
Dapat Meningkatkan Ketahahan Pangan ………. 103
4.21 Persepsi Masyarakat Terhadap Reforma Agraria (PPAN)
Dapat Mengurangi Pengangguran ……… 104
4.22 Persepsi Masyarakat Terhadap Reforma Agraria (PPAN)
Dapat Meningkatkan Pendapatan Keluarga ………. 106
4.23 Hasil Analisis Perbedaan Pendapatan Masyarakat
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1.1 Bagan Alir Program Pembaharuan Agraria Nasional
(PPAN) ………
4
2.1 Kerangka Berfikir Penelitian ………... 55
4.1 Peta Kabupaten Asahan ……….. 68
4.2 Peta Administrasi Kabupaten Batu Bara ………. 72
4.3 Peta Administrasi Kabupaten Asahan ………. 73
4.4 Skema Model Penyelesain Sengketa Dengan Pola Konsolidasi ……….. 78
4.5 Salah satu bentuk konsolidasi dengan didirikannya koperasi dan pembangunan jalan disekitar perkebunan …….. 78
4.6 Kerjasama Saling Menguntungkan ………. 81
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1 Kuesioner Penelitian ……….. 123
2 Tabulasi Kuisioner Untuk Responden ……… 129
3 Tabulasi Kuisioner Untuk Variabel Kontrol
( Responden Non PPAN ) ………...……… 133
4 Output SPSS untuk Uji T ………... 135
5 Diskusi dengan masyarakat yang menerima program
PPAN di Desa Sei Balai Kecamatan Sei Balai
ABSTRAK
Ali Rintop Siregar, Nomor Induk Mahasiswa 097003007, “Analisis Dampak Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) Terhadap Pengembangan Wilayah Desa Perkebunan Sei Balai Kecamatan Sei Balai Kabupaten Asahan”. Di bawah bimbingan Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc. PhD, Dr. Ir. Tavi Supriana, MS, dan
Kasyful Mahalli, SE. M.Si
Reforma Agraria merupakan penyelesaian yang muncul terhadap masalah ketimpangan struktur agraria, kemiskinan ketahanan pangan, dan pengembangan wilayah pedesaan diberbagai belahan dunia. Banyak negara, baik yang mempunyai ideologi kanan seperti: Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Filipina dan Brazil, maupun yang mempunyai ideologi kiri seperti: Cina dan Vietnam melaksanakan Reforma Agraria, dengan hasil yang beragam. Tercatat beberapa negara melaksanakan Reforma Agraria lebih dari satu kali seperti Rusia, Jepang, Mexico dan Venezuela
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) di Desa Sei Balai Kecamatan Sei Balai Kabupaten Asahan serta dampaknya terhadap pengembangan wilayah. Populasi penelitian adalah masyarakat yang menerima PPAN jumlah sampel 100 responden dan masyarakat yang belum mendapatkan PPAN sebanyak 30 responden sebagai variabel kontrol. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara yang menggunakan kuesioner. Analisis data menggunakan metoda deskriptif dan uji paired t-test.
Hasil penelitian ini menunjukkan pelaksanaan PPAN di Desa Sei Balai Kecamatan Sei Balai Kabupaten Asahan yang menggunakan konsep konsolidasi telah memberikan manfaat yang cukup besar bagi masyarakat Desa Sei Balai Kecamatan Sei Balai Kabupaten Asahan. Secara rinci PPAN telah memberikan akses sumber ekonomi, mengurangi potensi konflik lahan, meningkatkan pendapatan, meningkatkan kemandirian pangan, serta meningkatkan kelestarian lingkungan hidup di sekitar Desa Sei Balai Kecamatan Sei Balai Kabupaten Asahan. Secara umum, PPAN telah memberikan peranan terhadap pengembangan wilayah di Desa Sei Balai Kecamatan Sei Balai Kabupaten Asahan.
ABSTRACT
Ali Rintop Siregar, Student Identification Number 097003007, "Impact Analysis of the National Agrarian Reform Program (PPAN) The Area Development District Village Hall Plantation Sei Sei Asahan District Headquarters". Under the guidance of Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc. PhD, Dr. Ir. Tavi Supriana, MS, and Kasyful Mahalli,SE,M.Si
Agrarian Reform is an emerging solution to the problem of agrarian structure of inequality, poverty, food security and rural development in many parts of the world. Many countries, both of which have the right ideology such as: Japan, Taiwan, South Korea, the Philippines and Brazil, as well as the ideology that has left such as China and Vietnam carry out agrarian reform, with mixed results. Recorded some countries carry out agrarian reform more than once, such as Russia, Japan, Mexico and Venezuela
This study aims to analyze the implementation of the National Agrarian Reform Program (PPAN) in the Village Center District Sei Sei Asahan District Headquarters and its impact on regional development. The study population is the number of people who received a sample of 100 respondents PPAN and people who do not earn as much as 30 respondents PPAN as control variables. The data was collected using a questionnaire interview. Data analysis using descriptive methods and paired t-test test.
The results of this study demonstrate the implementation of PPAN in the Village Center District Sei Sei Asahan District Headquarters that uses the concept of consolidation has provided considerable benefits for the Central District of Sei Sei Village Hall Asahan District. In detail PPAN has provided access to economic resources, reducing potential conflicts of land, increase revenue, improve food self-sufficiency, and improving environmental sustainability around the Village Center District Sei Sei Asahan District Headquarters. In general, PPAN has given the role of regional development in the Village Center District Sei Sei Asahan District Headquarters.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Reforma Agraria merupakan penyelesaian yang muncul terhadap masalah
ketimpangan struktur agraria, kemiskinan ketahanan pangan, dan pengembangan
wilayah pedesaan di berbagai belahan dunia. Banyak negara, baik yang mempunyai
ideologi kanan seperti : Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Filipina dan Brazil, maupun
yang mempunyai ideologi kiri seperti : Cina dan Vietnam melaksanakan Reforma
Agraria, dengan hasil yang beragam. Tercatat beberapa negara melaksanakan
Reforma Agraria lebih dari satu kali seperti Rusia, Jepang, Mexico dan Venezuela
(BPN- RI, 2007).
Pada Tahun 1960, Reforma Agraria sudah dikenal di Indonesia bahkan telah ada
pengadilan agraria, hal ini dapat dilihat berdasarkan diundangkannya Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang
selanjutnya disebut Undang-Undang Pokok Agraria (UPPA). Peristiwa itu dianggap
sebagai tonggak penting upaya menuju keadilan agraria di Indonesia. Melalui UPPA,
bangsa Indonesia bertekad untuk membenahi struktur penguasaan agraria yang
semula bercorak kolonial dan feodal menjadi penguasaan yang dapat menjamin
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.Namun kebijakan Reforma Agraria hanya
Pasca tragedi 1965, praktis wacana Reforma Agraria raib dari perbincangan
publik maupun kebijakan pemerintah. Pada Era Reformasi wacana Reforma Agraria
berhasil menjadi perdebatan politik di pusat sehingga menghasilkan TAP MPR
No.IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam.
Tetapi, sampai sekian tahun kemudian, tetap tidak ada tindak lanjut politik dari
pemerintah untuk mendorong pelaksanaan perogram Reforma Agraria. Sejak tahun
2006 pelaksanaan Reforma Agraria ini secara tegas dinyatakan sebagai program
pemerintah, yaitu ditetapkan sebagai salah satu fungsi Badan Pertanahan Nasional RI
melalui Perpres Nomor 10 Tahun 2006.
Hal di atas juga selaras dengan Pidato Awal Tahun 2007 Presiden Republik
Indonesia pada tanggal 31 Januari 2007 yang menyatakan secara tegas arah
kebijakannya mengenai pertanahan dalam rangka mengatasi berbagai permasalahan
yang ada, terlihat dalam pernyataan berikut :
“Program Reforma Agraria ... secara bertahap ... akan dilaksanakan mulai
tahun 2007 ini. Langkah itu dilakukan dengan mengalokasikan tanah bagi rakyat
termiskin yang berasal dari hutan konversi dan tanah lain yang menurut hukum
pertanahan kita boleh diperuntukkan bagi kepentingan rakyat. Inilah yang saya
sebut sebagai prinsip tanah untuk keadilan dan Kesejahteraan Rakyat .... yang
Sesuai penegasan Kepala BPN RI:
Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) bukanlah sekedar proyek
bagi-bagi tanah, melainkan suatu program terpadu untuk mewujudkan
keadilan sosial dan peningkatan kesejahteraan rakyat melalui penataan
akses terhadap tanah sebagai basis untuk revitalisasi pertanian dan
aktivitas ekonomi pedesaan1
Dengan demikian adanya kebijakan mengalokasikan lahan seluas 8,15 juta hektar
sebagai objek pelaksanaan Reforma Agraria dan dengan adanya kebijakan yang
dikeluarkan oleh pemerintah mengenai pertanahan, maka jelas terlihat kemauan
politik pemerintah untuk melaksanakan Reforma Agraria semakin terlihat kuat .
2
Pelaksanaan kebijakan redistribusi tanah ini dijalankan dalam sebuah kerangka
program terpadu yang disebut Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN).
Gambar 1.1 memperlihatkan bagan alir pelaksanaan PPAN yang dirumuskan oleh
Badan Pertanahan Nasional.
.
1
Wawancara Joyo Winoto: “Reforma Agraria Tak Boleh Sembrono.” Tempo, 10 Desember 2006.
2
PPAN terdiri dari dua komponen pokok. Pertama adalah redistribusi tanah untuk
menjamin hak rakyat atas sumber-sumber agraria. Kedua adalah upaya
pengembangan wilayah lebih luas yang melibatkan multipihak untuk menjamin agar
aset tanah yang telah diberikan tadi dapat berkembang secara produktif dan
berkelanjutan. Komponen yang pertama disebut sebagai asset reform, sedangkan
yang kedua disebut access reform. Gabungan antara kedua jenis reform inilah yang
ASSET REFORM
ACCES REFORM
Sumber Gambar : Puslitbang BPN RI
diistilahkan dengan “Land Reform Plus” sebagai ciri dasar yang membedakan PPAN
ini dari program Land reform yang pernah dilakukan oleh pemerintah sebelumnya.
Asset reform, di dalam kerangka mandat konstitusi, politik dan undang-undang
untuk mewujudkan keadilan dalam penguasaan, pemilikan, penggunaan dan
pemanfaatan tanah. Penguatan akses tanah yang dimasa lalu melalui Land Reform
sebagai suatu proses redistribusi tanah untuk menata penguasaan, pemilikan,
penggunaan dan pemanfaatan tanah berdasarkan hukum dan peraturan perundangan
di bidang pertanahan, tetap dilaksanakan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan
daerah.
Beberapa bentuk penguatan akses tanah ke petani antara lain melalui redistribusti
tanah Obyek Land reform yang belum dibagikan, tanah milik adat, tanah milik negara
dan tanah ex HGU yang telah dilepaskan dan dikuasai masyarakat. Subyek/penerima
manfaat di prioritaskan masyarakat yang telah menguasai dan mengusahakan tanah
tersebut selama bertahun-tahun. Prioritas berikutnya masyarakat miskin dan atau
tidak punya tanah di sekitar/luar lokasi. Model pembagian tanah
(distribusi/redistribusi) dapat dilakukan dengan penataan maupun tanpa penataan
fisik. Penerima manfaat tersebut diberikan sertipikat hak milik atas tanah secara
perseorangan. Mekanismenya melalui Redistribusi Tanah, Prona, Konsolidasi Tanah
Pertanian, dan merupakan penguatan hak terhadap tanah yang telah dikuasai
masyarakat. Sedangkan Access reform adalah proses penyediaan akses bagi
masyarakat (subyek PPAN) terhadap segala hal yang memungkinkan mereka
ekonomi politik, modal, pasar, teknologi, pendampingan, peningkatan kapasitas
dan kemampuan).
Tabel 1.1 Jumlah Tanah Land Reform Yang Sudah Diredistribusikan
No Provinsi Jumlah Redis 1961 - 2005 (Ha)
2 Sumatera Utara 111.145,000 123.260 0,902
3 Riau 9.308,000 9.079 1,025
4 Sumatera Barat 11.615,000 12.516 0,928
5 Sumatera Selatan 20.254,000 22.497 0,900
6 Jambi 10.855,620 6.868 1,581
16 Nusa Tenggara Timur 41.468,000 49.660 0,835
17 Kalimantan Selatan 20.793,158 22.052 0,943
18 Kalimantan Tengah 42.842,326 30.734 1,394
19 Kalimantan Barat 13.634,000 11.246 1,212
20 Kalimantan Timur 26.761,478 13.879 1,928
21 Sulawesi Tengah 12.705,917 15.927 0,798
22 Sulawesi Tenggara 57.529,000 49.723 1,157
23 Sulawesi Selatan 88.764,000 103.719 0,856
Seperti kita ketahui Sejak 1960-an Indonesia sudah melakukan redistribusi tanah
seluas 1,15 juta hektar, seperti dapat terlihat dalam Tabel 1.1. Namun pada
kenyataannya penerima tanah itu hidupnya tidak menjadi lebih sejahtera. Ini dapat
terlihat dari hasil Sensus Pertanian tahun 2003, jumlah rumah tangga petani gurem
(menguasai tanah kurang dari 0,5 hektar) di Indonesia meningkat seperti tersaji
pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2 Distribusi Rumah Tangga Petani Menurut Luas lahannya
Peningkatan rumah tangga gurem selama tahun 1993 – 2003 sejalan dengan
meningkatnya jumlah penduduk miskin di pedesaan. Berdasarkan data yang
dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Pada tahun 1993 jumlah penduduk
miskin dipedesaan tercatat sebanyak 17. 200.000 jiwa sementara pada tahun 2003
jumlahnya meningkat menjadi 25.100.000 jiwa. Potret ketimpangan agraria,
guremisasi dan meningkatnya jumlah penduduk miskin di pedesaan merupakan
akumulasi timbunan persoalan agraria dari waktu ke waktu.
Luas (HA) 1983 (Juta Jiwa)
1993 (juta jiwa)
2003 (juta)
<0,1 8,5 7 17,2
0,1 - 0, 49 37,7 40,7 39,2
0,5 - 0,99 24,1 22,4 18,4
Pada dasarnya pembangunan wilayah pedesaan adalah suatu upaya untuk
mengentaskan kemiskinan dan keterbelakangan. Pembangunan wilayah pedesaan
merupakan proses pengembangan kemandirian. Pengembangan kemandirian akan
dapat meningkatkan pendapatan.
Peningkatan pendapatan akan dapat menciptakan kesejahteraan keluarga dalam
upaya menghindari masyarakat pedesaan dari himpitan kemiskinan. Data
Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) pada tahun 2006
menyebutkan, terdapat 38.232 (54,14%) kategori desa maju yang terdiri dari 36.793
(52,03%) kategori maju dan 1.493 (2,11%) kategori sangat maju. Sementara desa
tertinggal berjumlah 32.379 (45,86%) yang terdiri dari 29.634 (41,97%) kategori
tertinggal dan 2.745 (3,89%) kategori sangat tertinggal.
Inilah yang menjadi dorongan bagi kita semua, untuk menekankan percepatan
pembangunan wilayah desa dengan pendekatan yang holistik (menyeluruh). Salah
satu gagasannya adalah dengan menerapkan Program Pembaruan Agraria Nasional
(PPAN).
Dengan dilaksanakannya PPAN, maka tantangan besar bagi pemerintah
kemudian adalah bagaimana mendesain operasionalisasi PPAN ini sehingga
nantinya bisa dilaksanakan secara terpadu dan benar-benar diorientasikan pada
penataan ulang struktur agraria yang timpang dan penyediaan program-program
pendukungnya yang lebih luas. Pada saat yang sama, bagaimana bisa
dilingkungan elit politik, di antara lintas departemen dan level pemerintahan,
maupun dikalangan masyarakat secara umum.
Ada 5 (lima) tujuan utama yang hendak dicapai dari pelaksanaan PPAN
melalui asset reform dan akses reform yaitu:
1. Menata kembali struktur penguasaan, pemilikan, pemanfaatan dan
penggunaan tanah dan kekayaan alam lainnya sehingga menjadi lebih
berkeadilan sosial;
2. Meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, khususnya kaum
tani dan rakyat miskin dipedesaan;
3. Mengatasi pengangguran dengan membuka kesempatan kerja baru di
bidang pertanian dan ekonomi pedesaan;
4. Membuka akses bagi rakyat terhadap sumber-sumber ekonomi dan politik;
5. Dan mewujudkan mekanisme sistematis dan efektif untuk mengatasi sengketa
dan konflik agraria.
Sebagai sebuah kebijakan yang dilatari oleh keinginan untuk mendistribusikan
lahan eks hutan produksi konversi (HPK) sejumlah 8.15 juta hektar, beragam
tanggapan diberikan oleh kalangan termasuk juga kalangan yang selama ini
memperjuangkan pembaruan Agraria. Ada dua tanggapan utama, pertama kalangan
yang menganggap bahwa Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) ini mesti
ditentang. Sementara kelompok kedua kalangan yang menganggap bahwa program
implementasi. Kelompok pertama yang menentang misalnya, memberikan ulasan
setidaknya ada tujuh alasan mengapa PPAN mesti ditolak yaitu (Bachriadi : 2006).
a. PPAN bertumpu pada revitalisasi pertanian sehingga lebih mengacu pada
upaya intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian yang sudah ada khususnya
perkebunan. Upaya jenis ini jelas-jelas sangat dominan pada investasi bukan
membentuk modal pedesaan yang kuat;
b. Pembaruan Agraria hanya dijadikan urusan teknis semata sehingga sejalan
dengan proyek administrasi pertanahan dan mendorong integrasi usaha petani
kecil kedalam pertanian/perkebunan skala besar;
c. PPAN hanya ditujukan pada tanah-tanah negara yang hanya mungkin dibagikan
tanpa ada keinginan kuat merombak struktur agraria yang ada;
d. PPAN tidak mengakomodasi sepenuhnya keinginan menyelesaikan konflik
agrarian.
e. PPAN bertumpu pada institusi yang lemah yakni BPN.
f. PPAN kemungkinan dibawah bimbingan program-program Bank Dunia yang
mendorong liberalisasi pertanahan.
g. PPAN kemungkinan besar hanya sebuah dagangan politik jangka pendek SBY-JK.
Sementara pada kelompok kedua, berangkat dari pandangan bahwa PPAN
bukanlah reforma agraria sejati dan menyeluruh seperti yang diinginkan selama
ini. Namun, keinginan pemerintah untuk membuka ruang dialog dengan kalangan
masyarakat sipil dari sisi substansi dan implementasi dapat dijadikan sebagai batu
demikian, PPAN dianggap sebagai peluang politik yang ada dalam memperkuat
basis-basis kelompok masyarakat dalam memperjuangkan Pembaruan Agraria.
Kedua, program ini mesti diperjuangkan sebagai sebuah program nasional yang
akan melibatkan pejabat birokrasi dari pusat hingga daerah dengan
keharusan melibatkan organisasi rakyat dari nasional hingga wilayah. Pola ini
juga akan membuka luas bagi lahirnya serikat-serikat atau kelompok tani baru di
semua wilayah nasional. Dengan demikian, terjadi sebuah lompatan kebutuhan
masyarakat tani untuk mengorganisasikan diri. Proses ini juga akan membuka
keragaman baru dari serikat-serikat tani yang selama ini masih didominasi oleh
petani yang terlibat konflik semata (Napiri :2006 ).
PPAN awalnya sudah dilaksanakan di Kabupaten Asahan sejak awal tahun 1960,
namun pelaksanaannya masih terbatas pada kegitan redistribusi tanah kepada petani
penggarap. Kegiatan redistribusi tanah yang terjadi tidak dijalankan sebagaimana
layaknya dan kesannya sangat lambat. Kegiatan redistribusi tanah di Kabupaten
Asahan mengalami stagnasi sejak awal Orde Baru sampai dengan tahun 2006.
Pada masa Orde Baru kebijakan ekonomi bertumpu kepada pertumbuhan dan
ekonomi yang mengakibatkan kebijakan di sektor pertanahan juga menginduk dan
mendukung program percepatan dan pertumbuhan ekonomi. Tanah dijadikan sebagai
alat dan komoditi ekonomi semata tanpa memperhatikan aspek sosial dan aspek
pemerataan dan keadilan. Salah satu dampak dari kebijakan di atas adalah terjadinya
penumpukan penguasaan tanah ditangan pemilik modal, baik berupa swasta maupun
Ketimpangan kepemilikan dan penguasaan tanah antara masyarakat
tani/masyarakat pedesaan dengan 60 Badan Hukum di Kabupaten Asahan pada tahun
2007 menunjukkan angka yang sangat tinggi. Rata-rata kepemilikan dan penguasaan
tanah masyarakat tani/masyarakat pedesaan hanya 0,98 Ha. Sementara itu, 60 Badan
Hukum menguasai areal seluas 145.558 Ha di Kabupaten Asahan.
Dampak lain yang terjadi akibat kebijakan pertanahan yang pro pertumbuhan
adalah terjadinya sengketa, konflik dan perkara pertanahan baik antara individu,
individu dengan badan hukum, maupun individu dengan pemerintah. Sampai pada
tahun 2007, di Kabupaten Asahan telah tercatat sengketa, konflik, dan perkara
pertanahan sebanyak 424 kasus yang belum terselesaikan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh
mengenai Analisis Dampak Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN)
terhadap pengembangan wilayah desa di perkebunan Sei Balai Kecamatan Sei Balai
Kabupaten Asahan.
Berdasarkan kajian teoritis dan pengalaman empiris dari berbagai negara yang
telah melaksanakan Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) secara konsisten,
terlihat suatu kecenderungan bahwa program PPAN sangat berperan dalam
pengembangan wilayah khususnya wilayah pedesaan.
Pelaksanaan Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) di Desa Sei Balai
Kecamatan Sei Balai Kabupaten Asahan telah dilaksanakan sebelumnya sejak tahun
positif terhadap pengembangan wilayah pedesaan di perkebunan Sei Balai Kecamatan
Sei Balai.
Untuk mengetahui dampak positif pelaksanaan Program Pembaruan Agraria
Nasional (PPAN) terhadap pengembangan wilayah pedesaan di perkebunan Sei Balai
maka dipandang perlu untuk melaksanakan analisis terhadap dampak Program
Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) terhadap pengembangan wilayah pedesaan di
perkebunan Sei Balai, dan dengan adanya silang pendapat mengenai pelaksanaan
Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) dan pelaksanaannya yang sudah
hampir 4 (empat) tahun, penulis tertarik untuk melakukan penelitian di salah satu
lokasi penelitian PPAN Tahun 2007 di Perkebunan Sei Balai Kecamatan Sei Balai.
Penulis ingin menganalisis dampak dari program ini terhadap pengembangan wilayah
pedesaan di perkebunan Sei Balai Kecamatan Sei Balai
Sebagai catatan, pada saat dilaksanakannya PPAN ini, Desa Sei Balai Kecamatan
Sei Balai masih merupakan bagian dari Kabupaten Asahan namun setelah adanya
pemekaran Kabupaten Asahan Desa Sei Balai Kecamatan Sei Balai saat ini
meruapakan bagian dari Kabupaten Batu Bara.
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi pertanyaan penelitian
ini adalah :
1. Bagaimana kegiatan pelaksanaan Program Pembaharuan Agraria Nasional
2. Bagaimana persepsi masyarakat dengan adanya Program Pembaharuan Agraria
Nasional (PPAN) terhadap pengembangan wilayah pedesaan di Perkebunan Sei
Balai Kecamatan Sei Balai dilihat dari pendapatan masyarakat.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk menganalisis kegiatan pelaksanaan Program Pembaharuan Agraria
Nasional (PPAN) di Perkebunan Sei Balai Kecamatan Sei Balai
2. Untuk menganalisis persepsi masyarakat Kecamatan Sei Balai Desa Sei Balai
Kabupaten Asahan terhadap Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN)
kaitannya dengan pengembangan wilayah pedesaan di Perkebunan Sei Balai
Kecamatan Sei Balai dilihat dari pendapatan masyarakat.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi berbagai kalangan diantaranya:
1. Akademisi. Hasil penelitian ini diharapakan dapat dijadikan sumber data,
informasi, dan literatur bagi kegiatan-kegiatan penelitian maupun penulisan
ilmiah selanjutnya yang terkait dengan konsep-konsep Program Pembaruan
Agraria Nasional (PPAN).
2. Pemerintah. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana evaluasi Program
Pembaruan Agraria Nasional (PPAN), yang telah atau sedang dilaksanakan oleh
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pembaruan Agraria (Reforma Agraria) di Indonesia
Teori – teori pembangunan yang berkembang pada pertengahan ke – 20 melihat
bahwa pembangunan di negara- negara berkembang tidak dapat dilakukan tanpa
terlebih dahulu melakukan transformasi masyarakat melalui penataan struktur agraria.
Bahwa kemudian Reforma Agraria dianggap sebagai kata kunci untuk keberhasilan
pembangunan merupakan hal yang sangat beralasan.
Berkaitan dengan hal tersebut, pemahaman terhadap berbagai teori dan pendapat
yang berhubungan dengan pelaksanaan Reforma Agraria Nasional sebagai
pemecahan terhadap masalah yang dihadapi bangsa Indonesia dengan menyentuh
akar masalahnya sangat diperlukan.
Reforma Agraria di Indonesia sudah dikenal sejak tahun 1960. Pembuktian atas
hal tersebut adalah diundangkannya Undang – Undang Nomor. 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok –Pokok Agraria yang merupakan tonggak penting bagi upaya
menuju keadilan agraria di Indonesia. Akan tetapi langkah tersebut kemudian
dijadikan komoditas politik sehingga ketika terjadi prahara pada tahun 1965 dan
kekuasaan dipegang oleh rezim Orde Baru, land reform dianggap sebagai “barang
haram” sehingga tidak bisa diselenggarakan.
“Kekeliruan pembangunan yang mendasar adalah tidak ditempatkannya
pembaruan agraria yang berupa penataan kembali penguasaan, penggunaan,
pemanfaatan, peruntukan dan pemeliharaan sumber-sumber agraria sebagai
pra-kondisi dari pembangunan… Pembaruan agraria dipercayai pula sebagai
proses perombakan dan pembangunan kembali struktur sosial masyarakat,
khususnya masyarakat pedesaan, sehingga tercipta dasar pertanian yang sehat,
terjaminnya kepastian penguasaan atas tanah bagi rakyat sebagai sumberdaya
kehidupan mereka, sistem kesejahteraan sosial dan jaminan sosial bagi rakyat
pedesaan, serta penggunaan sumberdaya alam sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat.” (Deklarasi Pembaruan Agraria, Jogjakarta 1998).
“Melaksanakan land reform berarti melaksanakan satu bagian yang mutlak dari
Revolusi Indonesia.” (Soekarno, 1960)
Saat ini pemerintah kembali membangkitkan Reforma Agraria dalam konsep
baru, Dengan konsep Reforma Agraria baru yang sedang dihadapi Bangsa Indonesia.
2.1.1 Definisi Pembaruan Agraria
Agrarian reform dan land reform seringkali dianggap identik. Berbagai pihak,
dengan sudut pandang yang sangat beragam memberikan pengertian yang
berbeda-beda mengenai Reforma Agraria. Dalam pengertian terbatas, Reforma Agraria
dipandang sebagai land reform, dengan salah satu programnya yaitu redistribusi tanah
(pembagian tanah), namun penelitian kali ini Reforma Agraria memiliki arti yang
Menurut Wiradi (2001), Reforma Agraria adalah penataan ulang struktur
pemilikan dan penguasaan tanah beserta seluruh paket penunjang secara lengkap ,
Paket penunjang tersebut adalah adanya jaminan hukum atas hak yang diberikan,
tersediaanya kredit yang terjangkau, adanya akses terhadap jasa-jasa advokasi, akses
terhadap informasi baru dan teknologi, pendidikan dan latihan, dan adanya akses
terhadap bermacam sarana produksi dan bantuan pemasaran.
Setiawan (2001) mengatakan bahwa istilah Reforma Agraria adalah pembaruan
agraria karena apa yang dimaksudkan lebih luas dari sekedar pembagian tanah.
Selanjutnya menurut Sahyuti (2007), Reforma Agraria dimaknai sebagai land reform
plus, artinya inti dari pelaksanaan Reforma Agraria adalah berupa land reform yang
dalam arti sempit yaitu penataan ulang struktur penguasaan dan pemilikan tanah.
Komponen plus dalam Reforma Agraria dimaksud adalah bentuk-bentuk dan cara
mengolah tanah, penyuluhan pertanian, dan lain – lain.
Menurut Sutarto (2007) pembaruan agraria tidak boleh dipahami sebagai proyek
bagi – bagi tanah semata, tapi harus diorientasikan pada upaya peningkatan
kesejahteraan petani serta revitalisasi pertanian dan pedesaan secara menyeluruh.
Untuk itu selain harus merupakan upaya penataan struktural untuk menjamin hak
rakyat atas sumber- sumber agraria melalui land reform , Reforma Agraria harus
merupakan upaya pembangunan lebih luas yang melibatkan multi-pihak untuk
menjamin agar aset tanah yang telah diberikan dapat berkembang secara produktif
dan berkelanjutan. Hal ini mencakup pemenuhan hak-hak dasar dalam arti luas,
manajemen, infrastruktur, pasar dan lain –lain. Komponen yang pertama disebut
sebagai asset reform, sedangkan yang kedua disebut access reform. Gabungan antara
kedua jenis reform inilah yang dimaksud dengan land reform plus.
Senada dengan pengertian tersebut di atas, Winoto (2007) mengemukakan bahwa
Reforma Agraria adalah “land reform plus”, yang berlandaskan Pancasila dan UUD
1945. Artinya ‘land reform’ yang mekanismenya untuk menata kembali proses-
proses yang dirasa tidak adil dengan penambahan akses reform sehingga pemberian
tanah bagi petani dapat dijadikan sebagai alat reproduksi.
Berbagai istilah dan pengertian sangat banyak dikemukakan namun hal ini hanya
sebatas pemberian definisi saja sehingga jarang menjadi perdebatan. Prinsipnya
adalah yang menjadi konsep dasar pembaruan yang diemban Reforma Agraria yaitu
tanah untuk keadilan dan kesejahteraan rakyat. Bertolak dari konsep dasar tersebut,
selanjutnya rumusan yang dipergunakan sebagai definisi Reforma Agraria yang akan
diselenggarakan di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Menurut Istilah TAP MPR IX/MPR/2001
Reforma agraris adalah restrukturisasi penggunaan, pemanfaatan, penguasaan dan
pemilikan sumber – sumber agraria, terutama tanah yang mampu menjamin
keadilan dan keberlanjutan peningkatan kesejahteraan rakyat.
2. Menurut Penjelasan Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 (UUPA) Pasal 10
Dalam pasal 10 ayat 1 dan 2 dirumuskan “land reform”atau “agrarian reform”
yaitu sebagai suatu ketentuan bahwa tanah harus dikerjakan atau diusahakan
secara aktif oleh pemiliknya sendiri. Selanjutnya ketentuan itu perlu diikuti pula
dengan syarat-syarat yang ringan, sehingga pemiliknya tidak akan terpaksa bekerja
dalam lapangan lain, dengan menyerahkan penguasaan tanahnya kepada orang
lain.
Definisi operasional dari Reforma Agraria sebagai upaya suatu program
pemerintah dalam upaya menyelesakan berbagai permasalahan dengan memberikan
sentuhan langsung pada akar permasalahannya adalah :
1. Reforma Agraria merupakan penataan ulang sistem politik dan hukum pertanahan
berdasarkan prinsip pasal – pasal UUD 45 dan UUPA ;
2. Reforma Agraria merupakan proses penyelenggaraan land reform (LR) dan
access reform (AR) secara bersama; LR adalah proses redistribusi tanah untuk
menata penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah berdasarkan
politik dan hukum pertanahan. AR adalah suatu proses penyediaan akses bagi
masyarakat (subjek Reforma Agraria) terhadap segala hal yang memungkinkan
masyarakat untuk mengembangkan tanahnya sebagai sumber kehidupan
(partisipasi ekonomi- politik, modal, pasar, teknologi, pendampingan,
Defenisi tersebut secara lebih terperinci dapat dipaparkan bahwa Reforma
Agraria yang selanjutnya disebut sebagai PPAN adalah merupakan:
1. Upaya bersama untuk mewujudkan keadilan sosial;
Reforma Agraria dilakukan untuk langsung menyentuh akar permasalahan –
permasalahan struktural dimana kemiskinan termasuk salah satu diantaranya.
2. Mandat politik, konstitusi dan hukum;
Reforma Agraria merupakan keharusan untuk dilaksanakan atas dasar:
a) Tap MPR No. IX/MPR/2001
b) Keputusan MPR – RI No. 5/MPR/2003
c) Pidato Politik Presiden RI awal tahun tanggal 31 Januari 2007
d) Pembukaan UUD’45 dan Pasal 33 (3), Pasal 27 (2), dan Pasal 28 UUD’45.
e) Semua peraturan perundang-undangan yang terkait.
3. Keharusan Sejarah;
Reforma Agraria harus dilaksanakan dengan bercermin kepada pengalaman
negara-negara yang menjalankan Reforma Agraria di penghujung abad 20 dan di
abad 21 dan pengalaman Reforma Agraria di Indonesia sendiri.
4. Bagian Mendasar Triple Track Strategy
Reforma Agraria berdampak langsung untuk masyarakat pedesaan dan perkotaan
baik pertanian maupun non pertanian.
Dalam pelaksanaan Reforma Agraria mencakup dua komponen yaitu:
a. Redistribusi Tanah (land reform) untuk menjamin hak rakyat atas sumber-sumber
b. Upaya pembangunan lebih luas dapat berkembang secara produktif dan
berkelanjutan, hal ini disebut akses form yang mencakup antara lain pemenuhan
hak – hak dasar dalam arti luas seperti kesehatan, dan pendidikan, juga
penyediaan dukungan modal, teknologi, manajemen, infrastruktur, pasar, dan lain
sebagainya (BPN- RI, 2007)
Apabila didekomposisi, dari pengertian Reforma Agraria terdapat lima
komponen mendasar di dalamnya, yaitu restrukturisasi penguasaan aset tanah ke arah
penciptaan struktur sosial- ekonomi dan politik yang lebih berkeadilan (equity),
sumber peningkatan kesejahteraan yang berbasis keagrariaan (welfare),
penggunaan/pemanfaatan tanah dan faktor-faktor produksi lainnya secara optimal
(efficiency), keberlanjutan (sustanability), dan penyelesaian sengketa tanah (harmony)
( BPN – RI, 2007).
Reforma Agraria secara garis besar dapat dikategorikan menjadi empat yaitu:
1. Radical Land Reform, tanah milik tuan tanah yang luas diambil alih oleh
pemerintah, dan selanjutnya dibagikan kepada petani tidak bertanah.
2. Land restitution, tanah – tanah perkebunan luas yang berasal dari tanah – tanah
masyarakat diambil alih oleh pemerintah, kemudian tanah tersebut dikembalikan
kepada pemilik asal dengan kompensasi.
3. Land Colonization, pembukaan dan pengembangan daerah – daerah baru,
kemudian penduduk dari daerah yang padat penduduknya dipindahkan ke daerah
4. Market Based land Reform (market assisted land reform), land reform yang
dilaksanakan berdasarkan atau dengan bantuan mekanisme pasar. Bisa
berlangsung bila tanah-tanah disertifikasi agar security in tenurship bekerja untuk
mendorong pasar finansial di pedesaan.
2.1.2 Tujuan Pembaruan Agraria
Dalam mengemban tugas menyelenggarakan administrasi pertanahan. Badan
Pertanahan Nasional berpedoman pada empat prinsip pertanahan yang memberikan
amanat dalam berkontribusi secara nyata untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat;
menata kehidupan bersama yang lebih berkeadilan; mewujudkan keberlanjutan sistem
kemasyarakatan; kebangsaan dan kenegaraan Indonesia; serta mewujudkan
keharmonisan (terselesaikannya sengketa dan konflik pertanahan).
Dalam mencapai visi dan misinya, selanjutnya Badan Pertanahan telah
menetapkan 11 agenda pertanahan yang terdiri atas :
1. Membangun kepercayaan masyarakat pada Badan Pertanahan Nasional RI;
2. Meningkatkan pelayanan dan pelaksanaan pendaftaran tanah serta sertifikasi
tanah secara menyeluruh di Seluruh Indonesia;
3. Memastikan penguatan hak –hak rakyat atas tanah;
4. Menyelesaikan persoalan pertanahan di daerah- daerah korban bencana alam
dan daerah – daerah konflik di seluruh tanah air;
5. Menangani dan menyelesaikan perkara, masalah, sengketa, dan konflik
6. Membangun Sistem Informasi Manajemen Pertanahan Nasional dan sistem
pengamanan dokumen pertanahan di Seluruh Indonesia;
7. Menangani masalah Kolusi, Korupsi, Nepotisme (KKN) serta meningkatkan
partisipasi dan pemberdayaan masyarakat;
8. Membangun basis data penguasaan dan pemilikan tanah skala besar;
9. Melaksanakan secara konsisten semua peraturan perundang-undangan
pertanahan yang telah ditetapkan;
10. Menata kelembagaan Badan Pertanahan Nasional RI;
11. Mengembangkan dan memperbarui politik, hukum, dan kebijakan pertanahan
(Reforma Agraria).
Berangkat dari 4 (empat) prinsip dan 11 (sebelas) agenda inilah selanjutnya
ditetapkan tujuan dari pelaksanaan Reforma Agraria yang terdiri dari tujuh rumusan
yaitu :
a. Menata kembali ketimpangan struktur penguasaan dan penggunaan tanah ke
arah yang lebih adil;
b. Mengurangi kemiskinan;
c. Menciptakan lapangan kerja;
d. Memperbaiki akses rakyat kepada sumber – sumber ekonomi terutama tanah;
mengurangi sengketa dan konflik pertanahan;
e. Memperbaiki dan menjaga kualitas lingkungan hidup dan meningkatkan
2.1.3 Strategi Dasar Pelaksanaan Pembaruan Agraria di Indonesia
Strategi pelaksanaan Program Pembaruan Agraria Nasioanal (PPAN)
sebagaimana yang telah dirumuskan oleh BPN- RI (2007) adalah sebagai berikut :
1. Melakukan penataan atas konsentrasi aset dan atas tanah – tanah terlantar
melalui penataan politik dan hukum pertanahan berdasarkan Pancasila,
UUD’45 dan UUPA.
2. Mengalokasikan tanah yang langsung dikuasai oleh negara (obyek Reforma
Agraria) untuk rakyat (subjek Reforma Agraria).
2.1.4 Landasan Hukum Pembaruan Agraria
Adapun yang menjadi landasan pelaksanaan Program Pembaruan Agraria
Nasional (PPAN) di Indonesia adalah :
Tabel 2.1 Isi Landasan Hukum Pembaruan Agraria
No Jenis Landasan Isi Landasan
1 Landasan Idiil Pancasila 2 Landasan
Konstitusional
Undang – Undang Dasar Negara 1945 dan Perubahannya
3 Landasan Politis a. Tap MPR RI Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam
b. Keputusan MPR RI Nomor 5 Tahun 2003 tentang penugasan kepada Pimpinan MPR RI untuk menyampaikan Saran atas Pelaksanaan Putusan MPR RI oleh Presiden, DPR, BPK, MA pada Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2003;
c. Pidato Politik Awal Tahun Presiden Republik Indonesia tanggal 31 Januari 2007.
4 Landasan Hukum
2.1.5 Objek dan Subjek Pembaruan Agraria
Adapun yang dimaksud dengan Objek pada Program Pembaruan Agraria
Nasional adalah :
1. Berdasarkan penelitian BPN- RI diperkirakan terdapat tanah seluas 1,1 Juta
hektar yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia yang berasal dari :
a. Tanah berkas hak guna usaha, hak guna bangunan atau hak pakai;
b. Tanah yang terkena ketentuan konversi;
c. Tanah yang diserahkan secara sukarela oleh pemiliknya;
d. Tanah hak yang pemegangnya melanggar ketentuan peraturan perundang –
undangan;
e. Tanah obyek land reform ;
f. Tanah bekas obyek land reform;
g. Tanah timbul;
h. Tanah bekas kawasan pertambangan;
i. Tanah yang dihibahkan pemerintah;
j. Tanah tukar menukar dari dan oleh pemerintah;
k. Tanah yang dibeli oleh pemerintah.
2. Tanah yang dialokasikan oleh Presiden Republik Indonesia yang berasal dari
hutan produksi konversi, tersebar di 17 Provinsi RI ( Rapat Terbatas Presiden
RI, Menteri Kehutanan, Menteri Pertanian, dan Kepala BPN – RI tanggal 28
3. Tanah – tanah hasil koordinasi antara Departemen Kehutanan, Departemen
Pertanian dan BPN – RI tanggal 27 Maret 2007 atas tanah – tanah yang sudah
di lepaskan dari kawasan kehutanan menjadi tanah negara yang pemanfaatan
tanahnya tidak sesuai dengan peruntukannya.
Sedangkan yang dimaksud dengan Subjek pada Program Pembaruan Agraria
Nasional adalah :
1. Secara Umum :
Masyarakat miskin sebagaimana yang telah diidentifikasi oleh Badan Pusat
Statistik (BPS).
2. Secara Khusus :
Penduduk miskin di pedesaan, baik petani, nelayan maupun profesi lain, dimulai
dari yang di dalam lokasi ataupun yang terdekat dengan lokasi, dan dibuka
kemungkinan untuk melibatkan kaum miskin dari daerah lain.
2.1.6 Mekanisme Pembaruan Agraria
Secara umum, terdapat tiga mekanisme dasar Reforma Agraria, sesuai dengan
kondisi atau kedudukan subyek (petani miskin, buruh tani, atau pengelola tanah) dan
obyek ( tanah yang akan diredistribusikan), sebagai berikut ( BPN- RI, 2007):
1. Subyek dan objek berdekatan atau berhimpit, mekanisme dengan skenario seperti
ini sebenarnya relatif lebih sederhana dan langsung fokus pada ketiga objek tanah
(1) tanah kelebihan maksimum;
(2) tanah absentee; dan
(3) tanah negara lainnya, termasuk tanah tumbuh.
Penyelenggaraan Reforma Agraria dalam skenario ini dapat ditempuh melalui
penataan asset atau meredistribusi subjek tanah di atas, serta penguatan akses
atau memperbaiki akses petani kepada teknologi baru, mendekatkan pelaku
usaha dengan sumber – sumber pembiayaan, serta menyediakan akses pasar dan
pemasaran bagi produk yang akan dikembangkan oleh subjek Reforma Agraria,
2. Subjek mendekati objek. Mekanisme seperti ini diterapkan apabila subjek dan
objek berada pada lokasi yang berjauhan. Skema transmigrasi umum dan
transmigrasi lokal seperti dengan memindahkan subjek petani miskin dan tidak
bertanah dari daerah padat penduduk ke daerah jarang penduduk, serta
memberikan atau meredistribusikan tanah seluas dua hektar atau lebih di daerah
tujuan kepada subjek Reforma Agraria.
3. Objek mendekati subjek. Mekanisme seperti ini juga diterapkan apabila subjek
dan objek berada pada lokasi yang berjauhan. Skema yang sesuai untuk
mendekatkan objek kepada subjek dikenal dengan skema swap atau pertukaran
tanah yang didasarkan pada strategi konsolidasi lahan atau bahkan bank tanah.
Skema ini memang agak rumit karena melibatkan hubungan kepemilikan tanah
bertingkat yang tidak sederhana, sehingga perlu dirumuskan secara hati- hati,
2.1.7 Prinsip Pembaruan Agraria
Secara garis besar terdapat 10 (sepuluh) prinsip dalam Pembaruan Agraria.
Ke-10 (sepuluh) prinsip-prinsip tersebut antara lain:
1. Menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Hak atas dasar sumber daya alam merupakan hak ekonomi setiap orang. Sesuatu
yang menjadi hak setiap orang, merupakan kewajiban/tanggung jawab bagi
negara/pemerintah untuk melindungi, memajukan, menegakkan, dan memenuhinya
(Pasal 69 Ayat (2) UU No 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia). Dalam kaitan
dengan prinsip ini, perlu didukung upaya penyempurnaan Pasal 33 Ayat (3) yang
sedang dilakukan oleh PAH I, karena pasal ini yang merupakan landasan bagi
hubungan antar negara dengan sumber daya alam (sumber agraria) dan antara negara
dengan rakyat. Penyempurnaan rumusan Pasal 33 Ayat (3) didukung oleh perlunya
klarifikasi tentang makna ”dikuasai oleh negara” dari segi normatif, yang meliputi
telah terhadap 4 (empat) hal, yakni : Kalau negara ”menguasai” sumber daya alam,
maka siapa yang sebenarnya berhak atas sumber daya alam itu? Apakah makna
”dikuasai” oleh negara itu? (III)Seberapa luas kewenangan menguasai oleh negara
itu? (IV)Bagaimana hubungan antar negara dengan yang berhak atas sumber daya
alam itu?.
Dari segi empiris, rumusan Pasal 33 Ayat (3) yang penjelasanya amat singkat itu
telah diterjemahkan secara longgar melalui berbagai UU yang terkait dengan sumber
”negaraisasi” sumber daya alam dengan segala implikasinya, antara lain penafian
hak-hak masyarakat adat/lokal atas `sumber daya alam. Sebagai contoh, dari
Penjelasan UUPA tentang kekuasaan negara terhadap bumi, air, ruang angkasa, maka
implikasinya adalah bahwa ”hak menguasai negara” meliputi : Tanah-tanah yang di
atasnya sudah ada hak perorangan Tanah-tanah yang di atasnya terdapat hak alayat,
hak masyarakat adat, dan (III)Tanah-tanah yang di atasnya tidak terdapat hak-hak
dalam butir (I) dan(II).
Analog dalam hal tersebut di atas, maka menurut UU Kehutanan (UU N0 5/1967
dan telah direvisi dengan UU No 41/1999) hak menguasai negara atas hutan (hutan
negara) meliputi kawasan hutan di seluruh Indonesia. Di samping hutan negara,
diakui keberadaan hutan milik. Tetapi keberadaan hutan adat tidak diakui karena
menurut UU No 41 Tahun 1999 hutan adat adalah kawasan hutan yang berada di atas
hutan negara.
Dengan demikian diharapkan bahwa dari perumusan Pasal 33 Ayat (3) yang
disempurnakan akan diperoleh penegasan tentang hal-hal sebagai berikut :
1. Sumber daya alam merupakan hak bersama seluruh rakyat, dan dalam
pengertian hak bersama itu terdapat dua hak yang diakui, yaitu hak
kelompok (hak bersama) dan hak perorangan.
2. Kewenangan negara terhadap sumber daya alam terbatas pada kewenangan
pengaturan. Pengaturan oleh negara diperlukan kekhawatiran bahwa tanpa
campur tangan negara ketidak adilan dalam akses terhadap perolehan dan
3. Negara tidak perlu melakukan intervensi bila masyarakat telah dapat
menyelesaikan masalah atau kepentingan sendiri dan bahwa hal itu tidak
bertentangan dengan kepentingan atau hak pihak lain.
4. Kewenangan mengatur oleh negara tidak tak terbatas, tetapi dibatasi oleh
dua hal, yaitu: (1) pembatasan oleh Undang-Undang Dasar (UUD). Pada
prinsipnya hal-hal yang diatur oleh negara tidak boleh berakibat terhadap
pelanggaran hak-hak dasar manusia yang dijamin oleh UUD; (2)
pembatasan oleh tujuannya, yakni untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat
atau untuk tercapainya keadilan sosial.
Hubungan antara negara dengan rakyat bukan hubungan subordinasi, tetapi
hubungan yang setara karena negara memperoleh hak menguasai dalam
kedudukannya sebagai wakil dari seluruh rakyat. Dan, sesuai dengan prinsip HAM,
maka apa yang menjadi hak setiap orang merupakan kewajiban bagi negara untuk
memenuhinya. Netralitas negara dan fungsinya sebagai wasit yang adil harus dapat
dijamin.
2. Unifikasi hukum yang mampu mengakomodasi keanekaragaman hukum
setempat (pluralisme).
Pasal 6 Ayat (1) UU No 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia, menyebutkan
bahwa: ”Dalam rangka penegakan HAM, perbedaan dan kebutuhan dalam
masyarakat hukum adat harus diperhatikan dan dilindungi oleh hukum, masyarakat
memberi tempat pada hukum adat yang masih berlaku dan dijunjung tinggi dalam
lingkungan masyarakat adat, selaras dengan upaya perlindungan dan penegakan
HAM dari masyarakat yang bersangkutan, selama hal itu tidak menimbulkan
pelanggaran terhadap hak asasi pihak lain.
3. Land reform/restrukturisasi pemilikan dan penguasaan tanah.
Land reform sebagai upaya penataan kembali struktur pemilikan dan penguasaan
tanah ditujukan untuk mencapai keadilan, utamanya bagi mereka yang sumber
penghidupannya tergantung pada produksi pertanian. Berbagai program land reform,
antara lain berupa redistribusi tanah (yang berasal dari tanah-tanah jabatan di desa,
tanah yang tidak sesuai dengan kebutuhan riil perusahaan bidang industri,
perumahan, jasa/pariwisata, pengusahaan di bidang pertanian, perkebunan dan
kehutanan, dan lain-lain), penyediaan lapangan kerja di sektor pertanian, teknologi,
dan tersedianya peluang pasar untuk produk-produk pertanian. Di samping rural land
reform tersebut di atas, perlu diperhatikan juga urban land reform karena
kesenjangan posisi tawar antara mereka yang mempunyai akses modal dan akses
politik di perkotaan, berhadapan dengan mereka yang tidak mempunyai akses
tersebut, telah semakin membuat orang miskin kota (urban poor) semakin
terpinggirkan dalam upaya memperoleh sebidang tanah untuk menopang
4. Keadilan dalam pengusaan dan pemanfaatan sumber daya (sumber-sumber
agraria).
Penguasaan dan pemanfaatan sumber daya alam harus sedemikian rupa sehingga
dapat dinikmati tidak saja oleh generasi sekarang, tetapi juga generasi yang akan
datang. Dalam suatu generasi, harus diupayakan keterbukaan akses bagi setiap orang,
laki-laki dan perempuan, untuk memperoleh dan memanfaatkan sumber daya alam
(sumber agraria). Pemanfaatan sumber daya alam oleh satu generasi tidak boleh
mengorbankan kepentingan generasi yang akan datang sehingga harus dijaga agar
tidak terjadi eksploitasi yang berlebihan untuk kepentingan jangka pendek. Termasuk
dalm prinsip ini adalah mengakui kepemilikan masyarakat adat terhadap sumber daya
alam yang menjadi ruang hidupnya.
5. Fungsi sosial dan ekologi tanah.
Dalam kedudukan manusia sebagai individu, sekaligus makhluk sosial, maka ada
kewajiban (sosial) yang timbul dan dipunyai oleh setiap pemegang hak. Hak yang
dipunyai seseorang tidak bersifat tak terbatas, karena selalu dibatasi oleh hak orang
lain dan hak masyarakat yang lebih luas, baik yang dilakukan oleh pemerintah dengan
alasan kepentingan umum, maupun oleh pihak lain untuk berbagai kegiatan
pembangunan. Oleh karena itu, pengambilalihan hak itu harus dilaksanakan sesuai
undang-undang (Pasal 28 H Ayat (4) jo Pasal 28 J Ayat (2) UUD 1945 Perubahan
Kedua) dan diikuti dengan ganti kerugian yang adil, baik terhadap kerugian fisik
(kehilangan pekerjaan, kehilangan kesempatan utuk memperoleh keuntungan/manfaat
tertentu, dll)
6. Penyelesaian konflik pertanahan.
Konflik-konflik baik yang bersifat vertikal maupun horisontal bila tidak
dilakukan penyelesaian secara tuntas dan sekaligus, akan merupakan gangguan untuk
dapat terselenggaranya kehidupan sosial dan bernegera yang harmonis.
7. Pembagian kewenangan antara pusat dan daerah dan kelembagaan
pendukung.
Perlu adanya kerelaan dan penegasan kewenangan pusat dan daerah, sehingga
menjadi jelas pertanggungjawabannya masing-masing, utamanya dalam alokasi dan
manjemen sumber-sumber daya agraria / sumber daya alam. Apabila Reforma
Agraria dipilih sebagai suatu pilihan kebijakan restrukturisasi pemilikan/penguasaan
dan pemanfaatan tanah serta sumber daya alam lainnya, maka diperlukan suatu
lembaga pendukung yang dapat memfasilitasi pelaksanaannya, mengkoordinasikan
menyelesaikan sengketa yang timbul dari pelaksanaannya.
8. Transparansi dan partisipasi dalam pembuatan kebijakan.
Paradigma lama yang bercirikan sentralisme dalam pembuatan kebijakan telah
menafikan partisipasi, sekaligus tidak bersifat pembuatannya. Tradisi sosialisasi
publik dalam setiap tahapan yang bersangkutan, sehingga terwujud yang disebut
dengan partisipasi interaktif dan bukan partisipasi pasif seperti yang terjadi pada saat
ini.
9. Usaha-usaha produksi di lapangan agraria.
Restrukturisasi pemilikan dan penguasaan sumber-sumber agraria haruslah
diikuti dengan suatu program yang sistematis untuk menyelenggarakan
kegiatan-kegiatan produksi yang menjadi dasar bagi pengembangan ekonomi rakyat. Untuk
memperkuat ekonomi rakyat, harus ada pembatasan yang tegas bagi usaha-usaha
produksi skala besar yang pemilikan atau penguasaannya terkonsentrasi di satu
tangan di lapangan agraria. Terlebih lagi, monopoli kegiatan usaha produksi di
lapangan Agraria haruslah dicegah.
10. Pembiayaan program-program pembaruan agraria.
Pelaksanaan program-program pembaruan agraria yang berkesinambungan
memerlukan tersedianya biaya secara rutin yang harus dijamin oleh pemerintah.
Tanpa adanya dukungan biaya, program-program pembaruan agraria hanya akan
berada di organisasinya, dikendalikan secara sosial, bersifat parsipatoris, dan
menghargai kesetaraan jender, dalam konteks pembangunan ekonomi, sosial yang
berkelanjutan dari segi lingkungan. Kebijakan tersebut hendaknya memberi
kontribusi terhadap ketahanan pangan dan penghapusan kemiskinan, berdasarkan hak
kesempatan kerja, khususnya melalui perusahaan skala kecil dan menengah,
penyertaan sosial dan konservasi aset lingkungan dan budaya di wilayah pedesaan,
melalui perspektif mata pencaharian yang berkelanjutan dan pemberdayaan kelompok
terkait yang bersifat lemah di pedesaan, kebijakan ini sangat menghargai hak dan
aspirasi masyarakat pedesaan, khususnya kelompok lemah yang termarjinalkan dalam
kerangka hukum nasional dan dialog yang efektif.
2.2 Pengalaman Pembaruan Agraria di Berbagai Negara 2.2.1 Yunani
Reforma Agraria pertama kali tercatat dalam sejarah yang terjadi di Yunani Kuno
pada masa pemerintahan Solon sekitar tahun 594 sebelum Masehi. Kemudian,
tonggak kedua pada tahun 134 sebelum Masehi Reforma Agraria dilakukan di Roma
yang bertujuan untuk mengangkat rakyat kecil dengan cara melakukan redistribusi
tanah-tanah milik umum. Tonggak ketiga pada abad ke -12 dilaksanakan Reforma
Agraria di Inggris dikenal dengen “Enclosure movement” yaitu pengkaplingan tanah-
tanah pertanian dan padang pengembalaan yang semula merupakan tanah yang dapat
disewakan oleh umum, menjadi tanah–tanah individual.
2.2.2 Prancis
Gerakan Reforma Agraria secara besar-besaran terjadi di Prancis yang ditandai
dengan adanya revolusi pada Tahun 1789 dan merupakan tonggak keempat dari