• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Perubahan Garis Pantai Dan Tutupan Lahan Pasca Tsunami di Pantai Lhoknga, Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Perubahan Garis Pantai Dan Tutupan Lahan Pasca Tsunami di Pantai Lhoknga, Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERUBAHAN GARIS PANTAI DAN TUTUPAN

LAHAN PASCA

TSUNAMI

PANTAI LHOKNGA, KECAMATAN LHOKNGA,

KABUPATEN ACEH BESAR

SKRIPSI

Oleh :

TIA NOVITA SIREGAR 101201020

Manajemen Hutan

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Penelitian : Analisis Perubahan Garis Pantai Dan Tutupan Lahan Pasca

Tsunami di Pantai Lhoknga, Kecamatan Lhoknga, Kabupaten

Aceh Besar

Nama : Tia Novita Siregar

NIM : 111201020

Program Studi : Manajemen Hutan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

Dr. Anita Zaitunah, S.Hut., M.Sc Dr.Samsuri, S.Hut., M.Si NIP: 19730830 2000032 001 NIP: 19740109 2000031 003

Mengetahui

Ketua Program Studi Kehutanan

(3)

ABSTRAK

TIA NOVITA SIREGAR : Analisis Perubahan Garis Pantai Dan Tutupan Lahan Pasca Tsunami di Pantai Lhoknga, Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar”. dibimbing oleh ANITA ZAITUNAH dan SAMSURI.

Penelitian ini bertujuan mengetahui perubahan garis pantai dan penutupan lahan pesisir pasca tsunami di Pantai Lhoknga Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar. Penelitian ini berlokasi di Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar dengan menggunakan citra satelit landsat 5, landsat 8.

Metode penelitian yang digunakan adalah klasifikasi terbimbing metode peluang maksimum (Maximum likelihood classifier). Analisis data untuk interpretasicitra dengan menggunakan monogram Sumatera Utara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan garis pantai disebabkan oleh adanya abrasi dan sedimentasi. Penutupan lahan dari tahun 2000 s/d 2013 antara lain hutan, semak belukar, pemukiman, sawah, lahan terbuka, sawah, dan tubuh air.

(4)

ABSTRACT

TIA NOVITA SIREGAR: Analysis of Changes in Land Cover Coastline And Tsunami Lhoknga Beach, District Lhoknga, Aceh Besar ". guided by ANITA ZAITUNAH dan SAMSURI.

This study aims to determine changes in the coastline and the closure of the post-tsunami coastal land in Lhoknga beach Lhoknga subdistrict, Aceh Besar district. This research is located in the district of Lhoknga, Aceh Besar district using Landsat 5 satellite imagery, Landsat 8.

The method used is the supervised classification method maximum opportunity (Maximum likelihood classifier). Analysis of satellite imagery data for interpretation using the monogram of North Sumatra. The results showed that the changes in the coastline caused by erosion and sedimentation. Land cover from 2000 s/d in 2013, among others, forest, shrubs, settlements, rice fields, open land, rice fields and water bodies.

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Medan, 30 November 1993 dari orang tua terkasih Indra

Siregar dan Rohana. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.

Penulis adala lulusan dari SMA Negeri 1 Sunggal pada tahun 2011.

Penulis lulus melewati seleksi ujian masuk bersama perguruan tinggi negeri

(UMB PTN) ke Universitas Sumatera Utara, Fakultas Pertanian, Program Studi

Kehutanan.

Penulis melaksanakan kegiatan praktek kerja lapangan (PKL) di Taman

Nasional Wakatobi, Sulawesi Tenggara pada bulan bulan Februari hingga Maret

2014. Di masa perkuliahan penulis pernah menjadi asisten praktikum Geodesi dan

Kartogravi dan Praktikum Inventarisasi Hutan. Penulis juga berpartisipasi dalam

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah swt, sehingga penulis

dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Analisis Perubahan Garis Pantai

Dan Tutupan Lahan Pasca Tsunami di Pantai Lhoknga, Kecamatan Lhoknga,

Kabupaten Aceh Besar”. Tujuan penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana di Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada

1. Ayahanda terkasih (Indra Siregar) dan Ibunda tercinta (Rohana)

yang telah mendoakan dan memberikan semangat kepada penulis.

2. Dr. Anita Zaitunah, S.Hut, M.Sc dan Dr. Samsuri, S.Hut., M.Si

selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah

membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan

penelitian ini.

3. Staf Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Banda Aceh

Wilayah VIII dan seluruh staf pengajar serta pegawai di Program

Studi Kehutanan.

4. Saudara, dan Rekan Mahasiswa/i yaitu Adik Ayu Afreza Siregar,

Kakak Sepri Ayu, Dita Sari Prbuningrum, Yunida Syafriani, Tika

Lailan Sofina, Andi Syahputra, Nidya Andini, Sugiatno, Dikky

Setiawan dan lain lain yang tidak dapat dituliskan satu per satu yang

telah membantu dan memberi semangat pada penulis dalam

menyelesaikan penelitianini.

Akhir kata, semoga hasil dari penelitian ini dapat berguna dan bermanfaat

bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya penerapan teknologi

penginderaan jarak jauh dan sistem informasi geografis dalam bidang ilmu

(7)

DAFTAR ISI

Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 4

Pantai dan Perubahan Daratan Pantai ... 4

Tsunami ... 5

Penginderaan Jauh ... 8

Sistem Informasi Geografis... 10

Sistem Pengelolaan Data Spasial ... 11

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ... 12

Alat dan Data ... 13

Prosedur Penelitian... 14

Analisis Perubahn Garis Pantai ... 16

Analisis Tutupan Lahan ... 18

HASIL DAN PEMBAHASAN Luas Perubahan Garis Pantai Berdasarkan Citra Satelit Landsat 5 Tahun 2000, Tahun 2005, dan Citra Lansat 8 Tahun 2013………..21

Luas Perubahan Garis Pantai Berdasarkan Citra SPOT 5 Tahun 2009 dan Citra SPOT 6 Tahun 2013………24

Luas Perubahan Penggunaan Lahan Berdasarkan Citra SPOT 5 tahun 2009 dan Citra SPOT 6 tahun 2013……….26

KESIMPULAN DAN SARAN………...33

DAFTAR PUSTAKA

(8)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Peta Lokasi Penelitian ... 12

2. Skema Analisis Perubahan Garis Pantai dan Penutupan Lahn ... 15

3. Peta Abrasi dan Sedimentasi Tahun 2000 dan 2005 ... 22

4. Peta Abrasi dan Sedimentasi Tahun 2005 dan 2013 ... 23

5. Peta Tutupan Lahan Tahun 2000 ... 27

6. Peta Tutupan Lahan Tahun 2005 ... 28

(9)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Jenis Data Primer dan Sekunder yang Diperlukan dalam Penelitian ... 13

2. Perubahan Garis Pantai Citra Satelit Tahun 2000, 2005, dan 2013 ... 20

(10)

ABSTRAK

TIA NOVITA SIREGAR : Analisis Perubahan Garis Pantai Dan Tutupan Lahan Pasca Tsunami di Pantai Lhoknga, Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar”. dibimbing oleh ANITA ZAITUNAH dan SAMSURI.

Penelitian ini bertujuan mengetahui perubahan garis pantai dan penutupan lahan pesisir pasca tsunami di Pantai Lhoknga Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar. Penelitian ini berlokasi di Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar dengan menggunakan citra satelit landsat 5, landsat 8.

Metode penelitian yang digunakan adalah klasifikasi terbimbing metode peluang maksimum (Maximum likelihood classifier). Analisis data untuk interpretasicitra dengan menggunakan monogram Sumatera Utara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan garis pantai disebabkan oleh adanya abrasi dan sedimentasi. Penutupan lahan dari tahun 2000 s/d 2013 antara lain hutan, semak belukar, pemukiman, sawah, lahan terbuka, sawah, dan tubuh air.

(11)

ABSTRACT

TIA NOVITA SIREGAR: Analysis of Changes in Land Cover Coastline And Tsunami Lhoknga Beach, District Lhoknga, Aceh Besar ". guided by ANITA ZAITUNAH dan SAMSURI.

This study aims to determine changes in the coastline and the closure of the post-tsunami coastal land in Lhoknga beach Lhoknga subdistrict, Aceh Besar district. This research is located in the district of Lhoknga, Aceh Besar district using Landsat 5 satellite imagery, Landsat 8.

The method used is the supervised classification method maximum opportunity (Maximum likelihood classifier). Analysis of satellite imagery data for interpretation using the monogram of North Sumatra. The results showed that the changes in the coastline caused by erosion and sedimentation. Land cover from 2000 s/d in 2013, among others, forest, shrubs, settlements, rice fields, open land, rice fields and water bodies.

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari 17.500 pulau

dan wilayah pantai sepanjang 81.000 Km. Posisi geografis Indonesia sangat unik

karena berada di posisi silang antara dua benua yaitu Asia dan Australia, dan dua

samudera yakni Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Selain itu, Indonesia

juga terletak pada tempat bertemunya empat lempeng besar yaitu Eurasia

(AsiaTenggara), Indo-Australia, Samudera Pasifik dan Filipina. Indonesia juga

merupakan bagian dari “Ring of Fire” yaitu jalur pegunungan api muda aktif yang

mengelilingi Samudera Pasifik. Oleh karena itu, hampir seluruh wilayah negara

Indonesia termasuk wilayah rawan bencana alam termasuk gempa dan tsunami

(http://www.bmg.go.id diakses pada 28 November 2014).

Bencana tsunami yang disebabkan oleh gempa berkekuatan 8,9 Skala

Richter pada tanggal 26 Desember 2004 di Propinsi Nangroe Aceh Darussalam

adalah bencana terbesar di dunia dalam kurun waktu 40 tahun terakhir, dengan

lebih dari 100.000 orang meninggal dan kerugian materai yang sangat besar

(Sarwidi, 2005).

Perubahan terhadap garis pantai adalah satu proses tanpa henti

(terus-menerus) melalui berbagai proses baik pengikisan (abrasi) maupun penambahan

(akresi) pantai yang diakibatkan oleh pergerakan sedimen, tindakan ombak dan

penggunaan tanah. Gelombang yang terjadi akibat pergeseran lempeng dasar laut

atau tsunami menyapu daratan, sehingga dapat merubah daratan pantai dan

(13)

sendiri yaitu akibat tumpukan sedimen yang terbawa oleh gelombang maupun

sedimen pantai yang terkikis dan terbawa oleh gelombang atau arus laut. Kajian

perubahan garis pantai sendiri penting dilakukan sebagai acuan dalam

pembangunan wilayah pesisir dan pelabuhan, pariwisata serta kegiatan

penangkapan dan budidaya perikanan. Salah satu cara yang digunakan untuk

melihat perubahan daratan pantai di Pantai Lhoknga adalah secara spasial dan

temporal, yaitu dengan membandingkan dua atau lebih citra satelit sebelum dan

sesudah bencana tsunami yang menimpa wilayah pesisir Pantai Lhoknga.

Perbandingan antara kedua kondisi tersebut dapat memberikan informasi tentang

daratan pantai dan tutupan lahan yang mengalami perubahan akibat tsunami yang

terjadi di pesisir wilayah Pantai Lhoknga.

Penggunaan data satelit merupakan cara yang efektif untuk pemetaan

penutup lahan dan vegetasi, karena data satelit memiliki rentang waktu yang dapat

diatur untuk pengambilan data citra untuk lokasi yang sama. Perkembangan

teknologi penginderaan jauh saat ini, mengarah pada peningkatan resolusi spasial

dan temporal untuk perolehan informasi dan keperluan monitoring. Mengingat

sangat terkaitnya permasalahan perubahan lahan ini dengan aspek keruangan,

pendekatan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) juga diperlukan

untuk menambah informasi yang akan didapat, seperti sistem input data peta yang

baik. Pendekatan ini berdasarkan peubah-peubah terukur dan kesisteman yaitu

dengan menerapkan teknologi berbasis geospasial.

SIG memiliki kemampuan untuk mempresentasikan unsur-unsur yang

terdapat di permukaan bumi dengan cara mengumpulkan, menyimpan,

(14)

(bereferensi geografis). Penerapan SIG dapat mengintegrasikan berbagai

karakterisik lingkungan wilayah pesisir baik secara spasial maupun deskriptif.

Dengan memperhatikan hal tersebut maka diperlukan data-data spasial

kawasan pesisir yang berguna dalam pemanfaatan dan pengelolaaan sumberdaya

dan ruang di kawasan pesisir yang direncanakan secara berkelanjutan. Maka perlu

diadakan penelitian tentang “Analisis Perubahan Garis Pantai Dan Tutupan Lahan

Pasca Tsunami di Pantai Lhoknga, Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar”.

Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah

1. Mengetahui perubahan garis pantai di wilayah pesisir pasca tsunami di

Pantai Lhoknga Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar.

2. Mengetahui perubahan penutupan lahan pesisir pasca tsunami di Pantai

Lhoknga Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi Pemerintah

Daerah Kabupaten Aceh Besar dan stakeholder terkait maupun bagi kalangan

akademisi dan dunia ilmu pengetahuan yaitu diperolehnya data-data ilmiah

berbasis spasial tentang perubahan garis pantai dan perubahan tutupan lahan pasca

tsunami yang terjadi di Pantai Lhoknga, Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Status administrasi dan wilayah secara administrasi lokasi penelitian

berada di kecamatan Lhoknga Kabupaten Aceh Besar. Kecamatan Lhoknga

mempunyai 4 (empat) mukim dan 28 desa. Perjalanan ke lokasi dapat ditemput

dengan jalur lintasan jalan darat Banda Aceh Meulaboh dengan kendaraan roda

empat selama ± 30 menit dari kota Banda Aceh dengan kondisi jalan cukup

Lokasi dan keadaan geografis kecamatan Lhoknga terletak di Kabupaten Aceh

Besar pada garis 5,2º - 5,8º LU dan 95,0 – 95,8º BT.

Kabupaten Aceh Besar berbatasan langsung dengan:

Sebelah utara : Selat Malaka, Kota Sabang, dan Kota Banda Aceh.

Sebelah selatan : Kabupaten Aceh Jaya

Sebelah timur : Kabupaten Pidie

Sebelah barat : Samudera indonesia

Pantai dan Perubahan Daratan Pantai

Pantai adalah suatu daerah dimana proses yang terjadi di daratan

(terrigenous) dan proses di laut saling mempengaruhi. Daerah ini merupakan satu

jalur daratan yang dibatasi oleh laut dan terbentang sampai pengaruh laut tidak

dapat dirasakan lagi. Menurut Komar (1983) pantai dapat didefinisikan sebagai

daerah yang dibatasi oleh daratan (swash zone) sampai daerah gelombang pecah

(breaker zone), sedangkan menurut Triatmodjo (1999), pantai adalah daerah di

tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah.

(16)

Sumber : Triatmodjo (1999)

Gambar 1. Batasan Pantai

Batas antara air dan daratan dikenal sebagai garis pantai, yang selalu

berubah-ubah, baik perubahan sementara akibat pasang surut, maupun perubahan

yang permanen dalam jangka waktu yang panjang akibat abrasi dan akresi pantai

atau keduanya.

Perubahan daratan pantai terjadi akibat dua peristiwa penting, yaitu akresi

(penambahan) dan abrasi (pengikisan). Akresi pantai adalah kondisi semakin

majunya pantai karena penambahan material dari hasil endapan sungai dan

pengangkatan (emerge) sedimen oleh arus dan gelombang laut, sedangkan abrasi

adalah kerusakan pantai yang mengakibatkan semakin mundurnya pantai akibat

kegiatan air laut. Perubahan yang terjadi pada wilayah pantai akan mengakibatkan

perubahan yang nyata pada kondisi lingkungan fisik dan komponen yang

berinteraksi didalamnya. Perubahan daratan pantai dapat disebabkan oleh faktor

alam dan faktor manusia (Komar, 1983).

Tsunami

1. Pengertian tsunami

Kata "tsunami" merupakan istilah dari bahasa Jepang "tsunami",

(17)

"gelombang". Tsunami menyatakan suatu gelombang laut akibat adanya

pergerakan atau pergeseran lempeng di dasar laut yang disebut dengan gempa

bawah laut. Gempa ini diikuti oleh perubahan permukaan laut yang

mengakibatkan timbulnya penjalaran gelombang air laut secara serentak ke

seluruh penjuru mata angin, sedangkan pengertian gempa adalah pergeseran

lapisan tanah di bawah permukaan bumi. Ketika terjadi pergeseran tersebut timbul

getaran yang disebut gelombang seismik dari pusat gempa menjalar ke segala

penjuru (http://www.bmg.go.id/diakses pada 28 November 2014).

Dalam literatur berbahasa inggris, tsunami kadang-kadang disebut pula

sebagai “Tidal Wave” dan sering diterjemahkan secara harfiah sebagai

“gelombang pasang”. Istilah ini sebenarnya tidak tepat karena sama sekali tidak

mempunyai hubungan dengan pasang-surut air laut yang umum, yang ditentukan

oleh gaya tarik benda-benda astronomis. Tsunami juga berbeda dengan

gelombang yang ditimbulkan oleh angin (wind wave) yang hanya menggerakkan

air laut bagian teratas. Gelombang tsunami menimbulkan gerak pada seluruh

kolom air dari permukaan hingga ke dasar (Nontji, 1993).

2. Penyebab Terjadinya Tsunami

Menurut Kawata (2000), tsunami disebabkan oleh 3 hal, yaitu:

1. Apabila gempa dengan patahan vertikal, baik patahan naik maupun turun

(lebih dari beberapa meter secara mendadak dan vertikal) terjadi di laut

dengan kedalaman mencapai ribuan meter. Secara empiris, jika gempanya

berkekuatan lebih 6,5 SR, dan pusat gempa berada pada kedalaman kurang

(18)

2. Adanya longsor besar yang disebabkan oleh gempa, kegiatan gunung berapi,

atau longsor di dasar laut.

3. Letusan gunung berapi.

Gempa merupakan salah satu penyebab utama terjadinya tsunami. Selain

itu, penyebab tsunami lainnya adalah meletusnya gunung berapi yang

menyebabkan pergerakan air di laut/perairan sekitarnya menjadi sangat tinggi.

Tidak semua gempa bawah laut menimbulkan tsunami, tsunami baru terjadi jika

sampai terjadi dislokasi vertikal pada dasar laut, yang biasanya disebabkan oleh

gempa kuat yang sumbernya relatif dangkal. Bila terjadi patahan atau sesar (fault)

pada dasar laut, dan massa batuan dalam jumlah yang sangat besar amblas

tiba-tiba, maka seluruh kolom air diatasnya juga ikut tersentak jatuh. Akibatnya

permukaan laut akan melakukan gerak osilasi naik turun untuk mencari

keseimbangan baru dan timbulah gelombang tsunami yang kemudian merambat

ke segala arah dengan energi yang sangat besar

(Diposaptono dan Budiman, 2005).

Gelombang tsunami merambat ke segala arah dengan kecepatan yang

bergantung pada kedalaman laut. Makin dalam laut makin tinggi kecepatan

rambatnya. Pada kedalaman 5.000 m (kedalaman rata-rata di Samudera Pasifik)

kecepatan rambat tsunami mampu mencapai 230 m/detik. Periode tsunami, yakni

jangka waktu yang diperlukan untuk tibanya dua puncak gelombang yang

berturutan dapat terjadi dalam kurun waktu yang sangat lama. Jika sumbernya

jauh, periodenya dapat mencapai lebih dari satu jam. Panjang gelombang tsunami,

yaitu jarak dari satu puncak ke puncak lainnya dapat mencapai 200 km. Tinggi

(19)

m, namun apabila telah mendekati pantai yang semakin dangkal akan mendapat

tahanan yang semakin besar dari dasar laut dan sebagai konpensasi energinya

yang besar dikonversikan kearah permukaan sehingga menimbulkan tinggi

gelombang mencapai puluhan meter. Konfigurasi dasar laut sangat menentukan

besarnya bencana yang dapat ditimbulkan. Teluk dengan bentuk menyerupai

huruf V memberikan efek corong yang dapat menyebabkan gelombang tsunami

sangat besar (Nontji, 1993).

Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh merupakan cara memperoleh informasi atau

pengukuran dari objek dengan menggunakan alat pencatat, tanpa ada hubungan

langsung dengan objek tersebut. Sistem ini didasarkan pada prinsip pemanfaatan

gelombang elektromagnetik yang dipantulkan dan dipancarkan oleh objek. Alat

penginderaan jauh ditempatkan pada suatu wahana yang dioperasikan pada suatu

ketinggian tertentu yang disebut sebagai platform. Ketinggian platform tersebut

dapat berupa ketinggian pesawat terbang, balon udara atau satelit (Sutanto, 1986).

Sistem penginderaan jauh dengan menggunakan satelit sangat

menguntungkan, karena wilayah yang sangat luas dan sulit dijangkau dapat

diliput. Keuntungan ini dapat dirasakan bagi negara-negara dengan wilayah yang

sangat luas seperti Indonesia, selain itu perekaman data penginderaan jauh dari

satelit dapat berlangsung secara terus-menerus selama waktu tertentu, peliputan

suatu lokasi tertentu di permukaan bumi dapat dilakukan berulang-ulang dengan

periode tertentu. Oleh karena itu data penginderaan jauh dari satelit dapat

digunakan untuk memantau suatu daerah. Pengamatan muka bumi, samudera,

(20)

cepat dan selalu dapat diperbaharui dengan segera. Jenis satelit pada dasarnya ada

5 yaitu satelit sumberdaya alam dan lingkungan (contohnya LANDSAT); satelit

meteorologi (contohnya METEOSAT); satelit navigasi (contohnya NAVSTAR);

satelit mata-mata (spy) yang namanya sangat dirahasiakan, dan satelit komunikasi

(contohnya PALAPA)

(Susilo dan Gaol, 2008).

Pada masa sekarang ini pemerintah Indonesia telah memanfaatkan sistem

penginderaan jauh. Sistem ini telah banyak digunakan sebagai salah satu sarana

penelitian oleh para peneliti untuk tujuan tertentu, misalnya memantau

perkembangan suatu daerah, penentuan daerah penangkapan ikan dan lain

sebagainya. Berdasarkan sifat sensor, citra dan aplikasinya, maka pemanfaatan

penginderaan jauh sangat membantu dalam penelitian kelautan yang mencakup

wilayah pesisir karena kenampakan dan gejala yang terjadi di kedua wilayah

tersebut terjadi dengan sangat cepat dan memerlukan pengamatan yang terus

menerus. Penginderaan jauh dari satelit mampu menjangkau daerah yang cukup

luas, daerah-daerah terpencil serta dapat diperoleh dalam periode waktu tertentu,

sehingga data tersebut dapat digunakan untuk kebutuhan pemantauan yang efisien

dalam rangka pengelolaan sumberdaya di perairan dan lahan pantai. Proses alami

di wilayah pesisir yang dapat dikenali dari data penginderaan jauh adalah akresi

pantai, perubahan muara sungai, pendangkalan perairan, kekeruhan air di sekitar

muara sungai, dan erosi pantai (Purwadhi, 1990).

Semua proses tersebut merupakan proses yang menyebabkan perubahan

daratan pantai. Penelitian mengenai perubahan daratan pantai telah banyak

(21)

dilapangan atau dengan cara mengumpulkan pustaka-pustaka yang ada, sedangkan

pemanfaatan sistem penginderaan jauh masih sedikit diterapkan. Salah satu data

penginderaan jauh dari satelit yang dapat digunakan untuk melihat perubahan

garis pantai adalah data penginderaan jauh satelit Landsat 7 ETM+

(Purwadhi, 1990).

Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System) yang

disingkat SIG adalah sistem yang berbasiskan komputer yang digunakan untuk

menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografi. SIG dirancang untuk

mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisis obyek-obyek dan fenomena

dimana lokasi geografi merupakan karakteristik yang penting atau kritis untuk

dianalisis. Dengan demikian, SIG merupakan sistem komputer yang memiliki

kemampuan dalam menangani data yang bereferensi geografi seperti (a) masukan,

(b) manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data), (c) analisis dan

manipulasi data, (d) keluaran

(Aronoff, 1989 dalam Prahasta, 2002)

Data masukan SIG dapat diperoleh dari tiga sumber, yaitu:

1. Data lapangan.

Data ini diperoleh langsung dari pengukuran lapangan secara langsung,

seperti suhu, salinitas, kecerahan, dan sebagainya.

2. Data peta.

Data peta ini merupakan informasi yang telah terekam pada kertas atau

film, dikonversikan dalam bentuk digital.

(22)

Citra penginderaan jauh yang berupa foto udara dapat dinterpretasikan terlebih

dahulu sebelum dikonversi ke dalam bentuk digital, sedangkan citra yang

diperoleh dari satelit yang sudah dalam bentuk digital dapat langsung digunakan

setelah dilakukan koreksi seperlunya.

Data keruangan dapat disajikan dalam dua model, yaitu model raster, dan

model vektor. Pada model raster, semua obyek disajikan dalam bentuk sel-sel

yang disebut pixel (picture elemen), sedangkan pada model vektor, obyek

disajikan sebagai titik atau segmen-segmen garis. Metode analisis yang sering

dilakukan pada beberapa macam peta, dikenal dengan metode tumpang

susun(overlay method). Dari fungsi-fungsi analisis yang dapat digunakan oleh

SIG ini, pengguna dapat memperoleh informasi yang diinginkan.

Sistem Pengelolaan Data Spasial

Pengelolaan data spasial merupakan hal yang penting dalam pengelolaan

lingkungan. Pengelolaan yang tidak benar dapat menimbulkan berbagai dampak

yang merugikan. Sistem koordinat dalam GIS digunakan untuk meregistrasikan

basis data spasial, artinya semua basis data spasial harus diregistrasikan dalam

sistem koordinat yang sama. Bagi software yang tidak bisa melakukan “on the fly

projection” untuk menangani berbagai macam sistem koordinat proyeksi atau

datum, maka registrasi setiap layer informasi harus diregistrasi dalam sistem

datum dan sistem koordinat proyeksi yang sama. Software ArcGIS mempunyai

kemampuan untuk menangani persoalan perbedaan sistem proyeksi peta yang

digunakan, akan tetapi untuk perbedaan datum dalam sumber data tetap harus

(23)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Maret 2015 sampai dengan

Mei 2015, yaitu persiapan penelitian, pelaksanaan penelitian di lapangan,

pengolahan data dan penyajian hasil. Penelitian dilaksanakan di Pantai Lhoknga,

Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar. Analisis data dilakukan di

Laboratorium Manajemen Hutan Terpadu, Program Studi Kehutanan, Fakultas

Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada

Gambar 1.

(24)

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS (Global Positioning

System) untuk survey lapangan, Perangkat keras (personal computer / netbook

sebagai alat pengolah data, Perangkat lunak ArcGis (ArcMap) 10,0 dan Erdas

Imagine 8,5 untuk analisis spasial, Kamera digital untuk dokumentasi, Perangkat

lunak Microsoft Excel dan Microsoft Word untuk mengolah data.

Bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini tertera pada tabel 1.

Tabel 1. Jenis Data Primer dan Sekunder yang Diperlukan dalam Penelitian

No Nama Data Jenis

Data

Sumber Tahun

1. Data Lapangan (ground check) Primer GPS dan Kamera digital 2015 2. Citra Landsat 5 + path/row

131/56

Sekunder 2000,

2005 3. Citra Landsat 8 OLI path/row

131/56

Sekunder

4. Peta Administrasi Kecamatan Lhoknga

Sekunder Balai Pemantapan Kawasan Hutan Banda Aceh

2015

5. Peta Tutupan Lahan Kecamatan Lhoknga

Sekunder Balai Pemantapan Kawasan Hutan Banda Aceh

1990 s/d 2013 6. Peta Kesesuaian Lahan

Kecamatan Lhoknga

Sekunder Balai Pemantapan Kawasan Hutan Banda Aceh

2013

7. Peta Jalan, Sungai, dan Kontur Kecamatan Lhoknga

Sekunder Balai Pemantapan Kawasan Hutan Banda Aceh

(25)

Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu pengolahan citra awal yang

meliputi penyediaan citra, pemulihan citra, pemotongan citra dan penajaman citra;

survey lapangan dan pengumpulan data pendukung, serta pengolahan citra

lanjutan yang meliputi pengklasifikasian, pengolahan data pendukung, overlay

citra dan penginterpretasian hasil penelitian.

Penelitian akan dilakukan berdasarkan analisis penginderaan jauh dengan

metode membandingkan ketiga citra multi temporal berupa citra landsat 5 tahun

2000, 2005 dan citra landsat 8 tahun 2013 yang diperoleh dari situs USGS dan

kemudian dilakukan koreksi untuk menganalisis perubahan garis pantai yang

terjadi. Koreksi geometrik bertujuan untuk membetulkan (rektifikasi) atau

memulihkan (restorasi) citra agar koordinat citra sesuai dengan koordinat bumi.

Klasifikasi yang akan digunakan adalah klasifikasi terbimbing. Survey lapangan

dilakukan dengan penentuan titik GCP (Ground Control point) di beberapa titik

sebagai koreksi citra yang diambil denganmenggunakan GPS (Global Positioning

(26)

Peta Perubahan Garis Pantai 2000, 2005,

2013

Gambar 2. Skema Analisis Perubahan Garis Pantai dan Penutupan Lahan Citra Terkoreksi Citra Lansat 8 Tahun

2013

Data Ground check/

Pengecekan Citra Lansat 8 Tahun

(27)

Analisis Perubahan Garis Pantai 1. Koreksi citra

Citra Landsat yang diperlukan diperoleh dari situs resmi landsat melalui

http://usgs.glovis.gov. Sebelum diolah lebih lanjut citra landsat yang diperoleh

pada tahun rekaman 2000,2005 dan 2013 terlebih dahulu diperbaiki. Perbaikan

citra dilakukan dengan memanfaatkan software Erdas Imagine 8.5.

2. Komposit Citra

Untuk keperluan analisis dipilih 3 buah band/kanal dikombinasikan sesuai

dengan karakteristik spektral masing-masing kanal/band dan disesuaikan dengan

tujuan penelitian. Penelitian mengenai pemantauan kondisi perubahan tutupan

lahan dipilih band/kanal 5, 4 dan 3 pada landsat 5 dan band 6, 5 dan 4 pada

landsat 8. Hal ini disebabkan karena band/kanal tersebut peka dan mempunyai

nilai refleksi yang tinggi terhadap vegetasi, tanah terbuka, dan unsur air.

3. Pemotongan Citra dan Digitasi on Screen Citra.

Proses ini melakukan clip/pemotongan pada citra yang telah

dikompositkan dengan peta batasan kawasan Pantai Lhoknga Kecamatan

Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar yang diperoleh dari Balai Pemantapan Kawasan

Hutan, Banda Aceh. Dalam program ArcGis10.0 dapat dilakukan dengan

menggunakan perintah pengaturan data atau Analysis Tools.

Proses digitasi digunakan untuk membedakan setiap garis pantai pada citra

sehingga akan terlihat perubahan garis pantai setiap citra. Dalam program

ArcGis10.0 dapat dilakukan dengan menggunakan perintah Editing pada citra

(28)

4. Ground Check/Pengecekan lapangan

Kegiatan survei lapangan bertujuan untuk pengecekan perubahan garis

panai. Pengecekan dilakukan dengan bantuan Global Position System (GPS). Titik

pengamatan ditentukan dengan metode purposive sampling. Setiap titik didatangi

kemudian dilakukan pendataan, pengamatan serta pencatatan informasi penting.

Data yang diambil adalah data rekam koordinat titik pengamatan lapangan dari

GPS, kondisi tutupan lahan sekitar titik lapangan yang dilengkapi gambar.

Analisis Tutupan Lahan 1. Pengolahan data citra

Pengolahan citra dilakukan dengan menggunakan Personal Computer

(PC) dengan software ArcGis (ArcMap) 10.0 dan Erdas Imagine 8,5 digunakan

dalam pengolahan awal dari citra , software ArcGis 10.00 digunakan untuk

overlay citra dan tampilan citra.

2. Pemulihan citra

Pemulihan citra adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperbaiki citra

karena citra hasil deteksi sensor satelit tidak terlepas dari gangguan radiometrik

dan gangguan geometrik. Oleh karena itu perlu dilakukan koreksi radiometrik dan

koreksi geometrik (Susilo dan Gaol, 2008).

3. Pemotongan citradan Komposit Citra

Pemotongan citra dilakukan dengan program ArcGis10.0 menggunakan

perintah pengaturan data atau Analysis Tools. Pemotongan citra dikompositkan

dengan peta batasan kawasan Pantai Lhoknga Kecamatan Lhoknga, Kabupaten

(29)

Kombinasi kanal dilakukan dengan pembuatan citra komposit dengan tiga

filter warna yaitu merah (red), hijau (green) dan biru (blue), sebelum dilakukan

training area untuk proses pengklasifikasian. Masing-masing warna dilakukan

untuk mengamati obyek-obyek yang terdapat pada citra dan membantu dalam

penentuan training area.

4. Image Clasification (Klasifikasi Citra)

Klasifikasi merupakan suatu proses pengelompokan nilai reflektansi dari

setiap obyek kedalam kelas-kelas tertentu sehingga mudah dikenali. Klasifikasi

yang digunakan adalah klasifikasi terbimbing. Citra tahun rekaman 2000,2005

dan 2013 diolah secara digital dengan menggunakan metode klasifikasi

terbimbing (Supervised Classification). Dalam penelitian ini metode yang

digunakan adalah metode peluang maksimum (Maximum likelihood classifier).

Pada metode ini terdapat pertimbangan berbagai faktor, diantaranya adalah

peluang dari suatu piksel untuk dikelaskan kedalam kelas atau kategori tertentu.

5. Identifikasi Lahan dan Training Area

Menentukan lokasi yang akan diambil sebagai sampel dan yang akan

diambil koordinatnya. Training area adalah suatu teknik pemisahan/penggolongan

penutup suatu lahan (land cover) di atas citra, berdasarkan keseragaman atau

kemiripan antara nilai piksel citra lokasi sampel dengan lokasi yang lain.

6. Validasi Data Training Dengan Objek Sebenarnya

Validasi data merupakan cara untuk mengetahui akurasi citra dalam

mengelompokkan obyek yang teridentifikasi sebagai jenis penutupan lahan.

Prosedur melakukan validasi data training adalah sebagai berikut:

(30)

2. Mengecek lokasi yang diidentifikasi oleh citra

3. Mencatat jumlah lokasi yang diidentifikasi

4. Menghitung tingkat akurasi.

Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut :

• Prosedur menghitung User Accuracy

Keterangan:

nfakta = Jumlah kordinat validasi

z = Jumlah koordinat yang terbukti pada validasi.

• Prosedur menghitung Prosedur Accuracy

Keterangan :

nCitra = Jumlah koordinat setelah validasi

z = Jumlah koordinat yang terbukti pada validasi

• Prosedur menghitung Overal Accurasy

Keterangan :

N = Jumlah sampel matriks

(31)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perubahan Garis Pantai Berdasarkan Citra Satelit Landsat 5 Tahun 2000, Tahun 2005, dan Citra Lansat 8 Tahun 2013

Perubahan garis pantai menghasilkan perubahan luas pantai. Perubahan

garis pantai disebabkan karena adanya proses abrasi dan akresi. Citra satelit

lansat tahun perekaman 2000, 2005, dan citra tahun 2013 dijadikan sebagai

referensi dalam memperoleh luas perubahan garis pantai yang dapat dilihat pada

tabel berikut :

Tabel 2. Perubahan Garis Pantai Citra Satelit Tahun 2000, 2005, dan 2013

No Keterangan

Sumber : Data Primer

Berdasarkan hasil overlay antara citra satelit landsat 5 tahun 2000, tahun

2005, dan citra lansat tahun 2013, menunjukkan perubahan garis pantai yang

disebabkan oleh abrasi sepanjang tahun 2000 s/d 2005 dengan luas 34.24 Ha.

Pada periodik sepanjang tahun 2005 s/d 2013 mengalami perubahan garis pantai

akibat abrasi pantai adalah 11.56 Ha. Perubahan garis pantai akibat abrasi dalam

13 tahun terakhir antara tahun 2000 s/d 2013 adalah 45.81 Ha. Abrasi membuat

garis pantai menjadi semakin mengalami pergeseran ke arah darat. Abrasi terjadi

di sekitar pesisir pantai sepanjang jalan yang tidak memiliki hutan (mangrove),

karena hutan (mangrove) mampu mengurangi abrasi. Adapun vegetasi yang

(32)

equisetifolia). Mangrove merupakan jenis tanaman dengan sistem perakaran yang

komplek dan rapat serta lebat sehingga mampu memerangkap sisa-sisa bahan

organik, dan endapan yang terbawa air laut dari bagian daratan. Beberapa hal

yang dapat dilakukan untuk menanggulangi abrasi seperti, penanaman dan

pelestarian kawasan hutan bakau, tidak melakukan penambangan pasir secara

berlebihan, membuat tambak secara bijak dan berwawasan lingkungan, dan tidak

membuang sampah ke sungai dan wilayah pesisir pantai.

Sebaran akresi daerah Kecamatan Lhoknga berdasarkan hasil overlay

antara citra satelit landsat 5 tahun 2000, tahun 2005, dan citra lansat 8 tahun 2013,

diperoleh hasil perubahan garis pantai. Perubahan garis pantai akibat akresi antara

tahun 2000 s/d 2005 memiliki luas 8.82 Ha. Pada periodik sepanjang tahun 2005

s/d 2013 memiliki luas akresi sebesar 28.17Ha. Dengan demikian perubahan garis

pantai yang berupa akresi dalam 13 tahun terakhir antara tahun 2000 s/d 2013

adalah 36.99 Ha. Garis pantai mengalami pergeseran kearah laut karena adanya

akresi secara terus menerus. Akresi menunjukkan akibat adanya pengendapan

material-material. Proses pengendapan material yang diangkut oleh air sungai

dan laut menyebabkan terjadinya pendangkalan dan tanah timbul di sepanjang

pesisir pantai. Berdasarkan data pada Tabel 2 diketahui adanya perubahan garis

pantai pada periodik tahun 2000 – 2005. Perubahan garis pantai mengurangi luas

wilayah pantai sebesar 25.43 Ha. Pada periodik tahun 2005 - 2013 terjadi

penambahan luas wilayah pantai sebesar 16.61 Ha. Dengan demikian dalam kurun

waktu 13 tahun terakhir ini yaitu sepanjang tahun 2000 – 2013 terjadi

(33)

Berdasarkan hasil overlay antara garis pantai 2000, 2005, dan 2013.

Perubahan garis pantai diilustrasikan pada peta abrasi dan akresi yang ditunjukkan

pada gambar 3 dan gambar 4.

Gambar 3. Peta Abrasi dan Akresi Tahun 2000 dan 2005

(34)

Analisis Tutupan Lahan Berdasarkan Citra Tahun 2000, 2005 dan 2013.

Citra landsat 5 dan landsat 8 OLI diklasifikasi berdasarkan hasil

interpretasi citra melalui rona, bentuk dan tekstur citra. Masing-masing citra

landsat dianalisis dengan klasifikasi terbimbing seperti pada skema alur analisis

perubahan penutupan lahan pada Gambar 1. Hasil klasifikasi tutupan lahan citra

berdasarkan citra lansat 5 dan lansat 8 mengalami perubahan luas tutupan lahan.

Luas tutupan lahan berdasarkan citra satelit lansat 5 dan lansat 6 tertera pada

Tabel 3.

Tabel 3. Luas Perubahan Tutupan Lahan Citra Lansat 5 Tahun 2000, dan 2005 dan Citra Lansat 8 Tahun 2013.

Berdasarkan Tabel 3 diketahui tutupan lahan yang diidentifikasi yaitu

berupa hutan, tubuh air, semak belukar, lahan terbuka, pemukiman, dan sawah.

Faktor-faktor penyebab penggunaan lahan antara lain: (1) Besarnya tingkat

urbanisasi dan lambatnya proses pembangunan di pedesaan, (2) Meningkatnya

jumlah kelompok golongan berpendapatan menengah hingga atas di wilayah

(35)

perkotaan yang berakibat tingginya permintaan terhadappemukiman

(komplek-komplek perumahan), (3) Terjadinya transformasi di dalam struktur

perekonomian yang pada gilirannya akan menggeser kegiatan pertanian/ lahan

hijau khususnya di perkotaan, (4) Terjadinya fragmentasi pemilikan lahan menjadi

satuan-satuan usaha dengan ukuran secara ekonomi tidak efisien (Haryani, 2011).

Data menunujukkan bahwa hasil interpretasi luas tutupan lahan yang

paling besar tahun 2000, 2005 dan 2013 adalah hutan. Luas hutan di tahun 2000

adalah 5466.61 Ha. Pada tahun 2005 tutupan lahan hutan memiliki luas sebesar

5974.36 Ha, sedangkan di tahun 2013 tutupan lahan hutan adalah 5305.48 Ha.

Luas tutupan lahan yang paling sedikit adalah tubuh air. Luas wilayah tubuh air di

tahun 2000 adalah 165.90 Ha, sedangkan pada tahun 2005 dan 2013 memiliki

luas sebesar 102.09 Ha dan 20.10 Ha.

Luas tutupan lahan mengalami perubahan yang signifikan hal ini diketahui

dari kurun waktu 13 tahun terakhir ini, yakni dari tahun 2000 s/d 2013.

Berdasarkan Tabel 3 pada periodik tahun 2000 s/d 2005 tutupan lahan yang

dominan mengalami penurunan luas wilayah adalah lahan terbuka sebesar 656.54

Ha. Sedangkan penambahan luas wilayah tutupan lahan yang terbesar sepanjang

tahun 2000 s/d 2005 adalah hutan sebesar 507.75 Ha.

Perubahan luas tutupan lahan yang dominan mengalami penurunan luas

wilayah periodik tahun 2005 s/d 2013 adalah hutan sebesar 669 Ha. Penambahan

luas perubahan tutupan lahan yang paling besar sepanjang tahun 2005 s/d 2013

adalah pemukiman sebesar 497 Ha. Hal ini dapat terjadi dikarenakan luas lahan

terbuka yang mengalami penambahn luas paling sedikit sebesar 85 Ha. Luas

(36)

pembangunan industri, pertanian, pemukiman,dll. Tanah merupakan salah satu

faktor penentu yang mempengaruhi penyebaran penggunaan lahan. Sehubungan

dengan fungsinya sebagai sumber hara, tanah merupakan faktor fisik lahan yang

paling sering dimodifikasi agar penggunaan lahan yang diterapkan mendapatkan

hasil yang maksimal (Hardjowigeno, 1993).

Setelah hutan, yang mengalami penambahan luas tutupan lahan adalah

sawah. Sawah memiliki luas penambahan wilayah tutupan lahan sebesar 326 Ha.

Hal ini sesuai dengan pendapat Yunus (2002) yang menyatakan perubahan

penggunaan lahan dewasa initelah terjadi isu global tidak saja di negara

berkembang yang pertaniannya masih menjadi sektor dominan tetapi juga

negara-negara maju.

(37)

Gambar 6. Peta Tutupan Lahan Tahun 2005

(38)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Perubahan garis pantai yang disebabkan abrasi sepanjang tahun 2005 s/d 2013 adalah 11.56 Ha. Perubahan garis pantai sepanjang tahun 2005 s/d

2013 memiliki luas akresi sebesar 28.17 Ha.

2. Tutupan lahan yang diidentifikasi yaitu berupa hutan, tubuh air, semak belukar, lahan terbuka, pemukiman, dan sawah. Periodik tahun 2000 s/d

2005 tutupan lahan yang dominan mengalami penurunan luas wilayah

adalah lahan terbuka sebesar 656.54 Ha. Penambahan luas wilayah tutupan

lahan yang terbesar sepanjang tahun 2000 s/d 2005 adalah hutan sebesar

507.75 Ha. Perubahan luas tutupan lahan yang dominan mengalami

penurunan luas wilayah periodik tahun 2005 s/d 2013 adalah hutan

sebesar 669 Ha. Sedangkan penambahan luas perubahan tutupan lahan

yang paling besar sepanjang tahun 2005 s/d 2013 adalah pemukiman

sebesar 497 Ha.

Saran

Disarankan agar dilakukan perencanaan mencegah abrasi di Kecamatan

Lhoknga, dan diperlukan penelitian lanjutan untuk perubahan garis pantai dan

(39)

DAFTAR PUSTAKA

Aronoff, S. 1989. Geographic Information System: A management perspective. WDL Publications. Ottawa. Canada.

Budianto, E. 2002. System Informasi Geografis Menggunakan Arc View GIS. Penerbit Andi.

Diposaptono, S. dan Budiman. 2005. Tsunami. Penerbit Buku Ilmiah Populer. Jakarta. 222 h.

Diposaptono, S. dan Budiman. 2008. Hidup Arab dengan Gempa dan Tsunami. Bogor: PT.Sarana Komunikasi Utama.

Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi Tanah danPedogenesis.Akapres. Jakarta

Hendrawan, D. 2003. Monitoring Perubahan Penutupan Lahan MenggunakanCitra Landsat TM di DAS Citarik Kabupaten Bandung Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor:

Jaya, N. 2010.Analisis Citra Digital :Perspektif Penginderaan Jarak Jauh untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam. IPB. Bogor

Jaya, I. N. S. 2006. Penginderaan Jauh Satelit untuk Kehutanan. Laboratorium Inventarsisasi Hutan, Jurusan Manjemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB.

Kawata, Y. 2000. Tsunami generation mechanism. Disaster Prevention Research Institute Kyoto University. Jepang.

Komar, P.D. 1983. CRC Handbook of Coastal Processes and Erosion. CRC Press. Inc Boca Raton : Florida

Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta

Prahasta, E. 2002. Konsep-konsep dasar sistem informasi geografis. Penerbit informatika. Bandung. 334 h.

Purwadhi, S.H. 1990. Penginderaan jauh dan aplikasinya. Diktat kuliah Penginderaan Jauh di Jurusan Geografi-MIPA Universitas Indonesia. Depok.

Purwadhi, S.H. 2001. Interpretasi citra digital. Grasindo. Jakarta. 360 h.

(40)

Sukojo, B. M danSusilowati, D. 2003. Penerapan Metode Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis untuk Analisa Perubahan Penggunaan Lahan (Studi Kasus: Wilayah Kali Surabaya). Jurnal Makara Teknologi Vol 7: No 1.

Susilo, S.B. dan J.L. Gaol. 2008. Dasar-dasar penginderaan jauh kelautan. Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertania Bogor. Bogor.

Sutowijoyo, A. P. 2005. Tsunami, karakteristiknya dan pencegahannya. Inovasi 3/XVII.

Sutanto. 1986. Penginderaan Jauh Jilid I. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Triatmodjo, B. 1999. Teknik Pantai. Beta Ofset. Yogyakarta

(41)

LAMPIRAN

1. Gambaran Kondisi Penutupan Lahan di Lapangan Tahun 2015

No. Jenis Penutupan Lahan Keterangan

1. Sawah

2. Rawa

(42)

4. Tubuh Air

5. Lahan Terbuka

(43)

7. Pantai Lhoknga

8. Pemukiman

(44)

2. Titik Koordinat Berdasarkan Pengecekan Lapangan (Ground Check) Dengan GPS

IDENT LAT LONG Y_PROJ X_PROJ Kelas Lahan

1 5.50237800 9.52666770 608673.34835099 751134.67564328 Rawa 2 5.50209357 9.52626846 608640.20601715 750692.23371579 Sawah 3 5.50815000 9.52590200 609308.66108552 750283.47250164 Sawah 4 5.49638400 9.52463890 608001.76917983 748888.23167072 Sawah 5 5.48263647 9.52409386 606478.69795022 748289.74619171 Sawah 6 5.49386900 9.52373700 607719.80203717 747889.51102496 Hutan Jati 7 5.47778700 9.52444290 605943.67736811 748678.67403156 Pemukiman 8 5.50374968 9.52508384 608818.45008546 749378.39002705 Pemukiman 9 5.50908919 9.52569679 609411.69870721 750055.61108084 Pemukiman 10 5.47003651 9.52455550 605086.75452875 748806.70954821 Tubuh Air 11 5.47007742 9.52444986 605090.84180194 748689.57895944 Tubuh Air 12 5.46612500 9.52443420 604653.54401052 748673.85113455 Pemukiman 13 5.45889401 9.52463420 603854.45077936 748898.55321405 Hutan 14 5.44500021 9.52431872 602316.16020362 748554.54127715 Hutan 15 5.50598820 9.52624297 609070.94322246 750662.34828895 PLK 16 5.50912635 9.52548036 609414.90224397 749815.67992972 PLK 17 5.50469759 9.52461941 608921.37285467 748863.17512677 PLK 18 5.49113989 9.52406954 607419.27846178 748259.26535704 PLK

Gambar

Gambar 1. Batasan Pantai
Gambar 1.
Tabel 1. Jenis Data Primer dan Sekunder yang Diperlukan dalam Penelitian
Gambar 2. Skema Analisis Perubahan Garis Pantai dan Penutupan Lahan
+5

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Mengetahui Laju perubahan garis pantai dengan menggunakan citra pengindraan jauh dikawasan pesisir pantai Kecamatan Talawi

Studi Pengelolaan Kawasan Pesisir Untuk Kegiatan Wisata Pantai (Kasus Pantai Teleng Ria Kabupaten Pacitan, Jawa Timur).. Departemen Manajemen Sumberdaya

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Analisa Perubahan Garis Pantai Manggar Baru mengalami perubahan garis pantai jika tidak diberi penangganan, perubahan garis pantai ini

Salah satu ancaman wilayah pesisir adalah perubahan garis pantai akibat abrasi pantai (Rostika et al., 2016). Indonesia adalah negara kepulauan yang banyak memiliki garis pantai.

Faktor-faktor hidrooseanografi seperti arus, gelombang dan pasang surut inilah yang mempengaruhi kondisi kawasan pesisir di Paiton yang berdampak terhadap perubahan garis

Hasil penelitian menunjukan bahwa secara umum perubahan garis pantai yang terjadi disepanjang wilayah pesisir Kecamatan Soropia pada tahun 1990 – 2014 (24 tahun) berupa

Berdasarkan hasil penelitian mengenai Perubahan Garis Pantai dan Tutupan Lahan Akibat Abrasi di Pesisir Kabupaten Gianyar, Bali dengan Memanfaatkan Citra Satelit

Kata Kunci: Citra LandsatTM, Perubahan garis pantai, Kecamatan Sreseh PENDAHULUAN Wilayah pesisir di Pulau Madura relatif rentan terhadap serangan gelombang, meskipun pantai dalam