• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respon Sifat Kimia, Bio-Kimia Tanah Sawah, Serapan Hara Dan Produksi Tanaman Padi (Oryza Sativa, L) Terhadap Pemberian Jerami Pada Sistem Tanam Budidaya Lokal Dan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Respon Sifat Kimia, Bio-Kimia Tanah Sawah, Serapan Hara Dan Produksi Tanaman Padi (Oryza Sativa, L) Terhadap Pemberian Jerami Pada Sistem Tanam Budidaya Lokal Dan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT)"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

RESPON SIFAT KIMIA, BIO-KIMIA TANAH SAWAH, SERAPAN HARA DAN PRODUKSI TANAMAN PADI (Oryza sativa, L) TERHADAP PEMBERIAN JERAMI

PADA SISTEM TANAM BUDIDAYA LOKAL DAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT)

TESIS

Oleh: DIANAWATI NPM : 107001017

PRODI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

(2)

RESPON SIFAT KIMIA, BIO-KIMIA TANAH SAWAH, SERAPAN HARA DAN PRODUKSI TANAMAN PADI (Oryza sativa, L) TERHADAP PEMBERIAN JERAMI PADA SISTEM TANAM BUDIDAYA LOKAL DAN PENGELOLAAN

TANAMAN TERPADU (PTT)

TESIS

Oleh DIANAWATI

107001017

Untuk Memperoleh Gelar Magister Pertanian dalam Program Studi Agroekoteknologi pada Sekolah Pascasarjana Universitas

Sumatera Utara

PRODI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

(3)

Judul Penelitian : RESPON SIFAT KIMIA, BIO-KIMIA TANAH SAWAH, SERAPAN HARA DAN PRODUKSI TANAMAN PADI (Oryza sativa, L) DENGAN PEMBERIAN JERAMI TERHADAP SISTEM TANAM BUDIDAYA LOKAL DAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT)

Nama Mahasiswa : Dianawati Nomor Pokok : 107001017

Program Studi : Agroekoteknologi

Menyetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Hamidah Hanum, MP Ketua

Ir. T. Sabrina, MAgr. Sc. Ph.D. Anggota

Ketua Program Studi Agronomi Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS

(4)

Telah diuji pada tanggal : 23 Januari 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Hamidah Hanum, MP Anggota : Ir. T. Sabrina, MAgr. Sc. Ph.D. Penguji : Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP.

Prof. Dr. Ir. Rosmayati, MS.

(5)

ABSTRAK

Penggunaan lahan sawah secara intensif tanpa memperhatikan teknis budidaya

seperti pengaturan jarak tanam, pengairan, umur bibit, dan aplikasi bahan organik

menyebabkan produktivitas tidak meningkat sehingga dibutuhkan penerapan

pengelolaan tanaman dengan teknologi sesuai kemampuan petani. Penelitian

dilakukan untuk mengetahui aplikasi bentuk jerami dan penggunaan sistem tanam

yang terbaik diterapkan di Desa Paya Bili Sa Kecamatan Birem Bayeun

Kabupaten Aceh Timur, Aceh. Rancangan yang digunakan adalah rancangan

Petak Terpisah dengan tiga ulangan, Petak utama adalah perlakuan sistem tanam

terdiri dari tiga perlakuan yaitu Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) modifikasi

budidaya lokal (P1), PTT (P2), dan Budidaya Lokal (P3

Kata kunci : PTT, budidaya lokal, jerami, bokasi, biokimia, abu jerami

), anak petak yaitu bentuk

jerami terdiri dari 3 perlakuan : Abu jerami (O1), Jerami segar (O2), dan Bokasi

jerami (O3). Hasil penelitian menunjukkan bahwa C organik pada aplikasi bokasi

jerami lebih tinggi dibandingkan C organik yang diaplikasikan jerami segar dan

abu jerami. Tidak terdapat perbedaan sifat kimia (pH, KTK tanah) biokimia

(populasi, enzim selulotik mikroba) dan serapan nitrogen tanaman akibat

penggunaan sistem tanam maupun aplikasi jerami. Anakan produktif tanaman dan

hasil padi akibat aplikasi bokasi jerami pada sistem tanam PTT lebih tinggi

dibandingkan aplikasi bokasi jerami pada sistem tanam PTT modifikasi maupun

budidaya lokal. Aplikasi bokasi jerami pada sistem tanam PTT meningkatkan

hasil gabah kering giling tertinggi sebesar 8.7 ton per hektar.

(6)

ABSTRACT

The use of intensive wetland cultivation techniques such regardless of spacing,

irrigation, seedlings, and the application of organic materials that lead to increased

productivity is not required with the application of technology appropriate crop

management capacity of farmers. A study on the application form and the use of

hay cropping system is best applied in the village of Paya Bili Sa District Birem

Bayeun East Aceh District, Aceh. The design used was a plot design with three

replications Separated, main plots were planting treatment system consists of

three treatments, namely Integrated Crop Management (ICM/PTT) modification

of the local culture (P1), PTT (P2), and Local Culture (P3), the subplot straw

form consists of 3 treatments: straw ash (O1), fresh straw (O2), and Bokasi straw

(O3). The results showed that the application of organic C bokasi straw organic C

was higher than that applied to fresh hay and straw ash. There were no differences

in the chemical properties (pH, soil CEC) biochemistry (population, selulotik

microbial enzymes) and plant nitrogen uptake due to the use of hay cropping

systems and applications. Productive tillers and grain yield due to crop bokasi

straw application on cropping systems PTT higher than bokasi straw application

on cropping systems cultivation PTT modifications of the local culture and local

culture. Bokasi straw application on cropping systems PTT increase grain milled

high of 8.7 tons per hectare.

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala Rahmad

dan KaruniaNya sehingga dapat menyelesaikan tesis ini. Penelitian ini dilakukan

di lahan sawah Desa Paya Bili Sa Kecamatan Birem Bayeun Kabupaten Aceh

Timur Provinsi Aceh.

Dengan selesainya tesis ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dekan Fakultas Pertanian USU atas kesempatan menjadi mahasiswa

Program Magister pada Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

2. Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis ucapkan

kepada Ibu Dr. Ir. Hamidah Hanum, MP selaku Ketua Komisi Pembimbing

yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, bimbingan dan

saran kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

3. Ibu Ir. T. Sabrina, MAgr. Sc. Ph.D, selaku Anggota Komisi Pembimbing

yang telah memberikan dorongan, saran dan membimbing penulis selama ini

untuk menyelesaikan tesis ini.

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP, Ibu Prof. Dr. Ir. Rosmayati, MS, Ibu Dr.

Ir. Lollie Agustina P. Putri, MS, selaku dosen penguji yang telah memberikan

arahan dan masukan untuk melengkapi isi dari tesis ini.

5. Para dosen Program Studi Agroekoteknologi Program Pascasarjana Fakultas

Pertanian USU yang tidak disebutkan namanya satu per satu, penulis ucapkan

terima kasih yang sedalam-dalamnya atas ilmu dan nasehat yang diberikan

(8)

6. Kepala Laboratorium Biologi Tanah USU (Bapak Ir. Hardy Gucci, MP)

beserta staf Nelly, Kepala Laboratorium Sentral USU (Bapak Prof. Dr. Ir.

Sumono, MS), beserta analis Bapak Rudy, Kepala Laboratorium Kimia

Pangan (Ibu Dr. Ir. Herla Rusmarilin, MS) serta staf Adrian dan Marlina.

Terimakasih atas fasilitas dan bantuan yang telah diberikan.

7. Bapak Drs. Bachtiar Akob, MPd. Rektor Universitas Samudra Langsa,

Bapak Ir. Bachtiar Harun, MS. Ketua LPPM Universitas Samudra Langsa,

Bapak Ir. Syukri M. Ali MP Dekan Fakultas Pertanian, Ibu Ir. Cut Mulyani,

MP. Ibu Ir. Rosmaiti, MP. Bapak Ir. Adnan MM serta Bapak/Ibu rekan dosen

di Fakultas Pertanian Universitas Samudra Langsa. Bapak Kepala BP4K

Kabupaten Aceh Timur dan Kepala BPK Birem Bayeun serta rekan penyuluh

pertanian, yang telah memberikan kesempatan dan dorongan kepada penulis.

8. Bapak Geuchik M. Naser, Bapak Sopian Ketua Kelompok Tani Suka Tani

beserta warga desa Gampong Paya Bili Sa yang memberikan bantuan

fasilitas, waktu dan tenaga dalam pelaksanaan penelitian ini.

9. Saudara seakademis Program Studi Agroekoteknologi Program Pascasarjana

Fakultas Pertanian USU khususnya angkatan 2010 yang telah membantu

penulis dalam melaksanakan penelitian ini.

10. Serta penghargaan dan doa kepada orang tua saya Karmadi Irodikromo (Alm.)

dan Ibunda Aminah Diman yang telah mendidik dan membesarkan penulis.

11. Bapak dan Ibu mertua Abdul Gani dan Nyak Baren (Alm.) semoga Allah

menerima beliau di sisiNya, serta seluruh keluarga besar di Langsa yang telah

(9)

12. Terima kasih tak terhingga kepada suami tercinta Muhammad AG yang

dengan penuh kesabaran dan keikhlasan memberikan dorongan, serta buah

hati kami Hamdana Aulia Hidayah, Ichsanul Arif, dan Ahnaf Mustakim

sebagai sumber semangat bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan

pendidikan ini.

Akhirnya kepada semua pihak yang telah terlibat dan membantu yang tiada

mungkin disebutkan satu persatu, penulis haturkan hormat dan terima kasih yang

sebesar besarnya semoga ilmu yang penulis peroleh dalam studi ini dapat

bermanfaat bagi sesama, menambah kerendahan hati serta ketaqwaan kepada

Allah SWT. Amin.

Medan, April 2013

(10)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Segala Puji Bagi Allah SWT atas Berkat dan Rahmad-NYa

berupa kesehatan dan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan

tesis ini. Penulisan ini merupakan persyaratan dalam menyelesaikan studi pada

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Tesis ini berjudul Respon Sifat Kimia, Bio-Kimia Tanah Sawah, Serapan Hara dan Produksi Tanaman Padi (Oryza Sativa, L) dengan Pemberian Jerami Terhadap Sistem Tanam Budidaya Lokal dan Pengelolaan Tanaman Terpadu

(PTT)”. Lokasi penelitian di Desa Paya Bili Sa Kecamatan Birem Bayeun Kabupaten Aceh Timur Provinsi Aceh.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr.

Ir. Hamidah Hanum, MP selaku Pembimbing Utama dan Ibu Ir. T. Sabrina,

MAgr. Sc. Ph.D selaku Anggota Pembimbing yang telah memberikan bimbingan

dan petunjuk, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini.

Sebagai manusia yang tidak luput dari keterbatasan, penulis menyadari

bahwa penulisan tesis ini masih belum sempurna oleh karena itu penulis

mengharapkan saran yang bersifat konstruktif dari semua pihak untuk

penyempurnaannya, semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, April 2013

(11)

RIWAYAT HIDUP

Dianawati, dilahirkan pada tanggal 23 Maret 1967 di Langsa, Kabupaten Aceh

Timur Provinsi Aceh, merupakan anak pertama dari empat bersaudara Bapak

Karmadi Irodikromo (Alm) dan Ibu Aminah Diman.

Pendidikan dan riwayat pekerjaan yang pernah ditempuh adalah :

1. Pendidikan Dasar di Sekolah Dasar (SD) Negeri No 6 Langsa

2. Pendidikan Sekolah Lanjutan Pertama (SMP) Negeri No. 1 Langsa

3. Pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Langsa

4. Pada Tahun 1986 terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas

Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh dan memilih jurusan Budidaya Pertanian

Program studi Ilmu Tanah. Lulus pada Desember 1991.

5. Pada tahun 1992 bekerja sebagai TKST di Depnaker Kabupaten Aceh Timur

6. Pada tahun 1995 bekerja sebagai Mandor I – Training Asisten (Pegawai non

Staff) pada PT Tiga Mitra Perdana Risyadson Sejahtera di Kebun Patek

Kabupaten Aceh Barat.

6. Pada tahun 2003 tenaga honorer daerah pada Kantor Informasi Penyuluhan

Pertanian Kehutanan Kab. Aceh Timur sekaligus pengajar di UNSAM Langsa.

7. Pada tahun 2007 bekerja sebagai THL-TB (Tenaga Harian Lepas Tenaga

Bantu) Penyuluh Pertanian pada Dinas Pertanian Pemerintah Kota Langsa.

8. Pada tahun 2008 sebagai CPNS pada Badan pelaksana Penyuluhan Kabupaten

(12)

9. Pada Tahun 2010 penulis mendapat kesempatan melanjutkan sekolah pada

Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Sekolah Pascasarjana

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

UCAPAN TERIMAKASIH ... vi

KATA PENGANTAR ... ix

RIWAYAT HIDUP ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian ... 1

Perumusan Masalah ... 2

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesa ... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Tanah Sawah ... 4

Peran Jerami Terhadap Perubahan Sifat Kimia dan BioKimia Tanah Sawah ... 5

Pengelolaan Tanaman dan Sumber Daya Terpadu (PTT)………. 9 Pengaturan Jarak Tanam ... 11

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat Dan Waktu Penelitian ... 13

Bahan dan Alat ... 13

MetodaPenelitian ... 13

Pelaksanaan Penelitian ... 15

Persiapan Lahan ... 15

Pelaksanaan Sistem PTT dan Budidaya lokal ... 16

Pengambilan Sampel dan Analisis Tanah ... 18

Analisa Hara Jerami ... 18

Peubah yang Diamati ... 18

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 20

1. Sifat Kimia dan Biokimia Tanah ... 22

2. Serapan Hara Tanaman ... 22

(14)

4. Hasil Tanaman /Produksi Gabah Kering per Plot ... 28

Pembahasan ... 30

A. Respon Sifat Kimia, Biokimia Tanah Sawah, Serapan Hara, Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Padi pada Sistem Tanam ... 30

1. Sifat Kimia dan Biokimia Tanah ... 30

2. Serapan Hara N, P, K ... 32

3. Pertumbuhan dan Hasil Tanaman ... 34

B. Respon Sifat Kimia, Biokimia Tanah Sawah, Serapan Hara, Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Padi pada Pemberian Jerami ... 37

1. Sifat Kimia dan Biokimia Tanah ... 37

2. Serapan Hara N, P, K ... 39

3. Pertumbuhan dan Hasil Tanaman ... 41

C. Interaksi Perlakuan Sistem Tanam dan Pemberian Jerami ... 43

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 47

Saran ... 47

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor T e k s Halaman

1. Pengaruh Pemupukan P dan K pada Pemberian Jerami Selama 3 MT .. 6

2. Susunan Kombinasi PerlakuanSistem Tanam (P) Pemberian Jerami (O) 14

3. Rerata Kandungan C-Organik Tanah (%) pada Sistem Tanam dan

Bentuk Jerami yang Berbeda ... 20

4. Rerata Kisaran pH Tanah (H2

Jerami yang Berbeda ... 21 O) pada Sistem Tanam dan Bentuk

5. Rerata KTK Tanah (Cmol+ kg-1

Jerami yang Berbeda ... 21 ) pada Sistem Tanam dan Bentuk

6. Rerata Jumlah Mikroba Tanah Bakteri dan Jamur (CFUml-1

Sistem Tanam dan Bentuk Jerami yang Berbeda... ... 22 ) Pada

7. Rerata Aktivitas Enzim Mikroba Tanah Bakteri dan Jamur Pada

Sistem Tanam dan Bentuk Jerami yang Berbeda ... 22

8. Rerata Serapan Hara Nitrogen Tanaman pada Sistem Tanam dan

Bentuk Jerami yang Berbeda ... 23

9. Rerata Serapan Hara Fosfor Tanaman pada Sistem Tanam dan Bentuk Jerami yang Berbeda ... 23

10. Rerata Serapan Hara Kalium Tanaman pada Sistem Tanam dan

Bentuk Jerami yang Berbeda ... 24

11. Rerata Jumlah Anakan per Rumpun Tanaman Umur 24 HST pada

Perlakuan Sistem Tanam dan Bentuk Jerami yang Berbeda ... 25

12. Rerata Jumlah Anakan per Rumpun Tanaman Umur 52 HST pada

Interaksi Perlakuan Sistem Tanam dan Bentuk Jerami yang Berbeda ... 25

13. Rerata Unit Khlorofil Tanaman Umur 28 dan 55 HST pada

Perlakuan Sistem Tanam dan Bentuk Jerami yang Berbeda ... 26

14. Rerata Bobot Kering Akar per Rumpun Tanaman Umur 60 HST

pada Perlakuan Sistem Tanam dan Bentuk Jerami yang Berbeda ... 27

15. Rerata Jumlah Anakan Produktif pada Interaksi Perlakuan Sistem

Tanam dan Bentuk Jerami yang Berbeda ... 28

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor T e k s

Halaman

1. Keragaan Tanaman pada Sistem Tanam PTT dengan Pengaturan Air

Berselang dan Budidaya Lokal Non Intermitten ...

33

2. Keragaan tanaman dari Beberapa Fase Pertumbuhan Generatif Tanaman

Pada Plot Perlakuan ...

46

3. Keragaan Perhitungan Populasi Mikroba (Metoda Plate Count) Dan Uji Aktivitas Enzim Mikroba Selulotik di Laboratorium (Metoda

Nelson-Somogyi) ...

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor T e k s Halaman

1. Jadwal Kerja Penelitian ... 54

2. Identifikasi Morfologi Padi Ciherang ... 55

3. Denah Tanaman pada Sistem Jajar Legowo dan Tegel ... 56

4. Denah Pengambilan Sampel Tanah dan Tanaman ... 57

5. Bagan Petak Perlakuan ... 58

6. Hasil Uji PUTS dan Rekomendasi Pemupukan ... 59

7. Pemupukan pada Sistem Tanam dan Analisis PUTS... ... 60

8. Rekomendasi Pemupukan Kecamatan Birem Bayeun ... 61

9. Hasil Analisis Tanah Awal dan Pupuk Organik Jerami ... 62

10. Uji Aktivitas Enzim Mikroba Tanah (Metoda Nelson- Somogyi) ... 63

11. Kandungan C-Organik Tanah dan Analisis Sidik Ragam ... 66

12. Kondisi pH tanah dan Analisis Sidik Ragam ... 67

13. KTK Tanah dan Analisis Sidik Ragam ... 68

14. Jumlah Mikroba Bakteri dan JamurTanah dan Analisis Sidik Ragam .. 69

15. Aktivitas EnzimMikrobaTanah dan Analisis Sidik Ragam ... 70

16. Bobot Kering (gram) dan Kandungan Hara Nitrogen Tanaman ... 71

17. Serapan Hara Nitrogen Tanaman dan Analisis Sidik Ragam ... 72

18. Kandungan Hara Fosfor dan Kalium Tanaman ... 73

19. Serapan Hara Fosfor Tanaman dan Analisis Sidik Ragam ... 74 20. Serapan Hara Kalium Tanaman dan Analisis Sidik Ragam ... 75

21. Rerata Anakan Tanaman (24 HST) dan Analisis Sidik Ragam ... 76

(18)

23. Rerata Klorofil Daun (28 HST) dan Analisis Sidik Ragam ... 78 24. Rerata Kandungan Klorofil Daun (55 HST) dan Analisis Sidik Ragam 79 25. Bobot Kering Akar Tanaman dan Analisis Sidik Ragam ... 80

26. Rerata Anakan Produktif Tanaman dan Analisis Sidik Ragam ... 81

27. Hasil Gabah Kering per Plot dan Analisis Sidik Ragam ... 82

28. Matriks Korelasi Komponen Hasil Padi pada Perlakuan Sistem

Tanam dan Pemberian Jerami ... 83

(19)

ABSTRAK

Penggunaan lahan sawah secara intensif tanpa memperhatikan teknis budidaya

seperti pengaturan jarak tanam, pengairan, umur bibit, dan aplikasi bahan organik

menyebabkan produktivitas tidak meningkat sehingga dibutuhkan penerapan

pengelolaan tanaman dengan teknologi sesuai kemampuan petani. Penelitian

dilakukan untuk mengetahui aplikasi bentuk jerami dan penggunaan sistem tanam

yang terbaik diterapkan di Desa Paya Bili Sa Kecamatan Birem Bayeun

Kabupaten Aceh Timur, Aceh. Rancangan yang digunakan adalah rancangan

Petak Terpisah dengan tiga ulangan, Petak utama adalah perlakuan sistem tanam

terdiri dari tiga perlakuan yaitu Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) modifikasi

budidaya lokal (P1), PTT (P2), dan Budidaya Lokal (P3

Kata kunci : PTT, budidaya lokal, jerami, bokasi, biokimia, abu jerami

), anak petak yaitu bentuk

jerami terdiri dari 3 perlakuan : Abu jerami (O1), Jerami segar (O2), dan Bokasi

jerami (O3). Hasil penelitian menunjukkan bahwa C organik pada aplikasi bokasi

jerami lebih tinggi dibandingkan C organik yang diaplikasikan jerami segar dan

abu jerami. Tidak terdapat perbedaan sifat kimia (pH, KTK tanah) biokimia

(populasi, enzim selulotik mikroba) dan serapan nitrogen tanaman akibat

penggunaan sistem tanam maupun aplikasi jerami. Anakan produktif tanaman dan

hasil padi akibat aplikasi bokasi jerami pada sistem tanam PTT lebih tinggi

dibandingkan aplikasi bokasi jerami pada sistem tanam PTT modifikasi maupun

budidaya lokal. Aplikasi bokasi jerami pada sistem tanam PTT meningkatkan

hasil gabah kering giling tertinggi sebesar 8.7 ton per hektar.

(20)

ABSTRACT

The use of intensive wetland cultivation techniques such regardless of spacing,

irrigation, seedlings, and the application of organic materials that lead to increased

productivity is not required with the application of technology appropriate crop

management capacity of farmers. A study on the application form and the use of

hay cropping system is best applied in the village of Paya Bili Sa District Birem

Bayeun East Aceh District, Aceh. The design used was a plot design with three

replications Separated, main plots were planting treatment system consists of

three treatments, namely Integrated Crop Management (ICM/PTT) modification

of the local culture (P1), PTT (P2), and Local Culture (P3), the subplot straw

form consists of 3 treatments: straw ash (O1), fresh straw (O2), and Bokasi straw

(O3). The results showed that the application of organic C bokasi straw organic C

was higher than that applied to fresh hay and straw ash. There were no differences

in the chemical properties (pH, soil CEC) biochemistry (population, selulotik

microbial enzymes) and plant nitrogen uptake due to the use of hay cropping

systems and applications. Productive tillers and grain yield due to crop bokasi

straw application on cropping systems PTT higher than bokasi straw application

on cropping systems cultivation PTT modifications of the local culture and local

culture. Bokasi straw application on cropping systems PTT increase grain milled

high of 8.7 tons per hectare.

(21)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Potensi pertanian subsektor pangan khususnya padi di Aceh sangat besar.

Luas panen dan produksi padinya terus meningkat dari 295.212 hektar dengan

produksi 1.246.612 ton pada 2001 menjadi 352.520 hektar dengan produksi

1.582.468 ton pada tahun 2009 (Rosalina, 2011). Salah satu sentra penghasil beras

di Aceh adalah Kabupaten Aceh Timur. Pada tahun 2007 luas areal 33.939 hektar

dengan produksi 172.146 ton padi, tahun 2009 luas areal menjadi 47.866 hektar

dengan produksi 277.622,8 ton (BPS Aceh Timur, 2010).

Keberhasilan peningkatan produksi padi tersebut khususnya di daerah

Aceh Timur disebabkan ekstensifikasi, indeks pertanaman, yang didukung oleh

iklim kondusif. Namun pengelolaan lahan dilakukan intensif tanpa disertai

pemberian bahan organik, sehingga produktivitas cenderung fluktuatif, dan tidak

meningkat. Menurut BPTP Aceh, kandungan bahan organik sebagian besar sawah

di Aceh menurun hingga 1%. Kondisi miskin bahan organik menimbulkan

masalah efisiensi pemupukan yang rendah, aktivitas mikroba tanah rendah, dan

struktur tanah yang kurang baik, sehingga kebutuhan pupuk terus meningkat.

Sehubungan dengan hal ini instansi terkait di kabupaten Aceh Timur telah

memanfaatkan bahan organik insitu melalui pembangunan rumah kompos bokasi. Menurut petani penggunaan bokasi masih belum meningkatkan produksi,

sebaliknya penggunaan sisa pembakaran jerami terlihat menyuburkan tanaman

padi namun hasil yang diperoleh masih rendah.

Aplikasi abu jerami menyumbangkan hara fosfor tersedia ke dalam tanah

(22)

selanjutnya menurun secara stabil. Sebaliknya pada aplikasi jerami cacah, kadar

fosfor tersedia tanah terus meningkat hingga delapan minggu penggenangan

(Hanum, 2012). Berdasarkan hal tersebut diperlukan kajian bentuk jerami yang

tepat pada tanah sawah.

Selanjutnya teknis budidaya padi sawah di Kecamatan Birem Bayeun

membutuhkan pengelolaan tanaman yang sesuai dengan teknologi, kondisi lahan,

dan kemampuan petani. Hasil penelitian menunjukkan penerapan PTT di berbagai

wilayah dengan agroekosistem berbeda (rawa lebak, pasang surut, irigasi, tadah

hujan) menunjukkan peningkatan produksi dan produktivitas serta pendapatan

petani. Keberhasilan tersebut disebabkan diterapkannya prinsip PTT: partisipatif,

terpadu, spesifik lokasi dan sinergisme; sehingga dengan pengembangan PTT

petani dapat memilih komponen teknologi sesuai kondisi maupun kemampuan

petani setempat (BBPT Padi, 2010).

Perumusan Masalah

Bahan organik tanah indikator penting dalam keberlanjutan budidaya padi

sawah. Keberadaan bahan organik tanah berhubungan erat dengan kehidupan

mikroorganisme dan kesuburan tanah yang lebih baik sehingga menjadikan

penerapan sistem tanam dan pemupukan lebih efektif serta dapat meningkatkan

produktivitas tanaman. Terlebih lagi bila aplikasi tersebut disesuaikan dengan

kondisi spesifik lokasi usaha tani.

Sehingga diperlukan kajian berupa perlakuan bentuk jerami dan sistem

tanam yang tepat. Dalam hal ini dilakukan pemberian jerami dalam bentuk abu

(23)

budidaya lokal dan budidaya lokal. Sehingga dapat diketahui bagaimana pengaruh

aplikasi jerami pada sistem tanam PTT, PTT modifikasi budidaya lokal, dan

budidaya lokal terhadap sifat kimia, biokimia tanah, serapan hara, pertumbuhan

serta hasil tanaman.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah agar dapat mengevaluasi dan

membandingkan respon sifat kimia, biokimia tanah, serapan hara, pertumbuhan

dan produksi padi sawah pada sistem tanam PTT, PTT modifikasi budidaya lokal,

dan budidaya lokal dengan pemberian abu jerami, jerami segar, dan bokasi jerami.

Hipotesa

Pada sistem tanam PTT pemberian bokasi jerami berpengaruh lebih baik

terhadap sifat kimia, biokimia tanah, serapan hara, pertumbuhan dan hasil

tanaman padi dibandingkan pemberian jerami pada sistem tanam PTT modifikasi

budidaya lokal, dan budidaya lokal.

Kegunaan Penelitian

Melalui penelitian ini diharapkan dapat diketahui respon sifat kimia,

biokimia tanah, serapan hara, pertumbuhan dan produksi padi sawah pada sistem

tanam PTT, PTT modifikasi budidaya lokal, dan budidaya lokal dengan

(24)

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Tanah Sawah

Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk bertanam padi sawah,

baik terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija.

Istilah tanah sawah bukan merupakan istilah taksonomi, tetapi merupakan istilah

umum seperti halnya tanah hutan, tanah perkebunan dan sebagainya.Tanah sawah

dapat berasal dari tanah kering yang diairi kemudian disawahkan, atau dari tanah

rawa-rawa yang ”dikeringkan” dengan membuat saluran-saluran drainase

(Hardjowigeno et al, 2004).

Tanah sawah merupakan tanah yang memiliki ciri khas yang membedakan

dengan tanah tergenang lainnya yakni lapisan oksidasi di bawah permukaan air

akibat difusi O2 setebal 0,8-1,0 cm, dan lapisan reduksi setebal 25-30 cm diikuti

oleh lapisan tapak bajak yang kedap air. Selain itu selama pertumbuhan tanaman

padi akan terjadi sekresi O2

Karakteristik tanah dapat diamati seperti tebal horizon, tekstur, kadar

bahan organik, reaksi tanah, jenis lempung, kandungan hara tanaman dan

kemampuan mengikat air. Tanah mempunyai karakteristik yang berbeda bagi

masing-masing horizon dalam profil tanah. Kualitas tanah merupakan hasil

interaksi antara karakteristik tanah, penggunaan tanah dan keadaan lingkungan

(Darmawijaya,1997).

oleh akar tanaman padi yang menimbulkan

kenampakan yang khas pada tanah sawah (Lahuddin dan Mukhlis, 2006).

Menurut Greenland (1997) karakteristik utama tanah sawah yang

(25)

1. Penggunaan tanah secara kontinue tidak menyebabkan reaksi tanah

menjadi masam. Hal ini berkaitan dengan sifat fisik, kimia tanah

tergenang, dimana penggenangan menyebabkan terjadinya konvergensi pH

tanah menuju netral.

2. Kondisi permukaan tanah sawah memungkinkan hara tercuci lebih

cenderung tertampung kembali ke lahan bawahnya daripada keluar dari

sistem tanah

3. Fosfor lebih mudah tersedia bagi padi sawah

4. Populasi aktif mikroorganisme penambat nitrogen mempertahankan

oksigen organik.

Faktor penting dalam pembentukan profil tanah sawah adalah genangan air

di permukaan, penggenangan dan pengeringan yang bergantian. Proses

pembentukan tanah sawah meliputi berbagai proses, yaitu (a) proses utama berupa

pengaruh reduksi-oksidasi (redoks) yang bergantian; (b) penambahan dan

pemindahan bahan kimia atau partikel tanah; (c) perubahan sifat fisik, kimia dan

mikrobiologi tanah akibat penggenangan pada tanah kering yang disawahkan, atau

perbaikan drainase pada tanah rawa yang disawahkan (Prasetyo et al., 2004).

Peran Jerami Terhadap Tanaman Padi dan Perubahan Sifat Kimia dan Biokimia Tanah Sawah

Pada saat panen jerami mengandung sekitar sepertiga jumlah hara N, P,

dan S dari total hara tanaman padi, sedangkan kandungan K rata-rata 89%

(berkisar antara 85 – 92%) (Tirtoutomo dan Kartaatmadja, 2001). Hasil penelitian

(26)

ditemukan dampak positif lain seperti meningkatkan ketersediaan makro dan

mikro nutrient bagi tanaman (Aguilar et al.,1997).

Terlihat pada Tabel 1 bahwa pemberian jerami selama 3 (tiga) musim tanam

secara berturut mampu memberikan hasil yang tidak berbeda nyata dengan adanya

pemupukan SP-36 dan KCl dosis masing-masing 50 kg/ha (Arafah dan Sirappa,

2003).

Tabel 1 . Pengaruh Pemupukan P dan K pada Pemberian Jerami Selama 3 MT pada Tanaman Padi, Mattoanging, Maros, MK 2002

Perlakuan Parameter Tinggi Tanaman (cm) Jumlah Anakan (batang) Gabah hampa (%) Jumlah gabah/malai (butir) Berat 1000 butir (gr) Hasil (t/ha)

50 kg SP36 +

50 kg KCL/ha 90.07 14.17 tn 127,33 tn 9,79 tn 23,86 tn 5.22 tn tn

50 kg SP36 +

0 kg KCL/ha 89,87 12,87 126,00 15,82 23,18 5.11

0 kg SP36 +

50 kg KCL/ha 89,17 12,53 124,33 11,48 23,38 5.04

25 kg SP36 +

25 kg KCL/ha 89,10 12,23 132,00 11,57 23,17 5.04

0 kg SP36 + 0 kg KCL/ha (kontrol)

88,83 12,80 123,67 14,05 23,33 4.89

Selama ini upaya petani dalam meningkatkan hasil gabah selalu

(27)

dari musim ke musim, namun jarang sekali memperhatikan kondisi tanah dan

tempat tanaman tumbuh. Bahan organik harus ditambahkan dalam jumlah yang

cukup hingga kandungan bahan organik kembali ideal seperti semula.

Dekomposisi bahan organik dari jerami akan memperkecil volume bahan dasar

dan mineralisasinya menjadikan pupuk dan hara yang segera tersedia bagi

tanaman.

Bahan organik merupakan penyangga biologi yang mempunyai fungsi

memperbaiki sifat-sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, sehingga tanah dapat

menyediakan hara dalam jumlah yang berimbang dan lingkungan yang sesuai

untuk pertumbuhan tanaman. Terdapat hubungan yang linier antara kandungan

C-organik tanah dengan hasil padi sawah tanpa pupuk N-anC-organik (Karama et al., 1990).

Jerami yang mengandung sekitar 40% C dan mudah dirombak secara

biologis merupakan substrat untuk pertumbuhan mikroorganisme tanah. Ketika

jerami dibenamkan ke sawah, maka dalam tanah terjadi berbagai reaksi biokimia

seperti immobilisasi, fiksasi N, dan produksi asam-asam organik.

Jerami padi yang dibenamkan pada lahan sawah awalnya mengimmobilisasi

N tersedia di tanah. Kondisi ini bersifat sementara. Proses dekomposisi jerami

selanjutnya adalah adalah melepas N (mineralisasi) yang berlangsung hingga 100

hari (Lin et al., 1980). Dengan adanya jerami sebagai sumber energi bagi peningkatan fiksasi N secara heterotrofik dan fototropik oleh mikroba tanah lebih

(28)

Dekomposisi jerami dalam tanah secara anaerobik menghasilkan asam

asam lemak dan fenol yang mudah menguap (Tsutsuki, 1983). Asam-asam

organik dapat mengkhelat Al atau Fe pada tanah bereaksi masam sehingga P atau

Ca tersedia dapat ditingkatkan.

Enzim mikrobia sangat berperan padasaat pengomposan (penguraian) dan

fermentasi jerami serta bahan organik lainnya. Komponen sel ragi yang

bertanggung jawab terhadap fermentasi disebut sebagai enzim (berasal dari bahasa Yunani yang berarti di dalam ragi). Mikroorganisme di dalam tumpukan bahan organik tidak larut. Mikroorganisme menghasilkan enzim ekstraseluler untuk

mengurai (depolimerisasi) senyawa berukuran besar menjadi kecil dan larut

dalam air (substrat bagi mikroba) (Fowler, 1988).

Dua sistem enzim ekstraseluler tersebut :

1) sistem hidrolitik menghasilkan hydrolase untuk degradasi selulosa dan

hemiselulosa

2) sistem oksidatif lignolitik untuk depolimerisasi lignin

Adapun enzim yang bekerja pada proses fermentasi jerami adalah

Selulase, Hemiselulase (xilanase), Lignin-peroksidase (LiPs),

Manganese-peroksidase (MnPs) dan Laccase, Protease dan Lipase. Enzim yang dapat

menghidrolisis ikatan β(1-4) pada selulosa adalah selulase. Hidrolisis enzimatik

yang sempurna memerlukan aksi sinergis dari tiga tipe enzim ini, yaitu :

- Endo-1,4-β-D-glucanase (endoselulase, carboxymethylcellulase atau CMCase), yang mengurai polimer selulosa secara random pada ikatan internal α

-1,4-glikosida untuk menghasilkan oligodekstrin dengan panjang rantai yang

(29)

- Exo-1,4-β-D-glucanase (cellobiohydrolase) yang mengurai selulosa dari ujung pereduksi dan non pereduksi untuk menghasilkan selobiosa dan/atau glukosa.

- β–glucosidase (cellobiose), yang mengurai selobiosa untuk menghasilkan glukosa (Ikram-ul-haq et al., 2005).

Mikroba selulolitik akan mengeluarkan enzim selulose yang dapat

menghidrolisis selulosa menjadi selobiosa yang lalu dihidrolisis kembali menjadi

D-glukosa dan akhirnya difermentasikan sehingga menghasilkan asam laktat,

etanol, CO2

Mikroba lignolitik berperan dalam menguraikan ikatan lignoselulose

menjadi selulose dan lignin. Lignin selanjutnya akan diuraikan lagi oleh enzim

lignase menjadi derivat lignin yang lebih sederhana sehingga mampu mengikat

NH

, dan amonia.

4

Mikroba lipolitik akan menghasilkan enzim lipase yang berperan dalam

perombakan lemak. Untuk mendapatkan energi dari lipid, mikroba menghasilkan

enzim lipase dan esterase yang memecah ikatan ester menghasilkan gliserol dan

asam lemak. Aktivitas lipase meningkat dan menurun selama proses

pengomposan.

( Srinivasan dan Rele,1995).

Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT)

Badan Litbang Pertanian telah menghasilkan model pendekatan

Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) yang pelaksanaannya didukung oleh

Keputusan Direktur Jenderal Tanaman Pangan Nomor 01/Kpts/HJK.310/C/I/2008

(30)

dan Kedelai melalui Pelaksanaan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman dan

Sumberdaya Terpadu (SL-PTT) (Departemen Keuangan RI, 2008).

Pengelolaan tanaman dan sumber daya terpadu merupakan pendekatan

dalam upaya mengelola lahan, air, tanaman, OPT dan iklim secara terpadu

/menyeluruh /holistik dan dapat diterapkan secara lumintu (berkelanjutan). PTT

dapat diilustrasikan sebagai sistem pengelolaan yang menggabungkan berbagai

sub sistem pengelolaan, seperti sub sistem pengelolaan hara tanaman, konservasi

tanah dan air, bahan organik, organisme tanah, serta tanaman (benih, varietas,

bibit, populasi tanaman dan jarak tanam), pengendalian hama dan

penyakit/organisme pengganggu tanaman, dan sumberdaya manusia. Manfaat dan

dampaknya membantu memecahkan masalah pelandaian produktivitas padi sawah

guna meningkatkan stok beras nasional pada kondisi sumberdaya pertanian di

wilayah petani sesuai dengan masalah yang akan diatasi secara berkelanjutan

(BPTP Jawa Barat, 2009).

Penerapan PTT didasarkan pada 4 prinsip utama, yaitu:

1. Partisipatif: artinya PTT membutuhkan partisipasi berbagai pihak, baik

fasilitator atau petugas maupun petani. Petugas mendorong partisipasi aktif

petani pelaksana dalam memilih dan menentukan teknologi yang akan

diterapkan pada lahan usaha taninya serta mendorong agar petani dapat

menguji teknologi rekomendasi tersebut sesuai dengan kondisi setempat dan

(31)

2. Integrasi atau Terpadu: artinya PTT merupakan suatu keterpaduan

pengelolaan sumberdaya lahan, air, tanaman, organisme pengganggu tanaman

(OPT) dan iklim secara bijak untuk menjamin keberlanjutan proses produksi

3. Dinamis atau Spesifik Lokasi: artinya PTT memperhatikan kesesuaian

teknologi yang dikembangkan dengan lingkungan fisik dan sosial ekonomi

petani

4. Interaksi atau Sinergisme: artinya PTT memanfaatkan teknologi pertanian

terbaik yang dihasilkan, dimaksudkan mendapatkan efek sinergisme dari

interaksi akibat penerapan berbagai komponen teknologi PTT, baik tergolong

ke dalam teknologi dasar maupun tergolong ke dalam teknologi pilihan

(BPTP Jawa Barat, 2009).

Pengaturan Jarak Tanam

Legowo diambil dari bahasa Jawa Banyumas yang berasal dari kata lego

yang artinya luas dan dowo artinya memanjang. Baris tanaman (dua atau lebih) dan baris kosongnya disebut satu unit legowo. Bila terdapat dua baris tanaman per

unit legowo, maka disebut legowo 2:1, kalau tiga baris tanaman per unit legowo

disebut 3:1 dan seterusnya (Abdulrachman, 2004).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa cara tanam legowo 2:1 memberikan

hasil gabah tertinggi sebesar 6,25 ton per hektar dan hasil gabah terendah dengan

cara tanam tegel 20 x 20 cm sebesar 5,52 ton per hektar, meningkat sebesar 18,1%

bila dibandingkan sistem tanam tegel 20 x 20 cm (Aribawa, 2005).

(32)

1. Memanfaatkan sinar matahari dan hara bagi tanaman yang berada pada

bagian pinggir barisan. Semakin banyak sinar matahari yang mengenai

tanaman, maka proses fotosintesis oleh daun tanaman akan semakin tinggi

sehingga akan mendapatkan bobot buah yang lebih berat.

2. Mengurangi kemungkinan serangan hama, terutama tikus. Pada lahan yang

relatif terbuka, hama tikus kurang suka tinggal di dalamnya.

3. Menekan serangan penyakit. Pada lahan yang relatif terbuka, kelembaban

akan semakin berkurang, sehingga serangan penyakit juga akan berkurang.

4. Mempermudah pelaksanaan pemupukan dan pengendalian hama / penyakit.

5. Menambah populasi tanaman. Misal pada legowo 2 : 1, populasi tanaman

akan bertambah sekitar 30%. Bertambahnya populasi tanaman akan

memberikan harapan peningkatan produktivitas hasil (Sinar Tani, 2009).

Sistem tanam legowo 2:1 akan menjadikan semua barisan rumpun

tanaman berada pada bagian pinggir, dengan kata lain seolah-olah semua rumpun

tanaman berada di pinggir galengan, sehingga semua tanaman mendapat efek

samping (border effect), dimana tanaman yang mendapat efek samping produksinya lebih tinggi dari yang tidak mendapat efek samping (Triny et al., 2004). Tanaman yang mendapat efek samping, menjadikan tanaman mampu

memanfaatkan faktor-faktor tumbuh seperti cahaya matahari, air dan CO2 dengan

lebih baik untuk pertumbuhan dan pembentukan hasil, karena kompetisi yang

(33)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di lahan sawah Desa Paya Bili Sa Kecamatan

Birem Bayeun Kabupaten Aceh Timur Provinsi Aceh, berlangsung mulai bulan

Januari sampai dengan Mei 2012, jadwal kegiatan penelitian pada Lampiran 1.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : benih padi varietas

Ciherang (deskripsi Lampiran 2), jerami, abu jerami, bokasi jerami, pupuk Urea

SP-36, dan KCl. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain

meliputi : Bagan Warna Daun (BWD), PUTS, meteran, rambu legowo, tegel,

khlorofil meter, dan lain-lain.

Metode Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan Rancangan Petak Terpisah dalam

Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 (tiga) ulangan. Ada dua faktor yang

diteliti yaitu perlakuan sistem tanam (P) dan Pemberian Jerami (O).

Faktor Perlakuan sistem tanam (P) pada petak utama, yaitu :

P1 =

P2 = Sistem tanam PTT

PTT modifikasi Budidaya lokal

P3 = Sistem Budidaya Lokal

(34)

O1 = Abu Jerami

O2 = Jerami Segar

O3 = Bokasi Jerami

Dengan demikian diperoleh 27 kombinasi perlakuan seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Susunan Kombinasi Perlakuan Pemberian Bentuk Jerami (O) dan Perlakuan Sistem Tanam (P)

No

Perlak

uan

Sistem Tanam

(Pada Petak Utama)

Jerami

(Pada Anak Petak)

1. P1O1 PTT modifikasi Budidaya Lokal Abu Jerami 0.5 kg per plot (480 kg

1

2. P1O2 PTT modifikasi Budidaya Jerami Segar 3.15 kg per plot (3 ton

1

3. P1O3 PTT modifikasi Budidaya Lokal Bokasi Jerami 2.1 kg/plot (2 ton ha-1 4.

)

P2O1 PTT Abu Jerami 0.5 kg per plot (480 kg ha

5.

-1

P2O2 PTT Jerami Segar 3.15 kg per plot (3 ton ha 1

6. P2O3 PTT Bokasi Jerami 2.1 kg/plot (2 ton ha-1 7.

)

P3O1 Sistem Budidaya Lokal Abu Jerami 0.5 kg per plot (480 kg ha

8.

-1

P3O2 Sistem Budidaya Lokal Jerami Segar 3.15 kg per plot (3 ton ha

1

9. P3O3 Sistem Budidaya Lokal Bokasi Jerami 2.1 kg/plot (2 ton ha-1)

Keterangan: jerami bersamaan dibenam pada plot perlakuan setelah olah tanah terakhir

Setiap perlakuan diulang 3 kali sehingga diperoleh 27 satuan percobaan.

Satuan percobaan sistem tanam tegel (P1 dan P3) terdiri dari 168 rumpun x 18

plot = 3024 rumpun tanaman, dan satuan percobaan sistem tanam legowo 2:1 (P2)

terdiri dari 330 rumpun x 9 plot = 2970 rumpun tanaman sehingga secara

(35)

legowo dan tegel terdapat di Lampiran 3, dengan jumlah sampel 8 (delapan)

tanaman per plot (Lampiran 4).

Model matematika yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :

Yijk = µ+ βk+ Pi + εik + Oj + (PO)ij + ᵹijk

Dimana :

Yijk

µ = Nilai tengah

= Hasil pengamatan diperoleh pada perlakuan sistem tanam jenis ke- i (i = 1, 2 dan 3) jerami jenis ke- j (j = 1, 2 dan 3) dalam ulangan ke- k (k = 1, 2, dan 3).

Βk =

P

Pengaruh ulangan ke-k

i =

ε

Pengaruh sistem tanam P jenis ke-i

ik =

O

Pengaruh galat (acak a)

j

(PO)

= Pengaruh jerami O jenis ke- j

ij

= Pengaruh interaksi sistem tanam jenis ke- i dengan bentuk jerami ke- j

ijk = Pengaruh galat (acak b)

Data dari hasil pengamatan diolah dengan analisis keragaman (Analysis of Variance) untuk mengetahui perbedaan respon tanaman yang diberi perlakuan serta interaksi antar perlakuan (uji F). Jika perlakuan jerami dan pengelolaan

sistem tanam terhadap peubah menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata maka

(36)

(DMRT) (Gomez, 1995). Analisis korelasi (Pearson) dilakukan untuk melihat tingkat keeratan hubungan antar peubah pengamatan (Little dan Hills, 1978).

Pelaksanaan Penelitian Persiapan Lahan

a. Pengolahan Tanah dan Pembuatan Plot Penelitian

Pengolahan tanah untuk tanaman padi sawah yaitu pembajakan dan

penggaruan, pengeringan dan akhirnya pembuatan bedengan. Plot penanaman

dibuat panjang 3.5 meter, lebar 3 meter serta jarak antar plot (anak petak) dan

antar ulangan 50 cm, jarak antar petak utama 30 cm. Ketinggian pematang (sekat

antar plot) dibuat setinggi 50 cm (Lampiran 5).

b. Aplikasi bahan organik.

Dilakukan setelah olah tanah terakhir (20 hari sebelum tanam) di

masing-masing petakan. Pembenaman bokasi jerami secara merata 2.1 kg / plot. Abu

jerami 0.5 kg, dan jerami segar 3.15 kg per plot. Pemberian jerami 3 ton per

hektar berdasarkan kebutuhan C-organik tanah sebesar 3% setara 8 ton per hektar

(katagori rendah). Sedangkan hasil analisa C-organik tanah di lokasi penelitian

1.41 % (sangat rendah) setara 5 ton per hektar (Metson, 1961).

b. Ukuran bedengan persemaian dan penyemaian.

Bedengan persemaian terdiri dari 2 unit, yaitu bedeng untuk tanam benih

umur 20 hari setelah tabur/semai, dan untuk tanam benih umur 15 hari setelah

tabur/semai. Ukuran panjang bedengan : 200 cm, lebar bedengan : 60 cm, tinggi

(37)

lebar 40 cm. Benih yang digunakan adalah benih unggul bersertifikat, varietas

Ciherang. Benih direndam satu malam di dalam air mengalir supaya

perkecambahan benih bersamaan.

Pelaksanaan Sistem PTT dan Budidaya Lokal

a. Sistem PTT.

Sistem PTT yang dilaksanakan pada penelitian ini terdiri dari perlakuan

pengairan berselang, jarak tanam legowo 2:1, tanam satu bibit per lubang tanam,

tanam bibit muda (15 hari setelah semai), pemberian bahan organik, pemupukan

dasar mengacu pada PUTS dan pemupukan susulan Nitrogen berdasarkan Bagan

Warna Daun (BWD). Pada jarak tanam legowo tipe 2:1 terdapat 330 rumpun

tanaman per plot perlakuan.

Pengairan berselang. Pengairan dengan teknik berselang lima hari dilakukan dengan (a) Pada hari pertama lahan diairi sekitar tinggi genangan 3 cm

dan selama 4 hari berikutnya tidak ada penambahan air. Lahan sawah diairi lagi

pada hari kelima. (b) Mulai fase pembentukan malai sampai pengisian biji,

petakan sawah digenangi terus (c) sekitar 10 -15 hari sebelum tanaman dipanen,

petakan sawah dikeringkan.

Sistem tanam pada komponen PTT yang diuji dilakukan jarak tanam jajar legowo 2:1 (20 x 10 x 40 cm) dengan satu bibit per lubang tanam berumur 15 hari

setelah semai.

(38)

berdasarkan BWD sebanyak dua kali pemberian (Lampiran 6) yaitu pada 3

Minggu Setelah Tanam (MST) dan 5 MST.

b. Sistem Budidaya Lokal.

Pada sistem ini dilakukan sistem tanam tegel jarak tanam 25 x 25 cm tanpa

lorong (palir) dengan tiga bibit per lubang tanam, umur bibit 20 hari setelah semai

(HSS), pemberian bahan organik, pemupukan rekomendasi (Urea 200 kg ha-1,

SP-36 75 kg ha-1 KCl 50 kg ha-1

c. Modifikasi PTT dengan Sistem Budidaya Lokal

) dan tanpa pengaturan pengairan (penggenangan

hingga menjelang panen). Pada jarak tanam tegel 25 x 25 cm terdapat 168 rumpun

tanaman per plot perlakuan.

Pada penelitian ini terdiri dari perlakuan pengairan berselang, tanam tiga

bibit per lubang tanam, berjarak tanam 25 x 25 cm, umur bibit 15 hari setelah

semai, pemberian bahan organik, pemupukan dasar (Lampiran 8) mengacu pada

rekomendasi (Urea 200 kg ha-1, SP-36 75 kg ha-1 KCl 50 kg ha-1

Pengambilan Sampel dan Analisis Tanah

).

Sampel tanah awal diambil secara zig zag sebanyak 9 (sembilan) titik

sampel pada kedalaman 20 cm di lahan perlakuan, sebelum olah tanah. Dari

sampel tersebut diambil masing-masing 2 kg dan analisis dilakukan secara

komposit untuk pengujian hara awal dengan Perangkat Uji Tanah Sawah

(kandungan N, P, dan K dan pH tanah) serta analisis tanah di laboratorium.

Kondisi lahan pada saat pengambilan sampel tanah ini dalam keadaan

(39)

Analisis dilakukan terhadap sifat kimia dan biokimia tanah awal meliputi:

tekstur (pipet), N (Kjeldahl), C-organik (Walkley-Black), C/N Ratio, P-total, K-total, pH, KTK, populasi mikroba (Plate Count) serta aktivitas enzim mikroba sellulotik. Pada 60 HST (Hari Setelah Tanam) diambil di 5 (lima) titik sampel

tanah per plot perlakuan (Lampiran 4) dan dilakukan analisis yang sama kecuali

tekstur, kandungan N, P, K tanah tidak dilakukan.

Analisis Hara Jerami

Analisis terhadap kandungan N, P, K, dan C abu, bokasi jerami dan jerami

segar di Laboratorium Sentral Fakultas Pertanian USU Medan dilakukan pada

awal penelitian (Lampiran 9). Aplikasi abu jerami berdasarkan berat 1 (satu)

kilogram jerami bakar setara 6.3 gram abu jerami.

Peubah yang diamati

1. Sifat Tanah(pada 60 HST)terdiri dari :

- Sifat Kimia (C-organik, KTK, dan pH tanah)

2. Sifat Biokimia (total populasi metoda plate count dan aktivitas enzim mikroba selulotik menggunakan metoda Nelson-Somogyi (Lampiran 10). 3. Data Pertumbuhan terdiri dari :

- Jumlah anakan (pada 24 dan 52 HST)

- Uji klorofil dengan menggunakan alat klorofil meter (CCM 200) pada 28 dan 55 HST. Menghitung jumlah unit klorofil daun pada 5 (lima) helai daun per

rumpun tanaman.

(40)

- Anakan Produktif (pada 105 HST). Jumlah sampel untuk data pertumbuhan

dalam setiap plot diambil sebanyak 8 (delapan) sampel.

4. Analisis Hara Tanaman (pada 60 HST)

- Unsur-unsur yang dianalisis terdiri dari hara N (metoda destruksi; pengabuan

basah /titrasi), P dan K (destruksi basah; kolorimetri) diambil satu tanaman

sampel dari masing-masing plot perlakuan pada 60 HST. Tanaman dicabut

beserta akarnya kemudian dipotong pada pangkal akar sebagai sampel bobot

kering akar. Serapan hara dihitung dengan cara mengalikan persen kadar hara

dengan berat kering tanaman.

5. Data Produksi

- Data produksi panen (125 HST) diambil sampel panen pada petak ubinan

(Lampiran 4) ukuran 2 x 1,5 m dari masing-masing plot perlakuan kemudian

dikeringkan hingga kadar air 12% dan ditimbang. Hasil penimbangan

(41)

HASIL DAN PEMBAHASAN

H A S I L

1. Sifat Kimia dan Biokimia Tanah C-Organik Tanah (%)

Hasil analisa C-Organik tanah serta sidik ragam perlakuan sistem tanam

(P) dan pemberian jerami (O) pada saat 60 HST dapat dilihat pada Lampiran 11.

Analisis uji beda rerata menunjukkan perlakuan Sistem Tanam (P) berpengaruh

tidak nyata terhadap kandungan C-Organik tanah. Pemberian jerami (O)

berpengaruh nyata terhadap kandungan C-Organik tanah (Tabel 3).

Tabel 3. Rerata Kandungan C-Organik Tanah (%) pada Sistem Tanam dan Bentuk Jerami yang Berbeda

Sistem Tanam

Bentuk jerami Rerata (P)

Abu Jerami Bokasi

---%---

PTT modifikasi budidaya lokal

0.93 1.30 1.30 1.18

PTT 1.27 1.32 1.51 1.37

Budidaya Lokal 1.11 1.13 1.35 1.20

Rerata (O) 1.10a 1.25ab 1.39b

(42)

Kandungan C-organik tanah akibat aplikasi abu jerami tidak berbeda nyata

dengan jerami segar demikian pula terhadap aplikasi jerami segar dan bokasi

jerami, namun aplikasi bokasi jerami nyata lebih tinggi dibandingkan abu jerami.

pH Tanah (H2

Data hasil analisa pH tanah dari perlakuan perlakuan sistem tanam (P) dan

pemberian jerami (O) pada saat 60 HST dan sidik ragamnya dapat dilihat pada

Lampiran 12. Dari hasil uji beda rerata terlihat bahwa perlakuan sistem tanam (P)

dan pemberian jerami (O) berpengaruh tidak nyata terhadap pH tanah (Tabel 4).

[image:42.595.107.517.377.580.2]

O)

Tabel 4. Rerata Kisaran pH Tanah (H2

Sistem Tanam

O) pada Sistem Tanam dan Bentuk Jerami yang Berbeda

Bentuk jerami

Rerata (P) Abu Jerami Bokasi

---pH---

PTT modifikasi budidaya lokal

5.22 5.15 5.07 5.15

PTT 5.12 5.20 5.12 5.14

Budidaya Lokal 5.12 5.17 5.15 5.15

Rerata (O) 5.15 5.17 5.11

Meskipun tidak menunjukkan perbedaan nyata, perlakuan sistem tanam

PTT modifikasi dan Budidaya Lokal cenderung lebih meningkatkan pH tanah

dibanding perlakuan PTT dan pH tanah awal yaitu 4.95 (Lampiran 9).

(43)

Data hasil analisa KTK tanah dari perlakuan sistem tanam (P) dan

pemberian jerami (O) pada saat 60 HST serta sidik ragamnya dapat dilihat pada

Lampiran 13. Hasil uji beda rerata diperoleh bahwa perlakuan sistem tanam (P)

[image:43.595.107.515.249.432.2]

dan pemberian jerami (O) berpengaruh tidak nyata terhadap KTK tanah (Tabel 5).

Tabel 5. Rerata KTK Tanah (Cmol(+)kg-1

Sistem Tanam

) pada Sistem Tanam dan Bentuk Jerami yang Berbeda

Bentuk jerami

Rerata (P) Abu Jerami Bokasi

---Cmol(+)kg-1

PTT modifikasi budidaya lokal 29.50 30.17 30.13 29.93

---

PTT 30.23 30.03 30.67 30.31

Budidaya Lokal 30.42 30.13 27.68 29.41

Rerata (O) 30.05 30.11 29.49

Jumlah Mikroba Tanah

Data hasil analisa jumlah mikroba tanah dari perlakuan sistem tanam (P)

dan pemberian jerami (O) serta sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 14.

Hasil uji beda rerata perlakuan sistem tanam (P) dan pemberian jerami (O)

berpengaruh tidak nyata terhadap populasi mikroba tanah (Tabel 6).

Tabel 6. Rerata Jumlah Mikroba Tanah, Bakteri dan Jamur (CFUml-1

Sistem Tanam

) Pada Sistem Tanam dan Bentuk Jerami yang Berbeda

Bentuk jerami

Rerata (P) Abu Jerami Bokasi

(44)

PTT modifikasi budidaya lokal

44 22 34 33

PTT 15 33 34 27

Budidaya Lokal 41 35 13 30

Rerata (O) 33 30 27

Aktivitas Enzim Mikroba Tanah.

Analisa aktivitas enzim mikroba selulotik tanah dari perlakuan sistem

tanam (P) dan pemberian jerami (O) serta sidik ragam dapat dilihat pada

Lampiran 15. Uji beda rerata diperoleh perlakuan sistem tanam (P) dan pemberian

[image:44.595.108.514.442.644.2]

jerami (O) berpengaruh tidak nyata terhadap aktivitas enzim mikroba (Tabel 7).

Tabel 7. Rerata Aktivitas Enzim Mikroba Tanah, Bakteri dan Jamur Pada Sistem Tanam dan Bentuk Jerami yang Berbeda

Sistem Tanam

Bentuk jerami Rerata (P)

Abu Jerami Bokasi

---µmL det-1---

PTT modifikasi budidaya lokal

56.70 47.56 59.52 54.59

PTT 53.96 76.44 58.44 62.95

Budidaya Lokal 49.44 46.67 52.85 49.65

Rerata (O) 53.37 56.89 56.94

2. Serapan Hara Tanaman (Pada Umur 60 HST)

(45)

Hasil pengamatan dan analisa sidik ragam serapan hara nitrogen (N)

tanaman dapat dilihat pada Lampiran 17. Uji beda rerata diperoleh bahwa

perlakuan sistem tanam (P) dan pemberian jerami (O) berpengaruh tidak nyata

[image:45.595.108.521.249.448.2]

terhadap serapan hara nitrogen tanaman (Tabel 8).

Tabel 8. Rerata Serapan Hara Nitrogen Tanaman pada Sistem Tanam dan Bentuk Jerami yang Berbeda

Sistem Tanam

Bentuk jerami

Rerata (P) Abu Jerami Bokasi

---g rumpun-1---

PTT modifikasi budidaya lokal

0.96 0.86 1.03 0.95

PTT 0.79 0.45 0.50 0.58

Budidaya Lokal 1.06 0.81 0.87 0.92

Rerata (O) 0. 94 0.70 0.80

Serapan Hara Fosfor (g rumpun-1

Data pengamatan dan analisa sidik ragam serapan hara fosfor (P) tanaman

dapat dilihat pada Lampiran 19. Uji beda rerata perlakuan sistem tanam (P)

berpengaruh nyata dan pemberian jerami (O) berpengaruh tidak nyata terhadap

serapan hara fosfor tanaman (Tabel 9).

)

Tabel 9. Rerata Serapan Hara Fosfor Tanaman pada Sistem Tanam dan Bentuk Jerami yang Berbeda

Sistem Tanam

Bentuk jerami

Rerata (P) Abu Jerami Bokasi

(46)

---PTT modifikasi budidaya lokal

0.07 0.07 0.08 0.073b

PTT 0.05 0.03 0.04 0.042a

Budidaya Lokal 0.08 0.07 0.07 0.076b

Rerata (O) 0.071 0.056 0.064

Keterangan : Angka diikuti notasi huruf pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji DMRT.

Serapan hara fosfor pada perlakuan sistem tanam PTT modifikasi budidaya lokal

dan Budidaya lokal tidak berbeda nyata dan nyata lebih tinggi dibandingkan

serapan hara pada sistem tanam PTT.

Serapan Hara Kalium (g rumpun-1

Data hasil pengamatan dan analisa sidik ragam dari serapan hara K

tanaman dapat dilihat pada Lampiran 20. Dari hasil uji beda rerata diperoleh

bahwa perlakuan sistem tanam (P) dan pemberian jerami (O) berpengaruh nyata

terhadap serapan hara K tanaman (Tabel 10).

[image:46.595.112.511.80.203.2]

).

Tabel 10. Rerata Serapan Hara Kalium Tanaman pada Sistem Tanam dan Bentuk Jerami yang Berbeda

Sistem Tanam

Bentuk jerami

Rerata (P) Abu Jerami Bokasi

---g rumpun-1

---PTT modifikasi budidaya lokal

1.28 1.11 1.21 1.20b

PTT 0.91 0.56 0.57 0.68a

(47)

Rerata (O) 1.22b 0.93a 0.96a

Keterangan : Angka diikuti notasi huruf dan pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji DMRT.

Serapan hara kalium pada perlakuan sistem tanam PTT modifikasi budidaya lokal

dan Budidaya lokal tidak berbeda nyata namun nyata lebih tinggi dibandingkan

dengan sistem tanam PTT.

Serapan hara kalium pada perlakuan bokasi dan jerami segar tidak berbeda

nyata dan aplikasi abu jerami memiliki serapan hara kalium lebih tinggi

dibandingkan dengan bokasi jerami dan jerami segar.

3. Pertumbuhan Tanaman

Jumlah Anakan

Data hasil pengamatan jumlah anakan tanaman umur 24 HST dan 52 HST

serta analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 21 dan 22. Hasil uji beda

rerata diperoleh bahwa perlakuan sistem tanam (P) dan pemberian jerami (O)

[image:47.595.108.514.619.739.2]

berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan tanaman umur 24 HST (Tabel 11).

Tabel 11. Rerata Jumlah Anakan per Rumpun Tanaman Umur 24 HST pada Perlakuan Sistem Tanam dan Bentuk Jerami yang Berbeda

Sistem Tanam

Bentuk jerami

Rerata (P) Abu Jerami Bokasi

PTT modifikasi budidaya lokal

(48)

PTT 12.83 10.71 11.88 11.81a

Budidaya Lokal 17.17 17.00 18.83 17.67b

Rerata (O) 15.06b 12.76a 16.08b

Keterangan: Angka diikuti notasi huruf pada baris atau kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji DMRT.

Dari Tabel 11 terlihat bahwa jumlah anakan per rumpun tanaman umur 24

HST pada perlakuan sistem tanam PTT modifikasi budidaya lokal tidak berbeda

nyata dengan sistem tanam Budidaya lokal dan memiliki jumlah anakan tanaman

lebih banyak dibandingkan jumlah anakan pada sistem PTT

Jumlah anakan per rumpun tanaman akibat perlakuan bokasi tidak berbeda

nyata dengan abu jerami, dan memiliki jumlah anakan tanaman nyata lebih

[image:48.595.107.518.81.161.2]

banyak dibandingkan jumlah anakan pada perlakuan jerami segar.

Tabel 12. Rerata Jumlah Anakan per Rumpun Tanaman Umur 52 HST pada Interaksi Perlakuan Sistem Tanam dan Bentuk Jerami yang Berbeda

Sistem Tanam

Bentuk jerami

Abu Jerami Bokasi

Rerata (P)

PTT modifikasi budidaya lokal

38.08de 31.58cd 38.00de 35.89

PTT 21.79ab 19.50a 28.96c 23.42

Budidaya Lokal 38.25de 40.04e 35.21cde 37.83

Rerata (O) 32.71 30.38 34.06

(49)

Dari Tabel 12 terlihat bahwa uji beda rerata perlakuan sistem tanam (P)

berinteraksi dengan pemberian jerami (O) nyata terhadap jumlah anakan tanaman

52 HST. Aplikasi jerami pada sistem tanam budidaya lokal tidak berbeda nyata

dengan pemberian jerami pada sistem tanam PTT modifikasi budidaya lokal serta

memiliki jumlah anakan nyata lebih banyak dibandingkan pemberian jerami pada

sistem tanam PTT, kecuali aplikasi bokasi pada sistem tanam PTT.

Klorofil (unit).

Hasil pengamatan kandungan klorofil tanaman umur 28 dan 55 HST dan

analisis keragaman dapat dilihat pada Lampiran 23 dan 24. Berdasarkan uji beda

rerata diperoleh bahwa perlakuan sistem tanam (P) dan bentuk jerami (O)

berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah unit klorofil tanaman umur 28 HST dan

[image:49.595.115.526.514.751.2]

berpengaruh nyata pada umur 55 HST (Tabel 13).

Tabel 13. Rerata Unit Klorofil Daun Tanaman Umur 28 dan 55 HST pada Perlakuan Sistem Tanam dan Bentuk Jerami yang Berbeda

Sistem Tanam

Bentuk jerami

Rerata (P) Abu Jerami Bokasi

28 HST

PTT modifikasi budidaya lokal 26.60 30.13 25.82 27.52

PTT 27.33 30.96 24.27 27.52

Budidaya Lokal 28.56 31.28 33.00 30.95

Rerata (O) 27.50 30.79 27.69

55 HST

PTT modifikasi budidaya

(50)

lokal

PTT 46.29 44.38 50.24 46.97c

Budidaya Lokal 37.66 35.70 40.71 38.02a

Rerata (O) 42.28ab 39.00a 44.82b

Keterangan : Angka diikuti notasi huruf dan pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji DMRT.

Dari Tabel 13 terlihat bahwa perlakuan sistem tanam PTT berbeda nyata

dengan PTT modifikasi budidaya lokal dan Budidaya lokal. Sistem tanam PTT

modifikasi budidaya lokal berbeda nyata dengan Budidaya lokal dalam

meningkatkan kandungan klorofil daun tanaman pada umur 55 HST. Kandungan

klorofil daun tanaman tertinggi terdapat pada sistem tanam PTT.

Perlakuan bokasi dan abu jerami tidak berbeda nyata namun kandungan

klorofil daun tanaman umur 55 HST pada perlakuan bokasi nyata lebih tinggi

dibandingkan dengan perlakuan jerami segar.

Bobot Kering Akar (g)

Hasil pengamatan bobot kering akar tanaman padi pada 60 HST serta

analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 25. Dari hasil uji beda rerata

terlihat bahwa perlakuan sistem tanam (P) berpengaruh nyata dan pemberian

bentuk jerami (O) berpengaruh tidak nyata terhadap bobot kering akar tanaman

[image:50.595.113.527.94.186.2]

umur 60 HST. (Tabel 14).

(51)

Sistem Tanam

Bentuk jerami

Rerata (P) Abu Jerami Bokasi

---g---

PTT modifikasi budidaya lokal

20.55 17.92 19.35 19.28b

PTT 15.73 9.44 8.24 11.14a

Budidaya Lokal 29.25 19.69 14.40 21.11b

Rerata (O) 21.84 15.69 14.00

Keterangan : Angka diikuti notasi huruf dan pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji DMRT.

Dari Tabel 14 terlihat bahwa bobot kering akar pada perlakuan sistem tanam PTT

modifikasi budidaya lokal dan budidaya lokal tidak berbeda nyata, namun nyata

lebih tinggi dibandingkan bobot kering akar pada perlakuan sistem tanam PTT.

Anakan Produktif pada umur 105 HST (batang)

Hasil pengamatan anakan produktif tanaman umur 105 HST dan analisis

sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 26. Dari hasil uji beda rerata terdapat

interaksi perlakuan sistem tanam (P) dengan pemberian jenis jerami (O) sangat

[image:51.595.107.535.84.283.2]

nyata meningkatkan jumlah anakan produktif tanaman (Tabel 15).

Tabel 15. Rerata Jumlah Anakan Produktif Tanaman Umur 105 HST pada Interaksi Perlakuan Sistem Tanam dan Bentuk Jerami yang Berbeda

Sistem Tanam

Bentuk jerami

Rerata (P) Abu Jerami Bokasi

(52)

PTTmodifikasi budidaya lokal 10.35abc 9.36a 10.49b-e 17.07

PTT 17.09g 14.10f 16.91g 16.03

Budidaya Lokal 9.91ab 10.37a-d 10.35abc 10.21 Rerata (O) 12.45 11.28 12.58

Keterangan : Angka diikuti notasi huruf dan pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji DMRT.

Dari tabel 15 terlihat bahwa jumlah anakan produktif tanaman pada sistem

tanam PTT modifikasi budidaya lokal dengan pemberian jerami tidak berbeda

nyata dengan pemberian jerami pada sistem budidaya lokal. Jumlah anakan

produktif pada aplikasi jerami dengan sistem tanam PTT nyata lebih tinggi

dibandingkan perlakuan modifikasi budidaya lokal dan budidaya lokal.

Selanjutnya pada sistem tanam PTT jumlah anakan produktif akibat

perlakuan abu jerami tidak berbeda nyata dengan bokasi jerami namun jumlah

anakan produktif pada aplikasi abu jerami dan bokasi jerami nyata lebih tinggi

dibandingkan jumlah anakan produktif pada aplikasi jerami segar.

4. Hasil Tanaman / Produksi Gabah Kering per Plot (kg)

Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 27.

Hasil uji beda rerata diperoleh perlakuan sistem tanam (P) berinteraksi dengan

pemberian jerami (O) sangat nyata terhadap hasil ubinan per plot tanaman (Tabel

[image:52.595.114.520.83.187.2]

16).

(53)

Sistem Tanam

Bentuk jerami

Rerata (P) Abu Jerami Bokasi

---kg---

PTT modifikasi budidaya

lokal 4.14bc 3.90ab 3.72b

3.92

PTT 9.04d 8.68d 9.10d 8.94 Budidaya Lokal 2.72ab 3.39ab 1.90a 2.67

Rerata (O) 5.30 5.32 4.91

Keterangan : Angka diikuti notasi huruf dan pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji DMRT.

Dari Tabel 16 terlihat bahwa hasil per plot tanaman akibat aplikasi abu

jerami, jerami segar, dan bokasi jerami pada sistem tanam PTT nyata lebih tinggi

dibandingkan hasil per plot tanaman akibat aplikasi abu jerami, jerami segar, dan

bokasi jerami pada PTT modifikasi budidaya lokal dan budidaya lokal. Hasil per

plot tanaman pada sistem tanam PTT dengan pemberian abu jerami tidak berbeda

nyata dengan jerami segar dan bokasi jerami, namun pemberian bokasi jerami

menunjukkan hasil per plot tanaman terbanyak.

Sementara itu pemberian jerami pada sistem tanam PTT modifikasi

budidaya lokal tidak berbeda nyata dengan pemberian jerami pada sistem tanam

budidaya lokal, kecuali hasil per plot akibat pemberian bokasi jerami pada sistem

PTT modifikasi budidaya lokal nyata lebih tinggi dibandingkan hasil per plot

(54)

PEMBAHASAN

A. Respon Sifat Kimia, Biokimia Tanah Sawah, Serapan Hara, Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Padi pada Sistem Tanam

1. Sifat Kimia dan Biokimia Tanah

Perlakuan sistem tanam tidak mempengaruhi kandungan C-organik tanah.

Hal ini dikarenakan pada sistem tanam yang diuji tidak ada aplikasi bahan organik

atau diduga aktivitas dekomposisi oleh mikroba tanah belum nyata dalam

menghasilkan C-organik tanah, dimana hasil pengamatan terhadap jumlah mikroba

juga tidak berbeda diantara ketiga sistem yang diuji.

Perlakuan sistem tanam tidak mempengaruhi pH-tanah, namun rerata hasil

pengamatan pH-tanah meningkat bila dibandingkan dengan pH-tanah awal yaitu

4,95 sebelum perlakuan (Lampiran 9). Hal ini disebabkan karena dalam jangka

waktu beberapa minggu setelah penggenangan pada tanah masam pH akan

meningkat.

Dalam keadaan tergenang hara seperti Fe berada dalam bentuk tereduksi.

Proses reduksi merupakan proses yang mengkonsumsi elektron (terjadi penurunan

Eh) dan menghasilkan ion OH-

Fe (OH)

dan besi fero (sehingga pH meningkat), dengan

reaksi sebagai berikut (Yoshida, 1981) :

3 + e- Fe(OH)2 + OH- Eh= 130 mV

Pada sistem tanam budidaya lokal, sistem tanam PTT dan PTT modifikasi

(55)

tanah pada perlakuan PTT lebih rendah dari perlakuan lainnya. Hal ini karena

suasana aerob dan anaerob yang bergantian menyebabkan reduksi feri menjadi

fero yang menghasilkan OH

-Perlakuan sistem tanam tidak mempengaruhi Kapasitas Tukar kation

(KTK) tanah secara statistik. Namun rerata hasil pengamatan KTK tanah pada plot

perlakuan meningkat bila dibandingkan dengan KTK tanah awal sebelum

perlakuan yaitu 27,5 Cmol

tidak semaksimal pada perlakuan budidaya lokal dan

PTT modifikasi budidaya lokal.

(+)kg-1

Perlakuan sistem tanam tidak mempengaruhi populasi mikroba namun

populasi mikroba cenderung meningkat dari populasi sebelum perlakuan 20 x 10 (Lampiran 9).

3

menjadi 30 x 103

Aktivitas enzim mikroba selulotik dapat dilihat bahwa perlakuan sistem

tanam tidak mempengaruhi aktivitas enzim mikroba meskipun terdapat

peningkatan rata-rata aktivitas enzim dibandingkan sebelum perlakuan yaitu dari

47,22 menjadi 55,73 µmL menit

CFU (Tabel 6).

-1

(Tabel 7). Rerata aktivitas enzim tertinggi

terdapat pada perlakuan sistem tanam PTT (62,95 µmL menit-1) meskipun pada

sistem tanam PTT jumlah populasi mikroba lebih rendah yaitu 27 x 103

Sistem tanam PTT dengan pengairan berselang mengkondisikan suasana

aerob lebih sering dibandingkan daripada sistem budidaya lokal yang selalu

tergenang dan dalam keadaan anaerob. Hal ini menyebabkan aktivitas enzim dan

CFU. Hal ini dikarenakan bahwa aktivitas enzim berhubungan erat dengan substrat dan

(56)

dekomposisi terjadi lebih baik pada sistem tanam PTT dibandingkan pada

modifikasi budidaya lokal dan budidaya lokal.

Pada suasana aerob dan pH yang optimal aktivitas mikroba melakukan

dekomposisi terhadap substrat lebih aktif. Sebahagian besar substrat berasal dari

bahan organik merupakan selulosa yang didekomposisi oleh mikroba tanah.

Menurut Akhtar, (1998) dalam Susanti (2011) bahwa di alam sebagian besar

selulosa (90-96%) didegradasi secara aerob dan hanya sebagian kecil didegradasi

secara anaerob.

Perlakuan sistem tanam tidak mempengaruhi sifat kimia dan biokimia

tanah, hal ini diduga perlakuan sistem tanam dengan pengelolaan jarak tanam

legowo / tegel, umur dan jumlah bibit perlubang tanam, pemupukan BWD-PUTS

/rekomendasi, pengairan berselang / terus menerus (non intermitten) dilakukan

pada lahan dengan kandun

Gambar

Tabel 1 .  Pengaruh Pemupukan P dan K pada Pemberian Jerami Selama 3 MT pada Tanaman Padi, Mattoanging, Maros, MK 2002
Tabel 4.  Rerata Kisaran pH Tanah (H2O) pada Sistem Tanam dan Bentuk Jerami yang Berbeda
Tabel 5. Rerata KTK Tanah (Cmol(+)kg-1) pada Sistem Tanam dan Bentuk Jerami yang Berbeda
Tabel 7. Rerata Aktivitas Enzim  Mikroba Tanah, Bakteri dan Jamur Pada Sistem Tanam dan Bentuk Jerami yang Berbeda
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uji Mann Whitney diperoleh tidak ada perbedaan yang signifikan antara bubuk abate dan larutan bawang putih dalam pengendalian larva aedes agypti pada konsentrasi 100

Pengujian Logika Fuzzy pada Musuh Penyerang Pada musuh tipe penyerang, logika fuzzy akan mengatur peluang menyerang musuh berdasarkan parameter life dan range

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan seksualitas dan kesehatan reproduksi tidak sesuai dengan realitas perilaku seksual dan resiko seksual yang dihadapi remaja

Penelitian ini membahas tentang pengaruh edukasi, sosialisasi, dan himbauan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam melaporkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan di KPP

Sehingga dalam hal ini tindakan Tergugat aquo, sangatlah jelas dan nyata secara melawan hukum telah merugikan Penggugat, dan oleh karena demikian tindakan

Penelitian ini menerapkan metode kualitatif deskriptif yang berbasis pada evaluasi terhadap kondisi eksisting dengan menggunakan parameter kebijakan dalam wujud

diambilnya semakin etis. 2) Hasil pengujian hipotesis kedua secara parsial membuktikan bahwa variabel locus of control berpengaruh signifikan terhadap pengambilan

mengembangkan suatu media pembelajaran termasuk didalamnya tujuan dan objektif media pembelajaran yang dibuat, pengetahuan dan kemahiran yang diperlukan oleh kelompok