PENGARUH PEMBERIAN KOMPOS JERAMI DAN PUPUK SP-36 PADA TANAH
SULFAT MASAM POTENSIAL TERHADAP PERUBAHAN SIFAT KIMIA SERTA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI (Oryza sativa L.)
SKRIPSI
OLEH :
HERLINA EKA BHAKARI 080303025
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N
PENGARUH PEMBERIAN KOMPOS JERAMI DAN PUPUK SP-36 PADA TANAH
SULFAT MASAM POTENSIAL TERHADAP PERUBAHAN SIFAT KIMIA SERTA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI (Oryza sativa L.)
SKRIPSI
OLEH :
HERLINA EKA BHAKARI 080303025
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana (S1) di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N
Judul Skripsi : Pengaruh Pemberian Kompos Jerami dan Pupuk SP-36 Pada Tanah Sulfat Masam Potensial Terhadap Perubahan Sifat Kimia Serta Pertumbuhan dan Produksi Padi ( Oryza sativaL.)
Nama : Herlina Eka Bhakari
NIM : 080303025
Program Studi : Agroekoteknologi Minat Studi : Ilmu Tanah
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
Ketua Anggota
(Ir. Fauzi, MP )
NIP.19571110 198601 1 003 NIP.19690502 199403 2 005 ( Dr. Ir. Hamidah Hanum, MP)
Mengetahui,
Ketua Departemen Agroekoteknologi Fakultas Pertanian
ABSTRACT
The objective of this research is to study the effect of rice straw compost and the application of phosphorus fertilizer of SP-36 on chemical characteristic of acid sulphate soils, rice growth and production (Oryza sativaL). This study used a randomized block design factorial, with 2 factors : factor 1 : rice straw compost treatment (J) wich consist of : J0 = 0 ton ha-1 (0 g straw/pot) ; J1 = 10 ton ha-1
(40 g straw/pot); J2 = 20 ton ha-1 (80 g straw /pot); J3 = 30 ton ha-1 (120 g straw/pot). Faktor 2 : fertilizer phosphorus (P) which consist of : P0 = 0 kg SP-36 ha-1 (0 g SP-36/pot); P1 = ½ dose (1/2 x 135), advice equal with
0,27 g SP-36/pot; P2 = 1,0 dose (1 x 135), advice equal with 0,54 g SP-36/pot; P3 = 1 ½ dose (1 1/2 x 135), advice equal with0,81 g SP-36/pot. This results of
the research showed that rice straw compost treatment significantly affected C-organic, Fe2+ reduction, seed total, dry weight of root. While the application of SP-36 fertilizer significantly affected seed total. Combination between rice straw compost and fertilizer SP-36 significantly increased seed total.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pemberian kompos jerami padi dan pupuk SP-36 terhadap perbaikan sifat kimia, pertumbuhan, dan produksi padi (Oryza sativa L.) pada tanah sulfat masam potensial. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah kasa Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial.
dengan 2 faktor yaitu: Faktor 1 : Faktor perlakuan Kompos Jerami Padi (J) yaitu: J0 = 0 ton ha-1 (0 g jerami/pot) ; B1 = 10 ton ha-1 (40 g jerami/pot); J2 = 20 ton ha-1 (80 g jerami/pot); J3 = 30 ton ha-1 (120 g jerami/pot). Faktor 2 : Faktor perlakuan Pupuk SP-36 (P) yaitu : P0 = 0 kg SP-36 ha-1 (0 g SP-36/pot);
P1 = ½ takaran anjuran (1/2 x 135), setara dengan 0,27 g SP-36/pot; P2 = 1,0 takaran anjuran (1 x 135), setara dengan 0,54 g SP-36/pot; P3 = 1 ½ takaran anjuran (1 1/2 x 135), setara dengan 0,81 g SP-36/pot. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pemberian kompos jerami padi nyata meningkatkan C-organik, Fe2+ tanah, jumlah anakan, dan berat kering akar. Pemberian pupuk SP-36 berpengaruh nyata dalam meningkatkan jumlah anakan tanaman. Kombinasi antara perlakuan pemberian kompos jerami padi dan pupuk SP-36 berpengaruh nyata dalam meningkatkan jumlah anakan.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di kota Gunung Sitoli pada tanggal 01 Juli 1990 dari
pasangan Suhendro dan Ibu Marliani Harefa. Penulis merupakan putri pertama
dari empat orang bersaudara.
Pada tahun 2002 penulis tamat sekolah SD Swasta Tamansiswa Binjai.
Pada tahun 2005 tamat dari SMP Negeri 7 Binjai. Pada tahun 2008 tamat dari
SMA Negeri 2 Binjai. Penulis masuk Universitas Sumatera Utara pada tahun 2008
melalui jalur Ujian Masuk Bersama (UMB) sebagai mahasiswa Departemen Ilmu
Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis mengikuti organisasi pengajian
Al-Bayan Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
Medan sejak tahun 2008-2013, Mengikuti organisasi IMILTA Departemen Ilmu
Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan sejak
tahun 2008-2013. Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan di
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas berkat,
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian
ini tepat pada waktunya. Adapun judul dari skripsi ini adalah “Pengaruh Pemberian Kompos Jerami Padi dan pupuk SP-36 Pada Tanah Sulfat Masam
Potensial Terhadap Perubahan Sifat Kimia serta Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Padi (Oryza sativa L.)”.
Pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih kapada kedua orang tua
yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada ketua dan anggota
komisi pembimbing Ir. Fauzi, MP dan Dr. Ir. Hamidah Hanum, MP., yang telah
memberi bimbingan dan sarannya sehingga skripsi ini dapat selesai.
Tak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman
stambuk 2008 yang telah membantu selama penulisan skripsi ini dan kepada
seluruh pihak yang telah membantu penulis selama menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa pembuatan skripsi ini jauh dari sempurna, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun.
Medan, April 2013
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT ... i
ABSTRAK ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
Hipotesis Penelitian ... 3
Kegunaan Penelitian ... 4
TINJAUAN PUSTAKA ... 5
Tanaman Padi (Oryza sativaL. ) ... 5
Pembentukan Tanah Sulfat Masam ... 7
Sifat dan Ciri Tanah Sulfat Masam ... 8
Unsur Hara Fosfat (P) ...11
Kompos Jerami ...13
BAHAN DAN METODE ... 15
Tempat dan Waktu Penelitian ... 15
Bahan dan Alat ... 15
Metode Penelitian ... 15
Pelaksanaan Penelitian ... 17
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1. Rataan pH H2O Akibat Perlakuan Kompos Jerami Padi dan Pupuk SP-36 ... 21
2. Rataan C-Organik Tanah Akibat Perlakuan Kompos Jerami Padi dan Pupuk SP-36 ... 22
3. Rataan Ferro Aktif (Fe2+) Tanah Akibat Perlakuan Kompos Jerami Padi dan Pupuk SP-36 ... 23
4. Rataan P-Tersedia Tanah (ppm) Akibat Perlakuan Kompos Jerami Padi dan Pupuk SP-36 ... 24
5. Rataan Tinggi Tanaman Vegetatif (cm) Akibat Perlakuan Kompos Jerami Padi dan Pupuk SP-36 ... 25
6. Rataan Jumlah Anakan Maksimum Akibat Perlakuan Kompos Jerami Padi dan Pupuk SP-36 ... 25
7. Rataan Rataan Bobot Brangkasan Tanaman (g) Akibat Perlakuan Kompos Jerami Padi dan Pupuk SP-36 ... 27
8. Rataan Bobot Kering Akar Tanaman (g) Akibat Perlakuan Kompos Jerami Padi dan Pupuk SP-36 ... 27
9. Rataan Bobot Kering Gabah (g) Akibat Perlakuan Kompos Jerami Padi dan Pupuk SP-36 ... 28
10.Rataan Bobot Gabah Berisi (g) Akibat Perlakuan Kompos Jerami Padi dan Pupuk SP-36 ... 29
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang ... 43
2. Bagan Percobaan Rak Faktorial ... 44
3. Perhitungan Berat Tanah per Ember ... 44
4. Perhitungan Dosis Kompos Jerami Padi ... 45
5. Perhitungan Dosis Pupuk SP-36 dan Pupuk Dasar ... . 45
6. Hasil Analisis Tanah Awal... 46
7. Data Hasil Analisis Kompos Jerami Padi ... 46
8. Kriteria Sifat Tanah ... 47
9. Hasil Analisa pH Tanah ... 48
9.1.Data pH Tanah ... 48
9.2. Daftar Sidik Ragam pH Tanah ... 48
10.Hasil Analisa C-Organik Tanah ... 49
10.1. Data C-Organik Tanah Metode Walkley & Black (%) ... 49
10.2 Daftar Sidik Ragam C-Organik Tanah ... 49
11.Hasil Analisa Ferro Aktif (Fe2+ 11.1. Data Ferro Aktif (Fe ) Tanah ... 50
2+ 11.2 Daftar Sidik Ragam Ferro Aktif (Fe ) Tanah Ekstraksi α.α.dipyridyl (ppm) ... 50
2+ 12.Hasil Analisa P-Tersedia Tanah ... 51
) Tanah ... 50
12.1. Data P-Tersedia Tanah Metode Bray-II (ppm) ... 51
12.2 Daftar Sidik Ragam P-Tersedia Tanah ... 51
13.1. Data Tinggi Tanaman (cm) ... 52
13.2 Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman ... 52
14. Hasil Analisa Jumlah Anakan Maksimum Akhir Vegetatif ... 53
14.1. Data Jumlah Anakan Maksimum ... 53
14.2 Daftar Sidik Ragam Jumlah Anakan Maksimum ... 53
15. Hasil Analisa Bobot Brangkasan Tanaman... 54
14.1. Data Bobot Brangkasan Tanaman ... 54
14.2 Daftar Sidik Ragam Bobot Brangkasan Tanaman ... 54
16. Hasil Analisa Bobot Kering Akar Tanaman ... 55
14.1. Data Bobot Kering Akar Tanaman ... 55
14.2 Daftar Sidik Ragam Bobot Kering Akar Tanaman ... 55
17. Hasil Analisa Bobot Kering Gabah ... 56
15.1. Data Bobot Kering Gabah (g) ... 56
15.2 Daftar Sidik Ragam Bobot Kering Gabah ... 56
18. Hasil Analisa Bobot Gabah Berisi ... 57
15.1. Data Bobot Gabah Berisi ... 57
15.2 Daftar Sidik Ragam Bobot Gabah Berisi ... 57
19. Hasil Analisa Persentase Gabah Hampa ... 58
15.1. Data Persentase Gabah Hampa ... 58
ABSTRACT
The objective of this research is to study the effect of rice straw compost and the application of phosphorus fertilizer of SP-36 on chemical characteristic of acid sulphate soils, rice growth and production (Oryza sativaL). This study used a randomized block design factorial, with 2 factors : factor 1 : rice straw compost treatment (J) wich consist of : J0 = 0 ton ha-1 (0 g straw/pot) ; J1 = 10 ton ha-1
(40 g straw/pot); J2 = 20 ton ha-1 (80 g straw /pot); J3 = 30 ton ha-1 (120 g straw/pot). Faktor 2 : fertilizer phosphorus (P) which consist of : P0 = 0 kg SP-36 ha-1 (0 g SP-36/pot); P1 = ½ dose (1/2 x 135), advice equal with
0,27 g SP-36/pot; P2 = 1,0 dose (1 x 135), advice equal with 0,54 g SP-36/pot; P3 = 1 ½ dose (1 1/2 x 135), advice equal with0,81 g SP-36/pot. This results of
the research showed that rice straw compost treatment significantly affected C-organic, Fe2+ reduction, seed total, dry weight of root. While the application of SP-36 fertilizer significantly affected seed total. Combination between rice straw compost and fertilizer SP-36 significantly increased seed total.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pemberian kompos jerami padi dan pupuk SP-36 terhadap perbaikan sifat kimia, pertumbuhan, dan produksi padi (Oryza sativa L.) pada tanah sulfat masam potensial. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah kasa Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial.
dengan 2 faktor yaitu: Faktor 1 : Faktor perlakuan Kompos Jerami Padi (J) yaitu: J0 = 0 ton ha-1 (0 g jerami/pot) ; B1 = 10 ton ha-1 (40 g jerami/pot); J2 = 20 ton ha-1 (80 g jerami/pot); J3 = 30 ton ha-1 (120 g jerami/pot). Faktor 2 : Faktor perlakuan Pupuk SP-36 (P) yaitu : P0 = 0 kg SP-36 ha-1 (0 g SP-36/pot);
P1 = ½ takaran anjuran (1/2 x 135), setara dengan 0,27 g SP-36/pot; P2 = 1,0 takaran anjuran (1 x 135), setara dengan 0,54 g SP-36/pot; P3 = 1 ½ takaran anjuran (1 1/2 x 135), setara dengan 0,81 g SP-36/pot. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pemberian kompos jerami padi nyata meningkatkan C-organik, Fe2+ tanah, jumlah anakan, dan berat kering akar. Pemberian pupuk SP-36 berpengaruh nyata dalam meningkatkan jumlah anakan tanaman. Kombinasi antara perlakuan pemberian kompos jerami padi dan pupuk SP-36 berpengaruh nyata dalam meningkatkan jumlah anakan.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Beras adalah merupakan padian pangan di wilayah tropis Asia, dimana
90% padi dunia dibudidayakan dan dikonsumsi. Sejumlah besar penduduk di
beberapa negara Asia Tenggara sangat menggantungkan hidup pada pangan
pokok pada beras yang ditanak menjadi nasi. Keterikatan pada beras sebagai
pangan pokok pada gilirannya menimbulkan masalah, yaitu ketika permintaan
terus-menerus meningkat, sementara persediaan yang ada tidak dapat
memenuhinya. Masalah pangan kemudian diartikan sebagai masalah kecukupan
beras sehingga pemerintah lebih memprioritaskan kepada upaya penyediaan beras
(Haryadi, 2006).
Dalam sepuluh tahun terakhir, laju penyusutan lahan pertanian semakin
dirasakan sangat mengganggu kelestarian pangan. Pembangunan yang semakin
pesat, khususnya di Pulau Jawa, membawa dampak yang cukup besar terhadap
alih fungsi lahan pertanian. Penyusutan lahan sawah di Pulau Jawa menjadi
dilema nasional karena menyebabkan penurunan pasokan pangan secara nasional.
Pasok pangan dari Pulau Jawa terhadap ketersediaan pangan nasional sekarang
diperkirakan tersisa 55% (sebelumnya 70%), dengan luas lahan yang tersedia
tinggal 4,5 juta ha (Noor, 1996).
Pemanfaatan lahan sulfat masam untuk pertanian, khususnya padi,
memerlukan reklamasi dan ameliorasi. Menjadikan lahan sulfat masam sebagai
persawahan merupakan pilihan yang bijaksana karena dapat menghindarkan lahan
Asia seperti Malaysia, Thailand, Vietnam, Afrika, dan China memanfaatkan lahan
sulfat masam untuk budidaya/persawahan padi (Noor, 1996).
Tanah sulfat masam adalah tanah yang terbentuk dari hasil endapan laut
yang terjadi ribuan tahun silam. Proses pengendapan yang berlangsung selama
ribuan tahun ini terjadi sebagai akibat turun dan naiknya permukaan air laut.
Pemanfaatan tanah sulfat masam di lahan pasang surut sebagai sumber
pertumbuhan ekonomi prospektif di masa mendatang, secara optimal dapat
dilakukan melalui penerapan teknologi secara tepat dan terpadu. Namun, sifat
lahan yang rapuh seperti pH dan kesuburan tanah yang rendah, adanya lapisan
pirit, dan peresapan air garam perlu dipertimbangkan. Ketersediaan P pada tanah
sulfat masam rendah sampai sangat rendah. Selain itu, pada tanah sulfat masam,
P (dari pupuk) akan diikat kuat oleh Al-aktif membentuk senyawa P tidak tersedia
pada pH rendah. Dalam keadaan reduktif, bentuk P dalam ikatan Fe-P mungkin
juga Al-P lepas, menjadi bentuk tersedia setelah penggenangan bertahap
(Noor, 2004).
Pemberian pupuk P dan bahan organik bertujuan untuk mengatasi
permasalahan unsur hara fosfor di dalam tanah. Pemberian bahan organik jerami
padi dapat meningkatkan kesuburan tanah. Banyak petani yang menganggap sisa
panen padi (jerami) merupakan hal yang mengganggu dalam pengolahan tanah
dan penanaman padi, maka banyak petani membakar dan menumpuk jerami
setelah selesai panen tanpa adanya tindakan pengembalian ke lahan dengan alasan
sukar melapuk. Pembakaran jerami dapat mengakibatkan kehilangan hara C
sebanyak 94%, P 45%, K 75%, S 70%, Ca 30%, dan Mg 20% dari total
Banyak peneliti yang menyatakan bahwa pemberian kompos jerami padi
secara umum dapat meningkatkan kesuburan tanah dan memperbaiki
pertumbuhan tanaman padi, hal ini disebabkan jerami mengandung unsur hara
yaitu 0.5-2.0 %N, 0.07-0.1 %P, dan 0.4-1.7 %K.
Kompos jerami juga mengandung asam-asam organik seperti asam humat
dan fulvat yang memiliki kemampuan mengkhelat unsur meracun sehingga tidak
berbahaya bagi tanaman (Tan, 2003).
Penggunaan kompos dapat menjaga kondisi reduksi tanah sehingga dapat
mengurangi keracunan besi, melalui asam-asam organik yang dilepas bahan
organik dapat mengkhelat Fe terlarut sehingga ketersediaan Fe berlebihan dapat
dikurangi.
Pengaruh Bahan organik dalam ketersediaan P dalam tanah dapat secara
langsung melalui proses mineralisasi dan tidak langsung melalui aktifitas asam
organik hasil dekomposisi bahan organik akan membantu pelepasan P yang
terfiksasi oleh Al dan Fe yang tidak larut menjadi larut.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
1. Untuk membandingkan pengaruh kompos jerami padi dalam memperbaiki
sifat kimia, pertumbuhan, dan produksi tanamn padi di tanah sulfat masam.
2. Untuk membandingkan pengaruh pemberian pupuk SP-36 terhadap
pertumbuhan dan produksi tanaman padi (Oryza sativa L.).
3. Untuk membandingkan pengaruh interaksi kompos jerami padi dan pupuk
SP-36 terhadap sifat kimia tanah, pertumbuhan, dan produksi tanaman
Hipotesis Penelitian
1. Pemberian kompos jerami padi sebanyak 10 sampai 30 ton/ha dapat
memperbaiki sifat kimia tanah sulfat masam, pertumbuhan dan produksi
tanaman padi (Oryza sativa L.).
2. Pemberian pupuk SP-36 dengan dosis 0,5 sampai 1,5 x takaran anjuran dapat
meningkatkan pertumbuhan dan produksi padi (Oryza sativa L.) pada tanah sulfat masam.
3. Aplikasi kompos jerami dan pupuk SP-36 dapat memperbaiki sifat kimia,
pertumbuhan dan produksi tanaman padi (Oryza sativa L.) pada tanah sulfat masam.
Kegunaan Penelitian
1. Penelitian ini dapat memberikan informasi tentang pengaruh pemberian
kompos jerami padi dan pupuk SP-36 dalam meningkatkan pertumbuhan dan
produksi tanaman padi (Oryza sativa L.) pada tanah sulfat masam.
2. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian Fakultas
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Padi (Oryza sativa L. )
Klasifikasi botani tanaman padi menurut BAPPENAS (2000) adalah
sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monotyledonae
Keluarga : Gramineae (Poaceae)
Genus : Oryza
Spesies : Oryza sativaL.
Padi merupakan tanaman yang paling luas dibudidayakan meliputi sekitar
143,5 juta ha, diantaranya sekitar 90% lebih berada di kawasan Asia. Negara yang
mempunyai areal padi paling luas adalah India dengan luas 39,6 juta ha,
selanjutnya disusul oleh Republik Rakyat China dengan luas 36 juta ha. Di
Indonesia luas lahan yang ditanami padi pada tahun 1991 mencapai 8,2 juta ha.
Padi dapat tumbuh hamper di semua jenis tanah dari yang bertopografi datar
sampai miring dari ketinggian -5 m dibawah permukaan laut sampai 1500 m dpl
(Noor, 1996).
Padi merupakan tanaman pangan yang dapat hidup dalam genangan.
Sesuatu yang membuat padi mampu hidup dalam genangan adalah adanya tabung
dalam daun, batang dan akar. Tabung ini memungkinkan udara dapat bergerak
dari daun hingga ke akar sehingga akar yang terendam tetap memiliki persediaan
Tanaman padi dapat hidup baik di daerah yang berhawa panas dan banyak
mengandung uap air. Curah hujan yang baik rata-rata 200 mm per bulan atau
lebih, dengan distribusi selama 4 bulan, curah hujan yang dikehendaki per tahun
sekitar 1500 -2000 mm. Suhu yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi 23 °C.
Tinggi tempat yang cocok untuk tanaman padi berkisar antara 0 -1500 m dpl.
Tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi adalah tanah sawah yang
kandungan fraksi pasir, debu dan lempung dalam perbandingan tertentu dengan
diperlukan air dalam jurnlah yang cukup. Padi dapat tumbuh dengan baik pada
tanah yang ketebalan lapisan atasnya antara 18 -22 cm dengan pH antara 4 -7. Di
dataran rendah padi memerlukan ketinggian 0-650 m dpl dengan temperatur
22-27 derajat C sedangkan di dataran tinggi 650-1.500 m dpl dengan temperatur
19-23 derajat C. Angin berpengaruh pada penyerbukan dan pembuahan tetapi jika
terlalu kencang akan merobohkan tanaman (Dinas Pertanian dan Kehutanan,
2000).
Dalam pertumbuhan padi di bagi atas 3 fase, yakni:
1. Fase vegetatif, yakni awal pertumbuhan sampai yang terbentuk malai. Jumlah
anakan dan luas daun akan meningkat pada fase ini. Lama hari panjang atau
suhu rendah dapat mempengaruhi fase vegetatif ini.
2. Fase reproduktif, yakni pada fase yang dimulai pada waktu pembungaan dan
berakhir pada waktu pembungaan. Ini membutuhkan waktu sekitar 35 hari.
3. Fase pematangan yakni fase yang dimulai pada waktu pembungaan dan
berakhir setelah 30 hari. Hari-hari hujan dan suhu rendah dapat menunda fase
Sehingga, untuk meningkatkan produksi dibutuhkan pemeliharaan yang baik pada
setiap stadia pertumbuhan.
Pembentukan Tanah Sulfat Masam
Tanah sulfat masam terbentuk di daerah-daerah dimana sungai-sungai
mengalir dan dijumpai endapan-endapan fluvial yang dibawa oleh sungai-sungai
tersebut, yang selanjutnya membentuk dataran sungai. Tanah ini biasanya
mempunyai tekstur halus, karena fraksi-fraksi kasar sudah diendapkan di daerah
aliran sebelah atas. Endapan-endapan marine (pengendapan sedimen laut) dan
sungai inilah yang merupakan bahan induk tanah sulfat masam yang terbentuk di
daerah tersebut (Hakim dkk, 1986).
Pembentukan tanah sulfat masam sebagai proses pengendapan atau
sedimentasi marine berhubungan dengan penurunan permukaan air laut atau
pengangkatan daratan. Selanjutnya tumbuh dan berkembangnya vegetasi di atas
hamparan sedimen marine ini tergantung pada kemampuan adaptasi atau
ketahanannya terhadap kondisi lingkungan, seperti kemasaman dan atau salinitas
yang nisbi tinggi. Perubahan-perubahan akibat bencana alam atau kesalahan
pengelolaan lingkungan mengakibatkan timbulnya pergantian jenis vegetasi asal
yang tadinya bersifat kaya dalam keragaman (biodiversity) menjadi miskin (Noor, 2004).
Terjadinya penurunan pH yang drastis pada tanah sulfat masam,
merupakan proses oksidasi sulfida yang terakumulasi selama pengendapan
marine. Proses oksidasi dapat terjadi karena proses-proses alamiah seperti regresi
laut, pengangkatan darat, atau karena drainase buatan dan lain-lain
Sifat dan Ciri Tanah Sulfat Masam
Lahan sulfat masam adalah lahan yang memiliki horizon sulfidik (pirit) di
dalam kedalaman <50 cm atau sulfurik di dalam kedalaman < 120 cm. Bahan
sulfidik adalah sumber kemasaman tanah bila bahan ini teroksidasi dan
menghasilkan kondisi sangat masam. Kemasaman tanah yang tinggi memicu
larutnya unsur beracun dan kahat hara sehingga tanah menjadi tidak produktif.
Diperlukan upaya ekstra untuk mengelola lahan ini menjadi produktif. Sesuai
hukum minimum, faktor pembatas utama harus dapat diatasi sebelum usaha
lainnya dilakukan. Lebih lanjut Dent (1986) mengemukakan rendahnya
produktivitas lahan sulfat masam disebabkan karena selain tingginya kemasaman
tanah yang menyebabkan meningkatnya kelarutan unsur beracun seperti Al, Fe
dan Mn, juga rendahnya kejenuhan basa dan status hara P dan K
(Dent, 1986 dalam Subiksa dan Setyorini., 1993).
Masalah hara yang paling banyak dilaporkan pada lahan sulfat masam
adalah ketersediaan hara P yang rendah dan fiksasi P yang tinggi oleh Al dan Fe.
Hara P merupakan salah satu unsur hara yang paling banyak dibutuhkan tanaman.
Hara ini berfungsi untuk pertumbuhan akar, transfer energi dalam proses
fotosintesis dan respirasi, perkembangan buah dan biji, kekuatan batang dan
ketahanan terhadap penyakit. Serapan hara P yang cukup akan menjamin tanaman
tumbuh dengan baik (Lingga, 1986; Hakim, 1986).
Tanah sulfat masam dapat dibedakan menjadi 2 golongan, yaitu tanah
sulfat masam potensial dan tanah sulfat masam aktual. Lahan sulfat masam
potensial mempunyai pH >3,5 yang makin tinggi selaras dengan kedalaman tanah.
Sedangkan lahan sulfat masam aktual merupakan lahan/tanah yang mempunyai
pH tanah lapang 3,5 dan mempunyai horizon sulfidik atau tanda-tanda horizon
sulfidik yang disebabkan teroksidasinya pirit, yang terjadi akibat drainase
berlebihan. Apabila pH tanah lapang mencapai <3,5 dapat menyebabkan kisi-kisi
liat hancur, sehingga ion Al3+
Hasibuan (2008) juga menyatakan bahwa tanah sulfat masam potensial
dicirikan dengan pH sekitar netral, tetapi suasananya sangat reduktif disebabkan
penggenangan dan bahan organik.
sangat mendominasi dalam kompleks jerapan
(Adhi, et al dalam Adimihadja, dkk., 2000).
Pirit adalah zat yang hanya ditemukan di tanah di daerah pasang surut
saja. Zat ini dibentuk pada waktu lahan digenangi oleh air laut yang masuk pada
musim kemarau. Pada saat kondisi lahan basah atau tergenang, pirit tidak
berbahaya bagi tanaman. Akan tetapi, bila terkena udara (teroksidasi), pirit
berubah bentuk menjadi zat besi dan zat asam belerang yang dapat meracuni
tanaman (Widjaja, dkk., 1997).
Pada tingkat reduksi tanah yang sangat kuat, ion sulfat direduksi menjadi
SO32- dan S2- oleh bakteri dari genus Desulfovibrio. Ketersediaan sulfur dalam
bentuk SO42- dan sebagai SO32- adalah sama. Tetapi dengan terbentuknya S2-
ketersediaan sulfur menurun, karena sebagian besar sulfur diendapkan sebagai
FeS. Pada tanah dengan kandungan besi sangat rendah terbentuk H2
Sifat yang dapat membantu dalam mengidentifikasi lapisan pirit adalah:
(a) adanya warna reduksi kelabu atau kelabu kehijauan, baik dengan maupun
tanpa bercak hitam, (b) adanya bahan organik terutama berupa akar serabut, atau S yang
berseling dengan lapisan mineral berkonsistensi setengan matang, (c) adanya bau
H2
Untuk mengatasi keracunan pirit pada tanah sulfat masam dapat dilakukan
dengan pengaturan air (drainase) atau mempertahankan lapisan pirit masih dalam
situasi reduksi atau keadaan tergenang oleh air, tetapi bila penggenangannya
berlebihan akan menyebabkan keracunan besi ferro (Fe
S pada tanah yang telah terganggu atau diolah (Hakim dkk, 1986).
2+
). Asam sulfide (H2S),
karbon dioksida (CO2)
Ketersediaan P pada tanah sulfat masam rendah sampai sangat rendah.
Selain itu, pada tanah sulfat masam, P (dari pupuk) akan diikat kuat oleh Al-aktif
membentuk senyawa P tidak tersedia pada pH rendah. Dalam keadaan reduktif,
bentuk P dalam ikatan Fe-P mungkin juga Al-P lepas, menjadi bentuk tersedia
setelah penggenangan bertahap (Noor, 2004).
dan asam-asam organik (Hasibuan, 2008).
Keracunan Fe dan sulfur (S) pada tanaman padi disebabkan oleh tingginya
kelarutan kedua unsur tersebut dalam tanah. Sebagian besar kasus keracunan Fe
dan S terjadi pada tanah-tanah yang berdrainase buruk (kondisi reduktif).
Pada saat tanah digenangi terjadi peningkatan pH yang akan menyebabkan
reduksi Fe3+ menjadi Fe2+, sehingga konsentrasi Fe2+ meningkat hingga mencapai
ribuan mg/l dalam larutan tanah. Fenomena ini terjadi terutama pada lahan sulfat
masam aktual (pirit telah teroksidasi) yang digenangi oleh air hujan atau irigasi.
Konsentrasi Fe2+ sebesar 300-400 ppm sangat meracuni tanaman padi sawah dan
menyebabkan ketersediaan hara tanaman rendah. Sedangkan pada konsentrasi
Fe2+ kira-kira 30 ppm sudah dapat meracuni tanaman secara umum. Keracunan
besi dapat dihindari dengan pengapuran, pengaturan drainase, dan penanaman
Unsur Fe merupakan hara mikro bagi tanaman, dibutuhkan dalam jumlah
kecil, berfungsi untuk aktivator sistem enzim, proses sintesis khlorofil, dan
oksidasi-reduksi dalam respirasi. Pada tanah-tanah masam, unsur mikro seperti Fe
dapat terlarut dan tersedia bagi tanaman dalam jumlah berlimpah dan sering
meracuni tanaman. Batas kritis keracunan Fe dalam tanaman menurut
Yoshida (1981) adalah 300 ppm.
Besi yang berlebihan dapat membentuk lapisan oksida ferri pada
permukaan akar, sehingga menghambat penyerapan hara, menurunkan daya
oksidasi akar, dan daya pencegahan Fe oleh akar (Todano and Yoshida 1978).
Gejala tanaman padi keracunan Fe ditandai oleh daun berwarna oranye
atau bronzing, pembungaan terhambat, proses sintesis terhenti, tanaman menjadi kerdil, bagian akar menebal dan berwarna coklat, kasar, dan pendek. Pada kondisi
yang parah batang dan daun menjadi busuk dan tanaman akhirnya mati.
Unsur Hara P
Sebagai sumber utama fosfor tanah adalah kerak bumi, yang diduga
mengandung kurang lebih 0,12% fosfor. Demikian pula semua air yang ada di
bumi mengandung fosfat yang kadarnya rendah. Sumber fosfor alam yang dikenal
mempunyai P tinggi adalah batuan beku dan batuan endapan (sedimen). Fosfor
merupakan unsur hara makro dan esensial bagi pertumbuhan tanaman. Persoalan
yang umum dihadapi oleh fosfor dalam tanah adalah tidak semua fosfor tanah
dapat tersedia untuk tanaman. Dalam hal ini sangat tergantung kepada sifat dan
ciri tanah serta pengelolaan tanah itu sendiri oleh manusia. Disamping itu
pertambahan fosfor kedalam tanah tidak terjadi dengan pengikatan biokimia
mineral yang mengandung fosfor di dalam tanah. Oleh karena itu kadar fosfor
tanah juga ditentukan oleh banyak atau sedikitnya cadangan mineral yang
mengandung fosfor dan tingkat pelapukannya (Hakim, dkk, 1986).
Unsur hara P berperan dalam pembentukan biji dan buah. Suplai P yang
cukup akan merangsang perkembangan sistem perakaran tanaman. Unsur hara P
juga berperan sebagai ativator enzim dan pengaruhnya terhadap fase primordia
dan pembentukan bagian reproduktif tanaman (Hanafiah, 2005).
Kekurangan unsur hara P dapat menyebabkan: 1. Perakaran tanaman tidak
berkembang, 2. Dalam keadaan kekurangan P yang parah, daun, cabang, dan
batang berwarna ungu. Gejala ini terlihat mulai dari jaringan tua, dan seterusnya
menjalar ke jaringan yang masih muda, 3. Hasil tanaman berupa bunga, buah dan
biji merosot, 4. Jumlah anakannya berkurang (Damanik, dkk., 2010).
Pemupukan P pada lahan sulfat masam sangat penting. Beberapa peneliti
menganjurkan penggunaan pupuk konvensional seperti pupuk SP-36 karena saat
ini paling umum dipakai sebagai sumber P karena pupuk ini tersedia di pasar.
Pupuk SP-36 yang diberikan sebagai pupuk dasar mengandung unsur
fosfor (P) yang berfungsi untuk merangsang pertumbuhan akar tanaman, dan
untuk memperbanyak pertumbuhan anakan (Lingga dan Marsono, 2006).
Pemberian pupuk harus memperhatikan waktu, jenis, dan dosis sehingga pupuk
yang diberikan dapat dimanfaatkan dengan optimal oleh tanaman
(Sudarjat dan Saridewi, 2010).
Pupuk fosfor di dalam larutan tanah mudah terikat. Kecendrungan ion-ion
fosfat di dalam tanah untuk menjadi terikat menyulitkan tanaman untuk
diberikan dipermukaan sangat kurang efektif daripada pupuk fosfor yang
diberikan langsung kedalam tanah yang memiliki lebih banyak akar dan lebih
banyak air tersedia untuk melarutkannya (Foth, 1994).
Suastika, dkk (1997) takaran pemberian pupuk di lahan Sulfat Masam
yaitu: pupuk Urea (250 kg/ha) diberikan 1/3 takaran pada saat tanam, 1/3 takaran
pada saat 4 MST, dan 1/3 takaran pada saat 7 MST, sedangkan pupuk SP-36
(135 kg/ha) dan pupuk KCl (100 kg/ha) diberikan seluruhnya pada saat tanam.
Kompos Jerami
Bahan organik tidak hanya berperanan dalam memperbaiki fisik tanah,
tetapi sekaligus berperan dalam menekan oksidasi pirit. Dalam konteks tanah
sulfat masam, kompos humus (bahan organik) mempunyai fungsi untuk
menurunkan atau mempertahankan suasana reduksi karena dapat
mempertahankan kebasahan tanah sehingga oksidasi pyrit dapat ditekan.
Penekanan terhadap oksidasi pirit ini penting artinya bagi pertumbuhan
tanaman yang peka terhadap peningkatan kemasaman dan kadar meracun
kation-kation seperti Al3+, Fe2+, Mn2+
Dari hasil penelitian Sudarjat dan Saridewi (2010), menyatakan bahwa
secara keseluruhan pertumbuhan tanaman yang meliputi tinggi tanaman, jumlah
anakan dan jumlah daun tanaman padi sawah dengan menggunakan kompos
jerami lebih baik dibandingkan dengan pemupukan kebiasaan petani.
, dan anion-anion seperti sulfida dan
sisa-sisa asam organik (Masayu dan Abdul, 2009).
Adanya penurunan bahan organik juga disebabkan oleh kurang atau tidak
adanya pengembalian jerami setelah panen. Hal ini disebabkan oleh praktek
praktis terutama untuk jerami padi dan kurangnya pengetahuan petani tentang
pengaruh penurunan bahan organik terhadap kesuburan tanah.
Pembuatan kompos dari jerami padi cukup mudah dan murah dan yang
paling utama adalah dampaknya terhadap kesuburan tanah dan pertumbuhan
tanaman. Fungsi bahan organik adalah menambah unsur hara, memperbaiki
struktur tanah, meningkatkan KTK, menambah kemampuan menahan air dan
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Rumah Kasa dan Laboratorium Kimia-Kesuburan
Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian
tempat ± 25 m dpl. Penelitian ini dimulai pada Agustus 2012 sampai dengan
selesai.
Bahan dan Alat Penelitian Bahan Penelitian
Tanah sulfat masam sebagai media penelitian; kompos jerami padi sebagai
bahan organik, pupuk SP-36 sebagai perlakuan dengan dosis control, ½, 1, dan
1,5, pupuk Urea, dan KCl sebagai pupuk dasar, benih padi varietas Ciherang
sebagai tanaman indikator, air untuk penggenangan, dan bahan-bahan kimia
lainnya untuk keperluan analisis tanah dan tanaman di laboratorium.
Alat Penelitian
Cangkul untuk mengambil contoh tanah mineral, goni sebagai wadah
pengambilan sampel di lapangan, spidol dan label nama untuk penanda
perlakukan, timbangan untuk menimbang berat tanah, dan alat-alat laboratorium
lainnya untuk keperluan analisis tanah dan tanaman di laboratorium.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan adalah Rak Faktorial, yang terdiri dari 2 faktor
perlakuan, dengan 4 taraf pemberian bahan organik dan 4 taraf pemberian pupuk
Faktor 1 : Kompos jerami terdiri dari 4 taraf :
J0 : Kontrol
J1 : 10 ton/ha (setara dengan 4 g/8 kg)
J2 : 20 ton/ha (setara dengan 80 g/8 kg)
J3 : 30 ton/ha (setara dengan 120 g/8 kg)
Faktor II : pemberian pupuk SP-36 dengan 4 taraf :
P0 : Kontrol
P1 : ½ takaran anjuran (1/2 x 135) atau setara dengan 0,27 g/8 kg
P2 : 1 takaran anjuran (1 x 135) atau setara dengan 0,54 g/8 kg
P3 :1,5 takaran anjuran (1,5 x 135) atau setara dengan 0,81 g/8 kg
Kombinasi perlakuannya adalah :
J0P0 JIP0 J2P0 J3P0
J0P1 J1P1 J2P1 J3P1
J0P2 J1P2 J2P2 J3P2
J0P3 J1P3 J2P3 J3P3
Model linear dari rancangan yang akan digunakan adalah RAK Faktorial :
Yijk = µ + Ui + Aj + Pk + (AP)jk + €
Dimana:
ijk
Yijk
µ = Nilai tengah umum
= Respon tanaman yang diamati
Ui A
= Pengaruh Ulangan ke-i
j
P
= Pengaruh kompos ke-j
(AP)jk €
= Pengaruh interaksi kompos ke-j dan Dosis Pupuk P ke-k
ijk
Dosis pupuk P ke-k
= Pengaruh galat percobaan dari ulangan ke-i, kompos ke-j, dan
Data-data yang diperoleh dianalisis secara statistik berdasarkan analisis
varian pada setiap peubah amatan yang diukur dengan menggunakan. Uji Beda
Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.
Pelaksanaan Penelitian Pembuatan Kompos Jerami
Kompos ini diperoleh dari Kompos Centre Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pengambilan Contoh Tanah
Tanah diambil secara zig-zag pada kedalaman 0-20 cm. Bahan tanah
dimasukkan ke dalam goni. Setelah itu bahan tanah dikompositkan dan
dicampurkan secara merata. Selanjutnya diambil ± 500 gr sebagai sampel
kemudian dilakukan analisa awal tanah yang meliputi pH (H2O), tekstur, C
organik, N total, P tersedia, Ferro Aktif (Fe2+), KB, KTK, K2
Persiapan Media Tanam
O dan DHL.
Media tanam yang digunakan adalah tanah lapisan atas hingga kedalaman
20 cm. Tanah yang telah diambil, dikompositkan sebelum dimasukkan ke dalam
ember seberat ± 8 kg tanah.
Aplikasi Kompos
Kompos jerami yang telah disiapkan kemudian ditaburkan sesuai dengan
perlakuan yang telah ditentukan, selanjutnya dicampur dengan tanah hingga rata
kemudian diambil contoh tanah masing-masing perlakuan untuk dianalisis
pH (H2O), C-organik, Ferro Aktif (Fe2+
Penyemaian Benih
).
Benih padi kira-kira 100 gram direndam selama 1 hari. Benih yang
tenggelam adalah benih yang akan digunakan untuk persemaian, sedangkan benih
yang mengapung akan dibuang karena benih itu kosong. Perendaman benih
dilakukan dengan metode Larutan Garam. Prosesnya adalah sebagai berikut:
- dimasukkan air ke dalam stoples
- dimasukkan garam dapur ke dalam air dengan perbandingan garam dan air
1:10, sambil diaduk hingga garam larut
- kemudian masukkan benih yang akan digunakan ke dalam larutan garam
- benih yang terapung dibuang sedangkan benih yang tenggelam diambil dan
dicuci bersih untuk menghilangkan larutan garam yang menempel pada
benih.
Media Pembibitan
Benih yang sudah diseleksi kemudian ditaburkan pada persemaian. Media
persemaian terdiri dari tanah dan kompos dengan perbandingan 1:1, media
persemaian disiram agar tidak kering dan dijaga agar selalu dalam keadaan
lembab. Persemaian diperlukan untuk membantu tanaman beradaptasi pada masa
perkecambahan dan pertumbuhan awal.
Aplikasi Pupuk P dan Pupuk Dasar
Pupuk P diberikan satu hari sebelum tanam, sedangkan pupuk dasar
diberikan pada saat tanam. Tujuannya adalah untuk menyediakan unsur hara pada
di lahan Sulfat Masam yaitu: pupuk Urea (250 kg/ha), pupuk SP-36 (135 kg/ha)
dan pupuk KCl (100 kg/ha).
Penanaman
Penanaman bibit dilakukan pada saat umur benih telah 21 hari. Pencabutan
dilakukan dengan hati-hati agar tidak merusak akar. Bibit yang dicabut dari
persemaian langsung ditanam ke lubang tanam dengan jumlah 3 bibit tiap
lubang/ember.
Penyulaman
Penyulaman dilakukan apabila terdapat tanaman yang mati atau terserang
OPT dengan menggunakan varietas dan umur yang sama (tanaman cadangan).
Penjagaan Air
Penjagaan air dilakukan pada saat pindah tanam, tanaman padi digenangi
tetap sampai berumur 35 hari, pada umur 36 – 50 hari di genangi sistem
macak– macak (intermiten) dan pada umur 51 – 85 hari digenangi tetap dan kemudian 86 hari sampai akhir panen generatif tidak digenangi. Sistem macak –
macak yaitu tanah tidak digenangi tetapi cukup hanya dijenuhi untuk
mendapatkan hasil padi yang tidak berbeda dengan digenangi 4 cm dan juga
dilakukan dengan cara berselang (intermiten) selama 5 hari sekali.
Pemeliharaan Tanaman
Pemeliharaan dilakukan dengan penyiraman, penyiangan dengan cara
mencabut gulma yang tumbuh di sekitar lahan, dan pengendalian hama dan
penyakit. Pengendalian hama dilakukan untuk menjaga tanaman dari serangan
Pemanenan
Pemanenan diakukan setelah tanaman berumur 12 minggu atau pada akhir
generatif. Pemanenan dilakukan dengan memotong dan memisahkan tajuk
tanaman dengan bagian akar tanaman.
Peubah Amatan A. Analisis tanah
- pH H2
- C-Organik (%) diukur pada akhir inkubasi dengan metode Walkley & Black O diukur pada akhir inkubasi dengan metode Elektrometri
- Ferro Aktif diukur pada akhir inkubasi dengan ekstraksi α.α. dipyridyl
- P-tersedia (ppm) diukur pada akhir vegetatif dengan metode Bray II
B. Parameter Tanaman
- Tinggi tanaman
- Jumlah anakan
- Bobot Brangkasan Tanaman
- Bobot Kering Akar Tanaman
- Bobot Kering Gabah
- Bobot Gabah Berisi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pH (H2
Dari data pengukuran pH (H
O) Tanah
2O) tanah (Lampiran 9.1) dan dari hasil sidik
ragam pH (H2O)tanah (Lampiran 9.2) diperoleh bahwa perlakuan kompos jerami
padi, perlakuan pupuk SP-36, dan perlakuan kombinasi antara kompos jerami padi
dengan pupuk SP-36 tidak berpengaruh nyata meningkatan pH (H2
Berikut ini disajikan pada Tabel 1. nilai rataan pH (H
O)tanah. 2
Tabel 1. Rataan pH (H
O) tanah akibat
perlakuan kompos jerami padi dengan pupuk SP-36.
2O) Tanah Akibat Perlakuan Kompos Jerami Padi dan
Pupuk SP-36.
Dari Tabel 1. dapat dilihat bahwa kombinasi antara setiap perlakuan tidak
berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan yang lainnya. pH (H2
C- Organik
O) tanah
tertinggi yaitu pada perlakuan J3P3 yaitu 4.72 dan terendah yaitu perlakuan
J0P0 yaitu 4.29.
Dari data pengukuran C-organik tanah (Lampiran 10.1) dan dari hasil sidik
ragam C-organik tanah (Lampiran 10.2) diperoleh bahwa perlakuan kompos
jerami padi berpengaruh nyata terhadap peningkatkan C-organik tanah, sedangkan
perlakuan pupuk SP-36 dan perlakuan kombinasi antara kompos jerami padi
dengan pupuk SP-36 tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan C-organik
tanah.
Berikut ini disajikan pada Tabel 2. nilai rataan C-organik tanah akibat
perlakuan kompos jerami padi dengan pupuk SP-36.
Tabel 2. Rataan C-organik Tanah Akibat Perlakuan Kompos Jerami Padi dan Pupuk SP-36.
Keterangan : Angka pada setiap perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji beda rataan DMRT (Duncan Multiple Range Test)
Dari Tabel 2. dapat dilihat bahwa perlakuan J1 (40 g jerami/pot) tidak
berbeda nyata dengan J2 (80 g jerami/pot), dan J3 (120 g jerami/pot). Perlakuan
J3 (120 g jerami/pot) berpengaruh nyata meningkatkan C-organik tanah
dibandingkan J0 (kontrol).
Ferro Aktif
Dari data pengukuran Ferro Aktif (Fe2+)tanah (Lampiran 11.1) dan dari
hasil sidik ragam Ferro Aktif (Fe2+) tanah (Lampiran 11.2) diperoleh bahwa
perlakuan kompos jerami padi berpengaruh nyata terhadap peningkatan reduksi
Fe2+ tanah, sedangkan perlakuan pupuk SP-36 dan kombinasi antara kompos
jerami padi dengan pupuk SP-36 tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan
reduksi Ferro Aktif (Fe2+
Berikut ini disajikan pada Tabel 3. nilai rataan ferro aktif (Fe2+
Tabel 3. Rataan Ferro Aktif (Fe
) tanah
akibat perlakuan kompos jerami padi dengan pupuk SP-36.
2+
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji beda rataan DMRT (Duncan Multiple Range Test)
) Tanah Akibat Perlakuan Kompos Jerami Padi dan Pupuk SP-36.
Dari Tabel 3. dapat dilihat bahwa perlakuan J3 (120 g jerami/pot)
berpengaruh nyata dalam meningkatkan Ferro Aktif (Fe2+) tanah, sedangkan
perlakuan J2 (80 g jerami/pot) tidak berbeda nyata dengan perlakuan J0 (kontrol)
dan J1 (40 g jerami/pot). Perlakuan J3 (120 g jerami/pot) nyata lebih tinggi
meningkatkan Fe2+
P-Tersedia Tanah
bandingkan dengan perlakuan lainnya.
Dari data pengukuran P-tersedia tanah (Lampiran 12.1) dan dari hasil sidik
ragam P-tersedia tanah (Lampiran 12.2) diperoleh bahwa perlakuan kompos
jerami padi, perlakuan pupuk SP-36 dan kombinasi antara kompos jerami padi
dengan pupuk SP-36 tidak berpengaruh nyata terhadap ketersediaan P tanah.
Berikut ini disajikan pada Tabel 4. nilai rataan P-tersedia tanah akibat
perlakuan kompos jerami padi dengan pupuk SP-36.
Kompos
Tabel 4. Rataan P-tersedia Tanah Akibat Perlakuan Kompos Jerami Padi dan Pupuk SP-36.
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa kombinasi antara setiap perlakuan tidak
berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan yang lainnya. P tersedia tanah
tertinggi yaitu pada perlakuan J3P3 yaitu 31.18 ppm dan terendah yaitu perlakuan
J0P0 yaitu 12.55 ppm.
Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Tinggi Tanaman Vegetatif
Dari data pengukuran tinggi tanaman vegetatif (Lampiran 13.1) dan dari
hasil sidik ragam tinggi tanaman vegetatif (Lampiran 13.2) diperoleh bahwa
perlakuan kompos jerami padi tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman,
begitu juga dengan pupuk SP-36, dan kombinasi antara kompos jerami padi
dengan pupuk SP-36 juga tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman.
Berikut ini disajikan pada Tabel 5. nilai rataan tinggi tanaman vegetatif
akibat perlakuan kompos jerami padi dan pupuk SP-36.
Tabel 5. Rataan Tinggi Tanaman Vegetatif Akibat Perlakuan Kompos Jerami Padi dan Pupuk SP-36.
Dari Tabel 5. dapat dilihat bahwa kombinasi antara setiap perlakuan tidak
berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan yang lainnya. Tinggi tanaman
tertinggi yaitu pada perlakuan J3P3 yaitu 102.63 cm dan terendah yaitu perlakuan
J0P0 yaitu 77.30 cm.
Jumlah Anakan Maksimum
Dari data pengukuran jumlah anakan maksimum (Lampiran 14.1) dan dari
hasil sidik ragam jumlah anakan maksimum (Lampiran 14.2) diperoleh bahwa
perlakuan kompos jerami padi, pupuk SP-36 dan kombinasi antara kompos jerami
padi dengan pupuk SP-36 berpengaruh nyata meningkatkan jumlah anakan
maksimum. Berikut ini disajikan pada Tabel 6. nilai rataan jumlah anakan
maksimum.
Tabel 6. Rataan Jumlah Anakan Maksimum Akibat Perlakuan Kompos Jerami Padi dan Pupuk SP-36.
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut
Dari Tabel 6. dapat dilihat bahwa J0 (kontrol) berbeda nyata dengan
J1 (40 g jerami/pot), tetapi J2 (80 g jerami/pot) dan J3 (120 g jerami/pot) tidak
berbeda nyata. Jumlah anakan maksimum pada perlakuan J3 (120 g jerami/pot)
nyata lebih tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Dari Tabel 6. dapat dilihat bahwa P0 (kontrol) tidak berbeda nyata
dengan P1 (0.27 g jerami/pot), tetapi berbeda nyata dengan P2 (0.54 g jerami/pot)
dan P3 (0.81 g jerami/pot). Pada taraf dosis pupuk P3 (0.81 g jerami/pot)
menunjukkan peningkatan jumlah anakan maksimum yaitu 17.66, anakan nyata
lebih tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Semakin tinggi taraf dosis jerami padi dan pupuk SP-36 yang diberikan
maka jumlah anakan cenderung semakin meningkat. Taraf kombinasi perlakuan
kompos jerami padi J3 (120 g jerami/pot) dengan pupuk SP-36
P3 (0,81 g SP-36/pot) menunjukkan peningkatan jumlah anakan yaitu 22.00
anakan. Dan bila dibandingkan dengan dosis kompos jerami padi yang lebih
rendah berbeda nyata terhadap peningkatan jumlah anakan.
Bobot Brangkasan Tanaman
Dari data pengukuran bobot brangkasan tanaman (Lampiran 15.1) dan dari
hasil sidik ragam bobot brangkasan tanaman (Lampiran 15.2) diperoleh bahwa
perlakuan kompos jerami padi tidak berpengaruh nyata terhadap bobot brangkasan
tanaman, begitu juga dengan pupuk SP-36, dan kombinasi antara kompos jerami
padi dengan pupuk SP-36 juga tidak berpengaruh nyata terhadap bobot
brangkasan tanaman.
Berikut ini disajikan pada Tabel 7. nilai rataan bobot brangkasan tanaman
Tabel 7. Rataan Bobot Brangkasan Tanaman Akibat Perlakuan Kompos Jerami Padi dan Pupuk SP-36.
Dari Tabel 7. dapat dilihat bahwa kombinasi antara setiap perlakuan tidak
berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan yang lainnya. Bobot brangkasan
tertinggi yaitu pada perlakuan J3P3 yaitu 51.93 g dan terendah yaitu perlakuan
J0P0 yaitu 45.73 g.
Bobot Kering Akar Tanaman
Dari data pengukuran bobot kering akar tanaman (Lampiran 16.1) dan dari
hasil sidik ragam bobot kering akar tanaman (Lampiran 16.2) diperoleh bahwa
perlakuan kompos jerami padi berpengaruh nyata meningkatkan bobot kering akar
tanaman. Sedangkan perlakuan dosis pupuk SP-36 dan kombinasi antara kompos
jerami padi dengan pupuk SP-36 tidak berpengaruh nyata meningkatkan bobot
kering akar tanaman.
Tabel 8. Rataan Bobot Kering Akar Tanaman Akibat Perlakuan Kompos Jerami Padi dan Pupuk SP-36.
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut
Dari Tabel 8. dapat dilihat bahwa perlakuan J3 (120 g jerami/pot)
berpengaruh nyata meningkatkan bobot kering akar tanaman. Sedangkan
perlakuan J1 (40 g jerami/pot) dan J2 (80 g jerami/pot) tidak berbeda nyata
dengan J0 (kontrol). Bobot kering akar tanaman pada perlakuan
J3 (120 g jerami/pot) nyata lebih tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan
lainnya.
Bobot kering gabah
Dari data pengukuran bobot kering gabah (Lampiran 17.1) dan dari hasil
sidik ragam bobot kering gabah (Lampiran 17.2) diperoleh bahwa perlakuan
kompos jerami padi, perlakuan pupuk SP-36, dan kombinasi antara kompos
jerami padi dan pupuk SP-36 tidak berpengaruh nyata meningkatkan bobot kering
gabah.
Tabel 9. Rataan Bobot Kering Gabah Akibat Perlakuan Kompos Jerami Padi dan Pupuk SP-36.
Dari Tabel 9. dapat dilihat bahwa kombinasi antara setiap perlakuan tidak
berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan yang lainnya. Bobot kering gabah
tertinggi yaitu pada perlakuan J2P3 yaitu 27.23 g dan terendah yaitu perlakuan
Bobot Gabah Berisi
Dari data pengukuran jumlah butir berisi (Lampiran 18.1) dan dari hasil
sidik ragam bobot gabah berisi (Lampiran 18.2) diperoleh bahwa perlakuan
kompos jerami padi tidak berpengaruh nyata terhadap bobot gabah berisi, begitu
juga dengan pupuk SP-36, dan kombinasi antara kompos jerami padi dengan
pupuk SP-36 juga tidak berpengaruh nyata terhadap bobot gabah berisi.
Berikut ini disajikan pada Tabel 10. nilai rataan bobot gabah berisi akibat
perlakuan kompos jerami padi dan pupuk SP-36.
Tabel 10. Rataan Bobot Gabah Berisi Tanaman Akibat Perlakuan Kompos Jerami Padi dan Pupuk SP-36.
Dari Tabel 10. dapat dilihat bahwa kombinasi antara setiap perlakuan tidak
berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan yang lainnya. Bobot gabah berisi
tertinggi yaitu pada perlakuan J3P2 yaitu 19.44 g dan terendah yaitu perlakuan
J0P0 yaitu 8.56 g.
Persentase Gabah Hampa
Dari data pengukuran persentase gabah hampa (Lampiran 19.1) dan dari
hasil sidik ragam persentase gabah hampa (Lampiran 19.2) diperoleh bahwa
perlakuan kompos jerami padi tidak berpengaruh nyata terhadap persentase gabah
hampa, begitu juga dengan pupuk SP-36, dan kombinasi antara kompos jerami
padi dengan pupuk SP-36 juga tidak berpengaruh nyata terhadap persentase gabah
hampa.
Berikut ini disajikan pada Tabel 11. nilai rataan persentase gabah hampa
akibat perlakuan kompos jerami padi dan pupuk SP-36.
Tabel 11. Rataan Persentase Gabah Hampa Tanaman Akibat Perlakuan Kompos Jerami Padi dan Pupuk SP-36.
Dari Tabel 11. dapat dilihat bahwa kombinasi antara setiap perlakuan tidak
berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan yang lainnya. Persentase gabah hampa
tertinggi yaitu pada perlakuan J0P0 yaitu 35.68 % dan terendah yaitu pada
perlakuan J2P2 yaitu 28.19 %.
Pembahasan
Perlakuan kompos jerami padi, perlakuan pupuk SP-36, dan kombinasi
kompos jerami padi dengan pupuk SP-36 tidak nyata meningkatkan pH tanah.
Nilai pH tanah tertinggi terdapat pada perlakuan J3 yaitu 4.67, sedangkan nilai pH
tanah terendah terdapat pada perlakuan J0P0 (kontrol) yaitu 4.43. Nilai rataan
kompos jerami padi meningkat pada taraf J3. Meningkatnya pH tanah ini diduga
disebabkan oleh adanya efek reduksi Fe. Hasil penelitian Anwar, dkk (2006)
menyatakan bahwa pemberian kompos jerami sebesar 3.6 t/ha mampu
meningkatkan pH sebesar 0.12 unit satuan dari pH tanah awal 3.6 menjadi 3.79.
Secara umum pemberian kompos jerami mempunyai kecendrungan meningkatkan
pH tanah. Anwar, dkk (2006) menyatakan bahwa hasil ini menunjukkan bahwa
adanya pemberian kompos jerami memicu terjadinya reduksi Fe, dalam reduksi Fe
diperlukan sejumlah ion H+
Pemberian kompos jerami padi berpengaruh nyata terhadap peningkatan
C-organik tanah. Menurut Balai Penelitian Tanah (2005), C-organik tanah setelah
diberikan bahan organik termasuk dalam kriteria sedang sampai tinggi, dimana
C-organik tertinggi pada perlakuan J3 (120 g jerami/pot) yaitu 2.70% dan yang
terendah 1.88% pada perlakuan J0 (kontrol). semakin tinggi taraf dosis yang
diberikan maka C-organik manjadi semakin tinggi, karena bahan organik dari
kompos jerami banyak mengandung C-organik. Pemberian pupuk organik ini
lebih mempertimbangkan pengaruhnya terhadap sifat kimia tanah karena
mempunyai peranan penting seperti mencegah keracunan besi dan aluminium
pada tanah yang bereaksi masam serta dapat meningkatkan ketersediaan fosfat di
dalam tanah, peningkatan kadar humus di dalam tanah akan meningkatkan
kapasitas tukar kation (KTK). Menurut Karama et al. (1990) dalam Suhartatik dan Sismiyati (2000) yang mengemukakan bahwa bahan organik memiliki
fungsi-fungsi penting dalam tanah yaitu dapat meningkatkan kapasitas tukar kation
(KTK) tanah, meningkatkan daya sangga tanah dan meningkatkan ketersediaan
beberapa unsur hara serta meningkatkan efisiensi penyerapan P. Selain itu,
Tisdale dan Nelson (1975) menambahkan bahwa selain memasok hara, untuk meningkatkan pH. Hasil penelitian tersebut
mendukung pernyataan Konsten et al. (1990) bahwa untuk meningkatkan pH pada
tanah sulfat masam, selain kondisi tanah harus tergenang dan Fe yang mudah
pemberian bahan organik juga dapat menekan aktivitas Al dan Fe dengan
mengikatnya dalam bentuk khelat sehingga tidak meracuni tanaman.
Pemberian kompos jerami padi secara nyata meningkatkan reduksi Fe2+
tanah. Semakin tinggi taraf dosis kompos jerami padi yang diberikan maka
reduksi Fe2+ tanah cenderung semakin meningkat. Dari data dapat dilihat nilai
tertinggi terdapat pada perlakuan J3 (120 g jerami/pot) yaitu 2103.49 ppm dan
yang terendah terdapat pada perlakuan J0 (kontrol) yaitu 1856.24 ppm. Pada
proses penggenangan lahan kering, reaksi reduksi besi dianggap yang paling
penting didalam tanah tergenang karena dapat meningkatkan reduksi Fe3+ menjadi
Fe2+. Dari hasil penelitian Anwar, dkk (2006) menunjukkan bahwa peningkatan
kelarutan Fe2+ disebabkan oleh meningkatnya kandungan bahan organik tanah,
dan memicu proses reduksi Fe. Adanya peran bahan organik dalam meningkatkan
reduksi Fe tersebut mendukung hasil penelitian yang diungkapkan oleh
Ponnamperuma (1985) yang menyimpulkan bahwa semakin banyak bahan
organik semakin cepat proses reduksi Fe. Bahan organik sebagai sumber elektron
dan energi bagi mikroba pereduksi, memicu terjadinya proses reduksi Fe. Berikut
merupakan reaksi reduksi Fe pada tanah tergenang, yaitu : Fe(OH)3 + 3H+ + e
-Fe
2+
+ 3H2
Pemberian kompos jerami padi, perlakuan pupuk SP-36, dan kombinasi
perlakuan antara kompos jerami padi dengan pupuk SP-36 tidak berpengaruh
nyata dalam meningkatkan kandungan P-tersedia tanah. Nilai P-tersedia tanah
tertinggi terdapat pada perlakuan J3 (120 g jerami/pot) dan P3 (0.81 g/pot) yaitu
31.18 ppm dan terendah terdapat pada perlakuan J0P0 (kontrol) yaitu sebesar
tanah terhadap kandungan P yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kandungan
P tersedia pada seluruh perlakuan termasuk kedalam kriteria sedang sampai tinggi.
Hal ini diduga bahwa kadar Fe2+ tanah yang tinggi pada tanah masam
menyebabkan Fe2+ mengikat ion-ion fosfat, sehingga fosfat menjadi tidak larut
dan tidak tersedia untuk tanaman. Pada kondisi reduktif terjadi peningkatan
kelarutan fosfat karena terjadinya pelarutan mineral Fe (III)-P. Walaupun terjadi
peningkatan kelarutan P akibat reduksi Fe (III)-P menjadi Fe (II)-P tetapi ion P
akan kembali difiksasi oleh ion Fe2+ yang aktif di larutan tanah karena tingginya
kelarutan fero yang dihasilkan dari reaksi reduksi Fe2O3 atau Fe(OH)3
Kombinasi perlakuan antara kompos jerami padi dengan pupuk SP-36
dengan berbeda dosis perlakuan tidak berpengaruh nyata dalam meningkatkan
tinggi tanaman. Hal ini diduga karena dosis pupuk yang diberikan harus tepat,
artinya tidak boleh kurang maupun lebih yaitu harus seimbang. Hal ini diperkuat
dengan pernyataan Damanik, dkk (2010) yang menyatakan bahwa dosis pupuk dalam
pemupukan haruslah tepat, artinya dosis tidak terlalu sedikit atau terlalu banyak yang
dapat menyebabkan pemborosan atau dapat merusak akar tanaman. Bila dosis pupuk
terlalu rendah, tidak ada pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman, sedangkan bila
dosis terlalu banyak dapat mengganggu kesetimbangan hara dan dapat meracuni akar
tanaman. Dari data, dapat dilihat nilai tinggi tanaman yang tertinggi terdapat pada
kombinasi perlakuan J3 (120 g jerami/pot) dengan P3 (0.81 g/pot) yaitu 102.63 cm
.
Holford dan Patrick (1979) menyatakan bahwa rendahnya kelarutan fosfat (P) di
tanah sulfat masam juga dihubungkan dengan tingginya kelarutan besi pada tanah
ini, kelarutan fosfat pada tanah sulfat masam sangat ditentukan oleh keberadaan
dan yang terendah pada kombinasi perlakuan J0 (kontrol) dengan
P0 (tanpa pupuk SP-36) yaitu 77.30 cm.
Pemberian kompos jerami padi, dosis pupuk dan kombinasi antara
perlakuan kompos jerami padi dengan pupuk SP-36 sangat berpengaruh nyata
dalam meningkatkan jumlah anakan. Jumlah anakan tertinggi terdapat pada
perlakuan J3 (120 g jerami/pot) yaitu 19.00 anakan, dan yang terendah terdapat
pada perlakuan J0 (kontrol) yaitu 13.50 anakan. Dan bila dibandingkan dengan
perlakuan lainnya nyata lebih tinggi. Taraf kombinasi perlakuan kompos jerami
padi J3 (120 g jerami/pot) dengan pupuk SP-36 P3 (0,81 g/pot) menunjukkan
peningkatan jumlah anakan yaitu 22.00 anakan, dan yang terendah taraf
kombinasi perlakuan kompos jerami padi J0 (kontrol) dengan pupuk SP-36
P0 (kontrol) menunjukkan jumlah anakan yaitu 12.00 anakan. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis kompos yang diberikan, maka jumlah
anakan semakin meningkat. Arifin (2006) menyatakan bahwa rendahnya kadar
bahan organik tanah dapat menyebabkan tanaman kurang efektif dalam
menggunakan pupuk anorganik. Pupuk anorganik pada umumnya memiliki
kandungan hara yang tinggi, dan pemberiannya dapat terukur dengan tepat,
kebutuhan tanaman akan hara dapat dipenuhi dengan perbandingan yang tepat,
mudah larut dan cepat diserap oleh akar tanaman sehingga dengan demikian unsur
hara yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman dapat dengan cepat diserap
oleh tanaman.Barus (2011) menyatakan bahwa pupuk anorganik sangat
berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, terutama jumlah anakan
dibandingkan kompos jerami, hal ini disebabkan hara dari pupuk anorganik lebih
Pemberian pupuk SP-36 meningkatkan jumlah anakan. Jumlah anakan
tertinggi pada perlakuan P3 (0.81 g/pot) yaitu 17.66 anakan, dan yang terendah
terdapat pada perlakuan P0 (kontrol) yaitu 15.00 anakan. Bahan organik
menghasilkan asam-asam organik yang berperan dalam menurunkan konsentrasi
Fe2+
Kombinasi perlakuan antara kompos jerami padi dengan pupuk SP-36
dengan berbeda dosis perlakuan tidak berpengaruh nyata dalam meningkatkan
bobot brangkasan tanaman. Hal ini disebabkan adanya daya toleransi tanaman padi
yang digunakan dalam percobaan. Fahmi (2010) menyatakan bahwa semakin tua
tanaman padi, maka daya resistensinya terhadap tekanan atau cekaman lingkungan
juga meningkat. Tidak adanya pengaruh perlakuan terhadap bobot brangkasan
tanaman menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman padi cukup baik walaupun ada
beberapa faktor lingkungan yang membatasinya, misalnya tingginya konsentrasi Fe melalui proses khelatisasi, sehingga unsur hara P terlepas dan menjadi
tersedia untuk tanaman. Pemberian pupuk P akan menambah unsur hara phospor
kedalam tanah, sehingga P yang dibutuhkan oleh tanaman akan tercukupi.
Sarief (1986) menyatakan bahwa fosfor yang diabsorpsi tanaman akan di
distribusikan ke bagian sel hidup terutama pada bagian reproduktif tanaman,
seperti merangsang perkembangan anakan, jumlah gabah per malai yang lebih
banyak, pembungaan, dan pembentukan biji.
2+
Pemberian kompos jerami padi berpengaruh nyata dalam meningkatkan dan rendahnya pH tanah pada masa pertanaman. Dari data, dapat dilihat nilai bobot
brangkasan tanaman yang tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan
J3 (120 g jerami/pot) dengan P3 (0.81 g/pot) yaitu 51.93 g dan yang terendah pada
perlakuan kompos jerami padi dengan pupuk SP-36 tidak nyata meningkatkan
berat kering akar. Semakin tinggi dosis yang diberikan maka bobot kering akar
semakin meningkat. Bobot kering akar tertinggi terdapat pada perlakuan
J3 (120 g jerami/pot) yaitu 50.97 g, dan yang terendah terdapat pada perlakuan
J1 (40 g jerami/pot) yaitu 47.01 g. Pemberian bahan organik dapat meningkatkan
pertumbuhan tanaman melalui perangsangan perkembangan akar tanaman
sehingga memperbaiki pertumbuhan akar tanaman. Blair (1993) menyatakan
bahan organik dapat meningkatkan biomassa tanaman, hal ini karena mineralisasi
bahan organik melepaskan unsur hara makro dan mikro sehingga ketersediaan
hara dalam tanah meningkat. Peningkatan ketersediaan hara akan berpengaruh
terhadap peningkatan serapan hara sehingga proses pertumbuhan akan berjalan
lancar yang akhirnya berakibat pada peningkatan bobot biomassa tanaman. Bobot
akar berpengaruh terhadap biomassa tanaman karena akar berperan dalam serapan
hara oleh tanaman.
Perlakuan kompos jerami padi, pemberian dosis pupuk, dan kombinasi
antara perlakuan kompos jerami padi dengan pupuk SP-36 tidak berpengaruh
nyata meningkatkan bobot kering gabah tanaman padi. Bobot kering gabah
tertinggi terdapat pada perlakuan J2P3 yaitu 27.23 g, dan yang terendah pada
perlakuan J0P0 (kontrol) yaitu 12.53 g. Kombinasi antara bahan organik dan
pupuk kimia tidak memiliki pengaruh yang nyata dalam meningkatkan keduanya.
Hal ini dikarenakan pupuk kimia dan bahan organik tidak memiliki keseimbangan
dalam mensuplai kebutuhan hara yang dibutuhkan tanaman dalam membentuk
gabah. Pengaruh pupuk kimia lebih besar sehingga pengaruh dari bahan organik
berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Pemberian kompos saja ternyata
tidak mencukupi untuk mencapai hasil gabah yang optimal. hal ini disebabkan
hara dalam kompos lebih lambat tersedia dibandingkan hara pada pupuk
anorganik.
Kombinasi perlakuan antara kompos jerami padi dengan pupuk SP-36
dengan berbeda dosis perlakuan tidak berpengaruh nyata dalam meningkatkan
Bobot gabah berisi. Hal ini disebabkan karena terjadinya defisiensi unsur hara.
Hasil penelitian Purnomo menyatakan bahwa pemberian pupuk N, P, K baik
tunggal maupun majemuk, dapat meningkatkan secara nyata jumlah, panjang, dan
bobot malai dibandingkan tanpa NPK. Selanjutnya Abdurrahman et al (2000)
menyatakan bahwa peningkatan produksi padi 75% disebabkan oleh perbaikan
varietas dan penggunaan pupuk. Dari data, dapat dilihat nilai jumlah butir berisi
yang tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan J3 (120 g jerami/pot) dengan
P2 (0.54 g/pot) yaitu 19.44 g dan yang terendah pada kombinasi perlakuan
J0 (kontrol) dengan P0 (tanpa pupuk SP-36) yaitu 8.56 g.
Kombinasi perlakuan antara kompos jerami padi dengan pupuk SP-36
dengan berbeda dosis perlakuan tidak berpengaruh nyata dalam meningkatkan
persentase gabah hampa. Ini berarti dengan menurunnya gabah hampa
menunjukkan tanaman padi respon terhadap pupuk P dan K. Hasil penelitian
Purnomo menyatakan bahwa persentase bobot gabah hampa terbanyak terdapat
pada tanaman padi yang tidak dipupuk. Hasil penelitian Barus (2011), perlakuan
kombinasi kompos jerami dengan pupuk anorganik memberikan jumlah gabah
hampa terkecil, hal ini disebabkan penambahan hara tidak hanya dari pupuk NPK
yang tinggi (0.79 %). Fairhurst dan Witt (2005) menyatakan bahwa kalium yang
tersedia meningkatkan ketegaran tanaman, merangsang pertumbuhan akar
tanaman lebih tahan terhadap hama dan penyakit, serta meningkatkan persentase
gabah berisi dan bobot seribu butir gabah. Dari data, dapat dilihat nilai persentase
gabah hampa yang tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan J0 (kontrol)
dengan P0 (tanpa pupuk SP-36) yaitu 35.68 % dan yang terendah pada kombinasi
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Pemberian kompos jerami padi pada taraf J3 (120 g jerami/pot) mampu
meningkatkan C-Organik tanah, ferro aktif tanah dan mampu meningkatkan
berat kering akar tanaman, dan jumlah anakan.
2. Pemberian pupuk SP-36 pada taraf P3 (0.81 g/pot) dengan mampu
meningkatkan jumlah anakan padi di tanah sulfat masam.
3. Kombinasi perlakuan pemberian kompos jerami padi pada taraf
J3 (120 g jerami/pot) dan pupuk SP-36 pada taraf P3 (0.81 g/pot) mampu
meningkatkan jumlah anakan padi di tanah sulfat masam.
Saran
Pemberian kompos jerami mampu memperbaiki kualitas tanah dan
meningkatkan jumlah anakan padi. Oleh karena itu, disarankan agar jerami padi
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman, A., A. Bambang., K. Sudarman., dan D. A. Suriadikarta. 2000. Perspektif Pengembangan Lahan Rawa untuk Pertanian di Indonesia. Hlm. 138 dalam Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Sumber Daya Lahan di Indonesia dan Pengelolaannya. Bogor, 2000.
Anwar, K., S. Sabiham, B. Sumawinata, A. Sapei, dan T. Alihameyah. 2006. Pengaruh Kompos Jerami Terhadap Kualitas Tanah, Kelarutan Fe2+ dan SO4
2-Arifin, Z. 2006. Taknik Budidaya Azolla dan pemanfaatannya. Bulletin dan Informasi Pertanian 7:112-124.
Serta Produksi Padi Pada Tanah Sulfat Masam. Jurnal Tanah dan Iklim No. 24/2006.
BAPPENAS. 2000. Padi (Oryza sativaL.). Jakarta.
Blair, G. J. 1993. Plant Nutrition. University of New England. New England.
Barus, J. 2011. Uji Efektivitas Kompos Jerami dan Pupuk NPK Terhadap Hasil Padi. Bali Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung. J. Agrivior 10(3); 247-252.
Damanik, M. M. B., B. E. Hasibuan., Fauzi., Sarifuddin., H. Hanum. 2010. Kesuburan Tanah dan Pemupukan. USU Press. Medan.
Dent, D. 1986. Acid Sulphate Soils : a Base Line for Research and Development. ILRI Publication 39. International Institute for Land Reclamation and Improvement, Wageningen, The Netherlands dalam I. G. M. Subiksa dan D. Setyorini. Pemanfaatan Fosfat Alam untuk Lahan Sulfat Masam.
Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. Bantul. 2000. TTG-Budidaya Pertanian, Budidaya Padi. Palbapang Bantul.
Fahmi, A. 2010. Pengaruh Pemberian Jerami Padi Terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi (Oryza sativa) di Tanah Sulfat Masam. Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa. Berita Biologi 10(I).