PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA
DEVELOPER
DENGAN
BANK DALAM PEMBERIAN FASILITAS KREDIT PEMILIKAN
RUMAH (Suatu Penelitian di PT Bank CIMB Niaga Tbk Cabang
Medan Bukit Barisan)
TESIS
Oleh
PANARY SITOPU
087011148/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA
DEVELOPER
DENGAN
BANK DALAM PEMBERIAN FASILITAS KREDIT
PEMILIKAN RUMAH (Suatu Penelitian di PT Bank CIMB
Niaga Tbk Cabang Medan Bukit Barisan)
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Dalam Program Studi Magister Kenotariatan
Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Oleh
PANARY SITOPU
087011148/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)
Pembimbing Pembimbing
(Notaris Syahril Sofyan, SH, MKn) (Notaris Syafnil Gani, SH, MHum)
Ketua Program Studi, Dekan,
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)
Tanggal Lulus : 31 Agustus 2010
Judul Tesis : PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA
DEVELOPER DENGAN BANK DALAM PEMBERIAN FASILITAS KREDIT PEMILIKAN RUMAH (Suatu Penelitian di PT Bank CIMB Niaga Tbk Cabang Medan Bukit Barisan)
Nama Mahasiswa : Panary Sitopu
Nomor Pokok : 087011148
Telah diuji
Pada Tanggal : 31 Agustus 2010
____________________________________________________________________
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN
Anggota : 1. Notaris Syahril Sofyan, SH, MKn
2. Notaris Syafnil Gani, SH, MHum
3. Dr. T.Keizerina Devi A, SH, CN, MHum
ABSTRAK
Tujuan dari adanya perjanjian kerjasama antara bank dengan developer adalah untuk memudahkan bank mengadakan kerjasama dalam pemberian fasilitas kredit pemilikan rumah. Dengan adanya perjanjian kerjasama tersebut, bank dapat mengetahui bagaimana reputasi developer tersebut dan dari sisi legal, diharapkan bank terlindungi karena adanya kerjasama tersebut, sehingga perlu adanya kerjasama dalam bentuk tertulis, yang biasanya di dasari oleh perjanjian kerjasama. Perjanjian kerjasama ini tidak diatur di dalam KUHPerdata, tetapi terdapat di dalam masyarakat.
Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian bersifat deskriptif. Deskriptif dimaksudkan disini untuk memberikan gambaran data tentang pelaksanaan perjanjian developer dan implikasinya bagi debitur selaku end user, secara khusus dalam pelaksanaanya di Bank CIMB Niaga Cabang Medan Bukit Barisan, beralamat di Jalan Pos No.7 dahulu Jalan Bukit Barisan No.5 Medan. Pendekatan yang digunakan adalah bersifat yuridis normatif yang mengutamakan tinjauan dari segi peraturan hukum yang berlaku serta data maupun dokumen-dokumen yang mempunyai kaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini.
Dari hasil pembahasan dapat diketahui bahwa bentuk kerjasama antara developer
dengan bank dalam pemberian fasilitas KPR menerapkan sistem kemitraaan/kerjasama. Hubungan hukum antara bank dan developer dituangkan dalam bentuk perjanjian kerjasama yang dibuat pada akta tertulis dibawah tangan yang ditandatangani diatas meterai. Isi perjanjian kerjasama disesuaikan dengan keadaan status tanah dan bangunan, kelengkapan dokumen, reputasi owner/developer, dan sebagainya. Jika status jaminan masih dalam bentuk Sertipikat induk maka dalam Perjanjian kerjasama disyaratkan buy back guarantee yang harus dilaksanakan sampai AJB dan APHT, SKMHT ditandatangani oleh debitur. Setelah fasilitas kredit diberikan kepada debitur maka bank sesuai perjanjian kerjasama akan mengatur mengenai skema pencairan dana, yang akan disesuaikan dengan kondisi tanah dan bangunan atau berdasarkan progress report penyelesaian perumahan sesuai ketentuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Secara teori, kedudukan para pihak dalam perjanjian kerjasama ini adalah tidak seimbang, dimana terdapat hak dan kewajiban bank yang terlalu luas, jika dibandingkan dengan hak developer sebagai penyedia perumahan. Namun, hal ini dimaksudkan, untuk melindungi debitur selaku konsumen perumahan, jika developer lalai dalam memenuhi kewajibannya. Berbagai masalah yang ada pada kerjasama antara developer
dengan bank, terutama dalam proses pengurusan dokumen jaminan sertipikat belum dipecah ataupun dokumen tanah dan bangunan yang masih dalam proses pengurusan, masalah dalam penyelesaian bangunan seperti, bangunan belum selesai melewati jangka waktu yang telah ditetapkan sebelumnya, spesifikasi bangunan yang tidak sesuai dengan yang diperjanjikan dan lain sebagainya. Hal ini mengakibatkan kerugian bagi bank dan debitur selaku konsumen perumahan.
ABSTRACT
The purpose of an agreement between a bank and a developer is to make it easy for the bank to cooperate in providing a credit facility on house ownership. With the agreement, the bank can understand the reputation of the developer and can be legally protected by the agreement. As such, written agreements which are usually based on mutual agreements, need to be made. While this agreement is not specified in the Civil Code, it exists in the society.
This research was conducted using a descriptive method. The word ‘descriptive’ here was meant to give a description of the data on the implementation of a developer agreement and its implication for the debtor as an end user, more precisely in its implementation at the CIMB Niaga Bank Medan Bukit Barisan Branch, located at Jl. Pos no. 7 Medan (previously Jl. Bukit Barisan No. 5 Medan). The approach used was juridical-normative which emphasized the use of the prevailing laws and regulations as well as data and documents that were related to this research to form a point of view.
From the discussion, it was found out that the form of agreement made between a bank and a developer in house ownership credit was partnership. The legal relationship between the bank and the developer was specified in an agreement made in a written act which was signed on a seal. The content of the agreement was made in accordance with the status of land and building, documents, owner/developer reputation, and others. If the security status was still in the form of a Master Certificate, then it was implied in the agreement that buy back guarantee should have been put into effect after AJB, APHT and SKHMT had been signed by the debtor. Once the credit facility was given to the debtor, the bank would proceed to the funding scheme in accordance with the land and building status or based on the progress report of the housing construction as stated in the agreement. Theoretically, there was an imbalance in the position of the two parties involved in this agreement as the bank held too many rights and responsibilities in comparison to the developer as a house provider. However, this was meant to protect the debtor as a house consumer in case the developer did not carry out its duties. There were some problems found in the agreement between a bank and a developer, among others: the process of unsplit certificate security document, the land and building documents which were in process, building construction matters such as unfinished buildings exceeding the time limit agreed before, building specifications mismatching the agreement agreed earlier, etc. These problems caused losses to the bank as well as the debtor as a house consumer.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas kasih
dan anugerahNya, penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “PERJANJIAN
KERJASAMA ANTARA DEVELOPER DENGAN BANK DALAM PEMBERIAN
FASILITAS KREDIT PEMILIKAN RUMAH (Suatu Penelitian di PT Bank CIMB
Niaga Tbk Cabang Bukit Barisan Medan)”. Penulis menyadari bahwa bantuan dan
dorongan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung sangat
membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini, maka penulis ingin mengucapkan
terima kasih disampaikan kepada :
1. Rektor I Universitas Sumatera Utara yang amat terpelajar Prof. Dr. dr. Syahril
Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), SpA(K) dan para pembantu Rektor Universitas
Sumatera Utara.
2. Yang amat terpelajar Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Prof.
Dr. Runtung, SH, MHum, beserta para Asisten, Sekretaris dan Staf serta seluruh
jajarannya.
3. Ketua Program S2 Magister Kenotariatan yang amat terpelajar Prof. Dr.
Muhammad Yamin, SH, MS, CN sekaligus sebagai Ketua Pembimbing yang
telah memberi kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan dalam
program S2 Magister Kenotariatan yang sangat berharga ini.
4. Yang amat terpelajar Notaris/PPAT H. Syahril Sofyan SH, MKn dan
Notaris/PPAT Syafnil Gani SH, MHum, sebagai Anggota Pembimbing,
walaupun di tengah tengah kesibukan beliau, namun telah memberikan perhatian
yang terbaik dalam melakukan bimbingan baik yang diterima melalui materi
perkuliahan maupun bahan-bahan lainnya dan melakukan bimbingan dengan
penuh disiplin kepada penulis dalam rangka menyelesaikan penelitian ini pada
Sekolah Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara di
5. Yang amat terpelajar Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum, dan Dr.
Mahmul Siregar, SH, MHum sebagai Tim Penguji walaupun ditengah tengah
kesibukan beliau, namun tetap memberikan perhatian dan bantuan, dan
memberikan saran dan masukan kepada penulis dalam rangka menyelesaikan
tesis ini.
6. Seluruh Dosen Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan bimbingan kepada penulis
selama menjalani pendidikan di Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
7. Seluruh Staf Akademik, Staf Sub Bagian Akademik dan Sub Bagian
Administrasi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara.
8. Kedua orangtua penulis, Pdt. Jatalim Sitopu dan Rasianna Purba. Rasa
terimakasih yang sungguh luar biasa atas doa dan dorongan yang tak
henti-hentinya baik secara moral dan materiil, dukungan yang tak pernah putus dan
kepercayaan yang penuh dari beliau berdua adalah motivasi yang menguatkan
bagi penulis.
9. Keempat kakak dan abang penulis Kak Melda Ery Rusmawi Sitopu dan
Keluarga, Bang Elisamark Sitopu dan Keluarga, Kak Sanny Sofia Cronika Sitopu
dan Keluarga, dan Kak Rismaya Sitopu dan Bang Yosra yang selalu mau
mendoakan, mendengarkan, menghibur, dan mengingatkan penulis.
10. Ayahanda Pdt. Jatalim Sitopu dan Ibunda Rasianna br Purba, yang telah
memberikan doa, dorongan dan motifasi baik secara lahiriah dan batiniah, serta
didikan yang amat sangat berguna sehingga dapat menyelesikan program studi
ini dengan baik.
11. Management PT. Bank CIMB Niaga Tbk Medan, baik di cabang Bukit Barisan
maupun di Cabang Juanda, serta teman-teman di Bank CIMB Niaga yang telah
memberikan dukungan kepada penulis, baik dalam memberikan bahan-bahan dan
12. Terima kasih juga kepada rekan-rekan Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
banyak membantu dalam menyelesaikan tesis ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan hukum ini masih banyak kekurangan
dan kekeliruan yang disebabkan keterbatasan pengetahuan penulis. Oleh karena itu
apabila ada kritik dan saran yang membangun guna menyempurnakan penulisan ini
maka akan penulis terima dengan senang hati.
Medan, Agustus 2010 Penulis
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. Identitas Pribadi
Nama : Panary Sitopu, SH
Tempat Tanggal Lahir : Tiga Runggu, 23 Desember 1983
Alamat : Jalan Menteng VII Gg Simalungun No.11, Medan.
II. Orang Tua
Nama Ayah : Pdt. Jatalim Sitopu
Nama Ibu : Rasianna br Purba
III. Pendidikan
SD RK Serdang Murni I, Lubuk Pakam Tamat Tahun 1989
SMP Negeri 2, Lubuk Pakam Tamat Tahun 1998
SMA Santa Maria, Medan Tamat Tahun 2001
S-1, Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran,
Bandung Tamat Tahun 2005
DAFTAR ISI
Halaman
INTISARI ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR ISTILAH ASING ... x
BAB I : PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Permasalahan ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat ... 9
E. Keaslian Penelitian ... 10
F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 11
G. Metode Penelitian ... 30
1. Spesifikasi ... 30
2. Lokasi Penelitian... 31
3. Sumber Data Penelitian ... 32
4. Teknik Pengumpulan Data ... 34
5. Alat Pengumpulan Data ... 34
6. Analisis Data ... 35
BAB II : KETENTUAN DAN BENTUK PERJANJIAN YANG DILAKUKAN ANTARA DEVELOPER DENGAN BANK CIMB NIAGA DALAM RANGKA PEMBERIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH ... 36
1. Pengertian Perjanjian ... 36
2. Subjek dan Objek Perjanjian ... 39
a. Subjek Perjanjian ... 39
b. Objek Perjanjian ... 42
3. Syarat Sahnya Perjanjian. ... 43
4. Asas-asas Perjanjian ... 50
5. Macam-macam Perjanjian ... 53
6. Akibat Perjanjian Hukum Yang Sah ... 54
B. Ketentuan Pemberian KPR melalui Kerjasama Developer pada PT.Bank CIMB Niaga Tbk ... 56
1. Ketentuan Pemberian KPR ... 56
2. Ketentuan Kerjasama Developer... 60
2.1 Tipe Kerjasama Dengan Developer ... 65
1) Dokumen Kerjasama dengan Perjanjian Perikatan Jual Beli ... 65
2) Dokumen Kerjasama dengan Akta Jual Beli ... 68
2.2Ketentuan Mengenai Kondisi Bangunan Yang Dapat Diterima ... 68
C. Bentuk Perjanjian antara Developer dan Bank CIMB Niaga dalam rangka pemberian fasilitas KPR ... 71
BAB III : HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK TERKAIT DALAM PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA DEVELOPER DENGAN BANK CIMB NIAGA DALAM PEMBERIAN FASILITAS KREDIT PEMILIKAN RUMAH ... 79
A. Ruang Lingkup Kerjasama ... 79
B. Hak dan Kewajiban Bank dalam Perjanjian Kerjasama ... 81
C. Hak dan Kewajiban Developer dalam Perjanjian Kerjasama .. 89
A. Wanprestasi ... 98
B. Ganti Rugi ... 107
C. Penyelesaian Perselisihan ... 114
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ...116
A.Kesimpulan ... 116
B.Saran ... 118
DAFTAR PUSTAKA ... 119
DAFTAR ISTILAH ASING
Appraisal : Proses pekerjaan seorang penilai dalam memberikan suatu estimasi dan pendapat atas sesuatu barang berdasarkan hasil analisa terhadap fakta-fakta yang objektif dan relevan dengan menggunakan metode penilaian yang berlaku.
Bank Checking/BI Checking : Tindakan untuk mencari informasi mengenai calon debitur pada bank-bank yang pernah atau sedang berhubungan dengan calon debitur pada saat pengajuan pinjaman dan pemeriksaan ini juga dilakukan kepada Bank Indonesia sebagai pusat informasi
Banker’s Clause : Klausula Bank adalah suatu klausula yang tercantum dalam Polis yang hanya dicantumkan atas permintaan pihak Bank dimana dalam polis secara tegas dinyatakan bahwa pihak Bank adalah sebagai penerima ganti rugi atas peristiwa yang terjadi atas obyek pertanggungan sebagaimana disebutkan dalam perjanjian asuransi (polis)
Business Unit : Sejumlah uang yang dibayarkan oleh Debitur kepada Developer sebagai pembayaran awal Debitur dalam pembelian tanah dan bangunan Checking : Penyelidikan yang dilakukan kepada nasabah
dengan mendapatkan informasi melalui pihak ketiga untuk mengetahui kondisi nasabah
Credit Committee : Pejabat kredit yang ditunjuk oleh Direksi untuk mengevaluasi dan menyetujui atau menolak atas permohonan kredit sesuai dengan batas wewenangnya
Creditworthiness : Diterjemahkan dalam Kamus Istilah Ekonomi Popular, sebagai Layak Kredit yaitu kelayakan seseorang, perusahaan atau lembaga, atau negara untuk memperoleh kredit. Untuk individu atau perorangan biasanya Kreditur menilainya dari 4C : Character, Capacity, Capital dan Collateral. Cover Note Notaris/PPAT : Pernyataan Jaminan dan pernyataan dari
Notaris/PPAT dan apabila telah selesai akan diserahkan kepada Bank
Down Payment (Uang Muka) : Sejumlah uang yang dibayarkan oleh Debitur kepada Developer sebagai pembayaran awal Debitur dalam pembelian tanah dan bangunan End User : Customer/pemohon/penerima pinjaman/Debitur
Kredit Pemilikan Rumah
Escrow Account : Rekening penampungan untuk dana yang dipercayakan kepada Kustodian berdasarkan perjanjian tertulis untuk tujuan tertentu, biasanya diberikan bunga yang sama dengan tabungan, deposito atau simpanan lain, bertindak sebagai kustodian umumnya adalah bank, sejumlah dana yang disetorkan oleh pemilik baru suatu bank dan ditanamkan kedalam rekening yang dibuka secara khusus untuk keperluan penyelamatan kredit; bunga yang diperoleh digunakan untuk membayar pelunasan kredit yang diselamatkan tersebut.
Exception : Persyaratan dan/atau dokumentasi perkreditan yang tidak dapat dipenuhi karena adanya pelanggaran covenant atau yang telah diupayakan pemenuhannya namun tetap tidak tersedia atau yang sudah melewati jangka waktu to be obtained (TBO).
Outstanding : Saldo debet dari fasilitas yang telah ditarik debitur
Purchase Order : (Surat Pesanan) Surat pemesanan tanah dan/atau tanah dan bangunan sebagai objek kredit yang dibuat Debitur kepada Developer berdasarkan persetujuan Bank.
Retail Banking : Bank yang mengkhususkan usahanya pada produk jasa yang ditawarkan, baik kepada nasabah perorangan maupun badan usaha berskala kecil
Revolving : Fasilitas Kredit yang dapat ditarik berulang kali hingga batas plafond yang ditentukan. Setiap ada pembayaran sebagian/seluruhnya untuk melunasi outstanding fasilitas kredit maka jumlah fasilitas kredit yang bersangkutan dapat ditarik kembali hingga batas plafond yang ditentukan.
Site Plan : Rencana Tapak/Gambaran/peta rencana
penunjangnya dalam skala batas-batas luas lahan tertentu
Standard Operating Prosedure : Pedoman tertulis yang berisi ketentuan pelaksanaan dan langkah-langkah kerja end to end process untuk menjalankan produk dan atau aktivitas tertentu termasuk didalamnya mekanisme kontrol.
To Be Obtained (TBO) : Persyaratan dan/atau dokumentasi perkreditan yang belum dapat dipenuhi karena masih dalam proses pengurusan dan/atau berdasarkan kondisi tertentu (sifat transaksi) belum dapat dipenuhi, sejak fasilitas dibukukan atau sejak tanggal tertentu yang disyaratkan.
ABSTRAK
Tujuan dari adanya perjanjian kerjasama antara bank dengan developer adalah untuk memudahkan bank mengadakan kerjasama dalam pemberian fasilitas kredit pemilikan rumah. Dengan adanya perjanjian kerjasama tersebut, bank dapat mengetahui bagaimana reputasi developer tersebut dan dari sisi legal, diharapkan bank terlindungi karena adanya kerjasama tersebut, sehingga perlu adanya kerjasama dalam bentuk tertulis, yang biasanya di dasari oleh perjanjian kerjasama. Perjanjian kerjasama ini tidak diatur di dalam KUHPerdata, tetapi terdapat di dalam masyarakat.
Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian bersifat deskriptif. Deskriptif dimaksudkan disini untuk memberikan gambaran data tentang pelaksanaan perjanjian developer dan implikasinya bagi debitur selaku end user, secara khusus dalam pelaksanaanya di Bank CIMB Niaga Cabang Medan Bukit Barisan, beralamat di Jalan Pos No.7 dahulu Jalan Bukit Barisan No.5 Medan. Pendekatan yang digunakan adalah bersifat yuridis normatif yang mengutamakan tinjauan dari segi peraturan hukum yang berlaku serta data maupun dokumen-dokumen yang mempunyai kaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini.
Dari hasil pembahasan dapat diketahui bahwa bentuk kerjasama antara developer
dengan bank dalam pemberian fasilitas KPR menerapkan sistem kemitraaan/kerjasama. Hubungan hukum antara bank dan developer dituangkan dalam bentuk perjanjian kerjasama yang dibuat pada akta tertulis dibawah tangan yang ditandatangani diatas meterai. Isi perjanjian kerjasama disesuaikan dengan keadaan status tanah dan bangunan, kelengkapan dokumen, reputasi owner/developer, dan sebagainya. Jika status jaminan masih dalam bentuk Sertipikat induk maka dalam Perjanjian kerjasama disyaratkan buy back guarantee yang harus dilaksanakan sampai AJB dan APHT, SKMHT ditandatangani oleh debitur. Setelah fasilitas kredit diberikan kepada debitur maka bank sesuai perjanjian kerjasama akan mengatur mengenai skema pencairan dana, yang akan disesuaikan dengan kondisi tanah dan bangunan atau berdasarkan progress report penyelesaian perumahan sesuai ketentuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Secara teori, kedudukan para pihak dalam perjanjian kerjasama ini adalah tidak seimbang, dimana terdapat hak dan kewajiban bank yang terlalu luas, jika dibandingkan dengan hak developer sebagai penyedia perumahan. Namun, hal ini dimaksudkan, untuk melindungi debitur selaku konsumen perumahan, jika developer lalai dalam memenuhi kewajibannya. Berbagai masalah yang ada pada kerjasama antara developer
dengan bank, terutama dalam proses pengurusan dokumen jaminan sertipikat belum dipecah ataupun dokumen tanah dan bangunan yang masih dalam proses pengurusan, masalah dalam penyelesaian bangunan seperti, bangunan belum selesai melewati jangka waktu yang telah ditetapkan sebelumnya, spesifikasi bangunan yang tidak sesuai dengan yang diperjanjikan dan lain sebagainya. Hal ini mengakibatkan kerugian bagi bank dan debitur selaku konsumen perumahan.
ABSTRACT
The purpose of an agreement between a bank and a developer is to make it easy for the bank to cooperate in providing a credit facility on house ownership. With the agreement, the bank can understand the reputation of the developer and can be legally protected by the agreement. As such, written agreements which are usually based on mutual agreements, need to be made. While this agreement is not specified in the Civil Code, it exists in the society.
This research was conducted using a descriptive method. The word ‘descriptive’ here was meant to give a description of the data on the implementation of a developer agreement and its implication for the debtor as an end user, more precisely in its implementation at the CIMB Niaga Bank Medan Bukit Barisan Branch, located at Jl. Pos no. 7 Medan (previously Jl. Bukit Barisan No. 5 Medan). The approach used was juridical-normative which emphasized the use of the prevailing laws and regulations as well as data and documents that were related to this research to form a point of view.
From the discussion, it was found out that the form of agreement made between a bank and a developer in house ownership credit was partnership. The legal relationship between the bank and the developer was specified in an agreement made in a written act which was signed on a seal. The content of the agreement was made in accordance with the status of land and building, documents, owner/developer reputation, and others. If the security status was still in the form of a Master Certificate, then it was implied in the agreement that buy back guarantee should have been put into effect after AJB, APHT and SKHMT had been signed by the debtor. Once the credit facility was given to the debtor, the bank would proceed to the funding scheme in accordance with the land and building status or based on the progress report of the housing construction as stated in the agreement. Theoretically, there was an imbalance in the position of the two parties involved in this agreement as the bank held too many rights and responsibilities in comparison to the developer as a house provider. However, this was meant to protect the debtor as a house consumer in case the developer did not carry out its duties. There were some problems found in the agreement between a bank and a developer, among others: the process of unsplit certificate security document, the land and building documents which were in process, building construction matters such as unfinished buildings exceeding the time limit agreed before, building specifications mismatching the agreement agreed earlier, etc. These problems caused losses to the bank as well as the debtor as a house consumer.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup
berbagai bidang baik bidang hukum, ekonomi dan politik. Dalam kehidupan
masyarakat seringkali dapat dilihat bahwa aktivitas manusia dalam dunia bisnis tidak
lepas dari peran bank selaku pemberi layanan keuangan bagi masyarakat.
Konsideran huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan
sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
(selanjutnya disebut Undang-Undang Perbankan) menyatakan bahwa perbankan yang
berasaskan demokrasi ekonomi dengan fungsi utamanya sebagai penghimpun dan
penyalur dana masyarakat, memiliki peranan yang strategis untuk menunjang
pelaksanaan pembangunan nasional, dalam rangka meningkatkan pemerataan
pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional,
kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak.
Peran sebagai penghimpun dana dilakukan bank dengan melayani masyarakat
yang ingin menabungkan uangnya di bank. Peran sebagai penyalur dana dilakukan
bank dengan melayani masyarakat yang membutuhkan pinjaman uang dari bank,
misalnya untuk keperluan modal usaha, keperluan pembangunan, keperluan
Sebelum sebuah bank menyetujui permohonan calon debitur untuk
mendapatkan fasilitas kredit, petugas bank akan menganalisis nasabah debitur
tersebut untuk menentukan kemauan dan kemampuan calon nasabah debitur tersebut
untuk membayar kembali fasilitas kredit yang akan dinikmatinya, dengan kata lain,
bank dengan analisisnya itu menentukan kadar creditworthiness1 dari calon debitur.
Pasal 8 Undang-Undang Perbankan tersebut disebutkan bahwa : “Dalam
memberikan kredit, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan
kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan yang diperjanjikan”.2
Selanjutnya dalam penjelasan pasal 8 dikemukakan antara lain sebagai berikut:
Kredit yang diberikan oleh bank mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat. Untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank. Untuk memperoleh keyakinan tersebut sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari debitur.3
Apabila dari hasil analisisnya bank menyetujui permohonan fasilitas kredit itu,
maka pemberian fasilitas kredit itu dituangkan dalam suatu perjanjian tertulis antara
bank dengan pemohon kredit yang dinamakan dengan surat penawaran kredit
1
Creditworthiness diterjemahkan dalam Kamus Istilah Ekonomi Popular, sebagai ‘Layak
Kredit’ yaitu kelayakan seseorang, perusahaan atau lembaga, atau negara untuk memperoleh kredit. Untuk individu atau perorangan biasanya Kreditur menilainya dari 4C : Character, Capacity, Capital
dan Collateral.
2
Lihat Pasal 8 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
3
(offering letter), yang selanjutnya jika semua persyaratan dan dokumen telah disetujui
oleh pemohon kredit, maka dapat dilanjutkan dengan penandatangan perjanjian kredit
antara pemohon kredit dengan bank atau biasanya disingkat dengan perjanjian kredit.
PT Bank CIMB Niaga Tbk Cabang Medan Bukit Barisan (selanjutnya disebut
Bank CIMB Niaga) merupakan salah satu Bank Swasta yang saat ini mempunyai
berbagai macam bentuk layanan perbankan. Baik pelayanan untuk memberikan
pinjaman dana maupun sebagai penghimpun dana bagi masyarakat. Bank CIMB
Niaga saat ini banyak diminati oleh nasabah baik dalam pelayanan tabungan maupun
layanan pemberian fasilitas kredit.
Salah satu fasilitas kredit yang banyak dibutuhkan masyarakat adalah
Pemberian Kredit Pemilikan Rumah (selanjutnya disebut KPR). Meningkatnya pasar
KPR membuka ruang lebih luas bagi sektor perbankan untuk memasarkan kredit
konsumsinya.
Adapun karakteristik kredit konsumtif adalah :4
1) kredit konsumtif memenuhi kebutuhan akan pendanaan dengan tujuan spesifik, seperti untuk membeli mobil, rumah, renovasi dan lain-lain.
2) kredit konsumtif memiliki ketentuan yang mengikat sejak awal hingga akhir masa pinjaman yang menyangkut jangka waktu, angsuran perbulan, jaminan yang disyaratkan serta plafon pinjaman.
3) Sebagaimana produk kredit konsumtif merupakan produk massal karena ditujukan kepada semua nasabah individu yang memenuhi kriteria.
4) kredit konsumtif disebut juga formula lending artinya merupakan suatu bentuk pinjaman yang mempunyai rumusan yang telah disederhanakan untuk menolak atau menyetujui permohonan kredit.
4
Anonim, Buku Materi Peserta Training, Niaga Basic Consumer Credit Management
5) kredit konsumtif adalah collateral lending artinya pemberian kredit konsumtif selalu disyaratkan jaminan karena tujuannya yang spesifik maka jaminan kredit dapat berfungsi sebagai bukti adanya tujuan kredit dan selain itu juga berfungsi sebagai “second way out” jika terjadi kemacetan kredit.
Semua bank memiliki portofolio kredit konsumsi, termasuk KPR. Dengan
target masing-masing, bank tentu berusaha mempertahankan pangsa pasarnya. Salah
satu penyebab peningkatan pemberian KPR oleh bank adalah masih banyaknya
masyarakat yang membutuhkan rumah. Disisi lain, masyarakat tidak mampu membeli
secara tunai (cash). Akhirnya sistem kredit melalui KPR menjadi pilihan.
Rumah merupakan salah satu kebutuhan primer manusia. Namun tak semua
orang bisa memenuhi kebutuhan ini. Keterbatasan keuangan sebagai penyebab
utamanya. Tetapi, kendala itu bisa diatasi dengan adanya fasilitas KPR. Fasilitas ini
merupakan alternatif menarik untuk memiliki rumah bagi masyarakat yang tidak
memiliki dana tunai. Masih banyaknya masyarakat yang membutuhkan rumah
merupakan peluang bagi bank untuk memasarkan produk KPR sebanyak-banyaknya.
Melihat kesempatan yang ada, maka setiap bank mau tidak mau akan saling
bersaing untuk menawarkan berbagai kemudahan dalam pemberian kredit. Dalam
rangka melaksanakan strategi peningkatan penjualan KPR Bank CIMB Niaga, maka
diperlukan jalinan kerjasama yang dapat mengikat para pelaku bisnis perumahan atau
pengembang perumahan (selanjutnya disebut developer) yang biasa dikenal dengan
sebutan perjanjian kerjasama.
Developer merupakan pengembang baik perorangan maupun badan hukum
melakukan pengadaan tanah dan/atau tanah dan bangunan yang dibutuhkan oleh
masyarakat/konsumen. Developer tidak dapat berkembang usahanya tanpa bank dan
sebaliknya bank juga tidak dapat berkembang usahanya tanpa developer. Oleh karena
itu developer dan bank harus saling menjadi mitra, maka dalam perjanjian di antara
mereka tidak boleh ada yang lebih kuat kedudukannya.
Adanya kerjasama antara developer dengan bank merupakan salah satu cara
yang digunakan untuk memperoleh pendapatan KPR Bank CIMB Niaga yang
mencakup wilayah Medan dan sekitarnya. Wilayah ini didominasi oleh perumahan
terutama yang dikembangkan oleh pihak developer dan menjadi target untuk wilayah
tempat tinggal yang berkembang pesat. Perolehan KPR Bank CIMB Niaga lebih
banyak berasal dari aplikasi yang diberikan oleh pihak developer, sehingga
keuntungan Bank CIMB Niaga dalam hal pemberian kredit konsumsi sangat
bergantung kepada pihak developer.
Tujuan dari adanya perjanjian kerjasama antara developer dengan bank adalah
untuk memudahkan bank mengadakan kerjasama dalam pemberian fasilitas kredit.
Karena dengan adanya perjanjian kerjasama tersebut, bank dapat mengetahui
bagaimana reputasi pengembang perumahan tersebut dan dari sisi legal diharapkan
bank terlindungi karena adanya kerjasama tersebut, sehingga perlu adanya kerjasama
dalam bentuk tertulis, yang biasanya didasari oleh perjanjian kerjasama.
Dari hasil pembahasan dapat diketahui bahwa banyak sekali pertimbangan
dalam menentukan apakah suatu developer dapat diajak bekerja sama dengan bank
antara lain lokasi perumahan, kualifikasi dan pengalaman developer, status sertifikat
dan kondisi bangunan, beserta dokumen legal.
Bentuk kerjasama yang kemudian dituangkan dalam sebuah perjanjian
kerjasama dalam hal ini erat keterkaitannya, dari adanya aturan-aturan tersebut maka
hak dan kewajiban dari para developer dan bank yang mengembangkan sistem ini
akan lebih terakomodir kepastian hukumnya.
Namun dengan dibuatnya suatu perjanjian kerjasama tersebut, masih saja
ditemukan risiko-risiko, khususnya terhadap pihak ketiga selaku end user, antara lain
dalam hal tanggung jawab atas pembangunan fisik bangunan/rumah atas kavling yang
dibeli, apakah spesifikasi bangunan telah sesuai dengan yang diperjanjikan, dan
bagaimana tanggung jawab developer dan bank apabila tanah dan bangungan yang
bersangkutan tersangkut dalam sengketa.
Selanjutnya yang menjadi masalah adalah bagaimana kewajiban developer dan
bank dalam proses penyelesaian pemecahan sertipikat (sertipikat induk), surat ijin
mendirikan bangunan (selanjutnya disebut IMB) yang belum selesai, dan bagaimana
kewajiban developer jika terjadi tunggakan pembayaran kredit pada periode dimana
Akta Jual Beli (selanjutnya disebut AJB) dan Akta Pemberian Hak Tanggungan
(selanjutnya disebut APHT) belum dilaksanakan antara developer dengan end user.
Jika mengetahui risiko dari semua hal yang dipertimbangkan tersebut, dapat
ditentukan risiko mana yang masih dapat ditolerir untuk diambil dengan berdasarkan
pada back up risiko yang dimiliki, seperti memuat klausula buy back guarantee
segi jaminan belum bisa memberikan target penyelesaian dokumen jaminan.
Sehingga dapat ditentukan developer seperti apa yang dapat diterima sebagai approve
developer untuk bekerja sama dengan bank, tanpa menghilangkan sisi keamanan dari
segi jaminan atau collateral, sehingga tetap memperhatikan kelangsungan hidup bank
di kemudian hari.
Melihat pentingnya kajian hukum dari hubungan antara bank dengan
developer dan hubungannya dengan debitur selaku end user dalam Perjanjian KPR,
telah menarik perhatian untuk ditelaah lebih jauh, khususnya mengenai perjanjian
kerjasama yang dipergunakan perbankan dengan developer, dan membahas serta
menuangkannya dalam penulisan hukum yang berjudul “Perjanjian Kerjasama
antara Developer dengan Bank dalam Pemberian Fasilitas Kredit Pemilikan
Rumah” (Suatu Penelitian di PT Bank CIMB Niaga Tbk Cabang Medan Bukit
Barisan).
B. Permasalahan
Berdasarkan uraian diatas, maka terdapat beberapa hal yang menjadi
permasalahan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimanakah ketentuan dan bentuk perjanjian yang dilakukan antara
Developer dan Bank CIMB Niaga dalam pemberian fasilitas KPR?
2. Bagaimanakah hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian kerjasama
3. Bagaimanakah kelemahan-kelemahan yang timbul dari perjanjian kerjasama
antara Developer dengan Bank CIMB Niaga?
C. Tujuan Penelitian
Mengacu kepada judul dan permasalahan dalam penelitian ini, maka dapat
dikemukakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui ketentuan dan bentuk perjanjian yang dilakukan antara
Developer dan Bank CIMB Niaga dalam pemberian fasilitas KPR.
2. Untuk mengetahui hak dan kewajiban para pihak dalam Perjanjian Kerjasama
antara Developer dengan Bank CIMB Niaga dalam pemberian fasilitas KPR.
3. Untuk mengetahui kelemahan-kelemahan yang timbul dari Perjanjian
Kerjasama antara Developer dengan Bank CIMB Niaga.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan baik secara teoritis
maupun praktis, yaitu sebagai berikut :
1. Secara Teoritis
Diharapkan dapat digunakan sebagai bahan kajian dan memberikan
sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum,
khususnya dalam bidang hukum perbankan dan bidang hukum perjanjian.
2. Secara Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan bagi para pihak yang
a. Bagi Penulis adalah untuk lebih mengembangkan penalaran, membentuk
pola pikir yang dinamis sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis
dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.
b. Bagi masyarakat selaku end user/konsumen KPR, agar lebih memahami
mengenai perjanjian kerjasama antara developer dengan bank dan untuk
memberikan masukan bagi semua pihak yang berkepentingan serta
memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti.
c. Bagi bank dan developer selaku pelaku usaha, agar lebih memahami
mengenai perjanjian kerjasama terkait pemberian fasilitas KPR kepada
konsumer, serta mengetahui hak dan kewajiban masing-masing pihak
dalam perjanjian kerjasama tersebut.
d. Bagi kalangan akademisi yang tertarik untuk mengetahui bahkan meneliti
lebih lanjut mengenai penelitian ini dan dapat digunakan sebagai pedoman
bagi penelitian-penelitian berikutnya.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian dan penelurusan yang telah dilakukan, baik
terhadap hasil-hasil penelitian yang sudah ada, khususnya pada Sekolah Pascasarjana
Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dan sejauh yang diketahui,
ditemukan judul penelitian yang menyangkut masalah tentang “perjanjian antara
developer dengan konsumen/end user termasuk hubungannya dengan bank sebagai
Konsumen Dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli Rumah melalui Pengembang
(Studi di Kota Medan)”, oleh Henny Saida Flora, 037011032/MKn.
Dilihat dari topik yang dikaji pada penelitian diatas jelas sangat berbeda
dengan penelitian yang penulis lakukan. Oleh karena itu penelitian tentang
“Perjanjian Kerjasama antara Developer dengan Bank Dalam Pemberian Fasilitas
Kredit Pemilikan Rumah (Suatu Penelitian di PT Bank CIMB Niaga Tbk Cabang
Medan Bukit Barisan)” belum pernah dilakukan, dan penelitian ini adalah asli
adanya. Artinya secara akademik penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan
keasliannya, karena belum ada yang melakukan penelitian yang sama dengan judul
penelitian ini.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
Seiring dengan perkembangan masyarakat, hukumpun mengalami
perkembangan. Kontinuitas perkembangan ilmu hukum selain bergantung pada
metodelogi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori.5
Teori adalah untuk menerangkan dan menjelaskan gejala spesifik untuk proses
tertentu terjadi.6 Suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta
yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.7
5 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1982, hal. 6.
6 J.J.J M. Wuisman, dengan penyunting M. Hisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid 1, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1996, hal. 203.
Menetapkan landasan teori pada waktu diadakan penelitian ini tidak salah
arah. Sebelumnya diambil rumusan landasan teori seperti yang dikemukakan M.
Solly Lubis, yang menyebutkan:
Bahwa landasan teori adalah suatu kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui yang dijadikan masukan dalam membuat kerangka berpikir dalam penulisan.8
Teori ini sendiri adalah serangkaian preposisi atau keterangan yang saling
berhubungan dengan dan tersusun dalam sistem deduksi yang mengemukakan suatu
penjelasan atas suatu gejala.
Adapun teori menurut Maria S.W. Sumardjono adalah:
Seperangkat preposisi yang berisi konsep abstrak atau konsep yang sudah didefenisikan dan saling berhubungan antar variable sehingga menghasilkan pandangan sistematis dari fenomena yang digambarkan oleh suatu variable dengan
variable lainnya dan menjelaskan bagaimana hubungan antar variable tersebut.9
Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan dan
meramalkan serta menjelaskan gejala yang terjadi. Karena penelitian ini merupakan
penelitian hukum normatif, kerangka teori diarahkan secara khas ilmu hukum.
Penelitian ini berusaha memahami perjanjian kerjasama antara bank dan developer
secara yuridis, artinya memahami objek penelitian sebagai hukum yakni sebagai
kaidah hukum, atau sebagai isi kaidah hukum sebagaimana yang ditentukan dalam
8
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu Dan Penelitian, Mandar Madju, Bandung, 1994, hal. 80.
9
yurisprudensi dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan masalah hukum
perjanjian.
Teori yang dipakai dalam penulisan tesis ini adalah teori keseimbangan antara
developer selaku pengembang yang bergerak dalam industri perumahan yang
membangun, memasarkan dan melakukan pengadaan tanah dan bangunan yang
dibutuhkan oleh masyarakat/konsumen dan bank selaku lembaga keuangan yang
memberikan fasilitas KPR kepada masyarakat/konsumen. Keseimbangan untuk
memperoleh kepastian hukum antara para pihak dalam perjanjian kerjasama yang
menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian.
Dalam perjanjian kerjasama antara developer dengan bank, bank mempunyai
kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan
prestasi, namun developer memikul pula kewajiban untuk melaksanakan perjanjian
itu dengan itikad baik.
Teori keseimbangan ini dipelopori oleh Aristoteles dimana Ia menyatakan
bahwa hukum harus diluruskan penegakannya sehingga memberi keseimbangan yang
adil terhadap orang-orang yang mencari keadilan. Dalam teori keseimbangan semua
orang mempunyai kedudukan yang sama dan diperlakukan sama pula (seimbang)
dihadapan hukum.10
Kerangka teori yang dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir
pendapat, teori, dan pandangan dari para peneliti ilmu hukum di bidang hukum
10
perjanjian pada umumnya, yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang
mungkin disetujui atau tidak disetujui, yang merupakan masukan eksternal dalam
penelitian ini.
Kerangka teoritis merupakan pijakan utama dari pokok bahasan tulisan ini.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPerdata) Buku III
Bab I sampai dengan Bab IV Pasal 1319 KUHPerdata menegaskan “Semua perjanjian
baik yang mempunyai suatu nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu
nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada
peraturan-peraturan umum yang termuat dalam Bab II dan Bab I KUHPerdata”.
Di dalam KUHPerdata dikenal ada beberapa macam perjanjian, yaitu
perjanjian bernama dan perjanjian tidak bernama. Perjanjian bernama adalah
perjanjian yang secara khusus diatur dengan lengkap di dalam KUHPerdata dan pada
umumnya mempunyai nama, diantaranya perjanjian sewa-menyewa, perjanjian
jual-beli, pertanggungan, sedangkan perjanjian tidak bernama adalah suatu perjanjian
yang tidak diatur secara khusus dan lengkap di dalam KUHPerdata, pada umumnya
tidak mempunyai nama, tetapi walaupun demikian perjanjian ini sering terjadi dalam
masyarakat salah satunya adalah perjanjian kerjasama developer dengan bank.
Dalam buku ke-III KUHPerdata dapat dicari dasar hukumnya dari perbuatan
perjanjian kerjasama yaitu dengan menafsirkan buku ke-III KUHPerdata tersebut
sebagai penganut asas kebebasan berkontrak. Dalam hal memuat suatu perjanjian,
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya”.11
Berpedoman pada ketentuan tersebut, maka perjanjian apa saja yang dibuat
menurut persyaratan yang telah ditentukan oleh undang-undang adalah sah dan
mempunyai kekuatan hukum untuk mengikat para pihak yang telah mengadakannya.
Pembuat KUHPerdata menyamakan istilah “kontrak” dengan “perjanjian”, dan
bahkan juga dengan “persetujuan”.12 Istilah kontrak dalam terminologi sehari-hari
nampaknya sangat populer, istilah-istilah kontrak seperti kontrak sewa-menyewa,
kontrak jual-beli, kontak kerja, hampir tidak perlu klarifikasi bagi kaum awam dan
seringkali bertolak dari pandangan bahwa yang dimaksud dengan kontrak adalah
sebuah dokumen tertulis.13 Kontrak yang berasal dari bahasa Inggris “contract”,
adalah :
1. An Agreement between two or more parties creating obligations that are
enforceable or otherwise recognizable at law (a binding contract). 2. The writing
that sets forth such an agreement (a contract is a valid if valid under the law of
the residence of the party wishing to enforce the contract).14
11
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramitha, Jakarta, 1996, hal. 342.
12
J. Satrio, Hukum Perjanjian, PT Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1992, hal. 19.
13
Soedjono Dirjosisworo, Kontrak Bisnis (menurut Civil Law, Common Law, dan Praktek
Dagang Internasional), Cetakan I, Mandar Maju, Bandung, 2003, hal. 65.
14
Yang mana perjanjian/contract dapat diartikan sebagai suatu perjanjian antara
dua orang atau lebih yang menciptakan kewajiban untuk berbuat atau tidak berbuat
sesuatu hal yang khusus. Dalam membuat suatu kontrak/perjanjian harus tetap
memperhatikan tehnik pembuatan kontrak yang terdapat pada hukum kontrak.
Menurut Lawrence M. Friedman, hukum kontrak adalah perangkat hukum yang
hanya mengatur aspek tertentu dari pasar dan mengatur jenis perjanjian tertentu.15
Semua syarat perjanjian yang diatur dalam pasal-pasal KUHPerdata dipandang
oleh undang-undang cukup penting. Sehingga lahirlah hubungan hukum, dan di
dalam hubungan hukum itu terdapat hak dan kewajiban untuk kedua belah pihak yang
bersangkutan.16
Buku III KUHPerdata bersifat terbuka, maksudnya adalah para pihak yang
ingin membuat suatu perjanjian bebas menyimpang dari ketentuan yang diatur dalam
buku III KUHPerdata asalkan isinya tidak bertentangan dengan undang-undang,
kesusilaan dan ketertiban umum. Dalam buku III KUHPerdata tersebut tidak
tecantum definisi perjanjian itu sendiri, namun definisi perjanjian dapat ditemukan
dalam doktrin (ilmu pengetahuan hukum), diantaranya adalah pendapat R. Subekti
15
Lawrence M. Friedman, American Law An Introduction, Penerjemah Whisnu Basuki, Tata Nusa, Jakarta, 2001, hal. 19.
16
Emmy Pangaribuan Simajuntak, Pembukaan Kredit Berdokumen (documentary credit
yaitu “Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain
atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal”.17
Sedangkan Wirjono Prodjodikoro mengemukakan pendapatnya bahwa : “Suatu
perjanjian dapat diartikan sebagai suatu perhubungan hukum mengenai harta benda
antara dua pihak dalam mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk
melakukan sesuatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji
itu”.18
Dari peristiwa ini timbullah suatu hubungan hukum antara dua orang tersebut
yang dinamakan perikatan.19 Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua
orang yang membuatnya.20 Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian
yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.21
Perjanjian menciptakan hubungan hukum antara pihak-pihak yang
membuatnya. Hubungan hukum itu mengandung kewajiban dan hak yang bertimbal
balik antara pihak-pihak. Apabila kedua pihak tidak memenuhi kewajiban hukum
yang telah ditetapkan dalam perjanjian, tidak akan menimbulkan masalah, sebab
kewajiban hukum pada hakekatnya baru dalam taraf diterima untuk dilaksanakan.22
17
R. Subekti, Hukum Perjanjian, PT Intermasa, Jakarta, 2005, hal. 1.
18
Wirjono R Prodjodikoro, Hukum Perdata tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, Sumur, Bandung, 1973, hal. 9.
19
R. Subekti, Loc.Cit.
20
Ibid.
21
Ibid.
22
Tetapi apabila salah satu pihak telah melaksanakan kewajiban hukumnya,
sedangkan pihak lainnya belum/tidak melaksanakan kewajiban hukum, barulah ada
masalah yaitu wanprestasi yang mengakibatkan tidak tercapai tujuan.23 Dalam hal ini
muncul sanksi hukum untuk memaksa pihak yang wanprestasi itu untuk memenuhi
kewajiban.24
Apabila diperinci, maka perjanjian itu mengandung unsur-unsur sebagai
berikut:25
1) Ada pihak-pihak, sedikitnya dua orang (subjek), 2) Ada persetujuan antara pihak-pihak itu (konsensus), 3) Ada objek yang berupa benda,
4) Ada tujuan bersifat kebendaan (mengenai harta kekayaan), 5) Ada bentuk tertentu, lisan atau tulisan.
Hukum Perjanjian mengenal beberapa asas penting yang merupakan dasar
kehendak pihak-pihak dalam mencapai tujuan itu, yaitu :26
1. Asas Kebebasan Berkontrak.
Setiap orang bebas melakukan perjanjian apa saja, baik yang sudah diatur atau yang belum diatur dalam undang-undang. Tetapi kebebasan tersebut dibatasi oleh tiga hal yaitu tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan kepentingan umum, tidak bertentangan dengan kesusilaan.
2. Asas Pelengkap
Asas ini mengandung arti bahwa ketentuan undang-undang boleh tidak diikuti apabila pihak-pihak menghendaki dan membuat ketentuan-ketentuan sendiri yang menyimpang dari ketentuan undang-undang. Tetapi apabila dalam perjanjian yang mereka buat tidak ditentukan lain, maka berlakulah ketentuan undang-undang. Asas ini hanya mengenai hak dan kewajiban pihak-pihak saja. 3. Asas Konsensual
23 Ibid. 24 Ibid.
Asas ini mengandung arti bahwa perjanjian ini terjadi sejak saat tercapainya kata sepakat (konsensus) antara pihak-pihak mengenai pokok perjanjian. Sejak saat itu perjanjian mengikat dan mempunyai akibat hukum. Dari asas ini dapat disimpulkan bahwa perjanjian yang dibuat itu cukup secara lisan saja, sebagai penjelmaan dari asas “manusia itu dapat dipegang mulutnya”, artinya dapat dipercaya dengan kata-kata yang diucapkannya. Tetapi ada perjanjian tertentu yang dibuat secara tertulis misalnya perjanjian perdamaian, hibah, pertanggungan. Tujuannya ialah untuk bukti lengkap mengenai apa yang mereka perjanjikan. Perjanjian dengan formalitas tertentu ini disebut perjanjian formal.
4. Asas Obligatoir
Asas ini mengandung arti bahwa perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak itu baru dalam taraf menimbulkan hak dan kewajiban saja, belum memindahkan hak milik. Hak milik baru berpindah apabila dilakukan dengan perjanjian yang bersifat kebendaan (zakelijke overeenkomst), yaitu melalui penyerahan (levering).
Perjanjian yang sah adalah perjanjian yang memenuhi syarat-syarat yang
ditetapkan oleh undang-undang. Menurut ketentuan pasal 1320 KUHPerdata
disebutkan bahwa untuk sahnya suatu perjanjian harus memenuhi empat syarat, yaitu:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu hal tertentu;
4. Suatu sebab yang halal.
Apabila diantara salah satu syarat tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut
dianggap tidak halal.
Menurut M. Yahya Harahap bahwa jika undang-undang menetapkan subjek
melaksanakan prestasi, maka intisari atau objek dari perjanjian ialah prestasi itu
sendiri.27
Subjek yang berupa orang manusia, harus memenuhi syarat umum untuk dapat
melakukan suatu perbuatan hukum secara sah, yaitu harus telah dewasa, sehat
pikirannya dan tidak oleh peraturan hukum dilarang atau dibatasi dalam hal
melakukan perbuatan hukum yang sah, seperti peraturan pailit, dan sebagainya.28
Sedangkan objek hukum perjanjian adalah prestasi dari perjanjian itu sendiri
baik secara sepihak atau secara dua pihak. Suatu perjanjian haruslah mempunyai
objek tertentu, sekurang-kurangnya dapat ditentukan. Bahwa objek tertentu itu dapat
berupa benda yang sekarang ada dan nanti ada.29
Adapun yang menjadi objek hukum dalam perjanjian kerjasama ini adalah
tanah dan bangunan berupa rumah tinggal, dalam keadaan siap huni maupun siap
bangun lengkap dengan surat-surat bukti kepemilikannya dan dokumen pendukung
lain, yang dijual oleh developer/penjual kepada konsumen selaku debitur, dimana
pembiayaan atas pembeliannya menggunakan fasilitas kredit yang diberikan bank.
Dalam pasal 1337 KUHPerdata disebutkan bahwa suatu sebab adalah terlarang
apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan dan
ketertiban umum. Akibat suatu perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai
27
M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986, hal. 10.
28
Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit, hal. 20.
29
Mariam Darus Badrulzaman, KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan dan Penjelasan,
undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik
kembali kecuali dengan kesepakatan kedua belah pihak atau karena undang-undang.
Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata menentukan bahwa “semua perjanjian yang dibuat
secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Ini
berarti setiap persetujuan mengikat para pihak. Dari perkataan “setiap” dalam pasal di
atas dapat disimpulkan asas kebebasan berkontrak.
Kebebasan berkontrak ini dibatasi oleh hukum yang sifatnya memaksa.
Sehingga para pihak yang membuat persetujuan harus mentaati hukum yang sifatnya
memaksa tersebut, misalnya terhadap pasal 1320 KUHPerdata.30
Pasal 1338 ayat 2 KUHPerdata menyebutkan, “Suatu Perjanjian tidak dapat
ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belas pihak, atau karena alasan-alasan
yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu”. Ada persetujuan-persetujuan,
dimana untuk setiap pihak atau untuk salah satu pihak menimbulkan suatu kewajiban
yang berkelanjutan, misalnya sewa-menyewa, persetujuan kerja, pemberian kuasa,
perseroan.31
Persetujuan-persetujuan ini dapat diakhiri secara sepihak, mengingat asasnya
para pihak harus diberi kemungkinan untuk saling membebaskan dirinya dari pada
hubungan semacam itu. Mereka dapat mencegah kemungkinan tersebut dengan
30
R Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Putra A Bardin, Bandung, 1999, hal. 64.
31
membuat persetujuan untuk jangka waktu tertentu, dan selama masa tersebut
persetujuan dapat diakhiri dengan kata sepakat para pihak.32
Menurut pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata, semua perjanjian itu harus
dilaksanakan dengan itikad baik. Dalam pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata itu hakim
diberikan kekuasaan untuk mengawasi pelaksanaan suatu perjanjian, jangan sampai
pelaksanaan itu melanggar kepatutan dan keadilan.33
Suatu perikatan hukum yang dilahirkan oleh suatu perjanjian, mempunyai dua
sudut : Sudut kewajiban-kewajiban (obligations) yang dipikul oleh suatu pihak dan
sudut-sudut hak-hak atau manfaat, yang diperoleh oleh lain pihak, yaitu hak-hak
untuk menuntut dilaksanakannya sesuatu yang disanggupi dalam perjanjian itu.34
Lazimnya suatu perjanjian adalah timbal balik atau bilateral. Artinya, suatu pihak
yang memperoleh hak-hak dari perjanjian itu, juga menerima kewajiban-kewajiban
yang merupakan kebalikannya dari hak-hak yang diperolehnya, dan sebaliknya suatu
pihak yang memikul kewajiban-kewajiban juga memperoleh hak-hak yang dianggap
sebagai kebalikannya kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya itu.35
Untuk melaksanakan suatu perjanjian, lebih dahulu harus ditetapkan secara
tegas dan cermat apa saja isi perjanjian tersebut, atau dengan kata lain, apa saja hak
32
Ibid.
33
R. Subekti, Op.Cit, hal. 41.
34
Ibid, hal. 29.
35
dan kewajiban masing-masing pihak.36 Dalam pelaksanaan perjanjian kerjasama
antara developer dengan bank tersebut tentunya tidak selalu berjalan sebagaimana
yang diharapkan, ada kalanya para pihak tidak memenuhi kewajibannya, memenuhi
kewajiban tidak sebagaimana mestinya ataupun memenuhi kewajiban tetapi sudah
lewat waktu yang diperjanjikan, kondisi demikian disebut dengan wanprestasi.
Wanprestasi juga termasuk kedalam akibat hukum perjanjian disamping
tuntutan ganti rugi atas perbuatan wanprestasi tersebut. Wanprestasi berasal dari
bahasa Belanda “wanprestatie”, artinya tidak memenuhi kewajiban yang telah
ditetapkan dalam perikatan, baik perikatan yang timbul karena perjanjian maupun
perikatan yang timbul karena undang-undang.37
Berkenaan dengan perbuatan ingkar janji (wanprestasi) R. Setiawan
mengemukakan sebagai berikut : “Pada debitur terletak kewajiban untuk memenuhi
prestasi, dan jika tidak melaksanakan kewajibannya tersebut bukan karena keadaan
yang memaksa maka debitur dianggap melakukan ingkar janji”.
Ada 3 (tiga) bentuk ingkar janji, yaitu :38
1. Tidak memenuhi prestasi sama sekali.
2. Terlambat memenuhi prestasi.
3. Memenuhi prestasi secara tidak baik.
36
Ibid.
37
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit,hal. 20.
38
Adapun hukuman atau akibat-akibat yang tidak baik dari debitur yang lalai ada
empat macam dikemukakan R. Subekti sebagai berikut :39
1. Membayar kerugian yang diderita oleh debitur atau dengan singkat (ganti rugi)
2. Pembatalan perjanjian atau dinamakan pemecahan perjanjian 3. Peralihan risiko
4. Pembayaran biaya perkara, kalau sampai diperkarakan di depan hakim (kepengadilan).
Menurut Abdulkadir Muhammad ingkar janji membawa akibat yang
merugikan bagi debitur, karena sejak saat tersebut debitur berkewajiban mengganti
kerugian yang timbul sebagai akibat daripada ingkar janji tersebut. Dalam hal debitur
melakukan ingkar janji, kreditur dapat menuntut :40
1. Pemenuhan perikatan
2. Pemenuhan perikatan dengan ganti rugi 3. Ganti rugi
4. Pembatalan persetujuan timbal balik 5. Pembatalan dengan ganti rugi
Sehubungan dengan ganti rugi, dalam KUHPerdata yang diatur dalam pasal
1243 KUHPerdata berbunyi sebagai berikut :
Penggantian biaya ganti rugi dan bunga karena tidak terpenuhinya suatu perikatan barulah mulai diwajibkan, apabila si berhutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetapi melalaikan, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya.41
39
R. Subekti, Op.Cit, hal. 45.
40
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hal. 18.
41
Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi
dalam penelitian ini untuk menghubungkan teori dan observasi, antara abstraksi dan
kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang
digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional.42
Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus di
defenisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil dalam
penelitian ini yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan.
Konsep merupakan alat yang dipakai oleh hukum disamping yang lain-lain,
seperti asas dan standar. Oleh karena itu kebutuhan untuk membentuk konsep
merupakan salah satu dari hal-hal yang dirasakan penting dalam hukum.
Konsep adalah suatu konstruksi mental, yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh
suatu proses yang berjalan dalam pikiran penelitian untuk keperluan analitis.43
Suatu konsep atau suatu kerangka konsepsionil pada hakikatnya merupakan suatu pengarah, atau pedoman yang lebih konkrit dari pada kerangka teoritis yang seringkali masih bersifat abstrak. Namun demikian, suatu kerangka konsepsionil, kadang-kadang dirasakan masih juga abstrak, sehingga diperlukan defenisi-defenisi operasional yang akan dapat pegangan konkrit didalam proses penelitian.44
Selanjutnya, konsep atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu
penelitian, kalau masalahnya dan kerangka konsep teoritisnya sudah jelas, biasanya
sudah diketahui pula fakta mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok perhatian, dan
42
Samadi Suryabrata, Metodelogi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hal. 3.
43
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hal. 7.
44
suatu konsep sebenarnya adalah defenisi secara singkat dari kelompok fakta atau
gejala itu. “Maka konsep merupakan defenisi dari apa yang perlu diamati, konsep
menentukan antara variabel-variabel yang ingin menentukan adanya hubungan
empiris”.45
Untuk menjawab permasalahan dalam penelitian tesis ini perlu didefenisikan
konsep dasar dalam rangka menyamakan persepsi, yaitu KPR adalah kredit yang
diberikan kepada debitur perorangan untuk membiayai sebagian kebutuhan dana
untuk pembelian rumah, rumah toko, ataupun tanah.46
Syarat-syarat rumah, rumah toko dan tanah yang dapat dibiayai, antara lain :47
1) Harus bersifat marketable baik ditinjau dari segi lokasi, kondisi, harga, luas tanah/bangunan maupun desain bangunan.
2) Bersertifikat Hak Milik ataupun Hak Guna Bangunan dengan jatuh tempo Hak Guna Bangunan minimum 2 tahun setelah jatuh tempo kredit.
3) Rumah yang dibeli tidak boleh disewakan/dipindahtangankan kepada pihak lain tanpa ijin bank selama kredit belum lunas.
Salah satu program penyampaian kredit kepada nasabah melalui kerja sama
dengan mitra usaha, antara lain mempunyai bentuk developer’s line. Developer’s line
adalah program kerjasama antara bank dengan developer yang merupakan pemberian
kredit kepada debitur perorangan (end user) untuk membiayai pembelian tanah
dan/atau rumah toko yang dikelola oleh developer.48
45
Koentjoroningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Edisi Ketiga, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997, hal. 21.
46
Anonim, Buku Materi Peserta Training, Niaga Basic Consumer Credit Management
(NBCCM), Op.Cit, hal. 4.
47
Ibid.
48
Istilah developer berasal dari bahasa asing yang menurut kamus bahasa Inggris
artinya adalah pembangun perumahan. Sementara itu menurut Pasal 5 ayat (1)
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 tahun 1974, disebutkan pengertian
Perusahaan Pembangunan Perumahan yang dapat pula masuk dalam pengertian
developer, yaitu :
“Perusahaan Pembangunan Perumahan adalah suatu perusahaan yang berusaha dalam bidang pembangunan perumahan dari berbagai jenis dalam jumlah yang besar, di atas suatu areal tanah yang akan merupakan suatu kesatuan lingkungan pemukiman, yang dilengkapi dengan prasarana-prasarana lingkungan dan fasilitas-fasilitas sosial yang diperlukan oleh masyarakat yang menghuninya”.49
Pemberian pinjaman rumah kepada debitur dapat melalui kerjasama dengan
developer dan perorangan maupun non-kerjasama. Hubungan non-kerjasama pada
umumnya terjadi pada pemberian pinjaman yang pertama kalinya atau hanya satu kali
transaksi transaksi pada suatu developer/perorangan.
Namun apabila pemberian pinjaman melalui developer tertentu dilakukan
berulang maka hubungan harus ditingkatkan dalam bentuk kerjasama untuk
kepentingan bank.
Perjanjian kerjasama adalah perjanjian antara developer dan bank yang
berisikan syarat dan ketentuan, hak dan kewajiban dari setiap pihak. Perjanjian ini
digunakan sebagai dasar untuk memberikan fasilitas KPR kepada end-customer dari
developer terkait. Developer bermaksud mengadakan kerjasama dengan bank dalam
49