• Tidak ada hasil yang ditemukan

RITUAL KREMASI (TYUET SUAH) ETNIS TIONGHOA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "RITUAL KREMASI (TYUET SUAH) ETNIS TIONGHOA."

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

RITUAL KREMASI (TYUET SUAH) ETNIS TIONGHOA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi

Sebagai Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

BERLIN TUA MANALU

3112122001

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ANTROPOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

BerlinTuaManalu, 3112122001. Ritual Kremasi (Tyuet Suah) Etnis Tionghoa. Skripsi. Jurusan Pendidikan Antropologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan. 2016

Penelitian ini bertujuan mengetahui makna pembakaran jenazah atau kremasi bagi masyarakat Tionghoa dan jenis jenis, simbol simbol, proses pelaksanaan Kremasi dilihat dari kebudayaan dan kepercayaan serta simbol simbol yang digunakan dalam proses kremasi jenazah. Penelitian ini dilaksanakan di yayasan balai sosial Marga raja yang terletak di dusun VII desa Limau Manis Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang

Penelitian ini dilaksanakan menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif. Data diperoleh melalui penelitian lapangan. Tekhnik pengumpulan data adalah observasi dan wawancara. Informan dipilih secara purposive sampling dengan. Dengan demikian yang menjadi informan adalah staf di yayasan sosial Marga Raja 3 orang, petugas pembakar jenazah 2 orang, keluraga atau kerabat dekat yang berduka 5 orang, dan pemukau agama atau pemimpin upacara yang disebut Hwee Shio

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) pembakaran jenazah atau kremasi sudah merupakan tradisi bagi masyrakat Tionghoa dan telah menjadi sebuah budaya yang telah dialakukan (2) setiap simbol yang dialakukan dalam upacara kremasi memiliki makna yang merupakan bagian dari kebudayaan dan kepercayaan masyarakat Tionghoa

Teori yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah (1) teori ritus peralihan yang mengatakan ritus bagian dari seperation manusia melepas kedudukannya yang semula, dimana menurut kepercayaan masyarakat Tionghoa kehidupan tidak hanya didunia saja, dan manusia meninggalkan dunia untuk melanjutkan kehidupan kedunia lain (2) teori simbol dimana banyak benda benda yang digunakan sebagai simbolik yang menunjukan sifat interaksi manusia dengan yang maha kuasa (3) dan teori makna dimana makna diciptakan dan dapat dimegerti dalam kelompok seperti simbol yang digunakan dalam upacara memiliki banyak makna dan dimengerti masyarakat Tionghoa itu sendiri.

Kesimpulan dari hasil penelitian upacara kremasi bagi masyarakat etnis Tionghoa merupakan bagian dari kepercayaan, budaya, dan adat. tidak semua masyarakat Tionghoa yang meninggal dikremasi. selain faktor kepercayaan dan budaya, ada faktor sosial dan faktor lainnya.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa dan Yesus

Kristus atas segala berkat, dan Kasih Karunia-Nya sehigga penulis dapat

menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi tepat pada waktunya.

Skripsi yang berjudul Ritual Kremasi (Tyuet Shuah) Etnis Tionghoa

disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

pada Program Studi Pendidikan Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas

Negeri Medan.

Penulis juga tidak lupa megucapkan terima kasih yag setulusnya kepada :

1. Rektor Universitas Negeri Medan, Bapak Prof Dr. Syawal Gultom, M.Pd

2. Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan, Ibu Dra. Nurmala

Bertutu M.Pd

3. Ketua Program Studi Pendidikan Antropologi, Ibu Dra. Puspitawati, M.Si

4. Bapak Bahrul Khair Amal, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang

telah memberikan begitu banyak bimbingan, saran, dan arahan kepada

penulis sejak awal penelitan sampai dengan selesainya penulisan skripsi

ini.

5. Bapak Drs. Waston Malau, MSP, Bapak Drs. Payerli Pasaribu, M.Si, dan

Ibu Sulian Ekomila, MSP, sebagai dosen penguji yang memberikan

banyak saran dan masukan kepada penulis untuk penyempurnaan skripsi

(7)

6. Bapak Drs. Waston Malau, MSP sebagai dosen pembimbing akademik yang

memberikan bimbingan selama penulis menjalankan perkuliahan.

7. Seluruh dosen/staf pengajar di program studi pendidikan antropologi yang

memberikan bimbingan dan pengajaran kepada penulis selama dalam

perkuliahan

8. Terkusus kepada kak Ayu yang banyak membantu penulis dan mengarahkan

penulis dalam kelengkapan berkas berkas yang dibutuhkan selama kuliah.

9. Kedua orang tua tercinta, Alm H. Manalu dan Mamak L. Br Tobing yang

telah memberikan doa, motivasi, tenaga, dan materi kepada penulis selama

menjalankan perkuliahan hingga menyelesaikan skripsi ini.

10.Kakak dan abang, Juliana Manalu, Erikawati Manalu, Pittauli Manalu, Jojor

Martalina Manalu, James Daut Manalu dan adik ku Johannes Frengki

Manalu telah yang memberikan doa dan dukungan untuk menyelesaikan

skripsi ini.

11.Sahabat terbaik Parade Purba, Christin Uliarta Amabarita, Evi Elfriede

Silaban, Susi Susanti Simanjuntak, Kurni Kwok, Ernita Sinurat, Rya helena

Marbun yang telah meluangkan banyak waktu dan memberikan doa serta

dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

12.Teman teman, Jessy Purba, Morina Ginting, dan semua teman-teman

seperjuangan stambuk 2011 yang telah memberikan motivasi dalam

penyelesaian skripsi ini.

13.Teman- teman PPL SMA Pembangunan Galang (Evi Nemer Ginting, Rya

(8)

Erhulina, Tetty Attifud, Lishartitin, Weny Tugiman, Putri Poniman, Pendi

Honerywati dan lainnya) dan teman-teman kost yang memberikan

dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

14.Kepada informan yang membantu memberikan informasi informasi

penting dalam atau selama penelitian dilakukan

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini oleh

karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang membangun

untuk kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata, penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat untuk menambah

wawasan serta pengetahuan pembaca.

Medan, Januari 2016

Penulis,

Berlin Tua Manalu

(9)

DAFTAR ISI

Abstrak ... i

Daftar Isi ... ii

Daftar Tabel ... iv

Bab I Pendahuluan ... 1

1.1.Latar belakang ... 1

1.2.Identifikasi masalah ... 5

1.3.Perumusan masalah ... 6

1.4.Tujuan penelitian ... 6

1.5.Manfaat penelitian ... 7

1.5.1 Manfaat Teorotis ... 7

1.5.2 Manfaat Praktis ... 7

Bab II Landasan Teori ... 8

2.1 Kerangka Konseptual ... 8

2.1.1 Pengertian Ritual ... 8

2.1.2 Pengertian Kematian ... 10

2.1.3 Konsep Kematian bagi Orang Tionghoa ... 11

(10)

2.2.1 Teori Ritus Peralihan ... 13

2.2.2 Teori Simbol ... 14

2.2.3 Teori Makna ... 18

2.3Kerangka Berfikir ... 19

Bab III Metodologi Penelitian ... 21

3.1Metode Penelitian ... 21

3.2Lokasi Penelitian ... 21

3.3Subjek dan objek penelitian ... 22

3.3.1 Subjek ... 22

3.3.2 Objek ... 24

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 25

3.4.1 Observasi ... 25

3.4.2 Wawancara ... 25

3.4.3 Dokumentasi ... 27

3.5 Teknik Analisis Data ... 27

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 29

4.1 Identifikasi Wilayah Penelitian ... 29

4.1.1 Letak lokasi yayasan Marga Raja ... 29

4.1.2 Keadaan Wilayah Krematorium ... 30

(11)

4.2 Sejarah Etnis Tionghoa Di Indonesia... 32

4.3 Kedatangan Etnis Tionghoa Ke Medan ... 34

4.4 Upacara Kematian Tionghua ... 40

4.5 Tempat Persemayaman ... 46

4.6 Harga Paket Kremasi ... 48

4.7 Perlengkapan Perlengkapan dalam Perkabung ... 49

4.8 Proses Pelaksanaan dan Tata Cara Mengkremasi ... 52

4.9 Makna Kremasi (Tyuet Shuah) bagi Etnis Tionghoa ... 59

4.10Jenis-Jenis Kremasi ... 62

4.11Simbol Yang Di Gunakan Saat Ritual Kematian ... 63

4.12Analsisi Penelitian Ilmiah ... 65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 71

5.1Kesimpulan ... 71

5.2Saran ... 72

Daftar Pustaka

(12)

i

DAFTAR TABEL

1.1 Kedatangan dan keberangkatan tenaga kerja Cina di Sumatra Timur

tahun 1888 – 1900 (lewat kantor imigrasi)

1.2 Jumlah kremasi dalam 1 (satu) bulan dihitung dari tahun 2015

1.3 Jenazah yang dimakamkan dalam dua tahun terahir di yayasan Marga

Raja

1.4 Simbol Simbol Yang Dingunakan Dalam Upacara Kematian Dan

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kematian merupakan suatu hal yang pasti dialami oleh semua orang, tanpa

terkecuali. Setiap manusia tidak akan mengetahui kapan seseorang akan

meninggal, dan setiap kelompok masyarakat memiliki tradisi yang berbeda beda

dalam melaksanakan ritual ritual kematian. Kematian adalah bagian dari setiap

orang dan makluk ciptaan Tuhan, yang tidak mungkin dihindari. Ia begitu

menyengat nyawa, tidak memandang ras, ekonomi, usia, jabatan, dan Agama.

Untuk menghormati seseorang yang telah meninggal tentunya ada ritual yang

harus dijalankan, biasanya ritual itu berdasarkan kepercayaan yang dianut oleh

masing-masing orang.

Etnis Tionghoa merupakan salah satu etnis pendatang dari negeri Cina, dan

masyarakat Cina di kota Medan lebih sering disebut orang Tionghoa. Kedatangan

masyarakat Tionghoa ke kota Medan berawal ketika Belanda menjajah Sumatera

Utara. Untuk itu Belanda mendatangkan buruh dari negeri Cina, dikarenakan

kekurangan tenaga buruh . Pendapat diatas didukung oleh Sofyan Tan (2004:21)

dijelaskan bahwa: “masyarakat Tionghoa di Medan semula merupakan para buruh

yang didatangkan untuk menggarap perkebunan-perkebunan tembakau di

sumatera timur yang mulai diusahakan para kapitalis Belanda sejak abad ke- 18”.

Sama seperti etnis asli yang ada di Sumatra Utara, etnis Tionghoa juga

(14)

sangat dihormati oleh masyarakat Tionghoa, salah satunya adalah tradisi dalam

upacara kematian etnis Tionghoa

Upacara kematian, merupakan salah satu dari tradisi yang sampai saat ini

masih sering dijalankan oleh etnis Tionghoa. Etnis Tionghoa yang mayoritas

beragama Budha menganggap bahwa kematian bukanlah akhir dari segalanya,

namun kematian berarti putusnya seluruh ikatan yang mengikat kita terhadap

keberadaan kita yang sekarang. Sesungguhnya kematian tidak dapat dipisahkan

dari kelahiran, dan juga sebaliknya dimana setiap yang mengalami kelahiran juga

akan mengalami kematian.

Upacara kematian ini, bisa disebut Tyuet Suah dalam bahasa Tionghoa

terjadi serangkaian ritual yang cukup panjang dari mulai dibawa kerumah duka

sampai dengan kremasi (dibakar), bahkan setelah dibakar terjadi upacara upacara

penghormatan, diantaranya uapacara tiga harian, tujuh harian, empat puluh harian

dan bahkan setiap tahun tanggal kematian almarhum dilakukan upacara

penghormatan yang di sebut “kong tek

Upacara kematian Tyuet Suah rutin dilaksanakan oleh etnis Tionghoa,

setiap ada salah satu anggota keluarga mereka yang meninggal tak pernah mereka

meninggalkan tradisi ini. Sampai saat ini, masyarakat Tionghoa masi sangat

memengang teguh salah satu kebudayaannya yaitu ritual ritual yang dilaksanakan

menurut kebudayaan dan kepercayaannya, termasuk padaritual kematian. Ritual

kematian pada masyarakat etnis Tionghoa terbilang cukup panjang dan lama,

dimulai dari baru meninggal jenazah akan dibawa kebalai Sosial (rumah duka)

(15)

dalam peti yang tertutup dan bisa dibuka jika ada sanak keluarga yang ingin

melihat jenazah bahkan sampai akan dihantarkan ketempat pembakaran jenazah

juga dilakukan beberapa upacara seperti menaburkan kertas selama perjalanan..

Pernak pernik yang digunakan saat melaksanakan rirual kematian ini

sangat beragam, termasuk pada saat akan melaksanakan kremasi atau

pemngabuan. Setiap pernak pernik yang digunakan merupakn simbol simbol yang

memiliki makna. Biasanya sekitar peti, harus terdapat foto jenazah dalam ukuran

besar, lilin, dan bunga. Waktu disemayamkan di rumah duka, biasanya

berlangsung selama 3 hari sampai dengan 1 minggu, karena menurut kepercayaan

masyaratak Tionghoa, semangkin lama jenazah disemayamkan di rumah duka

akan semangkin baik. Anggota keluarga juga diharuskan menjaga jenazah

semalaman selama jenazah berada dirumah duka.

Menghormati yang meninggal itu memiliki banyak cara dan ini adalah cara

orang Tionghoa. Bagi orang Tionghoa, mereka yang meninggal itu bagaikan

berpindah alam. Jadi mengirimkan adalah hal yang wajar menurut pandangan

orang Tionghoa.Salah satu kewajiban yang terutama adalah menjaga nama baik

dan menunjukkan sikap penghormatan hingga kita menjelang ajal, karena budi

besar orangtua tak terbalaskan dengan cara apapun

Ritual upacara kematian etnis Tonghoa terdapat 4 tahap, yaitu terdiri dari

tahap pertama, upacara sebelum masuk peti, dimana upacara ini terjadi proses

pembersihan jenazah, dan jenazah di pakaikan pakaian tujuh lapis, lapis pertama

(16)

dan enam lapis berikutnya dipakaikan pakaian bebas. Mata, telunga, hidung dan

mulut diberi mutiara yang diyakini sebagai penerang dalam kegelapan di alam

kubur. Tahap ke dua adalah upacara masuk peti dan penutupan peti, upacara ini

upacara paling lama prosesnya, biasanya tiga sampai empat hari, dan menurut

kepercayaan etnis Tionghoa, semakin lama maka akan semakin baik. Upacara

pembakaran jenazah atau kremasi, dalam upacara ini, menjelang peti akan

diangkat, diadakan penghormatan terahir yang dipimpin oleh Hwee shio atau

Cayma, setelah menyembah, mereka harus mengitari peti mati dengan jalan

sambil terus menagis, mengikuti hwee shio yang mendoakan arwah almarhum,

putra tertua memegang photo almarhum dan sebatang bambu dan di beri kertas

putih dan bertuliskan huruf Cina yang disebut “hoe”. Sedangkan untuk tahap

terahir adalah, upacara sesudah kremasi, terdiri dari meniga hari (tiga hari sesudah

meninggal) dan menujuh hari (tujuh hari sesudah meninggal), para anggota

keluarga melakukan penghormatan pada almarhum. Untuk yang dimakamkan,

upacara dilakukan di pemakaman, tetapi untuk yang dikremasi, upacara akan di

lakukan di kuil atau pun di rumah, dengan membuat abu hasil bakaran jenazah

untuk disembah dan di rumah disediakan meja pemujaan dan rumah rumahan.

Berdasarkan hasil uraian latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk

meneliti dan mengetahui RITUAL KREMASI (TYUET SUAH) ETNIS

TIONGHOA, dan peneliti menfokuskan sabjek penelitian terhadap masyarakat

masyarakat Tionghoa yang berduka maupun yang ikut melaksanakan ritual

(17)

1.2Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah adalah sejumlah masalah yang akan diteliti dan lingkup

masalah yang lebihluas. Tujuan dari identifikasi masalah adalah agar penelitian

yang dilakukan menjadi terarah serta mencakup masalah yang diketahui tidak

terlalu luas. Menurut pendapat Hadeli (2006:23) mengatakan bahwa: “Identifikasi

masalah adalah suatu situasi yang merupakan akibat dari interaksi dua atau lebih

factor (seperti kebiasaan-kebiasaan, keadaan-keadaan, dan lain sebagainya) yang

menimbulkan beberapa pertanyaan-pertanyaan”. Berdasarkan latar belakang

masalah di atas, dapat di identifikasikan masalah yang terkait dengan penelitian

ini antara lain

A. Upacara kematian pada etnis Tionghoa

B. Bahan bahan yang digunakan saat melakukan upacara kematian

C. Makna makna dalam ritual kematian tersebut

D. Warna warna dalam kebudayaan Tionghoa

E. Makna kremasi pada etnis Tionghoa

F. Perbedaan kremasi dan dikebumikan

G. Proses pelaksanaan Kremasi

H. Makna pembakaran Dupa dan kertas perak

(18)

1.3 Perumusan Masalah

Perumusan masalah merupakan pertanyaan yang lengkap dan rinci mengenai

ruang lingkup masalah yang akan diteliti didasarkan atas identifikasi masalah dan

pembatasan masalah (Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, 2009:27).

Berdasarkan uraian yang sudah dijabarkan didalam latar belakang, maka yang

menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apa Sebenarnya Makna Kremasi (Tyuet Sueh) bagi etnis Tionghoa?

2. Apa Jenis Ritual Kremasi (Tyuet Suah) pada etnis Tionghoa?

3. Apa Simbol yang digunakan saat Ritual Kemasi (Tyuet Suah) etnis

tionghoa?

4. Bagaimana proses pelaksanaan Kremasi etnis Tionghoa?

1.4 Tujuan Penelitian

Setiap kegiatan penelitian umumnya berorientasi kepada tujuan yang jelas.

Hariwijaya dan Triton (2008:50) mengatakan bahwa : “Tujuan penelitian

merupakan sasaran yang hendalk dicapai oleh peneliti sebelum melakukan

penelitian dan mengacu kepada permasalahan”. Berhasil tidaknya suatu

penelitian yang dilaksanakan terlihat dari tercapainya tujuan yang telah

ditetapkan.

Maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui makna Kremasi (Tyuet Sueh) bagi etnis Tionghoa.

(19)

3. Untuk mengetahui Simbol Simbol yang digunakan masyarakat Tionghoa

saat Ritual Kremasi dilaksanakan.

4. Untuk mengetahui Bagaimana proses pelaksanaan Kremasi etnis Tionghoa

1.5Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian merupakan kegunaan dari penelitian yang merupakan

sumber informasi dalam mengembangkan kegiatan penelitian selanjutnya.

Maka penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut :

1. Memberikan sebuah pemahaman kepada masyarakat luas tentang Ritual

Kremasi (Tyet Suah) etnis Tionghoa ini beserta ritual-ritual yang dilakukan

di dalamnya dan anggapan-anggapan masyarakat diluar etnis tersebut

tentang ritual yang mereka adakan. Serta mengetahui perkembangannya

pada saat ini, sehingga diketahui perubahan/pergeseran yang ada di

dalamnya sesuai dengan tuntutan zamannya.

2. Memberikan dan memperluas pengetahuan kepada peneliti dan juga

kepada pembaca tentang nilai-nilai kebudayaan yang ada di dalam suatu

masyarakat.

3. Menambah informasi mengenai upacara kremasi yang dilakukan etnis

Tionghoa di desa Limau Manis kecamatan Tj. Morawa

4. Sebagai bahan perbandingan bagi mahasiswa atau peneliti lainnya

khususnya dalam meneliti masalah yang sama pada lokasi yang berbeda.

5. Sebagai pengabdian dan pengembangan keilmuan penulis khususnya

(20)

BAB V

KEIMPULAN DAN SARAN

5.1.Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada

bab IV segala data data yang diperoleh melalui wawancara, observasi dan

dokumentasi, maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :

a. Makna kremasi bagi Etnis Tionghoa adalah pengabuan jenazah

yang dilakukan, karena menurut kepercayaan masyarakat

Tionghoa, bahwa manusia diciptakan Tuhan berasal dari tanah

dan debu, sehinggah masyarakat Tionghoa melakukan kremasi

yang berdasarkan kepercayaan agama nya. Biasanya kremasi

dilakukan oleh etnis Tionghua penganut agama Buddha, karena

jenazah Buddha juga dikremasi sebelumnya. Namun tidak

semua etnis Tionghua yang menganut agama Buddha

dikremasi. Selain itu, etnis Tionghua yang tidak beragama

Buddha, ada juga yang dikremasi.

b. jenis jenis kremasi ada dua jenis yaitu kremasi open langsung

dan kremasi open tidak langsung, hal yang membedakan kedua

nya adalah abu hasil pembakarannya dibawa pulang oleh

keluarga untuk di semayamkan di dan sebagian langsung

dibuang ke laut, sedangkan untuk yang tidak langung akan

(21)

c. Simbol simbol yang digunakan untuk kremasi adalah buah

buahan, kertas perak dan kertas emas, dupa, hio, liong, mutiara,

air kembang, kain putih dan pita merah, dan sebagainya.

d. Biasanya lama preoses kremasi untuk membakar 1 (satu)

jenazah saja sampai memakan waktu 2 (dua) jam, dan untuk

membakar jenazah tersebut dibutuhkan tabung gas yang berisi

50 (lima puluh) kg gas.selanjutnyan pada proses kremasinya,

disini dalam lingkungan masyarakat Tionghoa biasanya akan

dimulai upacara resesi sembayang, biasanya pemuka agama

yang disebut Hwee shio atau Cayma untuk melakukan doa

kepada yang meninggal dan juga diikuti oleh keluarga si

meninggal. Setelah itu peti jenajzah diletakan di dalam open

pembakaran jenazah, dan kemudian pemukau agama atau Hwee

Shio atau Cayma tersebut berdoa kepada Dewa agar arwah

diterima, dan anggota keluarga duduk bersimpau didepan

(22)

5.2Saran-Saran

Adapun saran- saran yang dapat diberikan oleh peneliti terhadap adalah

Etnis Tionghoa merupakan etnis dengan beragam budaya dan kebudayaan, tetap

mempertahankan melestarikan kebudayaannya.

Untuk para staf pekerja dilingkungan Balai sosial Yayasan Marga Raja

agar lebih memperhatikan lingkungan termasuk untuk kebersihan udara hasil

pembakaran jenazah yang dikeluarkan langsung dari cerobong asap open langsung

ke udara.

Untuk tamu tamu yang datang sebagai penghanghantar jenazah untuk

dikremasi sebaiknya menjaga kebersihan lingkungan, tidak membuang sampah

sembarangan.

Terkusus buat masyarakat Tionghoa, hendaknya proses kremasi ini tidak

menjadi menimbulkan masalah sosial ataupun menunjukan adanya kesenjangan

sosial antara golongan masyaraat. Dan hendaknya mendukung dan saling

(23)

Daftar Pustaka

Arikunto, suharsimi. (2006). Metodelogi penelitian. Yogyakarta: Bina aksara

Basrowi., Suswandi. (2008). Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta : PT

Rineke Cipta

Bugin, M. Burhan. (2007). Penelitian Kualitatif :Komunikasi, Ekonomi,

kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta : Kencana

Prana Media Group

Bustanuddin Agus. Agama Dalam Kehidupan Manusia: Pengantar Antropologi

Agama. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006) hal. 16

Depdiknas. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka

utama.

Dibyasuharda. (1990). Dimensi metafisik mengenai simbol. Ontologi mengenai

akar simbol. Yogyakarta : UGM

Irwan Suhartono. (2002). Metode Penelitian Sosial, Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Gungwu, Wang . (1991). Kajian Tentang Identitas Orang Cina di Indonesia

dalam Perubahan Identitas Orang Cina di Asia Tenggara.

Terjemahan Ahmad. Jakarta :Grafiti Press.

(24)

Jonathan Sarwono. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif.

Yogyakarta: Graha Ilmu.

Kamanto Sunarto, (2004), Pengantar Sosiologi, Jakarta: Lembaga Penerbit

Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Koentjaraningrat. (1972). Beberapa pokok Teori Antropologi Sosial. Jakarta:

Dian Rakyat

2004. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Universitas

Indonesia

Koenjaraningrat. (1982), Sejarah Teori Antropologi” Jakarta: Universitas Islam.

Lexy J Moleong. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja

Rosdakarya.

Miles dan Huberman. (1992). Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI Press

Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. (2007). Teori Sosiologi Modern.

Jakarta: Kencana.

Setyamidjaja, Djoehana. 2002. Landasan Ilmu Pendidikan. Universitas Pakuan

Bogor

Simanjuntak, Bungaran A. & Soedjito S. (2009). Metode Penelitian Sosial,

Medan : Bina Media Perintis,

Soerjono Soekanto. (1982). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: CV. Rajawali.

,(1990) Sosiologi suatu Penganta. Jakarta: Raja Grafindo

(25)

Sugiyonno. (2011). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Alfabeta:

Bandung.

Sudjangi (Penyunting) Agama dan Masyarakat Jakarta: Departemen Agama RI,

Badan Penelitian dan Pengembangan Masyarakat, 1991/1992

Suprayogo, Imam dan tobrani. (2001) metode penelitian sosial agama.

Bandung. Pt. Remaja rosdakarya

Suryadinata, Leo. (1984). Dilema Minoritas Tionghoa. Jakarta: Grafiti Pers.

. (2002). Negara dan Etnis Tionghoa: Kasus Indonesia. Jakarta:

Pustaka LP3ES Indonesia.

Suyanto,bagong &sutinah. (2007). Metode penelitian sosial: berbagai alternatif

pendekatan. Jakarta : kencana

Tan, Mely G. (1979). Golongan Etnis Tionghoa di Indonesia, Suatu Masalah

Pembinaan Kesatuan Bangsa. Jakarta: PT. Gramedia.

. (2008).Etnis Tionghoa di Indonesia, Kumpulan Tulisan. Jakarta.

Yayasan Obor Indonesia

Thung, Ju Lan. (1999). Tinjauan Kepustakaan tentang Etnis Cina di Indonesia.

Dalam.

Titib,I made.()2001. Teologi & Simbol-simbol Praktis Kehidupan. Surabya :

paramita

Triguna, Ida bagus gede yudha. (2000). Teori tentang simbol. Denpasar: Widya

(26)

U. Maman dkk. Metodelogi Penelitian Agama: Teori dan Praktek. (Jakarta: PT.

Rajagrafindo Persada, 2006) hal.94.

Usman, Husaini dan Purnomo, 2008. Metodologi Penelitian Sosial. Penerbit PT

Bumi Aksara : Jakarta.

Yusron Razak, M.A. & Ervan Nurtawab, M.A. Antropologi Agama. (Jakarta:

Lembaga Penelitian UIN Jakarta dan UIN Jakarta Press, 2007)

hal 1-20.

Sumber lain :

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Sejarah singkat kedatangan masyarakat Etnis Tionghoa ke Deli Tua, interaaksi sosial masyrakat Etnis Tioghoa dengan

Hal ini merupakan tantangan tersendiri bagi budayawan Tionghoa peranakan, karena meskipun banyak budaya lain di Indonesia yang sudah mulai terlupakan, namun budaya Tionghoa

peran Saikong dalam upacara kematian masyarakat Tionghoa adalah sebagai pemimpin dalam upacara kematian, menentukan hari baik penguburan atau pembakaran jenazah

Terbentuknya PITI (Persatuan Islam Tionghoa Indonesia) sebagai wadah bagi para keturunan Tionghoa yang beragama Islam menunjukan adanya sebuah usaha guna menjaga tradisi

Hasil analisis dan pembahasan menunjukkan bahwa yang menjadi latar belakang etnis Tionghoa menjadi korban pada peristiwa Kerusuhan Mei 1998 di Jakarta adalah

Kematian bagi masyarakat Tionghoa (yang tetap berpegang pada tradisi) masih sangat tabu untuk dibicarakan, sebab mereka percaya bahwa kematian merupakan

Imlek yang biasa identik dengan perayaan tahun baru masyarakat Cina Tionghoa, secara khas telah menjadi konsep bersama, menjadi indentitas baru komunitas Ampyang (sebutan

Pengaruh budaya populer Barat juga berpengaruh, terbukti dari jawaban responden yang mengatakan bahwa ia lebih terekspos kepada budaya Barat, bukannya budaya Tionghoa,