PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MELALUI MODEL
PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DAN THINK PAIR SHARE (TPS) DI SMP SABILINA
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada
Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh:
NURHAYATI LUBIS NIM. 8146171064
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
i ABSTRAK
Nurhayati Lubis. Perbedaan Kemampuan Pemahaman Konsep dan Komunikasi Matematis Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dan Think Pair Share (TPS). Tesis. Medan: Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2017.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) Apakah terdapat perbedaan kemampuan pemahaman konsep matematika antara siswa yang diberi model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan siswa yang diberi model pembelajaran Think Pair Share (TPS), (2) Apakah terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang diberi model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan siswa yang diberi model pembelajaran Think Pair Share (TPS), (3) Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan pemahaman konsep, (4) Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematika siswa. Penelitian ini merupakan kuasi eksperimen, dengan populasi siswa pada SMP Sabilina Tembung. Pemilihan sampel dilakukan secara random dengan mengacak kelas. Instrumen yang digunakan terdiri dari: (1) Tes Kemampuan Awal Matematika siswa, (2) Tes Kemampuan Pemahaman Konsep, (3) Tes Komunikasi Matematis. Data penelitian ini dianilisis dengan menggunakan analisis dengan analisis varians (Anava). Dalam penelitian ini telah dikembangkan beberapa perangkat pembelajaran seperti RPP, LAS dan instrumen penelitian. Tes yang digunakan berbentuk uraian yang berhubungan dengan materi persamaan linier satu variabel dan telah dinyatakan valid dan reliabel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Terdapat perbedaan kemampuan pemahaman konsep antara siswa yang diberi model pembelajaran STAD dengan siswa yang diberi model pembelajaran Think Pair Share (TPS), hal ini terlihat dari hasil anava untuk Fhitung = 193,473 lebih besar daripada Ftabel = 4,020, (2) terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang diberi model pembelajaran Think Pair Share (TPS), hal ini terlihat dari hasil anava untuk Fhitung = 117,312 lebih besar daripada Ftabel = 4,020, (3) Terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa (tinggi, sedang, rendah) terhadap kemampuan pemahaman konsep siswa, hal ini juga dapat dilihat dari hasil anava untuk Fhitung = 3,720 lebih besar daripada Ftabel = 3,168. Dengan kontribusi model pembelajaran STAD lebih besar daripada KAM yaitu 76,2 %, (4) Terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa (tinggi, sedang, rendah) terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa, hal ini juga dapat dilihat dari hasil anava untuk Fhitung = 4,344 lebih besar daripada Ftabel = 3,168. Dengan kontribusi model pembelajaran STAD lebih besar daripada KAM yaitu 65,9 %
ii ABSTRACT
Nurhayati Lubis. Differences in Concept Understanding and Mathematical Comunicating Students with Implementing Learning Model STAD and Learning Think Pair Share (TPS), Mathematics Education Thesis. Medan: Mathematics Education Post graduated, State University of Medan, 2017.
This study aimed to describe: (1) Whether there are differences in the ability of understanding the concept of mathematics among students by cooperative learning model STAD and students by learning model Think Pair Share (TPS), (2) Are there differences in the ability of mathematical communication between students by cooperative learning model STAD and students by learning model Think Pair Share (TPS), (3) Is there an interaction between the learning model and the initial ability of student mathematics to increase the ability of understanding the concept, (4) Is there an interaction between the learning model and capabilities beginning math students to increase students' mathematical communication skills. This study is a quasi-experimental, with a population of students in junior high school Sabilina Tembung. Sample selection is done randomly to randomize the class. The instrument used consisted of: (1) (1) Test of the initial of mathematic ability, (2) Test of mathematics concept understanding, (3) Test of mathematics communication ability. This research data dianilisis by using analysis with analysis of variance (Anova). In this research have developed several learning tools such as lesson plans, LAS and research instruments. The tests used form of descriptions related material one variable linear equations and has been declared valid and reliable. The results of this study indicate that: (1) There are differences in the ability of understanding of the concept among students by learning model STAD with students by learning model Think Pair Share (TPS), it is seen from the results of Anova for the FValue = 193.473 is greater than the FTable= 4.020 , (2) there are differences in the ability of mathematical communication between students by learning model Think Pair Share (TPS), it is seen from the results of Anova for the FValue= 117.312 is greater than the FTable= 4.020, (3) there is an interaction between the learning model with prior knowledge math students (high, medium, low) on the ability of students' understanding of the concept, it can also be seen from the results of Anova for FValue = 3.720 greater than FTable= 3.168. With the contribution of learning model STAD is greater than 76.2%, (4) There is interaction between the learning model with the capability of beginning math students (high, medium, low) on the ability of students' mathematical communication, it can also be seen from the results of Anova for FValue = 4.344 greater than FTable = 3.168. With the contribution of learning model STAD is greater than the initial ability of mathematics is 65,9% .
iii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT atas Rahmat dan
Karunia-Nya saya dapat menyelesaikan Tesis ini dengan judul “Perbedaan Kemampuan Pemahaman Konsep dan Komunikasi Matematis Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dan Think Pair Share (TPS)”. Dalam proses penyusunan tesis terdapat beberapa hal yang harus dilalui,
diantaranya menghadapi kendala dan keterbatasan serta bimbingan/arahan yang
terwujud dalam motivasi berbagai pihak, sehingga keterbatasan dan kekurangan
dapat teratasi dengan baik.
Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada mereka yang telah berjasa,
yaitu kepada:
1. Teristimewa kepada Ayahanda Mhd. Saleh Lubis dan Ibunda tercinta Hj.
Malem Sembiring dan seluruh keluarga penulis yang selalu memberikan
dukungan dan motivasi kepada penulis hingga tesis ini selesai.
2. Bapak Dr. Edy Surya, M.Si selaku dosen pembimbing I yang telah banyak
memberikan masukan serta bimbingan kepada penulis.
3. Bapak Prof. Dr. Mukhtar, M.Pd, selaku dosen pembimbing II yang telah
banyak memberikan masukan serta bimbingan kepada penulis.
4. Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd., selaku ketua program studi dan Dr.
Mulyono, M.Si. Selaku Sekretaris program studi Pendidikan Matematika
Program Pascasarjana UNIMED beserta staf.
5. Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd, Bapak Prof. Dr. Bornok Sinaga, M.Pd,
iv
memberikan saran dan kritik yang membangun untuk menjadikan Tesis ini
menjadi lebih baik.
6. Para pengajar pada Program Studi Pendidikan Matematika Program
Pascasarjana Universitas Negeri Medan yang telah memberikan ilmu
pengetahuan kepada penulis.
7. Bapak Kepala Sekolah dan selruh guru SMP Sabilina yang telah bersedia
menyediakan tempat kepada penulis untuk penelitian sehingga tesis ini
selesai dengan baik.
8. Adik-adikku tercinta Andica Rifai Lubis, S.T yang selalu memberi dukungan,
motivasi serta doa, dan adik kecilku Zainal Arifin Lubis yang selalu memberi
semangat dalam penyusunan tesis ini. Semoga bersama-sama kita dapat
menjadi kebanggaan untuk kedua orang tua kita. Amin.
9. Seluruh sahabat-sahabat penulis DIKMAT A-2 stambuk 2014 yang tidak
dapat saya sebutkan satu persatu yang telah membantu dan memberikan
dorongan dalam penyelesain tesis ini.
Semoga Allah membalas semua kebaikan yang telah diberikan kepada
penulis. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dunia pendidikan,
khususnya pendidikan matematika. Untuk itu, penulis masih mengharapkan kritik
dan saran yang membangun demi kesempurnaan tesis ini.
Medan, Februari 2017
Penulis,
v
2.1.3 Kemampuan Pemahaman Konsep ... 33
2.1.4 Komunikasi Matematis ... 38
2.1.5 Pembelajaran Kooperatif ... 43
2.1.6 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ... 48
2.1.7 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif STAD ... 57
2.1.8 Model Pembelajaran Tipe Think Pair Share ... 59
2.1.9 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif TPS ... 64
2.1.10 Teori Belajar Yang Mendukung ... 65
2.1.11 Perbedaan Pedagogik Antara Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dan Pembelajaran Think Pair Share (TPS) .. 71
2.2 Penelitian yang Relevan ... 73
2.3 Pengertian Kemampuan Awal Matematika ... 76
2.4 Pengertian Interaksi ... 77
3.3.Populasi dan Sampel Penelitian ... 87
3.4.Variabel Penelitian ... 87
3.5.Desain Penelitian ... 88
3.6.Definisi Operasional ... 89
vi
3.7.1.Tes Kemampuan Awal Matematika Siswa ... 92
3.7.2.Tes Kemampuan Pemahaman Konsep ... 94
3.7.3.Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 95
3.8.Uji Coba Instrumen ... 98
3.8.1.Validasi Ahli terhadap Perangkat Pembelajaran ... 98
3.8.2.Validasi Ahli Terhadap Instrumen Penelitian ... 99
3.8.3.Hasil Uji Coba Instrumen ... 103
3.9. Prosedur Penelitian ... 105
3.10. Teknik Analisis Data ... 108
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 119
4.1 Hasil Penelitian ... 119
4.1.1 Hasil Tes Kemampuan Awal Matematik (KAM) ... 120
4.1.2 Hasil Tes Kemampuan Pemahaman Konsep ... 124
4.1.3 Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 137
4.2 Pembahasan Hasil Penelitian ... 151
4.2.1 Faktor Kemampuan Awal ... 151
4.2.2 Faktor Pembelajaran ... 152
4.2.3 Faktor Kemampuan Pemahaman Konsep ... 154
4.2.4 Faktor Kemampuan Komunikasi Matematis ... 156
4.2.5 Faktor Interaksi ... 157
4.2.6 Keterbatasan Penelitian ... 158
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 160
5.1 Simpulan ... 160
5.2 Implikasi ... 160
5.3 Saran ... 161
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1.1 Proses Penyelesaian Masalah Pemahaman Konsep ... 7
1.2 Proses Penyelesaian Masalah Pemahaman Konsep ... 8
1.3 Proses Penyelesaian Masalah Komunikasi Matematika ... 12
3.1 Diagram Alur Penelitian ... 107
4.1 Grafik Kemampuan Awal Matematika ... 120
4.2 Grafik Hasil Postes Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas Eksperimen I ... 126
4.3 Grafik Hasil Postes Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas Eksperimen II ... 127
4.4 Grafik Tes Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Indikator 1 ... 129
4.5 Grafik Tes Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Indikator 2 ... 130
4.6 Grafik Tes Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Indikator 3 ... 131
4.7 Data Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Untuk Setiap Indikator ... 131
4.8 Interaksi Antara Pembelajaran dan KAM Terhadap Peningkatan Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Siswa ... 136
4.9 Grafik Hasil Postes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas Eksperimen I ... 139
4.10 Grafik Hasil Postes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas Eksperimen II ... 140
4.11 Grafik Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Indikator 1 ... 142
4.12 Grafik Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Indikator 2 ... 143
4.13 Grafik Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Indikator 3 ... 144
4.14 Grafik Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Indikator 4 ... 145
4.15 Data Kemampuan Komunikasi Matematis Untuk Setiap Indikator ... 145
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah
Proses pembelajaran pada zaman sekarang mangalami perkembangan dan
kemajuan yang sangat pesat. Para ahli psikologi pendidikan mengemukakan teori
– teori pendidikan dengan berbagai rancangannya guna proses dalam
pembelajaran kepada siswa dapat berhasil sehingga proses mencerdaskan anak
didiknya dapat tercapai sesuai dengan harapan para ahli yang telah melalui
bermacam penelitiannya. Para ahli pembelajaran matematika juga berupaya
mengembangkan sebuah metode yang baik untuk diterapkan pada proses
pembelajaran matematika yang diharapkan dengan menjalani dan mengalami
proses penerapan metode hasil kajiannya diharapkan siswa mampu menangkap
materi matematika yang disampaikan oleh para guru.
Pendidikan yang mampu mendukung pembangunan di masa mendatang
adalah pendidikan yang mampu mengembangkan potensi siswa, sehingga yang
bersangkutan mampu menghadapi dan memecahkan problema kehidupan yang
dihadapinya. Konsep pendidikan tersebut semakin terasa pentingnya ketika
seseorang harus memasuki dunia kerja dan di masyarakat, karena yang
bersangkutan harus mampu menerapkan apa yang dipelajari di sekolah untuk
menghadapi problema yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari saat ini maupun
yang akan datang.
Pemikiran ini mengandung konsekuensi bahwa penyempurnaan atau
perbaikan pendidikan formal (sekolah) untuk mengantisipasi kebutuhan dan
2
tantangan masa depan perlu terus menerus dilakukan, diselaraskan dengan
perkembangan kebutuhan dunia usaha, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Hal ini juga tidak terlepas dalam pendidikan dan pembelajaran
matematika di sekolah.
Mata pelajaran matematika merupakan pelajaran yang sangat penting bagi
semua orang, karena matematika merupakan ilmu yang sangat dibutuhkan oleh
manusia, dan tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan kehidupan manusia
sehari-hari. Dalam setiap gerak dan langkah manusia tidak terlepas dari konsep
matematika karena kehidupan manusia yang selalu berkaitan langsung dengan
gerak, ruang dan waktu yang kesemuanya menggunakan perhitungan secara
matematis. Kemampuan matematis adalah kemampuan untuk menghadapi
masalah-masalah baik dalam permasalahan matematika maupun kehidupan nyata.
Menurut NCTM (2011) kemampuan matematis didefinisikan sebagai
"Mathematical power includes the ability to explore, conjecture, and reason
logically; to solve non-routine problems; to communicate about and through mathematics; and to connect ideas within mathematics and between mathematics and other intellectual activity”.
Tantangan masa depan yang selalu berubah sekaligus persaingan yang
semakin ketat memerlukan keluaran pendidikan yang tidak hanya terampil dalam
suatu bidang tetapi juga kreatif dalam mengembangkan bidang yang dikuasai. Hal
tersebut perlu dimanifestasikan dalam setiap mata pelajaran di sekolah, termasuk
matematika. Pada kurikulum 2004 (Sinaga, 2007) tertera tujuan pembelajaran
3
1. Melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya
melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan
kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi.
2. Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan
penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orosinil, rasa
ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba
3. Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah
4. Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau
mengomunikasikan gagasan secara matematis antara lain melalui
pembicaran lisan, catatan, grafik, peta, diagram, dalam menjelaskan
gagasan.
Rendahnya prestasi belajar matematika siswa, antara lain menurut catatan
Human Development Report 2013 (HDR) pada tahun 2012 HDI (Human Development Index) Indonesia menempati peringkat 121 dari 186 negara dan berada pada kategori medium human development (urutan ke-3 dari 4 kategori).
Selain itu, pada pemeringkatan Programme for International Student Assesment
(PISA) terakhir, kemampuan literasi matematika siswa Indonesia sangat rendah.
Indonesia menempati peringkat ke-61 dari 65 negara peserta pemeringkatan.
Peringkat Indonesia ini kalah jauh dari Thailand yang menempati posisi ke-50
dalam indeks literasi matematika. Sedangkan urutan terakhir ditempati oleh
Kyrgiztan.
Namun kenyataan di lapangan, masalah-masalah yang diberikan dalam
proses pembelajaran matematika belum merupakan masalah yang terjadi dalam
4
pembelajaran siswa hanya mendengarkan penjelasan guru. Guru memberikan
soal-soal seperti pembelajaran yang biasanya terjadi, kemudian siswa diminta
mengerjakan dengan mengunakan rumus-rumus dan aturan-aturan yang ada dalam
materi yang diajarkan. Pembelajaran berfokus pada guru sehingga siswa pasif
(Sardiman, 2011). Guru sering tidak mengaitkan pengetahuan yang dimiliki siswa
sebelumnya dengan materi baru yang akan diajarkan. Siswa tidak diajak untuk
bertanya hal-hal yang kurang dimengerti. Kondisi pembelajaran yang berlangsung
dalam kelas membuat siswa pasif. Ansari (2012), merosotnya pemahaman
matematika siswa dikelas dapat dikarenakan beberapa hal, antara lain karena (a)
dalam mengajar guru sering mencontohkan pada siswa bagaimana menyelesaikan
soal (b) siswa belajar dengan cara mendengar dan menonton guru melakukan
matematika, kemudian guru mencoba memecahkan sendiri dan (c) pada saat
mengajar matematika, guru langsung menjelaskan topik yang akan dipelajari,
dilanjutkan dengan pemberian contoh dan soal untuk latihan. Hal tersebut diatas
mengakibatkan siswa kurang memahami konsep dari topik yang diajarkan.
Ada berbagai faktor yang menyebabkan siswa beranggapan matematika
sulit untuk dipelajari, dua diantaranya adalah kurangnya kemampuan pemahaman
konsep dan komunikasi matematis dalam belajar matematika. Harusnya siswa
memiliki seperangkat komponen yang diharapkan dapat tercapai dalam belajar
matematika mulai dari SD, SMP, SMA (Depdiknas, 2003), yaitu :
1. Menunjukkan pemahaman konsep matematis yang dipelajari,
menjelaskan keterkaitan antar konsep secara luwes, akurat, efisien dan
5
2. Memiliki kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan symbol,
tabel, grafik atau diagram untuk memperjelas masalah.
3. Menggunakan penalaran pada pola, sifat atau melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
4. Menunjukkan kemampuan strategik dalam membuat (merumuskan),
menafsirkan, menyelesaikan model matematika dalam pemecahan
masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan.
Berdasarkan standar kompetensi yang diharapkan oleh Depdiknas di atas,
kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematis harus dimiliki oleh
siswa. Pemahaman konsep merupakan hasil proses belajar mengajar yang
mempunyai indikator individu yang dapat menjelaskan atau mendefinisikan suatu
informasi dengan kata-kata sendiri, sehingga siswa dituntut untuk tidak sebatas
mengingat kembali pelajaran, namun lebih dari itu siswa mampu mendefinisikan.
Hal ini menunjukkan siswa telah memahami pelajaran, walaupun dengan bentuk
susunan kalimat yang berbeda, tetapi kandungan maknanya tidak berubah.
Berdasarkan observasi yang dilakukan, peneliti mendapatkan kesulitan
dalam pemahaman konsep. Salah satu soal yang sering dianggap sulit oleh siswa
yaitu materi panjang garis singgung lingkaran, sebagian siswa tidak memahami
soal yaitu tidak mengetahui konsep apa yang diketahui dan apa yang ditanya pada
soal dan tidak dapat mengaitkannya dengan pelajaran sebelumnya. Seperti
6
konsep matematika yaitu, menyatakan masalah dalam berbagai bentuk, memberi
contoh dan alasannya, menerapkan dalam pemecahan masalah.
Pengetahuan dan pemahaman siswa terhadap konsep matematika menurut
NCTM (1998) dapat dilihat dari kemampuan siswa dalam : (1) Mendefinisikan
konsep secara verbal dan tulisan, (2) Mengidentifikasi dan membuat contoh dan
bukan contoh, (3) Menggunakan model, diagram dan simbol-simbol untuk
merepresentasikan suatu konsep, (4) Mengubah suatu bentuk representasi
kebentuk lainnya, (5) Mengenal berbagai makna interpretasi konsep, (6)
Mengidentifikasi sifat-sifat suatu konsep dan mengenal syarat yang menentukan
suatu konsep, (7) Membandingkan dan membedakan suatu konsep-konsep.
Pemahaman konsep merupakan dasar dari pemahaman prinsip dan teori,
sehingga untuk dapat memahami prinsip dan teori harus dipahami terlebih dahulu
konsep-konsep yang menyusun prinsip dan teori tersebut. Pemahaman konsep
memegang peran penting dalam matematika. Namun siswa pada umumnya belum
memiliki pemahaman konsep yang baik. Hal ini terlihat dari studi pendahuluan
yang penulis lakukan terhadap pemahaman konsep matematika siswa di kelas VIII
SMP Sabilina Tembung mengungkapkan pemahaman konsep matematika siswa
masih rendah.
Misalnya ketika siswa diberikan soal mengenai persamaan linier satu
variabel. Persamaan linier satu variabel merupakan materi yang dipelajari di kelas
VII semester genap. Bahwa pemahaman konsep matematika siswa masih rendah
tergambar dari beberapa penyelesaian siswa terhadap soal berikut:
1. Tuliskan dengan kata-katamu sendiri konsep dari persamaan linier satu
7
2. Dari kalimat berikut, tentukan yang merupakan persamaan linear satu variabel
dan berikan alasanmu, serta tentukan penyelesaian persamaan linearnya !
a.
b.
c.
d.
3. Seorang petani mempunyai sebidang tanah berbentuk persegi panjang. Lebar
tanah tersebut 6 m lebih pendek dari penjangnya. Buatlah model matematika
dari tanah petani tersebut dan jika keliling tanah 60 m, tentukan luas tanah
petani tersebut.
8
Gambar 1.2
Dari contoh lembar jawaban siswa diatas diperoleh, rata-rata siswa tidak
mengetahui konsep dasar dari persamaan linear variabel, yaitu persamaan linear
satu variabel adalah kalimat terbuka yang dihubungkan oleh tanda sama dengan
(=) dan hanya mempunyai satu variabel berpangkat satu, dari jumlah siswa
kesulitan mengerjakan soal pengertian persmaan linier satu variabel 65,7 % dari
jumlah siswa kesulitan mengerjakan soal yang meminta siswa mengeluarkan
idenya, sedangkan 52,4 % dari jumlah siswa kesulitan dalam menyelesaikan soal
dalam bentuk cerita dan aplikasi dari rumus persamaan linier satu variabel yang
berkaitan dengan kehidupan nyata.
Hasil jawaban siswa diatas, menggambarkan bahwa mereka mengalami
kesulitan dalam menyelesaikan soal pemahaman konsep matematis dan proses
penyelesaian jawaban siswa belum bervariasi, karena mereka hanya menuliskan
apa yang mereka hafal dan bukan menuliskan apa yang mereka pahami, sehingga
dapat dikatakan bahwa kemampuan pemahaman konsep matematis siswa masih
9
Dari jawaban siswa diatas, proses pembelajaran yang dilakukan sangatlah
jauh dari tujuan mempelajari matematika, karena yang terjadi di dalam kelas guru
hanya memfokuskan pada penghafalan konsep, memberikan rumus- rumus dan
langkah-langkah serta prosedur matematika guna menyelesaikan soal.
Dari hasil studi pendahuluan ini, permasalahan tentang pemahaman
konsep matematis siswa menjadi sebuah permasalahan serius yang harus segera
ditangani, karena pemahaman terhadap konsep-konsep dasar matematika
merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi. Jadi, merupakan sesuatu hal yang
fatal apabila siswa tidak memahami konsep-konsep matematika. Suatu konsep
akan lebih dipahami dan diingat oleh siswa apabila konsep tersebut disajikan
melalui prosedur yang menarik, meskipun waktu yang disediakan terbatas.
Salah satu mata pelajaran yang menunjukkan sifat diatas adalah
matematika, karena matematika ilmu yang berkembang sesuai dengan
perkembangan teknologi informasi, yang menyebabkan matematika dipandang
sebagai suatu ilmu yang terstruktur dan terpadu, ilmu tentang pola dan hubungan,
dan ilmu tentang cara berfikir tingkat tinggi siswa seperti kemampuan
memecahkaan masalah, berargumentasi secara logis, bernalar, menjelaskan dan
menjustifikasi, memanfaatkan sumber-sumber informasi, berkomunikasi,
bekerjasama, menyimpulkan dari berbagai situasi, pemahaman konseptual, dan
pemahaman prosedural adalah menjadi prioritas dalam pembelajaran matematika.
Ansari (2012) menjelaskan bahwa pembelajaran matematika bertujuan
untuk mengembangkan ketrampilan dan memandirikan siswa dalam belajar,
10
pengetahuannya sendiri. Tujuan tersebut dapat diperoleh melalui kemampuan
siswa dalam berkomunikasi.
Selain kemampuan pemahaman konsep matematika, diperlukan juga
pengembangan kemampuan komunikasi matematis. Dalam proses pembelajaran,
seharusnya guru memberi kesempatan kepada siswa untuk melihat dan
memikirkan gagasanyang diberikan. Untuk itu, komunikasi matematis merupakan
hal yang sangat penting dalam pembelajaran matematrika, karena siswa akan lebih
paham dari yang mereka pelajari jika siswa tersebut mengkomunikasikan kepada
teman-temannya atau orang lain.
Menurut Baroody (1993), matematika bukan hanya sekedar alat
bantuberpikir, menemukan pola, menyelesaikan masalah, atau mennggambarkan
kesimpulan, tetapi juga sebagai suatu bahasa atau alat yang tak berhingga nilainya
untuk mengkomunikasikan berbagai macam ide secara jelas, tepat dan ringkas.
Sehingga komunikasi dalam matematika perlu untuk ditumbuh kembangkan untuk
mempercepat pemahaman konsep matematik siswa.
Pugalee (2001), menyatakan bahwa jika siswa diberi kesempatan
berkomunikasi tentang matematika, maka siswa akan berupaya meningkatkan
keterampilan dan proses pikirnya yang terpenting dalam pengembangan
kemahiran menulis dan membaca matematika. Untuk menjadikan matematika
sebagai alat komunikasi, NCTM (1998) telah menggariskan secara rinci
komunikasi matematis yang dapat dilakukan di dalam kelas dan harus dipandang
sebagai bahan lengkap dari kurikulum matematika.
Menurut Saragih (2007), kemampuan komunikasi dalam pembelajaran
11
dapat mengorganisasi dan mengkonsolidasi berpikir matematis siswa, baik secara
lisan maupun tulisan. Apabila siswa mempunyai kemampuan komunikasi
tentunya akan membawa siswa kepada pemahman matematik yang mendalam
tentang konsep matematika yang dipelajari. Sebagaimana Polya (1999)
menyebutkan bahwa, komunikasi menjadi sesuatu yang utama dalam mengajar,
menilai, dan pembelajaran matematika. Lim dan Pugalee (2005) juga menyatakan
bahwa, bahasa (komunikasi) merupakan komponen penting dalam pemahaman
konsep matematika siswa. Menurut Lindquist dan Elliott (1996), komunikasi
merupakan esensi dari mengajar, belajar, dan mengakses matematika.
Siswa yang sudah mempunyai kemampuan pemahaman konsep, dituntut
juga untuk bisa mengkomunikasikannya, agar pemahamannya tersebut bisa
dimengerti oleh orang lain. Dengan mengkomunikasikan ide-ide matematiknya
kepada ornag lain, siswa bisa meningkatkan pemahaman konseptual
matematiknya. Seperti yang dikemukakan oleh Huggins (1992), bahwa untuk
meningkatkan pemahaman konsep, siswa bisa melakukannya dengan
mengemukakan ide-ide matematiknya kepada orang lain.
Tanpa adanya komunikasi, pembelajaran matematika akan terlihat
monoton, karena tidak ada timbal balik dari guru dengan siswa atau dari siswa
yang satu dengan siswa yang lain. Diharapkan jika guru menyampaikan materi di
kelas, siswa dapat aktif menanggapinya, seperti dengan cara menanyakan hal-hal
yang belum dimengerti dan memberikan pendapat jika sekitarnya guru
memberikan pertanyaan atau soal.
Seperti yang dikemukan oleh Mulyana (2000), komunikasi dapat diartikan
12
sering disebut sebagi peristiwa yang saling hubungan atau dialog yang terjadi
dalam suatu lingkungan kelas, dimana terjadi pengalihan pesan-pesan yang berisi
tentang materi matematika yang dipelajari di kelas. Pihak yang terlibat
komunikasi di kelas adalah guru dan siswa..
Namun kenyataan di lapangan rata-rata siswa kurang terampil di dalam
berkomunikasi untuk menyampaikan informasi, seperti menyampaikan ide dan
mengajukan pertanyaan serta menanggapi pertanyaan atau pendapat orang lain.
Rendahnya komunikasi matematika terlihat dari studi pendahuluan yang penulis
lakukan terhadap pemahaman konsep matematika siswa di kelas VIII SMP
Sabilina Tembung. Sebagai contoh soal yang menunjukkan bahwa kemampuan
komunikasi matematika masih rendah dapat dilihat dari salah satu persoalan
berikut:
Bu Ati ingin membeli cabe di pasar. Ia membeli 4 kg cabe dan 2 kg tomat,
harga 4 kg cabe Rp.80.000. Sedangkan harga 2 kg tomat adalah setengah dari
harga satu kg cabe. Bu Ati ingin mengetahui satu kg tomat, Bagaimanakah cara
Bu Ati menentukan harga satu kg tomat tersebut?
Soal tersebut diberikan kepada 30 siswa, 8 diantaranya tidak menjawab soal
tersebut, 20 orang menjawab dengan jawaban yang salah dan 2 orang menjawab
yang benar, hal ini dapat dilihat dari salah satu jawaban yang dibuat oleh siswa
sebagai berikut :
13
Berdasarkan jawaban siswa tersebut menunjukkan siswa mengalami
kesulitan dalam mengemukakan ide matematikanya secara tertulis serta
menjelaskan ide matematika ke dalam kata-kata sendiri, siswa mengalami
kesulitan merubah soal tersebut ke dalam model matematika, ditemukannya
kesalahan siswa dalam menafsirkan soal sehingga jawaban yang diberikan tidak
sesuai yang ditanyakan, jawaban siswa tersebut nampak kemampuan komunikasi
siswa masih sangat rendah sekali.
Dari permasalahan ini, yang menjadi sebuah permasalahan serius adalah
kurangnya kemampuan komunikasi matematis siswa yang harus segera ditangani.
Aryan (2011), menjelaskan bahwa tanpa komunikasi dalam matematika kita akan
memiliki sedikit keterangan, data, dan fakta tentang pemahaman siswa dalam
melakukan proses dan aplikasi matematika. Untuk itu komunikasi matematis
dapat membantu guru untuk memahami kemampuan siswa dalam
menginterpretasi dan mengekspresikan pemahamannya tentang konsep dan proses
matematika yang mereka lakukan sehingga tujuan pembelajaran matematika dapat
tercapai.
Dengan melihat kenyataan di atas, tentu butuh peran aktif guru untuk
dapat meningkatkan pemahaman konsep dan komunikasi matematis. Namun
kenyataannya siswa menganggap matematika merupakan pelajaran yang sulit,
terutama menyelesaikan soal-soal yang berbentuk masalah dalam kehidupan
sehari-hari dengan alasan soal tersebut tidak sama dengan contoh yang diberikan
oleh guru, sehingga siswa kurang termotivasi untuk belajar.
Dalam proses pembelajaran, guru kurang mengaitkan fakta yang real
14
yang berlangsung di kelas hanya berpusat pada guru (teacher-oriented) dan tidak
berorientasi pada membangun konsep matematika dari siswa itu sendiri dan tidak
melatih siswa untuk berkomunikasi secara matematis. Pembelajaran yang terjadi
di dalam kelas lebih tertuju pada pemberian informasi dan penerapan
rumus-rumus matematika dan mengerjakan latihan-latihan yang ada pada buku dan guru
hanya menyampaikan materi yang ada di buku paket.
Pelaksanaan pembelajaran matematika sesungguhnya tidak relevan dengan
karakteristik dan tujuan pembelajaran matematika seperti itu, guru memberikan
konsep dan prinsip matematika secara langsung kepada siswa, guru belum
berupaya secara maksimal untuk memampukan siswa memahami berbagai konsep
dan prinsip matematika, menunjukkan kegunaan konsep dan prinsip matematika
serta memampukan siswa untuk berkomunikasi secara matematis dalam
memecahkan masalah. Proses pembelajaran yang sering dilakukan guru membuat
siswa terlihat kurang bersemangat dalam belajar, sehingga komunikasi matematis
semakin berkurang.
Konsekuensi pembelajaran demikian, dapat menyebabkan siswa kurang
aktif, kurang menanamkan pemahaman konsep, kurang memotivasi siswa untuk
mengemukakan ide dan pendapat mereka, sehingga kurang mengundang sikap
kritis. Apabila pembelajaran matematika dilakukan dengan menekankan pada
aturan dan prosedur dapat memberikan bahwa matematika adalah untuk dihafal
bukan untuk belajar bekerja sendiri.
Selain itu, siswa memiliki kemampuan komunikasi akan membawa siswa
kepada pemahaman matematika yang mendalam mengenai konsep matematika
15
dapat meningkatkan pemahaman konsep dan komunikasi matematik siswa dengan
menggunakan strategi pembelajaran yang tepat agar hasil belajar yang diperoleh
maksimal.
Sedangkan NCTM (Ansari, 2012) menyatakan bahwa kemampuan
komunikasi matematis perlu dibangun dari diri siswa agar dapat: 1)
mengungkapkan dan menjelaskan pemikiran mereka tentang ide matematika dan
hubungannya; 2) merumuskan definisi matematik dan membuat generalisasi yang
diperoleh melalui investigasi (penemuan); 3) mengungkapkan ide matematika
secara lisan dan tulisan 4) membaca wawancara matematik dengan pemahaman;
5) menjelaskan dan mengajukan serta memperluas pertanyaan terhadap
matematika yang telah dipelajarinya; 6) menghargai keindahan dan kekuatan
notasi matematik.
Apabila siswa memiliki kemampuan komunikasi tentunya akan membawa
siswa kepada pemahaman matematika yang mendalam mengenai konsep
matematika yang dipelajar. Berdasarkan uraian tersebut peran guru sangat
diharapkan untuk dapat meningkatkan pemahaman konsep dan komunikasi
matematis siswa dengan menggunakan strategi pembelajaran yang tepat agar hasil
belajar yang diperoleh lebih maksimal.
Pembelajaran yang didapat oleh siswa selama di sekolah seharusnya
berupa pengalaman yang dapat digunakan untuk bekal hidup dan untuk bertahan
hidup. Tugas seorang guru bukan hanya sekedar menagajar, tetapi lebih
ditekankan pada pembelajaran dan mendidik. Pembelajaran tidak hanya
ditekankan pada keilmuan semata. Selama ini guru cenderung menggunakan
16
pembelajaran disebabkan lemahnya pemahaman guru terhadap teori-teori
pembelajaran kontruktivisme (Sinaga, 2007).
Pentingnya kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematis
dikuasai oleh siswa, sementara temuan di lapangan bahwa kedua kemampuan
tersebut masih kurang maksimal, terutama dalam pokok bahasan yang dianggap
sulit bagi siswa. Kebanyakan siswa terbiasa melakukan kegiatan belajar berupa
menghafal tanpa dibarengi pengembangan memahami konsep dan komunikasi
matematis. Oleh karena itu, kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi
matematis perlu dilatih dan dibiasakan kepada siswa dengan cara memberikan
soal-soal yang mebuat siswa menjawabnya dengan pemahaman konsep,
penjelasan dan penalaran yang tidak sekedar menjawab akhir dari suatu prosedur
yang baku. Kemampuan ini diperlukan siswa sebagai bekal dalam memecahkan
matematika dan masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk menumbuhkembangkan kemampuan pemahaman konsep dan
komunikasi dalam pembelajaran matematika, guru harus mengupayakan
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran atau model pembelajaran
kooperatif yang dapat memberi peluang dan mendorong siswa untuk melatih
kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematis siswa. Perlu
diketahui bahwa setiap siswa mempunyai kemampuan yang berbeda dalam
memahami matematika.
Model pembelajaran yang diduga dapat meningkatkan kemampuan
pemahaman konsep dan komunikasi matematis siswa adalah pembelajaran
kooperatif. Dalam pembelajaran kooperatif, siswa akan lebih aktif, karena terjadi
17
diskusi, percakapan dalam mengungkapkan ide-ide matematika dapat membantu
siswa mengembangkan fikirannya, sehingga siswa yang terlibat dalam perbedaan
pendapat atau mencari solusi dari suatu permasalahan akan memahami konsep
matematika dengan lebih baik dan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi
matematisnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Ansari (2012) yang mengatakan
bahwa salah satu alternatif pembelajaran yang inovatif yang diharapkan dapat
mengembangkan keterampilan berkomunikasi dan proses interaksi antar siswa
adalah model pembelajaran diskusi kelas.
Selain itu, dalam proses pembelajaran siswa dituntut untuk dapat
menemukan solusi dari masalah sampai selesai. Solusi tersebut dapat ditemukan
apabila siswa memiliki kemampuan awal. Kemampuan awal merupakan prasyarat
yang harus dimiliki siswa agar dapat mengikuti pelajaran dengan lancar. Hal ini
dilakukan karena kemampuan awal amat penting peranannya dalam meningkatkan
kebermaknaan pengajaran, yang selanjutnya membawa dampak dalam
memudahkan proses-proses internal yang berlangsung dalam diri siswa ketika
belajar (Uno, 2012). Selain itu, kemampuan awal siswa sangat menentukan
keberhasilan siswa selanjutnya, karena materi pelajaran matematika yang tersusun
secara terstruktur sehingga apabila seseorang mengalami kesulitan pada pokok
bahasan awal, maka dia juga otomatis akan mengalami kesulitan untuk
mempelajari pokok bahasan selanjutnya. Sebaliknya, siswa dengan latar belakang
kemampuan awal yang baik maka dia juga akan mampu mengikuti pelajaran
berikutnya dengan baik pula.
Pada dasarnya kemampuan setiap siswa dalam belajar matematika tidak
18
sedang dan, rendahnya tingkat pencapaian hasil belajar siswa. Maka, bagi siswa
yang memiliki kemampuan awal tinggi dalam belajar matematika, penggunaan
model pembelajaran tidak besar pengaruhnya terhadap kemampuan pemecahan
masalah matematis maupun kemandirian belajarnya, akan tetapi bagi siswa yang
memiliki kemampuan awal sedang ataupun rendah, penggunaan model
pembelajaran yang sesuai dengan tingkat berpikir sangat membantu untuk
memberikan pemahaman terhadap masalah matematika, selain itu pembentukan
kemandirian belajar dalam diri siswa dapat memberikan hasil yang baik. Dengan
demikian, kemampuan awal siswa yang berbeda mempengaruhi model
pembelajaran yang diterapkan.
Berdasarkan hal tersebut, diduga terdapat interaksi antara model
pembelajaran dan kemampuan awal matematika siswa terhadap kemampuan
pemahaman konsep siswa serta terdapat interaksi antara model pembelajaran dan
kemampuan awal matematika terhadap kemampuan komunikasi mmatematis
siswa. Dalam menghadapi ragam kemampuan siswa tersebut merupakan tugas
guru memilih lingkungan belajar dan model pembelajaran yang sesuai. Dengan
harapan siswa tidak akan mengalami kesulitan ketika mereka menghadapi
permasalahan dalam kehidupannya atau ketika melanjutkan sekolah ke jenjang
yang lebih tinggi.
Namun hasil observasi dilapangan menunjukkan bahwa kemampuan
pemahaman konsep siswa dan komunikasi matematis siswa menjadi kurang
berkembang, sehingga proses penyelesaian jawaban siswa terhadap permasalahan
yang diajukan oleh guru pun tidak bervariasi karena siswa hanya mengikuti
19
menjadi kurang maksimal. Hal tersebut menyebabkan siswa tidak terbiasa untuk
menyatakan ulang konsep dengan bahasanya sendiri, memberi contoh dan bukan
contoh, mengaplikasikan konsep ke pemecahan masalah. Selanjutnya siswa juga
tidak terbiasa dalam menuliskan ide matematika dengan kata-kata sendiri,
menuliskan ide matematika ke dalam model matematika, menghubungkan gambar
ke dalam ide matematika, dan menjelaskan prosedur penyelesaiannya.
Oleh karena itu, sebaiknya guru harus mampu memilih model yang tepat
sehingga mampu menarik minat siswa untuk belajar, berpikir mandiri, berdiskusi
dan membuat kesimpulan dengan baik. Model pembelajaran yang digunakan oleh
guru untuk meningkatkan pemahaman konsep dan komunikasi matematis siswa
adalah model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division
(STAD) dan Think Pair Share (TPS). Dalam model pembelajaran kooperatif tipe
STAD siswa dibagi menjadi kelompok beranggotakan empat orang yang beragam
kemampuan, jenis kelamin, dan sukunya. Guru memberikan suatu pelajaran dan
siswa-siswa di dalam kelompok memastikan bahwa semua anggota kelompok itu
bisa menguasai pelajaran tersebut (Rusman, 2010). Sedangkan pada model
pembelajaran koopratif tipe TPS siswa dilatih untuk bekerja sendiri dahulu dalam
menyelesaikan masalah, kemudian berpasangan dengan siswa yang lain
mendiskusikan jawaban masing-masing dan kemudian berbagi dengan pasangan
kelompok yang lain (Trianto, 2011). Hasil penelitian Hidayati (2008) juga
menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD mampu mendorong
siswa dalam penguasaan materi pelajaran dan mewujudkan pembelajaran aktif
yang menyenangkan melalui kebersamaan dalam belajar. Selain itu, hasil
20
pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Kerja
kelompok merupakan inti dari pembelajaran kooperatif tipe STAD yang dilakukan
dalam bentuk mengkomunikasikan ide-ide dan memecahkan permasalahan yang
dihadapi siswa dalam proses pembelajaran sesuai dengan kemampuan awal yang
dimiliki siswa. penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah
proses pembelajaran yang mengutamakan keterlibatan siswa secara aktif pada
proses pembelajaran, dengan siswa dikelompokkan dalam tim-tim kecil terdiri
dari 4-5 orang siswa secara heterogen. Pembelajaran diawali dengan pmberian
materi, dilanjutkan dengan kerja kelompok, kemudian diadakan tes individu,
perhitungan perkembangan skor individu, dan pemberian penghargaan kelompok.
Selanjutnya Riska Rahayu (2014) dalam penelitiannya menyatakan bahwa
kemampuan komunikasi matematis siswa akan lebih baik jika diajarkan dengan
pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Sedangkan model pembelajaran kooperatif Think Pair Share (TPS)
merupakan pembelajaran kooperatif yang memberi siswa banyak waktu untuk
berpikir, menjawab dan saling membantu satu sama lain. Langkah-langkahnya
guru memberikan pertanyaan atau isu dan siswa. Selanjutnya Abbas Hasan (2013)
dalam penelitiannya menyatakan bahwa kemampuan pemahaman konsep dan
kreativitas siswa dapat meningkat dengan pembelajaran kooperatif Think Pair
Share (TPS). Regina Sabariah Sinaga (2014) menyatakan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan
menggunakan model Think Pair Share berbantuan software Wingeom meningkat.
selanjutnya Arsad Halomoan Sipahutar (2015) dalam penelitiannya menyatakan
21
meningkat dengan pembelajaran kooperatif Think Pair Share (TPS). Dalam
penelitian ini yang dimaksud dengan kooperatif tipe think-pair-share merupakan
suatu perencanaan atau suatu pola pembelajaran dirancang dalam tiga tahap
pembelajaran yaitu tahap thinking (berfikir), tahap pairing (berpasangan) dan
tahapan yang terakhir yaitu tahap sharing (berbagi).
Perbedaan yang mendasar diantara kedua model tersebut adalah masalah
yang diberikan oleh guru. Pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD
mengaktifkan siswa di kelas adalah dengan diskusi kelompok. Sedangkan, pada
pembelajaran Think Pair Share, memberi siswa banyak waktu untuk berfikir,
menjawab dan saling membantu satu sama lain. Jadi, dapat dikatakan bahwa
antara model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan pembelajaran Think Pair
Share memiliki karakter yang hampir sama satu sama lain. Meskipun dalam penyajian masalahnya berbeda, namun keduanya merupakan model pembelajaran
yang dirancang untuk meningkatkan hasil belajar siswa, khususnya pada
kemampuan pemahaman konsep dan komunikasai matematis siswa. Dan kedua
model tersebut merupakan student center yang bertujuan mengaktifkan siswa.
Berdasarkan permasalahan di atas maka peneliti mengajukan sebuah studi
dengan judul “Perbedaan Kemampuan Kemampuan Pemahmana Konsep dan
Komunikasi Matematis Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dan Think Pair Share (TPS) di SMP Sabilina ”.
1.2Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka dapat
diidentifikasi beberapa permasalahan yang muncul dalam pembelajaran
22
1. Hasil belajar matematika siswa masih rendah
2. Kemampuan pemahaman konsep matematika masih sangat rendah.
3. Kemampuan siswa dalam berkomunikasi matematis masih rendah.
4. Model pembelajaran yang diterapkan belum dapat memenuhi kebutuhan pada
kemampuan matematika siswa sehingga belum dapat memaksimalkan hasil
belajar siswa.
5. Kemampuan awal siswa yang berbeda mempengaruhi model pembelajaran
yang diterapkan.
6. Terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal
matematika terhadap kemampuan pemahaman konsep.
7. Terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal
matematika terhadap kemampuan komunkasi matematis.
1.3Batasan Masalah
Masalah yang teridentifikasi di atas merupakan masalah yang cukup luas
dan kompleks, agar penelitian ini lebih fokus dan mencapai tujuan. Peneliti
membatasi masalah yang akan diteliti yaitu
1. Kemampuan siswa dalam pemahaman konsep masih rendah.
2. Kemampuan siswa dalam komunikasi matematis masih rendah.
3. Model pembelajaran yang diterapkan belum dapat memenuhi kebutuhan pada
kemampuan matematika siswa sehingga belum dapat memaksimalkan hasil
belajar siswa.
1.4Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah
23
1. Apakah terdapat perbedaan kemampuan pemahaman konsep matematika
antara siswa yang diberi model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan siswa
yang diberi model pembelajaran Think Pair Share (TPS) ?
2. Apakah terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis antara siswa
yang diberi model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan siswa yang diberi
model pembelajaran Think Pair Share (TPS) ?
3. Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal
matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan pemahaman konsep ?
4. Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal
matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematika
siswa ?
1.5Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang
perbedaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan TPS terhadap
kemampuan pemahaman konsep matematika dan komunikasi matematis siswa.
sedangkan secara khusus penelitian ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kemampuan pemahaman
konsep matematika antara siswa yang diberi model pembelajaran kooperatif
tipe STAD dan siswa yang diberi model pembelajaran Think Pair Share
(TPS).
2. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kemampuan komunikasi
matematis antara siswa yang diberi model pembelajaran kooperatif tipe STAD
24
3. Untuk mengetahui apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dan
kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan
pemahaman konsep
4. Untuk mengetahui apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dan
kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan
komunikasi matematika siswa
1.6Manfaat Penelitian
Penelitian ini /diharapkan akan memberikan informasi dalam memperbaiki
proses pembelajaran matematika dengan menerapkan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD dan TPS. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat
bagi:
1. Siswa, dapat terlibat aktif dalam pembelajaran, terlatih dalam menjalankan
proses dalam mengkonstruksi sendiri pengetahuannya, sehingga
menumbuhkembangkan kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi
matematis.
2. Guru, sebagai masukan dalam menciptakan pembelajaran yang efektif bagi
siswa sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa serta menciptakan
suasana kelas yang interaktif dalam pembelajaran.
3. Penulis, sebagai pengalaman yang nantinya akan menjadi bekal dalam
melaksanakan kegiatan belajar mengajar dikemudian hari.
4. Sekolah atau lembaga pendidikan, dapat memberi kontribusi dalam
penyusunan kurikulum dan silabus terhadap pelaksanaan pembelajaran di
160
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil analisis, temuan dan pembahasan yang telah
dikemukakan pada bab sebelumnya diperoleh beberapa kesimpulan yang
berkaitan dengan pembelajaran STAD (Student Team Achievment Division) dan
pembelajaran TPS (Think Pair Share), kemampuan pemahaman konsep
matematika dan komunikasi matematis siswa. Simpulan tersebut sebagai berikut:
1. Terdapat perbedaan kemampuan pemahaman konsep matematika antara siswa
yang diberi model pembelajaran STAD (Student Team Achievment Division)
dengan siswa yang diberi pembelajaran TPS (Think Pair Share) .
2. Terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang
diberi model pembelajaran STAD (Student Team Achievment Division)
dengan siswa yang diberi pembelajaran TPS (Think Pair Share).
3. Terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan awal
matematik siswa terhadap kemampuan pemahaman konsep matematika siswa.
4. Terdapat interaksi antara pembelajaran dan kemampuan awal matematika
siswa terhadap kemampuan penalaran matematik siswa
5.2Implikasi
Berdasarkan simpulan di atas diketahui bahwa penelitian ini berfokus pada
kemampuan pemahaman konsep matematika dan komunikasi matematis siswa
melalui pembelajaran STAD (Student Team Achievment Division) dan
pembelajaran TPS (Think Pair Share). Terdapat perbedaan kemampuan
pemahaman konsep matematika dan komunikasi matematis siswa yang diajarkan
161
dengan Pembelajaran STAD (Student Team Achievment Division) dan
pembelajaran TPS (Think Pair Share) secara signifikan. Ditinjau dari interaksi
antara model pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa, hasilnya
dapat dilihat dari model pembelajaran yang diterapkan pada siswa kelas
eksperimen 1 dan siswa kelas eksperimen 2 dengan kategori KAM siswa.
Beberapa implikasi yang perlu diperhatikan bagi guru sebagai akibat dari
pelaksanaan proses pembelajaran dengan model pembelajaran STAD (Student
Team Achievment Division):
1. Dari aspek yang diukur, berdasarkan temuan dilapangan terlihat bahwa
kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematis siswa masih
kurang memuaskan. Hal ini disebabkan siswa terbiasa dengan selalu
memperoleh soal-soal yang langsung dalam bentuk model matematika,
sehingga ketika diminta untuk untuk memunculkan ide mereka sendiri siswa
masih merasa sulit.
2. Model pembelajaran STAD (Student Team Achievment Division) dan
pembelajaran TPS (Think Pair Share) dapat diterapkan pada kategori KAM
(Tinggi, Sedang dan Rendah) pada kemampuan pemahaman konsep dan
komunikasi matematis siswa.
5.2Saran
Berdasarkan simpulan penelitian yang diuraikan di atas, dapat
dikemukakan beberapa saran sebagai berikut:
1. Bagi Guru
a. Pembelajaran kooperatif tipe STAD dan TPS baik diterapkan pada
162
b. Dari tiga indikator kemampuan pemahaman konsep yaitu digunakan
dalam penelitian ini adalah menyatakan ulang sebuah konsep dengan
bahasa sendiri, memberi contoh dan bukan contoh, mengaplikasikan
konsep dalam representasi matematika. Oleh karena itu, dalam setiap
pembelajaran sebaiknya siswa dibiasakan untuk menyatakan ulang konsep
dan mampu memberi contoh dan bukan contoh kemudian
mengaplikasikan konsep dalam representasi matematika.
c. Guru matematika sebaiknya harus membuat perencanaan mengajar yang
baik dengan daya dukung sistem pembelajaran berupa buku-buku yang
relevan, LAS, RPP, dan media pembelajaran yang baik pula agar model
pembelajaran STAD (Student Team Achievment Division) dan
pembelajaran TPS (Think Pair Share) lebih efektif diterapkan pada
pembelajaran matematika di kelas.
d. Guru sebaiknya menciptakan suasana belajar yang lebih banyak
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan
gagasan-gagasan dalam meningkatkan kemampuan matematika siswa dengan cara
mereka sendiri sehingga dalam belajar matematika mereka lebih berani
berargumentasi, lebih percaya diri dan kreatif.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
a. Untuk peneliti selanjutnya, hendaknya melakukan penelitian STAD
(Student Team Achievment Division) dan pembelajaran TPS (Think Pair
Share), pada pokok bahasan yang berbeda dengan waktu penelitian yang lebih lama, agar hasil yang diperoleh mencapai maksimal.
163
dengan melakukan penelitian aspek-aspek kemampuan matematis yang
lain yaitu kemampuan pemecahan masalah, penalaran, koneksi, dan
representasi matematis secara lebih terperinci dan melakukan penelitian di
tingkat sekolah yang belum terjangkau oleh peneliti saat ini.
c. Untuk peneliti yang ingin meneliti kemampuan pemahaman konsep dan
komunikasi matematis lebih lanjut, ataupun kemampuan matematis lain,
hendaknya perlu diperhatikan perkembangan siswa untuk setiap indikator
kemampuan yang akan diukur, agar hasil yang diperoleh sesuai dengan
tujuan yang akan dicapai.
3. Bagi Lembaga Terkait
Model pembelajaran STAD (Student Team Achievment Division) dan
pembelajaran TPS (Think Pair Share) dapat dijadikan sebagai salah satu
alternatif pembelajaran dalam meningkatkan kemampuan pemahaman konsep
matematika dan komunikasi matematis siswa sehingga dapat dijadikan
164
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman. (2012). Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Ansari, B.I. (2012). Komunikasi Matematik dan Politik, Suatu Perbandingan: Konsep dan Aplikasi. Yayasan Pena Banda Aceh Divisi Penerbitan: Banda Aceh
Arends, Richard I. (2008). Learning To Teach (Belajar untuk Mengajar). Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Aryan, B. (2011). Kemampuan Membaca dalam Pembelajaran Matematika.
(Online). Tersedia:
http//ejournal.umm.ac.id/index.php/penmath/article/viewFile/611/633_um m_scientific_journal.pdf. Diakses 03 Juni 2011.
Asikin, M. (2001). Komunikasi Matematika dalam RME. Makalah. Yogyakarta: Universitas Sanata Darma
Baroody,A.J. (1993). Problem Solving, Reasoning, and Communicating, K-8. Helping Children Thing Mathematically. New York: Merril, an Inprint of Macmillan Publishing, Company
Brendefur, J & Frekholm, J. (2000). Promoting Mathematical Communication in the Classroom: Two Presrvice Teachers’ Conceptions and Practices. Journal of Mathematics Teacher Education. 3:125-153, 2000, (online):
http://www.educ.fc.ul.pt/docentes/jponte/textos/Brendefur-Frykholm%202000.pdf
Depdiknas. (2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi.Jakarta:Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas
Gagne, R.M. (1997). Conditioning of Learning. New York: Holt, Rinchart and Winston
Gordah, E. K. (2009). Meningkatkan Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah Matematik Melalui Pendekatan Open Ended. Tesis Pascasarjana UPI Bandung: Tidak diterbitkan
Hamid, K. A. (2007). Teori Belajar dan Pembelajaran. Medan: Program Pascasarjana Unimed
165
. (2005). Pengembangan Kurikulum Pembelajaran Matematika.Malang: UM Press
Huggins, M. (1992). Momentum 21: Regional Cooperation in the Chippewa Valley. National Civic Reniew 81
Husna, dan Ikhsan. (2013). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS). Jurnal Peluang. Volume I Nomor 2 ISSN: 2302-5158
Isjoni. (2009). Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi antar Peserta Didik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Kadir. (2015). Statistika Terapan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Lie, A. (2004). Cooperative Learning. Jakarta: Gramedia
Lim, L dan Pugalee, D.K. (2005). Using Journal Writing to Explore “They Communicate to Learn Mathematics and They Learn to Communicate
Mthematically”. [Online]. Tersedia:
http://www.nipissingu.ca.oar/new_issue-V722E.htm. [29 Januari 2006]
Lindquist, M.M dan Elliott, P.S. (1996). “Communication an Imperactive for Change: A Conversation with Mary Lindquist”. Communication in Mathematics K-12 and Beyond. Virginia: NCTM
Mahmudi, A. (2011). Pengembangan Pembelajaran Matematika. (online). Tersedia:http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/pengembanga%20pe mb%20Matematika_1.pdf. Diakses tanggal 25 Desember 2012
Muhibbinsyah. (2003). Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Mulyana,D. (2000). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Rosdakarya
National Council of Teacher of Mathematics ( NCTM ). (1998). Curriculum and Evaluation Standard For School Mathematics. Virginia: Reston
. (2011). Curriculum and Evaluation Standard For School Mathematics. Virginia: Reston
. (2000). Curriculum and Evaluation Standards For School Mathematics. (http://www.nctm.org/meetings/). Diakses pada tanggal 11 Januari 2011
Nebesniak, Amy. (2007). Using Cooperative Learning to Promote a
166
http://scimath.unl.edu/MIM/files/research/NebesniakA.PDF diakses tanggal 17 November 2013
Peressini, D dan Bassett, J. (1996). “Mathematical Communication in Student’s Responses to a Performance-Assesment Task”. Communication in Mathematics K-12 and Beyond. Virginia: NCTM
Polla, G. (1999). Effort to Increase Mathematics for All through Communication in Mathematics Learning.[Online]
Prihandoko, Antonius C. (2006). Memahami Konsep Matematika Secara Benar dan Menyajikannya dengan Menarik. Jakarta: Depdiknas
Pugalee,D.A. (2001). Using Communication to Develop Students Mathematical
Literacy. 6(5).296-299. (Online). Tersedia:
http://www.my.nctm.org/eces/article-summary asp?URI=MTMS 2001-01-296&from=B. Diakses 26 Maret 2011
Purwanto, N. (1995). Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya
Ramli, M. 2009. Internasionalisasi Sekolah, (online), (http://standards.nctm.org/document/chapter2/index.htm, diakses 5 Maret 2009)
Reys, E.R. (2001). Helping Children Learn Mathematics, John Wiley and Sons, Inc, United States of America
Rusdi, I. 2008. Penggunaan Maple dalam Pembelajaran Matematika, Seminar Nasional Optimaliasi Pembelajaran Matematika, Februari 2008
Ruseffendi, E.T. (1993). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press
Rusman. (2010). Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalitas Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Sa’dijah. (2010). Aspek Pemahaman Konsep. (Online). Tersedia:http://nizland.worpress.com. Diakses 09 Maret 2010
Sadiman, A. Raharjo, R., Haryono, A., dan Rahardjito. (2007). Media Pendidikan :Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya , Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Sagala,S. (2010).Konsep dan Makna Pembelajaran.Alfabeta:Bandung
167
Saragih, S. (2007). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis dan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi. Bandung : Pendidikan Matematika UPI Bandung
Sardiman. (2011). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali
Sinaga,B. (2007). Pengembangan Model Pembelajaran Matematika Berdasarkan Masalah Berbasis Budaya Batak. Disertasi PPs UNESA
Sudjana, Nana. (2005). Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algesindo
Suherman, E. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, Bandung: JICA. Universitas Pendidikan Indonesia
Sumarno, U. (2003). Pembelajaran Matematika untuk Mendukung Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah. Bandung: UPI
. (2006). Pembelajaran Keterampilan Membaca Matematika pada Siswa Sekolah Menengah. Makalah pada Seminar Pendidikan Matematika Desember 2006 FMIPA UPI Bandung. (online). Tersedia: yudhaanggara147.files.wordpress.com/2011/12/mklh-ketbaca-mar-nov-06-new.pdf. Diakses 03 Januari 2013
Tanjung, Rosliana. (2013). Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik dan Motivasi Belajar Siswa Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD pada SMK Percut Sei Tuan. Thesis. Medan: Digilab Unimed
Trianto. (2011). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana
Turmudi. (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika (Berparadigma Eksploratif dan Investigatif). Jakarta : Leuser Cita Pustaka Umar, Wahid. (2012). Membangun Kemampuan Komunikasi Matematis dalam
Pembelajaran Matematika. Jurnal FKIP Universitas Khairun Ternate Uno, Hamzah B. (2010). Teori Motivasi & Pengukurannya Analisis Dibidang
Pendidikan (lrd ed).Jakarta:Bumi Aksara
Walpole, Ronald E. (1995). Pengantar Statistik Edisi 3 Alih Bahasa: Bambang Sumantri. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Yeung, Hastings Chim Ho. (2015). Literature Review of the Cooperative Learning Strategy–Student Team Achievement Division (STAD)
International Journal of Education