• Tidak ada hasil yang ditemukan

Formulasi Minuman Fungsional Berbasis Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) dengan Penambahan Pewarna Alami

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Formulasi Minuman Fungsional Berbasis Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) dengan Penambahan Pewarna Alami"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

FORMULASI MINUMAN FUNGSIONAL BERBASIS RUMPUT

LAUT (Kappaphycus alvarezii) DENGAN PENAMBAHAN

PEWARNA ALAMI

SENDY RINDI FEBRIYANTO

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Formulasi Minuman Fungsional Berbasis Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) dengan Penambahan Pewarna Alami” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya limpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Sendy Rindi Febriyanto C34070056

____________________

(4)

ABSTRAK

SENDY RINDI FEBRIYANTO. Formulasi Minuman Fungsional Berbasis Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) dengan Penambahan Pewarna Alami. Dibawah Bimbingan. WINI TRILAKSANI dan BAMBANG RIYANTO.

Minuman fungsional jelly rumput laut merupakan digestive health karena kandungan seratnya yang tinggi, akan tetapi masih banyak digunakannya pewarna sintetis. Peningkatan mutu dengan pewarna alami rosela, temulawak dan bit merupakan alternatif baru yang sangat penting. Hasil memperlihatkan semakin tinggi konsentrasi pewarna alami yang ditambahkan, makin tinggi pula kandungan antioksidan yang ada, yaitu masing-masing 1.153,080; 537,400 dan 409,040 ppm. Adapun kandungan serat pangan adalah 1,93; 1,88; dan 1,93%.

Kata Kunci: antioksidan, digestive health, rosela, temulawak, umbi bit.

ABSTRACT

The functional drink of seaweed jelly is digestive health because high fiber content, but still a lot of use of synthetic colorants. Improved quality with natural colorant roselle, curcuma and beet is a new alternative that is very important. The results showed higher concentrations of natural colorant are added, the higher the antioxidant content of existing, respectively 1153.080; 537.400, and 409.040 ppm. The dietary fiber content is 1.93; 1.88; 1.93%.

(5)

FORMULASI MINUMAN FUNGSIONAL BERBASIS RUMPUT

LAUT (Kappaphycus alvarezii) DENGAN PENAMBAHAN

PEWARNA ALAMI

SENDY RINDI FEBRIYANTO

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Formulasi Minuman Fungsional Berbasis Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) dengan Penambahan Pewarna Alami

Nama : Sendy Rindi Febriyanto NRP : C34070056

Disetujui oleh

Dr Ir Wini Trilaksani, MSc Bambang Riyanto, SPi, MSi Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Joko Santoso MSi Ketua Departemen

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei sampai September 2012 ini ialah Formulasi Minuman Fungsional Berbasis Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) dengan Penambahan Pewarna Alami.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Wini Trilaksani MSc dan Bambang Riyanto SPi, MSi selaku dosen pembimbing, serta Bapak Ir Heru Sumaryanto MSi sebagai dosen penguji yang telah banyak memberi saran. Disamping itu, penghargaan penulis kepada Ibu Ema Masruroh beserta seluruh staf laboratorium THP IPB. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu adik serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2014

(11)

DAFTAR ISI

Minuman Fungsional dan Minuman Jelly 3

Pewarna alami 3

Penentuan formula minuman jelly 6

Ekstraksi pewarna alami 7

Formula minuman jelly dengan penambahan pewarna alami 10

Prosedur Analisis 10

Pengujian sensori (BSN-2006) 10

Analisis kimia 10

HASIL DAN PEMBAHASAN 13

Penentuan Formula Minuman Jelly 13

Kenampakan 14

Warna 14

Aroma 15

Tekstur 15

Rasa 16

Uji Sensori Minuman jelly denganPenambahan Pewarna Alami 16

Rosela 16

Temulawak 17

Bit 18

Karakterisitk Kimia 19

Uji Kandungan Antioksidan 20

Rosela 20

Temulawak 21

Bit 22

(12)

SIMPULAN DAN SARAN 24

DAFTAR PUSTAKA 24

LAMPIRAN 27

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir pembuatan minuman jelly 6 2 Diagram alir pembuatan ekstrak pewarna alami 8 3 Diagram alir pembuatan minuman jelly dengan pewarna alami 9 4 Nilai rataan organoleptik minuman jelly 14 5 Nilai rataan organoleptik minuman jelly dengan penambahan

pewarna rosela 17

6 Nilai rataan organoleptik minuman jelly dengan penambahan pewarna

temulawak 18

7 Nilai rataan organoleptik minuman jelly dengan penambahan pewarna

bit 19

DAFTAR TABEL

1 Hasil uji aktivitas antioksidan pada minuman jelly dengan

penambahan pewarna alami 20 2 Hasil analisis proksimat dan serat minuman jelly dengan

penambahan pewarna alami 23

DAFTAR LAMPIRAN

1 Scoresheet uji sensori (Hedonik) penentuan formula minuman jelly 54 2 Scoresheet uji sensori (Hedonik) minuman jelly dengan

penambahan pewarna alami 55 3 Nilai rataan uji sensori (Hedonik) penentuan formula minuman jelly 56 4 Hasil analisis statistik uji sensori 57 5 Nilai rataan uji sensori (Hedonik) minuman jelly dengan

penambahan pewarna alami 58 6 Hasil analisis statistik uji sensori 59 7 Hasil uji kandungan antioksidan minuman jelly dengan

pewarna rosela 61

8 Hasil uji kandungan antioksidan minuman jelly dengan

pewarna temulawak 62

9 Hasil uji kandungan antioksidan minuman jelly dengan

pewarna bit 63

(13)
(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkembangan industri minuman di Indonesia mengalami pertumbuhan yang sangat pesat dari 11.729 juta liter/kapita pada tahun 2004 menjadi 17.531 juta liter/kapita pada tahun 2010. Hal ini dibuktikan dengan semakin banyaknya jenis minuman ringan yang beredar di pasaran. Menurut catatan Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM), hampir 55% penduduk Indonesia menyukai minuman panas, seperti hot tea, hot coffee, susu dan iced tea drinks, sementara 45% sisanya mengonsumsi minuman lainnya.

Saat ini tingkat konsumsi minuman ringan, khususnya air minum dalam kemasan di Indonesia masih sangat rendah dibandingkan dengan negara lain yang jumlah penduduknya jauh di bawah Indonesia. Di Thailand tingkat konsumsi minuman ringan mencapai 89 liter, Filipina 122 liter dan Singapura 141 liter perkapita. Pada tahun 2015 Indonesia mentargetkan konsumsi minuman ringan mencapai 100 liter perkapita (Suroso 2010). Suatu peluang yang terbuka mengingat kesadaran konsumen akan pentingnya kesehatan semakin meningkat. Saat ini konsumen cenderung lebih memilih pangan fungsional yang memiliki efek digestive health. Pada tahun 2007 konsumsi pangan fungsional yang memiliki efek digestive health mendominasi pasar Eropa dan Jepang masing-masing 68% dan 64%. Di Indonesia sendiri pasar pangan fungsional semakin meningkat ditandai dengan meningkatnya produk yang mengandung probiotik, kaya serat dan sebagainya (Noer 2010). Salah satu bahan baku yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan kaya serat yaitu rumput laut (Winarno 1996).

Rumput laut memiliki kandungan protein, mineral, vitamin, sedikit lemak dan karbohidrat khususnya serat. Cox et al. (2010) menyampaikan juga bahwa rumput laut merupakan salah satu bahan pangan yang mengandung antioksidan dan antimikrobial. Antioksidan merupakan senyawa yang mampu menghambat oksidasi molekul lain. Antioksidan yang banyak terdapat dalam rumput laut diantaranya fenol, tanin, dan flavonoid. Beberapa jenis rumput laut dapat menghasilkan karagenan yang merupakan senyawa polisakarida sulfat berantai panjang berfungsi sebagai penstabil, pengental dan penjedal (Glicksman 1983). Pemanfaatan karaginan sebagai hasil olahan rumput laut berkembang di bidang pangan. Penggunaan karaginan dalam industri makanan dan minuman berfungsi sebagai dietetic food, stabilizer, pensuspensi dan gelling agent. Sifat gelling agent yang terdapat dalam karagenan telah banyak dimanfaatkan oleh 28% industri minuman (Anggadiredja 2008).

(15)

memiliki konsistensi gel yang lemah sehingga dapat menghindari pengendapan, namun mudah diminum atau disedot sebagai minuman (BSN 1994).

Dalam rangka meningkatkan mutu minuman jelly sebagai minuman kesehatan, penggunaan bahan harus memiliki kandungan gizi tinggi. Selain itu, bahan pengisi seperti pewarna, pencita rasa dan bahan tambahan lainnya harus memiliki gizi yang dapat meningkatkan mutu produk tersebut. Pewarna merupakan salah satu bahan tambahan yang dapat digunakan untuk meningkatkan mutu suatu produk.Penggunaan pewarna dapat meningkatkan penerimaan suatu produk khususnya pada parameter kenampakan, warna dan rasa (Winarno 2008).

Zat pewarna yang digunakan dalam makanan dibedakan menjadi dua yaitu pewarna buatan/sintetik dan pewarna alami. Pewarna buatan banyak digunakan karena mudah didapatkan dan memiliki banyak variasi. Namun, penggunaan pewarna buatan ini memiliki efek negatif bagi tubuh. Oleh karena itu, kini masyarakat mulai beralih pada penggunaan pewarna alami yang merupakan substansi alami pada sel atau jaringan tumbuhan dan hewan yang dapat memberikan efek warna (Winarti 2010). Beberapa pewarna alami juga menghasilkan senyawa kimia yang bersifat sebagai antioksidan seperti klorofil, antosianin, betalain dan karotenoid (Winarno 2008).

Keanekaragaman hayati yang terdapat di nusantara ini menjadi sumber bahan pewarna makanan alami untuk digunakan sebagai bahan tambahan pangan fungsional. Adapun beberapa contoh tumbuhan yang dapat digunakan yaitu rosela, temulawak dan bit.

Diversifikasi minuman jelly dengan penambahan pewarna alami yang berasal dari tumbuhan merupakan salah satu upaya alternatif dalam mengkonsumsi pangan fungsional. Penggunaan bahan baku rumput laut dan pewarna alami dapat meningkatkan mutu produk minuman jelly menjadi minuman kesehatan yang kaya akan serat dan antioksidan. Selain itu, penggunaan pewarna alami juga dapat meningkatkan nilai sensori dari produk minuman ini seperti kenampakan, warna dan rasa.

Tujuan

Tujuan dilakukannya penelitian ini untuk mengetahui nilai sensori minuman jelly dengan penambahan pewarna rosela, temulawak dan bit serta mengetahui karakteristik kimia dan kandungan antioksidan dari minuman jelly dengan penambahan pewarna rosela, temulawak dan bit.

TINJAUAN PUSTAKA

Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii)

Rumput laut atau Seaweed merupakan salah satu produk perikanan yang kaya akan mineral dan serat pangan serta salah satu makanan tradisional di Asia. Hasil penelitian Santoso et al. (2006) menunjukkan hubungan antara aspek kesehatan rumput laut dengan serat pangan dan kandungan mineral yang terkandung dalam rumput laut.

(16)

polisakarida. Karagenan dapat terekstraksi dengan air panas yang mempunyai kemampuan untuk membentuk gel. Sifat pembentukan gel pada rumput laut ini dibutuhkan untuk menghasilkan pasta yang baik, karena termasuk ke dalam golongan Rhodophyta yang menghasilkan florin starch. (Winarno 1996). Hasil penelitian Suzuki et al. (2006) menunjukkan kandungan mineral terbesar pada Kappaphycus alvarezii adalah potassium, kalium dan magnesium. Menurut Suryaningrum et al. (2006), pada Kappaphycus alvarezii terdapat aktivitas antioksidan dan di dominasi oleh senyawa Benzena.

Minuman Fungsional dan Minuman Jelly

Menurut Badan Pengawasan Obat dan Makanan (2004), pangan fungsional adalah pangan yang baik secara alamiah maupun yang telah melalui proses pengolahan, mengandung satu atau lebih komponen yang berdasarkan kajian-kajian ilmiah dianggap mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan, disajikan dan dikonsumsi sebagaimana layaknya makanan atau minuman dan memiliki karakteristik sensori seperti penampakan, warna, tekstur atau konsistensi dan citarasa yang dapat diterima konsumen.

Beberapa komponen fungsional yang telah diizinkan antara lain vitamin, mineral, gula alkohol, serat pangan, fitosterol dan fitostanol, prebiotik serta probiotik. Komponen pangan fungsional tidak boleh memberikan interaksi yang tidak diinginkan dengan komponen lain.

Jelly merupakan produk hasil gelatinisasi dari campuran hidrokoloid dan gula dalam air dengan karakteristik gel yang bersifat elastis dan tidak mengandung butiran-butiran halus di dalamnya. Minuman jelly adalah produk minuman yang berbentuk gel, yang dapat dibuat dari pektin, agar, karagenan, gelatin, atau senyawa hidrokoloid lainnya dengan penambahan gula, asam, dan atau tanpa bahan tambahan makanan lain yang diizinkan. Minuman ini memiliki konsistensi gel yang lemah sehingga pengendapan dapat dihindari, namun mudah diminum atau disedot sebagai minuman (BSN 1994).

Bahan-bahan pendukung dalam pembuatan minuman jelly diantaranya karagenan, kalium sitrat, sukrosa, asam sitrat, dan pengawet. Karagenan yang digunakan biasanya merupakan hasil ekstraksi dari ganggang merah (Rhodophyceae), antara lain Chondrus crispus, Euchema cottonii, dan Euchema spinosum (Imeson 2010).

Pewarna Alami Bit (Beta vulgaris)

Menurut Winkler et al. (2005), bit merupakan salah satu bahan pangan yang mengandung betalain sebagai antioksidan, anti inflamasi dan juga anti kanker. Menurut Szalaty (2008), bit merupakan sumber utama betacyanin yang digunakan dalam industri makanan sebagai pewarna alami untuk produk makanan.

Cai et al. (2003) menyampaikan juga bahwa bit merupakan bahan pangan berwarna merah keunguan yang berasal dari kombinasi pigmen merah-ungu betacyanin dan pigmen kuning betaxanthin. Bit termasuk kelompok sayuran yang

berpotensi memiliki kandungan antioksidan yang tinggi. Menurut Kanner et al. (2001) pigmen dari bit merah terutama betanin efektif menghambat

(17)

Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan tanaman asli Indonesia yang tumbuh di daerah tropis. Berdasarkan penelitian dan pengalaman, temulawak telah terbukti berkhasiat dalam menyembuhkan berbagai jenis penyakit. Tanaman ini dapat digunakan mengobati gangguan hati, asma, penambah nafsu makan, diare, batuk dan sariawan (Hernani dan Raharjo 2006).

Menurut Lin et al. (2009), rimpang temulawak mengandung protein, pati, dan zat warna kuning kurkuminoid (terdiri dari dua komponen yaitu kurkumin dan desmetoksikurkumin) serta minyak atsiri. Pati merupakan komponen terbesar dalam temulawak sekitar 29-34%. Pati ini adalah jenis jenis yang mudah dicerna sehingga baik untuk makanan bayi atau makanan orang yang baru sembuh dari sakit.

Aggarwal et al. (2003) menyebutkan bahwa kurkumin berpotensi mencegah berbagai jenis kanker dan antiinflamasi. Selain itu menurut Ruslay et al. (2007), temulawak mengandung kurkumin, demetoksikurkumin dan bisdemetoksikurkumin yang bersifat antioksidan. Oleh karena itu temulawak juga sering dijadikan minuman kesehatan dan obat.

Rosela (Hibiscus sabdariffa L.)

Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) merupakan tanaman yang sangat baik ditanam didaerah tropis dan sub tropis. Kandungan kimia rosela tersebar pada seluruh bagian tanaman ini yaitu bunga, daun, biji. Kandungan penting yang terdapat pada kelopak bunga rosela adalah pigmen antosianin yang membentuk flavonoid yang berperan sebagai antioksidan. Zat lain yang tak kalah penting yang terkandung dalam rosela adalah kalsium, niasin, riboflavin dan besi yang cukup tinggi. Menurut Maryani et al. (2005), selain kandungan gizi yang terdapat pada rosela, adapula hal unik yang dimiliki rosela yaitu memiliki rasa masam yang menyegarkan pada kelopak karena kandungan senyawa asam dominan yaitu asam sitrat dan asam malat.

Antioksidan

Antioksidan merupakan senyawa penting dalam menjaga kesehatan tubuh yang berfungsi sebagai penangkap radikal bebas. Menurut Lestario (2008), fungsi utama dari antioksidan sendiri untuk memperkecil terjadinya proses oksidasi dari lemak dan minyak. Hartoyo et al. (2002) menyebutkan bahwa konsumsi antioksidan pada makanan dapat menghambat proses oksidasi yang dapat menekan jumlah radikal bebas.

Menurut Antolovich et al. (2002) tubuh manusia secara memiliki antioksidan yang berfungsi sebagai pertahanan dari oksidasi. Namun antioksidan di dalam tubuh tidak dapat mencukupi untuk mempertahankan keseimbangan tubuh dari radikal bebas yang dihasilkan oleh oksidasi. Oleh karena itu, mengkonsumsi makanan yang mengandung antioksidan dibutuhkan untuk membantu tubuh dalam mempertahankan keseimbangannya.

(18)

berupa polifenol seperti flavonoid (yaitu flavon, flavonols, flavanon, flavononols, chalcones dan-3 flavan-OLS), lignins, tokoferol, tanin dan asam fenolat (Cox et al. 2010).

Serat Pangan

Menurut Trowell (1976), serat pangan merupakan terdiri dari sisa-sisa sel tanaman yang resisten terhadap hidrolisis (pencernaan) oleh enzim pencernaan manusia. Komponen tersebut diantaranya hemiselulosa, selulosa, lignin, oligosakarida, pektin, gum dan lilin.

Berdasarkan karakteristik terhadap kelarutan, serat pangan dibagi menjadi serat pangan larut air (soluble dietary fiber, SDF) dan serat pangan tidak larut air (insoluble dietary fiber, IDF). Serat pangan larut air merupakan komponen serat yang dapat larut di dalam air dan dalam saluran pencernaan. Fungsi utama serat pangan larut air adalah memperlambat kecepatan pencernaan dalam usus sehingga aliran energi ke dalam tubuh berkurang, memberikan perasaan kenyang yang lebih lama, dan memperlambat kemunculan gula darah sehingga membutuhkan sedikit insulin.Adapun serat pangan tidak larut air adalah serat yang tidak larut air baik di dalam air ataupun saluran pencernaan. Fungsi utama serat pangan tidak larut adalah memperpendek waktu transit makanan dalam usus dan memperlancar proses buang air besar (Astawan dan Kasih 2008).

Kecukupan asupan serat kini dianjurkan semakin tinggi, mengingat banyak

manfaat untuk kesehatan tubuh. Menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004) kebutuhan total serat pangan adalah 25g/hari dengan rasio serat

pangan tidak larut air dan larut airnya 3:1.

METODE

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan formula minuman jelly antara lain rumput laut (Kappaphycus alvarezii) basah (umur panen 45 hari), temulawak kering (umur panen 10 bulan), kuntum bunga rosela kering (2 bulan), bit (umur panen 3 bulan). Uji kandungan antioksidan adalah metanol (Merck),

radikal bebas 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH), dan butylated

hydroxyltoluene (BHT) serta asam askorbat sebagai antioksidan pembanding.

Alat

(19)

Tahapan Penelitian

Penelitian dilaksanakan dalam tiga tahapan yaitu penentuan formula minuman jelly dengan membandingkan komposisi rumput laut dan air, ekstraksi pewarna alami cair dan formulasi minuman jelly dengan penambahan pewarna alami serta pengujian kandungan antioksidan dan serat pangan.

Penentuan formula minuman jelly

Proses pembuatan minuman jelly diawali dengan merendam rumput laut selama 24 jam, kemudian dicuci hingga bersih. Rumput laut yang telah dicuci selanjutnya digiling menggunakan blender hingga menjadi bubur rumput laut. Kemudian bubur rumput laut dimasak pada suhu 100oC dengan perbandingan antara air dan bubur rumput laut adalah 1:8, 1:9, dan 1:10 (Trilaksani et al. 2013 dengan modifikasi). Minuman rumput laut yang dihasilkan kemudian disaring untuk memisahkan ampasnya. Kemudian minuman rumput laut tersebut ditambahkan gula sebanyak 10% dan asam sitrat 0,1% dari bobot bahan (Trilaksani et al. 2013 dengan modifikasi) serta dilakukan penghomogenan menggunakan sudip kayu. Selanjutnya minuman didinginkan (suhu 27oC) dan

dikemas dengan gelas plastik. Pemilihan formula terbaik dilakukan berdasarkan tingkat kesukaan (uji hedonik). Gambar Proses pembuatan minuman jelly dapat dilihat pada Lampiran 12. Berikut adalah diagram alir pembuatan minuman jelly yang dapat dilihat pada Gambar 1.

Ekstraksi pewarna alami

Ekstraksi pewarna alami dilakukan dengan cara mengekstrak warna dari tumbuhan seperti rosela, temulawak dan bit. Proses ekstraksi pewarna alami ini mengacu pada Andarwulan dan Faradillah (2012).

Pengekstrakan warna alami dari bit dilakukan dengan cara mengupas kulit buah bit kemudian dicuci dan dilakukan pengirisan. Setelah buah bit yang telah diiris kemudian dilakukan penimbangan. Selanjutnya buah bit diekstrak menggunakan air dengan perbandingan air:bit 1:10 dan 1:15 selama 15 menit. Ekstrak bit kemudian dilakukan penyaringan untuk memisahkan ekstrak dengan ampas.

Proses pembuatan ekstrak pewarna alami dari kelopak bunga rosela diawali dengan proses pengeringan pada sinar matahari. Bunga rosela kering selanjutnya dilakukan permasakan kuntum bunga rosela dengan perbandingan air:bunga rosela 1:10 dan 1:15 selama 15 menit. Ekstrak tersebut kemudian dilakukan penyaringan untuk memisahkan ekstrak dengan ampas.

(20)

Keterangan :

: bahan / olahan

: proses

* : bagian yang dimodifikasi

Gambar 1. Diagram alir pembuatan minuman jelly (Trilaksani et al. 2013 dengan modifikasi)

Pengemasan

Minuman Jelly

Pendinginan dengan suhu 27oC

Pemasukan air dengan perbandingan air:rumput

laut 1:8, 1:9, 1:10*

Penggilingan Rumput laut

Pemasakan dengan suhu 100oC selama 1 jam

Penyaringan (10 mesh) Bubur rumput laut

Ekstrak rumput laut

Ampas

Penghomogenan gula 10% *

(21)

Keterangan :

: bahan / olahan

: proses

Gambar 2. Diagram alir pembuatan ekstrak pewarna alami

Formula minuman jelly dengan penambahan pewarna alami

Formula terbaik minuman jelly pada penelitian awal selanjutnya dilakukan penambahan pewarna alami sebanyak 5% dari bobot bahan dan dihomogenkan menggunakan sudip kayu. Minuman jelly kemudian didinginkan pada suhu 27oC dan dikemas menggunakan gelas plastik (Trilaksani et al. 2013 dengan modifikasi).

Penyaringan (10 mesh)

Ekstrak pewarna rosela Rosela kering

Pemasakan dengan suhu 100oC

Pemasukan air

Penyaringan (10 mesh)

Ekstrak pewarna bit

Bit

Pengirisan

Pemasakan dengan suhu 100oC

Bit halus

Ekstrak pewarna temulawak Temulawak

Penjemuran 30 – 32oC

Pengirisan

Pemasakan dengan suhu 100oC

(22)

Keterangan :

: bahan / olahan

: proses

* : bagian yang dimodifikasi

Gambar 3. Diagram alir pembuatan minuman jelly dengan pewarna alami (Trilaksani et al. 2013 dengan modifikasi)

Pewarna 5%*

Bubur rumput laut

Penghomogenan

Ampas Pemasukan air

dengan perbandingan air:rumput laut 1:8,

1:9, 1:10*

Penggilingan dengan blender

Pengemasan Rumput laut

Pemasakan dengan suhu 100oC selama 1 jam

Penyaringan (10 mesh)

Minuman Jelly

Pendinginan (27oC)

Ekstrak rumput laut gula 10%*

(23)

Prosedur Analisis

Pengujian sensori (BSN-2006)

Uji sensori yang digunakan untuk uji organoleptik ini berdasarkan hedonic test (uji hedonik) SNI-01-2346-2006. Uji hedonik merupakan metode uji yang digunakan untuk mengukur tingkat kesukaan terhadap produk dengan menggunakan lembar penilaian. Jumlah tingkat kesukaan bervariasi tergantung dari rentangan mutu yang ditentukan. Penilaian dapat diubah dalam bentuk angka dan selanjutnya dapat dianalisis secara statistik untuk penarikan kesimpulan.

Metode ini menggunakan angka yang berkisar antara 1 sampai 9, dimana : (1) amat sangat tidak suka; (2) sangat tidak suka; (3) tidak suka; (4) agak tidak suka; (5) netral; (6) agak suka; (7) suka; (8) sangat suka; (9) amat sangat suka. Pengukuran organoleptik merupakan cara penilaian produk pangan yang bersifat subyektif dengan menggunakan indera manusia. Panelis yang digunakan adalah 30 orang dengan kategori panelis semi terlatih. Scoresheet organoleptik pada penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2. Data yang diperoleh diuji statistik non parametrik Kruskal wallis, sedangkan untuk uji lanjutan yaitu uji Multiple Comparison.

Analisis kadar air (AOAC 2007)

Cawan kosong yang akan digunakan dikeringkan terlebih dahulu dalam oven selama 15 menit atau sampai berat tetap, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang. Sampel kira-kira sebanyak 2 gram ditimbang dan diletakkan dalam cawan kemudian dipanaskan dalam oven selama 3-4 jam pada suhu 105-110oC. Cawan kemudian didinginkan dalam desikator dan setelah dingin ditimbang kembali. Persentase kadar air (berat basah) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

� = − � %

keterangan:

A = Berat contoh mula-mula (g)

B = Berat contoh setelah dikeringkan (g)

Analisis kadar abu (AOAC 2007)

Sampel basah sebanyak 4 gram ditempatkan dalam wadah porselin kemudian dimasukkan dalam oven dengan suhu 60-105oC selama 8 jam. Kemudian sampel yang sudah kering dibakar menggunakan hotplate sampai tidak berasap dengan waktu selama ± 20 menit. Kemudian diabukan dalam tanur bersuhu 600oC selama 3 jam lalu ditimbang. Kadar abu dapat dihitung dengan rumus berikut:

= � � � � %

Analisis kadar protein (AOAC 2007)

Analisis kadar protein dilakukan dengan metode kjeldahl mikro. Sampel sebanyak 0,1 gram dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 30 ml. Kemudian ditambahkan K2SO4 (1,9 gram), HgO (40 mg), H2SO4 (2,5 ml) serta beberapa

(24)

sebanyak 5-6 kali dengan akuades (20 mL) dan air bilasan tersebut juga dimasukkan di bawah kondensor dengan ujung kondensor terendam di dalamnya. Ke dalam tabung reaksi ditambahkan larutan NaOH 40% sebanyak 20 mL. Cairan dalam ujung kondensor ditampung dengan erlenmeyer 125 ml berisi larutan H3BO3 dan 3 tetes indikator (campuran metil merah 0,2% dalam alkohol dan

metilen blue 0,2% dalam alkohol dengan perbandingan 2:1) yang ada di bawah kondensor. Destilasi dilakukan sampai diperoleh kira-kira 200 mL destilat yang bercampur dengan H3BO3 dan indikator dalam erlenmeyer. Destilat dititrasi

dengan menggunakan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah. Hal yang sama juga dilakukan terhadap blanko. Kadar protein dapat dihitung secukupnya sesuai dengan ukuran soxhlet yang digunakan dan dilakukan refluks selama minimal 16 jam sampai pelarut turun kembali ke dalam labu lemak. Pelarut di dalam labu lemak didestilasi dan ditampung. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C selama 5 jam. Labu lemak kemudian didinginkan dalam desikator selama 20-30 menit dan ditimbang. Kadar lemak dapat dihitung berdasarkan rumus:

% = � � � � %

Analisis kadar karbohidrat (AOAC 2007)

Analisis karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu hasil pengurangan dari 100% dengan kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak, sehingga kadar karbohidrat tergantung pada faktor pengurangannya. Hal ini karena karbohidrat sangat berpengaruh terhadap zat gizi lainnya. Analisis karbohidrat dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

Analisis kandungan antioksidan (Brand-William et al. 1995)

Penentuan kandungan antioksidan menggunakan metode 1,1-diphenyl-2-picrylhidrazyl (DPPH) mengacu pada Brand-William et al. (1995)

dengan sedikit modifikasi. Minuman fungsional jelly sebanyak 80 mg diencerkan

(25)

menggunakan metanol hingga 100 mL, sehingga didapatkan stok sebesar 800 ppm. Kemudian stok tersebut diencerkan menjadi 600, 400, 200 ppm.Masing – masing konsentrasi diambil sebanyak 4,5 mL sampel yang kemudian ditambahkan DPPH (0,1 mM) sebanyak 0,5 mL. Campuran tersebut kemudian divorteks selama 15 detik kemudian diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruang (37oC). Serapan

yang dihasilkan diukur dengan spektrofotometrik UV-Visible dengan panjang gelombang 517nm. Sebagai pembanding digunakan BHT sebanyak 0.8 mg (8 ppm) dan asam askorbat 80 mg (800 ppm).

Berdasarkan nilai absorbansi sampel diperoleh persentase penghambatan aktivitas radikal bebas. Nilai serapan DPPH sebelum dan setelah penambahan ekstrak tersebut dihitung sebagai persen inhibisi (%inhibisi) dengan rumus sebagai berikut :

(Akontrol– Asampel)

%inhibisi = X 100 Akontrol

Keterangan :

Akontrol : absorbansi tidak mengandung sampel

Asampel : absorbansi mengandung sampel

Selanjutnya hasil perhitungan dimasukan ke dalam persamaan regresi linier dengan konsentrasi ekstrak (ppm) sebagai absis (sumbu x) dan nilai %inhibisi (antioksidan) sebagai ordinatnya (sumbu y). Nilai IC50 dari perhitungan saat

%inhibisi sebesar 50%. Persamaan regresi yang digunakan sebagi berikut : Y = Ax + B

Keterangan : Y : %inhibisi A : intercept B : slope

Analisis serat pangan (Sulaeman et al. 1993)

Sampel basah dihomogenisasi. Semua sampel digiling menggunakan gilingan laboratorium dengan saringan 0,3 mm. Sementara itu ekstraksi lemak dilakukan dengan menggunakan petroleum eter pada pada suhu kamar selama 15 menit (40 ml petroleum eter per gram sampel).

Sebanyak 1 gram sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer, kemudianditambahkan 25 ml 0,1 M buffer fosfat pH 6 lalu diaduk. Enzim termamylsebanyak 0,1 mL ditambahkan ke dalam erlenmeyer kemudian ditutup dengan alumunium foil dan diinkubasikan dalam penangas air pada suhu 100oC selama 15 menit. Setelah itu dibiarkan dingin, kemudian ditambahkan akuades 20 mL dan pH diatur menjadi 1,5 menggunakan HCl. Sebanyak 100 mg pepsin ditambahkan ke dalam erlenmeyer lalu ditutup dan diinkubasikan dalam penangas air bergoyang pada suhu 40oC selama 60 menit, Kemudian ditambahkan 20 mL

(26)

telah diketahui beratnya dan mengandung 0,5 celite kering, kemudian dicuci 2x10 ml dengan akuades.

a. Residu (serat yang tidak larut)

Endapan yang tertinggal pada kertas saring dicuci 2x10 ml dengan etanol95% dan 2 x 10 ml aseton. Kemudian kertas saring dikeringkan pada suhu 105oC sampai mencapai berat konstan (semalam). Setelah itu diinginkan dalam desikator (D1). Endapan pada kertas saring diabukan pada suhu 550oC selama 5 jam, kemudian didinginkan dan ditimbang (I1).

b. Filtrat (serat yang larut)

Volume filtrat menjadi 100 ml. kemudian ditambahkan 400 ml etanol 95% hangat (60oC) dan dibiarkan mengendap selama satu jam. Setelah itu larutan

disaring menggunakan Crucible (porosity 2) yang telah diketahui beratnya dan mengandung 0,5 gram celite. Sisa larutan dicuci dengan 2x10 ml etanol 78%, 2x10 ml etanol 95% dan 2x10 ml aseton. Endapan dikeringkan pada suhu 105oC selama semalam, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang (D2). Endapan pada kertas saring diabukan pada suhu 550oC selama 5 jam, kemudian didinginkan dan ditimbang (I2).

c. Blanko

Blanko untuk serat yang tidak larut dan serat yang larut diperoleh dengan cara seperti prosedur untuk sampel tetapi tanpa sampel (B1 dan B2). Nilai blanko sewaktu-sewaktu harus dicek bila menggunakan enzim dari batch yang berbeda.

Serat pangan total diperoleh dengan menjumlahkan serat pangan tidak larut (SPTL) dan serat pangan larut (SPL). Blanko yang digunakan diperoleh dengan metode yang sama, tetapi tidak ditambahkan contoh atau sampel. Nilai blanko yang digunakan perlu diperiksa ulang, terutama bila menggunakan enzim dari kemasan yang baru.

Rumus perhitungan nilai SPTL dan SPL Nilai SPTL = D1 – I1 – B1 x 100%

D = Berat setelah analisis dikeringkan (g) I = Berat setelah analisis diabukan (g)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penentuan Formula Minuman Jelly

(27)

Gambar 4 Nilai rataan organoleptik minuman jelly

Kenampakan

Berdasarkan Gambar 4, menunjukkan bahwa nilai rataan kenampakan minuman jelly dengan perbandingan rumput laut yang berbeda berkisar antara 5,92-5,96 (biasa/netral). Nilai rataan tertinggi terdapat pada perbandingan 1:9 dan 1:10 sedangkan nilai rataan terendah terdapat pada perbandingan 1:8 (Lampiran 3).

Hasil pengujian Kruskal Wallis menunjukkan bahwa perbedaan perbandingan air dengan rumput laut yang diberikan tidak memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap tingkat kesukaan kenampakan (Lampiran 4a). Kenampakan produk minuman jelly sama yaitu adanya granula rumput laut yang telah dihaluskan serta terlihat warna agak gelap.

Warna

Nilai rataan warna minuman jelly dengan perbandingan rumput laut yang berbeda berkisar antara 5,52-6,28 (agak suka). Nilai rataan tertinggi yang disukai panelis terdapat pada perbandingan 1:8, sedangkan nilai rataan terendah terdapat pada perbandingan 1:10 (Lampiran 3). Hasil uji sensori minuman jelly terhadap kesukaan parameter warna dapat dilihat pada Gambar 4.

Berdasarkan hasil pengujian Kruskal Wallis menunjukkan bahwa perbedaan perbandingan air dengan rumput laut yang diberikan tidak memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap tingkat kesukaan warna (Lampiran 4a). Warna produk yang dihasilkan dari ketiga perbandingan sama yaitu kuning agak keputih-putihan. Rumput laut yang digunakan selama penelitian tidak ada perbedaan dan belum adanya pewarna. Bahan utama rumput laut yang digunakan adalah basah sehingga proses perendaman merubah warna rumput laut. Perbedaan tingkat kecerahan warna pada minuman jelly disebabkan adanya perbedaan perbandingan dari rumput laut yang ditambahkan.

(28)

Aroma

Nilai rataan aroma minuman jelly dengan perbandingan rumput laut yang berbeda berkisar antara 4,92-5,72 (biasa/netral). Nilai rataan tertinggi yang disukai panelis terdapat pada perbandingan 1:8 sedangkan nilai rataan terendah terdapat pada perbandingan 1:9 (Lampiran 3). Hasil uji sensori minuman jelly terhadap kesukaan parameter aroma dapat dilihat pada Gambar 4.

Berdasarkan hasil pengujian Kruskal Wallis menunjukkan bahwa perbedaan perbandingan air dengan rumput laut yang diberikan tidak memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap tingkat kesukaan aroma (Lampiran 4a). Aroma minuman jellyberasal dari rumput laut yang secara keseluruhan sama karena tidak terdapat perbedaan dalam jumlah bahan pengisi. Selain itu, tidak berbau amis karena dengan semakin banyak perbandingan rumput laut maka aroma dari rumput laut akan menguap akibat proses pemasakan.

Tekstur

Berdasarkan Gambar 4, nilai rataan tekstu rminuman jelly dengan perbandingan rumput laut yang berbeda berkisar antara 5,52-6,60 (agak suka). Nilai rataan tertinggi yang disukai panelis terdapat pada perbandingan 1:10 sedangkan nilai rataan terendah terdapat pada perbandingan 1:9 (Lampiran 3).

Hasil pengujian Kruskal Wallis menunjukkan bahwa perbedaan perbandingan air dengan rumput laut yang diberikan berbeda nyata (p<0,05) terhadap tingkat kesukaan tekstur. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian lebih lanjut Multiple Comparison. Hasil pengujian Multiple Comparison menunjukkan bahwa minuman jelly dengan perbandingan 1:10 (air:rumput laut) berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (Lampiran 4b).

Tekstur yang diinginkan produk minuman jelly adalah mudah saat disedot. Semakin besar perbandingan rumput laut maka tekstur yang dihasilkan semakin rapuh sehingga mudah saat disedot. Hal ini disebabkan rumput laut mengandung hidrokoloid karagenan, dimana semakin tinggi perbandingan hidrokoloid maka rasio padatan dan cairan akan semakin meningkat sehingga gel yang terbentuk semakin kuat dan kaku (Imeson 2010). Selain itu kandungan yang terdapat dalam rumput laut seperti karagenan sangat berpengaruh dalam membentuk tekstur minumanini karena merupakan hidrokoloid hasil ekstraksi dari rumput laut merah dan sifat pembentukan gel pada rumput laut ini dibutuhkan untuk menghasilkan pasta yang baik, karena termasuk ke dalam golongan Rhodophyta yang menghasilkan florin starch (Winarno 1996).

Rasa

Berdasarkan Gambar 4, menunjukkan bahwa nilai rataan rasa minuman jelly dengan perbandingan rumput laut yang berbeda berkisar antara 4,88-5,68 (biasa/netral). Nilai rataan tertinggi yang disukai panelis terdapat pada perbandingan 1:10 sedangkan nilai rataan terendah terdapat pada perbandingan 1:9 (Lampiran 3).

(29)

Berdasarkan hasil uji sensori minuman jelly formula yang disukai oleh panelis adalah minuman jelly dengan perbandngan air dan rumput laut 1:10. Formula ini selanjutnya digunakan dalam penelitian selanjutnya untuk mengetahui pengaruh pemberian pewarna alami pada minuman jelly.

Uji Sensori Minuman Jelly dengan Penambahan Pewarna Alami

Formula terbaik minuman jelly pada penelitian awal selanjutnya dilakukan penambahan pewarna alami sebanyak 5% dari bobot bahan dan dihomogenkan. Minuman jelly kemudian didinginkan pada suhu 27oC dan dikemas menggunakan

gelas plastik. Uji sensori bertujuan untuk mengetahui sifat sensori bahan pangan. Parameter yang diamati pada analisis sensori antara lain kenampakan, warna, aroma, tekstur dan rasa.

Rosela

Hasil uji sensori minuman jelly dengan penambahan pewarna alami rosela berdasarkan lima parameter memiliki nilai rataan berkisar antara 4,60-6,92 (agak suka) (Lampiran 5). Kelima parameter yang diuji secara umum produk dengan perbandingan pewarna 10% memiliki nilai tertinggi. Hasil uji sensori dari lima parameter terhadap minuman jelly dengan penambahan pewarna alami rosela dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Nilai rataan organoleptik minuman jelly dengan penambahan pewarna rosela

(30)

Produk dengan nilai tertinggi pada parameter kenampakan, warna dan tekstur adalah perbandingan pewarna 10%. Parameter aroma dan rasa dimiliki produk dengan perbandingan pewarna 5%. Rasa dari minuman jelly ini asam dengan aroma khas rosela. Wong et al. (2002) menyebutkan bahwa kelopak bunga rosela memiliki karakteristik yaitu kandungan asam organik yang tinggi seperti oxalic, tartaric, malic and succini.

Komposisi jumlah rosela dengan air pada saat pengekstrakan mempengaruhi warna dan kenampakan produk dan keduanya berbeda nyata. Pada penelitian Isnaini (2010), total antosianin pewarna merah cair dari ekstrak bunga rosela semakin menurun dengan semakin besarnya jumlah perbandingan bunga rosela:air. Hal ini disebabkan karena fraksi air yang semakin membesar dan fraksi rosela yang semakin kecil sehingga menurunkan kadar antosianin ekstrak bunga rosela.

Menurut Tsai dan Huang (2004), komponen warna pada rosela berasal dari pigmen antosianin dan Bridle dan Timberlake (1997) menyebutkan bahwa, stabilitas atau degradasi dari warna merah pigmen ini dipengaruhi oleh pH, cahaya, suhu dan oksigen.

Temulawak

Hasil uji sensori minuman jelly dengan penambahan pewarna alami temulawak berdasarkan lima parameter memiliki nilai rataan berkisar antara 4,12-6,48 (agak suka). Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan perbandingan air dengan temulawak pada parameter tekstur memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) dimana perbandingan 10% lebih disukai panelis dibandingkan perbandingan 5% (Lampiran 6c). Hasil uji lanjut T-test yaitu perbandingan 10% berbeda nyata dengan perbandingan lainnya pada parameter tekstur (Lampiran 6d). Nilai rataan organoleptik dari lima parameter terhadap minuman jelly dengan penambahan pewarna alami temulawak dapat dilihat pada Gambar 15.

(31)

Produk dengan perbandingan pewarna 10% (air:temulawak) memiliki nilai tertinggi pada semua parameter. Hal ini karena tingginya kandungan pewarna alami pada perlakuan ini. Semakin tinggi kandungan kurkumin yang terdapat pada suatu produk makanan akan mempengaruhi kenampakan, warna, aroma, tekstur dan rasa.

Minuman jelly dengan perbandingan 10% memiliki kandungan kurkumin yang lebih tinggi. Hal ini dapat dilihat dari warna kuning yang lebih pekat dibanding perbandingan 5%. Kurkumin akan berwarna kuning pada kondisi asam dan berwarna kuning kecoklatan pada kondisi netral atau basa (Andarwulan dan Faradilla 2012). Selain itu, minuman ini diperkirakan memiliki pH yang lebih rendah sehingga mempengaruhi tekstur dan rasa yang dihasilkan. Rendahnya pH pada minuman jelly mempengaruhi kekuatan gel sehingga lebih mudah disedot.

Bit

Hasil uji sensori minuman jelly dengan penambahan pewarna alami bit, berdasarkan lima parameter memiliki nilai rataan berkisar antara 4,52-6,64 (agak suka). Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan perbandingan air dengan bit pada parameter warna memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) dimana perbandingan 10% lebih disukai oleh panelis dibandingkan perbandingan 5% (Lampiran 6e). Hasil uji lanjut T-test yaitu perbandingan 10% berbeda nyata dengan perbandingan lainnya pada parameter warna (Lampiran 6f). Nilai rataan organoleptik dari lima parameter terhadap minuman jelly dengan penambahan pewarna alami bit dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Nilai rataan organoleptik minuman jelly dengan penambahan pewarna bit

Minuman jelly rumput laut dengan perbandingan 10% paling disukai panelis. Hal ini dikarenakan tingginya kandungan pigmen betalain pada perbandingan tersebut. Herbach et al. (2006) menyebutkan bahwa stabilitas betalain pun berbeda-beda disebabkan oleh faktor internal seperti jumlah pigmen,

(32)

pH, kelembaban, dan faktor eksternal yaitu suhu, cahaya, oksigen yang dibutuhkan untuk mengoptimumkan stabilitas pigmen dan warna pada makanan.

Warna yang dihasilkan bit adalah ungu dan berasal dari pigmen betalain. Pigmen ini salah satu yang dapat larut dalam air sehingga mudah pada saat pengekstrakan. Bit merupakan salah satu bahan pangan berwarna merah keunguan yang berasal dari pigmen betalain yang merupakan kombinasi dari pigmen ungu betacyanin dan pigmen kuning betaxanthin. Menurut Castellar et al. (2003), betasianin memiliki kesamaan dengan antosianin sebagai pewarna alami dimana stabilitasnya dipengaruhi suhu. Selain itu, bit memiliki citarasa khas yang dihasilkan dari komponen kimia geosmin (Hernani dan Rahardjo 2006). Buah dan sayuran salah satu sumber pewarna alami. Menurut Cacae dan Mazza (2002), walaupun pewarna alami ini memiliki beberapa kerugian karena biaya yang tinggi dan stabilitas yang rendah.

Karakteristik Kimia

Karakteristik kimia yang diuji meliputi analisis antioksidan,kadar air, protein, abu, lemak, karbohidrat dan serat pangan dari minuman jelly rumput laut.

Uji Kandungan Antioksidan

Aktivitas antioksidan ini dihitung dengan beberapa metode, salah satu metode yang saat ini sudah cukup terkenal menggunakan radikal bebas diphenylpicrylhydrazyl (DPPH). Parameter yang digunakan dalam metode ini adalah IC50 (jumlah perbandingan yang diberikan efek sebesar 50%) yang akan

digunakan pada interpretasi data hasil perhitungan dari metode ini (Brand-William et al. 1995).

Berdasarkan Tabel 1, nilai IC50 pada perbandingan 10% (air:rosela) adalah

1.153,080 ppm, yang berarti bahwa dibutuhkan 1153,080 ppm minuman jelly untuk dapat menghambat 50% radikal bebas dari DPPH, sedangkan nilai IC50

(33)

Nilai diatas menunjukkan bahwa dengan perbandingan jumlah air dan rosela 10% memiliki aktivitas antioksidan paling tinggi di bandingkan produk dengan perbandingan jumlah air dan rosela 5%. Tetapi nilai ini lebih rendah dibandingkan dengan asam askorbat dan BHT. Menurut Brand-William et al. (1995), semakin rendah nilai IC50 yang dihasilkan dari pengujian antioksidan menunjukkan bahwa

aktivitas antioksidan dari bahan tersebut tinggi.

Peningkatan nilai IC50 pada minuman jelly dengan perbandingan 5%

disebabkan oleh rendahnya penggunaan ekstrak kelopak bunga rosela sebagai pewarna alami yang lebih sedikit. Hal ini mengakibatkan kandungan antosianin yang terdapat didalamnya pun lebih sedikit. Menurut Isnaini (2010), penurunan kandungan senyawa antosianin pada perbandingan yang lebih besar disebabkan oleh fraksi air yang semakin membesar dan fraksi rosela yang semakin mengecil. Menurut Arellano et al. (2004), antosianin merupakan senyawa yang terdapat pada bunga rosela berkhasiat menurunkan tekanan darah tinggi, antiseptik saluran pencernaan dan sebagai antioksidan.

Lemahnya aktivitas antioksidan disebabkan oleh suhu tinggi baik pada proses pengekstrakan maupun pemasakan yang mengakibatkan terdegradasinya senyawa antosianin yang terkandung dalam minuman jelly. Menurut Shipp dan Abdel-Aal (2010), kestabilan senyawa antosianin dapat dipengaruhi oleh pH dan suhu, senyawa ini cenderung stabil pada suhu dan pH yang rendah.

Temulawak

Berdasarkan Tabel 1, nilai IC50 pada perbandingan 10% (air:temulawak) yaitu 537,4 ppm dan 2.223,539 ppm pada perbandingan 5% (air:temulawak) (Lampiran 8a dan 8b). Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan minuman jellydengan perbandingan 10% lebih tinggi dibandingkan dengan perbandingan 5%, karena hanya dengan 537,4 ppm sudah dapat mereduksi 50% radikal bebas dari DPPH.

Bahan pembanding yang digunakan dalam pengujian aktivitas antioksidan minuman jelly yaitu asam askorbat dan BHT serta hasil pengujian masing–masing adalah 380,688 ppm dan 18,236 ppm (Lampiran 10 dan 11). Apabila dibandingkan dengan hasil pengujian pada BHT, nilai aktivitas antioksidan minuman jelly jauh lebih rendah. Menurut Brand-William et al. (1995), semakin rendah nilai IC50 yang dihasilkan dari pengujian antioksidan menunjukkan bahwa

aktivitas antioksidan dari bahan tersebut tinggi.

Kurkumin yang terdapat pada minuman jelly berasal dari pigmen temulawak yang digunakan sebagai pewarna alami. Hasil dari penelitian ini pun menunjukkan bahwa semakin tingginya perbandingan ekstrak temulawak yang digunakan pada minuman jelly akan meningkatkan aktivitas antioksidannya. Menurut Jayaprakasha et al. (2006), kurkumin dapat menjadi anti kanker dan berpotensi sebagi antioksidan. Oleh karena itu penggunaan kurkumin pada minuman fungsional ini selain berfungsi sebagai pewarna alami dapat pula sebagai antioksidan.

Rendahnya nilai IC50 pada minuman jelly dengan pewarna temulawak 10%

(34)

ekstrak yang digunakan, maka semakin tinggi pula nilai persentase penghambatan aktivitas radikal bebas (persen inhibisi).

Menurut Cohlya et al. (1998), kurkumin dapat berfungsi sebagai penangkap radikal bebas (antioksidan) dan antiperoksidasi lemak. Hasil pengujian antioksidan pada perbandingan ini juga menunjukkan nilai IC50 yang paling

(150-200 ppm). Berdasarkan hasil pengujian aktivitas antioksidan yang diperoleh pada kedua perbandingan memiliki aktivitas antioksidan yang sangat lemah. Hal ini disebabkan oleh proses pembuatan minuman jelly yang melalui proses pemanasan. Menurut Lee dan Choung (2011), senyawa kurkumin dapat rusak dan terdegradasi pada suhu yang tinggi dan pH basa.

Bit

Berdasarkan Tabel 1, perbandingan 10% (air:bit) memiliki nilai IC50 sebesar

605,944 ppm (Lampiran 9a), yang berarti dibutuhkan sebanyak 605,944 ppm untuk dapat menghambat 50% radikal bebas dari DPPH. Sedangkan nilai IC50

perbandingan 5% sebesar 409,041 ppm (Lampiran 9b), yang berarti dibutuhkan sebanyak 409,041 ppm untuk dapat menghambat 50% radikal bebas dari DPPH.

Hal ini menunjukkan bahwa minuman jellydengan perbandingan 10% (air:bit) lebih efektif mereduksi radikal bebas sebesar 50% dari DPPH dibandingkan dengan perbandingan 5% (air:bit). Menurut Brand-William et al. (1995), semakin rendah nilai IC50 yang dihasilkan dari pengujian antioksidan

menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan dari bahan tersebut tinggi.

Nilai aktivitas antioksidan yang lebih tinggi pada perbandingan 10% disebabkan tingginya kandungan betalain yang terdapat pada pigmen bit itu sendiri. Menurut Isnaini (2010), semakin tingginya fraksi air yang terdapat pada ekstrak maka kandungan yang terdapat didalamnya pun akan semakin sedikit. Selain itu, menurut Winkler et al. (2005), kandungan betalain yang terdapat dalam bit dapat berfungsi sebagai antioksidan, antiinflamasi, hepatoprotektif dan bersifat anti tumor. Oleh karena itu selain sebagai pewarna alami bit memiliki sifat antioksidan sehingga dapat menangkap radikal bebas.

Selain itu, sifat dari pigmen pada umbi bit yaitu mudah larut air. Betalain adalah pigmen yang mudah larut air dengan kandungan nitrogen dan jumlah terbesar ditemukan pada bit (Beta vulgaris). Menurut Delgado et al. (2000) dan Stintzing et al. (2004), betalain terdiri dari dua kelompok yaitu betasianin untuk pigmen merah violet dan betaxanthin untuk pigmen kuning.

Bahan pembanding yang digunakan pada pengujian antioksidan pada minuman jelly yaitu asam askorbat dan BHT serta hasil pengujian masing-masing adalah 380,688 ppm (Lampiran 10) dan 18,236 ppm (Lampiran 11). Berdasarkan hasil pengujian aktivitas antioksidan pada minuman jelly dengan penambahan pewarna alami bit menunjukkan bahwa perbandingan 10% memiliki nilai IC50

(35)

dibandingkan dengan bahan pembanding asam askorbat dan BHT, aktivitas antioksidan minuman fungsional bersifat lemah.

Analisis proksimat dan serat pangan

Minuman jelly rumput laut dengan penambahan pewarna alami yang terbaik berdasarkan uji sensori dan kandungan antioksidan selanjutnya dilakukan analisis proksimat dan serat pangan. Hasil anailisis proksimat dan serat pangan dari minuman jelly rumput laut dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Hasil analisis proksimat dan serat minuman jelly dengan penambahan

karbohidrat 15,420 14,595 15,345 serat pangan 1,930 1,880 1,930

Hasil analisis proksimat minuman jelly memiliki kandungan karbohidrat yang cukup tinggi setelah kandungan air pada ketiga pewarna yang digunakan. Kandungan ini diperoleh dari bahan baku utama yaitu rumput laut yang digunakan.

Kandungan serat pangan pada minuman jelly pada tiga pewarna yang digunakan memiliki nilai yang tidak jauh berbeda. Hal ini karena serat pangan yang terkandung dalam minuman jelly berasal dari rumput laut yang digunakan. Menurut Matanjun et al. (2009) karaginan yang diekstrak dari rumput laut Euchema cottonii memiliki kandungan serat sebesar 25,05%. Selain itu serat yang berasal dari rumput laut memiliki keunggulan dibandingkan dengan serat yang berasal dari buah dan sayuran. Menurut Santoso et al. (2006) Serat pangan dari rumput laut mengandung acidic group seperti sulfuric group yang memiliki perbedaan psikokemikal dan psikologikal efek, seperti kapasitias mengikat air dan minyak, kapasitas swelling, mengikat vitamin dan mineral.

Kandungan serat pangan pada minuman selain bersumber dari rumput laut adalah rosela. Menurut Saura-Calixto et al. (2007), kandungan yang terdapat pada bunga rosela selain senyawa bioaktif dan memiliki antioksidan adalah sumber serat pangan, yang baik sebagai makanan fungsional atau sebagai suplemen gizi bagi kesehatan.

(36)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Minuman jelly rumput laut dengan penambahan pewarna alami rosela, temulawak dan bit pada konsentrasi 10% lebih disukai dibandingkan dengan konsentrasi 5%. Berdasarkan pengujian kandungan antioksidan minuman jelly dengan penambahan pewarna alami rosela, temulawak dan bit pada konsentrasi 10% memiliki nilai IC50 yang lebih rendah dibandingkan konsentrasi 5%. Hal ini

menunjukkan kandungan antioksidan pada minuman jelly rumput dengan penambahan pewarna alami 10% memiliki kandungan antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan 5%. Analisis serat pangan minuman jelly dengan penambahan pewarna alami rosela, temulawak dan bit yaitu 15,44%; 15,04%; dan 15,44% dari kebutuhan serat per hari yang dianjurkan yaitu 25%.

Saran

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh penulis, perlu dilakukan penelitian labih lanjut terkait penelitian minuman jelly, yaitu:

a. Perlu dilakukan pengujian umur simpan dan kemasan

b. Perlu dilakukan uji pembanding antara pewarna alami dengan sintetis baik secara organoleptik maupun aktivitas antioksidan.

DAFTAR PUSTAKA

Aggarwal BB, Kumar A, Bharti AC. 2003. Anticancer potential of curcumin: preclinical and clinical studies. Anticancer res. 23: 363-398.

Andarwulan N, Faradilla RHF. 2012. Pewarna Alami untuk Pangan. Bogor (ID): South East Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center.

Anggadireja JT, Zatnika A, Purwoto H, Istini S. 2008. Rumput Laut. Jakarta (ID) : Penebar Swadaya.

Antalovich M, Paul D, Prenzler, Patsalides E, McDonald S, Robards K. 2002. Methods for testing antioxidant activity. Analyst.127 : 183–198.

[AOAC] Association of Analytical Communities. 2007. Official Method of Analysis. Gaithersburg (USA): AOAC.

Arellano HA, Romero SF, Tortoriello MACJ. 2004. Effectivencess and tolerability of a standardizided extract from hibiscus sabdariffa in patients with mild to moderate hypertention: a controlled and randomized clinical trial. Phytomed. 11: 375-382.

Astawan M, Kasih AL. 2008. Khasiat Warna-warni Makanan. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama.

[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2004. Kemanan Pangan. Volume 6: 1-16. Jakarta (ID): BPOM.

(37)

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2006. SNI-01-2346-2006. Hedonic test (Uji Hedonik). Jakarta (ID): BSN.

Brand-Williams W, Cuveller ME, Berset C. 1995. Use of a free radical method to evaluate antioxidant activity. J Food Scien Tech. 28: 25-30.

Bridle P, Timberlake CF. 1997. Anthocyanins as natural food colours-selected aspects. Food Chem. 58(1-2) :103-109.

Cacace JC, Mazza G. 2002. Extraction of anthocyanin and other phenolich from blackcurrants with sulfered water. J Agric Food Chem. 50: 5939-5946. Cai Y, Sun M, Corke H. 2003 Antioxidantactivity of betalains from plants of the

Amaranthaceae. J Agri Food Chem. 51: 2288-2294.

Castellar R, Obon JM, Alacid M, Lopes JAF. 2003. Color properties and stability of betacyanin from Opuntia fruits. J Agric Food Chem. 51: 2772-2776. Cohlya HHP, Taylora A, Angela MF, Salahudeena AK. 1998. Effect of turmeric,

turmerin and curcumin on H2O2-induced renal epithelial (LLC-PK1) cell Carotenoids, Anthocyanins, and Betalains — Characteristics, Biosynthesis, Processing, and Stability. Crit Rev Food Scien Nutr. 40(3):173–289.

Glicksman M. 1983. Food Hydrocolloid. Volume 2. Florida (US): CRC Press. Hartoyo A, Astuti M. 2002. Aktivitas antioksidatif dan hipokolesterolemik ekstrak

teh hijau dan teh wangi pada tikus yang diberi ransum kaya asam lemak tidak jenuh ganda. J Teknol Indust Pangan 8(1).

Herbach KM, Stintzing FC, dan Carle R. 2006. Betalain stability and degradation-Structural and chromatic aspects. J Food Scien. 71: R41–R50.

Hernani, Rahardjo M. 2006. Tanaman Berkhasiat Antioksidan. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Imeson A. 2010. Food Stabilisers, Thickeners and Gelling Agents. England (GB): Blackwell Publishing.

Isnaini L. 2010. Ekstraksi pewarna merah cair alami berantioksidan dari kelopak bunga rosela (Hibiscus sabdarifa L.) dan aplikasinya pada produk pangan. J. Teknol Hasil Pertan. 11(1): 18-26.

Jayaprakasha GK, Rao LJ, Sakariah KK. 2006. Antioxidant activities of curcumin, demethoxycurcumin dan bisdemethoxycurcumin. J Food Chem. 98: 720-724.

Kanner J, Harel S, Granit R. 2001. Betalains – a new class of cationized antioxidants. J Agric Food Chem. 49: 5178-5185.

Lee JH, Choung MG. 2011. Determination of curcuminoid colouring principles in commercial foods by HPLC. Food Chem. 124: 1217–1222.

Lestario LN, Steffanli S, Timotus KH. 2008. Aktivitas antioksidan dan kadar

fenolik dari ganggang merah (Gracillaria verrucosa L.). J Teknol Indust Pangan. XIX (2): 131-138.

(38)

Molyneux P. 2003. The use of stable free radical diphenylpicrylhydrazyl (DPPH) for estimating antioksidan activity. SongklanJ Scien Tech. 26(2) :211-219. Matanjun P, Mohamed S, Mustapha NM, Muhammad K. 2009. Nutrient content

of tropical edible seaweeds, Eucheuma cottonii, Caulerpa lentillifera and Sargassum polycystum. J Appl Phycol. 21: 75–80.

Noer H. 2010. foods for digestive health: tren utama industri pangan. http://www.foodreview.biz/login/preview.php.[14 Februari 2013].

Norhaizan ME, Fong Shin Hern, Amin I, Chew Lye Yee. Antioxidant activity in different parts of roselle (Hibiscus sabdariffa L.) extracts and potential exploitation of the seeds. Food Chem. 122 : 1055–1060.

Qian He , Venant N. 2004. Antioxidant power of phytochemicals from Psidium guajava leaf. Zhejiang Univ Scien. 5(6):676-683.

Ruslay S, Faridah A, Khorizah S, Zurina Z, Maulidiani HS, Daud AI, Nordin HL. 2007. Characterization of the components present in the active fractions of health gingers (Curcuma xanthorrhiza and Zingiber zerumbet) by HPLC–DAD–ESIMS. JFood Chem. 104: 1183–1191.

Santoso J, Yoshie-Stark Y, Suzuki T. 2006. Comparative contents of minerals and dietary fibres in several tropical seaweeds. Bul Tekno Hasil Perik. (IX):1. Saura-Calixto F, Serrano J, Goñi I. 2007. Intake and bioaccessibility of total

polyphenols in a whole diet. Food Chem. 101: 492–501.

Shipp J, Abdel-Aal ESM. 2010. Food Applications and Physiological Effects of Anthocyanins as Functional Food Ingredients. J Food Scien. 4: 7-22.

Souza BWS, Cerqueira MA, Bourbon AI, Pinheiro AC , Martins JT , Teixeira JA, Coimbra MA, Vicente AA. 2012. Chemical characterization and antioxidant activity of sulfated polysaccharide from the red seaweed Gracilaria birdiae. Food Hydroc. 27: 287-292.

Stintzing FC, Carle R. 2004. Functional properties of anthocyanins and betalains in plants, food and in human nutrition. Food Scien Technol. 15: 19–38. Sulaeman A, Anwar F, Rimbawan, Marliyati SA. 1993. Metode Analisis

Komposisi Gizi Makanan. Bogor (ID): Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga, Fakultas Pertanian, Insitut Pertanian Bogor.

Suroso. 2010. peluang industri minuman ringan masih terbuka. http://www.foodreview.biz/login/preview.php.[14 Februari 2013].

Suryaningrum, Thamrin W, Hendry K. 2006. Uji aktivitas senyawa antioksidan

dari rumput laut Halymenia harveyana dan Eucheuma cottonii. JPBKP. (1):1.

Suzuki T, Yoshie-Stark Y, Santoso J. 2006. Mineral contents of Indonesian seaweeds and mineral solubility affected by basic cooking. Food Scien Tech Res. 12: 59-66.

Szalaty M. 2008. Physiological roles and bioavailability of betacyanins. Post Fit. 1: 20-25.

Tsai P dan Huang H. 2004. Effect of polymerization on the antioxidant capacity of anthocyannis in Roselle. Food Res Int. 37 :313-318.

Trilaksani W, Riyanto B, Ramadhan W. 2013. Diversifikasi dan Pengembangan Produk Hasil Perikanan/Perairan. Bogor (ID): Departemen Teknologi Hasil Perikanan. ISBN 978-602-19460-1-5.

(39)

[WKNPG] Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi. 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi, di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta (ID): LIPI.

Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama.

Winarno FG. 1996. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama.

Winarti S, Firdaus A. 2010. Stabilitas warna merah ekstrak bunga rosela untuk pewarna makanan dan minuman. J Teknol Pertan. 11(2): 87 – 93.

Winkler C, Barbara W, Katharina S, Harald S, Dietmar F. 2005. In vitro effects of beet root juice on stimulated and unstimulated peripheral blood mononuclear cell. J Biochem Biotech. 1(4): 180-185.

Wong P, Salmah YHM, Cheman YB. 2002. Physico-chemical characteristics of roselle (Hibiscus sabdariffa l.). Nutr and Food Scien. 32 :68-73.

Lampiran 1. Scoresheet uji sensori (Hedonik) penentuan formula minuman jelly

UJI HEDONIK (KESUKAAN)

Nama Panelis : Tanggal Pengujian :

Jenis Produk : Minuman jelly

Instruksi : Nyatakan penilaian sesuai kriteria

Kode Parameter

Kenampakan Warna Aroma Tekstur Rasa

AAC AVS SPC Kriteria:

1 = amat sangat tidak suka 4 = agak tidak suka 7 = suka 2 = sangat tidak suka 5 = biasa/netral 8 = sangat suka 3 = tidak suka 6 = agak suka 9 = amat sangat suka

Lampiran 2. Scoresheet uji sensori (Hedonik) minuman jelly dengan penambahan pewarna alami

UJI HEDONIK (KESUKAAN)

Nama Panelis : Tanggal Pengujian :

Jenis Produk : Minuman jelly

(40)

Kode Parameter

Kenampakan Warna Aroma Tekstur Rasa

MHA MIA SHY HAY RFY ZTI Kriteria:

1 = amat sangat tidak suka 4 = agak tidak suka 7 = suka 2 = sangat tidak suka 5 = biasa/netral 8 = sangat suka 3 = tidak suka 6 = agak suka 9 = amat sangat suka

Lampiran 3. Nilai rataan uji sensori (Hedonik) penentuan formula minuman jelly

Parameter

Perlakuan

AVS SPC AAC

Kenampakan 5,92 5,96 5,96

Warna 6,28 5,88 5,52

Aroma 5,72 4,92 5,52

Tekstur 5,68 5,76 5,92

Rasa 5,56 4,88 6,28

Keterangan:

AVS = Rumput laut : Air 1:8 SPC = Rumput laut : Air 1:9 AAC = Rumput laut : Air 1:10

Lampiran 4. Hasil analisis statistik uji sensori

a. Hasil analisis ragam

Test Statistica,b

kenampakan warna aroma tekstur rasa Chi-Square ,008 2,911 2,700 7,612 3,174

Df 2 2 2 2 2

Asymp. Sig. ,996 ,233 ,259 ,022 ,205

a. Kruskal Wallis Test

(41)

b. Hasil uji Lanjut Multiple Comparison terhadap data uji sensori parameter tekstur

kode N Subset for alpha = ,05

1 2

SFC 25 4,88

AVS 25 5,56 5,56

AAC 25 6,28

Sig. ,141 ,119

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 25.000.

Lampiran 5. Nilai rataan uji sensori (Hedonik) minuman jelly dengan penambahan pewarna alami

Parameter Perlakuan

MHA MIA SHY HAY RFY ZTI

Kenampakan 6,76 5,76 6,44 6,04 5,60 5,16 Warna 6,92 5,68 6,48 6,20 5,96 4,56 Aroma 5,28 5,32 5,48 4,96 5,00 4,52 Tekstur 5,04 4,60 5,52 4,12 5,36 5,08 Rasa 5,32 5,64 5,20 4,88 6,64 6,20

Keterangan:

MHA : Rosela 10% MIA : Rosela 5% SHY : Temulawak 10% HAY : Temulawak 5% RFY : Bit 10% ZTI : Bit 5%

Lampiran 6. Hasil analisis statistik uji sensori

a. Hasil uji Kruskal Wallis uji sensori minuman jelly dengan penambahan pewarna rosela

Test Statistica,b

kenampakan warna aroma tekstur rasa Chi-Square 10,077 11,186 ,121 ,893 ,660

df 1 1 1 1 1

Asymp. Sig. ,002 ,001 ,728 ,345 ,417

a. Kruskal Wallis Test

(42)

b. Hasil uji lanjut t-test

Variabel N Mean SD T (t-test) p-value

Kenampakan MHA 25 6,76 0,723

3,647 0,001 MIA 25 5,76 1,165

Warna MHA 25 6,92 0,862

3,945 0,000 MIA 25 5,68 1,314

c. Hasil uji Kruskal Wallis uji sensori minuman jelly dengan penambahan pewarna temulawak

Test Statistica,b

kenampakan warna aroma tekstur rasa Chi-Square 2,073 ,608 1,233 8,765 ,430

df 1 1 1 1 1

Asymp. Sig. ,150 ,436 ,267 ,003 ,512

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: kode

d. Hasil uji lanjut t-test

Variabel N Mean SD T (t-test)

Tekstur SHY 25 4,12 1,536

-2,975 HAY 25 5,51 1,782

e. Hasil Uji Kruskal Wallis uji sensori minuman jelly dengan penambahan pewarna bit

penampakan warna aroma tekstur rasa

Chi-Square 1,056 12,201 2,107 ,744 2,227

df 1 1 1 1 1

Asymp. Sig. ,304 ,000 ,147 ,388 ,136

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: kode

f. Hasil uji lanjut t-test

Variabel N Mean SD T (t-test) p-value

Warna RFY 25 5,96 1,171

(43)

Lampiran 7. Hasil uji kandungan antioksidan minuman jelly dengan

(44)

400 0,642 32,598

Lampiran 10. Hasil uji kandungan antioksidan asam askorbat

(45)

Lampiran 11. Hasil uji kandungan antioksidan BHT Konsentrasi

ppm (x)

Rataan Absorbansi

%Inhibisi

(y) Persamaan Garis IC50

2 0,683 28,346

Y = 1,329x + 25,765 18,236 4 0,654 31,356

6 0,634 33,421 8 0,605 36,518

Lampiran 12. Perhitungan Angka Kecukupan Gizi

Rosela

Kadar serat Pangan = 1,93% Serving size = 200 gram

Kadar serat pangan = 1,93/100 x 200 gram = 3,86 gram %AKG serat pangan = 3,86/25 x 100% = 15,44% Temulawak

Kadar serat Pangan = 1,88% Serving size = 200 gram

Kadar serat pangan = 1,88/100 x 200 gram = 3,76 gram %AKG serat pangan = 3,76/25 x 100% = 15,04% Bit

Kadar serat Pangan = 1,93% Serving size = 200 gram

(46)

Lampiran 13. Dokumentasi kegiatan penelitian

Rumput Laut Basah Rosela Kering Bit

Gula Pasir Timbangan (Ketelitian 1gr) Na Benzoat

Timbangan (Ketelitian 0,01gr) Pemasakan Bubur Rumput Pengekstrakan Pewarna laut

Pengujian Organoleptik Pengemasan Minuman

Penimbangan Bahan

Sampel Pengujian Antioksidan Pengujian Antioksidan

(47)

Gambar

Gambar 1. Diagram alir pembuatan minuman jelly
Gambar 2. Diagram alir pembuatan ekstrak pewarna alami
Gambar 3. Diagram alir pembuatan minuman jelly dengan pewarna alami
Gambar 4  Nilai rataan organoleptik minuman jelly
+5

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh permasalahan yang menunjukkan bahwa kemampuan membaca anak kelompok B PAUD Al-Istiqomah masih rendah khususnya pada kemampuan

[r]

(1) Seksi Fasilitas Bantu Navigasi Penerbangan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan standarisasi, norma, pedoman, kriteria,

Selanjutnya empati ( empathy ) Bank Syariah Mandiri cabang Palembang mengenai pengetahuan Bank akan minat dan kemauan nasabah, kesabaran dan kerendahan hati

Hubungan antara uang saku, karakteristik keluarga, pengetahuan gizi, kebiasaan sarapan, aktivitas fisik dengan densitas energi konsumsi, status gizi dan daya ingat

hubungan pengetahuan dengan sikap mahasiswa dalam keputusan pembelian produk halal pada mahasiswa Universitas Muhammadiyah Semarang..

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosional dan disiplin belajar siswa terhadap hasil belajar siswa kelas X SMA Negeri 3 Nganjuk, baik

The proposed method relies on two steps, firstly we enhance the spatial resolution of the satellite image using Convolutional Neural Networks and secondly we