• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penambahan Bit (Beta Vulgaris L.) Sebagai Pewarna Alami Terhadap Daya Terima dan Kandungan Zat Gizi Kerupuk Merah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penambahan Bit (Beta Vulgaris L.) Sebagai Pewarna Alami Terhadap Daya Terima dan Kandungan Zat Gizi Kerupuk Merah"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerupuk

Kerupuk adalah suatu jenis makanan kering yang terbuat dari bahan-bahan yang mengandung pati cukup tinggi. Pengertian lain menyebutkan bahwa kerupuk merupakan jenis makanan kecil yang mengalami pengembangan volume membentuk produk yang porus dan mempunyai densitas rendah selama proses penggorengan. Demikian juga produk ekstrusi akan mengalami pengembangan pada saat pengolahannya. Pengembangan kerupuk merupakan proses ekspansi tiba-tiba dari uap air dalam struktur adonan sehingga diperoleh produk yang volumenya mengembang dan porus. Pada dasarnya kerupuk mentah diproduksi dengan gelatinisasi pati adonan pada tahap pengukusan, selanjutnya adonan dicetak dan dikeringkan. Pada proses penggorengan akan terjadi penguapan air yang terikat dalam gel pati akibat peningkatan suhu dan dihasilkan tekanan uap yang mendesak gel pati sehingga terjadi pengembangan dan sekaligus terbentuk rongga-rongga udara pada kerupuk yang telah digoreng (Koswara, 2009).

(2)

Adapun syarat mutu kerupuk menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1. Syarat Mutu Kerupuk Menurut SNI Kriteria Uji Satuan Persyaratan Kerupuk

Non Protein

Dari segi gizi, apabila diamati komposisinya, kerupuk dapat merupakan sumber kalori yang berasal dari pati (dan lemak apabila telah digoreng), serta sumber protein (apabila ikan dan udang benar-benar ditambahkan). Dari hasil analisis di laboratorium ditemukan bahwa kadar protein kerupuk mentah bervariasi dari 0,97 % sampai 11,04 % berat basah (dengan kadar air yang bervariasi dari 9,91 % sampai 14 %). Sedangkan kadar patinya bervariasi dari 10,27 % sampai 26,37 % berat basah. Sesudah digoreng, komposisinya berubah karena hilangnya sebagian kadar airnya (karena menguap) dan masuknya minyak goreng ke dalam kerupuk. Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa kadar air kerupuk yang telah digoreng berkurang menjadi sekitar 1,05 % sampai 5,48 %, sedangkan kadar lemak yang asalnya sekitar 1,40 % sampai 12,10 % menjadi sekitar 14,83% sampai 25,33 % berat basah (Koswara, 2009). 2.1.2. Jenis Kerupuk

(3)

disebut kerupuk ikan atau udang, kerupuk mie, kerupuk gendar (dibuat dari nasi), kerupuk kulit (dibuat dari kulit kerbau atau sapi), kerupuk sayuran dan sebagainya. Dilihat dari namanya saja jelas bahwa masing-masing mempunyai kekhususan. Berdasarkan bahan-bahan pemberi rasa yang digunakan dalam pengolahannya, dikenal kerupuk udang, kerupuk ikan, kerupuk terasi dan beberapa jenis lainnya. Berdasarkan cara pengolahan, rupa dan bentuk kerupuk dikenal beberapa kerupuk seperti kerupuk mie, kerupuk kemplang, kerupuk atom, kerupuk merah dan lain sebagainya (Koswara, 2009).

2.2. Kerupuk Merah

Kerupuk merah merupakan kerupuk khas dari padang, dan biasanya di gunakan sebagai makanan pelengkap pada nasi goreng, lontong, soto, gado-gado dan makanan lainnya. Kerupuk merah hanya dibuat dari adonan tepung tapioka, garam, pewarna makanan dan tidak diberi bumbu apa-apa (rasanya tawar), jadi tidak ada warung atau restoran menjual kerupuk merah yang sudah digoreng. Kerupuk merah yang ada di pasaran di jual dalam bentuk mentah, sehingga lebih tahan lama, namun kalau sudah digoreng kerupuk merah harus segera dikonsumsi atau dapat disimpan dalam toples atau wadah yang tertutup (Rohaendi, 2009).

2.2.1. Bahan-Bahan Pembuatan Kerupuk Merah

(4)

Bahan baku utama dalam pembuatan kerupuk merah adalah tepung tapioka yang berasal dari ketela pohon. Sedangkan sebagai bahan pelengkapnya adalah garam, dan zat warna.

1. Tepung Tapioka

Tepung tapioka banyak digunakan sebagai bahan baku dalam proses pembuatan kerupuk. Menurut Widowati (1987), tepung tapioka digunakan untuk membuat kerupuk dikarenakan harganya yang relatif murah, mempunyai daya ikat yang tinggi, serta membentuk tekstur yang kuat. Menurut Wiriano (1984), tepung tapioka adalah pati yang diperoleh dari ubi kayu atau singkong segar setelah melalui proses pemarutan, penyairan serta penyaringan, pengendapan pati dan kemudian pengeringan.

Tepung tapioka merupakan salah satu contoh bahan makanan yang banyak mengandung karbohidrat. Jenis karbohidrat yang terdapat dalam tepung tapioka adalah pati. Komposisi kimia tepung tapioka per 100 gram bahan dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Komposisi Zat Gizi Tepung Tapioka Per 100 gram Bahan

Komposisi Zat Gizi kadar

Air (g) 9,1

Energi (kkal) 363

Protein (g) 1,1

Lemak (g) 0,5

Karbohidrat (g) 88,2

Abu (g) 1,1

Kalsium (mg) 84

Fosfor (mg) 125

Besi (mg) 1

(5)

2. Bahan Tambahan

Bahan tambahan atau pembantu adalah bahan yang sengaja ditambahkan sewaktu pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu termasuk di dalamnya penyedap rasa, pewarna, pengawet, pengental dan lain-lain (Winarno, 1992).

Bahan tambahan yang diperlukan dalam pembuatan kerupuk merah antara lain garam dan pewarna.

a. Garam

Istilah garam biasanya digunakan untuk garam dapur dengan nama kimia natrium chlorida (NaCl). Pemakaiannya dipilih yang mempunyai mutu yang baik, warna putih mengkilat, kotorannya sedikit dan sesuai dengan syarat mutu garam yang telah ditentukan (Wiriano, 1984).

Garam mungkin terdapat secara alamiah dalam makanan atau ditambahkan pada waktu pengolahan dan penyajian makanan. Makanan yang mengandung kurang dari 0,3% garam akan terasa hambar dan tidak disukai (Winarno dkk, 1980).

(6)

b. Pewarna

Menurut Suprapti (2005) dalam pembuatan kerupuk juga dapat ditambahkan pewarna. Bahan pewarna yang digunakan adalah bahan pewarna yang diizinkan untuk makanan. Penambahan sari bit dalam adonan kerupuk merah berperan sebagai bahan pewarna alami sehingga dapat menghasilkan kerupuk dengan warna yang menarik.

2.2.2. Proses Pembuatan Kerupuk Merah

Komposisi bahan yang diperlukan dalam proses pembuatan kerupuk merah menurut Suprapti (2005) adalah sebagai berikut :

1. Tepung tapioka 1 kg

2. Garam 30 gr

3. Air bersih 650 ml

4. Pewarna merah (Secukupnya)

Menurut Suprapti (2005) dalam pembuatan kerupuk merah terdapat beberapa langkah yaitu pembuatan adonan, pencetakan adonan dan pengukusan, pendinginan dan pengerasan, pengirisan, pengeringanan dan pengemasan. 1. Pembuatan adonan kerupuk

(7)

2. Pencetakan adonan kerupuk dan pengukusan

Pencetakan adonan kerupuk dimaksudkan untuk memperoleh bentuk dan ukuran yang seragam. Keseragaman ukuran penting untuk memperoleh penampakan dan penetrasi panas yang merata sehingga memudahkan proses penggorengan dan menghasilkan kerupuk dengan warna yang seragam. Pencetakan adonan kerupuk dapat dibuat menjadi bentuk silinder, lembaran dan melingkar. Adonan kerupuk merah yang sudah jadi dibentuk silinder diameter 1,5-3 cm kemudian dimasukkan kedalam kantung plastik atau dibungkus daun pisang. Kemudian dikukus hingga matang selama 2 jam.

3. Pendinginan dan Pengerasan

Adonan yang telah matang diangkat didinginkan dan dibiarkan selama satu hari di suhu ruang atau di dalam lemari pendingin sehingga mengeras, dengan demikian mudah saat akan dipotong.

4. Pengirisan

Setelah cukup keras, adonan diiris dengan ketebalan 1-2 mm. Pisau yang digunakan untuk memotong sesekali diolesi minyak goreng agar adonan tidak lengket. Minyak yang dioleskan pada pisau adalah minyak goreng buatan pabrik, bukan minyak tradisional karena mudah tengik dan menyebabkan kualitas kerupuk rendah.

5. Pengeringan dan Pengemasan

(8)

6. Penggorengan

Penggorengan kerupuk bertujuan untuk menghasilkan kerupuk goreng yang mengembang dan renyah. Pada proses penggorengan, kerupuk mentah mengalami pemanasan sehingga air yang terikat pada jaringan dapat menguap dan menghasilkan tekanan uap untuk mengembangkan struktur elastis jaringan kerupuk tersebut. Secara umum cara penggorengan kerupuk ada dua macam, yaitu penggorengan langsung dalam minyak yang telah dipanaskan dan penggorengan dengan mencelupkan terlebih dahulu kerupuk mentah yang akan digoreng dalam minyak dingin atau hangat, baru kemudian digoreng dalam minyak yang telah dipanaskan untuk mendapatkan pengembangan kerupuk (Koswara, 2009).

2.3. Pewarna Alami

(9)

Sejak dulu zat pewarna alami (pigmen) telah banyak digunakan sebagai bahan pewarna bahan makanan. Daun suji telah lama digunakan untuk mewarnai kue pisang, serabi, bikang, dan dadar gulung. Kunyit untuk mewarnai nasi kuning, tahu serta hidangan dan masakan lain. Kecenderungan penggunaan bahan pewarna alami dalam produk makanan terus berkembang. Hal ini dapat dilihat dengan permintaan akan makanan berbahan pewarna alami dan berbagai peraturan nasional yang secara menyeluruh ataupun selektif dalam membatasi pewarna sintetik pada makanan (Koswara, 2009).

Pembuatan bahan pewarna alami sebenarnya sangatlah mudah. Bahan-bahan yang dapat digunakan sebagai pewarna alami ditumbuk, dapat pula menggunakan blender atau penumbuk biasa dengan sedikit ditambah air, lalu diperas dan disaring dengan alat penyaring. Agar warnanya cerah dapat ditambah sedikit air kapur atau air jeruk nipis. Setelah diperoleh air perasan pewarna, lalu disimpan di dalam lemari es atau freezer jika menginginkan disimpan lebih lama (Hidayat 2007).

Bit merupakan pewarna alami makanan yang bewarna merah. Pewarna ini memiliki rasa sedikit manis dan merupakan alternatif pengganti pewarna merah sintetik yang dapat menyebabkan alergi pada beberapa orang.

2.4. Bit (Beta Vulgaris L.)

(10)

Bit merupakan tanaman semusim yang berbentuk rumput. Batang bit sangat pendek, hampir tidak terlihat. Akar tunggangnya tumbuh menjadi umbi. Daunnya tumbuh terkumpul pada leher akar tunggang (pangkal umbi) dan bewarna kemerahan. Tanaman bit dapat dipanen hasilnya setelah berumur 2,5-3 bulan dari waktu tanam. Tanaman bit yang terawat baik dapat menghasilkan lebih dari 30 ton umbi per hektar. Semakin tua tanaman bit, semakin manis rasanya dan kadar vitamin C juga semakin tinggi (Sunarjono, 2013).

2.4.1. Jenis Bit

Menurut Sunarjono (2013) Ada beberapa varietas bit (Beta vulgaris L.) yang dikenal. Jenis itu dikelompokkan menjadi dua yaitu :

1. Bit merah (Beta vulgaris L. Var. Rubra L.)

Bit merah umbinya bewarna merah tua. Bit merah banyak ditanam di daerah dataran tinggi dengan ketinggian lebih dari 1.000 m dpl.

2. Bit putih (B. vulgaris L. var. cicla L)

(11)

2.4.2. Kandungan Gizi Bit

Bit mempunyai kandungan gizi yang baik, berikut adalah kandungan gizi bit dalam 100 gram bdd (bagian yang dapat dimakan) :

Tabel 2.3. Kandungan Gizi Bit Dalam 100 gram BDD

Komponen Gizi Kadar

Sumber : Tabel Komposisi Pangan Indonesia (2009) 2.4.3. Manfaat Bit

Tanaman dengan nama latin Beta Vulgaris ini masih merupakan tanaman baru di Indonesia yang belum banyak dimanfaatkan. Padahal di balik warna merah tuanya, bit menyimpan banyak kandungan gizi yang bermanfaat. Adapun beberapa manfaat dari bit adalah sebagai berikut (Lingga, 2010) : a. Memperkuat Susunan Tulang

Bit mengandung banyak kalium (Potassium). Kadarnya sebesar 518,6 mg/cup dan masuk dalam kategori unggul. Keberadaan kalium dalam bit dapat memperkokoh matrik tulang. Tanpa kalium yang cukup, tulang yang terbentuk tidak dapat tumbuh sempurna karena ikatan antarselnya longgar.

b. Pembersih Darah yang Ampuh

(12)

yang tidak diresepkan oleh dokter, alkohol dan zat adiktif makanan yang berbahaya.

c. Memaksimalkan Perkembangan Otak Bayi

Bit mengandung folat dalam jumlah cukup banyak sehingga berguna bagi perkembangan janin. Folat diperlukan pada minggu-minggu awal kehamilan dalam jumlah memadai agar perkembangan otak bayi normal.

d. Mengatasi Anemia

Folat yang terkandung dalam bit juga bermanfaat untuk pembentukan darah merah. Bit merupakan obat alami yang ampuh untuk anemia dan memperkuat daya tahan tubuh.

e. Antikanker

(13)

f. Menu Rendah kalori

Umbi bit sering direkomendasikan ahli nutrisi dalam daftar menu diet bagi pengidap hiperkolesterol (kelebihan kolesterol dalam darah) dan hiperlipemia (akibat kelainan metabolisme lemak darah). Rujukan ini diberikan karena bit merupakan menu rendah kalori. Energi yang diberikan per satuan beratnya rendah, tetapi tetap mengenyangkan karena mengandung cukup banyak serat. g. Menurunkan Kadar Lemak dan Kolesterol

Bit juga mampu menurunkan kadar lemak dan kolesterol dalam tubuh. Uji laboratorium pada binatang menunjukkan bahwa mengonsumsi bit secara teratur dapat menurunkan kadar kolesterol total sebesar 30%. Penurunan kolesterol total diikuti dengan peningkatan jumlah kolesterol baik (HDL). Penelitian lain membuktikan bahwa dengan mengonsumsi bit secara rutin, kadar trigliserida dalam darah akan mengalami penurunan secara nyata.

h. Melancarkan BAB

Umbi bit mengandung selulosa yang dapat dimanfaatkan sebagai obat wasir. Selulosa adalah serat makanan larut dalam air yang berfungsi meningkatkan peristaltik usus besar sehingga BAB menjadi lancar.

2.4.4. Pigmen Warna Bit

(14)

sebuah jenis pigmen dan merupakan induk dari kelompok betasianin yang bewarna merah violet dan betaxantin yang bewarna kuning. Dalam banyak kasus, tidak mungkin membedakan betalain dan antosianin pada tumbuhan hanya secara visual. Dibutuhkan serangkaian tes untuk membedakan kedua jenis pigmen ini. Namun demikian, keberadaan pigmen betalain disuatu tanaman tidak mungkin bersamaan dengan adanya antosianin. Saat ini diketahui bahwa perbedaan paling mencolok antara betalain dan antosianin adalah distribusinya di tanaman. Antosianin atau flavonoid tersebar luas dalam dunia tumbuhan, sedangkan betalain secara eksklusif hanya terdapat pada kelompok Angiospermae, khususnya Caryophyllales (termasuk didalamnya tumbuhan bit). Kelompok betalain terdiri dari sekitar 50 pigmen merah betasianin dan 20 pigmen kuning betaxantin (Andarwulan, 2012).

(15)

saring untuk mendapatkan air yang bewarna merah baru kemudian diaplikasikan ke bahan makanan (Andarwulan, 2012).

2.5. Daya Terima

Daya terima atau preferensi makanan dapat didefinisikan sebagai tingkat kesukaan atau ketidaksukaan individu terhadap suatu jenis makanan. Diduga tingkat kesukaan ini sangat beragam pada setiap individu, sehingga akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan (Suhardjo, 1989).

Menurut Wirakusumah (1990) yang dikutip oleh Mulyaningrum (2007) kesukaan terhadap makanan didasari oleh sensorik, social, psikologi, agama, emosi, budaya, kesehatan, ekonomi, cara persiapan dan pemasakan makanan, serta faktor-faktor terkait lainnya. Penilaian seseorang terhadap kualitas makanan berbeda-beda tergantung selera dan kesenangannya. Perbedaan suku pengalaman, umur dan tingkat ekonomi seseorang mempunyai penilaian tertentu terhadap jenis makanan, sehingga standar kualitas makanan sulit untuk ditetapkan. Walaupun demikian ada beberapa aspek yang dapat dinilai yaitu persepsi terhadap 2 cita rasa makanan, nilai gizi dan hygiene atau kebersihan makanan tersebut.

1. Penampilan dan cita rasa makanan

(16)

2. Konsistensi atau tekstur makanan

Konsistensi atau tekstur makanan juga merupakan komponen yang turut menentukan cita rasa makanan karena sensitifitas indera cita rasa dipengaruhi oleh konsistensi makanan. Makanan yang berkonsistensi padat atau kental akan memberikan rangsangan lebih lambat terhadap indera kita.

3. Rasa Makanan

Rasa makanan merupakan faktor kedua yang menentukan cita rasa makanan setelah penampilan makanan itu sendiri. Apabila penampilan makanan yang disajikan merangsang saraf melalui indera penglihatan sehingga mampu membangkitkan selera untuk mencicipi makanan itu, maka pada tahap selanjutnya rasa makanan itu akan ditentukan oleh rangsangan terhadap indera penciuman dan indera perasa.

4. Aroma makanan

Aroma yang disebarkan oleh makanan merupakan daya tarik yang sangat kuat dan mampu merangsang indera penciuman sehingga membangkitkan selera. Timbulnya aroma makanan disebabkan oleh terbentuknya senyawa yang mudah menguap, dapat sebagai akibat atau reaksi karena pekerjaan enzim atau dapat juga terbentuk tanpa bantuan reaksi enzim.

(17)

indera bahkan memiliki ketelitian yang lebih baik dibandingkan dengan alat ukur yang paling sensitif. Penerapan penilaian organoleptik pada prakteknya disebut uji organoleptik yang dilakukan dengan prosedur tertentu. Uji ini akan menghasilkan data yang penganalisisan selanjutnya menggunakan metode statistika (Soekarto, 2000).

Pada prinsipnya terdapat 3 jenis uji organoleptik, yaitu uji pembedaan, uji deskripsi dan uji afektif. Uji pembedaan digunakan untuk memeriksa apakah ada perbedaan diantara contoh-contoh yang disajikan. Uji deskripsi digunakan untuk menentukan sifat dan intensitas perbedaan tersebut. Kedua kelompok uji di atas membutuhkan panelis yang terlatih atau berpengalaman. Sedangkan uji afektif didasarkan pada pengukuran kesukaan (atau penerimaan). Pengujian ini membutuhkan jumlah panelis yang tidak dilatih. Uji afektif terdiri atas Uji Perbandingan Pasangan, Uji Hedonik dan Uji Ranking. Uji hedonik merupakan pengujian yang paling banyak digunakan untuk mengukur tingkat kesukaan terhadap produk. Tingkat kesukaan ini disebut skala hedonik, misalnya sangat suka, suka, agak suka, agak tidak suka, tidak suka, sangat tidak suka dan lain-lain. Skala hedonik dapat direntangkan atau diciutkan menurut rentangan skala yang dikehendaki. Dalam analisis datanya, skala hedonik ditransformasikan ke dalam skala angka dengan angka menaik menurut tingkat kesukaan (dapat 5, 7 atau 9 tingkat kesukaan). Dengan data ini dapat dilakukan analisa statistik (Agusman, 2013).

(18)

bertindak sebagai instrumen atau alat. Panel ini terdiri dari orang atau kelompok yang bertugas menilai sifat atau mutu komoditi berdasarkan kesan subjektif. Orang yang menjadi anggota panel disebut panelis (Agusman, 2013).

2.6. Panelis

Panelis merupakan anggota panel atau orang yang terlibat dalam penilaian organoleptik dari berbagai kesan subjektif produk yang disajikan. Panelis merupakan instrument atau alat untuk menilai mutu dan analisa sifat-sifat sensorik suatu produk. Dalam pengujian organoleptik dikenal beberapa macam panel. Penggunaan panel-panel ini berbeda tergantung dari tujuan pengujian tersebut (Ayustaningwarno, 2014).

Dalam penilaian organoleptik dikenal tujuh macam panel, yaitu panel perseorangan, panel terbatas, panel terlatih, panel agak terlatih, panel tidak terlatih, panel konsumen dan panel anak-anak. Perbedaan ketujuh panel tersebut didasarkan pada keahlian dalam melakukan penilaian organoleptik (Agusman, 2013).

1. Panel Perseorangan

(19)

2. Panel Terbatas

Panel terbatas terdiri dari 3-5 orang yang mempunyai kepekaan tinggi sehingga bias lebih di hindari. Panelis ini mengenal dengan baik faktor-faktor dalam penilaian organoleptik dan mengetahui cara pengolahan dan pengaruh bahan baku terhadap hasil akhir. Keputusan diambil berdiskusi diantara anggota-anggotanya.

3. Panel Terlatih

Panel terlatih terdiri dari 15-25 orang yang mempunyai kepekaan cukup baik. Untuk menjadi terlatih perlu didahului dengan seleksi dan latihan-latihan. Panelis ini dapat menilai beberapa rangsangan sehingga tidak terlampau spesifik. Keputusan diambil setelah data dianalisis secara bersama.

4. Panel Agak Terlatih

Panel agak terlatih terdiri dari 15-25 orang yang sebelumya dilatih untuk mengetahui sifat-sifat tertentu.. panel agak terlatih dapat dipilih dari kalangan terbatas dengan menguji datanya terlebih dahulu. Sedangkan data yang sangat menyimpang boleh tidak digunakan dalam keputusannya. 5. Panel Tidak terlatih

(20)

untuk itu panel tidak terlatih biasanya dari orang dewasa dengan komposisi panelis pria sama dengan panelis wanita.

6. Panel Konsumen

Panel konsumen terdiri dari 30 hingga 100 orang yang tergantung pada target pemasaran komoditi. Panel ini mempunyai sifat yang sangat umum dan dapat ditentukan berdasarkan perorangan atau kelompok tertentu.

7. Panel Anak-anak

Panel yang khas adalah panel yang menggunakan anak-anak berusia 3-10 tahun. Biasanya anak-anak digunakan sebagai panelis dalam penilaian produk-produk pangan yang disukai anak-anak seperti permen, es krim dan sebagainya.

2.7. Kerangka Konsep Penelitian

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Gambar

Tabel 2.1. Syarat Mutu Kerupuk Menurut SNI Persyaratan Kerupuk
Tabel 2.3. Kandungan Gizi Bit Dalam 100 gram BDD
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Hasil : masalah keperawatan yang ditemukan pada kasus ini adalah ketidakmampuan koping keluarga dan ketidakefektifan proses kehamilan melahirkan.. Masalah

kodifikasi koleksi Keraton Surakarta, dan lain sebagainya. Katalog-katalog tersebut sebatas katalog koleksi Kerajaan dan museum. Sementara koleksi naskah pribadi yang

Studi Teknik Informatika 1.0 Pengolahan Data Jadwal Kuliah 3.0 Pengolahan Data Dosen 4.0 Pengolahan Data Ruang Kuliah Level 1 2.0 Pengolahan Data Mata Kuliah 1.1 Tambah Data

Sesuai Dengan skala keeratan hubungannya menurut Guiford, maka nilai korelasi sebesar 0,614 tersebut berada pada criteria korelasi antara 0,40– 0,70 maka hasil

The analysis presented in this paper showed inequalities in spatial accessibility to public health services among geographical areas as well as among the

Mengamati beberapa jenis data dan infomasi yang terdapat pada kegiatan administrasi perkantoran, dan alat-alat yang digunakan dalam pengelolaan data dan

mendapatkan klarifikasi tentang laporan keuangan Mengeskplorasi  mengumpulkan berbagai informasi Tugas  diskusi kelompo k  membua t notula  merangk um hasil diskusi 

Public and academic interest in environmental pollution caused by toxic substances and other sources, like noise, is constantly raising. To protect public health and