MEMPELAJARI PENGGUNAAN TEPUNG ASIA UBI JALAR
(
Ipomoea batatas
(L.) Lam.) PADA PEMBUATAN KERUPUK
FAIRUZ FAJRIAH
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Mempelajari Penggunaan Tepung Asia Ubi Jalar (Ipomoea batatas (L.) Lam.) Pada Pembuatan Kerupuk adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Fairuz Fajriah
ABSTRAK
FAIRUZ FAJRIAH. Mempelajari Penggunaan Tepung Asia Ubi Jalar (Ipomoea batatas (L.) Lam.) Pada Pembuatan Kerupuk. Dibimbing oleh SUTRISNO KOSWARA.
Proses pengolahan pati dari ubi jalar menghasilkan produk samping berupa ampas atau biasa disebut onggok, yang sebetulnya masih dapat diolah menjadi tepung asia ubi jalar. Kerupuk adalah makanan kering yang terbuat dari bahan-bahan yang mengandung pati cukup tinggi. Pada penelitian ini dilakukan pengembangan produk dengan memanfaatkan tepung asia ubi jalar sebagai bahan substitusi dalam pembuatan kerupuk. Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari pemanfaatan tepung asia pada pembuatan kerupuk. Hasil penelitian menunjukkan semakin tinggi penambahan tepung asia ubi jalar, kerupuk yang dihasilkan semakin tidak disukai oleh panelis dari segi warna, rasa, aroma, dan tekstur. Tingkat substitusi maksimal tepung asia terhadap kerupuk yang dapat diterima oleh konsumen adalah 20%. Kerupuk substitusi tepung asia terbaik adalah kerupuk dengan jumlah substitusi sebanyak 10%. Kerupuk dengan penambahan tepung asia 10% berwarna kuning cerah dengan daya pengembangan 399,12%; kerenyahan 197,85 gram dan kekerasan sebesar 1458,27 gram. Kerupuk dengan substitusi tepung asia 10% memiliki skor 5,70 (skala 1-7) dalam uji rating hedonik secara overall.
Kata kunci: kerupuk, substitusi, tepung asia, ubi jalar
ABSTRACT
FAIRUZ FAJRIAH. Studying the Use of Asian Sweet Potato (Ipomoea batatas
(L.) Lam.) Flour in Making Crackers. Supervised by SUTRISNO KOSWARA.
Processing of sweet potato starch produces a by-product which is in the form of fibres or commonly called onggok, who actually still can be processed into Asian sweet potato flour. Crackers is a type of dry food made from ingredients that contain high enough starch. This research was conducted on the development of new products to take advantage of Asian sweet potato flour as an ingredient substitution is in the manufacture of crackers. The purpose of this research is studies utilization of flour asia to making cracker.The result showed higher additional flour asia sweet potato, crackers produced more not favored by the panel in terms of color, taste, scent, and texture. The maximum level of substitution asia flour of the crackers that are acceptable to the consumer is 20%. Cracker substitution flour Asian best is crackers with the amount of substitution by as much as 10%. Cracker with the addition of 10% asian flour colored bright yellow with the development of 399,12%; crispness 197,85 grams and violence 1458,27 grams. Crackers with 10% substitution asian flour having a scores 5.70 (scale of 1-7) in the test rating hedonic in overall.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
KARAKTERISTIK FISIK, KIMIA DAN ORGANOLEPTIK
KERUPUK SUBSTITUSI TEPUNG ASIA UBI JALAR
FAIRUZ FAJRIAH
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul Mempelajari Penggunaan Tepung Asia Ubi Jalar (Ipomoea batatas (L.) Lam.) Pada Pembuatan Kerupuk ini berhasil diselesaikan. Skripsi ini dibuat setelah melakukan penelitian pada bulan Januari – Mei 2014 di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan
Pilot Plan SEAFAST Center.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir. Sutrisno Koswara, M.Si. selaku pembimbing yang senantiasa memberikan arahan, motivasi dan ilmu yang telah diberikan untuk menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Didah Nur Faridah M.Si dan Dr-Ing. Dase Hunaefi STP., MFoodST atas kesediaannya menguji penulis serta turut memberikan masukan atas penyelesaian skripsi ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orang tua tercinta Ibu Nuri Herawati dan Bapak Abdul Madjid HM, kakak Qothrun Nadaa R., adik Thalita Sakinah dan juga Akbar Hidayat serta keluarga besar penulis yang telah memberikan dukungan moril dan semangat selama penulis menjalankan studi dan penelitian. Tidak lupa pula ucapan terima kasih pada sahabat, teman-teman ITP 47, serta para Laboran di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan yang senantiasa menemani dan mendukung penulis. Terima Kasih atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2014
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN x
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
METODE 2
Bahan 2
Alat 2
Prosedur Analisis Data 3
HASIL DAN PEMBAHASAN 10
Pembuatan dan Karakterisasi Tepung Asia Ubi Jalar 10 Pembuatan Kerupuk Substitusi Tepung Asia Ubi Jalar 11
Analisis Warna 12
Daya Pengembangan 13
Karakteristik Tekstur 14
Analisis Sensori ( Uji Organoleptik ) 15
Proksimat Kerupuk Substitusi Tepung Asia 17
SIMPULAN DAN SARAN 19
Simpulan 19
Saran 19
DAFTAR PUSTAKA 20
LAMPIRAN 22
DAFTAR TABEL
1. Formula Kerupuk Substitusi Tepung Asia 5
2. Kandungan Kimia Tepung Asia 11
3. Hasil Analisis Warna Kerupuk Substitusi Tepung Asia Ubi Jalar 12 4. Hasil Uji Rating Hedonik Kerupuk Substitusi Tepung Asia 16
5. Syarat Mutu Kerupuk 17
6. Hasil Analisis Proksimat Kerupuk Terpilih 18
DAFTAR GAMBAR
1. Diagram alir pembuatan tepung asia 3
2. Hasil analis daya pengembangan kerupk substitusi tepung asia 14 3. Hasil analisis tekstur kerupuk substitusi tepung asia 15
DAFTAR LAMPIRAN
1. Gambar Kerupuk Substitusi Tepung Asia Ubi Jalar 22 2. Hasil Analisis ANOVA Warna Kerupuk Substitusi Tepung Asia Ubi
Jalar 23
3. Hasil Analisis ANOVA Daya Pengembangan Kerupuk Substitusi
Tepung Asia 25
4. Hasil Analisis ANOVA Kekerasan Kerupuk Substitusi Tepung Asia
Ubi Jalar 26
5. Hasil Analisis Ragam Kerenyahan Kerupuk Substitusi Tepung Asia 27 6. . Lembar Penilaian Uji Rating Hedonik Kerupuk Substitusi Tepung
Asia 28
7. Skor Uji Rating Hedonik Kerupuk Substitusi Tepung Asia 10% 29 8. Skor Uji Rating Hedonik Kerupuk dengan Substitusi Tepung Asia
20% 31
9. Skor Uji Rating Hedonik Kerupuk dengan Substitusi Tepung Asia
30% 33
10.Skor Uji Rating Hedonik Kerupuk dengan Substitusi Tepung Asia
40% 35
11.Hasil Analisis ANOVA Organoleptik Warna Kerupuk Substitusi
Tepung Asia Ubi Jalar 37
12.Hasil Analisis ANOVA Organoleptik Aroma Kerupuk Substitusi
Tepung Asia Ubi Jalar 38
13.Hasil Analisis ANOVA Organoleptik Tekstur Kerupuk Substitusi
Tepung Asia Ubi Jalar 39
14.Hasil Analisis ANOVA Organoleptik Rasa Kerupuk Substitusi
Tepung Asia Ubi Jalar 40
15.Hasil Analisis ANOVA Organoleptik Overall Kerupuk Substitusi
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Potensi ketersediaan pangan lokal Indonesia sangat melimpah, setidaknya 77 bahan makanan lokal Indonesia yang mengandung karbohidrat yang hampir sama dengan nasi sehingga bisa dijadikan substitusi (Kompas 2010 dalam Yuliatmoko 2010). Ubi jalar (Ipomoea batatas (L.) Lam.) merupakan tanaman dikotil yang tergolong dalam famili Convolvulaceae (Onwuenne 1978). Menurut Onwuenne (1978), ubi jalar (Ipomoea batatas (L.) Lam.) memiliki potensi yang paling tinggi dibandingkan galur lainnya. Ubi jalar merupakan salah satu tanaman palawija yang banyak terdapat di Indonesia. Luas lahan ubi jalar di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 178.295 Ha dengan produksi mencapai sekitar 2.483.460 ton yang teralokasi di Jawa Barat sebesar 436.577 ton (BPS 2012). Ubi Jalar merupakan sumber energi yang baik dalam bentuk karbohidrat. Komoditas ubi jalar sangat layak dipertimbangkan untuk menunjang program diversifikasi pangan berdasarkan karakteristiknya seperti kandungan nutrisi yang baik, umur yang relatif pendek, produksi yang tinggi dan potensi lainnya. Apabila ditangani secara sungguh-sungguh, ubi jalar dapat menjadi sumber devisa yang potensial (Widodo 1989). Selain itu, ubi jalar juga merupakan salah satu komoditas lokal sumber serat pangan (dietary fiber).
Ubi jalar (Ipomoea batatas (L.) Lam) memiliki tekstur yang lunak dan berkadar air tinggi, hal ini menyebabkan ubi mudah rusak akibat pengaruh mekanis dan memberi kesempatan mikroba untuk masuk ke dalam umbi dan merusak secara menyeluruh. Pengolahan ubi jalar menjadi tepung merupakan salah satu upaya pengawetan ubi jalar serta peningkatan daya guna ubi jalar agar dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri pangan. Pengolahan ubi jalar menjadi tepung memiliki beberapa keuntungan seperti meningkatkan daya simpan, praktis dalam pengangkutan dan penyimpanan, serta dapat diolah menjadi beraneka ragam produk makanan (Karleen 2010).
Proses pengolahan pati ubi jalar menghasilkan produk sampingan berupa ampas atau biasa disebut onggok. Ampas hasil samping pengolahan pati ubi jalar ini dapat juga dimanfaatkan untuk meningkatkan nilai tambah ubi jalar sebagai produk pangan lokal, salah satunya yakni diolah menjadi tepung ampas ubi jalar atau dapat juga disebut sebagai tepung asia ubi jalar. Hasil penelitian Mesiana (2013), tepung asia ubi jalar memiliki kandungan pati yang tinggi yaitu sebanyak 77,49%. Kandungan pati yang tinggi ini menunjukkan bahwa tepung asia ubi jalar layak dicoba dan dipelajari penggunaannya dalam pembuatan produk pangan yang memerlukan bahan berpati tinggi. Pada dasarnya, pati yang terkandung dalam tepung asia ubi jalar tergantung pada proses ekstraksi yang dilakukan.
2
tetapi juga di luar negeri seperti Belanda, Singapura, Hongkong, Jepang, Suriname dan Amerika Serikat (Koswara 2009). Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan pengembangan produk baru dengan memanfaatkan tepung asia ubi jalar sebagai bahan substitusi dalam pembuatan kerupuk.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan pemanfaatan tepung asia ubi jalar terhadap produk pangan, yang dalam hal ini adalah kerupuk. Selain itu juga penelitian ini bertujuan untuk mempelajari tingkat substitusi tepung asia terhadap pembuatan kerupuk.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah dihasilkannya produk baru berupa kerupuk dengan substitusi tepung asia ubi jalar dan peningkatan nilai tambah tepung asia ubi jalar sebagai produk pangan lokal.
METODE
Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan kerupuk dengan substitusi tepung asia adalah tapioka dan ubi jalar segar untuk pembuatan tepung asia. Ubi jalar yang digunakan adalah ubi jalar putih varietas paket berumur 4,5 bulan yang diperoleh dari Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH), Ngawi- Jawa Timur. Bahan lain yang digunakan dalam pembuatan kerupuk adalah garam, bubuk bawang putih, MSG, dan air. Bahan yang digunakan untuk analisis antara lain air destilata, pelarut heksana, larutan HCl 25%, H2SO4 pekat, NaOH, Na2S2O3.5H2O, larutan HCl 0,02 N, indikator Metylen Blue (MR-MB), indikator PP, H3BO3, dietil eter, K2SO4, etanol,dan AgNO3.
Alat
3
Prosedur Analisis Data
Pembuatan dan Karakterisasi Tepung Asia Ubi Jalar
Pembuatan tepung asia ubi jalar dilakukan menggunakan metode yang telah digunakan oleh Mesiana (2013) yang secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 1. Pertama – tama ubi jalar dikupas kulitnya dengan menggunakan mesin
abrasive peeler, kemudian sisa-sisa kulit dan kotoran yang masih menempel pada ubi jalar yang telah dikupas dibersihkan kembali dengan menggunakan pisau. Setelah itu, ubi diparut dengan menggunakan rasper dan bantuan larutan sulfit. Ubi yang telah diparut kemudian direndam dalam air yang telah dicampur sulfit 0,1% (Padmaningrum dan Utomo 2007).
Gambar 1. Diagram alir pembuatan tepung asia (Mesiana 2013)
Perendaman selama 15 menit (larutan : slurry = 4 : 1) Pemarutan
Pengupasan
Slurry
Larutan air +
sulfit 0.1 %
Ubi Jalar
Pembuangan filtrat
Pengayakan 100 mesh
Pengeringan 55°C 16 jam
Tepung asia ubi jalar
Pati
Pati kering
Penggilingan Pengendapan selama 1 hari
Pencucian Pengeringan 55°C16 jam
Ampas kering
Filtrat
putih bersih
Penyaringan
4
Perbandingan antara larutan sulfit yang digunakan dengan hasil parutan ubi adalah 4:1. Setelah 15 menit, campuran ubi dan air tersebut kemudian disaring untuk memisahkan pati dan ampasnya. Pati ubi jalar berupa bagian cair yang kemudian akan melalui proses pengendapan dan pencucian selama tiga kali atau sampai filtrate berwarna putih bersih, serta pengeringan untuk mendapatkan pati keringnya, sedangkan ampas merupakan bagian padatannya. Untuk mendapatkan tepung asia ubi jalar, ampas tersebut dikeringkan dalam cabinet dryer dengan suhu 55 °C selama 16 jam sampai ampas benar-benar kering yang ditandai dengan ampas sudah dapat dengan mudah dipatahkan. Setelah itu ampas kering digiling dengan pin disc mill dan dilakukan pengayakan pada ayakan berukuran 100 mesh (Mesiana 2013). Diagram alir pembuatan tepung asia ubi jalar dapat dilihat pada Gambar 1.
Karakterisasi tepung asia ubi jalar dilakukan untuk mengetahui komposisi tepung asia yang digunakan sebagai bahan substitusi dalam penelitian ini. Analisis yang dilakukan meliputi analisis kadar air metode oven, kadar abu metode pengabuan kering, kadar lemak metode soxhlet, kadar protein metode Kjehldahl, analisis kadar karbohidrat by difference, kadar serat kasar, kadar pati metode Luff-Schoorl, dan analisis amilosa – amilopektin.
Pembuatan Kerupuk Substitusi Tepung Asia Ubi Jalar
Proses pembuatan kerupuk ini dilakukan berdasarkan metode yang telah dilakukan oleh Nugraha (2013) yang dimodifikasi pada waktu pengukusannya. Tahap-tahap pembuatan kerupuk terdiri dari penimbangan bahan-bahan yang akan digunakan, pembuatan adonan, pencetakan adonan, pengukusan, pendinginan, pengirisan, pengeringan, dan penggorengan. Pembuatan adonan untuk membuat kerupuk dilakukan dengan tahap menggelatinisasi sebagian tepung dengan cara menambahkan ¼ dari jumlah pati yang ada dengan 40% air. Setelah sebagian pati tergelatinisasi, sisa dari formula yang ada kemudian ditambahkan ke adonan, adonan kemudian dibungkus ke dalam plastik untuk dikukus. Tahap pengukusan dengan air mendidih berlangsung selama 45 menit, setelah selesai dikukus adonan didiamkan dalam suhu ruang selama semalam. Kemudian adonan yang telah didiamkan dipotong dengan ketebalan 1-2 mm dan kemudian dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 50 °C selama 1-2 jam sampai adonan kerupuk menjadi kering. Adonan yang telah kering lalu digoreng dengan alat deep fat fryer
dengan suhu 170 oC selama 1 menit untuk menghasilkan kerupuk matang. Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian pembuatan kerupuk ini adalah rancangan acak lengkap. Faktor yang digunakan yaitu konsentrasi substitusi tepung asia terhadap tapioka sebagai bahan baku, yaitu 10%, 20%, 30%, dan 40%. Formula yang digunakan pada pembuatan kerupuk substitusi tepung asia ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 1. Formula yang digunakan pada pembuatan kerupuk ini berpedoman pada penelitian Miyatani (2008), akan tetapi formula yang digunakan oleh Miyatani (2008) menggunakan tepung terigu dan bubuk pupa sebagai substitusi. Dalam penelitian ini, dilakukan metode trial and error
5 Tabel 1. Formula Kerupuk Substitusi Tepung Asia
Bahan (gram) Persentasi Substitusi Tepung Asia
0% 10% 20% 30% 40%
Karakterisasi Kerupuk Substitusi Tepung Asia Ubi Jalar
Pengujian karakteristik kerupuk substitusi tepung asia ubi jalar dilakukan dengan menguji sifat fisiko-kimia serta pengujian penerimaan konsumen secara organoleptik. Prosedur analisis karakterisasi kerupuk substitusi tepung asia ubi jalar secara rinci dapat dilihat sebagai berikut :
Analisis Fisik
Warna
Analisis Warna pada sampel Kerupuk substitusi tepung asia dilakukan dengan menggunakan Minolta Chromameter CR 300. Alat ini menggunakan prinsip pengukuran warna kromatik yang dominan. Hasil pengukuran dinyatakan dalam sistem Hunter L*a*b*.
Daya Pengembangan
Pengukuran volume pengembangan kerupuk goreng dapat dilakukan dengan bantuan benang, mistar pengukur dan mikrometer sekrup. Benang digunakan untuk membantu pengukuran panjang kerupuk yang biasanya mempunyai bentuk tidak rata. Sedangkan mikrometer sekrup digunakan untuk mengukur ketebalan kerupuk. Pengukuran dilakukan pada kerupuk mentah dan kerupuk goreng. Volume kerupuk dihitung dengan mengalikan luas permukaan kerupuk dan ketebalannya. Daya pengembangan kerupuk diperoleh dengan membandingkan volume kerupuk sebelum dan sesudah digoreng dikalikan 100% (Koswara 2009). Daya pengembangan kerupuk diukur sebanyak 5 kali pada 5 titik berbeda. Hasil pengukuran dirata-rata dan dihitung volumenya. Perhitungan daya pengembangan dapat diperoleh dengan rumus berikut :
Daya pengembangan (%) = volume akhir- volume awal x 100% volume awal
Analisis Karakteristik Tekstur dengan Texture Analyzer (Llyod Materials Testing 2012)
6
Analisis Kimia
Kadar Air Metode Oven (AOAC 2005)
Cawan alumunium dikeringkan dalam oven selama 15 menit, didinginkan dalam desikator selama 10 menit, kemudian ditimbang (a). sejumlah sampel dengan bobot tertentu (b) dimasukkan dalam cawan. Pengeringan dilakukan hingga diperoleh berat konstan (c). Kadar air contoh dapet dihitung dengan persamaan berikut:
– –
Kadar Abu Metode Gravimetri (AOAC 2005)
kadar abu diperoleh dengan cara mengabukan sampel di dalam tanur. Cawan porselen dikeringkan di dalam oven selama 15 menit dengan suhu105 °C, kemudia didinginkan di dalam desikator dan ditimbang (a). Sampel sebanyak 2-3 gram (w) ditimbang dalam cawan tersebut, kemudian cawan yang berisi sampel dibakar sampai didapatkan abu berwarna abu-abu dan bobot konstan. Pengabuan dilakukan pada suhu 550 °C selama 6 jam. Cawan yang berisi sampel didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang dengan neraca analitik (x). Kadar abu diukur dengan persamaan berikut :
Kadar Protein Metode Micro Kjehldahl (AOAC 1995 yang dimodifikasi) Sebanyak 0,1 – 0,25 gram contoh ditimbang di dalam labu Kjehldahl, lalu ditambahkan 1,0 ± 0,1 gram K2SO4, 40 ± 10 ml HgO, dan 2,0 ± 0,1 ml H2SO4. Selanjutnya contoh didihkan sampai cairan jernih kemudian didinginkan. Larutan jernih ini dipindahkan ke dalam alat destilasi secara kuantitatif. Labu kjehldahl dibilas dengan 1-2 ml air destilata, kemudian air cuciannya dimasukkan ke dalam alat destilasi, pembilasan dilakukan sebanyak 5-6 kali. Tambahkan 8-10 ml larutan 60% NaOH – 5% Na2S2O3.5H2O ke dalam alat destilasi.
Erlenmeyer yang berisi 5 ml larutan H3BO3 jenuh dan 2-4 tetes indikator (campuran 2 bagian 0,2 % metilen red dan 1 bagian 0,2% metilen blue dalam etanol 95%) diletakkan dibawah kondensor. Ujung tabung kondensor harus terendam dalam larutan H3BO3, kemudian dilakukan destilasi sehingga diperoleh sekitar 15 ml destilat. Destilat yang diperoleh kemudian dititrasi dengan HCl 0,02 N sampai terjadi perubahan warna dari hijau menjadi abu - abu. Kadar protein kasar dapat ditentukan dengan rumus :
–
7 Kadar Lemak Metode Soxhlet (AOAC 2005)
Sampel ditimbang 3 gram (a) kemudian dimasukkan ke dalam kertas saring yang dibentuk menjadi selongsong dan disumbat kapas bebas lemak disetiap ujungnya, kemudian dimasukkan ke dalam alat ekstraksi soxhlet dan dihubungkan dengan kondensor dan labu lemak yang sudah ditimbang bobot tetapnya (b). Alat kondensor diletakkan diatasnya dan labu lemak diletakkan dibawahnya. Pelarut hexana dimasukkan sebanyak 150 ml ke dalam labu lemak. Selanjutnya dilakukan ekstraksi selama 6 jam. Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi dan ditampung kembali. Kemudian labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dikeringkan dalam oven pada suhu 105 °C, didinginkan dalam desikator dan ditimbang (c). Pengeringan diulangi hingga mencapai berat tetap. Kadar lemak ditentukan dengan rumus :
Kadar Karbohidrat Metode by difference (AOAC 2005)
Kadar karbohidrat dihitung sebagai sisa dari kadar air, kadar abu, kadar lemak dan kadar protein. Pada analisis ini diasumsikan bahwa karbohidrat merupakan bobot sampel selain air, abu, lemak dan protein. Kadar karbohidrat diperoleh dengan rumus :
–
Kadar Serat Kasar (AOAC 962.09 2012)
Sebanyak 2 g sampel ditimbang (a) kemudian dipindahkan ke dalam erlenmeyer 600 ml. Kemudian ke dalam Erlenmeyer ditambahkan 200 ml H2SO4 0,255 N. Selanjutnya dipanaskan pada pendingin balik selama 30 menit. Suspensi yang telah dipanaskan disaring dan dicuci dengan air mendidih hingga pH netral. Residu pada kertas saring dipndahkan secara kuantitatif ke erlenmeyer dengan bantuan spatula dan dicuci dan ditambahkan dengan 200 ml NaOH 0,313 N. Suspensi dididihkan kembali selama 30 menit pada pendingin balik. Kemudian disaring pada kertas saring yang telah diketahui bobot keringnya (b) sambil dicuci dengan 10 K2SO4. Kemudian dicuci dengan air mendidih lalu dicuci dengan 15 ml alcohol 95%. Kertas saring dikeringkan di dalam oven 110 oC kemudian ditimbang (c). Serat kasar adalah residu yang terdapat pada kertas saring tersebut. Kadar serat kasar dapat dihitungdengan persamaan berikut :
Analisis kadar pati dengan metode Luff Schoorl (SNI 01-2892-1992)
8
Pembuatan Larutan Luff
Sebanyak 25 g CuSO4·5H2O ditambah 100 mL air destilata dicampur dengan 50 g asam sitrat yang sudah ditambahkan 50 mL air destilata. Kemudian disiapkan 143,8 g Na2CO3 anhisrat dan tambahkan dengan 300 mL air destilata. Selanjutnya dilakukan pencampuran larutan CuSO4·5H2O dan larutan sitrat kedalam larutan Na2CO3 secara perlahan sambil dilakukan pengadukan agar ketiga larutan menjadi homogen. Larutan dibiarkan semalam sebelum digunakan
Standarisasi Tiosulfat
Dimulai dengan penimbangan 0.5 g K2CrO7 untuk ditepatkan pada labu takar 100 mL dengan penambahan air destilata. Selanjutnya sebanyak 25 mL larutan diambil dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer, lalu ditambah 10 mL KI, 25 mL HCl serta air destilata sampai volume keseluruhan mencapai 200 Ml. Tahapan selanjutnya adalah tahapan titrasi dengan natrium tiosulfat sebagai titran sampai warna larutan berubah menjadi warna kuning. Kemudian larutan yang sama ditambahkan indikator pati dan dititrasi kembali dengan larutan natrium thiosulfat. Sampai terjadi perubahan warna larutan menjadi hijau toska. Tahapan ini dilakukan sebanyak tiga kali ulangan.
Pengujian Sampel
Sampel minuman ditimbang (± 5 gram) dan ditambahkan larutan HCl 5 % sebanyak 50 mL, setelah itu dididihkan dengan suhu tetap selama 3 jam. Sampel yang telah dipanaskan selanjutnya dinetralkan terlebih dahulu. Pemeriksaan kenetralan sampel dilakukan menggunakan pH meter dan dapat dilakukan penambahan NaOH 0.1 N serta asam lemah seperti asam asetat 0.1 N sampai kisaran pH 7. Selanjutnya sampel disaring, diambil 10 mL larutan sampel dan ditambahkan 25 mL larutan Luff. Sampel ini kemudian dididihkan tepat 13 menit dan dihasilkan endapan merah yang merupakan hasil reduksi CuO menjadi menjadi Cu2O. Sebelum tahapan titrasi, sampel ditambahkan dengan 15 mL larutan KI 20% dan 25 mL larutan H2SO4 25 % yang menyebabkan perubahan warna dari warna biru menjadi warna cokelat kegelapan. Titrasi secepatnya dengan larutan natrium tiosulfat. Penambahan indikator amilum pada pertengahan proses titrasi menyebabkan perubahan warna dari warna cokelat kegelapan menjadi biru kehitaman. Setelah dititrasi warna larutan akan berubah menjadi warna putih susu. Tahapan ini dilakukan sebanyak dua kali ulangan
Untuk menentukan mg gula yang terkandung pada 1 mL natrium tiosulfat yang digunakan, dihitung dengan rumus berikut :
W1 = [((V2 - V1) - Δ ]
Keterangan:
W1 = Glukosa yang terkandung untuk mL tiosulfat yang dipergunakan, dalam mg
a = Jumlah mL natrium tiosulfat 0.1 N
9 V1 = Volume natrium tiosulfat dalam pengukuran sampel
Δ = Selisih dengan nilai glukosa sebelumnya b = Nilai glukosa pada tabel Luff Schoorl
Kadar pati dalam sampel dihitung menggunakan rumus berikut : Kadar pati (%) = W1 x FP x 0.9 x 100% W
Keterangan:
W1 = Glukosa yang terkandung pada 1 mL tiosulfat yang dipergunakan (mg) W = Bobot sampel (mg)
FP = Faktor pengenceran
Kandungan Amilosa dan Amilopektin ( AOAC 962.09 2012) Pembuatan Kurva Standar
Sebanyak 40 mg amilosa murni dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, ditambahkan 1 ml etanol 95%, dan 9 ml larutan NaOH 1 N. Kemudian labu takar dipanaskan dalam penangas air pada suhu 95 °C selama 10 menit. Setelah didinginkan, ditambahkan air destilata hingga tanda tera. Larutan tersebut digunakan sebagai larutan stok. Pipet larutan stok sebanyak 1, 2, 3, 4, dan 5 ml ke dalam labu takar 100 ml. Larutan asam asetat 1 N ditambahkan sebanyak 0.2, 0.4, 0.6, 0.8, dan 1.0 ml ke dalam masing-masing labu takar. Kemudian ditambahkan 2 ml larutan iod (0,2 g I2 dan 2 g KI dilarutkan dalam 100 ml air destilata) ke dalam setiap labu takar, lalu ditera dengan air destilata. Larutan dibiarkan selama 20 menit, lalu diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm. Kueva standar yang diperoleh menunjukkan hubungan antara kadar amilosa dengan absorbansi.
Pengukuran Sampel
Sebanyak 100 mg sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 1 ml etanol 95% dan 9 ml larutan NaOH 1 N ke dalam tabung reaksi. Tabung reaksi kemudian dipanaskan dalam penangas air pada suhu 95° C selama 10 menit. Larutan gel pati dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml, ditambahkan air destilata hingga tanda tera dan dihomogenisasi. Larutan dipipet sebanyak 5 ml ke dalam labu takar 100 ml dan ditambahkan 1 ml larutan asam asetat 1 N dan 2 ml larutan iod, dan ditera dengan air destilata. Larutan dibiarkan selama 20 menit, lalu diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm. Kadar anilosa contoh dapat dihitung dengan persamaan berikut :
dimana, C = konsentrasi amilosa contoh dari kurva standar (mg/ml) V = volume akhir contoh (ml)
10
Analisis Organoleptik dengan Rating Hedonik (Meilgard et al. 1999)
Pada penelitian ini, digunakan uji rating hedonik terhadap warna, aroma, tekstur, rasa, dan keseluruahn (overall) dengan menggunakan skala katagori tujuh point yaitu (1) sangat tidak suka, (2) tidak suka, (3) agak tidak suka, (4) netral, (5) agak suka, (6) suka, (7) sangat suka. Jumlah panelis yang digunakan pada penelitian ini adalah sebanyak 70 panelis tidak terlatih. Seluruh variasi sampel kerupuk substitusi tepung asia disajikan bersamaan sebagai sampel dengan kode acak. Hasil dari analisis organoleptik ini diolah dengan menggunakan SPSS 17 dengan taraf kepercayaan 95% untuk membandingkan hasil analisis organoleptik dari sampel kerupuk substitusi tepung asia yang diujikan. Selanjutnya dilakukan uji lanjut Duncan apabila terdapat perbedaan yang signifikan dari keempat produk kerupuk substitusi tepung asia ubi jalar yang diujikan untuk melihat perbedaan antar sampel.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan dan Karakterisasi Tepung Asia Ubi Jalar
Tepung asia ubi jalar merupakan sebutan yang digunakan untuk tepung yang terbuat dari ampas pembuatan pati ubi jalar. Proses pembuatan tepung asia ubi jalar tergolong mudah, yaitu melalui proses pengeringan, penepungan dan pengayakan. Pada penelitian ini, tepung asia digunakan sebagai bahan substitusi pada pembuatan kerupuk. Tepung asia belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat, sehingga tepung asia ini belum beredar di pasaran dan perlu dilakukan pembuatan tepung asia terlebih dahulu.
Pada pembuatan tepung asia, digunakan Na-metabisulfit sebagai anti browning dengan konsentrasi 0,1%. konsentrasi sulfit sebesar 0,1% ini digunakan karena dibandingkan konsentrasi lain, konsentrasi sulfit 0, β -karoten paling besar pada ubi jalar (Padmaningrum dan utomo 2007). Secara subjektif, tepung asia yang dihasilkan memiliki warna agak kekuningan. Hal ini disebabkan oleh warna alami yang terdapat pada ubi jalar, dimana tepung asia dibuat dari ampas pembuatan pati. Sehingga warna kuning pada ubi jalar menjadi warna dasar tepung asia ubi jalar. Hal ini sejalan dengan penelitian mesiana (2013) yang menyatakan bahwa tepung asia ubi jalar memiliki nilai derajat putih sebesar 72,52%.
11 kerupuk untuk membentuk karakteristik yang renyah dan mengembang. Sebanyak lebih dari 70% dari adonan kerupuk didominasi oleh tepung dan pati untuk memperoleh adonan yang kalis. Tepung dan pati yang digunakan pada penelitian ini adalah tepung asia dan tapioka. Penelitian ini menggunakan tepung asia yang memiliki kandungan pati sebanyak 33.50% dengan proporsi amilosa sebanyak 12.50% dan amilopektin sebanyak 21.00%.. Komponen kimia tepung asia ubi jalar yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan Kimia Tepung Asia
Analisis Tepung Asia Ubi
Kadar Karbohidrat 83,50 94,64 96,55
Kadar Serat Kasar 5,85 9,45 8,85 kandungan mineral di dalamnya, terutama dalam ubi jalar segarnya. Berdasarkan Horton et al.(1989), kandungan mineral utama yang terdapat pada ubi jalar segar adalahkalsium dan fosfor. Kadar abu dalam tepung asia ini masih lebih besar dibandingkan dengan tepung asia singkong, karena ubi jalar memang memiliki kandungan mineral yang lebih besar dibanding singkong (Zuraida dan Supriati 2001). Pada Tabel 2. terlihat bahwa kandungan pati tepung asia ubi jalar yang diperoleh pada penelitian ini berbeda cukup jauh dengan hasil penelitian terdahulu. Pada penelitian Mesiana (2013), kandungan pati yang terdapat pada tepung asia ubi jalar diketahui sebesar 77,49% sedangkan pada penelitian ini diperoleh kandungan pati pada tepung asia ubi jalar sebesar 33,50%. Adanya perbedaan data hasil ini disebabkan oleh adanya perbedaan pada proses ekstrasi pati ubi jalar. Pada penelitian Mesiana (2013), proses ekstraksi pati ubi jalar hanya dilakukan sebanyak satu kali sedangkan pada penelitian ini proses ekstraksi pati ubi jalar dilakukan secara berulang sehingga jumlah pati ubi jalar yang terekstrak lebih banyak dan pati yang tersisa di dalam ampas atau onggok menjadi lebih sedikit.
Pembuatan Kerupuk Substitusi Tepung Asia Ubi Jalar
12
jalar ini dilakukan dengan menggunakan metode yang dilakukan oleh Nugraha (2013), hanya saja waktu pengukusan yang digunakan berbeda. Pada metode yang digunakan oleh Nugraha (2013), lama waktu pengukusan yang digunakan adalah 1 jam, sedangkan pada penelitian ini adalah 45 menit. Pengukusan merupakan tahap penting karena pada tahap ini terjadi proses gelatinisasi pati yang berkaitan erat dengan pengembangan kerupuk saat digoreng. Pengukusan yang terlalu lama akan menyebabkan air yang terperangkap oleh gel pati terlalu banyak, sehingga proses pengeringan dan penggorengan menjadi tidak sempurna. Adonan yang setengah matang menyebabkan pati tidak tergelatinisasi dengan sempurna dan akan menghambat pengembangan kerupuk. Menurut Pramudyasari (2011), pengukusan kerupuk optimum pada waktu 45 menit. Adonan yang telah masak ditandai dengan seluruh bagian berwarna bening serta teksturnya kenyal. Lama penggorengan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1 menit, waktu penggorengan ini ditentukan berdasarkan trial and error yang telah dilakukan. Berdasarkan trial and error juga diketahui bahwa jumlah air yang ditambahkan dalam pembuatan kerupuk ini adalah sebanyak 60% dari total tepung dan pati yang digunakan. .
Analisis Warna
Warna merupakan salah satu parameter penting bagi konsumen dalam pemilihan kerupuk. Secara subjektif kerupuk substitusi tepung asia memiliki warna yang beragam mulai dari putih sampai kuning kecokelatan sesuai dengan jumlah tepung asia yang ditambahkan. Warna kerupuk ini tidak cukup dinilai kasat mata penglihatan manusia yang bersifat subjektif. Oleh sebab itu, digunakan chromameter sebagai alat untuk analisis warna secara objektif. Alat ini menunjukan nilai L, a dan b yang merupakan sistem notasi warna Hunter. Sistem L, a dan b Hunter tersebut telah dipergunakan secara luas untuk kolorimetri makanan. Nilai L menyatakan parameter kecerahan (lightness) produk dengan rentang nilai 0 (hitam) sampai 100 (putih). Nilai L menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan warna akromatik putih, abu-abu dan hitam. Notasi a pada sistem notasi warna ini menyatakan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai +a (positif) dari 0 sampai +100 untuk warna merah dan nilai -1 (negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna hijau. Sedangkan notasi b menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai +b (positif) dari 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai –b (negatif) dari 0 sampai -70 untuk warna biru. Hasil analisis warna pada kerupuk substitusi tepung asia dengan berbagai tingkat substitusi dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Analisis Warna Kerupuk Substitusi Tepung Asia Ubi Jalar
13 yang diperoleh kerupuk kontrol memiliki warna agak sedikit kekuningan. Hasil analisis warna dengan menggunakan chromameter menunjukkan formula A memiliki warna kuning cerah, formula B juga memiliki warna kuning yang tidak jauh berbeda dengan formula A namun kecerahan formula B lebih rendah dibandingkan dengan formula A. Formula C memiliki warna sedikit kecokelatan, begitupun dengan formula D. Berdasarkan hasil analisis warna yang diperoleh, dapat diketahui bahwa semakin meningkatnya penambahan tepung asia dalam pembuatan kerupuk, warna kerupuk menjadi semakin agak kecokelatan dan kecerahan kerupuk menjadi semakin berkurang. Hal ini disebabkan oleh bahan yang disubstitusi ke dalam adonan kerupuk, yaitu tepung asia. Tepung asia memiliki warna agak kekuningan, sehingga semakin banyak tepung asia yang ditambahkan maka warna kerupuk yang dihasilkan semakin gelap. Hasil analisis ragam ANOVA terhadap warna kerupuk substitusi tepung asia (Lampiran 3) dengan uji lanjut Dunnet menunjukkan bahwa keempat formula kerupuk memiliki warna yang berbeda nyata dengan kontrol (p < 0,05), dimana kerupuk formula A memiliki nilai yang paling dekat dengan kontrol.
Daya Pengembangan
Daya pengembangan merupakan salah satu sifat fisik yang penting dari kerupuk. Daya pengembangan adalah besarnya perubahan ukuran yang terjadi pada kerupuk sebelum dan setelah mengalami penggorengan. Kerupuk yang baik memiliki daya pengembangan yang cukup besar. Daya pengembangan (expanding capability) kerupuk terjadi pada proses penggorengan pati yang telah tergelatinisasi. Granula pati yang mengembang selama proses gelatinisasi menyebabkan air terperangkap . air yang terikat dalam granula pati berubah menjadi uap akibat peningkatan suhu selama penggorengan sehingga terbentuk rongga-rongga udara, granula mengembang, kerupuk pun mengembang. Oleh karena itu, pengembangan kerupuk sangat ditentukan oleh kandungan air yang terikat pada kerupuk sebelum digoreng. Semakin sedikit air yang terandung dalam kerupuk mentah, semakin besar tingkat pengembangan kerupuk tersebut setelah digoreng. Daya pengembangan kerupuk substitusi tepung asia ubi jalar berdasarkan analisis ragam ANOVA dengan uji lanjut Dunnet (Lampiran 5) menunjukkan hasil yang berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol (p < 0,05).
14
Kandungan amilopektin yang lebih tinggi akan memberikan kecenderungan pengembangan lebih besar saat digoreng dibandingkan kandungan amilosa yang lebih tinggi (Syabani 1996). Tapioka memiliki kandungan amilopektin yang lebih tinggi dibandingkan tepung asia, sehingga semakin banyak jumlah tepung asia yang ditambahkan daya pengembangan kerupuk yang dihasilkan pun semakin menurun.
Karakteristik Tekstur
Kekerasan dan kerenyahan kerupuk merupakan parameter yang sangat penting pada kerupuk. Pengujian kekerasan dan kerenyahan kerupuk dilakukan dengan menggunakan Texture Analyzer yang prinsip kerjanya mengikuti prinsip mulut manusia, dimana probe bergerak sesuai mekanisme pengunyahan di mulut manusia. Mesin dibuat dengan pengukuran terhadap tekanan dan daya tarik selama uji berjalan (Rosenthal 1999). Probe yang digunakan dalam pengujian ini adalah probe berbentuk bola dengan jarak 5 mm. Probe tersebut akan diturunkan perlahan untuk menekan sampel. Tekanan yang diberikan akan membentuk dua puncak pada grafik. Puncak pertama akan menunjukkan kerenyahan, dan tekanan maksimal di puncak kedua akan menunjukkan kekerasan sampel. Gambar 3 menunjukkan besar gaya tekan yang dibutuhkan untuk menunjukkan kerenyahan dan kekerasan kerupuk. Kerenyahan menggambarkan seberapa kuat kerupuk menahan gaya tekan yang menyebabkan hancur, sedangkan kekerasan menggambarkan daya tahan kerupuk untuk pecah akibat gaya tekan yang diberikan (Peleg dan Bagley 1983).
15
Pada gambar tersebut terlihat bahwa semakin tinggi penambahan tepung asia pada adonan kerupuk, maka gaya yang dibutuhkan untuk menyebabkan kerupuk hancur dan pecah semakin besar. Semakin besar gaya yang dibutuhkan untuk membuat kerupuk itu hancur dan pecah, maka kerupuk semakin tidak renyah dan keras. Kekerasan kerupuk semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah tepung asia yang ditambahkan, hal ini disebabkan oleh kandungan amilopektin yang semakin berkurang. Semakin banyak penambahan tepung asia dalam pembuatan kerupuk, maka kerupuk yang dihasilkan semakin keras dan tidak renyah, hal ini ditunjukkan oleh besarnya gaya yang dibutuhkan untuk menghancurkan kerupuk semakin meningkat. Tekstur snack dilihat dengan menyesuaikan perbandingan antara amilosa dan amilopektin. Semakin tinggi kadar amilopektin, semakin besar derajat pengembangan dan kerenyahan snack ( Rooney dan Lusas 2001). Hasil analisis ragam ANOVA dengan uji lanjut Dunnet terhadap kerenyahan dan kekerasan kerupuk substitusi tepung asia (Lampiran 7 dan 8) menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata antara keempat formula dengan kontrol (p < 0,05).
Analisis Sensori ( Uji Organoleptik )
Pada penelitian ini dilakunan analisis sensori berupa uji rating hedonik dengan menggunakan panelis sebanyak 70 orang dan panelis tidak diperkenankan untuk membandingkan antar sampel. Analisis sensori ini dilakukan agar dapat mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap kerupuk substitusi yang dihasilkan, sehingga dapat diketahui jumlah tepung asia yang bisa disubstitusi pada pembuatan kerupuk dan masih bisa diterima oleh konsumen. Parameter yang diuji pada analisis sensori ini yaitu warna, aroma, rasa, tekstur dan overall. Hasil uji rating hedonik kerupuk substitusi tepung asia dapat dilihat pada Tabel 4.
16
Tabel 4. Hasil Uji Rating Hedonik Kerupuk Substitusi Tepung Asia
Formula Rasa Warna Aroma Tekstur Overall tidak suka dan suka. Hasil analisis ragam ANOVA terhadap warna (Lampiran 14) menunjukkan perbedaan yang nyata (p < 0,05) sehingga dilakukan uji lanjut Duncan yang menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antar sampel yang diujikan. Penambahan tepung asia dengan jumlah yang semakin besar memberi pengaruh yang cukup signifikan terhadap warna kerupuk yang dihasilkan.
Hasil uji subjektif (Tabel 4) terhadap aroma kerupuk substitusi tepung asia berkisar antara 3,65 hingga 4,70 yang artinya penerimaan secara aroma netral hingga agak suka. Hasil analisis ragam ANOVA terhadap aroma (Lampiran 15) menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (p < 0,05) sehingga dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil uji lanjut Duncan menyatakan bahwa aroma formula A dan B tidak memiliki perbedaan yang nyata,begitupun dengan formula C dan D. Namun, antara formula A dan B , dengan formula C dan D memiliki perbedaan yang nyata pada taraf kepercayaan 95%.
Tekstur kerupuk substitusi tepung asia ubi jalar merupakan salah satu parameter yang mempengaruhi daya penerimaan produk. Hasil uji subjektif (Tabel 4) terhadap tekstur kerupuk substitusi tepung asia ubi jalar berkisar antara 2,01 hingga 5,86 yang artinya penerimaan secara tekstur dinilai tidak suka hingga disukai. Hasil analisis ragam ANOVA terhadap tekstur (Lampiran 16) menunjukan adanya perbedaan yang nyata, sehingga perlu dilakukan uji lanjut Duncan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antar sampel yang diujikan pada taraf signifikansi 5%.
17 ingin memanfaatkan tepung asia ubi jalar, penambahan tepung asia ubi jalar yang dapat ditambahkan dalam pembuatan kerupuk dapat mencapai 20%.
Rasa menjadi salah satu alasan seseorang menerima dan mengkonsumsi makanan, disamping memberi tubuh asupan energi dan gizi. Oleh karena itu parameter rasa menjadi penting dan dijadikan sebagai parameter dalam uji organoleptik ini. Sedangkan aroma , rasa, tekstur, dan overall dijadikan sebagai parameter pendukung hasil analisis fisik yang telah dilakukan. Pada produk pangan, rasa dapat memberikan stimulir pada indra penerimaan lainnya saat proses pengecapan (winarno 1997). Hasil uji subjektif (Tabel 4) terhadap Rasa kerupuk substitusi tepung asia ubi jalar berkisar antara 2,82 sampai 5,49 yang artinya penerimaan secara rasa terletak pada tidak suka hingga agak suka. Hasil analisis ragam ANOVA terhadap rasa (Lampiran 17) menunjukkan perbedaan yang nyata (p < 0,05) sehingga dilanjutkan dengan uji Duncan yang menyatakan keempat produk yang diuji memiliki perbedaan yang nyata. Kumalaningsih (1986) berpendapat, rasa suatu bahan pangan dapat berasal dari bahan pangan itu sendiri dan apabila mendapat pengolahan maka rasanya dipengaruhi oleh bahan yang ditambahkan selama proses pengolahan.
Proksimat Kerupuk Substitusi Tepung Asia
Analisis Proksimat dilakukan untuk mengetahui komposisi kimia dan nilai gizi yang terkandung dalam kerupuk yang dihasilkan serta melihat kesesuaiannya terhadap standar mutu yang telah ditetapkan. Standar mutu kerupuk yang telah ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional, yaitu SNI 01-4307-1996 dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Syarat Mutu Kerupuk
Kriteria Uji Satuan Persyaratan
18
Pada penelitian ini, analisis proksimat dilakukan pada kerupuk terpilih, yaitu kerupuk dengan tingkat substitusi yang masih disukai oleh panelis berdasarkan uji organoleptik yang dilakukan, serta memiliki karakteristik kerupuk yang paling baik dibandingkan formula lainnya. Kerupuk terpilih adalah kerupuk A dengan tingkat substitusi tepung asia sebanyak 10%. Kerupuk ini memiliki warna, tekstur dan daya pengembangan yang baik. Meskipun dinyatakan berbeda nyata dengan kontrol pada hasil analisis ragam ANOVA, akan tetapi kerupuk A memiliki selisih nilai yang paling rendah dengan kontrol apabila dibandingkan dengan formula kerupuk lainnya. Hasil analisis proksimat kerupuk terpilih dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Hasil Analisis Proksimat Kerupuk Terpilih
Komponen Kerupuk substitusi tepung asia
10% (% b.b)
Kadar Air 3,70 ± 0,02
Kadar Abu 2,39 ± 0,03
Kadar Protein 0,78 ± 0,02
Kadar Lemak 28,99 ± 0,07
Kadar Karbohidrat 66,14 ± 0,05
Kadar Serat Kasar 0,36 ± 0,01
19 adalah 3,70% (< 8%). Sedangkan kadar abu yang terdapat pada kerupuk substitusi tepung asia (2,39%) melebihi standar mutu yang telah ditetapkan, yaitu maksimal 1% pada kerupuk yang telah digoreng.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penambahan tepung asia ubi jalar pada pembuatan kerupuk memberikan pengaruh yang signifikan (p < 0,05) terhadap karakteristik kerupuk yang dihasilkan baik secara subjektif maupun obyektif. Karakteristik ini meliputi warna, daya pengembangan, tekstur (kerenyahan dan kekerasan), rasa, aroma, dan secara keseluruhan (Overall). Formula yang dinyatakan masih bisa diterima berdasarkan uji organoleptik adalah formula kerupuk dengan penambahan tepung asia sebanyak 10% dan 20%. Sehingga tingkat substitusi tepung asia yang masih bisa ditambahkan dalam pembuatan kerupuk adalah sebanyak 20%. Kerupuk terbaik yang ditinjau dari berbagai analisis yang dilakukan adalah kerupuk dengan penambahan tepung asia sebanyak 10%. Hasil analisis kimia menunjukkan bahwa kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar karbohidrat kerupuk dengan substitusi tepung asia 10% secara berturut-turut adalah (3,70 ± 0,02)%, (2,39 ± 0,03)%, (0,78 ± 0,02)%, (28,99 ± 0,07)%, dan (66,03 ± 0,05)%. Kesesuaian mutu kerupuk yang dihasilkan dengan standar mutu kerupuk yang telah ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional menunjukkan bahwa tepung asia kurang cocok untuk digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan kerupuk.
Saran
20
DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Method of Analysis of AOAC international 8th Edition. Virginia (US): AOAC International.
[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2012. Official Method 962. 09 Fiber Crude in Animal Feed and Pet Food. Virginia (US): AOAC International.
Andarwulan, N., F. Kusnandar, D. Herawati. 2011. Analisis Pangan. Bogor (ID): IPB Press
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012 . Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta. Indonesia
[BSN] Badan Standardisasi Nasional.1992. Cara Uji Gula (SNI 01-2892-1992). Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional.
Karleen, Saffiera. 2010. Optimasi prosespembuatan tepung ubi jalar ungu (lpomoea batatas (L.) Lam) dan aplikasinya dalam pembuatan keripik simulasi (simulated chips) [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Koswara, Sutrisno. 2009. Pengolahan Aneka Kerupuk. [Internet]. http://www.ebookpangan.com (20 Februari 2014)
[Lloyd Materials Testing]. 2012. Expert Solutions to Test Physical And Mechanical Properties. Ametek, Inc. United Kingdom.
Kumalaningsih. 1986. Kimia dan Analisa Hasil Pertanian. Malang (ID): Universitas Barawijaya Press
Meillgard MC, GC Civille, BT Carr. 1999. Sensory Evaluation Techniques 3rd Ed. New York (US): CRC Press
Mesiana, Cici . 2013. Pemanfaatan tepung asia ubi jalar sebagai bahan pengisi dalam pembuatan saus cabai . Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian , Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Miyatani, Andrea. 2008. Karakterisasi Profil Sensori Bubuk Pupa Ulat Sutera (Bombyx mori) dan Aplikasi Bubuk Pupa Pada Pembuatan Kerupuk. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian , Institut Pertanian Bogor, Bogor. Nugraha, Ananditya. 2013. Pengaruh Heat Moisture Treatment Pati Aren dan
Sagu Terhadap Sifat Kristalinitas dan Kualitas Kerupuk. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian , Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Onwueme, I.C. 1988. The Tropical Tuber Crops. John Wiley and Sons, NewYork. g RT U M 2 w β-karoten dalam tepung ubi jalar (Ipomea batatas, L.) akibat pemutihan. J. Penelitian Saintek. 12(2):153-170.
Peleg, M. Dan Bagley, E.B. 1983. Physical Properties of Foods. A VI Publishing Company, Inc, Wetsport, Connecticut.
Pramudyasari, Rahma. 2011. Karakteristik kerupuk tapioka yang disubstitusi ubi jalar varietas papua solossa [Skripsi]. Malang (ID): Universitas Brawijaya Malang.
21 Rosenthal, A.J. 1999. Food Texture: Measurement and Perception. United States
of America : Aspen Publication.
Syabani AE. 1996. Kajian penggorengan kerupuk tapioka mentah dengan pemanasan oven gelombang mikro [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Widharosa N. 2008. Pemanfaatan tepung asia dalam pembuatan saus cabai dan analisis finansialnya [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Widodo Y. 1989. Prospek dan Strategi Pengembangan Ubi Jalar sebagai Sumber Devisa. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 8(4):83-88
Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID) : PT. Gramedia Pustaka. Wiriarno H. 1984. Mekanisasi dan Teknologi Pembuatan Kerupuk. Jakarta (ID):
Departemen Perindustrian.
Yuliatmoko W. dan Artama T. 2010. Peran FMIPA universitas terbuka dalam difusi inovasi teknologi untuk mendukung ketahanan pangan. Prosiding MI U v T 2 “ p f T (Science, Technology, and Society) dalam Aktualitasi Pembangunan Berkelanjutan.
22
LAMPIRAN
Lampiran 1 Gambar Kerupuk Substitusi Tepung Asia Ubi Jalar
Kerupuk Mentah Kerupuk Goreng
23 Lampiran 2 Hasil Analisis ANOVA Warna Kerupuk Substitusi Tepung Asia Ubi Jalar
Univariate Analysis of Variance kecerahan
Intercept 145898.870 1 145898.870 8.069E4 .000
SAMPEL 1197.362 4 299.340 165.542 .000
Error 45.206 25 1.808
Total 147141.438 30
Corrected Total 1242.568 29
a. R Squared = ,964 (Adjusted R Squared = ,958)
Corrected Total 185.781 29
24
Univariate Analysis of Variance b (kuning - biru) Between-Subjects Factors
Value Label N
SAMPEL 1 K 6
2 A 6
3 B 6
4 C 6
5 D 6
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: b
Source
Type III
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 710.396a 4 177.599 71.975 .000
Intercept 16498.482 1 16498.482 6.686E3 .000
SAMPEL 710.396 4 177.599 71.975 .000
Error 61.688 25 2.468
Total 17270.566 30
Corrected Total 772.084 29
25
Lampiran 3 Hasil Analisis ANOVA Daya Pengembangan Kerupuk Substitusi Tepung Asia Univariate Analysis of Variance Daya Pengembangan
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:
PENGEMBANGAN Source
Type III
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 873563.268a 4 218390.817 415.664 .000 Intercept 2539637.453 1 2539637.453 4.834E3 .000
SAMPEL 873563.268 4 218390.817 415.664 .000
Error 10508.038 20 525.402
Total 3423708.760 25
Corrected Total 884071.306 24
a. R Squared = ,988 (Adjusted R Squared = ,986) Multiple Comparisons
Dunnett t (2-sided) (I)
SAMPEL
(J) SAMPEL
Mean Difference
(I-J)
Std.
Error Sig.
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound A K -246.0420* 14.49692 .000 -284.4740 -207.6100 B K -399.7220* 14.49692 .000 -438.1540 -361.2900 C K -474.7320* 14.49692 .000 -513.1640 -436.3000 D K -511.7100* 14.49692 .000 -550.1420 -473.2780 Based on observed means.
26
Lampiran 4 Hasil Analisis ANOVA Kekerasan Kerupuk Substitusi Tepung Asia Ubi Jalar Univariate Analysis of Variance Kekerasan
Between-Subjects Factors
Error 983377.907 45 21852.842
Total 3.488E8 50
Corrected Total 6.301E7 49
a. R Squared = ,984 (Adjusted R Squared = ,983)
27 Lampiran 5 Hasil Analisis Ragam Kerenyahan Kerupuk Substitusi Tepung Asia
Univariate Analysis of Variance Kerenyahan Between-Subjects Factors
Corrected Model 385149.374a 4 96287.343 1.256E3 .000 Intercept 3749417.280 1 3749417.280 4.890E4 .000
SAMPEL 385149.374 4 96287.344 1.256E3 .000
Error 3450.166 45 76.670
Total 4138016.820 50
Corrected Total 388599.540 49 a. R Squared = ,991 (Adjusted R Squared = ,990)
28
29 Lampiran 7 Skor Uji Rating Hedonik Kerupuk Substitusi Tepung Asia 10%
30
55 6 2 7 4 6
56 6 6 7 6 6
57 5 4 7 7 6
58 5 4 7 5 6
59 6 3 6 4 5
60 6 5 6 5 6
61 7 6 6 6 6
62 6 7 6 7 7
63 6 5 6 7 7
64 7 5 6 5 6
65 7 6 6 6 6
66 3 4 6 5 6
67 7 4 7 6 5
68 7 5 3 3 4
69 3 3 5 6 6
70 4 4 6 6 6
71 7 6 7 5 6
Total 421 334 416 390 405
31
32
52 2 2 5 1 2
53 5 3 5 3 5
54 6 6 5 6 6
55 5 1 5 3 5
56 5 4 5 5 5
57 5 4 5 6 5
58 6 4 3 6 6
59 4 1 6 3 4
60 6 5 7 5 6
61 7 7 6 7 7
62 6 5 6 7 6
63 7 6 7 7 7
64 5 5 5 4 5
65 6 6 5 5 6
66 5 4 6 5 5
67 3 4 5 4 3
68 3 5 3 2 3
69 5 3 3 4 5
70 6 4 2 6 6
71 6 4 3 6 6
Total 421 315 342 336 343
33 Lampiran 9 Skor Uji Rating Hedonik Kerupuk dengan Substitusi Tepung Asia
34
53 5 6 4 3 4
54 3 3 4 5 4
55 1 2 2 2 3
56 2 5 3 5 5
57 6 4 6 3 4
58 4 4 2 2 2
59 2 3 5 2 1
60 5 4 2 4 5
61 6 6 6 6 6
62 4 5 6 5 4
63 4 5 6 5 5
64 6 5 4 5 5
65 5 5 4 5 5
66 5 5 2 3 3
67 2 2 3 3 2
68 4 4 2 2 2
69 3 3 2 5 3
70 2 4 3 2 2
71 4 2 2 6 4
Total 246 274 218 255 243
35
36
52 2 1 1 1 1
53 2 3 2 2 4
54 3 4 2 4 3
55 2 6 1 2 2
56 1 2 1 3 2
57 3 3 2 3 3
58 2 6 2 5 3
59 2 3 3 2 2
60 4 6 3 3 4
61 6 6 3 5 6
62 2 2 5 2 2
63 4 6 5 6 6
64 5 6 4 5 6
65 4 4 4 4 4
66 3 5 2 2 2
67 2 2 1 2 2
68 3 7 2 2 2
69 2 2 2 1 2
70 2 4 2 1 2
71 2 3 2 5 5
Total 170 259 143 200 192
37
Lampiran 11.Hasil Analisis ANOVA Organoleptik Warna Kerupuk Substitusi Tepung Asia Ubi Jalar Univariate Analysis of Variance Warna
Between-Subjects Factors
Value Label N
Sampel 1.00 A 71
2.00 B 71
3.00 C 71
4.00 D 71
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Skor
Source
Type III Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
Corrected Model 507.282a 3 169.094 118.809 .000 Intercept 4886.211 1 4886.211 3433.162 .000
Sampel 507.282 3 169.094 118.809 .000
Error 398.507 280 1.423
Total 5792.000 284
Corrected Total 905.789 283
a. R Squared = .560 (Adjusted R Squared = .555) Skor
Duncana,,b Sampe
l N
Subset
1 2 3 4
D 71 2.3944
C 71 3.4648
B 71 4.8028
A 71 5.9296
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.
38
Lampiran 12. Hasil Analisis ANOVA Organoleptik Aroma Kerupuk Substitusi Tepung Asia Ubi Jalar
Univariate Analysis of Variance aroma Between-Subjects Factors
Value Label N
Sampel 1.00 A 71
2.00 B 71
3.00 C 71
4.00 D 71
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Skor
Source
Type III Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
Corrected Model 51.507a 3 17.169 9.870 .000
Intercept 4919.451 1 4919.451 2828.186 .000
Sampel 51.507 3 17.169 9.870 .000
Error 487.042 280 1.739
Total 5458.000 284
Corrected Total 538.549 283
a. R Squared = .096 (Adjusted R Squared = .086) Skor
Duncana,,b
Sampel N
Subset
1 2
D 71 3.6479
C 71 3.8592
B 71 4.4366
A 71 4.7042
Sig. .341 .228
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
39
Lampiran 13. Hasil Analisis ANOVA Organoleptik Tekstur Kerupuk Substitusi Tepung Asia Ubi Jalar
Univariate Analysis of Variance Tekstur Between-Subjects Factors
Value Label N
Sampel 1.00 A 71
2.00 B 71
3.00 C 71
4.00 D 71
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Skor
Source
Type III Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
Corrected Model 633.137a 3 211.046 128.227 .000
Intercept 4409.018 1 4409.018 2678.829 .000
Sampel 633.137 3 211.046 128.227 .000
Error 460.845 280 1.646
Total 5503.000 284
Corrected Total 1093.982 283
a. R Squared = .579 (Adjusted R Squared = .574) Skor Duncana,,b
Sampel N
Subset
1 2 3 4
D 71 2.0141
C 71 3.0704
B 71 4.8169
A 71 5.8592
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.
40
Lampiran 14. Hasil Analisis ANOVA Organoleptik Rasa Kerupuk Substitusi Tepung Asia Ubi Jalar
Univariate Analysis of Variance Rasa Between-Subjects Factors
Value Label N
Sampel 1.00 A 71
2.00 B 71
3.00 C 71
4.00 D 71
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Skor
Source
Type III Sum
of Squares Df Mean Square F Sig.
Corrected Model 300.433a 3 100.144 53.570 .000
Intercept 4911.130 1 4911.130 2627.093 .000
Sampel 300.433 3 100.144 53.570 .000
Error 523.437 280 1.869
Total 5735.000 284
Corrected Total 823.870 283
a. R Squared = .365 (Adjusted R Squared = .358) Skor Duncana,,b
S
ampel N
Subset
1 2 3 4
D 71 2.8169
C 71 3.5915
B 71 4.7324
A 71 5.4930
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.
41
Lampiran 15 Hasil Analisis ANOVA Organoleptik Overall Kerupuk Substitusi Tepung Asia Ubi Jalar
Univariate Analysis of Variance Overall Between-Subjects Factors
Value Label N
Sampel 1.00 A 71
2.00 B 71
3.00 C 71
4.00 D 71
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Skor
Source
Type III Sum
of Squares Df Mean Square F Sig.
Corrected Model 390.349a 3 130.116 87.816 .000
Intercept 4927.778 1 4927.778 3325.782 .000
Sampel 390.349 3 130.116 87.816 .000
Error 414.873 280 1.482
Total 5733.000 284
Corrected Total 805.222 283
a. R Squared = .485 (Adjusted R Squared = .479) Skor Duncana,,b
Sampel N
Subset
1 2 3 4
D 71 2.7042
C 71 3.4225
B 71 4.8310
A 71 5.7042
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.
42