• Tidak ada hasil yang ditemukan

. Preferensi Konsumen Dan Analisis Rantai Nilai Produk Olahan Cabai Merah Kering (Studi Kasus: Wilayah Bogor)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan ". Preferensi Konsumen Dan Analisis Rantai Nilai Produk Olahan Cabai Merah Kering (Studi Kasus: Wilayah Bogor)"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

PREFERENSI KONSUMEN DAN ANALISIS RANTAI

NILAI PRODUK OLAHAN CABAI MERAH KERING

( Studi Kasus: Wilayah Bogor)

ENDIYANI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Preferensi Konsumen dan Analisis Rantai Nilai Produk Olahan Cabai Merah Kering (Studi Kasus: Wilayah Bogor) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014

Endiyani

(4)
(5)

RINGKASAN

ENDIYANI. Preferensi Konsumen dan Analisis Rantai Nilai Produk Olahan Cabai Merah Kering (Studi Kasus: Wilayah Bogor). Dibimbing Oleh EMMY DARMAWATI dan Y. ARIS PURWANTO.

Cabai merah meskipun bukan bahan pangan utama bagi masyarakat, namun komoditi ini tidak dapat ditinggalkan. Bagi ibu rumah tangga, warung makan, dan industri rumah tangga lainnya, ketersediaan cabai secara teratur setiap hari menjadi suatu keharusan. Meningkatnya harga cabai merah atau kelangkaan pasokan di pasaran mendapat reaksi sangat cepat dari masyarakat. Oleh sebab itu, penyediaan cabai merah setiap hari sepanjang tahun perlu dirancang secara baik yaitu dengan membuat suatu diversifikasi produk, salah satunya dengan membuat produk olahan cabai merah kering. Cabai merah kering menjadi alternatif produk diversifikasi cabai merah yang sudah banyak beredar dipasaran, maka dari itu diperlukan identifikasi produk olahan cabai merah kering yang diminati oleh konsumen dan preferensi konsumen terhadap produk olahan cabai merah kering tersebut sebagai acuan dalam sistem pascapanen dan pengolahan cabai merah kering yang mendukung hasil produk sesuai kebutuhan dan keinginan konsumen (preferensi konsumen). Pengolahan cabai merah kering merupakan rantai proses yang akan memberikan nilai tambah bagi pelaku yang ada di dalamnya, mulai dari petani sampai dengan industri dan konsumen. Aktor/pelaku tersebut kemudian terhubung dalam suatu rantai yang disebut dengan rantai nilai. Analisis rantai nilai terhadap produk olahan cabai merah kering ditujukan untuk mengkaji berbagai permasalahan permintaan pasar yang dihadapi oleh industri yaitu produk yang diinginkan oleh konsumen, ketersediaan produk di pasar, penanganan pascapanen dan pengolahan serta nilai tambah yang terbentuk.

Penelitian ini bertujuan: (1) menentukan jenis produk olahan cabai merah kering berdasarkan preferensi konsumen, (2) mengidentifikasi dan menganalisis atribut preferensi konsumen terhadap produk olahan cabai merah kering terpilih, (3) menganalisis rantai nilai dan nilai tambah produk olahan cabai merah kering terpilih.

Penelitian dilakukan di daerah Bogor dan sekitaranya. Data penelitian diperoleh melalui wawancara dan survei berdasarkan kuisioner. Penelitian di-lakukan dengan cara Backward. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode

snowball secara purposive sampling. Aktor-aktor yang menjadi responden dalam penelitian ini berjumlah 73 orang yang terdiri dari 65 orang masyarakat sebagai konsumen akhir yang mengkonsumsi produk olahan cabai merah kering (35 orang responden pada preferensi awal dan 30 orang responden pada preferensi lanjutan), 2 bentuk usaha pengolahan cabai merah kering (skala industri dan skala usaha kecil menengah (UKM)), 3 orang pedagang pengecer (retailer) yang menjual produk cabai merah kering utuh, 3 orang pedagang pengumpul dan importir.

(6)

manajemen. Untuk aktor-aktor yang terbentuk disetiap rantai nilai dalam pembentukan nilai tambah dianalisis dengan menggunakan analisis R/C Ratio.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa produk olahan cabai merah bubuk merupakan produk olahan yang paling banyak digunakan oleh konsumen, yaitu konsumen pasar Anyar, pasar Bogor, pasar Caringin dan pasar Gunung Batu. Terdapat perbedaan nilai kepentingan atribut produk dari masing-masing res-ponden. Ibu rumah tangga dan industri pengguna cabai bubuk, tingkat kepedasan merupakan atribut terpenting di dalam mengkonsumsi produk, yang membeda- kannya adalah pada level atributnya, yaitu ibu rumah tangga menyukai rasa yang sangat pedas (38.18 %), sedangkan pada industri pengguna cabai bubuk menyukai rasa yang pedas (53.59 %). Pada warung makan, aroma merupakan atribut ter-penting di dalam mengkonsumsi produk yaitu pada aroma khas cabai (35.29 %). Analisis nilai tambah terhadap kedua usaha pengolahan cabai merah kering bubuk, diketahui bahwa industri memiliki keuntungan perusahaan atau nilai tambah bersih yang lebih besar dibandingkan dengan UKM yaitu masing-masing keuntungan perusahaan yang diperoleh sebesar 93.31 % dan 82.89 %. Rantai nilai yang terbentuk pada usaha skala industri adalah importir, usaha pengolahan dan konsumen dengan R/C Ratio hanya pada usaha pengolahan sebesar 8.66, sedangkan rantai nilai UKM adalah importir, pedagang pengumpul cabai merah kering utuh, pedagang pengecer cabai merah kering utuh, usaha pengolahan dan konsumen dengan R/C Ratio masing-masing aktor yang berkontribusi dalam memberikan nilai tambah sebesar 1.12, 1.34, dan 3.27. Hasil ini menunjukkan bahwa usaha pengolahan cabai merah kering bubuk baik skala industri maupun UKM memberikan prospek yang baik.

(7)

SUMMARY

ENDIYANI. Consumer Preference and Value Chain Analyze of Processed Dried Red Chili (A Case Study: Bogor Region). Supervised by EMMY DARMAWATI and Y. ARIS PURWANTO.

Red chili is usually must available to households, foodstalls, and home industries although not the main food material. Consequently, an increase in red chili prices or a scarcity of its supply in the market always reaps a quick reaction from the public. In line with this, the provision of red chili every day throughout the year needs to be well designed. One alternative of doing this is by making processed dried red chili. Dried red chili has been an alternative diversification of red chili products in the market. An identification of consumer preferences in processed dried red chili products is required as a reference for post harvest and dried red chili processing systems according to consumers’ needs and desires. The processing of dried red chili is a chain of the processes that will provide added values to the actors, ranging from the farmers and industries to the consumers. Actors are then connected in a chain called the value chain. The value chain analysis of processed dried red chili needs to be undertaken to assess various problems related to the market demand faced by the industry, particularly the products desired by consumers, the availability of the products on the market, post harvest handling, processing and added values.

The objectives of this research were to: (1) determine the type of processed dried red chili based on consumer preferences, (2) identify and analyze attributes of consumer preferences on selected processed dried red chili products, (3) analyze the value chain and added values on selected processed dried red chili products.

The study was carried out in Bogor and its surrounding areas. The data were collected surveys through and interviews. The study was conducted using a entities in dried red chili processing (of industrial scale and of small and medium-scale enterprises/UKM), 3 retailers who sold whole dried red chili, and 3 traders and importers.

Consumer preferences were analyzed using a Conjoint analysis with the following stages: (1) selection of attributes and attribute levels, (2) stimuli designs, (3) determination of data types, (4) methods of analysis, and (5) result interpretation. The business processing were analyzed using Hayami method. The sources of the added values were derived from the utilization of labor factors, capital, human resource, and management. The actors formed in each value chain providing added values were analyzed using R/C Ratio analysis.

(8)
(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)
(11)

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknologi Pascapanen

PREFERENSI KONSUMEN DAN ANALISIS RANTAI

NILAI PRODUK OLAHAN CABAI MERAH KERING

( Studi Kasus: Wilayah Bogor)

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)
(13)

Judul Tesis : Preferensi Konsumen dan Analisis Rantai Nilai Produk Olahan Cabai Merah Kering (Studi Kasus: Wilayah Bogor)

Nama NIM

: Endiyani

: F152120011

Dr Ir MSi

Ketua

Ketua Program Studi Teknologi Pascapanen

Prof Dr Ir Sutrisno. MAgr

Tanggal Ujian: 23 Juni 2014

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Y Aris 1Sc Anggota

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Lulus:

(14)
(15)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2013 sampai Februari 2014 ini ialah preferensi konsumen dan rantai nilai, dengan judul Preferensi Konsumen dan Analisis Rantai Nilai Produk Olahan Cabai Merah Kering (Studi Kasus: Wilayah Bogor).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Emmy Darmawati, MSi dan Bapak Dr Ir Y. Aris Purwanto, MSc selaku pembimbing yang telah banyak memberi arahan dan masukan kepada penulis sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaian, serta Bapak Dr Ir Lilik Pujantoro, MAgr selaku dosen penguji pada ujian tesis atas segala saran yang diberikan, sehingga tesis ini lebih berkualitas. Penghargaan dan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Herna selaku staf marketing pada PT. Rudang Cipta Persada dan kepada Ibu Rohannah selaku pemilik UKM Bu Zum yang telah membantu selama pengambilan data.

Penulis juga mengucapkan terima kasih dan rasa hormat kepada Ayahanda Pardi Az dan ibunda Nilawati, serta adinda M. Rizki Aulia, ST dan Nilva Umaira atas doa dan kasih sayangnya. Disamping itu, terima kasih juga penulis sampaikan kepada Munizar, SPd atas segala pengertian, doa dan dukungan selama penulis menyelesaikan studi.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh keluarga besar mahasiswa Teknologi Pascapanen 2012 atas segala semangat, kerjasama dan du-kungan moril maupun spritual.

Penelitian dan penyusunan tesis ini dapat terlaksana atas bantuan dana dari DIKTI melalui Program Beasiswa BPPS.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2014

(16)
(17)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

Ruang Lingkup Penelitian 5

2 TINJAUAN PUSTAKA 5

Cabai 5

Preferensi Konsumen 6

Nilai Tambah 7

Rantai Nilai 8

3 METODE PENELITIAN 10 Kerangka Pemikiran 10 Tempat dan Waktu Penelitian 11 Pengumpulan Data 12 Pengolahan dan Analisis Data 13

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 18 Karakteristik Pasar dan Usaha 18

Preferensi Konsumen 20 Analisis Nilai tambah 29 Analisis Rantai Nilai 32 Analisis Pascapanen dan Proses 42

5 KESIMPULAN DAN SARAN 44

Kesimpulan 44

Saran 45

DAFTAR PUSTAKA 45

LAMPIRAN 49

(18)

DAFTAR TABEL

1 Harga grosir sayuran ditingkat provinsi per tgl 11 januari 2013 1 2 Produksi cabai di pulau utama Indonesia yang memberikan kontribusi

produksi nasional tahun 2009 sampai 2011 1

3 Analisis nilai tambah metode Hayami 16

4 Definisi dan kriteria UKM 19

5 Preferensi konsumen dalam memilih produk olahan cabai merah kering 21 6 Taraf, level dari tiap atribut produk olahan cabai merah kering bubuk 22 7 Preferensi konsumen ibu rumah tangga secara umum terhadap beberapa

atribut produk olahan cabai merah kering bubuk 23

8 Preferensi konsumen warung makan secara umum terhadap beberapa

atribut produk olahan cabai merah kering bubuk 25

9 Preferensi konsumen industri pengguna cabai bubuk secara umum terhadap beberapa atribut produk olahan cabai merah kering bubuk 27 10 Nilai kepentingan atribut dari masing-masing kelompok konsumen 28 11 Analisis nilai tambah produk olahan cabai merah kering bubuk yang

dihasilkan oleh industri 30

12 Analisis nilai tambah produk olahan cabai merah kering bubuk yang

dihasilkan UKM 31

13 Kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing aktor pada rantai nilai

produk olahan cabai merah kering 37

14 Biaya, keuntungan dan margin dari setiap aktor yang terlibat 40

15 Nilai R/C Ratio di setiap aktor 41

DAFTAR GAMBAR

1. Grafik ekspor-impor cabai merah. 3

2. Kerangka dalam menentukan responden 5

3. Prosedur penelitian preferensi konsumen dan rantai nilai produk

olahan cabai merah kering. 11

4. Nilai kepentingan atribut (ibu rumah tangga) 24

5. Nilai kepentingan atribut (warung makan) 26

6. Nilai kepentingan atribut ( industri pengguna cabai bubuk) 27 7. Produk olahan cabai merah kering bubuk yang dihasilkan industri 34 8. Produk olahan cabai merah kering bubuk yang dihasilkan UKM 34

9. Cabai merah lokal dan cabai merah impor 36

10.Saluran rantai distribusi 36

11.Rantai proses pada usaha skala industri 38

12.Rantai proses pada usaha skala UKM 39

13.Rantai nilai industri dan UKM 42

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuisioner pada masyarakat (konsumen produk olahan cabai merah

kering) 49

2 Kuisioner padausaha pengolahan 51

3 Kuisioner pada pedagang pengumpul dan pedagang pengecer 54

4 Sarana perdagangan dirinci perkecamatan 58

5 Hasil prosedur ortogonal: Stimuli untuk preferensi produk olahan

cabai merah kering bubuk. 59

(20)
(21)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman cabai merupakan salah satu sayuran buah yang memiliki peluang bisnis yang baik. Besarnya kebutuhan dalam negeri maupun luar negeri men-jadikan cabai sebagai komoditas menjanjikan. Permintaan cabai yang tinggi untuk kebutuhan bumbu masakan, industri makanan, dan obat-obatan merupakan po-tensi untuk memperoleh keuntungan. Tidak heran jika cabai merupakan komo-ditas hortikultura yang mengalami fluktuasi harga paling tinggi di Indonesia. Harga cabai yang tinggi seharusnya memberikan keuntungan yang tinggi pula bagi petani. Keuntungan yang diperoleh dari budidaya cabai dapat terlihat dari sebaran harga grosir sayuran ditingkat provinsi pada Tabel 1 dan produksi cabai di pulau utama Indonesia yang memberikan kontribusi produksi nasional pada Tabel 2.

Tabel 1 Harga grosir sayuran ditingkat provinsi per tanggal 11 januari 2013

Sumber: Pelayanan Informasi Pasar (Didjen P2HP 2013)

(22)

2

Berdasarkan sebaran penanaman cabai di Indonesia, 57 % penanaman ter-konsentrasi di pulau Jawa, 27 % di pulau Sumatera, 5.62 % di Bali dan NTT, 5.35 % di Sulawesi, 4.12 % di Kalimantan serta 0.71 % di Maluku dan Papua (Nixon 2010). Dari sebaran penaman cabai inilah, terlihat bahwa adanya potensi cabai yang tinggi untuk dapat terus diupayakan dalam pembudidayaan (on - farm) dan harapannya, penanganan pascapanen (off- farm) dapat diterapkan dengan baik di pulau Jawa, khususnya di daerah Jawa Barat, disamping daerah lain yang terus melakukan pengembangan.

Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi sayuran di Indonesia, salah satunya adalah cabai merah. Menurut data BPS (2012) diketahui bahwa produksi cabai besar Jawa Barat tahun 2011 sebesar 82.16 % dihasilkan di tujuh wilayah sentra yaitu Kabupaten Garut sebanyak 56 195 ton, Kabupaten Cianjur 28 935 ton, Kabupaten Tasikmalaya 26 870 ton, Kabupaten Bandung 20 556 ton Kabupaten Majalengka 10 765 ton, Kabupaten Bandung Barat 9 514 ton dan Ka-bupaten Sukabumi 7 679 ton. Sisanya sebesar 17.84 % tersebar di 19 KaKa-bupaten/ Kota lainnya.

Kebutuhan cabai di Indonesia meningkat menjelang saat-saat tertentu, se-perti memasuki bulan puasa, lebaran, natal dan tahun baru. Pada saat inilah, permintaan cabai yang tinggi serta diiringi pula dengan harga yang melambung. Harga cabai juga menjadi mahal karena pada saat tersebut bertepatan dengan musim penghujan. Biasanya petani yang menanam cabai hanya sedikit dan banyak yang gagal panen karena serangan hama dan penyakit. Akibatnya, keberadaan cabai di pasaran menjadi langka dan secara otomatis harganya melonjak tajam.

Cabai merah meskipun bukan bahan pangan utama bagi masyarakat kita, namun komoditas ini tidak dapat ditinggalkan. Bagi ibu rumah tangga, warung makan, dan industri rumah tangga lainnya, ketersediaan cabai secara teratur setiap hari menjadi suatu keharusan. Meningkatnya harga cabai merah atau kelangkaan pasokan di pasaran mendapat reaksi sangat cepat dari masyarakat. Oleh sebab itu, penyediaan cabai merah setiap hari sepanjang tahun perlu dirancang secara baik yaitu dengan membuat suatu diversifikasi produk, sehingga konsumen diharapkan memiliki alternatif pilihan dalam mengkonsumsi cabai.

Produk diversifikasi hasil olahan dapat meningkatkan umur simpan melalui pengeringan, menjangkau pasaran yang lebih luas dan lebih terjamin ketersedia- annya jika dibutuhkan dalam waktu singkat. Produk cabai kering Indonesia mem-punyai prospek pasar yang baik di dalam maupun luar negeri. Produk cabai kering merupakan bahan dasar pembuatan cabai bubuk sebagai bahan campuran maka-nan.

(23)

3

Gambar 1 Grafik ekspor-impor cabai merah. Sumber: Prastowo et al. (2008)

Impor cabai dalam kurun waktu yang sama (Gambar 1) juga menunjukkan kecenderungan yang meningkat baik dari sisi volume maupun nilainya. Berbeda dengan ekspor, negara asal impor cabai Indonesia cenderung lebih sedikit (17 negara) yaitu Tiongkok, India, dan Thailand sebagai negara asal impor terbesar dengan pangsa masing-masing 43 %, 38 %, dan 9 % terhadap total volume impor. Kebutuhan impor cabai ke Indonesia yaitu untuk benih dan cabai olahan.

Terdapat macam-macam produk olahan cabai merah kering yang beredar di pasaran. Ada 3 produk yaitu cabai merah kering utuh (dipakai untuk hidangan tumis), cabai merah bubuk (digunakan untuk masakan kari merah atau taburan hidangan) dan cabai merah kering keping (dipakai untuk taburan hidangan pang-gang, saus salad, pizza, hingga sup) (Winneke et al. 2001).

Pada proses pengolahan cabai merah menjadi berbagai macam bentuk olahan cabai merah kering dibutuhkan suatu teknologi. Pemanfaatan teknologi dirasa penting karena produk pertanian khususnya cabai merah merupakan produk yang bersifat musiman, mudah mengalami kerusakan dan kebusukan. Program pengembangan teknologi, termasuk proses pengolahan yang terjadi pada produk olahan cabai merah kering harus mempertimbangkan keadaan pasar serta apa yang diinginkan oleh konsumen, karena preferensi konsumen dalam membeli sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan suatu usaha nantinya. Menurut Adiyoga dan Nurmalinda (2012), produk yang disukai konsumen ialah produk yang dapat memenuhi/memuaskan keinginan/kebutuhan konsumen.

(24)

4

Rantai nilai menambah kegiatan pada setiap canel/organisasi serta kolabo-rasi melalui perjanjian atau contract farming sehingga tercipta nilai tambah dan terbuka lapangan kerja. Produsen/petani tidak lagi mensuplai apa yang mereka inginkan atau tanam, melainkan harus mensuplai apa yang konsumen inginkan. Analisis rantai distribusi berpikir mengurangi biaya sedangkan analisis rantai nilai berpikir bagaimana menambah nilai dengan melakukan koordinasi vertikal dan kolaborasi (Stringer 2009).

Perumusan Masalah

Produk olahan cabai merah kering menjadi alternatif produk divesifikasi cabai yang sudah banyak beredar dipasar. Dalam sistem pascapanen dan pengolahan cabai merah kering, diperlukan identifikasi produk olahan yang diminati konsumen serta preferensi konsumen terhadap produk olahan cabai merah kering, sehingga produk olahan cabai merah kering yang dihasilkan sesuai kebutuhan dan keinginan konsumen.

Pengolahan cabai merah kering merupakan rantai proses yang akan memberikan nilai tambah bagi pelaku yang ada di dalamnya, mulai dari petani sampai industri dan konsumen. Aktor/pelaku tersebut kemudian terhubung dalam suatu rantai yang disebut dengan rantai nilai. Analisis rantai nilai terhadap produk olahan cabai merah kering ditujukan untuk mengkaji berbagai permasalahan permintaan pasar yang dihadapi oleh industri yaitu produk yang diinginkan oleh konsumen, ketersediaan produk di pasar, penanganan pascapanen dan pengolahan, serta nilai tambah yang terbentuk.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah (1) menentukan jenis produk olahan cabai merah kering berdasarkan preferensi konsumen, (2) mengidentifikasi dan manganalisis atribut preferensi konsumen terhadap produk olahan cabai merah kering yang terpilih, (3) menganalisis rantai nilai dan nilai tambah produk olahan cabai merah kering terpilih.

Manfaat Penelitian

(25)

5

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian mengenai preferensi konsumen dan rantai nilai produk olahan cabai merah kering adalah keterkaitan kebelakang, yaitu mulai dari konsumen sebagai pengguna produk olahan cabai merah kering sampai ke petani yang merupakan produsen primer yang mengupayakan penanganan pascapanen cabai merah. Aspek yang diteliti adalah pilihan produk yang dikonsumsi konsu-men, aliran fisik produk cabai merah, distribusi nilai tambah sepanjang rantai nilai dan stakeholder yang terlibat di sepanjang rantai nilai.

Adapun kerangka di dalam menentukan responden adalah sebagai berikut:

Gambar 2 Kerangka dalam menentukan responden

Batasan Analisis

- Pengguna produk olahan cabai merah kering pada penelitian ini adalah ibu

rumah tangga, warung makan dan industri pengguna cabai merah kering.

- Analisis pascapanen dan proses yaitu analisis untuk petani dan pedagang yang

disesuaikan dengan kondisi di lapangan, terkait dengan batasan informasi yang diperoleh.

- Analisis rantai nilai difokuskan pada pergerakan produk olahan cabai merah

kering dan nilai tambah.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Cabai

(26)

6

Cabai merupakan komoditas komersial karena sebagian besar ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pasar. Selama ini cabai merah dikenal ada dua jenis, yaitu cabai merah besar dan cabai merah keriting. Usahatani cabai dapat dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan industri pengolahan. Sebagian besar penduduk Indonesia mengkonsumsi cabai dalam bentuk segar, kering atau olahan (Taufik 2010).

Cabai yang identik dengan rasa pedas sudah menjadi salah satu komponen bumbu dalam setiap masakan sejak lama. Hampir setiap masakan asli Nusantara pasti memakai cabai, hingga sebagian besar masyarakat mengira bahwa cabai adalah tanaman asli Indonesia. Sebenarnya cabai merupakan tanaman asli Amerika. Pada umumnya cabai digunakan untuk menambah cita rasa pedas pada masakan. Jauh sebelum cabai masuk ke Indonesia, rasa pedas dalam masakan Nu-santara diperoleh dari rempah-rempah asli tanah air seperti jahe, lada, dan kapu-laga.

Cabai sebagai salah satu produk agribisnis mempunyai sifat yang sangat mudah rusak dan bersifat musiman, sehingga petani yang sudah menerapkan tek-nologi budidaya, akan menghasilkan jumlah cabai yang banyak pada saat panen raya. Hal inilah yang kemudian menimbulkan suatu masalah, dimana harga cabai menjadi turun dan cabai mudah membusuk apabila penanganannya tidak tepat. Penyediaan cabai perlu dirancang secara baik yaitu dengan cara melakukan pengeringan pada produk cabai tersebut.

Pengeringan adalah cara penanganan pascapanen yang umum dilakukan ter-hadap cabai merah. Mengeringkan cabai dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan bantuan sinar matahari atau dengan alat pengering. Pengeringan dengan bantuan sinar matahari disebut juga cara alamiah karena sepenuhnya bergantung pada panas matahari, sedangkan pengeringan dengan alat pengering sumber pa-nasnya sepenuhnya diperoleh dari panas buatan.

Preferensi Konsumen

Preferensi konsumen adalah kecendrungan seseorang dalam memilih penggunaan barang tertentu untuk dapat dirasakan dan dinikmati, sehingga dapat mencapai kepuasan dari pemakaian produk, dan pada akhirnya konsumen loyal terhadap merek tertentu dari pada produk sejenis. Menurut Engel et al. (1994) terdapat hubungan antara preferensi dan perilaku konsumen. Perilaku konsumen merupakan sebagai tindakan seseorang yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi dan menghabiskan produk barang dan jasa termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuri tindakan tersebut. Preferensi konsumen menunjukkan kesukaan konsumen dari berbagai pilihan produk yang ada. Teori preferensi konsumen digunakan untuk menganalisis tingkat kepuasan bagi konsumen, misalnya bila seseorang konsumen ingin mengkonsumsi produk dengan sumberdaya terbatas maka ia harus memilih alternatif sehingga nilai guna atau utilitas yang diperoleh mencapai optimal.

(27)

7 sikap konsumen terhadap produk tersebut dan sekaligus dapat mencerminkan peri-laku konsumen dalam membelanjakan dan mengkonsumsi suatu produk.

Menurut Levens (2010), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pem-belian konsumen terhadap suatu produk, yaitu (1) pengaruh personal yaitu identitas diri, kepribadian, gaya hidup, usia, pekerjaan/pendidikan, kekayaan (2) pengaruh psikologis yaitu persepsi, motivasi, attitude, learning (3) pengaruh situasional yaitu lingkungan pembelian, waktu, lingkungan digital, konteks/kon-disi dan (4) pengaruh sosial yaitu kultur, subkultur, global, grup, kelas sosial, peran gender dan keluarga. Rekonsiliasi konsumen pada dasarnya berada di alam sadar konsumen yang berhubungan dengan evaluasi kepentingan pemenuhan kebutuhan, tingkat pengetahuan produk kelayakan ekonomi pembelian/transaksi, evaluasi rasional pembelian dan evaluasi emosional pembelian yang direncanakan (Hoang dan Nakayasu 2006; Foret dan Prochazka 2006). Fokus utama penelitian ini terdapat pada satu faktor personal yang sesuai yaitu usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pendapatan dan kemudahan di dalam mendapatkan suatu produk.

Kemajuan teknologi informasi serta meningkatnya persaingan dalam dunia industri telah memberikan banyak alternatif bagi konsumen dalam memilih pro-duk, akibatnya tuntutan konsumen menjadi lebih tinggi. Konsumen menuntut antara lain: pelayanan yang lebih cepat, kualitas yang lebih baik, serta harga yang lebih murah (Arkeman dan Dharma 2011).

Terminologi preferensi konsumen terutama digunakan untuk menjelaskaan suatu opsi yang diantisipasi memiliki nilai tertinggi dibandingkan dengan opsi-opsi lainnya (Ernst et al. 2006; Jesionkowska 2008; Hinson dan Bruchhaus 2008). Produk yang disukai konsumen ialah produk-produk yang dapat memenuhi keinginan konsumen. Karakteristik kualitas suatu produk yang diinginkan konsu-men dapat diperoleh melalui pengkajian terhadap perilaku konsukonsu-men berdasarkan pendekatan konsep atribut produk (Adiyoga 2011).

Kesuksesan suatu produk sebagian besar tergantung pada cara konsumen menerima produk dan rangsangan pemasaran yang dirancang untuk mempenga-ruhi konsumen (Schweiggert et al. 2007). Rangsangan pemasaran yang dapat mempengaruhi persepsi konsumen terhadap merek tertentu diklasifikasikan menjadi dua yaitu rangsangan primer dan rangsangan sekunder. Rangsangan primer adalah rangsangan yang disebabkan oleh produk itu sendiri seperti mutu, gaya, bentuk dan sebagainya. Sedangkan rangsangan sekunder disebabkan oleh simbol, citra (image) dan informasi tentang produk.

Nilai Tambah

(28)

8

rantai berbeda-beda tergantung dari input dan perlakuan oleh setiap anggota rantai tersebut.

Nilai tambah komoditas pertanian disektor hulu dapat dilakukan dengan me-nyediakan bahan baku berkualitas dan berkesinambungan yang melibatkan para pelaku pada mata rantai pertama, kemudian nilai tambah selanjutnya terjadi pada sektor hilir yang melibatkan industri pengolahan. Komoditas pertanian yang ber-sifat perishable (mudah rusak) dan bulky (kamba) memerlukan penanganan atau perlakuan yang tepat, sehingga produk pertanian tersebut siap dikonsumsi oleh konsumen.

Nilai tambah merupakan pertambahan nilai yang terjadi pada suatu produk karena telah mengalami proses pengolahan lebih lanjut dalam suatu proses pro-duksi. Berdasarkan definisi ini, maka industri yang mengolah cabai merah kering dengan memanfaatkan bahan baku cabai merah mampu memberikan nilai tambah. Input yang menyebabkan terjadinya nilai tambah dari suatu produk dapat dilihat dari adanya perubahan-perubahan pada komoditas tersebut, yaitu perubahan ben-tuk, tempat dan waktu.

Rantai Nilai

Analisis rantai nilai memandang perusahaan sebagai salah satu bagian dari rantai nilai produk. Rantai nilai produk merupakan aktivitas yang berawal dari bahan mentah sampai penanganan purna jual. Rantai nilai ini mencakup aktivitas yang terjadi karena hubungan dengan pemasok (Supplier Linkages), dan hu-bungan dengan konsumen (Consumer Linkages). Aktivitas ini merupakan kegia-tan yang terpisah tapi sangat tergantung satu dengan yang lain (Porter 2001). Secara teoritis, sinyal informasi yang diberikan konsumen akhir akan menentukan pengembangan dan desain produk lebih lanjut (Siddik 2010).

Kusumawardani (2012) mendefinisikan rantai nilai sebagai gambaran kegia-tan yang diperlukan untuk menghasilkan suatu barang atau jasa, dimana barang dan jasa tersebut bermula dari sebuah gagasan, selanjutnya melalui beberapa tahap produksi yang berbeda untuk kemudian dibawa ke konsumen dan akhirnya didaur ulang setelah dipergunakan. Rantai nilai terbentuk ketika semua pelaku dalam rantai tersebut bekerja sedemikian rupa sehingga memaksimalkan terbentuknya nilai sepanjang rantai tersebut.

Rantai nilai dalam arti sempit mencakup serangkaian kegiatan yang dila-kukan di dalam suatu perusahaan untuk menghasilkan keluaran tertentu. Kegiatan ini mencakup tahap pembuatan konsep dan perancangan, proses diperolehnya input/sarana produksi, proses produksi, kegiatan pemasaran dan distribusi, serta kinerja layanan purna jual. Seluruh kegiatan tersebut membentuk keseluruhan

„rantai‟ yang menghubungkan produsen dan konsumen, dan tiap kegiatan

menam-bahkan „nilai‟ pada produk akhir.

(29)

Pende-9 katan luas ini tidak hanya melihat pada kegiatan yang dilakukan oleh satu usaha. Pendekatan ini justru mencakup semua hubungan baik yang bergerak maju ataupun mundur, sampai ketika bahan baku produksi tersebut akhirnya terhubung dengan konsumen akhir (Kusumawardani 2012).

Dalam pelaksanaan analisis rantai nilai, perlu memahami tahapan analisis rantai nilai yaitu: (1) memilih dan memprioritaskan rantai nilai: sub sektor, produk dan komoditas, (2) menganalisis rantai nilai yang dipilih, (3) merumuskan dan meningkatkan strategi rantai nilai yang dipilih, (4) menerapkan strategi pe-ningkatan rantai nilai, (5) monitoring dan evaluasi (UNIDO 2009).

Rantai nilai memberikan wahana mengidentifikasi cara untuk menciptakan diferensiasi melalui pengembangan nilai (Raras 2009). Konsep rantai nilai fokus utama terletak pada keuntungan yang ditambahkan kepada konsumen, proses saling tergantung yang dapat menghasilkan nilai dan permintaan yang dihasilkan serta arus dana yang dibuat (Feller et al. 2006).

Porter (2001) membedakan dua elemen penting dari analisis rantai nilai yaitu:

1. Aktivitas primer, yaitu merupakan aktivitas yang terlibat dalam menciptakan fisik produk dan penjualannya serta transfer ke pembeli dan juga bantuan purna jual (perpindahan produk kepada pembeli) serta bantuan pasca penjualan. Altivitas primer meliputi:

a. Inbound logistic: semua aktivitas yang diperlukan untuk menerima, menyimpan, dan mendistribusikan masukan-masukan termasuk hubungan dengan para pemasok (suppliers)

b. Operasi: semua aktivitas yang diperlukan untuk mentrasformasikan semua masukan menjadi keluaran (produk atau jasa)

c. Outbound logistics: semua aktivitas yang diperlukan untuk mengumpulkan, menyimpan dan mendistribusikan keluaran (produk atau jasa).

d. Pemasaran dan penjualan: semua kegiatan mulai dari menginformasikan kepada para calon pembeli mengenai produk atau jasa, mempengaruhi mereka agar membelinya dan memfasilitasi pembelian mereka.

e. Pelayanan: semua aktivitas yang diperlukan agar produk atau jasa yang telah dibeli oleh konsumen tetap berfungsi dengan baik setelah produk atau jasa tersebut terjual dan sampai di tangan konsumen.

2. Aktivitas pendukung merupakan aktivitas yang mendukung aktivitas primer dan satu sama lain memberikan input pembelian, teknologi, sumberdaya manusia dan fungsi berbagai perusahaan secara luas. Aktivitas pendukung meliputi:

a. Pembelian: pembelian lebih ke arah fungsi pembelian masukan yang digunakan dalam value chain perusahaan, bukan kepada masukan yang dibeli sendiri.

b. Pengembangan teknologi: jajaran aktivitas yang dapat dikelompokkan secara luas ke dalam upaya-upaya untuk memperbaiki produk dan proses-nya.

(30)

10

d. Infratruktur perusahaan: beberapa aktivitas termasuk manajemen umum, perencanaan, keuangan, akuntansi, hukum, urusan pemerintah, dan manajemen mutu.

3 METODE PENELITIAN

Kerangka Pemikiran

Pemahaman tentang perilaku serta keputusan konsumen untuk membeli produk olahan cabai merah kering dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam menentukan produk yang diinginkan dan untuk menyusun strategi pemasaran bagi industri. Pemahaman tentang perilaku konsumen tersebut juga digunakan untuk penanganan pascapanen dan perencanaan pengembangan teknologi.

Value Chain Analysis (VCA) atau Analisis Rantai Nilai dari produk olah-an cabai merah kering adalah suatu pendekatolah-an dengolah-an melakukolah-an satu atau beberapa kegiatan tambahan, kegiatan produktif atau penerapan teknologi dalam sebuah lembaga/aktor yang dapat memperoleh nilai lebih, sehingga diperoleh nilai tambah yang maksimal.

Selain aliran produk cabai merah segar dan perubahan bentuk menjadi produk cabai merah kering, setiap pelaku di sepanjang rantai nilai juga memberi-kan nilai tambah pada setiap prosesnya. Nilai yang diperoleh dari masing-masing aktor yang terlibat di dalam rantai nilai produk olahan cabai merah kering ini diharapkan sesuai dengan korbanan/biaya yang dikeluarkan.

(31)

11

Gambar 3 Prosedur penelitian preferensi konsumen dan rantai nilai produk olahan cabai merah kering

Tempat dan Waktu Penelitian

(32)

12

Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dan survei berdasarkan kui-sioner. Kuisioner dibuat dalam bentuk pertanyaan terbuka untuk mendapatkan informasi lebih detail dari responden, antara lain meliputi identitas masyarakat responden (ibu rumah tangga, warung makan dan industri pengguna cabai merah kering), produk cabai merah kering pilihan konsumen, atribut-atribut penting dari produk pilihan konsumen, data pembelian dan penjualan produk serta asal pembelian bahan baku (Lampiran 1, 2 dan 3).

Rantai nilai untuk produk olahan cabai merah kering termasuk kedalam kategori buyer driven. Berdasarkan asumsi ini, maka penelitian dilakukan dengan cara Backward yaitu keterkaitannya ke belakang. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode snowball, dimana aktor-aktor yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah :

1. Masyarakat sebagai konsumen yang mengkonsumsi produk olahan cabai me-rah kering (ibu rumah tangga, warung makan dan industri kecil lainnya yang menggunakan produk olahan cabai merah kering).

2. Usaha pengolahan (Industri/UKM) cabai merah kering.

3. Pedagang pengecer (retailer) yang menjual produk cabai merah kering. 4. Pedagang pengumpul.

5. Petani sebagai produsen primer yang menanam dan menangani pascapanen cabai merah sebagai bahan baku untuk industri produk olahan cabai merah kering.

Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Metode purpo-sive sampling adalah suatu teknik penentuan sampel yang dilakukan secara sengaja berdasarkan pertimbangan tertentu (Sugiyono 2007). Pertimbangan terse-but didasarkan pada karakteristik tiap sampel yang akan diambil. Seseorang atau sesuatu diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa seseorang atau sesuatu tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitiannya. Pada penelitian ini responden berjumlah 73 orang yang terdiri dari 35 orang masya-rakat sebagai konsumen yang mengkonsumsi cabai merah kering (penelitian pendahuluan/preferensi awal), 30 orang konsumen (10 orang konsumen ibu rumah tangga, 10 jenis warung makan dan 10 jenis industri pengguna cabai merah kering) pada penelitian preferensi konsumen lanjutan, 2 jenis usaha pengolah cabai merah kering (industri dan UKM), 3 orang pedagang pengecer dan 3 orang pedagang pengumpul.

(33)

13

Pengolahan dan Analisis Data

Analisis Preferensi Konsumen

Analisis preferensi konsumen dilakukan dengan menganalisa faktor-faktor perilaku konsumen dalam membeli produk olahan cabai merah kering. Menurut Adiyoga (2011) terdapat model dalam pengambilan keputusan konsumen dengan menguraikan perilaku dan pengambilan keputusan ke dalam tahapan-tahapan: (1) identifikasi kebutuhan, (2) pencarian informasi produk, (3) evaluasi terhadap berbagai alternatif yang tersedia, (4) keputusan pembelian dan (5) evaluasi pasca pembelian.

Preferensi konsumen dianalisis dengan menggunakan analisis konjoin, dimana analisis konjoin ini menurut Adiyoga dan Nurmalinda (2012) merupakan alat statistika multivarian yang banyak digunakan dalam melakukan kuantifikasi preferensi konsumen buah dan sayuran.

Menurut Mennecke et al. (2007), analisis konjoin dapat membantu melaku-kan kuantifikasi utilitas bagi konsumen potensial yang amelaku-kan membeli berdasarmelaku-kan atribut-atribut produk tertentu. Melalui kuantifikasi utilitas atribut produk, maka utilitas optimal dari atribut dapat diidentifikasi dan digunakan untuk merancang produk dengan atribut-atribut yang paling disukai konsumen.

Analisis konjoin ini digunakan untuk membantu mendapatkan kombinasi atau komposisi faktor-faktor berupa atribut suatu produk atau jasa yang paling disukai konsumen. Dengan kata lain, metode ini dapat mengetahui persepsi dan preferensi seseorang terhadap suatu objek yang terdiri atas satu atau banyak bagian dan level. Metode ini juga mampu mengurangi jumlah kombinasi atribut yang harus dievaluasi responden (Dwipurwani dan Cahyawati 2011).

Berikut ini adalah tahapan yang umum dilakukan dalam merancang dan melaksanakan analisis konjoin (Malhotra 2004):

1. Pemilihan Atribut dan Taraf Atribut

Pada tahap ini ditentukan atribut dan taraf atribut yang akan digunakan dalam merancang stimuli. Atribut adalah bentuk umum dari suatu produk atau jasa seperti harga, warna, bau dan lain-lain. Di dalam perancangan percobaan, isti-lah atribut identik dengan istiisti-lah faktor. Masing-masing atribut memiliki taraf spesifik yang menyertainya.

Dari sisi teori, disarankan atribut dan taraf terpilih memiliki peran dalam mempengaruhi preferensi konsumen dalam memilih produk atau jasa. Pada umumnya cara yang sering ditempuh untuk mendapatkan atribut dan taraf yang berperan adalah dengan melakukan diskusi pakar, eksplorasi data sekunder atau melakukan penelitian pendahuluan.

2. Perancangan Stimuli

Stimuli atau profil produk adalah kombinasi dari taraf atribut yang satu dengan taraf atribut lainnya. Pada perancangan percobaan, stimuli identik dengan perlakuan. Terdapat 2 pendekatan yang umum digunakan dalam merancang sti-muli.

a. Pairwise combination

(34)

14

terevaluasi. Bila ada sejumlah P atribut berarti jumlah pasangan yang di-evaluasi ada P (P-1)/2 pasangan.

b. Full profile

Pendekatan ini disebut evaluasi banyak faktor karena penyusunan profil pro-duk melibatkan seluruh atribut. Jika sebelumnya telah terpilih sebanyak P buah atribut dengan masing-masing atribut mempunyai 2 taraf, maka akan ada sebanyak 2p kombinasi taraf atribut yang harus dievaluasi responden. Pendekatan full profile direkomendasikan untuk jumlah atribut kurang dari 6.

Semakin banyak atribut dan taraf maka semakin banyak stimuli yang akan terbentuk, sehingga menjadi tidak efisien dalam proses evaluasi. Untuk itu diperlukan metode pereduksian stimuli menggunakan suatu prosedur ortogonal pada SPSS. Prosedur ortogonal SPSS digunakan untuk membantu menciptakan kombinasi stimuli agar tidak semua kombinasi harus dianalisis lebih lanjut.

3. Penentuan Jenis Data

Dalam analisis konjoin data yang diperlukan dapat berupa nonmetrik (nominal dan ordinal) maupun metrik (berskala interval atau rasio).

a. Data nonmetrik.

Responden diminta untuk membuat ranking atau mengurutkan stimuli yang telah dibuat pada tahap sebelumnya. Nilai rangking (paling disukai hingga paling tidak disukai) ini dipercayakan mencerminkan perilaku konsumen dalam situasi nyata. Untuk rangking paling disukai diberi rangking mulai dari 1 dan seterusnya hingga rangking terakhir bagi stimuli yang paling tidak disukai.

b. Data metrik.

Pada data metrik, responden mengevaluasi profil produk dengan mem-berikan penilaian (rating) terhadap masing-masing stimuli. Pemberian rating dapat menggunakan skala likers, misalnya mulai dari 1 sampai 9 (1 = paling tidak disukai, 9 = paling disukai). Skala likers merupakan sebagai indikator ukuran untuk kepentingan menurut persepsi konsumen dan tingkat pelaksanaan atau kinerja secara nyata dari suatu produk (Munandar et al. 2010). Bila dibandingkan dengan nonmetrik (rangking), cara ini lebih disukai oleh responden, karena tidak membutuhkan pertim-bangan yang terlalu rumit.

4. Metode Analisis

Model dasar analisis konjoin adalah sebagai berikut:

∑ ∑

dimana:

(X) = Total kepuasan terhadap suatu stimuli

βij = Nilai kegunaan taraf ke-j atribut ke-i Kj = Banyaknya taraf dari atribut ke-i

m = Banyaknya atribut

Xij = Peubah boneka atribut ke- i taraf ke-j (bernilai 1 bila taraf yang

(35)

15 Nilai Kegunaan Taraf (NKT) adalah nilai pentingnya suatu taraf relatif terhadap taraf yang lain pada suatu atribut. NKT dapat diduga menggunakan analisis regresi peubah boneka dengan peubah bebas adalah peubah boneka untuk stimuli-stimuli yang terbentuk (bernilai 1 bila taraf yang berkaitan muncul dan 0 bila tidak). Jumlah peubah boneka dari suatu atribut adalah sebanyak n-1, dimana n adalah banyaknya taraf dalam suatu atribut. Sedangkan peubah tak bebasnya adalah preferensi konsumen untuk membeli suatu produk. Dengan kata lain konsumen memberikan rangking atau rating sebagai cerminan preferensi untuk membeli suatu produk. NKT tertinggi pada tiap atribut menunjukkan taraf atribut yang paling disukai.

Nilai Relatif Penting (NRP) adalah nilai yang menunjukkan tingkat kepen-tingan relatif suatu atribut terhadap atribut yang lain. Tingkat kepenkepen-tingan dari suatu atribut didefinisikan sebagai selisih antara NKT terbesar dengan NKT ter-kecil. Atribut dengan selisih terbesar merupakan atribut yang dinilai paling pen-ting.

5. Interpretasi Hasil

Preferensi konsumen didapatkan dari nilai utiliti. Utiliti adalah nilai setiap taraf masing-masing faktor, atau sifat relatif terhadap taraf lainnya. Dengan meng-gunakan nilai utiliti ini, akan dapat diketahui kombinasi yang paling disukai dan dapat diketahui pula faktor yang paling mempengaruhi responden dalam memilih kombinasi-kombinasi.

Ada beberapa ketentuan dalam utiliti yaitu:

1. Taraf yang memiliki nilai utiliti lebih tinggi adalah taraf yang lebih disukai. 2. Total utiliti masing-masing kombinasi sama dengan jumlah utiliti tiap taraf

dari faktor-faktor tersebut.

3. Kombinasi yang memiliki total utiliti tertinggi adalah kombinasi yang paling disukai responden.

4. Faktor yang memiliki perbedaan utiliti lebih besar antara nilai utiliti taraf tertinggi dan terendahnya merupakan faktor yang lebih penting.

5. Jika semua kemungkinan taraf suatu faktor memiliki nilai utiliti yang sama, berarti faktor tersebut tidak memiliki pengaruh terhadap responden.

Analisis Nilai Tambah

(36)

16

Tabel 3 Analisis nilai tambah metode Hayami

No Variabel Nilai Balas jasa dari masing-masing faktor produksi

14 Margin (Rp/bulan) Q = (J-H)

a. Imbalan tenaga kerja (%) R% = (M/Q) X 100% b.Sumbangan input lain (%) S% = (I/Q) X 100% c. Keuntungan perusahaaan (%) T% = (O/Q) X 100%

Sumber: Hayami (1987)

Informasi yang dihasilkan melalui metode analisis nilai tambah Hayami yang digunakan pada subsistem pengolahan (Industri) adalah sebagai berikut: 1. Perkiraan besarnya nilai tambah (Rp).

2. Rasio nilai tambah terhadap nilai produk yang dihasilkan (%), menunjukkan presentase nilai tambah dari nilai produk.

3. Imbalan bagi tenaga kerja (Rp), menunjukkan besar upah yang diterima oleh tenaga kerja.

4. Bagian tenaga kerja dari nilai tambah yang dihasilkan (%), menunjukkan presentase imbalan tenaga kerja dari nilai tambah.

5. Keuntungan pengolahan (Rp), menunjukkan bagian yang diterima pengusaha (pengolah), karena menanggung resiko usaha.

6. Tingkat keuntungan pengolah terhadap nilai output (%), menunjukkan presentase keuntungan terhadap nilai tambah.

7. Marjin pengolah (Rp), menunjukkan kontribusi pemilik faktor produksi selain bahan baku yang digunakan dalam proses produksi.

(37)

17 9. Persentase keuntungan perusahaan terhadap marjin (%).

10. Persentase sumbangan input lain terhadap marjin (%).

Analisis Rantai Nilai

Masing-masing aktor/pelaku yang berkontribusi dalam memberikan fungsi-nya masing-masing di sepanjang rantai nilai produk olahan cabai merah kering, dapat dilakukan analisis dengan menggunakan analisis R/C Ratio.

Menurut Soekartawi (2006) analisis R/C Ratio merupakan salah satu ana-lisis yang digunakan untuk mengetahui apakah suatu unit usaha dalam melakukan proses produksi mengalami kerugian, impas atau untung. Analisis R/C Ratio merupakan analisis yang membagi antara penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan. Adapun rumus R/C Ratio yaitu:

R/C Ratio:

dimana:

TR: Total Revenue (Penerimaan Total) (Rp) TC: Total Cost (Biaya Total) (Rp)

dengan ketentuan :

R/C Ratio > 1 maka usaha memperoleh keuntungan. R/C Ratio = 1 maka usaha dalam keadaan impas. R/C Ratio < 1 maka usaha mengalami kerugian.

Jika hasil perhitungan R/C Ratio lebih besar dari satu maka usaha produk olahan cabai merah kering layak untuk diusahakan dan berprospek, sedangkan apabila hasil perhitungan R/C Ratio lebih kecil dari satu, maka usaha produk olahan cabai merah kering tidak layak diusahakan. Jika hasil perhitungan R/C Ratio sama dengan satu maka usaha produk olahan cabai merah kering berada dalam titik impas.

Dalam penelitian ini, analisis R/C Ratio pada setiap rantai bukan sekedar untuk melihat bagaimana persentase keuntungan, rugi atau impas yang diperoleh setiap aktor atau stakeholder, tetapi melihat persentase keuntungan yang diperoleh berdasarkan kegiatan atau fungsinya masing-masing yang berkontribusi dalam memberikan nilai tambah pada produk, serta melihat perbedaan dari keuntungan yang mereka peroleh.

Analisis Pascapanen dan Proses

1. Mengidentifikasi keadaan pascapanen antara mutu bahan baku yang dihasil-kan dengan mutu yang diharapdihasil-kan industri (berbasis pada rantai distribusi bahan baku ke industri) sesuai dengan keadaan di lapangan.

(38)

18

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Pasar dan Usaha

Pasar

Data pemerintah kota Bogor (BPS 2013) mengatakan bahwa jumlah pasar tradisional pada kategori pasar Induk yaitu merupakan jenis pasar besar/pasar utama dikota Bogor yang merupakan pusat penyaluran barang kebutuhan untuk pasar lain, di wilayah kota Bogor pasar tersebut terdapat sebanyak 7 unit pasar yaitu Pasar Kebon Kembang (Pasar Anyar), Pasar Baru Bogor, Pasar Jambu Dua, Pasar Merdeka, Pasar Sukasari, Pasar Padasuka, dan Pasar Gunung Batu.

Data yang diperoleh dari Disperindag Kabupaten Bogor (2013), jumlah pasar tradisional kategori pasar lokal di wilayah Kabupaten Bogor terdapat sebanyak 24 unit pasar yang tersebar di 40 Kecamatan. Hal ini dapat dilihat pada Lampiran 4. Pada pasar tradisional tersebut, terdapat sarana perdagangan yaitu meliputi mini market, pasar modern, pasar tradisional, pasar desa dan pertokoan.

Keberadaan pasar merupakan sebagai tempat yang memberikan jasa peme-nuhan kebutuhan bagi konsumen. Pasar tersebut terus berkembang dari waktu ke waktu. Perkembangan dalam sektor perdagangan ini menyebabkan persaingan usaha yang semakin ketat, terutama persaingan antara pasar modern dan pasar tradisional.

Usaha (Industri dan UKM)

Usaha Besar (industri) adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari usaha menengah. Usaha besar ini meliputi usaha nasional milik negara atau swasta, usaha patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia.

Usaha Kecil (UKM) menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008 adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang per-orangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian, baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50 juta rupiah sampai Rp 500 juta rupiah (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan ta-hunan lebih dari Rp 300 juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2 milyar (Sriyana 2010).

(39)

19 Tabel 4 Definisi dan kriteria UKM

Organisasi Jenis usaha Kriteria

Biro Pusat Statistik

(BPS)

Usaha kecil - Pekerja 5-19 orang

Usaha menengah - Pekerja 20-99 orang

Bank

-Aset < Rp 5 milyar untuk industri

-Aset < Rp 600 juta diluar tanah &

-Jumlah karyawan maksimal 300 orang -Pendapatan setahun hingga sejumlah

Rp 15 juta

Jumlah aset hingga sejumlah Rp 15 juta Kementerian

> Rp 300 juta-Rp 2.5 milyar Usaha menengah

- Kekayaan bersih (tidak termasuk tanah

& bangunan) > 500 juta-10 milyar

- Hasil penjualan tahunan

> 2.5 milyar-50 milyar

Sumber: Sriyana 2010

Usaha/industri kecil dan menengah merupakan salah satu kekuatan pendo-rong terdepan dalam pembangunan ekonomi. Gerak sektor UKM amat vital untuk menciptakan pertumbuhan dan lapangan pekerjaan. UKM cukup fleksibel dan dapat dengan mudah beradaptasi dengan pasang surut dan arah permintaan pasar. UKM juga dapat menciptakan lapangan pekerjaan lebih cepat dibandingkan sektor usaha lainnya.

Usaha kecil dan menengah (UKM) idealnya memang membutuhkan peran pemerintah dalam peningkatan kemampuan bersaing. Namun yang perlu diper-hatikan bahwa kemampuan di sini bukan dalam arti kemampuan untuk bersaing dengan usaha (industri) besar, tetapi lebih pada kemampuan untuk memprediksi lingkungan usaha dan kemampuan untuk mengantisipasi kondisi lingkungan tersebut.

(40)

20

cukup banyak upaya penguatan dalam bentuk bantuan modal yang disediakan untuk usaha mikro. Sifat dan cara mengelola usaha mikro itu sendiri tampaknya turut mendukung kurangnya modal. Hasil usaha mikro biasanya digunakan untuk menutupi kebutuhan sehari-hari, sehingga tujuan menambah modal sulit terpenuhi. Usaha mikro bahkan tidak jarang dikorbankan ketika ada kebutuhan keluarga yang mendesak. Di samping itu, pengusaha mikro umumnya tidak memisahkan

“pembukuan” usaha dengan pengeluaran keluarga sehingga modal usaha sering terpakai untuk keperluan sehari-hari.

Pada penelitian ini responden usaha pengolahan cabai merah kering yang ditemukan di wilayah Bogor terdapat 2 bentuk usaha yang nantinya akan dilakukan analisis nilai tambah dan rantai nilai. Kedua usaha pengolahan tersebut mewakili usaha dalam skala industri dan UKM. Pada usaha skala UKM memiliki pendapatan Rp 24 juta/tahun (untuk 1 macam produk yang dihasilkan, yaitu bumbu cabai). Usaha ini dalam menjalankan usahanya memproduksi sebanyak 7 macam produk, sehingga dalam satu tahun, jika usaha ini memiliki prospek yang sama untuk ketujuh produknya akan menghasilkan pendapatan kurang lebih Rp 168 juta/tahun. Berdasarkan Tabel 4, usaha tersebut tergolong kepada usaha kecil menurut Kementrian Koperasi dan UKM (Undang-Undang No. 20 tahun 2008).

Usaha skala industri pada penelitian ini termasuk kedalam usaha besar, hal ini dikarenakan usaha tersebut telah mendaftarkan usahanya dalam bentuk PT (perseroan terbatas). Industri ini memiliki pendapatan Rp 264 juta/tahun (untuk satu macam produk yang dihasilkan yaitu cabai merah kering bubuk). Industri ini dalam menjalankan usahanya memproduksi sebanyak kurang lebih terdapat 180 macam bumbu-bumbu dan rempah-rempah baik produk olahan basah maupun olahan kering, sehingga dalam satu tahun, jika usaha ini memiliki prospek yang sama untuk 180 macam produknya akan menghasilkan pendapatan kurang lebih Rp 47 milyar. Menurut Erwinsyahbana (2013), Perusahaan perseroan yang disebut persero adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % sahamnya dimiliki oleh ne-gara RI yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. Secara operasional tunduk pada ketentuan Undang-Undang No 1 tahun 1995 tentang perseroan terbatas (sekarang telah diganti dengan Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang perse-roan terbatas).

Preferensi Konsumen

Karakteristik Responden

Pembelian konsumen terhadap suatu produk dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pendapatan dan kemudahan di dalam mendapatkan suatu produk.

Pada responden ibu rumah tangga, memiliki usia rata-rata 25-34 tahun (50 %), pada responden warung makan memiliki tingkatan usia rata-rata 35-44 tahun (60 %) dan pada industri pengguna cabai merah kering memiliki tingkatan usia rata-rata antara 15-24 tahun (60 %).

(41)

21 usaha yaitu masing masing sebesar 100 % dan 60 %, sedangkan pada industri pengguna cabai merah kering, laki-laki yang memiliki peran lebih besar diban-dingkan dengan perempuan yaitu sebesar 90 %.

Dari keseluruhan persentase tingkat pendidikan responden, 80 % ibu rumah tangga memiliki tingkat pendidikan di atas SLTA (S1 dan S2), 80 % warung makan dan 60 % industri pengguna cabai merah kering memiliki tingkat pen-didikan menengah yaitu setingkat SMP dan SMA.

Berdasarkan tingkatan pendapatan, sebanyak 70 % responden ibu rumah tangga dan sebanyak 80 % Industri pengguna cabai merah kering berada pada kisaran pendapatan Rp 2 juta sampai Rp 5 juta. Pada responden warung makan 60 % memiliki tingkatan pendapatan sebesar Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta.

Pemilihan Produk Olahan Cabai Merah Kering Berdasarkan Preferensi Konsumen

Pada penelitian pendahuluan/preferensi awal dalam memilih produk terha-dap beberapa macam jenis produk olahan cabai merah kering, sebanyak 35 orang konsumen diwawancarai untuk mendapatkan informasi mengenai produk olahan cabai merah kering yang dikonsumsi. Wawancara dilakukan pada konsumen di 4 lokasi pasar wilayah Bogor, yaitu pasar Anyar, pasar Bogor, pasar Caringin dan pasar Gunung Batu. Dari pasar-pasar tersebut, diperoleh informasi preferensi konsumen dalam memilih produk olahan cabai merah kering seperti terlihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Preferensi konsumen dalam memilih produk olahan cabai merah kering Konsumen pasar

Produk olahan cabai merah kering yang digunakan lokasi pasar tersebut dianggap telah mewakili pasar-pasar yang ada di wilayah Bogor. Konsumen yang datang dan berbelanja di pasar tersebut tidak hanya penduduk lokal saja, tetapi juga mewakili penduduk kampus yang ragam populasinya menggambarkan keragaman kultural.

(42)

22

Penetapan Atribut, Taraf dan Level

Penelitian diawali dengan tahap menetapkan atribut, taraf dan level yang ingin dievaluasi. Penetapan tersebut dilakukan dengan cara melakukan survei pendahuluan atau preferensi konsumen tahap awal. Dengan preferensi tahap awal tersebut kemudian diperoleh ciri-ciri atau atribut yang berpengaruh terhadap pembelian produk olahan cabai merah kering bubuk hasil preferensi pilihan konsumen. Menurut Adiyoga (2011), karakteristik kualitas suatu produk yang di-inginkan konsumen dapat diperoleh melalui pengkajian terhadap perilaku konsu-men berdasarkan pendekatan konsep atribut produk. Taraf dan level atribut yang dipilih adalah ciri-ciri yang diketahui konsumen secara umum untuk memper-mudah responden dalam evaluasi. Harga produk yang berlaku pada kondisi pasar saat penelitian pendahuluan, yaitu pada tanggal 21 November 2013 adalah Rp 2 000/ons-Rp 3 000/ons dan harga Rp 4 000/ons-Rp 5 000/ons. Taraf dan level dari tiap atribut pada produk olahan cabai merah kering bubuk yang telah ditetap-kan seperti terlihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Taraf, level dari tiap atribut produk olahan cabai merah kering bubuk

Atribut Taraf Level kering bubuk dipengaruhi oleh faktor warna, aroma, tingkat kepedasan dan harga. Keempat faktor ini dalam analisis konjoin disebut dengan atribut. Pada setiap atribut minimal terdiri atas 2 level pilihan. Kombinasi seluruh atribut yang dianalisis dinamakan dengan profil atau stimuli. Kemungkinan stimuli produk olahan cabai merah kering bubuk yang bisa terjadi adalah 2x2x3x2=24 stimuli. Akan tetapi, tidak semua stimuli dibuat, sehingga dari 24 stimuli akan dipilih sebanyak p buah stimuli, beberapa diantaranya untuk dianalisis. Pemilihan p buah stimuli harus bersifat ortogonal. Menurut Adiyoga dan Nurmalinda (2012), prosedur ortogonal SPSS digunakan untuk membantu menciptakan kombinasi stimuli agar tidak semua kombinasi harus dianalisis lebih lanjut, karena jika menggunakan semua kombinasi stimuli, hal ini cenderung tidak/kurang praktis dan menyulitkan responden dalam evaluasi. Dengan bantuan SPSS 16, proses ini menghasilkan 9 stimuli yaitu seperti ditampilkan pada Lampiran 5.

(43)

23 mulai dari 1 sampai 9 untuk menandai jenis produk olahan cabai merah kering bubuk yang paling disukai (9) sampai ke jenis produk olahan cabai merah kering bubuk yang paling tidak disukai (1). Pendapat setiap responden disebut sebagai utilitas yang dinyatakan dengan angka dan menjadi dasar perhitungan konjoin dalam menelusuri preferensi konsumen. Pada dasarnya analisis konjoin meng-hasilkan informasi preferensi untuk setiap responden. Dalam hal ini terdapat 30 kasus yang terbagi atas 10 kasus preferensi konsumen ibu rumah tangga, 10 kasus preferensi konsumen warung makan dan 10 kasus preferensi konsumen industri pengguna cabai bubuk. Setyaningsih et al. (2010) mengemukakan bahwa panel konsumen terdiri dari 30-100 orang, tergantung pada target pemasaran suatu komoditas. Untuk pengambilan keputusan, hasil analisis konjoin diakhiri dengan tampilan penilaian umum yang berlaku untuk semua responden (ibu rumah tangga, warung makan dan industri pengguna cabai bubuk) seperti terlihat pada Tabel 7, Tabel 8 dan Tabel 9.

Tabel 7 Preferensi konsumen ibu rumah tangga secara umum terhadap beberapa atribut produk olahan cabai merah kering bubuk

Kepentingan Utilitas Faktor Preferensi

15.79 Color (warna) Merah terang

38.18 Hot (tingkat kepedasan) Sangat pedas

(44)

24

responden lebih dapat menerima dengan harga Rp 2 000/ons-Rp 3 000/ons (0.23) dibandingkan dengan harga Rp 4 000/ons-Rp 5 000/ons (-0.23). Dengan demikian, preferensi konsumen ibu rumah tangga terhadap produk olahan cabai merah kering bubuk secara umum adalah produk olahan cabai merah kering bubuk yang berwarna merah terang, beraroma khas cabai, dengan tingkat kepedasan yang sangat pedas dan harga Rp 2 000/ons-Rp 3 000/ons.

Secara umum, responden ibu rumah tangga menganggap bahwa tingkat kepedasan merupakan atribut terpenting dalam menilai atau membeli produk olahan cabai merah kering bubuk yaitu sebesar (38.18 %) dan secara berturut-turut kemudian diikuti oleh atribut aroma (38.06 %), warna (15.79 %) dan harga (7.97 %). Hal ini juga dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4.Nilai kepentingan atribut ( ibu rumah tangga)

Keakurasian peramalan diukur dengan korelasi Pearson dan Kendall yang besarnya masing-masing 0.98 dan 1.00 serta berbeda nyata pada taraf kepercayaan 0.05. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara estimates dan

(45)

25 Tabel 8 Preferensi konsumen warung makan secara umum terhadap beberapa

atribut produk olahan cabai merah kering bubuk.

Kepentingan Utilitas Faktor Preferensi

23.56 Color (warna) Merah terang

0.60 Merah terang

-0.60 Merah pudar

35.29 Aroma (aroma) Khas cabai

0.65 Khas cabai

-0.65 Kurang khas cabai

29.37 Hot (tingkat kepedasan) Pedas

0.37 Pedas

-0.53 Kurang pedas

0.17 Sangat pedas

11.77 Price (harga/ons) Rp 4 000 - Rp 5 000 -0.02 Rp 2 000 - Rp 3 000

0.02 Rp 4 000 - Rp 5 000

4.09 Konstanta

Pearson's R = 0.93 Significansi= 0.00 Kendall's tau= 0.87 Significansi= 0.00

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa preferensi konsumen warung makan ter-hadap beberapa atribut produk olahan cabai merah kering bubuk lebih menyukai warna merah terang (0.60) dibandingkan dengan warna merah pudar (-0.60), sedangkan pada atribut aroma, responden lebih menyukai aroma khas cabai (0.65) dibandingkan dengan aroma kurang khas cabai (-0.65). Pada atribut tingkat kepedasan, responden lebih menyukai pedas (0.37) kemudian sangat pedas (0.17) dibandingkan dengan kurang pedas (-0.53). Pada tingkatan harga, responden masih dapat menerima dengan harga Rp 4 000/ons-Rp 5 000/ons (0.02) diban-dingkan dengan harga Rp 2 000/ons-Rp 3 000/ons (-0.02). Dengan demikian, pre-ferensi konsumen warung makan terhadap produk olahan cabai merah kering bubuk secara umum adalah produk olahan cabai merah kering bubuk yang ber-warna merah terang, beraroma khas cabai, dengan tingkat kepedasan yang pedas dan harga Rp 4 000/ons-Rp 5 000/ons.

(46)

26

Gambar 5. Nilai kepentingan atribut (warung makan)

Berdasarkan korelasi Pearson dan Kendall, keakurasian peramalan dapat diukur dan memiliki nilai masing-masing 0.93 dan 0.87 serta berbeda nyata pada taraf kepercayaan 0.05. Untuk uji signifikansi keempat atribut menghasilkan nilai yang sama dengan signifikansi yang terdapat pada penilaian terhadap preferensi konsumen ibu rumah tangga, yaitu menghasilkan signifikansi 0.00 sehingga dapat dikatakan bahwa keempat atribut tersebut juga memiliki korelasi yang kuat untuk warung makan. Hasil pengujian pendapat 10 responden yang mewakili konsumen warung makan dapat diterima dalam menggambarkan preferensi konsumen untuk membeli produk olahan cabai merah kering bubuk yang memiliki karakteristik warna merah terang, beraroma khas cabai dengan tingkat kepedasan yang pedas serta harga Rp 4 000/ons-Rp 5 000/ons.

(47)

27 Tabel 9 Preferensi konsumen industri pengguna cabai bubuk secara umum

terhadap beberapa atribut produk olahan cabai merah kering bubuk.

Kepentingan Utilitas Faktor Preferensi

14.33 Color(warna) Merah pudar

-0.29 Merah terang

0.29 Merah pudar

19.13 Aroma (aroma) Khas cabai

0.53 Khas cabai

-0.53 Kurang khas cabai

53.59 Hot ( tingkat kepedasan) Pedas

1.26 Pedas

-1.81 Kurang pedas

0.56 Sangat pedas

12.95 Price ( harga/ons) Rp 2 000 - Rp 3 000

0.31 Rp 2 000 - Rp 3 000

-0.31 Rp 4 000 - Rp 5 000

4.26 Konstanta

Pearson's R = 0.98 Significansi= 0.00 Kendall's tau=0.89 Significansi= 0.00

Secara umum, responden industri pengguna cabai bubuk terhadap produk olahan cabai merah kering bubuk menganggap bahwa tingkat kepedasan merupa-kan atribut terpenting dalam menilai atau membeli produk olahan cabai merah kering bubuk yaitu sebesar (53.59 %) dan secara berturut turut diikuti oleh atribut aroma (19.13 %), warna (14.33 %) dan harga (12.95 %). Penjelasan tersebut juga dapat dilihat pada nilai kepentingan atribut (industri pengguna cabai bubuk) pada Gambar 6.

(48)

28

Selanjutnya berdasarkan hasil korelasi menggunakan korelasi Pearson dan Kendall diketahui bahwa nilai yang terbentuk masing-masing adalah 0.98 dan 0.89 serta berbeda nyata pada taraf kepercayaan 0.05. Begitu pula dengan uji signifikansi yang diperoleh yaitu menghasilkan 0.00 (di bawah 0.05). Sehingga korelasi keempat atribut tersebut juga dikatakan kuat dan pendapat 10 responden yang mewakili konsumen industri pengguna cabai bubuk dapat diterima dalam menggambarkan preferensi konsumen untuk membeli produk olahan cabai merah kering bubuk, yang memiliki karakteristik warna merah pudar, beraroma khas ca-bai dengan tingkat kepedasan yang pedas serta harga Rp 2 000/ons-Rp 3 000/ons.

Hasil preferensi konsumen berdasarkan analisis konjoin, ditemukan perbe-daan nilai kepentingan atribut produk olahan cabai merah kering bubuk dari masing-masing kelompok konsumen. Ibu rumah tangga dan industri pengguna cabai bubuk, tingkat kepedasan merupakan atribut terpenting di dalam meng-konsumsi produk. Pada warung makan, aroma merupakan atribut terpenting di dalam mengkonsumsi produk.

Ada 2 hal yang menjadi atribut terpenting dalam memilih produk olahan cabai merah kering bubuk yaitu terletak pada tingkat kepedasan dan aroma, sementara untuk atribut warna berada pada peringkat ke-3 dan harga berada pada peringkat ke-4 di dalam mengkonsumsi produk. Hal ini ternyata berbeda dengan produk cabai merah segar yang menurut Adiyoga dan Nurmalinda (2012) menga-takan bahwa secara umum responden menganggap faktor warna merupakan atribut terpenting (peringkat ke-1) dalam menilai cabai merah (53.17 %) dan secara berturut-turut diikuti oleh faktor jenis cabai (24.61 %) sebagai peringkat ke-2 dan kemudian tingkat kepedasan (22.22 %) sebagai peringkat ke-3. Termi-nologi preferensi konsumen terutama digunakan untuk menjelaskaan suatu opsi yang diantisipasi memiliki nilai tertinggi dibandingkan dengan opsi-opsi lainnya (Ernst et al. 2006; Jesionkowska 2008; Hinson dan Bruchhaus 2008).

Nilai kepentingan atribut dari masing-masing kelompok konsumen seperti terlihat pada Tabel 10 .

Tabel 10 Nilai kepentingan atribut dari masing-masing kelompok konsumen Atribut

produk

Kelompok konsumen

Ibu rumah tangga Warung makan Industri pengguna cabai bubuk

Gambar

Tabel 2  Produksi cabai di pulau utama Indonesia yang memberikan kontribusi                produksi nasional tahun 2009 sampai 2011
Gambar 1  Grafik ekspor-impor cabai merah.
Gambar 2  Kerangka dalam menentukan responden
Gambar 3   Prosedur penelitian preferensi konsumen dan rantai  nilai produk
+7

Referensi

Dokumen terkait