• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respons Dan Karakteristik Estrus Setelah Sinkronisasi Estrus Dengan Cloprostenol Pada Sapi Friesian Holstein

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Respons Dan Karakteristik Estrus Setelah Sinkronisasi Estrus Dengan Cloprostenol Pada Sapi Friesian Holstein"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

RESPONS DAN KARAKTERISTIK ESTRUS SETELAH

SINKRONISASI ESTRUS DENGAN

CLOPROSTENOL

PADA SAPI

FRIESIAN HOLSTEIN

MUSTHAMIN BALUMBI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Respons dan Karakteristik Estrus setelah Sinkronisasi Estrus dengan Cloprostenol pada Sapi Friesian Holstein adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2017

(4)

RINGKASAN

MUSTHAMIN BALUMBI. Respons dan Karakteristik Estrus setelah Sinkronisasi Estrus dengan Cloprostenol pada Sapi Friesian Holstein. Dibimbing oleh MOHAMAD AGUS SETIADI dan IMAN SUPRIATNA.

Sinkronisasi estrus merupakan usaha untuk menyeragamkan terjadinya gejala estrus dan ovulasi pada ternak dengan memanipulasi siklus reproduksi betina menggunakan preparat hormon. Prinsip sinkronisasi estrus adalah memperpanjang atau memperpendek masa hidup corpus luteum (CL) atau fase luteal. Salah satu metode sinkronisasi estrus dengan memperpendek fase luteal biasanya menggunakan sediaan hormon prostaglandin (PGF2) dengan melisiskan CL, sehingga estrus kembali terjadi. Terdapat berbagai macam sediaan hormon PGF2α yang ada di pasaran dengan berbagai macam zat aktif seperti luprostiol, tiaprost, dinoprost, fenprostale, dan cloprostenol. Dari berbagai macam sediaan tersebut hanyalah cloprostenol yang memiliki dosis paling sedikit dibandingkan dengan yang lainnya untuk menimbulkan estrus dengan baik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengamati respons dan karakteristik estrus serta pengukuran nilai hambatan arus listrik lendir vagina. Penelitian dilakukan pada 20 ekor sapi FH dengan dua perlakuan injeksi cloprostenol yaitu injeksi tunggal dengan keberadaan corpus luteum dan injeksi ganda dengan selang waktu injeksi 11 hari. Pengamatan estrus dan pengukuran lendir dilakukan 5 hari berturut-turut setelah injeksi cloprostenol yang terakhir. Parameter pengukuran yang diamati meliputi respons, onset, dan perkiraan durasi estrus, serta nilai hambatan arus listrik lendir vagina.

(5)

SUMMARY

MUSTHAMIN BALUMBI. Response and Estrous Characteristics after Synchronization with Cloprostenol in Friesian Holstein Cow. Supervised by MOHAMAD AGUS SETIADI dan IMAN SUPRIATNA.

Synchronization of estrus is an attempt to synchronize occurrence of symptoms of estrous and ovulation in cattle by manipulating female reproductive cycle using synthetic hormone. The principle synchronization of estrus is lengthen or shorten life span of corpus luteum (CL) or luteal phase. One method of estrus synchronization by shortening the luteal phase usually using prostaglandin (PGF2) hormone to lysis CL, so estrus occurred again. There are various kinds of hormone preparations of PGF2α on the market with wide variety of active substances such as luprostiol, tiaprost, dinoprost, fenprostale, and cloprostenol. Since the wide variety of PGF preparation only cloprostenol have smallest dose compared with the others to induce estrous well.

This study aimed to observe response and estrous characteristics as well as electrical resistance measurement of vaginal mucus. Synchronization treatments were conducted with two different cloprostenol injection using 20 FH cows, namely single injection based on corpus luteum presence and double injection with apart 11 days. Estrous detection and electrical resistance measurement of vaginal mucus were performed for five consecutive days after last injection of cloprostenol. Observation was done on response, onset, and estimated duration of estrous, as well as electrical resistance of vaginal mucus.

Results of the experiment revealed that double injection of cloprostenol resulted better in estrous response than single injection (90% ; 70%), with shorter onset of estrous (47.55 hours ; 53.28 hours), and shorter estimated duration of estrus (23.55 hours ; 24.85 hours). Furthermore, data electrical resistance of vaginal mucus was lower in double injection compared to single injection treatment (187.77 ; 192.14), with consistant pattern high before estrous, low during estrous, and increase after estrous either in single or double injection treatment. It is concluded that response of estrus in double injection treatment was better synchronized than in single injection treatment.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Biologi Reproduksi

RESPONS DAN KARAKTERISTIK ESTRUS SETELAH

SINKRONISASI ESTRUS DENGAN

CLOPROSTENOL

PADA SAPI

FRIESIAN HOLSTEIN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2017

(8)
(9)

Judul Tesis :

Respons dan Karakteristik Estrus setelah Sinkronisasi Estrus dengan Cloprostenol pada Sapi Friesian Holstein

Nama : Musthamin Balumbi NRP : B352140041

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Drh Mohamad Agus Setiadi Ketua

Prof Dr Drh Iman Supriatna Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Bilogi Reproduksi

Prof Dr Drh Mohamad Agus Setiadi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah sinkronisasi estrus, dengan judul Respons dan Karakteristik Estrus setelah Sinkronisasi Estrus dengan Cloprostenol pada Sapi Friesian Holstein.

Ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan secara khusus kepada Bapak Prof Dr Drh Mohamad Agus Setiadi dan Prof Dr Drh Iman Supriatna selaku dosen pembimbing atas waktu, tuntunan, kesabaran, kebijaksanaan, memberikan semangat dan keteladanan untuk bekerja keras serta saran dan masukan hingga tesis ini dapat terselesaikan. Kebaikan hati Bapak-bapak sekalian sangat berarti dalam perjalanan studi penulis dan akan selalu dikenang. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof Dr Drh Bambang Purwantara, MSc selaku penguji luar komisi, atas segala kritik dan saran sehingga dapat lebih memperkaya dan menyempurnakan tulisan ini.

Pada kesempatan ini penulis juga sampaikan terima kasih kepada Rektor, Dekan Pascasarjana, Dekan Fakultas Kedokteran Hewan, Ketua Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi, Ketua Program Studi, Staf Pengajar dan Administrasi Biologi Reproduksi, serta seluruh Staf Pascasarjana IPB yang telah menerima penulis untuk melanjutkan studi magister di IPB dan membantu kelancaran proses penyelesaian studi.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tiada berujung kepada kedua orang tua tercinta Ayahanda Sarifuddin Balumbi, SE dan Ibunda Sahifa, SPdI atas segala doa, cinta, kasih sayang, kesabaran, keteladanan, pengorbanan, motivasi untuk selalu pantang menyerah, serta dorongan untuk terus mencari ilmu kepada penulis. Adik-adikku Miftarto Balumbi, SPd, Ahmad Mursyid Balumbi, dan Labib Yahya Balumbi juga seluruh keluarga atas segala do’a, kasih sayang, perhatian yang tulus, dan motivasi kepada penulis.

Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Pak Zultinur Muttaqin, Pak Haji Acep, Pak Harisman, Pak Taufik, dan Pak Asep atas bantuannya dalam menyediakan lokasi penelitian dan ternak sapi FH sebagai bahan penelitian, juga selalu menjadi teman diskusi yang baik. Ucapan terima kasih kepada rekan-rekan seperjuangan S2 BRP 2014, terkhusus kepada Duo Padang Nofri Zayani dan Siska Adelya Ramadhani serta Kang Surya Kusuma Wijaya yang banyak memberikan arahan dan motivasi, juga kepada keluarga besar Gledagan Family (Fachruddin Daud, Garuda, Asrianto Lopa, Ikbal, La Jumadin, Agus Kurniawan Putra, Dias Ariasanindito, dan Muhammad Risman Wahid) atas segala bantuan, kebersamaan, dan motivasinya selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ini.

Penulis berharap semoga karya ini dicatat sebagai amal ibadah dan bermanfaat bagi masyarakat. Aamiin.

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Kerangka Penelitian 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 2

Siklus Estrus pada Sapi 2

Sinkronisasi Estrus 4

Sinkronisasi Estrus dengan PGF 4

Pendeteksian Estrus 7

3 MATERI DAN METODE PENELITIAN 8

Waktu dan Tempat 8

Alat dan Bahan 8

Hewan Coba 8

Prosedur Penelitian 8

Parameter Pengukuran Penelitian 9

Analisis Data 10

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 10

Respons dan Karakteristik Estrus 10

Daya Hambat Arus Listrik (Resistansi) Lendir Vagina 12

5 SIMPULAN DAN SARAN 14

Simpulan 14

Saran 14

DAFTAR PUSTAKA 15

LAMPIRAN 20

(13)

DAFTAR TABEL

1 Pengaruh pemberian cloprostenol terhadap proporsi respons, onset, dan

durasi estrus 10

DAFTAR GAMBAR

1 Skema siklus estrus sapi 3

2 Gelombang folikel siklus estrus sapi 4

3 Sintesis PGF2α 5

4 Struktur cloprostenol 5

5 Mekanisme regresi CL dengan cara apoptosis oleh PGF 6 6 Skema injeksi tunggal cloprostenol secara intramuskular 8 7 Skema injeksi ganda cloprostenol secara intramuskular 9 8 Pola dan rataan pengukuran resistansi lendir estrus sapi FH kelompok

injeksi tunggal 12

9 Pola dan rataan pengukuran resistansi lendir estrus sapi FH kelompok

injeksi ganda 13

DAFTAR LAMPIRAN

1 Surat ethical approval penelitian 21

2 Data pengamatan kelompok injeksi tunggal 22

(14)
(15)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sinkronisasi estrus merupakan usaha untuk menyeragamkan terjadinya gejala estrus dan ovulasi pada ternak dengan memanipulasi siklus reproduksi betina menggunakan preparat hormon. Keuntungan yang diperoleh dengan teknik sinkronisasi yaitu efisiensi pada sistem perkawinan yang akan menghasilkan anak yang seragam dan menghasilkan manejemen yang efisien sesuai dengan ketersediaan pakan hijauan yang memadai.

Prinsip sinkronisasi estrus adalah memperpanjang atau memperpendek masa hidup corpus luteum (CL) atau fase luteal (Hafez dan Hafez 2000). Salah satu metode sinkronisasi estrus dengan memperpendek fase luteal biasanya menggunakan sediaan hormon prostaglandin (PGF2) dengan melisiskan CL sehingga estrus kembali terjadi (Whitley dan Jackson 2004). Stotzel et al. (2012) melaporkan bahwa pemberian PGF di pertengahan fase luteal menyebabkan luteolisis dalam beberapa jam sehingga konsentrasi progesteron (P4) menurun dan kadar estrogen (E2) meningkat. Hal ini akan merangsang hipofisis anterior melepaskan follicle stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH) yang menyebabkan perkembangan dan pematangan folikel sehingga menyebabkan terjadinya estrus dan ovulasi.

Terdapat berbagai macam sediaan hormon PGF yang ada di pasaran dengan berbagai macam zat aktif seperti luprostiol, tiaprost, dinoprost, fenprostale dan cloprostenol. Dosis yang diperlukan untuk induksi terjadinya estrus pada sapi bermacam-macam, seperti 15-30 mL (15 000-30 000 µg) luprostiol (Plata et al. 1989), 5 mL (2 500 µg) tiaprost (iliren) (Deka et al. 2009), 25 mL (2 5000 µg) dinoprost (Gatius dan Urgel 1989) dan 2 mL (1 000 µg) fenprostale (Davis et al. 1984). Dari berbagai macam sediaan tersebut hanyalah cloprostenol yang memiliki dosis paling sedikit dibandingkan dengan lainnya. Hanya dengan 500 g cloprostenol sudah dapat menimbulkan estrus dengan baik dan tidak memiliki efek samping pada ternak sapi (Lauderdale 2005). Lebih lanjut, Stevenson dan Phatak (2010) melaporkan bahwa mekanisme kerja cloprostenol sama dengan hormon PGF2α endogen, yang akan berikatan dengan reseptor PGF2α pada CL sehingga mengakibatkan luteolisis.

Aplikasi induksi estrus menggunakan PGF2α biasanya dilakukan dengan dua cara yaitu injeksi tunggal (single injection) dan injeksi ganda (double injection). Metode injeksi tunggal biasanya efektif untuk menyeragamkan estrus ternak jika siklus estrusnya diketahui telah berada dalam fase luteal dengan CL fungsional (Nascimento et al. 2014). Sedangkan metode injeksi ganda dapat diaplikasikan baik pada fase folikuler maupun fase luteal (Hafez dan Hafez 2000). Tingkat keberhasilan dalam menyeragamkan estrus lebih tinggi pada metode injeksi ganda dibandingkan injeksi tunggal (Archbald et al. 1993; Stephen dan Rajamadheran 1998; Martins et al. 2011), dan lebih cepat menurunkan kadar P4 dan menginduksi terjadinya luteolisis (Nascimento et al. 2014).

(16)

2

dihasilkannya sejumlah lendir yang jernih. Menurut Setiadi dan Aepul (2010) untuk mendapatkan kualitas estrus yang baik dalam sinkronisasi estrus dapat dilihat pada ciri khusus yang timbul seperti produksi lendir vagina. Lendir vagina yang berlebihan pada saat estrus sering dijadikan patokan dalam menentukan status estrus. Oleh karena itu, dilakukanlah penelitian mengenai respons dan karakteristik estrus setelah sinkronisasi estrus dengan injeksi cloprostenol pada sapi Friesian Holstein.

Tujuan Penelitian

1. Mengetahui respons dan karakteristik estrus setelah injeksi intramuskular PGF tunggal dan ganda.

2. Mengetahui pola perubahan kualitas lendir vagina melalui pengukuran hambatan arus listrik (resistansi) menggunakan estrus detektor.

Manfaat Penelitian

1. Memberikan acuan dalam pendeteksian dan respons estrus untuk menentukan waktu kawin yang tepat pada sapi Friesian Holstein

2. Diharapkan dapat meningkatkan program IB dalam menyeragamkan waktu kawin pada sapi Friesian Holstein.

3. Menentuan kualitas estrus sapi Friesian Holstein berdasarkan pengamatan lendir vagina melalui pola perubahan hambatan arus listrik (resistansi) pada estrus detektor.

Kerangka Penelitian

Injeksi prostaglandin pada program sinkronisasi estrus dimaksudkan untuk melisiskan CL sehingga hewan akan kembali estrus. Injeksi dosis tunggal prostaglandin untuk melisiskan CL, menghasilkan respons estrus yang berbeda dengan injeksi ganda dalam onset estrus, durasi lamanya estrus serta hambatan (resistansi) arus listrik lendir estrus. sehingga dapat diperoleh metoda terbaik dalam penyerantakan estrus untuk menghasilkan keberhasilan IB.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Siklus Estrus pada Sapi

(17)
(18)
(19)
(20)

6

menginduksi terjadinya apoptosis. Apoptosis sel luteal yang diinduksi oleh PGF melibatkan mekanisme intrinsik dan ekstrinsik. Mekanisme regresi CL dengan cara apoptosis oleh PGF2α dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Mekanisme regresi CL dengan cara apoptosis oleh PGF (Yadav et al. 2005)

Gambar 5 memperlihatkan bahwa PGF2α menginduksi sinyal apoptosis pada korpus luteum dengan melibatkan aktivasi protein kinase seperti JNK dan p38 mitogen-activated protein kinase (MAPK) yang selanjutnya akan meningkatkan ekspresi gen Bax dan FasL/ Fas yang merupakan inisiator primer apoptosis. Quirk et al. (2000) melaporkan bahwa Fas yang merupakan reseptor di membran sel akan menginduksi apoptosis ketika berikatan dengan Fas ligand. Apoptosis terlibat dalam regresi CL dibuktikan melalui jalur ini. Ekspresi protein Fas lebih banyak ditemukan pada CL regresi dari pada CL yang sedang dalam pertumbuhan. Peningkatan ekspresi Bax dan FasL menyebabkan aktivasi caspase 9, 8, dan 3. (Rueda et al. 2000). Hal yang sama juga dilaporkan oleh Yadav et al. (2005) bahwa pemberian PGFeksogen pada sapi betina setelah 18 jam menyebabkan apoptosis sel luteal. Injeksi PGFterbukti meningkatkan rasio Bax/ Bcl-2. PGF menyebabkan peningkatan ekspresi FasL dan Fas yang menginduksi aktivitas caspase-8. Ikatan FasL dengan reseptor Fas menyebabkan perubahan permeabilitas membran mitokondria dan mengaktifkan inisiator (caspase 8 dan 9) serta caspase eksekutor (caspase 3). Keterlibatan ICAD (inhibitor of caspaseactivated DNase) selanjutnya menyebabkan protein seluler tersebut terpecah menghasilkan pelepasan CAD (caspase-activated DNase) yang diikuti dengan translokasi CAD menuju nukleus untuk selanjutnya terjadi fragmentasi DNA.

(21)

7

dengan 0.5 mg (500 g) cloprostenol sudah dapat menginduksi luteolisis (Martins et al. 2011).

Stotzel et al. (2012) melaporkan bahwa injeksi cloprostenol pada pertengahan fase luteal akan menyebabkan terjadinya luteolisis dini dan menurunkan konsentrasi P4 di perifer. Kejadian tersebut diikuti dengan kenaikan sekresi gonadotropin dan estradiol-17β (Estrogen) serta mencapai puncak pada pre-ovulasi dan akhirnya terjadi ovulasi. Menurut Lammoglia et al. (1998) kerja hormon estrogen adalah untuk meningkatkan sensitivitas organ kelamin betina yang ditandai perubahan pada vagina dan keluarnya lendir. Lendir yang berlebihan saat estrus sering dijadikan patokan dalam menentukan status estrus (Setiadi dan Aepul 2010).

Pendeteksian Estrus

Pendeteksian estrus dapat dilihat dari perubahan fisik alat kelamin luar, perubahan tingkah laku dan perubahan hormonal. Perubahan alat kelamin luar dapat terlihat dari keadaan vagina dan lendir vulva. Menurut Frandson et al. (2009) estradiol merangsang penebalan dinding vagina dan peningkatan vaskularisasi sehingga alat kelamin bagian luar mengalami pembengkakan dan berwarna kemerahan. Selain itu, juga terjadi peningkatan sekresi lendir di vagina sehingga dijumpai adanya lendir menggantung di vulva atau menempel disekitarnya. Lendir vagina pada saat estrus jumlahnya meningkat, berwarna bening dan kental. Lendir ini saat estrus mengandung air lebih banyak dan transparan dibandingkan lendir pada fase luteal (diestrus) atau bunting (Salysbury dan vanDemark 1985). Sekresi lendir vagina yang baik mempermudah spermatozoa penetrasi ke dalam serviks dan memelihara motilitas spermatozoa. Pada fase luteal lendir vagina sedikit tebal dan keruh (Elstein 1974). Kejadian ini berkaitan erat dengan CL yang berkembang selama fase luteal dan produksi P4 yang meningkat. Noakes et al. (2001) mengemukakan bahwa pada saat CL berfungsi penuh menghasilkan P4 dalam jumlah besar maka terjadi penurunan sekresi lendir dan sangat kental serta mukosa vagina menjadi pucat. Vulva membengkak dan terjadi perubahan warna mukosa dari merah muda menjadi kemerahan. Lendir vagina dapat dikategorikan menjadi 3 yaitu skor 3 jika sekret kental, bening menggantung atau membasahi sekitar vulva, skor 2 jika jumlahnya sedikit, dan skor 1 jika tidak ada sekret lendir yang terlihat.

(22)

8

3 MATERI DAN METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2016. Pelaksanaan penelitian bertempat di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Alat dan Bahan

Alat-alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Draminski® estrous detector, syringe dengan jarum berukuran 18 G volume 3 mL, tisu, kapas, dan thermometer. Bahan-bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah sapi perah Friesian Holstein, alkohol, dan preparat hormon PGF yakni Alfaglandin® (PGF) yang mengandung cloprostenol.

Hewan Coba

Jenis hewan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sapi perah Friesian Holstein (FH). Sebanyak 20 ekor sapi betina yang tidak bunting dan minimal telah mengalami satu kali periode laktasi yang terseleksi.

Prosedur Penelitian

Seleksi dan Pemilihan Hewan Coba

Seleksi dan pemilihan hewan penelitian dilakukan pemeriksaan secara fisik melalui palpasi per rektal untuk memastikan status reproduksinya. Hewan yang dipilih merupakan hewan sehat, tidak bunting dan minimal telah satu kali beranak.

Perlakuan Sinkronisasi dengan Cloprostenol

Sebanyak 20 ekor sapi FH dibagi menjadi 2 kelompok yaitu 10 ekor disinkronisasi dengan injeksi tunggal dan 10 ekor injeksi ganda PGF (cloprostenol). Dosis injeksi PGF yang digunakan yaitu 2 mL (500 g) cloprostenol secara intramuskular per injeksi. Kelompok injeksi tunggal dilakukan hanya pada hewan yang memiliki CL yang fungsional di ovariumnya berdasarkan palpasi per rektal. Sedangkan kelompok injeksi ganda tidak memperhatikan status reproduksi, baik berada pada fase folikuler maupun luteal. Injeksi cloprostenol dilakukan dengan selang waktu 11 hari dari injeksi pertama. Perlakuan injeksi tunggal dan injeksi ganda terlihat pada Gambar 6 dan 7.

(23)

9

Gambar 7 Skema injeksi ganda cloprostenol secara intramuskular. H1 adalah dilakukannya injeksi pertama, H2 adalah injeksi kedua. P1-P5 adalah waktu pengamatan gejala estrus

Pengamatan Estrus

Pengamatan estrus dilakukan satu kali sehari selama lima hari berturut-turut setelah injeksi PGF2α yang terakhir dengan mengamati gejala estrus dan pengukuran hambatan arus listrik lendir vagina.

Pengukuran Daya Hambat Arus Listrik (Resistansi) Lendir Vagina

Pengukuran daya hambat arus listrik (resistansi) lendir vagina dilakukan dengan menggunakan alat Draminski® Estrous Detector. Alat ini terdiri dari probe yang pada ujungnya terdapat dua elektroda paralel satu dengan lainnya untuk mengukur nilai hambatan arus listrik lendir vagina. Selain itu, terdapat bagian elektronik yang dilengkapi layar untuk pembacaan hasil, serta handle yang dilengkapi baterai standar 9 volt. Pengamatan dilakukan dengan memasukkan probe sekitar 30-40 cm dari vulva, kemudian menekan tombol sampai angka pada layar menunjukkan angka yang stabil. Skala pengukuran dinyatakan dengan kisaran 0-1990 unit. Prinsip pengukuran nilai hambatan arus listrik lendir vagina dengan menggunakan detektor ini adalah voltase yang dialirkan melalui dinding vagina sebagai respons aliran arus listrik pada frekuensi tertentu, sehingga dapat dihitung dengan persamaan V=IR, dengan V adalah voltase yang dialirkan ke dalam dinding vagina, I adalah arus yang dialirkan dan R adalah tahanan dari bagian yang diukur sebagai respons aliran arus yang diberikan (Rezac et al. 2001). Pengukuran daya hambat arus listrik dilakukan hari ke 1 sampai hari ke 5 setelah penyuntikan PGF terakhir. Data yang diperoleh dari pengukuran estrus detektor dikonfirmasi dengan gejala estrus yang teramati dan dibuat tabulasi. Tanda-tanda sapi yang mengalami estrus ditunjukkan dengan tingkah laku sapi yang gelisah. Selain itu dikonfirmasi dengan palpasi per rektal terhadap ketegangan uterus dan keberadaan folikel yang berkembang.

Parameter pengukuran penelitian

Parameter pengukuran penelitian meliputi:

1. Persentase sapi yang mengalami estrus: adalah jumlah sapi yang menunjukan gejala estrus dibagi dengan seluruh betina yang diberi perlakuan dikali 100. 2. Onset estrus: adalah interval (jarak) dari injeksi cloprostenol yang terakhir

sampai timbulnya gejala estrus pertama.

3. Perkiraan durasi estrus: adalah interval (jarak) dari waktu pertama kali timbulnya estrus sampai perkiraan gejala estrus berakhir.

(24)

10

Analisis Data

Presentase sapi yang mengalami estrus dilakukan uji proporsi menggunakan Microsoft Excel® 2010. Data onset estrus, durasi estrus dan resistansi lendir vagina ditabulasikan kemudian diuji dengan Independent t-test.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Respons dan Karakteristik Estrus

Injeksi secara intramuskular cloprostenol pada kedua kelompok perlakuan sapi FH memberikan respons estrus yang cukup tinggi, baik pada injeksi tunggal maupun injeksi ganda. Hasil penelitian ini terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Pengaruh pemberian cloprostenol terhadap proporsi respons, onset, dan durasi estrus

Injeksi tunggal 70% 53.28±11.17 24.85±1.06a

Injeksi ganda 90% 47.55±11.50 23.55±0.52b

Keterangan: angka yang diikuti huruf dengan superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perbedaan nyata (P<0.05)

Hasil penelitian sinkronisasi estrus dengan injeksi tunggal hanya menghasilkan 70% sapi perlakuan yang menunjukan gejala estrus. Sementara itu, perlakuan dengan injeksi ganda menghasilkan respons estrus yang mencapai 90%. Data ini menunjukan perlakuan injeksi ganda menghasilkan respons estrus yang lebih baik. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil yang dilaporkan oleh Ribeiro et al. (2012) pada sapi FH, dengan persentase estrus akibat luteolisis pada injeksi tunggal sebesar 61.7%, sedangkan injeksi ganda sebesar 96.2%. Lebih lanjut hasil penelitian Ribeiro et al. (2012) juga menunjukan perlakuan injeksi ganda dinoprost sebagai PGF alami menghasilkan respons estrus yang lebih baik dibandingkan dengan injeksi tunggal (95.7% vs 82%,). Dari berbagai penelitian tersebut di atas menunjukan bahwa respons estrus yang terjadi akibat injeksi ganda menghasilkan angka respons yang lebih baik dibandingkan dengan injeksi tunggal. Lebih lanjut hasil penelitian Martins et al. (2011), baik menggunakan PGF2α alami (dinoprost) maupun PGF2α analog (cloprostenol) pada sapi FH dengan injeksi ganda menghasilkan respons estrus yang lebih baik (91% dan 94%).

(25)

11 menghasilkan estrus yang tidak seragam dan kemungkinan tidak berespons apabila tidak dapat dipastikan umur CL-nya. Selain itu hal lain yang mempengaruhi respons estrus yang tinggi pada injeksi ganda adalah faktor individu yang berbeda pada setiap perlakuan (Hafez dan Hafez 2000; Hassan et al. 2016).

Sapi perlakuan yang tidak berespons kemungkinan disebabkan oleh perbedaan diameter CL. Corpus luteum yang berdiameter kecil umumnya belum matang dan fungsional. Corpus luteum yang belum matang tidak memiliki reseptor PGF sehingga induksi luteolisis dengan PGF pada fase ini akan mengalami kegagalan (Hafez dan Hafez 2000; Lemaster et al. 2001). Lebih lanjut diketahui bahwa PGFhanya efektif bila ada CL fungsional yaitu antara hari ke-7 sampai hari ke-18 siklus estrus (Hafez dan Hafez 2000).

Regresi CL berbanding lurus dengan penurunan produksi P4. Corpus luteum yang berukuran besar menghasilkan konsentrasi P4 yang tinggi (Uslenghi et al. 2016). Penurunan P4 dan perkembangan folikel ovarium mempengaruhi keberhasilan sinkronisasi estrus. Penurunan P4 menyebabkan hilangnya feedback (umpan balik) negatif ke hipofisis anterior sehingga hipofisis anterior akan mensekresikan FSH dan LH. Sekresi FSH akan menstimulasi perkembangan folikel dan peningkatan estrogen sehingga terjadilah estrus (Salverson dan Perry 2007). Penurunan konsentrasi P4 oleh PGF2α juga disebabkan adanya mekanisme aktivasi protein kinase (PKC) yang menghambat konversi kolesterol menjadi P4. Lebih lanjut dikemukakan oleh Waldmann et al. (2006) bahwa konsentrasi progesteron 5 ng mL-1 pada setiap pemberian 25 mg PGF akan menurun < 2.5 ng mL-1 setelah 72 jam.

Respons estrus yang tinggi pada injeksi ganda ditunjukan pula dengan relatif pendeknya jarak injeksi terakhir dengan waktu timbulnya estrus. Onset estrus pada injeksi ganda relatif lebih pendek dan seragam dibandingkan dengan injeksi tunggal (47.55 jam dan 53.28 jam). Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Larson et al. (2006) yang menyatakan bahwa keserentakan estrus dapat terjadi dalam kurun waktu 2 atau 3 hari setelah perlakuan dengan preparat hormon PGF. Hasil penelitian ini juga diperkuat oleh Yoshida et al. (2009) bahwa onset estrus setelah perlakuan dengan cloprostenol pada sapi FH adalah 44.4 ± 8.4 jam.

Keseragaman onset estrus pada kelompok perlakuan injeksi ganda yang ditandai dengan lebih pendeknya rataan onset estrus, kemungkinan disebabkan memiliki CL fungsional yang relatif berumur sama pada penyuntikan kedua (Ribeiro et al. 2012). Sementara itu bervariasinya onset estrus pada injeksi tunggal ditunjukan dengan lebih lamanya terjadinya onset estrus (53.28 jam). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh umur CL yang sangat bervariasi diantara individu sapi (Hafez dan Hafez 2000), bahkan bisa saja berasal dari CL persisten yang bertahan selama beberapa waktu lamanya.

(26)

12

Kekurang akuratan data perkiraan durasi estrus kemungkinan karena hanya dilakukan pengamatan penampakan gejala estrus tanpa pengamatan berdasarkan tanda-tanda estrus lainnya. Lama perkiraan durasi estrus juga dipengaruhi oleh iklim dan nutrisi (Gwazdauskas 1985). Diduga takaran nutrisi yang mengandung protein tinggi menghasilkan kadar estrogen yang lama beredar di dalam darah (Gwazdauskas 1985). Namun demikian, kisaran lama durasi estrus juga tergantung pada tiap individu sapi (Hafez dan Hafez 2000).

Daya Hambat Arus Listrik (Resistansi) Lendir Vagina

Nilai hasil pengukuran daya hambat arus listrik lendir estrus pada sapi setelah perlakuan sinkronisasi injeksi tunggal terlihat pada Gambar 8. Sedangkan gambaran pola dan rataan pengukuran resistensi lendir vagina injeksi ganda disajikan pada Gambar 9.

Gambar 8 Pola dan rataan pengukuran resistansi lendir estrus sapi FH kelompok injeksi tunggal

Nomor Sapi

212.85±12.53

192.14±6.98

224.28±25.07

(27)

13

Gambar 9 Pola dan rataan pengukuran resistansi lendir estrus sapi FH kelompok injeksi ganda

Hasil pengukuran nilai hambatan arus listrik yang dikonfirmasi dengan kemunculan tanda-tanda estrus secara umum memperlihatkan pola rataan nilai hambatan arus listrik yang tinggi sebelum estrus, menurun saat estrus, dan naik kembali setelah estrus pada Gambar 8 dan 9. Pola hambatan arus listrik seperti tersebut di atas juga telah dilaporkan pada domba garut (Setiadi dan Aepul 2010), dan pada kambing PE (Setiadi et al. 2014).

Data penelitian menunjukan bahwa pada saat estrus kisaran nilai hambatan arus listrik pada kedua kelompok perlakuan berkisar antara 187.77 sampai dengan 192.14. Sementara itu, nilai kisaran hambatan arus listrik sebelum estrus berkisar antara 212.85 sampai dengan 213.33, dan nilai hambatan arus listrik setelah estrus 224.28 sampai dengan 235.55. Pola yang demikian sejalan dengan hasil penelitian Patil dan Pawshe (2011) menggunakan Draminski®Estrous Detector dengan nilai hambatan arus listrik tinggi sebelum estrus (295), menurun saat estrus (230) dan meningkat lagi setelah estrus (262).

Nilai hambatan arus listrik pada saat estrus pada kelompok injeksi ganda lebih rendah (187.77) dibandingkan dengan kelompok injeksi tunggal (192.14). Rendahnya hambatan arus listrik dipengaruhi oleh perubahan komposisi lendir vagina (Setiadi dan Aepul 2010). Komposisi lendir vagina terdiri dari protein, lemak, kolestrol, sorbitol, gula reduksi, natrium, kalium, kalsium, fosfor organik dan klorida (Zaaijer et al. 1992; Tsiligianni et al. 2000). Komposisi natrium, kalium dan kalsium yang mengandung ion-ion, lebih banyak pada lendir kelompok injeksi ganda. Ion-ion ini bersifat elektrolit dan memiliki konduktivitas yang relatif tinggi sehingga semakin banyak jumlah dan volume ion-ion di lendir maka daya hambatan listrik juga rendah (Tsiligianni et al. 2000; Patil dan Pawshe 2011; Verma et al. 2014).

Lendir serviks terbentuk dalam dua fasa, yakni fasa cairan dan kemudian fasa gel. Fasa cair mengandung sebagian besar air (92-95%) dengan ion-ion dan metabolit, sedangkan fasa gel mengandung glikoprotein (musin) (Kumar et al. 2012; Verma et al. 2014). Lendir yang bening saat estrus berbanding lurus dengan

(28)

14

resistansi yang rendah. Hambatan listrik tertinggi terjadi pada fase luteal, sedangkan terendah adalah pada fase folikular. Konduktivitas (ukuran suatu benda untuk menghantarkan listrik) jaringan vagina meningkat selama estrus (Lewis et al. 1989; Schindler et al. 1990).

Nilai hambatan arus listrik yang rendah saat estrus kemungkinan terjadi akibat peningkatan estrogen yang menyebabkan terjadinya hidrasi jaringan vulva yang dapat meningkatkan cairan ekstraseluler pada vulva (edematous) pada sapi perah (Lewis et al. 1989; Schindler et al. 1990). Lebih lanjut dilaporkan oleh Patil dan Pawshe (2011), Verma et al. (2014), dan Layek et al. (2013) bahwa hambatan listrik (resistansi) pada perubahan lendir vagina yang rendah pada fase estrus terjadi karena estrogen tinggi yang menyebabkan vasodilatasi pada vagina sehingga terjadi peningkatan jumlah dan volume ion-ion yang disekresikan oleh vagina. Ion-ion ini bersifat elektrolit dan memiliki konduktivitas yang relatif tinggi sehingga semakin banyak ion maka daya hambatan listrik juga semakin rendah.

5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

1. Sinkronisasi pada injeksi ganda cloprostenol menghasilkan respons estrus yg lebih baik dan seragam.

2. Nilai rataan hambatan arus listrik pada sapi FH saat estrus berkisar antara 187.77 sampai 192.14, sementara pola resistansi lendir vagina menunjukan tinggi sebelum estrus, menurun saat estrus dan meningkat setelah estrus.

Saran

(29)

15

DAFTAR PUSTAKA

Archbald LF, Risco F, Chavatte P, Constant, Tran T, Klapstein E, Elliot. 1993. Estrus and pregnancy rate of dairy cows given one or two doses of prostaglandin F2 alpha 8 or 24 hours apart. Theriogenology 40(4):873-884. Ball PJH, Peters AR. 2004. Reproduction in Cattle. 3rd ed. United Kingdom

(US): Blackwell Publising. 242 hlm.

Bourne GR, Moss SR, Phillips PJ, Shuker B. 1980. The metabolic fate of the synthetic prostaglandin cloprostenol ('Estrumate') T in the cow: use of Ion cluster techniques to facilitate metabolite identification. Biomed Mass Spectrom. 7(5):226-230.

Davis IF, McPhee SR, Clarke IJ. 1984. Efficacy of a prostaglandin F2a analogue or PRID for synchronization of oestrus in dairy cows. Di dalam: Southcott WH, Vickery PJ, editor. Animal Production in Australia and Proceedings of the Australian Society of Animal Production; 1984 Feb; Armidale, New South Wales. Armidale (AU): Australian Institute of Agricultural Science. hlm 313-316.

Deka I, Goswami J, Chakraborty P, Biswas RK, Sarmah BK, Sarmah BC. 2009. Effect of iliren and norgestomet on synchronization of oestrus in cows. Indian J Anim Res. 43(4):293-294.

Diskin MG. 2008. Heat Watch: a telemetric system for heat detection in cattle. Vet Quart. 30:37–48.

Elstein M. 1974. The cervix and its mucus. Clin Obstet Gynaecol. 1(2): 345-368. Forde N, Beltman ME, Lonergan P, Diskin M, Roche JF, Crowe MA. 2011.

Oestrus cycles in Bos taurus cattle. Anim Reprod Sci. 124(3-4). 163-169. Frandson RD, Wilke WL, Fails AD. 2009. Anatomy and Physiology of Farm

Animals. 7th ed. Philadelphia (USA): Wiley-Blackwell. 512 hlm

Gatius FL, Urgel JC. 1989. Reproductive parameters in dairy cows with normal

puerperium treated with prostaglandin F2α-Tham on day 14 postpartum.

Reprod Domest Anim. 24(5):201-206.

Gwazdauskas FC. 1985. Effects of climate on reproduction in cattle. J Dairy Sci. 68(6):1568-1578.

Hafez, E.S.E, B. Hafez. 2000. Reproduction in Farm Animals. 7th ed. Philadelphia (US): Lea an Febiger.

Hassan M, Husnain A, Naveed MI, Riaz U, Ahmad N. 2016. Effect of ovsynch

versus prostaglandin F2α protocol on estrus response, ovulation rate,

timing of ovulation and pregnancy per artificial insemination in Sahiwal cows. J Anim Sci. x(x):1-6.

Jobst SM, Nebel RL, McGilliard ML, Pelzert KD. 2000. Evaluation of

reproductive performance in lactating dairy cows with prostaglandin F2α,

gonadotropin-releasing hormone, and timed artificial insemination. J Dairy Sci. 83(10):2366-2372.

(30)

16

Kuchel P, Ralston GB. 2006. Schaum’s Easy Outlines Biokimia. Laelasari E, penerjemah; Safitri A, editor. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari:

Schaum’s Easy Outlines Biochemistry.

Kumar A, Mehrotra S, Dangi SS, Singh G, Singh M, Mahla AS. 2012. Amylase activity in cerical mucus and serum during estrus in normal and repeat breeder cattle. Vet World.5(8):486-488.

Larson JE, Lamb GC, Stevenson JS, Johnson SK, Geary TW, Kesler DJ, Dejarnette JM, Schrick FN, DiCoztanzo A, and Arseneau JD. 2006. Synchronization of estrus in suckled beef cows for detected estrous and artificial insemination using gonadotroping-releasing hormone, prostaglandin F, and progesteron. J Anim Sci.84(2):332-42.

Lammoglia MA, Short RE, Bellows SE, Bellows RA, MacNeil MD, Hafs HD. 1998. Induced and synchronized estrus in cattle: dose titration of estradiol benzoate in peripubertal heifers and postpartum cows after treatment with an intravaginal progesterone-releasing insert and prostaglandin F2 alpha. J Anim Sci. 76(6):1662-1670.

Lauderdale JW. 2005. History, efficacy and utilization of prostaglandin F2 alpha for estrous synchronization. Di dalam: Funston RM, Mayer TL, editor. Applied Reproductive Strategies in Beef Cattle Proceedings; 2005 Oct 27-28; Reno, Nevada. Reno (USA): University of Nevada Cooperative Extension. p21-34.

Layek SS, Mohanty TK, Kumaresan A, Behera K, Chand S. 2013. Cervical mucus characteristics and periestrual hormone concentration in relation to ovulation time in Zebu (Sahiwal) cattle. Livest Sci. 152(2-3):273-281. Lemaster JW, Yelich JV, Kempfer JR, Fullenwider JK, Barnett CL, Fanning M,

with prostaglandin F2α. Anim Reprod Sci. 18(1):183-197.

Lopez H, Satter LD, Wiltbank MC, 2004. Relationship between level of milk production and estrous behavior of lactating dairy cows. Anim Reprod Sci. 81(3-4):209–223.

Lucy MC, McDougall S, Nation DP. 2004. The use of hormonal treatments to improve tehe reproductive performance of lactating dairy cows in feedlot or posture-based management systems. Anim Reprod Sci. 82-83:495-512. Macmillan KL. 2010. Recent advances in the synchronization of estrus and

ovulation in dairy cows. J Reprod Dev. 56(S):S42-S47.

Martins JPN, Policelli RK, Neuder LM, Raphael W, Pursley JR. 2011. Effects of

cloprostenol sodium at final prostaglandin Fof Ovsynch on complete

luteolysis and pregnancy per artificial insemination in lactating dairy cows.

J Dairy Sci. 94(6):2815–2824.

(31)

17 Narumiya S, Sugimoto Y, Ushikubi F. 1999. Prostanoid receptors: structures,

properties, and functions. Physiol Rev. 79(4):1193–1226.

Nascimento AB, Souza AH, Keskin A, Sartori R, Wiltbank MC. 2014. Lack of complete regression of the Day 5 corpus luteum after one or two doses of PGF in nonlactating Holstein cows. Theriogenology 81(3):389-395. Noakes DE, Parkinson TJ, England GCW. 2001. Arthur’s Veterinary

Reproduction and Obstetrics. 8th ed. London (UK): Elsevier limited. 868 hlm.

Patil SR, Pawshe CH. 2011. Vaginal electrical resistance during different phase of estrus cycle in cows and heifers. Indian J Anim Reprod. 32(2):58-60. Pfeifer LF, Leonardi CE , Castro NA, Viana JH, Siquer LG, Castilho EM, Singh

J, Krusser RH, Rubin MI. 2014. The Use of PGF2α as ovulatory stimulus

for timed artificial insemination in cattle. Theriogenology 81(5):689-695. Plata NI, Spitzer JC, Henricks DM, Thompson CE, Plyler BB, Newby TJ. 1989.

Endocrine, estrous and pregnancy response to varying dosages of luprostiol in beef cows. Theriogenology 31(4):801-812.

Putro PP, Kusmawati A. 2014. Dinamika folikel ovulasi setelah sinkronisasi estrus dengan prostaglandin F pada sapi perah. J Sains Vet. 32(1): 22-31. Quirk SM, Harman RM, Huber SC, Cowan RG. 2000. Responsiveness of mouse

corpora luteal cells to fas antigen (CD95)-mediated apoptosis. Biol Reprod. 63(1):49-56. following presynchronization and administering twice the luteolytic dose

of prostaglandin F2α as one or two injections in the 5-day timed artificial

insemination protocol. Theriogenology 78(2):273-284.

Rodtian P, King G, Subrod S, Pongpiachan P. 1996. Oestrous behaviour of Holstein cows during cooler and hotter tropical seasons. Anim Reprod Sci. 45(1-2):47-58.

Rueda, B.R., Hendry, I.R., Hendry, I.W., Stormshak, F., Slayden, O.D., and Davis, J.S. 2000. Decreased Progesterone Levels and Progesterone Receptor Antagonists Promote Apoptotic Cell Death in Bovine Luteal Cells. Biol Reprod. 62(2):269-276.

Salverson R, Perry G. 2007. Understanding estrus synchronization of cattle. South Dakota (USA): South Dakota State University. hlm 1-6.

Salysbury GW, vanDemark NL. 1985. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan pada Sapi. Djanuar R, penerjemah. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press.

Schilling E, Zust J. 1968. Diagnosis of oestrus and ovulation in cows by ph-measurements intra vaginam and by apparent viscosity of vaginal mucus. J Reprod Fertil. 15(2):307-311.

(32)

18 Rangka Swasembada Pangan Nasional dan Prosiding Seminar Nasional; 2010 Okt 6-7; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedoteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. hlm 135-138.

Setiadi MA, Setiawan KD, Yunitasari ED. 2014. Response and characteristics of estrous of etawa grade goats after different routes of prostaglandin application. Di dalam: Wiryawan KG, Liang JB, Devendra C, Takahashi J, Orskov ER, Astuti DA, Manalu W, Jayanegara A, Tjakradidjaja AS, Sri Suharti S, Irma Isnafia Arief II, Evvyernie D, editor. The role of dairy goat industry in food security, sustainable agriculture production, and economic communities and Procedings The 2nd Asian-Australasian Dairy Goats Conference; 2014 Apr 25-27; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Faculty of Animal Science, Bogor Agricultural University. hlm 135-138.

Stephen LA, Rajamahendran R. 1998. A comparison of two estrus synchronization methods in beef heifers. Can J Anim Sci. 78(3):437-438. Stevenson JS, Phatak AP. 2010. Rates of luteolysis and pregnancy in dairy cows

after treatment with cloprostenol or dinoprost. Theriogenology 73(8):1127-1138.

Stotzel C, Plontzke J, Heuwieser W, Roblitz S. 2012. Advances in modeling of the bovine estrous cycle: Synchronization with PGF2α. Theriogenology 78(7):1415-1428.21.

Supriatna I. 2013. Transfer Embrio pada Ternak Sapi. Bogor (ID): Seameo Biotrop. 142 hlm.

Torres XV, Morales PL, Arango JC. 2013. The effect of dose and type of cloprostenol on the luteolytic response of dairy cattle during the ovsynch protocol under different oestrous cycle and physiological characteristics. Reprod Domest Anim. 48(5):874-880.

Tsiligianni T, Karagiannidis A, Brikas P, Saratsis P. 2000. Physical properties of bovine cervical mucus during normal and induced (Progesterone and/or PGF2a) estrus. Theriogenology 55(2):629-640.

Uslenghi G, Vater A, Aguilar SR, Cabodevila J, Callejas S. 2016. Effect of estradiol cypionate and GnRH treatment on plasma estradiol-17β concentrations, synchronization of ovulation and on pregnancy rates in suckled beef cows treated with FTAI-based protocols. Reprod Domest Anim. x(x):1-7.

Verma KK, Prasad S, Kumaresan A, Mohanty TK, Layek SS, Patbandha TK, Chand S. 2014. Characterization of physico-chemical properties of cervical mucus in relation to parity and conception rate in Murrah

buffaloes. Vet World. 7(7):467-471.

(33)

19 Whitley NC, Jackson DJ. 2004. An update on estrus synchronization in goats: A

minor species. J Anim Sci. 82(E. Suppl):E270-E276.

Yadav VK, Lakshmi G, Medhamurthy R. 2005. Prostaglandin F2α-mediated activation of apoptotic signaling cascades in the corpus luteum during apoptosis. J Biol Chem. 280(11):10357-10367.

Yapura MJ, Mapletoft RJ, Pierson RA, Singh J, Adams GP. 2016. Synchronization of ovulation in cattle with an aromatase inhibitor-based protocol. Theriogenology x(x):1-24.

Yoshida C, Yusuf M, Nakao T. 2009. Duration of estrus induced after GnRH-PGF2α protocol in dairy heifer. J Anim Sci. 80(6):649-654.

(34)

20

(35)
(36)

Lampiran 2 Data pengamatan kelompok injeksi tunggal

Tabel 2 Lendir, kebengkakakn vulva, dan warna merah vulva sapi pada kelompok injeksi tunggal

No

Lendir Kebengkakan vulva Warna merah vulva

H0 H1 H2 H3 H4 H5 H0 H1 H2 H3 H4 H5 H0 H1 H2 H3 H4 H5 Keterangan: +++ : baik (banyak/bengkak/merah/hangat/tegang/gelisah), ++ : sedang, + : rendah, - : tidak ada, dan H : hari.

Tabel 3 Suhu vulva, ketegangan uterus, dan tingkah laku sapi pada kelompok injeksi tunggal No

Suhu vulva Ketegangan uterus Tingkah laku

H0 H1 H2 H3 H4 H5 H0 H1 H2 H3 H4 H5 H0 H1 H2 H3 H4 H5 Keterangan: +++ : baik (banyak/bengkak/merah/hangat/tegang/gelisah), ++ : sedang, + : rendah, - : tidak ada, dan H: hari.

(37)

23 Tabel 4 Pengamatan impedansi lendir estrus sapi pada kelompok injeksi tunggal

No. No. sapi

Impendasi lendir estrus

H0 H1 H2 H3 H4 H5

1 292 290 230 220 190 220 220

2 105 280 220 210 210 280 280

3 1549 220 190 160 200 220 240

4 0956 290 240 280 280 280 280

5 371 300 240 300 260 260 260

6 1769 260 210 200 190 210 300

7 0941 260 210 180 200 220 260

8 11 300 210 200 180 210 230

9 20A 240 230 200 200 210 240

10 1770 280 230 220 220 200 280

Tabel 5 Pengukuran impedansi lendir saat sebelum estrus, estrus, dan setelah estrus sapi pada kelompok injeksi tunggal

No. sapi Pengukuran

Sebelum estrus estrus Setelah estrus

292 220 190 220

1549 220 180 220

1769 210 195 210

0941 210 190 220

11 210 190 210

20A 230 200 210

(38)

24

Tabel 6 Onset dan durasi estrus sapi pada kelompok injeksi tunggal

No. sapi

Waktu injeksi PGF2α terakhir

Waktu estrus mulai

(39)

25 Lampiran 3 Data pengamatan kelompok injeksi ganda

Tabel 7 Lendir, kebengkakakn vulva, dan warna merah vulva sapi kelompok injeksi ganda

No

Lendir Kebengkakan vulva Warna merah vulva

H0 H1 H2 H3 H4 H5 H0 H1 H2 H3 H4 H5 H0 H1 H2 H3 H4 H5

Keterangan: +++ : baik (banyak/bengkak/merah/hangat/tegang/gelisah), ++ : sedang, + : rendah, - : tidak ada, dan H : hari. Tabel 8 Suhu vulva, ketegangan uterus, dan tingkah laku sapi kelompok injeksi ganda

No

Suhu vulva Ketegangan uterus Tingkah laku

H0 H1 H2 H3 H4 H5 H0 H1 H2 H3 H4 H5 H0 H1 H2 H3 H4 H5

(40)

26

Tabel 9 Pengamatan impedansi lendir estrus sapi pada kelompok injeksi ganda No. No. sapi

Impendasi lendir estrus

H0 H1 H2 H3 H4 H5

1 291 250 240 230 190 240 260

2 300 280 230 230 190 260 280

3 293 230 280 210 180 220 180

4 285 220 170 190 250 280 250

5 284 270 220 190 220 260 250

6 296 230 180 220 180 210 230

7 297 250 210 190 220 220 250

8 298 220 190 190 180 210 270

9 286 240 240 200 180 210 220

10 1719 270 260 240 280 200 270

Tabel 10 Pengukuran impedansi lendir saat sebelum estrus, estrus, dan setelah estrus sapi pada kelompok injeksi ganda

No. sapi Pengukuran

Sebelum estrus estrus Setelah estrus

291 230 190 240

300 230 190 260

293 210 180 210

285 220 190 250

284 220 190 220

296 220 185 230

297 210 190 220

298 220 185 270

(41)

27 Tabel 11 Onset dan durasi estrus sapi pada kelompok injeksi ganda

No. sapi

Waktu injeksi PGF2α terakhir

Waktu estrus mulai

(42)

Gambar

Gambar 5 Mekanisme regresi CL dengan cara apoptosis oleh PGF2α
Gambar 9 Pola dan rataan pengukuran resistansi lendir estrus sapi FH kelompok
Tabel 3 Suhu vulva, ketegangan uterus, dan tingkah laku sapi pada kelompok injeksi tunggal
Tabel 5 Pengukuran impedansi lendir saat sebelum estrus, estrus, dan setelah estrus sapi pada kelompok injeksi tunggal
+5

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan maka penulis merumuskan masalah yaitu: “Apakah penerapan model pembelajaran interaktif dapat meningkatkan hasil belajar

Pada gambar 4 pola sebaran kebisingan pada hari pasar yaitu sabtu dan minggu, memiliki nilai tingkat kebisingan yang tinggi berada pada titik 2 karena posisi titik

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa adanya pengaruh tingkat pendidikan, jaminan sosial dan pelatihan terhadap produktivitas karyawan di swalayan mitra

Extranet adalah jaringan pribadi yang menggunakan protokol internet, konektifitas jaringan, dan memungkinkan sistem telekomunikasi publik untuk membagi informasi

Pada kasus perangkingan limapuluh perusahaan terbesar di Indonesia, proses diskrimasi dalam kumpulan DMU efisien yang terjadi pada ranking pertama dan terakhir saja.

Menurut Supriana (1983) cit, Masculen (2013) mortalitas yang terjadi pada kontrol bisa disebabkan rayap yang tidak mampu bertahan hidup karena perubahan lingkungan dari

Fokus utama penelitian yang menjadi penelitian ini adalah : ”Apakah penggunaan metode pembelajaran tutor sebaya dapat meningkatkan motivasi belajar dalam materi

Oleh karena itu, diperlukan penjelasan tentang alokasi waktu kerja dan peran istri nelayan dengan harapan kegiatan di dalam rumahtangga dan kegiatan sosial