• Tidak ada hasil yang ditemukan

Klasifikasi Kemunculan Titik Panas Pada Lahan Gambut Di Sumatera Dan Kalimantan Menggunakan Algoritme Naive Bayes

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Klasifikasi Kemunculan Titik Panas Pada Lahan Gambut Di Sumatera Dan Kalimantan Menggunakan Algoritme Naive Bayes"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

KLASIFIKASI KEMUNCULAN TITIK PANAS PADA LAHAN

GAMBUT DI SUMATERA DAN KALIMANTAN

MENGGUNAKAN ALGORITME NAIVE BAYES

YEVILINA AULIA RIZKA

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Klasifikasi Kemunculan Titik Panas pada Lahan Gambut di Sumatera dan Kalimantan Menggunakan Algoritme Naive Bayes adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2016

Yevilina Aulia Rizka

(4)

ABSTRAK

YEVILINA AULIA RIZKA. Klasifikasi Kemunculan Titik Panas pada Lahan Gambut di Sumatera dan Kalimantan Menggunakan Algoritme Naive Bayes. Dibimbing oleh IMAS SUKAESIH SITANGGANG.

Dampak kebakaran hutan di lahan gambut lebih berbahaya dibandingkan pada lahan kering, karena selain terbakarnya vegetasi di permukaan, lapisan serasah dan meterial gambut ikut terbakar sehingga menghasilkan karbon (CO2) ke atmosfer. Hal ini akan berdampak buruk pada kesehatan manusia, peningkatan gas emisi rumah kaca, dan kegiatan perekonomian masyarakat. Salah satu indikator terjadinya kebakaran hutan adalah titik panas. Penelitian ini menggunakan salah satu teknik data miningyaitu klasifikasi untuk memodelkan kemunculan titik panas pada lahan gambut di Sumatera dan Kalimantan. Permodelan klasifikasi ini dilakukan pada dataset titik panas periode 2001 sampai 2015 dan data lahan gambut menggunakan algoritme Naive Bayes. Karakteristik lahan gambut yang akan dianalisis terdiri dari lahan gambut, kedalaman gambut, dan tutupan lahan. Akurasi tertinggi dari model klasifikasi kemunculan titik panas pada lahan gambut pada

dataset tahun 2006 untuk Kalimantan dan dataset tahun 2014 untuk Sumatera adalah sebesar 100%. Model klasifikasi dapat digunakan untuk memprediksi kemunculan titik panas di masa yang akan datang sehingga dapat membantu dalam mencegah kebakaran hutan dan lahan.

Kata kunci: kebakaran hutan, klasifikasi, naive bayes, titik panas

ABSTRACT

YEVILINA AULIA RIZKA. Classification of Hotspots Occurence on Peatland in Sumatera and Kalimantan Using Naive Bayes Algorithm. Supervised by IMAS SUKAESIH SITANGGANG.

The impact of forest fires in peatland is more dangerous than in dryland, because in addition to the burning of vegetation on the surface, layers of peat materials are also burned releasing carbon dioxide (CO2) into the atmosphere. This situation has negative impacts on human health and economic activities, and increases greenhouse gas emissions. One indicator of forest fires occurrence is the hotspot. This research applied a data mining technique to classify hotspots occurrences on peatlands in Sumatra and Kalimantan. Classification models on hotspots datasets in the period 2001 to 2015 were determined using the Naive Bayes algorithm. Peatland characteristics to be analyzed consist of peatland type, peatland depth, and land cover. The highest accuracy of classification model to predict the hotspot on peatland is 100% that was obtained on the 2006 dataset for Kalimantan and on the 2014 dataset for Sumatera. The classification model can be used to predict possibility of hotspots occurrences in the future so that the forest and peatland fires can be prevented.

.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer

pada

Departemen Ilmu Komputer

KLASIFIKASI KEMUNCULAN TITIK PANAS PADA LAHAN

GAMBUT DI SUMATERA DAN KALIMANTAN

MENGGUNAKAN ALGORITME NAIVE BAYES

YEVILINA AULIA RIZKA

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Penguji :

1 Aziz Kustiyo, SSi, MKom

(7)

Judul Skripsi : Klasifikasi Kemunculan Titik Panas pada Lahan Gambut di Sumatera dan Kalimantan Menggunakan Algoritme Naive Bayes Nama : Yevilina Aulia Rizka

NIM : G64134006

Disetujui oleh

Dr Imas Sukaesih Sitanggang, SSi, MKom Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Buono, MSi, MKom Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhana wa ta'ala.Shalawat serta salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita yang selau berusaha menggapai ridha Allah.

Alhamdulillah atas bimbingan dan petunjuk dari Allah Subhana wa ta'ala serta bimbingan dari semua pihak, penyusunan tugas akhir yang berjudul “Klasifikasi Kemunculan Titik Panas pada Lahan Gambut di Sumatera dan Kalimantan Menggunakan Algoritme Naïve Bayes” dapat diselesaikan. Tugas akhir ini tidak mungkin dapat diselesaikan tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

 Papa, Mama, dan keluarga yang selalu mendoakan, memberi nasihat, kasih sayang, semangat, dan dukungan sehingga penelitian ini bisa diselesaikan.

 Ibu Dr Imas Sukaesih Sitanggang, SSi, MKom selaku pembimbing yang telah memberi saran, masukan, dan ide-ide dalam penelitian ini.

 Bapak Aziz Kustiyo, SSi, MKom dan Bapak Muhammad Asyhar Agmalaro, SSi, MKom sebagai penguji.

 Pihak Wetlands yang telah memberikan data lahan gambut untuk wilayah Sumatera dan Kalimantan.

 Teman seperjuangan Resa, Fitri, dan Dhita yang telah memberikan semangat dan masukan.

 Departemen Ilmu Komputer IPB, staf, dan dosen yang telah banyak membantu selama masa perkuliahan hingga penelitian.

Semoga penelitian ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2016

(9)

DAFTAR ISI

Pembuatan Model Klasifikasi Menggunakan Algoritme Naive Bayes 6

Perhitungan Akurasi Model 8

Penerapan pada Model Data Baru 8

Lingkungan Pengembangan 8

Pembuatan Model Klasifikasi Menggunakan Algoritme Naive Bayes 14

Perhitungan Akurasi 15

Penerapan Model pada Data Baru 17

SIMPULAN DAN SARAN 18

Simpulan 18

Saran 19

(10)
(11)

DAFTAR TABEL

1 Atribut dari titik panas 4

2 Luas lahan gambut di Pulau Kalimantan 5

3 Luas lahan gambut di Pulau Sumatera 5

4 Contoh record dalam dataset 2 12

5 Jumlah missing value pada dataset Pulau Kalimantan dan

Sumatera 13

6 Akurasi model pada dataset Sumatera 16

7 Akurasi model pada dataset Kalimantan 16

8 Akurasi dan Kappa untuk model klasifikasi pada dataset Sumatera 16 9 Akurasi dan Kappa untuk model klasifikasi pada dataset

Kalimantan 17

10 Matriks confusion untuk model pada dataset Sumatera 18 11 Matriks confusion untuk model pada dataset Kalimantan 18

DAFTAR GAMBAR

1 Tahapan penelitian 3

2 Peta data lahan gambut di Sumatera 4

3 Peta data lahan gambut di Kalimantan 5

4 Struktur dari Bayes Network 7

5 Titik panas di Pulau Kalimantan 9

6 Jumlah titik panas di Sumatera dan Kalimantan tahun 2001-2014 10 7 Buffer untuk titik panas 10

8 Titik non titik panas 11

9 Titik panas dan non titik panan tahun 2010 12 10 Plot data titik panas Kalimantan sebelum dibersihkan 13 11 Pernyataan R untuk menghitung akurasi algoritme Naive Bayes 15

DAFTAR LAMPIRAN

1 Luas lahan gambut di Pulau Kalimantan berdasarkan kedalaman

gambut 21

2 Luas lahan gambut di Pulau Sumatera berdasarkan tutupan lahan

gambut 21

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki wilayah hutan terluas ketiga di dunia setelah Republik Demokrasi Kongo dan Brazil. Selain sebagai habitat flora dan fauna, hutan memiliki fungsi lain yaitu sebagai fungsi keseimbangan alam. Kebakaran hutan yang terjadi akhir-akhir ini menjadi masalah global yang yang perlu diperhatikan karena dampaknya tidak hanya dirasakan oleh penduduk Indonesia melainkan hingga penduduk negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Faktor penyebab terjadinya kebakaran hutan bisa beragam yang dibagi dalam dua kelompok utama, yaitu faktor alam dan campur tangan manusia. Salah satu faktor campur tangan manusia adalah pengeringan lahan gambut yang disengaja. Hal ini dapat memicu terjadinya kebakaran hutan di lahan gambut karena karakteristik lahan gambut yang salah satunya jika lapisan-lapisan organiknya menjadi kering maka akan mudah terbakar. Asap dari bara api kebakaran gambut menandung banyak partikel halus dari pecahan-pecahan bahan organik yang berbahaya bagi kesehatan (Levine 1998). Selain itu ada beberapa dampak dari polusi yang melewati perbatasan dalam segi kesehatan dan perekonomian akibat kebakaran hutan dan lahan (Dieterle dan Heil 1998).

Sumatera dan Kalimantan merupakan daerah kawasan persebaran ekosistem lahan gambut di Indonesia dengan luas 7.2 juta ha untuk Pulau Sumatera dan 5.7 juta ha untuk Pulau Kalimantan (Wibowo dan Suyatno 1998). Menurut LAPAN (2014), hotspot (titik panas) di wilayah Sumatera dan Kalimantan mengalami peningkatan tajam sejak akhir Januari 2014 dengan puncaknya terjadi pada Maret 2014. Berdasarkan data MODIS yang diterima oleh stasiun bumi Lapan di Parepare pada 1-28 September 2014, akumulasi titik panas tertinggi terdapat di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah, yang diikuti oleh Provinsi Sumatera Selatan, dan Kalimantan Barat (LAPAN 2014). Menurut Adinugroho et al. (2005), data titik panas dapat dijadikan sebagai salah satu indikator mengenai terjadinya kebakaran hutan dan lahan.

Salah satu cara untuk mencegah masalah kebakaran hutan ini yaitu dengan cara membuat suatu model. Permodelan ini dapat menerapkan salah satu teknik

data miningyaitu klasifikasi. Pada penelitian sebelumnya, Sitanggang et al. (2012) menggunakan Weka untuk klasifikasi titik panas dengan area studi Provinsi Riau dan menggunakan beberapa algoritme yang tersedia pada perangkat lunak untuk dibandingkan tingkat akurasinya. Terdapat 3 algoritme yang dibandingkan tingkat akurasinya yaitu algoritme J48, SimpleCart, dan Naive Bayes. Penelitian selanjutnya oleh Fernando dan Sitanggang (2014) mengklasifikasikan data spasial kemunculan titik panas di Provinsi Riau menggunakan algoritme ID3 dengan akurasi tertinggi yaitu 70.80%. Penelitian yang akan dilakukan ini menggunakan algoritme Naive Bayes untuk mengklasifikasikan kemunculan titik panas di lahan gambut Pulau Sumatera dan Kalimantan. Aplikasi yang digunakan untuk mengolah data dan membuat model klasifikasi adalah R.

(14)

2

classifier dapat bekerja lebih baik pada masalah yang kompleks. Pada penelitian sebelumnya, analisis pada klasifikasi Naive Bayes menunjukan bahwa ada beberapa alasan secara teoritis yang menunjukan bahwa klasifikasi Naive Bayes efektif (Witten dan Frank 2000). Keuntungan menggunakan klasifikasi Naive Bayes adalah penggunaan jumlah data training yang sedikit dapat mengestimasikan parameter yang dibutuhkan dalam klasifikasi. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan model yang akurat untuk memprediksi kemungkinan munculnya titik panas dimasa yang akan datang sehingga pihak yang berwenang dapat melakukan tindakan pencegahan terjadinya kebakaran hutan.

Perumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana membuat model klasifikasi menggunakan algoritme Naive Bayes untuk data kebakaran hutan dan lahan di Pulau Sumatera dan Kalimantan tahun 2001-2015.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1 Membangun model klasifikasi kemunculan titik panas di lahan gambut Sumatera dan Kalimantan dengan menggunakan algoritme Naive Bayes.

2 Menganalisis model klasifikasi untuk memprediksi kemunculan titik panas menggunakan algoritme Naive Bayes.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan model yang akurat untuk memprediksi kemungkinan munculnya titik panas di masa yang akan datang. Titik panas merupakan salah satu indikator terjadi kebakaran hutan dan lahan. Model prediksi tersebut dapat digunakan oleh pihak yang berwenang dalam mengidentifikasi terjadi kebakaran hutan dan lahan, khususnya di lahan gambut sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan terjadinya kebakaran hutan.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari penelitian ini adalah:

1 Penelitian ini mengimplementasikan model klasifikasi Naive Bayes dengan menggunakan aplikasi dan package yang terdapat pada R, yaitu caret, gmodels, e1071, dan klaR. Package caret, e1071, dan klaR merupakan package yang digunakan untuk membangun model klasifikasi menggunakan Naive Bayes, sedangkan package gmodels digunakan untuk menghitung matriks confusion. 2 Karakteristik lahan gambut yang dianalisis dalam penelitian ini adalah tipe lahan

gambut, kedalaman gambut, dan tutupan lahan.

METODE

(15)

3 pada model data baru. Gambar 1 menunjukkan diagram alir penelitian yang dilakukan.

Gambar 1 Tahapan penelitian Data Penelitian

(16)

4

Tabel 1 Atribut dari titik panas No Atribut Tipe

1 Latitude Numeric

2 Longitude Numeric

3 Acq_date Date

4 Acq_time Character varying (5) 5 Confidence Integer

Peta lahan gambut di Pulau Kalimantan dan Sumatera dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3. Peta tersebut menunjukan tipe lahan gambut yang terdapat di Sumatera dan Kalimantan. Lahan gambut memiliki beberapa tipe yaitu hemists, fibrists, saprists, dan mineral. Wilayah Kalimantan memiliki luas lahan gambut 5.7 juta ha dan untuk wilayah Sumatera 7.2 juta ha. Luas lahan gambut di Sumatera dan Kalimantan dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3, sedangkan luas lahan gambut berdasarkan kedalaman dan tutupan lahan dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2. Berikut sintaks SQL untuk mengetahui luas lahan gambut di Kalimantan:

SELECT soil AS type, sum(ST_Area(geom))/10000 AS surface FROM all _kalimantan_island_peatland GROUP BY soil

HAVING soil=’Hemists/Fibrists’;

Gambar 2 Peta data lahan gambut di Sumatera

Pada Gambar 2 terdapat keterangan Fibrists/Saprists (60/40), sedang. Maksud dari keterangan tersebut adalah Fibrists dan Saprists adalah tipe lahan gambut, 60/40 merepresentasikan kombinasi dari Fibrists sebesar 60% dan Saprists

(17)

5

Gambar 3 Peta data lahan gambut di Kalimantan Tabel 2 Luas lahan gambut di Pulau Kalimantan

No Tipe Gambut Luas (ha)

1 Hemists/Fibrists 4.070.888.40 2 Hemists/Fibrists/Mineral 388.442.91

3 Hemists/Mineral 922.584.24

4 Saprists/Hemists/Mineral 108.626.03 5 Saprists/Hemists/Mineral 132.833.31 6 Hemists/Saprists/Mineral 133.670.39 7 Hemists/Fibrists/Saprists 3.028.58

Tabel 3 Luas lahan gambut di Pulau Sumatera

No Tipe Gambut Luas (ha)

1 Hemists/Saprists (60/40)sedang 1.490.145.51

2 Saprists/min (50/50)dangkal 16.859.44

3 Saprists/Hemists (60/40)sedang 18.698.37

4 Saprists/min (30/70)sedang 9.911.09

5 Saprists/min (90/10)sedang 178.408.66

6 Hemists (100)dalam 2.200.51

7 Hemists/Saprists (60/40)dalam 639.263.33

8 Hemists (100)sedang 86.697.37

9 Saprists/min (50/50)dalam 7.748.18

10 Hemists/min(90/10)sangat dalam 30.179.83 11 Hemists/Saprists (60/40)sedang 211.082.30

12 Hemists/min (30/70)dangkal 308.112.73

(18)

6

No Tipe Gambut Luas (ha)

15 Saprists/Hemists (60/40)sedang 236.659.27

16 Hemists/min (90/10)dangkal 7.950.20

17 Hemists/Saprists (60/40)dangkal 49.355.05

18 Hemists/min (70/30)sedang 91.797.22

19 Saprists/min (30/70)dalam 12.671.89

20 Hemists/min (90/10)sedang 0.62

21 Hemists/min (50/50)dangkal 2.218.85

22 Saprists/min (50/50)sedang 118.152.45

23 Hemists/min (90/10)sedang 578.525.93

24 Fibrists/Saprists (60/40)sedang 10.721.83 25 Saprists/Hemists (60/40)sangat dalam 1181.264.69

26 Hemists/min (30/70)sedang 308.958.76

27 Saprists (100)sedang 87.885.62

28 Saprists (100)dalam 35.182.64

Praproses Data

Pada tahap praproses data, dilakukan tahapan seleksi data. Pemilihan data dalam proses seleksi menggunakan 3 atribut yaitu longtitude, latitude, dan acq_date. Latitude dan longitude digunakan untuk menentukan posisi titik panas berdasarkan koordinat garis lintang dan bujur. Acq_date digunakan untuk mengetahui frekuensi kemunculan titik panas berdasarkan tanggal. Dalam tahapan ini dilakukan operasi spasial pada data lahan gambut untuk mendapatkan data titik panas di lahan gambut.

Pembagian Data

Pada tahapan ini, data dibagi menjadi 2 yaitu data latih dan data uji. Data latih dan data uji menggunakan data titik panas tahun 2001-2014 dan data lahan gambut tahun 2002. Dalam penelitian, metode yang digunakan dalam proses pemisahan data latih dan data uji ini adalah metode K-fold cross validation dengan nilai K=10. Menurut Fu (1994) K-fold cross validation merupakan metode yang membagi himpunan contoh secara acak menjadi K himpunan bagian.

Pembuatan Model Klasifikasi Menggunakan Algoritme Naive Bayes

Tahapan ini menggunakan model klasifikasi Naive Bayes. Pembentukan model klasifikasi menggunakan package yang tersedia pada R. Package tersebut adalah caret, klaR, e071, dan gmodels.

(19)

7 memprediksi kelas berdasarkan probabilitas prior yang tertinggi. Gambar 1 menjelaskan bahwa Naive Bayes classifier memiliki struktur yang sederhana. Gambar 4 mengasumsikan bahwa setiap atribut (setiap daun pada jaringan) independen terhadap atribut lainnya (Friedman et al. 1997). Ilustrasi perhitungan menggunakan Naïve Bayes dapat dilihat pada Lampiran 3.

Gambar 4 Struktur dari Bayes Network

Algoritme klasifikasi Naive Bayes sebagai berikut (Han et al. 2012):

1 Asumsikan D adalah training set dengan label kelas yang terkait. Setiap tupel dalam training set diwakili oleh atribut vektor n-dimensi, X = (x1, x2, ..., xn), menggambarkan pengukuran yang dilakukan pada tupel dari n atribut, masing-masing A1, A2,…, An.

2 Misalkan terdapat kelas m, C1, C2,…, Cm. Jika diberikan tupel, X, classifier akan memprediksi bahwa X termasuk ke dalam kelas yang memilik probabilitas posterior yang tinggi. Oleh karena itu, Naïve Bayes classifier memprediksi bahwa tupel X termasuk ke dalam kelas Ci jika dan hanya jika

P(Ci | X) ≤ P(Cj | X) untuk 1 ≤ jm, ji (1) Kemudian, untuk memaksimalkan P(Ci | X), kelas C1 yang mana P(Cj | X) maksimal disebut dengan maximum posteriori hypothesis, dengan teorma Bayes,

P(Ci|X = P XP(|CXi)P() Ci) (2)

3 Jika P(X) bernilai konstan untuk semua kelas, hanya P(X | Ci)P(Ci) yang harus

dimaksimalkan. Kelas probabilitas prior tidak diketahui, maka diasumsikan kelasnya sama, yaitu, P(C1) = P(C2) = … = P(Cm) dan P(X | Ci) harus dimaksimalkan. Kelas probabilitas prior dapat diestimasikan dengan P(C1) = |Ci,

D| / | D |, dengan |Ci, D| merupakan training tuples dari kelas Ci di D.

(20)

8

kelas Ci. Classifier memprediksi kelas label dari tupel X merupakan kelas Ci jika dan hanya jika

P(X | Ci)P(Ci) > P(X | Cj)P(Cj) untuk 1 jm, ji (4) 6 Perhitungan akurasi menggunakan rumus sebagai berikut:

Akurasi = ∑data uji yang benar diklasifikasikan

∑data uji (5)

Perhitungan Akurasi Model

Akurasi diperoleh berdasarkan data pengujian terhadap model klasifikasi. Untuk menghitung akurasi digunakan rumus yang terdapat pada persamaan 5. Setelah nilai akurasi didapatkan dari tahun 2001-2014, maka dataset dengan nilai tertinggi pada masing-masing wilayah akan digunakan sebagai data latih dalam penerapan klasifikasi pada data baru.

Penerapan pada Model Data Baru

Pada tahapan ini dilakukan penggunaan model pada data baru, yaitu data titik panas tahun 2015. Pada tahap ini akan digunakan beberapa record data contoh untuk menunjukkan bagaimana penggunaan klasifikasi pada data baru yang belum memiliki label kelas.

Lingkungan Pengembangan

Perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ini adalah: • Sistem operasi Windows 8.1

• Bahasa pemrograman R-3.1.6 dengan package caret, klaR, e1071, dan gmodels • R Studio versi 0.98.1091

• Microsoft Excel 2007 untuk membaca data titik panas

• Quantum GIS 2.6.0 untuk melihat plot data titik panas dan analisis data spasial • PostgreSQL versi 9.1 sebagai sistem manajemen basis data (pengolahan kueri

(21)

9 Perangkat keras yang digunakan dalam penelitian ini adalah komputer personal dengan spesifikasi:

• Prosesor Intel Core i3 @1.8 GHz • RAM 2 GB

• Monitor LCD 14.0” HD • Harddisk 500 GB HDD

HASIL DAN PEMBAHASAN

Praproses Data

Dalam tahapan ini dilakukan beberapa proses dalam praproses data, yaitu: seleksi data, pembersihan data, dan konversi format.

Seleksi Data

Hal pertama yang dilakukan dalam dalam proses ini adalah melakukan

overlay data lahan gambut dengan titik panas menggunakan operasi spasial, yaitu ST_Within di PostgreSQL. Tujuan dilakukan overlay adalah untuk memproyeksikan data titik panas terhadap lahan gambut. Selain itu sistem referensi koordinat harus disesuaikan, untuk wilayah Kalimantan menggunakan UTM Zona 49S (WGS84 / UTM Zone 49S / EPSG:32649) sedangkan wilayah Sumatera WGS84 UTM Zone 47S. Selanjutnya memisahkan data titik panas pertahun. Data titik panas yang digunakan adalah data titik panas tahun 2001-2014.

Gambar 5 menunjukkan titik panas Sumatera dan Kalimantan tahun 2001 sampai dengan 2014, sedangkan Gambar 6 menunjukkan grafik jumlah atribut titik panas Sumatera dan Kalimantan tahun 2001-2014.

(22)

10

Gambar 6 Jumlah titik panas di Sumatera dan Kalimantan tahun 2001-2014 Langkah selanjutnya adalah pembangkitan titik non titik panas. Ada beberapa hal yang harus dilakukan dalam membangkitkan non titik panas yaitu melakukan beberapa operasi geoprocessing seperti buffer, dissolve, difference, dan random point. Pembuatan buffer menggunakan radius 0.01. Hasil buffer titik panas dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Buffer untuk titik panas

Setelah itu dilakukan operasi dissolve untuk menggabungkan fitur yang

(23)

11

Gambar 8 Titik non titik panas

Tahapan selanjutnya adalah membuat tabel target2010. Proses ini dilakukan menggunakan pernyataan SQL dalam PostgreSQL. Tujuan dibuatnya tabel target2010 untuk menyimpan data titik panas dan bukan titik panas. Berikut adalah kueri untuk menambahkan kelas T (True) dan F (False):

ALTER TABLE kal2_false_alarm 2010 ADD COLUMN class char

DEFAULT ’F’;

ALTER TABLE kal2_false_alarm_2010 DROP COLUMN id;

ALTER TABLE kal2_within_2010_rep ADD COLUMN class char

DEFAULT ’T’;

Tahapan selanjutnya adalah membuat tabel target dengan kueri sebagai berikut:

CREATE TABLE target2010 AS SELECT gid, geom, longitude, latitude, acq date, acq time, confidence, class FROM

hotspot_kalimantan_island_peatland WHERE confidence

>=70;

Data titik panas yang diambil pada tabel target adalah titik panas dengan nilai confidence≥ 70. Proses selanjutnya yaitu menggabungkan data dengan kelas F ke dalam tabel target.

INSERT INTO target2010 (gid, geom, class) SELECT gid, geom, class FROM false_alarm_2010_rep;

Rename gid pada target2010 menjdi gid0, lalu menambahkan gid autonumber. Hasil dari pembuatan layer target dapat dilihat pada Gambar 9.

(24)

12

Gambar 9 Titik panas dan non titik panan tahun 2010

Setelah tabel target2010 dibuat, tahapan selanjutnya adalah pembuatan

dataset 1 dan 2. Dataset 1 merupakan gabungan data dari data target2010 dan data lahan gambut Kalimantan, sedangkan dataset 2 merupakan dataset yang akan digunakan pada proses klasifikasi, contoh record dalam dataset 2 yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4. Berikut pernyataan SQL untuk membuat dataset 1 dan

dataset 2:

CREATE TABLE dataset1 AS SELECT t.gid, t.gid0, t.geom, t.confidence, t.class, g.DEPTH, g.SOIL FROM target2010

AS t, all_kalimantan_island_peatland AS g WHERE

ST_Within(t.geom,g.geom) ORDER BY gid;

CREATE TABLE dataset2 AS SELECT t.class, g.DEPTH, g.SOIL FROM target2010 AS t, all_kalimantan_island_peatland as g WHERE ST Within(t.geom,g.geom);

Tabel 4 Contoh record dalam dataset 2 Kelas Kedalaman gambut (cm) Tipe gambut

T 50-100 Hemists/Fibrists

T 100-200 Hemists/Fibrists

T 50-100 Hemists/Fibrists/Mineral

T 100-200 Hemists/Fibrists

T 100-200 Hemists/Fibrists

Pembersihan Data

(25)

13 Kalimantan dapat dilihat pada Gambar 10 dan setelah dibersihkan dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 10 Plot data titik panas Kalimantan sebelum dibersihkan

Proses pembersihan data juga dilakukan terhadap data yang tidak memiliki nilai atribut yang lengkap (missing value). Pada tahapan pembersihan ini data dengan atribut yang kosong akan dihapus, karena presentasenya berkisar 0-2%. Jumlah missing value pada wilayah Kalimantan dan Sumatera dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Jumlah missing value pada dataset Pulau Kalimantan dan Sumatera

Dataset Jumlah Missing Value Jumlah Data Presentase

Sumatera2001 2 3509 0.06%

Sumatera2002 35 20212 0.17%

Sumatera2003 8 10331 0.08%

Sumatera2004 15 16030 0.09%

Sumatera2005 18 30172 0.06%

Sumatera2006 33 29471 0.11%

Sumatera2007 5 5517 0.09%

Sumatera2008 8 7535 0.11%

Sumatera2009 21 15572 0.13%

Sumatera2010 2 4897 0.04%

Sumatera2011 10 13506 0.07%

Sumatera2012 13 14556 0.09%

Sumatera2013 21 18548 0.11%

(26)

14

Dataset Jumlah Missing Value Jumlah Data Presentase

Kalimantan2001 35 2880 1.22%

Kalimantan2002 332 23005 1.44%

Kalimantan2003 80 6578 1.22%

Kalimantan2004 153 13612 1.12%

Kalimantan2005 79 5736 1.36%

Kalimantan2006 460 30413 1.51%

Kalimantan2007 19 2074 0.92%

Kalimantan2008 21 1441 1.46%

Kalimantan2009 247 20803 1.19%

Kalimantan2010 5 570 0.88%

Kalimantan2011 111 7900 1.41%

Kalimantan2012 99 8493 1.17%

Kalimantan2013 51 3571 1.43%

Kalimantan2014 232 18457 1.26%

Konversi Format

Dalam proses ini dilakukan proses konversi format dari csv ke .shp untuk data titik panas dari FIRMS Modis NASA. Kemudian dilakukan konversi format dari dbf ke csv untuk dataset2 yang akan digunakan untuk klasifikasi.

Pembagian Data

Proses pembagian data latih dan data uji dilakukan di RStudio dengan menggunakan metode K-fold cross validation dengan nilai K=10. Proses pembagian data dilakukan secara otomatis dengan menggunakan salah satu metode yang terdapat pada package klaR yaitu cv. Package ini membagi data dengan menggunakan K-fold cross validation dengan nilai K yang dapat ditentukan oleh pengguna.

Pembuatan Model Klasifikasi Menggunakan Algoritme Naive Bayes

Dalam pembuatan model klasifikasi ini, menggunakan beberapa package

(27)

15

[8]>predict(model$finalModel,x)$class

Package yang digunakan untuk mengklasifikasikan titik panas adalah package klaR dan caret. Package caret dapat digunkan untuk mengklasifikasikan data menggunakan algoritme Naive Bayes, karena memiliki fitur yang baik sedangkan package klaR memiliki Naive Bayes classifier. Baris kelima dari program merupakan pernyataan untuk melatih model. Baris program ini akan memproses model Naive Bayes menggunakan 10-fold cross validation. X merupakan predictor dan y merupakan label, sedangkan ’nb’ menerangkan bahwa model yang digunakan adalah Naive Bayes. TrainController merupakan bagian bahwa proses pembagian data menggunakan 10-fold cross validation(’cv’). Sintaks model berfungsi untuk mencetak hasil model klasifikasi yang berisi nilai akurasi dan kappa, dapat dilihat pada Gambar 11. Selain itu juga terdapat sintaks predict

yang dapat menampilkan beberapa kelas yang dapat diprediksi berdasarkan peluang posterior.

Gambar 11 Pernyataan R untuk menghitung akurasi algoritme Naive Bayes Perhitungan Akurasi

Setelah mendapatkan model Naive Bayes, proses selanjutnya adalah melakukan perhitungan akurasi. Perhitungan akurasi dapat dilakukan dengan menggunakan matriks confusion, berdasarkan rumus (5). Akurasi dari model klasifikasi pada data uji adalah sebesar 100%. Berikut sintaks untuk membangun matriks confusion dalam R:

>table(predict(model$finalModel,x)$class,y)

Pada Tabel 6 dan 7 terlihat bahwa nilai akurasi tertinggi terdapat pada dataset

(28)

16

Tabel 6 Akurasi model pada dataset Sumatera

Dataset TP TN FP FN Akurasi (%)

Tabel 7 Akurasi model pada dataset Kalimantan

Dataset TP TN FP FN Akurasi (%)

Akurasi model dan kappa statistik digunakan untuk menentukan dataset

terbaik. Berdasarkan Tabel 8 dan Tabel 9 dapat disimpulkan bahwa model terbaik diperoleh dari dataset tahun 2006 untuk wilayah Kalimantan dan dataset tahun 2014 untuk wilayah Sumatera. Nilai akuasi model dan kappa statistik untuk wilayah Sumatera adalah 99.996% dan 99.993%. Sementara itu, untuk Kalimantan 99.994% dan 99.989%. Nilai akurasi ini menunjukkan hasil yang lebih baik dari penelitian sebelumnya (Sitanggang et al. 2012), yaitu 62.8667% untuk Naive Bayes.

Tabel 8 Akurasi dan Kappa untuk model klasifikasi pada dataset Sumatera

Dataset Akurasi (%) Kappa (%)

Sumatera2001 99.915 99.831

(29)

17

Dataset Akurasi (%) Kappa (%)

Sumatera2003 99.984 99.969

Sumatera2004 99.990 99.981

Sumatera2005 99.966 99.933

Sumatera2006 99.995 99.990

Sumatera2007 99.969 99.938

Sumatera2008 99.814 99.636

Sumatera2009 99.989 99.978

Sumatera2010 99.963 99.926

Sumatera2011 99.988 99.976

Sumatera2012 99.989 99.978

Sumatera2013 99.991 99.983

Sumatera2014 99.996 99.993

Tabel 9 Akurasi dan Kappa untuk model klasifikasi pada dataset Kalimantan

Dataset Akurasi (%) Kappa (%)

Kalimantan2001 99.944 99.888

Kalimantan2002 99.993 99.986

Kalimantan2003 99.955 99.910

Kalimantan2004 99.988 99.976

Kalimantan2005 99.972 99.945

Kalimantan2006 99.994 99.989

Kalimantan2007 99.918 99.838

Kalimantan2008 99.876 99.756

Kalimantan2009 99.972 99.945

Kalimantan2010 99.655 99.333

Kalimantan2011 99.979 99.958

Kalimantan2012 99.980 99.960

Kalimantan2013 99.955 99.910

Kalimantan2014 99.991 99.983

Penerapan Model pada Data Baru

Dalam tahapan ini akan dilakukan validasi model terhadap dataset dari tahun 2001-2014. Kemudian akan diterapkan model dengan akurasi tertinggi pada dataset

baru 2015. Model dengan akurasi tertinggi terdapat pada tahun 2006 untuk wilayah Kalimantan dan tahun 2014 untuk wilayah Kalimantan. Oleh karena itu data yang digunakan sebagai data latih merupakan dataset tahun 2006 untuk Sumatera dan

dataset 2014 untuk Kalimantan, data yang digunakan sebagai data uji adalah

dataset tahun 2015 untuk kedua wilayah. Berikut sintaks untuk menerapkan model pada data baru tahun 2015:

[1]>library(e1071)

(30)

18

[6]>data_classifier<-naiveBayes(data_train,cl<-data _train[1:29445,4])

[7]>data_prediction<-predict(data classifier,data test) [8]>library(gmodels)

[9]>CrossTable(data prediction,data_test$V4, prop.chisq

= FALSE,prop.t = FALSE, dnn = c(’predicted’,’actual’))

Package yang digunakan merupakan e1071 (baris 1). Package ini membangun model menggunakan fungsi naiveBayes yang terdapat pada baris keenam program. Pembagian data dilakukan secara manual. Untuk membangun matriks confusion diperlukan package tambahan yaitu gmodel. Akurasi model pada data titik panas baru untuk wilayah Sumatera adalah 99.02% dan Kalimantan adalah 100%.

Pada Tabel 10 dan 11 menunjukkan matriks confusion untuk model klasifikasi wilayah Sumatera dan Kalimantan. Untuk dataset Sumatera terdapat 1307 data bukan titik panas(F) yang diklasifikasikan sebagai data bukan titik panas (F) sedangkan terdapat 528 data titik panas(T) yang diklasifikasikan sebagai data titik panas(T) dan tedapat 18 data titik panas(T) yang diklasifikasikan sebagai data bukan titik panas(F). Sementara itu, untuk dataset Kalimantan terdapat 77 data bukan titik panas(F) yang diklasifikasikan sebagai data bukan titik panas(F) sedangkan terdapat 23 data titik panas(T) yang diklasifikasikan sebagai data titik panas(T) dan tidak ada data yang salah diklasifkasikan. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa kinerja Naive Bayes terhadap data titik panas dan lahan gambut di Sumatera dan Kalimantan sangat baik.

Tabel 10 Matriks confusion untuk model pada dataset Sumatera

predictive/actual F (bukan titik panas) T (titik panas)

F (bukan titik panas) 1307 0

T (titik panas) 18 528

Tabel 11 Matriks confusion untuk model pada dataset Kalimantan

predictive/actual F (bukan titik panas) T (titik panas)

F (bukan titik panas) 77 0

T (titik panas) 0 23

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Penelitian berhasil mengklasifikasikan kemunculan titik panas di lahan gambut di Sumatera dan Kalimantanmenggunakan algoritme Naive Bayes. Dataset

yang digunakan untuk klasifikasi terdiri dari tutupan lahan, tipe lahan gambut, kedalaman gambut, dan kelas. Dataset yang menghasilkan model klasifikasi dengan nilai akurasi tertinggi untuk wilayah Kalimantan dan Sumatera adalah

(31)

19

dataset baru tahun 2015 dengan akurasi 100% untuk Kalimantan dan 99.02% untuk Sumatera. Dengan demikian model klasifikasi menggunakan algoritme Naive Bayes dapat digunakan untuk memprediksi kemunculan titik panas di lahan gambut.

Saran

Saran yang dapat dilakukan untuk penelitian selanjutnya adalah membangun suatu aplikasi berbasis web untuk menampilkan hasil klasifikasi titik panas menggunakan algoritme Naive Bayes.

DAFTAR PUSTAKA

Adinugroho WC, Suryadiputra INN, Saharjo BH, Siboro L. 2005. Panduan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut. Proyek Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia. Bogor(ID):Wetlands International-Indonesian Programme and Wildlife Habitat Canada.

Dieterle G, Heil A. 1998. Impacts of Large Scale Forest and Land Fires in Indonesia 1997 on Regional Air Pollution. Di dalam: Chokkalingam U, Suyanto, Wibowo P, editor. Kebakaran di Lahan Rawa/Gambut di Sumatera : Masalah dan Solusi; 2003 Desember 10-11; Palembang, Indonesia. Bogor(ID): Center For International Forestry Research.

Fernando V, Sitanggang IS. 2014. Klasifikasi Data Spasial untuk Kemunculan

Hotspot di Provinsi Riau Menggunakan Algoritme ID3. Integrasi Sains MIPA untuk Mengatasi Masalah Pangan, Energi, Kesehatan, Reklamasi, dan Lingkungan; 09-11 Mei 2014; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): SEMIRATA. hlm 428-436. ISBN: 978-602-70491-0-9.

Friedman, N., Geiger, D., Goldszmidt, M.,1997. Bayesian network classifiers. Kluwer Academic Publishers, Boston, pp. 1-37.

Han J, Kamber M, Pei J. 2012. Data Mining: Concepts and Techniques 3rd ed.

Massachusetts (US): Morgan Kaufmann Publishers.

[LAPAN]. Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional. 2014. KEKERINGAN TAHUN 2014: NORMAL ATAUKAH EKSTRIM [Internet]. [diunduh 2015 04

23]. Tersedia pada:

http://lapan.go.id/index.php/subblog/read/2014/838/KEKERINGANTAHUN-2014-NORMAL-ATAUKAH-EKSTRIM/932.

Levine. 1998. Gaseous and particulate emissions released to the atmosphere during forest fires: a case study of Kalimantan and Sumatra, Indonesia in 1997. Di dalam: Chokkalingam U, Suyanto, Wibowo P, editor. Kebakaran di Lahan Rawa/Gambut di Sumatera : Masalah dan Solusi; 2003 Desember 10-11; Palembang, Indonesia. Bogor(ID): Center For International Forestry Research. Sitanggang IS, Yaakob R, Mustapha N, Ainuddin AN. 2012. Application of

classification algorithms in data mining for hotspots occurance prediction in Riau province Indonesia. JATIT. 43(2): 214-221. ISSN: 1992-8645.

(32)

20

Wetlands Internationa Indonesia Programme (WI-IP). Witten H, Frank E. 2000.

(33)

21 Lampiran 1 Luas lahan gambut di Pulau Kalimantan berdasarkan kedalaman

gambut

Lampiran 2 Luas lahan gambut di Pulau Sumatera berdasarkan tutupan lahan gambut

No Tutupan Lahan Gambut Luas (ha)

1 Hutan rawa 3.489.404.14

2 Belukar rawa 718.566.35

3 Kelapa sawit pada bekas hutan rawa < 5 th 250.036.40 4 Kelapa sawit pada bekas hutan rawa > 5 th 407.214.51 5 Kelapa pada bekas hutan rawa > 5 th 761.830.36 6 Sawah intensif (padi-palawija/bera), jeruk 307.587.60

7 Belukar pada bekas sawah 1.179.60

8 Semak, rumput pada bekas sawah 19.982.90 9 Lahan terbuka/persiapan perkebunan 29.410.10

10 Sawah dan kelapa 332.407.67

11 Lahan hutan konsesi penebangan 137.988.98 12 Sawah tadah hujan (padi, palawija/bera) 130.134.57 13 Kelapa pada bekas hutan rawa > 5 373.37 14 Semak dan rumput rawa bekas kebakaran 235.355.99

15 Kebun karet 83.640.16

16 Kelapa pada bekas hutan rawa > 5 th 761.830.36 17 Sawah tadah hujan (padi, palawija, bera) 1.105.865.13 18 Kelapa sawit pada bekas hutan rawa > 5 th 407.214.51 19 Semak rumput pada bekas sawah 5.009.43 20 Lahan penanaman tanaman industry 43.891.88 21 Kelapa sawit bekas hutan rawa 1.032.31

22 Sawah intensif (padi-padi) 18.094.84

23 Kebun campuran 10.721.04

24 Tambak 9.447.26

25 Sawah pasang surut 15.202.54

(34)

22

Lampiran 3 Cara perhitungan Naive Bayes

Ide utama dari rumus Bayes yang dapat dilihat pada persamaan (2), yaitu suatu hipotesis atau kejadian (Ci) dapat diprediksi berdasarkan beberapa bukti (X) yang dapat diobservasi. Dari rumus Bayes dapat disimpulkan:

1. Peluang prior dari Ci atau P(Ci) : merupakan dari suatu kejadian sebelum bukti diobservasi.

2. Peluang posterior dari Ci atau P(Ci | X) : merupakan peluang dari suatu kejadian setelah bukti diobservasi.

Tabel 3.1 Dataset

Tipe Gambut Kedalaman Gambut (cm) Kelas

Hemists/Saprists/Mineral 50-100 T

Hemists/Saprists/Mineral 50-100 T

Hemists/Fibrists/Saprists 100-200 T

Saprists/Mineral 50-100 T

Hemists/Fibrists 200-400 F

Hemists/Mineral 50-100 F

Hemists/Fibrists 100-200 F

Hemists/Fibrists/Mineral 50-100 F

Saprists/Hemists/Mineral 200-400 F

Hemists/Fibrists 800-1200 F

No Tipe gambut Kedalaman gambut Kelas

Ket T F Ket T F T F

6 Hemists/Fibrists/Mineral 0 1 7 Saprists/Hemists/Mineral 0 1

1 Hemists/Saprists/Mineral 2/4 0/6 50-100 3/4 2/6 4/10 6/10

Tabel diatas menunjukkan frekuensi dari masing-masing kejadian. Seperti contohnya, terdapat 2 contoh dari dataset pada Tabel 3.1 (tipe gambut = Hemists/Saprists/Mineral | kelas = T). Setelah menghitung semua frekuensi, tahapan berikutnya adalah membangun model Naive Bayes pada Tabel 13 dengan menghitung P(X|Ci) dan P(Ci), sebagi berikut:

(35)

23 Lanjutan

P(kelas = T) = 4/10

Setelah membangun model Naive Bayes, model tersebut dapat digunakan untuk memprediksi berbagai kejadian, seperti “T” berdasarkan fakta-fakta yang ada. Jika dilakukan observasi terhadap (tipe gambut = Hemists/Saprists/Mineral) dan (kedalaman gambut = 800-1200), maka peluang posterior dapat diestimasikan:

P[T|X] = P[tipe gambut = Hemists/Saprists/Mineral|T] × P[kedalaman gambut = 800-1200|T] × P[T]

=18/28 × 1/4 × 2/5

Peluang untuk T = 18/28 × 1/4 × 4/10 = 0.0642 Peluang untuk F = 1/7 × 5/12 × 6/10 = 0.0357

Pada model Naive Bayes terdapat nilai peluang 0. Untuk menangani kasus ini dapat digunakan salah satu teknik smoothing yaitu Laplace estimation. Berikut implementasi Laplace estimation untuk atribut “Hemists/Saprists/Mineral” ketika kelas = F dan kelas = T:

P(tipe gambut=Hemists/Saprists/Mineral|kelas=F) =0 + μp1 6 + μ P(tipe gambut=Hemists/Fibrists/Saprists|kelas=F) =0 + μp2

6 + μ P(tipe gambut=Saprists/Mineral|kelas=F) =0 + μp3

6 + μ P(tipe gambut=Hemists/Fibrists|kelas=F) =3 + μp4

6 + μ P(tipe gambut=Hemists/Mineral|kelas=F) =1 + μp5

6 + μ P(tipe gambut=Hemists/Fibrists/Mineral|kelas=F) =1 + μp6

6 + μ P(tipe gambut=Saprists/Hemists/Mineral|kelas=F) =1 + μp7

6 + μ P(kedalaman gambut=800-1200|kelas=F) =1 + μ/4

6 + μ = P(kedalaman gambut=800-1200|kelas=T) =0 + μ/4

4 + μ =

(36)

24

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Gambar 1 Tahapan penelitian
Gambar 2 Peta data lahan gambut di Sumatera
Gambar 3 Peta data lahan gambut di Kalimantan
Gambar 4 Struktur dari Bayes Network
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengujian ini konsisten dengan penelitian Salno dan Baridwan (2000) yang menyatakan bahwa net profit margin perusahaan tidak berpengaruh secara

Sampel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sebagian khalayak atau masyarakat, yaitu sebagian pengunjung Bintaro Plaza dan Grand Indonesia, sesuai target usia konsumen

Sedangkan peran warung kopi (Kedai Oyess) sebagai sarana komunikasi sosial masyarakat kampus IAIN Syekh Nurjati Cirebon, warung kopi (Kedai Oyess) adalah menjadi

Berdasarkan pengamatan Saudara, sampai dengan batas waktu pemasukan, apakah ada Dokumen Penawaran yang terlambat dimasukkan tetapi dokumen tersebut dibuka oleh

Sehubungan dengan masalah yang dikemukakan sebelumnya, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis bentuk pemarkah kohesi leksikal dan

Misalnya penambahan objek lain seperti rumah, teks, atau apa saja yang dikira mendukung untuk tercapainya sebuah visual dapat dipasang pada objek tiga dimensi yang telah tercipta

Ungkapan ini kemungkinan tidak semata-mata menyatakan agama yang dianut raja Jayasakti, bahkan lebih cenderung dilandasi oleh suatu pandangan tentang adanya keserupaan

Hasil pengujian dengan SPSS diperoleh untuk variabel Citra Merek diperoleh nilai koefisien regresi memiliki arah positif dan nilai t hitung = 3,160 dengan