• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MULTIMEDIA INTERAKTIF DALAM UPAYA MEMINIMALISASI MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI POKOK LARUTAN PENYANGGA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MULTIMEDIA INTERAKTIF DALAM UPAYA MEMINIMALISASI MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI POKOK LARUTAN PENYANGGA"

Copied!
325
0
0

Teks penuh

(1)

i

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MULTIMEDIA

INTERAKTIF DALAM UPAYA MEMINIMALISASI

MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI POKOK

LARUTAN PENYANGGA

skripsi

disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Kimia

oleh Fitria 4301409018

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(2)

ii

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa skripsi ini bebas plagiat, dan apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam skripsi ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Semarang, 16 Juli 2013

Fitria

(3)

iii

PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul

Efektivitas Penggunaan Multimedia Interaktif dalam Upaya Meminimalisasi Miskonsepsi Siswa pada Materi Pokok Larutan Penyangga

disusun oleh Fitria

4301409018

telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi FMIPA UNNES pada tanggal 16 Juli 2013.

Panitia:

Ketua Sekretaris

Prof. Dr. Wiyanto, M.Si Dra. Woro Sumarni, M.Si

196310121988031001 196507231993032001

Ketua Penguji

Agung Tri Prasetya, S.Si, M.Si 196904041994021001

Anggota Penguji/ Anggota Penguji/

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Drs. Sigit Priatmoko, M.Si Drs. Kasmui, M.Si

(4)

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

“Sesungguhnya Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kemampuannya”

(QS : 2 :286)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan untuk:

1. Ayah (Kadiman) dan Ibu (Samsiati)

2. Kakek (Daryoko) dan Nenek (Kasinem)

3. Kedua adikku (Siti Mursida dan Cahya Qurota a’yun)

4. Dwi Septiani, Windi Andriyani, Nur Hidayah dan Brilliana Agnesia

(5)

v

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat-Nya, sehingga tersusunlah skripsi yang berjudul “Efektivitas Penggunaan Multimedia Interaktif dalam Upaya Meminimalisasi Miskonsepsi Siswa pada Materi Pokok Larutan Penyangga”.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kemudahan dalam administrasi penelitian maupun pelaporan hasil penelitian.

2. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan ijin dan kemudahan melakukan penelitian.

3. Ketua Jurusan Kimia Universitas Negeri Semarang yang memberikan bantuan administrasi teknis dan nonteknis dalam penelitian dan pelaporan hasil penelitian.

4. Drs. Sigit Priatmoko, M.Si, sebagai dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan saran bagi penulis selama penyusunan skripsi.

5. Drs. Kasmui, M.Si, sebagai dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan saran bagi penulis selama penyusunan skripsi. 6. Agung Tri Prasetya, S.Si, M.Si, sebagai dosen penguji yang telah

memberikan arahan dan saran.

7. Dra. Endang Sunarsih, M.Pd, selaku kepala SMA Negeri 1 Jatisrono dan guru kimia kelas XI IPA SMA Negeri 1 Jatisrono yang telah memberikan ijin penelitian dan membantu terlaksananya penelitian ini.

(6)

vi

9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah membantu baik material maupun spiritual.

Akhirnya penulis berharap semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi pembaca khususnya dan perkembangan pendidikan pada umumnya.

Semarang, 16 Juli 2013us 2011

(7)

vii

ABSTRAK

Fitria. 2011. Efektivitas Penggunaan Multimedia Interaktif dalam Upaya Meminimalisasi Miskonsepsi Siswa pada Materi Pokok Larutan Penyangga. Skripsi, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Utama Drs. Sigit Priatmoko, M.Si dan Pembimbing Pendamping Drs. Kasmui, M.Si.

Kimia merupakan bidang kajian yang melibatkan tiga level representasi yaitu level makroskopis, level mikroskopis dan level simbolik sehingga banyak menimbulkan miskonsepsi. Oleh karena itu, dibutuhkan media pembelajaran yang dapat digunakan untuk menyampaikan ketiga level representasi tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penggunaan multimedia interaktif dalam upaya meminimalisasi miskonsepsi siswa pada materi pokok larutan penyangga. Populasi penelitian ini yaitu seluruh kelas XI IPA SMA Negeri 1 Jatisrono tahun ajaran 2012/2013. Teknik sampling yang digunakan yaitu cluster random sampling, diperoleh sampel penelitian yaitu kelas XI IPA 1 sebagai kelas eksperimen diberi pembelajaran dengan bantuan multimedia interaktif dan kelas XI IPA 2 sebagai kelas kontrol diberi pembelajaran tanpa multimedia interaktif. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah true experimental design yang berbentuk pretest-posttest control group design. Data penguasaan konsep siswa diperoleh dari hasil tes diagnostik miskonsepsi. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata persentase miskonsepsi siswa kelas eksperimen 28,03% dan kelas kontrol 42,88%. Nilai gain ternormalisasi kelas eksperimen 0,64 dan kelas kontrol 0,5 yang berarti peningkatan hasil belajar kognitif siswa kelas eksperimen lebih besar daripada kelas kontrol. Skor jawaban siswa yang tergolong miskonsepsi pada kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal dan mempunyai varians yang sama, sedangkan pada uji t satu pihak kiri thitung (-4,89) ≤ - t(0,95)(64) (- 1,67) yang berarti rata-rata jawaban yang tergolong miskonsepsi kelas eksperimen lebih rendah daripada kelas kontrol. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan multimedia interaktif efektif untuk meminimalkan miskonsepsi siswa pada materi pokok larutan penyangga.

(8)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA ... v

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB 1. PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan ... 4

1.4 Manfaat ... 4

1.5 Pembatasan Masalah ... 5

2. TINJAUAN PUSTAKA... 7

2.1 Konsep dan Konsepsi ... 7

2.2 Miskonsepsi ... 7

2.3 Multimedia Interaktif ... 10

2.4 Materi Pokok Larutan Penyanga ... 15

2.5 Kaitan antara Materi Pokok Larutan Penyangga, Multimedia Interaktif dan Miskonsepsi ... 26

2.6 Kajian Penelitian yang Relevan ... 27

2.7 Kerangka Berpikir ... 28

2.8 Hipotesis ... 30

3. METODE PENELITIAN ... 31

3.1 Desain Penelitian ... 31

(9)

ix

Halaman

3.3 Variabel Penelitian ... 33

3.4 Penentuan Subyek Penelitian ... 34

3.5 Instrumen Penelitian... 35

3.6 Teknik Pengumpulan Data ... 44

3.7 Pembuatan Multimedia Interaktif ... 44

3.8 Metode Analisis Data ... 51

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 64

5.1 Hasil Penelitian ... 64

5.2 Pembahasan ... 87

5. PENUTUP ... 142

5.1 Simpulan ... 142

5.2 Saran ... 142

DAFTAR PUSTAKA ... 144

(10)

x

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Penyebab miskonsepsi ... 9

2.2 Naskah media flash materi larutan penyangga ... 12

2.3 Kemungkinan miskonsepsi pada materi larutan penyangga ... 22

3.1 Pola rancangan penelitian ... 31

3.2 Kriteria penilaian tingkat pemahaman ... 38

3.3 Klasifikasi daya pembeda soal ... 39

3.4 Hasil perhitungan daya pembeda soal uji coba ... 39

3.5 Klasifikasi tingkat kesukaran soal ... 40

3.6 Hasil perhitungan tingkat kesukaran soal uji coba ... 40

3.7 Interpretasi nilai koefisien reliabilitas ... 43

3.8 Kisi-kisi multimedia interaktif dihubungkan dengan rumusan konsep dan miskonsepsi ... 45

3.9 Kriteria gain ... 56

4.1 Hasil uji normalitas data nilai uas kimia kelas XI IPA ... 65

4.2 Hasil uji homogenitas populasi... 65

4.3 Hasil uji kesamaan keadaan awal populasi... 66

4.4 Persentase penguasaan konsep siswa hasil pre test pada konsep pengertian larutan penyangga... 67

4.5 Persentase penguasaan konsep siswa hasil pre test pada konsep komponen larutan penyangga... 68

4.6 Persentase penguasaan konsep siswa hasil pre test pada konsep cara pembuatan larutan penyangga ... 69

4.7 Persentase penguasaan konsep siswa hasil pre test pada konsep mekanisme larutan penyangga dalam mempertahankan pH 70

(11)

xi

Tabel Halaman

4.9 Persentase penguasaan konsep siswa hasil pre test pada

konsep kapasitas larutan penyangga ... 72 4.10 Persentase penguasaan konsep siswa hasil pre test pada

konsep fungsi larutan penyangga ... 72 4.11 Persentase penguasaan konsep siswa hasil post test pada

konsep pengertian larutan penyangga... 73 4.12 Ragam miskonsepsi siswa pada konsep pengertian larutan

penyangga hasil post test ... 74 4.13 Persentase penguasaan konsep siswa hasil post test pada

konsep komponen larutan penyangga... 74 4.14 Ragam miskonsepsi siswa pada konsep komponen larutan

penyangga hasil post test ... 75 4.15 Persentase penguasaan konsep siswa hasil post test pada

konsep cara pembuatan larutan penyangga ... 75 4.16 Ragam miskonsepsi siswa pada konsep cara pembuatan

larutan penyangga hasil post test ... 76 4.17 Persentase penguasaan konsep siswa hasil post test pada

konsep mekanisme larutan penyangga dalam mempertahankan pH 77 4.18 Ragam miskonsepsi siswa pada konsep mekanisme larutan

penyangga dalam mempertahankan pH hasil post test ... 77 4.19 Persentase penguasaan konsep siswa hasil post test pada

konsep perhitungan pH larutan penyangga ... 78 4.20 Ragam miskonsepsi siswa pada konsep perhitungan pH larutan

penyangga hasil post test ... 78 4.21 Persentase penguasaan konsep siswa hasil post test pada

konsep kapasitas larutan penyangga ... 80 4.22 Ragam miskonsepsi siswa pada konsep fungsi larutan

penyangga hasil post test ... 81 4.23 Persentase penguasaan konsep siswa hasil post test pada

(12)

xii

Tabel Halaman

4.24 Ragam miskonsepsi siswa pada konsep fungsi larutan

penyangga hasil post test ... 82

4.25 Hasil uji gain ternormalisasi terhadap hasil belajar siswa ... 82

4.26 Hasil uji normalitas data post test pada kelas eksperimen... 83

4.27 Hasil uji normalitas data post test pada kelas kontrol ... 83

4.28 Hasil uji kesamaan dua varians jawaban yang tergolong paham konsep ... 84

4.29 Hasil uji kesamaan dua varians jawaban yang tergolong miskonsepsi ... 85

4.30 Hasil uji kesamaan dua rata-rata jawaban yang tergolong paham konsep ... 86

4.31 Hasil uji kesamaan dua rata-rata jawaban yang tergolong miskonsepsi ... 86

4.32 Hasil uji Wilcoxon jawaban yang tergolong tidak paham konsep ... 87

4.33 Rekapitulasi sebaran derajat penguasaan konsep siswa kelas eksperimen dari hasil pre test ... 89

4.34 Rekapitulasi sebaran derajat penguasaan konsep siswa kelas kontrol dari hasil pre test ... 91

4.35 Rekapitulasi sebaran derajat penguasaan konsep siswa kelas eksperimen dari hasil post test ... 93

4.36 Rekapitulasi sebaran derajat penguasaan konsep siswa kelas kontrol dari hasil post test ... 94

4.37 Perbandingan persentase siswa yang tergolong paham konsep antara kelas eksperimen dan kelas kontrol ... 122

4.38 Perbandingan persentase siswa yang tergolong paham konsep antara hasil pre test dan post test ... 124

(13)

xiii

4.40 Perbandingan persentase siswa yang tergolong miskonsepsi antara

hasil pre test dan post test ... 130 4.41 Perbandingan persentase siswa yang tergolong tidak paham konsep

antara kelas eksperimen dan kelas kontrol ... 133 4.42 Perbandingan persentase siswa yang tergolong tidak paham konsep

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Tampilan menu media flash larutan penyangga ... 14

2.2 Tampilan media flash pengertian larutan penyangga ... 14

2.3 Tampilan media flash komponen larutan penyangga asam ... 15

2.4 Kerangka berpikir penelitian ... 30

3.1 Diagram alur penelitian ... 33

4.1 Sebaran derajat penguasaan konsep siswa kelas eksperimen dari hasil pre test pada soal nomor 1-10 ... 90

4.2 Sebaran derajat penguasaan konsep siswa kelas eksperimen dari hasil pre test pada soal nomor 11-20 ... 90

4.3 Sebaran derajat penguasaan konsep siswa kelas kontrol dari hasil pre test pada soal nomor 1-10... 91

4.4 Sebaran derajat penguasaan konsep siswa kelas kontrol dari hasil pre test pada soal nomor 11-20... 92

4.5 Sebaran derajat penguasaan konsep siswa kelas eksperimen dari hasil post test pada soal nomor 1-10 ... 93

4.6 Sebaran derajat penguasaan konsep siswa kelas eksperimen dari hasil post test pada soal nomor 11-20 ... 94

4.7 Sebaran derajat penguasaan konsep siswa kelas kontrol dari hasil post test pada soal nomor 1-10 ... 95

4.8 Sebaran derajat penguasaan konsep siswa kelas kontrol dari hasil post test pada soal nomor 11-20 ... 95

4.9 Perbandingan persentase siswa yang tergolong paham konsep antara kelas eksperimen dan kontrol ... 122

4.10 Perbandingan persentase siswa yang tergolong paham konsep antara hasil pre test dan post test pada kelas eksperimen ... 125

(15)

xv

Gambar Halaman

4.12 Perbandingan persentase siswa yang tergolong miskonsepsi antara

kelas eksperimen dan kelas kontrol ... 128 4.13 Perbandingan persentase siswa yang tergolong miskonsepsi antara

hasil pre test dan post test pada kelas eksperimen... 131 4.14 Perbandingan persentase siswa yang tergolong miskonsepsi antara

hasil pre test dan post test pada kelas kontrol ... 132 4.15 Perbandingan persentase siswa yang tergolong tidak paham konsep

antara kelas eksperimen dan kelas kontrol ... 134 4.16 Perbandingan persentase siswa yang tergolong tidak paham konsep

antara hasil pre test dan post test pada kelas eksperimen ... 136 4.17 Perbandingan persentase siswa yang tergolong tidak paham konsep

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Silabus Kelas Eksperimen ... 147

2. Silabus Kelas Kontrol ... 150

3. RPP Kelas Eksperimen ... 152

4. RPP Kelas Kontrol... 171

5. Lembar Kerja Siswa ... 190

6. Kisi- Kisi Soal Uji Coba ... 203

7. Lembar Soal Uji Coba ... 205

8. Kunci Jawaban Soal Uji Coba ... 209

9. Kriteria Penilaian Soal Uji Coba ... 217

10. Data Hasil Uji Coba Soal... 223

11. Analisis Daya Beda dan Tingkat Kesukaran Soal Uji Coba ... 225

12. Analisis Reliabilitas Soal Uji Coba ... 227

13. Analisis Validitas Soal Uji Coba ... 228

14. Kisi- Kisi Soal Pre Test dan Post Test ... 230

15. Lembar Soal Post Test ... 232

16. Kunci Jawaban Soal Pre Test dan Post Test... 235

17. Kriteria Penilaian Soal Pre Test dan Post Test ... 241

18. Daftar Nilai UAS Kelas XI IPA SMAN 1 Jatisrono ... 245

19. Uji Normalitas Nilai UAS Kelas XI IPA 1... 246

20. Uji Normalitas Nilai UAS Kelas XI IPA 2... 247

21. Uji Normalitas Nilai UAS Kelas XI IPA 3... 248

22. Uji Homogenitas Populasi ... 249

23. Analisis Varians Data Kondisi Awal ... 250

24. Daftar Nama Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 252

25. Daftar Nilai Pre Test... 253

26. Daftar Nilai Post Test ... 257

(17)

xvii

Lampiran Halaman

28. Persentase Penguasaan Konsep pada Hasil Post Test ... 265

29. Analisis Peningkatan Hasil Belajar Siswa pada Kelas Eksperimen (Uji Gain Ternormalisasi) ... 269

30. Analisis Peningkatan Hasil Belajar Siswa pada Kelas Kontrol (Uji Gain Ternormalisasi) ... 270

31. Uji Normalitas Jawaban yang Tergolong Paham Konsep Kelas Eksperimen ... 271

32. Uji Normalitas Jawaban yang Tergolong Miskonsepsi Kelas Eksperimen ... 272

33. Uji Normalitas Jawaban yang Tergolong Tidak Paham Konsep Kelas Eksperimen ... 273

34. Uji Normalitas Jawaban yang Tergolong Paham Konsep Kelas Kontrol ... 274

35. Uji Normalitas Jawaban yang Tergolong Miskonsepsi Kelas Kontrol 275 36. Uji Normalitas Jawaban yang Tergolong Tidak Paham Konsep Kelas Kontrol ... 276

37. Uji Kesamaan Dua Varians Jawaban Paham Konsep Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 277

38. Uji Kesamaan Dua Varians Jawaban Miskonsepsi Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 278

39. Uji Kesamaan Dua Rata-rata Jawaban Paham Konsep antara Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 279

40. Uji Kesamaan Dua Rata-rata Jawaban Miskonsepsi antara Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 280

41. Uji Kesamaan Dua Rata-rata Jawaban Tidak Paham Konsep antara Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 281

42. Story Board Multimedia Interaktif ... 283

43. Dokumentasi Jawaban Miskonsepsi Siswa ... 297

44. Dokumentasi Penelitian Kelas Eksperimen ... 302

(18)

xviii

Lampiran Halaman

46. Formulir Usulan Dosen Pembimbing ... 304

47. SK Pembimbing ... 305

48. Surat Ijin Penelitian ... 306

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah

Ilmu kimia sebagai ilmu pengetahuan alam yang mempelajari tentang struktur, susunan, sifat dan perubahan materi serta energi yang menyertainya menyebabkan ilmu ini dianggap rumit oleh siswa. Tsaparlis (2003) menyatakan bahwa kimia merupakan salah satu ilmu yang masih dianggap sulit oleh siswa. Sifatnya yang abstrak meliputi konsep struktural, bahasa simbolik, dan karakter matematika tidak hanya menyebabkan kesulitan bagi banyak siswa tetapi juga berkontribusi untuk menjadikannya sebagai pelajaran yang tidak disukai. Menurut Gabel dan Johnston sebagaimana dikutip oleh Wu (2001) juga menyatakan bahwa kimia merupakan bidang kajian yang kompleks karena di dalam kimia terdapat tiga level representasi, yang meliputi level makroskopis, level mikroskopis dan level simbolik. Pemahaman yang kompleks ini menyebabkan tidak semua konsep kimia dapat diamati secara langsung, sehingga dibutuhkan daya nalar yang tinggi untuk memecahkan masalah-masalah dalam konsep kimia, khususnya pada level mikroskopis. Untuk memecahkan masalah-masalah tersebut, siswa terkadang membuat penafsiran sendiri terhadap suatu konsep yang dipelajarinya. Namun, hasil penafsiran yang berupa gagasan-gagasan yang ada dalam struktur kognitif siswa mengenai atribut-atribut kriteria dari konsep adakalanya tidak sesuai atau bahkan bertentangan dengan konsep yang telah disepakati para ahli. Timbulnya

(20)

ketidaksesuaian tersebut berdampak pada munculnya kesalahan dalam pemahaman yang dikenal dengan istilah miskonsepsi.

Miskonsepsi dalam diri siswa disebabkan oleh persepsi yang diterima siswa tidak sama dengan persepsi yang dikemukakan oleh ilmuwan. Siswa yang telah mengalami miskonsepsi tidak menyadari bahwa dirinya telah mengalami miskonsepsi karena siswa tersebut menganggap konsepsi yang telah dimilikinya adalah benar. Oleh sebab itu, cukup sulit membenarkan miskonsepsi yang terjadi pada diri siswa. Miskonsepsi pada satu materi kimia akan menyebabkan kesulitan belajar pada materi yang lain. Hal ini disebabkan antar konsep kimia memiliki keterkaitan.

Salah satu materi pokok yang membutuhkan penalaran tinggi dalam pelajaran kimia adalah materi larutan penyangga sehingga materi ini berpotensi untuk menyebabkan miskonsepsi pada siswa. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Ma’rifah (2012) yang menunjukkan bahwa masih terdapat miskonsepsi pada materi pokok larutan penyangga setelah menggunakan strategi pembelajaran konflik kognitif. Miskonsepsi tersebut meliputi pengertian dan sifat larutan penyangga, pH larutan penyangga pada penambahan asam/basa, pH larutan penyangga dengan prinsip kesetimbangan, dan fungsi larutan penyangga.

(21)

Berdasarkan sifat ilmu kimia tersebut, seharusnya pembelajaran kimia berorientasi pada ketiga level representasi, yaitu level makroskopis, mikroskopis dan simbolik. Namun, berdasarkan pengamatan terhadap pembelajaran yang dilakukan di SMA Negeri 1 Jatisrono, pembelajaran kimia hanya menggunakan LKS dan buku teks yang hanya menekankan penyampaian meteri pada level simbolik dan makroskopis tetapi tidak bisa digunakan untuk menyampaikan konsep kimia pada level mikroskopis secara maksimal. Penggunaan multimedia interaktif merupakan salah satu upaya alternatif yang dapat dipilih oleh guru untuk menyajikan konsep kimia yang bersifat abstrak. Pemilihan ini berdasarkan pada pertimbangan bahwa multimedia interaktif memadukan animasi, gambar, teks, audio, dan video yang dapat diproses dengan berbagai indra sehingga informasi dapat dipertahankan dalam ingatan siswa.

Ariani (2010) menyatakan bahwa dengan multimedia interaktif, siswa tidak hanya dapat melihat gejala tetapi juga dapat berinteraksi untuk melihat gambaran nyata suatu konsep. Teoh (2007) juga menyatakan bahwa multimedia berguna dalam memvisualisasikan konsep, fitur multimedia interaktif dapat memberikan gambaran yang mendalam setelah belajar. Selain itu Teoh (2007) juga menyatakan bahwa multimedia interaktif sebagai media pembelajaran dapat mendukung transfer pengetahuan. Dengan demikian, penggunaan multimedia interaktif diharapkan dapat memperdalam pemahaman konsep dan dapat meminimalkan miskonsepsi yang mungkin terjadi.

(22)

penelitian Greenbowe (2004) menunjukkan bahwa penggunaan multimedia interaktif dapat mengurangi miskonsepsi siswa pada materi pokok elektrokimia, karena animasi komputer berupa grafik dan reaksi kimia yang terdapat dalam multimedia interaktif dapat membantu siswa dalam memahami materi dan mengubah miskonsepsi yang sebelumnya mereka alami menjadi konsepsi yang benar.

Berdasarkan uraian di atas, maka dianggap penting untuk dilakukan

penelitian mengenai “Efektivitas Penggunaan Multimedia Interaktif dalam Upaya

Meminimalisasi Miskonsepsi Siswa pada Materi Pokok Larutan Penyangga”,

dengan harapan hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi guru kimia untuk meminimalkan miskonsepsi siswa.

1.2

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan dapat dirumuskan permasalahan apakah penggunaan multimedia interaktif efektif untuk meminimalisasi miskonsepsi siswa pada materi pokok larutan penyangga?

1.3

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas penggunaan multimedia interaktif dalam upaya meminimalisasi miskonsepsi siswa pada materi pokok larutan penyangga.

1.4

Manfaat

(23)

1.4.1 Siswa

Penggunaan multimedia interaktif diharapkan dapat menambah pemahaman siswa terhadap materi pokok larutan penyangga dan membantu siswa untuk mengatasi adanya miskonsepsi ketika mempelajari materi pokok tersebut.

1.4.2 Guru

Penggunaan multimedia interaktif dapat digunakan sebagai alternatif dan bahan pertimbangan bagi guru dalam upaya mengatasi miskonsepsi yang terjadi pada diri siswa.

1.4.3 Sekolah

Pembelajaran dengan menggunakan multimedia interaktif diharapkan dapat memberikan sumbangan untuk perbaikan mutu pendidikan sekolah, khususnya dalam mata pelajaran kimia kelas XI.

1.4.4 Peneliti

Penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan kreatifitas dan keterampilan peneliti sebagai calon guru dalam memilih tindakan alternatif untuk mengatasi miskonsepsi siswa ketika mengajar nanti.

1.5

Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah diperlukan untuk lebih memfokuskan penelitian ini. Adapun pembatasan masalahnya yaitu sebagai berikut:

(24)

2. Penggunaan multimedia interaktif dikatakan efektif dalam meminimalisasi miskonsespsi siswa apabila:

a. Persentase siswa yang mengalami miskonsepsi pada kelas eksperimen lebih rendah daripada kelas kontrol.

b. Peningkatan hasil belajar kognitif siswa pada kelas eksperimen lebih besar daripada kelas kontrol.

c. Rata-rata jawaban yang tergolong miskonsepsi pada kelas eksperimen lebih rendah daripada kelas kontrol.

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Konsep dan Konsepsi

Rosser (dalam Dahar, 1989) menyatakan bahwa konsep adalah suatu abstrak mental yang mewakili suatu kelas stimulus-stimulus, kejadian-kejadian yang mempunyai atribut yang sama. Selain itu, konsep menggambarkan keteraturan atau hubungan dengan sekelompok faktor-faktor yang ditandai oleh beberapa simbol atau tanda. Ciri-ciri konsep menurut Dahar (1989) adalah sebagai berikut:

1. Konsep timbul dari hasil pengalaman manusia dengan lebih dari satu benda, peristiwa atau fakta, konsep merupakan suatu generalisasi dari fakta-fakta tersebut.

2. Konsep adalah hasil berpikir abstrak manusia dar fakta-fakta tersebut.

3. Suatu konsep dapat dianggap kurang tepat disebabkan timbulnya fakta-fakta baru. Oleh karena itu, konsep dapat mengalami perubahan (bersifat tentatif).

Setiap siswa mempunyai penafsiran yang berbeda-beda terhadap suatu konsep. Hal tersebut terjadi karena setiap siswa mempunyai cara yang berbeda-beda dalam membangun pengetahuan mereka. Tafsiran seseorang terhadap suatu konsep disebut konsepsi (Berg, 1991).

2.2

Miskonsepsi

Terdapat kecenderungan bahwa siswa memiliki konsepsi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Beberapa di antara siswa tersebut ada yang memiliki

(26)

konsepsi yang berbeda dengan konsepsi ilmuwan, konsepsi ilmuwan biasanya lebih kompleks, lebih rumit, dan lebih banyak melibatkan keterkaitan antar konsep. Jika konsepsi siswa ternyata sama dengan konsepsi ilmuwan yang telah disederhanakan, maka konsepsi siswa tersebut tidak dikatakan salah. Namun, jika konsepsi siswa bertentangan dengan konsepsi ilmuwan yang telah disederhanakan, maka siswa tersebut dikatakan mengalami kesalahan konsepsi atau miskonsepsi (Berg, 1991). Dahar (1996) menyatakan bahwa miskonsepsi dapat terjadi karena kesalahan siswa dalam pemahaman hubungan antar konsep yang mengakibatkan proposisi yang salah dalam struktur kognitifnya.

Berg (1991) menyatakan bahwa kesalahan yang diperbuat oleh siswa dalam belajar diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Kesalahan yang terjadi secara acak tanpa sumber tertentu, misalnya salah hitung atau salah dalam penulisan rumus.

2. Kesalahan dalam mengingat atau menghafal.

3. Kesalahan yang terjadi terus menerus serta menunjukkan kesalahan dengan sumber tertentu.

(27)

Tabel 2.1 Penyebab miskonsepsi

Sebab utama Sebab khusus

Peserta didik Prakonsepsi atau konsep awal siswa, pemikiran asosiatif,

pemikiran humanistik, reasoning yang tidak lengkap atau

salah, intuisi yang salah, tahap perkembangan kognitif siswa, kemampuan siswa, minat belajar siswa.

Pengajar Beberapa miskonsepsi bisa terjadi karena guru kurang

me-nguasai bahan pelajaran atau memahami pelajaran yang tidak benar.

Buku Teks Bahasa yang digunakan dalam penulisan buku teks sulit

diahami atau penjelasan yang ada dalam buku teks tidak benar.

Konteks Bahasa sehari-hari yang mempunyai arti lain dengan bahasa

ilmiah akan menyebabkan miskonsepsi, teman lain dan keyakinan agama juga berpengaruh terhadap timbulnya mis-konsepsi pada siswa.

Metode mengajar Beberapa metode mengajar yang digunakan oleh guru, telebih

yang menekankan satu segi saja dari konsep bahan yang digeluti, meskipun membantu siswa menangkap bahan tetapi sering mempunyai dampak jelek, yaitu memunculkan miskon-sepsi siswa.

Berg (1991) menyatakan bahwa miskonsepsi memiliki ciri-ciri tertentu, diantaranya adalah:

1. Miskonsepsi sulit sekali diperbaiki.

2. Seringkali “sisa” miskonsepsi terus menerus mengganggu. Soal-soal yang

sederhana dapat dikerjakan, tetapi dengan soal yang sedikit lebih sulit miskonsepsi muncul kembali.

3. Seringkali siswa yang sudah pernah mengatasi miskonsepsi setelah beberapa bulan ia salah kembali.

4. Dengan ceramah yang bagus, miskonsepsi tak dapat dihilangkan atau dihindari.

(28)

Taber (2001) mengemukakan bahwa hampir seluruh materi dalam kajian ilmu kimia dapat menyebabkan miskonsepsi pada siswa. Jika miskonsepsi ini tidak segera diatasi, hal ini sangat berbahaya karena melalui pernyataan singkatnya, Helm dan Novak (Kumaedi, 2000) menyatakan, “Many of these misconceptions are perpasive, stable, and resistant to change”. Suparno (2005) juga menyatakan, miskonsepsi sulit dibenahi atau dibetulkan, terlebih bila miskonsepsi itu dapat membantu memecahkan persoalan tertentu. Hal ini akan berbahaya apabila miskonsepsi terjadi pada konsep kimia, karena konsep-konsep kimia memiliki kecenderungan untuk saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya. Apabila terjadi miskonsepsi pada salah satu konsep maka miskonsepsi tersebut akan terbawa katika mempelajari konsep-konsep berikutnya.

Berdasarkan Barke (2009), ada 2 alternatif untuk mengidentifikasi miskonsepsi siswa, yaitu:

1. Menyampaikan konsep yang telah disepakati oleh ilmuwan kemudian mendiskusikan miskonsepsi.

2. Membiarkan terjadinya miskonsepsi pada siswa terlebih dahulu kemudian membuat mereka tidak nyaman dengan konsep yang mereka miliki setelah itu baru mengajarkan kepada siswa tentang konsep yang telah disepakati oleh ilmuwan.

2.3

Multimedia Interaktif

(29)

file digital (komputerisasi), digunakan untuk menyampaikan pesan kepada publik.

Menurut Daryanto (2010), multimedia terbagi menjadi dua kategori, yaitu: multimedia linier dan multimedia interaktif. Multimedia linier adalah suatu multimedia yang tidak dilengkapi dengan alat pengontrol apapun yang dapat dioperasikan oleh pengguna. Multimedia ini berjalan sekuensial (berurutan), contohnya: TV dan film. Multimedia interaktif adalah suatu multimedia yang dilengkapi dengan alat pengontrol yang dapat dioperasikan oleh pengguna, sehingga pengguna dapat memilih apa yang dikehendaki untuk proses selanjutnya. Contoh multimedia interaktif adalah pembelajaran interaktif, aplikasi game, dan lain-lain.

Multimedia yang dipakai dalam penelitian ini dibuat dengan menggunakan Macromedia Flash Profesional 8 dan Microsoft Power Point sebagai software utamanya. Macromedia Flash Profesional 8 adalah sebuah program animasi yang telah banyak digunakan oleh para animator untuk menghasilkan animasi yang professional. Di antara program-program animasi, program Macromedia Flash Profesional 8 merupakan program yang paling fleksibel dalam pembuatan animasi, seperti animasi interaktif, game, company profile, presentasi, movie, dan tampilan animasi lainnya (Rosari, 2006).

Rosari (2006) mengemukakan beberapa keunggulan program Macromedia Flash Profesional 8, antara lain:

1. Dapat membuat tombol interaktif dengan sebuah movie atau objek yang lain. 2. Dapat membuat perubahan transparansi warna dalam movie.

(30)

4. Dapat membuat gerakan animasi dengan mengikuti alur yang telah ditetapkan.

5. Dapat dikonversi dan dipublikasikan ke dalam beberapa tipe, diantaranya: .swf, .html, .gif, .jpg, .png, .exe, .mov.

6. Dapat mengolah dan membuat animasi dari objek Bitmap.

7. Flash program animasi berbasis vektor memiliki fleksibilitas dalam pembuatan objek-objek vektor.

Sebelum membuat multimedia interaktif dengan menggunakan software Macromedia Flash Profesional 8 terlebih dahulu dibuat naskah media.

[image:30.595.115.514.444.751.2]

Pada Tabel 2.2 berikut ini disajikan naskah media flash yang dijadikan sebagai pedoman dalam pembuatan story board.

Tabel 2.2 Naskah media flash materi larutan penyangga

No Materi Isi presentasi

1. Pendahuluan Video apersepsi tentang larutan penyangga

yang dapat menumbuhkan rasa ingin tahu siswa tentang larutan penyangga.

2. Pengertian Larutan

Penyangga

a. Animasi larutan penyangga yang

ditambah-kan HCl.

b. Teks materi yang berisi pengertian larutan penyangga.

3. Larutan Penyangga Asam

a. Komponen larutan

penyangga asam

a. Animasi komponen larutan penyangga asam.

b. Teks yang berisi materi mengenai komponen larutan penyangga asam.

b. Cara pembuatan larutan

penyangga asam

a. Teks yang berisi materi mengenai cara

pem-buatan larutan penyangga asam.

b. Animasi cara pembuatan larutan penyangga asam.

c. Suara yang mengiringi teks materi cara

pem-buatan larutan penyangga asam.

c. Mekanisme larutan

penyangga asam dalam mempertahankan pH

a. Animasi yang memvisualisasikan

mekanis-me larutan penyangga asam dalam mekanis- memper-tahankan pH ketika ditambahkan sedikit asam kuat atau basa kuat.

(31)

Lanjutan Tabel 2.2 Naskah media flash materi larutan penyangga

No Materi Isi presentasi

mempertahankan pH.

c. Suara yang mengiringi teks penjelasan

mekanisme larutan penyangga asam dalam mempertahankan pH agar dapat memperda-lam pemahaman siswa.

d. pH larutan penyangga

asam

a. Teks materi yang berisi pH larutan

penyang-ga asam.

b. Suara yang berfungsi sebagai penegasan atas hal-hal yang penting.

4. Larutan Penyangga Basa

a. Komponen larutan

penyangga basa

a. Animasi komponen larutan penyangga basa.

b. Teks yang berisi materi tentang komponen larutan penyangga basa.

b. Cara pembuatan larutan

penyangga basa

a. Teks yang berisi materi mengenai cara

pem-buatan larutan penyangga basa.

b. Animasi cara pembuatan larutan penyangga basa.

c. Suara yang mengiringi teks materi cara

pem-buatan larutan penyangga basa.

c. Mekanisme larutan

penyangga basa dalam mempertahankan pH

a. Animasi yang memvisualisasikan

mekanis-me larutan penyangga basa dalam mekanis- memper-tahankan pH ketika ditambahkan sedikit asam kuat atau basa kuat.

b. Teks yang memberikan penjelasan mengenai mekanisme larutan penyangga basa dalam mempertahankan pH.

c. Suara yang mengiringi teks penjelasan

mekanisme larutan penyangga basa dalam mempertahankan pH agar dapat memperda-lam pemahaman siswa.

d. pH larutan penyangga

basa

a. Teks materi yang berisi pH larutan

pe-nyangga basa.

b. Suara yang berfungsi sebagai penegasan atas hal-hal yang penting.

5. Kapasitas Larutan Penyangga a. Animasi yang berisi bahwa semakin banyak

jumlah mol komponen penyang-ga, semakin besar kemampuannya mem-pertahankan pH. b. Animasi yang berisi bahwa larutan

pe-nyangga akan berfungsi sebagai penahan pH yang baik jika perbandingan asam lemah : basa konjugasi atau basa lemah : asam

konjugasi antara 0,1 – 10 .

c. Teks yang berisi materi kapasitas larutan

(32)

Lanjutan Tabel 2.2 Naskah media flash materi larutan penyangga

No Materi Isi presentasi

6. Fungsi Larutan Penyangga a. Teks yang berisi materi fungsi larutan

pe-nyangga di dalam tubuh dan dalam bidang industri.

b. Gambar tabel larutan penyangga yang berpe-ran dalam darah manusia.

c. Animasi yang berisi fungsi larutan

[image:32.595.184.467.304.463.2]

penyang-ga dalam industri obat tetes mata.

Gambar 2.1 sampai 2.3 berikut ini merupakan contoh tampilan media flash yang akan digunakan dalam penelitian.

Gambar 2.1 Tampilan menu media larutan penyangga

[image:32.595.185.467.511.673.2]
(33)
[image:33.595.182.466.112.273.2]

Gambar 2.3 Komponen larutan penyangga asam

2.4

Materi Pokok Larutan Penyangga

Materi pokok larutan penyangga merupakan salah satu materi pokok dalam pelajaran kimia yang mencakup tiga level, yaitu level makroskopis, level mikroskopis, dan level simbolik. Level mikroskopis pada materi larutan penyangga termasuk materi yang sifatnya invisible dan banyak menimbulkan miskonsepsi. Konsep dalam bab ini membutuhkan pemahaman yang mendalam serta melibatkan penggunaan reaksi kimia, mekanisme larutan penyangga dalam mempertahankan pH larutan (bersifat invisible), perhitungan kimia (stoikiometri), dan rumus-rumus dalam menentukan pH. Keterkaitan antara aspek-aspek yang ada dalam konsep larutan penyangga tersebut yang membuat siswa mengalami kesulitan belajar dan cenderung miskonsepsi.

Berikut ini adalah paparan mengenai materi pokok larutan penyangga. 2.4.1 Pengertian Larutan Penyangga

(34)

berarti dan dapat diabaikan. Komponen larutan penyangga adalah asam lemah dengan basa konjugasinya atau basa lemah dengan asam konjugasinya. Larutan penyangga dapat dibedakan menjadi dua, yaitu larutan penyangga asam dan larutan penyangga basa.

2.4.2 Larutan Penyangga Asam

Larutan penyangga asam merupakan campuran antara larutan asam lemah dan basa konjugasinya. Larutan penyangga asam dapat dibuat dengan cara mencampurkan larutan asam lemah dengan basa konjugasinya, misalnya campuran CH3COOH dan NaCH3COO. Larutan penyangga asam juga dapat dibuat dengan cara mereaksikan asam lemah dengan basa kuat dengan syarat pada akhir reaksi ada sisa asam lemah, sedangkan basa kuat habis bereaksi.

CH3COOH(aq) + NaOH(aq) CH3COONa(aq) + H2O(l) Karena NaOH habis bereaksi dan ada sisa CH3COOH, pada akhir reaksi terdapat campuran CH3COOH dan CH3COONa yang merupakan komponen pembentuk larutan penyangga. Dalam larutan, campuran itu akan membentuk kesetimbangan sebagai berikut:

CH3COOH(aq) CH3COO-(aq) + H+(aq)

Apabila ditambahkan sedikit asam (H+) atau basa (OH-) ke dalam larutan tersebut, akan terjadi reaksi berikut.

1. Jika ditambahkan asam maka ion H+ dari asam akan bereaksi dengan ion CH3COO- membentuk CH3COOH, menurut reaksi:

(35)

2. Jika ditambahkan basa, ion OH- akan dinetralkan oleh CH3COOH, menurut reaksi:

CH3COOH (aq) + OH-(aq) CH3COO-(aq) + H2O(l) 2.4.3 Larutan Penyangga Basa

Larutan penyangga basa merupakan campuran larutan basa lemah dengan asam konjugasinya. Larutan penyangga basa dapat dibuat dengan cara mencampur larutan basa lemah dengan asam konjugasinya, misalnya campuran NH4OH dan NH4Cl (komponen penyangganya NH4OH dan NH4+). Larutan penyangga basa juga dapat dibuat dengan cara mereaksikan basa lemah dengan asam kuat dengan syarat akhir reaksi terdapat sisa basa lemah, sedangkan asam kuat habis bereaksi.

NH4OH(aq) + HCl(aq) NH4Cl(aq) + H2O(l)

Karena HCl habis bereaksi dan terdapat sisa NH4OH, pada akhir reaksi terdapat campuran NH4OH dan NH4+ (asam konjugasi dari NH4OH). Dalam larutan, campuran ini akan membentuk kesetimbangan sebagai berikut:

NH4OH(aq) NH4+(aq) + OH-(aq)

Apabila ditambahkan sedikit asam (H+) atau basa (OH-) ke dalam larutan tersebut, akan terjadi reaksi berikut.

1. Jika ditambahkan asam maka ion H+ akan dinetralkan oleh basa, menurut reaksi:

NH3 (aq) + H+(aq) NH4+ (aq)

(36)

NH4+ (aq) + OH-(aq) NH3 (aq) + H2O(l) 2.4.4 Menentukan pH Larutan Penyangga

2.4.4.1 Larutan penyangga asam

Contoh larutan penyangga dari asam lemah dan basa konjugasinya ialah larutan yang dibuat dengan mencampurkan larutan asam asetat (CH3COOH) dengan larutan garam natrium asetat (CH3COONa). Dalam larutan, campuran tersebut terionisasi sebagai berikut:

CH3COOH(aq) CH3COO-(aq) + H+(aq) CH3COONa(aq) CH3COO-(aq) + Na+(aq)

Asam asetat adalah asam lemah. Tetapan ionisasi untuk reaksi ionisasi asam asetat adalah:

= �3

[+]

[ �3 �]

Asam asetat hanya sedikit terionisasi, sedangkan natrium asetat terionisasi sempurna. Ion CH3COO- dari garam mengakibatkan kesetimbangan asam bergeser ke kiri, sehingga asam asetat yang mengion semakin kecil. Untuk memudahkan dalam perhitungan, konsentrasi asam asetat dalam larutan dianggap tetap dan ion CH3COO- dianggap hanya berasal dari garam, sedangkan CH3COO -yang berasal dari asam asetat diabaikan. Sehingga persamaan di atas dapat ditulis sebagai berikut:

=

� [�+]

[ ] atau

[

+

] =

[ ]
(37)

Volume larutan adalah volume campuran asam dan basa konjugasi, sehingga pH larutan penyangga hanya bergantung pada tetapan ionisasi asam serta perbandingan mol asam dan basa konjugasi.

[�+] = �

Persamaan tersebut pada V yang sama dapat ditulis sebagai berikut: [�+] =

Sehingga,

� = −log

� = −log −log�

� = + log

Keterangan:

Ka = tetapan ionisasi asam lemah

a = jumlah mol asam lemah

g = jumlah mol basa konjugasi

2.4.4.2 Larutan penyangga basa

Contoh larutan penyangga dari basa lemah dan asam konjugasinya ialah larutan yang dibuat dengan mencampurkan larutan basa amonia (NH3) dengan larutan garam amonium klorida (NH4Cl). Campuran itu akan terionisasi sebagai berikut:

(38)

Tetapan ionisasi basa lemah NH3 adalah:

= �4

+ [ ] [ �3]

Dalam hal ini konsentrasi H2O dianggap konstan.

Dalam larutan, ion NH4+ dianggap hanya berasal dari garam, sedangkan konsentrasi NH3 dianggap tepat, karena pengaruh ion NH4+ dari NH4Cl menyebabkan kesetimbangan bergeser ke pihak NH3. Sehingga persamaan dapat dituliskan:

=

� [ �−]

[ ] atau

[

] =

[ ]

[�]

Volume larutan adalah volume campuran basa dan asam konjugasinya, maka persamaan menjadi:

[ �−] = �

Sehingga,

� = −log

� = −log −log�

� = + log

� = 14− �

Keterangan:

Kb = tetapan ionisasi basa lemah

a = jumlah mol basa lemah

(39)

2.4.5 Kapasitas Larutan Penyangga

Kapasitas penyangga mengacu pada jumlah asam atau basa yang dapat ditambahkan ke dalam larutan penahan sebelum terjadi perubahan pH yang besar. Pada umumnya, kapasitas maksimum untuk menahan perubahan pH terjadi jika konsentrasi-konsentrasi asam (basa) lemah dan basa (asam) konjugasinya dijaga tetap tinggi atau kurang lebih sama satu sama lain. Larutan penyangga mempunyai kapasitas maksimum pada pH = pKa (pOH = pKb). Hal ini berarti larutan penyangga efektif pada daerah pKa – log

� < pH < pKa + log � untuk

larutan penyangga asam, sedangkan untuk larutan penyangga basa efektif pada daerah pKb – log

� < pOH < pKb + log �. Bilamana perbandingan konsentrasi

asam/basa konjugasi terhadap elektrolit lemahnya lebih kecil dari 0,10 atau lebih besar dari 10, larutan penahan akan kehilangan keefektifannya. Hal ini karena log 0,10 = -1 dan log 10 = +1, maka selang penahan efektif adalah kira-kira satu unit pH di atas atau di bawah nilai pK. Untuk larutan penahan asam asetat-natrium asetat, selang efektif adalah di antara pH 3,76 sampai 5,76, sedangkan untuk ammonia-amonium klorida, sekitar pH 8,24 sampai 10,24 (Petrucci, 1987). 2.4.6 Fungsi Larutan Penyangga

(40)

Dalam keadaan normal, darah manusia mempunyai pH antara 7,35 – 7,45. Nilai pH tersebut dipertahankan oleh tiga larutan penyangga, yaitu larutan penyangga karbonat, hemoglobin, dan oksihemoglobin.

Larutan penyangga lain yang ada dalam tubuh manusia adalah larutan penyangga fosfat yang terdapat dalam sel dan kelenjar ludah. Larutan penyangga fosfat merupakan campuran antara H2PO4- dan basa konjugasinya HPO42-.

Larutan penyangga juga berfungsi dalam bidang industri. Dalam industri obat-obatan, terutama obat tetes mata, obat suntik dan infus, pHnya harus disesuaikan dengan pH cairan tubuh, agar saat dipakai tidak menimbulkan dampak negatif bagi tubuh.

[image:40.595.127.528.579.739.2]

Berdasarkan kajian dari beberapa penelitian mengenai miskonsepsi pada materi larutan penyangga serta buku-buku yang berkaitan dengan materi larutan penyangga, ada beberapa kemungkinan miskonsepsi yang dapat terjadi pada siswa mengenai materi larutan penyangga. Pada Tabel 2.3 berikut ini disajikan beberapa kemungkinan miskonsepsi yang dapat terjadi pada siswa mengenai materi larutan penyangga.

Tabel 2.3 Kemungkinan miskonsepsi pada materi larutan penyangga

No Miskonsepsi Rumusan konsep Cara mengatasi

miskonsepsi

1. Pengertian Larutan Penyangga:

Larutan penyangga adalah

larutan yang berfungsi untuk mempertahankan pH. Jika laru-tan penyangga diencerkan atau ditambahkan sedikit asam kuat atau basa kuat, maka pH larutan sama sekali tidak mengalami

perubahan (Ma’rifah, 2012).

pH larutan penyangga tidak berubah secara sig-nifikan jika sedikit dien-cerkan dengan aquades, ditambah sedikit asam kuat atau basa kuat.

Multimedia interak-tif menyajikan ani-masi percobaan pe-ngukuran pH larutan

penyangga dengan

menggunakan pH

(41)

Lanjutan Tabel 2.3 Kemungkinan miskonsepsi pada materi larutan penyangga

No Miskonsepsi Konsep yang benar Cara mengatasi

miskonsepsi

2. Komponen larutan penyangga:

a. Komponen larutan

penyang-ga adalah asam lemah (basa lemah) dengan garamnya

(Ma’rifah, 2012).

b. Larutan penyangga asam adalah campuran dari asam

dan basa(Khodaryah, 2010).

Komponen larutan

pe-nyangga asam adalah

asam lemah dan basa konjugasinya sedangkan komponen larutan pe-nyangga basa adalah basa lemah dan asam konjuga-sinya.

Multimedia interak-tif menyajikan ani-masi dan teks yang menjelaskan

kompo-nen larutan

pe-nyangga.

3. Cara pembuatan larutan

pe-nyangga:

a. Larutan penyangga hanya

dapat dibuat dengan men-campurkan asam lemah

de-ngan basa konjugasinya

(atau basa lemah dengan asam konjugasinya).

b. Larutan penyangga dapat dibuat dengan mencampur-kan asam lemah atau basa lemah dengan garamnya.

c. Larutan penyangga asam

dapat dibuat dengan mereak-sikan asam lemah dan basa kuat dengan jumlah mol

yang sama (Khodaryah,

2010).

d. Larutan penyangga basa da-pat dibuat dengan mereaksi-kan basa lemah dan asam kuat dengan jumlah mol

yang sama (Khodaryah,

2010).

Ada 2 cara membuat laru-tan penyangga:

a. Mencampurkan asam

lemah atau basa lemah dengan garamnya yang merupakan basa jugasi atau asam kon-jugasi dari asam lemah atau basa lemah de-ngan perbandide-ngan 0,1

– 10.

b. Mencampurkan asam

lemah dengan basa

kuat dimana asam

lemah dalam jumlah berlebih. Atau men-campurkan basa lemah dengan asam kuat di-mana basa lemah da-lam jumlah berlebih.

Multimedia interak-tif menyajikan ani-masi pembuatan pe-nyangga disertai de-ngan software pH meter untuk menje-laskan bahwa cam-puran antara asam lemah dengan basa konjugasinya (atau basa lemah dengan asam konjugasinya) dengan

perbanding-an di luar 0,1 – 10

tidak efektif untuk mempertahankan pH.

4. Mekanisme larutan penyangga

dalam mempertahankan pH:

a. Apabila ke dalam larutan

penyangga asam ditambah-kan sedikit asam kuat, maka

H+ dari asam kuat akan

bereaksi dengan asam le-mahnya.

a. Apabila ke dalam

larutan penyangga

asam ditambahkan se-dikit asam kuat, maka

H+ dari asam kuat akan

bereaksi dengan basa konjugasinya sehingga

konsentrasi ion H+

hampir tidak berubah

tetapi jumlah basa

konjugasi berkurang.

Multimedia interak-tif menyajikan ani-masi mekanisme la-rutan penyangga ke-tika ditambah sedikit asam kuat atau basa kuat disertai teks

dan suara untuk

(42)

Lanjutan Tabel 2.3 Kemungkinan miskonsepsi pada materi larutan penyangga

No Miskonsepsi Konsep yang benar Cara mengatasi

miskonsepsi b. Apabila ke dalam larutan

penyangga asam ditambah-kan sedikit basa kuat, maka

OH- dari basa kuat akan

be-reaksi dengan basa konju-gasinya.

c. Jika sedikit asam

ditambah-kan pada larutan penyangga

asam maka konsentrasi

H3O+ atau H+ meningkat dan

konsentrasi asam lemah dan

basa konjugatnya tetap

(Khodaryah, 2010).

d. Jika sedikit asam ditambah-kan pada larutan penyangga

basa maka konsentrasi H3O+

atau H+ meningkat

sedang-kan konsentrasi basa lemah dan asam konjugatnya tetap (Khodaryah, 2010).

e. Jika sedikit basa

ditambah-kan pada larutan penyangga

asam maka konsentrasi OH

-meningkat dan konsentrasi asam lemah dan basa konju-gatnya tetap (Khodaryah, 2010).

f. Jika sedikit basa

ditambah-kan pada larutan penyangga

basa maka konsentrasi OH

-meningkat dan konsentrasi

basa lemah dan asam

konjugatnya tetap

(Khodaryah, 2010).

b. Apabila ke dalam

laru-tan penyangga asam

ditambahkan sedikit

basa kuat, maka OH

-dari basa kuat akan bereaksi dengan asam lemah sehingga

kon-sentrasi ion OH-

ham-pir tidak berubah tetapi jumlah basa konjugasi akan bertambah.

c. Apabila ke dalam

laru-tan penyangga basa

di-tambahkan sedikit

asam kuat, maka H+

dari asam kuat akan bereaksi dengan basa lemah sehingga

kon-sentrasi ion H+ hampir

tidak berubah tetapi

jumlah basa lemah

berkurang dan asam konjugasi bertambah.

d. Apabila ke dalam

laru-tan penyangga basa di-tambahkan sedikit

ba-sa kuat, maka OH- dari

basa kuat akan be-reaksi dengan asam

konjugasi sehingga

konsentrasi ion OH-

hampir tidak berubah tetapi jumlah asam konjugasi berkurang.

5. pH larutan penyangga:

a. Dalam perhitungan pH laru-tan penyangga ketika ditam-bahkan sedikit asam atau basa kuat, reaksi stoikio-metrinya tidak

diperhitung-kan (Ma’rifah, 2012).

a. Dalam perhitungan pH

larutan penyangga ke-tika ditambahkan sedi-kit asam atau basa kuat harus dituliskan terle-bih dahulu persamaan stoikiometri larutannya kemudian data yang dimasukkan dalam ru-mus pH larutan pe- nyangga adalah data akhir reaksi (sisa).

Multimedia interak-tif menyajikan teks

penurunan rumus

(43)

Lanjutan Tabel 2.3 Kemungkinan miskonsepsi pada materi larutan penyangga

No Miskonsepsi Konsep yang benar Cara mengatasi

miskonsepsi b. Dalam perhitungan pH

laru-tan penyangga yang terdiri dari asam lemah atau basa lemah dengan garamnya yang mempunyai basa kon-jugasi/asam konjugasi lebih dari satu, jumlah asam

konjugasi/basa konjugasi

tidak diperhitungkan.

b. Jika ada garam yang

mengandung basa kon-jugasi/asam konjugasi lebih dari satu maka jumlah mol basa kon-jugasi/asam konjugasi harus dikalikan jum-lahnya.

konjugasinya bukan garamnya.

6. Kapasitas larutan penyangga:

Campuran antara asam lemah

dengan basa konjugasinya

(atau basa lemah dengan asam konjugasinya) pasti memiliki

sifat penyangga walaupun

perbandingan mol asam lemah

dengan basa konjugasinya

(basa lemah dengan asam kon-jugasinya) tidak berkisar

anta-ra 0,1 – 10.

Larutan penyangga

efektif mempertahan-kan pH jika

perbandi-ngan antara asam

lemah/basa lemah de-ngan basa konjugasi

/asam konjugasinya

berkisar antara 0,1

sampai 10.

Multimedia interak-tif menyajikan

ani-masi percobaan

yang membanding-kan 2 campuran la-rutan penyangga, di-mana yang perban-dingan komponen-nya tidak berkisar antara 0,1 sampai 10 tidak dapat memper-tahankan pH seperti yang perbandingan komponennya

berki-sar antara 0,1

sam-pai 10.

7. Fungsi larutan penyangga:

Asidosis adalah suatu kondisi dimana pH menurun, maka

konsentrasi H3O+ atau H+ juga

turun (Khodaryah, 2010).

Dalam darah terdapat

larutan penyangga karbo-nat, hemoglobin dan oksi-hemoglobin sehingga jika terjadi penambahan asam ke dalam tubuh tidak akan terjadi asidosis (pH darah menurun sebagai

akibat konsentrasi H3O+

atau H+ meningkat).

Multimedia interak-tif menyajikan ani-masi dan teks fungsi

larutan penyangga

(44)

2.5

Kaitan antara Materi Pokok Larutan Penyangga,

Multimedia Interaktif dan Miskonsepsi

Menurut Tsaparlis (2003), kimia merupakan salah satu kajian ilmu yang bersifat abstrak sehingga sulit dipahami. Kean (1985) juga menyebutkan bahwa sebagian besar kimia bersifat abstrak. Ciri khas dunia kimia yang tak nampak harus dikhayalkan karena tidak dapat dialami langsung.

Salah satu bahan kajian kimia yang bersifat abstrak adalah materi pokok larutan penyangga karena di dalam materi tersebut mekanisme larutan penyangga dalam mempertahankan pH tidak dapat diamati secara langsung (bersifat invisible), hal ini merujuk pada level mikroskopis dari materi larutan penyangga. Selain itu, materi larutan penyangga juga meliputi level makroskopis yang dapat dipelajari melalui percobaan maupun level simbolik yang melibatkan penulisan reaksi-reaksi kimia dan rumus pH.

(45)

penyangga tersebut yang membuat siswa mengalami kesulitan belajar dan cenderung miskonsepsi.

Kean (1985) menawarkan sebuah pendekatan studi dalam belajar kimia yang sebagian besar bersifat abstrak, yaitu dengan menciptakan gambar batin mengenai dunia abstrak yang dipelajari. Hal ini dapat dilakukan dengan menyajikan materi pembelajaran dalam bentuk multimedia interaktif. Pemilihan ini berdasarkan pada pertimbangan bahwa penggunaan multimedia interaktif dapat memadukan animasi, gambar, teks, audio, dan video sehingga dapat memvisualisasikan, menganalogikan dan menyajikan materi yang bersifat abstrak. Dengan demikian, diharapkan penggunaan multimedia interaktif dapat meminimalisasi adanya miskonsepsi.

2.6

Kajian Penelitian yang Relevan

(46)

belajar siswa dari pasif menuju aktif sehingga berkontribusi dalam meningkatkan hasil belajar siswa.

Penelitian lain dilakukan oleh Greenbowe (2004) yang meneliti mengenai efektivitas penggunaan multimedia interaktif dalam mengurangi miskonsepsi siswa pada materi pokok elektrokimia. Penelitian tersebut menyatakan bahwa penggunaan multimedia interaktif dapat mengurangi miskonsepsi yang terjadi pada siswa. Greenbowe (2004) menyatakan bahwa animasi komputer berupa grafik dan reaksi kimia yang terdapat dalam multimedia interaktif dapat membantu siswa dalam memahami materi dan mengubah miskonsepsi yang sebelumnya mereka alami. Hasil penelitian Wiyono (2012) juga menyatakan bahwa visualisasi yang disajikan melalui multimedia interaktif memungkinkan siswa melakukan navigasi, berinteraksi, berkreasi dan berkomunikasi dengan menghubungkan panca indra mereka dengan antusias sehingga informasi yang masuk ke memorinya lebih tahan lama dan mudah dipanggil pada saat informasi tersebut dibutuhkan.

2.7

Kerangka Berpikir

(47)

reaksi-reaksi kimia dan rumus pH. Kompleksnya materi larutan penyangga ini menyebabkan sebagian siswa mengalami kesulitan dalam memahami konsep. Level mikroskopis pada konsep larutan penyangga menyebabkan meteri tersebut bersifat abstrak dan menyebabkan terjadinya miskonsepsi. Tugas guru dalam mengatasi miskonsepsi ini adalah menerapkan metode pembelajaran yang dapat menciptakan gambar batin mengenai dunia abstrak sehingga materi kajian kimia dapat dipahami dengan mudah.

(48)
[image:48.595.137.516.114.500.2]

Gambar 2.4 Kerangka berpikir penelitian

2.8

Hipotesis

Berdasarkan kerangka berpikir tersebut, maka hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah penggunaan multimedia interaktif efektif untuk meminimalkan miskonsepsi siswa pada materi pokok larutan penyangga.

Konsep larutan penyangga sangat kompleks meliputi level makroskopis, simbolik dan mikroskopis.

Pembelajaran dengan menggunakan multimedia interaktif dapat meminimalkan tingkat miskonsepsi siswa

Level mikroskopis pada konsep larutan penyangga menyebabkan meteri tersebut bersifat abstrak dan menyebabkan terjadinya miskonsepsi.

Perlu adanya metode pembelajaran yang dapat menciptakan gambar batin mengenai dunia abstrak sehingga dapat dipahami.

Multimedia interaktif dapat memadukan animasi, teks, suara, dan gambar sehingga dapat menciptakan sesuatu yang abstrak menjadi konkret.

Penggunaan pendekatan dan media yang tepat menyebabkan terjadinya peningkatan pemahaman materi larutan penyangga pada level

makroskopis, simbolik dan mikroskopis

(49)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1

Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah True Experimental Design yang berbentuk Pretest-Posttest Control Group Design.

[image:49.595.125.495.421.461.2]

Dalam desain ini terdapat dua kelompok yang dipilih secara random, kemudian diberi pre test untuk mengetahui keadaan awal antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol (Sugiyono, 2010). Pada Tabel 3.1 berikut ini disajikan pola rancangan penelitian yang akan dilakukan.

Tabel 3.1 Pola Rancangan Penelitian

Kelas Keadaan Awal Perlakuan Keadaan Akhir

Eksperimen 01 X 02

Kontrol 01 - 02

Keterangan:

X : Pembelajaran kimia dengan menggunakan multimedia interaktif - : Pembelajaran kimia tanpa menggunakan multimedia interaktif 01 : Pre test

02 : Post test

3.2

Alur Penelitian

Langkah-langkah yang dilakukan pada penelitian adalah:

1. Menganalisis bagian-bagian dari materi larutan penyangga yang memungkinkan terjadinya miskonsepsi melalui kajian terhadap buku-buku dan penelitian atau skripsi sebelumnya.

(50)

2. Menyusun multimedia interaktif dengan bimbingan dosen pembimbing. 3. Membuat instrumen penelitian meliputi kisi – kisi soal uji coba, soal uji coba,

kunci jawaban soal uji coba dan kriteria penilaian soal uji coba.

4. Melaksanakan uji coba instrumen penelitian di kelas XII IPA yang telah mendapatkan materi larutan penyangga, kemudian menganalisis dan menetapkan instrumen penelitian.

5. Mengambil data awal kelas XI IPA SMA Negeri 1 Jatisrono untuk menentukan sampel penelitian dengan teknik cluster random sampling. 6. Memberikan pre test untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol.

7. Melaksanakan pembelajaran pada sampel penelitian. Pada pelaksanaan ini dilakukan pembelajaran dengan menggunakan multimedia interaktif pada kelas eksperimen dan pada kelas kontrol tanpa menggunakan multimedia interaktif.

8. Memberikan post test pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

9. Mengumpulkan data-data yang diperlukan dalam penelitian untuk mengukur tingkat miskonsepsi siswa pada materi pokok larutan penyangga.

10. Menganalisis/mengolah data yang telah dikumpulkan dengan metode yang telah ditentukan.

(51)

3.3

Variabel Penelitian

3.3.1 Variabel Bebas (X)

[image:51.595.118.536.116.488.2]

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah penggunaan multimedia interaktif dengan Macromedia Flash Profesional 8 dan Microsoft Office Power Point sebagai software utamanya.

Gambar 3.1 Diagram alur penelitian Pembelajaran menggunakan

multimedia interaktif

Pre-test Pre-test

Pembelajaran tanpa menggunakan multimedia interaktif

Analisis miskonsepsi dan penguasaan konsep siswa Analisis miskonsepsi dan

penguasaan konsep siswa

Menarik kesimpulan Post-test

Kelas eksperimen Kelas kontrol

Mengkaji ragam miskonsepsi pada konsep larutan penyangga Membuat multimedia interaktif dan instrumen penelitian

Menentukan kelas eksperimen dan kontrol kemudian melakukan penelitian Melakukan uji coba soal diagnostik miskonsepsi

(52)

3.3.2 Variabel Terikat (Y)

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah miskonsepsi siswa pada hasil belajar larutan penyangga. Data tingkat miskonsepsi didapatkan melalui tes diagnostik miskonsepsi.

3.3.3 Variabel kontrol

Variabel kontrol meliputi guru, model dan metode pembelajaran, LKS yang digunakan siswa, materi pelajaran, kurikulum dan jumlah jam pelajaran. Dalam penelitian ini peneliti bertindak sebagai guru. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah kooperatif tipe STAD sedangkan metode pembelajarannya meliputi: diskusi, praktikum, ceramah dan pemberian tugas. LKS yang digunakan siswa baik di kelas eksperimen maupun di kelas kontrol adalah sama, materi pelajaran yang disampaikan adalah materi pokok larutan penyangga, kurikulum yang dipakai adalah KTSP, dan jumlah jam pelajaran yang digunakan untuk penelitian adalah sama antara kelas eksperimen dan kelas kontrol yaitu 12 jam pelajaran.

3.4

Penentuan Subyek Penelitian

3.4.1 Populasi

(53)

3.4.2 Sampel

Dari populasi yang tersebar yaitu kelas XI IPA dipilih satu kelas kontrol yaitu kelas XI IPA 2 sebanyak 33 siswa dan satu kelas eksperimen yaitu kelas XI IPA 1 sebanyak 33 siswa.

3.4.3 Teknik Pengambilan Sampel

Sampel dalam penelitian ini diambil dengan teknik cluster random sampling dari populasi normal dan homogen dengan pertimbangan siswa duduk

pada jenjang kelas yang sama, guru mempunyai kemampuan yang sama, materi berdasarkan pada kurikulum yang sama dan pembagian kelas tidak ada kelas unggulan.

3.5

Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati, secara spesifik semua fenomena ini disebut variable penelitian (Sugiyono, 2010).

3.5.1 Jenis instrumen

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa soal tes diagnostik miskonsepsi. Soal tes diagnostik miskonsepsi digunakan pada saat pre test dan post test. Tes diagnostik miskonsepsi yang digunakan berupa tes benar

(54)

pernyataan pada soal tersebut benar ataukan salah, selain itu siswa juga diminta untuk memberikan alasannya, sehingga dengan menggunakan tes diagnostik tersebut miskonsepsi-miskonsepsi yang terjadi pada siswa dapat teridentifikasi.

3.5.2 Prosedur Penyusunan Instrumen

Prosedur penyusunan instrumen merupakan langkah - langkah yang dilakukan peneliti dalam menyusun instrumen penelitian dengan maksud agar instrumen yang digunakan dapat menghasilkan data yang sesuai. Lagkah–langkah dalam menyusun instrumen meliputi perencanaan, penulisan butir pertanyaan dan penyediaan tolak ukur.

3.5.2.1 Perencanaan

Langkah ini dimulai dengan melakukan kajian terhadap konsep larutan penyangga yang diperoleh dari silabus dan buku-buku kimia. Langkah selanjutnya adalah menganalisis kemungkinan miskonsepsi pada materi larutan penyangga yang diperoleh dari buku dan penelitian sebelumnya. Maksud dilakukannya langkah tersebut adalah untuk merumuskan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan dalam instrumen penelitian. Hasil rumusan tersebut kemudian dituangkan dalam bentuk kisi-kisi instrumen.

3.5.2.2 Penulisanbutir pertanyaan

(55)

untuk diujicobakan sebanyak 30 butir yang terdiri atas komposisi jenjang sebagai berikut:

1. Aspek pengetahuan (C1) terdiri dari 2 soal = 6,67% 2. Aspek pemahaman (C2) terdiri dari 9 soal = 30% 3. Aspek penerapan (C3) terdiri dari 12 soal = 40% 4. Aspek analisis (C4) terdiri dari 6 soal = 20% 5. Aspek sintesis (C5) terdiri dari 1 soal = 3,33% 3.5.2.3 Penyediaan tolak ukur

Penyediaan tolak ukur atau kriteria penilaian merupakan hal penting yang perlu dilakukan dalam penyusunan instrumen. Suharsimi (2006) menyatakan bahwa manfaat dari penyediaan tolak ukur adalah:

1. untuk menyamakan ukuran bagi pengumpul data agar tidak banyak terpengaruh faktor subyektif.

2. untuk menjaga kestabilan data yang dikumpulkan dalam waktu berbeda. 3. untuk mempermudah peneliti dalam mengolah data.

(56)
[image:56.595.115.510.136.415.2]

Tabel 3.2 Kriteria penilaian tingkat pemahaman

Tingkat

pemahaman Kriteria penilaian Ketentuan Skor

Paham Jawaban siswa mencakup semua

tinjauan teoritis konsep yang dike-mukakan para ahli.

Jawaban benar serta

alasan yang dikemuka-kan lengkap dan benar.

5

Paham sebagian

Jawaban siswa mencakup sebagi-an (tidak mencakup semua) tinjau-an teoritis konsep ytinjau-ang dikemuka-kan para ahli.

Jawaban salah karena alasan yang dikemuka-kan benar tetapi kurang lengkap.

4

Miskonsepsi - Jawaban siswa menunjukkan

kesalahpahaman yang mendasar tentang konsep yang dimiliki-nya.

- Jawaban siswa menunjukkan

se-bagian informasi yang benar te-tapi terdapat kesalahpahaman dalam menjelaskan.

Jawaban salah karena alasan yang diberikan

bertentangan dengan

konsep yang benar.

2

Tidak Paham Jawaban siswa tidak relevan dan

tidak logis.

Jawaban salah dan

alasan salah serta tidak sesuai dengan maksud soal atau hanya mengu-langi pertanyaan.

1

3.5.3 Uji Coba Instrumen

Setelah menyelesaikan penyusunan instrumen di bawah bimbingan dosen pembimbing I, dosen pembimbing II dan guru mitra, langkah selanjutnya adalah melakukan uji coba instrumen soal tes diagnostik miskonsepsi kepada siswa kelas XII IPA 1 SMA Negeri 1 Jatisrono.

3.5.4 Analisis Uji Coba Instrumen

(57)

3.5.4.1 Daya beda soal

Daya pembeda soal adalah kemampuan soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Berdasarkan Surapranata (2005) daya beda soal uraian ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

D = Mean kelompok atas−Mean kelompok bawah

Skor maksimum soal

Klasifikasi daya pembeda berdasarkan Suharsimi (2010) dapat dilihat pada Tabel 3.3 berikut ini.

Tabel 3.3 Klasifikasi daya pembeda soal

[image:57.595.163.445.356.438.2]

Jumlah butir soal dan nomor soal dengan klasifikasi daya pembeda dapat dilihat pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4 Hasil perhitungan daya pembeda soal uji coba

(Keterangan: Perhitungan daya pembeda soal uji coba ini dapat dilihat pada lampiran 11 halaman 225)

Inteval Kriteria

DP ≤ 0,00

0,00 < DP ≤ 0,20 0,20 < DP ≤ 0,40 0,40 < DP ≤ 0,70 0,70 < DP ≤ 1,00

Sangat jelek Jelek Cukup Baik Sangat baik

Klasifikasi daya pembeda Nomor soal Jumlah butir

soal Baik

Cukup

Jelek

3, 6, 8, 12, 14, 17, 20, 22, 23, 25, 30

5, 7, 10, 11, 13, 15, 16, 18, 19, 21, 24, 27

1, 2, 4, 9, 26, 28, 29

11

12

7

(58)

3.5.4.2 Tingkat kesukaran

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Berdasarkan Surapranata (2005) rumus yang digunakan untuk menentukan tingkat kesukaran (P) dari soal uraian adalah:

P = Mean

Skor maksimum yang ditetapkan

dimana:

Mean = Jumlah skor siswa peserta tes pada suatu soal Jumlah peserta didik yang mengikuti tes

[image:58.595.147.479.413.505.2]

Klasifikasi tingkat kesukaran soal berdasarkan Suharsimi (2010) dapat dilihat pada Tabel 3.5 berikut ini.

Tabel 3.5 Klasifikasi tingkat kesukaran soal

Interval Kriteria

P = 0,00

0,00 < P

0,30

0,30 < P

0,70

0

Gambar

Tabel 2.2 Naskah media flash materi larutan penyangga
Gambar 2.1 Tampilan menu media larutan penyangga
Gambar 2.3 Komponen larutan penyangga asam
Tabel 2.3 Kemungkinan miskonsepsi pada materi larutan penyangga
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1)Uji hipotesis menunjukan, penggunaan media pembelajaran berbantuan multimedia interaktif efektif digunakan pada materi prinsip

Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1)Uji hipotesis menunjukan, penggunaan media pembelajaran berbantuan multimedia interaktif efektif digunakan pada materi prinsip

Hasil yang diperoleh adalah nilai matematika materi kubus dan balok setelah diberi pembelajaran kontekstual menggunakan media video dan multimedia interaktif

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari tanggapan guru, tanggapan siswa dan keterlaksanaan e-book interaktif dalam pembelajaran tersebut, maka e-book interaktif

Hasil dari analisis lembar validasi, angket dan tes hasil belajar dapat disimpulkan bahwa telah dihasilkan multimedia interaktif yang valid, praktis dan efektif

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari tanggapan guru, tanggapan siswa dan keterlaksanaan e-book interaktif dalam pembelajaran tersebut, maka e-book interaktif

Efektifitas Penggunaan Produk Multimedia Interaktif Hasil uji lapangan menunjukkan bahwa multimedia interaktif efektif digunakan sebagai bahan ajar pembelajaran Agama

Fase Desain Design Flowchart dan storyboard dibuat pada tahap desain, yang merupakan desain multimedia interaktif yang ditujukan untuk berbagai imedia iyang isecara ikhusus idapat