KARYA TULIS ILMIAH
EFEKTIFITAS GEL EKSTRAK DAUN PEPAYA (Carica Papaya L. ) 75% TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA AKIBAT EFEK
SAMPING BLEACHING (DITINJAU DARI DIAMETER LUKA GINGIVA DAN JUMLAH SEL MAKROFAG)
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun Oleh : ALAN HENDRAWAN
20120340009
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
KARYA TULIS ILMIAH
EFEKTIFITAS GEL EKSTRAK DAUN PEPAYA (Carica Papaya L. ) 75% TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA AKIBAT EFEK
SAMPING BLEACHING (DITINJAU DARI DIAMETER LUKA GINGIVA DAN JUMLAH SEL MAKROFAG)
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun Oleh : ALAN HENDRAWAN
20120340009
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
ii
HALAMAN PENGESAHAN KTI
EFEKTIFITAS GEL EKSTRAK DAUN PEPAYA (Carica Papaya L. ) 75% TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA AKIBAT EFEK
SAMPING BLEACHING(DITINJAU DARI DIAMETER LUKA GINGIVA DAN JUMLAH SEL MAKROFAG)
Disusun oleh:
ALAN HENDRAWAN 20120340009
Telah disetujui dan diseminarkan pada tanggal : 30 Mei 2016
Dosen Pembimbing Dosen Penguji
drg. Any Setyawati, Sp. KG drg. Sartika Puspita, MDSc NIK : 19741202200710173084 NIK :19791028200910173109
Mengetahui ,
Kaprodi Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas MuhammadiyahYogyakarta
iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini
Nama : Alan Hendrawan
NIM : 20120340009
Program Studi : Pendidikan Dokter Gigi
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benar–benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dalam karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Yogyakarta, 5 Mei 2016 Yang membuat pernyataan,
Tanda tangan
Alan Hendrawan
iv
MOTTO
“Keberhasilan terbesar adalah bukan tidak pernah gagal, tetapi bangkit kembali setiap kali kita jatuh. Selalu ikhtiar menuju tawakal, dan berakhir dengan
kegembiraan atas kesabaran. Karena pada dasarnya keberhasilan tidak datang
secara tiba-tiba, tetapidengan usaha, doa dan kerja keras agar menjadi
berhasil.”
Alan Hendrawan
“Kebaikan tidak akan bernilai selama diucapkan akan tetapi bernilai sesudah dikerjakan. Untuk itu kita lebih baik mencobanya daripada tidak sama sekali.
Dan jangan menunda sampai besok apa yang bisa dikerjakan hari ini. Karena
sesungguhnya Allah SWT maha mengetahui apa yang kita kerjakan dan Allah
SWT tidak akan memberikan cobaan yang melebihi batas kemampuan
hamba-Nya.”
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya Tulis Ilmiah ini persembahkan untuk :
ALLAH S.W.T
Keluarga yang selalu memberikan dukungan, terutama kedua orangtua penulis
ibu H. Eri Dwi Rosana S.E, ayah H. Soejarwo S.Sos. MM., keluarga besar, dan
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam yang telah memberikan rahmah dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana Kedokteran Gigi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Penyusun Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Efektifitas gel ekstrak daun
pepaya (carica papaya l.) 75% terhadap penyembuhan luka akibat efek samping bleaching (ditinjau dari diameter luka gingiva dan jumlah sel makrofag)” dapat diselesaikan tanpa halangan suatu apapun, tentu karya tulis ilmiah ini dapat selesai berkat dan tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. 2. Kedua orangtua peneliti yang selalu memberikan doa, dukungan, semangat,
materi, dan fasilitas sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
3. dr. H. Ardi Pramono, Sp. An., M. Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
4. drg. Hastoro Pintadi, Sp. Prost., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
5. drg. Any Setyawati sp. KG., selaku dosen pembimbing Karya Tulis Ilmiah yang telah bersedia memberi waktu, pengetahuan, bantuan pemikiran, saran bimbingan dan dorongan yang sangat berguna bagi peneliti dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
vii
7. drg. Tita Ratya Utari, Sp.Ort., selaku dosen penguji proposal Karya Tulis Ilmiah ini yang telah bersedia memberikan banyak bimbingan sehingga peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
8. drg. Sartika Puspita, MDsc., selaku dosen penguji Karya Tulis Ilmiah ini yang telah bersedia memberikan banyak bimbingan sehingga peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
9. Seluruh dosen Program Studi Kedokteran Gigi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, dan dosen-dosen pakar yang telah banyak memberikan pengarahan kepada penulis dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
10.Seluruh staf dan karyawan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
11.Peruca Dwi Lestari, Adhila Shintia Devi, dan Novia Arisandi sebagai partner karya tulis ilmiah peneliti yang selalu memberikan semangat serta kerja sama yang baik dan telah mau berbagi ilmiah dengan saya.
12.Teman-teman prodi Kedokteran Gigi angkatan 2012 yang selalu meramaikan kuliah, kerja sama dengan baik, selalu memberikan dukungan, dan semangat. 13.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis ucapkan terima
kasih atas bantuan serta dukungan selama ini.
Semua bantuan yang diberikan kepada penulis semoga mendapatkan balasan dan karunia yang lebih dari Allah SWT. Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kebaikan penulisan ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat bagi kemajuan ilmu Kedokteran Gigi pada umumnya dan bermanfaat bagi pembaca khususnya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Yogyakarta, 5 Mei 2016 Penulis
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN KTI ... ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iii
MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
INTISARI ... xii
ABSTRACT ... 13
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 6
E. Keaslian Penelitian ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka ... 9
1. Gigi ... 9
2. Bleaching ... 11
3. Luka atau cedera sel ... 16
4. Makrofag ... 22
5. Obat Kimia ... 25
6. Obat Herbal ... 28
7. Ekstrak ... 31
8. Gel ... 32
9. Tikus ... 33
B. Landasan Teori ... 34
C. Kerangka Konsep ... 36
D. Hipotesis ... 37
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 38
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 38
C. Subyek dan Sampel Penelitian ... 39
D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi... 40
E. Identifikasi Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 41
F. Instrumen Penelitian ... 44
G. Cara Kerja ... 46
H. Analisa Data ... 54
I. Etik Penelitian ... 54
ix BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ... 57 B. Pembahasan ... 73 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Hasil rata rata diameter luka ... 61
Tabel 2. Hasil Uji Normalitas Shapiro-Wilk pada Kelompok Perlakuan ... 62
Tabel 3. Hasil Uji Homogenitas pada Diameter Luka ... 63
Tabel 4. Hasil uji One Way Anova Diameter Luka ... 63
Tabel 5. Uji Least Significant Difference pada Kelompok Perlakuan ... 64
Tabel 6. Rata-rata jumlah sel makrofag setiap perlakuan pada Proses Penyembuhan Luka Pasca induksi luka gingiva yang diakibatkan oleh hidrogen peroksida konsentrasi 35% sebagai bahan bleaching .. 66
Tabel 7. Hasil Uji Normalitas Shapiro-Wilk pada Kelompok Perlakuan ... 70
Tabel 8. Hasil Uji Homogenitas pada Sel Makrofag ... 71
Tabel 9. Hasil uji One Way Anova Sel Makrofag ... 71
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur mikrograf elektron sebuah makrofag, huruf L adalah
lisosom Sekunder yang bersisi materi yang di fagositose... 25
Gambar 2. Mekanisme kerja obat kortikosteroid papaya ... 27
Gambar 3. Daun Pepaya (Carica papaya) ... 29
Gambar 4. Tikus Putih(Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley ... 33
Gambar 5. Kerangka Konsep ... 36
Gambar 6. Alur Penelitian ... 56
Gambar 7. Pengukuran diameter luka dengan sliding caliper ... 58
Gambar 8. Diameter Luka Pasca induksi luka setelah1 hari dengan hidrogen peroksida pada tikus spraguey dawley jantan ... 58
Gambar 9. Diameter Luka Pasca induksi luka menggunakan hidrogen peroksida dengan menggunakan perlakuan aquades pada tikus spraguey dawley jantan pada hari ke 1,3,5, dan 7... 59
Gambar 10. Diameter Luka Pasca induksi luka menggunakan hidrogen peroksida dengan menggunakan perlakuan Ekstrak daun pepaya konsentrasi 75% pada tikus spraguey dawley jantan pada hari ke 1,3,5, dan 7 ... 59
Gambar 11. Diameter Luka Pasca induksi luka menggunakan hidrogen peroksida dengan menggunakan perlakuan kenalog in orabase pada tikus spraguey dawley jantan pada hari ke 1,3,5, dan 7 ... 59
Gambar 12. Gambaran mikroskopis dengan perbesaran 40x menggunakan pewamaan HE perlakuan Ekstrak daun pepaya konsentrasi 75% pada tikus spraguey dawley jantan pada hari ke 1,3,5, dan 7 ... 66
Gambar 13. Gambaran mikroskopis dengan perbesaran 40x menggunakan pewarnaan HE perlakuan kenalog in orabase pada tikus spraguey dawley jantan pada hari ke 1,3,5, dan 7 ... 67
xii
INTISARI
Latar Belakang : Hidrogen peroksida 35% yang digunakan sebagai bahan bleaching memiliki efek negatif berupa luka jika terkena gingiva. Penelitian ini bertujuan mengetahui efektifitas gel ekstrak daun papaya (Carica Papaya L.)
konsentrasi 75% dalam mempercepat proses penyembuhan luka gingiva yang diakibatkan oleh hidrogen peroksida 35%.
Metode Penelitian :Desain penelitian eksperimental laboratoris in vivo pada tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley jantan, sampel 33 ekor dan dibagi 3 kelompok dengan masing-masing drop out 2 sampel, hari ke-0 semua tikus diinduksi hidrogen peroksida 35% dengan cara pengolesan, selanjutnya kelompok I diberikenalog in orabase, kelompok II gel ekstrak dan kelompok III aquades. Perlakuan dilakukan setiap hari dan hari ke 1,3,5 dan 7 tikus diambil satu secara acak untuk pengukuran diameter luka dan dekapitulasi rahang. Selanjutnya dilakukan pengamatan jumlah sel makrofag dalam preparat. Data penelitian dianalisis menggunakan Uji normalitas Saphiro Wilk karena sampel kurang dari 50. Apabila data terdistribusi normal dilanjutkan dengan analisa anova satu jalur sebagai uji komparatif. Selanjutnya menggunakan uji Least Significant Difference. Hasil : Data rata-rata diameter luka, kelompok I memiliki lebar diameter luka terkecil selanjutnya kelompok II lebih besar dan kelompok III. Untuk data jumlah sel makrofag jumlah rata-rata terbesar adalah kelompok III selanjutnya kelompok II dan kemudian kelompok I, jumlah sel makrofag terbanyak pada hari ke 1 dan ke 3. Uji normalitas Sahphiro Wilk semuanya signifikan, annova satu jalur semuanya signifikan, dan uji LSD Mean Difference tertinggi pada kelompok III yaitu sebesar 1,450.
Kesimpulan :gel ekstrak Daun Pepaya 75% dapat mempercepat proses penyembuhan luka ditinjau dari penurunan diameter luka dan jumlah sel makrofag.
13
ABSTRACT
Background: 35% Hydrogen peroxide used as a material bleaching have negative effects such as wounds if exposed to gingiva. The aimed of this study is to determine the effectiveness of papaya gel extract (Carica Papaya L.) with 75% concentration in accelerate healing of gingival wounds that caused by 35% hydrogen peroxide.
Methods: This study was an in vivo laboratory experimental in 33 male strain Sprague Dawley rats (Rattus norvegicus). The samples were divided into 3 groups with each 2 samples drop out, at day 0 all rats induced by 35% hydrogen peroxide with a basting, here in after group I was given Kenalog in orabase, group II was given gel extract and group III was given distilled water. The treatment was done every day and in day 1,3,5 and 7 the rats were taken at random for measuring the diameter of the wound and recapitulation of the jaw. Furthermore, observe the number of macrophages in the preparations. The normality of data were analyzed with Shapiro Wilk because the sample is less than 50. If the data are normally distributed the test will followed by one way ANOVA as the comparative test and using the Least Significant Difference test. Results: The average diameter of the wound for the first group have a smallest diameter, group 2 is wider and group3. The average based on number of macrophage cells, group III have the most machropage cells, followed by group II and group I have least machropage cells, the largest number of macrophage cells is on day 1 and day 3. Saphiro Wilk and One Way Anova test show all data is significant and LSD test that have the highest Mean Difference is in group III in the amount of 1,450.
Conclusion: 75% papaya leaf extract gel can accelerate the wound healing process in terms of a reduction in the diameter of the wound and the amount of macrophage cells.
INTISARI
Latar Belakang : Hidrogen peroksida 35% yang digunakan sebagai bahan bleaching memiliki efek negatif berupa luka jika terkena gingiva. Penelitian ini bertujuan mengetahui efektifitas gel ekstrak daun papaya (Carica Papaya L.)
konsentrasi 75% dalam mempercepat proses penyembuhan luka gingiva yang diakibatkan oleh hidrogen peroksida 35%.
Metode Penelitian :Desain penelitian eksperimental laboratoris in vivo pada tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley jantan, sampel 33 ekor dan dibagi 3 kelompok dengan masing-masing drop out 2 sampel, hari ke-0 semua tikus diinduksi hidrogen peroksida 35% dengan cara pengolesan, selanjutnya kelompok I diberikenalog in orabase, kelompok II gel ekstrak dan kelompok III aquades. Perlakuan dilakukan setiap hari dan hari ke 1,3,5 dan 7 tikus diambil satu secara acak untuk pengukuran diameter luka dan dekapitulasi rahang. Selanjutnya dilakukan pengamatan jumlah sel makrofag dalam preparat. Data penelitian dianalisis menggunakan Uji normalitas Saphiro Wilk karena sampel kurang dari 50. Apabila data terdistribusi normal dilanjutkan dengan analisa anova satu jalur sebagai uji komparatif. Selanjutnya menggunakan uji Least Significant Difference. Hasil : Data rata-rata diameter luka, kelompok I memiliki lebar diameter luka terkecil selanjutnya kelompok II lebih besar dan kelompok III. Untuk data jumlah sel makrofag jumlah rata-rata terbesar adalah kelompok III selanjutnya kelompok II dan kemudian kelompok I, jumlah sel makrofag terbanyak pada hari ke 1 dan ke 3. Uji normalitas Sahphiro Wilk semuanya signifikan, annova satu jalur semuanya signifikan, dan uji LSD Mean Difference tertinggi pada kelompok III yaitu sebesar 1,450.
Kesimpulan :gel ekstrak Daun Pepaya 75% dapat mempercepat proses penyembuhan luka ditinjau dari penurunan diameter luka dan jumlah sel makrofag.
ABSTRACT
Background: 35% Hydrogen peroxide used as a material bleaching have negative effects such as wounds if exposed to gingiva. The aimed of this study is to determine the effectiveness of papaya gel extract (Carica Papaya L.) with 75% concentration in accelerate healing of gingival wounds that caused by 35% hydrogen peroxide.
Methods: This study was an in vivo laboratory experimental in 33 male strain Sprague Dawley rats (Rattus norvegicus). The samples were divided into 3 groups with each 2 samples drop out, at day 0 all rats induced by 35% hydrogen peroxide with a basting, here in after group I was given Kenalog in orabase, group II was given gel extract and group III was given distilled water. The treatment was done every day and in day 1,3,5 and 7 the rats were taken at random for measuring the diameter of the wound and recapitulation of the jaw. Furthermore, observe the number of macrophages in the preparations. The normality of data were analyzed with Shapiro Wilk because the sample is less than 50. If the data are normally distributed the test will followed by one way ANOVA as the comparative test and using the Least Significant Difference test. Results: The average diameter of the wound for the first group have a smallest diameter, group 2 is wider and group3. The average based on number of macrophage cells, group III have the most machropage cells, followed by group II and group I have least machropage cells, the largest number of macrophage cells is on day 1 and day 3. Saphiro Wilk and One Way Anova test show all data is significant and LSD test that have the highest Mean Difference is in group III in the amount of 1,450.
Conclusion: 75% papaya leaf extract gel can accelerate the wound healing process in terms of a reduction in the diameter of the wound and the amount of macrophage cells.
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Estetika merupakan faktor penting dalam penentuan perawatan
endodontik untuk pasien. Beberapa pasien mengeluhkan mengenai perubahan
warna gigi. Pada gigi yang mengalami perubahan warna atau diskolorisasi
gigi, pemutihan gigi dianggap sebagai cara untuk merestorasi estetika gigi
(Grossman, dkk., 1995). Salah satu cara perawatan gigi dalam penanganan
perubahan warna gigi adalah pemutihan gigi atau bleaching (Aschheim dan
Dale, 2001). Bleaching merupakan prosedur non restorasi yang mengandung
material pemutih dan dapat berperan sebagai oksidator dan reduktor. Bahan
yang umum dipakai adalah oksidator seperti cairan hidrogen peroksida,
karbamid peroksida, dan natrium perborat. Hidrogen peroksida dan karbamid
peroksida diindikasikan untuk pemutihan gigi atau bleaching secara eksternal
sedangkan natrium perborat secara internal (Walton dan Torabinejad, 2008).
Dilihat dari prosedurnya pemutihan gigi dibagi menjadi dua, Pemutihan
gigi dikerjakan diklinik oleh dokter gigi secara langsung yang biasa disebut
in-office bleaching atau dilakukan dirumah yang biasa disebut home bleaching
dengan pantauan dokter gigi (Aschheim dan Dale, 2001). Penggunaan jangka
panjang bahan bleaching dapat menyebabkan iritasiatau cedera sel serta
2
(Ferit, dkk., 2011). Penyebab cedera sel atau iritasi sangat bervariasi, secara
umum penyebab cedera sel dapat dikelompokan ke dalam beberapa kategori,
yaitu kekurangan oksigen, faktor fisik, kimia dan biologis, reaksi imunologis,
kelainan genetik dan ketidakseimbangan nutrisi (Sjamsuhidajat, dkk., 2012).
Hidrogen peroksida (H2O2) merupakan salah satu bahan bleaching,
hidrogen peroksida tersedia dalam berbagai tingkat kekuatan walaupun yang
biasa dipakai adalah larutan yang distabilkan dengan kadar 30% sampai 35%
(Walton dan Torabinejad, 2008). Bahan in-office bleaching yang biasa dipakai
adalah hidrogen peroksida 35% (Istianah, 2015). Hidrogen peroksida juga
termasuk dalam oksidator kuat sehingga dikenal sebagai bahan bleaching gigi
yang efektif. (Goldberg,dkk.,2010). Hidrogen peroksida merupakan bahan
kimia yang dapat menyebabkan kerusakan gingiva, terbakar dan terkelupas
(Walton dan Torabinejad, 2008). Kerusakan tersebut terjadi sebanding dengan
kadar dan jumlah bahan yang mengenai tubuh, cara dan lamanya kontak, serta
sifat dan cara kerja zat kimia tersebut. Zat kimia akan terus bereaksi sampai
bahan tersebut habis dijaringan tubuh yang di cederai (Sjamsuhidajat, dkk.,
2012). Hidrogen peroksida (H2O2) berperan sebagai agen oksidator radikal
bebas yang tidak mempunyai pasangan elektron dan akan lepas, kemudian
mengakibatkan reaksi oksidasi (Istinah, 2015).
Sel-sel yang terlibat dalam proses cedera atau luka akibat peradangan
adalah leukosit fagositik (neutrofil atau PMN dan makrofag atau eosinofil),
trombosit, dan limfosit (Price dan Wilson, 2006). Pada respon inflamasi akut
3
mediator lain dari sel-sel yang rusak, dan migrasi sel darah putih seperti
leukosit polimorfonuklear dan makrofag (Morison, 2004). Makrofag berperan
dalam mempertahankan jaringan normal dengan enzim lisosomnya. Makrofag
merupakan pertahanan pertama terhadap infeksi, dengan cara memakan dan
menghancurkan bakteri yang masuk (Bloom dan Fawcett, 2002).
Mekanisme atau proses penyembuhan luka dibagi ke dalam tiga fase,
yaitu fase inflamasi, proliferasi, dan remodelling (Sjamsuhidajat, dkk., 2012).
Obat kimia merupakan upaya untuk mempercepat proses penyembuhan luka,
seperti penggunaan topikal kortikosteroid yang dianjurkan untuk
pengobatanulserasi pada mukosa mulut.Kenalog in orabasemerupakan jenis
topikal kortikosteroid yang sudah banyak digunakan sebagai agen
antiinflamasi untuk mengobati luka pada mukosa mulut (Krasteva,dkk., 2010).
Kenalog in orabase juga mengandung kortikosteroid topikal yang sangat
efektif dalam adesif (Balaji, 2009).
Indonesia mempunyai lebih dari 20.000 jenis tumbuhan obatdan 300
jenis diantaranya sudah dimanfaatkan sebagai obat herbal. Pepaya (Carica
papaya) adalah salah satu tanaman berkhasiat yang bisa dijadikan obat. Salah
satu bagian dari tanaman pepaya yang berkhasiat obat ialah daunnya. Daun
pepaya sering dijadikan bahan makanan sehari-hari walaupun rasanya pahit
(Yapian, dkk., 2013). Daun pepaya memiliki kandungan senyawa aktif berupa
enzim papain dan flavonoid sebagai antiinflamasi.Ekstrak daun pepaya
mempunyai efek antiinflamasi berupa penurunan jumlah sel makrofag
4
Berbagai macam tumbuhan herbal yang ada dibumi memiliki banyak
manfaat dan pada dasarnya semua tumbuhan yang ada dibumi itu baik, sesuai
dalam Al-Quran surat Asy-Syuara ayat 7 yang berbunyi :
مي ك جْ ّلك ْنم ا يف انْتبْنأ ْمك ضْر ْْا ىلإ اْ ي ْمل أ
Artinya, “Dan apakah mereka tidak memperlihatkan bumi, betapa kami
tumbuhkan di bumi itu berbagai macam (tumbuh-tumbuhan) yang baik”.
Penggunaan sumber daya yang ada dibumi harus dimanfaatkan dengan
bijaksana dan maksimal sesuai manfaatnya, sesuai dalam surat Al-Quran surat
Al-Isra ayat 27 :
Artinya, “Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah
saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya”.
Berdasarkan ayat diatas peneliti memaknai bahwa Allah SWT
menciptakan semua tumbuhan di dunia ini baik dan mempunyai manfaat, kita
harus memaksimalkan pemanfaatan dari tumbuhan tersebut agar kita tidak
termasuk orang yang boros.Bahan uji seperti obat yang akan dimanfaatkan
pada manusia harus lolos dari pengujian laboratorium secara tuntas dan
dilanjutkan dengan penelitian pada hewan percobaan untukmengetahui
kelayakan dan keamanannya. Hewan percobaan diperlukan untuk
mengamatidan mengkaji seluruh reaksi dan interaksi bahan uji yang diberikan,
5
Pemanfaatan daun papaya (Carica Papaya L.)masih jarang, terutama dalam
bidang kedokteran gigi. Berdasarkan latarbelakang tersebut peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian tentang efektifitas gel ekstrak daun papaya
(Carica Papaya L.) terhadap penyembuhan luka gingiva akibat bahan
bleachingyaitu hidrogen peroksida melalui pengamatan penurunan diameter
luka dan penurunan jumlah sel makrofag pada tikus putih (Rattus norvegicus)
galur Sprague Dawley jantan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, dapat
dirumuskan suatu permasalahan yaitu apakah gel ekstrak daun papaya (Carica
Papaya L.) konsentrasi 75% efektif mempercepat penyembuhan luka yang
diakibatkan oleh hidrogen peroksida konsentrasi 35% sebagai bahan bleaching
dilihat dari penurunan diameter luka dan jumlah sel makrofag ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Tujuan umum
Mengetahui efektifitas gel ekstrak daun papaya (Carica Papaya L.)
konsentrasi 75% dalam mempercepat proses penyembuhan luka gingiva
yang diakibatkan oleh hidrogen peroksida konsentrasi 35% sebagai bahan
bleaching pada tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley
6
2. Tujuan khusus
Mengetahui efektifitas gel ekstrak daun papaya (Carica Papaya L.)
konsentrasi 75% terhadap penurunan diameter luka dan jumlah sel
makrofag pada proses penyembuhan luka gingiva yang diakibatkan oleh
hidrogen peroksida konsentrasi 35% sebagai bahan bleaching pada tikus
putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley jantan.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dilakukan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi peneliti
Menambah pengalaman dan mendapat informasi baru mengenai manfaat
gel ekstrak daun papaya (Carica Papaya L.) sebagai terapi alternatif dalam
penyembuhan luka gingiva yang diakibatkan oleh hidrogen peroksida
sebagai bahan bleaching pada tikus putih (Rattus norvegicus) galur
Sprague Dawley jantan melalui pengamatan penurunan diameter luka dan
jumlah sel makrofag.
2. Bagi masyarakat
Menambah wawasan publik tentang terapi alternatif dalam upaya
peningkatan durasi penyembuhan luka gingiva dan menambah nilai
ekonomis dari daun pepaya.
3. Bagi ilmu pengetahuan
Memberikan informasi baru dalam ilmu kedokteran khususnya kedokteran
gigi dan diharapkan penelitian ini menjadi acuan dalam melakukan
7
gingiva yang diakibatkan oleh iritasi hidrogen peroksida sebagai bahan
bleaching.
E. Keaslian Penelitian
Keaslian penelitian mengenaiefektifitas gel ekstrak daun papaya (Carica
Papaya L.) pada penyembuhan luka gingiva akibat bahan bleaching yaitu
hidrogen peroksida melalui pengamatan penurunan diameter luka dan jumlah
sel makrofag pada tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley
jantan belum pernah dilakukan sebelumnya, tetapi ada beberapa penelitian
yang menggunakan variabel berbeda, subyek yang berbeda, atau sebaliknya.
Antara lain adalah :
1. “Efek konsentrasi ekstrak buah adas (foeniculum vulgare mill.) topikal
pada epitelisasi penyembuhan luka gingiva labial tikus sprague dawley in
vivo”. Oleh Recita Indraswary tahun 2011, Universitas Sultan Agung.
Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat perbedaan efek pemberian
konsentrasi ekstrak buah adas secara topikal pada kepadatan fibroblast dari
pengamatan histologis maupun klinis antara kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol. Perlukaan dibuat menggunakan punch biopsy
berdiameter 2,5 mm hingga kedalaman mencapaitulang alveolar,kelompok
kontrol positif menggunakan hexetidine 0,1%. Perbedaan penelitian
menggunakan ekstrak buah adas. Persamaan penelitian adalah
menggunakan hewan uji tikus sprague dawley dan sama-sama untuk
8
2. “Efek Pemberian Ekstrak Daun Pepaya Muda (Carica papaya) Terhadap
Jumlah Sel Makrofag pada Gingiva Tikus Wistar yang Diinduksi
Porphyromonas Gingivalis”. Oleh Aldelia dkk. tahun 2013, Universitas
Jember. Ekstrak daun pepaya muda (Carica papaya) mempunyai
kemampuan untuk menurunkan jumlah sel makrofag pada gingiva tikus
wistar yang diinduksi P.Gingivalis melalui aktivitas antibakteri dan
antiinflamasi. Perbedaan penelitian adalah penggunaan jenis tikus dan
induksi luka yang berbeda. Persamaan sama-sama melihat jumlah sel
makrofag dan menggunakan daun pepaya.
3. Efek Ekstrak Etanol Daun Awar-Awar (Ficus Septica Burm.F) terhadap
Kemampuan Epitelisasi pada Tikus (Rattus Norvegicus). Oleh Rahman,
dkk. pada tahun 2013.Penelitian tersebut menggunakan ekstrak etanol
daun awar-awar pada konsentrasi 0,5%, 1% dan 1,5%. Pada perlukaan
dilakukan dengan menempelkan logam panas (1000C) selama 2 detik pada
daerah kulit punggung tikus.Ekstrak etanol daun awar-awar memiliki
kemampuan epitelisasi pada tikus putih dan pada konsentrasi 1.5 % sangat
signifikan sebagai obat untuk penyembuhan. Perbedaannya dengan
penelitian saya adalah bahan yang digunakan berupa daun pepaya dan
perlukaannya menggunakan bahan bleaching hidrogen peroksida
35%.Persamaannya adalah variabel yang diamati yaitu penurunan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka 1. Gigi
a. Warna normal gigi
Warna normal pada gigi permanen adalah kuning keabu-abuan,
putih keabu-abuan, atau putih kekuning-kuningan. Warna normal pada
gigi sulung adalah putih kebiru-biruan. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi warna gigi, antara lain adalah transluensi dan ketebalan
email, ketebalan dan warna dentin yang melapisi dibawahnya, dan juga
warna pada pulpa (Grossman, dkk., 1995).
b. Diskolorasi gigi
Diskolorasi gigi merupakan kondisi perubahan warna gigi
dengan etiologi multifaktorial yang diklasifikasikan sebagai unsur
ekstrinsik dan intrinsik, dan dapat terjadi karena sejumlah penyakit
metabolik, kondisi sistemik, dan faktor lokal seperti luka
(Kermanshah, dkk 2013). Perubahan dalam warna dapat bersifat
fisiologik dan patologik atau eksogenus dan endogenus. Perubahan
warna gigi seseorang dapat dipengaruhi dengan seiringnya
peningkatan usia, email manusia menjadi lebih tipis karena abrasi atau
erosi, dan dentin menjadi lebih tebal karena deposisi dentin sekunder
atau keabu-abuan dibandingkan dengan gigi orang muda (Grossman,
dkk., 1995).
Diskolorasi gigi dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu
ekstrinsik dan instrinsik (Grossman, dkk., 1995) :
1) Diskolorasi ekstrinsik ditemukan pada permukaan luar gigi dan
biasanya bersifat lokal, seperti noda atau stain tembakau. Beberapa
diskolorasi ekstrinsik seperti noda nitrat perak hampir tidak dapat
dihilangkan karena stain memasuki permukaan mahkota dan sukar
dihilangkan, hanya dapat dihilangkan dengan bahan-bahan kimiawi
saja.
2) Diskolorasi instrinsik adalah noda yang terdapat di dalam email
dan dentin yang disebabkan oleh penumpukan bahan di dalam
struktur-struktur seperti stain tetracycline. Apabila masuk ke dalam
dentin akan nampak terlihat karena translusensi email. Hal ini
dapat dihubungkan dengan periode perkembangan gigi seperti pada
dentinogenesis imperfekta atau dapat diperoleh setelah selesainya
perkembangan seperti pada nekrosis pulpa.
Menurut (Walton dan Rotsein, 2008) penyebab perubahan warna
gigi disebabkan oleh dua faktor :
1) Noda alamiah, warna yang didapat
a) Nekrosis Pulpa
b) Pendarahan Intrapulpa
d) Defek perkembangan : Obat obatan sistemik, defek dalam
pembentukan gigi, kelainan darah dan faktor lain
2) Perubahan warna Iatrogenik, perubahan warna karena perawatan
Endodonsi
a) Material obturasi
b) Sisa jaringan pulpa
c) Obat-obatan intrakanal
d) Restorasi korona
2. Bleaching
a. Definisi bleaching
Bleaching merupakan pembuangan noda atau warna dengan zat
kimia dalam kedokteran gigi, penghilangan atau pengurangan
diskolorisasi mahkota gigi dengan jalan aplikasi sementara bahan
pemutih misalnya dengan hidrogen peroksida. Prosesnya bisa
dipercepat dengan pemberian panas atau sinar ultraviolet (Harty dan
Ogston, 2012).
b. Teknik bleaching
1) Teknik eksternal
Prosedur bleaching menggunalan teknik eksternal, atau
teknik pemutihan vital merupakan aplikasi oksidator pada
permukaan email dari gigi dengan pulpa yang masih vital. Teknik
eksternal mempunyai kekurangan karena lebih banyak
yang diletakkan pada email yang relatif tidak permiabel, sehingga
lebih sedikit peluangnya untuk mencapai daerah yang terjadi
diskolorisasi. (Walton dan Torabinejad, 2008).
2) Teknik internal
Teknik yang ini digunakan untuk diskolorisasi gigi yang
berasal dari dalam gigi. Dilakukan dengan aplikasi pasta yang
terdiri dari natrium perborate dan air atau hidrogen peroksida,
masing-masing didalam ruang pulpa (Navageni, dkk., 2011).
Teknik ini merupakan metode paling sering digunakan untuk
memutihkan gigi yang berkaitan dengan perawatan saluran akar
(Walton dan Torabinejad, 2008).
c. Macam bleaching
1) In-office bleaching
Metode pemutihan gigi ini dinilai sangat agresif karena dapat
menyebabkan kerusakan enamel akibat paparan hidrogen
peroksida. Oleh karena itu metode ini dikenal sebagai power
bleaching. Metode ini dilakukan langsung ditempat praktek,
biasanya menggunalan hidrogen peroksida dengan konsentrasi
33% (Schmidseder, 2011). Namun konsentrasi 30% sampai 35%
(Superoxol, Perhydrol) merupakan bahan yang paling umum
2) Home bleaching
Salah satu keuntungan dari home bleaching adalah dokter
gigi hanya menghabiskan sedikit waktu untuk merawat pasien.
Namun dokter gigi harus memiliki kualifikasi yang diperlukan
untuk mengajarkan pasien tentang prosedur home bleaching.
Kekuranganya dari home bleaching pasien harus berkolaborasi
secara aktif. Jika pasien tidak melaksanakan prosedur home
bleaching dengan tepat, pasien tidak akan mendapatkan efek terapi
yang diharapkan. Bahkan jika pasien menggunakan bahan home
bleaching terlalu banyak setiap hari, hasilnya dapat menjadi gigi
hipersensitif atau iritasi gingiva (Schmidseder, 2011).
d. Bahan bleaching
1) Hidrogen peroksida (H2O2)
Hidrogen proksida merupakan agen pengoksidasi yang
berdifusi ke gigi dan pecah menghasilkan radikal bebas yang tidak
stabil. Radikal bebas yang tidak stabil menyerang molekul pigmen
organik di ruang antara garam anorganik dan berada pada enamel
gigi bagian dalam, sehingga unsur molekul yang berpigmen lebih
kecil. Molekul kecil mencerminkan kurang cahaya, sehingga
menciptakan efek pemutihan (Kihn, 2007). Hidrogen peroksida
tersedia dalam berbagai tingkat kekuatan walaupun yang biasa
dipakai adalah larutan yang distabilkan dengan kadar 30% sampai
2) Karbamid peroksida (CH6N2O3)
Larutan encer Carbamide Peroxide 10% paling banyak
digunakan dalam metode home bleaching. Bahan ini terbagi lagi
menjadi 3,35% larutan hidrogen peroksida dan 6,65% larutan urea
(CH4N2O). 15% dan 20% larutan carbamide peroxide juga
digunakan oleh dokter gigi untuk prosedur home bleaching
(Jenssen dan Tran, 2011).
3) Natrium perborat (NaBO3)
Natrium perborat dapat diperoleh dalam bentuk bubuk atau
dalam berbagai kombinasi campuran komersial. Kandungan bahan
ini adalah perborat sekitar 95% yang dapat menghasilkan 9,9%
oksigen. Bahan ini akan stabil dalam keadaan kering, namun jika
ada asam, air hangat atau air akan berubah menjadi natrium
metaborat, hidrogen peroksida, dan oksigen dalambentuk nasen.
Natrium preborat lebih mudah dikontrol dan lebih aman daripada
hidrogen peroksida pekat. Oleh karena itu material ini merupakan
pilihan bagi pemutihan secara interna (Walton dan Torabinejad,
2008).
4) Material oksidator lain
Bahan natrium peroksiborat monohidrat (Amosan)
melepaskan oksigen lebih banyak dibandingkan dengan natrium
perborat, oleh karena itu dahulu dianjurkan untuk pemutihan secara
Bahkan natrium hipoklorit yang merupakan bahan irigasi saluran
akar bisa diperoleh sebagai bahan pemutih untuk keperluan rumah
tangga dengan konsentrasi 3-5% (Walton dan Rostein, 2008).
e. Efek samping hidrogen peroksida
Hidrogen peroksida merupakan agen atau bahan pemutihan gigi
yang efektif, tetapi konsentrasi tinggi (35%) harus digunakan dengan
hati-hati, untuk menghindari meningkatnya resiko yang bisa terjadi
(Harshitha, 2014). Hidrogen peroksida (H2O2) sebagai agen oksidator
memiliki radikal bebas yang tidak mempunyai pasangan elektron.
Radikal bebas dari peroksida adalah perhidroksil (HO2) dan
oksigenase (O). Reaksi penguraian hidrogen peroksida menjadi radikal
bebas adalah H2O2 HOO+ + O- (Istianah, 2015).
Radikal bebas pada hidrogen peroksida akan bereaksi dengan
ikatan tidak jenuh dan menyebabkan gangguan konjugasi elektron dan
perubahan penyerapan energi pada molekul organik, Molekul ini
berubah struktur kimianya dengan tambahan oksigen dan akan
membentuk molekul organik email yang lebih kecil (Hendari, 2009).
Hidrogen peroksida dapat mengakibatkan denaturasi kolagen yang
menyebabkan kolagen terdemineralisasi dan tidak terbentuk lapisan
hibrid yang baik sehingga lapisan tersebut akan memebentuk bagian
yang lemah (Noort, 2007).
Menurut (Jenssen dan Tran, 2011) ada dua resiko atau efek
1) Gigi sensitif
Satu dari sekian faktor yang dapat menyebabkan gigi sensitif
itu adalah penggunaan bahan glycerin yang terkandung di dalam
bahan pemutih gigi. Bahan tersebut menyebabkan penyerapan air
dari tekanan yang lebih rendah. Dalam hal ini dari email, tubulus
dentin, dan lapisan epitel mukosa atau gusi. Proses dehidrasi
tersebut menyebabkan rasa ngilu dan sensitif.
2) Iritasi gingiva
Setiap proses bleaching jarigan gingiva dapat mengalami
iritasi. Iritasi gingiva dapat meluas dihubungkan dengan konsetrasi
hidrogen peroksida yang ditemukan pada bahan bleaching. Bisa
juga dikarenakan tray yang mendorong melawan gingiva selama
proses bleaching dan dapat menyebabkan trauma.
3. Luka atau cedera sel
a. Definisi
Hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh disebut dengan
luka, beberapa penyebab terjadinya luka karena trauma benda tumpul,
perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, dan gigitan hewan
(Sjamsuhidajat, dkk., 2012).
b. Luka gingiva
Gingiva merupakan jaringan ikat fibrosa, ditutupi epitel, yang
mengelilingi dan melekat di antara gigi dan tulang alveolar (Harty dan
sebagian jaringan pada gingiva (Sjamsuhidajat, dkk., 2012). Luka
pada pada bagian gingiva sering dijumpai akibat keadaan abnormalitas
pada daerah rongga mulut. Penyembuhan luka pada daerah gingiva
terbilang kompleks karena gingival terdapat di area terbuka dan sering
terkontaminasi bakteri yang masuk melalui rongga mulut (Hartini
IGAA, 2012).
c. Jenis luka menurut (Sjamsuhidajat, dkk., 2012)
1) Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi oleh
dokter. Luka bakar berat dapat menyebabkan morbiditas dan
derajat cacat yang lebih parah dibandingkan luka dengan penyebab
lain. Luka bakar menyebabkan hilangnya integritas kulit dan efek
sistemik yang sangat kompleks. Beratnya ditentukan oleh
kedalaman, luas, dan letak luka tersebut.
2) Luka sengatan listrik, terjadi karena adanya arus listrik yang
mengalir dibagian tubuh. Arus listrik menimbulkan kelainan
karena rangsangan terhadap saraf dan otot.
3) Luka akibat zat kimia, luka tersebut dapat biasanya disebabkan
karena kelengahan, pertengkaran, kecelakaan kerja atau kecelakaan
industri laboratorium. Kerusakan yang terjadi sebanding dengan
kadar dan jumlah bahan zat kimia yang mengenai tubuh, cara dan
lamanya kontak, dan juga sifat dan cara kerja zat kimia tersebut.
Zat kimia akan tetap merusak jaringan sampai bahan tersebut habis
4) Cedera suhu dingin, biasanya terjadi pada bagian ujung tubuh yang
langsung terkena suhu dingin seperti jari kaki dan tangan, telinga,
dan hidung. Faktor kelembapan udara yang rendah serta angin
kencang memperparah kerusakan jaringan yang tidak terlindung.
Awalnya bagian terasa dingin, kemudian merasa tebal, lalu
merasakan kehilangan daya rasa (anestesi). Kadang terasa nyeri
menyengat dan berdenyut. Kulit menjadi kemerahan kemudian
pucat seperti lilin.
5) Luka radiasi dan ionisasi, radiasi yang bersifat ionisasi akan
merusak kromososm sehingga dapat menyebabkan mutasi yang
menjadi dasar keganasan. Radiasi dapat terjadi total pada seluruh
tubuh, setempat, atau melalui kontaminasi bahan radioaktif yang
masuk melalui inhalasi, kulit, mulut, atau luka.
6) Luka tembak, tingkat keparahan luka tembak tergantung dari
jaringan yang terkena dan dari jenis senjata atau peluru yang
dipakai. Besarnya energi tembak dipengaruhi oleh massa,
kecepatan, dan gaya berat peluru.
7) Luka gigit dan sengatan serangga, luka ini dapat disebabkan oleh
hewan liar, hewan peliharaan, atau manusia. Luka gigitan hanya
berupa luka tusuk kecil atau luka luas yang berat.
d. Sistem pertahanan tubuh
Sistem imun, imunitas adalah resistensi terhadap penyakit
spesifik. Sistem imun nonspesifik berupa komponen normal tubuh
yang selalu ditemukan pada individu sehat dan siap mencegah mikroba
masuk tubuh dan dengan cepat menyingkirkan mikroba tersebut.
Sistem imun nonspesifik memiliki pertahanan fisik atau mekanik
seperti kulit, selaput lendir, silia saluran napas, batuk dan bersin,
pertahanan biokimia seperti pH asam keringat dan sekresi sebaseus,
berbagai asam lemak dan protein membran sel, pertahanan humoral
komplemen, interferon, C-reaktive protein (CRP) dan kolektin serta
pertahanan selular seperti sel fagosit, makrofag, sel NK, dan sel mast.
Sistem imun spesifik mempunyai kemampuan untuk mengenal benda
yang dianggap asing bagi dirinya (Baratawidjaja, 2006).
e. Proses penyembuhan luka
Penyembuhan luka sangat dipengaruhi oleh re-epitelisasi, karena
semakin cepat proses re-epitelisasi semakin cepat pula luka tertutup
sehingga semakin cepat penyembuhan luka. Kecepatan dari
penyembuhan luka dapat dipengaruhi dari zat-zat yang terdapat dalam
obat yang diberikan, jika obat tersebut mempunyai kemampuan untuk
meningkatkan penyembuhan dengan cara merangsang lebih cepat
pertumbuhan sel-sel baru (Prasetyo, dkk., 2010)
Proses penyembuhan luka dibagi menjadi tiga fase, meliputi fase
inflamasi, fase poliferatif, dan fase remodeling (Sjamsuhidajat, dkk.,
1) Fase inflamasi
Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai
kira-kira hari ketiga. Inflamasi pada luka hewan dimulai segera setelah
terjadinya luka dan berlangsung pada hari pertama sampai hari
ketiga (Reeder, dkk., 2009). Dalam fase ini diawali oleh
pendarahan yang diakibatkan oleh terputusnya pembuluh darah
kemudian akan dihentikan oleh tubuh dengan vasokontriksi,
pengerutan ujung pembuluh darah yang putus (retraksi), dan reaksi
hemostasis. Tanda dan gejala klinis reaksi inflamasi berupa rubor,
kalor, dolor, dan tumor (Sjamsuhidajat, dkk., 2012). Pada respon
inflamasi akut terhadap cedera yang mencangkup hemostasis,
pelepasan histamin dan mediator lain dari sel-sel yang rusak, dan
migrasi sel darah putih seperti leukosit polimorfonuklear dan
makrofag (Morison, 2004).
Dalam fase ini terdapat aktivitas seluler yang terjadi yaitu
pergerakan leukosit menembus dinding pembuluh darah menuju
luka karena daya kemotaksis (Sjamsuhidajat, dkk., 2012). Limfosit
lebih banyak terdapat di bagian stroma organ limfoid dan di dalam
lamina propria saluran cerna. Pada lokasi tersebut, limfosit
berfungsi melindungi lumen usus terhadap flora bakteri (Bloom
2) Fase poliferasi
Fase fibroplasia atau disebut fase poliferasi karena yang
paling menonjol adalah proses proliferasi pada fibroblas. Fase ini
berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai kira-kira akhir
minggu ketiga. Fibroblas berasal dari sel mesenkim yang baru
berdiferensiasi, menghasilkan mukopolisakarida, asam amino
glisin, dan prolin yang merupakan bahan dasar serat kolagen yang
akan mempertautkan tepi luka (Sjamsuhidajat, dkk., 2012).
Pada fase proliferasi, luka dipenuhi oleh sel radang, fibroblas,
kolagen, serta pembentukan jaringan berwarna merah dengan
permukaan yang menonjol yang disebut granulasi. Setelah
tertutupnya seluruh permukaan luka, proses proliferasi dengan
pembentukan jaringan granulasi akan terhenti dan memulai proses
pematangan pada fase remodeling (Sjamsuhidajat, dkk., 2012).
3) Fase remodeling
Fase remodeling adalah proses pematangan yang terdiri dari
penyerapan kembali jaringan yang berlebih, pengerutan yang
sesuai dengan gaya gravitasi, dan akhirnya menghasilkan
penampakan ulang jaringan yang baru. Fase ini dapat berlangsung
berbulan-bulan dan dinyatakan berakhir bila semua gejala radang
telah hilang.Selama sel ini berlangsung, dihasilkan jaringan parut
yang pucat, tipis, dan lentur. Terlihat pengerutan maksimal pada
menahanrenggangan sekitar 80% dari kemampuan kulit normal
(Sjamsuhidajat, dkk., 2012).
4. Makrofag
a. Definisi makrofag
Makrofag adalah sel yang mobil, bersifat fagosit, berinti tunggal,
dan besar. Bersama dengan leukosit polimorfonuklear jumlahnya
terlihat meningkat di setiap daerah peradangan (Harty dan Ogston,
2012). Menurut (Grossman, 1995) makrofag adalah sel fagositik yang
mencerna (ingest) debris selular, mikroorganisme, dan bahan
particulate (tersusun dari partikel terpisah). Makrofag berasal dari
monosit yang beredar. Monosit imatur pada daerah ekstravaskular
seperti daerah inflamasi. Dalam keadaan patologis tertentu makrofag
dapat berbentuk aneh. Pada tempat radang menahun makrofag
berbentuk poligonal atau dalam keadaan seperti ini biasa disebut
sel-sel epiteloid. Bila makrofag bergerombol mengelilingi benda asing
mereka akan meleburkan diri membentuk massa besar berinti banyak
yang disebut sel raksasa (Bloom dan Fawcett, 2002).
b. Peran makrofag
Makrofag berperan mempertinggi reaksi imunologik dengan
mencerna, memproses dan menurunkan antigen sebelum disajikan
pada limfosit (Grossman dkk., 1995). Makrofag bekerja menangani
antigen dan menyajikanya kepada limfosit dalam bentuk yang lebih
(IL-1), faktor nekrosis tumor (TMF), dan faktor perangsang koloni
granulosit-makrofag (GM-CSF), sitokin dengan efek luas pada sistem
imun, bekerja merangsang proliferisasi limfosit-B dan produksi
antibodi. Makrofag juga bersifat kemotaktik bagi neutrofil dan
mitogenik bagi fibroblas. Didalam peredaran darah makrofag bekerja
pada sumsum tulang untuk meningkatkan jumlah neutrofil yang
beredar (Bloom dan Fawcett, 2002).
c. Cara kerja makrofag
Setelah meninggalkan sumsum tulang, monosit akan tinggal
selama 8-74 jam dalam darah, kemudian akan melintasi kapiler atau
venula untuk masuk jaringan penyambung untuk menjadi makrofag.
Dalam proses perubahan monosit menjadi makrofag terjadi
peningkatan sintesis protein dan peningkatan ukuran sel, juga
peningkatan ukuran aparatus golgi, pertambahan jumlah lisosom,
mikrotubulus dan mikrofilamen. Fungsi makrofag adalah
memfagositose sisa-sisa sel, zat intersel yang berubah,
mikroorganisme dan partikel-partikel lembam yang masuk tubuh. Bila
menemukan benda asing dalam bentuk besar makrofag akan
bergabung dengan banyak sel makrofag sampai ditemukan 100 inti
makrofag yang bergabung yang disebut sel raksasa benda asing.
Makrofag mempunyai nama spesifik di berbagai organ tubuh,
makrofag di hati disebut sel Kupffer, di pulmo disebut alveoler
kondroklas dan pada jaringan umumnya disebut histiosit (Harjana,
2011).
Dalam menanggulangi infeksi makrofag tidak bekerja sendiri,
mereka berinteraksi dengan limfosit yang juga mengumpul di invasi
bakteri. Aktivasi makrofag tergantung pada lipopolisakarida (LPS)
yang merupakan unsur dari permukaan bakteri gram negatif pada
interferon gamma (INF), interferon gamma (INF) merupakan sebuah
sitokin yang diproduksi oleh limfosit-T karena adanya rangsang dari
antigen (Bloom dan Fawcett, 2002).
d. Macam makrofag
Menurut bentuk dan sifatnya ada dua jenis makrofag, makrofag
bebas dan makrofag tetap. Makrofag bebas mempunyai bentuk yang
bervariasi yang mengembara melalui substansi dasar sedangkan
makrofag tetap tumbuh perlahan yang terentang sepanjang serat
kolagen dengan bentuk yang tidak berbeda dari fibroblas. Namun
istilah tradisional makrofag bebas dan tetap saat ini telah diganti
dengan istilah deskriptif yang lebih cocok yaitu makrofag residen dan
makrofag giat (Bloom dan Fawcett, 2002). Makrofag residen adalah
makrofag yang terdapat pada tempat tertentu tanpa adanya stimulus
dari luar dan dapat dibedakan dari fibroblas karena intinya yang sedikit
kecil, lebih gelap dan sitoplasma lebih heterogen. Makrofag residen
berbentuk fusiform atau selata dan tersebar luas di antara berkas serat
pembuluh darah kecil. sedangkan makrofag giat adalah makrofag yang
datang ketempat tertentu atas respon stimulus (Bloom dan Fawcett,
2002).
e. Identifikasi makrofag
Sel makrofag adalah sel raksasa yang berbentuk tidak teratur dan
mempunyai inti yang bulat serta dapat bergabung dengan sel-sel
[image:42.595.181.500.302.580.2]makrofag lainya (Harjana, 2011).
Gambar 1. Struktur mikrograf elektron sebuah makrofag, huruf L adalah lisosom Sekunder yang bersisi materi yang di fagositose
5. Obat Kimia
Pengobatan untuk proses penyembuhan luka pada mukosa mulut
dapat menggunakan topikal kortikosteroid. Topikal kortikosteroid
memiliki fungsi sebagai agen anti-inflamasi, sedangkan obat kimia
(Savage dan McCullough, 2005). Pemakaian obat topikal kortikosteroid
dianjurkan untuk pengobatan ulserasi pada mukosa mulut. Fungsinya
sebagai agen antiinflamasi. Topikal kortikosteroid dapat berupa
triamcinolone acetonide 0,1%, kenalog in orabase, salep hydrocortisone
acetate 1% dan salep bethamethasone dipropionate 0,05% (Krasteva,
dkk., 2010). Kenalog in orabase (triamcinolone acetonide) adalah
kortikosteroid sintetik yang memiliki inflamasi, dan tindakan
anti-alergi yang dapat memberikan lega cepat dari mulut kelembutan, nyeri,
peradangan dan ulserasi (New Zealand data sheet, 2013). Kenalog in
orabase merupakan obat yang digunakan untuk pengobatan luka akut dan
kronis dari mukosa mulut. Kenalog in orabase dianjurkan untuk
penyembuhan stomatitis ulseratif, erosif lichen planus, denture stomatitis,
gingivitis deskuamatif, dan stomatitis aphthous. Kenalog in orabase juga
mengandung kortikosteroid topikal yang sangat efektif dalam adesif. Dosis
penggunaan kenalog pada mukosa mulut setiap olesan atau lima gram
Gambar 2. Mekanisme kerja obat kortikosteroid papaya
Siklooksigenase (COX) merupakan enzim yang bertanggung jawab
untuk pembentukan mediator biologis penting yang disebut prostanoids,
termasuk prostaglandin, prostasiklin, dan tromboksan. Sedangkan enzim
lipoksigenase mengkatalisis penggabungan sebuah molekul oksigen ke Kerusakan membran sel
Fosfolipid
Fosfolipase
Asam arachidonat
Siklooksigenase Lipooksigenase
Asam hidroperoksid Endoperoksid
Leukotrin LTA
COX-1 COX-2
Tromboksan Prostacyclin
Prostaglandin
LTC4-LTD4-LTE4 LBT4
Berperan dalam Peradangan
Berperan dalam peradangan Dihambat
karbon pada satu dari beberapa ikatan rangkap asam arakidonat, hingga
membentuk gugus hidroksiperoksi (Dawn, dkk., 2000)
6. Obat Herbal
Obat herbal merupakan obat-obatan yang dibuat dari bahan
tumbuhan, baik itu tumbuhan yang sudah dibudidayakan maupun
tumbuhan liar. Obat herbal adalah salah satu bagian dari obat tradisional
mencakup juga obat yang dibuat dari bahan hewan, mineral, atau
gabungan dari bahan hewan, mineral, dan tumbuhan (Mangan, 2003).
Pepaya
a. Klasifikasi tumbuhan pepaya, yaitu:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub-Divisi : Angiosperma
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Caricales
Famil : Caricaceae
Spesies : Carica papaya L.
(Rukmana, 1995)
b. Karakteristik
Pepaya (Carica papaya) bukan tanaman asli Indonesia. Tanaman
papaya berasal dari Amerika Tengah yang beriklim tropis. Di
Indonesia, tanaman pepaya baru dikenal secara umum sekitar tahun
Tanaman pepaya termasuk tumbuhan perdu dan dapat tumbuh
setahun atau lebih. Tinggi tanaman dapat mencapai 15 meter
(Handayani dan Maryani, 2004). Batang tanaman berbentuk bulat
lurus, berbuku-buku, di bagian tengahnya berongga, dan tidak berkayu
(Haryoto, 1998).
Bunga berwarna putih. Buah berbentuk elips, berwarna hijau saat
masih muda dan berubah kuning kemerahan setelah masak (Handayani
dan Maryani, 2004). Bagian dalam buah berongga dan berisi banyak
biji berwarna hitam (Haryoto, 1998).
Daun pepaya bertulang menjari, permukaan daun bagian atas
berwarna hijau tua, dan permukaan daun bagian bawah berwarna hijau
muda. Daun pepaya tergolong besar, tunggal, tangkainya panjang dan
[image:46.595.246.434.471.603.2]berongga (Haryoto, 1998).
Gambar 3. Daun Pepaya (Carica papaya)
c. Kandungan dan manfaat
Kandungan zat kimia pepaya cukup banyak. Getahnya
mengandung cauthouc, damar, papaine, dan payotine. Daun pepaya
2004). Kandungan alkaloid karpain menyebabkan rasa pahit pada
daun. Alkaloid memiliki aktivitas sebagai antibakteri (Kalie, 2000).
Daun pepaya juga mengandung senyawa aktif yaitu enzim papain dan
flavonoid sebagai anti radang. Penelitian sebelumnya menyatakan
enzim papain bekerja sama dengan vitamin A, C dan E untuk
mencegah radang, sedangkan flavonoid menghambat enzim
siklooksigenase dan lipooksigenase. Penghambatan kedua enzim
tersebut diharapkan dapat menurunkan proses radang (Aldelina,
dkk.,2013).
Flavonoid adalah bahan aktif yang dikenal sebagai antiinflamasi
atau antiradang. Flavonoid juga berfungsi sebagai bahan antioksidan
alamiah, sebagai bakterisida, dan dapat menurunkan kadar kolesterol
jahat atau LDL didalam darah (Jaelani, 2007).
Saponin memiliki rasa pahit pada bahan pangan nabati. Saponin
berfungsi menghambat pertumbuhan kanker kolon dan membantu
kadar kolesterol menjadi normal (Ide, 2010). Senyawa saponin
berperan sebagai antikoagulan yang berfungsi untuk mencegah
penggumpalan darah. Saponin juga berkhasiat sebagai ekspektoran,
yaitu mengencerkan dahak (Jaelani, 2007).
Tanin adalah antioksidan berjenis polifenol yang mencegah serta
menetralisasi efek radikal bebas yang merusak, menyatu, dan mudah
berfungsi membekukan protein yang berefek negatif pada mukosa
lambung (Shinya, 2008).
d. Khasiat daun pepaya
Daun pepaya dimanfaatkan untuk mengobati penyakit demam,
keputihan, jerawat, penambah nafsu makan, dan pelancar ASI
(Handayani dan Maryani, 2004).
7. Ekstrak
Ekstraksi merupakan kegiatan penarikan kandungan kimia yang
dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan
pelarut cair. Sedangkan ekstrak merupakan sediaan dengan bentuk kental
yang diperoleh dengan mengekstrak senyawa aktif dari simplisia nabati
atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua
atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa
diperlakukan hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Ditjen POM,
2000).
Ada beberapa cara metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut
menurut (Ditjen POM, 2000), yaitu:
a. Cara dingin
1) Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan
menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengadukan atau
pengocokan pada suhu kamar.
2) Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru,
tahapan pengembangan bahan, tahapan maserasi, tahap perkolasi
sebenarnya (penetesan atau penampungan ekstrak), kemudian
dilakukan terus menerus sampai diperoleh ekstrak atau perkolat
yang tidak meninggalkan sisa.
b. Cara panas
1) Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik
didih, selama waktu tertentu, dan jumlah pelarut terbatas yang
relatif konstan dengan disertai pendingin balik. Umumnya
dilakukan pengulangan proses pada residu pertama tiga sampai
lima kali sehingga proses ekstraksi sempurna.
2) Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru,
umumnya dikakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstrak
kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya
pendingin balik.
3) Digesti adalah maserasi kinetik (pengadukan) pada temperatur
yang lebih tinggi dari temperatur kamar, yaitu secara umum
dilakukan pada temperatur 40-50ºC.
4) Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 96-98ºC
selama 15-20 menit dipenangas air, biasanya berupa bejana infus
tercelup dengan penangas air yang mendidih.
8. Gel
Gel adalah sediaan semi padat yang biasanya digunakan pada kulit,
topikal, pelunak kulit atau sebagai pelindung. Gel didefinisikan sebagai
suatu sistem setengah padat yang tersusun baik dari partikel anorganik
maupun organik dan saling diresapi cairan. Sifat gel antara lain bersifat
lunak, lembut, mudah dioleskan, dan tidak meninggalkan lapisan
berminyak pada permukaan kulit (Wardani, 2009).
9. Tikus
Tikus adalah hewan yang melakukan aktivitas atau kegiatanya pada
malam hari. Tikus putih (Rattus Norvegicus) atau biasa dikenal dengan
nama lain Norway Rat berasal dari wilayah Cina dan menyebar ke Eropa
bagian barat (Sirois, 2005). Pada wilayah Asia Tenggara, tikus ini
berkembang biak di Filipina, Indonesia, Laos, Malaysia, dan Singapura
(Adiyati, 2011). Tikus ini termasuk tikus yang jinak dan dapat
digolongkan ke dalam Ordo Rodentia atau hewan pengerat, Famili
Muridae dari kelompok mamalia atau hewan menyusui (Priyambodo,
1995).
[image:50.595.206.454.556.677.2]Menurut (Akbar, 2010) Klasifikasi tikus putih adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Rodentia
Subordo : Odontoceti
Familia : Muridae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus norvegicus
Ada tiga macam tikus putih yang digunakan untuk percobaan
laboratorium yaitu Sprague Dawley, Long Evans dan Wistar. Tikus galur
Sprague-Dawley dinamakan demikian, karena ditemukan oleh seorang ahli
Kimia dari Universitas Wisconsin, Dawley. Dalam penamaan galur ini, dia
mengkombinasikan dengan nama pertama dari istri pertamanya yaitu
Sprague dan namanya sendiri menjadi Sprague Dawley (Akbar, 2010).
B. Landasan Teori
Salah satu penatalaksaan dari perubahan warna gigi adalah dengan
melakukan pemutihan gigi (bleaching), ada beberapa bahan pemutih gigi yang
bisa digunakan contohnya adalah hidrogen peroksida. Namun ada beberapa
efek samping yang bisa terjadi akibat bleaching, seperti gigi sensitif dan iritasi
gingiva. Iritasi gingiva dapat dikarenakan oleh trauma mekanis seperti tray
yang mendorong dan melawan gingiva selama proses bleaching atau bisa juga
Bahan bleaching seperti hidrogen peroksida dapat menyebabkan iritasi
gingiva atau luka pada gingiva. Jika terjadi iritasi gingiva pada pasien, pasien
akan mengeluhkan rasa sakit, gangguan fungsi bicara, rasa tidak nyaman
bahkan infeksi. Oleh sebab itu durasi penyembuhan iritasi gingiva atau
perlukaan menjadi faktor penting untuk meminimalisasi keluhan yang
disampaikan pasien.
Faktor yang mempercepat penyembuhan luka adalah asam amino,
vitamin, nutrisi, dan mineral. Daun papaya (Carica Papaya L.)merupakan
pohon Asia yang telah digunakan dalam obat tradisional yang mengandung
flavonoid, saponin, dan tanin yang berperan penting dalam proses
penyembuhan luka. Pada penelitian ini mengunakan gel ekstrak daun papaya
(Carica Papaya L.) sebagai terapi alternatif dalam penyembuhan luka gingiva
yang diakibatkan oleh hidrogen peroksida sebagai bahan bleaching melalui
pengamatan penurunan ukuran diameter luka dan jumlah sel makrofag pada
C. Kerangka Konsep
Keterangan : Garis lurus ( ) = dilakukan penelitian
[image:53.595.112.511.118.615.2]Garis putus-putus (---) = tidak dilakukan penelitian
Gambar 5. Kerangka Konsep Bleaching
Bahan Bleaching
Efek Samping
Penyembuhan Luka
Gigi Sensitif
Karbamid Peroksida Natrium Perborat
Fase Proriliferasi
Fase Inflamasi Fase
Remodelling Kimia
Makrofag
Neutrofil Limfosit Fibroblas
Iritasi Gingiva
Daun papaya
(Carica Papaya L.)
Pengukuran diameter luka dan jumlah sel makrofag
Flavonoid, Tanin, dan Saponin sebagai antiinflamasi
Proses Penyembuhan Luka
Obat
Herbal
D. Hipotesis
Berdasarkan teori yang diuraikan pada tinjauan pustaka, maka hipotesis
penelitian ini adalah pemberian gel ekstrak daun papaya (Carica Papaya L.)
konsentrasi 75% efektif menurunkan diameter luka dan jumlah sel makrofag
pada saat proses penyembuhan luka gingiva akibat efek samping hidrogen
38 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian eksperimental laboratoris
in vivo pada tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley jantan,
yaitu dengan melakukan tindakan terhadap subyek penelitian dan selanjutnya
mempelajari dengan menganalisis efek yang timbul dari tindakan yang
dilakukan terhadap subyek.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat
Penelitian ini akan dilaksanakan di beberapa tempat, yaitu :
a. Daun Pepaya diperoleh dari perkebunan belimbing manis di Muntilan,
Magelang, Jawa Tengah.
b. Pembuatan ekstrak daun papaya (Carica Papaya L.) dilaksanakan di
Laboratorium Farmasi unit II Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
c. Pembuatan gel ekstrak daun papaya (Carica Papaya L.) dilaksanakan
di Laboratorium Farmasi unit II Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
d. Seleksi Hewan uji dan pengukuran diameter luka tikus putih (Rattus
norvegicus) galur Sprague Dawley jantan di Laboratorium FKIK,
39
2. Waktu
Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2015 sampai dengan Januari
2016.
C. Subyek dan Sampel Penelitian
1. Subyek
a. Tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley jantan
Subyek yang digunakan pada penelitian ini adalah tikus yang diperoleh
dari Abadi Jaya, Gondok gang Narodo No. 3X, Condong Catur,
Depok, Sleman, Yogyakarta. Tikus yang digunakan 33 ekor dengan
kriteria, jenis kelamin jantan dengan berat sekitar 200-250 gram dan
umur ± 3 bulan. Kondisi lingkungan sekitar termasuk kandang dan
konsumsi makanan yang diberikan pada tikus dikendalikan.
b. Daun papaya (Carica Papaya L.) diperoleh dari Muntilan, Magelang,
Jawa Tengah. Daun pepaya berwarna hijau segar dan tampak bersih.
2. Besar Sampel
Besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini dapat dihitung
dengan rumus Federrer (1963) :
Keterangan :
n = jumlah sampel
t = jumlah variabel