• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lupus Eritematosus Diskoid

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Lupus Eritematosus Diskoid"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

L

L

a

a

p

p

o

o

r

r

a

a

n

n

K

K

a

a

s

s

u

u

s

s

LUPUS ERITEMATOSUS DISKOID

d

d

r

r

.

.

R

R

i

i

a

a

n

n

a

a

M

M

i

i

r

r

a

a

n

n

d

d

a

a

S

S

i

i

n

n

a

a

g

g

a

a

,

,

S

S

p

p

K

K

K

K

D

D

E

E

P

P

A

A

R

R

T

T

E

E

M

M

E

E

N

N

I

I

L

L

M

M

U

U

K

K

E

E

S

S

E

E

H

H

A

A

T

T

A

A

N

N

K

K

U

U

L

L

I

I

T

T

&

&

K

K

E

E

L

L

A

A

M

M

I

I

N

N

F

F

A

A

K

K

U

U

L

L

T

T

A

A

S

S

K

K

E

E

D

D

O

O

K

K

T

T

E

E

R

R

A

A

N

N

U

U

N

N

I

I

V

V

E

E

R

R

S

S

I

I

T

T

A

A

S

S

S

S

U

U

M

M

A

A

T

T

E

E

R

R

A

A

U

U

T

T

A

A

R

R

A

A

R

R

S

S

U

U

P

P

.

.

H

H

.

.

A

A

D

D

A

A

M

M

M

M

A

A

L

L

I

I

K

K

M E D A N

2

(2)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

PENDAHULUAN ...1

LAPORAN KASUS ...2

DISKUSI ...4

(3)

LUPUS ERITEMATOSUS DISKOID

PENDAHULUAN

Lupus eritematosus diskoid (LED) adalah suatu penyakit autoimun yang mengenai

jaringan konektif yang bersifat kronis. LED lebih sering terjadi pada orang berkulit hitam

dibandingkan berkulit putih dan pada wanita lebih sering terjadi dibandingkan pria dengan

perbandingan 2:1. Walaupun LED dapat terjadi pada semua umur namun lebih sering terjadi pada

usia dekade keempat.1-6

Penyebab LED belum diketahui secara pasti. Faktor genetik diduga sebagai salah satu

predisposisi timbulnya penyakit ini, akan tetapi bagaimana hubungannya secara pasti belum

diketahui. Hubungan yang positif dengan HLA-B7,-B8, -Cw7, -DR2, -DR3 dan DQw1

dilaporkan, namun tidak selalu dikonfirmasi. Beberapa faktor lingkungan yang berhubungan

dengan eksaserbasi LED yaitu trauma 11%, stress 12 %, paparan sinar matahari 5%, infeksi virus

3%, paparan dingin 2%, dan kehamilan 1 %. Di Leed (Inggris) dilaporkan bahwa dari 120 pasien

lupus eritematosus terjadi eksaserbasi sekitar 68% akibat paparan sinar matahari. Sedangkan

secara klinis dan histologis diperoleh sekitar 42% dari pasien LED muncul lesi yang diinduksi

oleh paparan sinar UVB dan UVA.

Gambaran klinis LED pada awalnya berupa makula eritema, papula atau plak kecil

berbentuk koin (diskoid ) selanjutnya permukaanya menjadi hiperkeratotik dengan skuama yang

melekat. Lesi awal LED selanjutnya akan melebar, dan pada tepi lesi menjadi eritema dan

hiperpigmemasi, meninggalkan gambaran khas adanya skar atrofi pada bagian tengah lesi ,

telangiektasi dan hipopigmentasi. Lesi diskoid biasanya terlokalisasi diatas leher termasuk kulit

kepala, batang hidung, daerah malar, bibir bawah dan telinga. Pada kulit kepala lesi awalnya

berupa makula atau plak yang berkembang menjadi putih, atropi dan tidak berbulu . Eritema

perifolikular dan adanya rambut anagen yang mudah dicabut merupakan tanda bahwa penyakit

aktif dan membantu dalam memantau respon terapi. Pada suatu studi, terjadi keterlibatan mukosa

mulut, hidung, mata dan vulva sekitar 24 % pada pasien LED. Pada daerah bibir terdapat lesi

berwarna abu-abu atau merah dan hiperkeratotik, kemudian atropi dan berupa daerah inflamasi. 2,3

(4)

LED dapat didiagnosis banding dengan dermatitis seboroik, psoriasis, rosasea, lupus

vulgaris, sarcoidosis, erupsi obat, aktinik keratosis, Bowen’s disease, liken planus, sifilis tersier,

erupsi polimorfik yang ringan dan infiltrasi limfositik (Jessner).

Diagnosis LED ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis, laboratorium dan

histopatologis.

1-6

1-6

Pada pemeriksaan laboratorium dapat dijumpai kelainan seperti peningkatan laju endap

darah, leukopeni, ANA (antibodi antinuklear) dengan hasil positif lemah atau negatif, sedangkan

anti (ds)DNA, sel LE adalah negatif .Progresi dari LED menjadi lupus eritematosus

sistemik(LES) dapat terjadi namun jarang.

Penatalaksanaan LED bertujuan untuk memperbaiki keadaan umum penderita,

mengontrol lesi dan menghambat terjadinya skar atrofi, serta mencegah perkembangan lesi lebih

lanjut. Penatalaksanaan diawali dengan menggunakan pelindung terhadap paparan matahari.

Pilihan pengobatan secara sistemik yaitu menggunakan obat anti malaria, kortikosteroid, dan

obat-obat imunosupresif lainnya seperti methotreksat, azathioprin. Pengobatan topikal dengan

kortikosteroid, kalsineurin inhibitor, dan retinoid, selain itu pilihan pengobatan lainnya yaitu

menggunakan kortikosteroid intralesi. 4,5

1-6

Berikut ini dilaporkan sebuah kasus LED pada seorang wanita usia 42 tahun dengan

dijumpainya lesi pada wajah dan leher.

LAPORAN KASUS

Seorang wanita berusia 42 tahun, suku jawa , pekerjaan ibu rumah tangga dan tinggal di

daerah pesisir pantai (belawan) datang ke poliklinik RSUP H. Adam Malik Medan pada tanggal

16 Januari 2009 dengan keluhan utama kulit menebal kemerahan disertai sisik yang halus pada

daerah batang hidung, atas bibir, bibir, belakang telinga kiri dan rahang bawah kanan, dengan

jaringan parut pada daerah tengah lesi atas bibir serta bercak putih pada daerah kelopak mata

bawah yang dialami penderita selama + 6 tahun terakhir.

Mula - mula hanya berupa bercak kecil kemerahan sebesar kacang kedelai yang timbul

pada batang hidung yang semakin lama semakin melebar, kemudian muncul pada daerah atas

(5)

Bercak kemerahan lama – kelamaan menjadi menebal dan bersisik dan kulit menebal tersebut

semakin memerah dan terasa perih jika penderita terpapar sinar matahari serta terjadi jaringan

parut pada daerah tengah lesi pada atas bibir. Sedangkan pada daerah kelopak mata bawah bercak

merah menjadi putih. Sebelumnya pasien pernah berobat namun hanya berobat tradisional dan

belum pernah berobat ke dokter. Dari anamnesis diperoleh bahwa keluarga penderita tidak ada

yang menderita penyakit yang sama.

Pada pemeriksaan fisik diperoleh keadaan umum baik, kesadaran kompos mentis, tekanan

darah 110/70 mmHg. frekwensi nadi 86 x / menit, pernafasan 22 x / menit dan suhu tubuh afebris.

Pada pemeriksaan dermatologis dijumpai plak eritem berbatas tegas dengan skuama yang

halus pada regio nasalis, regio labialis superior, regio oralis , regio mandibularis dekstra dan

regio mastoideus sinistra serta skar atropi pada tengah lesi pada regio labialis superior. Sedangkan

pada regio palpebra inferior dekstra et sinstra dijumpai makula hipopigmentasi.

Pasien didiagnosis banding dengan lupus eritematosus diskoid, dermatitis seboroik dan

dermatitis kontak alergi. Dengan diagnosis sementara yaitu lupus eritematosus diskoid.

Kemudian dari hasil pemeriksaan laboritorium menunjukkan darah rutin, urin rutin, fungsi

ginjal, fungsi hati, kadar gula darah dan elektrolit dalam batas normal, tetapi didapati peningkatan

LED : 30 mm/jam. Pada pemeriksaan RA factor negatif, sel LE negatif. anti ds DNA 109 IU/ml,

ANA negatif (0,25) .

Hasil konsul ke bagian penyakit dalam dan bagian mata tidak dijumpai kelainan.

Pada pemeriksaan histopatologis dari jaringan atas bibir didapati bahwa tampak sediaan

jaringan kulit yang mengalami atrofi dilapisi epitel skuamous berlapis dengan basal membran

mengalami reaksi likenoid sub- epidermal tampak sebukan sel-sel radang limfosit, yang

prominen, juga tampak kelompok kelenjar sebasea dalam batas normal. Stroma terdiri dari

jaringan kolagen yang proliferasi. Tanda-tanda keganasan tidak dijumpai. Kesimpulan :

Menyokong suatu lupus eritematosus diskoid.

Diagnosis kerja LED ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

dermatologis, laboratorium dan histopatologis. Dengan diagnosis kerja adalah Lupus

(6)

Pada penderita diberi penjelasan mengenai penyakit yang diderita dan disarankan untuk

melindungi diri dari paparan sinar matahari dengan menggunakan pakaian yang tertutup dan topi.

Sebagai terapi topikal diberikan krim hidrokortison 1 % yang dioleskan 2 x sehari pada daerah

hidung , atas bibir, rahang bawah kanan dan belakang telinga kiri, ointment triamsinolon

asetonida 0,1% yang dioleskan 2 x sehari pada daerah bibir dan pemberian tabir surya berupa

krim dengan SPF 33. Untuk terapi sismetik diberikan kloroquin 1 x 250 mg/hari. Dan sebelum

dilakukan pengobatan dengan kloroquin penderita terlebih dahulu menjalani pemeriksaan mata

dan dari pemeriksaan mata diperoleh hasil visus dan funduskopi dalam batas normal, serta tidak

dijumpai retinopati sehingga kioroquin dapat diberikan.

Pada kontrol setelah 1 bulan pengobatan, plak eritem pada regio nasalis, regio labialis

superior, regio oralis , regio mandibularis dekstra dan regio mastoideus sinistra tidak dijumpai

lagi dan tidak dijumpai lesi baru, namun masih dijumpai skar atropi pada atas bibir. Terapi tetap

diteruskan.

Pada kontrol setelah 2 bulan pengobatan terdapat banyak kamajuan dimana lesi-lesi sudah

mulai menyembuh, lesi pada bibir sudah mulai menipis namun skar atropi pada atas bibir masih

ditemukan. Terapi tetap diteruskan.

Pada kontrol setelah 3 bulan pengobatan, lesi-lesi hampir tidak tampak lagi dan lesi pada

daerah bibir sudah menipis dan mengecil. Pengobatan tetap diteruskan dan penderita dianjurkan

untuk melakukan pemeriksaan ke bagian mata dan penyakit dalam dan hasil pemeriksaan tidak

dijumpai adanya kelainan. Setelah itu pasien tidak pernah datang berobat kembali.

Prognosis quo ad vitam ad bonam, quo ad functionam ad bonam, dan quo ad sanationam dubia.

DISKUSI

Diagnosis LED ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis, laboratorium dan

histopatologis. Berdasarkan anamnesis pasien seorang wanita berusia 42 tahun, tinggal di daerah

pesisir pantai yaitu daerah yang sering terpapar sinar matahari, hal ini sesuai dengan kepustakaan

bahwa LED secara umum sering terjadi pada wanita dibandingkan pria dengan perbandingan 2:1

dan lebih sering terjadi pada usia dekade keempat. Serta salah satu faktor lingkungan yang

(7)

Sedangkan dari pemeriksaan klinis dijumpai plak eritem berbatas tegas dengan skuama

yang halus pada regio nasalis, regio labialis superior, regio oralis , regio mandibularis dekstra

dan regio mastoideus sinistra serta skar atropi pada tengah lesi pada regio labialis superior.

Sedangkan pada regio palpebra inferior dekstra et sinstra dijumpai makula hipopigmentasi. Hal

ini sesuai dengan kepustakaan bahwa gambaran klinis LED pada awalnya berupa makula

eritema, papula atau plak kecil berbentuk koin (discoid ) selanjutnya permukaanya menjadi

hiperkeratotik dengan skuama yang melekat. Lesi awal LED selanjutnya akan melebar, dan pada

tepi lesi menjadi eritema dan hiperpigmemasi, meninggalkan gambaran khas adanya skar atrofi

pada bagian tengah lesi, telangiektasi dan hipopigmentasi. Lesi discoid biasanya terlokalisasi

diatas leher termasuk kulit kepala, batang hidung, daerah malar, bibir bawah dan telinga serta

dapat terjadi pada daerah mukosa mulut, hidung, mata dan vulva. Pada daerah bibir biasanya

terdapat lesi berwarna abu-abu atau merah dan hiperkeratotik, kemudian atropi dan berupa

daerah inflamasi.

Sekitar 95 % kasus LED terbatas hanya pada kelainan kulit saja. Progresi dari LED

menjadi lupus eritematosus sistemik(LES) dapat terjadi namun jarang. Pada kasus ini tidak

terbukti adanya keterlibatan sitemik baik dari pemeriksaan fisik dan hasil konsul ke bagian

penyakit dalam maupun dari hasil pemeriksaan laboratorium dengan hasil dalam batas normal

tetapi hanya didapati peningkatan LED : 30 mm/jam. Sedangkan pada pemeriksaan RA factor,

sel LE, anti ds DNA dan ANA adalah negatif, berdasarkan kepustakaan pemeriksaan

laboratorium dapat dijumpai kelainan seperti peningkatan laju endap darah, , leukopeni, ANA

(antibodi antinuklear) dengan hasil positif lemah atau negatif, sedangkan anti (ds)DNA, sel LE

adalah negatif . 1-6

Menurut klasifikasi Giliam, LED disebut juga lupus eritematosus diskoid klasik yang

termasuk dalam kelompok lupus eritematosus kutaneus kronik (LEKK). LED terdiri atas LED

terlokalisasi dan LED generalisata. Pada kasus ini perjalanan klinisnya berlangsung kronis yaitu ±

6 tahun sehingga dimasukkan dalam kelompok LEKK, selain itu lesi hanya terdapat daerah leher

dan wajah sehingga kasus ini dikatagorikan ke dalam LED yang terlokalisasi. 4,5

Pada pemeriksaan histopatologis dari jaringan atas bibir didapati bahwa tampak sediaan

jaringan kulit yang mengalami atrofi dilapisi epitel skuamous berlapis dengan basal membran

(8)

prominen, juga tampak kelompok kelenjar sebasea dalam batas normal. Stroma terdiri dari

jaringan kolagen yang proliferasi. Tanda-tanda keganasan tidak dijumpai. Kesimpulan :

Menyokong suatu lupus eritematosus diskoid. Berdasarkan kepustakaan gambaran histopatologis

pada LED ditemukan kelainan pada semua lapisan epidermis berupa atrofi dan menunjukan

hiperkeratosis folikuler yang difus (hyperkeratosis flugging), pada stratum basalis ditemukan

degenerasi hidrofik, sel basal menunjukkan beberapa disorganisasi berupa kohesi yang lemah

dengan rongga - rongga yang berukuran tidak teratur sehingga membran basalis epidermis dan

membran basalis adneksa mengalami penebalan. Selain itu juga tampak edema dermis dan

mengalami degenerasi terutama pada papilla dermis , pembuluh darah kapiler di dalam dermis

berdilatasi, adanya serbukan sel - sel radang limfositik, terutama di sekeliling folikel rambut,

kelenjar lemak dan pembuluh darah. Sering ditemukan ekstravasasi eritrosit. Apendik mengalami

atrofi dan menghilang. Dengan pewarnaan khusus alcian blue dapat ditemukan musin dalam

jaringan ikat kologen dermis.

Pasien didiagnosis banding dengan lupus eritematosus diskoid, dermatitis seboroik, dan

dermatitis kontak alergi. Dermatitis seboroik dapat disingkirkan dimana ditemukannya kelainan

terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak dan agak kekuningan dengan batas yang kurang

tegas. Pada daerah supraorbital dapat dijumpai skuama-skuama dengan dasar yang eritem dan

dapat pula terjadi blefaritis yaitu pinggir kelopak mata merah disertai skuama-skuama halus.

Daerah predileksi dapat mengenai kepala,supraorbital, liang telinga luar, lipatan nasolabial,

daerah sterna, aerola mame, lipatan di bawah mame pada wanita, interskapular, umbilicus, lipatan

paha, pipi, hidung dan pipi. Sedangkan dermatitis kontak alergi dapat disingkirkan oleh karena

disebabkan oleh bahan/substansi yang menempel pada kulit sehingga menimbulkan kelainan kulit

seperti bercak eritematosa yang berbatas jelas kemudian dapat diikuti edema, papulovesikel,

vesikel atau bula, erosi dan eksudasi(basah). Dapat terjadi pada wajah, kelopak mata, leher

bahkan bibir atau sekitarnya akibat bahan-bahan alergen. 3,5

Tujuan penatalaksaan pada kasus ini adalah untuk memperbaiki keadaan umum penderita,

mengontrol lesi dan menghambat terjadinya skar atrofi, serta mencegah perkembangan lesi lebih

lanjut. Pada kasus ini untuk kelainan kulit yang bersifat fotosintesis diberikan tabir surya dengan

SPF 33 serta disarankan pada penderita untuk menghindari paparan sinar matahari dan pada lesi

(9)

dengan topikal kortikosteroid potensi poten. Terapi sistemik diberikan antara lain anti malaria.

Antimalaria merupakan pilihan utama dalam pengobatan LED. Mekanisme kerja antimalaria pada

LED adalah efek anti inflamasi dan imunosupresif, juga mempunyai efek mengurangi

fotosensitiftas. Diberikan klorqiun dengan dosis 1x250mg per hari. terapi dengan tabir surya,

kortikosteroid topikal dan preparat antimalaria yang biasanya efektif digunakan untuk pengobatan

LED.

Pasien datang: 1-6

(10)

Kontrol I (1 bulan setelah pengobatan):

Kontrol II (2 bulan setelah pengobatan) :

(11)

Kontrol III (3 bulan setelah pengobatan) :

(12)

DAFTAR PUSTAKA

1. Callen JP. Discoid Lupus Erythematosus. 2001. Di unduh dari :

2. Goodfield MJD, Jones SK, Veale DJ. The Connective Tissue Diseases. Dalam : Burns T,

Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rook’s Textbook of Dermatology. Edisi ke-8. Wiley

Blackwell.2010. p.51.1-51.64.

3. Adam AM, Monalisa, Zabudin AN, Rasid NHM, Palin NT. Lupus Eritematosus

Diskoid.Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Hasanuddin.2011. Dalam:

4. James WD, Berger TG, Elston DM. Connective Tissue Diseases. Andrews’s Diseases of

The Skin: Clinical Dermatology. Edisi ke-10. Philadelphia: WB Saunders;

2006.p.157-66.

5. Costner MI. Sontheimer RD.Lupus Erythematosus. Dalam : Freedberg IM, Eisen AZ,

Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, eds. Fitzpatrick's Dermatology in general

medicine, edisi ke-7. New York: McGraw-Hill, 2008:1515-35.

6. Djuanda S. Penyakit Jaringan Konektif. Dalam : Djuanda A, Hamzah M, Aisah

S.eds.Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.Edisi ke-5. Balai Penerbit FK UI, Jakarta

Referensi

Dokumen terkait

141,100,008 Nurmiati Pendidikan Agama Islam MTs Taqwa Jampue Pinrang 141,100,013 Muthmainnah Arif Hasan Pendidikan Agama Islam MTs Taqwa Jampue Pinrang 141,100,074 Mustika

Namun apabila salah satu dari faktor tersebut mengalami kelainan, misalnya keadaan yang menyebabkan his tidak adekuat, kelainan pada bayi, kelainan jalan lahir,

Di samping itu juga struktur kekeluargaan orang-orang Baba dikaji untuk memberi satu gambaran yang jelas lagi lengkap kepada pembaca mengenai ciri-ciri yang

Cara penyimpanan kecap yang salah dapat memberi peluang sangat besar untuk terkontaminasi oleh mikrofungi seperti cara penyimpanan yang tidak tertutup sehingga kecap terkontaminasi

Ciátios zigomorfos, solitários ou em dicásios, axilares; pedúnculos 2–5 mm compr.; invólucro campanulado ou algumas vezes hemisférico, 1,6–2,5 × 1,5–2,5 mm,

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelasional untuk mengetahui bagaimanakah efektivitas mata kuliah termodinamika ketika ditempuh pada semester antara, serta

Karena Ilustrasi dan elemen interaktif yang diberikan buku sudah cukup emphasis , maka font yang digunakan cukup simple, dan tidak begitu menonjol dibandingkan dengan ilustrasi,

Pembeda dr prior art adl Spesifikasi Gambar teknik lingkup dan spirit invensi skrg. Spesifikasi Gambar teknik lingkup dan spirit