• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi undang-undang no.38 tahun 1999 dan no.23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat di kua kecamatan limo kota Depok

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Implementasi undang-undang no.38 tahun 1999 dan no.23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat di kua kecamatan limo kota Depok"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

NUR AZIZAH NIM : 1111044100063

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

( A H W A L S Y A K H S I Y Y A H )

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

v

Nur Azizah. NIM 1111044100063. IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NO. 38 TAHUN 1999 DAN NO. 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DI KUA KECAMATAN LIMO KOTA DEPOK. Konsentrasi Peradilan Agama Program Studi Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H / 2015 M. xi + 77 halaman + 36 halaman lampiran.

Skripsi yang berjudul Implementasi Undang­Undang No. 38 Tahun 1999 dan No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat Di KUA Kecamatan Limo Kota Depok ini merupakan hasil penelitian yang menggambarkan tentang bagaimana penerapan undang­undang pengelolaan zakat di KUA Kecamatan Limo Kota Depok khususnya tentang kewenangannya. Metode pendekatan yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah metode Yuridis Empiris. Pendekatan yuridis karena penelitian ini bertitik tolak dengan menggunakan kaedah hukum dan peraturan yang berkaitan dengan kewenangan KUA dalam pengelolaan zakat menurut undang­ undang. Empiris karena pendekatan bertujuan memperoleh data mengenai kewenangan KUA dalam pengelolaan zakat menurut undang­undang.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang kewenangan KUA dalam pengelolaan zakat menurut undang­undang No. 38 Tahun 1999 dan No. 23 Tahun 2011 dan untuk mengetahui praktek pengelolaan zakatnya di KUA Kecamatan Limo Kota Depok apakah sudah sesuai dengan undang­undang atau belum.

Berdasarkan hasil penelitian maka diperoleh suatu kesimpulan bahwa kewenangan KUA dalam pengelolaan zakat di KUA Kecamatan Limo sudah sesuai dengan undang­undang No. 38 Tahun 1999 yaitu sebagai pengusul saja, tapi menurut undang­undang No. 23 Tahun 2011 kewenangan KUA sudah dihapuskan dan hanya menjadi UPZ (unit pengumpul zakat).

Kata Kunci : Kewenangan KUA, Zakat, dan Pengelolaan Zakat. Pembimbing : Afwan Faizin, MA.

(6)

vi

Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, taufik, serta hidayah­Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, pembawa Syariahnya yang universal bagi semua umat manusia dalam setiap waktu dan tempat hingga akhir zaman.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada Ayahanda Sholeh dan Ibunda Mastiah yang selalu memberikan dorongan, bimbingan, kasih sayang, serta doa tanpa mengenal lelah sedikitpun. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan kasih sayang­Nya kepada mereka.

Dalam penulisan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang penulis temukan, namun syukur Alhamdulillah berkat rahmat dan hidayah­Nya, kesungguhan, serta dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik langsung maupun tidak langsung segala kesulitan dapat diatasi dengan sebaik­baiknya sehingga pada akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, sudah sepantasnya pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sedalam­dalamnya kepada :

(7)

vii

3. Bapak Afwan Faizin, MA dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran selama membimbing penulis.

4. Segenap Bapak dan Ibu Dosen serta staf pengajar pada lingkungan Program studi Ahwal Syakhsiyyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuannya kepada penulis selama duduk di bangku perkuliahan.

5. Segenap jajaran staf dan karyawan akademik Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum dan Perpustakaan Utama yang telah membantu penulis dalam pengadaan referensi­referensi sebagai bahan rujukan skripsi.

6. Bapak Asnawi, S.Ag, Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Limo dan seluruh jajarannya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis dalam mencari data­data sebagai bahan rujukan skripsi.

7. Bapak Saiful Millah, Penghulu KUA yang ahli dibidangnya yang telah senatiasa memberikan wejangan dan bimbingan pada penulis selama penulis melakukan wawancara.

8. Kepala Kantor Kecamatan Limo beserta staf dan jajarannya.

9. Adinda Fanny Saf Rian dan Rofi’atul Sholikhah yang senantiasa memberikan

(8)

viii

11. Semua teman­teman Peradilan Agama Angkatan 2011 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga amal baik mereka dibalas oleh Allah SWT dengan balasan yang berlipat ganda. Sungguh, hanya Allah SWT yang dapat membalas kebaikan mereka dengan kebaikan yang berlipat ganda pula.

Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun senantiasa penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini.

Ciputat, 04 Oktober 2015

(9)

ix

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identitas, Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Review Studi Terdahulu ... 8

E. Metode Penelitian... 10

F. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG ZAKAT A. Definisi Zakat ... 15

B. Dasar Hukum Zakat ... 20

C. Tujuan, Hikmah dan Manfaat Zakat ... 23

(10)

x

BAB III PENGELOLAAN ZAKAT MENURUT UNDANG-UNDANG

A. Sejarah Pengelolaan Zakat ... 50

1. Pengelolaan Zakat Pada Zaman Rasulullah dan Sahabat ... 50

2. Pengelolaan Zakat Di Masa Penjajahan ... 51

3. Pengelolaan Zakat Di Awal Kemerdekaan ... 51

4. Pengelolaan Zakat Di Masa Orde Baru ... 52

5. Pengelolaan Zakat Di Era Reformasi ... 54

B. Organisasi Pengelolaan Zakat Menurut Undang­Undang No. 38 Tahun 1999 ... 56

C. Alasan Diberlakukannya Undang­Undang No. 23 Tahun 2011 ... 60

D. Organisasi Pengelolaan Zakat Menurut Undang­Undang No. 23 Tahun 2011 ... 61

E. Posisi KUA dalam Pengelolaan Zakat ... 64

BAB IV IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NO. 38 TAHUN 1999 DAN NO. 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DI KUA KECAMATAN LIMO KOTA DEPOK A. Sekilas Tentang Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Limo ... 67

B. Praktek Pengelolaan Zakat Di KUA Kecamatan Limo ... 68

(11)

xi

B. Saran­saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA ... 75

LAMPIRAN

1. Surat Mohon Kesediaan Pembimbing Skripsi 2. Surat Keterangan Hasil Wawancara

3. Hasil Wawancara Skripsi

(12)

1

A. Latar Belakang Masalah

Dalam agama Islam, ada satu ajaran yang penting untuk diketahui bahwa dalam harta orang kaya terdapat hak orang lain yang harus dikeluarkan dalam bentuk zakat, infak, shadaqah dn sebagainya. Perintah menafkahkan harta guna membantu sesama anggota masyarakat yang kurang beruntung tersebut merupakan pelaksanaan konkrit dari prinsip Islam tentang keadilan sosial.1

Zakat juga merupakan salah satu ibadah yang wajib bagi kaum Muslim, bahkan menjadi salah satu pilar atau rukun Islam yang harus dijalankan oleh orang­ orang Muslim. Seperti yang kita ketahui bahwa zakat sendiri ada yang sifatnya untuk pembersihan jiwa setiap Muslim (zakat fitrah), dan ada juga yang diwajibkan khusus bagi kalangan tertentu yang terikat oleh ketentuan jumlah nisab harta dan waktu kepemilikannya (zakat mal).

Kewajiban zakat dalam Islam memiliki makna yang sangat fundamental. Selain berkaitan erat dengan aspek­ aspek ketuhanan, juga

1

(13)

ekonomi dan sosial. Diantara aspek­ aspek ketuhanan adalah banyaknya ayat­ ayat Al­Qur’an yang menyebut masalah zakat, termasuk diantaranya 27 ayat yang menyandingkan kewajiban zakat dengan kewajiban shalat secara bersamaan.2

Bila kita berbicara tentang Zakat, maka kita beranjak dari kesamaan pengertian bahwa zakat merupakan salah satu sendi pokok ajaran Islam, disamping syahadat, shalat, puasa dan haji. Banyak ayat Al­ Qur’an yang berisi perintah mengerjakan shalat diiringi dengan perintah membayar zakat. 3

Pada masa awal pemerintahan Islam, zakat menjadi salah satu instrumen kesejahteraan umat. Di zaman Rasulullah SAW, Khulaffaur Rasyidin dan pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, zakat memiliki peran optimal sebagai instrumen kesejahteraan umat.4

Pengelolaan zakat pada zaman Rasulullah SAW. Diurus dan ditangani langsung oleh beliau sebagai pimpinan dengan dibantu oleh para sahabat. Dalam pembagian zakat beliau membentuk badan amil yang penggunaannya sesuai dengan prinsip sebagaimana tersebut dalam Al­ Qur’an dengan disesuaikan situasi dan kondisi masyarakat pada saat itu, selain untuk fakir miskin juga untuk membiayai tempat ibadah, tentara, menjinakkan hati orang

2

Nuruddin Mhd Ali, Zakat Sebagai Instrumen Dalam Kebijakan Fiskal, (Jakarta: Rajawali Pers, 2006), h. 1

3

Wiwoho, Usman Yatim, dan Enny, Zakat dan Pajak, (Jakarta: Bina Rena Pariwara, 1991), h. 32

4

(14)

kafir agar masuk Islam, membayar hutang dan memerdekakan budak dan lain sebagainya.5

Sebagaimana yang telah disyariatkan dalam Islam, zakat adalah lembaga pertama yang dikenal dalam sejarah yang mampu menjamin kehidupan bermasyarakat. Bahkan sejak munculnya ajaran Islam zakat sudah menjadi rukun ketiga dari rukun Islam yang lima, dan menjadi landasan dasar ajaran Islam.6

Di Indonesia sendiri terjadi perkembangan yang menarik bahwa pengelolaan zakat kini memasuki era baru, yaitu dikeluarkannya undang­ undang yang berkaitan dengannya sekaligus berkaitan dengan pajak. Undang­ undang tersebut adalah Undang­ undang No. 38 tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang­ undang No. 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat, Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 581 tahun 1999 dan Keputusan Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji No D/tahun 2000 tentang pedoman Teknis Pengelolaan Zakat.7

Ditinjau dari tujuan pengelolaan zakat yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan bagi masyarakat, meningkatkan fungsi dan peranan

5

Tulus, Pedoman Zakat, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Zakat Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama RI, 2006), h. 277

6

Yusuf Qardhawi, Spektrum Zakat Dalam Membangun Ekonomi Kerakyatan, (Jakarta: Zikrul Media Intelektual, 2005), h. 53

7

(15)

pranata kegiatan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat, serta meningkatkan hasil guna dan dayaguna zakat.8 Terlihat dari tujuan tersebut pengelolaan zakat lebih ditujukan agar masyarakat muslim dapat melaksanakan kewajibannya.

Secara yuridis jelas Undang­ undang No. 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat menjelaskan bahwa pemerintah mengamanatkan kepada BAZNAS untuk mengelola zakat dengan turunannya, namun di sisi lain terdapat ketimpangan kewenangan, seperti KUA yang menjalankan kewenangannya tidak sesuai dengan undang­undang.

Kantor Urusan Agama (KUA) adalah salah satu lembaga dari struktur organisasi Kementrian Agama yang memungkinkan menyediakan pelayanan sampai tingkat kecamatan, pelayanan administrasi keagamaan bagi Umat Islam pada Kantor Urusan Agama (KUA) ini meliputi, pelayanan pernikahan, nasehat perkawinan, bimbingan haji, pengelolaan zakat dan wakaf, pembinaan keluarga sakinah serta pelayanan pembinaan umat secara umum.

Sejak direvisinya undang­ undang No. 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat kewenangan KUA sudah tidak berlaku lagi. Diperkuat dengan pasal 6 undang­ undang No. 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat, yang menyebutkan bahwa Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS)

8

(16)

merupakan badan yang berwenang dalam pengelolaan zakat secara nasional.9 Namun pada kenyataannya masih banyak KUA yang sampai sekarang masih mengelola zakat dan menjalankan kewenangan yang tidak sesuai dengan undang­undang terbaru yaitu undang­undang No. 23 Tahun 2011. Salah satunya adalah KUA Kecamatan Limo Kota Depok.

Faktor­faktor yang menyebabkan terjadinya hal tersebut adalah diantaranya kurang tegasnya pengawasan dari pihak BAZNAS pusat sehingga bisa dengan mudahnya pihak KUA melaksanakan kewenangan yang tidak seharusnya, kurang adanya sarana dan prasarana yang masih ternbatas, kurang adanya komunikasi yang baik antara pihak KUA dengan atasannya.

Untuk itulah penulis mejadikan KUA kecamatan Limo sebagai objek penelitian. Hasil penelitian ini penulis sajikan dalam bentuk skripsi yang berjudul:

Implementasi Undang- Undang No. 38 Tahun 1999 Dan No. 23 Tahun

2011 Tentang Pengelolaan Zakat Di KUA Kecamatan Limo, Kota Depok

B. Identifikasi Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah

9

(17)

Dalam UU No. No 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, KUA masih memiliki andil dalam pengelolaan zakat yaitu dalam hal pembentukan BAZ (Badan Amil Zakat) sampai tingkat kecamatan sesuai dengan pasal 6 ayat 2 huruf (d), tapi semenjak direvisinya UU No. 38 tersebut menjadi UU No. 23 Tahun 2011 KUA sudah tidak lagi memiliki andil dalam pengelolaan zakat yaitu dalam pembentukan BAZ.

2. Pembatasan Masalah

Dalam pembahasan skripsi ini penulis memilih KUA Kecamatan Limo Kota Depok sebagai obyek penelitian. Mengingat banyaknya kewenangan oleh KUA tersebut, maka penulis melakukan pembatasan yakni hanya pada kewenangan KUA dalam pengelolaan zakat menurut undang­undang No. 38 Tahun 1999 dan undang­ undang Nomor 23 tahun 2011. Dan penulis juga hanya membatasi pada pasal­pasal yang berhubungan dengan kewenangan KUA tersebut.

Pembahasan di atas menarik untuk diteliti, namun perlu adanya pembatasan masalah dalam skripsi ini sehingga nantinya tidak meluas atau keluar dari pokok bahasan sehubungan dengan banyaknya kewenangan KUA.

3. Perumusan Masalah

(18)

sesuai dengan peraturan perundang­undangan No. 38 Tahun 1999 dan Undang­ undang Nomor 23 tahun 2011.

Sehubungan dengan permasalahan di atas dan untuk memudahkan penulis dalam penulisan skripsi ini, maka rincian rumusan masalah skripsi ini adalah sebagai berikut:

a. Bagaimana kewenangan KUA dalam pengelolaan zakat menurut Undang­ undang No. 38 Tahun 1999 dan Undang­ Undang No. 23 Tahun 2011?

b. Bagaimana Praktek Pengelolaan Zakat di KUA Kecamatan Limo menurut Undang­ undang No. 38 Tahun 1999 dan Undang­ Undang No. 23 Tahun 2011?

c. Sudah sesuaikah kewenangan KUA Kecamatan Limo dengan Undang­ undang pengelolaan zakat ?

C. Manfaat dan Tujuan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

(19)

a. Untuk mengetahui kewenangan KUA dalam pengelolaan zakat menurut Undang­ undang No. 38 Tahun 1999 dan Undang­ Undang No. 23 Tahun 2011.

b. Untuk mengetahui Praktek Pengelolaan Zakat di KUA Kecamatan Limo menurut Undang­ undang No. 38 Tahun 1999 dan Undang­ Undang No. 23 Tahun 2011.

c. Untuk mengetahui apakah sudah sesuai kewenangan KUA Kecamatan Limo dengan Undang­ Undang pengelolaan zakat.

2. Manfaat Penelitian

Selain tujuan sebagaimana telah dikemukakan diatas, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis, antara lain:

a. Secara Teoritis : untuk mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang Hukum Islam, baik materiil maupaun formil.

b. Secara Praktis : sebagai referensi bagi akademisi dan memberikan kejelasan pada masyarakat umumnya tentang kewenangan KUA dalam pengelolaan zakat beserta undang­ undang yang mengaturnya.

D. Review Studi Terdahulu

(20)

berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis, adapun penelitian tersebut dintaranya:

1. Kewenangan KUA Dalam Pengelolaan Zakat Pasca Undang­ Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat (Studi Kasus di KUA Kecamatan Pamulang), Lutfyudin, NIM 108044100053 Tahun 2013. Dalam skripsi ini hanya menganalisis bagaimana pengelolaan zakat di KUA Pamulang pasca munculnya Undang­ Undang Nomor 23 tahun 2011.

Perbedaannya dengan skripsi ini adalah Penulis tidak hanya menganalisis kewenangan KUA dalam pengelolaan zakat pasca munculnya Undang­ Undang tersebut, tapi juga menganalisis kewenangan KUA sebelum munculnya Undang­ Undang tersebut, membandingkan kedua undang­undang tersebut, serta menganalisis sudah sesuaikah praktek di KUA Kecamatan Limo dengan undang­undang.

2. Praktek Pengelolaan Zakat di Negra Muslim (Studi Kasus Negara Brunei Darussalam), Febrianti NIM 107046102178 tahun 2011. Dalam skripsi ini menganalisa bagaimana praktek pengelolaan zakat di Negara Muslim Khususnya di Negara Brunei Darussalam, karena Brunei merupakan salah satu Negara yang mayoritas penduduknya Muslim.

(21)

undang­ undang No. 38 Tahun 1999 dan undang­undang No. 23 Tahun 2011. Apakah sudah sesuai antara undang­undang dan prakteknya.

E. Metode Penelitian

Dalam menyusun skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut:

1. Metode Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis empiris. Metode pendekatan yuridis empiris merupakan cara prosedur yang dipergunakan untuk memecahkan masalah penelitian dengan meneliti data sekunder terlebih dahulu untuk kemudian dilanjutkan dengan mengadakan penelitian terhadap data primer di lapangan menyangkut kewenangan KUA dalam Pengelolaan zakat menurut undang­undang No. 38 Tahun 1999 dan undang­ undang No. 23 tahun 2011 di KUA Kecamatan Limo.

2. Jenis Penelitian

(22)

pendekatan kualitatif, yakni menggambarkan berupa kata­kata, ungkapan, norma atau aturan­aturan dari fenomena yang diteliti.10

Cara tersebut bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis

secara mendalam tentang “kewenangan KUA dalam pengelolaan zakat

menurut Undang­ undang Nomor 38 Tahun 1999 dan Undang­ undang Nomor 23 Tahun 2011”.

3. Subjek dan Objek Penelitian

Penelitian ini dilakukan di KUA Kecamatan Limo karena KUA Kecamatan Limo memiliki permasalahan yang unik. Adapun yang menjadi bahan penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah Undang­ Undang tentang pengelolaan zakat yaitu undang­ undang No. 38 Tahun 1999 dan No. 23 Tahun 2011. Sehubungan dengan hal tersebut maka yang menjadi respondennya adalah Kepala KUA Kecamatan Limo.

4. Metode Pengumpulan Data

a. Jenis Data

Jenis data yang digunakan sebagai referensi untuk menunjang keberhasilan penelitian yakni meliputi data primer dan data sekunder.

1). Data primer adalah data­data yang didapat langsung dari perpustakaan yakni dengan cara mencari fakta­ fakta yang ada di

10

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2004), h.

(23)

lapangan tersebut, melakukan observasi, mengumpulkan data­data serta melihat langsung objek yang akan dijadikan topik skripsi. Dalam hal ini adalah undang­ undang tentang pengelolaan zakat dan hasil pengamatan.

2). Data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari penelitian hukum normatif (penelitian hukum kepustakaan) dan penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yaitu bahan yang dihasilkan dari bahan hukum terhadap Undang­undang No. 38 Tahun 1999 dan No. 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat dan bahan hukum lainnya seperti buku­ buku yang mendukung dan memperjelas bahan hukum tersebut.

b. Sumber Data

Sumber data yang dipakai oleh penulis yaitu:

1. Dokumen, dengan mempelajari berkas yang berbentuk Undang­ undang tentang pengelolaan zakat, yaitu undang­undang No. 38 Tahun 1999 dan No. 23 Tahun 2011 serta dokumen yang diperoleh dari hasil penelitian.

(24)

terbuka dimana responden secara bebas menjawab pertanyaan tersebut.11

c. Analisis Data

Data yang diperoleh baik dari penelitian kepustakaan maupun dari penelitian lapangan akan diolah berdasarkan analisis normatif kualitatif. Normatif karena peneliti bertitik tolak dari peraturan yang ada sebagai norma hukum positif, sedangkan kualitatif yang dimaksud yaitu analisis yang bertitik tolak pada usaha penemuan asas dan informasi yang bersifat monografis atau berwujud kasus­kasus (sehingga tidak dapat disusun ke dalam suatu struktur klasifikatoris) dari responden. Memahami kebenaran yang diperoleh dari hasil pengamatan dan pertanyaan kepada sejumlah responden baik secara lisan maupun secara tertulis selama dalam melakukan penelitian.12

F. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan penelitian skripsi ini berpedoman kepada buku

“Pedoman Penulisan Skripsi” yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012.”Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut :

11

Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja RosdaKarya) h. 233. 12

(25)

Bab Pertama, terdiri dari Pendahuluan yang meliputi Latar Belakang Masalah, Identifikasi Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Studi Review Terdahulu, Metodologi Penelitian dan Sistematika Penulisan.

Bab Kedua, memuat tentang tinjauan teoritis tentang zakat, yang didalamnya terdiri dari definisi zakat, dasar hukum zakat, tujuan hikmah dan manfaat zakat, objek zakat, manajemen zakat, dan macam­macam zakat.

Bab Ketiga, berisi tentang pengelolaan zakat menurut Undang­ Undang No. 38 Tahun 1999 dan Undang­ Undang No. 23 Tahun 2011 serta badan pelaksananya.

Bab Keempat, pada bab ini penulis akan menguraikan tentang Implementasi Undang­ Undang pengelolaan zakat di KUA Kecamatan Limo, yang berisi tentang sekilas tentang KUA Kecamatan Limo, Praktek Pengelolaan Zakat di KUA Kecamatan Limo, dan dilanjutkan dengan Analisa Penulis.

(26)

15

A. Definisi Zakat

Asal kata zakat adalah zaka’ yang artinya tumbuh, suci, dan berkah.1Kata zakat juga diambil dari lafazh ( ةاكزلا) yang maknanya adalah berkembang, suci dan berkah.2

Zakat dalam kamus besar Bahasa Indonesia juga diartikan sebagai jumlah harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang yang beragama Islam dan diberikan kepada golongan yang berhakmenerimanya menurut ketentuan yang telah ditentukan oleh syara‟, Salah satu rukun Islam yang mengatur harta yang wajib dikelurkan kepada mustahik.3

Dalam kitab Fiqih, zakat menurut bahasa artinya keberkahan, kesuburan, kesucian, atau kebaikan. Sedangkan secara istilah zakat adalah harta atau makanan pokok yang wajib dikeluarkan seseorang untuk orang­ orang yang membutuhkan. Zakat mengandung keberkahan dan kebaikan, sehingga harta akan menjadi suci dan tumbuh subur.4zakat juga sebutan atas segala sesuatu yang dikelurkan oleh seseorang sebagai kewajiban

1

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Terj. Khairul Amru Harahap dan masrukhin,(Jakarta; Cakrawala Publishing, 2011), h.56

2

Syaikh as­SayyidSabiq, Panduan Zakat Menurut Al- Qur’an dan As- Sunnah, Terj. Beni Sarbeni, (Bogor; Pustaka Ibnu Katsir, 2005), cet. 1, h. 1

3

Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), Ed. 4, h.1569

4

(27)

kepada Allah Swt, kemudian diserahkan kepada orang­ orang miskin atau orang­ orang yang berhak menerimanya.5

Di dalam Ensiklopedi Indonesia, zakat juga didefinisikan sebagai jumlah harta tertentu yang dikeluarkan dan diberikan kepada golongan­ golongan yang berhak menerimanya menurut yang telah ditetapkan

syara‟dalam surat At­ Taubah: 60.6

Dalam Ensiklopedi Fiqih Wanita juga dijelskan bahwa zakat adalah jumlah tertentu dari harta tertentu yang dikeluarkan pada waktu tertentu kepada sekelompok orang tertentu.7

Senada dengan definisi­definisi di atas, zakat juga diartikan sebagai satu nama yang diberikan untuk harta yang dikeluarkan oleh

seorang manusia sebagai hak Allah Ta‟ala yang diserahkan kepada orang­

orang fakir. Dinamakan zakat karena didalamnya terdapat harapan akan adanya keberkahan, kesucian jiwa, dan berkembang di dalam kebaikan.8

Dalam buku yang lain juga dijelaskan bahwa zakat menurut bahasa mempunyai beberapa arti, yaitu al- barakatu “keberkahan”, al- namaa“pertumbuhan dan perkembangan”, ath- thaharatu“kesucian”, dan

ash- shalahu “keberesan”.9 Sedangkan secara istilah, zakat itu adalah bagian dari harta dengan persyaratan tertentu, yang Allah Swt mewajibkan

5

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah,Terj. Khairul Amru Harahap, (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2011), h. 56

6

Tim Penyusun, Ensiklopedi Indonesia, (Jakarta: PT Ichtiar Baru – Van Hoeve), h. 4023 7

Abu Malik Kamal, Ensiklopedi Fiqih Wanita, (Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2007), jilid 1, cet 1, h. 417

8

Syaikh as­SayyidSabiq,Panduan Zakat, (Bogor; Pustaka Ibnu Katsir, 2005), cet. 1, h. 1 9

(28)

kepadapemiliknya untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya, dengan persyaratan tertentu pula.10

Sedangkan zakat dari segi istilah fikih berarti “sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah diserahkan kepada orang­ orang yang

berhak” disamping berarti “ mengeluarkan jumlah itu sendiri”.11

Wahbah al­Zahayly mendefinisikan zakat secara bahasa adalah berarti tumbuh (numuww) dan bertambah (ziyadah). Jika diucapkan zaka al-zar’ artinya adalah tanaman itu tumbuh dan bertambah. Jika diucapkan

zakat al-nafaqah artinya nafkah tumbuh dan bertambah jika diberkati.12 Adapun hubungan antara pengertian zakat menurut bahasa dengan pengertian zakat menurut istilah adalah, sekalipun secara tekstual zakat dilihat dari aspek jumlah berkurang, namun hakikat zakat itu bisa menyebabkan harta itu bertambah, baik secara maknawi maupun secara kuantitas. Karena terkadang Allah membukakan pintu rezeki bagi seseorang yang tidak pernah terbetik dalam hati sanubarinya. Allah berbuat seperti itu tentu karena seorang tadi melaksanakan kewajiban terhadap harta yang Allah wajibkan atasnya.13

10

Didin Hafidhuddin,Zakat Dalam Perekonomian, (Jakarta: Gema Insani, 2002), h. 7 11

Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, Terj. Salaman Harun,dkk, (Jakarta; Litera Antarnusa dan Mizan, 1986),h.34

12

Wahbah al­Zuhayly, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005) ,cet. 6, h. 82

13

(29)

Al­ Qur‟an menggunakan beberapa terminologi untuk arti zakat yaitu:14

a. Al- Zakat (zaka) seperti pada ayat 110 surat al­ Baqarah:

Artinya:Dan dirikanlah shalat dan tunaikan zakat.(QS 2: 110) b. Al- Sadaqah (sedekah) seperti yang ditemukan pada ayat 103 surat

al­ Taubah:

Artinya: Ambillah zakat dari sebagian harta mereka dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS 9: 103)

c. Al- Nafaqah (infak) seperti yang ditemukan pada ayat 34 surat al­ Taubah:

Artinya: Dan orang- orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukan kepada mereka(bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. (QS 9:34)

d. Al- Haq (hak) seperti pada ayat 141 surat al­ An‟am :

14

(30)

Artinya: ...dan tunaikanlah haknya dihari memetik hasilnya (dengan mengeluarkan zakatnya), dan janganlah kamu berlebih- lebihan. Allah tidak menyukai orang yang berlebih- lebihan. (QS 6: 141)

Para pemikir Ekonomi Islam mendefinisikan zakat sebagai harta yang telah ditetapkan oleh pemerintah atau pejabat berwenang kepada masyarakat umum atau individual yang bersifat mengikat, final, tanpa mendapat imbalan tertentu yang dilakukan pemerintah sesuai dengan kemampuan pemilik harta. Zakat itu dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan delapan golongan yang telah ditentukan oleh Al­ Qur‟an, serta untuk memenuhi tuntutan politik bagi keuangan Islam.15

Dalam Undang­ Undang No. 23 Tahun 2011 pasal 1 ayat (2) dijelaskan bahwa Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam.16

Dengan demikian, zakat merupakan kewajiban bagi seorang mukmin yang memenuhi syarat syariah Islam sebagai muzakki untuk mengeluarkan sebagian pendapatan atau harta guna diberikan kepada

mustahik yang telah ditetapkan syari‟ah Islam.17

Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Citra Umbara, 2012), h.211

17

(31)

B. Dasar Hukum Zakat

Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dijalankan, dan dinyatakan dalam Al­Qur‟an secara bersamaan dengan sholat sebanyak 82 ayat. Pada masa permulaan Islam di Mekah, kewajiban zakat ini masih bersifat global dan belum ada ketentuan mengenai jenis dan kadar (ukuran) harta yang wajib dizakati. Hal itu untuk menumbuhkan kepedulian dan kedermawanan umat Islam. Zakat baru benar­ benar diwajibkan pada tahun 2 Hijriah, namun ada perbedaan pendapat mengenai bulannya. Pendapat yang masyhur menurut ahli hadits adalah pada bulan Syawal tahun tersebut.18

Pada tahun kedua Hijriyah, baru Allah SWT memerintahkan kewajiban zakat dengan menggunakan ungkapan atu al-zakat (tunaikanlah zakat). Seiring dengan perintah itu Nabi SAW memberikan penjelasan mengenai ketentuan­ ketentuannya, seperti jenis harta yang dikenakan wajib zakat, kadar nisab, dan presentasinya.19 Oleh karena itu zakat Thaharah Shalat Zakat Puasa dan Haji, (Jakarta: Amzah, 2013), cet. 3, h. 344

19

(32)

Artinya: Dirikanlah shalat, dan tunaikanlah zakat. (QS 3: 77) b. Surat Al­ Baqarah ayat 277:

2

/

277

(

Artinya: sesungguhnya orang- orang yang beriman mengerjakan amal shaleh, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat. Mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak adakekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.(QS 2: 277)

c. Surat At­ Taubah ayat 11:

Artinya: jika mereka (kaum musyrikin) bertaubat, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka mereka adalah saudara- saudaramu seagama. (QS 9: 11)

d. Hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Umar:

. 20

Artinya: Islam dibangun atas lima perkara, syahadad tiada Tuhan Selain Allah, dan Muhammad Utusan Allah, Menegakan Shalat,membayar zakat, haji, dan puasa Ramadhan.(H.R. Bukhari dan Muslim)

e. Hadits riwayat Muslim dari Ibnu Abbas RA:

20Muhammad bin Ismâ‟îl al­Bukhârî, Şahîh al

(33)

Artinya: dari Ibnu Abbas RA, dia berkata, Mu’adz berkata, Rasulullah mengutusku dan berpesan”Sesungguhnya kamu akan mendatangi

suatu kaum darigolongan ahli kitab, maka serulah mereka untuk bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allahdan Aku adalah utusan Allah. Jika mereka menurutinya, maka sampaikan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan mereka shalat lima waktu sehari semalam. Jika mereka menaatinya, maka sampaikan kepada mereka bahwaAllah telah mewajibkan membayarzakat dari (harta) orang kaya diantara mereka untuk dibagikan kepada fakir miskin dari golongan mereka juga. Jika mereka patuh atas kewajiban itu padamu, maka hati- hatilah kamu terhadap harta mereka yang sangat mulia bagi mereka. Hindarilah doa orang yang terzalimi, karena antara doa orang yang dizhalimi dan Allah tidak ada penghalang.(Muslim 1/37­38)

f. Dalil Ijma‟

Setelah Nabi SAW wafat, maka pimpinan pemerintahan dipegang oleh Abu Bakar al­ Shiddiq sebagai Khalifah pertama. Pada saat itu timbul gerakan sekelompok orang yang menolak membayar zakat

(mani‟ al­zakah) kepada Khalifah. Khalifah mengajak para sahabat

lainnya untuk bermufakat memantapkan pelaksanaan dan penerapan zakat dan mengambil tindakan tegas untukmenumpas orang­ orang

21

(34)

yang menolak membayar zakat dengan mengkategorikan mereka sebagai orang murtad.22

Dari uraian nash di atas dapat dipahami mengenai kewajiban mengeluarkan zakat. Pemahaman ini berdasarkan kepada kejelasan sighat

berupa redaksi dalam bentuk fi‟il amar yang berarti kewajiban/ perintah

dan dilalah berupa petunjuk dalil yang bersifat qothi‟i. C. Tujuan, Hikmah Dan Manfaat Zakat

1. Tujuan Zakat

Zakat merupakan ibadah yang mengandung dua dimensi, ialah dimensi hablum minallah dan hablum minannas. Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh Islam dibalik kewajiban zakat adalah sebagai berikut:23

a. Mengangkat derajat fakir miskin dan membantunya keluar dari kesulitan hidup dan penderitaan.

b. Membantu pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh gharim, ibnusabil san mustahiq dan lain­ lainnya.

c. Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesama umat Islam dan manusia pada umumnya.

d. Menghilangkan sifat kikir pemilik harta kekayaan.

22

Abdurrachman Qadir, Zakat Dalam Dimensi Mahdhah, mengutip dari al- Zakah wa Tathbigatuha al- Mu’ashirah Daral- Wathan(Jakarta: Srigunting, 2001), Cet. 2, h.49

23

(35)

e. Membersihkan sifat dengki dan iri (kecemburuan sosial) dari hati orang­ orang miskin.

f. Menjembatani jurang pemisah antara yang kaya dengan yang miskin dalam suatu masyarakat.

g. Mengembangkan rasa tanggungjawab sosial pada diri seseorang, terutama pada mereka yang mempunyai harta.

Berdasarkan uraian di atas maka secara umumzakat bertujuan untuk menutupi kebutuhan pihak­ pihak yang memerlukan dari harta kekayaan sebagai perwujudan dari rasa tolong­ menolong antara sesama manusia beriman.

Dalam Undang­Undang No. 23 Tahun 2011 pasal 3 juga dijelaskantujuanpengelolaan zakat sebagaiberikut:

a. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat; dan

b. Meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.

2. Hikmah Dan Manfaat Zakat

(36)

a. Sebagai perwujudan keimanan kepada Allah SWT, mensyukuri nikmat­NYA, menumbuhkan akhlak mulia dengan rasa kemanusiaan yang tinggi.24

b. Menolong, membantu dan membangun orang yang lemah dan susah, sekedar memenuhi kebutuhan pokoknya, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan melaksanakan kewajibannya terhadap Allah.25

c. Mendidik dan membiasakan orang menjadi pemurah dan menjauhkan dari sifat bakhil.26

d. Bagi orang miskin, dengan dana zakat akan mendorong dan memberi kesempatan untuk berusaha dan bekerja keras sehingga pada gilirannya berubah dari golongan penerima zakat menjadi golongan pembayar zakat.

e. Bagi orang kaya, memperoleh kesempatan untuk menikmati hasil usahanya, yaitu terlaksananya berbagai kewajiban agama dan ibadah kepada Allah.

D. Objek Zakat

Padaawalsejarahpertumbuhan Islam di Mekah, orang­ orang yang berhak menerima zakat (infaq) itu adalah orang miskin saja. Setelah

24

Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian, (Jakarta: Gema Insani, 2002), h. 10

25

Zurinal Z dan Aminuddin, Fiqih Ibadah, (Jakarta: Lembaga Peneltian UIN SyarifHidayatullah, 2008), cet. 1, h. 184

26

(37)

tahunke ­9 Hijriyah Allah SWT menurunkan ayat 60 surat al­Taubah di Madinah.27 Ayat tersebut menjelaskan secara rinci mengenai orang­ orang yang berhak menerima zakat. Ayatdimaksud ialah:

Artinya: sesungguhnya zakat- zakat ituhanyalahuntuk orang- orang fakirorang- orang miskin, pengurus- pengurus zakat, muallaf yang dibujukhatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang- orang yang

berhutang, untukjalan Allah dan orang- orang yang

sedangdalamperjalanan, sebagaisesuatuketetapan. (QS 9: 60)yang diwajibkan Allah; dan Allah MahaMengetahuilagiMahaBijaksana

Ayat di atas menunjukkan bahwa orang yang berhak menerima zakat terdiri dari delapan golongan yaitu sebagai berikut:

1. Orang Fakir

Para ulama tidak sependapat dalam memberi definisi terhadap terminologi fakir. Ulama Mazhab Syafi‟I dan Maliki mendefinisikannya sebagai orang yang tidak mempunyai harta dan tidak pula memiliki pekerjaan yang dapat memenuhi kebutuhan pokoknya. Dia juga tidak mempunyai suami atau anak atau saudara yang menanggung nafkahnya.28

2. Orang Miskin

27

Rahman Ritonga dan Zainuddin, Fiqh Ibadah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002), cet. 2, h. 180

28

(38)

Para Ulama Fiqh yang berpendapat bahwa fakir dan miskin adalah dua kata yang mempunyai arti satu yaitu orang yang serba berkekurangan atau yang benar­ benar membutuhkan. Ada yang mengatakan bahwa dua kata itu memiliki arti yang berbeda. Mazhab Syafi‟I dan Hanbali misalnya mengatakan makna kedua istilah itu jelas berbeda. Orang fakir menurut mereka lebih parah keadaan ekonominya dari orang miskin. Orang yang fakir adalah orang yang sama sekali tidak memiliki harta dan pekerjaan. Sedangkan orang miskin adalah orang yang memiliki harta atau pekerjaan, tetapi hanya dapat menutupi sekitar limapuluh persen atau lebih dari kebutuhannya dan kebutuhan keluarga yang wajib dinafkahinya, namun tetap juga tidak mencukupi.29

3. Amil Zakat

Yang dimaksud Amil zakat adalah orang yang diberi tugas untuk pemimpin, kepala pemerintahan, atau wakilnya untuk mengambil zakat dari orang kaya, meliputi pemungut zakat, penanggung jawab, petugas penyimpanan, penggembala ternak dan pengurus administrasinya. Mereka harus terdiri dari kalangan kaum Muslimin dan bukan dari golongan yang tidak diperkenankan menerima zakat, seperti keluarga Rasulullah SAW, yaitu Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib.30

29

Wahbah Zuhayli, Al-Fiqh al-Islam, (Beirut: Dar al­Fikri, 1987), hal. 879 30

(39)

4. Muallaf

Secara etimologis, muallaf berarti orang yang dilunakkan hatinya. Tentu orang yang seperti ini adalah orang yang belum kuat imannya dalam memeluk agama Islam, untuk menguatkan hatinya terhadap agama Islam diberikan kepadanya zakat.31

5. Riqab

Yang dimaksud dengan riqab adalah usaha memerdekakan hamba sahaya dengan cara membelinya dengan uang zakat kemudian memerdekakannya. Jadi zakat digunakan sebagai dana untuk membebaskan dirinya agar ia merdeka.

6. Gharimin

Gharim adalah orang­ orang yang berhutang dan menghadapi kesulitan untuk melunasinya. Yusuf Qardhawi mendefinisikannya sebagai orang yang berhutang yang sulit dilunasinya. Hutang itu timbul melalui kegiatan­ kegiatan sosial, bukan kemaksiatan.32

7. Fi Sabilillah

Pada awalnya sesuai dengan konteks sosial, fi sabilillah diartikan dengan sekelompok orang yang berjuang, berperang menegakkan agama Allah SWT. Zakat digunakan sebagai dana atau biaya angkatan perangnya. Pengertian ini wajar, karena penggunaan kata sabilillah

31

Rahman Ritonga dan Zainuddin, Fiqh Ibadah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002), cet. 2, h. 183

32

(40)

mutlak digunakan untuk peperangan, sebab Allah SWT sering mengaitkannya dengan kata al­qatldan al­jahd yang berarti berperang. Misalnya dalam ayat berikut:

Artinya: dan perangilah di jalan Allah orang- orang yang memerangikamu..(QS 2: 190)

8. IbnuSabil

Ibnu sabil adalah orang yang sedang dan akan melaksanakan perjalanan dengan tujuan kebaikan. Tetapi dia kekurangan biaya untuk mencapai tujuan dari perjalanan itu. Dengan zakat diharapkan dia sampai ke tujuan.

E. Manajemen Pengelolaan Zakat

Manajemen merupakan kata serapan dari bahasa Inggris,

managemen” yang berakar kata “manage”yang berarti “control” control

dan “succed” sukses.33

Sedangkan secara istilah dikemukakan oleh James Stoner bahwa

manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan

dan pengawasan usaha para anggota organisasi dengan menggunakan

symber daya yang ada agar mencapai tujuan organisasi yang sudah

ditetapkan.34

33

Sudirman, Zakat Dalam Pusaran Arus Modern, (Malang: UIN Malang Press, 2007), h. 71

34

(41)

Mary Parker Follet memiliki definisi yang berbeda dengan Stoner, dia mengartikan manajemen adalah seni dalam menyelesaikan tugas pekerjaan melalui orang lain. Sedangkan menurut Hani Handoko manajemen adalah bekerja dengan orang- orang untuk menentukan, menginterpretasikan dan mencapai tujuan- tujuan organisasi dengan

pelaksanaan fungsi- fungsi perencanaan, pengorganisasian, penyusunan

personalia atau kepegawaian, pengarahan dan kepemimpinan serta

pengawasan.35

Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa manajemen pengelolaan zakat adalah sistem atau cara yang dilakukan oleh organisasi pengelola zakat untuk mengelola zakat itu sendiri sehingga bisa tersalurkan kepada orang­ orang yang memang berhak untuk menerimanya. Seperti pengumpulan, pengambilan, pendayagunaan dan pendistribusian.

Dasar hukum pengelolaan zakat itu sendiri adalah QS At­Taubah 103:

Artinya : Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka, sesungguhnya doa kamu itu menjadi ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Penyayang.

35

(42)

Berangkat dari perintah yang tersurat dan tersirat dari ayat di atas,

yang diawali dengan “kata perintah” : Ambillah, seharusnya mekanisme

pengumpulan dan penyaluran zakat adalah sebagai berikut:

Muzakki Amil/petugas Mustahiq

Dengan demikian dalam pengelolaan zakat, Allah memerintahkan ada muzakki yang merupakan pembayar zakat, ada Amil sebagai pengumpul dan penyalur, dan ada mustahiq sebagai penerima zakat.

MANAJEMEN ZAKAT 1. Lembaga Pengelola Zakat

a. Eksistensi Lembaga Pengelola Zakat

Pengelolaan zakat di Indonesia saat ini ada dua bentuk yaitu pengelolaan zakat oleh pemerintah yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga pengelola zakat non pemerintah yaitu Lembaga Amil Zakat (LAZ). Lembaga Amil Zakat (LAZ) dibentuk oleh masyarakat dan mendapatkan pengukuhan dari pemerintah setelah memenuhi kriteria dan persyaratan yang telah ditetapkan.36

b. Pendayagunaan dan Pengelolaan zakat

Pengelolaan zakat sebagaimana disebut dalam UU RI No. 38 Tahun 1999 merupakan kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengumpulan dan

36

(43)

pendistribusian serta pendayagunaan zakat. Pengelolaan dan pendayagunaan zakat sebagai bentuk dari manajemen zakat.

c. Distribusi zakat kepada mustahiq

Sebagaimana diketahui bahwa orang yang berhak menerima zakat ada delapan kelompok, yaitu: fakir, miskin, amil, muallaf, riqab, orang yang berutang (gharim), orang yang berjuan di jalan Allah (sabilillah), dan orang yang dalam perjalanan (ibnu sabil). Dalam masalah penyaluran harta zakat ulama berbeda pendapat tentang

distribusi zakat. Imam Syafi‟I dann pengikutnya berpendapat bahwa

zakat harus diberikan kepada delapan kelompok secara merata. Sedangkan Abu Hanifah dan Imam Ahmad boleh memberikan zakat hanya kepada sebagian tidak semua asnaf yang delapan. Sementara Imam Malik berpendapat bahwa pemberian zakat didahulukan berdasarkan tingkat kebutuhan. Para ulama Mazhab juga berpendapat tentang larangan pemindahan zakat dari suatu Negara ke Negara yang

lain. Demikian pendapat Imam Malik dan Imam Syafi‟I. Sedangkan

Abu Hanifah dan Imam Ahmad menyatakan boleh memindahkan zakat dari suatu Negara ke Negara lain jika penduduk Negara itu berkecukupan.37

2. Deskripsi Manajemen Mutu Kinerja Lembaga Pengelola Zakat a. Kepemimpinan

37

(44)

Pengetahuan tentang misi dan visi lembaga merupakan hal penting bagi setiap pegawai (amil). Untuk itu visi dan misi disampaikan kepada para pegawai saat mulai bekerja dalam bentuk pelatihan serta pada kegiatan rutin bagi keseluruhan pegawai. Intensitas pertemuan ditentukan secara berkala, ada yang mingguan, bulanan, serta akhir tahun.

b. Perencanaan Strategis

Perencanaan strategis sebagai bagian dari manajemen yang membuat rencana kerja jangka panjang, menengah, dan tahunan. Setiap lembaga pengelola zakat memiliki RENSTRA lembaga. Demikian pula strategi pencapaian, rencana tindakan dan indicator kunci.

c. Fokus pada pengelolaan Mustahiq dan muzakki

Data mustahik dan muzakki terhimpun dalam data base. Dengan adanya data tersebut dapat diketahui jumlah muzakki dan mustahik yang ada pada lembaga. Data mustahik dan muzakki pada lembaga pengelola zakat harus dapat dilihat dalam media website masing­ masing.

d. Pengukuran dan Analisis Manajemen

Pengukuran kinerja lembaga tertuang dalam bentuk laporan rutin tertulis kinerja unit setiap lembaga.

(45)

Sumber daya manusia dalam hal ini amil (pegawai) merupakan faktor yang sangat penting dalam kegiatan operasional lembaga pengelola zakat. Semua lembaga pengelola zakat memberikan gaji/insentif bagi para amil. Begitu pula penghargaan atas prestasi yang dicapai.

f. Pencapaian Hasil

Hasil yang dicapai oleh lembaga pengelola zakat berupa dana ZIS yang terkumpul, pengelolaan dan penyalurannya. Dalam hal ini terdapat pula daftar mustahik dan muzakki dalam periode tertentu. Setiap lembaga memiliki daftar capaian hasil serta penyalurannya.

Penjelasan secara rinci dari deskripsi kinerja lembaga pengelola zakat disajikan dalam uraian yang meliputi: manajemen penghimpunan zakat (Fundrising Managemen), manajemen pengelolaan dan pendayagunaan zakat (Empowering Managemen),

manajemen keuangan dan akuntasi (Finance anda Accounting managemen), dan Manajemen amil (amil Managemen).

(46)

lembaga dalam rangka mencapai tujuan. Dengan demikian kegiatan Fundrising berujuan untuk menghimpun dana dan donatur.

Fundrising juga merupakan sarana untuk menghimpun simpatisan juga pendukung. Kegiatan fundrising dapat pula menjadi sarana dalam upaya membangun citra lembaga dan menjadi tujuan utamanya memberikan kepuasan bagi para donatur. Bagi lembaga

yang didirikan untuk melaksanakan syari‟at agama seperti lembaga

pengelola zakat, kegiatan fundrising ditujukan untuk melaksanakan tujuan dari pemberlakuan syari‟ah itu sendiri yaitu mewujudkan kemaslahatan, membangun kemandirian umat, dan terwujudnya keadilan distributive sehingga dapat merubah kehidupan para mustahik idealnya mereka menjadi muzakki.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa strategi penggalangan dana yang dilakukan lembaga pengelolaan zakat baik Badan Amil Zakat (BAZ) maupun Lembaga Amil Zakat (LAZ) adalah sebagai berikut:

a. Sumber dana: individual, perusahaan (corporate fund), lembaga pemerintah, dan pendapatan usaha (earned income): unit usaha yang dikelola dari berbagai sumbangan yang diberikan oleh perusahaan

(47)

4. Manajemen Pengelolaan dan Pendayagunaan Zakat (Empowering Managemen)

Bagian ini akan memaparkan praktek pengelolaan dan pendayagunaan zakat oleh Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS). Pada bagian ini dibahas pula mengenai pola pendayagunaan yang dilakukan masing­ masing lembaga beserta program pendayagunaannya. Bagian ini merupakan bagian dari indicator sitem manajemen mutu terkait mustahik dan muzakki.38

Untuk penyaluran dana BAZNAS memiliki beberapa program. Program tersebut secara garis besar terdiri atas: program kemanusiaan, program kesehatan, program pendidikan, program ekonomi, dan program dakwah. Adapun alokasi dana untuk program kemanusiaan sebanyak 10%, program kesehatan sebanyak 20%, program pendidikan 25%, program ekonomi sebanyak 35%, dan program dakwah sebanyak 10%. Program yang dilakukan yaitu Indonesia Cerdas, Indonesia Makmur, Indonesia Peduli, Indonesia Talwa, dan Indonesia Sehat. Seluruh program tersebut dilaksanakan diberbagai daerah yang berada diseluruh Indonesia melalui unit salur zakat yang tersebar di berbagai daerah.

38

(48)

F. Macam- Macam Zakat

Secara umum zakat terbagi menjadi dua :pertama, zakat yang berhubungan dengan badan atau disebut zakat fitrah. Kedua, zakat yang berhubungan dengan harta atau zakat mal.

a. Zakat Fitrah

Zakat fitrah dilihat dari segi kebahasaan bermakna membersikan jiwa atau diri dengan cara mengeluarkan harta dan diberikan kepada mereka yang sangat memerlukan harta tersebut.

Sedangkan menurut istilah dalam syari‟ah Islam, zakat fitrah adalah mengeluarkan beras atau bahan makanan pokok sebesar kuranglebih 2,5 kg (kurang lebih 3,5 liter), atau nilainya yang sepadan dengan jumlah tersebut, dan didistribusikan kepada mereka yang memerlukannya, untuk membersihkan diri atau jiwa yang mengeluarkannya.39

Dalam pengertian lain zakat fitrah menurut istilah adalah zakat yang dikeluarkan oleh seorang muslim dari sebagian hartanya kepada orang­ orang yang membutuhkan untuk mensucikan jiwanya serta menambal kekurangan­ kekurangan yang terdapat pada puasanya seperti perkataan yang kotor dan perbuatan yang tidak ada gunanya.40

Hadits yang berkaitan tentang kewajiban zakat fitrah adalah sebagai berikut:

39

Tim Penyusun, MengenalHukum Zakat danInfak/ sedekah, (Jakarta: BAZIS, 1999), h. 15

40

(49)

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Yusuf telah mengabarkan kepada kami Malik dari Nafi’ dari Ibnu ‘Umar radliallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mewajibkan zakat fitrah satu sha’ dari kurma atau sha’ dari gandum bagi setiap orang

yang merdeka maupun hamba sahaya (budak), laki-laki maupun perempuan dari kaum muslimin.

Zakat fitrah boleh dikeluarkan di awal malam bulan Ramadhan, namun penundaannya hingga akhir bulan Ramadhan lebih utama. Dalam hal ini, ada 5 waktu untuk mengeluarkan zakat fitrah, yiatu:

1. Waktu boleh, yaitu pada permulaan Ramadhan, mengingat sudah terpenuhinya sebab perrtama diantara dua sebab diwajibkannya zakat yaitu Ramadhan dan Idul fitri.

2. Waktu wajib, yaitu akhir Ramadhan dan awal syawal.

3. Waktu utama, yaitu setelah shalat shubuh dan sebelum shalat idul fitri. 4. Waktu makruh, setelah shalat idul fitri, meskipun memang disunnahkan mengakhirkannya untuk menunggu orang yang dekat seperti tetangga selama belum terbenam matahari.

5. Waktu haram, yaitu waktu yang dilarang untuk menunda­ nunda pembayaran zakat fitrah, yaitu akhir hari raya Idul Fitri ketika matahari telah terbenam.

(50)

Zakat mal (harta) adalah zakat yang dikeluarkan untuk menyucikan harta, apabila harta itu telah memenuhi syarat­ syarat wajib zakat.41

Zakat mal itu sendiri terbagi menjadi beberapa macam berdasarkan jenis harta yang dimiliki. Antara lain sebagai berikut:

1. Zakat Binatang Ternak

Hewan ternak dinamakan al­an‟am karena banyaknya nikmat Allah yang dianugerahkan kepada hambanya melaui hewan tersebut. hewan ternak itu mencangkup unta, sapi dan kambing.42 Syarat­ syarat zakat ternak:

a) Sampai nishab, yaitu mencapai kuantitas tertentu yang ditetapkan

hukum syara‟, jumlah minimal (nishab).

b) Telah dimiliki satu tahun, menghitung masa satu tahun anak­anak ternak berdasarkan masa satu tahuninduknya.

c) Digembalakan, maksudnya adalah sengaja diurung sepanjang tahun dengan dimaksudkan untuk memperoleh susu,daging dan hasil perkembang biakannya.

d) Tidak dipekerjakan demi kepentingan pemiliknya, seperti untuk membajak,mengairi tanaman, alat transportasi, dan sebagainya.43

Nishab atas zakat binatang ternak:

41

Gustiana Djuanda, dkk, Pelaporan Zakat Pengurang Pajak Penghasilan, (Jakarta: PTRaja Grafindo Persada, 2006), h. 18

42

Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Ibadah, (Jakarta: Amzah, 2013), cet. 3, h. 350

43

(51)

1) Unta

Nishab unta adalah 5 ekor, artinya bila seseorang telah memiliki 5 ekor unta, ia terkena kewajiban zakat. Selanjutnya zakat itu bertambah, jika jumlah unta yang dimilikinya juga bertambah. Sesuai dengan hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari Muslim:

.

44

Artinya: “Tidak ada kewajiban zakat pada unta yang kurang dari

lima ekor”.

maka dapat dibuat table sebagai berikut:45

Jumlah (ekor) Zakat

(52)

61­75

76­90

91­120

lebih

1 ekor anak unta betina umur 4 tahun lebih

2 ekor anak unta betina umur 2 tahun lebih

2 ekor anak unta betina umur 3 tahun lebih

2) Ternak Unggas

Nishab pada ternak unggas dan perikanan tidak diterapkan berdasarkan jumlah (ekor), sebagaimana halnya sapi, dan kambing. Akan tetapi dihitung berdasarkan skala usaha.

Nishab ternak unggas dan perikanan adalah setara dengan 20 dinar (1 dinar =4,25 gram emas murni) atau sama dengan 85 gram emas. Artinya bila seorang berternak unggas atau perikanan,, dan pada akhir tahun (tutup buku) ia memiliki kekayaan yang berupa modal kerja dan keuntungan lebih besar atau setara dengan 85 gram emas murni, maka ia terkena kewajiban zakat sebesar 2,5 %.46

3) Sapi

46

(53)

Sapi adalah binatang ternak yang wajib dizakatkan apabila telah mencukupi satu nisab. Termasuk kedalam jenis sapi adalah kerbau, dan zakat kedua binatang itu juga sama. Berdasarkan kesepakatan ulama sapi atau kerbau yang kurang dari tiga puluh ekor tidak wajib dizakatkan. Sehingga sapi dan kerbau baru dikeluarkan zakatnya setelah mencapai tiga puluh ekor, seperti tabel berikut:

Jumlah (ekor) Zakat

30­39 1 ekor anak sapi jantan atau betina/seekor anak kerbau umur 1 tahun 40­59 1 ekor anak sapi betina/seekor anak

kerbau umr 2 tahun 60­69 2 ekor anak sapi jantan

70­ 79 Seekor anak sapi betina (umur 2 tahun) ditambah anak sapi jantan (umur 1 tahun)

80­ 89 2 ekor anak sapi betina umur 2 tahun 90­ 99 3 ekor anak sapi jantan umur 1 tahun

(54)

Yang dimaksud kambing disini adalah kambing domba dan kambing kacangan, karena keduanya adalah satu jenis.47 Kewajiban zakat atas ternak kambing apabila telah mencapai empat puluh ekor dan seterusnya, sebagaimana rincian dalam table berikut:

Jumlah (ekor) Zakat

40­120 1 ekor kambing

121­200 2 ekor kambing 201­399 3 ekor kambing 400­ 499 4 ekor kambing

500­599 5 ekor kambing48

2. Zakat Emas dan Perak

Termasuk dalam kategori emas dan perak, adalah mata uang yang berlaku pada waktu itu di masing­masing negara. Oleh karena itu segala bentuk penyimpanan uang seperti tabungan, deposito, cek, saham atau surat berharga lainnya, termasuk ke dalam kategori emas dan perak, sehingga penentuan nishab dan besarnya zakat disetarakan dengan emas dan perak.

47

Zurinal dan Aminuddin, Fiqih Ibadah, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2008), h. 165

48

(55)

Demikian juga pada harta kekayaan lainnya, seperti rumah, villa, kendaraan, tanah, dan lain­ lain. Yang melebihi keperluan

menurut syara‟ atau dibeli/ dibangun dengan tujuan menyimpan

uang dan sewaktu­ waktu dapat diuangkan. Pada emas dan perak lainnya yang berbentuk perhiasan, asal tidak berlebihan, maka tidak diwajibkan zakat atas barang­ barang tersebut.

Nishab atas zakat emas dan perak:

Sesungguhnya kewajiban mengeluarkan zakat emas dan perak terikat dengan dua syarat:

1. Mencapai Nishab

2. Memilikinya genap satu tahun dengan hitungan hijriyah semenjak memilikinya , dan nisab harus sempurna dalam setahun penuh.

Nishab emas adalah 20 dinar (85gram emas murni) dan perak adalah 200 dirham (setara 672 gram perak). Artinya bila seseorang telah memiliki emas sebesar 20 dinar atau perak 200 dirham dan sudah setahun, makaia terkena wajib zakat sebesar 2,5 %.49

Sesuai dengan Hadits Nabi berikut:

49

Gustiana Djuanda, dkk, Pelaporan Zakat, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), h. 25

50

(56)

Artinya: Dari Ali, ia berkata : Rasulullah Saw, bersabda: “aku

telah membebaskan kalian dari zakatnya kuda dan hamba, karena itu keluarkanlah zakatnya perak, yaitu untuk setiap 40 dirham, (zakatnya) satu dirham, dan tidak ada kewajiban zakat pada 190 (dirham), tetapi apabila sudah mencapai 200 (dirham), maka

(zakatnya) 5 dirham.” (HR Ahmad, Abu daud, dan Tirmidzi).

3. Zakat Harta Perniagaan

Harta perniagaan adalah semua yang diperuntukkan untuk diperjual belikan dalam berbagai jenisnya, baik berupa barang seperti alat­ alat,pakaian,makanan, perhiasan, dan lain­ lain. Perniagaan tersebut diusahakan secara perorangan, atau perserikatan sepertiCV, PT, Koperasi, dan sebagainya.

Zakat atas harta perniagaan:

Harta perniagaan nishabnya adalah 20 dinar (setara dengan 85 gram emas murni). Artinya jika suatu badan usaha padaakhir tahun (tutup buku) memiliki kekayaan (modal kerja dan laba) lebih besar atau setara dengan 85 gram emas (jika pergram Rp 25.000,00 = Rp 2.125.000,00) maka ia wajib mengeluarkan zakat sebesar 2,5 %.

Usaha yang bergerak di bidang jasa, sperti perhotelan, penyewaan apartemen, taksi, rental mobil, bus/truk, kapal laut, pesawat udara,danlain­ lain, kemudian dikeluarkan zakatnya dapat dipilih diantara 2 cara :

(57)

penghasiljasa, sperti hotel, taksi, kapal, dan lain­lain, kemudian dikeluarkan zakatnya 2,5 %.

b. Pada perhitungan akhir tahun (tutup buku), hanya hanya dihitung dari hasil bersih yang diperoleh usaha tersebut selama satu tahun, kemudian zakatnya dikeluarkan 10%.

4. Zakat Hasil Pertanian

Hasil pertanian adalah hasil tumbuh­tumbuhan atau tanaman yang bernilai ekonomis, seperti biji­ bijian, umbi­ umbian, sayur­ mayur, buah­buahan, tanaman hias, rumput­ rumputan, dan lain­ lain.

Nisab dan kadar zakat hasil pertanian:

Adapaun nishab hasilpertanian adalah 5 wasaq atau setara dengan 653 kg (gabah kering). Hal tersebut berdasarkan riwayat dari Jabir, dari Rasulullah SAW., “…tidak wajib bayar zakat

padakurma yang kurang dari 5 ausuq” (HR Muslim).

Ausuq adalah bentuk jamak (plural) dari wasaq,dimana 1

wasaq = 60 sha‟, sedangkan 1sha‟= 2,176 kg, maka 5 wasaq adalah

5x60x2,176= 652,8 kg, dibulatkan menjadi 653 kg.

(58)

dan lain­ lain, maka nishabnya disetarakan dengan harga nishab dari makanan pokok yang paling umum di daerah negeri tersebut.

Kadar zakat untuk hasil pertanian, yang apabila diairi dengan air hujan, atau sungai atau mata air adalah 10%, sedangkan apabila diairi dengan disirami atau irigasi maka zakatnya 5%. Dalam Nabijuga dijelaskan sebagai berikut:

Artinya: Dari Jabir, dari Nabi Saw, Ia bersabda: “ Pada

(tanaman)yang mendapat air dari sungai dan hujan, (zakatnya) sepersepuluh (10%), dan pada(tanaman) yang disiram dengan tenaga binatang, (zakatnya) seperduapuluh (5%). (HR Ahmad, Muslim, Nasai,dan Abu Daud).51

Hasil pertanian yang bukan merupakan makanan pokok, seperti buah­ buahan, sayur­ sayuran,bunga, daun, dammar, kayu dan lain­ lain, yang memiliki musimpanen tertentu, zakatnya dihitung setiap kali musim panen. Sedang hasil pertanian yang tidak memiliki musim panen tertentu atau panen secaraterus menerus, zakatnya dihitung pada setiap akhir tahun. Nishabnya dihitung berdasarkan harga yang senilai dengan harga nishab makanan pokok yang berlaku di negeri yang bersangkutan.

5. Rikaz

51Mu‟ammal Hamidy dan Imron AM dan Umar Fanany,

(59)

Rikaz adalah harta terpendam dari zaman dahulu atau bisa disebut dengan harta karun. Termasuk didalamnya harta yang ditemukan dan tidak ada yang mengaku sebagai pemiliknya. Termasuk dalam rikaz yaitu harta yang diperoleh dari hasil undian atau kuis berhadiah. Oleh sebab itu jika hasil tersebut memenuhi criteria zakat wajib dizakati sebesar 20 % (1/5).

6. Zakat Profesi dan Zakat Wiraswasta

Wiraswasta yang dimaksud disini ialah pekerjaan yang tidak terikat dengan Negara, seperti pekerjaan dokter, insyinyur, sarjana hukum, penjahit, tukang batu, dan lain­ lain. Adapun pekerjaan yang terkait dan terikat dengan pemerintah atau yayasan dan badan usaha umum atau khusus ialah yang para pegawainya menerima upah bulanan. Penghasilan yang diperoleh wiraswastawan atau pegawai negeri itu dikenal dalam fiqih dengan istilah al-mal almustafad.52

Pengertian Profesi menurut Yusuf Qardhawi adalah kegiatan atau pekerjaan yang penghasilan atau pendapatannya diusahakan melalui keahliannya seperti dokter, arsitek, dan lain­lain . Sedangkan menurut Wahbah Zuhaily Profesi adalah kegiatan penghasilan atau pendapatan yang diterima seseorang melalui usaha sendiri, seperti dokter, insinyur, dan lain­lain.

52

(60)

Landasan zakat profesi itu sendiri adalah QS. Adz­ Dzariyat: 19

Artinya: Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bahagian.

Adapun nisab, waktu dan kadar zakat profesi tergantung pada qiyas (analogi) yang dilakukan. Pertama, Jika dianalogikan pada zakat perdagangan maka kadar, nisab dan waktunya sama dengannya, sama pula dengan zakat emas dan perak. Nisabnya 85 gram emas, kadarnya 2,5 % dan waktunya setahun sekali setelah dikurangi kebutuhan pokok. Kedua, jika dianalogikan pada zakat pertanian, nisabnya 653 kg padi, kadarnya 5 % dan waktunya dikeluarkan pada setiap mendapatkan gaji. Ketiga, jika dianalogikan pada zakat rikaz, maka zakatnya sebesar 20 % tanpa ada nisab, dan dikeluarkan pada saat menerimanya.53

Dari penjelasan di atas penulis dapat memberikan kesimpulan bahwasanya zakat itu wajib bagi seluruh umat muslim di dunia, karena perintah zakat itu sendiri sudah dijelaskan di dalam Al­Qur‟an dan Hadits. Oleh karena itu wajib bagi setiap muslim untuk bersyukur kepada Allah atas nikmat harta yang telah dianugerahkan. Salah satu caranya adalah dengan menunaikan zakat dari harta tersebut.

53

(61)

50

A. Sejarah Pengelolaan Zakat

1. Pengelolaan Zakat Pada Zaman Rasulullah dan Sahabat

(62)

membagikan ke asnaf. Zaid ibn Tsabit diangkat khusus untuk bagian keuangan Negara (baitul maal). Sedangkan pada masa sahabat Ali biin Abi Thalib sama dengan masa Usman, Ali turun mengawasi sendiri.1

2. Pengelolan Zakat di Masa Penjajahan

Zakat sebagai bagian dari ajaran Islam wajib ditunaikan oleh umat

Islam terutama yang mampu (aghniya‟), tentunya sudah diterapkan dan

ditunaikan oleh umat Islam Indonesia berbarengan dengan masuknya Islam ke Nusantara. Kemudian ketika Indonesia dikuasai oleh para penjajah, ara tokoh agama Islam tetap melakukan mobilisasi pengumpulan zakat . Pada masa penjajahan Belanda, pelaksanaan ajaran Islam (termasuk zakat) diatur dalam Ordonantie Pemerintah Hindia Belanda Nomor 6200 tanggal 28 Pebruari 1905. Dalam pengaturan ini pemerintah tidak mencampuri masalah pengelolaan zakat dan menyerahkan sepenuhnya kepada umat Islam dan

bentuk pelaksanaannya sesuai dengan syari‟at Islam.2

3. Pengelolan Zakat di Awal Kemerdekaan

Pada awal kemerdekaan Indonesia, pengelolaan zakat juga diatur pemerintah dan masih menjadi urusan masyarakat. Kemudian pada tahun 1951 barulah Kementerian Agama mengeluarkan Surat Edaran Nomor :

1

Hidayat Nur Wahid, Zakat & Peran Negara, (Jakarta: Forum Zakat, 2006), cet. 1, h. 87

2Aliboron, “

(63)

A/VII/17367, tanggal 8 Desember 1951 tentang Pelaksanaan Zakat Fithrah. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama hanya menggembirakan dan menggiatkan masyarakat untuk menunaikan kewajibannya melakukan pengawasan supaya pemakaian dan pembagiannya dari pungutan tadi dapat berlangsung menurut hukum agama.3

4. Pengelolaan Zakat di Masa Orde Baru

Pada masa orde baru, Menteri Agama menyusun Rancangan Undang­ Undang tentang Zakat dan disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPRGR) dengan surat Nomor : MA/095/1967 tanggal 5 Juli 1967. Dalam surat Menteri Agama tersebut disebutkan antara lain :

“Mengenai rancangan undang­undang zakat pada prinsipnya, oleh karena materinya mengenai hukum Islam yang berlaku bagi agama Islam, maka diatur atau tidak diatur dengan undang­undang, ketentuan hukum Islam tersebut harus berlaku bagi umat Islam, dalam hal mana pemerintah wajib membantunya. Namun demikian, pemerintah berkewajiban moril untuk meningkatkan manfaat dari pada penduduk Indonesia, maka inilah perlunya diatur dalam undang­undang”.

Rancangan Undang­Undang (RUU) tersebut disampaikan juga kepada Menteri Sosial selaku penanggungjawab masalah­masalah sosial dan Menteri Keuangan selaku pihak yang mempunyai kewenangan dan wewenang dalam bidang pemungutan. Menteri Keuangan dalam

3

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah makna Pancasila sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa” menurut perspektif Islam adalah tauhid yaitu Tuhan

Penelitian ini adalah studi kasus-kontrol dengan subjek penelitian etnik/suku masyarakat Samarinda polimorfisme HLA-DR4, HLA-DR6 dengan kasus juga hubungan antara

16 Penelitian lain, Perea et al yang meneliti prevalensi dan faktor risiko tinea pedis dan tinea unguium pada populasi umum di Spanyol menjumpai dari 1000 orang subjek

Oleh sebab itu, dalam konteks memperkuat pertahanan dan ketahanan nasional fungsi pers yang utama adalah memberi atau menyediakan informasi yang sehat.. Menurut Wakil Presiden

Secara lengkap laporan tahunan ini disusun sesuai dengan bidang yang menjadi tanggung jawab DRPM UI.. Berbagai kerja sama dengan fihak luar dijajagi selain

Pembelajaran dengan menggunakan alat peraga kantong nilai plastik transparan sangat cocok diterapkan pada proses pembelajaran setiap siklus, walaupun pada siklus I dan

Lembar ini disebut lembar control karena lembar ini akan diambil oleh petugas security sebagai alat control saat calon penumpang memasuki ruang tunggu. Untuk membedakan

Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak