• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perancangan Pusat Gerontologi Sebagai Fasilitas Penunjang Rekreasi dan Sosial di Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perancangan Pusat Gerontologi Sebagai Fasilitas Penunjang Rekreasi dan Sosial di Jawa Barat"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Laporan Pengantar Tugas Akhir

PERANCANGAN PUSAT GERONTOLOGI SEBAGAI FASILITAS

PENUNJANG REKREASI DAN SOSIAL DI JAWA BARAT

Diajukan untuk memenuhi mata kuliah DI. 38309 Tugas Akhir

Semester genap tahun akademik 2013/2014

Oleh:

Melissa Anastasya

52009013

PROGRAM STUDI DESAIN INTERIOR

FAKULTAS DESAIN

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG

(3)
(4)

DATA RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama : Melissa Anastasya

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat/ Tanggal Lahir : Bandung, 25 Mei 1991

Kewarganegaraan : Indonesia

Agama : Kristen

Tinggi, Berat Badan : 158 cm, 40 kg

Alamat : Gg. Binong Kulon 7 No. 89/126 G, Bandung

No. Telepon : 085315510887

E-mail : naztasyaa@gmail.com

PENDIDIKAN

Tahun Nama Sekolah Kualifikasi

1995 – 1996 TK Ignatius Slamet Riyadi, Bandung -1996 – 2003 SD Ign Slamet Riyadi, Bandung -2003 – 2006 SMP Ign Slamet Riyadi, Bandung

-2006 - 2009 SMA PGRI 2, Bandung Ilmu Pengetahuan Alam 2009 - 2014 Universitas Komputer Indonesia,

Bandung

(5)

APLIKASI SOFTWARE YANG DIKUASAI

 Google Sketch Up + Vray

 3D Max + Vray

 Corel Draw

 Adobe Photoshop

 AutoCad

 ArchiCad

Bandung, 10 September 2014

Hormat Saya,

(6)

v

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR SURAT PERSETUJUAN PUBLIKASI LEMBAR PERNYATAAN ORISINILITAS KARYA

1.3 Permasalahan Perancangan 6

1.4 Maksud dan Tujuan Perancangan 6

BAB II Tinjauan Teoritis dan Data Perancangan Pusat Gerontologi Sebagai Fasilitas Penunjang Rekreasi dan Sosial di Jawa Barat

2.1 Definisi Manula 8

2.1.1 Manula dalam perspektif

Hukum dan HAM 10

2.1.2 Manula dari Sudut Pandang Psikologi 14

2.2 Definisi Gerontologi 17

2.2.1 Peran Kerja Terapan Gerontologi 18

2.2.2 Layanan Langsung 19

2.3 Fasilitas Untuk Manula 21

(7)

vi

2.3.2 Fasilitas Non-Institusional 22

2.4 Pertimbangan Desain untuk Manula 22

2.4.1 Kenyamanan Ruang Gerak 24

2.4.2 Kenyamanan Hubungan Antar Ruang 25

2.4.3 Kenyamanan Kondisi Udara 28

2.4.4 Kenyamanan Pandangan 29

2.4.5 Kenyamanan Kondisi Tingkat

Getaran dan Kebisingan 30

BAB III Konsep Perencanaan Pusat Gerontologi Sebagai Fasilitas Penunjang Rekreasi dan Sosial di Jawa Barat

3.1 Deskripsi Proyek 33

3.2 Pengguna Bangunan 33

3.3 Struktur Organisasi 34

3.4 Alur Sirkulasi 36

3.5 Studi Images 37

BAB IV Konsep Perancangan Pusat Gerontologi Sebagai Fasilitas Penunjang Rekreasi dan Sosial di Jawa Barat

4.1 Tujuan Perancangan 39

4.2 Tema dan Konsep Perancangan 39

4.2.1 Konsep Sirkulasi 41

4.2.2 Konsep Bentuk 42

4.2.3 Konsep Material 42

4.2.4 Konsep Warna 43

4.2.5 Konsep Pencahayaan 43

4.2.6 Konsep Penghawaan 45

4.2.7 Konsep Keamanan 46

DAFTAR PUSTAKA 49

(8)

49

DAFTAR PUSTAKA

Halim Kurniawan Deddy, P.Hd. 2005. Pengantar Kajian Lintas Disiplin :

Psikologi Arsitektur. Jakarta: Grasindo

Halim Kurniawan Deddy, P.Hd. 2008. Psikologi Lingkungan Perkotaan.

Jakarta: Grasindo

Kementerian Kesehatan RI.Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan.

2013 ISSN 2088 – 270X. Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia

Ernst Neufert. Data Arsitek Edisi 33 Jilid 1.

Reznikoff S.C. 1986. Interior Graphic and Design Standards.Britain: The

Architectural Press Ltd.

http://www.datastatistik-indonesia.com/portal/index.php

(9)

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga mata kuliah Tugas

Akhir ini dapat diselesaikan dengan lancar. Proses panjang ini tidak

akan tercapai tanpa peran serta dan dukungan dari pihak-pihak yang

berperan. Maka dari itu, segala rasa terima kasih yang

sedalam-dalamnya ingin disampaikan kepada :

1. Tuhan Yang Maha Esa, atas segala kebesaran, bimbingan

dan karunia-Nya.

2. Seluruh anggota keluarga yang telah memberikan dukungan

semangat serta doa demi keberhasilan penulis selama ini.

3. Bapak Drs. Hary Lubis yang telah membimbing dengan penuh

kesabaran dan memberikan begitu banyak wawasan lebih

dalam mengenai materi terhadap judul Tugas Akhir yang

diambil oleh penulis.

4. Ibu Tiara Isfiaty, M.Sn., selaku koordinator Tugas Akhir Desain

Interior yang telah memberikan bimbingan, arahan, dukungan

dan semangat.

5. Untuk Ita Gunarlita, Adis Andina, Aulia dan Dini sebagai

sahabat-sahabat yang setia mendukung, membantu,

(10)

ii

ii

penyusunan Laporan Tugas Akhir ini, serta teman-teman

seperjuangan Tugas Akhir atas kerjasamanya.

Semoga laporan ini dapat berguna di masa yang akan datang

terlepas dari segala kekurangannya.

Agustus 2014,

(11)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Saat ini orang-orang berusia lanjut yakni yang berusia 65 tahun

berkembang dengan pesat jumlah populasinya, bahkan mereka yang berusia 85

tahun pun memiliki kecenderungan yang sama. Menurut WHO (World Health

Organization), yang juga diperkuat oleh Deklarasi Madrid memperlihatkan

peningkatan populasi kelompok usia lanjut secara fantastis dan Usia Harapan

Hidup (UHH) penduduk dunia saat ini adalah 67 tahun. Secara global diprediksi

populasi lansia akan terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2003 dari data

Badan Pusat Statistik menyatakan bahwa peningkatan populasi lansia

Indonesia di atas 60 tahun berada di urutan ke-4 setelah Rusia, India dan

Amerika yang memiliki jumlah penduduk usia lanjut terbesar di dunia. Pada

tahun 2005 populasi lansia telah menyamai jumlah balita (di bawah 5 tahun),

yakni 8,5% dari total jumlah penduduk atau sekitar 19 juta jiwa dan akan

menjadi 25,5 juta jiwa pada tahun 2020 atau sebesar 11,37% (Kompas, 2002).

Populasi lansia di Indonesia diprediksi meningkat lebih tinggi dari pada populasi

lansia di wilayah Asia dan global setelah tahun 2050. Dari uraian data berikut,

ledakan jumlah populasi lansia yang meningkat bisa dikatakan sebagai salah

satu indikator keberhasilan pencapaian angka harapan hidup yang semakin baik

(12)

2 Gambar 1: Persentase Penduduk Lansia di Dunia, Asia dan Indonesia Tahun 1950 – 2050

Sumber : UN, World Population Prospects: The 2010 Revision

Jika Indonesia yang diprediksi bahwa jumlah populasi usia lanjut akan

meningkat, maka hal tersebut perlu diperhatikan secara khusus. Dalam hal ini

fasilitas penunjang kualitas hidup kaum lansia agar dapat mempertahankan

kesehatan serta kemandiriannya perlu ditingkatkan. Kebanyakan lansia di

masyarakat saat ini memiliki kondisi yang mengalami penurunan fungsi fisiologis

karena mengalami sakit penyakit maupun proses degeneratif (penuaan)

sehingga mereka sangat membutuhkan penanganan, bantuan dan perawatan

khusus dari orang lain, namun tidak sedikit pula yang masih memiliki kondisi

(13)

3

Selalu ada tantangan dalam menolong, merawat dan memelihara kaum

lansia. Tidak hanya membutuhkan perhatian dan kasih sayang, mereka pun

membutuhkan waktu, kesabaran, pengertian dan pengetahuan dari keluarga,

juga lingkungan yang mendukung serta keuangan yang memadai. Tanpa

hal-hal tersebut yang mendukung, maka keluarga atau orang yang merawat mereka

akan mengalami kesulitan. Kesulitan tersebut bisa menjadi suatu masalah dan

sebuah pondok jompo atau rumah orang tua dapat menjadi salah satu solusi

bagi masalah tersebut. Selain itu banyak manfaat yang bisa diterima kaum

lansia saat mereka hidup dan tinggal di pondok jompo yaitu mereka lebih

leluasa beraktifitas dan berkomunikasi dengan kaum lansia seusianya.

Sudah menjadi suatu kewajiban bahkan sudah menjadi adat dan

kebudayaan yang kental bagi kita orang timur untuk memelihara, merawat dan

menjaga orang tua kita maupun kerabat yang sudah lanjut usia. Di banyak

negara mendaftarkan dan menitipkan orang tua atau kerabat sudah menjadi

suatu gaya hidup. Tetapi, terlepas dari hal tersebut, banyak kaum lansia yang Gambar 3 : Kondisi fisik kaum lansia yang masih aktif Sumber : Buletin Lansia

Gambar 2 : Kondisi fisik kaum lansia yang memerlukan bantuan perawat

(14)

4

memutuskan untuk tinggal di sebuah panti jompo ataupun rumah orang tua

karena masih sanggup untuk melakukan aktifitasnya sendiri dan tidak ingin

merepotkan keluarga walaupun sebenarnya pihak keluarga masih sanggup

untuk mengurus mereka atau bahkan karena mereka memang tidak kerasan

tinggal bersama anak-anak maupun kerabatnya.Bagi mereka yang masih

sanggup melakukan aktifitasnya sendiri tentunya tidak harus berada di panti

jompo untuk bisa menikmati masa tuanya, maka sebuah fasilitas pendukung

tidak hanya dalam pelayanan kesehatan, namun pendukung kegiatan dan

hiburan bagi mereka perlu dibuat.

Berdasarkan Data Statistik Indonesia tahun 2013 mengenai jumlah

populasi lansia 60 tahun ke atas berdasarkan kondisi kesehatannya, Jawa Barat

merupakan propinsi yang memiliki jumlah populasi lansia tertinggi ketiga di

Indonesia. Dari uraian tersebut, dapat diketahui bahwa jumlah lansia di

Indonesia khususnya di Propinsi Jawa Barat menjadi acuan dimana sebuah

fasilitas pendukung kesehatan dan kegiatan lansia lain seperti pusat gerontologi

perlu dibangun di Indonesia karena umumnya fasilitas bagi kaum lansia sendiri

hanya panti jompo yang umumnya terfokus pada fungsi sebagai hunian dan

pelayanan kesehatan terhadap lansia saja, namun fasilitas lain seperti sarana

olahraga ataupun rekreasi yang berada dalam satu kawasan masih belum

diterapkan.Fasilitas pendukung tersebut tentunya perlu memiliki pemahaman

(15)

5

kegiatan kaum lansia di dalamnya yang jelas membutuhkan banyak perhatian

agar mereka dapat meningkatkan kualitas hidup mereka.

Suatu pusat gerontologi sebagai fasilitas pendukung kesehatan dan

kegiatan lansia perlu memiliki standarisasi bangunan yang sesuai dan standar

tersebut haruslah dapat dicapai. Hal-hal yang perlu diperhatikan dan

dipertimbangkan untuk pusat gerontologi sendiri adalah suasana lingkungan

yang nyaman, aman, sehat dan tentunya dapat menunjang segala kegiatan

para lansia. Dalam hal ini faktor psikologi, psikososial dan sosial sendiri juga

perlu dipertimbangkan sehingga fungsi pusat gerontologi sebagai fasilitas

pendukung kesehatan dan kegiatan para lansia bisa tercapai dengan

memperhatikan bagaimana sebuah kenyamanan dapat tercipta dari pengaturan

penghawaan, pencahayaan juga tata letak dalam ruang panti atau pondok,

mengingat pengguna adalah para lansia dimana mereka memiliki kebutuhan

khusus.

1.2. Ide Perancangan

Menciptakan suatu fasilitas penunjang rekreasi dan sosial bagi para

lansia yang bertemakan “hunian segar” dengan konsep penggayaan

(16)

6

1.3. Permasalahan Perancangan

Pada umumnya setiap perencanaan sebuah sarana maupun fasilitas tidak akan

terlepas dari masalah-masalah di dalamnya untuk mencapai tujuan yang

diinginkan. Masalah-masalah tersebut, yaitu:

1. Meningkatnya kebutuhan akan fasilitas pendukung seperti pusat

gerontologi di Jawa Barat disebabkan oleh ledakan jumlah populasi

kaum lansia.

2. Meningkatnya jumlah pondok jompo sebagai fasilitas penunjang dan

bantuan bagi kaum lansia belum menjadi sebuah jaminan untuk

peningkatan kualitas hidup kaum lansia.

3. Faktor psikososial seperti kesulitan beradaptasi bagi kaum lansia di

dalam pondok jompo sebagai lingkungan baru mereka perlu

ditingkatkan kenyamanan ruangnya agar dapat membantu

memudahkan adaptasi.

4. Penurunan fungsi fiosologis yang diakibatkan proses degeneratif

(penuaan) mempengaruhi fungsi pusat gerontologi sebagai fasilitas

penunjang.

1.4. Maksud dan Tujuan Perancangan

Maksud perancangan:

Merancang sebuah fasilitas hiburan dan sosialisasi bagi kaum lansia

(17)

7

langsung serta pengembangan ilmu pengetahuan tentang lanjut usia

kepada masyarakat.

Tujuan perancangan:

 Menyediakan wadah bagi para orang tua lanjut usia di yang ingin

menikmati masa tuanya berkegiatan dengan nyaman dan

menyenangkan.

 Memberikan solusi bagi keluarga-keluarga di kota besar dengan

kesibukan bertumpuk dalam merawat orang tua. Di Pusat

Gerontologi ini mereka mendapat jaminan bahwa orang tuanya akan

(18)

8 BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1. Definisi Manula

Proses penuaan adalah peristiwa yang normal dan alamiah yang dialami

oleh setiap individu. Hal ini akan dialami seiring bertambahnya umur dan

mempengaruhi kondisi fisik maupun mental seseorang dalam masa lanjut

usia.Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa kata jompo

adalah tua sekali dan sudah lemah fisiknya sehingga tidak mampu mencari

nafkah sendiri dan sebagainya atau tua renta; uzur. Sementara lansia dapat

dilihat pengertiannya dari 3 aspek, yaitu :

1. Aspek Biologis : Lansia merupakan penduduk atau kelompok yang

telahmenjalani proses penuaan, dalam arti menurunnya daya tahan

fisik yang ditandai dengan rentannya tubuh terhadap serangan

berbagai penyakit.

2. Aspek Ekonomi : Lansia dianggap sebagai warga yang tidak produktif

lagi dan hidupnya perlu ditopang oleh generasi yang lebih muda. Bagi

penduduk lansia yang masih memiliki pekerjaan, produktivitasnya

sudah menurun dan pendapatannya lebih rendah dibandingkan usia

produktif. Namun, tidak semua penduduk yang termasuk dalam

(19)

9

3. Aspek Sosial : Di negara barat, penduduk lansia memiliki strata sosial

di bawah kaum muda. Di masyarakat tradisional di Asia, seperti

halnya di Indonesia, penduduk lansia memiliki kelas sosial yang tinggi

yang harus dihormati oleh masyarakat usia muda.

Penggolongan lansia menurut Departemen Kesehatan RI yang dikutip dari Azis

(1994), diuraikan menjadi 3 kelompok, yaitu :

1. Kelompok lansia dini (55-64 tahun), merupakan kelompok yang

baru memasuki lansia.

2. Kelompok lansia (65 tahun ke atas).

3. Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari

70 tahun.

Berikut adalah ciri- ciri manula secara fisik adalah:

1. Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin lansia,

meningkatnya usia, seperti kurangnya pendengaran, jarak pandang.

2. Adanya akumulasi dari penyakit-penyakit degeneratif.

3. Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai mengalami

kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology),

misalnya tenaga berkurang, energi menurun, kulit keriput, gigi rontok,

(20)

10 2.1.1. Manula dalam perspektif Hukum dan HAM

Menurut Dr. Ir. Adhi Santika yang merupakan Ketua Kelompok Kerja

Komnas Lansia, penduduk Indonesia selama kurun waktu 40 tahun sejak tahun

1970 telah mengalami perubahan struktur. Proporsi penduduk usia di bawah 15

tahun mengalami perubahan menjadi menurun walaupun jumlahnya masih

bertambah. Seiring dengan membaiknya kondisi kesehatan, struktur umur

penduduk Indonesia juga mengalami peningkatan sebagai dampak

meningkatnya angka harapan hidup. Hal ini mempengaruhi jumlah dan

persentase penduduk lanjut usia (lansia) yang terus meningkat.

Meningkatnya usia harapan hidup penduduk Indonesia membawa

konsekuensi bertambahnya jumlah lansia, karena pertumbuhan lansia di

Indonesia akan lebih cepat dibandingkan dengan negara-negara lain. Indonesia

diperkirakan mengalami ledakan jumlah populasi lansia pada dua dekade

permulaan abad 21 ini. Hal ini tentunya perlu terus diantisipasi karena akan

membawa implikasi luas dalam kehidupan keluarga, masyarakat dan negara.

Oleh karena itu, lansia perlu mendapatkan perhatian yang lebih baik lagi dalam

pembangunan nasional.

Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berbudi luhur mempunyai ikatan

kekeluargaan yang mencerminkan nilai-nilai keagamaan dan budaya bangsa,

yaitu menghormati serta menghargai peran dan kedudukan lansia yang memiliki

(21)

11 oleh generasi penerusnya. Perwujudan nilai-nilai keagamaan dan budaya

bangsa tersebut harus tetap dipelihara, dipertahankan, dan dikembangkan.

Upaya memelihara, mempertahankan, dan mengembangkan nilai-nilai

budaya tersebut dilaksanakan antara lain melalui upaya peningkatan

kesejahteraan sosial lansia yang bertujuan mewujudkan kemandirian dan

kesejahteraan para lansia. Agar upaya peningkatan kesejahteraan sosial

lansia yang bertujuan mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan sosial lansia

dapat dilaksanakan secara berdaya guna dan berhasil guna serta menyeluruh

dan berkesinambungan, diperlukan Undang-Undang sebagai landasan hukum

yang kuat dan merupakan arahan baik aparatur pemerintah maupun

masyarakat.

Undang-Undang sebagai salah satu landasan hukum, pada kenyataannya tidak

dapat dilepaskan dari hierarki Peraturan Perundang-undangan yang berlaku di

Indonesia sebagaimana ditetapkan dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Perundang-undangan. Adapun hierarki yang dimaksud adalah:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang;

4. Peraturan Pemerintah;

(22)

12 6. Peraturan Daerah Provinsi, dan

7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Keberadaan UU Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia

ternyata bukan satu-satunya produk hukum berupa Undang-Undang yang

mengatur lansia, tetapi masih banyak Undang-undang atau hirarki di bawahnya

yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan masalah

kesejahteraan lansia, misalnya UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,

UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU Nomor 39 Tahun 1999

tentang Hak Asasi Manusia. Secara umum materi yang diatur dalam UU Nomor

13 Tahun 2003, antara lain meliputi:

1. Tugas dan tanggungjawab pemerintah dan masyarakat guna

mewujudkan kesejahteraan sosial lansia dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara.

2. Upaya peningkatan kesejahteraan sosial lansia dilaksanakan melalui

pelayanan:

a. Keagamaan dan mental spiritual;

b. Kesehatan;

c. Kesempatan kerja;

d. Pendidikan dan pelatihan;

e. Kemudahan dalam penggunaan fasilitas, sarana dan prasa-

rana umum;

(23)

13 g. Perlindungan sosial;

h. Bantuan sosial.

3. Upaya peningkatan kesejahteraan sosial bagi lansia dilaksanakan oleh

pemerintah dan masyarakat.

HAM adalah hak dasar atau hak pokok yang dibawa manusia sejak lahir

sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Hak asasi ini menjadi dasar hak dan

kewajiban yang lain. Pelaksanaan upaya peningkatan kesejahteraan lansia di

Indonesia sudah banyak dilakukan dan seiring dengan hal itu berbagai prestasi

telah banyak diperoleh.Namun keberhasilan yang sudah ada tentunya masih

dapat ditingkatkan dan dipercepat lagi. Percepatan atau akselerasi ke arah

yang lebih baik tentu saja tidak dapat dilakukan oleh hanya satu sektor

pemba-ngunan nasional. Keterkaitan dengan bidang atau sektor lain sangatlah

diperlukan. Demikian pula halnya keterkaitan dengan dimensi Hukum dan HAM

yang akan menjadi landasan yuridis dalam pelaksanaannya.

Peran Hukum dan HAM secara nyata dapat dilakukan dalam perubahan

dan perbaikan substansi atau materi muatan hukum yang sesuai dengan

tatanan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia agar

kesejahteraan lansia dapat dimiliki dengan sesungguhnya. Peran lain adalah

mencermati kembali tentang apakah materi muatan hukum yang ada dapat

dilaksanakan oleh instansi atau lembaga tertentu, karena mungkin terjadi

bahwa kelembagaan yang diperlukan untuk pelaksanaan hukum ternyata belum

(24)

14 kalah pentingnya adalah penerimaan masyarakat dan seluruh komponen

bangsa.

2.1.2. Manula dari Sudut Pandang Psikologi

Dipandang dari sisi psikologi, menurut seorang ahli psikologi Jack

Botwinick yang merupakan Ketua Program Penuaan di Universitas Washington,

St. Louis, warga lansia mengalami penurunan kemampuan dalam beberapa hal,

misalnya menurunnya kecepatan dimana hilangnya sel-sel pada sumsusm

tulang belakang memperlambat gerak refleks. Seseorang yang berusia 80 tahun

berjalan lebih lambat dibandingkan masa mudanya. Penurunan kedua terlihat

pada melambatnya proses berpikir. Pengaruh tersebut dapat dicegah dengan

kebiasaan melatih otak untuk berpikir dalam hal ini adalah menstimulasi

otak.Namun demikian, daya tangkap dan kecerdasan lansia tidak berkurang.

Orang tua yang sehat tidak akan kehilangan kemampuan memberikan

pertimbangan dan berpikir abstrak. Kosakata, keterampilan terhitung, daya

nalar, hasil pendidikan dan pengalamannya akan berfungsi terus, bahkan

kemampuan verbal dapat meningkat sesuai pertambahan usia. Namun, hanya

sedikit orang yang tahu bahwa tidak ada hubungan antara perubahan fisik dan

kondisi psikologis mereka.Sering kali kondisi psikologis mereka terpengaruh

karena merasa terbuang dan penerimaan yang kurang dari keluarga dan

(25)

15 Robert Butler yang merupakan seorang ahli psikiatri dan ahli gerontologi

menyatakan bahwa lansia cenderung ingin menegaskan kembali identitasnya

sewaktu ia mengenang peristiwa-peristiwa yang telah dilupakan orang lain,

sehingga sering kali meereka menghabiskan waktu berjam-jam untuk melihat

foto-foto lama. Hal ini merupakan mekanisme penyesuaian diri yang penting

ketika memasuki tahap akhir kehidupannya dan tidak boleh diremehkan dengan

menganggap mereka terbenam di masa lalu dan menghabiskan waktu dengan

tidak produktif.Padahal hal itu dilakukan sebagai suatu usaha penting lansia

untuk menyaring berbagai peristiwa hidupnya dan mencari makna hidup utama

serta mengatasi kebimbangan dan konflik-konflik baru berdasarkan pengalaman

sebelumnya, kemudian juga untuk menyusun kembali identitas dan perannya

dengan membandingkan pengalaman masa lalu dan masa kini.

Dalam buku The Meaning Of Age yang ditulis oleh seorang ahli

gerontologi dari Universitas Chicago, Prof. Bernice L. Neugarten,

menggolongkan kaum lansia menurut kemampuan mereka dalam

menyesuaikan diri yang mencakup 8 macam pola penyesuaian sebagai berikut:

1. Utuh-terbuka. Penyesuaian diri paling berhasil dilakukan oleh pribadi

yang utuh, matang, luwes, dan kehidupan batin yang kaya. Mereka

terbuka terhadap hal-hal baru, tidak emosional, menata kembali pola

hidup, dan mengganti kegiatan lama dengan yang baru. Misalnya,

(26)

16 2. Utuh-terfokus. Memperoleh kepuasan dengan memilih satu atau dua

bidang kegiatan saja. Misalnya, menarik diri dari pekerjaan maupun

keanggotaan berbagai perkumpulan, dan menyambut baik kesempatan

untuk hidup dengan penuh bersama keluarga.

3. Utuh-terlepas. Meninggalkan dengan sengaja ikatan-ikatan sosial. Mereka adalah orang yang mampu mengatur dirinya sendiri, tidak

berpikiran sempit, mempunyai perhatian pada dunia sekitar, tetapi tidak

mau terjerat dalam jaringan interaksi sosial.

4. Perisai. Lansia yang bekerja keras, berambisi, dan memiliki sensitivitas terhadap kecemasan serta desakan hati. Bagi beberapa orang di antara

mereka, menua merupakan suatu ancaman, dan kepuasan diperoleh

dengan berpegang pada pola hidup di masa muda mereka.

5. Benteng. Dengan sengaja membatasi interaksi sosial dan tidak mau

mencari pengalaman baru. Strategi ini dilihat sebagai cara yang paling

efektif dan mereka cukup puas dengan tingkat kegiatan yang rendah.

6. Pasif-bergantung. Selalu berusaha mencari pertolongan agar dapat

hidup senang dengan kegiatan berintensitas sedang dan kepuasan yang

cukup selama mempunyai seseorang untuk bersandar.

7. Tidak acuh. Pola pasif dan apatis menandai mereka yang ada di kelompok ini. Mereka malas untuk berbuat sesuatu dan melepaskan

(27)

17 8. Tidak utuh. Dengan pola penuaan yang tidak teorganisasi, mereka

sedikit sekali melakukan kegiatan, sedikit memperoleh kepuasan, dan

tidak dapat menguasai perasaan ataupun berpikir secara jernih.

Faktor emosional erat kaitannya dengan kesehatan mental, demikian pula

halnya bagi lansia.Aspek emosional yang terganggu, kecemasan dan stress

berat, dapat secara tidak langsung mencetuskan gangguan terhadap kesehatan

fisik.Begitu juga sebaliknya, gangguan kesehatan fisik dapat berakibat buruk

terhadap stabilitas emosi. Pada lansia, permasalahan psikologis terutama

muncul bila lansia tidak berhasil menemukan jalan keluar masalah yang timbul

sebagai akibat dari proses menua. Rasa tersisih dan tidak dibutuhkan lagi,

ketidakikhlasan menerima kenyataan baru, seperti penyakit yang tidak kunjung

sembuh, kematian pasangan, dan lain-lain merupakan sebagian kecil dari

keseluruhan “ketidakenakan” yang harus dihadapi lansia dan akhirnya

menimbulkan depresi dan depresi akan semakin memberatkan kehidupan

lansia.

2.2. Definisi Gerontologi

Menurut Departemen Kesehatan RI sebagaimana dikutip oleh Dr.

Zainnudin Sri Kuncoro dalam e-psikologi masalah kesehatan fisik lansia

termasuk juga dalam masalah kesehatan yang dibahas pada pasien-pasien

(28)

18 kesehatan pada lansia yang menyangkut aspek promotof, preventif yaitu yang

bersifat pencegahan, kuratif yaitu pertolongan penyembuhan dan rehabilitatif

yaitu mengembalikan pada keadaan yang sebelumnya serta psikososial yang

menyertai kehidupan lansia.

Geriatrimerupakan bagian dari Gerontologi, yaitu ilmu yang mempelajari segala

aspek dan masalah lansia, meliputi aspek fisiologis yaitu berkenaan dengan

ilmu biologi yang berkaitan dengan fungsi dan kegiatan kehidupan atau zat

hidup seperti jaringan, organ atau sel, psikologis yaitu berkaitan dengan ilmu

psikologis yang mempelajari proses-proses mental baik yang normal maupun

abnormal dan pengaruhnya terhadap perilaku, sosial, kultural, ekonomi dan

lain-lain.Gerontologi dalam pengembangan keilmuan mempunyai dua pilar yang

saling berhubungan yakni kesehatan di satu sisi dan sosial di sisi yang lain.

2.2.1. Peran Kerja Terapan Gerontologi

Administrasi dan Kebijakan:

 Melakukan analisis program yang sedang dilakukan,

 Mengkoordinasi kegiatan dalam organisasi atau dengan organisasi

lainnya,

 Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kebutuhan akan

pelayanan kesehatan bagi kaum lansia.

Ruang Lingkup Kerja:

(29)

19

 Pusat Senior

 Pensiunan Masyarakat

 Perawatan Hari Tua/ Program Kesehatan

Penelitian

 Universitas

 Instansi Pemerintah

Fasilitas Kesehatan

 Rumah Sakit

 Panti Jompo

 Diagnostik

 Klinik Masyarakat

 Departemen Pelayanan Sosial

 Pusat Senior

2.2.2. Layanan Langsung

 Mengatur dan menyediakan kebutuhan akses klien

 Memberikan pelayanan langsung kepada klien yang lebih tua dan

keluarga

 Mengkoordinasikan pelayanan dengan instansi dan lembaga

(30)

20

 Bekerja untuk memastikan klien yang lebih tua dan keluarga

mereka bahwa layanan yang sesuai dan berkualitas tinggi

 Mengevaluasi dan memodifikasi layanan yang diperlukan

 Melakukan penjangkauan untuk memperluas dan meningkatkan

basis klien

Pendidikan dan Pelatihan

 Merencanakan dan melaksanakan program-program pendidikan

untuk orang yang lebih tua, pengasuh dan keluarga mereka

 Merencanakan dan melakukan program pendidikan berkelanjutan

untuk para profesional yang tertarik dalam melayani kaum lansia

 Program antargenerasi

 Perencanaan program kerja, fasilitas dan evaluasi

 Mengidentifikasi kebutuhan masyarakat

 Menentukan tingkat dan waktu dari dana yangdiperlukan

 Menentukan rencana evaluasi untuk program kelanjutan

 Berkonsultasi dengan badan-badan dan program lain

 Berkoordinasi dengan program lain

Penelitian

 Mengatur dan melaksanakan evaluasi dan studi akademis untuk

(31)

21 2.3. Fasilitas Untuk Manula

Pengaturan lingkungan saat ini lebih banyak didedikasikan untuk kaum

muda dan kaum paruh baya, sedangkan keberadaan lansia sepertinya

terabaikan. Rasa terabaikan yang dirasakan kaum lansia tersebut dapat

mempengaruhi aspek psikologis mereka dimana hal tersebut membawa

pengaruh serius bagi kesehetan mental mereka, apalagi kaum lansia pada

umumnya mempunyai tingkat ketergantungan yang tinggi untuk melakukan

aktivitas. Mereka juga tidak mandiri secara sosial dan memiliki gaya hidup yang

terbatas. Dengan mengetahui hal-hal yang diperlukan kaum lansia saja, barulah

dapat dihasilkan perencanaan, program arsitektur, dan desain yang baik untuk

dapat menunjang aktivitas mereka.

kebutuhannya lebih kepada aspek kegiatan.

3. Layanan pendampingan hidup (assisted living), untuk mereka yang

membutuhkan penanganan khusus.

4. Hunian (residential care), untuk mereka yang memutuskan untuk

(32)

22 2.3.2. Fasilitas Non-Institusional

Fasilitas non-institusional merupakan salah satu fasilitas pelayanan

dengan bentuk perlakuan khusus untuk memperlancar dan mempermudah

mobilitas kaum lansia, meliputi jasa pelayanan sehari-hari seperti layanan

antaran makanan, pencucian baju bahkan fasilitas untuk berolahraga maupun

hiburan.Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk perencanaan

fasilitas non-institusional bagi lansia.Salah satu faktor penting adalah akses

transportasi yang dapat dijangkau oleh kaum lansia.Tidak hanya itu, fasilitas

gedung didesain khusus dengan mengutamakan keselamatan lansia saat

melakukan aktivitasnya.

2.4. Pertimbangan Desain untuk Manula

Desain fasilitas rumah perawatan bagi lansia juga harus memberikan

pilihan dan kebutuhan akan kontrol. Lokasi fasilitas tersebut harus dapat

dijangkau dan berada dekat dengan masyarakat untuk memudahkan penghuni

memilih beragam fasilitas lingkungan yang tersedia, misalnya toko serbaguna,

gedung pertunjukan, rumah makan, dan lain-lain. Tidak hanya itu, pilihan juga

perlu diberikan sehingga fasilitas hunian memiliki bermacam-macam tipe ruang

yang dapat digunakan untuk tujuan-tujuan khusus, misalnya rekreasi, privasi,

aktivitas dyadic (percakapan berdua) sampai kepada aktivitas kelompok besar.

Untuk memberikan pilihan, kondisi fisik dari fasilitas harus sesuai dan

(33)

23 penghuni, misalnya ketika ruang rekreasi yang besar ditempati sedikit penghuni

maka interaksi yang tercipta akan rendah. Desain koridor yang panjang

membuat lansia menjadi malas bergerak untuk menyusurinya.

Hal penting yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan dalam desain

bagi kaum lansia adalah bahwa mereka heterogen dan tidak homogen. Yang

homogen hanyalah usia dan masalah kesehatannya, namun faktanya kaum

lansia memiliki bermacam – macam keluhan dan kebutuhannya. Beberapa kaum lansia mengalami masalah kesehatan seperti pendengaran, penglihatan,

serta kemampuan motorik. Ada juga yang mengalami masalah psikologis

seperti menarik diri, pikun, dan lain-lain dan yang lainnya relatif tidak

bermasalah. Inilah yang menjadi permasalahan yang perlu diperhatikan melalui

penciptaan desain yang ditinjau kenyamanannya.

Nyaman menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah segar; sehat.

Sedangkan kenyamanan adalah keadaan nyaman; kesegaran; kesejukan.Dan

kenyamanan sebuah bangunan diatur dalam Undang- Undang RI No. 28 Tahun

2002 Tanggal 16 Desember 2002, Bagian Keempat Pasal 26 ayat 1 sampai

dengan ayat 7.

Undang- Undang RI No. 28 Tahun 2002 tentang Persyaratan Kendala

Bangunan Gedung, Paragraf 4 pasal 26 yaitu ayat (1) Persyaratan kenyamanan

bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat (1) sampai

dengan ayat (6) meliputi kenyamanan ruang gerak, dan hubungan antar ruang,

(34)

24 kebisingan. Hal- hal tersebut menjadi syarat minimal kenyamanan sebuah

gedung, terlebih bagi sebuah bangunan panti jompo.

2.4.1. Kenyamanan Ruang Gerak

Seperti disebutkan dalam pasal 26 ayat (2) yaitu tentang Kenyamanan

Ruang Gerak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan kenyamanan

yang diperoleh dari dimensi ruang dan tata letak ruang yang memberikan

kenyamanan bergerak dalam ruang.

Ayat ini menjelaskan bagaimana dimensi ruang yang benar dan tata letak

ruang atau organisasi ruang yang tepat dalam hal ini khususnya ruang kumpul,

sehingga manula sebagai pengguna dapat bergerak dengan nyaman dalam

ruangan. Baik manula dengan kursi roda, dengan alat bantu jalan atau manula

dengan kondisi normal.

Dimensi ruang yang dimaksud diatas adalah berapa lebar, panjang dan

tinggi ruang yang dibutuhkan untuk sebuah ruang agar manula khususnya dapat

bergerak leluasa contohnya untuk kamar tidur untuk satu orang adalah 7m², dan

kamar tidur untuk dua orang yaitu 12m². Menurut Ernst Neufert untuk ruang

kumpul atau ruang duduk dengan aktifitas, nonton, membaca atau melakukan

hobi seperti kerajinan tangan, luas ruang bersama untuk tiap orang

diperhitungkan minimal 1,9 m².

Sedangkan selain dimensi ruang, diatur juga mengenai penataan ruang untuk

(35)

25 biasanya terdapat sofa/kursi, meja, dan rak televisi/ buku, maka menurut Julius

Panero jarak yang dibutuhkan antara sofa/kursi dengan meja minimal adalah

45,7 cm dan maksimalnya 91,4 cm agar manula dengan kursi roda dapat

bergerak diantaranya dengan nyaman.

2.4.2. Kenyamanan Hubungan Antar Ruang

Seperti disebutkan dalam pasal 26 ayat (3) yaitu tentang Kenyamanan

Hubungan Antar Ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan

kenyamanan yang diperoleh dari tata letak ruang dan sirkulasi antar ruang

dalam bangunan gedung untuk terselenggaranya fungsi bangunan gedung.

Maksud dari ayat tersebut adalah kenyamanan yang diperoleh dari tata letak

ruang atau organisasi ruang dan kenyamanan yang diperoleh dari kemudahan

mencapai ruang lain atau bangunan lain melalui sirkulasi ruang horizontal

maupun vertikal.

Dalam perencanaan sebuah fasilitas dalam hal ini panti jompo khususnya,

kebutuhan ruang akan menentukan bagaimana organisasi ruang sesuai

kebutuhannya. Contohnya seperti gambar dibawah ini sebaiknya ruang tidur,

kamar mandi, ruang makan, dan ruang kumpul jaraknya tidak terlalu berjauhan.

Karena ruang- ruang tersebut adalah ruang yang sering dipergunakan oleh

(36)

26

Gambar 4: Hubungan Antar Ruang di Wisma Panti Jompo

Sumber: Jurnal Waca Cipta Ruang Vol.II No.2 Tahun 2010/2011 ISSN 2301-6507

Selain masalah organisasi ruang, ayat ini mengatur masalah sirkulasi antar

ruang, yang tersiri dari sirkulasi ruang secara horizontal maupun vertikal. Yang

dimaksud dengan sirkulasi ruang horizontal adalah koridor, landaian atau

tanjakan akses juga tangga. Sedangkan sirkulasi vertikal adalah lift atau

eskalator, fasilitas tersebut khususnya lift dibutuhkan apabila gedung terdiri dari

empat lantai. Menurut Julius Panero, bagi sirkulasi horizontal ukuran yang

dibutuhkan adalah:

1. Lebar minimal koridor yang dibutuhkan untuk satu jalur adalah 91,4

cm, koridor dengan lebar sekian dapat dilalui oleh manula dengan kursi

roda. Sedangkan lebar minimal koridor untuk dua jalur adalah 42 inci

(106,7 cm), sedangkan untuk lebar maksimal adalah 60 inci (152,4 cm),

dengan lebar tersebut dapat dilalui oleh manula dengan kursi roda,

manula dengan alat bantu jalan maupun manula dengan keadaan

normal.

2. Sedangkan dimensi pintu untuk manula dalam berbagai kondisi baik

normal maupun berkursi roda yaitu dengan lebar pintu selebar 32 inci

(81,3 cm), dengan ketinggian 210 cm.

(37)

27 3. Untuk ukuran tangga yang diperlukan dengan dua jalur adalah 68 inci

(172,7 cm). Dengan ukuran pelangkah selebar 30 cm, penaik 16 cm dan

pada setiap pinggiran anak tangga diberi garis warna yang berbeda. Juga

dilengkapi dengan reilling dikedua sisi tangga. Untuk tinggi reilling sendiri

yaitu 30-34 inci (76,2-86,4 cm). Sedangkan untuk jarak reilling dengan

dinding minimal 2 inci atau 5,1 cm, dan tebal reillingnya sendiri

berdiameter 1,5 inci atau 3,8 cm.

4. Landaian atau lebih dikenal dengan tanjakan akses sangat diperlukan

untuk akses bangunan bagi orang cacat atau manula. Ramp ini dapat

dilalui oleh manula dengan kursi roda maupun alat bantu jalan. Panjang

maksimal untuk ramp ini adalah 30 kaki atau setara dengan 9 m. Dengan

kemiringan 1:12. Landaian ini juga wajib dilengkapi dengan 2 reilling

dengan ketinggian yang berbeda. Untuk reilling bawah setinggi 18-20 inci

atau setara dengan 45,7-50,8 cm, sedang untuk reilling atas setinggi

33-34 inci atau setara dengan 83,8-86,4 cm. Reiling bagian bawah

diperuntukkan untuk mempermudah manula atau orang cacat dengan

kursi roda.

Penempatan atau pemasangan reilling sangat diperlukan sepanjang jalur

atau ruang yang sering dilalui atau digunakan manula. Selain

kenyamanan, keamanan bergerak pun harus diperhatikan menurut NSA

(National Institute of Aging) jalan yang dilalui manula harus teratur,

(38)

28 terekat kuat dilantai dan memiliki tekstur yang kasar dan tidak berjumbai,

hal ini diperlukan untuk mengurangi resiko kecelakaan khususnya

dirumah. Sehingga manula selain nyaman, manula pun aman bergerak

dalam bangunan tersebut.

2.4.3. Kenyamanan Kondisi Udara

Seperti disebutkan dalam pasal 26 ayat (4) yaitu tentang Kenyamanan

Kondisi Udara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tingkat

kenyamanan yang diperoleh dari temperatur dan kelembaban didalam ruang

untuk terselenggaranya fungsi bangunan gedung.

Ayat diatas menerangkan tentang suhu dan kelembaban yang tepat agar

mendapatkan kenyamanan. Suhu yang nyaman untuk tubuh kita adalah antara

antara 18° C-25 °C. Sedangkan mengenai kelembapan suatu ruang tergantung

dari derajat kelembapan udara diluar dan tujuan penggunaan ruang itu sendiri.

Kelembapan yang nyaman ada disekitar 40%-70%. Lazimnya pengaturan

kelembaban dalam sebuah rumah tinggal tidak terlalu diperlukan, berbeda

dengan bangunan yang lebih besar seperti pabrik atau perkantoran besar

dimana terdapat banyak orang beraktifitas.

Menurut Ernst Neufert tingkat suhu udara dalam ruang sangat tergantung

pada kegiatan penghuninya dan jenis pakaian yang dikenakan. Juga tergantung

pada kecepatan pergerakan udara dan hembusan udara tersebut. Selain suhu

(39)

29 Besarnya ventilasi udara perlu diperhatikan, tapi tentu saja berdasarkan dengan

kegiatan penghuni didalamnya dan lokasi bangunan tersebut apakah terdapat

banyak polusi udara atau bebauan yang dapat berasal dari emisi kendaraan,

asap pabrik, atau asap rokok.

Suhu, kelembapan dan sirkulasi udara perlu sangat diperhatikan karena

hal tersebut dapat berpengaruh pada kesehatan penghuninya.

2.4.4. Kenyamanan Pandangan

Seperti disebutkan dalam pasal 26 ayat (5) yaitu tentang Kenyamanan

Pandangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan kondisi dimana

hak pribadi orang dalam melaksanakan kegiatan didalam bangunan gedungnya

tidak terganggu dari bangunan gedung lain disekitarnya.

Ayat ini menjelaskan bahwa kenyamanan pandangan dapat diwujudkan

melalui gubahan massa bangunan, rancangan bukaan, tata ruang dalam dan

ruang luar bangunan, serta dengan memanfaatkan potensi ruang luar

bangunan, ruang terbuka hijau alami atau buatan, termasuk pencegahan

terhadap gangguan silau dan pantulan sinar. Selain itu pemilihan warna dan

material baik terhadap elemen interior seperti dinding, lantai, dan atap maupun

terhadap furnitur, juga pencahayaan dapat menjadi penentu bagaimana

mewujudkan pandangan yang nyaman.

Pencahayaan dapat berasal dari pencahayaan alami (sinar matahari) dan

(40)

30 membaca, mengerjakan hobi maupun menonton dibutuhkan 120-250 lux.

Warna dan material pun dapat menjadi penentu pencahayaan sebuah ruang

karena warna dan material dapat memantulkan cahaya. Menurut Mangunwijaya

semakin muda atau mendekati putih warna elemen atau furnitur ,maka

penerangan ruangan semakin baik, karena cahaya yang dipantulkannya

semakin tinggi. Selain itu warna dapat memberikan efek psikologis bagi yang

melihatnya, seperti kesan hangat, dingin, atau segar. Tata letak ruang pun

memiliki andil dalam memberikan kenyamanan pandangan, misalnya apakah

dari ruang tersebut anda dapat melihat ruang lain tanpa terhalang elemen

interior atau furnitur pada ruang tersebut.

2.4.5. Kenyamanan Kondisi Tingkat Getaran dan Kebisingan

Seperti disebutkan dalam pasal 26 ayat (6) yaitu tentang Kenyamanan

Tingkat Getaran dan Kebisingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

merupakan tingkat kenyamanan yang ditentukan oleh suatu keadaan yang tidak

mengakibatkan pengguna dan fungsi bangunan gedung terganggu oleh getaran

atau kebisingan yang timbul baik dari dalam gedung atau lingkungannya.

Ayat tersebut mengatur jangan sampai kebisingan atau getaran gedung

tersebut mengganggu kenyamanan dan kesehatan penghuni lain. Untuk

ruangan dalam rumah normal, sebaiknya tidak melebihi 20-30 db. Sedangkan

(41)

31 frekuensi tersebut telah memasuki batas 20-30 Hz, maka getaran

tersebut telah dapat didengar sebagai bunyi.

Tingkat kebisingan dan getaran bangunan dapat dipengaruhi oleh banyak

hal salah satunya lokasi, kegiatan penghuni, juga material yang dapat

menghasilkan atau meredam suara pada bangunan atau ruang tersebut. Selain

ketentuan kenyamanan yang telah dibahas diatas, banyak hal yang perlu

diperhatikan agar dapat menciptakan kenyamanan yang maksimal. Salah

satunya adalah pemilihan warna, material, pola baik pada elemen maupun

furniture, semua hal tersebut butuh perlakuan khusus karena pengguna dari

panti ini adalah manula dengan kebutuhan khusus.

Gambar 5 :Ukuran tubuh manusia dengan semua benda

(42)

32 Salah satu contohnya menurut Ernest Neufert, tinggi meja makan untuk

manula yaitu 70 cm, kursi untuk duduk santai agar kaki dapat menapak ke lantai

yaitu berkisar antara 40-43 cm, dengan lebar antara 41-47 cm tinggi lengan

kursi 23 cm dengan sudut kemiringan 28°.

Penjelasan tadi adalah satu dari sekian ukuran furnitur yang didesain khusus

untuk kenyamanan manula. Pemilihan furniture harus sesuai dengan

anthopometri manula, karena tubuh manula tidak sama lagi dengan manusia

yang lebih muda contohnya, hal tersebut disebabkan pengurangan masa otot.

Gambar 6 :Ukuran tubuh manusia dengan semua benda

(43)

33 BAB III

KONSEP PERENCANAAN PUSAT GERONTOLOGI

3.1 Deskripsi Proyek

 Judul proyek : Pusat Gerontologi Sebagai

Fasilitas Penunjang Rekreasi

dan Sosial di Jawa Barat

 Sifat : Fiktif

 Pengelola : Departemen Kesehatan dan

Kesejahteraan Sosial

 Orientasi proyek : Rekreasi dan Sosialisasi

 Sasaran pengguna : Warga Lanjut Usia

3.2 Pengguna Bangunan

Pengguna bangunan Pusat Gerontologi di Jawa Barat dapat

digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu:

1. Pengunjung Pusat Gerontologi

Pengunjung Pusat Gerontologi di Jawa Barat umumnya

adalah warga lanjut usiayang memiliki tujuan untuk mendapatkan

pelayanan melalui program-program yang diadakan oleh pusat

gerontologi sendiri seperti Day Care Service, Home Care Service

(44)

34 olahraga, restoran, taman maupun hunian sementara layaknya

pondok penginapan.

2. Pengurus Pusat Gerontologi

Kelompok pengurus pusat gerontologi terbagi menjadi dua,

yaitu pengurus di area front office seperti pegawai resepsionis,

pegawai informasi yang berhubungan langsung dengan

pengunjung, dan juga pengurus di area back office yang meliputi

ahli gerontologi, tenaga medis, maupun administrasi.

3.3 Struktur Organisasi Pusat Gerontologi Indonesia

Pembagian Tugas Pengelola Pusat Gerontologi 1. Tugas kepala pusat gerontologi

 Melakukan koordinasi manajerial antar bagian atau kelompok

tenaga fungsional dalam organisasi pengelolaan,

 Melakukan pembagian tugas kerja,

Kepala Pusat Gerontologi

Bagian Umum Seksi Perawatan

Bagian Medis

Seksi Bimbingan dan Penyaluran

Gambar 7 : Struktur Organisasi

(45)

35

 Melakukan pembinaan serta pengawasan terhadap

penyelenggaraan kegiatan pusat gerontologi,

 Mengadakan rapat kerja.

2. Tugas bagian medis

Terdiri dari:

Seksi Perawatan, dimana di dalamnya merupakan tenaga

ahli kesehatan seperti ahli gerontologi, dokter, perawat,

maupun psikolog yang bertugas secara langsung

menangani kesehatan fisik maupun mental pasien,.

Seksi Bimbingan dan Penyaluran, bertugas bersama-sama

dengan bagian perawatan dalam mengamati, meneliti serta

mengevaluasi kondisi lansia dalam masa perawatan yang

dilakukannya dan memasyarakatkan program-program di

pusat gerontologi dengan mengikuti kegiatan-kegiatan rutin

yang bersifat sosial baik di dalam pusat gerontologi

maupun di luar.

3. Tugas bagian umum

 Mengelola keuangan,kepegawaian dan rumah tangga pusat

gerontologi,

 Mencatat segala yang dibutuhkan untuk mendukung program

kerja dalam pusat gerontologi,

 Melayani kebutuhan pengguna (lansia/ pengunjung pusat

gerontologi) maupun pengurus dalam melaksanakan aktifitas

(46)

36 3.4 Alur Sirkulasi

Alur Sirkulasi Pengelola

Alur Sirkulasi Pengunjung

Main Enterence Side Enterance

Lobby Kantor Ruang Rapat

Ruang Administrasi

Gambar 8 : Alur Sirkulasi Pengelola

Sumber: Dokumen Pribadi

Gambar 9 : Alur Sirkulasi Pengunjung

(47)

37 Alur Sikulasi Barang

3.5. Studi Image Terkait Gagasan Awal Perancangan

Side Enterance

Ruang Administrasi Ruang

Penyimpanan

Laboratorium (obat-obatan)

Farmasi

Loading Dock

Gambar 11 :Ruang Aktivitas Bersama di Panti Jompo Eben Haezer, Lembang - Bandung

Gambar 12 :Huntersville Oaks Nursing Facility- Huntersville, NC

Gambar 10 : Alur Sirkulasi Barang

(48)

38

Gambar 13 : Somers Manor Nursing Home Somers, NY

Gambar 14 : Ruang Rawat PSTW Paku Tandang

(49)

39

Gambar 16 : Koridor di PSTW Paku Tandang

(50)

40 BAB IV

KONSEP PERANCANGAN

4.1. TUJUAN PERANCANGAN

Tujuan dari perancangan Pusat Gerontologi di Jawa Barat merupakan

sebuah fasilitas kesehatan berupa hunian bagi kaum lansia agar dapat

terlihat lebih nyaman serta fungsional. Untuk menciptakan kesan tersebut

maka diperlukan beberapa faktor, yaitu:

 Sirkulasi

4.2. TEMA DAN KONSEP PERANCANGAN

 TEMA PERANCANGAN

Tema perancangan yang diambil adalah “HUNIAN SEGAR” dimana kata

kunci segar, hijau, dinamis dan alami/ natural diterapkan pada interior

bangunannya. Tema ini diaplikasikan untuk memberikan rasa tenang, segar

dan nyaman bagi pengunjung Pusat Gerontologi

Gambar 18 : Resort & Spa Maldievs Gambar 19 : Luxurious Resort In Maldievs

(51)

41 khususnya kaum lansia sehingga merekapun bisa leluasa merasakan

interaksi langsung dengan alam sekitar.

 KONSEP PERANCANGAN

Dari tema yang diambil maka konsep yang diterapkan adalah

Kontemporer, dimana pengaplikasian kata kunci natural ditempatkan untuk

aspek warna pada interiornya dan gaya contemporer merupakan

penggayaan desain yang tidak keras dan kaku, bersih, rapi dan nyaman.

1.2.1. KONSEP SIRKULASI

Pada konsep sirkulasi digunakan beberapa jenis sistem sirkulasi adalah:

 Ramp dan elevator untuk kemudahan, kenyamanan dan kelancaran

akses dalam massa bangunan bertingkat.

 Tangga dengan tujuan mengajak pengguna untuk meningkatkan

kondisi kesehatan dan memberikan pengalaman ruang yang berbeda.

(52)

42 1.2.2. KONSEP BENTUK

Menyesuaikan dengan konsep perancangan, bentuk yang akan diterapkan

atau diaplikasikan adalah bentukan yang mengarah pada bentuk

kontemporer yang tidak keras dan kaku atau dinamis.

1.2.3. KONSEP MATERIAL

Beberapa karakteristik material yang akan diterapkan dalam perancangan

ini:

 Bersifat natural yaitu dengan menonjolkan sifat alam yang dimiliki

material tersebut seperti material bambu, batu alam, rotan dan kayu

yang didapat langsung dari alam, yang tidak

Gambar 21 : Ruang Aktivitas Bersama Pusat Gerontologi

(53)

43 banyak melalui proses pengolahan, sehingga dapat menampilkan

keindahan ekspresi material

 Menggunakan material yang ramah lingkungan

1.2.4. KONSEP WARNA

Untuk mengangkat karakteristik pusat gerontologi dengan tema “Hunian

Segar” dan dengan konsep penggayaan yang kontemporer, maka digunakan

warna-warna yang alami. Warna-warna tersebut diadopsi dari warna-warna

yang berasal dari alam di sekitarnya. Dengan warna tersebut kesan yang

dapat ditimbulkan adalah kesan yang segar dan nyaman bagi penghuninya.

1.2.5. KONSEP PENCAHAYAAN

Konsep pencahayaan yang digunakan tetap perlu disesuaikan dengan

mempertimbangkan kenyamanan penglihatan untuk para lansia. Jenis

pencahayaan dibagi menjadi dua, yaitu :

 Pencahayaan Alami

Pencahayaan alami yang berasal dari cahaya yang berasal dari alam

(sinar matahari), dimaksimalkan penggunaannya pada ruang-ruang

(54)

44 dan sistem ini juga merupakan sistem yang paling efektif untuk

menghemat energi.

 Pencahayaan Buatan

Pencahayaan buatan diefektifkan pada malam hari dengan

menggunakan jenis cahaya day light untuk mendukung aktivitas

penghuni dan warm light untuk memberikan kesan nyaman dan

tenang yang diterapkan sebagai lampu tidur.

Gambar 23: Hotel Kayu Manis Nusa Dua Bali

Gambar 22 : Jendela Kamar Tidur

Sumber: Dokumen Pribadi

Gambar 24: Ceiling Wood Paneling

(55)

45 4.2.6. KONSEP PENGHAWAAN

a. Penghawaan Alami

Penghawaan alami akan diterapkan dan diolah secara optimal dengan cara

mengatur bukaan-bukaan antara ruang dalam dan luar, memperlancar aliran

udara dengan membuat ventilasi.

b. Penghawaan Buatan

Sistem penghawaan yang digunakan ialah sistem air conditioning. Sistem ini

diaplikasikan pada area-area private seperti guestroom dan office.

Sedangkan untuk hampir seluruh area digunakan Air Diffuser.

Gambar 25: Como Uma Ubud Resort in Bali

Sumber: b3-bond.com

(56)

46 Jenis sistem yang akan dipakai untuk ruangan-ruangan area dapur, toilet dan

binatu, diantaranya :

Exhaust Fan

Digunakan pada area servis yang berfungsi sebagai ventilasi bagi

udara kotor, bau, maupun panas.

Local Fun

Yang berfungsi untuk menukar udara kotor dalam ruangan dengan

udara bersih di luar ruangan

1.2.7. KONSEP KEAMANAN

Konsep Pencegahan Kebakaran

Sistem penanggulangan dan pencegahan terhadap bahaya kebakaran

(57)

47 yang tinggi kepada pengguna hotel terutama pengunjung. Selain itu,

sistem pengamanan ini dapat mengurangi kerugian materil apabila

terjadi kebakaran.

Sistem pencegahan dan pemadaman kebakaran terbagi menjadi dua

bagian :

a) Sistem pencegahan aktif

- Fire hydrant, biasanya diletakkan pada daerah strategis

seperti koridor, daerah publik dan unit-unit kamar

- Fire extinguisher, berupa tabung yang berisi gas

karbonmonoksida, buih yang diletakkan pada koridor dan

daerah publik

- Fire sprinkler, yaitu alat pemadam kebakaran yang bekerja

secara penuh dan otomatis, yang pada suhu tertentu akan

mengeluarkan air yang diletakkan pada hampir semua

ruang di area pusat gerontologi, kecuali ruang genset

- Smoke detector dan fire detector

- Fire alarm, yang diletakkan di koridor

b) Sistem pencegahan pasif

- Tangga darurat dengan pintu yang berbahan tahan api.

Biasanya berjarak maksimal 25 meter dari titik ruang terjauh

- Membuat minimal dua pintu dengan bukaan dua arah pada

ruang pertemuan, serta ruang-ruang pelayanan yang

menampung banyak orang

(58)

48 Jenis alat bantu evakuasi antara lain :

- Lampu darurat

- Pintu darurat

- Tangga darurat

- Sistem pengendalian asap

- Komunikasi darurat (alarm, sinyal, sirine, telepon darurat,

dll)

- Penunjuk arah tangga kebakaran (sign system), diletakan di

Gambar

Gambar 1: Persentase Penduduk Lansia di Dunia, Asia dan Indonesia Tahun 1950 – 2050
Gambar 2 : Kondisi fisik kaum lansia yang memerlukan
Gambar 4: Hubungan Antar Ruang di Wisma Panti Jompo
Gambar 5 :Ukuran tubuh manusia dengan semua benda
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan gambar 5.4 dapat dilihat bahwa t-hitung berada di area penerimaan H0 yang artinya terdapat pengaruh negatif, serta dengan nilai Prob.t yang lebih

Hal tersebut karena dengan penambatan bahan organik berupa kascing pada tanah, dapat memberikan sumber energi dan bahan makanan bagi pertumbuhan dan perkembangan

ditampakkan setiap anak dilakukan atau diberi nilai dengan mengacu pada pedoman penilaian. dalam satuan pendidikan Taman Kanak-kanak, yakni dengan diberikan dalam

Asas ultimum remedium ini tercermin pada pemberian sanksi rehabilitasi bagi penyalahguna narkotika.Pemberian sanksi pidana berupa rehabilitasi ini tidak ditetapkan dalam

Rumusan Ibn Khaldun mengenai tujuan pendidikan adalah untuk: (1) Memberikan kesempatan kepada pikiran untuk aktif dan bekerja, karena aktivitas ini sangat penting bagi

Keberadaan sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM) yang menjadi potensi pembangunan daerah turut diperhitungkan, dan dengan motto Gertak Saburai Sikep

Biaya Operasional dan Biaya Pendukung dibebankan dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) satuan kerja yang memerlukan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk

Basri et al.(1998) mencoba pengupasan dan pemolesan pada rotan Lambang, Batang, Tohiti dan Noko. Proses pengupasan dan pelurusan rotan berdiameter besar dapat dilakukan keadaan