Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
MU’AZ BIN ABD. AZIZ NIM: 109045200015
KO N S E N TR AS I SI YAS AH S YAR’ IYYAH PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH J AK AR T A
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperloleh gelar Strata 1 (S1) di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta: 20 Juni 2011 M 18 Rejab 1432 H
i
Puji serta syukur kehadrat Ilahi atas seluruh rahmat serta hidayahNya yang
telah dilimpahkan kepada hamba dan seluruh umat manusia di dunia. Sungguh hamba
hanya insan yang tiada berdaya selain dengan pertolongan Mu ya Rabb, atas izin dan
keridhaanMu maka hamba dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul
“Tinjauan Hukum Islam Terhadap Akta Hasutan 1948 Di Malaysia.” Salawat
serta salam senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah saw. yang memberikan cahaya
terang bagi perkembangan Islam di dunia.
Tiada hari tanpa hamba mengucap syukur kepadaMu ya Allah, Tuhan
penggenggam langit dan bumi yang menguasai hari pembalasan. Tidak ada satu
kejadianpun tanpa seizinMu, terima kasih karena telah mengizinkan hari ini terjadi
dalam hidup hamba. Amin ya Rabbal âlamin. Jutaan terima kasih kepada:
1. Pihak Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan kesempatan untuk menyelesaikan S1.
2. Negara Republik Indonesia yang telah memberikan izin tinggal.
3. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM. selaku Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Dr. Asmawi, M.Ag, selaku ketua Jurusan Jinayah Siyasah, Afwan Faizin,
M.A, selaku Sekretaris Jurusan Jinayah Siyasah dan Sri Hidayati, M.A,
mantan Sekretaris Jurusan Jinayah Siyasah.
6. Iding Rosyidin M.Si dan Masrofah, S.Ag, M.Si, selaku Pembimbing, yang
banyak meluangkan waktu, tenaga, fikiran, serta tunjuk ajar kepada penulis
ii
yang takkan pernah surut walaupun kemarau panjang datang melanda.
8. Teristimewa juga pada Nurul Asmat bte Nordin yang selalu mendukung,
memberi semangat dan sentiasa setia menunggu.
9. Seluruh dosen dan staf pengajar pada program studi Jinayah Siyasah
khususnya yaitu Prof. Atho Mudzar, Prof. Abd. Ghani, Prof. Yunasril Ali,
Prof. Amany Lubis, Prof. Abduh Malik, Dr. Nurul Irfan, Dr. Abdul Halim, Dr.
Isnawati Rais, Dr. Rumadi, Dr. Mamat Selamat, Dr. J.M Muslimin, Dewi
Sukarti, Khamami Zada, Atep Abdurrafiq, Iding Rosyidin, Wiwi Mashum, Siti
Hannah, Damanhuri Mustofa, Ismail Hasani, Ahmad Kholidin, Fahmi
Ahmadi, Kamarusdiana, Bambang Catur, Heldi, Sri Hidayanti, Elviza, atas
segala motivasi, bimbingan, wawasan, dan pengalaman yang mendorong
penulis selama menempuh studi. Seluruh staf dan karyawan Fakultas
Ushuluddin, Akademik Pusat, dan Rektorat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
10.Pimpinan dan segenap karyawan perpustakaan-perpustakaan di Indonesia
dan perpustakaan-perpustakaan di Malaysia.
11.Terima kasih dan salam sayang penuh kerinduan kepada atuk Khamis dan
nenek Halimah dan semua saudara- mara penulis dan adik-adik yaitu Umar,
Naim, Syafiqah, Farhan, Hanif dan Afiq.
12.Dato’ Tuan Guru Hj. Harun Taib selaku pengerusi Ahli Majlis Mesyuarat
KUDQI & Ahli Majlis Mesyuarat KUDQI. Pihak Kolej Universitas Darul
Quran Islamiyyah (KUDQI) yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat
terutama, Rektor Ust. Mahmood Sulaiman, Ust. Kamaruzaman, Ust Soud
iii
warga MDQ, Ayahanda Ust. Rosli, Ust. Zulyadain, Ust. Wan Awang, dan
semua tenaga pengajar MDQ serta adik-adik banin dan banat yang
berkesempatan dengan penulis.
13.Sahabat-sahabat Malaysia yaitu Hadi, Saipudin, Zalani, Khalil, Hanzalah, Pijo,
Syamil, Amir, Mok, Helimi, Hafiz, Fuad, Sabri, Ukasyah, Ridzuan, Ust.
Azahari, Ridhuan Hamid, Farid, Najmi, Nash, Syuk, Munir, Madan. Dan
semua sahabiyah Kak Su, Azidah, Hidayah, Khadijah, Faizah, Hajar, Alfiyah,
Ain, Ba’yah, Zudena, Syazwani, Najiha, Saedah, Balqis, Sumaiyah, Zuriah,
Halijah, Norjanah, Sahara.
14.Sahabat-sahabat Indonesia terutamanya, Muchsin, Danny, Pak Iskandar, ibu
Halimah, Iqbal, Stephani, Indah, Sally, April, bung Arman, Mada dan yang
lain. Karena telah banyak menolong penulis dalam bentuk apa pun selama di
Indonesia ini.
15.Terakhir, jutaan rasa terima kasih kepada semua individu yang secara tidak
langsung telah membantu penulis dalam menyusun skripsi ini.
Semoga Allah Subhanaahu wa Ta’ala menjadikan usaha kecil ini sebagai amal yang ikhlas, memberi manfaat yang berterusan, menjadi teman ketika berseorangan di
kuburan dan keberkatan untuk kedua orang tua dan umat Islam seluruhnya.
Wama taufiqi Illa billah.
Jakarta, 6 Juni 2011 4 Rejab 1432 H
vi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………..……..i
DAFTAR ISI………...……...vi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………..…..1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah………..…….6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………..…...6
D. Kajian Terdahulu (Review) ………...7
E. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan………..10
F. Sistematika Penulisan…….………..…… 11
BAB II HAK-HAK POLITIK A. Pengertian Hak-Hak Politik ………...12
B. Hak-Hak Politik………..19
C. Sejarah Hak Politik dalam Islam ………….………..20
BAB III IMPLEMENTASI AKTA 15 TEN TANG HASUTAN TAHUN 1948 DI MALAYSIA A. Definisi Akta Hasutan ………...……….28
B. Materi dalam Akta Hasutan……….………...30
vii
BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK POLITIK DAN AKTA HASUTAN
A. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Hak-hak Politik………44
B. Kedudukan Akta Hasutan dalam Pandangan Hukum Islam…….….53
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ………...59
B. Saran ……….….60
DAFTAR PUSTAKA………...……...61
1
Ta’at kepada pemimpin adalah suatu kewajiban sebagai disebutkan dalam
Al Kitab dan As Sunnah. Di antaranya Allah Ta’ala berfirman;
Taatlah kamu kepada Rasulullah dan kepada "Ulil-Amri" (orang-orang Yang berkuasa) dari kalangan kamu. kemudian jika kamu berbantah-bantah (berselisihan) Dalam sesuatu perkara, maka hendaklah kamu mengembalikannya kepada (Kitab) Allah (Al-Quran) dan (Sunnah) RasulNya - jika kamu benar beriman kepada Allah dan hari akhirat. Yang demikian adalah lebih baik (bagi kamu), dan lebih elok pula kesudahannya. (Qs. An-Nisa’/ 4: 58).
Dalam ayat ini Allah menjadikan ketaatan kepada pemimpin pada urutan
ketiga setelah ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Namun, untuk pemimpin di
sini tidaklah datang dengan lafazh „ta’atilah’ karena ketaatan kepada pemimpin
merupakan ikutan daripada ketaatan Allah dan Rasul-Nya. Oleh karena itu,
apabila seorang pemimpin memerintahkan untuk membuat maksiat kepada Allah,
maka tidak ada lagi kewajiban dengar dan taat kepadanya.
Hak bagi warga negara untuk berpatisipasi dalam urusan negara, politik,
sosial, ekonomi dan kebudayaan melalui hak dalam memberikan suara, hak
pers dan kebebasan berkumpul. Landasan dasar hak ini dalam Islam yang
dikehendaki oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan telah dijelaskan oleh Rasulullah
adalah berkumpul pada enam asas dasar yaitu; Kebebasan atau demokrasi,
keadilan, persamaan, permusyarakatan, perbandingan dan mawas diri.1
Negara maju adalah negara yang mampu menjalankan tugasnya, bukan
hanya untuk menjaga dan memelihara keamanan, tetapi juga mampu memberikan
kesejahteraan dan kemakmuran kepada rakyatnya. Dan kemajuan suatu negara
tidak hanya dapat dilihat dari segi kemajuan ekonominya saja, akan tetapi harus
dilihat dari segi yang lain seperti politik dan sosial budaya. Artinya bahwa
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat itu tidak hanya diukur dengan kemajuan
ekonomi saja, akan tetapi dilihat dari terpenuhinya semua hak-hak rakyat seperti
hak hidup, hak milik, hak perlindungan keamanan dan kehor matan, hak politik
dan lain- lain.
Jaminan hak- hak rakyat biasanya di negara-negara moderan dituangkan
dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Hak- hak rakyat yang harus
diberikan dan dijamin oleh negara itu pada hakikatnya adalah hak asasi manusia
yang bersifat kodrati berasal dari Tuhan. Oleh karena itu sebenarnya hak- hak
dasar manusia (rakyat) tidak memerlukan legatimasi yuridis untuk
1 Wahbah Az-Zuhaili, Kebebasan Dalam Islam,(Ja karta Timu r:Pustaka Al-Kausar,2005) cet.
memberlakukannya dalam sistem hukum nasional maupun internasional.2
Sekalipun tidak ada perlindungan dan jaminan konstitusional terhadap HAM, hak
itu tetap eksis dalam setiap diri manusia. Namun terkadang adanya
penyalahgunaan kekuasaan yang berimplikasi terhadap perampasan, perkosaan,
dan pemanipulasian HAM oleh manusia satu kepada manusia yang lain atau oleh
manusia kepada rakyatnya, sehingga HAM memerlukan yuridis untuk
diberlakukan dalam mengatur kehidupan manusia.
Hak politik merupakan salah satu hak rakyat yang harus diberikan dan
dijamin oleh negara. Misalnya hak rakyat untuk berkumpul atau berserikat,
berpendapat di muka umum dan turut serta dalam pemerintahan. Adanya
pemenuhan dan jaminan hak-hak dasar rakyat termasuk hak politik- merupakan
suatu ciri sebuah negara yang menganut sistem demokrasi, yaitu suatu
pemerintahan yang melibatkan peran rakyat dan tidak memasung kehendak rakyat
karena pada hakikatnya demokrasi itu adalah suatu pemerintahan yang berasal
dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Kebebasan bersuara dijamin oleh konstitusi Malaysia dalam pasal 10 (1)
(a) dan pasal 10 (2) (a) dengan jelas memberikan garis panduan dalam soal
kebebasan bercakap dan mengeluarkan pendapat, yaitu pendapat yang disuarakan
hendaklah mengambil kira kepentingan keselamatan negara, kepentingan dan
2 Ba mbang Sutiyoso, Ak tuarita Huk um dalam Era Reformasi, (Jakarta : Ra jawa li Press,
keistimewaan pihak-pihak tertentu.3 Kebebasan bersuara ini merangkumi ucapan
sama ada bersifat simbolik, dituturkan, bersifat penulisan, berbentuk politik,
kesenian ataupun komersil.4 Dalam konteks Malaysia, kebebasan dan
menyuarakan pendapat memberikan hak kepada pers-pers nasional memainkan
peranan yang cukup penting dalam menghebahkan maklumat dan berita yang
tepat, sahih dan benar. Walau bagaimanapun, kebebasan yang diberikan ini tidak
bersifat mutlak tetapi boleh disekat seandainya melibatkan aspek kepentingan
keselamatan persekutuan ketenteraman awam dan kemoralan. Kebebasan
bersuara berkebijakan undang-undang yang dibuat oleh manusia ini menunjukkan
tidak bebas. 5
Perdana Menteri Tun Dr. Seri Maharthir mengatakan, hak kebebasan pers,
coba menonjolkan bahwa pers bebas untuk mengkritik pemerintah ataupun
menyokong pemerintah. Katanya, sesebuah pers yang hanya mengecam
pemerintah tidak pula berarti bebas. Katanya lagi :
“Kebebasan pers tidak bermakna jika sering menyiarkan pembohongan
mengenai sesuatu perkara karena dikongkong oleh matlamat politik sesuatu
pihak yang menentang pemerintah. Pers yang bersifat demikian biasanya
3
http://bersih.blogspot.com/2007/ 12/ kebebasan-bersuara-telah-disalah-guna.html dia kses pada tanggal 15/ 12/2010 ja m11:10, wib.
4 Faridah Jalil, Kebebasan dan Jenayah Dalam Berk arya. (Kuala Lu mpur, De wan Sastera.
Oktober 2001) cet I, h. 23
5
dijejaskan oleh pemilik, pengarah serta pihak yang sanggup menolak kebenaran
bagi memelihara kemasyuran dan kewangan mereka semata-mata”.6
Kebebasan bercakap bataskan kepada kata-kata yang tidak menjadi fitnah,
kata-kata yang tidak mencerca mahkamah atau kata-kata yang melanggar hak
keutamaan parlemen dan dewan negeri. Sesiapa yang menyebut, menulis,
mencetak, menjual atau menyiarkan perkataan yang membawa hasutan adalah
dianggap oleh undang-undang. 7 mereka dianggap melakukan kesalahan yang
boleh dihukum hingga lima tahun penjara atau sanksi RM5000. 8
UU ini jelas membatasi kebebasan hak politik yang dibawa oleh warga
negara Malaysia khususnya dari partai oposisi. Intelektual juga takut
menyampaikan pendapat yang bertentangan dengan pemerintah karena terdapat
UU yang membatasi hak- hak tersebut. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis
terdorong untuk mengkaji hak- hak politik dan kaitan UU hasutan di Malaysia dan
menjadikan sebagai tema skripsi dengan judul “Tinjauan Hukum Islam
Terhadap Hak Politik Dalam Akta Hasutan1948 di Malaysia”.
6Othman Muhammad, Erti Kebebasan Pers-Persekitaran Yang Membimbangk an. Kuala
Lu mpur, Sasaran, Dese mber 1992)cet, I, h.20-23
7
Akta Hasutan 1948
8 Mohd Salleh Abas, Prinsip Perlembagaan dan Pemerintahan di Malaysia, (dewan bahasa
A. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latarbelakang masalah di atas, maka penulis mencoba
membataskan permasalahan tersebut dengan mengfokuskan ruanglingkup di
antaranya adalah, kedudukan pembentukan undang- undang atau UU hasutan
yang dipengaruhi dari prilaku sosial dan juga terkait dalam hal berpolitik.
Kemudian pandangan hukum Islam terhadap implementasi Undang- undang
Hasutan ini.
2. Perumusan Masalah
Supaya tidak menjadi pembahasan yang panjang penulis merumuskan
pemasalahan sebagai berikut:
a. Bagaimana kebebasan berpendapat diatur dalam undang-undang Negara
Malaysia?
b. Bagaimana implementasi Akta Hasutan di Malaysia?
c. Bagaimana pandangan Hukum Islam mengenai hak politik menurut UU
Hasutan di Malaysia?
B. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Ada beberapa alasan dan tujuan yang mendasari penulis memilih judul
skripsi ini. Berikut adalah :
a. Untuk menjelaskan bagaimana kebebasan berpendapat diatur dalam
undang-undang Negara Malaysia.
c. Untuk menjelaskan bagaimana Islam memandang hak politik menurut UU
Hasutan di Malaysia.
Ada pun manfaat dalam penelitian ini, diantaranya ialah;
1. Sebagai sumbangan pemikiran dan pengembangan khazanah keilmuan
dibidang fiqh siyasah dalam konteks ketatanegaraan di Malaysia
2. Memberi pemahaman kepada masyarakat luas tentang bagaimana kebebasan
berpendapat itu dari perspektif Hukum Islam dan Perlembagaan Persekutuan
di Malaysia.
3. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi untuk
peneliti- peneliti akan datang.
D. Review Studi Terdahulu
Sejumlah penelitian dengan bahasan tentang hak-hak asasi telah
dilakukan, baik mengkaji secara spesifik topik tersebut ataupun yang
mengkajinya secara umum yang sejalan dengan bahasan penelitian ini. Berikut ini
merupakan paparan tinjauan umum atas sebagian karya-karya penelitian tersebut
baik yang berupa buku maupun skripsi, di antaranya:
Penelitian skripsi yang ditulis oleh Masrianti yang berjudul “Hak-hak
Dalam Konteks Hak-hak Dan Kedudukan Perempuan” tahun 2006.9 Penelitian ini
di antaranya membahas tentang hak- hak dan kedudukan kaum perempuan dan
realitasnya pada masa kini.
Penelitian yang ditulis oleh Ahmad Baihakki Bin Arifin yang berjudul
“Hak-hak Politik Warga Negara Dalam Perlembagaan Persekutuan Malaysia”,
tahun 2008.10 Penelitian ini membahas tentang hak- hak politik warga negara
Malaysia yang diatur di dalam konstitusi Malaysia.
Penelitian yang ditulis oleh Abdul Qodir yang berjudul “Kebebasan
Pindah Agama Dalam Perspektif Hukum Islam Dan HAM”, tahun 2008.11
Penelitian ini membahas tentang kebebasan untuk pindah agama yang telah diatur
oleh hukum Islam dan juga menurut HAM.
Selain skripsi di atas, sejumlah penelitian dengan bahasan tentang Hak
Asasi Manusia dan Hukum Islam telah dilakukan, baik yang mengkaji secara
spesifik topik tersebut maupun yang bersinggungan secara umum dengan bahasan
penelitian. Berikut ini merupakan paparan tinjauan umum atas sebagian karya-karya penelitian tersebut:
9 Masrianti, “
Hak -hak Asasi Manusia Menurut Islam Dan Dek larasi Universal: Studi Perbandingan Dalam Kontek s Hak -hak Dan Keduduk an Perempuan”, (Skripsi S1 Faku ltas Syariah dan Hu ku m, Universitas Isla m Negeri Sya rif Hidayatullah Ja karta, 2005)
10 Ahmad Baihakki Bin Arifin, “Hak -hak Politik Warga Negara Dalam Perlembagaan
Persek utuan Malaysia”, (Skripsi S1 Fa kultas Syariah dan Huku m, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Ja karta, 2005)
11 Abdul Qodir, “
“Prinsip Perlembagaan dan Pemerintahan di Malaysia” karya Mohd
Salleh Abas.12 Buku ini menjelaskan tentang prinsip dan tatacara pemerintahan di
Malaysia. Dan didalamnya banyak menguraikan tentang konstitusi Malaysia yang
mana turut menjelaskan hak-hak asasi manusia yang diatur dalam konstitusi.
Kedua, “Hak Asasi Manusia dalam Islam”, karya Syekh Syaukat
Hussain.13 Buku ini membahas tentang konsep HAM di dalam Islam dan ruang
lingkup HAM dalam perspektif Islam serta bagaimana usaha-usaha perlindungan
dalam Islam terhadap pelaksanaan HAM.
Ketiga, “Hak Asasi Manusia dalam Islam” karya Ikhwan.14 Buku ini
membicarakan tentang hak asasi dalam Islam dan hukum internasional. Di
dalamnya juga turut diadakan perbandingan antara hukum Islam dan hukum
Internasional terhadap beberapa isu hak asasi manusia.
Keempat, “Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Syariat Islam”, karya
Rusjdi Ali Muhammad.15 Buku ini membincangkan kewajiban dan hak manusia
di dalam sesebuah negara yang terdiri dari orang Islam dan Non- muslim.
E. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan
12
Mohd Salleh Abas, Prinsip Perlembagaan & Pemerintahan di Malaysia (Kuala Lu mpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2006.
13
Syekh Syaukat Hussain, Hak Asasi Manusia dalam Islam. Penerje mah Abdul Rochim C.N.. (Jakarta : Ge ma Insani Press, 1996). cet.I
14
Ikhwan, Hak Asasi Manusia dalam Islam, (Ja karta: Logos Wacana Ilmu, 2004). cet.I
15
1. Jenis Penelitian
Skripsi ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Penulis
mencoba mengumpulkan data-datanya berasal dari sumber-sumber hukum yang
ada yaitu undang- undang dan hasil karya dari kalangan hukum.
2. Obyek Penelitian
Yang menjadi obyek dalam penelitian ini adalah hak politik dan hubungan
antara UU hasutan di Malaysia. Dan tinjauan terhadap hukum Islam.
3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang lebih akurat dan faktual, teknik
pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumenter dari bahan-bahan tertulis
yakni dengan mencari bahan-bahan yang terkait serta mempunyai relevansi
dengan obyek penelitian. Data yang diperoleh dapat dibedakan menjadi data
primer dan sekunder.
Termasuk ke dalam sumber data primer adalah buku Perlembagaan
Persekutuan dan UU hasutan 15 tahun 1948 Sedangkan sumber data sekunder
adalah buku-buku dari kalangan hukum, jurnal, dan situs internet yang berkaitan
dengan obyek penelitian.
4. Teknik Analisis Data
Dalam melakukan analisis terhadap data-data yang sudah terhimpun,
penulis menggunakan teknik perbandingan hukum dengan mencari adanya
perbedaan-perbedaan dan persamaan pada sistem hukum Malaysia dan hukum
5. Teknik Penulisan Skripsi
Penulisan skripsi ini berpedoman pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007” yang
diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
F. Sistematika Penulisan
Skripsi ini disusun dalam lima bab dan masing- masing bab terdiri dari
sub-sub bab, adapun secara sistematis bab-bab tersebut adalah sebagai berikut:
Bab I, Merupakan bab pendahuluan yang berisi tentang latar belakang
masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
metodologi penelitian dan teknik penulisan, dan sistematika penulisan.
Bab II, Pembahasan dalam bab II ini mengenai hak-hak politik yaitu
membahaskan, pengertian hak- hak politik, sejarah hak politik dalam Islam.
Bab III, Bab ini menjelaskan tentang gambaran umum UU hasutan 1948 di
Malaysia, seterusnya tafsiran UU hasutan, beberapa hal yang diatur dalam UU
hasutan, tinjauan UU hasutan dalam perlembagaan persekutuan dan implementasi
UU hasutan.
Bab IV, Merupakan tinjauan hukum Islam terhadap hak- hak politik dan juga
kedudukan UU hasutan dalam pandangan hukum Islam
Bab V, Merupakan bab penutup, yang di dalamnya terdapat kesimpulan
12 A. Pengertian Hak-hak Politik
Kata hak politik terdiri dari dua kata yaitu hak dan politik.Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia kata hak berarti benar, milik, kewenangan, kekuasaan
untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan oleh undang-undang, aturan dan
sebagainya), kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu dan
hak juga berarti derajat atau mertabat.1
Kata hak berasal dari bahasa Arab yang secara etimologi mengandung
beberapa arti. Dalam al-Quran terdapat beberapa makna untuk kata hak. Makna
hak sebagai ketetapan dan kepastian terdapat dalam al-Quran surat Yasin/36: 7.
Makna hak sebagai menetapkan dan menjelaskan terdapat dalam surat al-Anfal/8:
8. Makna hak sebagai bagian yang terbatas terdapat dalam al-Ma’arij/70: 24-25.
Kata hak dengan arti benar, lawan dari batil, terdapat dalam surat Yunus/10: 35.2
Dalam kamus Lisan al-Arab, kata hak diartikan dengan ketetapan, kewajiban,
yakin, yang patut dan benar.3
Sedangkan kata politik berasal dari kata politic (Inggris) yang
menunjukkan sifat peribadi atau perbuatan. Secara leksikal, asal kata tersebut
1
Tim Penyusun Kamus Departe men Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indoesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Bala i Pustaka, 1998), Cet. I, h . 292
2
Ikhwan, Hak Asasi Manusia dalam Islam, (Ja karta: Logos, 2004), Cet. I, h. 9
3 Jalaluddin Muhammad Ibnu Manzhur, Lisan al-'Arab, (Mesir: Dâr a M ishriyah li a
berarti acting or judging wisely, well judged, prudent. Kata ini terambil dari kata
Latin politicus dan bahasa Yunani (Greek) politicos yang berarti relating to a
citizen. Kedua kata tersebut juga berasal dari kata polis yang bermakna city
“kota”, politic kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia dengan tiga arti,
yaitu: Segala urusan dan tindakan (kebijaksanaan, siasat dan sebagainya)
mengenai pemerintahan sesuatu negara atau terhadap negara lain, tipu muslihat
atau kelicikan dan juga dipergunakan sebagai nama bagi sebuah disiplin
pengetahuan, yaitu ilmu politik.4
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia politik diartikan sebagai ilmu
pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan, segala urusan dan
tindakan (kebijakan, siasat dan sebagainya) mengenai pemerintahan negara atau
terhadap negara lain, kebijakan cara bertindak (dalam menghadapi atau
menangani suatu masalah).5 Politik merupakan kata kolektif yang mempunyai
pemikiran-pemikiran yang bertujuan untuk mendapatkan kekuasaan.6
Menurut Miriam Budiardjo, politik adalah bermacam- macam kegiatan
dalam suatu sistem politik (atau negara) yang menyangkut proses menentukan
tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu.7 Selanjutnya
sebagai suatu sistem Munawir Sadzali menerangkan, bahwa politik adalah suatu
4
Abd. Muin Salim, Fiqh Siyasah: Konsepsi Kekuasaan Politik Dalam Al-Quran, (Jaka rta: PT. Ra ja Grafindo Persada, 1995), Cet. II, h. 34
5
Ibid., h. 292
6
Pius A. Partanto dan M. Dahlan al-Bary, Kamus Ilmiah Kontemporer, (Surabaya: Arkola, 1994),cet. I h. 608
7 Miria m Budiard jo, Dasar-dasar Ilmu Politik , (Jakatra: PT. Gra media Pustaka Uta ma,
konsepsi yang berisikan ketentuan-ketentuan siapa sumber kekuasaan negara;
siapa pelaksana kekuasaan tersebut; apa dasar dan bagaimana cara untuk
menentukan serta kepada siapa kewenangan melaksanakan kekuasaan itu
diberikan; kepada siapa pelaksana kekuasaan itu bertanggungjawab dan
bagaimana bentuk tanggungjawabnya.8
Politik dalam bahasa Arab disebut dengan siyâsah yang berasal dari kata
س س س س
س س , yang berarti mengurus kepentingan seseorang. Dalam kamus
al-Muhîth dikatakan: ْ ْ أ : ً س س َعَ ا ْسس yang berarti saya
memerintahnya dan melarangnya.9 Politik atau siyâsah mempunyai makna
mengatur urursan umat, baik secara da lam karenapun luar negeri. Politik
dilaksanakan baik oleh negara (pemerintah) karenapun umat (rakyat), negara
adalah institusi yang mengatur urusan tersebut secara praktis, sedangkan umat
atau rakyat mengoreksi (muhasabah) pemerintah dalam melakukan tugasnya.10
Difinisi ini diambil dari hadis-hadis yang menunjukkan aktivitas penguasa,
kewajiban untuk mengoreksinya, serta pentingnya mengurus kepentingan umat
atau rakyat. Rasulullah SAW bersabda:
8
Munawir Sya zili, Islam dan Tata Negara, (Jaka rta:UI Press. 1990),cet. V, h. 41
9 Muhammad bin Ya’qub al-Fairuz Abadi,
Al-Qâmûs al-Muhîth, (Ba irut: Dâ r a l-Fikir, 1995), cet. I, h. 496
10 Abdul Qadim Za llu m, Afk aru Siyasiyah, edisi Indonesia: Pemik iran Politik Islam,
سحْا ْ ع ْشأْا بأ ثَّح ْع بأ ثَّح
Artinya: Diceritakan kepada kami Abu Nu’aim diceritakan kepada kami Abu
Al-Asyhab diriwayatkan dari Al-Hasan bahwasanya Abdullah bin Ziyad menjenguk
Ma’qil bin Yasar ketika dia sakit menjelang matinya berkata Ma’qil kepadanya
(Ziyad): saya akan memberitahukan kepadamu apa yang telah saya dengar dari
Rasulullah SAW., aku mendengar Nabi SAW bersabda:“Seseorang yang
ditetapkan Allah (dalam kedudukan) mengurus kepentingan ummat dan dia tidak
memberikan nasihat kepada mereka (rakyat) dia tidak akan mencium bau surga.”
(HR. Bukhari)
Artinya: Diceritakan kepada kami Hadab bin Khalid Al-Azdi diceritakan kepada
kami Hammam bin Yahya diceritakan kepada kami Katadah daripada Dayyabah
bin Mihshon daripada Ummi Salamah sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda:
“Akan ada para amir (penguasa), maka kalian (ada yang) mengakui
perbuatannya dan (ada yang) mengingkarinya. Siapa saja yang mengakui
perbuatannya (karena tidak bertentangan dengan hukum syara’), maka dia tidak
diminta tanggung-jawabnya, dan siapa saja yang mengingkari perbuatannya
maka dia akan selamat. Tetapi siapa saja yang yang redha (dengan perbuatannya
yang bertentangan dengan hukum syara’) dan mengikutinya maka dia berdosa.
Para sahabat bertanya: apakah kita memerangi mereka? Rasul menjawab: tidak,
selama mereka menegakkan shalat (hukum-hukum Islam).” (HR. Muslim).
Pada dasarnya politik mempunyai ruang lingkup negara, memb icarakan
politik pada dasarnya adalah membicarakan negara, karena teori politik
menyelidiki negara sebagai lembaga politik yang mempengaruhi hidup
masyarakat, jadi negara dalam keadaan bergerak. Selain itu politik juga
menyelidiki ide- ide, azas-azas sejarah pembentukan negara, hakekat negara serta
bentuk dan tujuan negara.13
Politik ialah cara dan upaya menangani masalah- masalah rakyat dengan
seperangkat undang- undang untuk mewujudkan kemaslahatan dan mencegah
hal-hal yang merugikan bagi kepentingan manusia. Mengacu pada pengertian
tersebut, politik yang berasal dari kata polis yang berarti Negara bisa juga
diartikan sebagai bentuk kumpulan yang sengaja dibentuk untuk mendapatkan
suatu yang baik. Karenanya, setiap negara (polis) sudah barang tentu harus
13 J. H. Rapar, Filsafat Politik Aristoteles; Seri Filsafat Politik, (Jakarta: CV.
memiliki suatu aturan main yang disebut undang-undang atau hukum, pemegang
otoritas hukum yang kemudian disebut sebagai politicos atau raja, dan yang
melaksanakan aturan pemerintahan dalam hal ini semua lapisan masyarakat yang
mengakui terhadap kekusaan seorang pemimpin. Oleh karenanya, persoalan
politik kelihatannya tidak bisa dilepaskan dari persoalan kesepakatan, legitimasi,
bai’at terhadap seseorang pimpinanan produk hukum yang lahir sebagai aturan
dalam melaksanakan roda pemerintahan.14
Ilmu politik adalah salah satu disiplin ilmu kemasyarakatan yang
membahas masalah- masalah pemerintahan, lembaga-lembaga, negara, proses
politik, hubungan internasional, tata negara dan pemerintahan. Semuanya itu
merupakan kegiatan perseorangan karenapun kelompok yang menyangkut
hubungan kemanusiaan dan kemasyarakatan yang sangat mendasar.15
Teori tentang politik dalam Islam telah banyak dikemukakan oleh para
ulama baik di masa lampau atau pun di masa kini. Hal ini mudah dipahami,
karena masalah politik termasuk ruang lingkup ijtihad yang memungkinkan
kepada para ulama untuk mengkaji setiap masa.16 Dalam hal ini Quran dan
al-Sunnah tidak memberikan ketentuan yang pasti mengenai politik. Dalam al-Quran
tidak ditemukan konsep tentang politik umat Islam untuk diaplikasikan pada
setiap tempat dan zaman. Karena jika hal ini ada, berarti al-Quran menghambat
14
Moh. Mufid, Politik dalam Perspek tif Islam, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2004), Cet. I, h. 9
15
H. M. Darwis Hude, (ed), Cak rawala Ilmu dalam Al-Qur’an, (Ja karta: Pustaka Firdaus, 2002), Cet. I, h. 471
16 H. Inu Kencana, Al-Quran dan Ilmu Politik , (Jakarta : PT Rine ka Cipta, 1996), Cet. I,
dinamika perkembangan umat. Adalah suatu kebijaksanaan al-Quran untuk
membiarkan hal ini dipecahkan oleh nalar manusia sebagai suatu kemampuan dan
perkembangan zaman. Kendati demikian al-Quran memberikan prinsip-prinsip
dasar bagi kehidupan bermasyarakat.17
Dari penjelasan di atas, secara garis besar hak politik dapat diartikan
sebagai suatu kebebasan dalam menentukan pilihan yang tidak dapat diganggu
ataupun diambil oleh siapa pun dalam kehidupan bermasyarakat di suatu negara.
Menurut para ahli hukum hak politik adalah hak yang dimiliki dan diperoleh
seseorang dalam kapasitasnya sebagai anggota organisasi politik (negara), seperti
hak memilih (dan dipilih), mencalonkan diri dan memega ng jabatan umum dalam
negara,18 atau hak politik itu adalah hak- hak di mana individu memberi andil
melalui hak tersebut dalam mengelola masalah- masalah negara atau
memerintahnya.19 Hak politik merupakan hak asasi setiap warga negara untuk
ikut serta dalam penyelenggaraan pemerintahan, misalnya hak untuk berkumpul
dan berserikat (membentuk partai politik), dan hak untuk mengeluarkan pendapat
termasuk mengawasi dan mengkritisi pemerintah apabila terjadi penyalahgunaan
kewenangan, kekuasaan atau membuat kebijaka n yang bertentangan dengan
aspirasi rakyat.
17
Munawir Sya zili, Islam Dan Tata Negara, (Ja karta:UI Press. 1990),cet. V , h. 41
18
A. M. Saefuddin, Ijtihad Politik Cendekiawan Muslim, (Jakarta : Ge ma Insani Press, 1996), Cet. I, h. 17
19
B. Hak Politik
1. Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan.
Hak untuk memilih berarti semua penduduk boleh memilih dalam
pemilihan umum. Meskipun hak pilih memiliki dua komponen yang
penting, yaitu hak untuk memilih dan kesempatan untuk memilih, istilah
hak pilih hanya dihubungkan dengan hak memilih. Konsep hak pilih
awalnya merujuk pada hak pilih seluruh penduduk laki- laki, tanpa
memandang harta kekayaan. Negara pertama yang menerapkan konsep
hak pilih adalah Perancis pada tahun 1792. Pada perkembangan
selanjutnya, di banyak negara, hak suara penuh termasuk untuk
perempuan muncul.
2. Hak membuat dan mendirikan parpol.
Setiap orang berhak untuk berkumpul, berapat, dan berserikat untuk
maksud- maksud damai.
Setiap warga negara atau kelompok masyarakat berhak mendirikan partai
politik, lembaga swadaya masyarakat atau organisasi lainnya untuk
berperan serta dalam jalannya pemerintahan dan penyele nggaraan negara
sejalan dengan tuntutan perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi
manusia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Setiap orang berhak atas kebebasan untuk menyatakan pendapat; hak ini
termasuk kebebasan untuk mencari, menerima dan memberikan informasi
dan pemikiran apapun,terlepas dari pembatasan-pembatasan secara lisan,
tertulis, atau dalam bentuk cetakan, karya seni atau melalui media lain
sesuai dengan pilihannya. Setiap orang bebas untuk mempunyai,
mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya,
secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik
dengan memperhatikan nilai -nilai agama, kesusilaan,ketertiban,
kepentingan umum, dan keutuhan negara.
4. Hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan
Setiap orang memiliki hak untuk berpatisipasi secara langsung atau tidak
langsung dalam penyelengaraan pemerintahan di negerinya. Dia juga
memiliki hak untuk memegang jabatan publik sesuai ketentuan-ketentuan
dan syarat.
C. Sejarah Hak Politik dalam Islam
Islam merupakan manhaj ketuhanan yang diturunkan kepada nabi besar
Muhammad SAW untuk umat manusia agar mereka berada dalam jalan yang
benar dan selamat di dunia dan di akhirat. Dilihat dari sejarah sebelum datang
Islam, keadaan manusia pada waktu itu berada dalam keadaan Jahiliyyah.
mereka telah menyimpang jauh dari ajaran ketuhanan yang dibawa oleh
Nabi-nabi mereka. Hukum yang berlaku berdasarkan kepada hukum adat istiadat, dan
dalam tatanan masyarakat menganut paham kesukuan (kabilah). Selain
penyembah berhala, juga sering terjadi peperangan antara kabilah, terjadi
perbudakan, dan hal- hal lain yang berbau Jahiliyyah.
Dalam keadaan seperti itulah Islam datang dengan al-Quran sebagai
petunjuk hidup. Al-Quran yang berisi hukum- hukum atau pera-turan-peraturan
yang kemudian dijelaskan oleh Rasulullah SAW melalui sunnahnya telah
membawa bangsa Arab keluar dari kejahilan sehingga mereka menjadi bangsa
yang beradab. Bahkan, Rasulullah SAW telah berhasil membuat suatu peradaban
baru yaitu suatu tatanan masyarakat yang teratur dan dinamis, dalam bentuk
kepemimpinan Beliau di Madinah. Rasulullah SAW telah memperkenalkan
dasar-dasar dan prinsip-prinsip pemerintahan (kenegaraan). Misalnya dapat dilihat dari
praktik-praktik yang dicontohkan Nabi dalam musyawarah dengan para sahabat.
Walaupun beliau sebagai pemimpin agama (rasul) dan pemimpin negara, akan
tetapi beliau tidak bersikap otoriter terhadap para sahabat dan kaum muslimin.
Beliau memberikan dan menjamin hak-hak warga masyarakat termasuk dalam hal
yang berkaitan dengan pengambilan kebijakan (politik).20
Ada beberapa peristiwa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW
berkenaan dengan hak politik masyarakat misalnya ketika kaum Muslimin hendak
20
melakukan Perang Uhud. Rasulullah SAW bermusyawarah dengan para sahabat,
beliau meminta pertimbangan mereka apakah sebaiknya tetap tinggal dan
berlindung di Madinah saja atau keluar menyongsong pasukan kaum kafir
Quraiys. Ada sahabat yang mengusulkan untuk keluar menyongsong kaum kafir
Quraiys dan Nabi pun menerimanya.21 Demikian juga Nabi menerima pendapat
sahabat Salman Al-Farisi agar membuat parit dalam peperangan Ahzab, sehingga
perang ini disebut juga dengan perang Khanddak (parit).22
Pasca Rasulullah SAW wafat, sahabat Khulafah ar-Rasyidin pun telah
memberikan contoh berkenaan dengan hak politik masyarakat misalnya ketika
Abu Bakar ash-Shiddiq diangkat menjadi Khalifah beliau berkhutbah:
“Amma Ba’du. Wahai manusia! Sesungguhnya saya telah dipilih untuk
memimpin kalian dan bukanlah saya orang terbaik diantara kalian. Maka, jika
saya melakukan hal yang baik bantulah saya, dan jika saya melakukan tindakan
yang menyeleweng luruskanlah saya. Sebab kebenaran itu adalah amanah,
sedangkan kebohongan itu adalah pengkhianatan. Orang yang lemah di antara
kalian adalah kuat dalam pandangan saya hingga saya ambilkan hak -haknya
untuknya, sedangkan orang yang kuat di antara kalian adalah lemah di
hadapanku sehingga saya ambilkan hak orang lain darinya… Taatlah kalian
21 Akra m Dhiya A l-Umuri, As-Sirah An-Nabawiyyah Ash-Shahihah, edisi Indonesia
Selek si Sirah Nabawiyyah: Studi Kritis Muhadditsin terhadap Riwayat Dhaif, Oleh Abdul Rosyad Shidiq, (Ja karta: Da rul Fa lah, 2004), Cet. I, h. 408
22 Shafiyyur Rahman, Sirah Nabawiyah, edisi Indonesia Sirah Nabawiyah, penerje mah
pada ku selama saya taat kepada Allah dan jika saya melakukan maksiat kepada
Allah dan RasulNya, maka tidak ada kewajiban taat kalian kepada ku.”23
Dari pidato Abu Bakar tersebut dapat dipahami bahwa beliau bersedia
untuk ditegur dan diluruskan jika melakukan penyelewengan dalam
pemerintahannya. Ini berarti bahwa Khalifah Abu Bakar menjamin dan
memberikan hak politik dalam berpendapat kepada rakyatnya.
Umar Ibn al-Khaththab tidak pernah memaksakan pendapat apa lagi
mendiktekan kehendaknya. Bagi Umar musyawarah bukanlah hanya sekadar
untuk menguatkan pendapatnya semata, akan tetapi untuk mencari kebenaran.
Umar pernah berkata: “Janganlah tuan-tuan mengemukakan pendapat yang
menurut persangkaan tuan-tuan sesuai dengan keinginan saya, tetapi
kemukakanlah buah fikiran menurut perkiraan tuan-tuan sesuai dengan
kebenaran.”24
Satu ketika Umar berpidato dihadapan rakyatnya: “Tuan-tuan jangan
memberi maskawin melebihi 40 ugiah! Barang siapa yang melebihinya, maka
kelebihannya akan saya masukkan ke baitulmal.” Tiba-tiba dari barisan wanita
muncul seorang ibu-ibu yang menyanggahnya dengan berkata: “tidak ada hak
anda untuk berbuat demikian!.” Lalu Umar bertanya: “Kenapa?” seorang ibu itu
menjawab bukankah Allah telah berfirman:
23
Ima m as-Suyuthi, Tarikh Khulafa, edisi Indonesia diterje mah kan oleh Samson Rah man, Tarik h Khulafa: Sejarah Para Penguasa Islam, (Ja karta : Pustaka Al-Kautsar, 2001), Cet. I, h. 75
24
Dan jika kamu hendak mengambil isteri (baharu) menggantikan isteri
(lama Yang kamu ceraikan) sedang kamu telahpun memberikan kepada
seseorang di antaranya (isteri Yang diceraikan itu) harta Yang banyak, maka
janganlah kamu mengambil sedikitpun dari harta itu. Patutkah kamu
mengambilnya Dengan cara Yang tidak benar dan (yang menyebabkan) dosa
Yang nyata? ( Q.s: an-Nisa/ 4: 20)
Mendengar sanggahan itu wajah Umar pun berseri-seri dan tersenyum.
Lalu berkata: “benarlah wanita itu dan salahlah Umar.”25
Dari penjelasan di atas,
jelaslah bahwa sejak zaman Nabi SAW dan para sahabat telah memberikan
contoh dalam hal kebebasan berpendapat dan bermusyawarah dalam mejalankan
kepemimpinannya. Selain itu adanya kebebasan berkumpul atau berserikat dan
berpendapat dapat kita lihat dari adanya golongan-golongan yang ada pada masa
para sahabat seperti adanya golongan Khawarij, Jabariah, Qadariah, Asy’ariah
dan bahkan sempat terjadi perpecahan kaum muslimin ke dalam golongan pada
masa khalifan Ali bin Abi Thalib, yang mana beliau pada waktu itu didukung oleh
satu golongan yang kemudian menjadi golongan syiah.
Jika kita bandingkan dengan dunia Barat, maka pembahasan tentang
sejarah perjuangan hak politik berkaitan erat dengan sejarah Hak Asasi Manusia
25 Hussien Haikal, Al- Farruq Umar, edisi Indonesia Umar Al-Khattab, diterje mah oleh
(HAM), yaitu usaha manusia untuk mendapatkan hak-haknya yang dirampas oleh
manusia yang lain. Usaha ini merupakan sebagai reaksi terhadap keabsolutan
raja-raja dan kaum feodal pada abad ke-17 dan 18 terhadap rakyat yang mereka
perintah atau manusia yang mereka peker-jakan. Manusia pada zaman tersebut
terdiri dari dua lapisan besar, yakni lapisan atas yang minoritas dan lapisan bawah
yang mayoritas jumlahnya. Lapisan bawah tidak mempunyai hak- hak dan
diperlakukan secara sewenang-wenang oleh pihak yang berkuasa atas diri
mereka. Mereka diperlakukan sebagai budak yang dapat diperlakukan sekehendak
pemilik-nya. Sebagai reaksi terhadap keadaan ini, timbul gagasan untuk
memper-samakan kedudukan lapisan bawah dan lapisan atas karena mereka sama-sama
manusia. Muncullah ide persamaan, persaudaraan, dan kebebasan yang
ditonjolkan oleh revolusi Perancis pada akhir abad kedelapan belas.26
Pada umumnya para pakar di Eropa berpendapat bahwa lahir HAM di
kawasan Eropa gandang dengan kelahiran Magna Charta 15 Juni 1215, suatu
dokumen yang mencatat beberapa hak yang diberikan oleh Raja John dari Inggris
kepada beberapa bangsawan bawahannya atas tuntutan mereka.27 Dokumen ini
antara lain memuat pandangan bahwa raja yang tadinya memiliki kekuasaan
absolut menjadi dibatasi kekuasaannya dan mulai dapat diminta
pertanggung-jawabannya di muka hukum. Kelahiran Magna Charta ini kemudian diikuti oleh
26 Harun Nasution, “Pengantar” dalam
Harun Nasution dan Bakhtiar Effendi (ed), Hak Asasi Manusia dalam Islam (Jakarta :Yayasan Obor Indonesia dan Pustaka Firdaus, 1995), Cet. II, h. 51
27 Miria m Budiard jo, Dasar-dasar Ilmu Politik , (Jakatra: PT. Gra med ia Pustaka Utama,
kemunculan Bill of Righs di Inggris pada tahun 1689. Pada masa itu, mulai timbul
pandangan (adagium) yang intinya bahwa manusia sama di muka hukum
(equality before the law). Adagium ini memperkuat dorongan timbul negara
hukum dan negara demokrasi. Bill of Rights melahirkan asas persamaan harus
diwujudkan, betapa pun berat resiko yang harus dihadapi, karena hak kebebasan
baru dapat diwujudkan kalau ada hak persamaan.28 Untuk mewujudkan semua itu,
maka lahir teori kontrak sosialJ.J. Roussseau (social contract theory),29 teori trias
politika Montesquieu,30 dan John Locke di Inggris dengan teori hukum kodrati.31
Perkembangan HAM selanjutnya, ditandai dengan munculnya The
Amarican declaration of Independence. yang lahir dari paham kontrak sosial
Rousseau dan trias politika Montesquieu. Mulai dipertegas bahwa manusia adalah
merdeka sejak di dalam perut ibunya, sehingga tidak logis ia dibelenggu bila
28
Dede Rosyada, dkk., Pendidik an Keawarganegaraan (Civic Education): Demok rasi, Hak Asasi Manusia dan Masyrakat Madani, (Jakarta: Tim ICCE UIN Syyarif Hidayatullah Jakarta dan Prenada Media, 2003), Cet. I, Edisi Revisi,h. 202
29
Menurut Rousseau, manusia yang tinggal dalam keadaan primitif me miliki suatu kebebasan asli. La lu pada suatu ketika manusia yang me miliki kebebasan asli itu me mbentuk suatu kehidupan bersama orang lain yang juga me miliki kebebasan itu. Hal ini terjadi me lalu i suatu proses yang oleh Rousseau disebut k ontrak sosial. Leb ih je lasnya lihat Theo Hu ijbers, Filsafat Huk um dalam Lintasan Sejarah, Cet. XV, (Yogyaka rta: Kanisius, 2006), h. 88
30 Yaitu suatu teori tentang pembagian ke kuasaan, menurutnya kekkuasan Negara dibagi
atau tegasnya dipisahkan menjadi tiga dan masing -masing ke kuasaan itu dilaksanakan oleh suatu badan yang berdiri sendiri-sendiri, yaitu kekuasan perundang-undangan (legislative), ke kuasaan me la ksanakan pemerintahan (eksekutif) dan kekuasaan kehakiman (yudikatif). Lihat Suhino, Ilmu Negara, cet. V, (Yogyakarta: Liberty, 2005), h. 117, dapat dilihat juga pada Moh. Kusnardi dan Bintan R. Sarag ih, Il mu Negara, (Ja karta: Gaya Media Prata ma , 2000), Cet. IV, h. 222
31
sudah lahir. Selanjutnya pada tanggal 4 Agustus tahun 1789 lahir The French
Declaration (Deklarasi Perancis), yang memuat lima hak utama yang harus
dihormati, yakni propiete (hak pemilikan harta) liberte (hak kebebasan), egalite
(hak persamaan), securite (hak keamanan), dan resistense a l’oppresion (hak
perlawanan terhadap penindasan.32
Perkembangan aturan tentang perlindungan HAM mencapai puncaknya
dengan dideklarasikannya The Universal Declaration of Human Right oleh
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada tanggal 10 De sember 1948. Sejak
berdirinya padanya tanggal 24 Oktober 1945, PBB telah banyak menghasilkan
deklarasi dan perjanjian internasional di bidang HAM. Di antara sekian banyak
konvensi internasional yang bersifat penting dan universal yaitu Konvensi
Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, Konvensi
Internasional Hak- hak Sosial dan Politik.33
28 BAB III
IMPLEMENTASI UU HASUTAN 1948 DI MALAYSIA
A. Definisi Undang-undang Hasutan
Pemerintah yaitu mempunyai kekuasaan memerintah sebuah negara,
daerah, badan yang tertinggi yang merupakan sesuatu negara seperti kabinet,
pengurus dan pengelola.1 “Menghasut” apabila dipakai bagi atau digunakan
berkenaan dengan perbuatan, ucapan, perkataan dan penerbitan atau benda lain itu
sebagai yang mempunyai kecenderungan menghasut.
“Penerbitan” termasuk semua perkara bertulis atau bercetak dan segala
benda sama ada atau tidak serupa dengan jenisnya dengan pe rkara bercetak yang
mengandungi gambaran yang boleh dilihat atau yang mengikut rupanya,
bentuknya atau dengan cara lain boleh menggambarkan perkataan atau gagasan,
dan juga termasuk tiap naskah dan keluaran semula atau keluaran semula
substansial penerbitan. “Perkataan” termasuk ungkapan, ayat atau bilangan
perkataan atau gabungan perkataan yang lain, sama ada secara lisan atau bertulis.
1
“Raja” ertinya Yang Dipertuan Agong atau Raja atau Yang Dipertua Negeri
negeri di Malaysia.2 Raja menurut kamus Indonesia adalah penguasa tertinggi
pada suatu kerajaan biasanya diperoleh sebagai warisan.3
Kecenderungan menghasut ialah;
1. bagi mendatangkan kebencian atau penghinaan atau bagi membangkitka n
perasaan tidak setia terhadap raja atau pemerintah;
2. Bagi membangkitkan rakyat raja atau penduduk wilayah yang diperintah oleh
pemerintah supaya coba mendapatkan perubahan, dengan cara selain cara
yang sah, jua yang wujud menurut undang- undang di dalam wilayah yang
diperintah oleh pemerintah itu;
3. bagi mendatangkan kebencian atau penghinaan atau bagi membangkitkan
perasaan tidak setia terhadap pentadbitan keadilan di Malaysia atau Negeri;
4. bagi mendatangkan perasaan tidak puas hati atau tidak setia di kalangan
rakyat Yang Dipertuan Agong atau rakyat Raja Negeri atau kalangan
penduduk Malaysia atau penduduk Negeri;
5. bagi mengembangkan perasaan niat jahat dan permusuhan antar kaum atau
golongan penduduk yang berlainan di Malaysia; atau
2 Malaysia terd iri dari negara-negara bagian yang diketuai o leh seorang raja. Set iap lima
tahun (satu periode) diadakan pemilihan ketua raja -ra ja, dan seorang raja dari satu negara bagian yang terpilih itu diberi gelar Du li Yang Maha Mulia Seri Paduka Yang di-Pertuan Agong. Yang Dipertua Negeri bagi negeri yang tiada raja s eperti Me laka dan Pulau Pinang.
3 Dessy Anwar, ka mus lengkap bahasa Indonesia terbaru , (Surabaya: A me lia , 2003) cet.
6. bagi mempersoalkan perkara, hak, taraf kedudukan, keistimewaan,
kedaulatan atau prerogatif yang ditetapkan atau dilindungi oleh peruntukan
Bahagian III Konstitusi Persekutuan atau Perkara 152,4 153,5 atau 1816
Konstitusi Persekutuan.
B. Materi Dalam UU has utan:-
1. Perkara yang dianggap salah dan dikenakan sanksi;
a. orang yang melakukan atau coba melakukan, atau membuat persediaan
untuk melakukan, atau berkomplot dengan orang untuk melakukan,
perbuatan yang mempunyai kecenderungan menghasut, atau, jika
dilakukan, akan mempunyai kecenderungan menghas ut;
b. menyebut perkataan menghasut;
c. mencetak, menerbitkan, menjual, menawarkan untuk dijual, mengedarkan
atau mengeluarkan semula penerbitan menghasut; atau
d. mengimport penerbitan menghasut.
2. Sanksi;
a. Sesiapa yang melakukan suatu kesalahan dan, apabila disab itkan7, boleh
bagi kesalahan kali pertama didenda tidak melebihi lima ribu ringgit atau
dipenjarakan selama tempoh tidak melebihi tiga tahun atau kedua-duanya
dan, bagi kesalahan yang kemudian, boleh dipenjarakan selama tempoh
4
Tentang Bahasa Kebangsaan.
5
Ha k ke istimewaan orang me layu.
6
Perkecualian bagi kedaulatan raja -ra ja. 7
tidak melebihi lima tahun; dan apa- apa penerbitan menghasut yang
didapati dalam milik orang itu atau yang digunakan sebagai keterangan
dalam perbicaraannya hendaklah dilucuthakkan dan boleh dimusnahkan
atau dilupuskan dengan cara lain sebagaimana yang diarahkan oleh
peradilan.
b. orang yang ada dalam miliknya tanpa sebab yang sah penerbitan
menghasut melakukan suatu kesalahan dan, apabila disabitkan, boleh bagi
kesalahan kali pertama didenda tidak melebihi dua ribu ringgit atau
dipenjarakan selama tempoh tidak melebihi lapan belas bulan atau
kedua-duanya, dan, bagi kesalahan yang kemudian, boleh dipenjarakan selama
tempoh tidak melebihi tiga tahun, dan penerbitan itu hendaklah dilucut
hakkan dan boleh dimusnahkan atau dilupuskan dengan cara lain
sebagaimana yang diarahkan oleh peradilan.
c. orang yang melanggar sesuatu perintah yang dibuat di bawah seksyen
media cetak adalah melakukan suatu kesalahan dan, apabila disabitkan,
boleh didenda tidak melebihi lima ribu ringgit atau dipenjarakan selama
tempoh tidak melebihi tiga tahun atau kedua-duanya.
3. Penangkapan
a. Seseorang Majistret boleh mengeluarkan waran yang memberi kuasa
pegawai polis, yang berpangkat tidak rendah daripada Inspektor, untuk
semunasabahnya disyaki berada dan untuk mencari di dalamnya
penerbitan menghasut.
b. Apabila didapati oleh pegawai polis yang berpangkat tidak rendah
daripada Penolong Penguasa bahwa ada sebab yang munasabah bagi
mempercayai bahwa dalam mana- mana premis ada disembunyikan atau
disimpan penerbitan menghasut, dan dia mempunyai alasan yang
munasabah bagi mempercayai bahwa, oleh sebab kelengahan yang akan
disebabkan oleh usaha untuk mendapatkan suatu waran geledah, tujuan
penggeledahan itu mungkin terkecewa, pegawai polis itu boleh memasuki
dan menggeledah premis itu seolah-olah dia diberi kuasa untuk berbuat
demikian oleh waran yang dikeluarkan di bawah subseksyen (1).
4. Penggantungan koran yang didapati menghasut.
Apabila orang disabitkan karena menerbitkan dalam akhbar perkara yang
mempunyai kecenderungan menghasut, peradilan boleh, jika difikirkannya patut,
sama ada sebagai ganti atau sebagai tambahan kepada hukuman lain, membuat
perintah mengenai semua atau mana- mana daripada perkara yang berikut:
a. melarang penerbitan selanjutnya akhbar itu, sama ada dengan mutlak atau
kecuali mengikut syarat-syarat yang akan dinyatakan dalam perintah itu,
selama suatu tempoh yang tidak melebihi satu tahun dari tarikh perintah
b. melarang penerbit, tuan punya, atau penyunting akhbar itu, sama ada
dengan mutlak atau kecuali mengikut syarat-syarat yang akan dinyatakan
dalam perintah itu, selama tempoh yang disebut terdahulu, daripada
c. menerbitkan, menyunting atau menulis bagi akhbar, atau daripada
membantu, sama ada dengan wang atau dengan yang me mpunyai nilai
wang, dengan bahan, perkhidmatan peribadi, atau dengan cara lain dalam
penerbitan, penyuntingan atau pengeluaran akhbar;
d. bahwa selama tempoh yang disebut terdahulu mesin cetak yang
digunakan dalam mengeluarkan akhbar itu hendaklah digunakan hanya
mengikut syarat-syarat yang akan dinyatakan dalam perintah itu, atau
bahwa mesin cetak itu hendaklah disita oleh polis dan ditahan oleh mereka
selama tempoh yang disebut terdahulu.
C. Tinjauan UU hasutan dalam Konstitusi Malaysia
Pemerintahan Malaysia dan pembentukan negara itu sebagaimana negara-
negara lain yang baru merdeka dan kebanyakan negara di dunia hari ini, dibentuk
atas Konstitusi tertulis. Konstitusi itu merupakan undang- undang tertinggi yang
menentukan corak dan perjalanan negara tersebut.8 Kebebasan berpendapat dalam
Konstitusi Malaysia perkara (10) yaitu:
Pasal 1: tertakluk kepada pasal (2),(3)dan(4):
8 Nakha ie Ha ji Ahmad, Penghayatan Politik Islam dalam Pemerintahan, (t.tp.,Percetakan
a) Tiap-tiap warganegara berhak kepada kebebasan bercakap dan berpendapat;
b) Semua warganegara berhak untuk berhimpun secara aman dan tanpa senjata;
c) Semua warganegara berhak untuk membentuk persatuan.
Pasal 2: Parlemen boleh melalui undang- undang mengenakan:
a) Ke atas hak yang diberikan oleh perenggan (a) pasal (1), batasan yang
didapatinya perlu atau sesuai manfaat demi kepentingan kesela matan
Persekutuan atau bahagiannya, hubungan baik dengan Negara-negara lain,
ketenteraman publik atau prinsip moral dan batasan-batasan yang bertujuan
untuk melindungi keistimewaan parlemen atau Dewan Undangan atau untuk
membuat peruntukan menentang penghinaan peradilan, fitnah atau pengapian
kesalahan;
b) Ke atas hak yang diberikan oleh perenggan (b) pasal (1), batasan yang
didapatinya perlu atau suai manfaat demi kepentingan keselamatan
Persekutuan atau bahagiannya atau ketenteraman publik.
c) Ke atas hak yang diberikan oleh perenggan (c) pasal (1), batasan yang
didapatinya perlu atau suai manfaat demi kepentingan keselamatan
persekutuan atau bahagiannya, ketenteraman publik atau prinsip moral.
Pasal 3: batasan-batasan keatas hak untuk membentuk persatuan yang diberikan
oleh perenggan (c) pasal (1) boleh juga dikenakan oleh undang-undang yang
Pasal 4: pada mengenakan batasan-batasan demi kepentingan keselamatan
Persekutuan atau bahagiannya atau ketentraman awam di bawah pasal(2)(a),
parlimen boleh meluluskan undang-undang melarang dipersoalkan perkara, hak,
taraf kedudukan, keistimewaan dan kedaulatan yang ditetapkan atau dilindungi
oleh peruntukan Bahagian III, perkara 152,153 atau 181 melainkan yang
berhubungan pelaksanaannya sebagaimana yang dinyatakan dalam
undang-undang itu.
UU hasutan juga terkait dengan kebebasan diri. Ini karena UU ini pihak
terkait bisa dikenakan sanksi. Hak kebebasan diri adalah perkara pokok yang
menjadi kebutuhan hidup manusia. Tanpa kebebasan diri, kehidupan manusia itu
tidak mempunyai nilainya dan boleh diperlakukan sesuka hati kepada siapa pun.
Hak kebebasan diri ini telah diatur dengan panjang lebar di dalam Konstitusi
Malaysia, demi kenyamanan rakyat menjalani hidup yang layak sebagai seorang
manusia.
Hak ini telah diatur sebagai berikut:
(a) Seseorang itu tidak boleh diambil nyawanya atau dihapuskan kebebasannya
melainkan mengikut undang- undang. Peradilan berhak melepaskan dia jika
didapati bahwa dia ditahan karena menyalahi undang-undang. Apabila
seseorang itu ditangkap, ia hendaklah diberitahu sebab-sebab dia ditangkap,
dibenarkan berunding dan dibela oleh seorang penasihat undang- undang yang
hadapan majistret dalam tempoh 24 jam dari mula tangkapan itu, melainkan
dia telah dilepaskan sebelum habis tempoh.
(b) Seseorang itu tidak boleh diseksa karena telah melakukan perbuatan yang
sememangnya tidak menjadi kesalahan pada ketika ia melakukan perbuatan
itu. Dan dia tidaklah pula boleh dihukum selain hukuman yang ditetapkan
oleh undang-undang pada ketika ia melakukan kesalahan itu. Seseorang yang
telah dibebaskan daripada kesalahan atau disabitkan kesalahannya, tidak boleh
dibicarakan lagi atas kesalahan itu, melainkan kebebasannya itu telah
dihapuskan oleh Peradilan Tinggi dan bicara semula diperintahkan oleh
peradilan tersebut.
(c) Seseorang warganegara itu tidak boleh dibuang negeri daripada Persekutuan.
Dan tertakluk kepada undang- undang tentang keselamatan Persekutuan,
keamanan awam, kesihatan awam, atau hukuman ke atas penjenayah, tiap-tiap
warganegara berhak bergerak di seluruh Persekutuan dan tinggal di tempat
dalam Persekutuan ini.
(d) Seseorang warganegara itu ada kebebasan bercakap dan menyuarakan
fikirannya, berkumpul dalam keadaan yang aman dan tidak bersenjata, serta
menubuhkan persatuan. Tetapi semua kebebasan ini boleh dihadkan oleh
keselamatan Persekutuan, tali persahabatan dengan negeri- negeri lain,
ketenteraman awam dan keelokan akhlak awam.9
Berkenaan dengan kebebasan dalam perkara (a) dan (b) di atas, ini sudah
menjadi pedoman pada undang-undang pidana di Malaysia. Semua peraturan ini
boleh didapati dalam Kanun Acara Jenayah.10 Adalah menjadi prinsip asas bagi
undang-undang negara Malaysia yaitu tiap-tiap orang dianggap tidak bersalah
(asas praduga tidak bersalah), melainkan setelah dibuktikan bahwa ia bersalah.
Setiap orang juga tidak boleh dipaksa mengaku bersalah atau memberi
keterangan yang menunjukkan bahwa ia telah melakukan kesalahan. Jika dengan
jalan paksa, pengakuan salah atau pernyataan itu diperoleh, maka pengakuan dan
pernyataan itu tidak boleh diterima oleh peradilan. Untuk membuktikan sesuatu
kesalahan, pihak kejaksaan hendaklah mencari keterangan-keterangan yang lain.
Kebebasan ini telah dibatasi oleh wewenang-wewenang yang ada di
tangan pemerintah dan seseorang itu boleh ditahan tanpa melalui persidangan
apabila perbuatan, kelakuan atau gerak- gerinya dianggap berbahaya bagi
keselamatan negara dan ketenteraman masyarakat.
Kebebasan bersuara ini dihadkan kepada kata-kata yang tidak menjadi
fitnah, kata-kata yang tidak menjadi hasutan (menghuru-harakan keadaan politik).
Kata-kata yang tidak mencerca pengadilan atau kata-kata yang melanggar hak
9
Mohd. Salleh Abas, Prinsip Perlembagaan & Pemerintahan Di Malaysia (Kuala Lu mpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2006), h.296.
10
keutamaan Parlimen dan Dewan Negeri. Mengeluarkan fitnah merupakan satu
kesalahan jenayah. Kata-kata yang mencerca boleh diadukan ke pengadilan oleh
pihak yang terkait dengan kata-kata itu atau peguam negara.11 Sesiapa yang
menyebut, menulis, mencetak, menjual atau menyiarkan perkataan-perkataan
yang mempunyai maksud hasutan adalah dianggap oleh undang- undang sebagai
melakukan kesalahan yang boleh dihukum hingga lima tahun penjara atau RM
5000 denda.12
Bukan hanya UU Hasutan sahaja yang mengatur dalam kebebasan
bersuara ini. Di bawah seksyen 28 UU Keselamatan Dalam Negeri, sesiapa yang
menyiarkan perkabaran palsu yang menakutkan rakyat sipil, sama ada yang
menyiarkan perkabaran melalui kata mulut atau bertulis dianggap telah
melakukan kesalahan. Kata-kata yang bertulis dikawal oleh beberapa
undang-undang.
Parlemen dibenarkan meluluskan undang- undang untuk mencegah
perbuatan yang menimbulkan keresahan dalam negara, atau perbuatan yang
hendak menggulingkan pemerintah dengan tidak berdasarkan undang-undang.13
11
Mohd. Sa lleh Abas, Prinsip Perlembagaan & Pemerintahan Di Malaysia (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2006), h.301.
12
Akta hasutan 1945
13
Di bawah kuasa perkara inilah UU Keselamatan Dalam Negeri 1960 (UU ISA)14
telah diluluskan oleh Parlemen.
Apa yang membedakan penahanan ISA dari penahanan yang lain ialah
kesalahan yang mengangkut hal politik, dan bukanlah kesalahan pidana. UU ISA
juga memberi kuasa kepada pemerintah untuk meletakkan beberapa syarat tentang
kebebasan seseorang yang perbuatan dan kelakuannya dianggap merusak negara.
Syarat-syarat ini ialah seperti penahanan di dalam rumah dalam periode tertentu,
tidak dibenarkan aktif di dalam politik dan terlibat dalam politik, dipaksa tinggal
di sesuatu tempat, dan tiap kali ia hendak keluar dari tempat itu ia hendaklah
memberitahu pihak polisi, dan beberapa syarat lainnya.15
Konstitusi Malaysia menyatakan bahwa setiap warganegara bebas
bergerak ke dalam negara, melainkan ia dihalang dan dikawal oleh
undang-undang tentang keamanan dan keselamatan masyarakat.16 Kebebasan ini juga
boleh dibatasi oleh undang-undang untuk keselamatan dan kepentingan negara.
14 Kepanjangan nama akta itu ialah “Satu akta mengadakan keselamatan dalam Persekutuan
penahanan tidak dibicara , mencegah penyeludupan, me mbe rhentikan keke rasan ke atas orang dan harta di te mpat-tempat tertentu dala m Persekutuan dan perkara-perka ra yang berkaitan dengan hal tersebut”.
15
Mohd. Salleh Abas, Prinsip Perlembagaan & Pemerintahan Di Malaysia (Kuala Lu mpur: De wan Bahasa dan Pustaka, 2006), h.298.
D. Implementasi Akta Hasutan di Malaysia
Baru-baru ini, digemparkan dengan penangkapan dan penahanan seorang
kartunis tanahair, Zunar di bawah Akta Hasutan 1948. Zunar di bawah Akta
Hasutan 1948. Umumnya, perkataan hasutan membawa kepada berbentuk
negatif, di mana perkataan hasutan merujuk kepada perbuatan mengajak atau
mempengaruhi seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan yang salah dan
berniat jahat. Seorang kartunis adalah seorang pelukis yang menggunakan seni
lukisan kartun yang dihasilkan bagi tujuan menyampaikan sesuat u mesej kepada
masyarakat.17
Penangkapan dan penahanan Zunar, seorang kartunis yang lantang
mengkritisi kepincangan sistem politik pemerintah dan sistem kehakiman negara
menunjukkan betapa terdesaknya kerajaan Malaysia dalam cubaan menutup
penyalahgunaan kuasa dan kebatilan pemerintahan mereka yang jelas lagi nyata.
Tindakan tidak bertamadun pihak kerajaan ini jelas dilakukan dengan tujuan
untuk membisukan suara-suara keramat rakyat yang berani bangun untuk
menyatakan kebenaran yang cuba diselindungi pembohongan demi
pembohongan.
17