• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan hukum Islam terhadap hak politik dalam akta hasutan 1948 di Malaysia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan hukum Islam terhadap hak politik dalam akta hasutan 1948 di Malaysia"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

MU’AZ BIN ABD. AZIZ NIM: 109045200015

KO N S E N TR AS I SI YAS AH S YAR’ IYYAH PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH J AK AR T A

(2)
(3)
(4)

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperloleh gelar Strata 1 (S1) di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jakarta: 20 Juni 2011 M 18 Rejab 1432 H

(5)

i

Puji serta syukur kehadrat Ilahi atas seluruh rahmat serta hidayahNya yang

telah dilimpahkan kepada hamba dan seluruh umat manusia di dunia. Sungguh hamba

hanya insan yang tiada berdaya selain dengan pertolongan Mu ya Rabb, atas izin dan

keridhaanMu maka hamba dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul

“Tinjauan Hukum Islam Terhadap Akta Hasutan 1948 Di Malaysia.” Salawat

serta salam senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah saw. yang memberikan cahaya

terang bagi perkembangan Islam di dunia.

Tiada hari tanpa hamba mengucap syukur kepadaMu ya Allah, Tuhan

penggenggam langit dan bumi yang menguasai hari pembalasan. Tidak ada satu

kejadianpun tanpa seizinMu, terima kasih karena telah mengizinkan hari ini terjadi

dalam hidup hamba. Amin ya Rabbal âlamin. Jutaan terima kasih kepada:

1. Pihak Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

memberikan kesempatan untuk menyelesaikan S1.

2. Negara Republik Indonesia yang telah memberikan izin tinggal.

3. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM. selaku Dekan Fakultas

Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Dr. Asmawi, M.Ag, selaku ketua Jurusan Jinayah Siyasah, Afwan Faizin,

M.A, selaku Sekretaris Jurusan Jinayah Siyasah dan Sri Hidayati, M.A,

mantan Sekretaris Jurusan Jinayah Siyasah.

6. Iding Rosyidin M.Si dan Masrofah, S.Ag, M.Si, selaku Pembimbing, yang

banyak meluangkan waktu, tenaga, fikiran, serta tunjuk ajar kepada penulis

(6)

ii

yang takkan pernah surut walaupun kemarau panjang datang melanda.

8. Teristimewa juga pada Nurul Asmat bte Nordin yang selalu mendukung,

memberi semangat dan sentiasa setia menunggu.

9. Seluruh dosen dan staf pengajar pada program studi Jinayah Siyasah

khususnya yaitu Prof. Atho Mudzar, Prof. Abd. Ghani, Prof. Yunasril Ali,

Prof. Amany Lubis, Prof. Abduh Malik, Dr. Nurul Irfan, Dr. Abdul Halim, Dr.

Isnawati Rais, Dr. Rumadi, Dr. Mamat Selamat, Dr. J.M Muslimin, Dewi

Sukarti, Khamami Zada, Atep Abdurrafiq, Iding Rosyidin, Wiwi Mashum, Siti

Hannah, Damanhuri Mustofa, Ismail Hasani, Ahmad Kholidin, Fahmi

Ahmadi, Kamarusdiana, Bambang Catur, Heldi, Sri Hidayanti, Elviza, atas

segala motivasi, bimbingan, wawasan, dan pengalaman yang mendorong

penulis selama menempuh studi. Seluruh staf dan karyawan Fakultas

Ushuluddin, Akademik Pusat, dan Rektorat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

10.Pimpinan dan segenap karyawan perpustakaan-perpustakaan di Indonesia

dan perpustakaan-perpustakaan di Malaysia.

11.Terima kasih dan salam sayang penuh kerinduan kepada atuk Khamis dan

nenek Halimah dan semua saudara- mara penulis dan adik-adik yaitu Umar,

Naim, Syafiqah, Farhan, Hanif dan Afiq.

12.Dato’ Tuan Guru Hj. Harun Taib selaku pengerusi Ahli Majlis Mesyuarat

KUDQI & Ahli Majlis Mesyuarat KUDQI. Pihak Kolej Universitas Darul

Quran Islamiyyah (KUDQI) yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat

terutama, Rektor Ust. Mahmood Sulaiman, Ust. Kamaruzaman, Ust Soud

(7)

iii

warga MDQ, Ayahanda Ust. Rosli, Ust. Zulyadain, Ust. Wan Awang, dan

semua tenaga pengajar MDQ serta adik-adik banin dan banat yang

berkesempatan dengan penulis.

13.Sahabat-sahabat Malaysia yaitu Hadi, Saipudin, Zalani, Khalil, Hanzalah, Pijo,

Syamil, Amir, Mok, Helimi, Hafiz, Fuad, Sabri, Ukasyah, Ridzuan, Ust.

Azahari, Ridhuan Hamid, Farid, Najmi, Nash, Syuk, Munir, Madan. Dan

semua sahabiyah Kak Su, Azidah, Hidayah, Khadijah, Faizah, Hajar, Alfiyah,

Ain, Ba’yah, Zudena, Syazwani, Najiha, Saedah, Balqis, Sumaiyah, Zuriah,

Halijah, Norjanah, Sahara.

14.Sahabat-sahabat Indonesia terutamanya, Muchsin, Danny, Pak Iskandar, ibu

Halimah, Iqbal, Stephani, Indah, Sally, April, bung Arman, Mada dan yang

lain. Karena telah banyak menolong penulis dalam bentuk apa pun selama di

Indonesia ini.

15.Terakhir, jutaan rasa terima kasih kepada semua individu yang secara tidak

langsung telah membantu penulis dalam menyusun skripsi ini.

Semoga Allah Subhanaahu wa Ta’ala menjadikan usaha kecil ini sebagai amal yang ikhlas, memberi manfaat yang berterusan, menjadi teman ketika berseorangan di

kuburan dan keberkatan untuk kedua orang tua dan umat Islam seluruhnya.

Wama taufiqi Illa billah.

Jakarta, 6 Juni 2011 4 Rejab 1432 H

(8)

vi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………..……..i

DAFTAR ISI………...……...vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………..…..1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah………..…….6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………..…...6

D. Kajian Terdahulu (Review) ………...7

E. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan………..10

F. Sistematika Penulisan…….………..…… 11

BAB II HAK-HAK POLITIK A. Pengertian Hak-Hak Politik ………...12

B. Hak-Hak Politik………..19

C. Sejarah Hak Politik dalam Islam ………….………..20

BAB III IMPLEMENTASI AKTA 15 TEN TANG HASUTAN TAHUN 1948 DI MALAYSIA A. Definisi Akta Hasutan ………...……….28

B. Materi dalam Akta Hasutan……….………...30

(9)

vii

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK POLITIK DAN AKTA HASUTAN

A. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Hak-hak Politik………44

B. Kedudukan Akta Hasutan dalam Pandangan Hukum Islam…….….53

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ………...59

B. Saran ……….….60

DAFTAR PUSTAKA………...……...61

(10)

1

Ta’at kepada pemimpin adalah suatu kewajiban sebagai disebutkan dalam

Al Kitab dan As Sunnah. Di antaranya Allah Ta’ala berfirman;



Taatlah kamu kepada Rasulullah dan kepada "Ulil-Amri" (orang-orang Yang berkuasa) dari kalangan kamu. kemudian jika kamu berbantah-bantah (berselisihan) Dalam sesuatu perkara, maka hendaklah kamu mengembalikannya kepada (Kitab) Allah (Al-Quran) dan (Sunnah) RasulNya - jika kamu benar beriman kepada Allah dan hari akhirat. Yang demikian adalah lebih baik (bagi kamu), dan lebih elok pula kesudahannya. (Qs. An-Nisa’/ 4: 58).

Dalam ayat ini Allah menjadikan ketaatan kepada pemimpin pada urutan

ketiga setelah ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Namun, untuk pemimpin di

sini tidaklah datang dengan lafazh „ta’atilah’ karena ketaatan kepada pemimpin

merupakan ikutan daripada ketaatan Allah dan Rasul-Nya. Oleh karena itu,

apabila seorang pemimpin memerintahkan untuk membuat maksiat kepada Allah,

maka tidak ada lagi kewajiban dengar dan taat kepadanya.

Hak bagi warga negara untuk berpatisipasi dalam urusan negara, politik,

sosial, ekonomi dan kebudayaan melalui hak dalam memberikan suara, hak

(11)

pers dan kebebasan berkumpul. Landasan dasar hak ini dalam Islam yang

dikehendaki oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan telah dijelaskan oleh Rasulullah

adalah berkumpul pada enam asas dasar yaitu; Kebebasan atau demokrasi,

keadilan, persamaan, permusyarakatan, perbandingan dan mawas diri.1

Negara maju adalah negara yang mampu menjalankan tugasnya, bukan

hanya untuk menjaga dan memelihara keamanan, tetapi juga mampu memberikan

kesejahteraan dan kemakmuran kepada rakyatnya. Dan kemajuan suatu negara

tidak hanya dapat dilihat dari segi kemajuan ekonominya saja, akan tetapi harus

dilihat dari segi yang lain seperti politik dan sosial budaya. Artinya bahwa

kemakmuran dan kesejahteraan rakyat itu tidak hanya diukur dengan kemajuan

ekonomi saja, akan tetapi dilihat dari terpenuhinya semua hak-hak rakyat seperti

hak hidup, hak milik, hak perlindungan keamanan dan kehor matan, hak politik

dan lain- lain.

Jaminan hak- hak rakyat biasanya di negara-negara moderan dituangkan

dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Hak- hak rakyat yang harus

diberikan dan dijamin oleh negara itu pada hakikatnya adalah hak asasi manusia

yang bersifat kodrati berasal dari Tuhan. Oleh karena itu sebenarnya hak- hak

dasar manusia (rakyat) tidak memerlukan legatimasi yuridis untuk

1 Wahbah Az-Zuhaili, Kebebasan Dalam Islam,(Ja karta Timu r:Pustaka Al-Kausar,2005) cet.

(12)

memberlakukannya dalam sistem hukum nasional maupun internasional.2

Sekalipun tidak ada perlindungan dan jaminan konstitusional terhadap HAM, hak

itu tetap eksis dalam setiap diri manusia. Namun terkadang adanya

penyalahgunaan kekuasaan yang berimplikasi terhadap perampasan, perkosaan,

dan pemanipulasian HAM oleh manusia satu kepada manusia yang lain atau oleh

manusia kepada rakyatnya, sehingga HAM memerlukan yuridis untuk

diberlakukan dalam mengatur kehidupan manusia.

Hak politik merupakan salah satu hak rakyat yang harus diberikan dan

dijamin oleh negara. Misalnya hak rakyat untuk berkumpul atau berserikat,

berpendapat di muka umum dan turut serta dalam pemerintahan. Adanya

pemenuhan dan jaminan hak-hak dasar rakyat termasuk hak politik- merupakan

suatu ciri sebuah negara yang menganut sistem demokrasi, yaitu suatu

pemerintahan yang melibatkan peran rakyat dan tidak memasung kehendak rakyat

karena pada hakikatnya demokrasi itu adalah suatu pemerintahan yang berasal

dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

Kebebasan bersuara dijamin oleh konstitusi Malaysia dalam pasal 10 (1)

(a) dan pasal 10 (2) (a) dengan jelas memberikan garis panduan dalam soal

kebebasan bercakap dan mengeluarkan pendapat, yaitu pendapat yang disuarakan

hendaklah mengambil kira kepentingan keselamatan negara, kepentingan dan

2 Ba mbang Sutiyoso, Ak tuarita Huk um dalam Era Reformasi, (Jakarta : Ra jawa li Press,

(13)

keistimewaan pihak-pihak tertentu.3 Kebebasan bersuara ini merangkumi ucapan

sama ada bersifat simbolik, dituturkan, bersifat penulisan, berbentuk politik,

kesenian ataupun komersil.4 Dalam konteks Malaysia, kebebasan dan

menyuarakan pendapat memberikan hak kepada pers-pers nasional memainkan

peranan yang cukup penting dalam menghebahkan maklumat dan berita yang

tepat, sahih dan benar. Walau bagaimanapun, kebebasan yang diberikan ini tidak

bersifat mutlak tetapi boleh disekat seandainya melibatkan aspek kepentingan

keselamatan persekutuan ketenteraman awam dan kemoralan. Kebebasan

bersuara berkebijakan undang-undang yang dibuat oleh manusia ini menunjukkan

tidak bebas. 5

Perdana Menteri Tun Dr. Seri Maharthir mengatakan, hak kebebasan pers,

coba menonjolkan bahwa pers bebas untuk mengkritik pemerintah ataupun

menyokong pemerintah. Katanya, sesebuah pers yang hanya mengecam

pemerintah tidak pula berarti bebas. Katanya lagi :

“Kebebasan pers tidak bermakna jika sering menyiarkan pembohongan

mengenai sesuatu perkara karena dikongkong oleh matlamat politik sesuatu

pihak yang menentang pemerintah. Pers yang bersifat demikian biasanya

3

http://bersih.blogspot.com/2007/ 12/ kebebasan-bersuara-telah-disalah-guna.html dia kses pada tanggal 15/ 12/2010 ja m11:10, wib.

4 Faridah Jalil, Kebebasan dan Jenayah Dalam Berk arya. (Kuala Lu mpur, De wan Sastera.

Oktober 2001) cet I, h. 23

5

(14)

dijejaskan oleh pemilik, pengarah serta pihak yang sanggup menolak kebenaran

bagi memelihara kemasyuran dan kewangan mereka semata-mata”.6

Kebebasan bercakap bataskan kepada kata-kata yang tidak menjadi fitnah,

kata-kata yang tidak mencerca mahkamah atau kata-kata yang melanggar hak

keutamaan parlemen dan dewan negeri. Sesiapa yang menyebut, menulis,

mencetak, menjual atau menyiarkan perkataan yang membawa hasutan adalah

dianggap oleh undang-undang. 7 mereka dianggap melakukan kesalahan yang

boleh dihukum hingga lima tahun penjara atau sanksi RM5000. 8

UU ini jelas membatasi kebebasan hak politik yang dibawa oleh warga

negara Malaysia khususnya dari partai oposisi. Intelektual juga takut

menyampaikan pendapat yang bertentangan dengan pemerintah karena terdapat

UU yang membatasi hak- hak tersebut. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis

terdorong untuk mengkaji hak- hak politik dan kaitan UU hasutan di Malaysia dan

menjadikan sebagai tema skripsi dengan judul “Tinjauan Hukum Islam

Terhadap Hak Politik Dalam Akta Hasutan1948 di Malaysia”.

6Othman Muhammad, Erti Kebebasan Pers-Persekitaran Yang Membimbangk an. Kuala

Lu mpur, Sasaran, Dese mber 1992)cet, I, h.20-23

7

Akta Hasutan 1948

8 Mohd Salleh Abas, Prinsip Perlembagaan dan Pemerintahan di Malaysia, (dewan bahasa

(15)

A. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latarbelakang masalah di atas, maka penulis mencoba

membataskan permasalahan tersebut dengan mengfokuskan ruanglingkup di

antaranya adalah, kedudukan pembentukan undang- undang atau UU hasutan

yang dipengaruhi dari prilaku sosial dan juga terkait dalam hal berpolitik.

Kemudian pandangan hukum Islam terhadap implementasi Undang- undang

Hasutan ini.

2. Perumusan Masalah

Supaya tidak menjadi pembahasan yang panjang penulis merumuskan

pemasalahan sebagai berikut:

a. Bagaimana kebebasan berpendapat diatur dalam undang-undang Negara

Malaysia?

b. Bagaimana implementasi Akta Hasutan di Malaysia?

c. Bagaimana pandangan Hukum Islam mengenai hak politik menurut UU

Hasutan di Malaysia?

B. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Ada beberapa alasan dan tujuan yang mendasari penulis memilih judul

skripsi ini. Berikut adalah :

a. Untuk menjelaskan bagaimana kebebasan berpendapat diatur dalam

undang-undang Negara Malaysia.

(16)

c. Untuk menjelaskan bagaimana Islam memandang hak politik menurut UU

Hasutan di Malaysia.

Ada pun manfaat dalam penelitian ini, diantaranya ialah;

1. Sebagai sumbangan pemikiran dan pengembangan khazanah keilmuan

dibidang fiqh siyasah dalam konteks ketatanegaraan di Malaysia

2. Memberi pemahaman kepada masyarakat luas tentang bagaimana kebebasan

berpendapat itu dari perspektif Hukum Islam dan Perlembagaan Persekutuan

di Malaysia.

3. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi untuk

peneliti- peneliti akan datang.

D. Review Studi Terdahulu

Sejumlah penelitian dengan bahasan tentang hak-hak asasi telah

dilakukan, baik mengkaji secara spesifik topik tersebut ataupun yang

mengkajinya secara umum yang sejalan dengan bahasan penelitian ini. Berikut ini

merupakan paparan tinjauan umum atas sebagian karya-karya penelitian tersebut

baik yang berupa buku maupun skripsi, di antaranya:

Penelitian skripsi yang ditulis oleh Masrianti yang berjudul “Hak-hak

(17)

Dalam Konteks Hak-hak Dan Kedudukan Perempuan” tahun 2006.9 Penelitian ini

di antaranya membahas tentang hak- hak dan kedudukan kaum perempuan dan

realitasnya pada masa kini.

Penelitian yang ditulis oleh Ahmad Baihakki Bin Arifin yang berjudul

Hak-hak Politik Warga Negara Dalam Perlembagaan Persekutuan Malaysia”,

tahun 2008.10 Penelitian ini membahas tentang hak- hak politik warga negara

Malaysia yang diatur di dalam konstitusi Malaysia.

Penelitian yang ditulis oleh Abdul Qodir yang berjudul “Kebebasan

Pindah Agama Dalam Perspektif Hukum Islam Dan HAM”, tahun 2008.11

Penelitian ini membahas tentang kebebasan untuk pindah agama yang telah diatur

oleh hukum Islam dan juga menurut HAM.

Selain skripsi di atas, sejumlah penelitian dengan bahasan tentang Hak

Asasi Manusia dan Hukum Islam telah dilakukan, baik yang mengkaji secara

spesifik topik tersebut maupun yang bersinggungan secara umum dengan bahasan

penelitian. Berikut ini merupakan paparan tinjauan umum atas sebagian karya-karya penelitian tersebut:

9 Masrianti, “

Hak -hak Asasi Manusia Menurut Islam Dan Dek larasi Universal: Studi Perbandingan Dalam Kontek s Hak -hak Dan Keduduk an Perempuan”, (Skripsi S1 Faku ltas Syariah dan Hu ku m, Universitas Isla m Negeri Sya rif Hidayatullah Ja karta, 2005)

10 Ahmad Baihakki Bin Arifin, “Hak -hak Politik Warga Negara Dalam Perlembagaan

Persek utuan Malaysia”, (Skripsi S1 Fa kultas Syariah dan Huku m, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Ja karta, 2005)

11 Abdul Qodir, “

(18)

Prinsip Perlembagaan dan Pemerintahan di Malaysia” karya Mohd

Salleh Abas.12 Buku ini menjelaskan tentang prinsip dan tatacara pemerintahan di

Malaysia. Dan didalamnya banyak menguraikan tentang konstitusi Malaysia yang

mana turut menjelaskan hak-hak asasi manusia yang diatur dalam konstitusi.

Kedua, “Hak Asasi Manusia dalam Islam”, karya Syekh Syaukat

Hussain.13 Buku ini membahas tentang konsep HAM di dalam Islam dan ruang

lingkup HAM dalam perspektif Islam serta bagaimana usaha-usaha perlindungan

dalam Islam terhadap pelaksanaan HAM.

Ketiga, “Hak Asasi Manusia dalam Islam” karya Ikhwan.14 Buku ini

membicarakan tentang hak asasi dalam Islam dan hukum internasional. Di

dalamnya juga turut diadakan perbandingan antara hukum Islam dan hukum

Internasional terhadap beberapa isu hak asasi manusia.

Keempat, “Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Syariat Islam”, karya

Rusjdi Ali Muhammad.15 Buku ini membincangkan kewajiban dan hak manusia

di dalam sesebuah negara yang terdiri dari orang Islam dan Non- muslim.

E. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan

12

Mohd Salleh Abas, Prinsip Perlembagaan & Pemerintahan di Malaysia (Kuala Lu mpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2006.

13

Syekh Syaukat Hussain, Hak Asasi Manusia dalam Islam. Penerje mah Abdul Rochim C.N.. (Jakarta : Ge ma Insani Press, 1996). cet.I

14

Ikhwan, Hak Asasi Manusia dalam Islam, (Ja karta: Logos Wacana Ilmu, 2004). cet.I

15

(19)

1. Jenis Penelitian

Skripsi ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Penulis

mencoba mengumpulkan data-datanya berasal dari sumber-sumber hukum yang

ada yaitu undang- undang dan hasil karya dari kalangan hukum.

2. Obyek Penelitian

Yang menjadi obyek dalam penelitian ini adalah hak politik dan hubungan

antara UU hasutan di Malaysia. Dan tinjauan terhadap hukum Islam.

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang lebih akurat dan faktual, teknik

pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumenter dari bahan-bahan tertulis

yakni dengan mencari bahan-bahan yang terkait serta mempunyai relevansi

dengan obyek penelitian. Data yang diperoleh dapat dibedakan menjadi data

primer dan sekunder.

Termasuk ke dalam sumber data primer adalah buku Perlembagaan

Persekutuan dan UU hasutan 15 tahun 1948 Sedangkan sumber data sekunder

adalah buku-buku dari kalangan hukum, jurnal, dan situs internet yang berkaitan

dengan obyek penelitian.

4. Teknik Analisis Data

Dalam melakukan analisis terhadap data-data yang sudah terhimpun,

penulis menggunakan teknik perbandingan hukum dengan mencari adanya

perbedaan-perbedaan dan persamaan pada sistem hukum Malaysia dan hukum

(20)

5. Teknik Penulisan Skripsi

Penulisan skripsi ini berpedoman pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007” yang

diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

F. Sistematika Penulisan

Skripsi ini disusun dalam lima bab dan masing- masing bab terdiri dari

sub-sub bab, adapun secara sistematis bab-bab tersebut adalah sebagai berikut:

Bab I, Merupakan bab pendahuluan yang berisi tentang latar belakang

masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,

metodologi penelitian dan teknik penulisan, dan sistematika penulisan.

Bab II, Pembahasan dalam bab II ini mengenai hak-hak politik yaitu

membahaskan, pengertian hak- hak politik, sejarah hak politik dalam Islam.

Bab III, Bab ini menjelaskan tentang gambaran umum UU hasutan 1948 di

Malaysia, seterusnya tafsiran UU hasutan, beberapa hal yang diatur dalam UU

hasutan, tinjauan UU hasutan dalam perlembagaan persekutuan dan implementasi

UU hasutan.

Bab IV, Merupakan tinjauan hukum Islam terhadap hak- hak politik dan juga

kedudukan UU hasutan dalam pandangan hukum Islam

Bab V, Merupakan bab penutup, yang di dalamnya terdapat kesimpulan

(21)

12 A. Pengertian Hak-hak Politik

Kata hak politik terdiri dari dua kata yaitu hak dan politik.Dalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia kata hak berarti benar, milik, kewenangan, kekuasaan

untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan oleh undang-undang, aturan dan

sebagainya), kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu dan

hak juga berarti derajat atau mertabat.1

Kata hak berasal dari bahasa Arab yang secara etimologi mengandung

beberapa arti. Dalam al-Quran terdapat beberapa makna untuk kata hak. Makna

hak sebagai ketetapan dan kepastian terdapat dalam al-Quran surat Yasin/36: 7.

Makna hak sebagai menetapkan dan menjelaskan terdapat dalam surat al-Anfal/8:

8. Makna hak sebagai bagian yang terbatas terdapat dalam al-Ma’arij/70: 24-25.

Kata hak dengan arti benar, lawan dari batil, terdapat dalam surat Yunus/10: 35.2

Dalam kamus Lisan al-Arab, kata hak diartikan dengan ketetapan, kewajiban,

yakin, yang patut dan benar.3

Sedangkan kata politik berasal dari kata politic (Inggris) yang

menunjukkan sifat peribadi atau perbuatan. Secara leksikal, asal kata tersebut

1

Tim Penyusun Kamus Departe men Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indoesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Bala i Pustaka, 1998), Cet. I, h . 292

2

Ikhwan, Hak Asasi Manusia dalam Islam, (Ja karta: Logos, 2004), Cet. I, h. 9

3 Jalaluddin Muhammad Ibnu Manzhur, Lisan al-'Arab, (Mesir: Dâr a M ishriyah li a

(22)

berarti acting or judging wisely, well judged, prudent. Kata ini terambil dari kata

Latin politicus dan bahasa Yunani (Greek) politicos yang berarti relating to a

citizen. Kedua kata tersebut juga berasal dari kata polis yang bermakna city

“kota”, politic kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia dengan tiga arti,

yaitu: Segala urusan dan tindakan (kebijaksanaan, siasat dan sebagainya)

mengenai pemerintahan sesuatu negara atau terhadap negara lain, tipu muslihat

atau kelicikan dan juga dipergunakan sebagai nama bagi sebuah disiplin

pengetahuan, yaitu ilmu politik.4

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia politik diartikan sebagai ilmu

pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan, segala urusan dan

tindakan (kebijakan, siasat dan sebagainya) mengenai pemerintahan negara atau

terhadap negara lain, kebijakan cara bertindak (dalam menghadapi atau

menangani suatu masalah).5 Politik merupakan kata kolektif yang mempunyai

pemikiran-pemikiran yang bertujuan untuk mendapatkan kekuasaan.6

Menurut Miriam Budiardjo, politik adalah bermacam- macam kegiatan

dalam suatu sistem politik (atau negara) yang menyangkut proses menentukan

tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu.7 Selanjutnya

sebagai suatu sistem Munawir Sadzali menerangkan, bahwa politik adalah suatu

4

Abd. Muin Salim, Fiqh Siyasah: Konsepsi Kekuasaan Politik Dalam Al-Quran, (Jaka rta: PT. Ra ja Grafindo Persada, 1995), Cet. II, h. 34

5

Ibid., h. 292

6

Pius A. Partanto dan M. Dahlan al-Bary, Kamus Ilmiah Kontemporer, (Surabaya: Arkola, 1994),cet. I h. 608

7 Miria m Budiard jo, Dasar-dasar Ilmu Politik , (Jakatra: PT. Gra media Pustaka Uta ma,

(23)

konsepsi yang berisikan ketentuan-ketentuan siapa sumber kekuasaan negara;

siapa pelaksana kekuasaan tersebut; apa dasar dan bagaimana cara untuk

menentukan serta kepada siapa kewenangan melaksanakan kekuasaan itu

diberikan; kepada siapa pelaksana kekuasaan itu bertanggungjawab dan

bagaimana bentuk tanggungjawabnya.8

Politik dalam bahasa Arab disebut dengan siyâsah yang berasal dari kata

س س س س

س س , yang berarti mengurus kepentingan seseorang. Dalam kamus

al-Muhîth dikatakan: ْ ْ أ : ً س س َعَ ا ْسس yang berarti saya

memerintahnya dan melarangnya.9 Politik atau siyâsah mempunyai makna

mengatur urursan umat, baik secara da lam karenapun luar negeri. Politik

dilaksanakan baik oleh negara (pemerintah) karenapun umat (rakyat), negara

adalah institusi yang mengatur urusan tersebut secara praktis, sedangkan umat

atau rakyat mengoreksi (muhasabah) pemerintah dalam melakukan tugasnya.10

Difinisi ini diambil dari hadis-hadis yang menunjukkan aktivitas penguasa,

kewajiban untuk mengoreksinya, serta pentingnya mengurus kepentingan umat

atau rakyat. Rasulullah SAW bersabda:

8

Munawir Sya zili, Islam dan Tata Negara, (Jaka rta:UI Press. 1990),cet. V, h. 41

9 Muhammad bin Ya’qub al-Fairuz Abadi,

Al-Qâmûs al-Muhîth, (Ba irut: Dâ r a l-Fikir, 1995), cet. I, h. 496

10 Abdul Qadim Za llu m, Afk aru Siyasiyah, edisi Indonesia: Pemik iran Politik Islam,

(24)

سحْا ْ ع ْشأْا بأ ثَّح ْع بأ ثَّح

Artinya: Diceritakan kepada kami Abu Nu’aim diceritakan kepada kami Abu

Al-Asyhab diriwayatkan dari Al-Hasan bahwasanya Abdullah bin Ziyad menjenguk

Ma’qil bin Yasar ketika dia sakit menjelang matinya berkata Ma’qil kepadanya

(Ziyad): saya akan memberitahukan kepadamu apa yang telah saya dengar dari

Rasulullah SAW., aku mendengar Nabi SAW bersabda:“Seseorang yang

ditetapkan Allah (dalam kedudukan) mengurus kepentingan ummat dan dia tidak

memberikan nasihat kepada mereka (rakyat) dia tidak akan mencium bau surga.”

(HR. Bukhari)

Artinya: Diceritakan kepada kami Hadab bin Khalid Al-Azdi diceritakan kepada

kami Hammam bin Yahya diceritakan kepada kami Katadah daripada Dayyabah

bin Mihshon daripada Ummi Salamah sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda:

“Akan ada para amir (penguasa), maka kalian (ada yang) mengakui

(25)

perbuatannya dan (ada yang) mengingkarinya. Siapa saja yang mengakui

perbuatannya (karena tidak bertentangan dengan hukum syara’), maka dia tidak

diminta tanggung-jawabnya, dan siapa saja yang mengingkari perbuatannya

maka dia akan selamat. Tetapi siapa saja yang yang redha (dengan perbuatannya

yang bertentangan dengan hukum syara’) dan mengikutinya maka dia berdosa.

Para sahabat bertanya: apakah kita memerangi mereka? Rasul menjawab: tidak,

selama mereka menegakkan shalat (hukum-hukum Islam).” (HR. Muslim).

Pada dasarnya politik mempunyai ruang lingkup negara, memb icarakan

politik pada dasarnya adalah membicarakan negara, karena teori politik

menyelidiki negara sebagai lembaga politik yang mempengaruhi hidup

masyarakat, jadi negara dalam keadaan bergerak. Selain itu politik juga

menyelidiki ide- ide, azas-azas sejarah pembentukan negara, hakekat negara serta

bentuk dan tujuan negara.13

Politik ialah cara dan upaya menangani masalah- masalah rakyat dengan

seperangkat undang- undang untuk mewujudkan kemaslahatan dan mencegah

hal-hal yang merugikan bagi kepentingan manusia. Mengacu pada pengertian

tersebut, politik yang berasal dari kata polis yang berarti Negara bisa juga

diartikan sebagai bentuk kumpulan yang sengaja dibentuk untuk mendapatkan

suatu yang baik. Karenanya, setiap negara (polis) sudah barang tentu harus

13 J. H. Rapar, Filsafat Politik Aristoteles; Seri Filsafat Politik, (Jakarta: CV.

(26)

memiliki suatu aturan main yang disebut undang-undang atau hukum, pemegang

otoritas hukum yang kemudian disebut sebagai politicos atau raja, dan yang

melaksanakan aturan pemerintahan dalam hal ini semua lapisan masyarakat yang

mengakui terhadap kekusaan seorang pemimpin. Oleh karenanya, persoalan

politik kelihatannya tidak bisa dilepaskan dari persoalan kesepakatan, legitimasi,

bai’at terhadap seseorang pimpinanan produk hukum yang lahir sebagai aturan

dalam melaksanakan roda pemerintahan.14

Ilmu politik adalah salah satu disiplin ilmu kemasyarakatan yang

membahas masalah- masalah pemerintahan, lembaga-lembaga, negara, proses

politik, hubungan internasional, tata negara dan pemerintahan. Semuanya itu

merupakan kegiatan perseorangan karenapun kelompok yang menyangkut

hubungan kemanusiaan dan kemasyarakatan yang sangat mendasar.15

Teori tentang politik dalam Islam telah banyak dikemukakan oleh para

ulama baik di masa lampau atau pun di masa kini. Hal ini mudah dipahami,

karena masalah politik termasuk ruang lingkup ijtihad yang memungkinkan

kepada para ulama untuk mengkaji setiap masa.16 Dalam hal ini Quran dan

al-Sunnah tidak memberikan ketentuan yang pasti mengenai politik. Dalam al-Quran

tidak ditemukan konsep tentang politik umat Islam untuk diaplikasikan pada

setiap tempat dan zaman. Karena jika hal ini ada, berarti al-Quran menghambat

14

Moh. Mufid, Politik dalam Perspek tif Islam, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2004), Cet. I, h. 9

15

H. M. Darwis Hude, (ed), Cak rawala Ilmu dalam Al-Qur’an, (Ja karta: Pustaka Firdaus, 2002), Cet. I, h. 471

16 H. Inu Kencana, Al-Quran dan Ilmu Politik , (Jakarta : PT Rine ka Cipta, 1996), Cet. I,

(27)

dinamika perkembangan umat. Adalah suatu kebijaksanaan al-Quran untuk

membiarkan hal ini dipecahkan oleh nalar manusia sebagai suatu kemampuan dan

perkembangan zaman. Kendati demikian al-Quran memberikan prinsip-prinsip

dasar bagi kehidupan bermasyarakat.17

Dari penjelasan di atas, secara garis besar hak politik dapat diartikan

sebagai suatu kebebasan dalam menentukan pilihan yang tidak dapat diganggu

ataupun diambil oleh siapa pun dalam kehidupan bermasyarakat di suatu negara.

Menurut para ahli hukum hak politik adalah hak yang dimiliki dan diperoleh

seseorang dalam kapasitasnya sebagai anggota organisasi politik (negara), seperti

hak memilih (dan dipilih), mencalonkan diri dan memega ng jabatan umum dalam

negara,18 atau hak politik itu adalah hak- hak di mana individu memberi andil

melalui hak tersebut dalam mengelola masalah- masalah negara atau

memerintahnya.19 Hak politik merupakan hak asasi setiap warga negara untuk

ikut serta dalam penyelenggaraan pemerintahan, misalnya hak untuk berkumpul

dan berserikat (membentuk partai politik), dan hak untuk mengeluarkan pendapat

termasuk mengawasi dan mengkritisi pemerintah apabila terjadi penyalahgunaan

kewenangan, kekuasaan atau membuat kebijaka n yang bertentangan dengan

aspirasi rakyat.

17

Munawir Sya zili, Islam Dan Tata Negara, (Ja karta:UI Press. 1990),cet. V , h. 41

18

A. M. Saefuddin, Ijtihad Politik Cendekiawan Muslim, (Jakarta : Ge ma Insani Press, 1996), Cet. I, h. 17

19

(28)

B. Hak Politik

1. Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan.

Hak untuk memilih berarti semua penduduk boleh memilih dalam

pemilihan umum. Meskipun hak pilih memiliki dua komponen yang

penting, yaitu hak untuk memilih dan kesempatan untuk memilih, istilah

hak pilih hanya dihubungkan dengan hak memilih. Konsep hak pilih

awalnya merujuk pada hak pilih seluruh penduduk laki- laki, tanpa

memandang harta kekayaan. Negara pertama yang menerapkan konsep

hak pilih adalah Perancis pada tahun 1792. Pada perkembangan

selanjutnya, di banyak negara, hak suara penuh termasuk untuk

perempuan muncul.

2. Hak membuat dan mendirikan parpol.

Setiap orang berhak untuk berkumpul, berapat, dan berserikat untuk

maksud- maksud damai.

Setiap warga negara atau kelompok masyarakat berhak mendirikan partai

politik, lembaga swadaya masyarakat atau organisasi lainnya untuk

berperan serta dalam jalannya pemerintahan dan penyele nggaraan negara

sejalan dengan tuntutan perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi

manusia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(29)

Setiap orang berhak atas kebebasan untuk menyatakan pendapat; hak ini

termasuk kebebasan untuk mencari, menerima dan memberikan informasi

dan pemikiran apapun,terlepas dari pembatasan-pembatasan secara lisan,

tertulis, atau dalam bentuk cetakan, karya seni atau melalui media lain

sesuai dengan pilihannya. Setiap orang bebas untuk mempunyai,

mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya,

secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik

dengan memperhatikan nilai -nilai agama, kesusilaan,ketertiban,

kepentingan umum, dan keutuhan negara.

4. Hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan

Setiap orang memiliki hak untuk berpatisipasi secara langsung atau tidak

langsung dalam penyelengaraan pemerintahan di negerinya. Dia juga

memiliki hak untuk memegang jabatan publik sesuai ketentuan-ketentuan

dan syarat.

C. Sejarah Hak Politik dalam Islam

Islam merupakan manhaj ketuhanan yang diturunkan kepada nabi besar

Muhammad SAW untuk umat manusia agar mereka berada dalam jalan yang

benar dan selamat di dunia dan di akhirat. Dilihat dari sejarah sebelum datang

Islam, keadaan manusia pada waktu itu berada dalam keadaan Jahiliyyah.

(30)

mereka telah menyimpang jauh dari ajaran ketuhanan yang dibawa oleh

Nabi-nabi mereka. Hukum yang berlaku berdasarkan kepada hukum adat istiadat, dan

dalam tatanan masyarakat menganut paham kesukuan (kabilah). Selain

penyembah berhala, juga sering terjadi peperangan antara kabilah, terjadi

perbudakan, dan hal- hal lain yang berbau Jahiliyyah.

Dalam keadaan seperti itulah Islam datang dengan al-Quran sebagai

petunjuk hidup. Al-Quran yang berisi hukum- hukum atau pera-turan-peraturan

yang kemudian dijelaskan oleh Rasulullah SAW melalui sunnahnya telah

membawa bangsa Arab keluar dari kejahilan sehingga mereka menjadi bangsa

yang beradab. Bahkan, Rasulullah SAW telah berhasil membuat suatu peradaban

baru yaitu suatu tatanan masyarakat yang teratur dan dinamis, dalam bentuk

kepemimpinan Beliau di Madinah. Rasulullah SAW telah memperkenalkan

dasar-dasar dan prinsip-prinsip pemerintahan (kenegaraan). Misalnya dapat dilihat dari

praktik-praktik yang dicontohkan Nabi dalam musyawarah dengan para sahabat.

Walaupun beliau sebagai pemimpin agama (rasul) dan pemimpin negara, akan

tetapi beliau tidak bersikap otoriter terhadap para sahabat dan kaum muslimin.

Beliau memberikan dan menjamin hak-hak warga masyarakat termasuk dalam hal

yang berkaitan dengan pengambilan kebijakan (politik).20

Ada beberapa peristiwa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW

berkenaan dengan hak politik masyarakat misalnya ketika kaum Muslimin hendak

20

(31)

melakukan Perang Uhud. Rasulullah SAW bermusyawarah dengan para sahabat,

beliau meminta pertimbangan mereka apakah sebaiknya tetap tinggal dan

berlindung di Madinah saja atau keluar menyongsong pasukan kaum kafir

Quraiys. Ada sahabat yang mengusulkan untuk keluar menyongsong kaum kafir

Quraiys dan Nabi pun menerimanya.21 Demikian juga Nabi menerima pendapat

sahabat Salman Al-Farisi agar membuat parit dalam peperangan Ahzab, sehingga

perang ini disebut juga dengan perang Khanddak (parit).22

Pasca Rasulullah SAW wafat, sahabat Khulafah ar-Rasyidin pun telah

memberikan contoh berkenaan dengan hak politik masyarakat misalnya ketika

Abu Bakar ash-Shiddiq diangkat menjadi Khalifah beliau berkhutbah:

“Amma Ba’du. Wahai manusia! Sesungguhnya saya telah dipilih untuk

memimpin kalian dan bukanlah saya orang terbaik diantara kalian. Maka, jika

saya melakukan hal yang baik bantulah saya, dan jika saya melakukan tindakan

yang menyeleweng luruskanlah saya. Sebab kebenaran itu adalah amanah,

sedangkan kebohongan itu adalah pengkhianatan. Orang yang lemah di antara

kalian adalah kuat dalam pandangan saya hingga saya ambilkan hak -haknya

untuknya, sedangkan orang yang kuat di antara kalian adalah lemah di

hadapanku sehingga saya ambilkan hak orang lain darinya… Taatlah kalian

21 Akra m Dhiya A l-Umuri, As-Sirah An-Nabawiyyah Ash-Shahihah, edisi Indonesia

Selek si Sirah Nabawiyyah: Studi Kritis Muhadditsin terhadap Riwayat Dhaif, Oleh Abdul Rosyad Shidiq, (Ja karta: Da rul Fa lah, 2004), Cet. I, h. 408

22 Shafiyyur Rahman, Sirah Nabawiyah, edisi Indonesia Sirah Nabawiyah, penerje mah

(32)

pada ku selama saya taat kepada Allah dan jika saya melakukan maksiat kepada

Allah dan RasulNya, maka tidak ada kewajiban taat kalian kepada ku.”23

Dari pidato Abu Bakar tersebut dapat dipahami bahwa beliau bersedia

untuk ditegur dan diluruskan jika melakukan penyelewengan dalam

pemerintahannya. Ini berarti bahwa Khalifah Abu Bakar menjamin dan

memberikan hak politik dalam berpendapat kepada rakyatnya.

Umar Ibn al-Khaththab tidak pernah memaksakan pendapat apa lagi

mendiktekan kehendaknya. Bagi Umar musyawarah bukanlah hanya sekadar

untuk menguatkan pendapatnya semata, akan tetapi untuk mencari kebenaran.

Umar pernah berkata: “Janganlah tuan-tuan mengemukakan pendapat yang

menurut persangkaan tuan-tuan sesuai dengan keinginan saya, tetapi

kemukakanlah buah fikiran menurut perkiraan tuan-tuan sesuai dengan

kebenaran.”24

Satu ketika Umar berpidato dihadapan rakyatnya: “Tuan-tuan jangan

memberi maskawin melebihi 40 ugiah! Barang siapa yang melebihinya, maka

kelebihannya akan saya masukkan ke baitulmal.” Tiba-tiba dari barisan wanita

muncul seorang ibu-ibu yang menyanggahnya dengan berkata: “tidak ada hak

anda untuk berbuat demikian!.” Lalu Umar bertanya: “Kenapa?” seorang ibu itu

menjawab bukankah Allah telah berfirman:

23

Ima m as-Suyuthi, Tarikh Khulafa, edisi Indonesia diterje mah kan oleh Samson Rah man, Tarik h Khulafa: Sejarah Para Penguasa Islam, (Ja karta : Pustaka Al-Kautsar, 2001), Cet. I, h. 75

24

(33)

Dan jika kamu hendak mengambil isteri (baharu) menggantikan isteri

(lama Yang kamu ceraikan) sedang kamu telahpun memberikan kepada

seseorang di antaranya (isteri Yang diceraikan itu) harta Yang banyak, maka

janganlah kamu mengambil sedikitpun dari harta itu. Patutkah kamu

mengambilnya Dengan cara Yang tidak benar dan (yang menyebabkan) dosa

Yang nyata? ( Q.s: an-Nisa/ 4: 20)

Mendengar sanggahan itu wajah Umar pun berseri-seri dan tersenyum.

Lalu berkata: “benarlah wanita itu dan salahlah Umar.”25

Dari penjelasan di atas,

jelaslah bahwa sejak zaman Nabi SAW dan para sahabat telah memberikan

contoh dalam hal kebebasan berpendapat dan bermusyawarah dalam mejalankan

kepemimpinannya. Selain itu adanya kebebasan berkumpul atau berserikat dan

berpendapat dapat kita lihat dari adanya golongan-golongan yang ada pada masa

para sahabat seperti adanya golongan Khawarij, Jabariah, Qadariah, Asy’ariah

dan bahkan sempat terjadi perpecahan kaum muslimin ke dalam golongan pada

masa khalifan Ali bin Abi Thalib, yang mana beliau pada waktu itu didukung oleh

satu golongan yang kemudian menjadi golongan syiah.

Jika kita bandingkan dengan dunia Barat, maka pembahasan tentang

sejarah perjuangan hak politik berkaitan erat dengan sejarah Hak Asasi Manusia

25 Hussien Haikal, Al- Farruq Umar, edisi Indonesia Umar Al-Khattab, diterje mah oleh

(34)

(HAM), yaitu usaha manusia untuk mendapatkan hak-haknya yang dirampas oleh

manusia yang lain. Usaha ini merupakan sebagai reaksi terhadap keabsolutan

raja-raja dan kaum feodal pada abad ke-17 dan 18 terhadap rakyat yang mereka

perintah atau manusia yang mereka peker-jakan. Manusia pada zaman tersebut

terdiri dari dua lapisan besar, yakni lapisan atas yang minoritas dan lapisan bawah

yang mayoritas jumlahnya. Lapisan bawah tidak mempunyai hak- hak dan

diperlakukan secara sewenang-wenang oleh pihak yang berkuasa atas diri

mereka. Mereka diperlakukan sebagai budak yang dapat diperlakukan sekehendak

pemilik-nya. Sebagai reaksi terhadap keadaan ini, timbul gagasan untuk

memper-samakan kedudukan lapisan bawah dan lapisan atas karena mereka sama-sama

manusia. Muncullah ide persamaan, persaudaraan, dan kebebasan yang

ditonjolkan oleh revolusi Perancis pada akhir abad kedelapan belas.26

Pada umumnya para pakar di Eropa berpendapat bahwa lahir HAM di

kawasan Eropa gandang dengan kelahiran Magna Charta 15 Juni 1215, suatu

dokumen yang mencatat beberapa hak yang diberikan oleh Raja John dari Inggris

kepada beberapa bangsawan bawahannya atas tuntutan mereka.27 Dokumen ini

antara lain memuat pandangan bahwa raja yang tadinya memiliki kekuasaan

absolut menjadi dibatasi kekuasaannya dan mulai dapat diminta

pertanggung-jawabannya di muka hukum. Kelahiran Magna Charta ini kemudian diikuti oleh

26 Harun Nasution, “Pengantar” dalam

Harun Nasution dan Bakhtiar Effendi (ed), Hak Asasi Manusia dalam Islam (Jakarta :Yayasan Obor Indonesia dan Pustaka Firdaus, 1995), Cet. II, h. 51

27 Miria m Budiard jo, Dasar-dasar Ilmu Politik , (Jakatra: PT. Gra med ia Pustaka Utama,

(35)

kemunculan Bill of Righs di Inggris pada tahun 1689. Pada masa itu, mulai timbul

pandangan (adagium) yang intinya bahwa manusia sama di muka hukum

(equality before the law). Adagium ini memperkuat dorongan timbul negara

hukum dan negara demokrasi. Bill of Rights melahirkan asas persamaan harus

diwujudkan, betapa pun berat resiko yang harus dihadapi, karena hak kebebasan

baru dapat diwujudkan kalau ada hak persamaan.28 Untuk mewujudkan semua itu,

maka lahir teori kontrak sosialJ.J. Roussseau (social contract theory),29 teori trias

politika Montesquieu,30 dan John Locke di Inggris dengan teori hukum kodrati.31

Perkembangan HAM selanjutnya, ditandai dengan munculnya The

Amarican declaration of Independence. yang lahir dari paham kontrak sosial

Rousseau dan trias politika Montesquieu. Mulai dipertegas bahwa manusia adalah

merdeka sejak di dalam perut ibunya, sehingga tidak logis ia dibelenggu bila

28

Dede Rosyada, dkk., Pendidik an Keawarganegaraan (Civic Education): Demok rasi, Hak Asasi Manusia dan Masyrakat Madani, (Jakarta: Tim ICCE UIN Syyarif Hidayatullah Jakarta dan Prenada Media, 2003), Cet. I, Edisi Revisi,h. 202

29

Menurut Rousseau, manusia yang tinggal dalam keadaan primitif me miliki suatu kebebasan asli. La lu pada suatu ketika manusia yang me miliki kebebasan asli itu me mbentuk suatu kehidupan bersama orang lain yang juga me miliki kebebasan itu. Hal ini terjadi me lalu i suatu proses yang oleh Rousseau disebut k ontrak sosial. Leb ih je lasnya lihat Theo Hu ijbers, Filsafat Huk um dalam Lintasan Sejarah, Cet. XV, (Yogyaka rta: Kanisius, 2006), h. 88

30 Yaitu suatu teori tentang pembagian ke kuasaan, menurutnya kekkuasan Negara dibagi

atau tegasnya dipisahkan menjadi tiga dan masing -masing ke kuasaan itu dilaksanakan oleh suatu badan yang berdiri sendiri-sendiri, yaitu kekuasan perundang-undangan (legislative), ke kuasaan me la ksanakan pemerintahan (eksekutif) dan kekuasaan kehakiman (yudikatif). Lihat Suhino, Ilmu Negara, cet. V, (Yogyakarta: Liberty, 2005), h. 117, dapat dilihat juga pada Moh. Kusnardi dan Bintan R. Sarag ih, Il mu Negara, (Ja karta: Gaya Media Prata ma , 2000), Cet. IV, h. 222

31

(36)

sudah lahir. Selanjutnya pada tanggal 4 Agustus tahun 1789 lahir The French

Declaration (Deklarasi Perancis), yang memuat lima hak utama yang harus

dihormati, yakni propiete (hak pemilikan harta) liberte (hak kebebasan), egalite

(hak persamaan), securite (hak keamanan), dan resistense a l’oppresion (hak

perlawanan terhadap penindasan.32

Perkembangan aturan tentang perlindungan HAM mencapai puncaknya

dengan dideklarasikannya The Universal Declaration of Human Right oleh

Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada tanggal 10 De sember 1948. Sejak

berdirinya padanya tanggal 24 Oktober 1945, PBB telah banyak menghasilkan

deklarasi dan perjanjian internasional di bidang HAM. Di antara sekian banyak

konvensi internasional yang bersifat penting dan universal yaitu Konvensi

Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, Konvensi

Internasional Hak- hak Sosial dan Politik.33

(37)

28 BAB III

IMPLEMENTASI UU HASUTAN 1948 DI MALAYSIA

A. Definisi Undang-undang Hasutan

Pemerintah yaitu mempunyai kekuasaan memerintah sebuah negara,

daerah, badan yang tertinggi yang merupakan sesuatu negara seperti kabinet,

pengurus dan pengelola.1 “Menghasut” apabila dipakai bagi atau digunakan

berkenaan dengan perbuatan, ucapan, perkataan dan penerbitan atau benda lain itu

sebagai yang mempunyai kecenderungan menghasut.

“Penerbitan” termasuk semua perkara bertulis atau bercetak dan segala

benda sama ada atau tidak serupa dengan jenisnya dengan pe rkara bercetak yang

mengandungi gambaran yang boleh dilihat atau yang mengikut rupanya,

bentuknya atau dengan cara lain boleh menggambarkan perkataan atau gagasan,

dan juga termasuk tiap naskah dan keluaran semula atau keluaran semula

substansial penerbitan. “Perkataan” termasuk ungkapan, ayat atau bilangan

perkataan atau gabungan perkataan yang lain, sama ada secara lisan atau bertulis.

1

(38)

“Raja” ertinya Yang Dipertuan Agong atau Raja atau Yang Dipertua Negeri

negeri di Malaysia.2 Raja menurut kamus Indonesia adalah penguasa tertinggi

pada suatu kerajaan biasanya diperoleh sebagai warisan.3

Kecenderungan menghasut ialah;

1. bagi mendatangkan kebencian atau penghinaan atau bagi membangkitka n

perasaan tidak setia terhadap raja atau pemerintah;

2. Bagi membangkitkan rakyat raja atau penduduk wilayah yang diperintah oleh

pemerintah supaya coba mendapatkan perubahan, dengan cara selain cara

yang sah, jua yang wujud menurut undang- undang di dalam wilayah yang

diperintah oleh pemerintah itu;

3. bagi mendatangkan kebencian atau penghinaan atau bagi membangkitkan

perasaan tidak setia terhadap pentadbitan keadilan di Malaysia atau Negeri;

4. bagi mendatangkan perasaan tidak puas hati atau tidak setia di kalangan

rakyat Yang Dipertuan Agong atau rakyat Raja Negeri atau kalangan

penduduk Malaysia atau penduduk Negeri;

5. bagi mengembangkan perasaan niat jahat dan permusuhan antar kaum atau

golongan penduduk yang berlainan di Malaysia; atau

2 Malaysia terd iri dari negara-negara bagian yang diketuai o leh seorang raja. Set iap lima

tahun (satu periode) diadakan pemilihan ketua raja -ra ja, dan seorang raja dari satu negara bagian yang terpilih itu diberi gelar Du li Yang Maha Mulia Seri Paduka Yang di-Pertuan Agong. Yang Dipertua Negeri bagi negeri yang tiada raja s eperti Me laka dan Pulau Pinang.

3 Dessy Anwar, ka mus lengkap bahasa Indonesia terbaru , (Surabaya: A me lia , 2003) cet.

(39)

6. bagi mempersoalkan perkara, hak, taraf kedudukan, keistimewaan,

kedaulatan atau prerogatif yang ditetapkan atau dilindungi oleh peruntukan

Bahagian III Konstitusi Persekutuan atau Perkara 152,4 153,5 atau 1816

Konstitusi Persekutuan.

B. Materi Dalam UU has utan:-

1. Perkara yang dianggap salah dan dikenakan sanksi;

a. orang yang melakukan atau coba melakukan, atau membuat persediaan

untuk melakukan, atau berkomplot dengan orang untuk melakukan,

perbuatan yang mempunyai kecenderungan menghasut, atau, jika

dilakukan, akan mempunyai kecenderungan menghas ut;

b. menyebut perkataan menghasut;

c. mencetak, menerbitkan, menjual, menawarkan untuk dijual, mengedarkan

atau mengeluarkan semula penerbitan menghasut; atau

d. mengimport penerbitan menghasut.

2. Sanksi;

a. Sesiapa yang melakukan suatu kesalahan dan, apabila disab itkan7, boleh

bagi kesalahan kali pertama didenda tidak melebihi lima ribu ringgit atau

dipenjarakan selama tempoh tidak melebihi tiga tahun atau kedua-duanya

dan, bagi kesalahan yang kemudian, boleh dipenjarakan selama tempoh

4

Tentang Bahasa Kebangsaan.

5

Ha k ke istimewaan orang me layu.

6

Perkecualian bagi kedaulatan raja -ra ja. 7

(40)

tidak melebihi lima tahun; dan apa- apa penerbitan menghasut yang

didapati dalam milik orang itu atau yang digunakan sebagai keterangan

dalam perbicaraannya hendaklah dilucuthakkan dan boleh dimusnahkan

atau dilupuskan dengan cara lain sebagaimana yang diarahkan oleh

peradilan.

b. orang yang ada dalam miliknya tanpa sebab yang sah penerbitan

menghasut melakukan suatu kesalahan dan, apabila disabitkan, boleh bagi

kesalahan kali pertama didenda tidak melebihi dua ribu ringgit atau

dipenjarakan selama tempoh tidak melebihi lapan belas bulan atau

kedua-duanya, dan, bagi kesalahan yang kemudian, boleh dipenjarakan selama

tempoh tidak melebihi tiga tahun, dan penerbitan itu hendaklah dilucut

hakkan dan boleh dimusnahkan atau dilupuskan dengan cara lain

sebagaimana yang diarahkan oleh peradilan.

c. orang yang melanggar sesuatu perintah yang dibuat di bawah seksyen

media cetak adalah melakukan suatu kesalahan dan, apabila disabitkan,

boleh didenda tidak melebihi lima ribu ringgit atau dipenjarakan selama

tempoh tidak melebihi tiga tahun atau kedua-duanya.

3. Penangkapan

a. Seseorang Majistret boleh mengeluarkan waran yang memberi kuasa

pegawai polis, yang berpangkat tidak rendah daripada Inspektor, untuk

(41)

semunasabahnya disyaki berada dan untuk mencari di dalamnya

penerbitan menghasut.

b. Apabila didapati oleh pegawai polis yang berpangkat tidak rendah

daripada Penolong Penguasa bahwa ada sebab yang munasabah bagi

mempercayai bahwa dalam mana- mana premis ada disembunyikan atau

disimpan penerbitan menghasut, dan dia mempunyai alasan yang

munasabah bagi mempercayai bahwa, oleh sebab kelengahan yang akan

disebabkan oleh usaha untuk mendapatkan suatu waran geledah, tujuan

penggeledahan itu mungkin terkecewa, pegawai polis itu boleh memasuki

dan menggeledah premis itu seolah-olah dia diberi kuasa untuk berbuat

demikian oleh waran yang dikeluarkan di bawah subseksyen (1).

4. Penggantungan koran yang didapati menghasut.

Apabila orang disabitkan karena menerbitkan dalam akhbar perkara yang

mempunyai kecenderungan menghasut, peradilan boleh, jika difikirkannya patut,

sama ada sebagai ganti atau sebagai tambahan kepada hukuman lain, membuat

perintah mengenai semua atau mana- mana daripada perkara yang berikut:

a. melarang penerbitan selanjutnya akhbar itu, sama ada dengan mutlak atau

kecuali mengikut syarat-syarat yang akan dinyatakan dalam perintah itu,

selama suatu tempoh yang tidak melebihi satu tahun dari tarikh perintah

(42)

b. melarang penerbit, tuan punya, atau penyunting akhbar itu, sama ada

dengan mutlak atau kecuali mengikut syarat-syarat yang akan dinyatakan

dalam perintah itu, selama tempoh yang disebut terdahulu, daripada

c. menerbitkan, menyunting atau menulis bagi akhbar, atau daripada

membantu, sama ada dengan wang atau dengan yang me mpunyai nilai

wang, dengan bahan, perkhidmatan peribadi, atau dengan cara lain dalam

penerbitan, penyuntingan atau pengeluaran akhbar;

d. bahwa selama tempoh yang disebut terdahulu mesin cetak yang

digunakan dalam mengeluarkan akhbar itu hendaklah digunakan hanya

mengikut syarat-syarat yang akan dinyatakan dalam perintah itu, atau

bahwa mesin cetak itu hendaklah disita oleh polis dan ditahan oleh mereka

selama tempoh yang disebut terdahulu.

C. Tinjauan UU hasutan dalam Konstitusi Malaysia

Pemerintahan Malaysia dan pembentukan negara itu sebagaimana negara-

negara lain yang baru merdeka dan kebanyakan negara di dunia hari ini, dibentuk

atas Konstitusi tertulis. Konstitusi itu merupakan undang- undang tertinggi yang

menentukan corak dan perjalanan negara tersebut.8 Kebebasan berpendapat dalam

Konstitusi Malaysia perkara (10) yaitu:

Pasal 1: tertakluk kepada pasal (2),(3)dan(4):

8 Nakha ie Ha ji Ahmad, Penghayatan Politik Islam dalam Pemerintahan, (t.tp.,Percetakan

(43)

a) Tiap-tiap warganegara berhak kepada kebebasan bercakap dan berpendapat;

b) Semua warganegara berhak untuk berhimpun secara aman dan tanpa senjata;

c) Semua warganegara berhak untuk membentuk persatuan.

Pasal 2: Parlemen boleh melalui undang- undang mengenakan:

a) Ke atas hak yang diberikan oleh perenggan (a) pasal (1), batasan yang

didapatinya perlu atau sesuai manfaat demi kepentingan kesela matan

Persekutuan atau bahagiannya, hubungan baik dengan Negara-negara lain,

ketenteraman publik atau prinsip moral dan batasan-batasan yang bertujuan

untuk melindungi keistimewaan parlemen atau Dewan Undangan atau untuk

membuat peruntukan menentang penghinaan peradilan, fitnah atau pengapian

kesalahan;

b) Ke atas hak yang diberikan oleh perenggan (b) pasal (1), batasan yang

didapatinya perlu atau suai manfaat demi kepentingan keselamatan

Persekutuan atau bahagiannya atau ketenteraman publik.

c) Ke atas hak yang diberikan oleh perenggan (c) pasal (1), batasan yang

didapatinya perlu atau suai manfaat demi kepentingan keselamatan

persekutuan atau bahagiannya, ketenteraman publik atau prinsip moral.

Pasal 3: batasan-batasan keatas hak untuk membentuk persatuan yang diberikan

oleh perenggan (c) pasal (1) boleh juga dikenakan oleh undang-undang yang

(44)

Pasal 4: pada mengenakan batasan-batasan demi kepentingan keselamatan

Persekutuan atau bahagiannya atau ketentraman awam di bawah pasal(2)(a),

parlimen boleh meluluskan undang-undang melarang dipersoalkan perkara, hak,

taraf kedudukan, keistimewaan dan kedaulatan yang ditetapkan atau dilindungi

oleh peruntukan Bahagian III, perkara 152,153 atau 181 melainkan yang

berhubungan pelaksanaannya sebagaimana yang dinyatakan dalam

undang-undang itu.

UU hasutan juga terkait dengan kebebasan diri. Ini karena UU ini pihak

terkait bisa dikenakan sanksi. Hak kebebasan diri adalah perkara pokok yang

menjadi kebutuhan hidup manusia. Tanpa kebebasan diri, kehidupan manusia itu

tidak mempunyai nilainya dan boleh diperlakukan sesuka hati kepada siapa pun.

Hak kebebasan diri ini telah diatur dengan panjang lebar di dalam Konstitusi

Malaysia, demi kenyamanan rakyat menjalani hidup yang layak sebagai seorang

manusia.

Hak ini telah diatur sebagai berikut:

(a) Seseorang itu tidak boleh diambil nyawanya atau dihapuskan kebebasannya

melainkan mengikut undang- undang. Peradilan berhak melepaskan dia jika

didapati bahwa dia ditahan karena menyalahi undang-undang. Apabila

seseorang itu ditangkap, ia hendaklah diberitahu sebab-sebab dia ditangkap,

dibenarkan berunding dan dibela oleh seorang penasihat undang- undang yang

(45)

hadapan majistret dalam tempoh 24 jam dari mula tangkapan itu, melainkan

dia telah dilepaskan sebelum habis tempoh.

(b) Seseorang itu tidak boleh diseksa karena telah melakukan perbuatan yang

sememangnya tidak menjadi kesalahan pada ketika ia melakukan perbuatan

itu. Dan dia tidaklah pula boleh dihukum selain hukuman yang ditetapkan

oleh undang-undang pada ketika ia melakukan kesalahan itu. Seseorang yang

telah dibebaskan daripada kesalahan atau disabitkan kesalahannya, tidak boleh

dibicarakan lagi atas kesalahan itu, melainkan kebebasannya itu telah

dihapuskan oleh Peradilan Tinggi dan bicara semula diperintahkan oleh

peradilan tersebut.

(c) Seseorang warganegara itu tidak boleh dibuang negeri daripada Persekutuan.

Dan tertakluk kepada undang- undang tentang keselamatan Persekutuan,

keamanan awam, kesihatan awam, atau hukuman ke atas penjenayah, tiap-tiap

warganegara berhak bergerak di seluruh Persekutuan dan tinggal di tempat

dalam Persekutuan ini.

(d) Seseorang warganegara itu ada kebebasan bercakap dan menyuarakan

fikirannya, berkumpul dalam keadaan yang aman dan tidak bersenjata, serta

menubuhkan persatuan. Tetapi semua kebebasan ini boleh dihadkan oleh

(46)

keselamatan Persekutuan, tali persahabatan dengan negeri- negeri lain,

ketenteraman awam dan keelokan akhlak awam.9

Berkenaan dengan kebebasan dalam perkara (a) dan (b) di atas, ini sudah

menjadi pedoman pada undang-undang pidana di Malaysia. Semua peraturan ini

boleh didapati dalam Kanun Acara Jenayah.10 Adalah menjadi prinsip asas bagi

undang-undang negara Malaysia yaitu tiap-tiap orang dianggap tidak bersalah

(asas praduga tidak bersalah), melainkan setelah dibuktikan bahwa ia bersalah.

Setiap orang juga tidak boleh dipaksa mengaku bersalah atau memberi

keterangan yang menunjukkan bahwa ia telah melakukan kesalahan. Jika dengan

jalan paksa, pengakuan salah atau pernyataan itu diperoleh, maka pengakuan dan

pernyataan itu tidak boleh diterima oleh peradilan. Untuk membuktikan sesuatu

kesalahan, pihak kejaksaan hendaklah mencari keterangan-keterangan yang lain.

Kebebasan ini telah dibatasi oleh wewenang-wewenang yang ada di

tangan pemerintah dan seseorang itu boleh ditahan tanpa melalui persidangan

apabila perbuatan, kelakuan atau gerak- gerinya dianggap berbahaya bagi

keselamatan negara dan ketenteraman masyarakat.

Kebebasan bersuara ini dihadkan kepada kata-kata yang tidak menjadi

fitnah, kata-kata yang tidak menjadi hasutan (menghuru-harakan keadaan politik).

Kata-kata yang tidak mencerca pengadilan atau kata-kata yang melanggar hak

9

Mohd. Salleh Abas, Prinsip Perlembagaan & Pemerintahan Di Malaysia (Kuala Lu mpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2006), h.296.

10

(47)

keutamaan Parlimen dan Dewan Negeri. Mengeluarkan fitnah merupakan satu

kesalahan jenayah. Kata-kata yang mencerca boleh diadukan ke pengadilan oleh

pihak yang terkait dengan kata-kata itu atau peguam negara.11 Sesiapa yang

menyebut, menulis, mencetak, menjual atau menyiarkan perkataan-perkataan

yang mempunyai maksud hasutan adalah dianggap oleh undang- undang sebagai

melakukan kesalahan yang boleh dihukum hingga lima tahun penjara atau RM

5000 denda.12

Bukan hanya UU Hasutan sahaja yang mengatur dalam kebebasan

bersuara ini. Di bawah seksyen 28 UU Keselamatan Dalam Negeri, sesiapa yang

menyiarkan perkabaran palsu yang menakutkan rakyat sipil, sama ada yang

menyiarkan perkabaran melalui kata mulut atau bertulis dianggap telah

melakukan kesalahan. Kata-kata yang bertulis dikawal oleh beberapa

undang-undang.

Parlemen dibenarkan meluluskan undang- undang untuk mencegah

perbuatan yang menimbulkan keresahan dalam negara, atau perbuatan yang

hendak menggulingkan pemerintah dengan tidak berdasarkan undang-undang.13

11

Mohd. Sa lleh Abas, Prinsip Perlembagaan & Pemerintahan Di Malaysia (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2006), h.301.

12

Akta hasutan 1945

13

(48)

Di bawah kuasa perkara inilah UU Keselamatan Dalam Negeri 1960 (UU ISA)14

telah diluluskan oleh Parlemen.

Apa yang membedakan penahanan ISA dari penahanan yang lain ialah

kesalahan yang mengangkut hal politik, dan bukanlah kesalahan pidana. UU ISA

juga memberi kuasa kepada pemerintah untuk meletakkan beberapa syarat tentang

kebebasan seseorang yang perbuatan dan kelakuannya dianggap merusak negara.

Syarat-syarat ini ialah seperti penahanan di dalam rumah dalam periode tertentu,

tidak dibenarkan aktif di dalam politik dan terlibat dalam politik, dipaksa tinggal

di sesuatu tempat, dan tiap kali ia hendak keluar dari tempat itu ia hendaklah

memberitahu pihak polisi, dan beberapa syarat lainnya.15

Konstitusi Malaysia menyatakan bahwa setiap warganegara bebas

bergerak ke dalam negara, melainkan ia dihalang dan dikawal oleh

undang-undang tentang keamanan dan keselamatan masyarakat.16 Kebebasan ini juga

boleh dibatasi oleh undang-undang untuk keselamatan dan kepentingan negara.

14 Kepanjangan nama akta itu ialah “Satu akta mengadakan keselamatan dalam Persekutuan

penahanan tidak dibicara , mencegah penyeludupan, me mbe rhentikan keke rasan ke atas orang dan harta di te mpat-tempat tertentu dala m Persekutuan dan perkara-perka ra yang berkaitan dengan hal tersebut”.

15

Mohd. Salleh Abas, Prinsip Perlembagaan & Pemerintahan Di Malaysia (Kuala Lu mpur: De wan Bahasa dan Pustaka, 2006), h.298.

(49)

D. Implementasi Akta Hasutan di Malaysia

Baru-baru ini, digemparkan dengan penangkapan dan penahanan seorang

kartunis tanahair, Zunar di bawah Akta Hasutan 1948. Zunar di bawah Akta

Hasutan 1948. Umumnya, perkataan hasutan membawa kepada berbentuk

negatif, di mana perkataan hasutan merujuk kepada perbuatan mengajak atau

mempengaruhi seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan yang salah dan

berniat jahat. Seorang kartunis adalah seorang pelukis yang menggunakan seni

lukisan kartun yang dihasilkan bagi tujuan menyampaikan sesuat u mesej kepada

masyarakat.17

Penangkapan dan penahanan Zunar, seorang kartunis yang lantang

mengkritisi kepincangan sistem politik pemerintah dan sistem kehakiman negara

menunjukkan betapa terdesaknya kerajaan Malaysia dalam cubaan menutup

penyalahgunaan kuasa dan kebatilan pemerintahan mereka yang jelas lagi nyata.

Tindakan tidak bertamadun pihak kerajaan ini jelas dilakukan dengan tujuan

untuk membisukan suara-suara keramat rakyat yang berani bangun untuk

menyatakan kebenaran yang cuba diselindungi pembohongan demi

pembohongan.

17

Referensi

Dokumen terkait

Ketika memasuki fase awal berduka disfungsional hasil interview peneliti dengan mahasiswa PSIK UMM tahun angkatan 2010-2012 yang berjumlah 30 orang sebagai responden 10

Pengujian pasir cetak yang telah dicampur dapat dilakukan antara lain meliputi; Uji kadar air, Uji kadar lempung, Uji permeabilitas, Uji kekerasan, Uji kekuatan (tekan,

Berdasarkan tuntutan kemampuan fisik Prajurit maka bagaimana mengembangkan suatu metode agar para Prajurit semakin tertarik untuk melakukan latihan aerobik dalam

35 Akuntansi Pemerintahan Nur Hidayat Fatwa Arif, SE., M.Si.. Ihsan Said Ahmad,

Pada umumnya dari hasil kajian karakteristik hidrometeorologi tersebut di beberapa wilayah memberikan bukti bahwa ada dinamika yang signifikan untuk periode terkahir ini,

Metoda penelitian yang digunakan adalah metoda eksperimental dengan melakukan pembuatan benda uji di laboratorium dari berbagai komponen bangunan (bata beton

Ada beberapa tujuan pengorganisasian, yaitu:.. 1) Membantukoordinasi, yaitu memberi tugas pekerjaan kepada unit kerja secara koordinatif agar tujuan organisasi dapat

Nilai R Square atau biasa dikenal dengan Koefisien Determinasi (KD) yang tertera pada Tabel 6 sebesar 82,5%, hal ini dapat ditafsirkan bahwa peningkatan konsentrasi