ANALISA SIFAT MEKANIS PADA PLAT BAJA ST37 TERHADAP
VARIASI SUDUT KAMPUH V TUNGGAL PENGELASAN TIG
SKRIPSI
Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi
Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
SATAHI H G NAIBAHO NIM.080401102
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas sarjana
ini. Tugas sarjana yang berjudul ”ANALISA SIFAT MEKANIS BAHAN PADA PLAT BAJA ST37 TERHADAP VARIASI SUDUT KAMPUH V TUNGGAL PENGELASAN TIG” ini dimaksudkan sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan pendidikan Sarjana Teknik Mesin Program Reguler di Departemen
Teknik Mesin – Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
Selama pembuatan tugas sarjana ini dimulai dari penelitian sampai
penulisan, saya banyak mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, dalam kesempatan ini saya ingin menyampaikan ucapan
terimakasih kepada:
1. Bapak Ir. Alfian Hamsi, MSc. selaku dosen pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan penulis
dalam penyusunan skripsi ini.
2. Bapak Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri selaku ketua Departemen
Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
3. Ibunda tercinta Rospita Situmorang dan adik saya Loisa Naibaho
yang telah memberikan perhatian, semangat, doa, nasehat dan
dukungan baik moril maupun materil yang terus menerus
4. Teman-teman 2008 yang telah memberikan semangat kepada penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini yang setia berbagi suka dan duka.
5. Adik-adik 2010 yang selalu memberi semangat kepada penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
Saya menyadari bahwa tugas sarjana ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab
itu, kritik dan saran dari pembaca sekalian sangat diharapkan demi kesempurnaan
skrispi ini. Semoga tugas sarjana ini bermanfaat dan berguna bagi semua pihak.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, Februari 2015
Penulis
Satahi H G Naibaho
iii ABSTRAK
Pengelasan merupakan bagian tak terpisahkan dari pertumbuhan peningkatan
indusri karena memegang peranan utama dalam rekayasa dan reparasi produksi
logam. Sehingga hampir tidak mungkin pembangunan suatu pabrik tanpa melibatkan
unsur pengelasan. Tidak semua logam memiliki sifat mampu las yang baik. Agar
diperoleh sambungan dengan kualitas baik dengan menggunakan pengelasan
Tungsten Innert Gas (TIG) pada material baja ST 37, maka dibutuhkan sertifikat bagi
pengelas. Batasan masalah pada penelitian ini adalah bahan yang digunakan adalah
baja ST37 dengan variasi sudut kampuh v tunggal. Pengelasan menggunakan mesin
las Tungsten Innert Gas, Pengujian yang dilakukan adalah uji tarik (tensile test) dan
uji kekerasan (hardness test). Penelitian ini dilakukan guna untuk mengetahui nilai
kekuatan tarik dan kekerasan yang ditemukan setelah dilakukan proses pengelasan
pada material baja ST 37. Pada pengujian ini menunjukkan bahwa sudut kampuh v
tunggal mempengaruhi hasil lasan pada sebuah material baja ST 37.
DAFTAR ISI
1.6 Sistematika penelitian ... 4
2.2.1 Prinsip Kerja Las Listrik ... 13
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 76
5.1 Kesimpulan ... 76
5.2 Saran ... 77
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Klasifikasi cara pengelasan ... 19
Gambar 2.2 Jenis-jenis sambungan las ... 28
Gambar 2.3 Diagram tegangan-regangan ... 29
Gambar 2.4 Pengujian Brinnel ... 33
Gambar 2.5 Perumusan untuk pengujian Brinnel ... 34
Gambar 2.6 Pengujian Rockwell ... 35
Gambar 2.7 Prinsip kerja metode kekerasan Rockewell ... 35
Gambar 2.8 Pengujian Vikers ... 38
Gambar 2.9 Bentuk indikator Vikers ... 38
Gambar 3.1 Bentuk dan posisi sudut kampuh ... 41
Gambar 3.2 Proses pengelasan spesimen ... 41
Gambar 3.3 Spesimen uji tarik sebelum pengelasan ... 42
Gambat 3.4 Spesimen uji tarik setelah pengelasan ... 43
Gambar 3.5 Spesimen uji tarik setelah pengelasan ... 44
Gambar 3.6 Mesin skrap ... 44
Gambar 3.7 gerinda tangan ... 45
Gambar 3.8 Mesin las yang digunakan ... 45
Gambar 3.9 Mesin gerinda ... 46
Gambar 3.10 Alat uji tarik ... 47
Gambar 3.11 Spesimen putus setelah uji tarik ... 48
Gambar 3.12 Alat uji Brinnel ... 49
Gambar 4.1 Grafik nilai tegangan variasi sudut kampuh 600 ... 55
Gambar 4.2 Grafik nilai tegangan variasi sudut kampuh 700 ... 56
Gambar 4.3 Grafik nilai tegangan variasi sudut kampuh 800 ... 58
Gambar 4.4 Grafik nilai tegangan rata-rata baja ST37 ... 58
Gambar 4.5 Grafik nilai regangan variasi sudut kampuh 600 ... 60
Gambar 4.6 Grafik nilai regangan variasi sudut kampuh 700 ... 61
Gambar 4.7 Grafik nilai regangan variasi sudut kampuh 800 ... 63
Gambar 4.8 Grafik nilai regangan rata-rata baja ST37 ... 63
Gambar 4.9 Grafik nilai modulus elastisitas variasi sudut kampuh 600 ... 65
Gambar 4.10 Grafik nilai modulus elastisitas variasi sudut kampuh 700 ... 67
Gambar 4.11 Grafik nilai modulus elastisitas variasi sudu kampuh 800... 68
Gambar 4.12 Grafik nilai tegangan rata-rata vs regangan rata-rata ... 69
Gambar 4.13 Grafik nilai modulus elastisitas rata-rata baja ST37 ... 70
Gambar 4.14 Grafik nilai BHN variasi sudut kampuh 600 ... 71
Gambar 4.15 Grafik nilai BHN variasi sudut kampuh 700 ... 72
Gambar 4.16 Grafik nilai BHN variasi sudut kampuh 800 ... 73
Gambar 4.17 Grafik nilai Diameter Indention vs BHN baja ST37 ... 74
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Penggunaan Mesin Las TIG untuk beberapa logam ... 21
Tabel 2.2 Rockwell Hardness Scale ... 36
Tabel 4.1 Nilai tegangan variasi sudut kampuh 600 ... 54
Tabel 4.2 Nilai tegangan variasi sudut kampuh 700 ... 56
Tabel 4.3 Nilai tegangan variasi sudut kampuh 800 ... 57
Tabel 4.4 Nilai regangan variasi sudut kampuh 600 ... 59
Tabel 4.5 Nilai regangan variasi sudut kampuh 700 ... 61
Tabel 4.6 Nilai regangan variasi sudut kampuh 800 ... 62
Tabel 4.7 Nilai modulus elastisitas variasi sudut kampuh 600 ... 65
Tabel 4.8 Nilai modulu elastisitas variasi sudut kampuh 700 ... 66
Tabel 4.9 Nilai modulus elastisitas variasi sudut kampuh 800 ... 68
Tabel 4.10 Nilai tegangan vs regangan rata-rata baja ST37 ... 69
Tabel 4.11 Nilai BHN variasi sudut kampuh 600 ... 71
Tabel 4.12 Nilai BHN variasi sudut kampuh 700 ... 72
Tabel 4.13 Nilai BHN variasi sudut kampuh 800 ... 73
DAFTAR NOTASI
σ = Tegangan (N/mm2)
P = Beban pada maksimal (N)
A = Luas Penampang (mm2)
e = Regangan (%)
∆L = Perpanjangan (mm2) Lf = Panjan akhir (mm)
L0 = Panjang awal (mm)
iii
ABSTRAK
Pengelasan merupakan bagian tak terpisahkan dari pertumbuhan peningkatan
indusri karena memegang peranan utama dalam rekayasa dan reparasi produksi
logam. Sehingga hampir tidak mungkin pembangunan suatu pabrik tanpa melibatkan
unsur pengelasan. Tidak semua logam memiliki sifat mampu las yang baik. Agar
diperoleh sambungan dengan kualitas baik dengan menggunakan pengelasan
Tungsten Innert Gas (TIG) pada material baja ST 37, maka dibutuhkan sertifikat bagi
pengelas. Batasan masalah pada penelitian ini adalah bahan yang digunakan adalah
baja ST37 dengan variasi sudut kampuh v tunggal. Pengelasan menggunakan mesin
las Tungsten Innert Gas, Pengujian yang dilakukan adalah uji tarik (tensile test) dan
uji kekerasan (hardness test). Penelitian ini dilakukan guna untuk mengetahui nilai
kekuatan tarik dan kekerasan yang ditemukan setelah dilakukan proses pengelasan
pada material baja ST 37. Pada pengujian ini menunjukkan bahwa sudut kampuh v
tunggal mempengaruhi hasil lasan pada sebuah material baja ST 37.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih saat ini,
pengelasan telah dipergunakan secara luas dalam penyambungan batang-batang
dan perkapalan. Luasnya teknologi pengelasan disebabkan karena bangunan dan
mesin yang dibuat dengan menggunakan teknik penyambungan ini menjadi lebih
ringan dan proses pembuatannya juga lebih sederhana, sehingga biaya
keseluruhannya menjadi lebih murah.
Penggunaan teknik pengelasan dalam konstruksi sangat luas, meliputi
perkapalan, jembatan, rangka baja, bejana tekan, pipa pesat, pipa saluran,
kendaraan rel dan lain sebagainya.
Di samping untuk pembuatan, proses las dapat juga dipergunakan untuk
reparasi misalnya untuk mengisi lubang-lubang pada coran, membuat lapisan
keras pada perkakas, mempertebal bagian-bagian yang sudah aus dan
macam-macam reparasi lainnya. Pengelasan bukan tujuan utama dari konstruksi, tetapi
hanya merupakan sarana untuk mencapai ekonomi pembuatan yang lebih baik,
karena itu rancangan las dan cara pengelasan harus betul-betul memperhatikan
kesesuaian antara sifat-sifat las dengan kegunaan konstruksi serta keadaan di
sekitarnya.
Dalam merancang suatu konstruksi permesinan atau bangunan yang
menggunakan sambungan las banyak faktor yang harus diperhatikan seperti
keahlian dalam mengelas, pengetahuan yang memadai tentang prosedur
kelihatannya sangat sederhana, tetapi sebenarnya di dalamnya banyak
masalah-masalah yang harus diatasi di mana pemecahannya memrlukan bermacam-macam
pengetahuan. Karena itu dalam pengelasan, pengetahuan harus turut serta
mendampingi praktek. Secara lebih terperinci dapat dikatakan bahwa dalam
perancangan konstruksi bangunan dan mesin dengan sambungan las, harus
direncanakan pula tentang cara pengelasan, cara pemeriksaan, bahan las dan jenis
las yang akan dipergunakan, berdasarkan fungsi dari bagian-bagian bangunan atau
mesin yang dirancang. Yang ternasuk prosedur pengelasan adalah pemilihan
parameter las seperti: tegangan busur las, bentuk sambungan, besar sudut
sambungan besar arus las, penetrasi, kecepatan pengelasan dan beberapa kondisi
standar pengelasan seperti: bentuk alur las, tebal plat, jenis elektroda, diameter inti
elektroda, dimana parameter-parameter tersebut mempengaruhi sifat mekanik
logam las.
1.2 Perumusan Masalah
Penelitian ini menggunakan material baja ST37 yang diberi perlakuan
pengelasan dengan variasi sudut kampuh sebesar 600, 700 dan 800 dengan
menggunakan las TIG. Spesimen dilakukan adalah uji kekerasan dan uji kekuatan
tarik bahan.
1.3 Batasan Masalah
Adapun batasan dari permasalahan yaitu:
1. Jenis Las yang digunakan adalah las TIG.
3. Menggunakan jenis sudut kampuh V tunggal dengan sudut 600, 700 dan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:
1. Melakukan proses pembuatan spesimen dan proses pengelasan.
2. Mengetahui sifat mekanik hasil pengelasan TIG akibat variasi sudut
kampuh v baja ST37. Sifat mekanik bahan yang meliputi pengujian tarik
pengelasan, maka penulis berharap dapat mengambil manfaat dari penelitian ini,
diantaranya:
1. Sebagai literatur pada penelitian yang sejenisnya dalam rangka
pengembangan teknologi khususnya di bidang pengelasan.
2. Sebagai informasi bagi juru las untuk meningkat kualitas hasil pengelasan.
3. Sebagai informasi penting guna meningkatkan pengetahuan bagi peneliti
1.6 Sistematika Penulisan
Agar penyusunan skripsi ini dapat tersusun secara sistematis dan
mempermudah pembaca memahami tulisan ini, maka skripsi ini dibagi dalam
beberapa bagian yaitu: Halaman Judul, Lembar Pengesahan, Abstrak, Kata
Pengantar, Daftar Isi, Daftar Gambar, Daftar Tabel, Bab 1 Pendahuluan (pada bab
ini akan dibahas mengenai latar belakang dari judul skripsi yang telah ditetapkan,
tujuan, manfaat, batasan masalah, sistematika penulisan dan metodologi penulisan
skripsi), Bab 2 Dasar Teori (pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang
berhubungan dengan penulisan skripsi. Dasar teori didapatkan dari berbagai
sumber, diantaranya berasal dari: buku - buku pedoman, jurnal, paper, tugas
akhir, e-mail, e-book, dan e-news), Bab 3 Metodologi (pada bab ini akan dibahas
mengenai metode yang akan digunakan untuk menyelesaikan penulisan skripsi.
Pada bab ini juga akan dibahas mengenai langkah-langkah penelitian, pengolahan
dan analisa data yang akan digunakan untuk menyelesaikan permasalahan dari
topik yang diangkat), Bab 4 Analisa Data Dan Pembahasan (pada bab ini akan
dianalisa dan dibahas mengenai data-data yang telah diperoleh dari hasil
penelitian yang telah dilakukan), Bab 5 Kesimpulan Dan Saran (pada bab ini
berisi kesimpulan dari penulisan tugas akhir dan saran-saran), Daftar Pustaka,
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Baja
2.1.1 Struktur Baja
Baja adalah seluruh macam besi yang dengan tidak dikerjakan terlebih dahulu
lagi, sudah dapat di tempa. Baja adalah bahan yang serba kesamaannya
(homogenitasnya) tinggi, terdiri terutama dari Fe dalam bentuk kristal dan C.
Pembuatannya di lakukan sebagai pembersihan dalam temperature yang tinggi
dari besi mentah yang di dapat dari proses dapur tinggi. Baja adalah besi mentah
tidak dapat ditempa.
1. Terdapat 3 macam besi mentah:
a. Besi mentah putih
b. Besi mentah kelabu
c. Besi mentah bentuk antar
2. Proses pembuatan baja:
a. Proses Bessemer
b. Proses Thomas
c. Proses martin
d. Proses dengan dapur elektro
e. Proses dengan mempergunakan kui
f. Proses aduk (proses puddle)
3. Sifat-sifat umum dari baja : sifat-sifat dari baja yaitu teristimewa
kelakuannya dalam berbagai macam keadaan pembebanan atau muatan
terutama tergantung:
b. Macam dan banyakknya logam campuran
c. Cara (proses) yang di gunakan waktu pembuatannya
d. Dalam proses pembuatan baja maka logam campuran baja sebagian
sudah ada dalam bahan mentah itu namun masih perlu di tambahkan
pada waktu pembuatan baja seperti :C, Mn, Si termasuk bahan utama
S dan P.
4. Sifat-sifat utama baja untuk dapat dipergunakan sebagai bahan bangunan :
a. Keteguhan (solidity) artinya m empunyai ketahanan terhadap tarikan,
tekanan atau lentur
b. Elastisitas (elasticity) artinya kemampuan atau kesanggupan untuk
dalam batas- batas pembebanan tertentu, sesudahnya pembebanan
ditiadakan kembali kepeda bentuk semula.
c. Kekenyalan/ keliatan (tenacity) artinya kemampuan atau kesanggupan
untuk dapat menerima perubahan bentuk yang besar tanpa menderita
kerugian- kerugian berupa cacat atau kerusakan yang terlihat dari luar
dan dalam untuk jangka waktu pendek.
d. Kemungkinan ditempa (malleability) sifat dalam keadaan merah pijar
menjadi lembek dan plastis sehingga dapat di rubah bentuknya.
e. Kemunggkinan dilas (weklability) artinya sifat dalam keadaan panas
dapat digabungkan satu sama lain dengan memakai atau tidak
memakai bahan tambahan, tanpa merugikan sifat-sifat keteguhannya.
f. Kekerasan (hardness) kekuatan melawan terhadap masuknya benda
2.1.2 Klasifikasi Baja
1) Menurut kekuatannya terdapat beberapa jenis baja, diantaranya: ST 37, ST
42, ST 50, dst. Standart DIN (Jerman) St X X kekuatan dalam kg/mm2
steel (baja). Contoh : ST37: baja dengan kekuatan 37 kg/mm2.
2) Menurut komposisinya,
a. Baja karbon rendah (low carbon steel): C~0,25 %
b. Baja karbon menengah (medium carbon steel): C=0,25%-0,55%
c. Baja karbon tinggi (high carbon steel): C>0,55%
d. Baja paduan rendah (low alloysteell):unsur paduan < 10 %
e. Baja paduan tinggi (high alloy steel): unsure paduan >10%
3) Menurut mikrostrukturnya:
a. Baja hipoeutektoik: ferit dan ferlit
b. Baja eutektoit: perlit
c. Baja bainit
d. Baja martensit
4) Menurut cara pembuatannya
a. Baja Bessemer
b. Baja siemen- martin
c. Baja listrik dan lain-lain
6) Menurut bentuknya
Baja secara umum dapat dikelompokkan atas 2 jenis yaitu :
Baja karbon (Carbon steel)
Baja paduan (Alloy steel)
1) Baja Karbon (carbon steel)
Baja karbon dapat terdiri atas :
a.Baja karbon rendah (low carbon steel)
Machine, machinery dan mild steel (0,05 % – 0,30% C ) Sifatnya mudah
ditempa dan mudah di mesin. Penggunaannya:
• 0,05 % – 0,20 % C : automobile bodies, buildings, pipes, chains, rivets,
screws, nails.
• 0,20 % – 0,30 % C : gears, shafts, bolts, forgings, bridges, buildings
b. Baja karbon menengah (medium carbon steel )
• Kekuatan lebih tinggi daripada baja karbon rendah.
• Sifatnya sulit untuk dibengkokkan, dilas, dipotong.
Penggunaan:
0,40 % – 0,50 % C : car axles, crankshafts, rails, boilers, auger bits,
screwdrivers.
0,50 % – 0,60 % C : hammers dan sledges
c. Baja karbon tinggi (high carbon steel)
Sifatnya sulit dibengkokkan, dilas dan dipotong. Kandungan 0,60 % – 1,50
% C.
2) Baja Paduan (Alloy steel)
Tujuan dilakukan penambahan unsur yaitu:
Untuk menaikkan sifat mekanik baja (kekerasan, keliatan, kekuatan tarik
dan sebagainya).
Untuk menaikkan sifat mekanik pada temperatur rendah.
Untuk meningkatkan daya tahan terhadap reaksi kimia (oksidasi dan
reduksi).
Untuk membuat sifat-sifat spesial.
Baja paduan yang diklasifikasikan menurut kadar karbonnya dibagi
menjadi:
Low alloy steel, jika elemen paduannya ≤ 2,5 % .
Medium alloy steel, jika elemen paduannya 2,5 – 10 %.
High alloy steel, jika elemen paduannya > 10 %.
Baja paduan juga dibagi menjadi dua golongan yaitu baja campuran khusus
3) Baja Paduan Khusus (special alloy steel)
Baja jenis ini mengandung satu atau lebih logam-logam seperti nikel,
chromium, manganese, molybdenum, tungsten dan vanadium. Dengan
menambahkan logam tersebut ke dalam baja maka baja paduan tersebut akan
merubah sifat-sifat mekanik dan kimianya seperti menjadi lebih keras, kuat dan
ulet bila dibandingkan terhadap baja karbon (carbon steel).
4) High Speed Steel (HSS) Self Hardening Steel
Kandungan karbon : 0,70 % – 1,50 %. Penggunaan membuat alat-alat potong
seperti drills, reamers, countersinks, lathe tool bits dan milling cutters. Disebut
High Speed Steel karena alat potong yang dibuat dengan material tersebut dapat
dioperasikan dua kali lebih cepat dibanding dengan carbon steel. Sedangkan harga
dari HSS besarnya dua sampai empat kali dari pada carbon steel.
Jenis Lainnya:
Baja dengan sifat fisik dan kimia khusus:
Baja tahan garam (acid-resisting steel)
Baja tahan panas (heat resistant steel)
Baja tanpa sisik (non scaling steel)
Electric steel
Magnetic steel
Non magnetic steel
Baja tahan pakai (wear resisting steel)
Dengan mengkombinasikan dua klasifikasi baja menurut kegunaan dan
komposisi kimia maka diperoleh lima kelompok baja yaitu:
Baja karbon konstruksi (carbon structural steel)
Baja karbon perkakas (carbon tool steel)
Baja paduan konstruksi (Alloyed structural steel)
Baja paduan perkakas (Alloyed tool steel)
Baja konstruksi paduan tinggi (Highly alloy structural steel)
2.1.4 Baja ST 37
Baja ST 37 banyak digunakan untuk kontruksi umum karena mempunyai sifat
mampu las dan kepekan terhadap retak las. Baja ST 37 adalah berarti baja yang
mempunyai kekuatan tarik antara 37 kg/mm2 sampai 45kg/mm2. Kekuatan tarik
ini adalah maksimum kemampuan sebelum material mengalami patah. Kekuatan
tarik yield (σy) baja harganya dibawah kekuatan tarik maksimum. Baja pada
batas kemampuan yield merupakan titik awal dimana sifatnya mulai berubah dari
elastis menjadi plastis, Perubahan sifat material baja tersebut pada kondisi tertentu
sangat membahayakan fungsi konstruksi mesin. Kemungkinan terburuk
konstruksi mesin akan mengalami kerusakan ringan sampai serius.Kepekaan retak
yang rendah cocok terhadap proses las, dan dapat digunakan untuk pengelasan
plat tipis maupun plat tebal. Kualitas daerah las hasil pengelasan lebih baik dari
logam induk. Baja St 37 dijelaskan secara umum merupakan baja karbon rendah,
disebut juga baja lunak, banyak sekali digunakan untuk pembuatan baja batangan,
tangki, perkapalan, jembatan, menara, pesawat angkat dan dalam permesinan.
Pada pengelasan akan terjadi pembekuan laju las yang tidak serentak, akibatnya
Tegangan sisa dapat diturunkan dengan cara pemanasan pasca las pada daerah
tersebut, yang sering disebut post heat.
2.2 Pengelasan
Definisi pengelasan menurut DIN (Deutsche Industrie Norman) adalah ikatan
metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam
keadaan lumer atau cair. Dengan kata lain, las merupakan sambungan setempat
dari beberapa batang logam dengan menggunakan energi panas.
Mengelas menurut Alip (1989) adalah suatu aktifitas menyambung dua
bagian benda atau lebih dengan cara memanaskan atau menekan atau gabungan
dari keduanya sedemikian rupa sehingga menyatu seperti benda utuh.
Penyambungan bisa dengan atau tanpa bahan tambah (filler metal) yang sama atau
berbeda titik cair maupun strukturnya.
Mawardi (2005), Pengelasan dapat diartikan dengan proses penyambungan
dua buah logam sampai titik rekristalisasi logam, dengan atau tanpa menggunakan
bahan tambah dan menggunakan energi panas sebagai pencair bahan yang dilas.
Pengelasan juga dapat diartikan sebagai ikatan tetap dari benda atau logam yang
dipanaskan.
Mengelas bukan hanya memanaskan dua bagian benda sampai mencair dan
membiarkan membeku kembali, tetapi membuat lasan yang utuh dengan cara
memberikan bahan tambah atau elektroda pada waktu dipanaskan sehingga
mempunyai kekuatan seperti yang dikehendaki. Kekuatan sambungan las
dipengaruhi beberapa faktor antara lain: prosedur pengelasan, bahan, elektroda
2.2.1 Prinsip Kerja Las Listrik
Pada dasarnya las listrik yang menggunakan elektroda karbon maupun logam,
menggunakan tenaga listrik sebagai sumber panas. Busur listrik yang terjadi
antara ujung elektroda dan benda kerja dapat mancapai temperatur tinggi yang
dapat melelehkan sebagian bahan merupakan perkalian antara tegangan listrik (E)
dangan kuat arus (I) dan waktu (t) yang dinyatakan dalam satuan panas joule, atau
kalori seperti rumus dibawah ini :
H = E x I x t ………..(1)
dimana :
H = Panas Dalam Satuan Joule.
E = Tegangan Listrik Dalam Volt.
I = Kuat Arus Dalam Amper.
t = Waktu Dalam Detik.
A. Las Listrik Dengan Elektroda Karbon (Carbon Arc Welding)
Carbon Arc Welding mungkin adalah proses las listrik yang dikembangkan
pertama kali menurut catatan, eksperimen las listrik pertama kali dilakukan pada
tahun 1881, ketika Auguste de Meritens (Perancis) menggunakan busur karbon
sebagai sumber pengelasan dengan aki sebagai sumber listriknya. Dalam
eksperimennya, dia menghubungkan benda kerja dengan kutub positif. Walaupun
kurang efisien, proses ini berhasil menyatukan timah dengan timah. Carbon Arc
Welding adalah proses untuk menyatukan logam dengan menggunakan panas dari
busur listrik, tidak memerlukan tekanan dan batang pengisi (filler metal) dipakai
dan besi. Mula-mula elektroda kontak/bersinggungan dengan logam yang dilas
sehingga terjadi aliran arus listrik, kemudian elektroda diangkat sedikit sehingga
timbullah busur. Panas pada busur bisa mencapai 5.5000 C. Sumber arusnya bias
DC maupun AC. Dengan menggunakan DC/AC, proses Carbon Arc Welding bisa
dipakai secara manual ataupun otomatis. Pendinginannya tergantung besarnya
arus, bila penggunaan arus di atas 200 Ampere digunakan air pendingin (Water
Cooled). Dan sebaliknya bila di bawah 200 Ampere digunakan pendingin dengan
udara bebas (Air cooled). Jenis bahan elektroda yang banyak digunakan adalah
elektroda jenis logam walaupun ada juga jenis elektroda dari bahan karbon namun
sudah jarang digunakan.
Elektroda berfungsi sebagai logam pengisi pada logam yang dilas sehingga
jenis bahan elektroda harus disesuaikan dengan jenis logam yang dilas. Untuk las
biasa mutu lasan antara arus searah dengan arus bolak-balik tidak jauh berbeda,
namun polaritas sangat berpengaruh terhadap mutu lasan. Elektroda yang
digunakan pada pengelasan jenis ini ada 3 macam yaitu: elektroda polos,
elektroda fluks dan elektroda berlapis tebal.
Elektroda polos adalah elektroda tanpa diberi lapisan dan penggunaan
elektroda jenis ini terbatas antara lain untuk besi tempa dan baja lunak. Elektroda
fluks adalah elektroda yang mempunyai lapisan tipis fluks, dimana fluks ini
berguna melarutkan dan mencegah terbentuknya oksida-oksida pada saat
pengelasan. Kawat las berlapis tebal paling banyak digunakan terutama pada
proses pengelasan komersil. Lapisan pada elektroda berlapis tebal mempunyai
fungsi :
2. Membentuk terak dengan sifat-sifat tertentu untuk melindungi logam cair.
3. Memungkinkan pengelasan pada posisi diatas kepala dan tegak lurus.
Kecepatan pengelasan dan keserbagunaan mesin las arus bolak-balik dan arus
searah hampir sama, namun untuk pengelasan logam/pelat tebal, las arus
bolak-balok lebih cepat.
B. Las Elektroda Terbungkus (Coated Electrode Welding)
Cara Pengelasan dimana elektrodanya dibungkus dengan fluks merupakan
pengembangan lebih lanjut dari pengelasan dengan eletroda logam tanpa
pelindung (Bare Metal Electrode). Dengan elektroda logam tanpa pelindung,
busur sulit dikontrol dan mengalami pendinginan terlalu cepat sehingga O2 dan N2
dari atmosfir diubah menjadi oksida dan nitrida, akibatnya sambungan menjadi
rapuh dan lemah. Prinsip Las Elektroda Terbungkus adalah akibat dari busur
listrik yang terjadi antara elektroda dan logam induk yang mengakibatkan logam
induk dan ujung elektroda mencair dan kemudian membeku bersama-sama.
lapisan (pembungkus) elektroda terbakar bersama dengan meleburnya elektroda.
Fungsi Fluks ini antara lain:
- Melindungi logam cair dari lingkungan udara.
- Menghasilkan gas pelindung
- Menstabilkan busur
C. Las Busur Rendam (Submerged Arc Welding)
Dalam pengelasam busur rendam otomatis, busur dan material yang
diumpankan untuk pengelasan tidak diperlukan seorang operator yang ahli.
Pengelasan otomatis ini pertama kali diusulkan oleh Bernardos dan N. Slavianoff
dan las busur rendam dipraktekkan pertama kali oleh D. Dulchevsky. Las busur
rendam adalah pengelasan dimana logam cair tertutup dengan fluks yang diatur
melalui suatu penampung fluks dan logam pengisi yang berupa kawat pejal
diumpankan secara terus menerus. Dalam pengelasan ini busur listriknya
terendam dalam fluks. Karena dalam pengelasan ini, busur listriknya tidak
kelihatan, maka sangat sukar untuk mengatur jatuhnya ujung busur. Di samping
itu karena mempergunakan kawat elektroda yang besar maka sangat sukar untuk
memegang alat pembakar dengan tangan tepat pada tempatnya. Karena kedua hal
tersebut maka pengelasan selalu dilaksanakan secara otomatis penuh. Mesin las
ini dapat menggunakan sumber listrik AC yang lamban dan DC dengan tegangan
tetap.
Bila menggunakan listrik AC perlu adanya pengaturan kecepatan
pengumpanan kawat las yang dapat diubah-ubah untuk mendapatkan panjang
busur yang diperlukan. Bila menggunakan sumber listrik DC dengan tegangan
tetap, kecepatan pengumpanan dapat dibuat tetap dan biasanya menggunakan
polaritas balik (DCRP). Mesin las dengan listrik DC kadang-kadang digunakan
untuk mengelas pelat tipis dengan kecepatan tinggi atau untuk pengelasan dengan
D. Tungsten Inert Gas (TIG)
Pengelasan ini pertama kali ditemukan diAmerika Serikat (1940), berawal
dari pengelasan paduan untuk bodi pesawat terbang. Prinsipnya : Panas dari busur
terjadi diantara elektrode tungsten dan logam induk akan meleburkan logam
pengisi ke logam induk di mana busurnya dilindungi oleh gas mulia (Ar atau He).
Las ini memakai elektroda tungsten yang mempunyai titik lebur yang sangat
tinggi (3260 C) dan gas pelindungnya Argon/Helium. Sebenarnya masih ada gas
lainnya, seperti xenon. Tetapi karena sulit didapat maka jarang digunakan. Dalam
penggunaannya tungsten tidak ikut mencair karena tungsten tahan panas melebihi
dari logam pengisi. Karena elektrodanya tidak ikut mencair maka disebut
elektroda tidak terumpan.
Keuntungan : Digunakan untuk Alloy Steel, Stainless Steel maupun paduan
Non Ferrous : Ni, Cu, Al (Air Craft). Disamping itu mutu las bermutu tinggi, hasil
las padat, bebas dari porositas dan dapat untuk mengelas berbagai posisi dan
ketebalan. Dibandinkan dengan Carbon Arc Welding, tungsten inert gas memiliki
beberapa keunggulan. Pada umumnya Tungsten Arc Welding hampir sama
dengan Carbon Arc Welding. Persamaannya:
- Sumber arusnya sama (Power Supply/Welding Circuit)
- Memakai elektroda kawat
- Dikhususkan hanya untuk las.
Perbedaannya:
- Carbon Arc Welding memakai fluks, TIG memakai gas pelindung.
- Elektroda pada Carbon Arc Welding ikut mencair sebagai logam pengisi, TIG
- Carbon Arc Welding tidak perlu filler metal, TIG diperlukan filler metal.
Perincian lebih lanjut dari klasifikasi ini dapat dilihat pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 Klasifikasi cara pengelasan
2.2.2 Pengelasan Gas Tungsten Arc Welding (GTAW)
Gas Tungsten Arc Welding (GTAW) atau sering juga disebut Tungsten Inert
Gas (TIG) merupakan salah satu dari bentuk las busur listrik (Arc Welding) yang
menggunakan inert gas sebagai pelindung dengan tungsten atau wolfram sebagai
memerlukan fluks ataupun lapisan kawat las untuk melindungi sambungan.
Elektroda pada GTAW termasuk elektroda tidak terumpan (non consumable)
berfungsi sebagai tempat tumpuan terjadinya busur listrik. GTAW mampu
menghasilkan las yang berkualitas tinggi pada hampir semua jenis logam mampu
las. Biasanya ini digunakan pada stainless steel dan logam ringan lainnya seperti
alumunium, magnesium dan lain-lain. Hasil pengelasan pada teknik ini cukup
baik tapi membutuhkan kemampuan yang tinggi. Metode pengelasan ini
sebelumnya dikenal dengan nama Tungsten Inert Gas (TIG). Gas Inert yang biasa
digunakan adalah wolfram untuk pelindung yang bagus sehingga atmosfir udara
tidak masuk ke daerah lasan. Namun sekarang digunakan Co2 (tidak inert) karena
lebih murah dan stabil. Elektroda tungsten bukan sebagai filler metal, sehingga
perlu filler metal dari luar untuk mengisi gap sambungan. Filler metal bersama
logam induk akan dicairkan oleh busur listrik yang terjadi antara elektroda dengan
logam induk. Las busur yang menggunakan elektroda wolfram (elektroda tak
terumpan) dikenal pula dengan sebutan las busur wolfram gas. Pada proses ini las
dilindungi oleh selubung gas mulia yang dialirkan melalui pemegang elektroda
yang didinginkan dengan air.
TIG (Tungsten Inert Gas) adalah suatu proses pengelasan busur listrik
elektroda tidak terumpan, dengan menggunakan gas mulia sebagai pelindung
terhadap pengaruh udara luar, pada proses pengelasan TIG peleburan logam
terjadi karena panas yang dihasilkan oleh busur listrik antara elektroda dengan
logam induk.
Pada jenis ini logam pengisi dimasukkan kedalam daerah arus busur sehingga
atau secara otomatis dengan mengotomatiskan cara pengumpamaan logam
pengisi.
Penggunaan las TIG mempunyai dua keuntungan, pertama kecepatan
pengumpanan logam pengisi dapat diatur terlepas dari besarnya arus listrik
sehingga penetrasi kedalam logam induk dapat diatur semuanya. Cara pengaturan
ini memungkinkan las TIG dapat digunakan dengan memuaskan baik untuk pelat
baja tipis maupun pelat baja tebal. Sedangkan untuk aluminium karena
permukaannya selalu dilapisi dengan oksida yang mempunyai titik cair yang
tinggi, maka sebaiknya memakai arus bolak – balik berfrekuensi tinggi.
Sumber listrik yang digunakan untuk pengelasan TIG dapat berupa listrik DC
atau listrik AC. Pada umumnya pada proses pengelasan TIG sumber listrik yang
digunakan mempunyai karakteristik yang lamban, sehingga dapat menggunakan
listrik DC untuk memulai menimbulkan busur perlu ditambah dengan listrik AC
frekuensi tinggi. Elektroda yang digunakan terbuat dari wolfram murni atau
paduan antara wolfram – torium, yang berbentuk batang dengan garis tengah
antara 1,0 mm sampai 4,8 mm. gas yang dipakai untuk pelindung adalah gas
argon murni, karena pencampuran dengan O2 atau CO2 yang bersifat oksidator
akan mempercepat keausan ujung elektroda.
Penggunaan las pengisi tidak ada batasnya, biasanya logam pengisi diambil
logam yang memiliki komposisi yang sama dengan logam induk. Penggunaan
mesin las TIG untuk beberapa jenis logam dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Penggunaan Mesin Las TIG untuk Beberapa Logam
Aluminium dan
Sesuai - Dapat untuk pelat
tipis Tembaga dan
Paduannya
Terbatas Sesuai
-Aluminium brons Sesuai Terbatas
-2.3 Klasifikasi Kawat Elektroda Dan Fluksi
2.3.1. Fluksi
Fluksi merupakan pembungkus elektroda yang sangat diperlukan untuk
meningkatkan mutu sambungan karna fluksi bersifat melindungi metal cair dari
udara bebas serta menstabilkan busur.
Terdapat 2 macam Fluksi sesuai dengan pembuatannya :
- Fused Fluksi.
- Bonded Fluksi.
A). Fused Fluksi
Fused Fluksi terbuat dari campuran butir-butir material seperti mangan,
kapur, boxit, kwarsa dan fluorpar didalam suatu tungku pemanas. Cairan terak
yang terbentuk akan diubah ke dalam bentuk fluksi dengan jalan :
- Dituang di suatu cetakan dalam bentuk beberapa lapis / susun yang tebal
kemudian dipecah serta disaring sesuai dengan ukuran butiran yang diinginkan.
- Dari kondisi panas dituang ke dalam air, sehingga timbul percikan - percikan
yang kemudian disaring sesuai ukurannya. Metode ini lebih effisien, tetapi
kualitas fluksi yang dihasilkan mengandung hidrogen yang cukup tinggi yang
B). Bonded Fluksi
Bonded Fluksi ini dibuat di pabrik dengan jalan mencampur butiran-butiran
material yang ukurannya jauh lebih halus seperti mineral, ferroalloy, water glass
sebagi pengikat dalam suatu pengaduk (mixer) yang khusus. Campuran tersebut
kemudian akan dikeringkan dalam suatu pengering yang berputar pada temperatur
6000– 8000 C.
2.3.2. Kawat Elektroda
Elektroda baja lunak dan baja paduan rendah untuk las busur listrik
manurut klasifikasi AWS (American Welding Society) dinyatakan dengan tanda E
XXXX yang artinya sebagai berikut :
E menyatakan elaktroda busur listrik.
XX (dua angka) sesudah E menyatakan kekuatan tarik deposit las dalam ribuan
Ib/in2 lihat table.
X (angka ketiga) menyatakan posisi pangelasan angka 1 untuk pengelasan
segala posisi. angka 2 untuk pengelasan posisi datar di bawah tangan.
X (angka keempat) menyatakan jenis selaput dan jenis arus yang cocok dipakai
untuk pengelasan.
Contoh : E 6013
Artinya sebagai berikut:
Kekuatan tarik minimum dan deposit las adalah 60.000 Ib/in2 atau 42 kg/mm2
Dapat dipakai untuk pengelasan segala posisi
Jenis selaput elektroda Rutil-Kalium dan pengelasan dengan arus AC atau DC
2.4 Elektroda Las Listrik
2.4.1 Elektroda Berselaput
Elektroda berselaput yang dipakai pada Ias busur listrik mempunyai
perbedaan komposisi selaput maupun kawat Inti. Pelapisan fluksi pada kawat inti
dapat dengah cara destrusi, semprot atau celup. Ukuran standar diameter kawat
inti dari 1,5 mm sampai 7 mm dengan panjang antara 350 sampai 450 mm.
Jenis-jenis selaput fluksi pada elektroda misalnya selulosa, kalsium karbonat (CaCO3),
titanium dioksida (rutil), kaolin, kalium oksida mangan, oksida besi, serbuk besi,
besi silikon, besi mangan dan sebagainya dengan persentase yang berbeda-beda,
untuk tiap jenis elektroda. Tebal selaput elektroda berkisar antara 70% sampai
50% dari diameter elektroda tergantung dari jenis selaput. Pada waktu pengelasan,
selaput elektroda ini akan turut mencair dan menghasilkan gas CO2 yang
melindungi cairan las, busur listrik dan sebagian benda kerja terhadap udara luar.
Udara luar yang mengandung O2 dan N akan dapat mempengaruhi sifat mekanik
dari logam Ias. Cairan selaput yang disebut terak akan terapung dan membeku
melapisi permukaan las yang masih panas.
2.4.2. Jenis Elektroda Baja Lunak
a) 2.4.2.1. E 6011
Jenis elektroda ini adalah jenis elektroda selaput selulosa yang dapat dipakai
untuk pengelasan dengan penembusan yang dalam. Pengelasan dapat pada segala
posisi dan terak yang tipis dapat dengan mudah dibersihkan. Deposit las biasanya
mempunyai sifat sifat mekanik yang baik dan dapat dipakai untuk pekerjaan
dengan pengujian radiografi. E6011 mengandung kalium untuk membantu
b) E 6012 dan E6013
Kedua elektroda ini termasuk jenis selaput rutil yang dapat menghasilkan
penembusan sedang. Keduanya dapat dipakai untuk pengelasan segala posisi,
tetapi kebanyakan jenis E 6013 sangat baik untuk posisi pengelasan tegak dan
bawah. Jenis E 6012 umumnya dapat dipakai pada ampere yang relatif lebih tinggi
dari E 6013. E6013 yang mengandung lebih banyak kalium memudahkan
pemakaian pada voltage mesin yang rendah. Elektroda dengan diameter kecil
kebanyakan dipakai untuk pengelasan pelat tipis.
c) E6020
Elektroda jenis ini dapat menghasilkan penembusan sedang dan teraknya
mudah dilepas dari lapisan las. Selaput elektroda terutama mengandung oksida
besi dan mangan. Cairan terak yang terlalu cair dan mudah mengalir menyulitkan
pada pengelasan dengan posisi lain dari pada bawah tangan atau datar pada las
sudut.
d) E6027, E7014, E7018, E7024, dan E7028
Jenis elektroda ini mengandung serbuk besi untuk meningkatkan efisiensi
pengelasan. Umumnya selaput elektroda akan lebih tebal dengan bertambahnya
persentase serbuk besi. Dengan adanya serbuk besi dan bertambahnya tebal
selaput akan memerlukan ampere yang lebih tinggi.
e) Elektroda Hidrogen Rendah
Selaput elektroda jenis ini mengandung hidrogen yang rendah ( kurang dari
0,5 % ), sehingga deposit las juga dapat bebas dari porositas. Elektroda ini dipakai
untuk pengelasan yang memerlukan mutu tinggi, bebas porositas, misalnya untuk
pengelasan bejana dan pipa yang akan mengalami tekanan. Jenis - jenis elektroda
2.4.3 Desain Sambungan Las
Untuk menghasilkan kualitas sambungan las yang baik, salah satu faktor yang
harus diperhatikan yaitu kampuh las. Kampuh las ini berguna untuk menampung
bahan pengisi agar lebih banyak yang merekat pada benda kerja, dengan demikian
kekuatan las akan terjamin. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam
pemilihan jenis kampuh adalah:
1. Ketebalan benda kerja.
2. Jenis benda kerja.
3. Kekuatan yang diinginkan.
4. Posisi pengelasan.
Sebelum memulai proses pengelasan terlebih dahulu ditentukan jenis
sambungan las yang akan dipilih. Hal-hal yang harus diperhatikan bahwa
sambungan yang dibuat akan mampu menerima beban (beban statis, beban
dinamis, atau keduanya).
Dengan adanya beberapa kemungkinan pemberian beban sambungan las,
maka terdapat beberapa jenis sambungan las, yaitu sebagai berikut:
1. Kampuh V Tunggal
Sambungan V tunggal juga dapat dibuat tertutup dan terbuka.
Sambungan ini juga lebih kuat dari pada sambungan persegi, dan dapat
dipakai untuk menerima gaya tekan yang besar, serta lebih tahan
terhadap kondisi beban statis dan dinamis. Pada pelat dengan tebal 5
2. Kampuh Persegi
Sambungan ini dapat dibuat menjadi 2 kemungkinan, yaitu sambungan
tertutup dan sambungan terbuka.Sambungan ini kuat untuk beban statis
tapi tidak kuat untuk beban tekuk.
3. Kampuh V Ganda
Sambungan ini lebih kuat dari pada V tunggal, sangat baik untuk
kondisi beban statis dan dinamis serta dapat menjaga perubahan bentuk
kelengkungan sekecil mungkin.dipakai pada ketebalan 18 mm-30 mm.
4. Kampuh Tirus Tunggal
Sambungan ini digunakan untuk beban tekan yang besar.Sambungan ini
lebih baik dari sambungan persegi, tetapi tidak lebih baik dari pada
sambungan V. Letaknya disarankan terbuka dan dipakai pada ketebalan
pelat 6 mm-20 mm.
5. Kampuh U Tunggal
Kampuh U tunggal dapat dibuat tertutup dan terbuka.Sambungan ini
lebih kuat menerima beban statis dan diperlukan untuk sambungan
berkualitas tinggi.Dipakai pada ketebalan 12 mm-25 mm.
6. Kampuh U Ganda
Sambungan U ganda dapat jg dibuat secara tertutup dan terbuka,
sambungan ini lebih kuat menerima beban statis maupun dinamis
dengan ketebalan pelat 12 mm-25 mm dapat dicapai penetrasi 100%.
7. Kampuh J Ganda
Sambungan J ganda digunakan untuk keperluan yang sama dengan
sambungan V ganda, tetapi tidak lebih baik untuk menerima beban
Jenis-jenis sambungan las dapat dilihat pada gambar 2.2.
Gambar 2.2 Jenis alur sambungan las (Sumber: Harsono Wiryosumarto, 2000)
Gambar 2.2 Jenis-jenis sambungan las (Wiryosumarto, Harsono 2004)
2.5 Pengujian Hasil Pengelasan
2.5.1 Uji Tarik (Tensile)
Proses pengujian tarik bertujuan untuk mengetahui kekuatan tarik
benda uji. Pengujian tarik untuk kekuatan tarik daerah las dimaksudkan untuk
mengetahui apakan kekuatan las mempunyai nilai yang sama, lebih rendah
atau lebih tinggi dari kelompok raw materials. Pengujian tarik untuk kualitas
kekuatan tarik dimaksudkan untuk mengetahui berapa nilai kekuatannya dan
dimanakah letak putusnya suatu sambungan las. Pembebanan tarik adalah
pembebanan yang diberikan pada benda dengan memberikan gaya tarik
Penarikan gaya terhadap beban akan mengakibatkan terjadinya
perubahan bentuk (deformasi) bahan tersebut. Proses terjadinya deformasi
pada bahan uji adalah proses pergeseran butiran kristal logam yang
mengakibatkan melemahnya gaya elektromagnetik setiap atom logam hingga
terlepas ikatan tersebut oleh penarikan gaya maksimum.
Pada pengujian tarik beban diberikan secara kontinu dan perlahan
bertambah besar, bersamaan dengan itu dilakukan terhadap mengenai
perpanjangan yang dialami benda uji sehingga dihasilkan kurva
tegangan-regangan dari hasil pengujian tersebut, kurva regangan-tegangan
aluminium dapat dilihat pada gambar 2.3.
Gambar 2.3 Diagram tegangan-regangan
Tegangan di mana deformasi plastik atau batas luluh mulai teramati
tergantung pada kepekaan pengukuran regangan. Sebagian besar bahan
demi sedikit, akan tetapi titik di mana terjadinya deformasi plastik sangat sukar
ditentukan secara teliti. Untuk mengukur regangan yang terjadi digunakan
criteria permulaan batas luluh sebagai berikut:
1. Batas Elastis σE (Elastic Limit)
Berdasarkan pada pengukuran regangan mikro pada skala regangan 2 X
10-6 inchi/inchi. Batas elastik nilainya sangat rendah dan dikaitkan
dengan gerakan beberapa ratus dislokasi.
2. Batas Proporsional σp (Proportional Limit)
Tegangan tertinggi untuk daerah hubungan proporsional antara
tegangan-regangan. Harga ini diperoleh dengan cara mengamati penyimpangan
dari berbagai garis lurus kurva tegangan-regangan.
3. Deformasi Plastis (Plastic Deformation)
Tegangan terbesar yang masih dapat ditahan oleh bahan tanpa terjadi
regangan sisa permanen yang terukur pada saat beban telah ditiadakan.
Dengan bertambahnya ketelitian pengukuran regangan, nilai batas
elastiknya menurun hingga suatu batas yang sama dengan batas elastik
sejati yang diperoleh dengan cara pengukuran regangan mikro.
4. Tegangan Luluh Atas σuy (Upper Yield Stress)
Tegangan maksimum sebelum bahan memasuki fase daerah landing
peralihan deformasi elastis ke plastis.
5. Tegangan Luluh Bawah σly (Lower Yield Stress)
Tegangan rata-rata daerah landing sebelum benar-benar memasuki fase
deformasi plastis. Bila hanya disebutkan tegangan luluh (yield stress),
maka yang dimaksud adalah tegangan ini.
Regangan permanen saat bahan akan memasuki fase deformasi plastis.
7. Regangan Elastis εe (Elastic Strain)
Regangan yang diakibatkan perubahan elastis bahan. Pada saat beban
dilepaskan regangan ini akan kembali ke posisi semula.
8. Regangan Plastis εp (Plastic Strain)
Regangan yang diakibatkan perubahan plastis. Pada saat beban
dilepaskan regangan ini tetap tinggal sebagai perubahan permanen bahan.
9. Regangan Total (Total Strain)
Merupakan gabungan regangan plastis dan regangan elastis, εT= εe+εp.
10. Tegangan Tarik Maksimum TTM (UTS, Ultimate Tensile Strength)
Merupakan besar tegangan maksimum yang didapatkan dalam uji tarik.
11. Kekuatan Patah (Breaking Strength)
Merupakan besar tegangan dimana bahan yang diuji putus atau patah.
Untuk hampir semua logam, pada tahap sangat awal dari uji tarik, hubungan
antara beban atau gaya yang diberikan berbanding lurus dengan perubahan
panjang bahan tersebut. Ini disebut daerah linier atau linear zone. Tegangan yang
terjadi adalah beban yang terjadi dibagi luas penampang bahan dan regangan
adalah pertambahan panjang dibagi panjang awal bahan. Atau secara matematis
dapat ditulis:
...(2.1)
...(2.2)
Dimana: = Tegangan (MPa) = Regangan
P = Gaya (Kgf) =Pertambahan Panjang (cm)
2.5.2 Uji Kekerasan (Hardness)
Kekerasan (Hardness) adalah salah satu sifat mekanik (Mechanical
properties) dari suatu material. Kekerasan suatu material harus diketahui
khususnya untuk material yang dalam penggunaanya akan mangalami pergesekan
(frictional force) dan deformasi plastis. Deformasi plastis sendiri suatu keadaan
dari suatu material ketika material tersebut diberikan gaya maka struktur mikro
dari material tersebut sudah tidak bisa kembali ke bentuk asal artinya material
tersebut tidak dapat kembali ke bentuknya semula. Lebih ringkasnya kekerasan
didefinisikan sebagai kemampuan suatu material untuk menahan beban identasi
atau penetrasi (penekanan).
Di dalam aplikasi manufaktur, material dilakukan pengujian dengan dua
pertimbangan yaitu untuk mengetahui karakteristik suatu material baru dan
melihat mutu untuk memastikan suatu material memiliki spesifikasi kualitas
tertentu. Didunia teknik, umumnya pengujian kekerasan menggunakan 4 macam
metode pengujian kekerasan, yakni :
1. Brinnel (HB / BHN)
Pengujian kekerasan dengan metode Brinnel bertujuan untuk menentukan
kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja
(identor) yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut (spesimen).
Idealnya, pengujian Brinnel diperuntukan untuk material yang memiliki
permukaan yang kasar dengan uji kekuatan berkisar 500-3000 kgf. Identor (Bola
baja) biasanya telah dikeraskan dan diplating ataupun terbuat dari bahan Karbida
...(5)
Dimana :
D = Diameter bola (mm)
d = impression diameter (mm)
F = Load (beban) (kgf)
HB = Brinell result (HB)
Gambar 2.4 Pengujian brinell
2. Rockwell (HR / RHN)
Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell bertujuan menentukan
kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap indentor
berupa bola baja ataupun kerucut intan yang ditekankan pada permukaan material
uji tersebut.
Untuk mencari besarnya nilai kekerasan dengan menggunakan metode Rockwell
dijelaskan pada gambar 4, yaitu pada langkah 1 benda uji ditekan oleh indentor
dengan beban minor (Minor Load F0) setelah itu ditekan dengan beban mayor
(major Load F1) pada langkah 2, dan pada langkah 3 beban mayor diambil
sehingga yang tersisa adalah minor load dimana pada kondisi 3 ini indentor
ditahan seperti kondisi pada saat total load F yang terlihat pada Gambar 2.14.
Gambar 2.6 pengujian Rockwell
Dibawah ini merupakan rumus yang digunakan untuk mencari besarnya
untuk tiap jenis indentor berbeda-beda yang bias.
HR = Besarnya nilai kekerasan dengan metode hardness.
Tabel dibawah ini merupakan skala yang dipakai dalam pengujian Rockwell
skala dan range uji dalam skala Rockwell. Besarnya minor load maupun major
load tergantung dari jenis material yang akan di uji, jenis-jenisnya bisa dilihat
pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Rockwell Hardness Scales
F 1/16" steel
Pengujian kekerasan dengan metode Vickers bertujuan menentukan
kekerasan suatu material dalam yaitu daya tahan material terhadap indentor intan
yang cukup kecil dan mempunyai bentuk geometri berbentuk piramid seperti
ditunjukkan pada gambar 3. Beban yang dikenakan juga jauh lebih kecil
dibanding dengan pengujian rockwell dan brinel yaitu antara 1 sampai 1000
gram. Angka kekerasan Vickers (HV) didefinisikan sebagai hasil bagi (koefisien)
dari beban uji (F) dengan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) dari
indentor(diagonalnya) (A) yang dikalikan dengan sin (136°/2). Rumus untuk
Gambar 2.8 Pengujian Vikers
Gambar 2.9 Bentuk indicator vikers
Pengujian Vikers dapat dirumuskan :
...(7)
...(8)
Dimana,
HV = Angka kekerasan Vickers d = diagonal (mm)
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam bab ini akan dijelaskan metode-metode yang dilakukan pada proses
pengujian.
3.1 Jadwal Penelitian dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan dilaboratorium Pengujian Departmen Teknik Mesin
Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan november
2014 sampai dengan bulan januari 2015.
3.2 Metode Penelitian
Adapun beberapa proses pelaksanaan pengujian sebagai berikut:
 Proses pengujian dilaksanakan sepenuhnya, terhadap variable-variabel
yang mempengaruhi variasi sudut kampuh V tunggal, dalam hal ini
elektroda las tungsten inert gas yang ditinjau dari uji mekanis meliputi uji
tarik (tensile) dan uji kekerasan (hardness).
 Teknik pengumpulan data yang diperoleh dari proses pengelasan yang
dilakukan dari hasil pengujian tarik (tensile) dan uji kekerasan (hardness)
terhadap benda uji sebanyak 12 spesimen dimana 9 spesimen uji tarik dan
3 spesimen uji kekerasan dengan variasi sudut kampuh 600, 70 0 dan 800
 Metode analisa dan evaluasi data yang diperoleh dari pengujian yang
dilakukan dilaboratorium pada masing-masing spesimen adalah kualitatif.
2) Gerinda tangan
Dalam penelitian ini gerinda tangan digunakan untuk merapikan hasil las
an pada pesawat tanpa awak. Batu gerinda merupakan komposisi aluminium
oksida. gerinda ini dapat mengahsilkan putaran sekitar 11.000- 15.000 rpm.
Gambar 3.2 gerinda tangan
3) Las Listrik Merk Sauvage
Tipe : LEGS 225
No : 3433613
Tegangan : 380/220 V
Arus : 20/34 A
Arus Max : 27/47
Cos φ 0.54 bei 225 A
Cos φ bei 150 A
DB 100% ED 150 A 26 V
HSB 60 % ED 200 A 28 V
4) Mesin Gerinda
1. Material baja ST37 banyak digunakan di industri,
2. Proses pengelasan material baja ST37 memerlukan keterampilan khusus
dalam proses lasan.
3. Proses pembuatan baja ST37 dilakukan dengan pengecoran tradisional.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam proses pengelasan adalah:
1. Mempersiapkan mesin las TIG sesuai dengan pemasangan.
2. Mempersiapkan benda kerja yang akan dilas.
3. Pembentukan sudut kampuh, dimana yang digunakan jenis kampuh V
Gambar 3.5 Bentuk dan posisi sudut kampuh (a) sudut 600. (b) Sudut
700, (c) Sudut 800
4. Mempersiapkan elektroda sesuai dengan daya api dan ketebalan
spesimen.
5. Menyalakan dan menyetel arus yang diinginkan sesuai dengan kebutuhan
pengelasan.
Setelah menyalakan mesin las dan menyetel kuat arus , maka dilakukan
pengelasan pada spesimen yang menyala sampai kawat las menyatu dengan
spesimen.
3.3.2.2 Pembentukan Spesimen Uji Tarik (Tensile Test)
Sebelum diuji, pada masing-masing spesimen dipotong dan dibentuk dengan
menggunakan mesin skrap sehingga sesuai dengan standar uji tarik lembaran yaitu
ASTM E-8M, spesimen ditunjukkan pada gambar 3.7.
Pembentukan spesimen dengan sudut kampuh 600, 700 dan 800 berdasarkan
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Spesimen dipotong menjadi 9 bagian yang ukurannya sesuai dengan
kebutuhan pengujian.
2. Setelah dipotong dilakukan pembentukan sudut kampuh dengan sudut
masing-masing 600, 700 dan 800, yang dimana menggunakan sudut
kampuh V tunggal.
Gambar 3.7 Spesimen uji tarik sebelum pengelasan.
3. Dilakukan penyambungan dengan pengelasan pada sudut kampuh V
Berikut ini adalah prosedur percobaan yang dilakukan pada pengujian tarik
dengan menggunakan alat uji tarik.
1. Spesimen dibentuk sesuai ukuran menurut standar ASTM E-8M.
2. Mesin uji tarik dihidupkan kemudian disetting alat pembaca grafik dan
jarum skala beban pada panel.
3. Spesimen dicekam pada chuck atas, kemudian chuck bawah dinaikkan
dengan menekan tombol UP hingga mencekam spesimen secara
keseluruhan.
4. Katup hidrolik (load valve) dibuka kemudian mesin (pompa
hidrolik/PUMP) dijalankan sampai spesimen putus.
5. Setelah spesimen putus katup hidrolik (load valve) ditutup dan katup
pembuka (unload valve) dibuka, kemudian chuck bawah diturunkan
dengan menekan tombol down.
6. Spesimen yang putus dilepas , kemudian diukur besar pertambahan
panjangnya dan besar nilai regangan yang diperoleh dari grafik hasil uji
tarik seperti yang terlihat pada lampiran uji tarik kemudian dicatat data
hasil pengujian.
3.4.2 Pengujian Kekerasan (Hardness Test)
Percobaan uji kekerasan (Hardness Test) yang akan dilakukan adalah
percobaan kekerasan dengan cara mekanis statis (bukan mekanis dinamis) dan itu
meliputi cara-cara Rockwell, Brinell dan Vickers. Ketiga cara tersebut diatas
berdasarkan pada cara penekanannya (indentation) suatu benda yang tidak
terdeformasi kedalam permukaan logam yang diuji (specimen) kekerasannya,
sehingga terjadi suatu bekas penekanan (lekukan) yang kemudian dijadikan dasar
untuk penilaian kekerasannya. Penekanan dilakukan sampai lekukan yang bersifat
tetap. Logam yang diuji akan lebih keras bila bekas yang terjadi lebih kecil.
Alat yang dipergunakan untuk melakukan uji kekerasan suatu logam yang
dilakukan dengan menggunakan uji kekerasan Rockwell digunakan alat yang
bernama Rockwell Hardness Test. Alat pengujian Brinnel dapat dilihat pada
gambar 3.12.
Gambar 3.12 Alat uji Brinell (Lab. Metallurgi USU)
1
2
3 4
5
Spesifikasi:
Berikut ini adalah prosedur percobaan yang dilakukan pada pengujian
kekerasan dengan metode Brinell :
1. Spesimen dibersihkan permukaannya dengan mesin polish hingga
permukaannya rata dan mengkilap.
2. Setelah bersih, spesimen diletakkan pada landasan uji dan bola indentor yang
digunakan adalah bola dengan diameter 10 mm.
3. Spesimen dinaikkan hingga menyentuh bola indentor, kemudian katup
hidrolik dikunci.
4. Tuas hidrolik ditekan berulang-ulang hingga skala pada panel menunjukkan
angka 3000 kg kemudian ditahan selama 15 detik.
5. Setelah 15 detik katup hidrolik dibuka untuk mengembalikan beban ke posisi
6. Pengamatan diameter indentasi dilakukan dengan menggunakan teropong
Indentor dan data diameternya disesuaikan dengan tabel kekerasan BHN.
7. Pengambilan data kekerasan diulang sebanyak 5 kali untuk masing-masing
spesimen dan diambil data rata-ratanya.
3.5 Diagram Alir Penelitian
Diagram alir penelitian ditunjukan oleh Gambar 3.8.
BAB 4
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
4.1 Pendahuluan
Pada bab ini akan membahas mengenai hasil dari percobaan uji tarik dan uji
kekerasan yang dilakukan pada spesimen baja ST37 dengan variasi sudut kampuh
V tunggal. Setelah melakukan tahapan–tahapan seperti pada metodologi penelitian
maka diperoleh hasil nilai ketangguhan dari sifat mekanisnya.
4.2 Hasil Pengujian
Hasil pengujian pada penelitian ini meliputi hasil pengujian dari sifat
mekanisnya seperti pengujian pengujian tarik, dan pengujian kekerasan.
4.2.1 Hasil Pengujian Tarik (Tensile)
Berikut ini adalah hasil pengujian dan tabel hasil pengujian untuk tegangan,
regangan dan modulus elastisitas dari hasil uji kekuatan tarik:
Tegangan (σ)
Tegangan pada uji tarik merupakan berat beban (P) dibagi dengan luas
penampang (A) pada sepesimen. Maka hasil perhitungan tegangan pada untuk
setiap spesimennya sama. Dapat dihitung dengan persamaan berikut:
A P
……….. (1)
Dimana : σ = Tegangan (N/mm2) A = Luas penampang (mm2)
Regangan (
e
)Regangan pada uji tarik merupakan perpanjangan (∆L) dibagi dengan
panjang awal (L0) pada sepesimen dikali dengan 100%. Maka hasil
perhitungan tegangan pada untuk setiap spesimennya sama. Dapat dihitung
dengan persamaan berikut:
Dimana:
e = Regangan (%)
∆L = Perpanjangan (mm2)
Lf = Panjang Akhir (mm)
L0 = Panjang Awal (mm)
Modulus elastis (E)
Modulus elastisitas pada uji tarik merupakan tegangan (σ) dibagi dengan
regangan (ε) pada sepesimen. Maka hasil perhitungan tegangan pada untuk setiap
spesimennya sama. Dapat dihitung dengan persamaan berikut:
Dimana:
E = Modulus Elastisitas (N/mm2)
σ= Tegangan (N/mm2)
Nilai tegangan untuk masing-masing spesimen adalah:
a. Variasi Sudut Kampuh V Tunggal 600
1. Spesimen I
Maka,
2. Spesimen II
Maka,
3. Spesimen III
Maka,
Tabel nilai tegangan baja ST 37 variasi sudut kampuh 600 dapat dilihat pada
tabel 4.1
Tabel 4.1 Nilai tegangan variasi sudut kampuh 600
Spesimen σ (N/mm2) σ (rata-rata)
1 708,705
2 630,580 673.214 N/mm2
3 580,357
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai tegangan pada spesimen pertama
N/mm2, dan nilai tegangan pada spesimen ketiga sebesar 580.357 N/mm2. Nilai
tegangan rata-rata pada sudut 600 adalah 673.214 N/mm2.
b. Variasi Sudut Kampuh V Tunggal 700
1 Specimen I
Maka,
2 Specimen II
Maka,
3 Specimen III
Maka,
Tabel nilai tegangan baja ST 37 variasi sudut kampuh 700 dapat dilihat pada
tabel 4.2.
Tabel 4.2 Nilai tegangan variasi sudut kampuh 700
Spesimen σ (N/mm2) σ (rata-rata)
1 505.022
2 438.058 447.358 N/mm2
3 398.995
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai tegangan pada spesimen pertama
N/mm2, dan nilai tegangan pada spesimen ketiga sebesar 398.995 N/mm2. Nilai
tegangan rata-rata spesimen sudut 700 adalah 447.458 N/mm2
c. Baja ST37 pada Variasi Sudut Kampuh V Tunggal 800
1 Spesimen I
Maka,
2 Spesimen II
Maka,
3 Spesimen III
Maka,
Tabel nilai tegangan baja ST 37 variasi sudut kampuh 800 dapat dilihat pada
table 4.3.
Tabel 4.3 Nilai tegangan variasi sudut kampuh 800
Spesimen σ (N/mm2) σ (rata-rata)
1 552.455
2 527.343 530.133 N/mm2
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai tegangan pada spesimen pertama
sebesar 552.455 N/mm2, nilai tegangan pada spesimen kedua sebesar 527.343
N/mm2, dan nilai tegangan pada spesimen ketiga sebesar 510.602 N/mm2. Nilai
tegangangan rata-rata spesimen sudut 800 adalah 530.133 N/mm2.
Grafik nilai tegangan rata-rata baja ST 37 variasi sudut kampuh v tunggal 600,
700, dan 800 dapat dilihat pada gambar 4.1.
Gambar 4.1 Grafik nilai tegangan rata-rata baja ST37
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa nilai tegangan rata-rata tertinggi
terdapat pada spesimen 600 yaitu sebesar 673,214 N/mm2 dan nilai tegangan
rata-rata terkecil pada spesimen 700 sebesar 447,358 N/mm2. Hal ini dikarenakan sudut
kampuh v tunggal mempengaruhi hasil lasan, semakin kecil sudut kampuh maka
semakin besar nilai tegangannya.
Nilai regangan untuk masing-masing spesimen adalah:
a. Baja ST 37 dengan Variasi Sudut Kampuh V Tunggal 600
1. Specimen I
Maka
,
2. Spesimen II
Maka,
3. Spesimen III
Maka,
Tabel nilai regangan baja ST 37 variasi sudut kampuh 600 dapat dilihat
pada tabel 4.4.
Tabel 4.4 Nilai regangan variasi sudut kampuh 600
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai regangan pada spesimen pertama
sebesar 3.7%, nilai regangan pada spesimen kedua sebesar 4.2%, dan nilai
regangan pada spesimen ketiga sebesar 4.12%. Sementara nilai regangan rata-rata
spesimen sudut 600 adalah 4,0067%.
Spesimen (%) (rata-rata)
1
3.7
2 4.20 4,0067%
b. Baja ST 37 Variasi Sudut Kampuh V Tunggal 700
1. Spesimen I
Maka,
2. Spesimen II
Maka,
3. Spesimen III
Maka,
Tabel nilai tegangan baja ST 37 variasi sudut kampuh 700 dapat dilihat pada
tabel 4.5.
Tabel 4.5 Nilai regangan variasi sudut kampuh 700
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai regangan pada spesimen pertama
sebesar 3.32%, nilai tegangan pada spesimen kedua sebesar 1.53%, dan nilai
tegangan pada spesimen ketiga sebesar 1.03%. Semetara nilai regangan rata-rata
spesimen sudut 700 adalah 1,96.
Spesimen (%) (rata-rata)
1 3.32
2 1.53 1,96
c. Baja ST 37 Variasi Sudut Kampuh V Tunggal 800
1. Spesimen I
Maka,
2. Spesimen II
Maka,
3. Spesimen III
Maka,
Tabel nilai regangan baja ST 37 variasi sudut kampuh 800 dapat dilihat
pada tabel 4.6.
Tabel 4.6 Nilai regangan variasi suudut kampuh 800
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai regangan pada spesimen pertama
sebesar 1.88%, nilai tegangan pada spesimen kedua sebesar 3.79%, dan nilai
tegangan pada spesimen ketiga sebesar 1.25%. Sementara nilai regangan rata-rata
spesimen sudut 800 adalah 2,3067%.
Spesimen (%) (rata-rata)
1 1.88
2 3.79 2,3067%
3