• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja 2.1.1 Struktur Baja - Analisis Sifat Mekanis pada Plat Baja ST37 Terhadap Variasi Sudut Kampuh V Tunggal Pengelasan Tig

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja 2.1.1 Struktur Baja - Analisis Sifat Mekanis pada Plat Baja ST37 Terhadap Variasi Sudut Kampuh V Tunggal Pengelasan Tig"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja

2.1.1 Struktur Baja

Baja adalah seluruh macam besi yang dengan tidak dikerjakan terlebih dahulu lagi, sudah dapat di tempa. Baja adalah bahan yang serba kesamaannya (homogenitasnya) tinggi, terdiri terutama dari Fe dalam bentuk kristal dan C. Pembuatannya di lakukan sebagai pembersihan dalam temperature yang tinggi dari besi mentah yang di dapat dari proses dapur tinggi. Baja adalah besi mentah tidak dapat ditempa.

1. Terdapat 3 macam besi mentah: a. Besi mentah putih

b. Besi mentah kelabu c. Besi mentah bentuk antar 2. Proses pembuatan baja:

a. Proses Bessemer b. Proses Thomas c. Proses martin

d. Proses dengan dapur elektro

e. Proses dengan mempergunakan kui f. Proses aduk (proses puddle)

3. Sifat-sifat umum dari baja : sifat-sifat dari baja yaitu teristimewa kelakuannya dalam berbagai macam keadaan pembebanan atau muatan terutama tergantung:

(2)

b. Macam dan banyakknya logam campuran

c. Cara (proses) yang di gunakan waktu pembuatannya

d. Dalam proses pembuatan baja maka logam campuran baja sebagian sudah ada dalam bahan mentah itu namun masih perlu di tambahkan pada waktu pembuatan baja seperti :C, Mn, Si termasuk bahan utama S dan P.

4. Sifat-sifat utama baja untuk dapat dipergunakan sebagai bahan bangunan : a. Keteguhan (solidity) artinya m empunyai ketahanan terhadap tarikan,

tekanan atau lentur

b. Elastisitas (elasticity) artinya kemampuan atau kesanggupan untuk dalam batas- batas pembebanan tertentu, sesudahnya pembebanan ditiadakan kembali kepeda bentuk semula.

c. Kekenyalan/ keliatan (tenacity) artinya kemampuan atau kesanggupan untuk dapat menerima perubahan bentuk yang besar tanpa menderita kerugian- kerugian berupa cacat atau kerusakan yang terlihat dari luar dan dalam untuk jangka waktu pendek.

d. Kemungkinan ditempa (malleability) sifat dalam keadaan merah pijar menjadi lembek dan plastis sehingga dapat di rubah bentuknya.

e. Kemunggkinan dilas (weklability) artinya sifat dalam keadaan panas dapat digabungkan satu sama lain dengan memakai atau tidak memakai bahan tambahan, tanpa merugikan sifat-sifat keteguhannya. f. Kekerasan (hardness) kekuatan melawan terhadap masuknya benda

(3)

2.1.2 Klasifikasi Baja

1) Menurut kekuatannya terdapat beberapa jenis baja, diantaranya: ST 37, ST 42, ST 50, dst. Standart DIN (Jerman) St X X kekuatan dalam kg/mm2 steel (baja). Contoh : ST37: baja dengan kekuatan 37 kg/mm2.

2) Menurut komposisinya,

a. Baja karbon rendah (low carbon steel): C~0,25 %

b. Baja karbon menengah (medium carbon steel): C=0,25%-0,55% c. Baja karbon tinggi (high carbon steel): C>0,55%

d. Baja paduan rendah (low alloysteell):unsur paduan < 10 % e. Baja paduan tinggi (high alloy steel): unsure paduan >10% 3) Menurut mikrostrukturnya:

a. Baja hipoeutektoik: ferit dan ferlit b. Baja eutektoit: perlit

c. Baja bainit d. Baja martensit

4) Menurut cara pembuatannya a. Baja Bessemer

b. Baja siemen- martin c. Baja listrik dan lain-lain 5) Menurut penggunaannya :

(4)

6) Menurut bentuknya a. Baja pelat

b. Baja strip c. Baja sheet d. Baja pipa

e. Baja batang fropil

2.1.3 Jenis – jenis Baja

Baja secara umum dapat dikelompokkan atas 2 jenis yaitu : Baja karbon (Carbon steel)

Baja paduan (Alloy steel)

1) Baja Karbon (carbon steel) Baja karbon dapat terdiri atas :

a.Baja karbon rendah (low carbon steel)

Machine, machinery dan mild steel (0,05 % – 0,30% C ) Sifatnya mudah ditempa dan mudah di mesin. Penggunaannya:

0,05 % – 0,20 % C : automobile bodies, buildings, pipes, chains, rivets,

screws, nails.

0,20 % – 0,30 % C : gears, shafts, bolts, forgings, bridges, buildings

b. Baja karbon menengah (medium carbon steel ) • Kekuatan lebih tinggi daripada baja karbon rendah. • Sifatnya sulit untuk dibengkokkan, dilas, dipotong.

Penggunaan:

(5)

0,40 % – 0,50 % C : car axles, crankshafts, rails, boilers, auger bits, screwdrivers.

0,50 % – 0,60 % C : hammers dan sledges c. Baja karbon tinggi (high carbon steel)

Sifatnya sulit dibengkokkan, dilas dan dipotong. Kandungan 0,60 % – 1,50 % C.

2) Baja Paduan (Alloy steel)

Tujuan dilakukan penambahan unsur yaitu:

Untuk menaikkan sifat mekanik baja (kekerasan, keliatan, kekuatan tarik dan sebagainya).

Untuk menaikkan sifat mekanik pada temperatur rendah.

Untuk meningkatkan daya tahan terhadap reaksi kimia (oksidasi dan reduksi).

Untuk membuat sifat-sifat spesial.

Baja paduan yang diklasifikasikan menurut kadar karbonnya dibagi menjadi:

Low alloy steel, jika elemen paduannya ≤ 2,5 % .

Medium alloy steel, jika elemen paduannya 2,5 – 10 %. High alloy steel, jika elemen paduannya > 10 %.

(6)

3) Baja Paduan Khusus (special alloy steel)

Baja jenis ini mengandung satu atau lebih logam-logam seperti nikel, chromium, manganese, molybdenum, tungsten dan vanadium. Dengan menambahkan logam tersebut ke dalam baja maka baja paduan tersebut akan merubah sifat-sifat mekanik dan kimianya seperti menjadi lebih keras, kuat dan ulet bila dibandingkan terhadap baja karbon (carbon steel).

4) High Speed Steel (HSS) Self Hardening Steel

Kandungan karbon : 0,70 % – 1,50 %. Penggunaan membuat alat-alat potong seperti drills, reamers, countersinks, lathe tool bits dan milling cutters. Disebut High Speed Steel karena alat potong yang dibuat dengan material tersebut dapat

dioperasikan dua kali lebih cepat dibanding dengan carbon steel. Sedangkan harga dari HSS besarnya dua sampai empat kali dari pada carbon steel.

Jenis Lainnya:

Baja dengan sifat fisik dan kimia khusus: Baja tahan garam (acid-resisting steel) Baja tahan panas (heat resistant steel) Baja tanpa sisik (non scaling steel) Electric steel

Magnetic steel

Non magnetic steel

(7)

Dengan mengkombinasikan dua klasifikasi baja menurut kegunaan dan komposisi kimia maka diperoleh lima kelompok baja yaitu:

Baja karbon konstruksi (carbon structural steel) Baja karbon perkakas (carbon tool steel)

Baja paduan konstruksi (Alloyed structural steel) Baja paduan perkakas (Alloyed tool steel)

Baja konstruksi paduan tinggi (Highly alloy structural steel)

2.1.4 Baja ST 37

(8)

Tegangan sisa dapat diturunkan dengan cara pemanasan pasca las pada daerah tersebut, yang sering disebut post heat.

2.2 Pengelasan

Definisi pengelasan menurut DIN (Deutsche Industrie Norman) adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair. Dengan kata lain, las merupakan sambungan setempat dari beberapa batang logam dengan menggunakan energi panas.

Mengelas menurut Alip (1989) adalah suatu aktifitas menyambung dua bagian benda atau lebih dengan cara memanaskan atau menekan atau gabungan dari keduanya sedemikian rupa sehingga menyatu seperti benda utuh. Penyambungan bisa dengan atau tanpa bahan tambah (filler metal) yang sama atau berbeda titik cair maupun strukturnya.

Mawardi (2005), Pengelasan dapat diartikan dengan proses penyambungan dua buah logam sampai titik rekristalisasi logam, dengan atau tanpa menggunakan bahan tambah dan menggunakan energi panas sebagai pencair bahan yang dilas. Pengelasan juga dapat diartikan sebagai ikatan tetap dari benda atau logam yang dipanaskan.

(9)

2.2.1 Prinsip Kerja Las Listrik

Pada dasarnya las listrik yang menggunakan elektroda karbon maupun logam, menggunakan tenaga listrik sebagai sumber panas. Busur listrik yang terjadi antara ujung elektroda dan benda kerja dapat mancapai temperatur tinggi yang dapat melelehkan sebagian bahan merupakan perkalian antara tegangan listrik (E) dangan kuat arus (I) dan waktu (t) yang dinyatakan dalam satuan panas joule, atau kalori seperti rumus dibawah ini :

H = E x I x t ………..(1) dimana :

H = Panas Dalam Satuan Joule. E = Tegangan Listrik Dalam Volt. I = Kuat Arus Dalam Amper. t = Waktu Dalam Detik.

A. Las Listrik Dengan Elektroda Karbon (Carbon Arc Welding)

Carbon Arc Welding mungkin adalah proses las listrik yang dikembangkan

pertama kali menurut catatan, eksperimen las listrik pertama kali dilakukan pada tahun 1881, ketika Auguste de Meritens (Perancis) menggunakan busur karbon sebagai sumber pengelasan dengan aki sebagai sumber listriknya. Dalam eksperimennya, dia menghubungkan benda kerja dengan kutub positif. Walaupun kurang efisien, proses ini berhasil menyatukan timah dengan timah. Carbon Arc Welding adalah proses untuk menyatukan logam dengan menggunakan panas dari

(10)

dan besi. Mula-mula elektroda kontak/bersinggungan dengan logam yang dilas sehingga terjadi aliran arus listrik, kemudian elektroda diangkat sedikit sehingga timbullah busur. Panas pada busur bisa mencapai 5.5000 C. Sumber arusnya bias DC maupun AC. Dengan menggunakan DC/AC, proses Carbon Arc Welding bisa dipakai secara manual ataupun otomatis. Pendinginannya tergantung besarnya arus, bila penggunaan arus di atas 200 Ampere digunakan air pendingin (Water Cooled). Dan sebaliknya bila di bawah 200 Ampere digunakan pendingin dengan

udara bebas (Air cooled). Jenis bahan elektroda yang banyak digunakan adalah elektroda jenis logam walaupun ada juga jenis elektroda dari bahan karbon namun sudah jarang digunakan.

Elektroda berfungsi sebagai logam pengisi pada logam yang dilas sehingga jenis bahan elektroda harus disesuaikan dengan jenis logam yang dilas. Untuk las biasa mutu lasan antara arus searah dengan arus bolak-balik tidak jauh berbeda, namun polaritas sangat berpengaruh terhadap mutu lasan. Elektroda yang digunakan pada pengelasan jenis ini ada 3 macam yaitu: elektroda polos, elektroda fluks dan elektroda berlapis tebal.

Elektroda polos adalah elektroda tanpa diberi lapisan dan penggunaan elektroda jenis ini terbatas antara lain untuk besi tempa dan baja lunak. Elektroda fluks adalah elektroda yang mempunyai lapisan tipis fluks, dimana fluks ini berguna melarutkan dan mencegah terbentuknya oksida-oksida pada saat pengelasan. Kawat las berlapis tebal paling banyak digunakan terutama pada proses pengelasan komersil. Lapisan pada elektroda berlapis tebal mempunyai fungsi :

(11)

2. Membentuk terak dengan sifat-sifat tertentu untuk melindungi logam cair. 3. Memungkinkan pengelasan pada posisi diatas kepala dan tegak lurus.

Kecepatan pengelasan dan keserbagunaan mesin las arus bolak-balik dan arus searah hampir sama, namun untuk pengelasan logam/pelat tebal, las arus bolak-balok lebih cepat.

B. Las Elektroda Terbungkus (Coated Electrode Welding)

Cara Pengelasan dimana elektrodanya dibungkus dengan fluks merupakan pengembangan lebih lanjut dari pengelasan dengan eletroda logam tanpa pelindung (Bare Metal Electrode). Dengan elektroda logam tanpa pelindung, busur sulit dikontrol dan mengalami pendinginan terlalu cepat sehingga O2 dan N2 dari atmosfir diubah menjadi oksida dan nitrida, akibatnya sambungan menjadi rapuh dan lemah. Prinsip Las Elektroda Terbungkus adalah akibat dari busur listrik yang terjadi antara elektroda dan logam induk yang mengakibatkan logam induk dan ujung elektroda mencair dan kemudian membeku bersama-sama. lapisan (pembungkus) elektroda terbakar bersama dengan meleburnya elektroda. Fungsi Fluks ini antara lain:

- Melindungi logam cair dari lingkungan udara. - Menghasilkan gas pelindung

- Menstabilkan busur

(12)

C. Las Busur Rendam (Submerged Arc Welding)

Dalam pengelasam busur rendam otomatis, busur dan material yang diumpankan untuk pengelasan tidak diperlukan seorang operator yang ahli. Pengelasan otomatis ini pertama kali diusulkan oleh Bernardos dan N. Slavianoff dan las busur rendam dipraktekkan pertama kali oleh D. Dulchevsky. Las busur rendam adalah pengelasan dimana logam cair tertutup dengan fluks yang diatur melalui suatu penampung fluks dan logam pengisi yang berupa kawat pejal diumpankan secara terus menerus. Dalam pengelasan ini busur listriknya terendam dalam fluks. Karena dalam pengelasan ini, busur listriknya tidak kelihatan, maka sangat sukar untuk mengatur jatuhnya ujung busur. Di samping itu karena mempergunakan kawat elektroda yang besar maka sangat sukar untuk memegang alat pembakar dengan tangan tepat pada tempatnya. Karena kedua hal tersebut maka pengelasan selalu dilaksanakan secara otomatis penuh. Mesin las ini dapat menggunakan sumber listrik AC yang lamban dan DC dengan tegangan tetap.

(13)

D. Tungsten Inert Gas (TIG)

Pengelasan ini pertama kali ditemukan diAmerika Serikat (1940), berawal dari pengelasan paduan untuk bodi pesawat terbang. Prinsipnya : Panas dari busur terjadi diantara elektrode tungsten dan logam induk akan meleburkan logam pengisi ke logam induk di mana busurnya dilindungi oleh gas mulia (Ar atau He). Las ini memakai elektroda tungsten yang mempunyai titik lebur yang sangat tinggi (3260 C) dan gas pelindungnya Argon/Helium. Sebenarnya masih ada gas lainnya, seperti xenon. Tetapi karena sulit didapat maka jarang digunakan. Dalam penggunaannya tungsten tidak ikut mencair karena tungsten tahan panas melebihi dari logam pengisi. Karena elektrodanya tidak ikut mencair maka disebut elektroda tidak terumpan.

Keuntungan : Digunakan untuk Alloy Steel, Stainless Steel maupun paduan Non Ferrous : Ni, Cu, Al (Air Craft). Disamping itu mutu las bermutu tinggi, hasil las padat, bebas dari porositas dan dapat untuk mengelas berbagai posisi dan ketebalan. Dibandinkan dengan Carbon Arc Welding, tungsten inert gas memiliki beberapa keunggulan. Pada umumnya Tungsten Arc Welding hampir sama dengan Carbon Arc Welding. Persamaannya:

- Sumber arusnya sama (Power Supply/Welding Circuit) - Memakai elektroda kawat

- Dikhususkan hanya untuk las.

Perbedaannya:

- Carbon Arc Welding memakai fluks, TIG memakai gas pelindung.

(14)

- Carbon Arc Welding tidak perlu filler metal, TIG diperlukan filler metal.

Perincian lebih lanjut dari klasifikasi ini dapat dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Klasifikasi cara pengelasan

2.2.2 Pengelasan Gas Tungsten Arc Welding (GTAW)

Gas Tungsten Arc Welding (GTAW) atau sering juga disebut Tungsten Inert

(15)

memerlukan fluks ataupun lapisan kawat las untuk melindungi sambungan. Elektroda pada GTAW termasuk elektroda tidak terumpan (non consumable) berfungsi sebagai tempat tumpuan terjadinya busur listrik. GTAW mampu menghasilkan las yang berkualitas tinggi pada hampir semua jenis logam mampu las. Biasanya ini digunakan pada stainless steel dan logam ringan lainnya seperti alumunium, magnesium dan lain-lain. Hasil pengelasan pada teknik ini cukup baik tapi membutuhkan kemampuan yang tinggi. Metode pengelasan ini sebelumnya dikenal dengan nama Tungsten Inert Gas (TIG). Gas Inert yang biasa digunakan adalah wolfram untuk pelindung yang bagus sehingga atmosfir udara tidak masuk ke daerah lasan. Namun sekarang digunakan Co2 (tidak inert) karena lebih murah dan stabil. Elektroda tungsten bukan sebagai filler metal, sehingga perlu filler metal dari luar untuk mengisi gap sambungan. Filler metal bersama logam induk akan dicairkan oleh busur listrik yang terjadi antara elektroda dengan logam induk. Las busur yang menggunakan elektroda wolfram (elektroda tak terumpan) dikenal pula dengan sebutan las busur wolfram gas. Pada proses ini las dilindungi oleh selubung gas mulia yang dialirkan melalui pemegang elektroda yang didinginkan dengan air.

TIG (Tungsten Inert Gas) adalah suatu proses pengelasan busur listrik elektroda tidak terumpan, dengan menggunakan gas mulia sebagai pelindung terhadap pengaruh udara luar, pada proses pengelasan TIG peleburan logam terjadi karena panas yang dihasilkan oleh busur listrik antara elektroda dengan logam induk.

(16)

atau secara otomatis dengan mengotomatiskan cara pengumpamaan logam pengisi.

Penggunaan las TIG mempunyai dua keuntungan, pertama kecepatan pengumpanan logam pengisi dapat diatur terlepas dari besarnya arus listrik sehingga penetrasi kedalam logam induk dapat diatur semuanya. Cara pengaturan ini memungkinkan las TIG dapat digunakan dengan memuaskan baik untuk pelat baja tipis maupun pelat baja tebal. Sedangkan untuk aluminium karena permukaannya selalu dilapisi dengan oksida yang mempunyai titik cair yang tinggi, maka sebaiknya memakai arus bolak – balik berfrekuensi tinggi.

Sumber listrik yang digunakan untuk pengelasan TIG dapat berupa listrik DC atau listrik AC. Pada umumnya pada proses pengelasan TIG sumber listrik yang digunakan mempunyai karakteristik yang lamban, sehingga dapat menggunakan listrik DC untuk memulai menimbulkan busur perlu ditambah dengan listrik AC frekuensi tinggi. Elektroda yang digunakan terbuat dari wolfram murni atau paduan antara wolfram – torium, yang berbentuk batang dengan garis tengah antara 1,0 mm sampai 4,8 mm. gas yang dipakai untuk pelindung adalah gas argon murni, karena pencampuran dengan O2 atau CO2 yang bersifat oksidator akan mempercepat keausan ujung elektroda.

Penggunaan las pengisi tidak ada batasnya, biasanya logam pengisi diambil logam yang memiliki komposisi yang sama dengan logam induk. Penggunaan mesin las TIG untuk beberapa jenis logam dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Penggunaan Mesin Las TIG untuk Beberapa Logam

(17)

Aluminium dan

Sesuai - Dapat untuk pelat

tipis Tembaga dan

Paduannya

Terbatas Sesuai

-Aluminium brons Sesuai Terbatas

-2.3 Klasifikasi Kawat Elektroda Dan Fluksi 2.3.1. Fluksi

Fluksi merupakan pembungkus elektroda yang sangat diperlukan untuk meningkatkan mutu sambungan karna fluksi bersifat melindungi metal cair dari udara bebas serta menstabilkan busur.

Terdapat 2 macam Fluksi sesuai dengan pembuatannya : - Fused Fluksi.

- Bonded Fluksi.

A). Fused Fluksi

Fused Fluksi terbuat dari campuran butir-butir material seperti mangan, kapur, boxit, kwarsa dan fluorpar didalam suatu tungku pemanas. Cairan terak yang terbentuk akan diubah ke dalam bentuk fluksi dengan jalan :

(18)

B). Bonded Fluksi

Bonded Fluksi ini dibuat di pabrik dengan jalan mencampur butiran-butiran

material yang ukurannya jauh lebih halus seperti mineral, ferroalloy, water glass sebagi pengikat dalam suatu pengaduk (mixer) yang khusus. Campuran tersebut kemudian akan dikeringkan dalam suatu pengering yang berputar pada temperatur 6000– 8000 C.

2.3.2. Kawat Elektroda

Elektroda baja lunak dan baja paduan rendah untuk las busur listrik manurut klasifikasi AWS (American Welding Society) dinyatakan dengan tanda E XXXX yang artinya sebagai berikut :

E menyatakan elaktroda busur listrik.

XX (dua angka) sesudah E menyatakan kekuatan tarik deposit las dalam ribuan Ib/in2 lihat table.

X (angka ketiga) menyatakan posisi pangelasan angka 1 untuk pengelasan segala posisi. angka 2 untuk pengelasan posisi datar di bawah tangan.

X (angka keempat) menyatakan jenis selaput dan jenis arus yang cocok dipakai untuk pengelasan.

Contoh : E 6013

Artinya sebagai berikut:

Kekuatan tarik minimum dan deposit las adalah 60.000 Ib/in2 atau 42 kg/mm2 Dapat dipakai untuk pengelasan segala posisi

(19)

2.4 Elektroda Las Listrik 2.4.1 Elektroda Berselaput

Elektroda berselaput yang dipakai pada Ias busur listrik mempunyai perbedaan komposisi selaput maupun kawat Inti. Pelapisan fluksi pada kawat inti dapat dengah cara destrusi, semprot atau celup. Ukuran standar diameter kawat inti dari 1,5 mm sampai 7 mm dengan panjang antara 350 sampai 450 mm. Jenis-jenis selaput fluksi pada elektroda misalnya selulosa, kalsium karbonat (CaCO3), titanium dioksida (rutil), kaolin, kalium oksida mangan, oksida besi, serbuk besi, besi silikon, besi mangan dan sebagainya dengan persentase yang berbeda-beda, untuk tiap jenis elektroda. Tebal selaput elektroda berkisar antara 70% sampai 50% dari diameter elektroda tergantung dari jenis selaput. Pada waktu pengelasan, selaput elektroda ini akan turut mencair dan menghasilkan gas CO2 yang melindungi cairan las, busur listrik dan sebagian benda kerja terhadap udara luar. Udara luar yang mengandung O2 dan N akan dapat mempengaruhi sifat mekanik dari logam Ias. Cairan selaput yang disebut terak akan terapung dan membeku melapisi permukaan las yang masih panas.

2.4.2. Jenis Elektroda Baja Lunak a) 2.4.2.1. E 6011

(20)

b) E 6012 dan E6013

Kedua elektroda ini termasuk jenis selaput rutil yang dapat menghasilkan penembusan sedang. Keduanya dapat dipakai untuk pengelasan segala posisi, tetapi kebanyakan jenis E 6013 sangat baik untuk posisi pengelasan tegak dan bawah. Jenis E 6012 umumnya dapat dipakai pada ampere yang relatif lebih tinggi dari E 6013. E6013 yang mengandung lebih banyak kalium memudahkan pemakaian pada voltage mesin yang rendah. Elektroda dengan diameter kecil kebanyakan dipakai untuk pengelasan pelat tipis.

c) E6020

Elektroda jenis ini dapat menghasilkan penembusan sedang dan teraknya mudah dilepas dari lapisan las. Selaput elektroda terutama mengandung oksida besi dan mangan. Cairan terak yang terlalu cair dan mudah mengalir menyulitkan pada pengelasan dengan posisi lain dari pada bawah tangan atau datar pada las sudut.

d) E6027, E7014, E7018, E7024, dan E7028

Jenis elektroda ini mengandung serbuk besi untuk meningkatkan efisiensi pengelasan. Umumnya selaput elektroda akan lebih tebal dengan bertambahnya persentase serbuk besi. Dengan adanya serbuk besi dan bertambahnya tebal selaput akan memerlukan ampere yang lebih tinggi.

e) Elektroda Hidrogen Rendah

(21)

2.4.3 Desain Sambungan Las

Untuk menghasilkan kualitas sambungan las yang baik, salah satu faktor yang harus diperhatikan yaitu kampuh las. Kampuh las ini berguna untuk menampung bahan pengisi agar lebih banyak yang merekat pada benda kerja, dengan demikian kekuatan las akan terjamin. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan jenis kampuh adalah:

1. Ketebalan benda kerja. 2. Jenis benda kerja.

3. Kekuatan yang diinginkan. 4. Posisi pengelasan.

Sebelum memulai proses pengelasan terlebih dahulu ditentukan jenis sambungan las yang akan dipilih. Hal-hal yang harus diperhatikan bahwa sambungan yang dibuat akan mampu menerima beban (beban statis, beban dinamis, atau keduanya).

Dengan adanya beberapa kemungkinan pemberian beban sambungan las, maka terdapat beberapa jenis sambungan las, yaitu sebagai berikut:

1. Kampuh V Tunggal

(22)

2. Kampuh Persegi

Sambungan ini dapat dibuat menjadi 2 kemungkinan, yaitu sambungan tertutup dan sambungan terbuka.Sambungan ini kuat untuk beban statis tapi tidak kuat untuk beban tekuk.

3. Kampuh V Ganda

Sambungan ini lebih kuat dari pada V tunggal, sangat baik untuk kondisi beban statis dan dinamis serta dapat menjaga perubahan bentuk kelengkungan sekecil mungkin.dipakai pada ketebalan 18 mm-30 mm. 4. Kampuh Tirus Tunggal

Sambungan ini digunakan untuk beban tekan yang besar.Sambungan ini lebih baik dari sambungan persegi, tetapi tidak lebih baik dari pada sambungan V. Letaknya disarankan terbuka dan dipakai pada ketebalan pelat 6 mm-20 mm.

5. Kampuh U Tunggal

Kampuh U tunggal dapat dibuat tertutup dan terbuka.Sambungan ini lebih kuat menerima beban statis dan diperlukan untuk sambungan berkualitas tinggi.Dipakai pada ketebalan 12 mm-25 mm.

6. Kampuh U Ganda

Sambungan U ganda dapat jg dibuat secara tertutup dan terbuka, sambungan ini lebih kuat menerima beban statis maupun dinamis dengan ketebalan pelat 12 mm-25 mm dapat dicapai penetrasi 100%. 7. Kampuh J Ganda

(23)

Jenis-jenis sambungan las dapat dilihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2 Jenis alur sambungan las (Sumber: Harsono Wiryosumarto, 2000)

Gambar 2.2 Jenis-jenis sambungan las (Wiryosumarto, Harsono 2004)

2.5 Pengujian Hasil Pengelasan 2.5.1 Uji Tarik (Tensile)

(24)

Penarikan gaya terhadap beban akan mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk (deformasi) bahan tersebut. Proses terjadinya deformasi pada bahan uji adalah proses pergeseran butiran kristal logam yang mengakibatkan melemahnya gaya elektromagnetik setiap atom logam hingga terlepas ikatan tersebut oleh penarikan gaya maksimum.

Pada pengujian tarik beban diberikan secara kontinu dan perlahan bertambah besar, bersamaan dengan itu dilakukan terhadap mengenai perpanjangan yang dialami benda uji sehingga dihasilkan kurva tegangan-regangan dari hasil pengujian tersebut, kurva regangan-tegangan aluminium dapat dilihat pada gambar 2.3.

Gambar 2.3 Diagram tegangan-regangan

(25)

demi sedikit, akan tetapi titik di mana terjadinya deformasi plastik sangat sukar ditentukan secara teliti. Untuk mengukur regangan yang terjadi digunakan criteria permulaan batas luluh sebagai berikut:

1. Batas Elastis σE (Elastic Limit)

Berdasarkan pada pengukuran regangan mikro pada skala regangan 2 X 10-6 inchi/inchi. Batas elastik nilainya sangat rendah dan dikaitkan dengan gerakan beberapa ratus dislokasi.

2. Batas Proporsional σp (Proportional Limit)

Tegangan tertinggi untuk daerah hubungan proporsional antara tegangan-regangan. Harga ini diperoleh dengan cara mengamati penyimpangan dari berbagai garis lurus kurva tegangan-regangan.

3. Deformasi Plastis (Plastic Deformation)

Tegangan terbesar yang masih dapat ditahan oleh bahan tanpa terjadi regangan sisa permanen yang terukur pada saat beban telah ditiadakan. Dengan bertambahnya ketelitian pengukuran regangan, nilai batas elastiknya menurun hingga suatu batas yang sama dengan batas elastik sejati yang diperoleh dengan cara pengukuran regangan mikro.

4. Tegangan Luluh Atas σuy (Upper Yield Stress)

Tegangan maksimum sebelum bahan memasuki fase daerah landing peralihan deformasi elastis ke plastis.

5. Tegangan Luluh Bawah σly (Lower Yield Stress)

Tegangan rata-rata daerah landing sebelum benar-benar memasuki fase deformasi plastis. Bila hanya disebutkan tegangan luluh (yield stress), maka yang dimaksud adalah tegangan ini.

(26)

Regangan permanen saat bahan akan memasuki fase deformasi plastis. 7. Regangan Elastis εe (Elastic Strain)

Regangan yang diakibatkan perubahan elastis bahan. Pada saat beban dilepaskan regangan ini akan kembali ke posisi semula.

8. Regangan Plastis εp (Plastic Strain)

Regangan yang diakibatkan perubahan plastis. Pada saat beban dilepaskan regangan ini tetap tinggal sebagai perubahan permanen bahan. 9. Regangan Total (Total Strain)

Merupakan gabungan regangan plastis dan regangan elastis, εT= εe+εp. 10. Tegangan Tarik Maksimum TTM (UTS, Ultimate Tensile Strength)

Merupakan besar tegangan maksimum yang didapatkan dalam uji tarik. 11. Kekuatan Patah (Breaking Strength)

Merupakan besar tegangan dimana bahan yang diuji putus atau patah. Untuk hampir semua logam, pada tahap sangat awal dari uji tarik, hubungan antara beban atau gaya yang diberikan berbanding lurus dengan perubahan panjang bahan tersebut. Ini disebut daerah linier atau linear zone. Tegangan yang terjadi adalah beban yang terjadi dibagi luas penampang bahan dan regangan adalah pertambahan panjang dibagi panjang awal bahan. Atau secara matematis dapat ditulis:

...(2.1) ...(2.2)

Dimana: = Tegangan (MPa) = Regangan

P = Gaya (Kgf) =Pertambahan Panjang (cm)

(27)

2.5.2 Uji Kekerasan (Hardness)

Kekerasan (Hardness) adalah salah satu sifat mekanik (Mechanical properties) dari suatu material. Kekerasan suatu material harus diketahui

khususnya untuk material yang dalam penggunaanya akan mangalami pergesekan (frictional force) dan deformasi plastis. Deformasi plastis sendiri suatu keadaan dari suatu material ketika material tersebut diberikan gaya maka struktur mikro dari material tersebut sudah tidak bisa kembali ke bentuk asal artinya material tersebut tidak dapat kembali ke bentuknya semula. Lebih ringkasnya kekerasan didefinisikan sebagai kemampuan suatu material untuk menahan beban identasi atau penetrasi (penekanan).

Di dalam aplikasi manufaktur, material dilakukan pengujian dengan dua pertimbangan yaitu untuk mengetahui karakteristik suatu material baru dan melihat mutu untuk memastikan suatu material memiliki spesifikasi kualitas tertentu. Didunia teknik, umumnya pengujian kekerasan menggunakan 4 macam metode pengujian kekerasan, yakni :

1. Brinnel (HB / BHN)

(28)

...(5)

Dimana :

D = Diameter bola (mm) d = impression diameter (mm) F = Load (beban) (kgf)

HB = Brinell result (HB)

Gambar 2.4 Pengujian brinell

(29)

2. Rockwell (HR / RHN)

Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell bertujuan menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap indentor berupa bola baja ataupun kerucut intan yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut.

Untuk mencari besarnya nilai kekerasan dengan menggunakan metode Rockwell dijelaskan pada gambar 4, yaitu pada langkah 1 benda uji ditekan oleh indentor dengan beban minor (Minor Load F0) setelah itu ditekan dengan beban mayor (major Load F1) pada langkah 2, dan pada langkah 3 beban mayor diambil sehingga yang tersisa adalah minor load dimana pada kondisi 3 ini indentor ditahan seperti kondisi pada saat total load F yang terlihat pada Gambar 2.14.

Gambar 2.6 pengujian Rockwell

(30)

Dibawah ini merupakan rumus yang digunakan untuk mencari besarnya

untuk tiap jenis indentor berbeda-beda yang bias. HR = Besarnya nilai kekerasan dengan metode hardness.

(31)

F 1/16" steel ball

10 50 60 130 Alumunium sheet G 1/16" steel

ball

10 140 150 130 Cast iron, alumunium alloys H 1/8" steel ball 10 50 60 130 Plastik dan soft metals seperti timah K 1/8" steel ball 10 140 150 130 Sama dengan H scale

L 1/4" steel ball 10 50 60 130 Sama dengan H scale M 1/4" steel ball 10 90 100 130 Sama dengan H scale P 1/4" steel ball 10 140 150 130 Sama dengan H scale R 1/2" steel ball 10 50 60 130 Sama dengan H scale S 1/2" steel ball 10 90 100 130 Sama dengan H scale V 1/2" steel ball 10 140 150 130 Sama dengan H scale

3. Vikers (HV / VHN)

(32)

Gambar 2.8 Pengujian Vikers

Gambar 2.9 Bentuk indicator vikers

Pengujian Vikers dapat dirumuskan :

...(7)

...(8)

Dimana,

Gambar

Gambar 2.1 Klasifikasi cara pengelasan
Tabel 2.1 Penggunaan Mesin Las TIG untuk Beberapa Logam
Gambar 2.2 Jenis alur sambungan las
Gambar 2.3 Diagram tegangan-regangan
+5

Referensi

Dokumen terkait

KAI (Persero) DAOP VIII Surabaya dalam mengatasi kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan tanggung jawabnya sebagai bentuk pemenuhan hak-hak konsumen pengguna jasa kereta

Sehingga jenis data yang akan di cari berupa kata-kata maupun gambaran untuk menemukan jawaban atas pertanyaan yang menjadi fokus kajian dan tujuan dalam

Pada tahun 2003 daya dukung sektor pertanian sub tanaman bahan makanan di Kabupaten Indramayu sebesar 0,5 ini berarti berdasarkan luas lahan yang ada yaitu seluas 115029 ha,

Deiksis adalah istilah teknis (dari bahasa Yunani), untuk salah satu hal mendasar yang kita lakukan dengan tuturan.Deiksis berarti ‘penunjukkan’ melalui bahasa.Bentuk

Lob ih diutataakan ik la n - ik la n oobagai in forca oi yang barrcutu daXam Den^abdi kapada kepeatingan unucu. D.. FEMASARAH PRODUKSI DSRGAN TUJUAH KDM

Drs.. Penelitian rnerupakan salah satu karya ilrniah di perguruan tinggi. Karya ilmiah ini hams dilaksanakan oleh dosen IKIP Padang dalam rangka meningkatkan

 Menggali informasi yang berkaitan dengan tentang manajemen umum dan proses produksi (teknik, bahan, alat) pengolahan bahan pangan nabati dan hewani menjadi produk pembersih

Berdasarkan hasil penelitian tentang pembinaan kecerdasan emosional dan spiritual pada siswa kelas XI TPB SMK Saraswati Salatiga, maka dapat dijelaskan bahwa penelitian ini