• Tidak ada hasil yang ditemukan

COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MEREDUKSI TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN PASCA STROKE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MEREDUKSI TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN PASCA STROKE"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY

UNTUK

MEREDUKSI TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN

PASCA STROKE

T E S I S

Diajukan oleh:

Susanti Prasetyaningrum

NIM 09820028

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

(2)

T E S I S

Dipersiapkan dan disusun oleh

Susanti Prasetyaningrum

Nim: 09820028

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji

Pada tanggal 26 April 2012

SUSUNAN DEWAN PENGUJI

Ketua :Dr. Diah Karmiyati, Psi

Sekretaris : Dra. Siti Suminarti Fasikhah, M. Si, Psi

Penguji I : M. Salis Yuniardi, S.Psi, M.Psi

(3)

COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY

UNTUK MEREDUKSI

TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN PASCA STROKE

Yang diajukan oleh :

Susanti Prasetyaningrum

Nim : 09820028

Telah disetujui

Tanggal, 26 April 2012

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Dr. Diah Karmiyati, Psi Dra. Siti Suminarti Fasikhah, M. Si, Psi

Direktur

Program Pascasarjana

Ketua Program Studi Magister Profesi Psikologi

(4)

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya

Nama : Susanti Prasetyaningrum

NIM : 09820028

Program Studi : Magister Profesi Psikologi

Dengan ini menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa :

1. Tesis dengan judul COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK MEREDUKSI TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN PASCA STROKE

Adalah hasil karya saya dan dalam naskah Tesis ini tidak terdapat karya ilmiah

yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akedemik di suatu

Perguruan Tinggi dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau

diterbitkan oleh orang lain, baik sebagian ataupun keseluruhan, kecuali yang

secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan

daftar pustaka.

2. Apabila ternyata di dalam naskah Tesis ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur

PLAGIASI, saya bersedia Tesis ini DIGUGURKAN dan GELAR AKADEMIK

YANG TELAH SAYA PEROLEH DIBATALKAN, serta diproses sesuai dengan

ketentuan hukum yang berlaku.

3. Tesis ini dapat dikadikan sumber pustaka yang merupakan HAK BEBAS

ROYALTI NON EKSLUSIF.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya untuk dipergunakan

sebagaimana mestinya.

Malang, 26 April 2012

Yang menyatakan

(5)

KATA PENGANTAR

Segala Puji bagi Allah Rabbil Alamin, dengan segala kebesarannya, karunia

dan izinnya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Shalawat dan salam

selalu tercurah pada kekasih Allah Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat

dan pengikut jejak langkahnya sampai hari akhir nanti.

Tesis ini berjudul COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK

MEREDUKSI TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN PASCA STROKE”.

Maksud penulisan tesis ini adalah sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi

tingkat Strata 2 (S-2) diMagister Profesi Psikologi Universitas Muhammadiyah

Malang.

Sebagai pribadi yang memiliki keterbatasan, penulis menyadari bahwa

kelancaran penyusunan tesis ini tidak lepas dari adanya dorongan, bantuan, dan

dukungan dari semua pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih

kepada:

1. Diah Karmiyati,Dr.,M.Si,Psi selaku ketua program Magister Profesi Psikologi

Universitas Muhammadiyah Malang sekaligus dosen pembimbing I yang telah

memberikan bimbingan dengan kesabaran dan saran-saran yang sangat

bermanfaat selama penyusunan tesis ini.

2. Dra. Siti Suminarti Fasikha, M.Si,Psi selaku dosen pembimbing II atas

bimbingan dan saran-saran yang sangat bermanfaat selama penyusunan tesis ini.

3. Dosen-dosen Magister Profesi Psikologi yang telah senantiasa membimbing

(6)

4. Subjek PM dan MS yang telah membantu kelancaran tesis ini dengan turut

berpartisipasi dalam penelitian ini, terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya

selama penelitian.

5. Kedua orang tua penulis, bapak & ibunda tercinta terima kasih atas doa,

perhatian, kasih sayang serta support sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis

ini

6. Suamiku tercinta, terima kasih atas do’a, perhatian, kasih sayang, support, dan

kesabarannya untuk selalu mendampingi penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

7. Belahan hati dan jiwaku, terima kasih telah mendampingi ibunda walaupun

hanya selama 4 bulan. Ibunda akan selalu mendo’akanmu semoga selalu dalam

pelukan-Nya.

8. Buat adikku dani dan aji, terimakasih atas do’a dan supportnya.

9. Buat sahabat-sahabatku seperjuangan, bu ayun, lili, mas fikri, babe, yang selalu

bersama dan kompak dalam berjuang. Kalian adalah sahabat, teman, saudara, dan

keluarga yang tidak terlupakan. Terima kasih atas semangat dan motivasinya.

10.Teman-teman Jolenthu mkasih printernya, Mr. Kacung n Anjar yang selalu

mendukung, memberikan bantuan, dan selalu menyegarkan suasana.

11.Adik-adikku yang spesial pim2, de2k bayi, ardha, cibi, diah, oki, ana, dan

teman-teman yang lain tidak mungkin disebutkan satu persatu, terima kasih karena

kalian tidak henti-hentinya memberikan semangat dan motivasi untuk cepat

menyelesaikan tesis ini.

12.Teman-teman Mapro ’09 Ana, Sofie, Peny, Lia, Sairah, Mbk. Bhennita, dan

(7)

dalam hal apapun dan terima kasih untuk persaudaraan, kekompakkan, keceriaan,

dan kebersamaan selama ini.

Malang, 2012

(8)

DAFTAR ISI 1. Pengertian Kecemasan ... 18

2. Riwayat Perjalanan Kecemasan ... 20

3. Teori Kecemasan ... 21

4. Factor Resiko Penyebab Stroke ... 32

C. Kecemasan Pada Pasien Pasca Stroke ... 33

D. Cognitive Behavior Therapy 1. Cognitive Therapy... 44

2. Behavior Therapy ... 45

(9)

F. Hipotesis Penelitian ... 53

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian ... 54

B. Variabel Penelitian ... 55

H. Metode Penilaian dan Pengukuran ... 75

I. Analisa Data ... 77

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Identitas Subjek Penelitian ... 79

B. Gambaran Kasus ... 80

E. Rangkuman Hasil dan Analisa Hasil Intervensi ... 139

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Tahapan Intervensi ... 73

Tabel 4.1 Identitas Subjek ... 79

Tabel 4.2 Hasil Asesmen Pra Terapi Subjek 1 (PM) ... 88

Tabel 4.3 Tingkat Kecemasan BAI Fase Baseline Subjek 1 (PM) ... 89

Tabel 4.4 Pemikiran Negatif Subjek 1 (PM)... 91

Tabel 4.5 Hasil Asesmen Pra Terapi Subjek 2 (MS) ... 110

Tabel 4.6 Tingkat Kecemasan BAI Fase Baseline Subjek 2 (MS) ... 110

Tabel 4.7 Pemikiran Negatif Subjek 2 (MS)... 112

Tabel 4.8 Hasil Penurunan Tingkat Kecemasan BAI Subjek 1 (PM) ... 129

Tabel 4.9 Hasil Penurunan Tingkat Kecemasan BAI Subjek 2 (MS) ... 135

Tabel 4.10 Perubahan Tekanan Darah saat Sesi Terapi Relaksasi ... 141

(11)

DAFTAR GAMBAR

(12)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1. Tingkat Kecemasan Fase Baseline-Follow Up (Subjek PM) ... 126

Grafik 4.2. Hasil Penurunan Tingkat Kecemasan BAI (Subjek PM) ... 129

Grafik 4.3. Frekuensi Pemikiran Negatif (Subjek PM) ... 130

Grafik 4.4. Tingkat Kecemasan Fase Baseline-Follow Up (Subjek PM) ... 133

Grafik 4.5. Hasil Penurunan Tingkat Kecemasan BAI (Subjek MS) ... 136

Grafik 4.6. Frekuensi Pemikiran Negatif (Subjek MS) ... 137

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

A. LAMPIRAN A

1. Modul Relaksasi Via Letting Go, Restrukturisasi Kognitif, dan Exposure

2. Lembar Persetujuan Partisipan

B. LAMPIRAN B

1. Daftar Riwayat Hidup

2. Pedoman Wawancara Pra Terapi

3. Pedoman Wawancara Selama Terapi

4. Pedoman Wawancara Pasca Terapi

5. Pedoman Wawancara Follow Up

6. Instruksi Latihan Relaksasi Via Letting Go

C. LAMPIRAN C

1. Jadwal Pelaksanaan Terapi

2. Tingkat Kecemasan Subjek

3. Self Monitoring saat Terapi

4. Penentuan Subjek Penelitian

5. Hasil Perubahan Pemikiran Negatif

(14)

DAFTAR PUSTAKA

American Psychiatric Association. (2000) Diagnostic criteria from DSM- IV. Washington, DC.

Beck, A. T. (1976). Cognitive therapy and the emotional disorders. England: Penguins Books Ltd.

Beck, A. T. & Weishaar, M. E. (1989). Cognitive therapy. Dalam R. J. Corsini & D. Wedding (Eds.), Curent psychoterapies (4th ed., hlm. 285-320). Illinois: Peacock Publishers.

Bogousslavsky, J. (2002). Emotions, mood, and behavior after stroke. Journal Of The American Hearth Association, Vol. 34, 1046-1050.

Blackburn, I-M., & Davidson, K. (1994). Terapi kognitif untuk depresi dan kecemasan: Suatu petunjuk bagi praktisi (Rusdakoto Sutadi, Penerjemah). Semarang : IKIP Semarang Press. (Publikasi awal 1990).

Chen, dkk. (2009). Efficacy of perogressive muscle relaxation training in reducing anxiety anxiety in patients with acute schizophrenia. Journal of clinical nursing. Blackwell publishing Ltd.

Davison, G.C. & Neale, J.M. (1994). Abnormal psychology. New York: John Wiley & Son Inc.

Durand, V.M. & David H. Barlow. (2006). Essentialts of abnormal psychology.USA: Thomson Wadsworth.

Dugas, dkk. (2009). Cognitive behavioral therapy and applied relaxation for generalized anxiety disorder: A time series analysis of change in worry and somatic anxiety. Author Manuscript Vol 38, No 1, 29-41.

Edelmann, Robert, J.(1992). Anxiety Theory, research, and intervension in clinical and health psychology. University Of Surrey.UK: John Wiley & Son’s Ltd. .

Emmelkamp, Vedell & Kamphuis,.(2007).Handbook of evidence-based psychotherapi s: a guide for research and practice.Edited by C.Freeman& M.Power.USA : John Wiley & Son,Ltd.

Fausiah, F. & Widurry, J. (2005). Psikologi abnormal klinis dewasa. Jakarta: UI-Press.

(15)

Goodwin, C.J. (2005). Research in psychology method and design. Fourth edition. USA : Jhon Wiley & Son, Inc

Greenberg, L. S. (2002). Emotion-focused therapy (Coaching clients to work through their feelings). Washington: American Psychological Association.

Gordon, N. F. (1993). Stroke your complete exercise guide. USA: Lippincott-Raven Publishers.

Guyton, A. C. (1982). Human physiology and menchanism of disease. USA: Saunders Company.

Kalat, J. W. (2007). Biological psychology (9th ed.). Australia: Thomson Wadsworth. Kazdin, A. E. (1998). Research design in clinical psychology. Washington DC :

America Psychological Association.

Laidlaw, dkk. (2003). Cognitive behavior therapy with older people. England: John Wiley & Sons Ltd.

Lazarus, R. S. (1991). Emotion and adaptation. Oxford University Press: New York

Ormrod, J. E. (2004). Human learning (4th ed.). New Jersey: Pearson Education, Inc .

Masskulpan, dkk. (2008). Anxiety and depressive symptoms after stroke in 9 rehabilitations centers. Journal medical thailand, Vol. 91, No. 10, 595-602.

Martin, G. & Pear, J.(2007). Behavior modification what it and how do it. eight edition. New Jersey : Pearson Prentice Hall.

Moleong, Lexy. (2010). Metodologi penelitian kualitatif edisi revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Nevid, J. S., Rathus, S.A.,(2005). Psikologi abnormal (Terjemahan). Jakarta: Erlangga.

Newman, dkk. (2008). An open trial of integrative therapy for generalized anxiety disorder. Journal of psychotherapy, Vol 45, No.2, 135-147.

Oemarjoedi, A. K. (2003). Pendekatan cognitive behavior dalam psikoterapi. Penerbit Creative Media: Jakarta.

Ormrod, J. E. (2004). Human learning (4th ed.). New Jersey : Pearson Education, Inc. Otto, dkk. (2004). Cognitive behavioral therapy for treatment of anxiety disorders.

(16)

O’Donohue, W. T. & Fisher, J. E. (2008). Cognitive behavior therapy. New Jersey: John Willey & Sons, Inc.

O’Rourke, dkk. (1998). Detecting psychiatric morbidity after stroke: comparison of the GHQ and the HAD Scale. Journal of the American hearth association, Vol 29, 980-985.

Palmer, S. (2010). Introduction to counselling and psychotherapy. England: Sage Publication Ltd.

Pandji, Dewi. (2011). Stroke bukan akhir segalanya. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Persons, J.B. (2008). The case formulation approach to cognitive-behavior therapy. New York: The Guilford Press.

Powell, dkk. (2008). Cognitive behavioral therapy for depressions. Clinical case studies. Vol. 3. No. 2, 73-80.

Prawitasari, dkk. (2002). Psikoterapi pendekatan konvensional dan kontemporer.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.

Rahayu, T & Ardani, T. A. (2004). Observasi & wawancara. Jawa Timur : Bayumedia Publishing.

Rathus, S. A. & Nevid, J. J. (1991). Abnormal psychology. New Jersey: Prentice Hall.

Rudd, dkk. (2007). Stroke at yours fingertips. London: Class Publishing.

Sadock, K. (1997). Sinopsis psikiatri. Jakarta : Bina Aksara.

Santrock.1995. Life-span development “perkembangan masa hidup”, Edisi Kelima.Jakarta:Erlangga

Sari, Wening, dkk. 2008. Care yourself, stroke. Jakarta : Penebar Plus+.

Sauter, dkk. (2009). Cognitive behavior therapy for anxious adolescents: Developmental influences on treatment design and delivery. Clinical child family pschology. Vol 12. 310-335.

(17)

Stekee, G & Neziroglu, F. (2003). Assessment of obsessive-compulsive disorder and spectrum disorder. Brief treatment and crisis intervention.Vol. 3 No.2, 169-185.

Subandi, M. A. 2002. Psikoterapi pendekatan konvensional dan kontemporer. Yogyakarta:Pustaka Pelajar Offset.

Suddarth. (1996). Textbook of medical-surgical nursing. USA: Lippincott-Raven Publishers.

Thomas, S. A.& Lincoln, N. B. Predictors of emotional distress after stroke. Journal of the american hearth association. Vol. 39, 1240-1245.

Tjokroprawiro, Askandar. (2007). Buku ajar ilmu penyakit dalam fakultas kedokteran universitas airlangga. Surabaya: Airlangga University Press.

(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan fisik maupun psikologis menjadi salah satu tujuan yang

utama dalam kehidupan manusia. Kesehatan fisik manusia dipengaruhi oleh

kesehatan psikologis, begitu juga sebaliknya sehingga antara kesehatan fisik

dan psikologis menjadi saling berkaitan. Hal ini berdasarkan fakta bahwa

fisik, psikologis, dan sosial merupakan suatu kesatuan yang utuh dalam diri

manusia (Friedman & Schustack, 2006). Apabila kesehatan fisiknya

terganggu maka bisa mempengaruhi kesehatan psikologis, sehingga

kesehatan harus sejalan antara fisik dan psikologis. Ada beberapa penyakit

yang sangat erat kaitanya dengan tingkat kesehatan psikologis, misalnya

asma, tekanan darah tinggi, penyakit jantung koroner, kanker, dan stroke.

Penyakit tersebut mempengaruhi sistem kekebalan tubuh dan perasaan

(Fausiah&Widury, 2005). Dari beberapa penyakit yang telah disebutkan,

penyakit stroke masih menempati urutan teratas sebagai penyakit yang

mempengaruhi kondisi psikologis seseorang (Bogousslavsky, 2002).

Menurut WHO, stroke merupakan penyakit yang ditandai oleh

penurunan fungsi otak, yang semata-mata diakibatkan oleh terhentinya aliran

darah ke otak yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, atau berakhir

dengan kematian. Salah satu penyebab fundamental dari penyakit stroke

(19)

2

berguna bagi tubuh untuk memproduksi berbagai hormon dan penyediaan

energi (Guyton, 1982).

Jumlah penderita stroke meningkat dari tahun ke tahun, hal ini seperti

ditunjukkan oleh hasil survei dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Hasil

survei tersebut menunjukkan data pada tahun 2001 sebanyak 20,5 juta jiwa di

dunia terkena penyakit stroke dan 5,5 juta manusia telah meninggal dunia.

Selanjutnya berdasarkan data survei Kesehatan Rumah Tangga Departemen

Kesehatan RI tahun 1995, menunjukkan bahwa penyakit stroke merupakan

penyebab kematian ketiga setelah jantung dan kanker. Sebanyak 28,5%

penderita stroke meninggal dunia, sedangkan sisanya menderita kelumpuhan

sebagian maupun total. Hanya 15% penderita yang dapat sembuh total dari

serangan stroke atau kecacatan (Tjokroprawiro, 2007).

Selanjutnya Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki) menyebutkan bahwa

63,52 per 100.000 penduduk Indonesia berumur di atas 65 tahun merupakan

usia potensial untuk terjangkit stroke. Sedangkan jumlah orang yang

meninggal dunia diperkirakan 125.000 jiwa per tahun. Dari beberapa data

penelitian yang minim pada populasi masyarakat didapatkan angka prevalensi

penyakit stroke pada daerah urban sekitar 0,5% dan angka insidensi penyakit

stroke pada daerah rural sekitar 50/100.000 penduduk (Pandji, 2011).

Pada perkembanganya penyakit stroke tidak hanya menyerang

kelompok lanjut usia. Seiring dengan perkembangan dan perubahan zaman,

dewasa ini ada kecenderungan bahwa stroke mulai diderita oleh kelompok

usia produktif yaitu di bawah usia 45 tahun. Hal ini seperti dijelaskan oleh

(20)

3

stroke dalam tiap tahunnya dan sebagian kecil yang terkena adalah generasi

muda. Selain itu stroke juga menimbulkan dampak yang sangat besar dari

segi ekonomi dan sosial. Dari segi ekonomi disebabkan oleh biaya medis

untuk perawatan dan pengobatan sangat tinggi. Sedangkan dari segi sosial

penderita pasca stroke yang mengalami kelumpuhan tidak dapat bekerja

kembali seperti sebelum terkena stroke sehingga menjadi tidak produktif lagi

(Pandji, 2011).

Penjelasan mengenai jumlah stroke pada usia produktif diatas sesuai

dengan hasil survei Litbang Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki)

(www.yastroki.or.id) tahun 2003 dengan jumlah sample sebanyak 193 orang.

Hasil survei menunjukkan bahwa penderita stroke berusia 50 tahun ke atas

sebesar 85,49 %. Selanjutnya 1,55 % dari 193 orang yang terserang stroke

berada pada usia muda yaitu 35 - menjelang usia 50 tahun. Hasil survei

tersebut memperjelas bahwa angka kejadian stroke di Indonesia sangat tinggi,

bahkan Indonesia merupakan negara dengan jumlah terbesar penderita stroke

di Asia.

Seperti halnya yang terjadi pada subjek pertama. Berdasarkan hasil

asesmen awal dengan metode wawancara dan observasi pada tanggal 27

Desember 2011 bertempat di rumah subjek. Subjek berjenis kelamin laki-laki,

berusia 49 tahun, status menikah dan memiliki empat orang anak. Anak

pertama sudah menikah dan tinggal di luar kota. Sedangkan anak kedua dan

ketiga masih kuliah, anak keempat masih duduk di SMA. Subjek sakit stroke

(21)

4

dokter yang menanganinya pada saat itu, penyakit jantungnya disebabkan

karena tidak lancarnya atau kurangnya pasokan oksigen ke jantung.

Demikian halnya yang terjadi pada subjek kedua, asesmen awal

dilaksanakan di rumah subjek pada tanggal 7 November 2011. Hasil dari

asesmen yaitu subjek berjenis kelamin perempuan, status menikah dengan

tiga orang anak. Mengalami serangan stroke pertama tahun 2008 dan kedua

tahun 2009. Sebelum serangan stroke, subjek pernah sakit jantung koroner

sejak tahun 2004. Subjek mengalami serangan stroke pada saat usianya 38

tahun. Berdasarkan keterangan dari dokter yang menanganinya, stroke yang

dialami subjek disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah. Dokter

menyatakan bahwa subjek memiliki aneurisme, yaitu suatu kondisi dimana

terdapat suatu tonjolan pada pembuluh darah yang sangat tipis dan

sewaktu-waktu mudah pecah. Aneurisme tersebut yang tiba-tiba dapat menyebabkan

serangan stroke, ditambah pula dengan pola makan yang tidak sehat. Akibat

dari serangan stroke tersebut subjek mengalami perubahan dalam segi fisik,

misalnya kaki dan tangan kanan mati rasa dan kaku ketika di gerakkan.

Kemudian sulit mengingat hal-hal yang terjadi di masa lampau, kesulitan

dalam bicara atau pelo, dan jari-jari tangan kanannya kaku dan sulit untuk

digerakkan

Pada subjek pertama ini sebelum sakit stroke, subjek pernah bekerja di

salah satu instansi pemerintahan dan memegang jabatan penting di instansi

tersebut. Pekerjaan tersebut menuntut subjek untuk selalu bertemu dengan

banyak orang dari kalangan pejabat maupun masyarakat. Di lingkungan

(22)

5

sering mengikuti kegiatan di lingkungannya. Subjek adalah seorang yang

senang melakukan aktivitas di luar rumah dan melakukan interaksi dengan

lingkungannya, sehingga mempunyai banyak teman.

Tetapi subjek mulai berubah sejak mengalami stroke, dimana setelah

kejadian itu kondisi tubuh subjek mengalami perubahan. Perubahan tubuh

subjek yaitu kelumpuhan di tangan dan kaki sehingga untuk melakukan

aktivitas sehari-hari menggunakan tongkat. Lumpuhnya kedua anggota tubuh

tersebut membuat subjek terbatas melakukan aktifitas. Subjek juga merasa

bosan dan putus asa karena tidak mampu lagi melakukan aktifitas seperti

sebelum terkena stroke. Perubahan lain yaitu subjek mengalami kesulitan

dalam mengingat dan berkonsentrasi. Perubahan tersebut dirasakan subjek

ketika diajak istri atau anaknya membicarakan suatu hal, maka subjek kadang

beralih membicarakan hal lainya. Kondisi ini yang membuat subjek menjadi

malu, menertawakan, dan kasihan kepada dirinya. Ketakutan pandangan dari

anggota keluarga dan orang lain akan kondisinya ini membuat subjek cemas

dan khawatir yang berlebihan.

Pada subjek kedua sebelum terkena stroke, bekerja sebagai PNS di

salah satu instansi pemerintahan. Setelah terkena stroke subjek tidak bekerja

lagi dan mengajukan cuti. Sejak terkena stroke, sikap subjek berubah yaitu

menjadi mudah tersinggung, sering menangis, cepat marah, dan menjadi

pendiam. Perubahan yang mencolok adalah sifat subjek yang sulit untuk

dikenali berbeda dengan subjek yang dulu sebelum terkena stroke.

Kondisi yang dialami subjek diatas sesuai dengan pernyataan dari

(23)

6

menimbulkan kerusakan pada jaringan saraf otak yang dapat mengakibatkan

kecacatan, misalnya kelumpuhan pada separuh badan, terganggunya

penglihatan dan pendengaran, berkurangnya daya ingat, kemunduran mental,

dan menurunnya kemampuan berbicara dan komunikasi.

Menurut Gordon (1993) hambatan pada sebagian pasien pasca stroke

ketika akan memasuki lingkungan kerja memiliki kecenderungan rendahnya

kepercayaan dirinya karena kondisi fisiknya yang tidak sama seperti sebelum

terkena stroke. Perubahan dalam kondisi fisik misalnya otot-otot wajah tidak

bekerja dengan baik sehingga menyebabkan wajah yang mencong, gangguan

dalam berjalan, berbicara, dan berkonsentrasi. Kondisi fisik tersebut

memunculkan rasa rendah diri dan rasa malu pada diri pasien pasca stroke.

Konsekuensi yang lain, pasien pasca stroke mendapatkan stigma sosial

sebagai individu yang tidak bisa melakukan aktivitas sehingga pasien merasa

ditolak dan dihindari.

Beberapa penelitian yang dilakukan oleh Rudd, dkk (2007)

menghasilkan data bahwa pasien pasca stroke cenderung memunculkan rasa

takut ketika akan berkomunikasi dengan orang lain. Ketakutannya dapat

berupa ketakutan perkataanya tidak bisa dimengerti orang lain sehingga

muncul perasaan malu. Selain itu perubahan fisik karena kelumpuhan

menjadikan pasien pasca stroke kesulitan untuk mengerjakan pekerjaan yang

ada di tempat kerjanya sehingga sebagian memilih untuk berhenti dari

pekerjaanya.

Penjelasan diatas juga terjadi pada subjek pertama dan kedua. Subjek

(24)

7

dengan kondisinya. Subjek merasa harga dirinya rendah ketika orang lain

mengetahui kondisi dirinya tidak sama seperti dulu. Kelumpuhan subjek ini

juga yang membuatnya berhenti dari pekerjaanya. Sekarang ini subjek sering

merasa khawatir terhadap adanya serangan stroke lagi yang bisa

menyebabkan kematian, merasa takut berkumpul dengan keluarga karena

merasa tidak berharga, takut keluarga akan menjauhi dan merendahkannya

sebagai kepala keluarga. Selanjutnya, pada subjek kedua juga demikian.

Subjek syok ketika mengetahui terdapat anggota badanya yang lumpuh

karena tangan dan kakinya tersebut merupakan modal yang sangat berharga

untuk melakukan aktivitas di tempat bekerja. Lumpuhnya tangan dan kaki

membuat subjek terbatas melakukan aktivitas. Subjek juga merasa bosan dan

putus asa karena tidak mampu lagi melakukan aktivitas seperti sebelum

terkena stroke. Selain itu subjek juga merasa takut perkataanya tidak

dimengerti orang lain sehingga orang lain akan menertawakan dan kasihan

melihat kondisinya. Ketakutan pandangan dari anggota keluarga dan tetangga

akan kondisi fisiknya ini yang membuat subjek khawatir dan cemas

berlebihan.

Kedua subjek tersebut mengalami masalah emosional karena merasa

kesulitan untuk mengidentifikasi dan mengekspresikan perasaan. Perjalanan

seseorang ketika didiagnosis penyakit stroke sampai pasca stroke mengalami

ketidakseimbangan fisik, sosial, dan psikologis (Pandji, 2011). Hal ini bisa

disebabkan pasien pasca stroke belum menerima perubahan yang terjadi

dalam dirinya setelah mengalami stroke. Seperti yang dikemukakan oleh

(25)

8

jantung, kanker, stroke, dan yang lainnya cenderung mengalami masalah

emosional. Masalah emosional tersebut berkaitan dengan munculnya

beberapa perilaku, misalnya mudah tersinggung, mudah marah, mudah

menangis, sering melamun, menarik diri dari lingkungan sosial, dan

sebagainya. Selain itu pasien juga memunculkan keluhan-keluhan somatik,

misalnya sakit kepala, kesemutan, badan meriang, dan lain-lain.

Menurut Ormrod (2004) terdapat empat aspek yang menyertai

kecemasan yaitu aspek kognitif, afeksi, fisiologis dan perilaku. Aspek

kognitif meliputi pikiran yang menakutkan, kekhawatiran dan pikiran-pikiran

negatif. Aspek afeksi misalnya perasaan tegang. Aspek fisiologis meliputi

peningkatan denyut jantung, tekanan darah, pernafasan dan proses fisiologis

lainnya. Aspek perilaku ditunjukkan melalui perilaku gelisah dan berjalan

bolak-balik (Greenberg, 2002; Ormrod, 2004).

Kecemasan sebagai bentuk hambatan emosi terjadi karena adanya

penilaian kognitif yang tidak tepat terhadap stressor. Penilaian kognitif

tersebut dibagi menjadi dua, yaitu penilaian primer dan sekunder. Penilaian

primer menekankan pada hal-hal yang berkaitan dengan kesejahteraan diri

sendiri dan penilaian terhadap situasi sebagai ancaman atau bukan. Penilaian

sekunder menekankan pada pilihan coping atau sumber-sumber yang dimiliki

individu (Blackburn &Davidson, 1994; Lazarus, 1991). Jika individu mampu

memberikan penilaian kognitif secara tepat, maka kecemasan tidak akan

terjadi. Menurut Beck&Weishaar (1989), individu yang memunculkan

(26)

9

kejadian dan merendahkan kemampuannya dalam menghadapi situasi yang

akan mengalami kecemasan.

Kecemasan merupakan perasaan gelisah atau khawatir dan ketakutan

terhadap sesuatu situasi khusus yang akan terjadi dengan akibat yang tidak

pasti (Ormrod, 2004). Individu tidak yakin akan bahaya yang akan terjadi,

dimana dan kapan waktunya (Kalat, 2007). Model kecemasan Beck (1976,

dalam Blackburn&Davison, 1990/1994) merupakan model yang

menghubungkan faktor emosi dan pikiran dengan gangguan kecemasan.

Menurut Beck (Beck&Weishaar, 1989), individu mengalami distress

psikologis ketika menjadikan situasi yang mengancam sebagai perhatian

utamanya.

Pada pasien pasca stroke kekhawatiran akan beberapa hal berasal dari

kondisi yang menurutnya mengancam, misalnya kecacatan atau kelumpuhan,

berkurangnya daya ingat dan konsentrasi, kesulitan berkomunikasi, dan

lain-lain (Laidlaw, dkk, 2003). Kondisi-kondisi tersebut memunculkan

pikiran-pikiran otomatis yang tidak fungsional muncul, misalnya pikiran-pikiran bersalah atas

kondisi yang dialami, pikiran tidak berdaya, dan lain-lain. Individu yang

memiliki pikiran tidak fungsional tersebut berkembang menjadi pikiran yang

terdistorsi yang mengakibatkan kerusakan fungsi pada proses kognitifnya.

Kerusakan tersebut menyebabkan individu tidak bisa mengalahkan dan

menghilangkan pemikiran yang terdistorsi sehingga fungsi koreksi kognitif

terhadap realitas, pemahaman, dan penalaran melemah. Cara individu

(27)

10

menyebabkan hambatan emosi berupa kekhawatiran dan kecemasan yang

kronis .

Berdasarkan pada penelitian yang telah dilakukan oleh Rudd dkk

(2007) menghasilkan kesimpulan bahwa empat dari sepuluh pasien pasca

stroke mengalami stres akut, kecemasan kronis, bahkan depresi. Kecemasan

kronis ditandai dengan munculnya kekhawatiran terhadap aspek kehidupan

sehari-hari. Sebagian besar pasien memiliki kekhawatiran di pikiran yang

cenderung negatif, misalnya takut menghadapi masa depan, kekhawatiran

terhadap keluarga, pekerjaan, dan kehilangan rasa hormat dari lingkungan

sekitarnya. Beberapa kekhawatiran ini membuat pasien pasca stroke menjadi

murung, bingung karena tidak memahami kondisi yang terjadi dalam dirinya.

Apalagi jika hal ini ditambah dengan tidak adanya pengertian dan dukungan

dari keluarga. Hubungan keluarga yang mendadak berubah menyebabkan

perasaan pasien akan berubah pula.

Hal yang disampaikan diatas, juga dialami oleh subjek pertama dan

kedua. Kedua subjek mengalami kecemasan terhadap kesehatannya karena

penyakitnya. Subjek pertama mengemukakan bahwa sering sekali khawatir

terjadi serangan stroke lagi, menjalani perawatan di rumah sakit, ketakutan

mengalami kelumpuhan yang lebih parah, bahkan subjek takut sekali kontrol

kesehatan. Subjek langsung cemas apabila mendengar akan menjalani kontrol

ke rumah sakit sehingga setelah menjalani perawatan di rumah sakit hanya

dua kali kontrol kesehatan. Selain itu jika ada salah satu bagian tubuhnya

yang nyeri, subjek berpikiran jika bagian tubuh itu akan mengalami

(28)

11

Selanjutnya, subjek kedua sering merasakan tubuh terasa nyeri dan

sakit sejak serangan stroke kedua. Nyeri dirasakan di bagian pundak, tangan,

perut, dan sering pusing. Subjek sudah beberapa kali memeriksakan ke

dokter, tetapi menurut dokter yang memeriksanya tidak ada gangguan

kesehatan atau penyakit. Bahkan subjek pernah melakukan rontgen untuk

memastikan ada atau tidaknya penyakit, tetapi hasilnya tetap sama dengan

pemeriksaan dari dokter. Meskipun menurut dokter dan hasil rontgen tidak

ditemukan adanya penyakit, subjek berkeyakinan jika ada penyumbatan di

saraf dan pembuluh darahnya sehingga menyebabkan nyeri.

Dampak kecemasan pada pasien pasca stroke dapat menganggu proses

pemulihan pasien. Rudd, dkk (2007) menyatakan pasien pasca stroke yang

mengalami kecemasan cenderung lebih lama dirawat di rumah sakit dan

kurang termotivasi untuk menjalani rehabilitasi sehingga pemulihan untuk

sembuh juga sangat lama. Pasien pasca stroke yang memiliki kecemasan

menunjukkan ketegangan dalam saraf-sarafnya karena memiliki perasaan

berada pada situasi yang mengancam akibat dari perubahan kondisi

kehidupan (Thomas&Lincoln, 2008). Kecemasan bisa berkembang menjadi

penyakit fisik dan gangguan yang lain apabila tidak mendapat penanganan

dengan baik.

Hal ini seperti pernyataan dari dr. Syarif bahwa diperlukan kondisi

yang nyaman untuk membantu pasien pasca stroke menjalani pemulihan

kesehatanya. Hal ini dikarenakan pemulihan kesehatan tidak hanya secara

fisik, tetapi juga psikologis dan sosial. Secara fisik dan psikologis dapat

(29)

12

mengarah pada kecemasan kronis secara otomatis akan mempengaruhi

fluktuasi perasaan. Fluktuasi perasaan ini yang akan menekan produksi

antibodi tubuh. Jadi peningkatan peristiwa-peristiwa kehidupan yang tidak

menyenangkan disertai dengan menurunya peristiwa menyenangkan dapat

memunculkan perasaa negatif dan akhirnya menurunkan produksi antibodi

tubuh. Lebih jauh penurunan antibodi bisa menyebabkan munculnya penyakit

lain sebagai penyakit penyerta stroke itu sendiri.

Akibat lain kecemasan pasien pasca stroke dapat dijelaskan dari segi

faal, seseorang yang mengalami kecemasan akan meningkatkan denyut

jantung Guyton (1982). Dijelaskan lebih lanjut dalam penelitianya, Guyton

menemukan bahwa kemampuan jantung untuk memompa darah secara efisien

ke seluruh tubuh turun secara signifikan. Bila kecemasan berlanjut dan

berlangsung dalam jangka waktu yang lama maka efisiensi pemompaan

jantung akan turun lebih jauh lagi, sehingga beresiko mengalami gangguan

ritme jantung (arrhythmia) yang sangat berbahaya. Gangguan ritme jantung

menyebabkan suplai oksigen ke otak berkurang, sel-sel otak yang kekurangan

oksigen berkurang, sehingga tidak bisa melakukan fungsinya dengan

sempurna. Apabila kejadian ini berlangsung lama, maka akan menyebabkan

serangan stroke iskemik (stroke non pendarahan) sehingga bisa terjadi

serangan stroke kedua kalinya pada pasien pasca stroke.

Melihat dampaknya yang cukup menganggu bagi subjek pasca stroke

yang mengalami kecemasan, maka sangat dibutuhkan penanganan yang tepat.

Selanjutnya para penderita ini sebagian besar kurang menyadari akan adanya

(30)

13

cara untuk mengatasi sehingga akan menambah perasaan cemas bila hal

tersebut tidak tertangani dengan baik.

Penelitian terkait penerapan terapi untuk menurunkan tingkat

kecemasan pada pasien pasca stroke belum banyak dilakukan, sehingga untuk

membantu pasien pasca stroke mengatasi kecemasanya peneliti akan

menerapkan terapi yang telah digunakan beberapa peneliti pada penyakit

kronis lain misalnya kanker, jantung, hipertensi dan diabetes. Terdapat

beberapa terapi untuk menangani gangguan kecemasan pada pasien penyakit

kronis. Beberapa terapi yang direkomendasikan tersebut antara lain terapi

humanistik, Behavior,Cognitive, dan Cognitive Behavior Therapy (Laidlaw,

dkk, 2003; O’Donodue & Fisher, 2008).

Penerapan Cognitive Behavior Therapy untuk mengurangi tingkat

kecemasan selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli,

misalnya penelitian yang dlakukan oleh Newman, dkk (2008). Penelitian ini

mengambil 18 responden penderita hipertensi yang berusia antara 18-40

tahun dan dilakukan sebanyak 14 sesi. Hasil penelitian terapi

kognitif-perilaku kombinasi suportive listening untuk mengurangi kecemasan sebelum

dilakukan terapi (pre tes) kecemasan sebesar 66,7% dan setelah dilakukan

terapi (pos tes) kecemasan turun menjadi 33,3%. Selanjutnya penerapan

terapi kognitif perilaku dengan kombinasi terapi emosi interpersonal

menunjukkan hasil sebelum terapi dilakukan tingkat kecemasan sebesar

84,1% dan setelah dilakukan terapi tingkat kecemasan menjadi sebesar

(31)

14

Therapy efektif menurunkan tingkat kecemasan dan lebih menunjukkan hasil

yang signifikan apabila dilakukan dengan kombinasi terapi yang lain.

Beberapa penelitian pada pasien kecemasan seperti yang dilakukan

oleh Sauter, dkk (2009) terhadap responden usia 12-18 tahun dengan

gangguan kecemasan setelah mengalami penyakit kronis seperti kanker,

jantung, dan diabetes. Terapi ini terbukti memberikan perubahan secara

signifikan dalam mengatasi kecemasan. Otto, dkk (2004) juga menggunakan

Cognitive Behavior Therapy untuk menangani 33 pasien dengan gangguan

kecemasan. Selanjutnya pengukuran terhadap tingkat kecemasan dengan

menggunakan skala Hamilton untuk kecemasan. Setelah 6 bulan dilakukan

penelitian, kemudian dilakukan follow up menunjukkan adanya perubahan

hasil yaitu sebelum dilakukan terapi sebesar 60,8% dan setelah dilakukan

terapi turun menjadi 37,3%.

Beberapa hasil penelitian diatas menunjukkan keefektifan Cognitive

Behavior Therapy pada pasien penyakit kronis dengan kecemasan. Dalam

penelitian ini Cognitive Behavior Therapy yang akan diberikan pada pasien

pasca stroke terdiri dari tiga teknik yaitu relaksasi via letting go,

restrukturisasi kognitif, dan exposure with response prevention. Ketiga teknik

ini didasarkan pada gejala-gejala kecemasan yang ditunjukkan oleh kedua

subjek penelitian. Relaksasi diterapkan untuk membantu subjek merasakan

rileks sehingga subjek mampu untuk berpikir mengenai permasalahannya

sehingga dapat mengikuti terapi restrukturisasi kognitif. Selanjutnya

diberikan teknik restrukturisasi kognitif untuk membantu subjek dalam

(32)

15

positif, dimana awalnya subjek diajak untuk memahami keterkaitan antara

kognitif-emosi-fisik-perilaku. Teknik terakhir yang digunakan adalah

exposure yaitu subjek dihadapkan pada situasi nyata yang dapat

memunculkan kecemasan. Relaksasi dan restrukturisasi kognitif ini

digunakan bersama pada saat exposure sehingga subjek mendapatkan hasil

yang positif saat exposure.

Berdasarkan penjelasan teknik terapi Cognitive Behavior Therapy

diatas, dalam penelitian ini ketiga teknik dilakukan secara berurutan, yaitu

relaksasi via letting go, restrukturisasi kognitif, dan exposure with response

prevention. Relaksasi via letting go diberikan lebih dahulu supaya subjek

merasakan tenang, rileks, dan mampu diajak memahami permasalahannya.

Setelah itu diberikan restrukturisasi kognitif, dimana subjek diajak untuk

berpikir dan memahami permasalahannya lebih lanjut, mampu mengubah

pemikiran negatifnya. Terakhir, exposure with response prevention diberikan

yaitu subjek dihadapkan pada situasi nyata yang bisa memunculkan

kecemasan. Pada saat dihadapkan pada situasi nyata ini, subjek bisa saja

memunculkan reaksi kecemasannya. Untuk membantu subjek mereduksi

kecemasan saat exposure ini, bisa dibantu dengan menerapkan relaksasi dan

restrukturisasi kognitif. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa

relaksasi dan restrukturisasi kognitif itu menjadi syarat untuk pemberian

exposure.

Dengan mendasarkan pada hal tersebut, maka dalam penelitian ini

menerapkan Cognitive Behavior Bherapy dengan teknik relaksasi via letting

(33)

16

mereduksi kecemasan pada pasien pasca stroke. Harapan jangka panjang dari

penerapan Cognitive Behavior Therapy ini adalah subjek dapat melakukan

sendiri langkah-langkahnya sebagai metode terapi untuk diri sendiri pasca

terapi.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang diatas, rumusan masalah peneliti

yaitu apakah Cognitive Behavior Therapy dapat mereduksi tingkat kecemasan

pada pasien pasca stroke?

C. Tujuan

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan

Cognitive Behavior Therapy dalam mereduksi tingkat kecemasan pada pasien

pasca stroke.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Diharapkan dari penelitian ini dapat memperkaya khasanah keilmuan

psikologi klinis, terutama terkait dengan penerapan Cognitive Behavior

Therapy dalam menangani kasus-kasus klinis seperti kasus kecemasan pada

(34)

17

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Subyek Penelitian

Penelitian mengenai efektifitas Cognitive Behavior Therapy pada pasien

pasca stroke ini diharapkan memberikan manfaat berupa penurunan tingkat

kecemasan, perubahan pikiran yang lebih sehat, positif, dan rasional, dan

perubahan perilaku yang lebih adaptif. Selain itu Cognitive Behavior Therapy

juga bisa dijadikan coping pada diri subyek ketika berada pada situasi yang

membuat cemas sehingga subyek dapat mengatasi kecemasanya secara lebih

mandiri.

b. Bagi Peneliti (Terapis)

Penelitian Cognitive Behavior Therapy ini diharapkan dapat mengasah dan

menambah keilmuan, kemampuan, dan keahlian peneliti yang sekaligus

bertindak sebagai terapis supaya dapat mengaplikasikan pada kasus-kasus

klinis lainnya.

3. Bagi Institusi

Hasil penelitian ini selanjutnya dapat diterapkan di institusi Rumah Sakit

untuk membantu pasien pasca stroke dalam mengatasi permasalahan dari segi

psikologis yang dihadapi. Penerapan Cognitive Behavior Therapy yang sesuai

dengan prosedur dapat meningkatkan kesehatan fisik dan mental para pasien

Referensi

Dokumen terkait

Dengan adanya masalah tersebut maka akan dibuat sistem yang dapat dapat memudahkan penyampaian semua informasi produk terbaru kepada customer secara cepat, mempermudah

Namun demikian, penelitian yang dilakukan mengenai ragam ekspresi emosi yang dapat dikenali, apalagi mencermati respon-respon emosi yang diberikan anak-anak autis pada saat

Dalam rangka memberikan arah dan tujuan dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan pembangunan daerah sesuai dengan visi misi Gubernur berdasarkan Undang-Undang Nomor

Perusahaan penyedia jasa pelatihan membutuhkan informasi tentang kualitas pelayanan jasa dan persepsi nilai yang dirasakan oleh pengguna jasa dalam kaitannya dengan

Dari hasil perhitungan diperoleh balok dimensi 50/70 dengan kebutuhan tulangan tumpuan, lapangan dan geser yang dapat dilihat pada Tabel 7 dan Tabel 8.. Penulangan Lentur

Dalam membuat rencana produksi yang tepat maka diperlukan sebuah peramalan yang akurat agar terhindar dari kelebihan dan kekurangan jumlah produksi setelah

yang selalu mendukungku untuk terus maju.. Tesis Manajemen Pendidikan. Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2015. Tujuan penelitian yang dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri

Bagian Hukum Pemko