• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Kemampuan Fungsi Tubuh dan Dukungan Keluarga dengan Depresi pada Pasien Pasca Stroke

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Kemampuan Fungsi Tubuh dan Dukungan Keluarga dengan Depresi pada Pasien Pasca Stroke"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KEMAMPUAN FUNGSI TUBUH DAN

DUKUNGAN KELUARGA DENGAN DEPRESI PADA

PASIEN PASCA STROKE

TESIS

Oleh

SOLIHUDDIN HARAHAP

127046042 / KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

HUBUNGAN KEMAMPUAN FUNGSI TUBUH DAN

DUKUNGAN KELUARGA DENGAN DEPRESI PADA PASIEN

PASCA STROKE

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Keperawatan (M.Kep) dalam Program Studi Magister Ilmu Keperawatan

Minat Studi Keperawatan Medikal Bedah pada Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara

Oleh

SOLIHUDDIN HARAHAP

127046042 / KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)
(4)

Tanggal Lulus : 03 Februari 2015 Telah diuji

Pada tanggal : 03 Februari 2015

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Ir.Etti Sudaryati MKM, Ph.D.

Anggota : 1. Ikhsanuddin A. Harahap S.Kp, MNS 2. Dewi Elizadiani Suza S.Kp, MNS, Ph.D

(5)

PERNYATAAN

HUBUNGAN KEMAMPUAN FUNGSI TUBUH DAN

DUKUNGAN KELUARGA DENGAN DEPRESI PADA PASIEN

PASCA STROKE

Tesis

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang

pernah diajukan untuk memperoleh gelar akademis di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah

ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, Februari 2015

(6)

Judul Tesis : Hubungan Kemampuan Fungsi Tubuh dan Dukungan Keluarga dengan Depresi pada Pasien Pasca Stroke

Nama Mahasiswa : Solihuddin Harahap

Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan Minat Studi : Keperawatan Medikal Bedah Tahun : 2015

ABSTRAK

Stroke merupakan penyakit yang diakibatkan berkurangnya suplai darah ke otak sehingga menyebabkan berbagai gangguan pada fungsi persarafan. Kemampuan fungsi tubuh baik motorik, sensorik, luhur, keseimbangan, saraf otak lain dan penglihatan, akan menurun akibat kelemahan atau kecacatan yang timbul. Dampak dari kelemahan dan kecacatan itu bisa menyebabkan gangguan psikologis berupa depresi. Salah satu upaya yang dilakukan untuk menurunkan kejadian depresi dengan dukungan keluarga baik berupa dukungan emosional, penghargaan, informasional dan instrumental. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan cross sectional yang dilakukan di Poli Stroke RSUD Dr. Pirngadi Medan mulai Oktober sampai dengan November 2014. Populasi penelitian ini adalah penderita stroke dengan sampel 77 responden. Analisa data dilakukan secara univariat dan bivariat dengan uji statistik Spearman rank. Hasil penelitian antara kemampuan fungsi tubuh dengan depresi mempunyai hubungan lemah dengan nilai p = 0,00 serta besar koefisien korelasi r = 0,32 dengan arah hubungan positif yang bermakna nilai kemampuan fungsi tubuh rendah jika terjadi depresi. Analisis dukungan keluarga dengan depresi mempunyai hubungan yang sedang dengan nilai p = 0,00 serta besar koefisien korelasi r = -0,41 dengan arah hubungan negatif yang bermakna jika dukungan keluarga rendah maka kejadian depresi tinggi. Disarankan kepada pelayanan keperawatan supaya melakukan pengkajian kemampuan fungsi tubuh untuk menentukan kemampuan motorik serta pemberian informasi stroke untuk mengurangi depresi dan meningkatkan dukungan keluarga.

(7)

Thesis Title : Correlation of the Capacity of Body Function and Family Support with Depression in Post-Stroke Patients

Name : Solihuddin Harahap

Study Program : Master of Nursing

Field of Specialization : Medical - Surgical Nursing

Year : 2015

ABSTRACT

Stroke is an illness which is caused by the lack of blood supply to brain so that it causes various nerve function disorders. The capacity of body function such as motoric, sensoric, luhur, balance, other brain nerves, and sight will decrease as the result of weakness and defects. The effect of weakness and defects can cause psychological disorder like depression. One of the attempts to decrease the incidence of depression is family support, such as emotional support, reward, informational support, and instrumental support. The research was a quantitative study with cross sectional design. It was conducted at Stroke Polyclinic of Dr. Pirngadi Regional General Hospital, Medan, from October to November, 2014. The population was stroke patients, and 77 of them were used as the samples. The data were analyzed by using univatriate analysis and bivatriate analysis with Spearman rank statistic test. The result of the research showed there was insignificant correlation between the capacity of body function and depression at p-value = 0,00 and correlation coefficient r = 0,32 toward positive correlation which indicated that the value of the capacity of body function was low when there was depression. The correlation between family support and depression was moderate at p-value = 0,00 and correlation coefficient r = -0,41 toward negative correlation which indicated that family support was low when the incidence of depression was high. It is recommended that nurses identification motoric ability for giving information to patients’ families to give motivation to the stroke patients so that there will be no depression.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat, taufik, hidayah dan ridhoNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul Hubungan Kemampuan Fungsi Tubuh dan Dukungan Keluarga dengan Depresi pada Pasien Pasca Stroke.

Penulisan tesis ini bertujuan untuk memenuhi sebagian dari syarat menyelesaikan Program Magister Ilmu Keperawatan di Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini tidak akan dapat diselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimah kasih yang sedalam-dalamnya kepada dr. Dedi

Ardinata, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Setiawan, S.Kp, MNS, PhD, selaku Ketua Program Studi dan Achmad

Fathi S.Kep, Ns, MNS, selaku Sekretaris Program Studi atas bantuannya dalam melengkapi prosedur administrasi di Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Terimakasih kepada Ir. Etti Sudaryati MKM, PhD sebagai pembimbing satu dan Ikhsanuddin Ahmad Harahap S.Kp, MNS, selaku pembimbing dua yang

telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan masukan demi kesempurnaan tesis ini. Ucapan terimakasih kepada Dewi Elizadiani Suza S.Kp, MNS, PhD, sebagai penguji satu dan Rosina Tarigan S.Kp, M.Kep, Sp.KMB,

(9)

Direktur RSUD Dr. Pirngadi Medan dan Direktur Rumah Sakit Umum

Haji Medan yang telah memberikan izin sebagai tempat penelitian serta Dosen dan Staf Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara yang telah membantu proses penyelesaian tesis ini. Anakku tersayang M. Zacky Alkhairi Harahap yang menjadi inspirasiku, serta istriku tercinta yang selalu memberikan semangat dan motivasi untuk

penyelesaian tesis ini, dan kedua orang tua yang berdoa untuk kesuksesan anaknya.

Teman-teman di Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah membantu proses penyelesaian tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan dan membutuhkan masukan yang sangat bermanfaat untuk kesempurnaanya, oleh

karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan tesis ini dan harapan penulis semoga tesis ini dapat bermanfaat demi kemajuan ilmu pengetahuan khususnya bidang keperawatan.

Medan, Februari 2015 Penulis

(10)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Solihuddin Harahap

Tempat/Tgl Lahir : Banuatonga / 15 Juli 1975

Alamat : Jln Cendana Perumahan Tosiro No: 15 A Medan

No Telp/ Email :

Riwayat Pendidikan :

Jenjang Pendidikan Nama Institusi Tahun Lulus Sekolah Dasar (SD) SD Negeri 142911 Sosopan 1986 Sekolah Menengah Pertama (SMP) SMP Negeri Sosopan 1990

Sekolah Menengah Atas (SMA) SMA Negeri 2 Padangsidempuan 1993 Diploma III Keperawatan Akper Dep.Kes Medan 1997

Sarjana Keperawatan F.Kep USU Medan 2006

Pendidikan Profesi Ners F.Kep USU Medan 2007

Riwayat Pekerjaan :

(11)

DAFTAR ISI

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 49

3.6 Metode Pengukuran ... 51

4.2 Kemampuan Fungsi Tubuh Pasca Stroke ... 57

4.3 Dukungan Keluarga Pasca Stroke ... 59

4.4 Depresi Pasca Stroke ... 60

(12)

BAB 5. PEMBAHASAN ... 65

5.1 Kemampuan Fungsi Tubuh pada Pasien Pasca Stroke di Poli Stroke RSUD Dr. Pirngadi Medan ... 65

5.2 Dukungan Keluarga pada Pasien Pasca Stroke di Poli Stroke RSUD Dr. Pirngadi Medan ... 66

5.3 Depresi pada Pasien Pasca Stroke di Poli Stroke RSUD Dr. Pirngadi Medan ... 68

5.4 Hubungan Kemampuan Fungsi Tubuh dengan Depresi pada Pasien Pasca Stroke di Poli Stroke RSUD Dr.Pirngadi Medan 69 5.5 Hubungan Dukungan Keluarga dengan Depresi pada Pasien Pasca Stroke di Poli Stroke RSUD Dr. Pirngadi Medan ... 70

5.6 Keterbatasan Penelitian ... 72

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 73

6.1 Kesimpulan ... 73

6.2 Saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA……… ... 75

(13)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel

Penelitian………

50

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik Pasien Pasca Stroke di Ruang Poli Stroke

RSUD Dr. Pirngadi Medan (n=77) …....……….. 57 Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Kemampuan Fungsi Tubuh pada

Pasien Pasca Stroke di Ruang Poli Stroke RSUD Dr. Pirngadi Medan (n=77) ...………

58

Tabel 4.3 Komponen Kemampuan Fungsi Tubuh pada Pasien Pasca Stroke di Ruang Poli Stroke RSUD Dr. Pirngadi Medan …...

58 Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga pada Pasien

Pasca Stroke di Ruang Poli Stroke RSUD Dr. Pirngadi

Medan (n=77) ...………... 59 Tabel 4.5 Komponen Dukungan Keluarga pada Pasien Pasca

Stroke di Ruang Poli Stroke RSUD Dr. Pirngadi Medan...

60 Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Depresi pada Pasien Pasca Stroke

di Ruang Poli Stroke RSUD Dr. Pirngadi Medan

(n=77)…..……… ………... 60

Tabel 4.7 Distribusi Keadaan Depresi Berdasarkan Kemampuan Fungsi Tubuh Pasien Pasca Stroke di Ruang Poli

Stroke RSUD Dr. Pirngadi Medan (n=77) ………….. 61 Tabel 4.8 Distribusi Keadaan Depresi Berdasarkan Dukungan

Keluarga Pasien Pasca Stroke di Ruang Poli Stroke

RSUD Dr. Pirngadi Medan (n=77) ...……….. 61 Tabel 4.9 Hubungan Kemampuan Fungsi Tubuh dan Dukungan

Keluarga dengan Depresi pada Pasien Pasca Stroke di Ruang Poli Stroke RSUD Dr. Pirngadi Medan

(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Instrumen Penelitian ... 86

Permohonan Menjadi Responden ... 87

Bersedia Berpartisipasi sebagai Responden Penelitian ... 88

Kuesioner Demografi ... 89

Kuesioner Kemampuan Fungsi Tubuh ... 90

Kuesioner Dukungan Keluarga ... 92

Kuesioner Depresi ... 94

Izin Menggunakan Kuesioner ... 96

Lampiran 2: Biodata Expert ... 97

Lampiran 3: Izin Penelitian ... 99

Persetujuan Komite Etik ... 100

Uji Reliabilitas ... 101

Pernyataan Selesai Uji Reliabilitas... 102

Izin Pengambilan Data ... 103

(16)

Judul Tesis : Hubungan Kemampuan Fungsi Tubuh dan Dukungan Keluarga dengan Depresi pada Pasien Pasca Stroke

Nama Mahasiswa : Solihuddin Harahap

Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan Minat Studi : Keperawatan Medikal Bedah Tahun : 2015

ABSTRAK

Stroke merupakan penyakit yang diakibatkan berkurangnya suplai darah ke otak sehingga menyebabkan berbagai gangguan pada fungsi persarafan. Kemampuan fungsi tubuh baik motorik, sensorik, luhur, keseimbangan, saraf otak lain dan penglihatan, akan menurun akibat kelemahan atau kecacatan yang timbul. Dampak dari kelemahan dan kecacatan itu bisa menyebabkan gangguan psikologis berupa depresi. Salah satu upaya yang dilakukan untuk menurunkan kejadian depresi dengan dukungan keluarga baik berupa dukungan emosional, penghargaan, informasional dan instrumental. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan cross sectional yang dilakukan di Poli Stroke RSUD Dr. Pirngadi Medan mulai Oktober sampai dengan November 2014. Populasi penelitian ini adalah penderita stroke dengan sampel 77 responden. Analisa data dilakukan secara univariat dan bivariat dengan uji statistik Spearman rank. Hasil penelitian antara kemampuan fungsi tubuh dengan depresi mempunyai hubungan lemah dengan nilai p = 0,00 serta besar koefisien korelasi r = 0,32 dengan arah hubungan positif yang bermakna nilai kemampuan fungsi tubuh rendah jika terjadi depresi. Analisis dukungan keluarga dengan depresi mempunyai hubungan yang sedang dengan nilai p = 0,00 serta besar koefisien korelasi r = -0,41 dengan arah hubungan negatif yang bermakna jika dukungan keluarga rendah maka kejadian depresi tinggi. Disarankan kepada pelayanan keperawatan supaya melakukan pengkajian kemampuan fungsi tubuh untuk menentukan kemampuan motorik serta pemberian informasi stroke untuk mengurangi depresi dan meningkatkan dukungan keluarga.

(17)

Thesis Title : Correlation of the Capacity of Body Function and Family Support with Depression in Post-Stroke Patients

Name : Solihuddin Harahap

Study Program : Master of Nursing

Field of Specialization : Medical - Surgical Nursing

Year : 2015

ABSTRACT

Stroke is an illness which is caused by the lack of blood supply to brain so that it causes various nerve function disorders. The capacity of body function such as motoric, sensoric, luhur, balance, other brain nerves, and sight will decrease as the result of weakness and defects. The effect of weakness and defects can cause psychological disorder like depression. One of the attempts to decrease the incidence of depression is family support, such as emotional support, reward, informational support, and instrumental support. The research was a quantitative study with cross sectional design. It was conducted at Stroke Polyclinic of Dr. Pirngadi Regional General Hospital, Medan, from October to November, 2014. The population was stroke patients, and 77 of them were used as the samples. The data were analyzed by using univatriate analysis and bivatriate analysis with Spearman rank statistic test. The result of the research showed there was insignificant correlation between the capacity of body function and depression at p-value = 0,00 and correlation coefficient r = 0,32 toward positive correlation which indicated that the value of the capacity of body function was low when there was depression. The correlation between family support and depression was moderate at p-value = 0,00 and correlation coefficient r = -0,41 toward negative correlation which indicated that family support was low when the incidence of depression was high. It is recommended that nurses identification motoric ability for giving information to patients’ families to give motivation to the stroke patients so that there will be no depression.

(18)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern menimbulkan berbagai macam penyakit yang dapat membahayakan

kesehatan manusia, salah satu diantanranya stroke. Stroke merupakan kurangnya aliran darah atau oksigen ke otak yang akan menyebabkan

serangkaian reaks dikendalikan oleh jaringan itu. Berkurangnya darah ke otak bisa disebabkan

oleh tersumbat atau pecahnya pembuluh darah (Junaidi, 2011).

Stroke merupakan gangguan serebrovaskular utama di dunia.

Menurut Word Health Organization (WHO) (2007) 15 juta orang menderita stroke di seluruh dunia setiap tahunnya. Jumlah tersebut, 5 juta meninggal dan 5 juta lagi mengalami cacat permanen. Tekanan darah tinggi menyumbang

lebih dari 12,7 juta stroke di seluruh dunia. Penderita di Eropa rata-rata sekitar 650.000 kematian stroke setiap tahunnya (WHO, 2007), sedangkan di

Amerika Serikat menyebabkan kematian nomer tiga dengan jumlah kematian sekitar 150.000 orang setiap tahun. Total pasien stroke di Amerika Serikat tahun 2008 sekitar 65,5 juta orang (Bornstein, 2009), dengan peningkatan

(19)

Prevalensi stroke di Indonesia dari tahun ke tahun meningkat tajam.

Jika pada tahun 1990 stroke masih di urutan ketiga pasca penyakit jantung dan kanker tahun 2010 menjadi urutan pertama penyebab kematian di Indonesia

(Persatuan Dokter Persarafan Seluruh Indonesia (PDPERSI), 2010). Data penderita rawat inap di bangsal neurologi Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Pirngadi Medan pada tahun 2009 diperoleh bahwa dari 622 orang yang

dirawat 346 orang merupakan stroke (Silaen, Rambe & Nasution, 2011). Data tahun 2011 jumlah penderita diperoleh 389 orang penderita stroke

(Departemen Neurologi, 2011 dalam Nasya, 2012 ).

Stroke dapat berdampak pada berbagai fungsi tubuh. Gambaran klinis dari tahapan stroke dapat berupa kehilangan motorik yaitu munculnya

hemiplegi maupun hemiparesis akibat dari gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh, hal ini menunjukan kerusakan pada neuron motor

atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi seperti disartria, digambarkan dengan bicara yang sulit dimengerti akibat paralisis otot yang bertanggung

jawab untuk menghasilkan bicara. Disfasia atau afasia digambarkan dengan bicara defektif atau kehilangan bicara, sehingga kurang terjalin komunikasi

yang baik, hal ini menyebabkan pasien stroke menunjukan frustasi yang berlebihan terhadap kekurangan yang dialaminya (Black & Hawks, 2009). Penelitian yang dilakukan Pinzon, Asanti, Sugianto dan Widyo (2009) di

(20)

memerlukan bantuan sampai dengan enam bulan pertama (Linda, Hesook,

Arnstein, & Anners, 2011).

Penderita stroke dengan pemulihan total sekitar 460 orang dari 100.000

penderita 50-70% dari penderita stroke mengalami perbaikan fungsi tubuh, namun 15-30% cacat permanen dan 20% memerlukan perawatan institusional pada 3 bulan setelah serangan. Sebagian besar pasien stroke mengalami cacat

tetap stabil antara 6-9 bulan dan 5 tahun setelah stroke dan sepertiganya memerlukan perawatan (Artal & Egido, 2009). Pasien stroke yang mengalami

gangguan kemampuan fungsi tubuh sangat sulit untuk mengungkapkan perasaannya (Gupta, Pansari, & Shetty, 2002), dan lebih lanjut lagi pasien akan merasa depresi dengan keadaannya. Depresi akan berdampak negatif

terhadap masa pemulihan dan hubungan sosial serta lingkungan sekitarnya, bahkan dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas (Ginkel, Gooskens,

Schuurmans, Lindeman, & Hafsteinsdottir, 2010).

Pasien stroke juga mengalami gangguan persepsi dengan ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi baik berupa visual

maupun sensori. Selain itu juga kerusakan pada fungsi kognitif dan efek psikologis dimana kerusakan dapat terjadi pada lobus frontal berupa kapasitas

memori atau fungsi intelektual, sehingga disfungsi ini menyebabkan lapang pandang terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa dan kurang motivasi. Kerusakan kemampuan tubuh menyebabkan pasien frustasi dalam program

(21)

gangguan emosional lainnya juga akan membuat pasien menghindar atau

menolak teman bahkan keluarga mereka (Taylor, 2006).

Menurut Spaletta (2001, dalam Taylor, 2006) mengatakan bahwa defisit

neurologi selain berakibat pada fisiknya juga emosinya. Pasien dengan kerusakan otak sebelah kiri mengalami kecemasan maupun depresi. Kerusakan otak sebelah kanan akan mengalami alexithymia yang melibatkan gangguan dalam mengidentifikasi dan menggambarkan perasaannya. Gangguan pada pasien stroke memberikan efek sosial pada pasien,

keluarganya, kontak sosial serta lingkungan sekitarnya menurun drastis, sehingga akan mengganggu keharmonisan keluarga (Sarafino, 2006). Penelitian yang dilakukan Haryanto dan Basuki (2013) mengatakan bahwa

dukungan keluarga yang diberikan pada pasien stroke dalam menjalani rehabilitasi yaitu 51,6% dukungan perhatian secara emosi kurang, 54,8%,

dukungan bantuan instrumental kurang, 77,4% dukungan pemberian informasi kurang dan 64,5% dukungan penghargaan kurang.

Dukungan keluarga terhadap salah satu anggota keluarga yang

menderita suatu penyakit sangat penting dalam proses penyembuhan dan pemulihan pasien (Friedman, 1998). Dukungan keluarga tersebut berupa

dukungan keuangan, dukungan informasi, dukungan dalam melakukan kegiatan rutin sehari – hari, dukungan dalam pengobatan dan perawatan, dukungan psikologis, lebih lanjut dukungan keluarga dapat memberikan

(22)

Bentuk dukungan keluarga yang terus menerus dibutuhkan pasien

karena pemulihan stroke memerlukan waktu yang lama dan proses yang sulit. Program rehabilitasi yang diikuti oleh pasien stroke kadang dirasakan tidak

memberikan efek pada dirinya dan kurangnya bimbingan dari program rehabilitasi sebelum mereka meninggalkan rumah sakit mengakibatkan mereka mulai berfokus terhadap defisit yang terjadi pada dirinya. Kondisi ini

menambah semakin parah depresinya (Sarafino, 2006).

Penelitian Sit, Wong, Clinton, Li dan Fong (2004) tentang dampak

dukungan sosial pada kesehatan pasien stroke di rumah dengan dukungan keluarga, didapatkan bahwa dukungan keluarga pada pasien pasca stroke dapat meningkatkan kemampuan dan menjadi lebih baik dengan dukungan

dan dukungan sosial dari keluarga yang akan meningkatkan status kesehatan psikososial pasien pasca stroke.

Pada umumnya pasien stroke yang tidak mendapat dukungan keluarga akan mengalami dampak negatif secara psikologis berupa depresi pasca stroke (Schub & Caple, 2010). Penelitian Li, Wang dan Lin (2003) yang meneliti

106 pasien lansia yang mengalami stroke, mengemukakan bahwa pada pasien stroke yang mengalami depresi ringan mencapai 27,49% dan yang mengalami

depresi sedang sampai berat mencapai 7,5%. Penelitian lain yang dilakukan oleh Fuh (1997) menyatakan bahwa kejadian depresi terhadap 45 pasien lansia yang mengalami stroke sebanyak 62,2%. Penelitian Sit, Wong, Clinton dan Li

(23)

48%. Penelitian yang dilakukan oleh. Bergersen (2010) di Norwegia yang

meneliti tentang kecemasan dan depresi 2 sampai 5 tahun pasca stroke menemukan bahwa dengan menggunakan The Hospital and Depression Scale (HADS) mengidentifikasi 36% mengalami kecemasan dan 28% mengalami depresi

Mengingat adanya permasalahan akibat dari stroke maka peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan kemampuan fungsi tubuh dan dukungan keluarga dengan depresi pada pasien pasca stroke,

sehingga dengan mengetahui secara jelas hubungan antara kemampuan fungsi tubuh dan dukungan keluarga dengan depresi, maka data tersebut dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk mengembangkan intervensi keperawatan

yang dapat berkontribusi positif untuk pasien stroke, sebagai upaya pencegahan maupun perawatan secara optimal.

1.2 Permasalahan

Stroke berkaitan dengan obstruksi aliran darah ke otak yang mempunyai dampak pada fungsi tubuh. Salah satu dampak dari stroke itu

adalah kerusakan persyarafan pada anggota tubuh yang mengakibatkan kemampuan fungsi tubuh terganggu. Kemampuan fungsi tubuh seperti

motorik, sensibilitas, saraf otonom, kesadaran, fungsi luhur. Penurunan kemampuan fungsi tubuh tersebut perlu dukungan keluarga berupa dukungan emosional, informasional, instrumental dan dukungan penghargaan untuk

(24)

dan rasa percaya diri. Gejala psikologis ini akan berdampak negatif terhadap

masa pemulihan dan hubungan sosial dengan lingkungan sekitarnya, Permasalahan dalam penelitian ini adalah “ Bagaimanakah hubungan antara

kemampuan fungsi tubuh dan dukungan keluarga dengan depresi pada pasien pasca stroke.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk menganalisa

hubungan antara kemampuan fungsi tubuh dan dukungan keluarga dengan depresi pada pasien pasca stroke.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk :

1. Untuk mengetahui karakteristik status perkawinan, lama menderita stroke,

jenis kelamin, usia, pendidikan pada pasien pasca stroke.

2. Menganalisa kemampuan fungsi tubuh pada pasien pasca stroke. 3. Menganalisa dukungan keluarga pada pasien pasca stroke.

4. Menganalisa depresi pada pasien pasca stroke.

5. Menganalisa hubungan kemampuan fungsi tubuh dengan depresi pada

pasien pasca stroke.

(25)

1.4 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah

1. Ada hubungan kemampuan fungsi tubuh dengan depresi pada pasien pasca

stroke.

2. Ada hubungan dukungan keluarga dengan depresi pada pasien pasca stroke.

1.5 Manfaat Penelitian 1. Bagi pelayanan keperawatan

Menambah pengetahuan dan kesadaran perawat tentang pentingnya

memperhatikan aspek fisik, psikososial pada penanganan pasien stroke, sehingga pelayanan yang diberikan semakin berkualitas dan profesional.

2. Bagi perkembangan ilmu keperawatan

Sebagai landasan untuk melakukan deteksi dini terhadap gangguan fisik, psikososial berupa kemampuan fungsi tubuh, dukungan keluarga dan depresi

yang dapat mempengaruhi prognosis dan proses pemulihan pasien pasca stroke.

3. Manfaat untuk Pengembangan Ilmu Keperawatan

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai pedoman untuk penelitian selanjutnya pada perawatan penyakit stroke dengan sudut pandang yang berbeda dengan

(26)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Stroke 2.1.1 Definisi stroke

Stroke atau penyakit penurunan fungsi neurologikyang diebabkan oleh

gangguan akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak (Black & Hawks, 2009).

Stroke merupakan suatu sindroma klinis dengan gejala gangguan fungsi otak secara fokal atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih yang dapat mengakibatkan kematian atau kecacatan yang menetap tanpa ada penyebab lain

selain gangguan pembuluh darah otak (Tarwoto, Watonah, & Suryati, 2007). 2.1.2 Etiologi Stroke

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan stroke diantaranya sebagai berikut (Black & Hawks, 2009) :

a. Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher). Trombus

dimulai bersamaan dengan kerusakan dinding pembuluh darah endotel. Aterosklerosis adalah pencetus utamanya. Trombus dapat terjadi di mana saja

di sepanjang arteri karotis dan cabang-cabangnya. Trombosis merupakan penyebab stroke yang paling utama, kurang lebih sekitar 60% dari kejadian stroke.

(27)

endokardium jantung, dimana plak keluar dari endokardium dan masuk ke

sirkulasi. Embolisme serebral merupakan penyebab kedua stroke, kurang lebih sekitar 24% dari kejadian stroke.

c. Hemoragik serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak). Hipertensi adalah penyebab utama perdarahan intraserebral. Prognosis pasien dengan perdarahan intraserebral

buruk, 50% kematian terjadi dalam 48 jam pertama. Tingkat kematian akibat perdarahan intraserebral berkisar antara 40% - 80%.

d. Penyebab lain contohnya spasme arteri serebral karena iritasi, mengurangi perfusi ke area otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang mengalami konstriksi tersebut; status hiperkoagulasi dapat mengakibatkan terjadinya

trombosis dan stroke iskemik, kompresi pembuluh darah serebral yang diakibatkan dari tumor, bekuan darah yang besar ukurannya, atau abses otak,

tapi penyebab ini umumnya jarang terjadi. 2.1.3 Klasifikasi Stroke

Stroke dapat dibagi dalam 2 (dua) kelompok besar yaitu :

a. Stroke Iskemik

Sekitar 80 - 85 persen stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat

(28)

1) Stroke Lakunar

Infark lakunar terjadi karena penyakit arteri kecil hipertensi dan menyebabkan sindrom stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau

kadang-kadang lebih lama dengan angka kejadiannya sekitar 25%. Infark lakunar merupakan infark yang terjadi pasca oklusi aterotrombotik. Trombosis yang terjadi dalam pembuluh ini menyebabkan daerah infark yang kecil dan lunak yang

disebut dengan lakuna. Perubahan yang terjadi pada pembuluh-pembuluh ini disebabkan oleh disfungsi endotel karena penyakit hipertensi persisten.

2) Trombosis arteri besar atau penyakit aterosklerotik

Stroke jenis ini berkaitan dengan lesi aterosklerotik yang menyebabkan penyempitan atau stenosis di arteria karotis interna dengan angka kejadiannya

sekitar 20%. Trombosis pembuluh darah otak cenderung memiliki awitan yang bertahap, bahkan berkembang dalam beberapa hari dan dikenal dengan istilah

stroke in evolution. Pelannya aliran darah pada arteri yang mengalami trombosis parsial mengakibatkan defisit perfusi dan menyebabkan reduksi mendadak curah jantung atau tekanan darah sistemik.

3) Stroke Emboli Kardiogenik

Stroke yang terjadi akibat embolus dapat menimbulkan defisit neurologik

mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit dengan angka kejadiannya sekitar 20%. Biasanya serangan terjadi saat pasien beraktivitas. Trombus embolik ini sering tersangkut di pembuluh darah yang mengalami

(29)

4) Stroke Kriptogenik

Sebagian pasien mengalami oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa penyebab yang jelas dengan angka kejadiannya sekitar 30%. Kelainan ini

disebut stroke kriptogenik karena sumbernya tersembunyi. 5) Stroke Karena Penyebab Lain

Beberapa penyebab lain stroke yang lebih jarang dengan angka

kejadiannya sekitar 5% adalah displasia fibromuskular dan arteritis temporalis. Displasia fibromuskular terjadi di arteria servikalis. Pada pemeriksaan dopler,

tampak banyak lesi seperti sosis di arteri, dengan penyempitan stenotik berselang-seling dengan bagian-bagian yang mengalami dilatasi. Arteritis temproralis terutama menyerang lanjut usia dimana arteri karotis eksterna dan terutama arteria

temporalis mengalami peradangan granulomatosa dengan sel-sel raksasa. b. Stroke Hemoragik

Terjadi sekitar 15% – 20% dari semua jenis stroke, dapat terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subarakhnoid atau langsung ke dalam jaringan otak. Tipe-tipe

perdarahan yang mendasari stroke hemoragik adalah : 1) Perdarahan Intraserebral

Perdarahan intraserebral paling sering terjadi akibat cedera vaskular yang dipicu oleh hipertensi dan ruptur salah satu dari banyak arteri yang menembus ke dalam jaringan otak. Perdarahan menyebabkan elemen-elemen vasoaktif darah

(30)

60 cc maka risiko kematian sebesar 71% – 93%. Sedangkan bila volume

perdarahan antara 30 cc – 60 cc, kemungkinan kematian sebesar 75% dan apabila perdarahan hanya 5 cc namun terletak di pons, maka akibatnya sangat fatal (Fayad

& Awad, 1998 dalam Misbach, 1999). 2) Perdarahan Subarakhnoid

Perdarahan subarakhnoid relatif kecil jumlahnya kurang dari 0,01% dari

populasi USA, sedangkan di ASEAN 4% hospital based dan di Indonesia 4,2% hospital based (Misbach, 1999). Gejala perdarahan yang timbul sangat khas

disertai dengan keluhan nyeri kepala hebat pada saat onset penyakit. Stroke jenis ini dapat menyebabkan kematian pada 12,5% kasus (Kassel et al, 1990 dalam Misbach, 1999).

2.1.4 Faktor Resiko Terjadi Stroke

Penggolongan faktor risiko stroke didasarkan pada dapat atau tidaknya

risiko tersebut ditanggulangi atau diubah.

a. Faktor risiko yang tidak dapat diubah (AHA/ASA, 2010). 1) Usia

Kemunduran sistem pembuluh darah meningkat seiring dengan bertambahnya usia hingga makin bertambah usia makin tinggi kemungkinan

mendapat stroke. Dalam statistik, faktor ini menjadi 2 kali lipat pasca usia ≥ 55 tahun.

2) Jenis Kelamin

Stroke diketahui lebih banyak diderita laki‐laki dibanding perempuan.

(31)

perempuan. Hal ini diperkirakan karena pemakaian obat kontrasepsi oral dan

usia harapan hidup perempuan yang lebih tinggi dibanding laki‐laki. Perempuan

Indonesia mempunyai usia harapan hidup tiga sampai empat tahun lebih tinggi dari usia harapan hidup laki-laki.

3) Ras

Penduduk Afrika-Amerika dan Hispanic-Amerika berpotensi stroke lebih

tinggi dibanding Eropa-Amerika. Pada penelitian penyakit arterosklerosis terlihat bahwa penduduk kulit hitam mendapat serangan stroke 38% lebih tinggi dibanding kulit putih.

4) Faktor Keturunan

Adanya riwayat stroke pada orang tua, meningkatkan faktor risiko

terjadinya stroke. Hal ini diperkirakan melalui beberapa mekanisme antara lain faktor genetik, faktor kultur atau lingkungan dan life style, interaksi antara faktor genetik dan lingkungan.

b. Faktor risiko yang dapat diubah

Stroke pada prinsipnya dapat dicegah. Sebuah penelitian menunjukkan

bahwa 50% kematian akibat stroke pada pasien yang berusia di bawah 70 tahun dapat dicegah dengan menerapkan pengetahuan yang ada (Black & Hawks, 2009).

1) Hipertensi

Makin tinggi tekanan darah, makin tinggi kemungkinan terjadinya

(32)

hipertensi dengan 71% dari 3723 kasus (Misbach, 1999). Pengendalian tekanan

darah dapat mengurangi 38% insiden stroke (Black & Hawks, 2009). 2) Merokok

Merokok merupakan masalah kesehatan yang utama di banyak negara berkembang termasuk Indonesia. Rokok mengandung lebih dari 4000 jenis bahan kimia yang di antaranya bersifat karsinogenik atau mempengaruhi sistem

vaskular. Penelitian menunjukkan bahwa merokok merupakan faktor risiko terjadinya stroke, terutama dalam kombinasi dengan faktor risiko yang lain

misalnya pada kombinasi merokok dan pemakaian obat kontrasepsi oral. Hal ini juga ditunjukkan pada perokok pasif. Merokok meningkatkan terjadinya trombus, karena terjadinya arterosklerosis. Merokok berkontribusi 12% - 14%

kematian akibat stroke (America Heart Association /America Stroke Association (AHA/ASA), 2010). Menurut WHO dalam world health statistik

(2007), total jumlah kematian akibat tembakau (merokok) diproyeksikan naik dari 5,4 juta pada tahun 2005 menjadi 6,4 juta pada tahun 2015 dan 8,3 juta pada tahun 2030.

3) Diabetes Melitus (DM)

DM merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia

yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Faktor risiko stroke akibat DM sebanyak 17,3% (Misbach, 1999). Pasien DM cenderung menderita arterosklerosis dan meningkatkan terjadinya hipertensi,

(33)

4) Kelainan Jantung

Kelainan jantung merupakan sumber emboli untuk terjadinya stroke. Yang tersering adalah atrium fibrilasi. Setiap tahun, 4% dari pasien atrium fibrilasi

mengalami stroke (AHA/ASA, 2010). . 5) Dislipidemia

Meningkatnya kadar kolesterol total dan Low Density Lipoprotein (LDL)

berkaitan erat dengan terjadinya aterosklerosis. Kolesterol LDL yang tinggi merupakan risiko terjadinya stroke iskemik. Kejadian stroke meningkat pada

pasien dengan kadar kolesterol total di atas 240 mg/dL. Setiap kenaikan kadar kolesterol total 38,7 mg/dl, meningkatkan risiko stroke sebanyak 25% (AHA/ASA, 2010).

6) Latihan Fisik

Pasien stroke direkomendasikan melakukan latihan fisik (olah raga) secara

teratur 3–7 hari per minggu dengan durasi 20–60 menit per hari (AHA/ASA, 2010). Latihan fisik secara teratur membantu mengurangi timbulnya penyakit jantung dan stroke. Ketidakaktifan, kegemukan atau keduanya berisiko

meningkatkan tekanan darah, kolesterol darah, diabetes, penyakit jantung dan stroke (AHA/ASA, 2010).

7) Kegemukan

Kegemukan biasanya berhubungan dengan pola makan, DM tipe 2 disebabkan peningkatan kadar kolesterol dan peningkatan tekanan darah.

(34)

39,9 dan extreme obesity > 40. Central obesitas/gemuk perut dihitung jika lingkar

pinggang (waist circumference) pada laki-laki > 102 cm dan perempuan > 88 cm (NHLBI, 2007).

8) Pola Diit

Aspek diit yang dihubungkan dengan risiko terjadinya stroke adalah intake sodium yang tinggi dan nutrisi tinggi lemak. Efek potensial sodium dan lemak

terhadap kejadian stroke dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah (AHA/ASA, 2010). .

9) Konsumsi Alkohol

Konsumsi alkohol berlebihan merupakan faktor utama terjadinya hipertensi dan penyakit yang berhubungan dengan hipertensi adalah stroke

(AHA/ASA, 2010). Penelitian yang dilakukan di Cina pada 1991 dan dilakukan follow up tahun 1999 dan 2000 menunjukkan pemakaian alkohol yang berlebihan

(lebih dari 1750 mL per minggu) secara signifikan meningkatkan insiden stroke sebesar 22% dan risiko kematian 30% lebih tinggi dari non pemakai alkohol (Bazzano, 2000).

10) Drug Abuse/Narkoba

Pemakaian obat-obatan seperti cocain, amphetamine, heroin dan

(35)

11) Pemakaian Obat Kontrasepsi Oral

Risiko stroke meningkat jika memakai obat kontrasepsi oral dengan dosis tinggi. Umumnya risiko stroke terjadi jika pemakaian ini dikombinasi

dengan adanya usia lebih dari 35 tahun, perokok, hipertensi dan diabetes (Hershey, 1999 dalam Black & Hawks, 2009).

12) Gangguan Pola Tidur

Gangguan pola tidur ini dikenal dengan istilah sleep disordered breathing (SDB). Penelitian membuktikan bahwa tidur mendengkur

meningkatkan terjadinya stroke. Pola tidur mendengkur sering disertai apnea (henti nafas), tidak hanya berpotensi menyebabkan stroke tapi juga gangguan jantung. Hal ini disebabkan penurunan aliran darah ke otak. SDB lebih sering

terjadi pada laki-laki dari pada perempuan dengan perbandingan 2:1, dan terjadi mulai usia pertengahan (AHA/ASA, 2010). .

13) Kenaikan Lipoprotein (a)/ Lp (a)

Lipid protein kompleks yang meningkat merupakan risiko terjadinya penyakit jantung dan stroke. Lp (a) merupakan partikel dari LDL dan

peningkatannya akan meningkatkan terjadinya trombosis dengan mekanisme menghambat plasminogen aktivator. Dibanding dengan faktor risiko stroke

yang lain (hipertensi, hiperkolesterolemia, hipertrigliserid, penyakit jantung, DM) (AHA/ASA, 2010).

2.1.5 Manifestasi Klinis Stroke

(36)

aktivitas motorik, eliminasi bowel dan urin, fungsi intelektual, kerusakan

persepsi sensori, kepribadian, afek, sensasi, menelan, dan komunikasi. Fungsi-fungsi tubuh yang mengalami gangguan tersebut secara langsung

terkait dengan arteri yang tersumbat dan area otak yang tidak mendapatkan perfusi adekuat dari arteri tersebut. yaitu:

a. Kehilangan Fungsi Motorik

Defisit motorik merupakan efek stroke yang paling jelas terlihat. Defisit motorik meliputi kerusakan : mobilitas, fungsi respirasi, menelan dan

berbicara, refleks gag, dan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari (Smeltzer et al,

Disfungsi motorik yang paling sering terjadi adalah hemiplegia (paralisis pada satu sisi tubuh) (Lewis

2010). Gejala-gejala yang muncul diakibatkan oleh adanya kerusakan motor neuron pada jalur piramidal (berkas saraf dari otak yang

melewati spinal cord menuju sel-sel motorik). Stroke mengakibatkan lesi pada motor neuron atas upper motor neuron (UMN) dan mengakibatkan

hilangnya kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Karakteristik defisit motorik meliputi akinesia, gangguan integrasi gerakan, kerusakan tonus otot, dan kerusakan refleks. Karena jalur piramidal menyeberang pada saat di

medulla, kerusakan kontrol motorik volunter pada satu sisi tubuh merefleksikan adanya kerusakan motor neuron atas di sisi yang berlawanan

pada otak (kontralateral).

(37)

48 jam), peningkatan tonus otot dapat dilihat bersamaan dengan spastisitas

(peningkatan tonus otot abnormal) pada ekstremitas yang terkena. Luas dan tipe gangguan pada pasien stroke tergantung dari jumlah dan lokasi dari

daerah otak yang terserang. Seseorang dapat mengalami stroke yang berat maupun ringan, dengan gangguan pada motorik, sensorik, kognitif maupun gangguan dalam hal komunikasi (Sarafino, 2006).

Kejadian stroke dapat menimbulkan kecacatan bagi penderita yang mampu bertahan hidup. Kecacatan pada penderita stroke di akibatkan oleh

gangguan organ atau gangguan fungsi organ seperti hemiparesis. Adapun kecacatan yang dialami oleh penderita stroke meliputi ketidakmampuan berjalan, ketidakmampuan berkomunikasi, serta ketidakmampuan perawatan

diri (Wirawan, 2009)

b. Kehilangan Fungsi Komunikasi

Fungsi otak lain yang dipengaruhi adalah bahasa dan komunikasi. Stroke adalah penyebab utama terjadinya afasia (Lewis et al, 2011). Disfungsi bahasa dan komunikasi akibat stroke adalah disartria (kesulitan

berbicara), disfasia (kesulitan terkait penggunaan bahasa), apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang telah dipelajari), (Lewis et al, 2011). Penelitian Townend, Brady dan MacLaughlan (2007, dalam Kontou, 2009) hampir setengah 46% partisipan teridentifikasi mengalami afasia. Sekitar 36,4% penderita afasia pasca stroke menunjukkan performa

(38)

c. Kerusakan Afek

Pasien yang pernah mengalami stroke akan kesulitan mengontrol emosinya (Lewis et al, 2011). Respon emosinya tidak dapat ditebak. Perasaan depresi akibat perubahan gambaran tubuh dan hilangnya berbagai fungsi tubuh dapat membuat makin parah. Penelitian Silaen, Rambe, dan Nasution (2008) menemukan adanya hubungan perubahan kepribadian dan gangguan

emosi pada pasien stroke. Bogousslavsky (2003) melalui studi kohort menemukan 300 pasien mengalami sadness (72%), disinhibition (56%), lack of adaptation (44%), environmental withdrawal (40%), crying (27%), passivity (24%) dan aggressiveness (11%).

d. Kerusakan Fungsi Intelektualitas

Baik itu memori maupun penilaian dapat terganggu sebagai akibat dari stroke (Black & Hawk, 2009). Pasien dengan stroke otak kiri sering

sangat berhati-hati dalam membuat penilaian. Pasien dengan stroke otak kanan cenderung lebih impulsif dan bereaksi lebih cepat. Penelitian yang dilakukan (Suwantara, 2004) menyimpulkan bahwa sekitar 15 - 25%

penderita stroke menunjukkan gangguaun kognitif yang nyata setelah mengalami serangan akut.

e. Gangguan Persepsi dan Sensori

Persepsi adalah kemampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Stroke dapat mengakibatkan disfungsi persepsi visual, gangguan dalam

(39)

primer antara mata dan korteks visual. Hilangnya sensori akibat stroke dapat

berupa kerusakan yang ringan seperti sentuhan atau kerusakan yang lebih berat yaitu hilangnya propriosepsi (kemampuan untuk menilai posisi dan

gerakan bagian-bagian tubuh) dan kesulitan menginterpretasi stimulus visual, taktil dan auditori. Penelitian Conell (2007) menemukan 7-53% pasien stroke mengalami kerusakan rangsang taktil dan 17% mengalami kerusakan

persepsi terhadap suhu. f. Gangguan Eliminasi

Kebanyakan masalah yang terkait dengan eliminasi urin dan bowel terjadi pada tahap akut dan bersifat sementara. Saat salah satu hemisfer otak terkena stroke, prognosis fungsi kandung kemih baik. Awalnya, pasien dapat

mengalami urgensi dan inkontinensia. Walaupun kontrol motor bowel biasanya tidak terganggu, pasien sering mengalami konstipasi yang

diakibatkan oleh imobilitas, otot abdomen yang melemah, dehidrasi dan respon yang menurun terhadap refleks defekasi (Black & Hawk, 2009). Masalah eliminasi urin dan bowel dapat juga disebabkan oleh

ketidakmampuan pasien mengekspresikan kebutuhan eliminasi. Penelitan yang dilakukan Britain dan Peet (2010) melaporkan bahwa sekitar 32% -

(40)

2.2 Kemampuan Fungsi Tubuh

2.2.1 Pengertian Kemampuan Fungsi Tubuh

Menurut Perry dan Potter (2005) kemampuan fungsi tubuh sebagai

kapasitas fungsi tubuh dan penurunannya dapat dilihat dari kapasitas residual dengan defisit fungsi residual. Defisit fungsi residual adalah perbedaan fungsi original dan fungsi residual.

Fungsi residual stroke terjadi pada fungsi motorik, fungsi sensorik, fungsi kognitif. Sistem saraf pusat yang terdiri dari otak dan medulla spinalis akan

mengalami kerusakan bila suplai darah yang membawa oksigen dan nutrisi terhenti (Black & Hawks, 2009).

Stroke sebagai salah satu penyakit gangguan peredaran darah ke otak yang

menimbulkan kecacatan pada penderitanya. Kecacatan yang ditimbulkan akibat stroke dapat berupa hemiparesis bilateral, demensia, dan parkinson (Santoso,

2003). Studi cross sectional yang dilakukan Haqhqoo, Pazuki, Hosseini, dan Rassafiani (2013) menemukan sekitar 65,5% penderita stroke ketergantungan dan membutuhkan bantuan orang lain, sekitar 72,5% penderita stroke yang

ketergantungan, ditemukan berada pada keadaan depresi sedang dan depresi berat (Haqhqoo, et al.

Keadaan pasien pasca stroke dalam perjalanannya sangat beragam.

Setelah menjalani perawatan dirumah sakit, kemungkinan yang dialami oleh pasien stroke meninggal dunia, sembuh tanpa cacat dan sembuh dengan kecacatan

, 2013). Ketergantungan dan kelemahan dianggap oleh penderita

(41)

(Lewis et al, 2011). Kematian akibat stroke ditemukan pada 10 - 30% pasien yang dirawat dan 70 - 90% penderita yang hidup pasca stroke (Pinzon & Asanti, 2010). Pasien pasca stroke pada awalnya digambarkan dengan adanya gangguan

kesadaran, tidak sadar, bingung, sakit kepala, sulit konsentrasi dan disorientasi. Gangguan kesadaran dapat muncul dalam bentuk perasaan ingin tidur, sulit mengingat, penglihatan kabur, menurunnya kekuatan otot dan koordinasi, sulit

membaca, kesulitan menyusun kata-kata, kesulitan mengintrol buang air besar dan kecil, kesulitan menelan dan bernapas, kaki menjadi kaku, terkulai dan hilang

koordinasi gerakan (Black & Hawks, 2009)

2.2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan fungsi tubuh a. Motorik

Traktus kortikospinal merupakan elemen utama dari sistem piramidal dan merupakan satu satunya hubungan langsung antara korteks dan medulla spinalis.

Fungsi dari taktus kortikospinalis yaitu untuk mengatur tonus otot dan memelihara menegakkan postur. Fungsi ini dipengaruhi juga oleh formasio retikularis, nucleus vestibularis, dan beberapa otak tengah. Dua struktur otak lain yang penting untuk

fungsi motor yaitu serebelum dan ganglia basalis. Aktifitas serebelum dan ganglia basalis ini memperhalus gerakan otot. Ganglia basalis mendapatkan input dari

korteks motorik kemudian memberikan output ke korteks. Supaya dapat terjadi gerakan, pusat motor membutuhkan informasi yang konstan dari reseptor otot, sekitar sendi dan pada kulit, mengenai apakah gerakan sesuai dengan perencanaan

(42)

b. Fungsi luhur

Proses kognitif atau proses mental luhur adalah proses berfikir bersama-sama dengan mekanisme persepsi, belajar, mengingat, memberikan informasi,

membuat keputusan dan membentuk fungsi psikologis secara kolektif. Kerusakan hemisfer kiri akan menimbulkan gangguan kemampuan berbahasa, membaca, menulis, menghitung, memori verbal dan gerakan motorik terampil. Penurunan

kognitif berkaitan erat dengan penurunan penampilan aktivitas hidup daripada defisit motorik. Gangguan fungsi kognitif merupakan gangguan fungsi luhur otak

berupa gangguan orientasi, perhatian, konsentrasi, daya ingat dan bahasa serta fungsi intelektual yang diperlihatkan dengan adanya gangguan dalam berhitung, bahasa, daya ingat dan pemecahan masalah. Stroke merupakan penyebab utama

kecacatan fisik maupun mental pada usia produktif dan usia lanjut. Stroke menyebabkan gangguan neurologis berdasarkan berat ringannya gangguan

pembuluh darah (Muttaqin, 2008) c. Keseimbangan

Pasien dengan stroke akan mengalami banyak gangguan-gangguan yang

bersifat fungsi tubuh. Gangguan keseimbangan berdiri pada pasien stroke berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengatur perpindahan berat badan

dan kemampuan gerak otot yang menurun sehingga kesetimbangan tubuh menurun. Pasien dengan stroke berulang memiliki masalah dengan kontrol postural, sehingga menghambat gerakan mereka. Pada pasien stroke, mereka

(43)

gangguan keseimbangan yang moderat hingga berat menggunakan banyak

gerakan tambahan sebagai kompensasi dari defisit motoriknya, sedangkan untuk pasien dengan gangguan keseimbangan yang ringan, mereka memiliki

kemampuan melakukan gerakan yang hampir sama dengan pola gerak normal (Black & Hawks, 2009)

d. Kesadaran

Penurunan kesadaran pada pasien stroke apabila yang diserang batang otak, akan mengalami gangguan pada fungsi kesadaran, pernafasan dan aliran darah ke

otak menurun. Apabila yang mengalami gangguan pada fungsi kesadarannya maka akan terjadi penurunan tingkat kesadaran, hal tersebut dapat mengakibatkan apatis sampai dengan koma (Lewis et al, 2011).

e. Fungsi Penglihatan

Gangguan lapangan pandang pada stroke terjadi bila lesi terdapat pada

nervus optikus dan lintasan visualnya, kortek visual, traktus optikus. Manifestasinya bisa kebutaan satu mata, hemianopia bitemporal, hemianopia binasal, hemianopia homonym dextra/sinistra. Gangguan ini bisa terjadi pada

stroke iskemik maupun stroke hemoragik akibat gangguan vascular otak anterior maupun posterior (Lewis et al, 2011).

f. Saraf otak

Pada batang otak dimana terdapat dua belas saraf kranial bila mengalami gangguan akan terjadi menurun kemampuan membau, mengecap, refleks

(44)

2.2.5 Pengukuran Kemampuan Fungsi tubuh

National Instutes of Health Stroke Scale (NIHSS) mengukur tanda neurologis yang dilakukan dengan pemeriksaan. Skala ini terdiri dari

penilaian kesadaran, respon terhadap pertanyaan, mengikuti perintah, gerakan mata konyugat horizontal, pemeriksaan lapangan pandang, unilateral negleg, paresis wajah, motorik lengan dan kaki, ataksia anggota badan, sensorik,

bahasa, dysatria dan (Lewis et al, 2009). Hasil penelitian Berger et al (1999) penggunaan NIHSS dapat digunakan untuk melihat kondisi pasien stroke

dari fase akut hingga rehabilitasi dengan reliabilitas kappa NIHSS 0,80.

2.3 Dukungan Keluarga

2.3.1 Pengertian Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit (Suprajitno, 2004). Menurut (Friedman ,2000),

keluarga berfungsi sebagai system pendukung bagi anggotanya. Anggota keluarga juga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Dukungan keluarga

merupakan suatu bentuk perhatian, dorongan yang didapatkan individu dari orang lain melalui hubungan interpersonal yang meliputi perhatian,

emosional dan penilaian (Stolte, 2004).

Keluarga dipandang sebagai suatu sistem, jika terjadi gangguan pada salah satu anggota keluarga dapat mempengaruhi seluruh system, sebaliknya

(45)

Menurut Wills dan Fegan (1985 dalam Sarafino, 2006) menyatakan

bahwa dukungan keluarga mengacu pada bantuan yang diterima individu dari orang lain atau kelompok sekitar yang membuat penerima merasa nyaman,

dicintai dan dihargai serta dapat menimbulkan efek positif bagi dirinya. Peningkatan dukungan keluarga yang tersedia dapat menjadi strategi penting dalam mengurangi atau mencegah tekanan jiwa dan menangkal depresi pasca

stroke (Salter, Foley, & Teasell, 2010). Mant, Carter, Wade, dan Winner (2000) menyatakan bahwa ada hubungan dukungan keluarga dengan

peningkatan aktivitas sosial dan kualitas hidup pasien stroke. Selain itu dukungan keluarga dapat membantu perawat dalam perencanaan program penyembuhan stroke, pendidikan pasien, keefektifan dan efisiensi

penggunaan sumber daya perawatan kesehatan (Huang, Hsu, Cheng, Lin, & Chuang, 2010).

2.3.2 Jenis Dukungan Keluarga

Menurut Friedman (1998) jenis dukungan keluarga adala : a. Dukungan Informasional

Keluarga berfungsi sebagai kolektor dan diseminator informasi munculnya suatu stressor karena informasi yang diberikan dapat

menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu. Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah nasehat, saran, petunjuk dan pemberian informasi. Untuk pasien stroke diberikan informasi oleh keluarganya tentang penyakit

(46)

dilakukan seseorang misalnya pemberian informasi penyakit oleh dokter

kepada pasien.

b. Dukungan Emosional

Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan belajar serta membantu penguasaan terhadap emosi, diantaranya menjaga hubungan emosional meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk

afeksi, adanya kepercayaan, perhatian dan mendengarkan atau didengarkan saat mengeluarkan perasaanya.

c. Dukungan Instrumental

Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit, diantaranya keteraturan menjalani terapi, kesehatan penderita dalam hal

kebutuhan makan dan minum, istirahat, dan terhindarnya penderita dari kelelahan. Dukungan ini juga mencakup bantuan langsung, seperti dalam

bentuk uang, peralatan, waktu, modifikasi lingkungan maupun menolong pekerjaan pada saat penderita mengalami stress.

d. Dukungan Penghargaan

Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah, terjadi lewat ungkapan

rasa hormat (penghargaan) serta sebagai sumber dan validator identitas anggota keluarga, diantaranya adalah memberikan penghargaan dan perhatian saat pasien menjalani rehabilitasi. Dukungan keluarga terhadap pasien stroke

(47)

Dukungan keluarga memainkan peran penting dalam mengintensifkan

perasaan sejahtera, orang yang hidup dalam lingkungan yang supportif kondisinya jauh lebih baik daripada mereka yang tidak memilikinya.

Dukungan tersebut akan tercipta bila hubungan interpersonal diantara mereka baik. Ikatan kekeluargaan yang kuat sangat membantu ketika keluarga menghadapi masalah, karena keluarga adalah orang yang paling dekat

hubungannya dengan anggota keluarganya (Friedman, 1998). 2.3.3 Sumber Dukungan Keluarga

Dukungan sosial keluarga mengacu kepada dukungan sosial yang di pandang oleh keluarga sebagai sesuatu yang dapat diAKSes atau diadakan untuk keluarga (dukungan sosial bisa atau tidak digunakan, tetapi anggota

keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan). Dukungan social

keluarga dapat berupa dukungan sosial kelurga internal, seperti dukungan dari suami atau istri serta dukungan dari saudara kandung atau dukungan sosial keluarga eksternal (Friedman, 1998).

2.3.4 Manfaat Dukungan Keluarga

Dukungan sosial keluarga adalah sebuah proses yang terjadi

sepanjang masa kehidupan, sifat dan jenis dukungan sosial berbeda-beda dalam berbagai tahap-tahap siklus kehidupan. Namun demikian, dalam semua tahap siklus kehidupan, dukungan sosial keluarga membuat keluarga

(48)

Menurut Serason (1993 dalam Kuncoro, 2002) berpendapat bahwa dukungan

keluarga mencakup jumlah sumber dukungan yang tersedia dan tingkat kepuasan akan dukungan yang diterima individu.

Menurut Wills (1985 dalam Friedman, 1998) menyimpulkan bahwa baik efek-efek penyangga (dukungan sosial menahan efek-efek negatif dari stres terhadap kesehatan) dan efek -efek utama (dukungan sosial secara

langsung mempengaruhi akibat-akibat dari kesehatan) pun ditemukan. Sesungguhnya efek-efek penyangga dan utama dari dukungan social terhadap

kesehatan dan kesejahteraan boleh jadi berfungsi bersamaan. Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan sosial yang adekuat terbukti berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit dan

dikalangan kaum tua, fungsi kognitif, fisik dan kesehatan emosi (Friedman, 1998).

2.3.5 Dukungan keluarga pasca stroke

Menurut Sutrisno (2007) yang menyatakan bahwa perawatan stroke merupakan perawatan yang sulit dan terlama. Keluarga memegang peranan

penting dalam proses rehabilitasi pasien stroke, rehabilitasi merupakan masa yang sulit dan dapat berlangsung enam bulan atau lebih tergantung pada

kemauan dan keterlibatan keluarga (Sutrisno, 2007). Dukungan keluarga adalah dukungan yang terdiri dari atas informasi atau nasihat verbal dan non verbal bantuan nyata atau tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial dan

(49)

efek perilaku bagi pihakpenerima (Gottieb, 1983 dalam Nursalam &

Kurniawati, 2007)

2.3.5 Faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga

Menurut Feiring dan Lewis (1984 dalam Friedman, 1998) menyatakan bahwa:

a. Bentuk keluarga

Dukungan tersebut akan tercipta bila hubungan interpersonal diantara anggota keluarga baik. Ikatan kekeluargaan yang kuat sangat membantu

ketika keluarga menghadapi masalah, karena keluarga adalah orang yang paling dekat hubungannya dengan anggota keluarganya (Friedman, 1998). Penelitian pada 64 kerabat pasien stroke memperlihatkan bahwa stroke

berdampak pada gangguan fungsi sosial, fisik, dan mental bagi keluarga penyandang stroke (Pinzon et al

b.Tingkat sosial ekonomi

, 2009).

Kelas sosial ekonomi disini meliputi tingkat pendapatan atau pekerjaan dan tingkat pendidikan. Hal ini akan berdampak terhadap

menurunnya tingkat produktifitas serta dapat mengakibatkan terganggunya sosial ekonomi keluarga. Selain karena besarnya biaya pengobatan paska

(50)

2.3.6 Pengukuran Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga dapat diukur dengan menggunakan instrumen Family Apgar. Instrumen ini dikembangkan oleh Smilkstein pada tahun 1978. Fungsi instrumen ini untuk menilai dukungan keluarga berupa persepsi anggota keluarga terhadap fungsi keluarga dengan memeriksa kepuasan tentang hubungan keluarga. Kuesioner ini terdapat lima dimensi

fungsi keluarga yaitu kemampuan beradaptasi, kemitraan, pertumbuhan, kasih sayang dan keputusan (Friedman, 1998). Penelitian yang dilakukan

Salter, Foley dan Teasell (2010) dengan instrument ini membuktikan

peningkatan dukungan keluarga yang tersedia dapat menjadi strategi penting

dalam mengurangi atau mencegah tekanan jiwa dan menangkal depresi paska

stroke.

2.4 Depresi

2.4.1 Pengertian Depresi

Depresi adalah perasaan murung atau sedih yang berlangsung dalam waktu singkat dan hilang dalam beberapa hari (National Institute of Mental Health)(NIMH, 2011).

Depresi dapat diartikan sebagai salah satu bentuk gangguan alam

perasaan yang ditandai dengan perasaan sedih yang berlebihan, murung, tidak bersemangat, perasaan tidak berharga, merasa kosong, putus harapan, selalu merasa dirinya gagal, tidak berminat pada kegiatan

(51)

rangsang, disertai menurunya nilai dari delusi, tidak mampu dan putus asa

(Maslim, 2001).

2.2.2 Ciri-ciri Umum Depresi

Menurut Nevid, Rathus, dan Greene (2003) ciri-ciri umum dari depresi adalah :

a. Perubahan pada kondisi emosional

Perubahan pada kondisi mood (periode terus menerus dari perasaan terpuruk, depresi, sedih atau muram). Penuh dengan air mata atau

menangis serta meningkatnya iritabilitas (mudah tersinggung), kegelisahan atau kehilangan kesadaran.

b. Perubahan dalam motivasi

Perasaan tidak termotivasi atau memiliki kesulitan untuk memulai (kegiatan) di pagi hari atau bahkan sulit bangun dari tempat tidur.

Menurunya tingkat partisipasi sosial atau minat pada aktivitas sosial. Kehilangan kenikmatan atau minat dalam aktivitas yang menyenangkan. Menurunya minat pada seks serta gagal untuk berespon pada pujian.

c. Perubahan dalam fungsi dan perilaku motorik

Gejala-gejala motorik yang dominan dan penting dalam depresi

adalah retardasi motor yakni tingkah laku motorik yang berkurang atau lambat, bergerak atau berbicara dengan lebih perlahan dari biasanya. Perubahan dalam kebiasaan tidur (tidur terlalu banyak atau terlalu sedikit,

(52)

Penderita depresi sering duduk dengan sikap yang terkulai dan

tatapan yang kosong tanpa ekspresi, perubahan dalam selera makan (makan terlalu banyak atau terlalu sedikit), perubahan dalam berat badan

(bertambah atau kehilangan berat badan), beraktivitas kurang efektif atau energik dari pada biasanya,

d. Perubahan kognitif

Penderita depresi kesulitan berkonsentrasi atau berpikir jernih, berpikir negative mengenai diri sendiri dan masa depan, perasaan bersalah

mengenai kesalahan dimasa lalu dan kurang self-esteem serta berpikir kematian atau bunuh diri.

2.2.3. Faktor yang mempengaruhi depresi

Beberapa faktor yang mempengaruhi munculnya depresi menurut Nevid et al

a. Usia

(2003) faktor-faktor yang meningkatkan resiko seseorang

untuk terjadi depresi meliputi :

Depresi mampu menjadi kronis apabila depresi muncul

untukpertama kalinya pada usia 60 tahun keatas. Berdasarkan hasil studi pasien lanjut usia yang mengalami depresi diikuti selama 6 tahun kira-kira

80% tidak sembuh namun terus mangalami depresi atau mengalami depresi pasang surut. Farrell (2004) dalam penelitiannya menyatakan bahwa depresi cenderung lebih kronis pada pasien yang lebih tua

(53)

b. Status pernikahan

Berlangsungnya pernikahan membawa manfaat yang baik bagi kesehatan mental laki-laki dan perempuan. Pernikahan tak hanya

melegalkan hubungan asmara antara laki-laki dan perempuan, karena ikatan suami-istri ini juga dipercaya dapat mengurangi risiko mengalami depresi dan kecemasan. Namun, bagi pasangan suami istri yang gagal

membina hubungan pernikahan atau ditinggalkan pasangan karena meninggal, justru akan memicu terjadinya depresi. Bisa juga tergambar

bagaimana kondisi kesehatan mental bagi seseorang yang tidak pernah kawin dibandingkan dengan mereka yang mengakhiri pernikahan. Scott mengatakan dalam studi itu diketahui bahwa kawin memberikan dampak

lebih baik ketimbang tidak kawin bagi kesehatan jiwa untuk semua gender (Rachmanto, 2010)

c. Jenis kelamin

Menurut Schimeilpfering (2009) beberapa faktor risiko yang telah dipelajari yang mungkin bisa menjelaskan perbedaan gender dalam

prevalensi depresi. Hormon estrogen dan progesteron telah ditunjukkan untuk mempengaruhi neurotransmitter, neuroendokrin dan system

sirkadian yang telah terlibat dalam gangguan suasana perasaan. Fakta bahwa perempuan sering mengalami gangguan suasana hati yang berhubungan dengan siklus menstruasi mereka, seperti gangguan

(54)

berhubungan dengan kelahiran adalah pemicu umum bagi gangguan

suasana perasaan, walapun menopause adalah saat ketika seorang wanita risiko depresi berkurang, periomenopausal periode adalah masa

peningkatan resiko bagi orang-orang dengan riwayat depresi besar. Hormon lain faktor yang dapat menyebabkan risiko wanita untuk depresi adalah perbedaan jenis kelamin berhubungan dengan

hypothalmic-hipofisis-adrenal (HPA) axis dan untuk tiroid berfungsi. d. Pengaruh Genetik

Bukti terbaik bahwa gen berhubungan dengan gangguan suasana perasaan adalah datang dari twin studies (studi orang kembar). Dalam studi ini menelaah frekuensi kembar identik (dengan gen identik) yang

memiliki gangguan dibanding kembar fraternal yang hanya memiliki 50% gen identik (seperti anggota keluarga tingkat pertama lainya). Studi

tersebut melaporkan bila salah satu pasangan kembar mengalami depresi berat, maka 59% diantara pasangan kembar identik dan 30 % diantara diantara fraternal juga menunjukkan adanya gangguan suasana perasaan.

e. Peristiwa Kehidupan Stres

Stres dan trauma adalah dua diantara kontribusi unik yang paling

menonjol didalam etiologi semua gangguan psikologis. Sebagian besar orang yang mengembangkan depresi melaporkan bahwa mereka kehilangan pekerjaan, bercerai, atau megalami stres berat yang lain.

(55)

Hal ini diperkuat oleh penelitian Sit et al (2007) bahwa gangguan aktivitas sehari-hari mempunyai hubungan yang sedang dengan depresi, dimana pada 48 jam pasca masuk rumah sakit dan 6 bulan pascanya.

bahkan ada korelasi juga antara persepsi klien terkait dengan dukungan keluarga (Li, 2003).

f. Hubungan Pernikahan

Hubungan pernikahan yang tidak memuaskan terkait erat dengan depresi. Karena berdasarkan studi Bruce dan kim (1992) dari 695

perempuan dan 530 laki-laki, selama kurun waktu sejumlah partisipan bercerai atau berpisah dengan pasanganya. Diperkirakan 21% perempuan yang bercerai menyatakan bahwa dirinya mengalami depresi, dan hampir

21% laki-laki yang bercerai mengalami depresi berat. g. Pendidikan

Penelitian Quan, Hong, Zhou, dan Xiu (2010) menyatakan seseorang yang berpendidikan rendah akan mengalami gejala depresi sebesar 1,5 kali dibanding dengan seseorang yang berpendidikan tinggi.

Penelitian Fatoye (2009) terhadap 118 pasien stroke menyatakan bahwa pendidikan rendah mempengaruhi kejadian depresi pasca stroke.

2.2.4 Depresi Pasca Stroke

(56)

stroke adalah gangguan emosional yang sering terjadi pasca suatu

serangan stroke.

Penyebab dari post stroke depression (PSD) melibatkan

kombinasi dari mekanisme fisik dan psikologis (Schub & Caple, 2010). Spaletta et al

Gejala depresi dapat berkembang setiap saat pasca stroke, tetapi

periode risiko terbesar adalah dalam beberapa bulan pertama. Menurut Diagnostic and Statistik Manual of Mental Disorders (DSM-IV), gejala depresi utama termasuk mood depresi hampir sepanjang hari, tidak

tertarik dalam beraktivitas, perubahan berat badan, nafsu makan menurun, tingkat energi menurun, gangguan pola tidur, gangguan fungsi

(2001 dalam Taylor, 2006) mengatakan bahwa defisit neurologi selain berakibat pada fisiknya juga emosinya. Pasien dengan

kerusakan otak sebelah kiri mengalami kecemasan maupun depresi, sedangkan Li, Wang, dan Lin (2003) mengungkapkan bahwa lokasi lesi,

stroke frontal dan jalur kontrol katekolamin menyebabkan depresi pasca stroke. Hal ini diperkuat oleh penelitian Farrell (2004) menunjukkan bahwa penyebab depresi pasca stroke adalah karena faktor organik.

Faktor risiko untuk depresi pasca stroke menurut Schub dan Caple (2010) diantaranya ada peningkatan keparahan stroke, penurunan intelektual,

meningkatnya derajat aphasia, riwayat pribadi atau keluarga depresi atau tinggal sendirian. Selain diatas Farrell (2004) juga menambahkan faktor risiko pada depresi yaitu penyakit kronis yang menyertai, insomnia, dan

(57)

psikomotorik, kesulitan berkonsentrasi, perasaan negatif tentang dirinya,

lekas marah, menghindari kontak mata dan berpikiran tentang kematian atau bunuh diri (Schub & Caple, 2010).

Gejala depresi pasca stroke yang ditimbulkan sebagai akibat lesi (kerusakan) pada susunan saraf pusat otak dan bisa juga akibat dari gangguan penyesuaian karena ketidakmampuan fisik dan kognitif pasca

stroke (Hawari, 2006). Menurut Hirota, Seligman, dan Weiss (2003 dalam Sarafino, 2004) mengemukakan bahwa perasaan tidak berdaya

merupakan bentuk reaksi depresi dimana seseorang merasa tidak mampu menemukan jalan keluar atau penyelesaian masalah yang dihadapi terutama saat menghadapi stress, seseorang akan berhenti berusaha dan

kemudian menyerah. Depresi pasca stroke mempunyai demensi perubahan pada mood, afektif, kognitif, behavioral, neurovegetatif dan endokrin.

Perubahan mood pada depresi berupa kesedihan dan kehilangan kemampuan untuk bergembira. Kelainan afektif dapat terlihat dari muka

dan sikap yang sedih dan sering menangis. Sedangkan perubahan kognitif yang terjadi adalah kehilangan motivasi, inisiatif dan menjadi apatis.

Penderita menjadi merasa tidak berdaya, tidak berguna, tidak dapat konsentrasi dan merasa tidak dapat menolong dirinya sendiri, bahkan terkadang disertai juga perasaan gangguan organik (hipokondriasis).

(58)

Depresi berat dapat menyebabkan gangguan berupa perasaan

ketidakberdayaan yang berkepanjangan dan berlebih-lebihan sehingga mendorong pasien stroke untuk bunuh diri (Schulz et al, 2000). Perasaan takut jatuh, terjadinya serangan stroke ulangan dan bahkan perasaan tidak nyaman oleh pandangan orang lain terhadap cacat dirinya dapat menyebabkan penderita stroke membatasi diri untuk tidak keluar dari

lingkungannya. Keadaan ini selanjutnya dapat mendorong penderita ke dalam gejala depresi yang berdampak pada motivasi dan rasa percaya

dirinya (Hill, Payne, & Ward, 2000).

Ketidakmampuan fisik bersama-sama dengan gejala depresi dapat menyebabkan aktivitas penderita stroke menjadi sangat terbatas pada

tahun pertama, namun dukungan sosial dapat mengurangi dampak dari ketidak-mampuan fisik serta depresi tersebut. Ketidakmampuan fisik

yang menyebabkan hilangnya peran hidup yang dimiliki penderita dapat .menyebabkan gangguan persepsi akan konsep diri yang bersangkutan dan dengan sendirinya mengurangi kualitas hidupnya (Suwantara, 2004).

2.2.5 Pengukuran Depresi.

Penilaian tentang tingkat depresi menggunakan CES-D (The Center of epidemiological Studies Depression). CES-D berisi 20 item pertanyaan yang dikembangkan oleh Radloff, dengan total skor 60 (NIMH), 2011). Instrument ini paling sesuai digunakan untuk mengukur

Gambar

Gambar 2,1 Kerangka teori ( Dorothea E Orem,1971 dalam Alligood & Tomey, 2006, Friedman, 1998 )
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
gambaran interpretasi :
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi  Responden Berdasarkan Karakteristik Pasien
+6

Referensi

Dokumen terkait

Untuk melihat data koordinat lokasi yang dikirim oleh perangkat sistem pelacakan kendaraan, maka dibutuhkan sebuah sistem informasi yang akan menampilkan lokasi dari

Yaitu periode akselerasi berlangsung 2 jam, pembukaan menjadi 4 cm, dilatasi maksimal selama 2 jam pembukaan berlangsung cepat menjadi 9 cm, deselerasi berlangsung lambat,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI.. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN

Hasil analisis data yang didapat dari pengolahan data, tidak sesuai dengan hipotesis yang telah diajukan oleh peneliti yaitu tidak terdapat hubungan yang

Kadar Si dalam abu silika yang dihasilkan mengalami peningkatan dari ~85% menjadi ~92-93% apabila sekam padi mengalami perlakuan awal terlebih dahulu sebelum

Zina gairu muhsan yaitu zina yang dilakukan oleh orang yang belum bersuami istri, hukumannya adalah didera sebanyak 100X dengan menggunakan rotan.Perbuatan zina

PERANAN LKMD D M MENGGERAKKAN PARTISIPASI. MASYARAKAT DI KABUPATEN PADANG

meningkatkan hasil belajar matematika pengolahan data dengan menggunakan strategi pembelajaran contextual teaching and learning (CTL) agar siswa lebih memahami