• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN HUKUM PIDANA DAN KRIMINOLOGI TERHADAP TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KAJIAN HUKUM PIDANA DAN KRIMINOLOGI TERHADAP TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA DI INDONESIA"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

LEGAL REVIEW OF CRIMINAL AND CRIMINOLOGY BLASPHEMY Defamation of Religion. Criminal offense of blasphemy is a serious problem that must be addressed by the government. In addressing the issues and follow up on defamation of religion should be done by all parties, both from government and society. Problems in this study is whether these factors cause kriminologis criminal defamation of religion in Indonesia and how the response to the crime of blasphemy in Indonesia.

The study was conducted by using a normative juridical approach and empirical juridical approach. The sources and types of data in this study is the primary data obtained from field studies with an interview of police investigation Police Bandar Lampung, Bandar Lampung District Attorney Attorney, District Court Judge Tanjung Karang, Lampung University Faculty of Law, and Religious Leaders of Boarding Schools . Secondary data obtained from the literature study. The data obtained are then processed and analyzed in qualitative analysis.

(2)
(3)

KAJIAN HUKUM PIDANA DAN KRIMINOLOGI TERHADAP TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA DI INDONESIA

Oleh

FITRA YUDISTIRA

Tindak pidana penodaan agama yang dilakukan oleh sekelompok orang di Indonesia menjadi problema dalam kehidupan umat beragama di Indonesia. Dasar hukum yang digunakan dalam upaya penindakan tindak pidana penodaan agama di Indonesia adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), serta Penetapan Presiden Nomor 1/PNPS/1965 tentang Penodaan Agama. Tindak pidana penodaan agama merupakan suatu permasalahan serius yang harus segera ditanggulangi oleh pemerintah. Dalam menyikapi dan menindaklanjuti permasalahan mengenai penodaan agama harus dilakukan oleh semua pihak baik dari pemerintah maupun masyarakat. Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah faktor-faktor kriminologis penyebab terjadinya tindak pidana penodaan agama di Indonesia dan bagaimanakah upaya penanggulangan tindak pidana penodaan agama di Indonesia.

Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan secara yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Adapun sumber dan jenis data dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari studi lapangan dengan melakukan wawancara terhadap penyidik Kepolisian Polresta Bandar Lampung, Jaksa Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung, dan Tokoh Agama dari Pondok Pesantren. Data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan. Data yang diperoleh kemudian diolah yang kemudian dianalisis secara analisis kualitatif.

(4)

dikaitkan dengan aspek kriminologis maka akan didapatkan kesesuaian dan kesimpulan bahwa faktor-faktor kriminologis penyebab terjadinya tindak pidana penodaan agama di Indonesia antara lain: pemahaman yang berbeda tentang keagamaan, tingkat pendidikan yang rendah tentang keagamaan, lingkungan keluarga yang membina tentang keagamaan, toleransi antar umat agama, faktor psikologi atau kejiwaan seseorang, usia dan intelegensia, faktor pendidikan dan sekolah, faktor pergaulan dan sosial masyarakat. Upaya penanggulangan tindak pidana penodaan agama di Indonesia yakni melalui pendekatan non-penal dan penal. Selain itu dalam menghadapi kriminologi penanggulangan tindak pidana penodaan agama maka pemerintah bersama penegak hukum dapat mengambil dua sikap atau cara yaitu sikap/cara yang bersifat preventif, seperti memberikan pengawasan dan perlindungan terhadap pemeluk agama dan sikap/cara yang bersifatrepresif, yaitu pihak pemerintah bersama penegak hukum ikut serta secara aktif dalam kegiatan sosial yang bertujuan untuk menanggulangi masalah tindak pidana penodaan agama.

(5)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tindak Pidana merupakan suatu fenomena yang setiap hari dapat kita lihat baik melalui media massa maupun media elektronik atau bahkan kadang kita sendiri yang menjadi korban kejahatan tersebut. Tindak pidana menyebabkan timbulnya kerugian dan penderitaan yang diderita oleh korbannya. Penderitaan ini dapat berupa kerugian materiil maupun kerugian psikis dari korban (M. Marwan, 2009: 54).

(6)

modus operandi maupun pelaku yang melakukan suatu tindak pidana tersebut. Sebagai contoh adalah tindak pidana penodaan agama yang pernah terjadi yakni dilakukan oleh sekelompok aliran sesat di Indonesia. Tindak pidana penodaan agama masih marak terjadi pada seluruh wilayah hukum di Indonesia. Dasar yuridis yang mengatur tentang tindak pidana penodaan agama adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang secara terperinci memaparkan tindak pidana penodaan agama tersebut pada Pasal 156a KUHP Bab V tentang kejahatan ketertiban umum. Ketentuan dalam Pasal 156a KUHP menyatakan bahwa:

“Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja dimuka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan:

a. Yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia;

b. Dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apapun juga, yang bersendikan ke-Tuhanan Yang Maha Esa”.

(7)

berkembang di Indonesia. Sehubungan dengan hal tersebut, konsep aliran sesat cepat berkembang karena mereka pada umumnya menawarkan surga yang bersifat instan. Selain itu, ide aliran sesat yang bersifat mengiming-imingi pembersihan dosa dengan syarat pembayaran sejumlah uang kepada pengikutnya (www.hukumonline.com, 06 Juni 2011, pukul 13:45 WIB).

Selain itu, sejumlah aliran sesat terkadang juga menawarkan aturan yang meringankan pengikutnya berupa pengurangan kewajiban-kewajiban yang selama ini berlaku di agama konvensional. Faktor lain yang mendorong berkembangnya aliran sesat adalah ringannya sanksi pidana yang berlaku sehingga tidak memberikan efek jera terhadap pelaku penyebar aliran sesat tersebut.

Sehubungan dengan hal di atas, selain Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dasar hukum lain yang digunakan dalam upaya penindakan aliran-aliran sesat di Indonesia adalah Penetapan Presiden Nomor 1/PNPS/1965 tentang Penodaan Agama. Ketentuan dalam Penpres Nomor 1/PNPS/1965 tersebut hanya memuat rumusan sanksi pidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun. Berdasarkan rumusan sanksi tersebut maka dalam rangka pembaharuan hukum sudah saatnya direvisi dengan rumusan sanksi pidana yang lebih berat sehingga dapat menimbulkan efek jera dan meminimalisir aliran-aliran sesat yang berkembang di Indonesia (Chairul Huda, 2009: 14).

(8)

pelarangan/perintah untuk menghentikan perbuatan itu oleh suatu keputusan bersama antara Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri. Jika setelah pelarangan itu masih ada pelanggaran, baru bisa dituntut sesuai dengan ketentuan Pasal 156a KUHP.

Berkaitan dengan hal tersebut, sebagai contoh kasus yang terjadi adalah penyebaran aliran Al-Qiyadah Al-Islamiyahdi daerah Lampung, Semarang, Solo, dan Yogyakarta. Sebagian besar pengikutnya adalah mahasiswa dan penyebarannya terus dilakukan oleh kalangan mahasiswa sendiri untuk kalangan mahasiswa dan pelajar, seperti halnya yang pernah terjadi di daerah Panjang Bandar Lampung tahun 2010 lalu seorang guru bernama A. Mahdi Asikin yang mengajar di Sekolah Menengah Pertama Negeri 30 Srengsem, Panjang Bandar Lampung merupakan pimpinan Al-Qiyadah Al-Islamiyah untuk wilayah Bandar Lampung telah mendoktrin pelajar agar masuk dalam paham aliran Al-Qiyadah Al-Islamiyah. Karena telah melakukan penyebaran aliran aliran Qiyadah Al-Islamiyahmaka tersangka ditahan di Mapolresta Bandar Lampung untuk diproses berdasarkan Undang-Undang yang berlaku (www.hukumonline.com, 06 Juni 2011, pukul 13:45 WIB).

(9)

kepolisian. Meski demikian, semua tetap perlu waspada, karena meski pemimpinnya telah menyerahkan diri dan ditahan, diduga pengikut aliran Al-Qiyadah Al-Islamiyah ada yang tetap menolak bertaubat dan tetap pada konsep dan idenya bahwa ajarannya benar serta akan terus menyebarkan ajarannya. Hal demikian merupakan ancaman serius bagi kehidupan umat beragama yang tidak boleh dibiarkan. Kebijakan sementara yang diambil oleh pemerintah adalah bagi para pengikut aliran Al-Qiyadah Al-Islamiyah yang belum berniat untuk bertobat diupayakan penyadaran yang berkesinambungan melalui pembinaan agama dengan metode khusus (Chairul Huda, 2009: 23).

(10)

ajaran agamanya sebagai pedoman hidup, tetapi juga akan merusak jiwa, raga, dan kehidupan sosialnya (Chairul Huda, 2009: 41).

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, banyak aliran-aliran sesat yang sifatnya penodaan terhadap agama yang kurang ditindak dengan tegas oleh hukum, padahal instrumen hukum yang mengatur hal tersebut sudah ada. Penodaan agama termasuk didalamnya penghinaan kepada nabi menurut syariat Islam terancam hukuman yang cukup berat yaitu hukuman mati. Hal ini dilandaskan pada hadits riwayat Abu Dawud dari Ibnu Abbas yang menerangkan bahwa “seorang buta yang membunuh ibunya sendiri, karena si ibu tak mau berhenti melakukan penghinaan kepada Nabi maka Nabi pun membenarkan tindakan orang tersebut” (Lobby Loqman, 2010: 34).

(11)

Tindak pidana penodaan agama merupakan suatu permasalahan serius yang harus segera ditanggulangi oleh pemerintah. Kebijakan pemerintah dengan membuat suatu aturan baru mengenai tindak pidana penodaan agama merupkan langkah awal dalam menanggulangi tindak pidana tersebut dan juga sebagai pembaharuan hukum pidana nasional. Pengaturan hukum terhadap tindak pidana penodaan agama adalah terdapat di dalam Penpres Nomor 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama, kemudian juga diatur dalam Pasal 156a KUHP.

Sebagai bentuk kebijakan pemerintah dalam menanggulangi tindak pidana penodaan agama maka tindak pidana tersebut dimasukkan dalam Konsep KUHP 2010 yang diatur dalam Pasal 342 sampai Pasal 349, maupun pengaturan-pengaturan lain yang ditetapkan oleh lembaga-lembaga seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (BK-PAKEM) (Komisi Nasional Hukum Indonesia, 2010: 3).

(12)

agar kembali pada akidah yang benar dan tidak terpengaruh ke dalam aliran tersebut.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis hendak melakukan penelitian yang hasilnya akan dijadikan skripsi dengan judul “Kajian Hukum Pidana dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penodaan Agama di Indonesia”.

B. Perumusan Masalah dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:

a. Apakah faktor-faktor kriminologis penyebab terjadinya tindak pidana penodaan agama di Indonesia?

b. Bagaimanakah upaya penanggulangan tindak pidana penodaan agama di Indonesia?

2. Ruang Lingkup

(13)

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui faktor-faktor kriminologis penyebab terjadinya tindak pidana penodaan agama di Indonesia.

b. Untuk mengetahui upaya penanggulangan tindak pidana penodaan agama di Indonesia.

2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah mencakup kegunaan teoritis dan kegunaan praktis:

a. Kegunaan Teoritis

Kegunaan penulisan ini secara teoritis adalah memberikan sumbangan terhadap pengembangan ilmu hukum pidana, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan beberapa permasalahan tentang kajian hukum pidana dan kriminologi terhadap tindak pidana penodaan agama.

b. Kegunaan Praktis

(14)

menambah wawasan dalam berfikir dan dapat dijadikan sebagai masukan dalam rangka meminimalisir terjadinya tindak pidana penodaan agama di wilayah hukum Negara Republik Indonesia.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti (Soerjono Soekanto,1986: 125).

Adapun teori-teori yang berkaitan dalam penelitian ini adalah mencakup teori sebab-sebab kejahatan (crime causation), teori kejahatan dalam ilmu kriminologis (kriminology of delinquency), serta teori pencegahan (preventive) dan penanggulangan kejahatan (represive).

(15)

perbuatan karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya atau membuat kepuasan dengan perbuatannya.

Menurut Wagiati Soetedjo (Tolib Setiady, 2010: 182) menyatakan bahwa bentuk dari motivasi itu ada dua macam yaitu motivasi instrinsik dan ekstrinsik. Motivasi instrinsik adalah dorongan atau keinginan pada diri seseorang yang tidak perlu disertai perangsang dari luar, sedangkan motivasi ekstrinsik adalah dorongan yang datang dari luar diri seseorang.

Menurut Romli Atmasasmita (Tolib Setiady, 2010: 182) menjelaskan mengenai motivasi instrinsik dan ekstrinsik dari kejahatan antara lain:

a. Penyebab atau motivasi instrinsik kejahatan 1). Faktor intelegensia

Menurut Wundt dan Eisler (Tolib Setiady, 2010: 183) menjelaskan bahwa intelegensia adalah kesanggupan seseorang untuk menimbang dan memberi keputusan.

(16)

2). Faktor usia

Menurut Stephen Hurwirtz (Tolib Setiady, 2010: 183) mengungkapkan bahwa “age is importance in the causation of crime” (usia adalah hal yang paling penting dalam sebab musabab timbulnya kejahatan). Secara konsekuen, pendapat tersebut menegaskan bahwa usia seseorang adalah faktor yang penting dalam sebab musabab timbulnya kenakalan.

Hal tersebut telah dibuktikan oleh Romli Atmasasmita (Tolib Setiady, 2010: 183) yang menjelaskan bahwa pada umumnya seseorang yang berusia sampai 22 tahun terlibat dalam kejahatan. Berdasarkan faktor usia tersebut dapat diketahui bahwa usia seseorang yang sering melakukan kenakalan atau kejahatan adalah berusia sampai 22 tahun.

b. Penyebab atau motivasi ekstrinsik kejahatan 1). Faktor pendidikan, sekolah dan tingkat kesejahteraan

Sekolah adalah sebagai media atau perantara bagi pembinaan jiwa seseorang atau dengan kata lain sekolah ikut bertanggungjawab atas pendidikan seseorang, baik pendidikan keilmuan maupun pendidikan tingkah laku (character). Banyaknya atau bertambahnya kejahatan baik dilakukan oleh mahasiswa maupun pelajar secara tidak langsung menunjukkan kurang berhasilnya sistem pendidikan di sekolah-sekolah maupun Perguruan Tinggi.

Menurut Kenney (Tolib Setiady, 2010: 187) menjelaskan bahwa lembaga pendidikan perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

(17)

murid/mahasiswa untuk menghasilkan kemajuan dan perkembangan jiwa yang sehat.

b). Sekolah maupun Perguruan Tinggi harus memperhatikan murid/mahasiswa yang memperlihatkan tanda-tanda yang tidak baik (tanda-tanda kenakalan) dan kemudian mengambil langkah-langkah seperlunya untuk mencegah dan memperbaikinya.

c). Sekolah maupun Perguruan Tinggi harus bekerjasama dengan orang tua dan pemimpin-pemimpin yang lainnya untuk membantu menghindarkan setiap faktor di sekelilingnya yang menyebabkan kejahatan pada mereka.

Berkaitan dengan hal di atas, maka proses pendidikan yang kurang menguntungkan bagi perkembangan jiwa seseorang yang kerap kali memberi pengaruh langsung atau tidak langsung sehingga dapat menimbulkan kejahatan. Selain itu, tingkat kesejahteraan pribadi seseorang juga turut mempengaruhi kadaan seseorang untuk mengarah pada tindakan yang lebih baik atau sebaliknya. Tingkat kesejahteraan dapat dilihat dari tercukupinya kebutuhan ekonomi, spiritual/religi, psikologi, dan sebagainya.

2). Faktor pergaulan sosial masyarakat

Seseorang menjadi delinkuen karena banyak dipengaruhi oleh berbagai tekanan pergaulan dan kultur budaya masyarakat yang semuanya memberikan pengaruh yang menekankan dan memaksa pada pembentukan perilaku buruk, sebagai produknya seseorang cenderung melanggar peraturan, norma sosial dan hukum formal. Seseorang tersebut menjadi delinkuen (jahat) sebagai akibat dari transformasi psikologis sebagai reaksi terhadap pengaruh eksternal yang menekan dan memaksa sifatnya.

(18)

masyarakat yang ide dan tehnik delinkuen tertentu dijadikan sebagai sarana yang efisien untuk mengatasi kesulitan hidupnya. Karena itu semakin luas seseorang bergaul semakin intensif relasinya dengan pergaulan jahat akan menjadi semakin lama pula proses berlangsungnya asosiasi diferensial tersebut dan semakin besar pula kemungkinan seseorang tersebut benar-benar menjadi kriminal.

Menurut Wagiati Soetedjo (Tolib Setiady, 2010: 181) menjelaskan bahwa kejahatan (kriminology) akan dapat diketahui jika dikaji lebih dalam mengenai bagaimana ciri-ciri khas atau ciri umum yang amat menonjol pada tingkah laku dari individu.

Sehubungan dengan tindak pidana penodaan agama yang terjadi di Indonesia, dalam upaya pencegahan dan penanggulangan dapat dikaji dalam dua teori pencegahan pencegahan kejahatan yakni :

1) Prevensi/pencegahan umum (Generale Preventie)

Prevensi umum menekankan bahwa tujuan pencegahan tindak pidana adalah untuk mempertahankan ketertiban masyarakat dari gangguan penjahat. Pengaruh pidana ditujukan terhadap masyarakat pada umumnya dengan maksud untuk menakut-nakuti. Artinya pencegahan kejahatan yang ingin dicapai oleh pidana dengan mempengaruhi tingkah laku anggota masyarakat pada umumnya untuk tidak melakukan tindak pidana (Barda Nawawi Arief, 2010: 18).

(19)

1. Pengaruh pencegahan;

2. Pengaruh untuk memperkuat larangan-larangan moral;

3. Pengaruh untuk mendorong suatu kebiasaan perbuatan patuh terhadap hukum

2) Prevensi/pencegahan khusus (speciale preventie)

Prevensi khusus dimaksudkan pengaruh pidana ditujukan terhadap pelaku tindak pidana, yang menekankan tujuan pencegahan adalah agar pelaku kejahatan tidak mengulangi perbuatanya lagi. Fungsinya untuk mendidik dan memperbaiki pelaku kejahatan untuk menjadi anggota masyarakat yang baik dan berguna, sesuai dengan harkat dan martabatnya. Teori pencegahan khusus ini dikenal pula dengan sebutan reformationatau rehabilitation theory(Barda Nawawi Arief, 2010: 25).

Berdasarkan teori-teori di atas sebagaimana dalam kajian kriminologis tindak pidana penodaan agama merupakan salah satu masalah urgen untuk ditelaah dan memberikan solusi agar pelaku tindak pidana mampu memiliki kepribadian yang baik.

(20)

Menurut Satjipto Raharjo (1980: 15) dalam usaha menegakkan hukum terdapat tiga hal utama yang harus diperhatikan dan menjadi asas dasar hukum yaitu: 1. Kepastian Hukum(Rechtssicherheit)

2. Kemanfaatan(Zweckmassigkeit) 3. Keadilan(Gerechtigkeit)

Penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide tentang keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sosial yang menjadi kenyataan. Proses perwujudan ide-ide itulah yang merupakan hakekat dari penegakan hukum.

Berkaitan dengan tindak pidana penodaan agama, dalam rangka penegakan hukum bukan semata-mata berarti pelaksanaan perundang-undangan, walaupun pada kenyataannya di Indonesia kecenderungannya adalah demikian.

Upaya penanggulangan tindak pidana penodaan agama dalam rangka penegakan hukum pidana di Indonesia dilaksanakan secara preventif (non penal) yaitu pencegahan sebelum terjadinya kejahatan dengan lebih diarahkan kepada proses sosialisasi peraturan perundang-undangan khususnya yang mengatur mengenai kesusilaan dan secara represif (penal) yaitu pemberantasan setelah terjadinya kejahatan dengan dilakukannya penyidikan oleh penyidik kepolisian yang untuk selanjutnya dapat diproses melalui pengadilan dan diberikan sanksi yang sesuai dengan peraturan yang berlaku (Barda Nawawi Arief, 2010: 31).

(21)

(Penpres) Nomor 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama, dan ketentuan Pasal 156a KUHP. Dalam upaya menanggulangi tindak pidana penodaan agama maka tindak pidana penodaan agama juga dirumuskan dalam Konsep KUHP 2010 yang diatur dalam Pasal 342 sampai Pasal 349.

2. Konseptual

Konseptual adalah kerangka yang mengambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus, yang merupakan kumpulan dalam arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang ingin tahu akan diteliti (Soerjono Soekanto, 1986 : 132).

Adapun Konseptual yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

a. Kajian Hukum Pidana

(22)

b. Kriminologi

Kriminiologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang tindakan kejahatan, yaitu perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, untuk dinyatakan sebagai tindak pidana, selain perbuatan tersebut dilarang dan diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan, harus juga bersifat melawan hukum atau bertentangan dengan kesadaran hukum masyarakat (Anthon F. Susanto, 2010: 155).

c. Tindak Pidana/Perbuatan Pidana

Strafbaar feit (perbuatan pidana) sebagaimana yang diungkapkan oleh Moeljatno adalah suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut (Tolib Setiady, 2010: 9).

d. Penodaan Agama

Ketentuan umum Penpres Nomor 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama menjelaskan bahwa penodaan agama adalah penafsiran tentang sesuatu agama yang utama di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan agama itu, penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran dari agama (Ketentuan Pasal 1 Penpres Nomor 1/PNPS/1965).

(23)

penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia serta dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apapun juga, yang bersendikan ke-Tuhanan Yang Maha Esa.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini bertujuan agar lebih memudahkan dalam memahami penulisan skripsi ini secara keseluruhan. Sistematika penulisannya sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan yang memuat latar belakang penulisan. Dari uraian latar belakang ditarik suatu pokok permasalahan dan ruang lingkupnya, tujuan dan kegunaan dari penulisan, kerangka teoritis dan konseptual serta menguraikan tentang sistematika penulisan. Dalam uraian bab ini dijelaskan tentang tindak pidana penodaan agama di Indonesia.

II. TINJAUAN PUSTAKA

(24)

III. METODE PENELITIAN

Bab ini memuat pendekatan masalah, sumber dan jenis data, prosedur pengumpulan dan pengolahan data serta tahap terakhir yaitu analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini merupakan pembahasan tentang berbagai hal yang terkait langsung dengan pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu untuk mengetahui faktor-faktor kriminologis penyebab terjadinya tindak pidana penodaan agama di Indonesia dan mengetahui upaya penanggulangan tindak pidana penodaan agama di Indonesia.

V. PENUTUP

(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Tindak Pidana dan Unsur-Unsur Tindak Pidana

Tindak pidana merupakan perbuatan atau serangkaian perbuatan yang padanya diletakkan sanksi pidana. Dengan demikian dilihat dari istilahnya, hanya sifat-sifat dari perbuatan saja yang meliputi suatu tindak pidana.

Tindak pidana memiliki unsur pengertian perbuatan yang dilakukan setiap orang/subjek hukum yang berupa kesalahan dan bersifat melanggar hukum ataupun tidak sesuai dengan perundang-undangan.

Menurut Moeljatno (Tolib Setiady, 2010: 9) menerangkan bahwa strafbaar feit (perbuatan pidana) adalah suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut

(26)

kesadaran hukum masyarakat. Setiap tindak pidana selalu dipandang bersifat melawan hukum, kecuali ada alasan pembenar (Barda Nawawi Arief, 2010: 27).

Suatu tindak pidana yang terdapat dalam penjelasan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pada umumnya memiliki dua unsur yakni unsursubjektif yaitu unsur yang melekat pada diri si pelaku dan unsur objektif yaitu unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan.

Menurut P.A.F. Lamintang (1997: 21) unsur subjektif dari suatu tindak pidana adalah:

1. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolusatauculpa) 2. Maksud atauvoornemenpada suatu percobaan

3. Macam-macam maksud atauoogmerk

4. Merencanakan terlebih dahulu atauvoorbedachte raad 5. Perasaan takut atauvress

Unsurobjektifdari suatu tindak pidana adalah: 1. Sifat melanggar hukum

2. Kualitas dari si pelaku

3. Kausalitas, yakni hubungan antara sesuatu tindakan sebagai penyebab dengan suatu kenyataan sebagai akibat.

Menurut P.A.F. Lamintang (1997: 24) unsur tindak pidana yang terdiri dari dua unsur pokok sebagai berikut:

(27)

b. Unsur pokok objektif : 1). Perbuatan manusia

2). Akibat (result) perbuatan manusia 3). Keadaan-keadaan

4). Sifat dapat dihukum dan sifat melawan hukum

Sehubungan dengan hal tersebut, menurut P.A.F. Lamintang (1997: 30) menjelaskan bahwa kesalahan pelaku tindak pidana berupa 2 (dua) macam antara lain :

1. Kesengajaan (Opzet)

Sebagian besar tindak pidana mempunyai unsur kesengajaan atau opzet. Kesengajaan ini mempunyai tiga macam jenis yaitu :

a. Kesengajaan yang bersifat tujuan (Oogmerk).

Kesengajaan yang bersifat tujuan dapat dijelaskan bahwa pelaku benar-benar menghendaki mencapai akibat yang menjadi pokok alasan diadakan ancaman hukuman pidana.

b. Kesengajaan secara keinsyafan kepastian (Opzet Bij Zekerheids-Bewustzinj).

Kesengajaan semacam ini ada apabila pelaku dengan perbuatannya tidak bertujuan untuk mencapai akibat yang menjadi dasar dari delict, tetapi pelaku tahu pasti bahwa akibat itu akan mengikuti perbuatan itu.

(28)

Lain halnya dengan kesengajaan yang terang-terangan tidak disertai bayangan suatu kepastian akan terjadi akibat yang bersangkutan, tetapi hanya dibayangkan suatu kemungkinan belaka akan akibat itu.

2. Culpa

Arti kata culpa adalah kesalahan pada umumnya, tetapi dalam ilmu pengetahuan hukum mempunyai arti teknis, yaitu suatu macam kesalahan pelaku tindak pidana yang tidak seberat seperti kesengajaan, yaitu kurang berhati-hati sehingga akibat yang tidak disengaja terjadi.

B. Penanggulangan Tindak Kejahatan dalam Hukum Pidana

Hukum pidana mengenal beberapa rumusan pengertian tindak pidana atau istilah tindak pidana sebagai pengganti istilah Strafbaar Feit. Sedangkan dalam perundang-undangan negara kita istilah tersebut disebutkan sebagai peristiwa pidana, perbuatan pidana atau delik. Kebijakan penanggulangan kejahatan atau yang biasa disebut dengan istilah crime policy dapat meliputi ruang lingkup yang cukup luas. Menurut Barda Nawawi Arief (2010: 71) upaya penanggulangan kejahatan dapat ditempuh dengan:

a. Penerapan hukum pidana (criminal law application) b. Pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment)

c. Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat mass media (influencing views of society on crime and punishment/mass media)

(29)

(bukan/diluar hukum pidana). Secara umum dapat dibedakan bahwa upaya penanggulangan kejahatan dengan upaya penal lebih menitikberatkan pada sifat represif sesudah kejahatan terjadi sedangkan upaya non penal lebih menitikberatkan pada sifat preventif sebelum kejahatan terjadi. Tindakan represif pada hakikatnya juga dapat dilihat sebagai tindakan preventif dalam arti luas. Mengingat upaya penanggulangan kejahatan dengan upaya non penal lebih bersifat akan pencegahan untuk terjadinya kejahatan, maka sasaran utamanya adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan. Faktor-faktor kondusif itu antara lain berpusat pada masalah-masalah atau kondisi-kondisi sosial yang secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan atau menyebabkan kejahatan (Barda Nawawi Arief, 2010: 19)

Upaya penanggulangan dan pencegahan kejahatan memerlukan pendekatan integral dikarenakan hukum pidana tidak akan mampu menjadi satu-satunya sarana dalam upaya penanggulangan kejahatan yang begitu komplek yang terjadi dimasyarakat. Penggunaan hukum pidana dalam penanggulangan kejahatan hanya bersifat Kurieren am Symptom dan bukan sebagai faktor yang menghilangkan sebab-sebab terjadinya kejahatan. Adanya sanksi pidana hanyalah berusaha mengatasi gejala atau akibat dari penyakit dan bukan sebagai sarana (remidium) untuk mengatasi sebab-sebab terjadinya kejahatan (Barda Nawawi Arief, 2010: 22).

(30)

menjelaskan bahwa keragu-raguan masyarakat terhadap hukum pidana semakin besar sehubungan dengan praktek penyelenggaraan hukum pidana yang terlalu normatif sistematis.

Sehubungan dengan hal tersebut, menurut Roeslan Saleh (Tolib Setiady, 2010: 18) menjelasakan bahwa batas-batas kemampuan hukum pidana sebagai sarana kebijakan kriminal dalam penanggulangan kejahatan meliputi:

1. Sebab-sebab kejahatan yang demikian kompleks berada di luar jangkauan hukum pidana.

2. Hukum pidana hanya merupakan bagian kecil (sub-system) dari sarana kontrol sosial yang tidak mungkin mengatasi masalah kejahatan sebagai masalah kemanusiaan dan kemasyarakatan yang sangat kompleks (sebagai masalah sosio-psikologis, sosio-politik, sosio-ekonomi, sosio-kultural).

3. Penggunaan hukum pidana dalam menanggulangi kejahatan hanya merupakan kurieren am symptom, oleh karena itu hukum pidana hanya merupakan sarana simptomatik dan bukan sarana kausatif.

4. Sanksi hukum pidana merupakan remedium yang mengandung sifat kontradiktif/paradoksal dan mengandung unsur-unsur serta efek sampingan yang negatif.

5. Sistem pemidanaan bersifat fragmentair dan individual/personal, tidak bersifat struktural/fungsional.

6. Keterbatasan jenis sanksi pidana dan sistem perumusan sanksi pidana yang bersifat kaku dan imperatif.

7. Bekerjanya/berfungsinya hukum pidana memerlukan sarana pendukung yang lebih bervariasi dan lebih menuntut biaya tinggi.

(31)

masyarakat, juga dalam hubungannya dengan tata ekonomi dunia/internasional baru.

Kebijakan penanggulangan kejahatan tidak hanya akan menyembuhkan atau membina para pelaku tindak pidana, tetapi penanggulangan kejahatan dilakukan juga dengan upaya penyembuhan masyarakat, yaitu dengan menghapuskan sebab-sebab maupun kondisi-kondisi yang menyebabkan terjadinya kejahatan. Dalam upaya penanggulangan dan pencegahan kejahatan tidak cukup hanya dengan pendekatan secara integral, tetapi pendekatan saranapenaldannon penaltersebut harus didukung juga dengan meningkatnya kesadaran hukum masyarakat. Kesadaran hukum masyarakat merupakan salah satu bagian dari budaya hukum. Dikatakan sebagai salah satu bagian, karena selama ini ada persepsi bahwa budaya hukum hanya meliputi kesadaran hukum masyarakat saja (Barda Nawawi Arief, 2010: 29).

Kejahatan merupakan produk negatif dari masyarakat, sehingga apabila kesadaran hukum telah tumbuh dimasyarakat, kemudian ditambah dengan adanya upaya strategis melalui perpaduan antara sarana penal dan non penal, maka dengan sendiri tingkat kriminalitas akan turun, sehingga tujuan akhir politik kriminal, yaitu upaya perlindungan masyarakat (sosial defence) dan upaya mencapai kesejahteraan masyarakat (sosial welfare) akan terwujud.

C. Tinjauan Umum Kejahatan Penodaan Agama dalam Aspek Kriminologi

(32)

menyimpang masalah kriminologi terjadi karena terdapat penyimpangan perilaku dari berbagai aturan-aturan tertulis ataupun dari nilai dan norma sosial yang berlaku. Perilaku menyimpang dapat dianggap sebagai sumber masalah karena dapat membahayakan tegaknya sistem sosial. Penggunaan konsep perilaku menyimpang secara tersirat mengandung makna bahwa ada jalur baku yang harus ditempuh. Perilaku yang tidak melalui jalur tersebut berarti telah menyimpang.

Berkaitan dengan hal tersebut, dalam kajian kriminologi kejahatan penodaan suatu agama sebagai masalah sosial yang bersumber dari sistem sosial terutama dalam pandangan disorganisasi sosial sebagai sumber masalah. Menurut Erzen Hasbullah (1986: 10) bahwa seorang dapat menjadi buruk/jelek oleh karena hidup dalam lingkungan yang buruk. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pada umumnya pada seseorang yang mengalami gejala disorganisasi dalam lingkungan masyarakat, norma dan nilai sosial menjadi kehilangan kekuatan mengikat. Dengan demikian kontrol sosial menjadi lemah, sehingga memungkinkan terjadinya berbagai bentuk penyimpangan perilaku yang salah satunya yaitu tindak kejahatan.

(33)

Berkaitan dengan hal itu, pada hakikatnya tidak ada istilah agama yang diakui dan tidak diakui atau agama resmi dan tidak resmi di Indonesia, kesalahan persepsi ini terjadi karena adanya SK (Surat Keputusan) Menteri dalam negeri pada tahun 1974 tentang pengisian kolom agama pada KTP yang hanya menyatakan kelima agama tersebut. Tetapi SK (Surat Keputusan) tersebut telah dianulir pada masa reformasi karena dianggap bertentangan dengan Pasal 29 Undang-undang Dasar 1945 tentang kebebasan beragama dan hak asasi manusia.

Penpres Nomor 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama, menyatakan bahwa penodaan agama adalah penafsiran tentang sesuatu agama yang utama di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan agama itu, penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran dari agama.

Ketentuan dalam Penpres Nomor 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama tersebut dengan tegas dan langsung memberikan penjelasan bahwa dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat penyalahgunaan atau penodaan suatu agama yang dianut di Indonesia yang bersendikan ke-Tuhanan Yang Maha Esa.

(34)
(35)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya (Soerjono Soekanto, 1986: 43).

Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan penulisan penelitian ini adalah pendekatan secara yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Pendekatan secara yuridis normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara melihat dan menelaah kajian hukum pidana dan kriminologi terhadap tindak pidana penodaan agama. Selain itu juga pendekatan ini dilakukan melalui penelitian kepustakaan dengan cara mempelajari terhadap hal-hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas hukum, konsepsi, pandangan, peraturan-peraturan hukum serta hukum yang berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi ini.

(36)

B. Sumber dan Jenis Data

Jenis data dapat di lihat dari sumbernya, dapat dibedakan antara data yang diperoleh langsung dari masyarakat dan data yang diperoleh dari bahan pustaka (Soerjono Soekanto, 1986: 11).

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini bersumber pada dua jenis, yaitu: 1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari observasi di lapangan. Dalam rangka penelitian lapangan terutama yang menyangkut pokok bahasan skripsi ini. Dalam hal ini data diperoleh dengan melakukan wawancara terhadap beberapa penegak hukum dari Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman, dan juga beberapa Dosen serta Tokoh Agama yang terkait dengan kajian hukum pidana dan kriminologi terhadap tindak pidana penodaan agama di Indonesia.

2. Data Sekunder

Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan dengan cara membaca, mengutip dan menelaah peraturan perundang-undangan, buku-buku, dokumen, kamus, artikel dan literatur hukum lainnya yang berkenaan dengan permasalahan yang akan dibahas, yang terdiri dari :

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Dalam hal ini bahan hukum primer terdiri dari : 1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

(37)

3. Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu dalam menganalisa serta memahami bahan hukum primer, seperti literatur dan norma-norma hukum yang berhubungan dengan masalah yang di bahas dalam skripsi ini. Bahan hukum sekunder penelitian ini meliputi:

1. Peraturan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang pelaksanaan KUHAP.

2. Penpres Nomor 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama.

3. Konsep KUHP tahun 2010.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang berguna untuk memberikan informasi, petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus besar bahasa Indonesia, media massa, artikel, makalah, naskah, paper, jurnal, internet yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas atau diteliti dalam skripsi ini.

C. Penentuan Populasi dan Sampel

(38)

pidana penodaan agama. Penentuan populasi dalam penelitian ini adalah Polisi, Jaksa, Hakim, Dosen dan Tokoh Agama.

Adanya populasi dalam penelitian ini secara otomatis akan menimbulkan adanya sampel. Adapun sampel dari penelitian ini adalah Anggota Kepolisian Polresta Bandar Lampung, Jaksa Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung, dan Tokoh Agama dari Pondok Pesantren. Menururt Masri Singarimbun dan Sofian Effendi (1987: 172) memberikan pengertian mengenai sampel yaitu sejumlah obyek yang jumlahnya kurang dari populasi. Menururt Abdulkadir Muhammad (2004: 91) memberikan pengertian mengenai prosedur sampling dalam penelitian adalahpurposive sampling, yaitu suatu metode pengambilan sampling yang dalam penentuan dan pengambilan anggota sampel berdasarkan atas pertimbangan dan tujuan penulis yang telah ditetapkan.

Adapun Responden dalam penelitian ini sebanyak 10 (sepuluh) orang, yaitu:

1. Penyidik Polresta Bandar Lampung = 2 orang

2. Jaksa Kejaksaan Negeri Bandar Lampung = 2 orang 3. Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang = 2 orang 4. Tokoh Agama Pondok Pesantren Baitul Hikmah Bandar Lampung = 2 orang 5. Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung = 2 orang +

(39)

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penulisan skipsi ini, dilakukan dengan menggunakan dua cara sebagai berikut, yaitu:

a. Studi Kepustakaan (Library Research)

Studi kepustakaan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan penulis dengan maksud untuk memperoleh data sekunder dengan cara membaca, mencatat dan mengutip dari berbagai literatur, per-undang-undangan, buku-buku, media massa dan bahas tertulis lainnya yang ada hubungannya dengan penelitian yang dilakukan.

b. Studi Lapangan (Field Research)

Studi Lapangan merupakan penelitian yang dilakukan dengan cara wawancara (interview) yaitu sebagai usaha mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan secara lisan, maupun dengan menggunakan pedoman pertanyaan secara tertulis.

2. Pengolahan Data

Setelah data terkumpul, baik studi kepustakaan maupun studi lapangan, maka data diproses melalui pengolahan data dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Editing, yaitu memeriksa kembali kelengkapan, kejelasan, dan relevansi dengan penelitian.

(40)

c. Sistematisasi data, yaitu malakukan penyusunan dan penempatan data pada setiap pokok secara sistematis sehingga mempermudah interpretasi data dan tercipta keteraturan dalam menjawab permasalahan.

E. Analisis Data

(41)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut :

1. Faktor-faktor kriminologis penyebab terjadinya tindak pidana penodaan agama di Indonesia meliputi faktor intern dan ekstern. Faktor intern berasal dari individu masing-masing perseorangan dalam hal pemahaman yang berbeda tentang keagamaan sedangkan faktor ekstern berasal dari lingkungan sosial. Fakta demikian menunjukkan bahwa faktor intern dan ekstern memiliki pengaruh besar terhadap kriminologis penyebab terjadinya tindak pidana penodaan agama, jika dikaitkan dengan aspek kriminologis maka akan didapatkan kesesuaian dan kesimpulan bahwa faktor-faktor kriminologis penyebab terjadinya tindak pidana penodaan agama di Indonesia antara lain: a. Pemahaman yang berbeda tentang keagamaan

b. Tingkat pendidikan yang rendah tentang keagamaan c. Lingkungan keluarga yang membina tentang keagamaan d. Toleransi antar umat agama

e. Faktor psikologi atau kejiwaan seseorang, usia dan intelegensia f. Faktor pendidikan dan sekolah

g. Faktor pergaulan dan social masyarakat h. Niat dan Kesempatan

(42)

dilakukan dengan penyuluhan keagamaan, pendidikan sosial dalam rangka mengembangkan tanggung jawab sosial warga masyarakat, penyuluhan hukum, sosialisasi, mengadakan pelatihan kegiatan keterampilan keagamaan, dan lain sebagainya khususnya dilakukan dilingkungan-lingkungan yang rawan dengan kejahatan, penanganan objek kriminalitas dengan sarana fisik atau konkrit guna mencegah hubungan antara pelaku dengan objeknya dengan sarana pengamanan, pemberian pengawasan pada objek kriminalitas. Selain itu dalam menghadapi kriminologi penanggulangan tindak pidana penodaan agama maka pemerintah bersama penegak hukum dapat mengambil dua sikap atau cara yaitu sikap/cara yang bersifat preventif dan sikap/cara yang bersifat represif. Sedangkan pendekatan penal dilakukan dengan cara upaya hukum yakni pelaku tindak pidana penodaan agama harus diproses hukum berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan sampai ketingkat pengadilan dan eksekusi guna mendapatkan sanksi pidana dan menjamin kepastian hukum.

B. Saran

Adapun saran yang akan diberikan penulis berkaitan dengan kajian hukum pidana dan kriminologi terhadap tindak pidana penodaan agama sebagai berikut:

(43)
(44)

Oleh Fitra Yudistira

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(45)

(Skripsi)

oleh

FITRA YUDISTIRA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(46)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah dan Ruang Lingkup ... 8

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian... 9

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual... 10

E. Sistematika Penulisan ... 19

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana dan Unsur-Unsur Tindak Pidana ... 21

B. Penanggulangan Tindak Kejahatan dalam Hukum Pidana ... 24

C. Tinjauan Umum Kejahatan Penodaan Agama dalam Aspek Kriminologi. 27 III.METODE PENELITAN A. Pendekatan Masalah ... 31

B. Sumber dan Jenis Data ... 32

C. Penentuan Populasi dan Sampel... 33

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 35

E. Analisis Data ... 36

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden ... 37

B. Faktor - Faktor Kriminologis Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Penodaan Agama Di Indonesia ... 40

(47)

B. Saran ... 66

(48)

Hamzah, Andi. 2009.Hukum Acara Pidana Indonesia. Sinar Grafika. Jakarta. Hasbullah, Erzen. 1986. Perkembangan Ilmu kriminologi. Pradnya Paramitha.

Jakarta.

Huda, Chairul. 2009. Asas-Asas Hukum Islam Indonesia. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Jimmy P. 2010. Kamus Hukum (law dictoinary) edisi II. Reality Publisher. Surabaya.

Kartosapoetra, Rein. 1988. Pengantar Ilmu Hukum Lengkap. Bina Aksara. Jakarta.

Komisi Hukum Nasional Republik Indonesia. 2010. Kebijakan Reformasi hukum (Suatu Rekomendasi). Komisi Hukum Nasional. Jakarta.

Loqman, Lobby. 2010.Hukum Islam Di Indonesia. Ghalia Indonesia. Jakarta. Marwan, M. 2009. Rangkuman Istilah dan Pengertian Dalam Hukum. Reality

Publisher. Surabaya.

Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Citra Aditya. Bandung.

Nawawi Arief, Barda. 2010. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.

P.A.F. Lamintang, 1997. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Citra Aditya Bakti. Bandung.

Prodjodikoro, Wirjono. 1996. Hukum Pidana Nasional. Gunung Madu Tbk. Yogyakarta.

Raharjo, Satjipto. 1980.Masalah Penegakan Hukum. Sinar Baru. Jakarta.

(49)

Soemitro, Ronny Hanitijo. 1990.Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia. Jakarta.

Susanto, Anthon F. 2010.Teori Hukum. Reflika Aditama. Bandung.

Tim Penyusun Kamus. Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai pustaka. Jakarta.

Universitas Lampung. 2009. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Universitas Lampung Press. Bandar Lampung.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Penetapan Presiden (Penpres) Nomor 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama.

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Pokok Kekuasaan Kehakiman. www.hukumonline.com. (06 Juni 2011, pukul 13:45 WIB, wacana/penistaan

(50)

Nama Mahasiswa :Fitra Yudistira

No. Pokok Mahasiswa : 0642011186

Bagian : Hukum Pidana

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H. Maya Shafira, S.H., M.H.

NIP 19620817 198703 2 003 NIP 19770601 200501 2 002

2. Ketua Bagian Hukum Pidana

Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H.

(51)

1. Tim Penguji

Ketua :Diah Gustiniati M., S.H., M.H.

...

Sekretaris/Anggota :Maya Shafira, S.H., M.H.

...

Penguji Utama :Firganefi, S.H., M.H.

...

2. Pj. Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heryandi, S.H., M.S.

NIP 19621109 198703 1 003

(52)

Fitra Yudistira dilahirkan di Tanjung Karang Timur 17 Mei 1987, yang merupakan anak ke tujuh dari tujuh bersaudara pasangan Bapak Hi. A. Syarifuddin dan Ibu Nur Aina.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar Negeri 4 Sawah Brebes pada tahun 1999, penulis menyelesaikan studinya di Sekolah Menengah Pertama Negeri 23 Bandar Lampung pada tahun 2002 dan Sekolah Menengah Atas Negeri 12 Bandar Lampung pada tahun 2005. Dengan mengikuti Seleksi Penerimaan Mahasiswa akhirnya penulis diterima di Fakultas Hukum Universitas Lampung pada Tahun 2006.

(53)

Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT, atas rahmat dan hidayahNYA, maka dengan ketulusan dan kerendahan hati serta setiap perjuangan dan jerih payahku,

aku persembahkan sebuah karya ini kepada :

Papa dan Mama yang kuhormati, kusayangi, dan kucintai

Terima kasih untuk setiap pengorbanan kesabaran, kasih sayang yang tulus serta do’a demi keberhasilanku

Kakakku Vivi, Ardian, Mega, Rika, Tedy, yang senantiasa menemaniku dengan keceriaan dan kasih sayang

Guru-guruku

Semoga ilmu yang telah kalian berikan dapat berguna bagiku dan menjadi ladang amal bagimu

Sahabat-sahabatku yang selalu hadir menemaniku dalam suka maupun duka

(54)

“Kerjakanlah pekerjaan yang membawa berkah bagimu dan orang yang kamu cinta”

“ Keberhasilan tak akan ada tanpa adanya usaha dan do’a ”

“Sukses bermula dari pikiran kita. Sukses adalah kondisi pikiran kita. Bila kita menginginkan sukses, maka kita harus mulai berpikir bahwa kita sukses, dan mengisi

(55)

Alhamdulillahirobbil’alamien. Segala puji syukur hanyalah milik Allah SWT,

Rabb seluruh Alam yang telah memberikan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyeleasaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung dengan judul : KAJIAN HUKUM PIDANA DAN KRIMINOLOGI TERHADAP TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA DI INDONESIA.

Penulis menyadari selesainya skripsi ini tidak terlepas dari partisipasi, bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Maka kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Pj. Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

2. Ibu Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung dan selaku Pembimbing Pertama yang telah memberikan saran dan meluangkan waktunya sehingga proses penyelesaian skripsi dapat berjalan dengan baik.

(56)

kritikan, koreksi dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Ibu Melly Aida, S.H., M.H. selaku Pembimbing Akademik selama penulis menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung.

6. Bapak AIPTU Zulkifli Darmawan dan BrigPol Bapak Mahendra Dinata selaku responden dari Polresta Bandar Lampung, Ibu Fitri Resnawardhani, S.H. dan Bapak Hartono, S.H., M.H. selaku responden dari Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, Bapak Jarno Budiyono, S.H., M.H. dan Bapak Judika M. Hutagalung, S.H. selaku responden dari Pengadilan Negeri Kelas 1 A Tanjung Karang, Bapak M. Nurcholis Arifuddin dan Bapak Ustdz. Abu Zakaria Ahmad selaku responden dari Pondok Pesantren serta Ibu Erna Dewi, S.H., M.H., dan Bapak Deni Achmad, S.H., M.H. yang telah meluangkan waktunya untuk melakukan wawancara demi penelitian skripsi ini.

7. Para Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang tak bisa disebutkan satu persatu, atas bimbingan dan pengajarannya selama penulis menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung.

8. Seluruh staf dan karayawan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah membantu penulis dalam proses akademis dan kemahasiswaan atas bantuannya selama penyusunan skripsi.

(57)

diberikan.

11. Sahabat-sahabatku: Erwin, Iyan, Edi, Gigih, Tonang, Retno, Desi, dan teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu persatu terimakasih atas kebersamaan dan kekompakannya.

12. Almamaterku tercinta yang sudah memberi banyak wawasan dan pengalaman berharga.

Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi agama, masyarakat, bangsa dan negara, para mahasiswa, akademisi, serta pihak-pihak lain yang membutuhkan terutama bagi penulis. Saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan perlindungan dan kebaikan bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, Mei 2012 Penulis

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini, diharapkan dengan dibentuknya Account Representative dapat merubah pandangan negatif Wajib Pajak/masyarakat, menjadi Kantor Pelayanan Pajak sebagai

Pada bangunan candi di Indonesia, selain berbagai macam arca Budha dan para dewa yang terdapat di candi di Indonesia, selain berbagai macam arca Budha dan para dewa yang terdapat

Kondisi kehilangan tekanan yang menyebabkan aliran balik kran apabila kran bocor atau dibiarkan terbuka setelah air pendingin diisi maka terjadilah sambungan silang karena tekanan

Spherical agglomerates prepared by CCA have shown excellent flowability and strength, irrespective of the drug content of agglomerates. Despite the known poor co- hesivity of BXH,

bekas pemotongan hewan yang berasal dari Rumah Pemotongan Hewan, ada juga sebagian masyarakat yang tinggal di BTN Dian Resky III dengan memilik SPAL yang sangat

kualitas yang sama sehingga keinginan konsumen untuk tetap menikmati rokok A mild. dapat

Hasil ELISA deteksi virus PYMoV menggunakan antiserum BSV pada benih lada Sukabumi menunjukkan nilai absorban yang negatif untuk semua sampel, sedangkan

Berdasarkan hasil jawaban narasumber, maka dapat diambil kesimpulan bahwa factor yang penting untuk diperhatikan dalam pembentukan tim untuk persiapan suksesor