• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan Mie Instan dari Tepung Komposit Biji-Bijian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pembuatan Mie Instan dari Tepung Komposit Biji-Bijian"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBUATAN MIE INSTAN DARI TEPUNG KOMPOSIT

BIJI-BIJIAN

SKRIPSI

Oleh : ISTIANDA SARI

060305017

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PEMBUATAN MIE INSTAN DARI TEPUNG KOMPOSIT

BIJI-BIJIAN

SKRIPSI

OLEH : ISTIANDA SARI

060305017

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Skripsi : Pembuatan Mie Instan dari Tepung Komposit Biji-Bijian Nama : Istianda Sari

NIM : 060305017

Departemen : Teknologi Pertanian Program Studi : Teknologi Hasil Pertanian

Disetujui oleh : Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Herla Rusmarilin, MS Linda Masniary Lubis, STP, M.Si

Ketua Anggota

Mengetahui :

Ir. Saipul Bahri Daulay, M.Si Ketua Departemen

(4)

ABSTRAK

ISTIANDA SARI: Pembuatan Mie Instan dari Tepung Komposit Biji-Bijian, dibimbing oleh HERLA RUSMARILIN dan LINDA MASNIARY LUBIS.

Pemanfaatan jewawut dan millet sebagai bahan pangan belum banyak dikembangkan sebagai diversifikasi pangan di dalam masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan perbandingan mie instan dari tepung komposit biji-bijian yaitu jewawut, millet dan gandum yang terbaik dalam peningkatan gizi. Penelitian ini dilakukan pada Januari-April 2010 di Laboratorium Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian USU, Medan, menggunakan rancangan acak lengkap faktorial 2 faktor yaitu perbandingan tepung jewawut:millet:gandum (60:0:40, 45:15:40, 30:30:40, 15:45:40, 0:60:40) dan konsentrasi CMC (0%, 0,15%, 0,3%, 0,45%, 0,6%). Parameter yang dianalisis adalah kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar serat, daya patah, organoleptik tekstur dan rasa.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan tepung jewawut:millet:gandum memberikan pengaruh sangat nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar serat, daya patah, organoleptik tekstur dan rasa. Konsentrasi CMC memberikan pengaruh sangat nyata terhadap kadar air, kadar protein, daya patah, organoleptik tekstur dan berbeda tidak nyata terhadap kadar abu, kadar serat, dan organoleptik rasa. Interaksi perlakuan berpengaruh nyata hanya tehadap kadar protein. Perbandingan tepung jewawut:millet:gandum (30:30:40) dan konsentrasi CMC 0,60% menghasilkan mutu mie instan yang terbaik.

Kata Kunci : Mie Instan, Tepung Komposit, Jewawut, Millet

ABSTRACT

ISTIANDA SARI: Instant Noodle Production of Cereals Flour Composites, supervised by HERLA RUSMARILIN and LINDA MASNIARY LUBIS.

Foxtail millet and proso millet utilization were as a food ingredient has not been developed as a diversification of food in society. The aims of this research was to find a comparison of instant noodles from flour composite grains of Foxtail millet, proso millet and wheat are the best in nutritional improvement. This research was conducted in January-April 2010 at the Laboratory of Food Technology, Faculty of Agriculture, North Sumatera University, Medan, this researched had been performed by using completely randomized design with two factors i.e : composition foxtail millet flour:proso millet flour:wheat flour (60:0:40, 45:15:40, 30:30 : 40, 15:45:40, 0:60:40) and CMC concentration (0%, 0.15%, 0.3%, 0.45%, 0.6%). Parameters analyzed were moisture content, ash content, protein content, fiber content content, a broken power, organoleptic texture and taste.

The results showed that composition of foxtail millet flour:proso millet flour:wheat flour had highly significant effect on moisture content, ash content, protein content, fiber content, a broken power, organoleptic texture and taste. CMC concentration had highly significant effect on moisture content, protein content, a broken power, organoleptic texture and had no significant effect on ash content, fiber content, and organoleptic taste. The interaction of composition foxtail millet flour:proso millet flour:wheat flour and CMC concentration had significant effect only on protein content. The composition foxtail millet flour:proso millet flour:wheat flour (30:30:40) and CMC concentration of 0,6% gave the best quality of instant noodle.

(5)

RIWAYAT HIDUP

ISTIANDA SARI, dilahirkan di Medan pada tanggal 1 Juni 1989 dari Bapak Rhusliy Siregar dan Ibu Wan Siti Nurbali. Penulis merupakan anak kedua dari lima bersaudara.

Tahun 2006 penulis lulus dari SMAN 12 Medan dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara melalui jalur SPMB. Penulis memilih Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif menjadi pengurus IMTHP (Ikatan Mahasiswa Teknologi Hasil Pertanian). Penulis juga aktif menjadi pengurus SEC USU (Student Entrepreneur Community Universitas Sumatera Utara). Penulis merupakan asisten di Laboratorium Teknologi Pangan mulai tahun 2008-2010.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pembuatan Mie Instan dari Tepung Komposit Biji-Bijian”, yang merupakan salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan studi di Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Herla Rusmarilin, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Linda Masniary Lubis, STP, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang

telah membimbing dan memberi masukan berharga kepada penulis mulai dari penetapan judul, melakukan penelitian, sampai pada tahap skripsi.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua, kakak dan adik-adik yang telah memberikan motivasi dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. Disamping itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf pengajar dan pegawai Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Departemen Teknologi Pertanian, serta semua teman-teman stambuk 06 yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Februari 2010

(7)

DAFTAR ISI

Bahan- Bahan Pembuat Mie Instan dari Tepung Komposit Biji-Bijian Tepung Terigu ... 14

(8)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Parameter yang Diamati ... 38

Kadar Air Pengaruh Perbandingan Tepung Jewawut Dengan Tepung Millet Terhadap Kadar Air Mie Instan ... 40

Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Kadar Air Mie Instan ... 41

Pengaruh Interaksi Perbandingan Tepung Jewawut Dengan Tepung Millet dan Konsentrsi CMC terhadap Kadar Air Mie Instan ... 43

Kadar Abu Pengaruh Perbandingan Tepung Jewawut Dengan Tepung Millet Terhadap Kadar Abu Mie Instan ... 43

Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Kadar Abu Mie Instan ... 45

Pengaruh Interaksi Perbandingan Tepung Jewawut Dengan Tepung Millet dan Konsentrsi CMC terhadap Kadar Abu Mie Instan ... 45

Kadar Protein Pengaruh Perbandingan Tepung Jewawut Dengan Tepung Millet Terhadap Kadar Protein Mie Instan ... 46

Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Kadar Protein Mie Instan ... 47

Pengaruh Interaksi Perbandingan Tepung Jewawut Dengan Tepung Millet dan Konsentrsi CMC terhadap Kadar Air Mie Instan ... 49

(9)

Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Kadar Serat Mie Instan ... 53 Pengaruh Interaksi Perbandingan Tepung Jewawut Dengan Tepung Millet dan Konsentrsi CMC terhadap Kadar Serat Mie Instan ... 53 Daya Patah

Pengaruh Perbandingan Tepung Jewawut Dengan Tepung Millet

Terhadap Daya Patah Mie Instan ... 54 Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Daya Patah Mie Instan ... 55 Pengaruh Interaksi Perbandingan Tepung Jewawut Dengan Tepung Millet dan Konsentrsi CMC terhadap Daya Patah Mie Instan ... 57 Nilai Organoleptik Tekstur (Numerik)

Pengaruh Perbandingan Tepung Jewawut Dengan Tepung Millet

Terhadap Nilai Organoleptik Tekstur (Numerik) Mie Instan ... 57 Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Nilai Organoleptik Tekstur

(Numerik) Mie Instan ... 59 Pengaruh Interaksi Perbandingan Tepung Jewawut Dengan Tepung Millet dan Konsentrsi CMC terhadap Kadar Abu Mie Instan ... 60 Nilai Organoleptik Rasar (Numerik)

Pengaruh Perbandingan Tepung Jewawut Dengan Tepung Millet

Terhadap Nilai Organoleptik Rasa (Numerik) Mie Instan ... 60 Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Nilai Organoleptik Rasa

(Numerik) Mie Instan ... 62 Pengaruh Interaksi Perbandingan Tepung Jewawut Dengan Tepung Millet dan Konsentrsi CMC terhadap Kadar Abu Mie Instan ... 62 KESIMPULAN DAN SARAN

(10)

DAFTAR TABEL

No. Judul Hal

1. Kandungan mineral tiga jenis millet dan jagung (mg/100 g) ... 6

2. Kandungan nutrisi tiga jenis millet, jagung dan beras (%)... 6

3. Kandungan asam-asam amino yang terdapat dalam millet ... 7

4. Syarat Mutu Mie Instan ... 13

5. Analisa proksimat tepung millet dan jewawut yang tergerminasi ... 37

6. Pengaruh perbandingan tepung jewawut dengan tepung millet terhadap parameter yang diamati ... 38

7. Pengaruh konsentrasi CMC terhadap parameter yang diamati ... 39

8. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung jewawut dengan tepung millet terhadap kadar air mie instan (%) ... 40

9. Uji LSR efek utama pengaruh konsentrasi CMC terhadap kadar air mie instan (%) ... 42

10. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung jewawut dengan tepung millet terhadap kadar abu mie instan (%)... 44

11. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung jewawut dengan tepung millet terhadap kadar protein mie instan (%) ... 46

12. Uji LSR efek utama pengaruh konsentrasi CMC terhadap kadar protein mie instan (%) ... 48

13. Uji LSR efek utama pengaruh interaksi perbandingan tepung jewawut dengan tepung millet dan konsentrasi CMC terhadap kadar protein mie instan ... 50

14. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung jewawut dengan tepung millet terhadap kadar serat mie instan (%) ... 52

(11)

patah mie instan (/kg) ... 55 17. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung jewawut

dengan tepung millet terhadap nilai organoleptik testur (numerik) .. 57

18. Uji LSR efek utama pengaruh konsentrasi CMC terhadap nilai

organoleptik tekstur (numerik) ... 59 19. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung jewawut

(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Keterangan Hal

1. Skema Pembuatan Tepung millet ...34 2. Skema Pembuatan Tepung Jewawut ...35 3. Skema Pembuatan Mie Instan ...36

4. Histogram hubungan perbandingan tepung jewawut dengan tepung millet terhadap kadar air (%) ... 41 5. Histogram hubungan konsentrasi CMC terhadap kadar air (%) ... 43 6. Histogram hubungan perbandingan tepung jewawut dengan tepung

millet terhadap kadar abu (%) ... 45 7. Histogram hubungan perbandingan tepung jewawut dengan tepung

millet terhadap kadar protein (%) ... 47 8. Histogram hubungan konsentrasi CMC terhadap kadar protein (%) ... 49 9. Histogram pengaruh interaksi antara perbandingan tepung jewawut

dengan tepung millet dan konsentrasi CMC terhadap kadar protein (%) 51 10. Histogram hubungan perbandingan tepung jewawut dengan tepung millet terhadap kadar serat (%) ... 53 11. Histogram hubungan perbandingan tepung jewawut dengan tepung

millet terhadap daya patah(/kg) ... 55 12. Histogram hubungan konsentrasi CMC terhadap daya patah (%) ... 56 13. Histogram hubungan perbandingan tepung jewawut dengan tepung millet terhadap nilai organoleptik tekstur (numerik) ... 58 14. Histogram hubungan konsentrasi CMC terhadap nilai organoleptik

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Keterangan Hal

1. Data Pengamatan Analisis Kadar Air Mie Instan (%) ...68

2. Daftar Analisis Sidik Ragam Kadar Air Mie Instan (%) ...69

3. Data Pengamatan Analisis Kadar Abu Mie Instan (%) ...70

4. Daftar Analisis Sidik Ragam Kadar Abu Mie Instan (%) ...70

5. Data Pengamatan Analisis Kadar Protein Mie Instan (%) ...71

6. Daftar Analisis Sidik Ragam Kadar Protein Mie Instan (%) ...71

7. Data Pengamatan Analisis Kadar Serat Mie Instan (%) ...72

8. Daftar Analisis Sidik Ragam Kadar Serat Mie Instan (%) ...72

9. Data Pengamatan Analisis Daya Patah Mie Instan (/kg) ...73

10. Daftar Analisis Sidik Ragam Daya Patah Mie Instan (/kg) ...73

11. Data Pengamatan Analisis Nilai Organoleptik Teksur Mie Instan (numerik) ...74

12. Daftar Analisis Sidik Ragam Nilai Organoleptik Teksur Mie Instan (numerik) ...74

13. Data Pengamatan Analisis Nilai Organoleptik Rasa Mie Instan (numerik) ...75

(14)

ABSTRAK

ISTIANDA SARI: Pembuatan Mie Instan dari Tepung Komposit Biji-Bijian, dibimbing oleh HERLA RUSMARILIN dan LINDA MASNIARY LUBIS.

Pemanfaatan jewawut dan millet sebagai bahan pangan belum banyak dikembangkan sebagai diversifikasi pangan di dalam masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan perbandingan mie instan dari tepung komposit biji-bijian yaitu jewawut, millet dan gandum yang terbaik dalam peningkatan gizi. Penelitian ini dilakukan pada Januari-April 2010 di Laboratorium Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian USU, Medan, menggunakan rancangan acak lengkap faktorial 2 faktor yaitu perbandingan tepung jewawut:millet:gandum (60:0:40, 45:15:40, 30:30:40, 15:45:40, 0:60:40) dan konsentrasi CMC (0%, 0,15%, 0,3%, 0,45%, 0,6%). Parameter yang dianalisis adalah kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar serat, daya patah, organoleptik tekstur dan rasa.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan tepung jewawut:millet:gandum memberikan pengaruh sangat nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar serat, daya patah, organoleptik tekstur dan rasa. Konsentrasi CMC memberikan pengaruh sangat nyata terhadap kadar air, kadar protein, daya patah, organoleptik tekstur dan berbeda tidak nyata terhadap kadar abu, kadar serat, dan organoleptik rasa. Interaksi perlakuan berpengaruh nyata hanya tehadap kadar protein. Perbandingan tepung jewawut:millet:gandum (30:30:40) dan konsentrasi CMC 0,60% menghasilkan mutu mie instan yang terbaik.

Kata Kunci : Mie Instan, Tepung Komposit, Jewawut, Millet

ABSTRACT

ISTIANDA SARI: Instant Noodle Production of Cereals Flour Composites, supervised by HERLA RUSMARILIN and LINDA MASNIARY LUBIS.

Foxtail millet and proso millet utilization were as a food ingredient has not been developed as a diversification of food in society. The aims of this research was to find a comparison of instant noodles from flour composite grains of Foxtail millet, proso millet and wheat are the best in nutritional improvement. This research was conducted in January-April 2010 at the Laboratory of Food Technology, Faculty of Agriculture, North Sumatera University, Medan, this researched had been performed by using completely randomized design with two factors i.e : composition foxtail millet flour:proso millet flour:wheat flour (60:0:40, 45:15:40, 30:30 : 40, 15:45:40, 0:60:40) and CMC concentration (0%, 0.15%, 0.3%, 0.45%, 0.6%). Parameters analyzed were moisture content, ash content, protein content, fiber content content, a broken power, organoleptic texture and taste.

The results showed that composition of foxtail millet flour:proso millet flour:wheat flour had highly significant effect on moisture content, ash content, protein content, fiber content, a broken power, organoleptic texture and taste. CMC concentration had highly significant effect on moisture content, protein content, a broken power, organoleptic texture and had no significant effect on ash content, fiber content, and organoleptic taste. The interaction of composition foxtail millet flour:proso millet flour:wheat flour and CMC concentration had significant effect only on protein content. The composition foxtail millet flour:proso millet flour:wheat flour (30:30:40) and CMC concentration of 0,6% gave the best quality of instant noodle.

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dewasa ini masyarakat banyak mengonsumsi mie sebagai bahan pangan alternatif pengganti beras. Salah satunya adalah mie instan yang merupakan salah satu makanan berenergi tinggi yang terbuat dari tepung terigu, air, dan garam. Makanan ini sangat umum dikonsumsi oleh masyarakat di dunia terutama di Asia karena makanan ini mengenyangkan, sifatnya yang praktis, mudah dibuat, rasanya dapat diterima oleh hampir seluruh kalangan, dan harganya lebih ekonomis sehingga dapat dijangkau oleh berbagai kalangan masyarakat.

Penggemar mie tidak hanya terbatas pada orang dewasa, anak-anak pun menyukainya. Namun, perlu diwaspadai karena anak-anak juga membutuhkan kandungan zat gizi lainnya untuk pertumbuhan selain karbohidrat.

Perkembangan konsumsi mie yang sangat pesat memberi pelajaran bahwa bahwa mie merupakan jenis makanan yang sesuai dengan kebutuhan dan preferensi konsumen Indonesia.

(16)

Oleh sebab itu, perlu pengembangan teknologi mie berbahan baku tepung selain tepung terigu, misalnya dengan memanfaatkan tepung beras, millet, jewawut, sorgum, kasava, sagu dan sebagainya.

Beragam jenis mie telah dikenal masyarakat, namun mie instan merupakan mie yang paling popular. Data Consult (1995) melaporkan bahwa konsumsi mie instan oleh masyarakat Indonesia pada tahun 1995 sebesar 3544, 5 juta bungkus atau setara 265,638 ton. Pada tahun berikutnya meningkat dengan laju sekitar 25%, dan pada tahun 2000-an diperkirakan terus meningkat dengan laju sekitar 15% per tahun. Terbukti dengan adanya impor gandum Indonesia selama Januari tahun 2010 mencapai 60,029 ton meningkat 375,9% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yaitu sebesar 15,968 ton (BPS, 2010).

Jewawut dan millet adalah jenis dari serealia yang memiliki banyak kandungan gizi dan nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh, seperti karbohidrat, lemak, serat, asam-asam amino, vitamin dan mineral.

Berdasarkan hasil penelitian, jewawut dan millet memiliki kandungan protein yang hampir sama dengan terigu dan bahkan mengandung protein gluten. Gluten adalah protein lengket dan elastis yang dapat membuat adonan menjadi kenyal dan dapat mengembang karena bersifat kedap udara. Sifat elastis gluten pada adonan mie menyebabkan mie yang dihasilkan tidak mudah putus pada proses pencetakan dan pemasakan.

(17)

Aplikasi proses perkecambahan terhadap biji-bijian yang yang digerminasi untuk kemudian ditepungkan dan dijadikan bahan baku utama produk olahan merupakan salah satu jawaban yang tepat, bagi pemenuhan nutrisi kebutuhan masyarakat.

Nilai tambah dari tepung kecambah biji-bijian yang telah ditepungkan ini tidak hanya kandungan antioksidannya yang tinggi, tetapi juga kandungan nutrisi yang penting bagi pemenuhan gizi masyarakat, karena selama proses germinasi (perkecambahan), melibatkan banyak enzim untuk proses katabolisme senyawa makromolekul seperti karbohidrat, lemak dan protein menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana sehingga mudah dicerna dan diserap oleh tubuh.

Usaha untuk mengurangi konsumsi tepung terigu terus digalakkan, di samping mencari alternatif pengganti dari bahan baku lain, juga dengan mengusahakan tepung lain sebagai tepung campuran (tepung komposit), yaitu suatu bentuk campuran antara tepung dengan beberapa jenis tepung dari bahan lain. Tepung komposit terbuat dari bahan sumber karbohidrat (serealia dan umbi-umbian), dan dari sekian banyak tepung yang menggantikan tepung terigu, sebagai alternatif pengganti adalah tepung jewawut dan tepung millet.

(18)

Tujuan Penelitian

Menemukan perbandingan formulasi mie instan dari tepung komposit biji-bijian yaitu jewawut, millet dan gandum yang terbaik dalam peningkatan nilai gizi serta memasyarakatkan manfaat jewawut dan millet untuk diversifikasi pangan.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknologi pertanian di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, dan dapat pula berguna bagi peneliti untuk menambah pengetahuan tentang pemanfaatan millet dan jewawut sebagai bahan pangan dan bagi masyarakat sebagai sumber informasi untuk menambah penganekaragaman pengolahan pangan dari jewawut dan millet.

Hipotesis Penelitian

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Millet

Millet termasuk dalam beberapa spesies yang termasuk dalam subfamili dibudidayakan dalam urutan produksi di seluruh dunia adalah :

1.

2.

3.

4.

(Wikipedia, 2010).

Millet berukuran biji besar ada yang berwarna merah coklat, coklat, kuning muda atau krem, putih dan juga warna hitam . Millet yang berukuran biji besar termasuk jenis pearl millet (Pennisetum glaucum) (Suherman, et al., 2009).

Jewawut atau millet menempati urutan ke-enam sebagai biji-bijian paling utama dan dikonsumsi sepertiga penduduk dunia. Salah satu sumber utama penyedia energi, protein, vitamin dan mineral, kaya vitamin B terutama niacin, B6

(20)

Millet atau jewawut (Panicum sp) termasuk tanaman serealia ekonomi keempat setelah padi, gandum, dan jagung. Biji millet mudah dijumpai di kios maupun di pasar-pasar burung. Biji millet mengandung karbohidrat dan protein yang tidak kalah dengan beras, bahkan tepung millet unggul dari kandungan kalsium jagung (Widyaningsih dan Mutholib, 1999). Untuk lebih jelasnya kandungan nutrisi millet dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1. Kandungan mineral tiga jenis millet dan jagung (mg/100 g) :

Komoditas Ca Fe Vit A Vit B1 Vit B2 Vit C Sumber : Widyaningsih dan Mutholib, 1999

Tabel 2. Kandungan nutrisi tiga jenis millet, jagung dan beras (%) :

Komoditas Karbohidrat Protein Lemak Serat

Foxtail millet Sumber : Widyaningsih dan Mutholib, 1999

*

Sumber : Hariyadi, 2005

(21)

Tabel 3. Kandungan asam-asam amino yang terdapat dalam millet :

Phenilalanin 590 310

Tyrosin 340 180

Sumber : National Food Institute, 2009

Dari Tabel 3, dapat dilihat bahwa asam amino dominan yang terdapat dalam millet yaitu asam glutamat sebesar 1300 mg/gN. Dimana asam glutamat sangat penting perananya dalam pengolahan makanan, karena dapat menimbulkan rasa yang lezat. Dalam bumbu masak yang mengandung Monosodium Glutamat (MSG), gugusan glutamat akan bergabung dengan senyawa lain menghasilkan rasa enak tersebut (Winarno, 1997).

(22)

Millet adalah sumber makanan utama di daerah kering dan semi-kering di dunia,. Seperti di India Barat, digunakan sebagai tepung millet untuk membuat roti yang berbahan pangan pokok lokal. Selain itu, di Rusia dan Cina millet juga dikonsumsi dalam bentuk bubur millet (Wikipedia, 2006).

Manfaat Jewawut dan Millet Bagi Kesehatan Manusia

Millet merupakan biji-bijian yang dapat memelihara kesehatan jantung karena merupakan sumber Magnesium (Mg) yang baik (Cade et al., 2007). Magnesium berfungsi membantu merelaksasikan otot-otot jantung untuk memelihara detak jantung yang regular dan hal ini bisa mencegah perubahan yang mendadak pada tekanan darah, mengurangi penggumpalan sel darah merah yang nantinya akan membentuk penyumbatan pembuluh darah dengan meningkatkan kadar dari kolesterol HDL (Wikipedia, 2010).

Posfor yang dikandung dalam millet memegang peranan dalam pembentuk struktur sel dalam tubuh, mineral matriks pada tulang, juga komponen essensial dari berbagai komponen yang penting seperti dalam pembentukan ATP, komponen asam nukleat (pembentukan DNA), metabolisme lipid, dan essensial terhadap struktur yang mengandung lemak seperti membran sel dan sistem syaraf. Selain itu, millet mengandung serat tidak larut yang tinggi sehingga dapat membantu wanita terhindar dari gallstone (Cade et al., 2007).

Pengaruh Perkecambahan Biji terhadap Nilai Gizi

(23)

pertumbuhan didaerah-daerah titik-titik tumbuh dan sebagai bahan bakar respirasi (Sutopo, 2002).

Selama proses perkecambahan menyebabkan terjadinya perubahan nilai nutrisi yang terkandung dalam biji. Perubahan nilai nutrisi ini dapat digunakan untuk memperbaiki nilai gizi bahan pangan atau untuk produk olahan (Suhendra, 2009)

Proses perkecambahan terhadap biji-bijian yang mengalami germinasi untuk kemudian ditepungkan, kaya akan antioksidan serta nutrisi yang dapat digunakan sebagai komposisi utama bahan pangan olahan. Nilai tambah dari tepung kecambah biji-bijian ini tidak hanya karena kandungan antioksidannya yang tinggi, tetapi juga kandungan nutrisi yang penting bagi pemenuhan gizi masyarakat karena selama proses germinasi, kecambah mempekerjakan banyak enzim untuk katabolisme senyawa makromolekul seperti karbohidrat, lemak, dan protein menjadi glukosa, asam lemak dan asam amino. Kandungan enzim serta senyawa-senyawa sederhana yang tinggi dalam kecambah membuat tepung

kecambah biji-bijian ini mudah dicerna dan cepat diserap tubuh (Andrawulan dan Purwiyatno, 2004).

Tepung komposit

(24)

Tepung digolongkan menjadi dua, yaitu tepung tunggal adalah tepung yang dibuat dari satu jenis bahan pangan, misalnya tepung beras, tepung kasava, tepung ubi jalar dan tepung komposit yaitu tepung yang dibuat dari dua atau lebih bahan pangan. Misalnya tepung komposit kasava-terigu-kedelai, tepung komposit jagung-beras, atau tepung komposit kasava-terigu-pisang. Tujuan pembuatan tepung komposit antara lain untuk mendapatkan karakteristik bahan yang sesuai untuk produk olahan yang diinginkan atau untuk mendapatkan sifat fungsional tertentu. Pertimbangan lain adalah faktor ketersediaan dan harga

Mie Instan

Pada prinsipnya mie dibuat dengan cara yang sama, tetapi di pasaran dikenal beberapa jenis mie, seperti mie segar/mentah (raw Chinese noodle), mie basah (boiled noodle), mie kering (steam and fried noodle) dan mie instan (instant noodle) (Astawan, 2008).

Dari segi kandungan airnya mie dapat dibedakan menjadi mie basah atau segar dan mie kering. Mie basah digolongkan dalam produk “intermediate moisture food” (makanan semi basah), yaitu suatu makanan yang mempunyai kadar air tidak terlalu tinggi dan juga tidak terlalu rendah antara 15-55 % dengan kisaran Aw antara 0,65-0,85 (Robsons, 1976).

(25)

Mie instan telah dikonsumsi sebagai makanan pokok pengganti, oleh sebagian masyarakat dan merupakan jenis pangan yang sangat luas penyebarannya (Haryadi, 1992). Hal ini disebabkan karena harganya relatif murah, nilai kalori cukup tinggi dan dapat diproduksi dalam berbagai bentuk yang menarik serta daya tahan yang cukup tinggi (Harper, et al., 1979).

Winarno, (1991) menyatakan mie instan (siap hidang) di Jepang disebut sokukimen yaitu mie mentah yang telah mengalami pengukusan dan dikeringkan sehingga menjadi mie instan goreng (instant fried noodle). Bahan baku pembuatan mie instan adalah tepung terigu. Bahan tambahan yang biasa digunakan dalam pembuatan mie instan adalah garam alkali yaitu Na2CO3 dan K2CO3 yang biasa

disebut sebagai senyawa kansui.

Dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 3551-1994, mie instan didefinisikan sebagai produk makanan kering yang dibuat dari tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan, berbentuk khas mie dan siap dihidangkan setelah dimasak atau diseduh dengan air mendidih paling lama 4 menit. Mie instan umumnya dikenal sebagai ramen. Mie ini dibuat dengan beberapa tahapan proses setelah diperoleh mie segar. Tahap-tahap tersebut yaitu pengukusan, pembentukan, dan pengeringan. Kadar air mie instan umumnya mencapai 5-8 % sehingga memiliki daya simpan yang lama (Astawan, 2008).

(26)

dihasilkan dari adanya ikatan yang kuat antara komponen pati dan protein sehingga daya patahnya juga meningkat (Oh, et al., 1985).

Ada beberapa jenis mie berbahan baku bukan terigu yang dikenal luas oleh konsumen mie Indonesia, yaitu :

a. Bihun

Bihun merupakan jenis mie dari beras yang paling banyak dikenal. Produk ini biasa dibuat dari beras atau menir yang sifat nasinya pera atau kadar amilosanya mencapai 27% atau lebih.

b. Kwe Tiau

Kwe Tiau juga dibuat dari tepung beras, tetapi ada yang dicampur dengan terigu. Beberapa pustaka menyebut kwe tiau dari campuran tepung beras dan tepung terigu sebagai Mie Cina atau Chinese Mein

c. Sohun

Sohun merupakan jenis mie yang dibuat dari pati murni. Jenis pati yang sering digunakan dalam produksi sohun adalah pati kacang hijau. Namun pengadaan pati kacang hijau yang semakin sulit dan mahal, mengakibatkan pengrajin sohun sering menggunakan pati sagu dan pati ganyong sebagai bahan baku.

(Munarso dan Haryanto, 2009).

Komposisi Kimia Mie

(27)

dan komponen gizi-gizinya yang lebih lengkap seperti asam lemak esensial, asam amino dan lain-lain. Agar asupan gizi yang diperoleh dari sebungkus mie lebih baik dalam penyajiannya sebaiknya ditambahkan bahan-bahan lain untuk meningkatkan gizinya. Bahan yang umum yang ditambahkan seperti telur, ayam, bakso, udang, ikan, dan tempe untuk meningkatkan kadar protein serta sayuran (wortel, tomat, sawi, mentimun, dan lain-lain) untuk meningkatkan kadar vitamin, mineral dan serat (Astawan, 2008).

Syarat-syarat mutu mie instan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Syarat Mutu Mie Instan :

No Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan2:

4.1.Proses penggorengan %,b/b Maksimum 10,0

4.2.Proses pengeringan %,b/b Maksimum 14,5

5 Kadar protein2 %,b/b Minimal 8

10 Bahan tambahan makanan yang diizinkan

11 Pencemaran mikroba

11.1.Angka lempeng total Koloni/g Maksimal 1 x 106

11.2.E. coli APM/g < 3

11.3.Salmonella Negatif per 25 g

11.4.Kapang Koloni/g Maksimal 1,0 x 103

1)

Berlaku untuk mie

2) Berlaku untuk mie dan bumbu

Sumber : SNI 01-3551-2000

(28)

yang digunakan oleh pabrik sangat banyak sehingga nilai gizinya pun sangat bervariasi (Jodoadmijojo, 1985).

Bahan- Bahan Pembuat Mie Instan dari Tepung Komposit Biji-Bijian Tepung Terigu

Tepung terigu merupakan bahan dasar pembuatan mie. Tepung terigu diperoleh dari biji gandum (Triticum vulgare) yang digiling. Keistimewaan terigu diantara serealia lainnya adalah kemampuannya membentuk gluten pada adonan mie menyebabkan mie yang dihasilkan tidak mudah putus pada proses pencetakan dan pemasakan. Mutu terigu yang dikehendaki adalah terigu yang memiliki kadar air 14 %, kadar protein 8-12 %, kadar abu 0,25-0,60 % dan gluten basah 24-36 % (Astawan, 2008).

Tepung gandum merupakan produk serealia yang mengandung protein yang tinggi. Protein merupakan komponen yang tertinggi bila dibandingkan dengan komponen yang lain pada gandum. Gandum keras yang ditanam di musim dingin mengandung 14 % protein (Kent, 1975).

Bila ingin mendapatkan mutu mie yang lebih baik dapat menggunakan terigu jenis hard flour dengan kadar gluten yang lebih tinggi. Namun, harga mie yang dihasilkan akan menjadi lebih mahal (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

Berdasarkan kandungan protein (gluten), terdapat 3 jenis terigu yang ada dipasaran, yaitu sebagai berikut :

(29)

b. Terigu medium hard flour. Jenis tepung ini mrngandung protein 9,5-11 %. Tepung ini banyak digunkan untuk campuran pembuatan mie, roti dan kue. Contohnya adalah terigu cap segitiga biru.

c. Terigu soft flour. Jenis terigu ini mengandung protein 7-8,5 %. Jenis tepung ini hanya cocok untuk membuat kue. Contohnya adalah terigu cap kunci. Dalam pembuatan mie, diperlukan terigu kadar protein tinggi. Di pasaran jenis terigu yang berprotein tinggi adalah terigu cap cakra kembar (Suyanti, 2008).

Kadar protein yang semakin tinggi akan meningkatkan tekstur terutama elastisitas dan kerenyahan mie. Tepung gandum memiliki gluten yang bersifat elastis, sehingga saat dicetak dengan ketebalan dan tekanan pencetakan yang sama akan menghasilkan ketebalan yang lebih besar daripada mie instant dari tepung komposit. Dengan makin tebalnya mie, maka gaya maksimal yang diperlukan untuk mematahkan mie juga semakin tinggi (Akashi, et.al., 1999)

Makin tinggi substitusi tepung terigu oleh tepung non terigu, maka makin rendah elastisitas mie. Hal ini dikarenakan elastisitas mie masak dipengaruhi oleh gluten. Semakin sedikit terigu yang digunakan, maka semakin rendah gluten yang ada didalamnya yang berarti elastisitas mie lebih rendah. Gluten menentukan elastisitas dan stabilitas olahan dari tepung. Besarnya protein pembentuk gluten

menentukan sifat adonan dan produk yang dihasilkan (Munarso dan Haryanto, 2009).

(30)

gluten bermanfaat untuk mengikat dan membuat adonan menjadi elastis sehingga mudah dibent

Gluten adalah campuran amorf (bentuk tak beraturan) dari terkandung bersam darinya) beberapa ketiganya, gandumlah yang paling tinggi kandungan glutennya. Kandungan gluten dapat mencapai 80% dari total protein dalam tepung, dan terdiri dari protein karena bersifat kedap udara (Wikipedia.org, 2008).

Tepung Millet

Cara pembuatan tepung millet yaitu dengan memblender millet tersebut. Namun, ketika memblender, millet tidak akan bisa langsung halus. Oleh karena itu, pemblenderan millet harus dilakukan berulang-ulang. Pada saat pemblenderan ini, ada dua alternatif pilihan, yaitu:

(1) memblender semua bagian millet, termasuk kulitnya (2) memblender millet dan membuang kulitnya.

(31)

Air

Air berfungsi sebagai media reaksi antara gluten dengan karbohidrat (akan mengembang), melarutkan garam, dan membentuk sifat kenyal gluten. Air yang digunakan sebaiknya memiliki pH antara 6-9. makin tinggi pH air maka mie yang dihasilkan tidak mudah patah karena absorbsi air mengikat dengan meningkatnya pH. Selain pH, air yang digunakan harus air yang memenuhi persyaratan sebagai air minum, diantaranya tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasal (Astawan, 2008).

Adapun jumlah air yang ditambahkan ke dalam adonan berkisar 28-38 %. Jika air kurang dari 28 % adonan menjadi sulit dicetak. Sementara itu, penambahan air yang lebih dari 38 % akan menyebabkan adonan itu lengket (Suyanti, 2008).

Kepentingan air pada pembuatan mie adalah untuk media reaksi antara glutein dengan karbohidrat, larutan garam dan membentuk sifat kenyal dari glutein (Sunaryo, 1985).

Garam Dapur

Dalam pembutan mie, penambahan garam dapur untuk memberi rasa, memperkuat tekstur mie, meningkatkan fleksibilitas dan elastisitas mie, serta untuk mengikat air. Selain itu, garam dapur dapat menghambat aktivitas protease dan amilase sehingga pasta tidak bersifat lengket dan tidak mengembang secara berlebihan (Astawan, 2008). Penambahan garam pada pembuatan mie juga dapat menghambat pertumbuhan jamur/kapang (Suyanti, 2008).

(32)

pahit. Pemberian garam harus disesuaikan dengan jumlah bahan-bahan lain yang digunakan. Jumlah pemakian garam menurut US Wheat Associates 2-2,5 %. Jika kurang dari 2 % maka rasa akan hambar, sedangkan di atas 2,25 % akan menghambat aktivitas mikroba dalam ragi (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).

CMC (Carboxy Methyl Cellulose)

Carboxy Methyl Cellulose adalah turunan dari selulosa dan sering dipakai dalam industri makanan untuk mendapatkan tekstur yang baik. Fungsi CMC yang terpenting adalah sebagai pengental, stabilisator, pembentuk gel, sebagai pengemulsi dan dalam beberapa hal dapat meratakan penyebaran antibiotik (Winarno, 1997).

Emulsifier memiliki kemampuan untuk menyatukan dua jenis bahan yang tidak saling melarut karena molekulnya terdiri dari gugus hidrofilik dan lipofilik sekaligus. Gugus hidrofilik mampu berikatan dengan air atau bahan lain yang bersifat polar, sedangkan gugus lipofilik mampu berikatan dengan minyak atau bahan lain yang bersifat non polar (Suryani et al., 2002).

Karboksi metil selulosa memiliki sifat higroskopis, mudah larut dalam air, dan membentuk larutan koloid. Dalam pembuatan mie, CMC berfungsi sebagai pengembang. Bahan ini dapat mempengaruhi sifat adonan, memperbaiki ketahanan tehadap air, dan mempertahankan keempukkan selama penyimpanan (Astawan, 2008).

(33)

Jumlah bahan pengembang yang ditambahkan berkisar antara 0,5-1,0 % dari berat tepung terigu, tergantung dari jenis terigu. Penggunaan yang berlebihan akan menyebabkan tekstur mie terlalu keras dan daya rehidrasi mie menjadi berkurang (Astawan, 2008).

Untuk mendapatkan porositas, konsistensi, dan elastisitas yang tinggi pada mie, dapat ditambahkan bahan penunjang seperti monogliserida, lesitin, natrium karbonat dan sebagainya. Pada produk mie instan komersial sering digunakan pula kalium karbonat, natrium polifosfat, karboksimetil selulosa (CMC) dan kadang-kadang guar gum. CMC digunakan sebagai bahan pengganti gluten (gluten substitute). Hal ini didasarkan pada peranan penting senyawa tersebut dalam keberhasilan pengembangan roti dari tepung beras. Dalam teknologi roti beras ini, CMC digunakan sebanyak 3% (Munarso dan Haryanto, 2010).

Soda Abu (Natrium Karbonat dan Kalium Karbonat)

Di Cina, mie basah biasa dibuat dari terigu jenis lunak dan ditambahkan kansui. Yang dimaksud kansui adalah larutan alkali yang tersusun oleh garam natrium dan kalium karbonat. Larutan ini digunakan untuk menggantikan fungsi natrium klorida dalam formula. Garam karbonat ini membuat adonan bersifat alkali yang menghasilkan mie yang kuat dengan warna kuning yang cerah. Warna tersebut muncul akibat adanya pigmen flavonoid yang berwarna kuning pada keadaan alkali (Hoseney, 1994).

(34)

serta meningkatkan sifat kenyal. Bahan ini dapat diperoleh di toko-toko penjual bahan kimia (Astawan,2008).

Sunaryo (1985) menyatakan bahwa natrium karbonat dan garam fosfat telah sejak dahulu dipakai sebagai alkali utuk pembuatan mie. Komponen tersebut berfungsi untuk mempercepat pengikatan gluten, meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas (garam fosfat) dan meningkatkan kehalusan tekstur (pengaruh senyawa Na2CO3).

Terdapat beberapa jenis garam alkali yang biasa digunakan dalam pada pembuatan mie antara lain sebagai berikut :

1. Sodium karbonat (Na2CO3) atau dikenal dengan nama soda abu

2. Potasium karbonat (K2CO3) atau kalium karbonat

3. STPP (sodium tripolifosfat) 4. Kansui (air abu)

(Astawan, 2008).

Garam alkali yang ditambahkan pada pembuatan mie cukup dipilih satu jenis saja atau campuran dari 2 jenis. Jumlah maksimum garam alkali yang ditambahkan pada pembuatan mie adalah 1 % dari total pemakaian tepung terigu yang digunakan (Astawan, 2008).

Fungsi penambahan garam alkali ke dalam pembuatan mie adalah sebagai berikut :

(35)

d. Semakin besar garam alkali yang digunakan, mie semakin keras dan kenyal. Namun, penggunaan yang berlebihan akan menyebabkan bau yang tidak sedap pada mie yang dihasilkan

(Astawan, 2008).

Metode Pembuatan Mie Instan Pencampuran dan pengadukan

Tahap awal dalam pembuatan mie instant adalah pencampuran zat warna (umumnya tartrazine) dengan air, kemudian dimasukkan ke mesin pengadukan material yang di dalamnya telah terdapat tepung terigu. Campuran diaduk sampai menjadi adonan yang merata, lama proses ini kira-kira 15 menit. Adonan yang terbentuk diharapkan lunak, lembut, halus, dan kompak (Astawan, 2008).

Tujuan pengadukan adalah mencampur rata air dan bahan lainnya hingga membentuk adonan yang seragam atau homogen dan agak pera. Pengadukan juga bertujuan untuk mengembangkan gluten serta membentuk warna mie. Waktu pengadukan yang baik sekitar 15 menit. Jika pengadukan lebih dari 25 menit, akan menyebabkan adonan keras, rapuh, dan kering. Sementara itu, pengadukan kurang dari 15 menit akan menyebabkan adonan lengket dan tidak merata. Ciri adonan yang baik adalah agak pera, tidak menggumpal dan tidak kering, serta berwarna kekuningan merata (Suyanti, 2008).

(36)

Pembentukan Lembaran

Setelah adonan menjadi homogen, campuran tersebut dimasukkan ke dalam mesin pelempeng. Dalam mesin pelempeng, adonan akan dibentuk menjadi lempengan-lempengan, dimana pada proses ini serat-serat gluten akan menjadi halus (Astawan, 2008).

Adonan mie yang telah terbentuk dimasukkan ke dalam alat pembuat lembaran secara bertahap. Awalnya, lembaran yang terbentuk berupa lempengan tebal. Penggilingan dilakukan beberapa kali sampai diperoleh lembaran agak tebal yang kalis/merata. Penurunan ketebalan dilakukan secara bertahap. Hal ini disebabkan jumlah penipisan akan berpengaruh terhadap sifat mie yang dihasilkan. Lembaran mie yang terbentuk sebaiknya tidak sobek, permukaanya halus berwarna kekuningan, dan merata serta terjaga dari kotoran (Suyanti,2008).

Pencetakan Mie

Dari lembaran tipis terebut kemudian secara otomatis masuk ke dalam mesin penyisir lembaran tipis membentuk untaian tali seperti pita dengan selera konsumen (Ubaidillah, 1997).

Lembaran mie dimasukkan ke dalam alat pemotong mie dan alat diputar sampai lembaran mie terpotong habis. Potongan mie ditaburi dengan tepung tapioka dan siap untuk dimasak atau disimpan (Suyanti, 2008).

(37)

Pengukusan

Setelah melalui proses pencetakan dilakukan pemasakan mie dengan pemanasan. Pemanasan ini menyebabkan gelatinisasi dan koagulasi gluten. Menurut Astawan, (2008) gelatinisasi ini dapat menyebabkan :

- pati meleleh dan membentuk lapisan tipis (film) yang dapat mengurangi penyerapan minyak dan memberikan kelembutan mie.

- meningkatkan daya cerna pati dan mempengaruhi daya rehidrasi mie.

- terjadi perubahan pati beta menjadi alfa yang lebih mudah dimasak sehingga struktur alfa ini harus dipertahankan dalam mie kering dengan cara dehidrasi (pengeringan) sampai kadar air kurang dari 10 %.

Tahapan pengukusan dilakukan pada pembuatan mie kering maupun mie instan. Potongan mie dikukus agar kandungan airnya turun. Pemanasan tersebut menyebabkan gelatinisasi dan koagulasi gluten sehingga mie menjadi keras, kuat, dan kenyal serta tidak menyerap minyak terlalu banyak saat digoreng (Suyanti, 2009).

Penggorengan

Penggorengan dilakukan untuk pembuatan mie instan selama 100 detik dengan suhu 150oC. Tujuan penggorengan adalah untuk menurunkan kadar air mie sehingga mie menjadi kering dan padat. Suhu dan lama penggorengan diatur agar mie yang dihasilkan kering dan padat (Suyanti, 2008).

(38)

gizi, aroma yang mudah menguap dan memucatkan pigmen, perubahan struktur serta dapat menimbulkan bahan gosong pada kondisi pengeringan yang tidak terkendali (Buckle, et al., 1987).

Dengan penggorengan, mie menjadi matang sehingga penyajiannya hanya dengan menyeduh mie dengan air mendidih atau memasaknya dalam beberapa menit saja. Pada saat penggorengan mie digunakan minyak padat. Tujuannya agar permukaan mie menjadi tidak mengkilap seperti jika digoreng dengan minyak biasa. Selain itu, minyak dapat kembali menjadi padat pada suhu kamar (Suyanti, 2008).

Pendinginan

Mie yang telah dioven/dikeringkan dan digoreng, kemudian didinginkan. Tujuan pendinginan adalah untuk melepaskan sisa uap panas. Jika tidak didinginkan, sisa uap panas akan terkondensasi saat dikemas sehingga memberi peluang jamur untuk tumbuh (Suyanti, 2008).

Mie yang telah digoreng didinginkan dengan menggunakan kipas angin dalam mesin pendingin. Mesin ini bekerja dengan meniupkan angin ke arah mie panas. Proses pendinginan ini akan menyebabkan pengerasan minyak yang terserap dan menempel pada mie sehingga mie pun menjadi keras (Astawan, 2008).

Pengemasan

(39)

pemikat bagi pembeli. Dengan kemasan yang tepat, produk mie akan dapat dilindungi dari pengaruh lingkungan yang dapat mempercepat kerusakan dan mempersingkat umur simpannya (Suyanti, 2008).

(40)

BAHAN DAN METODA

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan, Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Waktu penelitian dilakukan dari bulan Januari hingga April 2010.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jewawut dan millet yang diperoleh dari Pasar Sambu, Medan. Tepung terigu cakra kembar, garam dapur, air abu, telur dan mentega yang diperoleh dari Pasar Helvetia, Medan. CMC dan air.

Reagensia

Reagensia yang digunakan adalah akuades, H2SO4 (pekat), K2SO4, CuSO4,

NaOH 40 %, indikator mengsel, NaOH 0,02 N, H2SO4 0,255 N, NaOH 0,313 N,

K2SO4 10 %, dan alkohol.

Alat

Adapun peralatan yang digunakan adalah oven, alat pencetak mi (ampia), cawan alumunium, cawan porselen, labu kjeldahl, muffle, penggorengan vakum, pendingin balik, kertas saring, hot plate, sealer, spatula dan pipet tetes.

Metode Penelitian

(41)

Faktor I : Perbandingan campuran tepung komposit (Jewawut : Millet : Gandum) T1 = 60 % : 0 % : 40 %

T2 = 45 % : 15 % : 40 %

T3 = 30 % : 30 % : 40 %

T4 = 15 % : 45 % : 40 %

T5 = 0 % : 60 % : 40 %

Faktor II : Konsentrasi CMC C1 = 0,00 %

C2 = 0,15 %

C3 = 0,30 %

C4 = 0,45 %

C5 = 0,60 %

Banyaknya kombinasi perlakuan (Tc) adalah 5 x 5 = 25, maka jumlah ulangan (n) adalah sebagai berikut :

Tc (n-1) ≥ 15 25(n-1) ≥ 15 25n – 25 ≥ 15 25n ≥ 40

n ≥ 1,6 ………….dibulatkan menjadi n = 2

Model Rancangan

Penelitian ini dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan model :

Ŷijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk

(42)

Ŷijk : Hasil Pengamatan dari faktor T pada taraf ke-i dan faktor C pada

taraf ke-j dengan ulangan ke-k µ : Efek nilai tengah

αi : Efek faktor T pada taraf ke-i

βj : Efek faktor C pada taraf ke-j

(αβ)ij : Efek interaksi faktor T pada taraf ke-i dan faktor C pada taraf

ke- j

εijk : Efek galat dari faktor T pada taraf ke-i dan faktor C pada

taraf ke-j dengan ulangan ke-k

Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata dan sangat nyata maka dilanjutkan dengan uji LSR (Least Significant Range).

PELAKSANAAN PENELITIAN a. Pembuatan tepung millet

Dipilih biji millet yang baik dan dilakukan sortasi kemudian dicuci dan ditiriskan. Biji direndam selama 1 jam dan dikecambahkan selama 1 hari sampai pertumbuhan kecambah mencapai 1 – 1,5 cm. Dikeringkan dengan oven pada suhu 55oC selama 48 jam. Dibuang kulitnya dan dihaluskan biji dengan blender hingga halus, disaring dengan ayakan ukuran 80 mesh. Dikemas dalam plastik dan di-sealer.

b. Pembuatan tepung jewawut

(43)

hingga halus, disaring dengan ayakan ukuran 80 mesh. Dikemas dalam plastik dan di-sealer.

c. Pembuatan mie instan

Dicampur tepung jewawut, tepung millet dan tepung gandum dengan formulasi 60%:0%:40%, 45%:15%:40%, 30%:30%:40%, 15%:45%:40%, 0%:60%:40% dengan perlakuan total 100 gr. Ditambahkan bahan tambahan berupa air 40 %, garam 2%, telur 5%, air abu 0,2%, MSG 0,1% dan CMC sesuai taraf perlakuan. Dilakukan pengadukan sekitar 15 menit sampai terbentuk adonan yang kalis. Adonan dibentuk bulat dan dipipihkan, selanjutnya dimasukkan dalam rol pelempengan, lembaran adonan yang terbentuk didiamkan selama 15-30 menit. Lembaran adonan dimasukkan ke dalam alat pencetak mie. Kemudian dikukus pada suhu 100oC selama 20 menit. Mie digoreng dengan penggorengan vakum selama 2 menit dengan suhu 150oC, didinginkan dan dikemas dalam plastik.

Pengamatan dan Pengukuran Data

Pengamatan dan pengukuran data dilakukan dengan cara analisis terhadap parameter :

(44)

Penentuan Kadar Air (AOAC, 1984)

Analisa kadar air ditentukan dengan menggunakan oven. Mie ditimbang sebanyak 5 gr dalam alumunium foil yang telah diketahui beratnya. Kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105oC selama 4 jam lalu didinginkan dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang. Selanjutnya dipanaskan kembali dalam oven selama 30 menit lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Perlakuan ini diulang sampai tercapai berat yang konstan (selisih penimbangan berturut-turut kurang dari 0,2 mg).

Pengurangan berat merupakan banyaknya air yang diuapkan dari bahan dengan perhitungan :

Berat awal – berat akhir Berat awal

Kadar Abu (Sudarmadji, et al., 1989)

Penentuan kadar abu dilakukan dengan menggunakan muffle. Mie ditimbang sebanyak 5 gr kemudian dikeringkan dalam oven terlebih dahulu selama 5 jam dengan suhu 105oC lalu didinginkan dalam desikator selama 15 menit. Kemudian mie yang sudah kering dimasukkan ke dalam muffle dengan suhu 300oC selama 1 jam dan dinaikkan suhu menjadi 500oC selama 3 jam lalu didinginkan dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang berat nya. Kadar abu dihitung dengan rumus :

Berat setelah dikeringkan Berat sebelum dikeringkan

x 100 %

x 100 % % Kadar Abu =

(45)

Kadar Protein (Sudarmadji, et al., 1989)

Penentuan kadar protein dilakukan dengan metode kjeldahl. Diambil mie sebanyak 0,2 gr dan dimasukkan ke dalam tabung kjeldahl lalu ditambah katalisator campuran K2SO4 : CuSO4 (1:1) sebanyak 2 gr dan ditambah H2SO4

pekat sebanyak 3 ml. Didestruksi sampai berwarna hijau jernih dan didinginkan. Setelah dingin, ditambahkan 10 ml akuades, dan dipindahkan ke dalam erlenmeyer 500 ml. Ditambahan 10 ml NaOH 40 % atau lebih sampai terbentuk warna hitam dan segera didestilasi sampai hasil destilasi (tampungan) sebanyak 125 ml. Hasil sulingan ditampung dalam erlenmeyer yang berisi 25 ml H2SO4

0,02 N dengan penambahan 3 tetes indikator mengsel. Hasil sulingan dititrasi dengan larutan NaOH 0,02 N sampai terjadi perubahan warna. Dilakukan perlakuan yang sama untuk blanko (tanpa bahan). Kadar protein dihitung dengan rumus :

(b - c) x N NaOH x 0,014 x fk x 100% Berat contoh

Dimana : fk : Faktor konversi biji-bijian = 6,25 b : Titrasi blanko (ml)

c : Titrasi contoh (ml)

N : Normalitas NaOH yang digunakan

Kadar Serat (Sudarmadji, et al., 1989)

Ditimbang mie yang telah halus sebanyak 2 gr, dipindahkan ke dalam erlenmeyer 500 ml, ditambahkan 200 ml larutan H2SO4 0,255 N dan ditutup

(46)

dalam erlenmeyer dicuci dengan akuades mendidih. Dicuci residu dalam kertas saring sampai air cucian tidak bersifat asam lagi (uji dengan kertas lakmus). Dipindahkan secara kuantitatif residu dan kertas saring ke dalam erlenmeyer kembali dengan spatula, dan sisanya dicuci dengan larutan NaOH 0,313 N mendidih sebanyak 200 ml sampai semua residu masuk ke dalam erlenmeyer. Dididihkan dengan pendingin balik sambil kadang kala digoyang-goyangkan selama 30 menit. Disaring melalui kertas saring yang telah diketahui beratnya, sambil dicuci dengan larutan K2SO4 10 %, cuci lagi residu dengan akuades

mendidih dan kemudian dengan lebih kurang 15 ml alkohol. Dikeringkan kertas saring beserta isinya pada suhu 110oC sampai beratnya konstan (1 – 2 jam), didinginkan dalam desikator dan timbang dengan mengurangkan berat kertas saring yang digunakan..

Kadar serat kasar dapat dihitung dengan rumus : Berat residu = Berat serat kasar

Penentuan Daya Patah

Daya patah ditentukan dengan menggunakan alat hardness texture. Ujung alat ditekan ke bawah sampai mengenai sample hingga sample terbelah/patah. Penekanan dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan, kemudian hasilnya dirata-ratakan dan daya patah dinyatakan dalam satuan per kilogram dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

x Berat beban

(47)

Organoleptik Rasa (Soekarto, 1985)

Uji organoleptik digunakan dengan menggunakan panelis sebanyak 10 orang. Pengujian dilakukan secara inderawi (organoleptik) yang ditentukan berdasarkan skala numerik dengan prosedur sebagai berikut : mie instan sebanyak 50 gr direbus dalam air mendidih selama 5 menit, kemudian ditiriskan. Setelah itu ditambahkan minyak makan sebanyak 1 ml, bumbu kari ayam bubuk 1,5%, garam dapur 1%. Ketentuan untuk skala rasa adalah sebagai berikut :

Tabel 5. Skala Uji Hedonik (Rasa) :

Skala Hedonik Skala Numerik

Sangat suka 4

Suka 3

Agak Suka 2

Tidak Suka 1

Organoleptik Tekstur (Soekarto, 1985)

Uji organoleptik digunakan dengan menggunakan panelis sebanyak 10 orang. Pengujian dilakukan secara inderawi (organoleptik) yang ditentukan berdasarkan skala numerik. Untuk skala tekstur adalah sebagai berikut :

Tabel 6. Skala Uji Hedonik (Tekstur)

Skala Hedonik Skala Numerik

Sangat kenyal 4

Kenyal 3

Agak Kenyal 2

(48)

Gambar 1. Skema Pembuatan Tepung Millet Biji Millet

Pencucian

Penyortasian

Pengecambahan biji, selam 1 hari

Pembuangan kulit biji millet

Penghalusan

Pengayakan 80 mesh

Tepung Millet

(49)

Gambar 2. Skema Pembuatan Tepung Jewawut Pencucian

Penyortasian

Pengecambahan biji selama 2 hari

Pembuangan kulit biji jewawut

Penghalusan

Pengayakan 80 mesh

Tepung Jewawut

(50)

Gambar 3. Skema Pembuatan Mie Instan

Penggorengan vakum suhu 150oC selama 100 detik

Pengemasan

Pengukusan (100oC, 20 menit)

Pendinginan

(51)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perlakuan Pendahuluan

Dari hasil pengamatan dan analisa proksimat tepung millet dan jewaut yang tergerminasi terhadap kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar serat kasar dapat dilihat pada Tabel 7 :

Tabel 7. Data pengamatan analisa proksimat tepung millet dan jewawut yang tergerminasi

Perlakuan Kadar Air Kadar Abu Kadar Protein Kadar Serat

(%) (%) (%) (%)

Tepung Millet 3,887 0,826 11,838 0,064

Tepung Jewawut 4,236 0,935 10,390 0,085

Penelitian

Hasil penelitian menunjukkan bawa perbandingan tepung jewawut dengan tepung millet dan konsentrasi CMC memberi pengaruh terhadap parameter yang diamati. Pengaruh perbandingan perbandingan tepung jewawut dengan tepung millet dan konsentrasi CMC terhadap parameter yang diamati dapat dijelaskan di berikut ini.

Pengaruh perbandingan tepung jewawut dengan tepung millet terhadap parameter yang diamati

(52)

Tabel 8. Pengaruh perbandingan tepung jewawut dengan tepung millet terhadap parameter yang diamati

Perbandingan Kadar Kadar Kadar Kadar Daya Rasa Tekstur

Tepung Air Abu Protein Serat Patah

(%) (%) (%) (%) (%) (/kg) (Numerik)

T1 = 60:0 7,048 1,413 14,866 1,084 1,166 2,180 2,630 T2 = 45:15 7,005 1,375 16,211 1,007 1,848 2,200 2,660 T3 = 30:30 6,845 1,431 18,935 1,027 1,993 2,240 2,710 T4 = 15:45 6,799 1,245 16,932 0,964 1,914 2,360 2,590 T5 = 0:60 6,600 1,197 15,680 0,935 1,263 2,330 2,510

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa perbandingan tepung jewawut dengan tepung millet memberikan pengaruh terhadap parameter yang diuji. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan T1 yaitu sebesar 7,048% dan terendah pada

perlakuan T5 yaitu sebesar 6,600%. Kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan

T3 yaitu sebesar 1,431% dan terendah terdapat pada perlakuan T5 yaitu sebesar

1,197%. Kadar protein tertinggi terdapat pada perlakuan T3 yaitu sebesar 18,935%

dan terendah terdapat pada perlakuan T1 yaitu sebesar 14,866%. Kadar serat

tertinggi terdapat pada perlakuan T1 yaitu sebesar 1,084% dan terendah terdapat

pada perlakuan T5 yaitu sebesar 0,935%. Daya patah tertinggi terdapat pada

perlakuan T3 yaitu sebesar 1,993/kg dan terendah terdapat pada perlakuan T5 yaitu

sebesar 1,166/kg. Nilai organoleptik rasa yang tertinggi terdapat pada perlakuan T4 yaitu sebesar 2,360 dan terendah terdapat pada perlakuan T1 yaitu sebesar

2,180. Nilai organoleptik tekstur yang tertinggi terdapat pada perlakuan T3 yaitu

sebesar 2,710 dan terendah terdapat pada perlakuan T5 yaitu sebesar 2,510.

Pengaruh konsentrasi CMC terhadap parameter yang diamati

(53)

Tabel 9. Pengaruh konsentrasi CMC terhadap parameter yang diamati

Konsentrasi Kadar Kadar Kadar Kadar Daya Rasa Tekstur

CMC Air Abu Protein Serat Patah

(%) (%) (%) (%) (%) (/kg) (Numerik)

C1 = 0,00 7,099 1,268 15,929 0,978 1,406 2,210 2,450 C2 = 0,15 6,995 1,307 16,113 0,992 1,513 2,260 2,560 C3 = 0,30 6,899 1,336 16,571 0,998 1,604 2,280 2,650 C4 = 0,45 6,725 1,318 16,867 1,005 1,774 2,300 2,690 C5 = 0,60 6,578 1,432 17,144 1,045 1,887 2,260 2,750

Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa konsentrasi CMC memberikan pengaruh terhadap parameter yang diuji. Kadar air yang tertinggi terdapat pada perlakuan C1 yaitu sebesar 7,099% dan terendah terdapat pada perlakuan C5 yaitu sebesar

6,578%. Kadar abu yang tertinggi terdapat pada perlakuan C5 yaitu sebesar

1,432% dan terendah terdapat pada perlakuan C1 yaitu sebesar 1,268%. Kadar

protein tertinggi terdapat pada perlakuan C5 yaitu sebesar 17,144% dan terendah

terdapat pada perlakuan C1 yaitu sebesar 15,929%. Kadar serat tertinggi terdapat

pada perlakuan yaitu sebesar 1,045% dan terendah terdapat pada perlakuan C1

yaitu sebesar 0,978%. Daya patah tertinggi terdapat pada perlakuan C5 yaitu

sebesar 1,887/kg dan terendah terdapat pada perlakuan C1 yaitu sebesar 1,406/kg.

Nilai organoleptik rasa tertinggi terdapat pada perlakuan C4 yaitu sebesar 2,300

dan terendah terdapat pada perlakuan C1 yaitu sebesar 2,210. Nilai organoleptik

tekstur tertinggi terdapat pada perlakuan C5 yaitu sebesar 2,750 dan terendah

(54)

Kadar Air

Pengaruh perbandingan tepung jewawut dengan tepung millet terhadap kadar air mie instan

Dari hasil analisis sidik ragam pada (Lampiran 1) dapat dilihat bahwa perbandingan tepung jewawut dengan tepung millet memberi pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air mie instan yang dihasilkan.

Hasil pengujian LSR pengaruh perbandingan tepung jewawut dengan tepung millet terhadap kadar air tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung jewawut dengan

tepung millet terhadap kadar air (%)

Jarak LSR Perbandingan Rataan Notasi

0,05 0,01 Tepung (%) 0,05 0,01

- - - T1 = 60: 0:40 7,048 a A

2 0,096 0,130 T2 = 45:15:40 7,005 a AB

3 0,101 0,136 T3 = 30:30:40 6,845 b BC

4 0,104 0,139 T4 = 15:45:40 6,799 b C

5 0,106 0,142 T5 = 0:60:40 6,600 c D

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) pada tabel yang sama

Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa perlakuan T1 berbeda tidak nyata

terhadap T2, berbeda sangat nyata terhadap T3,T4, dan T5. Perlakuan T2 berbeda

nyata terhadap T3, berbeda sangat nyata terhadap T4 dan T5. Perlakuan T3 berbeda

tidak nyata terhadap T4 dan berbeda sangat nyata terhadapT5. Perlakuan T4

berbeda sangat nyata dengan T5. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan T1

sebesar 7,048% dan terendah terdapat pada perlakuan T5 sebesar 6,600 %. Kadar

(55)

7,048

Perbandingan tepung jewawut : tepung millet

mengikat air. Berdasarkan hasil proksimat, tepung jewawut memiliki kadar serat 0,085% dan tepung millet sebesar 0,064%. Sedangkan yang belum digerminasi, jewawut memiliki kadar serat sebesar 1,4% dan millet sebesar 0,9% (Widyaningsih dan Mutholib, 1999). Semakin tinggi kadar serat maka semakin banyak kadar air yang terikat, karena serat dapat mengikat air melalui gugus hidroksilnya sehingga lebih banyak air yang terperangkap dalam jaringan. Menurut SNI, (2000) kadar air maksimum untuk mie instan dengan metode penggorengan yaitu maksimum sebesar 10%.

Hubungan antara perbandingan tepung jewawut dengan tepung millet terhadap kadar air dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Histogram hubungan perbandingan tepung jewawut dengan tepung millet terhadap kadar air (%)

Pengaruh konsentrasi CMC terhadap kadar air mie instan

Dari hasil analisis sidik ragam pada (Lampiran 1) dapat dilihat bahwa konsentrasi CMC memberi pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air mie instan yang dihasilkan. Hasil pengujian LSR pengaruh konsentrasi CMC terhadap kadar air tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 9.

T1 T2 T3 T4 T5

(56)

Tabel 9. Uji LSR efek utama konsentrasi CMC terhadap kadar air (%)

Jarak LSR Konsentrasi Rataan Notasi

0,05 0,01 CMC (%) 0,05 0,01

- - - C1 = 0,00% 7,099 a A

2 0,10 0,13 C2 = 0,15% 6,995 a A

3 0,10 0,14 C3 = 0,30% 6,899 b B

4 0,10 0,14 C4 = 0,45% 6,725 b B

5 0,11 0,14 C5 = 0,60% 6,578 c B

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) pada tabel yang sama

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa perlakuan C1 berbeda tidak nyata

terhadap C2, berbeda sangat nyata C3, C4, dan C5. Perlakuan C2 berbeda sangat

nyata terhadap C3, C4 dan C5. Perlakuan C3 berbeda tidak nyata terhadap C4,

berbeda nyata terhadap C5. Perlakuan C4 berbeda nyata terhadap C5. Kadar air

tertinggi terdapat pada perlakuan C1 sebesar 7,099% dan terendah terdapat pada

perlakuan C5 sebesar 6,578%. CMC selain digunakan sebagai pengembang

(pengganti gluten) juga digunakan sebagai emulsifier, yang terdiri dari gugus hidrofilik dan lipofilik, dimana gugus hidrofilik mampu berikatan dengan air atau bahan lain yang bersifat polar, sedangkan gugus lipofilik mampu berikatan dengan minyak atau bahan lain yang bersifat non polar (Surayani et al., 2002), sehingga pada saat pengeringan, komponen-komponen yang terdapat didalam bahan seperti protein, lemak dan air akan terikat oleh gugus-gugus molekul tersebut dan salah satu sifat dari CMC adalah memperbaiki ketahanan terhadap air, sehingga semakin tinggi CMC yang ditambahkan kadar airnya akan semakin menurun.

(57)

6,578

Gambar 5. Grafik hubungan konsentrasi CMC terhadap kadar air mie instan

Pengaruh interaksi perbandingan tepung jewawut dengan tepung millet dan konsentrasi CMC terhadap kadar air mie instan

Dari daftar analisa sidik ragam (Lampiran 1) dapat dilihat bahwa interaksi perbandingan tepung jewawut dengan tepung millet dan konsentrasi CMC memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar air mie instan yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Kadar Abu

Pengaruh perbandingan tepung jewawut dengan tepung millet terhadap kadar abu mie instan

(58)

Tabel 10. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung jewawut dengan tepung millet terhadap kadar abu (%)

Jarak LSR Perbandingan Rataan

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) pada tabel yang sama

Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa perlakuan T1 berbeda tidak nyata

terhadap T2 dan T3, berbeda sangat nyata terhadap T4 dan T5. Perlakuan T2

berbeda tidak nyata terhadap T3, berbeda sangat nyata terhadap T4 dan T5.

Perlakuan T3 berbeda nyata terhadap T4 dan berbeda sangat nyata terhadap T5.

Perlakuan T4 berbeda tidak nyata terhadap T5. Kadar abu tertinggi terdapat pada

perlakuan T3 sebesar 1,431% dan kadar abu terendah terdapat pada perlakuan T5

sebesar 1,197%.

Hubungan pengaruh perbandingan tepung millet dengan tepung jewawut terhadap kadar abu dapat dilihat pada Gambar 6. Pada perlakuan T3, perbandingan

tepung jewawut dan tepung millet dengan proporsi yang sama menunjukkan bahwa total mineral relatif lebih banyak dibandingkan perlakuan yang lain. Perlakuan T5 memiliki kadar abu terendah dikarenakan kandungan mineral pada

millet lebih rendah dibandingkan jewawut. Karena jewawut memiliki kandungan mineral yang lebih tinggi dibandingkan millet. Widyaningsih dan Mutholib, (1999) menyatakan bahwa jewawut memiliki kandungan mineral kalsium 37 mg/100 gr bahan dan Fe 6,2 mg/100 gr bahan sedangkan millet memiliki kandungan kalsium sebesar 13 mg/100 gr bahan dan Fe 2,1 mg/100 gr. Kedua

(59)

Hubungan perbandingan tepung jewawut dengan tepung millet terhadap kadar abu dapat dilihat pada Gambar 6.

1,413

Gambar 6. Histogram hubungan perbandingan tepung jewawut dengan tepung millet terhadap kadar abu (%)

Pengaruh konsentrasi CMC terhadap kadar abu mie instan

Dari daftar analisa sidik ragam (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa konsentrasi CMC memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar abu mie instan yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Pengaruh interaksi perbandingan tepung jewawut dengan tepung millet dan konsentrasi CMC terhadap kadar abu mie instan

Dari daftar analisa sidik ragam (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa interaksi perbandingan tepung jewawut dengan tepung millet dan konsentrasi CMC memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar abu mie instan yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

T1 T2 T3 T4 T5

(60)

Kadar Protein

Pengaruh perbandingan tepung jewawut dengan tepung millet terhadap kadar protein mie instan

Dari daftar analisa sidik ragam (Lampiran 3) diketahui bahwa perbandingan tepung jewawut dengan tepung millet memberi pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein mie instan yang dihasilkan. Hasil pengujian LSR pengaruh perbandingan tepung jewawut dengan tepung millet terhadap kadar protein tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung jewawut dengan

tepung millet terhadap kadar protein (%)

Jarak LSR Perbandingan Rataan Notasi

0,05 0,01 Tepung (%) 0,05 0,01

- T1 = 60: 0:40 14,866 e E

2 0,229 0,309 T2 = 45:15:40 16,211 c C

3 0,240 0,324 T3 = 30:30:40 18,935 a A

4 0,247 0,331 T4 = 15:45:40 16,932 b B

5 0,252 0,338 T5 = 0:60:40 15,680 d D

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) pada tabel yang sama

Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa perlakuan T1 berbeda sangat nyata

dengan T2, T3,T4 dan T5. Perlakuan T2 berbeda sangat nyata dengan T3, T4 dan T5.

Perlakuan T3 berbeda sangat nyata dengan T4 dan T5. Perlakuan T4 berbeda sangat

nyata dengan T5. Kadar protein tertinggi terdapat pada perlakuan T3 sebesar

18.935% dan terendah terdapat pada perlakuan T1 sebesar 14.866%.

Hubungan perbandingan tepung jewawut dengan tepung millet terhadap kadar protein dapat dilihat pada Gambar 7. Kadar protein tertinggi terdapat pada perlakuan T3, karena pada perlakuan ini terjadi gabungan antara protein pada

(61)

yang relatif tinggi dibanding yang lain. Selain itu, adanya gluten dari jewawut/millet dan terigu memberikan bentuk ikatan yang semakin kuat, sehingga kadar protein pada perlakuan T3 relatif tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan

yang terkandung di dalam beberapa jenis serealia, terutama gandum, jewawut/millet, rye, dan sedikit dalam oats.

Hubungan perbandingan tepung jewawut dengan tepung millet terhadap kadar protein dapat dilihat pada Gambar 7.

14,866

Perbandingan tepung jewawut : tepung millet

Gambar 7. Histogram hubungan perbandingan tepung jewawut dengan tepung millet terhadap kadar protein (%)

Pengaruh konsentrasi CMC terhadap kadar protein mie instan

Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 3) dapat dilihat bahwa konsentrasi CMC memberi pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein mie instan yang dihasilkan. Hasil pengujian LSR pengaruh konsentrasi CMC terhadap kadar protein tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 12.

T1 T2 T3 T4 T5

(62)

Tabel 12. Uji LSR efek utama konsentrasi CMC terhadap kadar protein (%)

Jarak LSR Konsentrasi Rataan Notasi

0,05 0,01 CMC (%) 0,05 0,01

- C1 = 0.00% 15,929 e D

2 0,229 0,309 C2 = 0.15% 16,113 d C

3 0,240 0,324 C3 = 0.30% 16,571 c B

4 0,247 0,331 C4 = 0.45% 16,867 b AB

5 0,252 0,338 C5 = 0.60% 17,144 a A

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) pada tabel yang sama

Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa perlakuan C1 berbeda sangat nyata

terhadap C2, C3, C4 dan C5. Perlakuan C2 berbeda sangat nyata terhadap C3, C4

dan C5. Perlakuan C3 berbeda nyata terhadap C4 dan berbeda sangat nyata dengan

C5. Perlakuan C4 berbeda nyata terhadap C5. Kadar protein tertinggi terdapat pada

perlakuan C5 (konsentrasi CMC 0.6%) sebesar 17,144% dan terendah terdapat

pada perlakuan C1 (konsentrasi CMC 0%) sebesar 15,929%.

Hubungan konsentrasi CMC terhadap kadar protein dapat dilihat pada Gambar 8. Kadar protein semakin meningkat dengan semakin banyaknya konsentrasi CMC yang ditambahkan. Hal ini dikarenakan CMC mampu mengikat air sehingga molekul-molekul air terperangkap dalam struktur gel yang dibentuk oleh CMC (Fardiaz, 1986). Sehingga dapat meningkatkan kelarutan protein yang dapat membentuk ikatan hidrogen yang kuat sehingga kadar proteinnya dapat dipertahankan.

Gambar

Tabel 6. Skala Uji Hedonik (Tekstur)
Gambar 1. Skema Pembuatan Tepung Millet
Gambar 2. Skema Pembuatan Tepung Jewawut
Tabel 7. Data   pengamatan  analisa  proksimat  tepung  millet  dan jewawut  yang                 tergerminasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari daftar sidik ragam (Lampiran 8) dapat dilihat bahwa interaksi antara perbandingan tepung terigu dan tepung sukun dengan jenis penstabil memberikan pengaruh

Dari daftar analisa sidik ragam (Lampiran 5) dapat dilihat bahwa interaksi perbandingan berat kacang kedelai tergerminasi dengan biji nangka dan konsentrasi ragi memberikan

Interaksi perbandingan tepung tempe : tepung ikan dan konsentrasi CMC memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap kadar protein dan kadar kalsium dan berbeda tidak nyata terhadap

Dari daftar sidik ragam (Lampiran 14.) dapat dilihat bahwa pengaruh interaksi perbandingan pati pisang dan kentang termodifikasi HMT serta pati kentang alami

Berdasarkan daftar analisis sidik ragam (Lampiran 9) dapat dilihat bahwa interaksi perbandingan tepung jantung pisang, tepung kacang hijau, dengan tepung terigu dan

Pada daftar sidik ragam (Lampiran 10), menunjukkan bahwa interaksi antara perbandingan jamur tiram dengan brokoli dan perbandingan tepung terigu dengan tepung ubi jalar

Pada daftar sidik ragam (Lampiran 5), menunjukkan bahwa interaksi antara perbandingan bekatul beras, tepung kacang hijau, dan tepung ubi jalar kuning dan jumlah

Uji LSR efek utama pengaruh tepung komposit terhadap nilai hedonik aroma cake.. Daftar analisis ragam nilai hedonik rasa cake Daftar analisa sidik ragam nilai