PENINGKATAN GIZI MIE INSTAN DARI CAMPURAN
TEPUNG TERIGU dan TEPUNG UBI JALAR MELALUI
PENAMBAHAN TEPUNG TEMPE dan TEPUNG IKAN
SKRIPSI
OLEH :
AHMAD MUHAJIR
030305030/ TEKNOLOGI PERTANIAN
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENINGKATAN GIZI MIE INSTAN DARI CAMPURAN
TEPUNG TERIGU danTEPUNG UBI JALAR MELALUI
PENAMBAHAN TEPUNG TEMPE dan TEPUNG IKAN
SKRIPSI
OLEH :
AHMAD MUHAJIR
030305030/TEKNOLOGI PERTANIAN
Skripsi Merupakan Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
Medan
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Elisa Julianti, MSi Ir. Lasma Nora Limbong
Ketua Anggota
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
PENINGKATAN GIZI MIE INSTAN DARI CAMPURAN TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG UBI JALAR MELALUI PENAMBHAN TEPUNG TEMPE DAN TEPUNG IKAN
Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbandingan tepung terigu, tepung ubi jalar, tepung tempe tepung ikan dan konsentrasi CMC terhadap sifat fisikakimia dan organoleptik mie instan. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 2 faktor yaitu perbandingan tepung tempe : tepung ikan (T) : (25:15), (20:20), (15:25), (10:30) dan konsentrasi CMC (S) : (0%), (0,25%), (0,50%), (0,75%). Parameter yang dianalisa adalah kadar air, daya serap air, kehilangan padatan akibat pemasakan, kadar protein, kadar kalsium, uji organoleptik (warna, aroma, rasa, tekstur).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan tepung tempe: tepung ikan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar protein, kadar kalsium, organoleptik warna dan rasa dan berbeda nyata terhadap organoleptik aroma dan berbeda tidak nyata terhadap daya serap air, kehilangan padatan akibat pemasakan, dan organoleptik tekstur. Konsentrasi CMC memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap daya serap air, kehilangan padatan akibat pemasakan, kadar protein, kadar kalsium dan organoleptik tekstur dan berbeda tidak nyata terhadap organoleptik warna, aroma dan rasa. Interaksi perbandingan tepung tempe : tepung ikan dan konsentrasi CMC memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap kadar protein dan kadar kalsium dan berbeda tidak nyata terhadap daya serap air, kehilangan padatan akibat pemasakan, uji organoleptik (warna, aroma, rasa dan tekstur). Perbandingan tepung tempe : tepung ikan (15:25) dan konsentrasi CMC 0,50% menghasilkan mutu mie instan yang lebih baik lagi.
Kata Kunci : Mie Instan, tepung terigu, tepung ubi jalar, tepung tempe, tepung ikan
ABSTRACT
INCREASING INSTANT NOODLE QUALITY MIXTURED BY WHEAT AND SWEET POTATO FLOURS WITH ADDED TEMPEH FLOUR AND FISH MEAL
The aim of this research was to know the effect of composition of tempeh flour and fish meal and CMC concentration on physicochemical feature and organoleptic values of instant noodle. This research had been performed by using completely randomized design (CRD) with two factors i.e : composition tempeh flour : fish meal (T) : (25:15), (20:20), (15:25), (10:30) and CMC concentration (S) : (0%), (0,25%), (0,50%), (0,75%). Parameters analyzed were moisture content, water absortive power, weight loss on cooking, protein content, calcium content, organoleptic values (colour, aroma, taste and texture).
The result showed that composition of tempeh flour : fish meal had highly significant effect on protein content, calcium content, organoleptic value of colour and taste and had significant effect on organoleptic value of aroma and had no significant effect on moisture content, water absortive power, wheat loss on cooking and organoleptic value of texture. CMC concentration had highly significant effect on moisture content, water absortive power, weight loss on cooking, protein content, calcium content and organoleptic value of texture and had no significant effect on organoleptic value of colour, aroma and taste. The interaction of composition tempeh flour : fish meal and CMC concentration had significant effect on protein content and calcium content and had no significant effect on moisture content, water absortive power, weight loss on cooking and organoleptic values (colour, aroma, taste and texture). The composition tempeh flour : fish meal 15 : 25 and CMC concentration 0,50% gave the best and more acceptable quality of instant noodle.
RINGKASAN
AHMAD MUHAJIR
,
“Peningkatan Gizi Mie Instan Dari Campuran Tepung Terigu dan Tepung Ubi Jalar Melalui Penambahan Tepung Tempe danTepung Ikan’’ dibimbing oleh Dr. Ir. Elisa Julianti, MSi sebagai ketua dan
Ir. Lasma Nora Limbong sebagai anggota pembimbing.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formulasi mie instan dari
campuran tepung terigu, tepung ubi jalar, tepung tempe dan tepung ikan yang
terbaik dalam peningkatan nilai gizi.
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan 2
faktor, yaitu faktor 1 : Perbandingan tepung tempe : tepung ikan terdiri dari 4 taraf
yaitu T1= 25:15, T2=20:20, T3=15:25, T4=10:30 dan faktor 2 : Konsentrasi CMC
yang terdiri dari S1=0%, S2=0,25%, S3=0,50%, S4=0,75%.
Hasil analisa secara statistik memberikan kesimpulan sebagai berikut :
1. Kadar Air
Perbandingan tepung tempe : tepung ikan memberikan pengaruh yang
berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar air.
Konsentrasi CMC memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata
(P<0,01) terhadap kadar air. Kadar air yang tertinggi diperoleh pada perlakuan S4
(konsentrasi CMC 0,75%) sebesar 8,66 % dan terendah pada S1 (konsentrasi
CMC 0%) sebesar 7,06%.
Interaksi antara perbandingan tepung tempe : tepung ikan dan konsentrasi
CMC memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar
2. Daya Serap Air
Perbandingan tepung tempe : tepung ikan memberikan pengaruh yang
berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap daya serap air.
Konsentrasi CMC memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata
(P<0,01) terhadap daya serap air. Daya serap air yang tertinggi diperoleh pada
perlakuan S4 (konsentrasi CMC 0,75%) sebesar 85,72% dan terendah pada S1
(konsentrasi CMC 0%) sebesar 80,79%.
Interaksi antara perbandingan tepung tempe : tepung ikan dan konsentrasi
CMC memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap daya
serap air.
3. Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan
Perbandingan tepung tempe : tepung ikan memberikan pengaruh yang
berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kehilangan padatan akibat pemasakan.
Konsentrasi CMC memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata
(P<0,01) terhadap kehilangan padatan akibat pemasakan. Kehilangan padatan
akibat pemasakan yang tertinggi diperoleh pada perlakuan S1 (konsentrasi CMC
0%) sebesar 11,16 % dan terendah pada S4 (konsentrasi CMC 0,75%) sebesar
4,41%.
Interaksi antara perbandingan tepung tempe : tepung ikan dan konsentrasi
CMC memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap
4. Kadar Protein
Perbandingan tepung tempe : tepung ikan memberikan pengaruh yang
berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein. Kadar protein yang
tertinggi diperoleh pada perlakuan T4 (10:30) sebesar 33,24% dan terendah pada
perlakuan T1 (25:15) sebesar 29,60%.
Konsentrasi CMC memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata
(P<0,01) terhadap kadar protein. Kadar protein yang tertinggi diperoleh pada
perlakuan S4 (konsentrasi CMC 0,75%) sebesar 33,12 % dan terendah pada S1
(konsentrasi CMC 0%) sebesar 30,67%.
Interaksi antara perbandingan tepung tempe : tepung ikan dan konsentrasi
CMC memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar
protein. Kadar protein tertinggi diperoleh pada perlakuan T4S4 (perbandingan
tepung 10:30 dan konsentrasi CMC 0,75%) sebesar 35,24% dan terendah pada
perlakuan T1S1 (perbandingan tepung 25:15 dan konsentrasi CMC 0%) sebesar
28,46%.
5. Kadar Kalsium
Perbandingan tepung tempe : tepung ikan memberikan pengaruh yang
berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar kalsium. Kadar kalsium yang
tertinggi diperoleh pada perlakuan T4 (perbandingan tepung 10:30) sebesar 1,11
%/mg dan terendah pada perlakuan T1 (perbandingan tepung 25:15) sebesar 0.69
%/mg.
Konsentrasi CMC memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata
perlakuan S4 (konsentrasi 0,75%) sebesar 1,08 %/mg dan terendah pada S1
(konsentrasi CMC 0%) sebesar 0,69%/mg.
Interaksi antara perbandingan tepung tempe : tepung ikan dan konsentrasi
CMC memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar
kalsium. Kadar kalsium tertinggi diperoleh pada perlakuan T4S4 (perbandingan
tepung 10:30 dan konsentrasi CMC 0,75%) sebesar 1,46 %/mg dan terendah pada
perlakuan T1S1 (perbandingan tepung 25:15 dan konsentrasi CMC 0%) sebesar
0,50 %/mg.
6. Uji Organoleptik (Warna, Aroma, Rasa, Tekstur) (Numerik) Uji Organoleptik Warna (Numerik).
Perbandingan tempe : ikan memberikan pengaruh yang berbeda sangat
nyata (P<0,01) terhadap uji organoleptik warna. Uji organoleptik warna yang
tertinggi terdapat pada perlakuan T1 (perbandingan tepung 25:15) yaitu sebesar
2,31 dan yang terendah terdapat pada perlakuan T4 (perbandingan tepung 10:30)
yaitu sebesar 2,13.
Konsentrasi CMC memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata
(P>0,05) terhadap uji organoleptik warna.
Interaksi antara perbandingan tepung tempe : tepung ikan dan konsentrasi
CMC memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap uji
organoleptik warna.
Uji Organoleptik Aroma (Numerik)
Perbandingan tepung tempe : tepung ikan memberikan pengaruh yang
berbeda nyata (0,01<P<0,05) terhadap uji organoleptik aroma. Uji organoleptik
yaitu sebesar 2,29 dan yang terendah terdapat pada perlakuan T4 (perbandingan
tepung 10:30) yaitu sebesar 2,14.
Konsentrasi CMC memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata
(P>0,05) terhadap uji organoleptik aroma.
Interaksi antara perbandingan tepung tempe : tepung ikan dan konsentrasi
CMC memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap uji
organoleptik aroma.
Uji Organoleptik Rasa (Numerik)
Perbandingan tepung tempe : tepung ikan memberikan pengaruh yang
berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap uji organoleptik rasa. Uji organoleptik
rasa yang tertinggi terdapat pada perlakuan T1 (perbandingan tepung 25:15) yaitu
sebesar 2,38 dan yang terendah terdapat pada perlakuan T4 (perbandingan tepung
10:30) yaitu sebesar 2,11.
Konsentrasi CMC memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata
(P>0,05) terhadap uji organoleptik rasa.
Interaksi antara perbandingan tepung tempe : tepung ikan dan konsentrasi
CMC memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap uji
organoleptik rasa.
Uji Organoleptik Tekstur (Numerik)
Perbandingan tepung tempe : tepung ikan memberikan pengaruh yang
berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap uji organoleptik tekstur.
Konsentrasi CMC memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata
terdapat pada perlakuan S3 (konsentrasi CMC 0,50%) yaitu sebesar 2,65 dan yang
terendah terdapat pada perlakuan S1 (konsentrasi CMC 0%) yaitu sebesar 2,44.
Interaksi antara perbandingan tepung tempe : tepung ikan dan konsentrasi
CMC memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap uji
organoleptik tekstur.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.
Adapun Skripsi ini berjudul “Peningkatan Gizi Mie Instan Dari Tepung Terigu
dan Tepung Ubi Jalar Melalui Penambahan Tepung Tempe dan Tepung Ikan”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Elisa Julianti, MSi. selaku
ketua komisi pembimbing dan Ir. Lasma Nora Limbong selaku anggota komisi
pembimbing atas arahan dan bimbingan yang diberikan selama penyusunan
skripsi ini. Disamping itu penulis ucapkan terima kasih kepada yang tersayang
Buya Drs. H. Asnan Ritonga, MA dan Ibunda Hj. Zuriah Siregar , kak Lila, Bang
Zoel dan adikku Nurul, serta seluruh keluarga atas doa, didikan, motivasi, dan
perhatiannya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman
khususnya stambuk 2003 (Tina, Maya, Roby, Miskah,Watie, Resma, Leila,
Daman) atas bantuannya selama ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada
teman-teman asisten Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan (Wati, Bahwin,
Vero, Sofie, Teddy dan Vena) serta kawan-kawan dan para junior yang namanya
tidak sempat tertulis.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.
Medan, Mei 2007 Penulis
RIWAYAT HIDUP
AHMAD MUHAJIR dilahirkan di Malaysia pada tanggal 20 Oktober 1985 dari pasangan Drs. H. Asnan Ritonga, MA dan Hj. Zuriah Siregar, beragama
Islam.
Pada tahun 1997 penulis lulus dari SD Swasta Nurul Huda di Medan dan
pada tahun yang sama penulis memasuki MTS Swasta Al – Ulum di Medan. Pada
tahun 2000 penulis memasuki MAN 1 Medan dan lulus pada tahun 2003. Pada
tahun 2003 memasuki Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Departemen
Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur
SPMB.
Selama kuliah penulis pernah menjabat sebagai Sekretaris Umum
Agriculture Technological Moslem (ATM). Pada bulan Juli 2006 penulis
mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Sumber Sawit Makmur Laut
Tador, Asahan. Penulis juga pernah menjabat sebagai asisten di Labotarorium
DAFTAR ISI
Metoda Pembuatan Mie Pencampuran ... 19
Penyisiran (Slitting) ... 22
SKEMA PEMBUATAN MIE INSTAN ... 35
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe :Tepung Ikan Terhadap Parameter yang Diamati ... 36
Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Parameter yang Diamati ... 38
Kadar Air Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe : Tepung IkanTerhadap Kadar Air Mie Instan ... 39
Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Kadar Air Mie Instan ... 39
Pengaruh Interaksi Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan dengan Konsentrasi CMC terhadap Kadar Air Mie Instan... 41
Daya Serap Air Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan Terhadap Daya Serap Air Mie Instan ... 41
Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Daya Serap Air Mie Instan ... 41
Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan
Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan Terhadap
Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan Mie Instan ... 43 Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Kehilangan Padatan Akibat
Pemasakan Mie Instan ... 43 Pengaruh Interaksi Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan
dengan Konsentrasi CMC terhadap Kehilangan Padatan Akibat
Pemasakan Mie Instan ... 45 Kadar Protein
Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan Terhadap
Kadar Protein Mie Instan... 45 Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Kadar Protein Mie Instan ... 46 Pengaruh Interaksi Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan
dengan Konsentrasi CMC terhadap kadar protein Mie Instan48 Kadar Kalsium
Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan Terhadap
Kadar Kalsium Mie Instan... 50 Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Kadar Kalsium Mie Instan ... 51 Pengaruh Interaksi Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan
dengan Konsentrasi CMC terhadap Kadar Kalsium Mie Instan... 52 Uji Organoleptik
Uji Organoleptik Warna (Numerik)
Pengaruh Perbandingan Tempe : Tepung Ikan Terhadap Uji
Organoleptik Warna Mie Instan ... 54 Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Uji Organoleptik Warna
Mie Instan ... 56 Pengaruh Interaksi Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan
dengan Konsentrasi CMC terhadap Uji Organoleptik Warna
Mie Instan ... 56 Uji Organoleptik Aroma (Numerik)
Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan Terhadap
Uji Organoleptik Aroma Mie Instan... 56 Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Uji Organoleptik Aroma
Mie Instan ... 57 Pengaruh Interaksi Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan
Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Uji Organoleptik Tekstur Mie Instan ... 60
Pengaruh Interaksi Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan dengan Konsentrasi CMC terhadap Uji Organoleptik Tekstur
Mie Instan ... 61
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan... 62 Saran ... 62
DAFTAR TABEL
Hal
1. Komposisi Gizi Mie dan Bihun per 100 g bahan ... 7
2. Komposisi Tepung Terigu dalam 100 g bahan ... 9
3. Komposisi Nutrisi Ubi Jalar ... 13
4. Skala Uji Hedonik ... 34
5. Pengaruh Perbandingan Tempe : Tepung Ikan Terhadap Parameter yang Diamati ... 36
6. Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Parameter yang Diamati ... 38
7. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Kadar Air ... 40
8. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Daya Serap Air ... 41
9. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan ... 43
10. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe :
Tepung Ikan Terhadap Kadar Protein ... 45
11. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Kadar Protein ... 46
12. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan dan Konsentrasi CMC Terhadap Kadar Protein ... 49
13. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan Terhadap Kadar Kalsium ... 50
15. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe :
Tepung Ikan dan Konsentrasi CMC Terhadap Kadar Kalsium ... 53
16. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe :
Tepung Ikan Terhadap Uji Organoleptik Warna ... 55
17. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe :
Tepung Ikan Terhadap Uji Organoleptik Aroma ... 56
18. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe :
Tepung Ikan Terhadap Uji Organoleptik Rasa ... 58
19. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Uji
Organoleptik Tekstur ... 60
DAFTAR GAMBAR
Hal
1. Skema Pembuatan Mie Instan ... 35
2. Grafik Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Kadar Air ... 40
3. Grafik Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Daya Serap Air ... 42
4. Grafik Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Kehilangan
Padatan Akibat Pemasakan ... 44
5. Grafik Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe: Tepung Ikan Terhadap
Kadar Protein
... 46
6. Grafik Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Kadar Protein ... 47
7. Grafik Pengaruh interaksi Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan
dan Konsentrasi CMC Terhadap Kadar Protein ... 49
8. Grafik Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe: Tepung Ikan Terhadap
Kadar Kalsium ... 51
9. Grafik Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Kadar Kalsium ... 52
10. Grafik Interaksi Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan dan
Konsentrasi CMC Terhadap Kadar Kalsium ... 54
11. Grafik Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan Terhadap
Uji Organoleptik Warna ... 55
12. Grafik Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan Terhadap
Uji Organoleptik Aroma ... 57
13. Grafik Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan Terhadap
Uji Organoleptik Rasa ... 59
14. Grafik Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Uji Organoleptik
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lampiran Data Pengamatan Daya Serap Air ... 66
2. Lampiran Data Pengamatan Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan ... 67
3. Lampiran Data Pengamatan Kadar Air ... 68
4. Lampiran Data Pengamatan Kadar Protein ... 69
5. Lampiran Data Pengamatan Kadar Kalsium ... 70
6. Lampiran Data Pengamatan Uji Organoleptik Warna ... 71
7. Lampiran Data Pengamatan Uji Organoleptik Aroma ... 72
8. Lampiran Data Pengamatan Uji Organoleptik Rasa ... 73
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sasaran pembangunan pangan di Indonesia adalah terwujudnya ketahanan
pangan serta terjaminnya keamanan pangan yang dicirikan oleh terbebasnya
masyarakat dari jenis pangan yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan tidak
sesuai dengan keyakinan masyarakat. Salah satu program dalam mewujudkan
ketahanan pangan nasional adalah dengan diversifikasi pangan, yaitu dengan
pengembangan bahan pangan pokok pengganti beras seperti jagung, ubi jalar, ubi
kayu dan umbi-umbi lainnya.
Mie merupakan makanan yang sangat digemari mulai anak – anak sampai
orang dewasa. Alasannya karena rasanya yang enak, praktis dan mengenyangkan.
Di pasaran saat ini dikenal ada beberapa jenis mie, yaitu mie mentah (mie
pangsit), mie basah, mie kering dan mie instan. Mie kering dan mie instan
merupakan mie yang kering dengan kadar air yang rendah sehingga lebih awet
dibandingkan dengan mie mentah atau mie basah.
Masyarakat dewasa ini banyak yang mengkonsumsi mie sebagai bahan
pangan alternatif pengganti beras. Mie kini telah memasyarakat. Sifatnya yang
praktis dan rasanya yang enak merupakan daya tarik. Harganya yang relatif
murah, menyebabkan produk ini dapat dijangkau oleh berbagai lapisan
masyarakat. Selain mie harganya terjangkau, cara menyajikannya pun mudah.
Oleh karenanya, tak heran produk ini cepat populer.
penyebarannya. Hal ini disebabkan karena harganya yang murah, nilai kalorinya
yang cukup tinggi dan dapat diproduksi dalam berbagai bentuk yang menarik serta
daya tahannya yang cukup tinggi. Mie instan merupakan produk makanan yang
sangat banyak diproduksi di Indonesia.
Kepopuleran mie merupakan peluang bila akan mendirikan industri mie
baik skala kecil, manengah maupun besar. Masalah dalam industri mie saat ini
adalah bahan baku utamanya yaitu terigu yang hingga kini masih perlu diimpor.
Untuk mengurangi ketergantungan terhadap terigu dan menurunkan harga jualnya,
penggunaan terigu dapat dikurangi dengan penggunaan bahan – bahan lain.
Subtitusi terigu diharapkan dapat menjamin kesinambungan produksi mie dan
sekaligus memberdayakan potensi sumber daya lokal.
Mie instan siap dikonsumsi setelah direbus selama 3-5 menit, tidak seperti
mie tradisional yang harus direbus selama 10-15 menit untuk gelatinisasi pati.
Belakangan ini pasaran mie instan semakin luas. Dibandingkan mie basah dan mie
kering, mie instan memiliki berbagai keunggulan, terutama dari segi kemudahan
dan kepraktisan dalam penggunaannya.
Pemanfaatan umbi-umbian di Indonesia pada saat sekarang ini masih
tergolong rendah. Hal ini terlihat dari pengkonsumsian masyarakat luas terhadap
umbi-umbian itu sendiri dimana olahannya hanya dikonsumsi dalam bentuk
olahan sederhana saja seperti direbus, digoreng dan lain sebagainya. Dan untuk
skala industri biasanya umbi-umbian itu dapat dikembangkan lagi menjadi tepung
dan keripik. Padahal pemanfaatan umbi-umbian dapat dikembangkan lagi menjadi
Tempe merupakan sumber protein nabati yang mampu bersaing dengan
protein hewani dalam segi kualitas, kuantitas dan harga. Selain itu tempe kaya
akan asam amino lisin tetapi miskin metionin. Adapun terigu kaya akan asam
amino metionin tetapi miskin lisin. Oleh sebab itu, penggunaan tempe sebagai
sumber protein diharapkan dapat memperbaiki nilai gizi mie campuran tepung ubi
jalar – terigu tanpa peningkatan yang berarti.
Kandungan protein tepung ikan memang relatif lebih tinggi. Protein
hewani tersebut disusun oleh asam – asam amino esensial yang kompleks,
diantaranya asam amino lisin dan metionin. Disamping itu juga, mengandung
mineral kalsium dan phospor serta vitamin B kompleks, khususnya vitamin B12.
Mie instan dibuat dari tepung terigu dan bahan tambahan lainnya baik
untuk meningkatkan mutu gizinya. Bahan yang ditambahkan antara lain tepung
ikan dan tepung tempe (untuk meningkatkan kadar protein dan juga kadar
kalsium). Disamping meningkatkan nilai gizi dari mie instan juga
mengefisiensikan penggunaan tepung terigu.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formulasi mie instan dari
campuran tepung terigu, tepung ubi jalar, tepung tempe dan tepung ikan yang
terbaik dalam peningkatan nilai gizi.
Kegunaan Penelitian
- Sebagai sumber data dalam penyusunan skripsi di Departemen
Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
Medan
Hipotesa Penelitian
- Diduga ada pengaruh penambahan tepung tempe dan tepung ikan terhadap
nilai gizi mie instan dari tepung terigu dan tepung ubi jalar.
- Diduga ada pengaruh penambahan CMC (Carboxy Methyl Cellulose)
terhadap mutu mie instan.
- Diduga ada interaksi antara penambahan tepung tempe dan tepung ikan
dan penambahan CMC(Carboxy Methyl Cellulose) terhadap peningkatan
TINJAUAN PUSTAKA
Mie Instan
Dari segi kandungan airnya mie dapat dibedakan menjadi mie basah atau
segar dan mie kering. Mie basah digolongkan dalam produk “Intermediate
moisture food” (makanan semi basah), yaitu suatu makanan yang mempunyai
kadar air tidak terlalu tinggi dan juga tidak terlalu rendah antara 15-55% dengan
kisaran aw antara 0,65-0,85 (Robsons, 1976).
Mie instan adalah produk makanan kering yang dibuat dari tepung terigu
dengan atau tanpa bahan tambahan makanan lain yang diizinkan berbentuk khas
mie yang siap dihidangkan, dimasak atau diseduh dengan air mendidih paling
lama 5 menit (Ubaidillah, 2000).
Mie instan telah dikonsumsi sebagai makanan pokok pengganti, oleh
sebagian masyarakat dan merupakan jenis pangan yang sangat luas
penyebarannya (Haryadi, 1992). Hal ini disebabkan karena harganya relatif
murah, nilai kalori cukup tinggi dan dapat diproduksi dalam berbagai bentuk yang
menarik serta daya tahan yang cukup tinggi (Harper, et al, 1979).
Winarno, (1991) menyatakan mie instan (siap hidang) di Jepang disebut
sokukimen yaitu mie mentah yang telah mengalami pengukusan dan dikeringkan
sehingga menjadi mie instan goreng (instan fried noodles). Bahan baku
pembuatan mie instan adalah tepung terigu. Bahan tambahan yang biasa
digunakan dalam pembuatan mie instan adalah garam alkali yaitu Na2CO3 dan
Dalam Standart Nasional Indonesia (SNI) nomor 3551-1994, mie instan
didefenisikan sebagai produk makanan kering yang dibuat dari tepung terigu
dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lainnya yang diizinkan, berbentuk
khas mie dan siap dihidangkan setelah dimasak atau diseduh dengan air mendidih
paling lama 4 menit. Mie ini dibuat dengan penambahan beberapa proses setelah
diperoleh mie segar. Tahap-tahap tersebut yaitu pengukusan, pembentukan dan
pengeringan. Kadar air mie instan umumnya mencapai 5-8 % sehingga memiliki
daya simpan yang lama (Astawan, 2006).
Belakangan ini pasaran mie instan semakin luas. Dibandingkan mie basah
atau mie kering, mie instan memiliki berbagai keuntungan terutama dari segi
kemudahan dan kepraktisan dalam penggunaannya (Astawan, 2006).
Mie instan yang dijual di pasaran pada umumnya tidak ditempatkan secara
khusus di tempat penyimpanan sehingga akan mempengaruhi kualitas mie karena
kelembaban ruangan yang tinggi akan meningkatkan aktivitas air produk mie
kering instan jika bahan pengemasnya tidak kedap udara. Perubahan aktivitas air
akan memperbesar kekerasan mie kering instan tersebut. Aktivitas air dapat
dikontrol melalui pengaturan lingkungan tempat penyimpanan bahan
(James, 1990).
Untuk menghasilkan mie ubi jalar yang berkualitas tinggi yang diterima
oleh konsumen, perlu menggunakan pati ubi jalar yang berkualitas baik. Kualitas
pati tersebut tergantung pada kualitas ubi jalarnya, proses ekstraksi dan kondisi
pengolahan. Kualitas ubi jalar terkait dengan kandungan bahan padat (dry matter)
Dari hasil penelitian sebelumnya diperoleh pada pembuatan mie instan
dengan subtitusi tepung ubi jalar terhadap tepung terigu maka mutu mie instan
terbaik diperoleh pada tingkatan subtitusi ubi jalar 20% (Julianti, et al., 2005).
Komposisi Kimia Mie
Nilai gizi dari mie pada umumnya dapat dianggap cukup baik karena
selain karbohidrat terdapat sedikit protein yang disebut glutein. Mutu atau resep
yang digunakan oleh pabrik sangat banyak sehingga nilai gizinya pun sangat
bervariasi (Judoadmijojo, 1985).
Berdasarkan pengamatan terhadap beberapa mie instan yang beredar di
Indonesia, diketahui bahwa komposisi gizi dari 100 g mie (lengkap dengan
minyak bumbu, dan komponen lainnya) adalah 10-12 g protein, 17-20 g lemak,
57-60 g karbohidrat, ± 450 kkal energi, 3-7 gr mineral, ± 1800 SI vitamin A,
0,5-0,7 mg vitamin B1, ± 0,5 mg vitamin B6, ± 7,5 mg niasin dan ± 1,3 g vitamin
B12 (Astawan, 2006).
Tabel 1. Komposisi Gizi Mie dan Bihun per 100 gr Bahan
Zat Gizi Mie Basah (a) Mie Kering (a) Mie Instan (b)
Sumber : (a) Direktorat Gizi, Depkes (1992)
Berdasarkan sumbangan energi yang diberikan, maka sebungkus mie
sudah cukup untuk sarapan pagi, apalagi kalau dikombinasikan dengan bahan
makanan lainnya. Akan tetapi, sebungkus mie instan tidak cukup baik untuk
bahan makan siang karena setelah bekerja selama 6 jam, tubuh memerlukan
energi dalam jumlah yang lebih besar. Agar asupan gizi yang diperoleh dari
sebungkus mie lebih baik dalam penyajian sebaiknya ditambahkan bahan-bahan
lain untuk meningkatkan mutu gizinya. Bahan yang umum yang ditambahkan
seperti telur, ayam, bakso, udang, ikan dan tempe untuk meningkatkan kadar
protein serta sayuran (wortel, tomat, sawi, mentimun dan lain-lain) untuk
meningkatkan kadar vitamin, mineral dan serat (Astawan, 2006).
Bahan-bahan Pembuat Mie Instan dari Tepung Ubi Jalar Dengan Penambahan Tepung Tempe dan Tepung Ikan
Tepung Terigu
Tepung terigu merupakan bahan dasar pembuatan mie. Tepung terigu
diperoleh dari biji gandum (Triticum vulgare) yang digiling. Keistimewaan terigu
diantara serealia lainnya adalah kemampuannya membentuk glutein pada adonan
mie menyebabkan mie yang dihasilkan tidak mudah putus pada proses pencetakan
dan pemasakan. Mutu terigu yang dikehendaki adalah terigu yang memiliki kadar
air 14 %, kadar protein 8-12%, kadar abu 0,25-0,60% dan glutein basah 24-36%
(Astawan, 2006).
Tepung gandum merupakan produk serealia yang mengandung protein
yang tinggi. Protein merupakan komponen yang tertinggi bila dibandingkan
dengan komponen yang lain pada gandum. Gandum keras yang ditanam di musim
Komposisi tepung terigu dapat dilihat pada Tabel 2
Tabel 2 . Komposisi Tepung Terigu dalam 100 gr bahan
Komposisi Jumlah
Tepung gandum dapat digunakan atau diolah menjadi produk lain, yaitu
dengan memanfaatkan zat pati dan glutein yang ada dalam tepung gandum.
Glutein digunakan sebagai bahan tambahan untuk mempertinggi kandungan
protein dalam roti dalam pembuatan monosodium glutamat (MSG), sebagai bahan
penyedap dan untuk keperluan lainnya. Glutein mengandung 72% protein dan
14% hidrat jika dalam keadaan kering. Pati digunakan untuk memperbaiki tekstur
dan kekentalan serta rasa (palabilitas) makanan (Moehyi, 1992).
Bila ingin mendapatkan mutu mie yang lebih baik dapat menggunakan
terigu jenis hard flour dengan kadar gluten yang lebih tinggi. Namun, harga mie
yang dihasilkan akan menjadi lebih mahal (Widyaningsih dan Murtini, 2006).
Menurut Astawan (2006) berdasarkan kandungan glutein (protein), tepung
terigu yang beredar di pasaran dapat dibedakan atas 3 macam yaitu :
• Hard flour. Tepung ini berkualitas paling baik. Kandungan proteinnya
• Medium hard flour. Terigu jenis ini mengandung protein 9,5-11%.
Tepung ini banyak digunakan untuk pembuatan roti, mie dan
macam-macam kue, serta biscuit. Contohnya terigu dengan merk dagang Segitiga
Biru.
• Soft flour. Terigu ini mengandung protein sebesar 7-8,5%.
Penggunaannya cocok sebagai bahan pembuatan kue dan biscuit.
Contohnya terigu dengan merk dagang Kunci Biru.
Komposisi gandum bervariasi tergantung pada jenisnya. Sebagai contoh,
gandum Kanada yang keras banyak mengandung glutein (protein), sedang kadar
glutein pada gandum Inggris yang lunak sangat rendah. Istilah “keras” dan
“lunak” menuju pada sifat gandum saat digiling dan tidak boleh dikacaukan
dengan “kuat” dan “lemah” yang mengarah pada sifat tepung saat dipanggang.
Kekuatan tepung lebih tergantung pada mutu dari pada jumlah glutein. Tepung
yang kuat adalah tepung yang menghasilkan adonan yang sukar merenggang dan
mempunyai sifat dapat menahan gas dengan baik (Gaman dan Sherrington, 1994).
Fortifikasi tepung dengan menggunakan protein seperti protein kedele,
konsentrat protein ikan juga sering dilakukan terutama di Amerika Selatan.
Protein-protein ini dari segi gizi merupakan unsur yang dikehendaki dalam tepung
serealia, bukan hanya karena meningkatkan kandungan protein, tetapi juga karena
protein-protein ini menaikkan kadar asam-asam amino, terutama lisin dalam
tepung (Buckle, et al., 1987).
Dalam prakteknya, tepung terigu yang digunakan dalam pembuatan mie
terdiri dari campuran dua jenis terigu hard flour dan medium hard flour.
konsentrasi protein yang dikehendaki sehingga akan menghasilkan tekstur,
konsistensi dan rasa yang khas dari produk yang bersangkutan (Astawan, 2006).
Tepung Ubi jalar
Tanaman ubi jalar diduga berasal dari daerah tropis Amerika Tengah,
tetapi ada yang mengatakan dari Polinesia. Penyebaran tanaman ini banyak
dilakukan bangsa Portugis dan Spanyol pada abad ke-16, antara lain ke Fhilipina,
Indonesia, Malaysia dan Jepang. Sekarang tanaman tersebut tumbuh di sekitar
khatulistiwa hingga 40° LU dan 32°LS dan tumbuh pada ketinggian ± 2200 meter
di atas permukaan laut (Edmont and Ammerman, 1971).
Pengolahan ubi jalar dalam bentuk tepung berguna untuk memperpanjang
masa simpannya, memperluas penggunaannya untuk pembuatan berbagai jenis
makanan lain. Tepung ubi jalar diperoleh dari ubi jalar kering (gaplek ubi jalar)
yang digiling kemudian diayak (Syarief dan Irawati, 1988).
Ubi jalar memiliki prospek dan peluang yang cukup besar sebagai bahan
baku industri pangan. Perkembangan pemanfaatannya dapat ditingkatkan dengan
cara penerapan teknologi budidaya yang tepat dalam upaya peningkatan
produktivitas serta tersedianya jaminan pasar yang layak bagi hasil yang
diperoleh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tepung ubi jalar dapat digunakan
sebagai bahan campuran pada pembuatan berbagai produk antara lain kue-kue
kering, kue basah, mie, bihun dan roti tawar (Utomo dan Antarlina, 2002).
Penggunaan ubi jalar di Indonesia dewasa ini masih terbatas untuk bahan
pangan. Menurut Rukmana (1997), di luar negeri khususnya di negara-negara
dijadikan makanan tradisional yang publisitasnya setaraf dengan pizza atau
hamburger sehingga aneka makanan olahan dari ubi jalar banyak dijumpai di
toko-toko sampai restoran-restoran bertaraf internasional.
Varietas ubi jalar yang digunakan dalam penelitian ini adalah varietas
kalasan. Varietas ini memiliki warna kulit ubi coklat muda sedangkan warna
daging ubi berwarna orange muda (kuning), rasa ubi agak manis, tekstur sedang
dan agak berair.
Soenarjo, (1984) menyatakan bahwa nilai gizi ubi jalar secara kualitatif
selalu dipengaruhi oleh varietas, lokasi dan musim tanam. Pada musim kemarau
dari varietas yang sama akan menghasilkan tepung yang relatif lebih tinggi dari
pada musim penghujan, demikian juga ubi jalar yang berdaging merah muda
umumnya mempunyai kadar karoten yang lebih tinggi dari pada yang berwarna
putih.
Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) segar yang baru dipanen terdiri dari
14-16% bahan kering yang mana 75-90% adalah karbohidrat. Karbohidrat terutama
terdiri dari tepung 60-80%, gula 4-30% dan sedikit selulosa, hemiselulosa dan
pektin. Protein kasar 1,3-10%. Nilai energi 479 kj/100 g bahan, betakaroten 0-22
mg/100 g bahan, vitamin A 5580 IU, vitamin B2 0,32 mg, Fe 4 mg, dan protein
2,79 mg (Anonimous, 2000).
Tepung ubi jalar merupakan hancuran ubi jalar yang dihilangkan sebagian
kadar airnya. Tepung ubi jalar tersebut dapat dibuat secara langsung dari ubi jalar
yang dihancurkan dan kemudian dikeringkan, tetapi dapat pula dibuat dari gaplek
Komposisi nutrisi ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. komposisi nutrisi ubi jalar
Komponen Kadar
Tempe merupakan salah satu hasil fermentasi kedelai yang sudah cukup
terkenal di Indonesia sebagai makanan sehari-hari dan merupakan makanan
tradisional. Proses fermentasi kedelai menjadi tempe oleh kapang Rhizopus sp.
akan memperbaiki sifat fisik maupun komposisi kimia kedelai. Selain kandungan
gizinya yang baik, harganya yang murah dan kemudahan untuk mendapatkannya
menjadikan tempe merupakan bahan pangan yang penting bagi masyarakat
Indonesia (Susanto dan Saneto, 1994).
Tempe sering kali dianggap sebagai bahan makanan masyarakat golongan
manengah ke bawah sehingga masyarakat merasa gengsi memasukkan tempe
sebagai salah satu menu makanannya. Namun setelah diketahui manfaatnya secara
pasti bagi kesehatan, tempe mulai banyak dicari dan digemari masyarakat
Tempe merupakan sumber protein nabati yang mampu bersaing dengan
protein hewani dalam segi kualitas, kuantitas dan harga. Selain itu tempe kaya
akan asam amino lisin tetapi miskin metionin. Adapun terigu kaya akan asam
amino metionin tetapi miskin lisin. Oleh sebab itu, penggunaan tempe sebagai
sumber protein diharapkan dapat memperbaiki nilai gizi mie campuran tepung
singkong-terigu tanpa peningkatan harga yang cukup berarti (Astawan, 2006).
Cara pembuatan tepung tempe yang baik adalah tempe segar yang telah
dipotong-potong, diblansir (100°C, 10 menit), lalu dikeringkan dengan oven
(55°C, 24 jam). Setelah kering, digiling dan diayak dengan ayakan berukuran
30-40 mesh (Astawan, 2006).
Tepung tempe dapat dengan baik ditambahkan pada makanan lain tanpa
mengurangi atau mengubah cita rasa makanan yang ditambahkan. Selain itu
tepung tempe juga dapat digunakan sebagai sumber protein utama dalam makanan
tambahan anak sapihan yang siap untuk dimasak (Sarwono, 1987).
Tepung Ikan
Protein ikan menyediakan lebih kurang 2/3 dari kebutuhan protein hewani
yang diperlukan manusia. Kandungan protein ikan relatif lebih besar, yaitu
15-25 g/100 g daging ikan. Selain itu, protein ikan terdiri dari asam-asam amino
yang hampir semuanya diperlukan oleh tubuh manusia. Protein ikan banyak
mengandung asam amino esensial. Kandungan asam amino dalam daging ikan
sangat bervariasi, tergantung pada jenis ikan. Pada umumnya, kandungan asam
amino dalam daging ikan kaya akan lisin, tetapi kurang akan kandungan triptofan
Tepung ikan merupakan bahan baku makanan ternak dan ikan yang bersih
dan kering, yang dibuat dari jaringan tubuh ikan, baik seutuhnya, dicampur
ataupun tidak dengan sisa prosesing ikan, dan jaringan tersebut belum membusuk.
Proses pengolahannya dengan atau tanpa diekstraksi sebagian minyaknya
(Murtidjo, 2001).
Tepung ikan adalah suatu produk padat kering yang dihasilkan dengan
jalan mengeluarkan sebagian besar cairan dan sebagian atau seluruh lemak yang
terkandung di dalam tubuh ikan. Untuk membuat tepung ikan sebenarnya dapat
digunakan semua jenis ikan, tetapi hanya ikan pelagis dan demersal saja yang
banyak digunakan sebagai bahan baku pembuatan tepung ikan
(Afrianto dan Liviawaty, 1997)
Konsentrat protein ikan atau tepung ikan diterima sebagai makanan
manusia dan tidak sebagai makanan ternak. Salah satu cara melengkapi
kekurangan gizi makanan dari serealia adalah dengan makan daging, ikan, telur
dan produk-produk ternak perah yang memberikan protein yang bermutu tinggi.
Walaupun begitu 60 % dari penduduk dunia tidak mampu membeli
produk-produk ini dan persediaan dunia tidak cukup untuk memberi makan semua
penduduk dunia. Jadi pemecahan persoalan ini terletak pada pencarian cara yang
murah untuk mencampur produk-produk dari bahan serealia dengan protein
bermutu tinggi yang murah, diawetkan dan dimantapkan untuk mempertahankan
mutu gizinya. Konsentrat protein ikan dapat memenuhi kebutuhan ini
(Buckle, et al., 1987).
Pengolahan ikan rucah atau sisa olahan menjadi tepung ikan, merupakan
dan pembuatan tepung ikan, hanyalah meliputi proses dan pembersihan bahan
baku yang berupa ikan rucah atau sisa olahan, yang dilanjutkan dengan perebusan,
pengepresan, pengeringan dan penghancuran (Murtidjo, 2001).
Kandungan gizi tepung ikan tergantung dari jenis ikan yang digunakan
sebagai bahan bakunya. Tepung ikan yang berkualitas tinggi mengandung
komponen-komponen antara lain air 6-10%, lemak 5-12%, Protein 60-75%, abu
10-20% (Suhartini dan Hidayat, 2006).
Tepung ikan hendaknya mempunyai ukuran partikel yang seragam, bebas
dari serpihan tulang, mata ikan dan partikel-partikel kasar lainnya yang tetahan
oleh saringan 8 mesh. Fraksi lolos 50 mesh masih dianggap terlalu besar untuk
tepung ikan yang berkualitas baik (Syarief dan Halid, 1992).
Air
Air berfungsi sebagai media reaksi antara gluten dengan karbohidrat (akan
mengembang), melarutkan garam, dan membentuk sifat kenyal gluten. Air yang
digunakan sebaiknya memiliki pH antara 6-9. Makin tinggi pH air maka mie yang
dihasilkan tidak mudah patah karena absorpsi air meningkat dengan meningkatnya
pH. Air yang digunakan harus air yang memenuhi persyaratan air minum, yaitu
tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa. Jumlah air yang ditambahkan pada
umumnya sekitar 28-38% dari campuran bahan yang akan digunakan (Astawan,
2006).
Air yang berhubungan dengan hasil-hasil industri pengolahan pangan
harus memenuhi setidak-tidaknya standar mutu yang diperlukan untuk minum dan
air minum. Dalam banyak hal diperlukan air yang bermutu lebih tinggi dari pada
supaya semua mikroorganisme yang ada mati, untuk menghilangkan semua
bahan-bahan di dalam air yang mungkin dapat mempengaruhi penampakan, rasa
dan stabilitas hasil akhir (Buckle, et al., 1987).
Kepentingan air pada pembuatan mie adalah untuk media reaksi antara
glutein dengan karbohidrat, larutan garam dan membentuk sifat kenyal dari
glutein (Sunaryo, 1985).
Garam dapur
Dalam pembuatan mie, penambahan garam dapur berfungsi memberi rasa,
memperkuat tekstur mie, meningkatkan fleksibilitas dan elastisitas mie serta untuk
mengikat air. Selain itu garam dapur dapat menghambat aktivitas enzim protease
dan amilase sehingga pasta tidak bersifat lengket dan tidak mengembang secara
berlebihan (Astawan, 2006).
Syarat garam yang baik dalam pembuatan roti adalah 100% larut dalam
air, jernih, bebas dari gumpalan-gumpalan (lumps), murni dan bebas dari rasa
pahit. Pemberian garam harus disesuaikan dengan jumlah bahan-bahan lain yang
digunakan. Jumlah pemakaian garam menurut US Wheat Associates 2-2,25%. Jika
kurang dari 2% maka rasa akan hambar, sedangkan di atas 2,25% akan
menghambat aktivitas mikroba dalam ragi (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).
Telur
Penambahan telur dimaksudkan untuk meningkatkan mutu protein mie dan
menciptakan adonan yang lebih liat sehingga tidak mudah terputus-putus. Putih
telur berfungsi untuk mencegah kekeruhan saus mie waktu pemasakan, sedangkan
lechitin, selain sebagai pengemulsi lechitin juga dapat mempercepat hidrasi air
pada tepung dan untuk mengembangkan adonan (Astawan, 2006).
Telur berfungsi sebagai pengembang, pembentuk warna, perbaikan rasa,
dan penambah nilai gizi. Jika telur tidak digunakan dalam adonan maka adonan
harus ditambahkan cairan walaupun hasilnya kurang lunak
(Mudjajanto dan Yulianti, 2004)
CMC (Carboxymetil Cellulose)
Carboxy Methyl Cellulose adalah turunan dari selulosa dan beberapa
sering dipakai dalam industri makanan untuk mendapatkan tekstur yang baik.
Fungsi CMC yang terpenting adalah sebagai pengental, stabilisator, pembentuk
gel, sebagai pengemulsi dan dalam beberapa hal dapat meratakan penyebaran
antibiotik. Pada pembuatan es krim CMC akan memperbaiki tekstur dan kristal
laktosa yang terbentuk akan lebih halus (Winarno, 1995).
Sebagai pengemulsi, CMC sangat baik digunakan untuk memperbaiki
penampakan tekstur dari produk berkadar gula tinggi. Sebagai pengental, CMC
mampu mengikat air sehingga molekul-molekul air terperangkap dalam struktur
gel yang dibentuk oleh CMC (Fardiaz, 1986).
Emulsifier memiliki kemampuan untuk menyatukan dua jenis bhan yang
tidak saling melarut karena molekulnya terdiri dari gugus hidrofilik dan lipofilik
sekaligus. Gugus hidrofilik mampu berikatan dengan air atau bahan lain yang
bersifat polar, sedangkan gugus lipofilik mampu berikatan dengan minyak atau
bahan lain yang bersifat non polar (Suryani, et al., 2002).
Dalam pembuatan mie, CMC berfungsi sebagai pengembang. CMC dapat
mempertahankan keempukan selama penyimpanan. Jumlah CMC yang
ditambahkan untuk pembuatan mie antara 0,5-1% dari berat tepung terigu.
Penggunaan yang berlebihan akan menyebabkan tekstur mie yang terlalu keras
dan daya rehidrasi mie menjadi berkurang (Widyaningsih dan Murtini, 2006).
Soda Abu (Natrium karbonat dan Kalium karbonat)
Soda abu merupakan campuran dari natrium karbonat dan kalium karbonat
(perbandingan 1:1). Berfungsi untuk mempercepat pengikatan gluten,
meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas mie, meningkatkan kehalusan tekstur,
serta meningkatkan sifat kenyal (Astawan, 2006).
Soda abu adalah bahan tambahan yang wajib ditambahkan pada proses
pembuatan mie. Soda abu juga dapat diganti dengan air qi yang dibuat dari air
rendaman abu merang padi. Pada air qi ini tinggi kandungan mineralnya
(Widyaningsih dan Murtini, 2006).
Bahan pengembang seperti amonium karbonat atau amonium bikarbonat
juga digunakan. Tapi garam-garam ini terurai pada suhu tinggi. Garam KHCO3
jarang digunakan karena bersifat higroskopik dan sedikit menimbulkan rasa pahit
(Winarno, 1992).
Sunaryo (1985) menyatakan bahwa natrium karbonat dan garam fosfat
telah sejak dahulu dipakai sebagai alkali untuk pembuatan mie. Komponen
tersebut berfungsi untuk mempercepat pengikatan gluten, meningkatkan elastisitas
Metoda Pembuatan Mie
Oh, et al., (1983) menyatakan bahwa tahap-tahap pembuatan mie segar
meliputi pencampuran, pengistirahatan, pembentukan lembaran dan pemotongan.
Pencampuran
Tahap awal dalam pembuatan mie instan adalah pencampuran zat warna
(umumnya tartazine) dengan air, kemudian dimasukkan ke mesin pengaduk
material yang di dalamnya telah terdapat tepung terigu. Campuran diaduk hingga
rata, lama proses ini kira-kira 15 menit. Adonan yang terbentuk diharapkan lunak,
lembut, halus dan kompak (Astawan, 2006).
Pembuatan mie diawali dengan proses pencampuran tepung terigu dengan
larutan alkali ke dalam suatu alat yang disebut mixer dan diaduk secara otomatis.
Tujuannya agar tepung terigu terhidrasi (menyerap air) sehingga bercampur
dengan merata. Penambahan air menyebabkan serat-serat gluten mengembang
karena gluten menyerap air (Ubaidillah, 1997).
Bahan-bahan yang telah disiapkan dicampur menjadi satu, kecuali minyak
kacang. Pencampuran dapat dengan tangan atau mixer sampai membentuk adonan
yang homogen, yaitu menggumpal bila dikepal dengan tangan
(Widyaningsih dan Murtini, 2006).
Proses pencampuran bertujuan untuk menghidrasi tepung dengan air,
membuatnya merata dengan mencampur dan membuat adonan dengan bentuk
jaringan glutein dengan meremas-remas. Untuk membuat adonan yang baik faktor
yang harus diperhatikan adalah jumlah air yang ditambahkan, waktu pengadukan
Adonan yang baik dapat dibuat dengan memperhatikan jumlah air yang
ditambahkan, lama pengadukan, dan suhu adonan. Air yang ditambahkan
umumnya berjumlah 28-38% dari berat tepung. Jika penambahan air lebih dari
38%, adonan menjadi basah dan lengket. Bila penambahan air kurang dari 28%
menyebabkan adonan menjadi keras, rapuh dan sulit untuk dibentuk menjadi
lembaran (Astawan, 2006).
Pengadukan
Proses pengadukan menyebabkan serat glutein sering tertarik tersusun
berselang dan terbungkus dalam pati sehingga diperoleh adonan yang lunak dan
elastis. Adonan yang baik dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya jumlah air
yang ditambahkan tergantung dari jenis tepung terigunya, sekitar 30-38%.
Semakin lama penyimpanan terigu semakin sedikit air yang ditambahkan. Jika
jumlahnya melebihi batas 38%, biasanya adonan menjadi basah dan menyulitkan
dalam proses selanjutnya. Jika kurang adonan menjadi rapuh. Keadaan mutu
adonan juga dipengaruhi oleh kelembaban suhu disekelilingnya
(Ubaidillah, 1997).
Tepung terigu, tepung tapioka dan bahan tambahan lainnya dicampur dan
diaduk dalam mixer berkapasitas 125 kg selama 2 menit. Selanjutnya,
ditambahkan larutan pengembang dan larutan telur untuk jenis mie kering
tertentu. Adonan ini dicampur hingga matang yang dicirikan dengan struktur
kompak, penampakan mengkilat, halus, elastis, tidak lengket dan tidak mudah
terberai, lunak serta lembut (Astawan, 2006).
Pengepresan
Setelah mendapat adonan yang diinginkan, maka adonan tersebut
dimasukkan ke dalam mesin pres (roll press). Dalam roll press serat gluten yang
tidak beraturan ditarik memanjang dan searah dengan tekanan di antara roller.
Pengepresan ini dilakukan secara berulang-ulang melalui pengaturan tekanan
roller. Mula-mula tekanan ringan sampai tekanan berat sehingga diperoleh
lembaran adonan dengan ketebalan tertentu yaitu tekstur yang diinginkan
(Ubaidillah, 1997).
Adonan yang telah matang dijatuhkan dari bak penampungan (feeder)
masuk ke dalam mesin roll press yang akan mengubah adonan menjadi
lempengan-lempengan. Saat pengepresan, gluten ditarik ke satu arah sehingga
seratnya menjadi sejajar. Hal ini akan mengakibatkan meningkatnya kehalusan
dan elastisitas mie. Tujuan proses ini adalah menghaluskan serat-serat gluten dan
membuat adonan menjadi lembaran. Serat yang halus dan searah akan
menghasilkan mie yang elastis, kenyal dan halus. Tujuan tersebut dicapai dengan
jalan melewatkan adonan berulang-ulang di antara dua rol logam. Jarak antar rol
dapat diatur untuk mendapatkan ketebalan lembaran yang diinginkan
(Astawan, 2006).
Adonan yang sudah berbentuk gumpalan selanjutnya diuleni. Pengulenan
ini dapat menggunakan alat kayu berbentuk silindris. Pengulenan dilakukan secra
Penyisiran (Slitting)
Dari lembaran tipis tersebut kemudian secara otomatis masuk ke dalam
mesin penyisir lembaran tipis membentuk untaian tali seperti pita dengan selera
konsumen (Ubaidillah, 1997).
Lembaran tipis selanjutnya masuk ke mesin pencetak mie (stiller) yang
berfungsi mengubah lembaran mie menjadi untaian mie yang bergelombang.
Kerapatan gelombang ini dapat ditentukan dengan mengatur kecepatan net stiller
atau net steam (Astawan, 2006).
Proses pembentukan / pemotongan mie dilakukan dengan alat pencetak
mie (roll press) manual dengan tenaga atau yang digerakkan oleh listrik.
Lembaran adonan yang tipis dimasukkan ke dalam alat pencetak sehingga
terbentuk mie yang panjang (Widianingsih dan Murtini, 2006).
Pengukusan (Steaming)
Setelah melalui proses pencetakan dilakukan pemasakan mie dengan
pemanasan. Pemanasan ini menyebabkan gelatinisasi pati dan koagulasi gluten.
Menurut Astawan, (2006) gelatinisasi ini dapat menyebabkan :
- pati meleleh dan membentuk lapisan tipis (film) yang dapat mengurangi penyerapan minyak dan memberikan kelembutan mie
- meningkatkan daya cerna pati dan mempengaruhi daya rehidrasi mie
- terjadi perubahan pati beta menjadi alfa yang lebih mudah dimasak sehingga struktur alfa ini harus dipertahankan dalam mie kering dengan cara dehidrasi
(pengeringan) sampai kadar air kurang dari 10%
menggunakan uap bertekanan 0,5-1 atm. Pengukusan ini bertujuan agar mie
menjadi matang (Ubaidillah, 1997).
Pengeringan
Mie yang telah dicetak selanjutnya dimasukkan dalam oven untuk
mengeringkan mie secara sempurna (kadar air 11-12%), menjadikan produk
kering dan renyah, serta terbentuk lapisan protein. Faktor yang mempengaruhi
proses ini adalah suhu dan tekanan. Suhu yang digunakan sekitar 90-100oC.
Sumber energi pengeringan berupa panas uap hasil pengubahan uap panas dari
boiler yang berlangsung dalam radiator (Astawan, 2006).
Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi awet dengan volume
bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang
pengangkut dan pengepakan. Disamping itu pengeringan juga mempunyai
beberapa kelemahan antara lain : terjadi perubahan warna, tekstur, kandungan
gizi, aroma (flavor) yang mudah menguap dan memucatkan pigmen, perubahan
struktur serta dapat menimbulkan bahan gosong pada kondisi pengeringan yang
tidak terkendali (Buckle, et al., 1987).
Pengeringan dapat dilakukan dengan memakai suatu alat pengering
(artificial drying) atau dengan penjemuran (sun drying) yaitu pengeringan dengan
menggunakan sinar matahari. Pengeringan buatan mempunyai banyak keuntungan
karena suhu dan aliran udara dapat diatur, sehingga waktu pengeringan dapat
ditentukan dan kebersihan mudah diawasi (Winarno, 1992).
Setelah matang mie tersebut dialirkan melalui cooling box (alat
pendingin). Proses pendinginan ini bertujuan untuk melepaskan sisa-sisa uap
tidak hilang, uap tersebut akan mengalami kondensasi saat dikemas dan
memungkinkan untuk ditumbuhi jamur (Astawan, 2006).
Pengemasan
Tahap akhir proses produksi mie adalah pengemasan. Tujuan pengemasan
adalah melindungi produk dan memperepanjang umur simpan produk. Sebelum
dikemas, mie tersebut disortir atau hanya dipilih mie yang rapi dan utuh
(Astawan, 2006).
Pengemasan adalah salah satu cara untuk melindungi atau mengawetkan
produk pangan maupun non pangan. Kemasan adalah suatu wadah atau tempat
yang digunakan untuk mengemas suatu produk yang dilengkapi dengan label atau
keterangan-keterangan termasuk beberapa manfaat dari isi kemasan. Pengemasan
mempunyai peranan dan fungsi yang penting dalam menunjang distribusi produk
yang mudah mengalami kerusakan (Susanto dan Saneto, 1994).
Teknik pengemasan dan jenis kemasan merupakan faktor yang sangat
penting dalam menentukan daya simpan mie. Fungsi utama kemasan adalah
membantu atau mengurangi kerusakan bahan, melindungi dari pencemaran dan
gangguan fisik, memudahkan dalam penyimpanan, pengangkutan dan distribusi
BAHAN DAN METODA
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan
Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,
Medan. Analisis kadar kalsium dilakukan di Laboratorium Sentral Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara. Wa
2007.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi jalar berwarna
kuning, tempe, ikan teri basah, tepung terigu hard flour, telur, garam, CMC
(Carboxy methyl cellulose), air abu, air.
Reagensia
- Aquadest - HNO3
- H2SO4(p) - HClO4
- Phenolphtalein 1% - Metil Red
- NaOH 15% - HCl 0,01N
Alat
- Oven - Beaker Glass
- Timbangan - Labu Kjeldahl
- Loyang - Kompor
- Alat Pencetak Mie - Gelas Ukur
- Kukusan - Baskom
- Desikator - Tirisan
- Plastik - Buret
- Erlenmeyer - Blender
- Pisau - Kain Saring
- AAS (Atomic Absorption Spectrometer)
Metoda Penelitian (Bangun, 1991)
Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL), dengan dua faktorial, yang terdiri dari :
Faktor I : Perbandingan tepung terigu dengan tepung ubi jalar adalah
48:12, dimana perbandingan tepung tempe : tepung ikan adalah
yang terdiri dari dari 4 taraf, yaitu :
T1 = 25 : 15
T2 = 20 : 20
T3 = 15 : 25
T4 = 10 : 30
Faktor II : Konsentrasi CMC yang terdiri dari 4 taraf, yaitu :
S1 = 0,00 %
S2 = 0,25 %
S3 = 0,50 %
S4 = 0,75 %
Tc (n – 1) > 15
16 (n – 1) > 15
16n > 31
n > 1,94 …….. dibulatkan menjadi n = 2
Untuk memperoleh ketelitian dilakukan ulangan sebanyak 2 kali
Model Rancangan (Bangun, 1991)
Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dua
faktorial dengan model sebagai berikut :
ijk = µ + i + j + ( ) ij + ijk
Dimana :
ijk = Hasil pengamatan dari faktor T pada taraf ke-I dan faktor S pada taraf ke-j dengan ulangan N.
µ = Efek nilai tengah
i = Efek faktor T pada taraf ke-i J = Efek faktor S pada taraf ke –j
( )ij = Efek interaksi dari faktor T pada taraf ke-I dan faktor S pada taraf ke-j
ijk = Efek galat dari faktor T pada taraf ke-I dan faktor S pada taraf ke-j dalam ulangan N
Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata atau sangat nyata maka
dilanjutkan dengan uji LSR (Least Significant Range).
Pelaksanaan Penelitian Pembuatan Tepung Ubi Jalar
- Ubi jalar dikupas dan dicuci hingga bersih
- Dipotong tipis-tipis ± 1 cm
- Direndam dalam larutan Na-metabisulfit 0,2%
- Dilakukan pengeringan dengan suhu 50-60oC hingga kering
- Dihaluskan atau diblender sampai benar-benar halus
- Diayak dengan ayakan/shaker ukuran 80 mesh
- Dikemas dalam plastik
Pembuatan Tepung Tempe
- Tempe diiris tipis-tipis
- Irisan tempe diblansing dengan suhu 90oC selama 10 menit
- Ditiriskan irisan tempe
- Dikeringkan irisan tempe dengan oven dengan suhu 60oC hingga kering
- Dihaluskan irisan tempe kering dengan blender hingga halus
- Disaring dengan ayakan/shaker ukuran 80 mesh
- Dikemas dalam plastik
Pembuatan Tepung Ikan
- Dipilih ikan yang baik dan disortasi
- Dibersihkan ikan dari kotoran-kotoran
- Dikukus ikan dengan air mendidih selama 30 menit
- Digiling ikan hingga halus
- Dilakukan pengepresan agar air dan minyaknya keluar
- Dilakukan pengeringan dengan oven dengan suhu 50-60oC selama 16 jam
- Diayak dengan ayakan/shaker ukuran 80 mesh
- Dikemas tepung ikan dalam kemasan plastik
Pembuatan Mie Instan
- Pencampuran tepung ubi jalar, tepung terigu, tepung tempe, tepung ikan dan
dengan formulasi 48:12:25:15, 48:12:20:20, 48:12:15:25, 48:12:10:30
dengan perlakuan total 100 g
- Penambahan bahan tambahan berupa garam dapur (2%), telur (20 ml), air abu
(0,5%), konsentrasi CMC dan air 25 ml
- Dilakukan pengadukan selama 20 menit
- Pembentukan lembaran adonan dan pencetakan dengan alat pembuat mie
- Pengukusan dengan suhu 100oC selama 12 menit
- Pengeringan dengan oven pada suhu 70oC
- Pengemasan dengan plastik
- Dilakukan analisa terhadap mie instan dengan parameter sebagai berikut :
a. Kadar Air
b. Daya Serap Air (DSA)
c. Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan (KPAP)
d. Kadar Protein
e. Kadar Kalsium
f. Nilai Organoleptik (Warna, Aroma, Rasa, Tekstur)
Pengamatan dan Pengumpulan Data
Pengamatan dan pengumpulan data dilakukan berdasarkan hasil analisa
Kadar Air (Dengan Metode Oven) (AOAC, 1970)
- Ditimbang bahan sebanyak 2 g dalam alumunium foil yang telah diketahui berat kosongnya.
- Dikeringkan dalam oven dengan suhu 105oC selama 4 jam lalu didinginkan dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang
- Selanjutnya dipanaskan kembali di dalam oven selama 30 menit lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang
- Perlakuan ini dilakukan sampai didapat berat yang konstan
- Pengurangan berat merupakan banyaknya air yang diuapkan dari bahan dengan perhitungan :
Kadar Air = Berat Awal - Berat Akhir x 100%
Berat Awal
Daya Serap Air (DSA) (Hadiningsih, 1999)
Penentuan daya serap air dilakukan dengan cara merebus 5 g mie dalam
150 ml air. Setelah mencapai waktu optimum (± 5 menit), mie ditiriskan dan
disiram air kemudian ditiriskan kembali setelah 5 menit. Mie kemudian ditimbang
(A) dan dikeringkan pada suhu 105oC sampai tercapai berat yang konstan,
ditimbang kembali (B).
DSA (% bk) = [(A-B) – (Ka x Berat awal)] x 100%
[Berat awal (1 – Ka)]
Dimana : A = Berat sampel setelah direhidrasi
B = Berat sampel setelah dikeringkan
Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan (Oh, et al., 1985)
Sebelum dilakukan analisa diukur waktu optimum untuk merebus mie,
dengan cara merebus 5 g mie dalam 150 ml air hingga mencapai waktu optimum,
ditiriskan selama 5 menit lalu dipindahkan dalam cawan yang telah diketahui
beratnya dan ditimbang (A). Cawan dan isinya dikeringkan pada suhu 105oC
sampai berat konstan, setelah itu didinginkan dalam deasikator dan ditimbang (B).
Mie yang telah masak apabila sudah tidak tampak bagian tengah (core) yang
berwarna putih
KPAP (% bk) = 1 – (A – B) x 100%
Ba (1 – Ka)
Dimana : A = Sampel setelah rehidrasi (g)
B = Berat setelah dikeringkan (g)
Ba = Berat sampel awal (g)
Ka = Kadar air awal sample
Kadar Protein (Sudarmadji, et al, 1989)
- Diambil contoh sebanyak 0,1 g dan dimasukkan ke dalam tabung
dekstruksi
- Ditimbang 0,2 g campuran selenium dan dicampurkan ke dalam bahan,
lalu ditambahkan H2SO4 pekat sebanyak 2,5 ml
- Didestruksi hingga menjadi cairan berwarna kuning jernih kemudian
dibiarkan hingga dingin
- Hasil destruksi dibilas dengan aquadest sebanyak 10 ml dan ditampung
- Ditambahkan larutan phenolpthalein 1% 3 tetes dan 10 ml NaOH 15%
hingga terbentuk warna merah jingga kemudian didestilasi.
- Hasil penyulingan ditampung dalam erlenmeyer yang berisi 5 ml H3BO3
3%, kemudian ditampung hingga 125 ml.
- Hasil sulingan dititrasi dengan HCl 0,0105 N hingga terbentuk warna
merah muda.
- Dibuat juga larutan blanko dengan mengganti bahan dengan aquadest,
dilakukan destruksi, destilasi, dan titrasi seperti pada bahan contoh .
Kadar protein = (b-c) x N x 0,0105 x 14,008 x 100 %
Berat contoh x 1000
% Protein = % N x 5,70
Keterangan : b = titrasi blanko
c = titrasi contoh
Kadar Kalsium (Anwar, 1990)
Oksidasi basah dengan HNO3 dan HCLO4
- Ditimbang 0,5 g contoh ke dalam tabung digestion
- Ditambahkan 5 ml HNO3 dan 0,5 ml HCLO¹ dan biarkan satu malam
- Dipanaskan dalam digestion block dengan suhu 100oC selama satu jam,
kemudian suhu ditingkatkan menjadi 150oC
- Setelah uap kuning habis suhu digestion block ditingkatkan menjadi
200oC. Destruksi selesai setelah keluar asap putih dan sisa ekstrak kurang
lebih 0,5 ml
- Tabung diangkat dan dibiarkan dingin
Pengukuran Kalsium
- Dipipet 1 ml ekstrak dan deret standar masing-masing ke dalam tabung
kimia dan ditambahkan 9 ml larutan La 0,25%, kocok dengan
menggunakan pengocok tabung hingga homogen
- Kalsium diukur dengan menggunakan AAS / flamephotometer dengan
deret standar sebagai pembanding
- Dihitung kandungan kalsium dengan rumus
% Ca = Ac – Ab x ppm standar x 0,1 x FK
As
Dimana ;
Ac = Adsorben Contoh
Ab = Adsorben Blanko
As = Adsorben Standar
100 FK =
100 - % air
Uji Organoleptik (Soekarto, 1982)
Uji organoleptik warna, aroma, rasa dan tekstur (kekenyalan) dilakukan
dengan uji kesukaan atau uji hedonik. Sampel berupa mie yang sudah dimasak
diberikan kepada 10 orang panelis. Penilaian dilakukan berdasarkan kriteria
sebagai berikut :
Tabel 4. Skala Uji Hedonik
Skala Hedonik Skala Numerik
Sangat Suka 4
Suka 3
Agak Suka 2
SKEMA PEMBUATAN MIE INSTAN
Tepung
Penambahan garam, telur, air abu, CMC, dan air
Pengadukan selama 20 menit
Pembentukan lembaran adonan
Pencetakan
Pengukusan dengan suhu 100˚C selama 12 menit
Pengeringan dengan oven pada suhu 70˚C selama 2,5 jam
Mie Instan
Analisa
Gambar 1. Bagan Alir Pembuatan Mie Instan Perbandingan Tepung
3. Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan (KPAP) 4. Kadar Protein
5. Kadar Kalsium