• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan Gizi Mie Instan Dari Campuran Tepung Terigu dan Tepung Ubi Jalar Melalui Penambahan Tepung Tempe dan Tepung Ikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Peningkatan Gizi Mie Instan Dari Campuran Tepung Terigu dan Tepung Ubi Jalar Melalui Penambahan Tepung Tempe dan Tepung Ikan"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN GIZI MIE INSTAN DARI CAMPURAN

TEPUNG TERIGU dan TEPUNG UBI JALAR MELALUI

PENAMBAHAN TEPUNG TEMPE dan TEPUNG IKAN

SKRIPSI

OLEH :

AHMAD MUHAJIR

030305030/ TEKNOLOGI PERTANIAN

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENINGKATAN GIZI MIE INSTAN DARI CAMPURAN

TEPUNG TERIGU danTEPUNG UBI JALAR MELALUI

PENAMBAHAN TEPUNG TEMPE dan TEPUNG IKAN

SKRIPSI

OLEH :

AHMAD MUHAJIR

030305030/TEKNOLOGI PERTANIAN

Skripsi Merupakan Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Medan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Elisa Julianti, MSi Ir. Lasma Nora Limbong

Ketua Anggota

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

ABSTRAK

PENINGKATAN GIZI MIE INSTAN DARI CAMPURAN TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG UBI JALAR MELALUI PENAMBHAN TEPUNG TEMPE DAN TEPUNG IKAN

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbandingan tepung terigu, tepung ubi jalar, tepung tempe tepung ikan dan konsentrasi CMC terhadap sifat fisikakimia dan organoleptik mie instan. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 2 faktor yaitu perbandingan tepung tempe : tepung ikan (T) : (25:15), (20:20), (15:25), (10:30) dan konsentrasi CMC (S) : (0%), (0,25%), (0,50%), (0,75%). Parameter yang dianalisa adalah kadar air, daya serap air, kehilangan padatan akibat pemasakan, kadar protein, kadar kalsium, uji organoleptik (warna, aroma, rasa, tekstur).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan tepung tempe: tepung ikan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar protein, kadar kalsium, organoleptik warna dan rasa dan berbeda nyata terhadap organoleptik aroma dan berbeda tidak nyata terhadap daya serap air, kehilangan padatan akibat pemasakan, dan organoleptik tekstur. Konsentrasi CMC memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap daya serap air, kehilangan padatan akibat pemasakan, kadar protein, kadar kalsium dan organoleptik tekstur dan berbeda tidak nyata terhadap organoleptik warna, aroma dan rasa. Interaksi perbandingan tepung tempe : tepung ikan dan konsentrasi CMC memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap kadar protein dan kadar kalsium dan berbeda tidak nyata terhadap daya serap air, kehilangan padatan akibat pemasakan, uji organoleptik (warna, aroma, rasa dan tekstur). Perbandingan tepung tempe : tepung ikan (15:25) dan konsentrasi CMC 0,50% menghasilkan mutu mie instan yang lebih baik lagi.

Kata Kunci : Mie Instan, tepung terigu, tepung ubi jalar, tepung tempe, tepung ikan

ABSTRACT

INCREASING INSTANT NOODLE QUALITY MIXTURED BY WHEAT AND SWEET POTATO FLOURS WITH ADDED TEMPEH FLOUR AND FISH MEAL

The aim of this research was to know the effect of composition of tempeh flour and fish meal and CMC concentration on physicochemical feature and organoleptic values of instant noodle. This research had been performed by using completely randomized design (CRD) with two factors i.e : composition tempeh flour : fish meal (T) : (25:15), (20:20), (15:25), (10:30) and CMC concentration (S) : (0%), (0,25%), (0,50%), (0,75%). Parameters analyzed were moisture content, water absortive power, weight loss on cooking, protein content, calcium content, organoleptic values (colour, aroma, taste and texture).

The result showed that composition of tempeh flour : fish meal had highly significant effect on protein content, calcium content, organoleptic value of colour and taste and had significant effect on organoleptic value of aroma and had no significant effect on moisture content, water absortive power, wheat loss on cooking and organoleptic value of texture. CMC concentration had highly significant effect on moisture content, water absortive power, weight loss on cooking, protein content, calcium content and organoleptic value of texture and had no significant effect on organoleptic value of colour, aroma and taste. The interaction of composition tempeh flour : fish meal and CMC concentration had significant effect on protein content and calcium content and had no significant effect on moisture content, water absortive power, weight loss on cooking and organoleptic values (colour, aroma, taste and texture). The composition tempeh flour : fish meal 15 : 25 and CMC concentration 0,50% gave the best and more acceptable quality of instant noodle.

(4)

RINGKASAN

AHMAD MUHAJIR

,

“Peningkatan Gizi Mie Instan Dari Campuran Tepung Terigu dan Tepung Ubi Jalar Melalui Penambahan Tepung Tempe dan

Tepung Ikan’’ dibimbing oleh Dr. Ir. Elisa Julianti, MSi sebagai ketua dan

Ir. Lasma Nora Limbong sebagai anggota pembimbing.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formulasi mie instan dari

campuran tepung terigu, tepung ubi jalar, tepung tempe dan tepung ikan yang

terbaik dalam peningkatan nilai gizi.

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan 2

faktor, yaitu faktor 1 : Perbandingan tepung tempe : tepung ikan terdiri dari 4 taraf

yaitu T1= 25:15, T2=20:20, T3=15:25, T4=10:30 dan faktor 2 : Konsentrasi CMC

yang terdiri dari S1=0%, S2=0,25%, S3=0,50%, S4=0,75%.

Hasil analisa secara statistik memberikan kesimpulan sebagai berikut :

1. Kadar Air

Perbandingan tepung tempe : tepung ikan memberikan pengaruh yang

berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar air.

Konsentrasi CMC memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata

(P<0,01) terhadap kadar air. Kadar air yang tertinggi diperoleh pada perlakuan S4

(konsentrasi CMC 0,75%) sebesar 8,66 % dan terendah pada S1 (konsentrasi

CMC 0%) sebesar 7,06%.

Interaksi antara perbandingan tepung tempe : tepung ikan dan konsentrasi

CMC memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar

(5)

2. Daya Serap Air

Perbandingan tepung tempe : tepung ikan memberikan pengaruh yang

berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap daya serap air.

Konsentrasi CMC memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata

(P<0,01) terhadap daya serap air. Daya serap air yang tertinggi diperoleh pada

perlakuan S4 (konsentrasi CMC 0,75%) sebesar 85,72% dan terendah pada S1

(konsentrasi CMC 0%) sebesar 80,79%.

Interaksi antara perbandingan tepung tempe : tepung ikan dan konsentrasi

CMC memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap daya

serap air.

3. Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan

Perbandingan tepung tempe : tepung ikan memberikan pengaruh yang

berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kehilangan padatan akibat pemasakan.

Konsentrasi CMC memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata

(P<0,01) terhadap kehilangan padatan akibat pemasakan. Kehilangan padatan

akibat pemasakan yang tertinggi diperoleh pada perlakuan S1 (konsentrasi CMC

0%) sebesar 11,16 % dan terendah pada S4 (konsentrasi CMC 0,75%) sebesar

4,41%.

Interaksi antara perbandingan tepung tempe : tepung ikan dan konsentrasi

CMC memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap

(6)

4. Kadar Protein

Perbandingan tepung tempe : tepung ikan memberikan pengaruh yang

berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein. Kadar protein yang

tertinggi diperoleh pada perlakuan T4 (10:30) sebesar 33,24% dan terendah pada

perlakuan T1 (25:15) sebesar 29,60%.

Konsentrasi CMC memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata

(P<0,01) terhadap kadar protein. Kadar protein yang tertinggi diperoleh pada

perlakuan S4 (konsentrasi CMC 0,75%) sebesar 33,12 % dan terendah pada S1

(konsentrasi CMC 0%) sebesar 30,67%.

Interaksi antara perbandingan tepung tempe : tepung ikan dan konsentrasi

CMC memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar

protein. Kadar protein tertinggi diperoleh pada perlakuan T4S4 (perbandingan

tepung 10:30 dan konsentrasi CMC 0,75%) sebesar 35,24% dan terendah pada

perlakuan T1S1 (perbandingan tepung 25:15 dan konsentrasi CMC 0%) sebesar

28,46%.

5. Kadar Kalsium

Perbandingan tepung tempe : tepung ikan memberikan pengaruh yang

berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar kalsium. Kadar kalsium yang

tertinggi diperoleh pada perlakuan T4 (perbandingan tepung 10:30) sebesar 1,11

%/mg dan terendah pada perlakuan T1 (perbandingan tepung 25:15) sebesar 0.69

%/mg.

Konsentrasi CMC memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata

(7)

perlakuan S4 (konsentrasi 0,75%) sebesar 1,08 %/mg dan terendah pada S1

(konsentrasi CMC 0%) sebesar 0,69%/mg.

Interaksi antara perbandingan tepung tempe : tepung ikan dan konsentrasi

CMC memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar

kalsium. Kadar kalsium tertinggi diperoleh pada perlakuan T4S4 (perbandingan

tepung 10:30 dan konsentrasi CMC 0,75%) sebesar 1,46 %/mg dan terendah pada

perlakuan T1S1 (perbandingan tepung 25:15 dan konsentrasi CMC 0%) sebesar

0,50 %/mg.

6. Uji Organoleptik (Warna, Aroma, Rasa, Tekstur) (Numerik) Uji Organoleptik Warna (Numerik).

Perbandingan tempe : ikan memberikan pengaruh yang berbeda sangat

nyata (P<0,01) terhadap uji organoleptik warna. Uji organoleptik warna yang

tertinggi terdapat pada perlakuan T1 (perbandingan tepung 25:15) yaitu sebesar

2,31 dan yang terendah terdapat pada perlakuan T4 (perbandingan tepung 10:30)

yaitu sebesar 2,13.

Konsentrasi CMC memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata

(P>0,05) terhadap uji organoleptik warna.

Interaksi antara perbandingan tepung tempe : tepung ikan dan konsentrasi

CMC memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap uji

organoleptik warna.

Uji Organoleptik Aroma (Numerik)

Perbandingan tepung tempe : tepung ikan memberikan pengaruh yang

berbeda nyata (0,01<P<0,05) terhadap uji organoleptik aroma. Uji organoleptik

(8)

yaitu sebesar 2,29 dan yang terendah terdapat pada perlakuan T4 (perbandingan

tepung 10:30) yaitu sebesar 2,14.

Konsentrasi CMC memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata

(P>0,05) terhadap uji organoleptik aroma.

Interaksi antara perbandingan tepung tempe : tepung ikan dan konsentrasi

CMC memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap uji

organoleptik aroma.

Uji Organoleptik Rasa (Numerik)

Perbandingan tepung tempe : tepung ikan memberikan pengaruh yang

berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap uji organoleptik rasa. Uji organoleptik

rasa yang tertinggi terdapat pada perlakuan T1 (perbandingan tepung 25:15) yaitu

sebesar 2,38 dan yang terendah terdapat pada perlakuan T4 (perbandingan tepung

10:30) yaitu sebesar 2,11.

Konsentrasi CMC memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata

(P>0,05) terhadap uji organoleptik rasa.

Interaksi antara perbandingan tepung tempe : tepung ikan dan konsentrasi

CMC memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap uji

organoleptik rasa.

Uji Organoleptik Tekstur (Numerik)

Perbandingan tepung tempe : tepung ikan memberikan pengaruh yang

berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap uji organoleptik tekstur.

Konsentrasi CMC memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata

(9)

terdapat pada perlakuan S3 (konsentrasi CMC 0,50%) yaitu sebesar 2,65 dan yang

terendah terdapat pada perlakuan S1 (konsentrasi CMC 0%) yaitu sebesar 2,44.

Interaksi antara perbandingan tepung tempe : tepung ikan dan konsentrasi

CMC memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap uji

organoleptik tekstur.

(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan

rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.

Adapun Skripsi ini berjudul “Peningkatan Gizi Mie Instan Dari Tepung Terigu

dan Tepung Ubi Jalar Melalui Penambahan Tepung Tempe dan Tepung Ikan”.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Elisa Julianti, MSi. selaku

ketua komisi pembimbing dan Ir. Lasma Nora Limbong selaku anggota komisi

pembimbing atas arahan dan bimbingan yang diberikan selama penyusunan

skripsi ini. Disamping itu penulis ucapkan terima kasih kepada yang tersayang

Buya Drs. H. Asnan Ritonga, MA dan Ibunda Hj. Zuriah Siregar , kak Lila, Bang

Zoel dan adikku Nurul, serta seluruh keluarga atas doa, didikan, motivasi, dan

perhatiannya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman

khususnya stambuk 2003 (Tina, Maya, Roby, Miskah,Watie, Resma, Leila,

Daman) atas bantuannya selama ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada

teman-teman asisten Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan (Wati, Bahwin,

Vero, Sofie, Teddy dan Vena) serta kawan-kawan dan para junior yang namanya

tidak sempat tertulis.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, Mei 2007 Penulis

(11)

RIWAYAT HIDUP

AHMAD MUHAJIR dilahirkan di Malaysia pada tanggal 20 Oktober 1985 dari pasangan Drs. H. Asnan Ritonga, MA dan Hj. Zuriah Siregar, beragama

Islam.

Pada tahun 1997 penulis lulus dari SD Swasta Nurul Huda di Medan dan

pada tahun yang sama penulis memasuki MTS Swasta Al – Ulum di Medan. Pada

tahun 2000 penulis memasuki MAN 1 Medan dan lulus pada tahun 2003. Pada

tahun 2003 memasuki Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Departemen

Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur

SPMB.

Selama kuliah penulis pernah menjabat sebagai Sekretaris Umum

Agriculture Technological Moslem (ATM). Pada bulan Juli 2006 penulis

mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Sumber Sawit Makmur Laut

Tador, Asahan. Penulis juga pernah menjabat sebagai asisten di Labotarorium

(12)

DAFTAR ISI

Metoda Pembuatan Mie Pencampuran ... 19

(13)

Penyisiran (Slitting) ... 22

SKEMA PEMBUATAN MIE INSTAN ... 35

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe :Tepung Ikan Terhadap Parameter yang Diamati ... 36

Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Parameter yang Diamati ... 38

Kadar Air Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe : Tepung IkanTerhadap Kadar Air Mie Instan ... 39

Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Kadar Air Mie Instan ... 39

Pengaruh Interaksi Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan dengan Konsentrasi CMC terhadap Kadar Air Mie Instan... 41

Daya Serap Air Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan Terhadap Daya Serap Air Mie Instan ... 41

Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Daya Serap Air Mie Instan ... 41

(14)

Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan

Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan Terhadap

Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan Mie Instan ... 43 Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Kehilangan Padatan Akibat

Pemasakan Mie Instan ... 43 Pengaruh Interaksi Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan

dengan Konsentrasi CMC terhadap Kehilangan Padatan Akibat

Pemasakan Mie Instan ... 45 Kadar Protein

Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan Terhadap

Kadar Protein Mie Instan... 45 Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Kadar Protein Mie Instan ... 46 Pengaruh Interaksi Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan

dengan Konsentrasi CMC terhadap kadar protein Mie Instan48 Kadar Kalsium

Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan Terhadap

Kadar Kalsium Mie Instan... 50 Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Kadar Kalsium Mie Instan ... 51 Pengaruh Interaksi Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan

dengan Konsentrasi CMC terhadap Kadar Kalsium Mie Instan... 52 Uji Organoleptik

Uji Organoleptik Warna (Numerik)

Pengaruh Perbandingan Tempe : Tepung Ikan Terhadap Uji

Organoleptik Warna Mie Instan ... 54 Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Uji Organoleptik Warna

Mie Instan ... 56 Pengaruh Interaksi Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan

dengan Konsentrasi CMC terhadap Uji Organoleptik Warna

Mie Instan ... 56 Uji Organoleptik Aroma (Numerik)

Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan Terhadap

Uji Organoleptik Aroma Mie Instan... 56 Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Uji Organoleptik Aroma

Mie Instan ... 57 Pengaruh Interaksi Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan

(15)

Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Uji Organoleptik Tekstur Mie Instan ... 60

Pengaruh Interaksi Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan dengan Konsentrasi CMC terhadap Uji Organoleptik Tekstur

Mie Instan ... 61

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan... 62 Saran ... 62

(16)

DAFTAR TABEL

Hal

1. Komposisi Gizi Mie dan Bihun per 100 g bahan ... 7

2. Komposisi Tepung Terigu dalam 100 g bahan ... 9

3. Komposisi Nutrisi Ubi Jalar ... 13

4. Skala Uji Hedonik ... 34

5. Pengaruh Perbandingan Tempe : Tepung Ikan Terhadap Parameter yang Diamati ... 36

6. Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Parameter yang Diamati ... 38

7. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Kadar Air ... 40

8. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Daya Serap Air ... 41

9. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan ... 43

10. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe :

Tepung Ikan Terhadap Kadar Protein ... 45

11. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Kadar Protein ... 46

12. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan dan Konsentrasi CMC Terhadap Kadar Protein ... 49

13. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan Terhadap Kadar Kalsium ... 50

(17)

15. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe :

Tepung Ikan dan Konsentrasi CMC Terhadap Kadar Kalsium ... 53

16. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe :

Tepung Ikan Terhadap Uji Organoleptik Warna ... 55

17. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe :

Tepung Ikan Terhadap Uji Organoleptik Aroma ... 56

18. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe :

Tepung Ikan Terhadap Uji Organoleptik Rasa ... 58

19. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Uji

Organoleptik Tekstur ... 60

(18)

DAFTAR GAMBAR

Hal

1. Skema Pembuatan Mie Instan ... 35

2. Grafik Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Kadar Air ... 40

3. Grafik Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Daya Serap Air ... 42

4. Grafik Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Kehilangan

Padatan Akibat Pemasakan ... 44

5. Grafik Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe: Tepung Ikan Terhadap

Kadar Protein

... 46

6. Grafik Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Kadar Protein ... 47

7. Grafik Pengaruh interaksi Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan

dan Konsentrasi CMC Terhadap Kadar Protein ... 49

8. Grafik Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe: Tepung Ikan Terhadap

Kadar Kalsium ... 51

9. Grafik Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Kadar Kalsium ... 52

10. Grafik Interaksi Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan dan

Konsentrasi CMC Terhadap Kadar Kalsium ... 54

11. Grafik Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan Terhadap

Uji Organoleptik Warna ... 55

12. Grafik Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan Terhadap

Uji Organoleptik Aroma ... 57

13. Grafik Pengaruh Perbandingan Tepung Tempe : Tepung Ikan Terhadap

Uji Organoleptik Rasa ... 59

14. Grafik Pengaruh Konsentrasi CMC Terhadap Uji Organoleptik

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Lampiran Data Pengamatan Daya Serap Air ... 66

2. Lampiran Data Pengamatan Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan ... 67

3. Lampiran Data Pengamatan Kadar Air ... 68

4. Lampiran Data Pengamatan Kadar Protein ... 69

5. Lampiran Data Pengamatan Kadar Kalsium ... 70

6. Lampiran Data Pengamatan Uji Organoleptik Warna ... 71

7. Lampiran Data Pengamatan Uji Organoleptik Aroma ... 72

8. Lampiran Data Pengamatan Uji Organoleptik Rasa ... 73

(20)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sasaran pembangunan pangan di Indonesia adalah terwujudnya ketahanan

pangan serta terjaminnya keamanan pangan yang dicirikan oleh terbebasnya

masyarakat dari jenis pangan yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan tidak

sesuai dengan keyakinan masyarakat. Salah satu program dalam mewujudkan

ketahanan pangan nasional adalah dengan diversifikasi pangan, yaitu dengan

pengembangan bahan pangan pokok pengganti beras seperti jagung, ubi jalar, ubi

kayu dan umbi-umbi lainnya.

Mie merupakan makanan yang sangat digemari mulai anak – anak sampai

orang dewasa. Alasannya karena rasanya yang enak, praktis dan mengenyangkan.

Di pasaran saat ini dikenal ada beberapa jenis mie, yaitu mie mentah (mie

pangsit), mie basah, mie kering dan mie instan. Mie kering dan mie instan

merupakan mie yang kering dengan kadar air yang rendah sehingga lebih awet

dibandingkan dengan mie mentah atau mie basah.

Masyarakat dewasa ini banyak yang mengkonsumsi mie sebagai bahan

pangan alternatif pengganti beras. Mie kini telah memasyarakat. Sifatnya yang

praktis dan rasanya yang enak merupakan daya tarik. Harganya yang relatif

murah, menyebabkan produk ini dapat dijangkau oleh berbagai lapisan

masyarakat. Selain mie harganya terjangkau, cara menyajikannya pun mudah.

Oleh karenanya, tak heran produk ini cepat populer.

(21)

penyebarannya. Hal ini disebabkan karena harganya yang murah, nilai kalorinya

yang cukup tinggi dan dapat diproduksi dalam berbagai bentuk yang menarik serta

daya tahannya yang cukup tinggi. Mie instan merupakan produk makanan yang

sangat banyak diproduksi di Indonesia.

Kepopuleran mie merupakan peluang bila akan mendirikan industri mie

baik skala kecil, manengah maupun besar. Masalah dalam industri mie saat ini

adalah bahan baku utamanya yaitu terigu yang hingga kini masih perlu diimpor.

Untuk mengurangi ketergantungan terhadap terigu dan menurunkan harga jualnya,

penggunaan terigu dapat dikurangi dengan penggunaan bahan – bahan lain.

Subtitusi terigu diharapkan dapat menjamin kesinambungan produksi mie dan

sekaligus memberdayakan potensi sumber daya lokal.

Mie instan siap dikonsumsi setelah direbus selama 3-5 menit, tidak seperti

mie tradisional yang harus direbus selama 10-15 menit untuk gelatinisasi pati.

Belakangan ini pasaran mie instan semakin luas. Dibandingkan mie basah dan mie

kering, mie instan memiliki berbagai keunggulan, terutama dari segi kemudahan

dan kepraktisan dalam penggunaannya.

Pemanfaatan umbi-umbian di Indonesia pada saat sekarang ini masih

tergolong rendah. Hal ini terlihat dari pengkonsumsian masyarakat luas terhadap

umbi-umbian itu sendiri dimana olahannya hanya dikonsumsi dalam bentuk

olahan sederhana saja seperti direbus, digoreng dan lain sebagainya. Dan untuk

skala industri biasanya umbi-umbian itu dapat dikembangkan lagi menjadi tepung

dan keripik. Padahal pemanfaatan umbi-umbian dapat dikembangkan lagi menjadi

(22)

Tempe merupakan sumber protein nabati yang mampu bersaing dengan

protein hewani dalam segi kualitas, kuantitas dan harga. Selain itu tempe kaya

akan asam amino lisin tetapi miskin metionin. Adapun terigu kaya akan asam

amino metionin tetapi miskin lisin. Oleh sebab itu, penggunaan tempe sebagai

sumber protein diharapkan dapat memperbaiki nilai gizi mie campuran tepung ubi

jalar – terigu tanpa peningkatan yang berarti.

Kandungan protein tepung ikan memang relatif lebih tinggi. Protein

hewani tersebut disusun oleh asam – asam amino esensial yang kompleks,

diantaranya asam amino lisin dan metionin. Disamping itu juga, mengandung

mineral kalsium dan phospor serta vitamin B kompleks, khususnya vitamin B12.

Mie instan dibuat dari tepung terigu dan bahan tambahan lainnya baik

untuk meningkatkan mutu gizinya. Bahan yang ditambahkan antara lain tepung

ikan dan tepung tempe (untuk meningkatkan kadar protein dan juga kadar

kalsium). Disamping meningkatkan nilai gizi dari mie instan juga

mengefisiensikan penggunaan tepung terigu.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formulasi mie instan dari

campuran tepung terigu, tepung ubi jalar, tepung tempe dan tepung ikan yang

terbaik dalam peningkatan nilai gizi.

Kegunaan Penelitian

(23)

- Sebagai sumber data dalam penyusunan skripsi di Departemen

Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Medan

Hipotesa Penelitian

- Diduga ada pengaruh penambahan tepung tempe dan tepung ikan terhadap

nilai gizi mie instan dari tepung terigu dan tepung ubi jalar.

- Diduga ada pengaruh penambahan CMC (Carboxy Methyl Cellulose)

terhadap mutu mie instan.

- Diduga ada interaksi antara penambahan tepung tempe dan tepung ikan

dan penambahan CMC(Carboxy Methyl Cellulose) terhadap peningkatan

(24)

TINJAUAN PUSTAKA

Mie Instan

Dari segi kandungan airnya mie dapat dibedakan menjadi mie basah atau

segar dan mie kering. Mie basah digolongkan dalam produk “Intermediate

moisture food” (makanan semi basah), yaitu suatu makanan yang mempunyai

kadar air tidak terlalu tinggi dan juga tidak terlalu rendah antara 15-55% dengan

kisaran aw antara 0,65-0,85 (Robsons, 1976).

Mie instan adalah produk makanan kering yang dibuat dari tepung terigu

dengan atau tanpa bahan tambahan makanan lain yang diizinkan berbentuk khas

mie yang siap dihidangkan, dimasak atau diseduh dengan air mendidih paling

lama 5 menit (Ubaidillah, 2000).

Mie instan telah dikonsumsi sebagai makanan pokok pengganti, oleh

sebagian masyarakat dan merupakan jenis pangan yang sangat luas

penyebarannya (Haryadi, 1992). Hal ini disebabkan karena harganya relatif

murah, nilai kalori cukup tinggi dan dapat diproduksi dalam berbagai bentuk yang

menarik serta daya tahan yang cukup tinggi (Harper, et al, 1979).

Winarno, (1991) menyatakan mie instan (siap hidang) di Jepang disebut

sokukimen yaitu mie mentah yang telah mengalami pengukusan dan dikeringkan

sehingga menjadi mie instan goreng (instan fried noodles). Bahan baku

pembuatan mie instan adalah tepung terigu. Bahan tambahan yang biasa

digunakan dalam pembuatan mie instan adalah garam alkali yaitu Na2CO3 dan

(25)

Dalam Standart Nasional Indonesia (SNI) nomor 3551-1994, mie instan

didefenisikan sebagai produk makanan kering yang dibuat dari tepung terigu

dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lainnya yang diizinkan, berbentuk

khas mie dan siap dihidangkan setelah dimasak atau diseduh dengan air mendidih

paling lama 4 menit. Mie ini dibuat dengan penambahan beberapa proses setelah

diperoleh mie segar. Tahap-tahap tersebut yaitu pengukusan, pembentukan dan

pengeringan. Kadar air mie instan umumnya mencapai 5-8 % sehingga memiliki

daya simpan yang lama (Astawan, 2006).

Belakangan ini pasaran mie instan semakin luas. Dibandingkan mie basah

atau mie kering, mie instan memiliki berbagai keuntungan terutama dari segi

kemudahan dan kepraktisan dalam penggunaannya (Astawan, 2006).

Mie instan yang dijual di pasaran pada umumnya tidak ditempatkan secara

khusus di tempat penyimpanan sehingga akan mempengaruhi kualitas mie karena

kelembaban ruangan yang tinggi akan meningkatkan aktivitas air produk mie

kering instan jika bahan pengemasnya tidak kedap udara. Perubahan aktivitas air

akan memperbesar kekerasan mie kering instan tersebut. Aktivitas air dapat

dikontrol melalui pengaturan lingkungan tempat penyimpanan bahan

(James, 1990).

Untuk menghasilkan mie ubi jalar yang berkualitas tinggi yang diterima

oleh konsumen, perlu menggunakan pati ubi jalar yang berkualitas baik. Kualitas

pati tersebut tergantung pada kualitas ubi jalarnya, proses ekstraksi dan kondisi

pengolahan. Kualitas ubi jalar terkait dengan kandungan bahan padat (dry matter)

(26)

Dari hasil penelitian sebelumnya diperoleh pada pembuatan mie instan

dengan subtitusi tepung ubi jalar terhadap tepung terigu maka mutu mie instan

terbaik diperoleh pada tingkatan subtitusi ubi jalar 20% (Julianti, et al., 2005).

Komposisi Kimia Mie

Nilai gizi dari mie pada umumnya dapat dianggap cukup baik karena

selain karbohidrat terdapat sedikit protein yang disebut glutein. Mutu atau resep

yang digunakan oleh pabrik sangat banyak sehingga nilai gizinya pun sangat

bervariasi (Judoadmijojo, 1985).

Berdasarkan pengamatan terhadap beberapa mie instan yang beredar di

Indonesia, diketahui bahwa komposisi gizi dari 100 g mie (lengkap dengan

minyak bumbu, dan komponen lainnya) adalah 10-12 g protein, 17-20 g lemak,

57-60 g karbohidrat, ± 450 kkal energi, 3-7 gr mineral, ± 1800 SI vitamin A,

0,5-0,7 mg vitamin B1, ± 0,5 mg vitamin B6, ± 7,5 mg niasin dan ± 1,3 g vitamin

B12 (Astawan, 2006).

Tabel 1. Komposisi Gizi Mie dan Bihun per 100 gr Bahan

Zat Gizi Mie Basah (a) Mie Kering (a) Mie Instan (b)

Sumber : (a) Direktorat Gizi, Depkes (1992)

(27)

Berdasarkan sumbangan energi yang diberikan, maka sebungkus mie

sudah cukup untuk sarapan pagi, apalagi kalau dikombinasikan dengan bahan

makanan lainnya. Akan tetapi, sebungkus mie instan tidak cukup baik untuk

bahan makan siang karena setelah bekerja selama 6 jam, tubuh memerlukan

energi dalam jumlah yang lebih besar. Agar asupan gizi yang diperoleh dari

sebungkus mie lebih baik dalam penyajian sebaiknya ditambahkan bahan-bahan

lain untuk meningkatkan mutu gizinya. Bahan yang umum yang ditambahkan

seperti telur, ayam, bakso, udang, ikan dan tempe untuk meningkatkan kadar

protein serta sayuran (wortel, tomat, sawi, mentimun dan lain-lain) untuk

meningkatkan kadar vitamin, mineral dan serat (Astawan, 2006).

Bahan-bahan Pembuat Mie Instan dari Tepung Ubi Jalar Dengan Penambahan Tepung Tempe dan Tepung Ikan

Tepung Terigu

Tepung terigu merupakan bahan dasar pembuatan mie. Tepung terigu

diperoleh dari biji gandum (Triticum vulgare) yang digiling. Keistimewaan terigu

diantara serealia lainnya adalah kemampuannya membentuk glutein pada adonan

mie menyebabkan mie yang dihasilkan tidak mudah putus pada proses pencetakan

dan pemasakan. Mutu terigu yang dikehendaki adalah terigu yang memiliki kadar

air 14 %, kadar protein 8-12%, kadar abu 0,25-0,60% dan glutein basah 24-36%

(Astawan, 2006).

Tepung gandum merupakan produk serealia yang mengandung protein

yang tinggi. Protein merupakan komponen yang tertinggi bila dibandingkan

dengan komponen yang lain pada gandum. Gandum keras yang ditanam di musim

(28)

Komposisi tepung terigu dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 2 . Komposisi Tepung Terigu dalam 100 gr bahan

Komposisi Jumlah

Tepung gandum dapat digunakan atau diolah menjadi produk lain, yaitu

dengan memanfaatkan zat pati dan glutein yang ada dalam tepung gandum.

Glutein digunakan sebagai bahan tambahan untuk mempertinggi kandungan

protein dalam roti dalam pembuatan monosodium glutamat (MSG), sebagai bahan

penyedap dan untuk keperluan lainnya. Glutein mengandung 72% protein dan

14% hidrat jika dalam keadaan kering. Pati digunakan untuk memperbaiki tekstur

dan kekentalan serta rasa (palabilitas) makanan (Moehyi, 1992).

Bila ingin mendapatkan mutu mie yang lebih baik dapat menggunakan

terigu jenis hard flour dengan kadar gluten yang lebih tinggi. Namun, harga mie

yang dihasilkan akan menjadi lebih mahal (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

Menurut Astawan (2006) berdasarkan kandungan glutein (protein), tepung

terigu yang beredar di pasaran dapat dibedakan atas 3 macam yaitu :

Hard flour. Tepung ini berkualitas paling baik. Kandungan proteinnya

(29)

Medium hard flour. Terigu jenis ini mengandung protein 9,5-11%.

Tepung ini banyak digunakan untuk pembuatan roti, mie dan

macam-macam kue, serta biscuit. Contohnya terigu dengan merk dagang Segitiga

Biru.

Soft flour. Terigu ini mengandung protein sebesar 7-8,5%.

Penggunaannya cocok sebagai bahan pembuatan kue dan biscuit.

Contohnya terigu dengan merk dagang Kunci Biru.

Komposisi gandum bervariasi tergantung pada jenisnya. Sebagai contoh,

gandum Kanada yang keras banyak mengandung glutein (protein), sedang kadar

glutein pada gandum Inggris yang lunak sangat rendah. Istilah “keras” dan

“lunak” menuju pada sifat gandum saat digiling dan tidak boleh dikacaukan

dengan “kuat” dan “lemah” yang mengarah pada sifat tepung saat dipanggang.

Kekuatan tepung lebih tergantung pada mutu dari pada jumlah glutein. Tepung

yang kuat adalah tepung yang menghasilkan adonan yang sukar merenggang dan

mempunyai sifat dapat menahan gas dengan baik (Gaman dan Sherrington, 1994).

Fortifikasi tepung dengan menggunakan protein seperti protein kedele,

konsentrat protein ikan juga sering dilakukan terutama di Amerika Selatan.

Protein-protein ini dari segi gizi merupakan unsur yang dikehendaki dalam tepung

serealia, bukan hanya karena meningkatkan kandungan protein, tetapi juga karena

protein-protein ini menaikkan kadar asam-asam amino, terutama lisin dalam

tepung (Buckle, et al., 1987).

Dalam prakteknya, tepung terigu yang digunakan dalam pembuatan mie

terdiri dari campuran dua jenis terigu hard flour dan medium hard flour.

(30)

konsentrasi protein yang dikehendaki sehingga akan menghasilkan tekstur,

konsistensi dan rasa yang khas dari produk yang bersangkutan (Astawan, 2006).

Tepung Ubi jalar

Tanaman ubi jalar diduga berasal dari daerah tropis Amerika Tengah,

tetapi ada yang mengatakan dari Polinesia. Penyebaran tanaman ini banyak

dilakukan bangsa Portugis dan Spanyol pada abad ke-16, antara lain ke Fhilipina,

Indonesia, Malaysia dan Jepang. Sekarang tanaman tersebut tumbuh di sekitar

khatulistiwa hingga 40° LU dan 32°LS dan tumbuh pada ketinggian ± 2200 meter

di atas permukaan laut (Edmont and Ammerman, 1971).

Pengolahan ubi jalar dalam bentuk tepung berguna untuk memperpanjang

masa simpannya, memperluas penggunaannya untuk pembuatan berbagai jenis

makanan lain. Tepung ubi jalar diperoleh dari ubi jalar kering (gaplek ubi jalar)

yang digiling kemudian diayak (Syarief dan Irawati, 1988).

Ubi jalar memiliki prospek dan peluang yang cukup besar sebagai bahan

baku industri pangan. Perkembangan pemanfaatannya dapat ditingkatkan dengan

cara penerapan teknologi budidaya yang tepat dalam upaya peningkatan

produktivitas serta tersedianya jaminan pasar yang layak bagi hasil yang

diperoleh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tepung ubi jalar dapat digunakan

sebagai bahan campuran pada pembuatan berbagai produk antara lain kue-kue

kering, kue basah, mie, bihun dan roti tawar (Utomo dan Antarlina, 2002).

Penggunaan ubi jalar di Indonesia dewasa ini masih terbatas untuk bahan

pangan. Menurut Rukmana (1997), di luar negeri khususnya di negara-negara

(31)

dijadikan makanan tradisional yang publisitasnya setaraf dengan pizza atau

hamburger sehingga aneka makanan olahan dari ubi jalar banyak dijumpai di

toko-toko sampai restoran-restoran bertaraf internasional.

Varietas ubi jalar yang digunakan dalam penelitian ini adalah varietas

kalasan. Varietas ini memiliki warna kulit ubi coklat muda sedangkan warna

daging ubi berwarna orange muda (kuning), rasa ubi agak manis, tekstur sedang

dan agak berair.

Soenarjo, (1984) menyatakan bahwa nilai gizi ubi jalar secara kualitatif

selalu dipengaruhi oleh varietas, lokasi dan musim tanam. Pada musim kemarau

dari varietas yang sama akan menghasilkan tepung yang relatif lebih tinggi dari

pada musim penghujan, demikian juga ubi jalar yang berdaging merah muda

umumnya mempunyai kadar karoten yang lebih tinggi dari pada yang berwarna

putih.

Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) segar yang baru dipanen terdiri dari

14-16% bahan kering yang mana 75-90% adalah karbohidrat. Karbohidrat terutama

terdiri dari tepung 60-80%, gula 4-30% dan sedikit selulosa, hemiselulosa dan

pektin. Protein kasar 1,3-10%. Nilai energi 479 kj/100 g bahan, betakaroten 0-22

mg/100 g bahan, vitamin A 5580 IU, vitamin B2 0,32 mg, Fe 4 mg, dan protein

2,79 mg (Anonimous, 2000).

Tepung ubi jalar merupakan hancuran ubi jalar yang dihilangkan sebagian

kadar airnya. Tepung ubi jalar tersebut dapat dibuat secara langsung dari ubi jalar

yang dihancurkan dan kemudian dikeringkan, tetapi dapat pula dibuat dari gaplek

(32)

Komposisi nutrisi ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. komposisi nutrisi ubi jalar

Komponen Kadar

Tempe merupakan salah satu hasil fermentasi kedelai yang sudah cukup

terkenal di Indonesia sebagai makanan sehari-hari dan merupakan makanan

tradisional. Proses fermentasi kedelai menjadi tempe oleh kapang Rhizopus sp.

akan memperbaiki sifat fisik maupun komposisi kimia kedelai. Selain kandungan

gizinya yang baik, harganya yang murah dan kemudahan untuk mendapatkannya

menjadikan tempe merupakan bahan pangan yang penting bagi masyarakat

Indonesia (Susanto dan Saneto, 1994).

Tempe sering kali dianggap sebagai bahan makanan masyarakat golongan

manengah ke bawah sehingga masyarakat merasa gengsi memasukkan tempe

sebagai salah satu menu makanannya. Namun setelah diketahui manfaatnya secara

pasti bagi kesehatan, tempe mulai banyak dicari dan digemari masyarakat

(33)

Tempe merupakan sumber protein nabati yang mampu bersaing dengan

protein hewani dalam segi kualitas, kuantitas dan harga. Selain itu tempe kaya

akan asam amino lisin tetapi miskin metionin. Adapun terigu kaya akan asam

amino metionin tetapi miskin lisin. Oleh sebab itu, penggunaan tempe sebagai

sumber protein diharapkan dapat memperbaiki nilai gizi mie campuran tepung

singkong-terigu tanpa peningkatan harga yang cukup berarti (Astawan, 2006).

Cara pembuatan tepung tempe yang baik adalah tempe segar yang telah

dipotong-potong, diblansir (100°C, 10 menit), lalu dikeringkan dengan oven

(55°C, 24 jam). Setelah kering, digiling dan diayak dengan ayakan berukuran

30-40 mesh (Astawan, 2006).

Tepung tempe dapat dengan baik ditambahkan pada makanan lain tanpa

mengurangi atau mengubah cita rasa makanan yang ditambahkan. Selain itu

tepung tempe juga dapat digunakan sebagai sumber protein utama dalam makanan

tambahan anak sapihan yang siap untuk dimasak (Sarwono, 1987).

Tepung Ikan

Protein ikan menyediakan lebih kurang 2/3 dari kebutuhan protein hewani

yang diperlukan manusia. Kandungan protein ikan relatif lebih besar, yaitu

15-25 g/100 g daging ikan. Selain itu, protein ikan terdiri dari asam-asam amino

yang hampir semuanya diperlukan oleh tubuh manusia. Protein ikan banyak

mengandung asam amino esensial. Kandungan asam amino dalam daging ikan

sangat bervariasi, tergantung pada jenis ikan. Pada umumnya, kandungan asam

amino dalam daging ikan kaya akan lisin, tetapi kurang akan kandungan triptofan

(34)

Tepung ikan merupakan bahan baku makanan ternak dan ikan yang bersih

dan kering, yang dibuat dari jaringan tubuh ikan, baik seutuhnya, dicampur

ataupun tidak dengan sisa prosesing ikan, dan jaringan tersebut belum membusuk.

Proses pengolahannya dengan atau tanpa diekstraksi sebagian minyaknya

(Murtidjo, 2001).

Tepung ikan adalah suatu produk padat kering yang dihasilkan dengan

jalan mengeluarkan sebagian besar cairan dan sebagian atau seluruh lemak yang

terkandung di dalam tubuh ikan. Untuk membuat tepung ikan sebenarnya dapat

digunakan semua jenis ikan, tetapi hanya ikan pelagis dan demersal saja yang

banyak digunakan sebagai bahan baku pembuatan tepung ikan

(Afrianto dan Liviawaty, 1997)

Konsentrat protein ikan atau tepung ikan diterima sebagai makanan

manusia dan tidak sebagai makanan ternak. Salah satu cara melengkapi

kekurangan gizi makanan dari serealia adalah dengan makan daging, ikan, telur

dan produk-produk ternak perah yang memberikan protein yang bermutu tinggi.

Walaupun begitu 60 % dari penduduk dunia tidak mampu membeli

produk-produk ini dan persediaan dunia tidak cukup untuk memberi makan semua

penduduk dunia. Jadi pemecahan persoalan ini terletak pada pencarian cara yang

murah untuk mencampur produk-produk dari bahan serealia dengan protein

bermutu tinggi yang murah, diawetkan dan dimantapkan untuk mempertahankan

mutu gizinya. Konsentrat protein ikan dapat memenuhi kebutuhan ini

(Buckle, et al., 1987).

Pengolahan ikan rucah atau sisa olahan menjadi tepung ikan, merupakan

(35)

dan pembuatan tepung ikan, hanyalah meliputi proses dan pembersihan bahan

baku yang berupa ikan rucah atau sisa olahan, yang dilanjutkan dengan perebusan,

pengepresan, pengeringan dan penghancuran (Murtidjo, 2001).

Kandungan gizi tepung ikan tergantung dari jenis ikan yang digunakan

sebagai bahan bakunya. Tepung ikan yang berkualitas tinggi mengandung

komponen-komponen antara lain air 6-10%, lemak 5-12%, Protein 60-75%, abu

10-20% (Suhartini dan Hidayat, 2006).

Tepung ikan hendaknya mempunyai ukuran partikel yang seragam, bebas

dari serpihan tulang, mata ikan dan partikel-partikel kasar lainnya yang tetahan

oleh saringan 8 mesh. Fraksi lolos 50 mesh masih dianggap terlalu besar untuk

tepung ikan yang berkualitas baik (Syarief dan Halid, 1992).

Air

Air berfungsi sebagai media reaksi antara gluten dengan karbohidrat (akan

mengembang), melarutkan garam, dan membentuk sifat kenyal gluten. Air yang

digunakan sebaiknya memiliki pH antara 6-9. Makin tinggi pH air maka mie yang

dihasilkan tidak mudah patah karena absorpsi air meningkat dengan meningkatnya

pH. Air yang digunakan harus air yang memenuhi persyaratan air minum, yaitu

tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa. Jumlah air yang ditambahkan pada

umumnya sekitar 28-38% dari campuran bahan yang akan digunakan (Astawan,

2006).

Air yang berhubungan dengan hasil-hasil industri pengolahan pangan

harus memenuhi setidak-tidaknya standar mutu yang diperlukan untuk minum dan

air minum. Dalam banyak hal diperlukan air yang bermutu lebih tinggi dari pada

(36)

supaya semua mikroorganisme yang ada mati, untuk menghilangkan semua

bahan-bahan di dalam air yang mungkin dapat mempengaruhi penampakan, rasa

dan stabilitas hasil akhir (Buckle, et al., 1987).

Kepentingan air pada pembuatan mie adalah untuk media reaksi antara

glutein dengan karbohidrat, larutan garam dan membentuk sifat kenyal dari

glutein (Sunaryo, 1985).

Garam dapur

Dalam pembuatan mie, penambahan garam dapur berfungsi memberi rasa,

memperkuat tekstur mie, meningkatkan fleksibilitas dan elastisitas mie serta untuk

mengikat air. Selain itu garam dapur dapat menghambat aktivitas enzim protease

dan amilase sehingga pasta tidak bersifat lengket dan tidak mengembang secara

berlebihan (Astawan, 2006).

Syarat garam yang baik dalam pembuatan roti adalah 100% larut dalam

air, jernih, bebas dari gumpalan-gumpalan (lumps), murni dan bebas dari rasa

pahit. Pemberian garam harus disesuaikan dengan jumlah bahan-bahan lain yang

digunakan. Jumlah pemakaian garam menurut US Wheat Associates 2-2,25%. Jika

kurang dari 2% maka rasa akan hambar, sedangkan di atas 2,25% akan

menghambat aktivitas mikroba dalam ragi (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).

Telur

Penambahan telur dimaksudkan untuk meningkatkan mutu protein mie dan

menciptakan adonan yang lebih liat sehingga tidak mudah terputus-putus. Putih

telur berfungsi untuk mencegah kekeruhan saus mie waktu pemasakan, sedangkan

(37)

lechitin, selain sebagai pengemulsi lechitin juga dapat mempercepat hidrasi air

pada tepung dan untuk mengembangkan adonan (Astawan, 2006).

Telur berfungsi sebagai pengembang, pembentuk warna, perbaikan rasa,

dan penambah nilai gizi. Jika telur tidak digunakan dalam adonan maka adonan

harus ditambahkan cairan walaupun hasilnya kurang lunak

(Mudjajanto dan Yulianti, 2004)

CMC (Carboxymetil Cellulose)

Carboxy Methyl Cellulose adalah turunan dari selulosa dan beberapa

sering dipakai dalam industri makanan untuk mendapatkan tekstur yang baik.

Fungsi CMC yang terpenting adalah sebagai pengental, stabilisator, pembentuk

gel, sebagai pengemulsi dan dalam beberapa hal dapat meratakan penyebaran

antibiotik. Pada pembuatan es krim CMC akan memperbaiki tekstur dan kristal

laktosa yang terbentuk akan lebih halus (Winarno, 1995).

Sebagai pengemulsi, CMC sangat baik digunakan untuk memperbaiki

penampakan tekstur dari produk berkadar gula tinggi. Sebagai pengental, CMC

mampu mengikat air sehingga molekul-molekul air terperangkap dalam struktur

gel yang dibentuk oleh CMC (Fardiaz, 1986).

Emulsifier memiliki kemampuan untuk menyatukan dua jenis bhan yang

tidak saling melarut karena molekulnya terdiri dari gugus hidrofilik dan lipofilik

sekaligus. Gugus hidrofilik mampu berikatan dengan air atau bahan lain yang

bersifat polar, sedangkan gugus lipofilik mampu berikatan dengan minyak atau

bahan lain yang bersifat non polar (Suryani, et al., 2002).

Dalam pembuatan mie, CMC berfungsi sebagai pengembang. CMC dapat

(38)

mempertahankan keempukan selama penyimpanan. Jumlah CMC yang

ditambahkan untuk pembuatan mie antara 0,5-1% dari berat tepung terigu.

Penggunaan yang berlebihan akan menyebabkan tekstur mie yang terlalu keras

dan daya rehidrasi mie menjadi berkurang (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

Soda Abu (Natrium karbonat dan Kalium karbonat)

Soda abu merupakan campuran dari natrium karbonat dan kalium karbonat

(perbandingan 1:1). Berfungsi untuk mempercepat pengikatan gluten,

meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas mie, meningkatkan kehalusan tekstur,

serta meningkatkan sifat kenyal (Astawan, 2006).

Soda abu adalah bahan tambahan yang wajib ditambahkan pada proses

pembuatan mie. Soda abu juga dapat diganti dengan air qi yang dibuat dari air

rendaman abu merang padi. Pada air qi ini tinggi kandungan mineralnya

(Widyaningsih dan Murtini, 2006).

Bahan pengembang seperti amonium karbonat atau amonium bikarbonat

juga digunakan. Tapi garam-garam ini terurai pada suhu tinggi. Garam KHCO3

jarang digunakan karena bersifat higroskopik dan sedikit menimbulkan rasa pahit

(Winarno, 1992).

Sunaryo (1985) menyatakan bahwa natrium karbonat dan garam fosfat

telah sejak dahulu dipakai sebagai alkali untuk pembuatan mie. Komponen

tersebut berfungsi untuk mempercepat pengikatan gluten, meningkatkan elastisitas

(39)

Metoda Pembuatan Mie

Oh, et al., (1983) menyatakan bahwa tahap-tahap pembuatan mie segar

meliputi pencampuran, pengistirahatan, pembentukan lembaran dan pemotongan.

Pencampuran

Tahap awal dalam pembuatan mie instan adalah pencampuran zat warna

(umumnya tartazine) dengan air, kemudian dimasukkan ke mesin pengaduk

material yang di dalamnya telah terdapat tepung terigu. Campuran diaduk hingga

rata, lama proses ini kira-kira 15 menit. Adonan yang terbentuk diharapkan lunak,

lembut, halus dan kompak (Astawan, 2006).

Pembuatan mie diawali dengan proses pencampuran tepung terigu dengan

larutan alkali ke dalam suatu alat yang disebut mixer dan diaduk secara otomatis.

Tujuannya agar tepung terigu terhidrasi (menyerap air) sehingga bercampur

dengan merata. Penambahan air menyebabkan serat-serat gluten mengembang

karena gluten menyerap air (Ubaidillah, 1997).

Bahan-bahan yang telah disiapkan dicampur menjadi satu, kecuali minyak

kacang. Pencampuran dapat dengan tangan atau mixer sampai membentuk adonan

yang homogen, yaitu menggumpal bila dikepal dengan tangan

(Widyaningsih dan Murtini, 2006).

Proses pencampuran bertujuan untuk menghidrasi tepung dengan air,

membuatnya merata dengan mencampur dan membuat adonan dengan bentuk

jaringan glutein dengan meremas-remas. Untuk membuat adonan yang baik faktor

yang harus diperhatikan adalah jumlah air yang ditambahkan, waktu pengadukan

(40)

Adonan yang baik dapat dibuat dengan memperhatikan jumlah air yang

ditambahkan, lama pengadukan, dan suhu adonan. Air yang ditambahkan

umumnya berjumlah 28-38% dari berat tepung. Jika penambahan air lebih dari

38%, adonan menjadi basah dan lengket. Bila penambahan air kurang dari 28%

menyebabkan adonan menjadi keras, rapuh dan sulit untuk dibentuk menjadi

lembaran (Astawan, 2006).

Pengadukan

Proses pengadukan menyebabkan serat glutein sering tertarik tersusun

berselang dan terbungkus dalam pati sehingga diperoleh adonan yang lunak dan

elastis. Adonan yang baik dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya jumlah air

yang ditambahkan tergantung dari jenis tepung terigunya, sekitar 30-38%.

Semakin lama penyimpanan terigu semakin sedikit air yang ditambahkan. Jika

jumlahnya melebihi batas 38%, biasanya adonan menjadi basah dan menyulitkan

dalam proses selanjutnya. Jika kurang adonan menjadi rapuh. Keadaan mutu

adonan juga dipengaruhi oleh kelembaban suhu disekelilingnya

(Ubaidillah, 1997).

Tepung terigu, tepung tapioka dan bahan tambahan lainnya dicampur dan

diaduk dalam mixer berkapasitas 125 kg selama 2 menit. Selanjutnya,

ditambahkan larutan pengembang dan larutan telur untuk jenis mie kering

tertentu. Adonan ini dicampur hingga matang yang dicirikan dengan struktur

kompak, penampakan mengkilat, halus, elastis, tidak lengket dan tidak mudah

terberai, lunak serta lembut (Astawan, 2006).

(41)

Pengepresan

Setelah mendapat adonan yang diinginkan, maka adonan tersebut

dimasukkan ke dalam mesin pres (roll press). Dalam roll press serat gluten yang

tidak beraturan ditarik memanjang dan searah dengan tekanan di antara roller.

Pengepresan ini dilakukan secara berulang-ulang melalui pengaturan tekanan

roller. Mula-mula tekanan ringan sampai tekanan berat sehingga diperoleh

lembaran adonan dengan ketebalan tertentu yaitu tekstur yang diinginkan

(Ubaidillah, 1997).

Adonan yang telah matang dijatuhkan dari bak penampungan (feeder)

masuk ke dalam mesin roll press yang akan mengubah adonan menjadi

lempengan-lempengan. Saat pengepresan, gluten ditarik ke satu arah sehingga

seratnya menjadi sejajar. Hal ini akan mengakibatkan meningkatnya kehalusan

dan elastisitas mie. Tujuan proses ini adalah menghaluskan serat-serat gluten dan

membuat adonan menjadi lembaran. Serat yang halus dan searah akan

menghasilkan mie yang elastis, kenyal dan halus. Tujuan tersebut dicapai dengan

jalan melewatkan adonan berulang-ulang di antara dua rol logam. Jarak antar rol

dapat diatur untuk mendapatkan ketebalan lembaran yang diinginkan

(Astawan, 2006).

Adonan yang sudah berbentuk gumpalan selanjutnya diuleni. Pengulenan

ini dapat menggunakan alat kayu berbentuk silindris. Pengulenan dilakukan secra

(42)

Penyisiran (Slitting)

Dari lembaran tipis tersebut kemudian secara otomatis masuk ke dalam

mesin penyisir lembaran tipis membentuk untaian tali seperti pita dengan selera

konsumen (Ubaidillah, 1997).

Lembaran tipis selanjutnya masuk ke mesin pencetak mie (stiller) yang

berfungsi mengubah lembaran mie menjadi untaian mie yang bergelombang.

Kerapatan gelombang ini dapat ditentukan dengan mengatur kecepatan net stiller

atau net steam (Astawan, 2006).

Proses pembentukan / pemotongan mie dilakukan dengan alat pencetak

mie (roll press) manual dengan tenaga atau yang digerakkan oleh listrik.

Lembaran adonan yang tipis dimasukkan ke dalam alat pencetak sehingga

terbentuk mie yang panjang (Widianingsih dan Murtini, 2006).

Pengukusan (Steaming)

Setelah melalui proses pencetakan dilakukan pemasakan mie dengan

pemanasan. Pemanasan ini menyebabkan gelatinisasi pati dan koagulasi gluten.

Menurut Astawan, (2006) gelatinisasi ini dapat menyebabkan :

- pati meleleh dan membentuk lapisan tipis (film) yang dapat mengurangi penyerapan minyak dan memberikan kelembutan mie

- meningkatkan daya cerna pati dan mempengaruhi daya rehidrasi mie

- terjadi perubahan pati beta menjadi alfa yang lebih mudah dimasak sehingga struktur alfa ini harus dipertahankan dalam mie kering dengan cara dehidrasi

(pengeringan) sampai kadar air kurang dari 10%

(43)

menggunakan uap bertekanan 0,5-1 atm. Pengukusan ini bertujuan agar mie

menjadi matang (Ubaidillah, 1997).

Pengeringan

Mie yang telah dicetak selanjutnya dimasukkan dalam oven untuk

mengeringkan mie secara sempurna (kadar air 11-12%), menjadikan produk

kering dan renyah, serta terbentuk lapisan protein. Faktor yang mempengaruhi

proses ini adalah suhu dan tekanan. Suhu yang digunakan sekitar 90-100oC.

Sumber energi pengeringan berupa panas uap hasil pengubahan uap panas dari

boiler yang berlangsung dalam radiator (Astawan, 2006).

Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi awet dengan volume

bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang

pengangkut dan pengepakan. Disamping itu pengeringan juga mempunyai

beberapa kelemahan antara lain : terjadi perubahan warna, tekstur, kandungan

gizi, aroma (flavor) yang mudah menguap dan memucatkan pigmen, perubahan

struktur serta dapat menimbulkan bahan gosong pada kondisi pengeringan yang

tidak terkendali (Buckle, et al., 1987).

Pengeringan dapat dilakukan dengan memakai suatu alat pengering

(artificial drying) atau dengan penjemuran (sun drying) yaitu pengeringan dengan

menggunakan sinar matahari. Pengeringan buatan mempunyai banyak keuntungan

karena suhu dan aliran udara dapat diatur, sehingga waktu pengeringan dapat

ditentukan dan kebersihan mudah diawasi (Winarno, 1992).

Setelah matang mie tersebut dialirkan melalui cooling box (alat

pendingin). Proses pendinginan ini bertujuan untuk melepaskan sisa-sisa uap

(44)

tidak hilang, uap tersebut akan mengalami kondensasi saat dikemas dan

memungkinkan untuk ditumbuhi jamur (Astawan, 2006).

Pengemasan

Tahap akhir proses produksi mie adalah pengemasan. Tujuan pengemasan

adalah melindungi produk dan memperepanjang umur simpan produk. Sebelum

dikemas, mie tersebut disortir atau hanya dipilih mie yang rapi dan utuh

(Astawan, 2006).

Pengemasan adalah salah satu cara untuk melindungi atau mengawetkan

produk pangan maupun non pangan. Kemasan adalah suatu wadah atau tempat

yang digunakan untuk mengemas suatu produk yang dilengkapi dengan label atau

keterangan-keterangan termasuk beberapa manfaat dari isi kemasan. Pengemasan

mempunyai peranan dan fungsi yang penting dalam menunjang distribusi produk

yang mudah mengalami kerusakan (Susanto dan Saneto, 1994).

Teknik pengemasan dan jenis kemasan merupakan faktor yang sangat

penting dalam menentukan daya simpan mie. Fungsi utama kemasan adalah

membantu atau mengurangi kerusakan bahan, melindungi dari pencemaran dan

gangguan fisik, memudahkan dalam penyimpanan, pengangkutan dan distribusi

(45)

BAHAN DAN METODA

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan

Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,

Medan. Analisis kadar kalsium dilakukan di Laboratorium Sentral Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara. Wa

2007.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi jalar berwarna

kuning, tempe, ikan teri basah, tepung terigu hard flour, telur, garam, CMC

(Carboxy methyl cellulose), air abu, air.

Reagensia

- Aquadest - HNO3

- H2SO4(p) - HClO4

- Phenolphtalein 1% - Metil Red

- NaOH 15% - HCl 0,01N

Alat

- Oven - Beaker Glass

- Timbangan - Labu Kjeldahl

(46)

- Loyang - Kompor

- Alat Pencetak Mie - Gelas Ukur

- Kukusan - Baskom

- Desikator - Tirisan

- Plastik - Buret

- Erlenmeyer - Blender

- Pisau - Kain Saring

- AAS (Atomic Absorption Spectrometer)

Metoda Penelitian (Bangun, 1991)

Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap

(RAL), dengan dua faktorial, yang terdiri dari :

Faktor I : Perbandingan tepung terigu dengan tepung ubi jalar adalah

48:12, dimana perbandingan tepung tempe : tepung ikan adalah

yang terdiri dari dari 4 taraf, yaitu :

T1 = 25 : 15

T2 = 20 : 20

T3 = 15 : 25

T4 = 10 : 30

Faktor II : Konsentrasi CMC yang terdiri dari 4 taraf, yaitu :

S1 = 0,00 %

S2 = 0,25 %

S3 = 0,50 %

S4 = 0,75 %

(47)

Tc (n – 1) > 15

16 (n – 1) > 15

16n > 31

n > 1,94 …….. dibulatkan menjadi n = 2

Untuk memperoleh ketelitian dilakukan ulangan sebanyak 2 kali

Model Rancangan (Bangun, 1991)

Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dua

faktorial dengan model sebagai berikut :

ijk = µ + i + j + ( ) ij + ijk

Dimana :

ijk = Hasil pengamatan dari faktor T pada taraf ke-I dan faktor S pada taraf ke-j dengan ulangan N.

µ = Efek nilai tengah

i = Efek faktor T pada taraf ke-i J = Efek faktor S pada taraf ke –j

( )ij = Efek interaksi dari faktor T pada taraf ke-I dan faktor S pada taraf ke-j

ijk = Efek galat dari faktor T pada taraf ke-I dan faktor S pada taraf ke-j dalam ulangan N

Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata atau sangat nyata maka

dilanjutkan dengan uji LSR (Least Significant Range).

Pelaksanaan Penelitian Pembuatan Tepung Ubi Jalar

(48)

- Ubi jalar dikupas dan dicuci hingga bersih

- Dipotong tipis-tipis ± 1 cm

- Direndam dalam larutan Na-metabisulfit 0,2%

- Dilakukan pengeringan dengan suhu 50-60oC hingga kering

- Dihaluskan atau diblender sampai benar-benar halus

- Diayak dengan ayakan/shaker ukuran 80 mesh

- Dikemas dalam plastik

Pembuatan Tepung Tempe

- Tempe diiris tipis-tipis

- Irisan tempe diblansing dengan suhu 90oC selama 10 menit

- Ditiriskan irisan tempe

- Dikeringkan irisan tempe dengan oven dengan suhu 60oC hingga kering

- Dihaluskan irisan tempe kering dengan blender hingga halus

- Disaring dengan ayakan/shaker ukuran 80 mesh

- Dikemas dalam plastik

Pembuatan Tepung Ikan

- Dipilih ikan yang baik dan disortasi

- Dibersihkan ikan dari kotoran-kotoran

- Dikukus ikan dengan air mendidih selama 30 menit

- Digiling ikan hingga halus

- Dilakukan pengepresan agar air dan minyaknya keluar

- Dilakukan pengeringan dengan oven dengan suhu 50-60oC selama 16 jam

(49)

- Diayak dengan ayakan/shaker ukuran 80 mesh

- Dikemas tepung ikan dalam kemasan plastik

Pembuatan Mie Instan

- Pencampuran tepung ubi jalar, tepung terigu, tepung tempe, tepung ikan dan

dengan formulasi 48:12:25:15, 48:12:20:20, 48:12:15:25, 48:12:10:30

dengan perlakuan total 100 g

- Penambahan bahan tambahan berupa garam dapur (2%), telur (20 ml), air abu

(0,5%), konsentrasi CMC dan air 25 ml

- Dilakukan pengadukan selama 20 menit

- Pembentukan lembaran adonan dan pencetakan dengan alat pembuat mie

- Pengukusan dengan suhu 100oC selama 12 menit

- Pengeringan dengan oven pada suhu 70oC

- Pengemasan dengan plastik

- Dilakukan analisa terhadap mie instan dengan parameter sebagai berikut :

a. Kadar Air

b. Daya Serap Air (DSA)

c. Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan (KPAP)

d. Kadar Protein

e. Kadar Kalsium

f. Nilai Organoleptik (Warna, Aroma, Rasa, Tekstur)

Pengamatan dan Pengumpulan Data

Pengamatan dan pengumpulan data dilakukan berdasarkan hasil analisa

(50)

Kadar Air (Dengan Metode Oven) (AOAC, 1970)

- Ditimbang bahan sebanyak 2 g dalam alumunium foil yang telah diketahui berat kosongnya.

- Dikeringkan dalam oven dengan suhu 105oC selama 4 jam lalu didinginkan dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang

- Selanjutnya dipanaskan kembali di dalam oven selama 30 menit lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang

- Perlakuan ini dilakukan sampai didapat berat yang konstan

- Pengurangan berat merupakan banyaknya air yang diuapkan dari bahan dengan perhitungan :

Kadar Air = Berat Awal - Berat Akhir x 100%

Berat Awal

Daya Serap Air (DSA) (Hadiningsih, 1999)

Penentuan daya serap air dilakukan dengan cara merebus 5 g mie dalam

150 ml air. Setelah mencapai waktu optimum (± 5 menit), mie ditiriskan dan

disiram air kemudian ditiriskan kembali setelah 5 menit. Mie kemudian ditimbang

(A) dan dikeringkan pada suhu 105oC sampai tercapai berat yang konstan,

ditimbang kembali (B).

DSA (% bk) = [(A-B) – (Ka x Berat awal)] x 100%

[Berat awal (1 – Ka)]

Dimana : A = Berat sampel setelah direhidrasi

B = Berat sampel setelah dikeringkan

(51)

Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan (Oh, et al., 1985)

Sebelum dilakukan analisa diukur waktu optimum untuk merebus mie,

dengan cara merebus 5 g mie dalam 150 ml air hingga mencapai waktu optimum,

ditiriskan selama 5 menit lalu dipindahkan dalam cawan yang telah diketahui

beratnya dan ditimbang (A). Cawan dan isinya dikeringkan pada suhu 105oC

sampai berat konstan, setelah itu didinginkan dalam deasikator dan ditimbang (B).

Mie yang telah masak apabila sudah tidak tampak bagian tengah (core) yang

berwarna putih

KPAP (% bk) = 1 – (A – B) x 100%

Ba (1 – Ka)

Dimana : A = Sampel setelah rehidrasi (g)

B = Berat setelah dikeringkan (g)

Ba = Berat sampel awal (g)

Ka = Kadar air awal sample

Kadar Protein (Sudarmadji, et al, 1989)

- Diambil contoh sebanyak 0,1 g dan dimasukkan ke dalam tabung

dekstruksi

- Ditimbang 0,2 g campuran selenium dan dicampurkan ke dalam bahan,

lalu ditambahkan H2SO4 pekat sebanyak 2,5 ml

- Didestruksi hingga menjadi cairan berwarna kuning jernih kemudian

dibiarkan hingga dingin

- Hasil destruksi dibilas dengan aquadest sebanyak 10 ml dan ditampung

(52)

- Ditambahkan larutan phenolpthalein 1% 3 tetes dan 10 ml NaOH 15%

hingga terbentuk warna merah jingga kemudian didestilasi.

- Hasil penyulingan ditampung dalam erlenmeyer yang berisi 5 ml H3BO3

3%, kemudian ditampung hingga 125 ml.

- Hasil sulingan dititrasi dengan HCl 0,0105 N hingga terbentuk warna

merah muda.

- Dibuat juga larutan blanko dengan mengganti bahan dengan aquadest,

dilakukan destruksi, destilasi, dan titrasi seperti pada bahan contoh .

Kadar protein = (b-c) x N x 0,0105 x 14,008 x 100 %

Berat contoh x 1000

% Protein = % N x 5,70

Keterangan : b = titrasi blanko

c = titrasi contoh

Kadar Kalsium (Anwar, 1990)

Oksidasi basah dengan HNO3 dan HCLO4

- Ditimbang 0,5 g contoh ke dalam tabung digestion

- Ditambahkan 5 ml HNO3 dan 0,5 ml HCLO¹ dan biarkan satu malam

- Dipanaskan dalam digestion block dengan suhu 100oC selama satu jam,

kemudian suhu ditingkatkan menjadi 150oC

- Setelah uap kuning habis suhu digestion block ditingkatkan menjadi

200oC. Destruksi selesai setelah keluar asap putih dan sisa ekstrak kurang

lebih 0,5 ml

- Tabung diangkat dan dibiarkan dingin

(53)

Pengukuran Kalsium

- Dipipet 1 ml ekstrak dan deret standar masing-masing ke dalam tabung

kimia dan ditambahkan 9 ml larutan La 0,25%, kocok dengan

menggunakan pengocok tabung hingga homogen

- Kalsium diukur dengan menggunakan AAS / flamephotometer dengan

deret standar sebagai pembanding

- Dihitung kandungan kalsium dengan rumus

% Ca = Ac – Ab x ppm standar x 0,1 x FK

As

Dimana ;

Ac = Adsorben Contoh

Ab = Adsorben Blanko

As = Adsorben Standar

100 FK =

100 - % air

Uji Organoleptik (Soekarto, 1982)

Uji organoleptik warna, aroma, rasa dan tekstur (kekenyalan) dilakukan

dengan uji kesukaan atau uji hedonik. Sampel berupa mie yang sudah dimasak

diberikan kepada 10 orang panelis. Penilaian dilakukan berdasarkan kriteria

sebagai berikut :

Tabel 4. Skala Uji Hedonik

Skala Hedonik Skala Numerik

Sangat Suka 4

Suka 3

Agak Suka 2

(54)

SKEMA PEMBUATAN MIE INSTAN

Tepung

Penambahan garam, telur, air abu, CMC, dan air

Pengadukan selama 20 menit

Pembentukan lembaran adonan

Pencetakan

Pengukusan dengan suhu 100˚C selama 12 menit

Pengeringan dengan oven pada suhu 70˚C selama 2,5 jam

Mie Instan

Analisa

Gambar 1. Bagan Alir Pembuatan Mie Instan Perbandingan Tepung

3. Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan (KPAP) 4. Kadar Protein

5. Kadar Kalsium

Gambar

Tabel 1. Komposisi Gizi Mie dan Bihun per 100 gr Bahan
Tabel 2 . Komposisi Tepung Terigu dalam 100 gr bahan
Tabel 3. komposisi nutrisi ubi jalar
Tabel 4. Skala Uji Hedonik
+7

Referensi

Dokumen terkait

Interaksi lama pengeringan kentang dengan perbandingan tepung terigu dan tepung kentang memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P&lt;0,01) terhadap kadar air dan

Hasil penelitian pada perbandingan tepung talas dengan tepung tempe memberi pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap kadar air, abu, protein, lemak sebelum penggorengan dan

Evaluasi daya serap dan retensi mineral kalsium serta kadar mineral kalsium dalam serum darah dari perlakuan tepung tempe dan tepung kedelai rebus terhadap konsentrasi mineral

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan tepung tempe dengan tapioka memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar serat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan tepung tempe dengan tapioka memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar serat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan bekatul beras, tepung kacang hijau, dan tepung ubi jalar kuning memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap

Pengaruh interaksi antara perbandingan jamur tiram dengan brokoli dan perbandingan tepung terigu dengan tepung ubi jalar kuning terhadap kadar serat kasar nugget

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan bekatul beras, tepung kacang hijau, dan tepung ubi jalar kuning memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar