PENGARUH PERBANDINGAN TEPUNG TALAS DENGAN
TEPUNG TEMPE DAN KONSENTRASI BAKING SODA
TERHADAP MUTU KERUPUK TALAS
SKRIPSI
OLEH PUTRA GINTING
070305039
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
PENGARUH PERBANDINGAN TEPUNG TALAS DENGAN
TEPUNG TEMPE DAN KONSENTRASI BAKING SODA
TERHADAP MUTU KERUPUK TALAS
SKRIPSI
Oleh:
PUTRA GINTING 070305039
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana di Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
PENGARUH PERBANDINGAN TEPUNG TALAS DENGAN
TEPUNG TEMPE DAN KONSENTRASI BAKING SODA
TERHADAP MUTU KERUPUK TALAS
SKRIPSI
Oleh:
PUTRA GINTING 070305039
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana di Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing,
Ir. Sentosa Ginting, MP
Ketua Anggota
Ir. Lasma Nora Limbong
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
JudulSkripsi : Pengaruh Perbandingan Tepung Talas dengan Tepung Tempe dan Konsentrasi Baking Soda Terhadap Mutu Kerupuk Talas
Nama : Putra Ginting
NIM : 070305039
Departemen : Teknologi Pertanian Program Studi : Teknologi Hasil Pertanian
Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing,
Ir. Sentosa Ginting, MP
Ketua Anggota
Ir. Lasma Nora Limbong
Mengetahui,
Ketua Program Studi Dr. Ir. Herla Rusmarilin, M.S.
ABSTRAK
PUTRA GINTING : Pengaruh Perbandingan Tepung Talas dengan Tepung Tempe dan Konsentrasi Baking Soda Terhadap Mutu Kerupuk Talas. Dibimbing oleh SENTOSA
GINTING dan LASMA NORA LIMBONG.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perbandingan tepung talas dengan tepung tempe dan konsentrasi baking soda terhadap mutu kerupuk talas. Penelitian dilakukan pada bulan Oktober - Desember 2012 di Laboratorium Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan, menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan dua faktor yaitu perbandingan tepung talas dengan tepung tempe (A) dengan konsentrasi (100% : 0%), (85% : 15%), (70% : 30%), dan (55% : 45%) dan baking soda (C) dengan konsentrasi (0,1%), (0,2%), (0,3%), dan (0,4%). Parameter yang dianalisis sebelum penggorengan adalah kadar air, abu, protein, lemak, dan sesudah penggorengan adalah kadar lemak, uji organoleptik rasa, warna dan kerenyahan.
Hasil penelitian pada perbandingan tepung talas dengan tepung tempe memberi pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap kadar air, abu, protein, lemak sebelum penggorengan dan sesudah penggorengan, uji organoleptik rasa, warna dan kerenyahan sedangkan baking soda memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap kadar air, abu, uji organoleptik warna, dan kerenyahan serta berbeda tidak nyata terhadap kadar lemak sebelum penggorengan dan uji organoleptik rasa. Interaksi perbandingan tepung talas dengan tepung tempe dan baking soda memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap kadar air, abu, protein, lemak sebelum dan sesudah penggorengan, uji organoleptik rasa, warna dan kerenyahan. Kerupuk talas yang terbaik pada perlakuan A2C2 yaitu dengan perbandingan tepung talas dengan tepung tempe 85% : 15% dan
konsentrasi baking soda 0,2%.
Kata kunci: Kerupuk Talas, Perbandingan Tepung Talas dengan Tepung Tempe dan Konsentrasi Baking Soda.
ABSTRACT
PUTRA GINTING : The Effect of ratio of Taro with Tempeh Flour and Concentration of Baking Soda an Taro Crackers quality. Supervised by SENTOSA GINTING and LASMA NORA LIMBONG.
This study was conducted to determine the effect of taro flour ratio with tempeh flour and baking soda concentration on the quality of taro crackers. The study was performed in October-December 2012 at the Laboratory of Food Technology, Faculty of Agriculture, University of North Sumatra, Medan, using Factorial Completely randomized block design with two factors i.e. ratio of taro with tempeh flour (A) (100%: 0%), (85 %: 15%), (70%: 30%), and (55%: 45%) and baking soda (C) with concentration (0.1%), (0.2%), (0.3%), and (0.4%). Parameters analyzed before frying were water content, ash content, protein content, fat content, and after frying were fat content, organoleptic taste, color and crispness.
The results showed that ratio of taro and tempeh flour had a highly significant effect on water content, ash content, protein content, fat content before frying and after frying, organoleptic taste, color and crispness while the baking soda had a highly significant effect on water content, ash content, organoleptic color and crispness and had no significant effect on levels of fat before frying and organoleptic taste. Interactions of ratio tempeh and taro flour and baking soda had no different effect on moisture, ash content, protein content, fat content before and after frying, organoleptic taste, color and
crispness. The best crackers way the A2C2 treatment (85% taro and 15% tempeh flour)
and 0.2% baking soda.
RIWAYAT HIDUP
PUTRA GINTING, lahir di Simeluk, Dolok Silau, Simalungun pada
tanggal 07 september 1987. Anak pertama dari empat bersaudara dari ayahanda
Selam Ginting dan ibunda Sampai Perangin-angin, beragama Kristen Protestan.
Tahun 2000 penulis lulus dari SD Negeri 2 Saran Padang, tahun 2003
lulus dari SLTP Swasta GKPS 5 Saran Padang, dan tahun 2006 lulus dari SMA
Swasta Raksana Medan. Pada tahun 2007 penulis lulus seleksi masuk Universitas
Sumatera Utara (USU) melalui jalur SPMB. Penulis lulus di Program Studi
Teknologi Hasil Pertanian, Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif menjabat sebagai pengurus
IM-THP (Ikatan Mahasiswa Teknologi Hasil Pertanian) dan bendahara di Gerakan
Mahasiswa Nasional Indonesia (GmnI-FP USU), juga aktif sebagai anggota
IMKA (Ikatan Mahasiswa Karo) Mbuah Page. Penulis telah melaksanakan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat dan berkat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun judul
skripsi ini adalah ”Pengaruh Perbandingan Tepung Talas dengan Tepung Tempe
dan Konsentrasi Baking Soda Terhadap Mutu Kerupuk Talas”. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Sentosa Ginting, MP, selaku ketua komisi
pembimbing dan Ir. Lasmanora Limbong, selaku anggota komisi pembimbing
atas arahan dan bimbingan yang diberikan selama penyusunan skripsi ini.
Penulis juga menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
ayahanda Selam Ginting serta Ibunda S. Perangin-angin, serta adik-adik tercinta
Nurmaya br Ginting, SP, Rut Lewiana br Ginting, Amd, Ita Christina Ginting
yang mendo’akan dengan tulus dan memberikan semangat dalam menyelesaikan
skripsi ini. Terima kasih yang sebesar-besarnya untuk teman-teman seperjuangan
THP angkatan 2007 serta abang-abang, teman-teman, adik-adik stambuk se-FP
USU dan asisten Laboratorium Teknologi Pangan serta semua pihak yang telah
ikut menyukseskan pelaksanaan penelitian penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan penelitian selanjutnya. Akhir kata penulis mengucapkan terima
kasih semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.
Medan, Agustus 2013
DAFTAR ISI
BahanTambahan Pembuatan Kerupuk Talas ... 13
Baking soda ... 13
Pelaksanaan Penelitian ... 22
Pembuatan tepung tempe ... 23
Pembuatan kerupuk talas ... 23
Pengamatan dan Pengukuran Data ... 24
Parameter Penelitian Penentuan kadar air dengan metode oven ... 24
Penentuan kadar abu ... 25
Penentuan kadar protein ... 25
Penentuan kadar lemak dengan metode soxhlet ... 26
Uji organoleptik warna ... 26
Uji organoleptik rasa ... 27
Uji oganoleptik kerenyahan ... 27
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh perbandingan tepung talas dengan tepung tempe terhadap parameter yang diamati ... 31
Pengaruh penambahan konsentrasi baking soda terhadap parameter yang diamati ... 32
Kadar Air(%) Pengaruh perbandingan tepung talas dengan tepung tempe terhadap kadar air (%) ... 34
Pengaruh penambahan konsentrasi baking soda terhadap kadar air (%) ... 35
Pengaruh interaksi antara perbandingan tepung talas dengan tepung tempe dan konsentrasi baking soda terhadap kadar air (%) ... 37
Kadar Abu (%) Pengaruh perbandingan tepung talas dengan tepung tempe terhadap kadar abu (%) ... 37
Pengaruh penambahan konsentrasi baking soda terhadap kadar abu (%) ... 39
Pengaruh interaksi antara perbandingan tepung talas dengan tepung tempe dan konsentrasi baking soda terhadap kadar abu (%) ... 40
Kadar Protein (%) Pengaruh perbandingan tepung talas dengan tepung tempe terhadap kadar protein (%) ... 41
Pengaruh penambahan konsentrasi baking soda terhadap kadar protein (%) ... 42
Pengaruh interaksi antara perbandingan tepung talas dengan tepung tempe dan konsentrasi baking soda terhadap kadar protein (%) ... 44
Kadar lemak (%) Pengaruh perbandingan tepung talas dengan tepung tempe terhadap kadar lemak sebelum penggorengan ... 44
Pengaruh penambahan konsentrasi baking soda terhadap kadar lemak sebelum penggorengan ... 46
Pengaruh interaksi perbandingan tepung talas dengan tepung tempe dan baking soda terhadap kadar lemak sebelum penggorengan ... 46
Pengaruh penambahan konsentrasi baking soda terhadap kadar
lemak sesudah penggorengan ... 58 Pengaruh interaksi perbandingan tepung talas dengan tepung tempe dan baking soda terhadap kadar lemak sesudah penggorengan ... 50 Uji Organoleptik Rasa
Pengaruh perbandingan tepung talas dengan tepung tempe terhadap nilai organoleptik rasa (numerik) ... 50 Pengaruh penambahan konsentrasi baking soda terhadap nilai
organoleptik rasa (numerik) ... 52 Pengaruh interaksi antara perbandingan tepung talas dengan tepung tempe dan konsentrasi baking soda terhadap nilai organoleptik rasa .. 52 Uji Organoleptik Warna
Pengaruh perbandingan tepung talas dengan tepung tempe terhadap nilai organoleptik warna (numerik) ... 52 Pengaruh penambahan konsentrasi baking soda terhadap nilai
organoleptik warna (numerik) ... 54 Pengaruh interaksi antara perbandingan tepung talas dengan tepung tempe dan konsentrasi baking soda terhadap nilai organoleptik
warna (numerik) ... 56 Uji Organoleptik Kerenyahan
Pengaruh perbandingan tepung talas dengan tepung tempe terhadap nilai organoleptik kerenyahan ... ` 56 Pengaruh konsentrasi baking soda terhadao nilai organoleptik
kerenyahan ... 58 Pengaruh interaksi antara perbandingan tepung talas dan tepung tempe dan konsentrasi baking soda pada nilai organoleptik kerenyahan ... 59 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ... 60 Saran ... 60
DAFTAR TABEL
No Judul Hal
1. Komposisi kimia talas 100 gram bahan ... 6
2. Perbandingan komposisi kimia tepung umbi talas dan beras ... 8
3. Komposisi kimia tempe ... 10
4. Komposisi kimia dan nilai gizi tepung tempe 100 g bahan ... 10
5. Komposisi kimia tepung tapioka dalam 100 g bahan ... 11
6. Standar mutu kerupuk ( Per 100 g bahan ) ... 12
7. Skala uji hedoneik warna ... 27
8. Skala uji hedonik rasa ... 27
9. Skala uji hedonik kerenyahan ... 27
10. Pengaruh perbandingan tepung talas dengan tepung tempe terhadap parameter yang diamati ... 31
11. Pengaruh konsentrasi baking soda terhadap parameter yang diamati ... 32
12. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung talas dengan tepung tempe terhadap kadar air (%) ... 34
13. Uji LSR efek utama pengaruh penambahan konsentrasi baking soda terhadap kadar air (%) ... 35
14. Uji LSR efek utama pengaruh penambahan per bandingan tepung talas dengan tepung tempe terhadap kadar abu (%) ... 37
15. Uji LSR efek utama pengaruh penambahan konsentrasi baking soda terhadap kadar abu (%) ... 39
16. Uji LSR efek utama pengaruh tepung talas dengan tepung tempe terhadap kadar protein (%) ... 41
17. Uji LSR efek utama pengaruh penambahan konsentrasi baking soda terhadap kadar protein (%) ... 43
18. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung talas dengan tepung tempe terhadap kadar lemak (%) sebelum penggorengan ... 45
20. Uji LSR efek utama pengaruh penambahan konsentrasi baking soda terhadap kadar lemak ( % ) sesudah penggorengan ... 48
21. Uji LSR efek utama pengaruh penambahan konsentrasi tepung talas dengan tepung tempe terhadap nilai organoleptik rasa ( numerik) ... 50
22. Uji LSR efek utama pengaruh penambahan perbandingan tepung talas
dengan tepung tempe terhadap nilai organoleptik warna (numerik)... 53
23. Uji LSR efek utama pengaruh penambahan konsentrasi baking soda
terhadap nilai organoleptik warna (numerik) ... 54
24. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung talas dengan tepung tempe terhadap nilai organoleptik kerenyahan (numerik) ... 56
25. Uji LSR efek utama pengaruh penambahan konsentrasi baking soda
DAFTAR GAMBAR
No Judul Hal
1. Skema pembuatan tepung talas ... 28
2. Skema pembuatan tepung tempe ... 29
3. Skema pembuatan kerupuk talas ... 30
4. Histogram pengaruh perbandingan tepung talas dengan tepung tempe terhadap kadar air ... 34
5. Grafik pengaruh penambahan konsentrasi baking soda terhadap kadar air ... 36
6. Histogram pengaruh perbandingan tepung talas dengan tepung tempe terhadap kadar abu ... 38
7. Grafik pengaruh penambahan konsentrasi baking soda terhadap kadar abu ... 40
8. Histogram pengaruh perbandingan tepung talas dengan tepung tempe
terhadap kadar protein ... 42
9. Grafik pengaruh penambahan konsentrasi baking soda terhadap kadar protein ... 43
10. Histogram pengaruh perbandingan tepung talas dengan tepung tempe
terhadap kadar lemak sebelum penggorengan ... 45
11. Histogram pengaruh perbandingan tepung talas dengan tepung tempe terhadap kadar lemak sesudah penggorengan ... 47
12. Grafik pengaruh konsentrasi baking soda terhadap kadar lemak ... 49 13. Histogram pengaruh perbandingan tepung talas dengan tepung tempe
terhadap nilai organo leptik rasa ( numerik ) ... 51
14. Histogram pengaruh perbandingan tepung talas dengan tepung tempe terhadap nilai organoleptik warna ... 53
15. Grafik pengaruh penambahan konsentrasi baking soda terhadap nilai
organoleptik warna ... 55
17.Grafik pengaruh penambahan konsentrasi baking soda terhadap nilai
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Hal
1. Data pengamatan analisa kadar air (%) ... 64
2. Data pengamatan analisa kadar abu (%) ... 65
3. Data pengamatan analisa kadar protein (%) ... 66
4. Data pengamatan analisa kadar lemak (%) sebelum penggorengan ... 67
5. Data pengamatan analisa kadar lemak (%) sesudah penggorengan ... 68
6. Data pengamatan analisa nilai organoleptik rasa(numerik) ... 69
7. Data pengamatan analisa nilai organoleptik warna (numerik) ... 70
8. Data pengamatan analisa nilai organoleptik kerenyahan (numerik) ... 71
9. Gambar kerupuk sebelum dan sesudah penggorengan dengan perbandingan tepung talas dengan tepung tempe 100% : 0% dan berbagai perlakuan konsentrasi baking soda ... 72
10.Gambar kerupuk sebelum dan sesudah penggorengan dengan perbandingan tepung talas dengan tepung tempe 85% : 15% dan berbagai perlakuan konsentrasi baking soda ... 73
11.Gambar kerupuk sebelum dan sesudah penggorengan dengan perbandingan tepung talas dengan tepung tempe 70% : 30% dan berbagai perlakuan konsentrasi baking soda ... 74
ABSTRAK
PUTRA GINTING : Pengaruh Perbandingan Tepung Talas dengan Tepung Tempe dan Konsentrasi Baking Soda Terhadap Mutu Kerupuk Talas. Dibimbing oleh SENTOSA
GINTING dan LASMA NORA LIMBONG.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perbandingan tepung talas dengan tepung tempe dan konsentrasi baking soda terhadap mutu kerupuk talas. Penelitian dilakukan pada bulan Oktober - Desember 2012 di Laboratorium Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan, menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan dua faktor yaitu perbandingan tepung talas dengan tepung tempe (A) dengan konsentrasi (100% : 0%), (85% : 15%), (70% : 30%), dan (55% : 45%) dan baking soda (C) dengan konsentrasi (0,1%), (0,2%), (0,3%), dan (0,4%). Parameter yang dianalisis sebelum penggorengan adalah kadar air, abu, protein, lemak, dan sesudah penggorengan adalah kadar lemak, uji organoleptik rasa, warna dan kerenyahan.
Hasil penelitian pada perbandingan tepung talas dengan tepung tempe memberi pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap kadar air, abu, protein, lemak sebelum penggorengan dan sesudah penggorengan, uji organoleptik rasa, warna dan kerenyahan sedangkan baking soda memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap kadar air, abu, uji organoleptik warna, dan kerenyahan serta berbeda tidak nyata terhadap kadar lemak sebelum penggorengan dan uji organoleptik rasa. Interaksi perbandingan tepung talas dengan tepung tempe dan baking soda memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap kadar air, abu, protein, lemak sebelum dan sesudah penggorengan, uji organoleptik rasa, warna dan kerenyahan. Kerupuk talas yang terbaik pada perlakuan A2C2 yaitu dengan perbandingan tepung talas dengan tepung tempe 85% : 15% dan
konsentrasi baking soda 0,2%.
Kata kunci: Kerupuk Talas, Perbandingan Tepung Talas dengan Tepung Tempe dan Konsentrasi Baking Soda.
ABSTRACT
PUTRA GINTING : The Effect of ratio of Taro with Tempeh Flour and Concentration of Baking Soda an Taro Crackers quality. Supervised by SENTOSA GINTING and LASMA NORA LIMBONG.
This study was conducted to determine the effect of taro flour ratio with tempeh flour and baking soda concentration on the quality of taro crackers. The study was performed in October-December 2012 at the Laboratory of Food Technology, Faculty of Agriculture, University of North Sumatra, Medan, using Factorial Completely randomized block design with two factors i.e. ratio of taro with tempeh flour (A) (100%: 0%), (85 %: 15%), (70%: 30%), and (55%: 45%) and baking soda (C) with concentration (0.1%), (0.2%), (0.3%), and (0.4%). Parameters analyzed before frying were water content, ash content, protein content, fat content, and after frying were fat content, organoleptic taste, color and crispness.
The results showed that ratio of taro and tempeh flour had a highly significant effect on water content, ash content, protein content, fat content before frying and after frying, organoleptic taste, color and crispness while the baking soda had a highly significant effect on water content, ash content, organoleptic color and crispness and had no significant effect on levels of fat before frying and organoleptic taste. Interactions of ratio tempeh and taro flour and baking soda had no different effect on moisture, ash content, protein content, fat content before and after frying, organoleptic taste, color and
crispness. The best crackers way the A2C2 treatment (85% taro and 15% tempeh flour)
and 0.2% baking soda.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Talas (Colocasia asculenta) merupakan tanaman pangan menahun. Talas termasuk dalam suku talas-talasan (Araceae), berperawakan tegak, tingginya 1 cm atau lebih dan merupakan tanaman semusim atau sepanjang tahun. Talas
dikonsumsi sebagai makanan pokok dan makanan tambahan. Talas mengandung
karbohidrat yang tinggi, protein, lemak dan vitamin. Selain harganya yang murah
talas memiliki keistimewaan sebagai bahan pangan yang memiliki amilopektin
tinggi sehingga baik untuk penderita diabetes militus dan kaya akan serat untuk
memperlancar kerja pencernaan.
Dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan karbohidrat di masa
mendatang terdapat berbagai macam kendala seperti laju pertumbuhan jumlah
penduduk yang masih cukup besar, juga terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke
non pertanian khususnya lahan sawah di Indonesia, dengan meningkatnya
konsumsi pangan karbohidrat yakni beras per kapita per tahun. Kesemuanya itu
akan mengakibatkan semakin sulitnya penyediaan pangan, terlebih bila masih
bertumpu kepada beras semata (single commodity).
Kebutuhan karbohidrat dari tahun ke tahun terus meningkat di mana,
penyediaan karbohidrat dari serealia saja tidak mencukupi, sehingga peranan
tanaman penghasil karbohidrat dari umbi-umbian khususnya talas semakin
penting. Tanaman talas merupakan penghasil karbohidrat yang memiliki peranan
sebagai sumber bahan pangan dan bahan baku industri tetapi juga untuk pakan
terhadap upaya penyediaan bahan pangan karbohidrat non beras,
diversifikasi/penganekaragaman konsumsi pangan, substitusi gandum/terigu,
pengembangan industri pengolahan hasil komoditi strategis sebagai pemasok
devisa melalui ekspor.
Dalam perkembangannya industri makanan sudah beralih pada makanan
fungsional yang dapat menyediakan sejumlah besar kebutuhan, yang mana dibuat
menjadi makanan ringan, kue, roti, kerupuk dan lain-lain. Kerupuk merupakan
makanan tradisional yang sudah ada sejak dahulu, dan memiliki potensi dalam
perkembangan industri makanan siap saji dengan efisiensi biaya yang sangat
murah dan mudah dibuat.
Untuk meningkatkan nilai gizi dan cita rasa dari makanan olahan perlu
ditambahkan bahan tambahan yang mengandung protein tinggi seperti tempe, ikan
dan daging. Indonesia terkenal akan makanan yang memiliki kandungan protein
yang tinggi yaitu tempe. Kandungan protein nabati yang terkandung dalam tempe
sangat berperan penting untuk kesehatan dan perkembangan tubuh manusia.
Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai atau
beberapa bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus, seperti
Rhizopus oligosporus, Rhizopus oryzae, Rhyzopus stolonifer (kapang roti), atau
Rhyzopus arrhizus. Kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa-senyawa sederhana sehingga mudah dicerna oleh
manusia. Secara kualitatif nilai gizi tempe lebih tinggi dibanding nilai gizi kedelai
karena tempe mempunyai nilai cerna yang lebih baik. Beberapa keistimewaan
tempe antara lain : sebagai sumber protein nabati, sumber asam lemak tidak jenuh
mineral, penghasil kalsium yang tinggi pencegah osteoporosis dan penghasil zat
antioksidan dalam bentuk isoflavon yang berfungsi menghentikan reaksi radikal
bebas. Tempe kaya akan serat pangan, kalsium, vitamin B dan zat besi. Berbagai
macam kandungan dalam tempe mempunyai nilai obat, seperti antibiotik untuk
menyembuhkan infeksi dan antioksidan pencegah penyakit degeneratif. Secara
umum, tempe berwarna putih karena pertumbuhan miselia kapang yang
merekatkan biji-biji kedelai sehingga terbentuk tekstur yang memadat. Degradasi
komponen-komponen kedelai pada fermentasi membuat tempe memiliki rasa dan
aroma khas.
Kerupuk adalah suatu produk makanan kering yang dibuat dari tepung pati
dengan penambahan bahan-bahan lainnya dan bahan tambahan makanan yang
diijinkan. Namun selama ini produk kerupuk hanya digunakan sebagai makanan
ringan yang bersifat sebagai makanan sampingan saja tanpa memperhatikan nilai
maupun mutu gizinya. Kerupuk merupakan makanan khas di Indonesia dan dan
daya konsumsinya yang sangat tinggi, sehingga penganekaragaman kerupuk
sebagai makanan ringan yang bernilai gizi tinggi seperti ini yang perlu
ditingkatkan.
Pengolahan bahan pangan yang berbahan mentah dari talas dan tempe
selama ini kurang dimanfaatkan. Pada dasarnya talas hanya digunakan sebagai
bahan pangan tradisional dengan cara direbus dan makanan ternak, padahal
selama ini kita kekurangan penyediaan karbohidrat yang digunakan sebagai bahan
baku industri. Kita ketahui bahwa talas memiliki kandungan gizi yang tidak jauh
berbeda dengan beras dan tersebar diseluruh Indonesia tetapi sampai saat ini
sebagai tanaman penghasil karbohidrat maka kebutuhan akan karbohidrat sebagai
bahan baku industri akan terpenuhi. Sama halnya dengan tempe, pemanfaatannya
kurang diperhatikan dan dikembangkan sebagai bahan baku untuk makanan
olahan yang ber gizi tinggi, dan biasanya hanya digoreng sebagai lauk, dan
gorengan, padahal tempe memiliki kandungan nilai gizi yang tinggi seperti yang
diterangkan diatas dan penting untuk pertumbuhan dan kesehatan manusia.
Di sini penulis mencoba melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh
Perbandingan Tepung Talas dengan Tepung Tempe dan Konsentrasi Baking
Soda Terhadap Mutu Kerupuk Talas”. Dari penelitian ini diharapkan kerupuk
yang dihasilkan mempunyai mutu dan pemasaran yang lebih baik.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perbandingan
tepung talas dengan tepung tempe dan konsentrasi baking soda terhadap mutu pembuatan kerupuk talas.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna sebagai sumber data penyusunan skripsi dan
diharapkan dapat berguna sebagai sumber informasi untuk pihak-pihak yang
berkepentingan dalam industri rumah tangga.
Hipotesis Penelitian
Ada pengaruh perbandingan tepung talas dengan tepung tempe dan
TINJAUAN PUSTAKA
Talas
Talas mempunyai variasi yang besar baik karakter morfologi seperti umbi,
daun dan pembungaan serta kimiawi seperti aroma, rasa dan lain-lain. Dari
berbagai jenis talas telah diidentifikasi 20 kultivar talas yang mempunyai
keunggulan dalam beberapa aspek tertentu dalam rangka mengembangkan potensi
talas sebagai bahan pangan industri (Siregar 2011).
Adapun jenis talas sebagai berikut: talas Bogor (Colocasia esculenta L.), jenis ini berbentuk hati dengan pelepah daunnya tertancap agak ketengah, talas
Belitung (Xanthosoma sagitifolium) mempunyai umbi batang maupun batang palsu yang sebenarnya tangkai daun. Umbinya digunakan sebagai bahan makanan,
digoreng dan direbus, talas Padang (Colocasia gigantean), pohon lebih besar biasa tingginya 2 meter dan tangkai daunnya lebih kasar. Umbi induknya cukup
besar tetapi tidak dapat dimakan. Penggunaan talas yang baik untuk mengolahan
industri makanan yaitu talas Belitung dan Bogor, akan tetapi talas Bogor dapat
menimbulkan rasa gatal saat dimakan (Deptan, 2009).
Ada dua jenis talas, yaitu talas yang tidak gatal dan talas yang gatal. Talas
yang tidak gatal misalnya talas bote, garbu, lumbu dan jenis talas yang gatal
misalnya yang disebut sente. Cara pengolahannya yaitu talas dikupas, dicuci
bersih karena biasanya berlendir, dan dicuci dengan air garam agar lendir mudah
Komposisi kimia talas
Komposisi kimia talas dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1.Komposisi kimia talas 100 gram bahan
Komposisi Jumlah Sumber: Departemen Kesehatan RI (1996)
Umbi talas mudah dicerna, tetapi banyak mengandung kalsium oksalat
yang menyebabkan rasa umbinya tajam. Kalsium oksalat akan hilang dengan
dimasak terlebih dahulu. Bagian tanaman yang dapat dimakan, yaitu umbi, tunas
muda dan tangkai daun. Umbi talas banyak dibuat makanan ringan seperti keripik
dan getuk talas (Siregar, 2011).
Asam oksalat merupakan senyawa kimia yang memiliki rumus H2C2O4
dengan nama sistematis asam etanadioat. Asam dikarboksilat paling sederhana ini
biasa digambarkan dengan rumus HOOC-COOH, dibagian anionnya dikenal
sebagai oksalat, juga agen pereduktor. Banyak ion logam yang membentuk
endapan tak larut dengan asam oksalat (H2C2O4), contoh kalsium oksalat
(CaOOC-COOCa). Untuk menghilangkan rasa gatal yang disebabkan kalsium
oksalat pada umbi talas dapat dilakukan dengan cara perendaman NaCl.
dan kalsium oksalat (CaC2O4). Garam (NaCl) dilarutkan dalam air terurai menjadi
ion-ion Na+ dan Cl-. Ion-ion tersebut bersifat sepereti magnet. Ion Na+ menarik
ion-ion yang bermuatan negatif dan Ion Cl- menarik ion-ion yang bermuatan
positif. Sedangkan kalsium oksalat (CaC2O4) dalam air terurai menjadi ion-ion
Ca2+ dan C2O42-. Na+ mengikat ion C2O42- membentuk natrium oksalat (Na2C2O4).
Ion Cl- mengikat Ca2+ membentuk endapan putih kalsium diklorida (CaCl2) yang
mudah larut dalam air.
CaC2O4 + 2NaCl Na2C2O4 + CaCl2
Konversi umbi segar talas menjadi bentuk tepung yang siap pakai terutama
untuk produksi makanan olahan selain itu dapat mendorong munculnya
produk-produk lebih beragam dan berkembangnya industri berbahan dasar tepung atau
pati talas sehingga meningkatkan nilai komoditas secara ekonomi. Penepungan
talas juga diharapkan dapat menghindari kerugian akibat tidak terserapnya umbi
segar talas di pasar ketika produksi panen berlebih (Hartati dan Prana, 2003).
Dalam bentuk tepung, talas memiliki komposisi nutrisi yang lebih baik
dibandingkan beras. Tepung talas mengandung protein yang lebih tinggi dan
dengan kadar lemak yang lebih rendah daripada beras. Kandungan serat talas juga
cukup tinggi. Kehadiran serat ini sangat baik untuk menjaga kesehatan saluran
cerna. Granula dari pati talas berukuran kecil. Dari aspek daya cerna, pati dengan
ukuran granula yang kecil lebih mudah dicerna sehingga dapat digunakan sebagai
bahan pangan untuk makanan pengganti ASI (MP-ASI), untuk orang tua, maupun
orang yang bermasalah dengan saluran cerna. Secara tradisional, masyarakat di
untuk makanan bayi (Syamsir, 2012). Perbandingan komposisi kimia tepung umbi
talas dan beras dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Perbandingan komposisi kimia tepung umbi talas dan beras Komposisi Talas Beras Sumber : Syamsir, (2012)
Talas Bogor adalah talas yang banyak dibudidayakan di Indonesia bagian
barat. Talas Bogor ini memiliki warna daun yang hijau dan warna umbi berwarna
ungu gelap, mengandung energi sebesar 108 kilo kalori, protein 1,4 gram,
karbohidrat 25 gram, lemak 0,4 gram, kalsium 47 miligram, fosfor 67 miligram,
dan zat besi 0,7 miligram. Selain itu di dalam talas Bogor juga mengandung
vitamin A, vitamin B1 0,06 miligram dan vitamin C 4 miligram. Hasil tersebut
didapat dari melakukan penelitian terhadap 100 gram talas Bogor, dengan jumlah
yang dapat dimakan sebanyak 85 % (Syamsir, 2012).
Tepung Talas
Umbi talas mempunyai kandungan karbohidrat yang cukup tinggi terutama
pati oleh karena itu umbi talas berguna sebagai penghasil pati dan pembuatan
Tepung talas sebagai bahan baku industri. Tepung talas diperoleh dari hasil
penggilingan umbi talas kering, tepung talas yang tergolong halus dan mudah
Apabila hendak diolah menjadi tepung akan diperoleh hasil sekitar 60% dari hasil
kering (Kartasapoetra, 1988).
Tempe
Tempe merupakan makanan hasil fermentasi tradisional berbahan baku
kedelai dengan bantuan jamur Rhizopus oligosporus. Mempunyai ciri-ciri berwarna putih, tekstur kompak dan flavor spesifik. Warna putih disebabkan
adanya miselia jamur yang tumbuh pada permukaan biji kedelai. Tekstur yang
kompak juga disebabkan oleh miselia-miselia jamur yang menghubungkan antara
biji-biji kedelai tersebut. Terjadinya degradasi komponen-komponen dalam
kedelai dapat menyebabkan terbentuknya flavor spesifik setelah fermentasi
(Kasmidjo, 1990).
Pada proses pembuatan biji kedelai menjedi tempe terjadi perubahan
kandungan gizinya, dimana kadar total nitrogennya sedikit bertambah, kadar abu
meningkat, tetapi kadar lemak dan kadar nitrogen asal proteinnya berkurang,
(Cahyadi, 2006). Ada beberapa manfaat mengkonsumsi tempe yaitu melindungi
usus dan memperbaiki pencernaan karena tempe mengandung antibiotik alami,
dapat meningkatkan daya tahan tubuh sehinnga membuat awet muda karena
tempe mengandung senyawa isoflavon yang mempunyai daya proteksi terhadap
Tabel 3. Komposisi kimia tempe
Komposisi Kimia Tempe Jumlah
Kalori (kal) Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI (1995)
Tempe dapat digunakan sebagai bahan penyusun makanan dalam bentuk
tepung tempe, untuk memperkaya nilai gizi makanan seperti protein dan serat.
Komposisi kimia dan nilai gizi tepung tempe dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Komposisi kimia dan nilai gizi tepung tempe 100 gram bahan.
Komponen Jumlah
Sumber : Mardiah, (1992)
Tepung Tapioka
Tepung tapioka dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku ataupun campuran
pada berbagai macam produk antara lain kerupuk dan kue kering lainnya. Selain
itu tepung tapioka dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengental, bahan pengisi,
Tepung tapioka banyak digunakan dalam berbagai industri karena
kandugan patinya yang tinggi dan sifat patinya yang mudah tergelatinisasi dalam
air panas dengan membentuk kekentalan yang dikehendaki (Sumaatmadja, 1984).
Radley (1976) mengemukakan bahwa penggunaan tepung tapioka lebih disukai
karena memiliki larutan yang jernih, daya gel yang baik, rasa yang netral, warna
yang terang dan daya lekatnya yang sangat baik.
Kualitas tapioka sangat ditentukan oleh warna tepung, kandungan air,
kandungan serat dan derajat yang kotoran rendah. Warna tapioka biasanya
diperbaiki dengan penambahan natrium bisulfit (Na2SO4) sebanyak 0,1%. Ubi
kayu yang digunakan untuk pembuatan tepung tapioka harus berumur kurang dari
satu tahun ketika serat dan zat kayunya masih sedikit tetapi kadar patinya relatif
banyak. Daya rekat tapioka yang tinggi diperoleh dengan cara menghindari
penggunaan air yang berlebihan pada proses produksi (Margono, et al., 1993). Komposisi kimia tepung tapioka dapat dilaihat pada Tabel 5 berikut.
Tabel 5. Komposisi kimia tepung tapioka (per 100 g bahan)
Komposisi Jumlah
Bdd (bahan dapat dimakan) (g) 100,0
Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan R.I., (1996).
Pengolahan pati sangat erat hubungannya dengan pemanasan, karena bila
suspensi dalam pati dipanaskan akan terjadi gelatinisasi dan suhu saat granula pati
kembali ini sebagian airnya masih berada di bagian luar granula yang
menggumpal. Air ini mengadakan ikatan yang erat dengan molekul-molekul pati
pada permukaan butir-butir yang menggumpal. Sebagian air pada pasta yang
dimasak tersebut berada dalam rongga-rongga yang terbentuk dari butir pati dan
endapan amilosa. Bila gel dipotong dengan pisau atau disimpan untuk beberapa
hari, air tersebut dapat keluar dari bahan. Keluarnya atau merembesnya cairan dari
suatu gel dari pati disebut sineresis (Winarno, 1992). Kemungkinan air yang
terikat secara kimia dengan gel cukup tinggi disebabkan oleh karakteristik
amilopektin yang tersusun atas daerah yang amorf dengan ikatan yang lemah,
sehingga mudah dicapai oleh air (Haryadi, 1989).
Kerupuk
Kerupuk adalah salah satu jenis produk makanan kering khas Indonesia.
Kerupuk disukai sebagai lauk pauk maupun makanan ringan. Kerupuk sangat
beragam baik dalam bentuk ukuran, kenampakan, cita rasa, ketebalan dan nilai
gizinya (Praptiningsih, et al., 2003).
Bahan dasar kerupuk adalah pati, dan kandungan amilopektin dalam
pati sangat menentukan daya kembang kerupuk. Semakin tinggi kandungan
amilopektin pati maka kerupuk yang dihasilkan akan mempunyai daya kembang
yang semakin besar. Pada pembuatan kerupuk sering ditambahkan bahan-bahan
lain untuk memperbaiki cita rasa dan nilai nutrisi seperti udang, ikan, telur, dan
Tabel 6. Standar mutu kerupuk (per 100 g bahan)
Bahan Tambahan Pembuatan Kerupuk Talas
Adapun bahan tambahan pada pembuatan kerupuk talas yaitu sebagai
berikut :
Baking soda
Penambahan bahan selain pati yang suka air dapat menyulitkan pemasakan
pati, sehingga kematangan adonan pati mempengaruhi hasil akhir dan akibatnya
mempengaruhi kerenyahan. Oleh karena itu diperlukan bahan yang dapat
meningkatkan daya kembang dan kerenyahan produk, di antaranya adalah
menambahkan NaHCO3 (Haryadi, 1989). Baking soda dapat meningkatkan
kemampuan pati dalam menyerap air. NaHCO3 sendiri dapat mengikat air
membentuk NaOH dan H2CO3 yang nantinya berperan pada pengembangan
dengan menghasilkan gas CO2 dan uap air karena adanya pemanasan yakni
pengeringan dan penggorengan (Setiawan, 2011).
Baking soda adalah agensia peragi yang dihasilkan oleh pencampuran suatu bahan yang bereaksi antara asam dengan natrium bikarbonat dan pati atau
tepung, campuran tersebut membebaskan karbondioksida tidak kurang 12%. Dari
12% karbondioksida yang dipenuhi dengan memasukkan 23% natrium
bikarbonat, tetapi untuk mengganti gas-gas yang hilang dalam penyimpanan dan
yang mengandung kurang lebih 26-30% soda. Bubuk ragi terdiri dari asam peragi
dan bahan pengisi misalnya pati dan tepung serta senyawa lain seperti kalsium
laktat atau kalsium silikat hidrat yang memiliki pengaruh terhadap terbentuknya
karbondioksida dari suatu sistem. Terbukti bahwa pengencer tidak sepenuhnya
bermanfaat tetapi mampu untuk menghambat reaksi komponen peragi, karena
adanya penyerapan air selama penyimpanan untuk mengubah sedikit kecepatan
selama pencampuran (Desrosier, 1988).
Kuning Telur
Telur berfungsi sebagai komponen utama pembentuk struktur adonan dan
berfungsi untuk menjaga kelembaban, mengikat udara selama pencampuran
adonan, meningkatkan nilai gizi, memberi warna, dan emulsifier karena
mengandung lesithin (Salmon, 2003). Emulsi adalah suatu sediaan yang
mengandung dua zat cair yang tidak tercampur, biasanya air dan minyak, cairan
yang satu terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain. Dispersi ini
tidak stabil, butir-butir ini akan bergabung dan membentuk dua lapisan air dan
minyak yang terpisah (Anief, 1999).
Telur yang ditambahkan pada pembuatan kerupuk udang bertujuan untuk
meningkatkan gizi, rasa, dan bersifat sebagai pengemulsi serta pangikat
komponen-komponen adonan. Telur juga berperan sebagai pengikat udara dan
menahannya sebagai gelembung. Penggunaan telur pada pembuatan kerupuk
udang akan mempengaruhi kemekaran kerupuk udang pada waktu digoreng
Garam
Penambahan garam, selain sebagai pemberi cita rasa, juga berfungsi
sebagai pengawet tergantung pada konsentrasi yang ditambahkan. Adapun
mekanisme garam sebagai pengawet adalah: 1) Garam bersifat higroskopis,
dimana garam akan menyerap kandungan air pada bahan, sehingga tidak dapat
digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya, 2) Garam bersifat osmotik,
dimana garam akan menyerap air pada dinding sel bakteri sehingga terjadi
plasmolisis (pemecahan dinding sel), 3) NaCl dimana Cl- akan bersifat toksin bagi
mikroba (Syarief dan Irawati, 1988).
Fungsi penambahan garam adalah untuk memperbaiki rasa yaitu untuk
menetralkan rasa pahit dan rasa asam, membangkitkan selera makan dan
mempertajam rasa manis, selain itu garam mempunyai tekanan osmotik yang
tinggi, higroskopik atau terurai menjadi Na+ dan Cl- yang merancuni sel mikrobia
dan mengurangi kelarutan O2 (Purba dan Rusmarilin, 1985).
Gula
Pada dasarnya pemberian gula dalam pembuatan kerupuk terutama
berperan sebagai penambah cita rasa dan pengawet, sedangkan bumbu dapat
meningkatkan aroma dan cita rasa kerupuk. Bumbu yang digunakan antara lain
bawang merah, bawang putih, ketumbar dan sebagainya tergantung dari citarasa
yang diinginkan. Penambahan gula dapat menambah umur simpan kerupuk,
karena kerupuk yang dibuat tidak menggunakan bahan pengawet maka gula dan
Bumbu
Bumbu dapat meningkatkan aroma dan citarasa kerupuk. Bumbu yang
digunakan antara lain bawang merah, bawang putih, ketumbar dan sebagainya
tergantung dari cita rasa yang diinginkan (Astawan dan Astawan, 1991).
Pencampuran Adonan
Pada proses pencampuran, rantai protein tepung berorientasi pada posisi
sejajar. Terjadi perubahan kenampakan adonan dan memperlihatkan sifat-sifat
kenampakan dan kehalusan dari suatu adonan yang dicampur dengan memadai
pencampuran tepung dan air dingin menyebabkan terjadinya suspense pati dalam
air tetapi tidak membentuk gel. Jika suspensi tersebut ditingkatkan suhunya, maka
granula pati akan menyerap air dan mengembang. Adonan yang dicampur
selanjutnya akan dikukus, saat pengukusan terjadinya proses gelatinisasi pati.
Proses ini penting karena menaikkan viskositas adonan sehingga granula pati
sangat melekat dan tidak dapat dipisahkan (Saparinto dan Diana, 2011).
Pengaruh pencampuran tepung dengan bahan ini terhadap daya kembang
dan daya serap kerupuk terhadap minyak di mana adonan dicampurkan dengan
air. Kadar air merupakan variabel penting terhadap kualitas kerupukdengan daya
tahan dan daya kembang saat digoreng. Jika kadar air tinggi maka kerupuk tidak
mengalami daya kembang yang baik dan kurangnya daya tahan. Dan tingginya
kadar air maka kelembaban air pun tinggi sehingga mempermudah tumbuhnya
mikrobia dan jamur (Andre, 2010).
Didalam pembuatan kerupuk udang pencampuran tepung dengan udang
mempengaruhi daya kembang dan juga kerapuhan kerupuk tersebut, di mana
kembang dan kerapuhannya. Akan tetapi pencampuran tepung dan udang
menambah kandungan protein pada kerupuk. Di samping itu, proses pembuatan
adonan sangat bertujuan untuk memudahkan proses pembentukan dan pengirisan.
(Diana, 2010).
Pengukusan
Pengukusan merupakan proses pemanasan dengan menggunakan uap air
ke bahan, di mana uap berasal dari air itu sendiri hanya sata berubah dari fase cair
menjadi gas oleh adanya pindah panas. Pindah panas dengan cara konveksi
alamiah terjadi apabila bahan cair bersentuhan dengan permukaan yang lebih
panas atau lebih dingin dari pada bahan cair tersebut. Ketika bahan cair tersebut
dipanasi atau didinginkan, maka kerapatan akan berubah (Earle, 1969).
Proses pindah panas ini membuat adonan mengembang dan mekar saat
dikukus. Dikarenakan adanya proses gelatinisasi pati dengan bahan yang melekat
kuat. Pemekaran dan pengembangan molekul protein yang terdenaturasi akan
membuka gugus reaktif yang ada pada rantai polipeptida. Selanjutnya akan terjadi
pengikatan kembali pada gugus reaktif yang sama atau yang berdekatan. Bila unit
ikatan yang terbentuk cukup banyak sehingga protein tidak lagi terdispersi sebagai
suatu koloid, maka protein tersebut mengalami koagulasi. Apabila ikatan-ikatan
antara gugus-gugus reaktif protein tersebut menahan seluruh cairan, akan
terbentuklah gel. Sedangkan bila cairan terpisah dari protein yang terkoagulasi itu,
Pencetakan
Bahan mentah pada umumnya berukuran lebih besar dari yang dibutuhkan,
sehingga ukuran bahan ini harus diperkecil seperti yang diinginkan. Operasi
pengecilan ukuran ini dapat dibagi dua kategori utama, tergantung kepada apakah
bahan tersebut bahan cair atau bahan padat. Apabila bahan padat, operasi
pengecilan disebut penghancuran dan pemotongan. Dan apabila bahan cair disebut
emulsifikasi (Earle, 1969). Pengecilan ukuran merupakan langkah untuk
mendapatkan kerupuk yang tipis, sehingga mudah dalam proses pengeringan
bahan.
Pengeringan
Pengeringan adalah suatu metoda untuk mengeluarkan atau
menghilangkan sebagian air dari bahan dengan cara menguapkan air tersebut
dengan menggunakan energi panas. Pada umumnya kandungan air dikurangi
sampai batas agar mikroba tidak dapat tumbuh lagi di dalamnya (Winarno,et al.,
1980). Pada umumnya bahan pangan yang dikeringkan berubah warnanya
menjadi coklat, disebabkan reaksi browning non enzimatis, juga terbentuknya
case hardening yang disebabkan oleh adanya perubahan-perubahan kimia tertentu, misalnya terjadi pengumpalan protein pada permukaan karena panas atau
terbentuknya dekstrin dari pati (Winarno, et al., 1980).
Pengeringan juga mempunyai kelemahan antara lain : terjadi perubahan
warna dan tekstur. Perubahan warna tersebut disebabkan karena zat warna alami
pada tidak tahan terhadap suhu tinggi (Buckle,et al., 1987). Mekanisme pengeringan hasil pertanian adalah dengan pemanfaatan panas, berlangsung
dapat diturunkan sehingga kualitas dari produk pertanian tersebut tetap memenuhi
persyaratan seperti yang direncanakan sebelumnya. Dengan adanya pengeringan
ini maka diharapkan akan menimbulkan keuntungan-keuntungan (Matondang,
1999).
Banyaknya kandungan air dalam bahan pangan merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi kecepatan dan aktivitas enzim, aktivitas mikroba dan
aktivitas kimiawi yaitu terjadi ketengikan, reaksi non enzimatis, sehingga
menimbulkan sifat-sifat organoleptik, penampakan, tekstur dan cita rasa serta nilai
gizi yang berubah, di mana kadar air pada bahan pangan dapat diukur dengan
berbagai cara. Metoda yang umum untuk pengukuran kadar air di laboratorium
adalah dengan cara pemanasan dalam oven atau dengan cara destilasi
(Syarief dan Hariyadi, 1993).
Penggorengan
Minyak goreng mengandung sekitar 80% asam lemak tak jenuh jenis asam
oleat dan linoleat, kecuali minyak kelapa. Tingginya kandungan asam lemak tak
jenuh menyebabkan minyak mudah rusak oleh proses penggorengan karena
selama proses menggoreng minyak akan dipanaskan secara terus menerus pada
suhu tinggi serta terjadinya kontak dengan oksigen dari udara luar yang
memudahkan terjadinya reaksi oksidasi pada minyak. Umumnya kerusakan
oksidasi terjadi pada asam lemak tak jenuh, tetapi bila minyak dipanaskan suhu
1000C atau lebih, asam lemak jenuh pun dapat teroksidasi. Oksidasi pada
penggorengan suhu 2000C menimbulkan kerusakan lebih mudah pada minyak
dengan derajat ketidak jenuhan tinggi, sedangkan hidrolisis mudah terjadi pada
Minyak yang diserap untuk mengempukkan sisa makanan, sesuai dengan
jumlah air yang menguap pada saat menggoreng. Lapisan permukaan merupakan
hasil reaksi maillard (browning non enzimatic) yang terdiri dari polimer yang larut, dan tidak larut dalam air serta berwarna coklat kekuningan. Biasanya
senyawa polimer ini terbentuk bila makanan jenis gula dan asam amino, protein
dan atau senyawa yang mengandung nitrogen digoreng secara bersamaan (Ratu,
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Desember-Februari 2013 di Laboratorium
Teknologi Pangan Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah talas, tempe, tepung
tapioka, garam, kuning telur, bahan pengembang (baking soda), garam dan ketumbar.
Reagensia
Larutan 0,02 N H2SO4, CuSO4.5H2O, K2SO4, indikator mengsel (methyl red dan methyl blue) alkohol 96%, 0,02 N NaOH dan akuades.
Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah desikator, tabung reaksi,
Metoda Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) factorial
dengan perlakuan sebagai berikut :
Faktor I : Perbandingan Konsentras Tepung Talas : Tepung Tempe
A1 = 100 : 0
A2 = 85 : 15
A3 = 70 : 30
A4 = 55 : 45
Faktor II : Konsentrasi Baking soda
C1 = 0,1 %
C2 = 0,2%
C3 = 0,3%
C4 = 0,4%
Banyaknya kombinasi perlakuan (Tc) adalah 4 x 4 = 16, maka jumlah ulangan (n)
adalah sebagai berikut :
Tc (n-1) ≥ 15
16 (n-1) ≥ 15
16n - 16 ≥ 15
16n ≥ 31
n ≥ 1,93 ……….dibulatkan menjadi n = 2
Model Rancangan
Penelitian ini dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial
dengan model :
Y���� = µ +α� +β� + (αβ)�� +ε���
Y���� : Hasil pengamatan dari faktor A dari taraf ke-I dan
Faktor C pada taraf ke-j dengan ulangan k
: Efek nilai tengah
α� : Efek dari A pada taraf ke-i
β� : Efek dari C pada taraf ke-j
(αβ)�� : Efek interaksi faktor A pada taraf ke-i dan faktor C
pada taraf ke-j
�� : Efek galat dari faktor A pada taraf ke-I dan faktor C
pada taraf ke-j dalam ulangan ke-k
Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata dan sangat nyata maka
dilanjutkan dengan uji LSR (Least Significant Range)
Pelaksanaan Penelitian
Pembuatan tepung talas
Dikupas talas sampai bersih, kemudian dicuci dengan menggunakan air.
Dirajang tipis-tipis, direndam menggunakan NaCl 1% selama 20 menit, setelah itu
direndam kembali kedalam larutan bahan kimia (natrium metabisulfit 1%) selama
20 menit. Dicuci berulang-ulang kemudian diblanching pada suhu 800C selama 5
sampai kering dan dapat dipatahkan. Digiling dengan menggunakan blender
kemudian diayak untuk mendapatkan tepung talas yang halus.
Pembuatan tepung tempe
Proses pembuatan tepung tempe antara lain, tempe terlebih dahulu
diiris-iris tipis-tipis 0,5-1 cm, selain memudahkan proses blanching juga mempercepat
pengeringan. Tempe kemudian diblanching dalam uap air panas dengan suhu 100
derajat celcius selama 10 menit. Tujuan blanching ini selain melunakkan tempe,
mengeluarkan gas, juga untuk menginaktifkan kapang enzim preteolitik dan
enzim lipolitik. Tempe kering yang tidak diblanching terlebih dahulu rasanya
pahit. Setelah diblanching, kemudian ditiriskan untuk mengurangi kadar airnya
setelah itu didinginkan pada suhu kamar. Setelah benar-benar dingin proses
pengeringan bisa dimulai, tempe disusun merata pada loyang kemudian ditata
pada open pengering.
Untuk menghasilkan kadar air sekitar 4-5 %, proses pengeringan
dilakukan pada suhu 65 derajat celcius selama 8 jam. Tempe kering kemudian
ditepungkan dengan cara digiling menggunakan blender. Tepung kemudian
disaring (diayak) dengan ayakan berukuran 80 mesh. Hal ini dilakukan
berulang-ulang hingga diperoleh tepung tempe yang homogen (Sukarto, 2011).
Pembuatan kerupuk talas
Disiapkan tepung talas dengan tempe dengan perbandingan 100% : 0%,
85% : 15%, 70% : 30%, dan 55% : 45% dari berat total tepung tapioka yaitu 100
gram. Disiapkan bahan tambahan seperti : gula 1%, garam 1%, kuning telur 14%,
berat total tepung tapioka yaitu 100 gram. Dibuat adonan dari bahan diatas,
dengan mencampurkan tepung talas, tepung tempe, tepung tapioka, dan air hangat
sampai adonan kalis. Dimasukkan dalam cetakan, kemudian dikukus sampai
matang dan warna bahan yang dihasilkan menjadi bening. Dikering anginkan
selama 24 jam, setelah kering dipotong-potong berbentuk persegi. Setelah itu
disusun diatas loyang dan dikeringkan dalam oven dengan suhu 50 derajat celcius
selama sampai kerupuk bisa dipatahkan.
Pengamatan dan Pengukuran Data
Pengamatan dan pengukuran data dilakukan dengan cara analisis terhadap
parameter : penentuan kadar air, penentuan kadar abu, penentuan kadar protein,
penentuan kadar lemak, uji organoleptik (warna, rasa, dan kerenyahan).
Parameter Penelitian
Penentuan kadar air dengan metode oven (AOAC, 1984)
Ditimbang bahan sebanyak 5 gram di dalam aluminium foil yang telah
diketahui berat kosongnya. Kemudian bahan tersebut dikeringkan dalam oven
dengan suhu sekitar 105oC-110oC selama 4 jam, selanjutnya didinginkan di dalam
desikator selama 15 menit lalu ditimbang kembali. Setelah itu, bahan dimasukkan
kembali di dalam oven selama 30 menit, lalu didinginkan kembali dalam desikator
selama 15 menit lalu ditimbang. Perlakuan ini dilakukan sempai diperoleh berat
yang konstan.
Berat Awal – Berat akhir
% kadar air = x 100%
Penentuan kadar abu (Sudarmaji, et.al., 1989)
Penentuan kadar abu dilakukan dengan menggunakan muffle. Bahan ditimbang sebanyak 5 g kemudian dikeringkan dalam oven terlebih dahulu selama
5 jam dengan suhu 105oC lalu didinginkan dalam desikator selama 15 menit
setelah itu ditimbang, Kemudian bahan yang sudah kering dimasukkan ke dalam
muffle dengan suhu 300oC selama 3 jam kemudian dinaikkan kembali suhu muffle
hingga 5000C didinginkan dalam desikator selam 15 menit lalu ditimbang
beratnya. Kadar abu dihitung dengan rumus :
Berat setelah dikeringkan
% kadar abu = x 100%
Berat sebelum dikeringkan
Penentuan kadar protein (AOAC, et.al., 1970)
Kadar protein ditetapkan secara semi mikro Kjeldhal. Kadar protein contoh dihitung dengan menentukan nilai-nilai nitrogen dan dikalikan dengan
faktor 6,25 yaitu sebagai berikut :
Kerupuk talas yang belum digoreng dihaluskan ditimbang sebanyak 0,3 g
dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldhal, lalu ditambahkan 2 g campuran K2SO4
dan CuSO4.5H2O (1:1) dan 5 ml H2SO4 (l), kemudian didektruksi sampai cairan
berwarna hijau dan dipindahkan ke dalam labu, ditambahkan 10 ml NaOH sampai
terbentuk warna hitam dan segera didestilasi. Hasil penyulingan ditampung dalam
erlemenyer yang berisi 25 ml 0,02 N H2SO4 dengan 3 tetes indikator mengsel
(425 mg methyl red dan 500 mg methyl blue) yang dilarutkan dalam 10 ml alkohol 96%. Hasil sulingan dititrasi dengan larutan 0,02 N NaOH dan juga
Kadar protein dapat dihitung dengan persamaan berikut :
[(b-c) x N x 0,014 x 6,25]
% kadar protein = x 100% A
Keterangan :
a : berat contoh (g)
b : titrasi blanko (ml NaOH 0,02N)
c : titrasi contoh (ml NaOH 0,02N)
N : Normalitas NaOH yang digunakan (N)
Penentuan kadar lemak dengan metode soxhlet (AOAC,1984)
Kadar lemak ditentukan dengan menggunakan metode Soxhlet. Labu
yang akan digunakan dikeringkan dalam oven, kemudian didinginkan dalam
desikator dan ditimbang beratnya. Sebanyak dua gram sampel kerupuk disebar
diatas kapas yang beralaskan kertas saring dan digulung membentuk thimble, lalu
dimasukkan ke dalam alat ekstrasi Soxhlet. Kemudian dilakukan ekstrasi selama 6
jam dengan menggunakan pelarut lemak berupa heksana sebanyak 150 ml. Lemak
yang terekstrak kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 100 drajat celcius
selama 1 jam kemudian didinginkan dalam desikator. Labu beserta lemaknya
ditimbang. Kadar lemak dihitung dengan persamaan di bawah ini.
Berat lemak (gram)
Kadar Lemak (% BB) = X 100%
Berat sampel (gram)
Uji organoleptik warna (numerik) (Sukarto, 1985)
Penentuan uji organoleptik dilakukan dengan uji kesukaan atau uji hedonik.
diuji kepada 10 panelis yang melakukan penilaian. Penilaian dilakukan
berdasarkan kriteria seperti pada tabel berikut :
Tabel 7. Skala uji hedonik warna
Skala Hedonik Skala Numerik
Sangat suka
Uji organoleptik rasa (numerik) (Sukarto, 1985)
Penentuan uji organoleptik dilakukan dengan uji kesukaan atau uji hedonik.
Caranya contoh diuji secara acak dengan memberikan kode pada bahan yang akan
diuji kepada 10 panelis yang melakukan penilaian. Penilaian dilakukan
berdasarkan kriteria seperti pada tabel berikut :
Tabel 8. Skala uji hedonik rasa
Skala Hedonik Skala Numerik
Sangat suka
Uji organoleptik kerenyahan (numerik) (Sukarto, 1985)
Penentuan uji organoleptik dilakukan dengan uji hedonik. Caranya contoh
diuji secara acak dengan memberikan kode pada bahan yang akan diuji kepada
10 panelis yang melakukan penilaian. Penilaian dilakukan berdasarkan kriteria
seperti pada tabel berikut :
Tabel 9. Skala uji kerenyahan
Skala Hedonik Skala Numerik
Gambar 1. Skema pembuatan tepung talas Talas
Dirajang tipis-tipis dan direndam dengan NaCl 1% 20 menit, kemudian direndam kembali ke dalam larutan bahan kimia
Dikeringkan menggunakan cahaya matahari
Digiling dan diayak
Tepung talas
Gambar 2. Skema Pembuatan Tepung Tempe Diiris tipis-tipis
Diblancing selama 5 menit
Dikeringkan dalam oven suhu 60°C selama 8 jam
Ditepungkan dengan blender
Disaring dengan ayakan ukuran 80 mesh
Tepung tempe Tempe
Gambar 3. Skema pembuatan kerupuk talas Penambahan bahan pengembang
(baking soda) dan bahan tambahan lain (gula, garam, ketumbar sebanyak 1%
dan kuning telur 10%)
Diadon bahan dengan air hangat hingga adonan kalis
Dimasukkan dalam cetakan
Dikukus dalam cetakan
Dikeringanginkan selama 24 jam
Dipotong-potong berbentuk persegi
Dkeringkan dengan oven selama 48 jam dengan suhu 50 C
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan tepung talas dengan
tepung tempe dan baking soda memberikan pengaruh terhadap parameter yang diamati. Pengaruh perbandingan tepung talas dengan tepung tempe dan baking soda terhadap parameter yang diamati dapat dijelaskan di bawah ini :
Pengaruh perbandingan tepung talas dengan tepung tempe terhadap parameter yang diamati
Hasil penelitian dan analisis yang dilakukan, menunjukkan bahwa
perbandingan tepung talas dengan tepung tempe memberikan pengaruh terhadap
kadar air, abu, protein, lemak dan nilai organoleptik rasa, warna dan kerenyahan,
seperti terlihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Pengaruh perbandingan tepung talas dengan tepung tempe terhadap parameter yang diamati.
Tepung talas : Rasa Warna Kerenyahan
A1 = 100 : 0
Keterangan : * = Kadar lemak sebelum penggorengan ** = Kadar lemak sesudah penggorengan
Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa semakin besar jumlah tepung talas
maka, kadar air, abu, protein dan lemak semakin menurun sedangkan nilai
organoleptik rasa, warna dan kerenyahan semakin meningkat. Kadar air tertinggi
diperoleh pada perlakuan A4 yaitu sebesar 9,96% dan terendah diperoleh pada
perlakuan A1 yaitu sebesar 8,93%. Kadar abu tertinggi diperoleh pada perlakuan
Kadar protein tertinggi diperoleh pada perlakuan A4 yaitu sebesar 12,51% dan
terendah pada perlakuan A1 yaitu sebesar 1,79%. Kadar lemak tertinngi sebelum
penggorengan diperoleh pada perlakuan A4 yaitu sebesar 6,31% dan terendah
pada perlakuan A1 sebesar 0.81%. Kadar lemak tertinggi sesudah penggorengan
diperoleh pada perlakuan A4 yaitu sebesar 19,91% dan terendah pada perlakuan
A1 sebesar 15,57%. Nilai organoleptik rasa tertinggi diperoleh pada perlakuan A1
yaitu sebesar 3,08 (suka) dan terendah pada perlakuan A4 yaitu sebesar 2,38 (agak
suka). Nilai organoleptik warna tertinggi diperoleh pada perlakuan A1 yaitu
sebesar 3,03 (suka) dan terendah pada perlakuan A4 yaitu sebesar 2,56 (agak
suka). Nilai organoleptik kerenyahan tertinggi diperoleh pada perlakuan A1 yaitu
sebesar 3,47 (suka) dan terendah pada perlakuan A4 yaitu sebesar 2,45 (agak
suka).
Pengaruh penambahan konsentrasi baking soda terhadap parameter yang diamati
Dari hasil penelitian dan analisis yang dilakukan, secara umum
menunjukkan bahwa konsentrasi baking soda memberikan pengaruh terhadap kadar air, abu, protein, lemak dan nilai organoleptik warna, rasa dan kerenyahan,
seperti terlihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Pengaruh konsentrasi baking soda terhadap parameter yang diamati Konsentrasi Rasa Warna Kerenyahan
C1 = 0,1%
Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa semakin banyak konsentrasi baking soda maka kadar air, nilai organoleptik rasa dan warna menurun sedangkan kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan nilai organoleptik kerenyahan semakin
meningkat. Kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan C1 yaitu sebesar 9,82%
dan terendah diperoleh pada perlakuan C4 yaitu sebesar 9,19%. Nilai organoleptik
rasa tertinggi diperoleh pada perlakuan C1 yaitu sebesar 2,86 (agak suka) dan
terendah pada perlakuan C4 yaitu sebesar 2,77 (agak suka). Nilai organoleptik
warna tertinggi diperoleh pada perlakuan C1 yaitu sebesar 2,88 (agak suka) dan
terendah pada perlakuan C4 yaitu sebesar 2,75 (agak suka). Kadar abu tertinggi
diperoleh pada perlakuan C4 yaitu sebesar 1,33% dan terendah pada perlakuan C1
yaitu sebesar 1,15%. Kadar protein tertinggi diperoleh pada perlakuan C4 yaitu
sebesar 7,28% dan terendah pada perlakuan C1 yaitu sebesar 6,57%. Kadar lemak
tertinggi sebelum penggorengan diperoleh pada perlakuan C3 yaitu sebesar 3,97%
dan terendah pada perlakuan C4 yaitu sebesar 5,956%. Kadar lemak tertinggi
sesudah penggorengan diperoleh pada perlakuan C4 yaitu sebesar 17,98% dan
terendah pada perlakuan C1 yaitu sebesar 17,24%. Nilai organoleptik kerenyahan
tertinggi diperoleh pada perlakuan C4 yaitu sebesar 3,07 (suka) dan terendah pada
perlakuan C1 yaitu sebesar 2,86 (agak suka). Hasil analisis data secara statistik
terhadap masing-masing parameter dapat dibaca pada uraian berikut :
Kadar Air
Pengaruh perbandingan tepung talas dengan tepung tempe terhadap kadar air (%)
Daftar analisis sidik ragam pada Lampiran 1 dapat dilihat bahwa
berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air kerupuk talas yang dihasilkan.
Hasil pengujian dengan Least Significant Range (LSR) pengaruh perbandingan tepung talas dan tepung tempe terhadap kadar air untuk tiap-tiap perlakuan dapat
dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung talas dengan tepung tempe terhadap kadar air (%)
Jarak LSR Tepung Talas : Tepung
Keterangan: notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5 % (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)
Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa perlakuan A1 berbeda sangat nyata
terhadap A2, A3 dan A4. Perlakuan A2 berbeda nyata terhadap A3 dan berbeda
sangat nyata terhadap A4. Perlakuan A3 berbeda tidak nyata terhadap A4. Kadar
air tertinggi diperoleh pada perlakuan A4 yaitu sebesar 9,96% dan kadar air
terendah diperoleh pada perlakuan A1 yaitu sebesar 8,93%. Hubungan antara
perbandingan tepung talas dengan tepung tempe terhadap kadar air kerupuk talas
yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Histogram pengaruh perbandingan tepung talas dengan tepung tempe dengan kadar air (%)
Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa pengaruh perbandingan tepung talas
dengan tepung tempe terhadap kadar air menunjukkan bahwa semakin banyak
penambahan tepung tempe maka kadar air semakin tinggi. Hal ini disebabkan
karena kadar protein yang terdapat dalam tepung tempe lebih tinggi dibanding
kadar protein tepung talas sehingga air yang diserap oleh tepung tempe semakin
banyak. Dimana protein memiliki daya serap yang lebih tinggi dibandingkan pati.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Simon (2008), penyerapan air oleh protein
berkaitan dengan adanya gugus-gugus polar rantai samping seperti karbonil,
hidroksil, amino, karboksil dan sulfhidril yang menyebabkan protein bersifat
hidrofilik dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air.
Pengaruh penambahan konsentrasi baking soda terhadap kadar air (%)
Daftar analisis sidik ragam pada Lampiran 1 dapat dilihat bahwa
konsentrasi baking soda memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air. Hasil pengujian dengan (LSR) menunjukkan pengaruh
konsentrasi baking soda terhadap kadar air untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Uji LSR efek utama pengaruh penambahan konsentrasi baking soda
terhadap kadar air (%)
Jarak LSR Konsentrasi baking soda Rataan Notasi
0,05 0,01 0,05 0,01
- - - C1= 0,1 % 9,820 a A
2 0,268 0,370 C2= 0,2 % 9,571 ab AB
3 0,282 0,388 C3= 0,3 % 9,395 b B
4 0,289 0,398 C4= 0,4 % 9,193 b B
Keterangan: notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5 % (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)
Dari Tabel 13 dapat dilihat bahwa perlakuan C1 berbeda tidak nyata
tidak nyata terhadap C3 dan C4. Perlakuan C3 berbeda tidak nyata terhadap C4.
Kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan C1 yaitu sebesar 9,820% dan kadar
air terendah diperoleh pada perlakuan C4 yaitu sebesar 9,193%. Hubungan
pengaruh penambahan konsentrasi baking soda dengan kadar air kerupuk talas mengikuti garis regresi linear seperti terlihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Grafik pengaruh penambahan konsentrasi baking soda terhadap kadar air (%)
Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi baking soda yang ditambahkan maka kadar air kerupuk talas semakin menurun. Hal ini disebabkan karena baking soda dengan gugusan Na-bikarbonat, dimana NaHCO3
sendiri dapat mengikat air membentuk NaOH dan H2CO3 yang berperan pada
pengembangan dengan menghasilkan gas CO2 dan uap air karena adanya
pemanasan dengan pengeringan (Setiawan, 2011).
ỳ= -2,055C + 10,00
Pengaruh interaksi antara perbandingan tepung talas dengan tepung tempe dan konsentrasi baking soda terhadap kadar air (%)
Dari hasil analisis ragam pada Lampiran 1 dapat dilihat bahwa interaksi
antara perbandingan jumlah tepung talas dengan tepung tempe dan konsentrasi
baking soda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar air sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.
Kadar Abu
Pengaruh perbandingan tepung talas dengan tepung tempe terhadap kadar abu (%)
Daftar analisis sidik ragam pada Lampiran 2 perbandingan tepung talas
dengan tepung tempe memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01)
terhadap kadar abu. Hasil pengujian dengan Least Significant Range (LSR) menunjukkan pengaruh perbandingan tepung talas dengan tepung tempe terhadap
kadar abu untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel.
Tabel 14. Uji LSR efek utama pengaruh penambahan konsentrasi tepung talas dengan tepung tempe terhadap kadar abu kerupuk talas (%)
Jarak LSR Tepung Talas :
Tepung Tempe Rataan
Notasi
0,05 0,01 0,05 0,01
- - - A1 = 100 : 0 % 1,119 d D
2 0,048 0,066 A2 = 85 : 15 % 1,196 c C
3 0,050 0,069 A3 = 70 : 30 % 1,259 b B
4 0,052 0,071 A4 = 55 : 45 % 1,396 a A
Keterangan: notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5 % (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)
Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa perlakuan A1 berbeda sangat nyata
terhadap A2, A3 dan A4. Perlakuan A2 berbeda sangat nyata dengan A3 dan A4.
Perlakuan A3 berbeda sangat nyata dengan A4. Kadar abu tertinggi diperoleh pada