• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keanekaragaman jenis capung (Odonata) di situ gintung ciputat,Tangerang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keanekaragaman jenis capung (Odonata) di situ gintung ciputat,Tangerang"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

KEANEKARAGAMAN JENIS CAPUNG (ODONATA)

DI SITU GINTUNG CIPUTAT, TANGERANG

NOVITA PATTY

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

KEANEKARAGAMAN JENIS CAPUNG (ODONATA)

DI SITU GINTUNG CIPUTAT, TANGERANG

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh : Novita Patty 102095026512

PROGRAM STUDI BIOLOGI

JURUSAN MIPA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia yang telah dilimpahkan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam teruntuk rasul Muhammad SAW atas perjuangan beliau Islam tegak di muka bumi ini.

Allhamdulillah skripsi ini telah selesai disusun, dengan judul: ”KEANEKARAGAMAN JENIS CAPUNG (ODONATA) YANG TERDAPAT DI SITU GINTUNG CIPUTAT, TANGERANG”, berdasarkan penelitian yang telah di lakukan di Situ Gintung Ciputat, Tangerang.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, yaitu:

1. Kedua orang tua tercinta yang telah memberikan dukungan lahir dan batin kepada penulis hingga saat ini.

2. Drs. Paskal Sukandar, M Si. selaku Pembimbing I yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Dra. Fahma Wijayanti, M.Si. selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan ilmu dan motivasinya kepada penulis.

4. DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis. selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi.

5. DR. Agus Salim, M.Si. selaku Ketua Jurusan MIPA, Fakultas Sains dan Teknologi.

(4)

7. Ibu Pudji Aswari beserta Staf Laboratorium Balitbang Zoologi, Puslitbang Biologi LIPI Cibinong Bogor, Jawa Barat. yang telah banyak membantu penulis memberikan informasi dalam identifikasi.

8. Para dosen Biologi yang telah banyak memberikan Ilmu dan semangat kepada penulis.

9. Kakak dan adik-adikku Dila, Ifa, Babang, Noni dan Susan yang selalu memberikan semangat kepada penulis setiap saat.

10.Ibu Linda dan Pak Wawan yang telah banyak membantu penulis selama ini.

11.Sahabat-sahabatku tercinta Ela, Ajem, Wati, Sanusi, Rara, War, Aziz, Irfan, Badrul, Nida, Ana, Neneng, Wita, Dede, dan Ummu yang telah membantu penulis selama penelitian.

12.Teman-teman Biologi Angkatan 2002, 2003, dan 2004 yang telah banyak membantu penulis.

13.Teman dan adik, Maya, Yuyun, Ayank, Irma, Enno, Ifa, Suci, Ibah, Wawa, Isah, Yanah, dan Desi yang selalu bersama-sama dengan penulis.

Semoga allah SWT membalas kebaikan semua pihak yang telah membantu Penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat untuk Ilmu Pengetahuan dan semua pihak. Amiin.

Ciputat, 17 November 2006

(5)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 2

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Hipotesis Penelitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Gambaran Lokasi Situ Gintung ... 4

2.2. Capung (odonata) ... 4

2.2.1. Morfologi Capung ... 4

2.2.2. Distribusi Capung ... 6

2.2.3. Daur Hidup Capung ... 7

(6)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 16

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 16

3.1.1. Lokasi ... 16

3.1.2. Waktu ... 16

3.2. Alat dan Bahan ... 16

3.2.1. Alat ... 16

3.2.2. Bahan ... 17

3.3. Cara Kerja ... 17

3.4. Analisis Data ... 20

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

4.1. Hasil ... 22

4.2. Pembahasan ... 26

4.2.1. Deskripsi Jenis ... 26

4.2.2. Keragaman jenis capung di Situ Gintung ... 29

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 33

5.1. Kesimpulan ... 33

5.2. Saran ... 33

(7)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Ekosistem merupakan unit fungsional lingkungan yang dibangun oleh komunitas kehidupan (biotik), organisme yang saling berinteraksi dan komponen nonhidup (abiotik) pada lingkungan tersebut. Bila salah satu komponennya berubah, perubahan itu akan mempengaruhi komponen yang lain. Perubahan komunitas serangga sebagai komponen ekosistem dapat digunakan untuk mengindikasikan adanya perubahan dalam ekosistem tersebut. (Adisoermarto, 1998).

Capung merupakan salah satu predator nyamuk, mulai dari tahap nimfa maupun serangga dewasa. Nimfa capung memakan larva nyamuk, demikian juga dengan capung dewasa memakan nyamuk dewasa. Capung memiliki kemiripan habitat berkembang biak dengan Aedes aegypti. Capung mencari mangsa pada siang hari bersamaan dengan waktu keluarnya Aedes aegypti. Kesamaan habitat tersebut akan menyebabkan predasme capung-nyamuk berjalan efektif (Suharyanto,1998).

(8)

Situ Gintung merupakan suatu perairan yang terbentuk secara buatan. Sumber air Situ Gintung berasal dari sumber air permukaan, mata air tanah dan air hujan. Pada saat ini pemanfaatan Situ Gintung dijadikan sebagai rekreasi wisata alami, sumber air perikanan, sumber air pertanian, sumber air tanah, daerah resapan air dan sebagai pengendali banjir.

Semakin berkembangnya pembangunan kota, daerah di sekeliling kawasan Situ Gintung yang semula merupakan perkebunan palawija dan sawah, sekarang telah berubah menjadi pemukiman, tempat rekreasi wisata alami sedangkan lahan pertanian hanya beberapa meter saja yang masih dimanfaatkan oleh penduduk. Perubahan ini yang menjadikan penurunan keanekaragaman hayati di Situ Gintung.

Dengan keadaan perairan Situ Gintung yang kotor dan semakin berkurang vegetasi di sekitarnya, diperkirakan akan berpengaruh langsung kepada populasi jenis capung yang tergantung pada habitat akuatik dan keberadaan vegetasi di sekitarnya. Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian mengenai keanekaragaman jenis capung yang terdapat di Situ Gintung.

1.2. Perumusan Masalah

(9)

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekeragaman jenis capung di Situ Gintung, Ciputat Tangerang.

1.4. Hipotesis Penelitian

Terdapat perbedaan jenis dan jumlah capung pada empat daerah penelitian dengan vegetasi yang berbeda-beda.

1.5. Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Memberikan informasi tentang jenis-jenis capung yang terdapat di

lingkungan Situ Gintung

2. Dapat memberikan informasi bagi pengelolaan lingkungan di sekitar Situ Gintung

(10)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gambaran Umum Situ Gintung

Situ Gintung merupakan kawasan wisata alam yang sebagian besar wilayahnya merupakan daerah perairan dengan luas danau kurang lebih 23 hektar dan daratan 6 hektar. Komunitas Danau Situ Gintung berupa tanaman air, jenis ikan air tawar, jenis keong dan berbagai jenis ganggang. Sedangkan vegetasi dari daratan Situ Gintung berupa pepohonan dan rumput-rumput.

Batas wilayah Situ Gintung adalah sebelah Utara berbatasan dengan Jalan Gunung Indah Raya, sebelah Selatan berbatasan dengan perkampungan Pisangan Timur dan Barat, sebelah Timur berbatasan dengan perkampungan penduduk kampung Gunung dan Cirendeu, dan sebelah Barat berbatasan dengan komplek perumahan Universitas Indonesia (UI) dan International Sport Club Indonesia (ISCI). Peta pada Lampiran 1.

(11)

Capung termasuk dalam kelompok insekta atau serangga yang memiliki ciri-ciri terdiri atas tiga bagian yaitu: kepala (caput), dada (toraks), dan perut (abdomen). Kepala capung relatif besar dibanding tubuhnya, bentuknya membulat/memanjang ke samping dengan bagian belakang berlekuk ke dalam. Bagian yang sangat menyolok pada kepala adalah sepasang mata majemuk yang besar yang terdiri dari banyak mata kecil yang disebut ommatidium. Di antara kedua mata majemuk tersebut terdapat sepasang antena pendek, halus seperti benang (Aswari, 2003).

Mulut capung berkembang sesuai dengan fungsinya sebagai pemangsa, bagian depan terdapat labrum (bibir depan), di belakang labrum terdapat sepasang mandibula (rahang) yang kuat untuk merobek badan mangsanya. Di belakang mandibula terdapat sepasang maksila yang berguna untuk membantu pekerjaan mandibula, dan bagian mulut yang paling belakang adalah labium yang menjadi bibir belakang (Borror dan Dwight, 1995 dalam Aswari, 2003).

Bagian dada (toraks) terdiri dari tiga ruas adalah protoraks, mesotoraks, dan metatoraks, masing-masing mendukung satu pasang kaki. Menurut fungsinya kaki capung termasuk dalam tipe kaki raptorial yaitu kaki yang dipergunakan untuk berdiri dan menangkap mangsanya. Abdomen terdiri dari beberapa ruas, ramping dan memanjang seperti ekor atau agak melebar. Ujungnya dilengkapi tambahan seperti umbai yang dapat digerakkan dengan variasi bentuk tergantung jenisnya (Watson et all., 1991).

(12)

atau merah. Lembaran sayap ditopang oleh venasi (Aswari, 2003). Para ahli mengidentifikasi dan membedakan capung dengan melihat susunan venasi pada sayap (Susanti, 1998).

2.2.2. Distribusi Capung

Serangga atau insekta adalah kelompok hewan yang paling tinggi jumlah dan keanekaragaman jenisnya, mereka hampir ditemukan di semua lingkungan. Pada daerah tropis seperti Indonesia, keanekaragaman jenis serangga sangat tinggi karena didukung oleh kemampuannya untuk beradaptasi pada keanekaragaman habitat yang tinggi (Amir & Intari dalam Dharma, 2000).

Saat ini diperkirakan ada 5000-6000 jenis capung dan diperkirakan jumlah ini akan bertambah bila ditemukan jenis baru. Capung tersebar di seluruh dunia jumlah yang sangat berlimpah terutama terdapat di kawasan tropis. Di Indonesia terdapat sekitar 750 jenis (Susanti, 1998).

Capung mampu berbiak di hampir segala macam air tawar yang tidak terlampau panas, asam, atau asin. Mulai dari perairan di dataran tinggi sampai sungai-sungai yang tenang di dataran renah. Ada juga di antaranya yang telah menyesuaikan diri untuk berkembang biak di kolam batu-batuan dan air terjun (Ensiklopedi Serangga, 1992).

(13)

Capung dewasa sering terlihat di tempat-tempat terbuka, terutama di perairan tempat mereka berkembang biak dan berburu makanan. Sebagian besar capung senang hinggap di pucuk rumput, perdu, dan lain-lain yang tumbuh di sekitar kolam, sungai, parit, atau genangan-genangan air (Suharni, 1991).

Capung melakukan kegiatan pada siang hari saat matahari bersinar, oleh karena itu pada hari panas capung akan terbang sangat aktif dan sulit untuk didekati. Pada senja hari saat matahari tenggelam capung kadang-kadang lebih mudah didekati (Suharni, 1991).

2.2.3. Daur Hidup Capung

(14)

Capung yang baru muncul berwarna pucat, lunak, dan sayap mengkilap. Pada waktu terbang pertama memisahkan diri dari air dan memerlukan waktu beberapa hari mencari makanan. Saat itu capung mengembangkan warna yang sebenarnya dan secara seksual menjadi masak. Jika masa kematangannya sudah selesai lalu mencari lingkungan air untuk masa pembiakan (Ensiklopedi Serangga, 1992).

2.2.4. Perilaku Capung

Pada beberapa jenis capung, capung jantan yang siap kawin memiliki suatu kebiasaan untuk menguasai suatu ‘areal’. Capung jantan umumnya berwarna cerah atau mencolok daripada betina. Warna yang mencolok pada capung jantan ini membantu menunjukkan areal toritorialnya pada jantan lain. Perkelahian antara capung-capung jantan sering terjadi dalam memperebutkan areal masing-masing. Bila ada satu ekor capung betina terbang mendekati salah satu wilayah, maka jantan penghuni akan mencoba mengawininya (Susanti, 1998).

(15)

Gambar 2. Perilaku reproduksi pada capung (sumber: Borror at all., 1996) Segera setelah kawin, capung betina siap untuk meletakkan telur-telurnya dengan berbagai cara sesuai dengan jenisnya, ada yang menyimpannya di sela-sela batang tanaman, ada pula yang menyelam ke dalam air untuk bertelur. Oleh sebab itu, capung selalu terikat dengan air untuk meletakkan telur-telurnya maupun untuk kehidupan nimfanya (Kubo, 1997).

(16)

2.2.5. Manfaat capung bagi manusia

Capung bermanfaat langsung bagi manusia, karena nimfa capung memakan berbagai jenis binatang air termasuk jentik-jentik nyamuk yang dapat menyebabkan penyakit malaria dan demam berdarah. Di beberapa negara Asia Timur, baru-baru ini telah terungkap bahwa capung dapat digunakan sebagai pembasmi yang efektif terhadap nyamuk-nyamuk yang menyebabkan penyakit demam berdarah (Yahya, 2005).

Capung juga dapat disebut sebagai indikator air bersih. Artinya, capung dapat dimanfaatkan untuk memantau kualitas air di sekitar lingkungan hidup kita, karena nimfa capung tidak akan dapat hidup di air yang sudah tercemar atau di perairan yang tidak ada tumbuhannya. Jadi, kehadiran capung dapat menandakan bahwa perairan sekitar kita masih bersih (Susanti, 1998).

Perubahan populasi capung juga dapat menandai tahap awal adanya pencemaran air, disamping tanda lainnya berupa kekeruhan air. Namun untuk memastikan apakah suatu sungai atau badan air tercemar atau tidak harus disertai dengan penelitian fisik dan kimia secara akurat (Susanti, 1998).

2.2.6. Klasifikasi capung

(17)

Kindom : Animalia Filum : Arthropoda Subfilum : Mandibulata

Kelas : Insecta/Heksapoda Subkelas : Pterygota

Infrakelas : Palaeoptera Ordo : Odonata Subordo : Anisozygoptera

Anisoptera

Zygoptera

- Sub Ordo Anisozygoptera

Anisozygoptera memiliki karakter yang menggabungkan dua sub ordo. Sayap depan dan belakang hampir serupa dan menyempit pada bagian dasarnya, seperti Zygoptera. Pada saat istirahat sayap tersebut dibentangkan pada posisi horisontal seperti pada Anisoptera. Matanya terpisah seperti pada Zygoptera dan pada bagian depan kepalanya lebih menonjol keluar seperti Anisoptera. Beranggotakan satu famili yaitu: Epiophlebiidae yang terdiri dari dua species yaitu Epiophlebia supertes Selys ditemukan di Jepang dan E. laidlawi Tillyard di India.

- Sub ordo Anisoptera

(18)

Panjang sayap sama namun sayap belakang lebih lebar daripada sayap depan. Pada waktu hinggap posisi sayap terentang. Capung ini umumnya merupakan penerbang ulung dan senang melayang-layang (Susanti, 1998). Anisoptera terdiri dari tujuh famili, yaitu: Aeschnidae, Gomphidae, Petaluridae, Corduliidae, Marcomiidae, dan Libellulidae (Borror et all., 1996).

a. Famili Aeschnidae

Famili ini mencakup capung-capung yang terbesar dan terkuat. Capung dewasa pada jenis ini memiliki panjang 75 mm dan berwarna hijau atau biru. Kelompok ini umumnya terdapat di berbagai macam habitat akuatik termasuk kolam, rawa, dan saluran-saluran air. Famili ini kira-kira ada sekitar 250 jenis, tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak ditemukan di daerah tropis. Beberapa genus yang penting antara lain: Anas Leach, Aeschna Illiger, Gynacantha Rambur, Basiaeschana Selys, Austrophlebia Tillyard. Jenis yang

cukup umum dan tersebar di seluruh kepulauan Indonesia terutama di dalam hutan adalah genus Gynachantha. Dapat ditemukan sampai ketinggian 1500 m di atas permukaan laut. Capung ini memiliki kebiasaan terbang saat menjelang petang atau saat matahari terbenam (Borror at all., 1996).

b. Famili Cordulegastridae

(19)

kelompok yang kecil, dan semua jenis di Amerika Serikat termasuk dalam genus Cordulegaster (Susanti, 1998).

c. Famili Gomphidae

Anggota Famili Gomphidae lebih kurang terdiri dari 350 jenis serta terdapat di seluruh dunia. Jenis ini mudah dikenal dari ruas abdomen kedelapannya yang membengkak, bersifat serakah dan suka berkelahi, memangsa semua jenis serangga bahkan mengejar capung yang lebih besar. Capung berekor ganda ini memiliki panjang 50-75 mm. Kebanyakan jenis ini memiliki warna gelap dengan tanda hijau atau kuning dan cenderung hinggap di permukaan yang datar seperti batu atau bebatuan. Genus-genus yang penting antara lain: Gomphus Leach, Ophiogomphus Selys, Erpetogamphus Selys, Lintenda de Haan, Ictinus Rambur, Austrogomphus Selys (Borror at all., 1996).

d. Famili Petaluridae

Capung berukuran besar berwarna coklat keabu-abuan atau kehitaman. Mata majemuk tidak bertemu pada bagian dorsal kepala. Stigma berukuran lebih kurang 8 mm. Ovipositornya berkembang dengan baik. Dua jenis dari famili ini terdapat di Amerika Utara: Trachopteryx thoreyi di Amerika Serikat bagian timur dan Tanipteryx hageni di bagian barat laut California dan Nevada sampai bagian

(20)

e. Famili Cordullidae

Anggota famili ini kebanyakan berwarna hitam atau metalik tapi tidak begitu mengkilap. Memiliki mata yang berwarna hijau terang pada waktu hidup. Anggota famili ini kebanyakan terdapat di Amerika Serikat bagian utara dan Kanada. Genus terbesar yang terdapat pada famili ini adalah Somatochlora. Kebanyakan capung ini berwarna metalik dan panjangnya lebih dari 50 mm dan biasanya jenis ini terdapat di sepanjang aliran sungai atau daerah perairan di hutan (Borror at all., 1996).

f. Famili Macromiidae

Anggota kelompok ini dipisahkan dari Famili Corduliidae karena memiliki anal loop (simpul anal) yang membulat dan tidak mempunyai bisektor. Dua genus

terdapat di Amerika Serikat (Didymops sp. dan Makromina sp.). Didymops sp. berwarna kecoklatan dengan sedikit tanda keputihan pada toraks. Mereka sering terdapat di sepanjang kolam air payau di daerah pesisir. Makromina sp. berwarna kehitaman dengan tanda kuning pada toraks dan abdomennya. Mereka merupakan penerbang-penerbang yang sangat cepat dan dapat ditemukan di sepanjang aliran sungai besar serta danau (Borror at all., 1996).

g. Famili Libellulidae

(21)

sekitar 19 mm. Jenis ini terdapat di sepanjang aliran sungai negara-negara bagian timur Amerika Serikat (Susanti, 1998).

- Sub Ordo Zygoptera

Tubuh capung ini berbentuk silinder dan sangat ramping menyerupai jarum. Bentuk dan ukuran sayap depan dan sayap belakang sama. Pada waktu hinggap, umumnya sayap terlipat (menutup) ke atas. Capung ini umumnya kurang kuat terbang, sehingga jarang terlihat melayang-layang di suatu tempat. (Susanti, 1998). Zygoptera terdiri dari tiga famili yaitu: Calopterygidae, Coenagrionidae dan Lestidae (Romoser & Stoffolano dalam Dharma 2000).

a. Famili Calopterygidae

Kelompok capung jarum yang berukuran relatif besar, sayapnya memiliki dasar yang makin menyempit tetapi tidak bertangkai seperti sayap famili lainnya. Seringkali terdapat di sepanjang aliran sungai yang bersih dan deras. Tersebar luas

khususnya di daerah tropis. Genus-genus yang penting antara lain: Agrion Fabricus, Calopteryx Fabricius, Hetaerina Hagen, Pentaphlebia Forster,

Sapho Selys, Vestalis Selys dan Neorobasis Selys (Esssig, 1942 dalam Dharma,

2000).

b. Famili Lestidae

(22)

hinggap pada vegetasi). Betina famili ini seringkali meletakkan telurnya pada tumbuhan di dekat permukaan air. Beberapa genus yang penting antara lain: Lestes Leach, Sympycna Chanpentier, Arcilestes Selys, dan Ausrolestes Tillyard.

(Essig, 1942 dalam Dharma 2000).

c. Famili Coenagrionidae

(23)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di sekitar perairan Situ Gintung pada bulan Juni-Juli 2006. Lokasi penelitian dibagi menjadi empat daerah pengamatan yang ditentukan untuk mempermudah penelitian. Peta lokasi dapat dilihat pada Lampiran 1.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah jaring serangga (insect net) diameter 50 cm, jarum serangga, alat tulis, lembar kerja, kertas papilot, kaca pembesar (loupe), alat petunjuk waktu, kamera digital, buku panduan lapangan Mengenal Capung, kardus dan gabus, Anemometer, Termometer, Hygrometer, Altimeter. Bahan yang digunakan adalah capung, aceton, dan kamper.

3.3. Cara kerja

3.3.1. Observasi awal

Observasi awal dilakukan pada tanggal 2 sampai 12 Juni 2006. Hal-hal yang dilakukan adalah:

- Menentukan lokasi penelitian

(24)

Lokasi A. Kawasan terbuka kampus II Universitas Islam Negeri Jakarta (UIN). sebagai daerah pemukiman dengan vegetasi tanaman merak (Caesalpinia pulcherrima), kelapa (Cocos nucifera), tasbih (Canna hybrida), putri malu (Mimosa pudica) dan rumput-rumputan.

Lokasi B. Kawasan terbuka Wisata Alam Situ Gintung dengan vegetasi rumput-rumputan, Akasia, merak (Caesalpinia pulcherrima), kelapa (Cocos nucifera), putri malu (mimosa pudica).

Lokasi C. Kawasan terbuka Hutan Semi alami Situ gintung dengan vegetasi Akasia, kelapa (Cocos nucifera), jambu monyet (Anacardium occidentale), putri malu (Mimosa pudica), Eceng Gondok, dan

rumput-rumputan.

Lokasi D. Lahan pertanian Situ Gintung dengan vegetasi tanaman pangan berupa ketela pohon (Manihot utilissima), jagung (Zea mays), pepaya (Carica papaya), putri malu (Mimosa pudica) dan rumput-rumputan.

Gambaran lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 2. - Koleksi awal jenis capung untuk identifikasi

Jenis-jenis capung yang ditemukan saat observasi awal ditangkap dengan menggunakan jaring serangga kemudian dikoleksi dan untuk mempermudah pengoleksian sampel saat penelitian.

3.3.2. Pengambilan data fisik dan jenis capung di lapangan

(25)

dengan menggunakan termometer air raksa 100° C dengan cara digantung pada tali gantung. Pengukuran kecepatan angin dilakukan dengan menggunakan anemometer dengan cara diletakkan menghadap arah angin, pengukuran kelembaban dilakukan dengan cara menggunakan higrometer dengan cara digantung pada tali gantung, pengukuran ketinggian dilakukan dengan menggunakan altimeter. Data di ambil pada pagi hari dan sore hari pada saat penelitian.

- Pengambilan data dan sampel di lapangan dilakukan sebanyak 5 kali antara tanggal 20 Juni sampai 20 Juli 2006 yaitu tanggal 25 Juni, 2, 9, 16, 23 Juli 2006. pada pagi hari mulai pukul 08.00 sampai 11.00 WIB. dan sore hari mulai pukul 15.00 sampai 17.00 WIB. Pemilihan waktu penelitian berdasarkan waktu aktifnya capung, sehingga diharapkan dapat ditemukan jenis capung yang beragam (Suharni,1991). Jenis-jenis capung yang ditemukan ditangkap dengan menggunakan jaring serangga kemudian capung dimatikan dengan cara capung dimasukkan ke dalam aceton kemudian di simpan dalam kertas papilot.

- Estimasi jumlah populasi capung

(26)

- Perlakuan Sampel

Capung yang telah ditangkap dimatikan dengan mencelupkan ke dalam aceton selama beberapa detik, kemudian dimasukkan ke dalam kantung spesimen

(kertas papilot) dan dilengkapi data lapangan. Capung tersebut di-jarum (pinning) pada bagian tengah sayap hingga ujung pin muncul di antara ujung kaki pertama dan kedua lalu dikeringkan dengan proses pemanasan pada oven bersuhu 45ºC selama 3 hari. Setelah itu ditancapkan pada gabus yang kemudian disimpan dalam kotak-kotak penyimpanan. Sampel dipotret dengan kamera digital. Setiap jenis capung yang ditemukan kemudian dideskripsikan dan diidentifikasi jenisnya. Berpedoman pada buku panduan lapangan mengenal capung (Susanti, 1998) dan membandingkan sampel yang diperoleh dengan spesimen yang ada pada koleksi serangga di Balitbang Zoologi, Puslitbang Biologi LIPI Cibinong Bogor, Jawa Barat.

3.4. Analisis Data

Perhitungan indeks keanekaragaman jenis dan kemerataan distribusi individu dalam jenis dengan menggunakan Shannon-Wiener (Krebs, 1986 dalam Aswari 2004).

(27)

2. Menentukan Indeks Kemerataan, rumus yang digunakan adalah:

Tabel 1. Kriteria Penilaian Pembobotan Kualitas Lingkungan

(28)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil

Capung yang berhasil ditemukan di empat lokasi penelitian terdiri dari enam jenis. Lima jenis termasuk dalam sub ordo Anisoptera, Famili Libellulidae yaitu Orthetrum sabina, Brachytemis contaminata, Orthetrum testacium, Ortetrum pruinosum, Orthetrum caledonicum dan satu jenis termasuk dalam sub

ordo Zygoptera, Famili Coenagrionidae yaitu Agnionemis femina.

(29)

Tabel 2. Daftar jumlah jenis capung di Situ Gintung, Tangerang

2 Brachytemis cantaminata Libellulidae

S 12 9 10 23

P 6 - - -

3 Orthetrum pruinosum Libellulidae

S 3 - - -

P 4 - 2 25

4 Orthetrum testaceum Libellulidae

S - - 1 20

P - 4 - -

5 Orthetrum caledonicum Libellulidae

S - - - -

P 4 - - -

6 Agnionemis femina Coenagrionidae

S 3 - - -

Keterangan :

A. Lokasi 1. Kawasan terbuka kampus II UIN Jakarta B. Lokasi 2. Kawasan Wisata Alam Situ Gintung C. Lokasi 3. Kawasan Hutan Semi Alami Situ Gintung D. Lokasi 4. Kawasan lahan pertanian Situ Gintung

P: Pengamatan pagi (08.00-11.11 WIB); S: Pengamatan sore (15.00-17.00 WIB) Lokasi penelitian dapat dilihat di Lampiran 2

Tabel 3. Daftar kehadiran jenis capung di empat lokasi penelitian pada pengamatan pagi dan sore

Jumlah individu

(30)

Pada pengamatan pagi terdapat enam jenis capung yaitu: Orthetrum sabina, Brachytemis contaminata, Orthetrum pruinosum, Orthetrum testaceum,

Orthetrum caledonicum, Agnionemis femina. Pada pengamatan sore terdapat lima

jenis capung yaitu: Orthetrum sabina, Brachytemis contaminata, Orthetrum Pruinosum, Orthetrum testaceum, Agnionemis femina (Tabel 3).

Kelimpahan jumlah individu terbanyak terdapat pada lokasi D (lahan pertanian) yaitu 108 individu pada pengamatan pagi dan 66 individu pada pengamatan sore dan kelimpahan individu sedikit terdapat pada lokasi pengamatan B (kawasan wisata) yaitu 22 individu dan 16 individu pada pengamatan sore.

Tabel 4. Indeks keanekaragaman (H') dan kemerataan (E) jenis capung pada pengamatan pagi di Situ Gintung

Lokasi A Lokasi B Lokasi C Lokasi D Keterangan: H' = Indeks keanekaragaman; E = Indeks kemerataan

- = tidak ditemukan

(31)

lokasi pengamatan D. Hal ini sesuai dengan kelimpahan jumlah yang terdapat pada lokasi pengamatan D pada Tabel 3.

Tabel 5. Indeks keanekaragaman (H') dan kemerataan (E) jenis capung pada pengamatan sore di Situ Gintung

Lokasi A Lokasi B Lokasi C Lokasi D

2 Brachytemis contaminata 0,36 0,18 0,32 0,32 0,36 0,22 0,36 0,22

3 Orthetrum pruinosum 0,23 0,11 - - - -

4 Orthetrum testaceum - - - - 0,11 0,06 0,36 0,22

5 Orthetrum caledonicum - - -

6 Agnionemis femina 0,23 0,11 - - - -

Total 0,23 0,16 0,10 0,10 0,33 0,20 0,36 0,22

Keterangan: H' = Indeks keanekaragaman; E = Indeks kemerataan - = tidak ditemukan

Indeks keanekaragaman pada pengamatan sore yaitu berkisar antara 0.10-0,36 sedangkan indeks kemerataan berkisar antara 0,10-0,22 dengan besarnya keanekaragaman dan kemerataan dari jenis dan jumlah capung terdapat pada lokasi pengamatan D. Hal ini sesuai dengan kelimpahan jumlah yang terdapat pada lokasi pengamatan D pada Tabel 3.

(32)

4.2. Pembahasan 4.2.1. Deskripsi jenis

1. Orthetrum sabina (Drury,1970)

Orthetrum sabina adalah jenis yang ditemukan di seluruh lokasi

pengamatan, pada pengamatan pagi dan pengamatan sore. O. sabina yang dikoleksi memiliki panjang abdomen 30 mm dan panjang sayap belakang 30 mm. Toraks berwarna hijau tua dengan garis-garis hitam pada bagian lateral dan kakinya berwarna hitam. Abdomen ramping dengan warna hitam dan putih, segmen pertama hingga ke tiga berwarna sama dengan toraksnya, segmen ke tujuh hingga ke sepuluh berwarna hitam, embelan anal berwarna putih (Gambar 3). O. Sabina yang berhasil dikoleksi ditemukan sedang terbang dan kadang hinggap di

batang tanaman putri malu (Mimosa pudica) di dekat perairan pada pagi dan sore hari.

Orthetrum sabina jumlahnya sangat melimpah dan terdapat di seluruh

Pulau Jawa. Jenis ini merupakan salah satu jenis capung yang paling dominan di persawahan. Capung ini berkembang biak di air yang tidak mengalir atau air yang alirannya lambat. Karena kemampuannya beradaptasi pada musim kemarau, serangga ini dapat hidup di hampir semua negara. Terdapat hingga ketinggian 2500 m dpl (Miller, 1995).

2. Brachytemis contaminata (Fabricius,1793)

Brachytemis contaminata yang ditemukan mempunyai ukuran abdomen

(33)

berwarna coklat kemerahan. Toraks bagian lateral berwarna coklat terang dengan garis kecoklatan yang begitu pucat, bagian dorsal berwarna coklat kemerahan. Kakinya berwarna kuning gelap hingga coklat kehitaman. Abdomen berwarna kuning gelap kemerahan.

B. contaminata dalam penelitian ini tidak pernah ditemukan jauh dari

perairan. Brachytemis contaminata dapat dengan mudah ditemukan sedang hinggap berlama-lama pada vegetasi di tepian perairan, terutama pada vegetasi yang muncul dari permukaan perairan. Capung ini terbang hanya sebentar dan senang hinggap berlama-lama pada tanaman air yang terdapat di permukaan air (Susanti, 1998).

3. Orthetrum pruinosum (Selys,1978)

Orthetrum pruinosum yang di koleksi berwarna merah dan abu-abu hitam

(Gambar 5). Memiliki panjang sayap belakang 30 mm, dengan warna transparan hitam. Toraks terdiri dari tiga bagian yaitu protoraks, mesotoraks dan metatoraks berwarna abu-abu kehitaman, dengan kaki berwarna hitam. Abdomen berwarna dominan merah dari segmen pertama hingga pada segmen terakhir dan umbai ekor. O. pruinecum pada penelitian ini ditemukan sedang terbang di sekitar perairan dan sesekali hinggap pada tanaman yang terdapat di taman.

4. Orthetrum testaceum (Selys,1978)

Orthetrum testaceum yang terdapat di Situ Gintung berwarna merah

(34)

warna oranye transparan pada pangkal sayap. Toraks terdiri dari tiga segmen serta kaki yang berwarna hitam. Abdomen memiliki panjang 33 mm dengan warna dominan oranye hingga ke umbai ekor.

Dalam penelitian ini O. testaceum hanya ditemukan pada lokasi penelitian A dengan aktivitasnya terbang di sekitar perairan dan hinggap pada vegetasi taman di sekitar lokasi A.

5. Orthetrum caledonicum (Selys,1978)

Orthetrum caledonicum memiliki panjang sayap belakang 31 mm. Toraks

berwarna hitam dengan garis-garis biru di bagian dorsal. Abdomen memiliki panjang 30 mm, berwarna hitam dengan garis-garis biru mendatar di setiap segmen dari segmen pertama hingga segmen terakhir (Gambar 7). Kaki berwarna hitam. Dengan sayap transparan berwarna hitam dan umbai ekor berwarna hitam.

Dalam penelitian ini O. caledonicum hanya ditemukan pada lokasi B (wisata), pada pengamatan pagi saja. Diduga capung jenis ini dapat beradaptasi dengan vegetasi dan keramaian kawasan wisata tersebut.

6. Agnionemis femina (Kibry,1990)

Agnionemis femina (Gambar 8) memiliki abdomen sepanjang 18 mm dan

(35)

dengan embelan anal yang berwarna jingga. Saat dikoleksi jantan tersebut sedang terbang dan sesekali hinggap di rerumputan.

A. femina merupakan jenis capung jarum yang paling umum dan tersebar

hampir di seluruh dunia. Di Jawa, jenis ini terdapat hingga ketinggian 1600 m dpl. Umumnya berbiak di danau, rawa-rawa yang dangkal, anak sungai, kolam dan daerah persawahan (Lieftinck, 1934).

4.2.2. Keanekaragaman jenis capung di Situ Gintung

Jenis capung yang ditemukan di Situ Gintung dalam penelitian ini ada enam jenis. Dalam suatu observasi pada tahun 1994 hingga 1996 di Kebun Raya Bogor (Aswari, 2000) ditemukan 19 jenis capung sub Ordo Anisoptera Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Widayanti di Muara Angke Jakarta Utara selama dua bulan. Jenis capung Anisoptera yang ditemukan ada tujuh jenis. Jumlah tersebut lebih banyak dibandingkan dengan jumlah jenis capung yang ditemukan di Situ Gintung, Tangerang. Hal ini mungkin terjadi karena penelitian tersebut berlangsung lebih lama (lebih kurang dua tahun) dengan vegetasi yang beragam. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Widayanti di Muara Angke Jakarta Utara selama dua bulan, jenis capung Anisoptera yang ditemukan ada tujuh jenis. Hal ini terjadi mungkin karena di Muara Angke memiliki vegetasi yang lebih beragam dibandingkan di Situ Gintung.

(36)

tempat hidup nimfa capung. Oleh karena itu jenis capung yang ditemukan di Situ Gintung hanya enam jenis. Faktor lain yang mempengaruhi keberadaan jenis capung di Situ Gintung adalah kondisi perairan yang kotor (Corbet, 1980 dalam Kartini 2002). Di masa mendatang diharapkan jenis capung yang ditemukan di Situ Gintung akan bertambah sejalan dengan pemulihan kondisi vegetasi dengan cara menanami kembali tanaman di sekitar perairan Situ gintung.

Capung yang ditemukan pada pengamatan pagi ada enam jenis dan pada pengamatan sore ada lima jenis. Hal tersebut kemungkinan berkaitan dengan aktivitas capung dan mangsanya. Mangsa capung adalah serangga kecil yang bergerak dan kebanyakan aktif di siang hari. Capung membutuhkan suhu lingkungan yang cukup panas untuk membantu aktivitasnya, terutama untuk membantu pergerakan sayapnya. Venasi pada sayap capung hanya efektif pada suhu yang cukup panas yaitu lebih dari 30º C. Penglihatan capung sangat penting dalam setiap perilakunya, terutama untuk mencari mangsa. Lebih dari 80 % bagian otak capung digunakan untuk menganalisis informasi visual dari penglihatannya. Mata majemuk capung membutuhkan cahaya untuk dapat melihat sesuatu, demikian juga untuk melihat mangsanya (Miller, 1995).

Orthetrum sabina dan Brachytemis contaminata merupakan jenis yang

mudah dan dapat ditemukan pada setiap lokasi penelitian (Tabel 2). Hal ini erat kaitannya dengan kemampuannya beradaptasi pada musim kemarau dan musim hujan serta kemampuannya dapat hidup di semua habitat.

(37)

pertanian) yaitu 108 individu pada pagi dan 66 individu pada pengamatan sore. Kemudian lokasi C (hutan semi alami) yaitu 44 individu pada pagi dan 31 individu pada sore hari, lokasi A (kampus II UIN) memiliki jumlah yaitu 35 individu pada pagi dan 29 individu pada sore hari dan lokasi penelitian B (kawasan wisata) merupakan lokasi penelitian yang jumlahnya paling sedikit yaitu 22 individu pada pagi dan 16 individu pada sore hari.

Jenis capung yang ditemukan dalam jumlah ‘sedang’ berdasarkan angka yang dipakai Aswari (1997) selama penelitian adalah Orthetrum sabina dan Brachythemis contaminata pada lokasi A, B, C, dan D. Kedua jenis ini memiliki

perilaku yang hampir sama yaitu terbang dan sesekali hinggap di tanaman di dekat perairan. Sedangkan Orthetrum testaceum juga ditemukan dalam jumlah 'sedang' pada lokasi D. Jenis ini sering terbang dalam suatu kelompok besar, melayang-layang menjelajahi daerah yang terbuka sambil sesekali menyergap serangga kecil yang beterbangan di daerah tersebut.

Jenis capung yang ditemukan dalam jumlah 'sedikit' adalah Agnionemis femina dan Orthetrum pruinesum. Kedua jenis tersebut ditemukan di lokasi

penelitian A. Orthetrum caledonicum juga ditemukan dalam jumlah 'sedikit' dan hanya terdapat pada lokasi penelitian B. Orthetrum caledonicum saat pengamatan ditemukan sedang menjaga teritorialnya, hinggap pada sebatang ranting yang sudah mengering di dekat air. Sesekali terbang meninggalkan ranting tersebut dan beberapa saat kembali lagi ke tempat tersebut untuk menjaga toritorialnya.

(38)

memiliki beragam vegetasi yang merupakan habitat bagi serangga lain yang merupakan makanan atau mangsa dari capung tersebut. Sedangkan lokasi penelitian B (lokasi wisata) yang merupakan padang rumput, jumlah individu capung ‘sedikit’ kemungkinan disebabkan karena kawasan tersebut memiliki sedikit vegetasi sehingga serangga lain yang menjadi mangsa capungpun sedikit dan banyaknya aktivitas manusia sehingga capung jadi terganggu dan mencari tempat yang lebih aman.

(39)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

1. Jenis capung yang terdapat di Situ Gintung adalah sebanyak 6 jenis yaitu, Orthetrum sabina, Brachytemis contaminata, Orthetrum pruinosum,

Orthetrum testaceum, Orthetrum caledonicum, Agrionemis femina.

2. Orthetrum sabina dan Brachytemis contaminata merupakan jenis yang ditemukan di semua lokasi pengamatan, pada pengamatan pagi dan sore. 3. Keanekaragaman jenis capung yang terdapat di Situ Gintung tergolong

tidak stabil dan kemerataannya cukup stabil.

5.2. Saran

1. Waktu penelitian perlu diperpanjang untuk mengetahui kelimpahan jumlah dan jenis yang lebih tinggi.

(40)

Lampiran 1. Peta lokasi penelitian

(Sumber: Holtorf, 2003)

„ Perairan situ gintung terletak antara 106°45’46’’ - 106°46’10’’ Bujur Timur dan 106°18’00’’ – 106°16’37’’ Lintang Selatan.

„ Sedangkan secara fisik Situ Gintung dibatasi oleh :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Jalan Gunung Indah Raya.

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan perkampungan penduduk Pisangan Timur dan Barat.

3. Sebelah Timur berbatasan dengan perkampungan penduduk Kampung Gunung dan Cirendeu.

4. Sebelah Barat berbatasan dengan restoran Situ Gintung, kompleks perumahan UI, International Sport Club Indonesia (ISCI).

Skala 1 : 12.500

A

C

B

(41)

Lampiran 2. Foto Lokasi Penelitian

Deskripsi: Lokasi penelitian A (kampus II UIN Jakarta) merupakan lokasi pengamatan yang berdekatan dengan pemukiman penduduk dengan vegetasi pohon merak (Caesalpinia pulcherrima), pohon kelapa (Cocos nucifera), putri malu (Mimosa pudica), bunga tasbih (Canna Hybrida) dan rumput-rumputan.

(42)

Deskripsi: Lokasi penelitian C (hutan semi alami) merupakan lokasi pengamatan yang sebagian besar lokasinya merupakan hutan dengan vegetasi pohon merak (Caesalpinia pulcherrima), pohon kelapa (Cocos nucifera), putri malu (Mimosa pudica), Jambu monyet (Anacardium occidentale), Akasia dan rumput-rumputan.

(43)

Gambar 3. Orthetrum sabina

Gambar 4. Brachytemis contaminata

(44)

Gambar 6. Orthetrum testaceum

Gambar 7. Orthetrum caledonicum

(45)

Gambar

Gambar 1. Bagian-bagian tubuh capung (sumber: Susanti, 1998)
Gambar 2. Perilaku reproduksi pada capung (sumber: Borror at all., 1996)
Gambaran lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 2.
Tabel 1. Kriteria Penilaian Pembobotan Kualitas Lingkungan
+6

Referensi

Dokumen terkait

Prinsip – prinsip pembelajaran yang harus dipertimbangkan dalam merancang pembelajaran sebagai berikut: (a) Respon baru diulang sebagai akibat dari respon sebelumnya,

Konversi fraksi-fraksi desimal ke biner: kalikan dengan 2 secara berulang sampai fraksi hasil perkalian = 0 (atau sampai jumlah penempatan biner

Dalam penelitian ini analisis dilakukan pada variabel-variabel yang telah ditentukan sebelumnya, yaitu analisis perubahan penggunaan lahan dari lahan non perkotaan

Penelitian struktur komunitas mangrove di Kelurahan Moro Timur Kecamatan Moro Kabupaten Karimun ini telah dilaksanakaan pada bulan Juni 2014. Tujuan penelitian ini

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dengan dilakukannya perencanaan sarana dan prasarana pendidikan persekolahan, sebagaimana dipaparkan dalam kertas kerja Pendidikan

Tanpa mengabaikan berbagai definisi bahasa dalam berbagai aliran linguistic, dalam tulisan ini bahasa didefinisikan sebagai berikut: Bahasa adalah sistem

Kemudian berdasarkan referensi lokal yang diterima dari remote reference modul maka akan mengaktifkan method untuk berkomunikasi dengan object pada skeleton

Dari perilaku serangan tersebut telah diketahui bahwa untuk mendapatkan akses ke sistem klien, penyerang menggunakan payload yang melakukan reverse connection ke listener penyerang