• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Komparasi Nilai Tambah Dalam Berbagai Produk Olahan Kedelai Pada Industri Rumah Tangga di Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Komparasi Nilai Tambah Dalam Berbagai Produk Olahan Kedelai Pada Industri Rumah Tangga di Kota Medan"

Copied!
141
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KOMPARASI NILAI TAMBAH DALAM BERBAGAI PRODUK OLAHAN KEDELAI PADA INDUSTRI

RUMAH TANGGA DI KOTA MEDAN

SKRIPSI

OLEH : SITRI SORGA

090304017 AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ANALISIS KOMPARASI NILAI TAMBAH DALAM BERBAGAI PRODUK OLAHAN KEDELAI PADA INDUSTRI

RUMAH TANGGA DI KOTA MEDAN

SKRIPSI

OLEH: SITRI SORGA

090304017 AGRIBISNIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara, Medan

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

(HM. Mozart B. Darus, M.Sc)

NIP : 196210051987031005 NIP : 197008272008122001 (Sri Fajar Ayu, SP.MM, DBA)

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

ABSTRAK

SITRI SORGA (090304017) dengan judul skripsi Analisis Komparasi Nilai Tambah Dalam Berbagai Produk Olahan Kedelai Pada Industri

Rumah Tangga di Kota Medan yang dibimbing oleh Bapak

HM. Mozart B. Darus, M.Sc dan Ibu Sri Fajar Ayu, SP. MM, DBA.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui proses pengolahan kedelai menjadi tahu, pengolahan kedelai menjadi tempe, dan pengolahan kedelai menjadi susu kedelai di daerah penelitian, (2) untuk menganalisis besarnya nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan kedelai menjadi tahu, pengolahan kedelai menjadi tempe, dan pengolahan kedelai menjadi susu kedelai di daerah penelitian, dan (3) untuk membandingkan nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan kedelai menjadi tahu, pengolahan kedelai menjadi tempe, dan pengolahan kedelai menjadi susu kedelai di daerah penelitian.

Hasil penelitian diperoleh (1) proses pengolahan kedelai menjadi tahu, pengolahan kedelai menjadi tempe, dan pengolahan kedelai menjadi susu kedelai di daerah penelitian masih tergolong sederhana, (2) nilai tambah yang dihasilkan dari pengolahan kedelai menjadi tahu, pengolahan kedelai menjadi tempe, dan pengolahan kedelai menjadi susu kedelai adalah tinggi, dan (3) nilai tambah pada usaha pengolahan kedelai menjadi susu kedelai, lebih tinggi dari usaha pengolahan kedelai menjadi tahu dan pengolahan kedelai menjadi tempe.

(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis yang memiliki nama lengkap Sitri Sorga lahir pada tanggal 06 November

1991 di Kampung baru – Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Penulis

merupakan anak keenam dari tujuh bersaudara dari pasangan Ayahanda Syamsir

dan Ibunda Erminas.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah:

1. Tahun 2003 lulus dari Sekolah Dasar Negeri 08 Kampung Baru.

2. Tahun 2006 lulus dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Kecamatan Bukik

Barisan.

3. Tahun 2009 lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Kecamatan Guguak.

4. Tahun 2009 diterima di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara, Medan Melalui Jalur PMP.

5. Bulan Juni 2013 melakukan Penelitian skripsi di Kota Medan.

6. Bulan Juli – Agustus 2013 melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di

Desa Paya Pinang Kecamatan Tebing Syahbandar Kabupaten Serdang

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan

baik sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Program

Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Adapun

judul skripsi ini adalah “Analisis Komparasi Nilai Tambah Dalam Berbagai Produk Olahan Kedelai Pada Industri Rumah Tangga di Kota Medan”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua tercinta

ayahanda Syamsir dan Ibunda Erminas yang telah memberikan dukungan baik

moril maupun materil. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak HM. Mozart B. Darus, M.Sc selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu

Sri Fajar Ayu, SP. MM, DBA selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah

membimbing dan memberikan masukan, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan benar.

2. Ibu Dr. Ir. Salmiah, M.Si selaku Ketua Program Studi Agribisnis dan Bapak

Dr. Ir. Satia Negara Lubis, MEc selaku Sekretaris Program Studi Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

3. Seluruh dosen Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara yang telah membekali ilmu pengetahuan kepada penulis

selama masa perkuliahan.

4. Seluruh staff pegawai Program Studi Agribisnis yang telah membantu dalam

(6)

5. Abang tersayang (Wizirlon,S.HI, Ilham, Dosi Wahyudi, Deki Saputra, dan

Dezi Wandra, S.Kom) serta adik tersayang Ashabul Yamin yang telah

memberikan dukungan baik doa, kasih sayang, dan semangat kepada penulis.

6. Penulis juga sangat berterima kasih kepada Susilo Sudarman yang selalu

memberikan kritikan yang bersifat membangun terhadap skripsi ini serta yang

paling utama adalah Dia selalu menjadi penyemangat bagi penulis.

7. Seluruh instansi dan pengusaha tahu, tempe, dan susu kedelai yang terkait

dengan penelitian penulis.

8. Sahabat penulis (Winda Ayu Wulandari, Aminah Nur ML, Mahda Sari Putri,

Lailatun Najmi Dalimunthe, Imelda KS Pasaribu, dan Naila Husna Tagore)

yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis, serta

rekan-rekan stambuk 2009 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, sehingga penulis

mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi

kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Oktober 2013

(7)

DAFTAR ISI

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 7

Metode Penentuan Daerah Penelitian 21

(8)

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN

Sistem Produksi Usaha Pengolahan Kedelai 38 Penggunaan Bahan Baku dan Bahan Penunjang 38

Nilai Tambah Pengolahan Kedelai Menjadi Tahu 53

Input, Output, dan Harga 54

Penerimaan dan Keuntungan 55

Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi 56 Nilai Tambah Pengolahan Kedelai Menjadi Tempe 56

Input, Output, dan Harga 57

Penerimaan dan Keuntungan 58

Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi 59 Nilai Tambah Pengolahan Kedelai Menjadi Susu Kedelai 59

Input, Output, dan Harga 60

Penerimaan dan Keuntungan 61

Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi 62 Komparasi Nilai Tambah Pengolahan Kedelai Menjadi Tahu,

Pengolahan Kedelai Menjadi Tempe, dan Pengolahan Kedelai

(9)

DAFTAR TABEL

Tingkat Konsumsi Pangan (Kacang-Kacangan) di Kota Medan Tahun 2012

Kandungan Protein dari setiap 100 gram bahan makanan

Kandungan Gizi Tempe, Tahu, dan Susu Kedelai per 100 gram bahan

Sebaran Usaha Pengolahan Kedelai Menjadi Tahu dan Tempe Pada Industri Rumah Tangga di Kota Medan Tahun 2013

Sebaran Usaha Pengolahan Kedelai Menjadi Susu Kedelai Pada Industri Rumah Tangga di Kota Medan Tahun 2013

Kerangka Perhitungan Nilai Tambah Metode Hayami

Luas Wilayah, Penduduk, dan Kepadatan Penduduk Kota Medan pada Tahun 2011

Penduduk Menurut Kelompok Umur pada Tahun 2011 Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Sarana dan Prasarana

PDRB Kecamatan Menurut Laju Pertumbuhan Ekonomi dan Sektor Ekonomi Industri Pengolahan di Kota Medan Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2009

Karakteristik Responden Pengolah Tahu Karakteristik Responden Pengolah Tempe Karakteristik Responden Pengolah Susu Kedelai

Rata-Rata Kebutuhan Modal Investasi dalam Pengolahan Kedelai Menjadi Tahu di Daerah Penelitian Tahun 2013

Rata-Rata Kebutuhan Modal Investasi dalam Pengolahan Kedelai Menjadi Tempe di Daerah Penelitian Tahun 2013

Rata-Rata Kebutuhan Modal Investasi dalam Pengolahan Kedelai Menjadi Susu Kedelai di Daerah Penelitian Tahun 2013 Nilai Tambah Pengolahan Kedelai Menjadi Tahu

Input Lain yang Digunakan Dalam Pengolahan Kedelai Menjadi Tahu

Nilai Tambah Pengolahan Kedelai Menjadi Tempe

Input Lain yang Digunakan Dalam Pengolahan Kedelai Menjadi Tempe

Nilai Tambah Pengolahan Kedelai Menjadi Susu Kedelai

Input Lain yang Digunakan Dalam Pengolahan Kedelai Menjadi Susu Kedelai

Komparasi Nilai Tambah Pada Pengolahan Kedelai Menjadi Tahu, Tempe, dan Susu Kedelai di Daerah Penelitian

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Hal

1 2 3 4 5 6

7

Skema Kerangka Pemikiran

Kerangka Proses Pembuatan Tahu di Daerah Penelitian Dokumentasi Proses Pembuatan Tahu

Kerangka Proses Pembuatan Tempe di Daerah Penelitian Dokumentasi Proses Pembuatan Tempe

Kerangka Proses Pembuatan Susu Kedelai di Daerah Penelitian

Dokumentasi Proses Pembuatan Susu Kedelai

19 41 44 45 49 50

(11)

DAFTAR LAMPIRAN Karakteristik Pengusaha Susu Kedelai Biaya Bahan Baku Pengolahan Tahu Biaya Bahan Baku Pengolahan Tempe Biaya Bahan Baku Pengolahan Susu Kedelai Penggunaan Peralatan Pengolahan Tahu

Penggunaan Peralatan Pengolahan Tahu (Lanjutan) Penggunaan Peralatan Pengolahan Tahu (Lanjutan) Penggunaan Peralatan Pengolahan Tahu (Lanjutan) Penggunaan Peralatan Pengolahan Tahu (Lanjutan) Penggunaan Peralatan Pengolahan Tahu (Lanjutan) Penggunaan Peralatan Pengolahan Tahu (Lanjutan) Penggunaan Peralatan Pengolahan Tahu (Lanjutan) Penggunaan Peralatan Pengolahan Tahu (Lanjutan) Penggunaan Peralatan Pengolahan Tempe

Penggunaan Peralatan Pengolahan Tempe (Lanjutan) Penggunaan Peralatan Pengolahan Tempe (Lanjutan) Penggunaan Peralatan Pengolahan Tempe (Lanjutan) Penggunaan Peralatan Pengolahan Tempe (Lanjutan) Penggunaan Peralatan Pengolahan Tempe (Lanjutan) Penggunaan Peralatan Pengolahan Tempe (Lanjutan) Penggunaan Peralatan Pengolahan Tempe (Lanjutan) Penggunaan Peralatan Pengolahan Susu Kedelai

Penggunaan Peralatan Pengolahan Susu Kedelai (Lanjutan) Penggunaan Peralatan Pengolahan Susu Kedelai (Lanjutan) Penggunaan Peralatan Pengolahan Susu Kedelai (Lanjutan) Penggunaan Peralatan Pengolahan Susu Kedelai (Lanjutan) Penggunaan Peralatan Pengolahan Susu Kedelai (Lanjutan) Penggunaan Peralatan Pengolahan Susu Kedelai (Lanjutan) Biaya Penggunaan Kayu Bakar pada Pengolahan Tahu Biaya Penggunaan Obat Tahu pada Pengolahan Tahu Biaya Penggunaan Solar pada Pengolahan Tahu

Biaya Penggunaan Bahan Bakar Gas pada Pengolahan Tempe Biaya Penggunaan Solar Pada Pengolahan Tempe

Biaya Penggunaan Ragi Pada Pengolahan Tempe Biaya Penggunaan Daun Pada Pengolahan Tempe Biaya Penggunaan Plastik Pada Pengolahan Tempe

(12)

40

Biaya Penggunaan Input Penunjang Lainnya (Minyak Lampu, Lilin) Pada Pengolahan Tempe

Biaya Penggunaan Bahan Bakar Gas pada Pengolahan Susu Kedelai Biaya Penggunaan Solar Pada Pengolahan Susu Kedelai

Biaya Penggunaan Gula pada Pengolahan Susu Kedelai Biaya Penggunaan Garam pada Pengolahan Susu Kedelai Biaya Penggunaan Plastik Pada Pengolahan Susu Kedelai

Biaya Penggunaan Listrik dan Air pada Pengolahan Susu Kedelai Biaya Penggunaan Input Penunjang Lainnya (Karet, Perasa Makanan) Pada Pengolahan SusuKedelai

Penggunaan Tenaga Kerja per Produksi (per Hari) pada Pengolahan Tahu

Penggunaan Tenaga Kerja per Produksi (per Hari) pada Pengolahan Tempe

Penggunaan Tenaga Kerja per Produksi (per Hari) pada Pengolahan Susu Kedelai

Perhitungan Upah Rata-Rata Tenaga Kerja (Rp/HKP) pada Pengolahan Tahu

Perhitungan Upah Rata-Rata Tenaga Kerja (Rp/HKP) pada Pengolahan Tempe

Perhitungan Upah Rata-Rata Tenaga Kerja (Rp/HKP) pada Pengolahan Susu Kedelai

Perhitungan Jumlah dan Harga Output pada Pengolahan Tahu Perhitungan Jumlah dan Harga Output pada Pengolahan Tempe

Perhitungan Jumlah dan Harga Output pada Pengolahan Susu Kedelai

(13)

ABSTRAK

SITRI SORGA (090304017) dengan judul skripsi Analisis Komparasi Nilai Tambah Dalam Berbagai Produk Olahan Kedelai Pada Industri

Rumah Tangga di Kota Medan yang dibimbing oleh Bapak

HM. Mozart B. Darus, M.Sc dan Ibu Sri Fajar Ayu, SP. MM, DBA.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui proses pengolahan kedelai menjadi tahu, pengolahan kedelai menjadi tempe, dan pengolahan kedelai menjadi susu kedelai di daerah penelitian, (2) untuk menganalisis besarnya nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan kedelai menjadi tahu, pengolahan kedelai menjadi tempe, dan pengolahan kedelai menjadi susu kedelai di daerah penelitian, dan (3) untuk membandingkan nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan kedelai menjadi tahu, pengolahan kedelai menjadi tempe, dan pengolahan kedelai menjadi susu kedelai di daerah penelitian.

Hasil penelitian diperoleh (1) proses pengolahan kedelai menjadi tahu, pengolahan kedelai menjadi tempe, dan pengolahan kedelai menjadi susu kedelai di daerah penelitian masih tergolong sederhana, (2) nilai tambah yang dihasilkan dari pengolahan kedelai menjadi tahu, pengolahan kedelai menjadi tempe, dan pengolahan kedelai menjadi susu kedelai adalah tinggi, dan (3) nilai tambah pada usaha pengolahan kedelai menjadi susu kedelai, lebih tinggi dari usaha pengolahan kedelai menjadi tahu dan pengolahan kedelai menjadi tempe.

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dalam perkembangan ekonomi suatu negara, seringkali sektor pertanian

diusahakan menjadi sektor tangguh yang mampu mendukung sektor industri.

Dukungan pertanian pada sektor industri antara lain berupa penyediaan bahan

baku dari hasil-hasil pertanian. Pembangunan industri hasil-hasil pertanian akan

meningkatkan nilai tambah dan menciptakan kesempatan kerja

(Soekartawi, 1993).

Nilai tambah merupakan penambahan nilai suatu komoditi karena adanya input

fungsional yang diperlukan pada komoditi yang bersangkutan. Besarnya

dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor teknis dan faktor pasar. Faktor teknis

terdiri dari kapasitas produksi, penerapan teknologi, kualitas produk, kualitas

bahan baku, dan input penyerta. Sedangkan faktor pasar meliputi harga jual

produk, harga bahan baku, nilai input lain, dan upah tenaga kerja

(Soekartawi, 1999).

Salah satu cara yang dapat dilakukan agar nilai tambah suatu komoditas pertanian

meningkat adalah dengan mengaitkan pertanian dengan industri pengolahan. Jika

pertanian hanya berhenti sebagai aktifitas budidaya (on-farm agribusiness), maka

nilai tambah yang dihasilkan akan relatif sangat kecil. Akan tetapi, nilai tambah

pertanian akan meningkat jika melalui proses pengolahan lebih lanjut atau

kegiatan sampai kepada sektor hilir (off-farm agribusiness) yang menghasilkan

(15)

Di Indonesia, hampir seluruh komoditas pertanian dapat diolah, salah satunya

adalah kedelai. Kedelai merupakan salah satu komoditas pangan utama disamping

padi dan jagung. Kebutuhan terhadap industri olahan yang berbahan baku kedelai

seperti tahu, tempe, tauco, kecap, susu kedelai dan bahan baku pakan ternak terus

meningkat dari tahun ke tahun. Laju permintaan kedelai yang meningkat lebih

cepat daripada kemampuan produksi dalam negeri menyebabkan defisit

meningkat 968 ribu ton tahun 1998 menjadi 1,1 juta ton tahun 2001 dan 1,4 juta

ton pada tahun 2005 atau meningkat sebesar 8,73 % per tahun

(Suprapto, 2001).

Di kota Medan, konsumsi terhadap kacang kedelai cukup besar dibandingkan

dengan konsumsi terhadap jenis kacang-kacangan lainnya yang dapat dilihat pada

tabel 1.

Tabel 1. Tingkat Konsumsi Pangan (Kacang-Kacangan) di Kota Medan Tahun 2012

Jenis Pangan Konsumsi Pangan (Gr/Kap/Hr)

Kacang Tanah 2,1

Kacang Kedelai 9,6

Kacang Hijau 4,9

Kacang Merah 0,1

Sumber: Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Utara, 2013

Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa konsumsi pangan terhadap jenis kacang-kacangan

pada tahun 2012 di Kota Medan yang paling tinggi adalah kacang kedelai yaitu

sebesar 9,6 gr/kap/hr, kemudian kacang hijau sebesar 4,9 gr/kap/hr, kacang tanah

sebanyak 2,1 gr/kap/hr, dan yang paling rendah yaitu kacang merah sebanyak 0,1

(16)

Di Indonesia penggunaan kedelai masih terbatas sebagai bahan makanan manusia

dan makanan ternak. Sehingga tidak mengherankan jika total penggunaan

kebutuhan kedelai untuk pangan mencapai 95% dari total kebutuhan kedelai di

Indonesia. Hasil olahan yang berbahan baku kedelai menjadi makanan antara lain:

tahu, tempe, susu kedelai, tauco, dan kecap (Adisarwanto, 2005).

Menurut Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan (2013), untuk tahu,

tempe, dan susu kedelai umumnya diproduksi oleh industri kecil dan industri

rumah tangga. Sedangkan tauco dan kecap diproduksi oleh industri kecil hingga

industri sedang bahkan sudah ada dalam skala industri besar.

Tahu dan tempe merupakan makanan favorit rakyat Indonesia. Makanan yang

berbahan dasar kedelai ini telah menjadi salah satu alternatif makanan untuk

memenuhi protein selain daging, ikan, dan telur. Menurut Haliza (2007), tahu

dan tempe merupakan sumber protein nabati yang cukup penting bagi masyarakat

Indonesia. Studi pola konsumsi pangan tahun 1993 menunjukkan bahwa tahu dan

tempe dikonsumsi minimal 3 kali atau lebih dalam satu minggu oleh masyarakat.

Konsumsi per kapita meningkat dari 4,42 kg dan 4,63 kg pada tahun 1990 menjadi

7,70 kg dan 8,27 kg pada tahun 2002, berturut-turut untuk tempe dan tahu.

Selain tahu dan tempe, produk olahan lain dari kedelai adalah susu kedelai. Susu

kedelai akhir-akhir ini telah banyak dikenal sebagai susu alternatif pengganti susu

sapi. Hal ini dikarenakan susu kedelai memiliki kandungan protein yang cukup

tinggi dengan harga relatif lebih murah jika dibandingkan dengan sumber protein

(17)

kedelai menjadi susu kedelai pasti juga akan menciptakan nilai tambah dan juga

meningkatkan nilai guna dari produk tersebut (Cahyadi, 2007).

Prospek pengolahan kedelai menjadi susu kedelai saat ini cukup menjanjikan.

Kandungan gizi yang terdapat di dalamnya sangat dibutuhkan manusia serta

mudah dalam pembuatannya. Hanya dengan teknologi dan peralatan yang

sederhana, serta tidak diperlukannya keterampilan khusus siapapun dapat

melakukan pengolahan kedelai menjadi susu kedelai (Cahyadi, 2007).

Tahu, tempe, dan susu kedelai umumnya diproduksi oleh industri kecil dan

industri rumah tangga. Industri ini mampu menciptakan lapangan kerja,

meningkatkan nilai tambah dan pendapatan melalui proses produksi yang

dilakukan. Sekitar 88% kedelai dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan usaha

pengolahan tahu dan tempe, sedangkan sisanya digunakan oleh berbagai macam

industri seperti susu kedelai, kecap, dan tauco. Akibat pentingnya sebuah proses

pengolahan atau agroindustri dari kedelai ini, maka sektor ini perlu mendapat

perhatian lebih untuk mengetahui proses pengolahan kedelai menjadi tahu, tempe,

dan susu kedelai, berapa besar nilai tambah yang dihasilkan dan bagaimana

perbandingan nilai tambah dari pengolahan tahu, tempe, dan susu kedelai.

Dari permasalahan-permasalahan yang telah dikemukakan, maka peneliti tertarik

untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai “Analisis Komparasi Nilai

Tambah dalam Berbagai Produk Olahan Kedelai Pada Industri Rumah Tangga di

(18)

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dapat

dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana proses pengolahan kedelai menjadi tahu, pengolahan kedelai

menjadi tempe, dan pengolahan kedelai menjadi susu kedelai di daerah

penelitian?

2. Berapa besar nilai tambah yang dihasilkan dari pengolahan kedelai menjadi

tahu, pengolahan kedelai menjadi tempe, dan pengolahan kedelai menjadi

susu kedelai di daerah penelitian?

3. Bagaimana komparasi nilai tambah dari pengolahan kedelai menjadi tahu,

pengolahan kedelai menjadi tempe, dan pengolahan kedelai menjadi susu

kedelai di daerah penelitian?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah, maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui proses pengolahan kedelai menjadi tahu, pengolahan

kedelai menjadi tempe, dan pengolahan kedelai menjadi susu kedelai di daerah

penelitian.

2. Untuk menganalisis besarnya nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan

kedelai menjadi tahu, pengolahan kedelai menjadi tempe, dan pengolahan

kedelai menjadi susu kedelai di daerah penelitian.

3. Untuk membandingkan nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan kedelai

menjadi tahu, pengolahan kedelai menjadi tempe, dan pengolahan kedelai

(19)

Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah:

1. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi para pihak yang sedang dan akan

melakukan usaha tahu, tempe, dan susu kedelai.

2. Sebagai bahan referensi dan informasi bagi pemerintah dalam hal

pengambilan kebijakan.

3. Sebagai bahan referensi dan informasi bagi peneliti selanjutnya yang

(20)

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Tinjauan Pustaka Kacang Kedelai

Kedelai merupakan bahan pangan sumber protein nabati yang paling murah

sehingga tidak mengherankan bila total kebutuhan kedelai untuk pangan mencapai

95% dari total kebutuhan kedelai di Indonesia. Biji kedelai mempunyai nilai guna

yang cukup tinggi karena bisa dimanfaatkan sebagai bahan pangan, pakan, dan

bahan baku industri, baik skala kecil maupun besar. Produk pangan berbahan baku

kedelai ini dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu dalam bentuk hasil

nonfermentasi dan fermentasi. Hasil nonfermentasi berupa kedelai rebus, bubuk

kedelai, susu kedelai dan tahu. Sedangkan hasil fermentasi berupa tempe, tauco,

dan kecap (Adisarwanto, 2005).

Ditinjau dari segi ekonomi, kedelai yang sudah diolah akan meningkatkan nilai

jualnya, jika hasil olahannya banyak dibutuhkan, permintaan akan kedelai pun

meningkat. Hal ini sangat berpengaruh pada harga kedelai serta kesejahteraan

petani dan penjual kedelai. Ditinjau dari segi kesehatan, hasil olahan kedelai dapat

lebih mudah dicerna dan mengandung lebih banyak gizi. Hal ini berpengaruh pada

kesehatan tubuh. Disamping itu, hasil olahan kedelai lebih disukai oleh banyak

(21)

Menurut Suprapto (2001), kedelai mengandung protein 35% untuk setiap 100

gram. Bahkan pada varietas unggul, kandungan protein kedelai dapat mencapai

40 – 43 %. Dibandingkan dengan jenis bahan makanan lainnya, kedelai

mengandung protein tertinggi setelah susu krim kering. Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Kandungan Protein dari setiap 100 gram bahan makanan

Bahan Protein (%)

Sumber : Suprapto, 2001

Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa kandungan protein tertinggi adalah susu krim

kering yaitu mencapai 36%. Namun, kandungan protein kacang kedelai tidak jauh

berbeda dengan susu krim kering yaitu 35%. Kemudian diikuti oleh kacang hijau

22%, daging 19%, ikan segar 17%, telur ayam 13%, jagung 9,2%, beras 6,8%, dan

kandungan protein paling rendah adalah tepung ubi kayu yaitu 1,1%.

Kedelai dalam bentuk olahan, kandungan protein per 100 gram bahan menjadi

lebih rendah, namun lebih mudah tercerna. Tempe merupakan olahan dari kedelai

yang paling tinggi kandungan proteinnya dibandingkan bahan olahan lain. Hal ini

(22)

Tabel 3. Kandungan Gizi Tempe, Tahu, dan Susu Kedelai per 100 gram

Sumber : Suprapto, 2001

Pengolahan Komoditas Pertanian

Salah satu sifat komoditas pertanian adalah mudah rusak, sehingga perlu langsung

dikonsumsi atau diolah terlebih dahulu. Pengembangan industri pengolahan

sangat diperlukan untuk mengaitkan sektor pertanian dengan sektor industri.

Industri pengolahan akan berkembang dengan baik jika kedua sektor tersebut

memiliki keterkaitan yang sangat erat.

Menurut Soekartawi (1999), ada banyak manfaat dari sebuah proses pengolahan

komoditas pertanian, dan hal tersebut menjadi penting karena pertimbangan

sebagai berikut:

1. Meningkatkan Nilai Tambah

Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengolahan yang baik oleh

produsen dapat meningkatkan nilai tambah dari hasil pertanian yang diproses.

Kegiatan petani hanya dilakukan oleh petani yang mempunyai fasilitas

pengolahan (pengupasan, pengirisan, tempat penyimpanan, keterampilan

mengolah hasil, mesin pengolah, dan lain-lain). Sedangkan bagi pengusaha ini

menjadikan kegiatan utama, karena dengan pengolahan yang baik maka nilai

tambah barang pertanian meningkat sehingga mampu menerobos pasar, baik

(23)

2. Kualitas Hasil

Salah satu tujuan dari pertanian adalah meningkatkan kualitas. Dengan

kualitas hasil yang lebih baik, maka nilai barang menjadi lebih tinggi dan

keinginan konsumen menjadi terpenuhi. Perbedaan kualitas bukan saja

menyebabkan adanya perbedaan segmentasi pasar tetapi juga mempengaruhi

harga barang itu sendiri.

3. Penyerapan Tenaga Kerja

Bila pengolahan hasil dilakukan, maka banyak tenaga kerja yang diserap.

Komoditi pertanian tertentu kadang-kadang justru menuntut jumlah tenaga

kerja yang relatif besar pada kegiatan pengolahan.

4. Meningkatkan Keterampilan

Dengan keterampilan mengolah hasil, maka akan terjadi peningkatan

keterampilan secara kumulatif sehingga pada akhirnya juga akan memperoleh

hasil penerimaan usahatani yang lebih besar.

5. Peningkatan Pendapatan

Konsekuensi logis dari pengolahan yang lebih baik akan menyebabkan total

penerimaan yang lebih tinggi. Bila keadaan memungkinkan, maka sebaiknya

petani mengolah sendiri hasil pertaniannya ini untuk mendapatkan kualitas

hasil penerimaan atau total keuntungan yang lebih besar.

Agroindustri

Agroindustri merupakan usaha untuk meningkatkan efisiensi sektor pertanian

hingga menjadi kegiatan yang sangat produktif melalui proses modernisasi

pertanian. Agroindustri dapat menjadi salah satu pilihan strategis dalam

(24)

mampu menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat sekitar. Sektor industri

pertanian merupakan suatu sistem pengelolaan secara terpadu antara sektor

pertanian dengan sektor industri guna mendapatkan nilai tambah dari hasil

pertanian (Saragih, 2004).

Menurut Soekartawi (2000), agroindustri memiliki peranan yang sangat penting

dalam pembangunan pertanian. Hal ini dapat dilihat dari kontribusinya dalam hal

meningkatkan pendapatan pelaku agribisnis, menyerap tenaga kerja,

meningkatkan perolehan devisa, dan mendorong tumbuhnya industri lain. Namun,

meskipun peranan agroindustri sangat penting, pembangunan agroindustri masih

dihadapkan pada berbagai tantangan. Terdapat beberapa permasalahan yang

dihadapi agroindustri dalam negeri antara lain: (1) Kurang tersedianya bahan baku

yang cukup dan kontinu, (2) Kurang nyatanya peran agroindustri di pedesaan

karena masih berkonsentrasinya industri di perkotaan, (3) Kurang konsistennya

kebijakan pemerintah terhadap agroindustri, (4) Kurangnya fasilitas permodalan

(perkreditan) dan kalaupun ada prosedurnya amat ketat, (5) Keterbatasan pasar,

(6) Lemahnya infrastruktur, (7) Kurangnya perhatian terhadap penelitian dan

pengembangan, (8) Lemahnya keterkaitan industri hulu dan hilir, (9) Kualitas

produksi dan prosesing yang belum mampu bersaing, dan (10) Lemahnya

entrepreneurship.

Menurut Badan Pusat Satistik (2007), penggolongan industri menurut banyaknya

tenaga kerja adalah sebagai berikut:

1. Industri besar, dengan jumlah tenaga kerja 100 orang atau lebih;

(25)

3. Industri kecil, dengan jumlah tenaga kerja antara 5 sampai 19 orang;

4. Industri rumah tangga, dengan jumlah tenaga kerja 1 sampai 4 orang.

Tahu

Tahu merupakan bahan makanan yang cukup digemari karena enak dan bergizi.

Oleh karena itu, kualitas dan kuantitasnya sangat dipengaruhi oleh varietas yang

digunakan, proses pemeraman, tipe bahan koagulasi, serta tekanan dan suhu

koagulasi (Adisarwanto, 2005). Tahu merupakan salah satu sumber protein yang

sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh manusia. Tahu terbuat dari sari kedelai

yang diolah sedemikian rupa sehingga menghasilkan tahu yang kita konsumsi

sehari-hari (Panji, 2012).

Tahu merupakan makanan andalan untuk perbaikan gizi karena tahu mempunyai

mutu protein nabati terbaik dan mempunyai komposisi asam amino yang paling

lengkap dan diyakini memiliki daya cerna yang tinggi (sebesar 85 – 98 %). Pada

tahu terdapat berbagai macam kandungan gizi seperti protein, lemak, karbohidrat,

kalori dan mineral, fosfor, vitamin B kompleks, vitamin E, kalium, dan kalsium.

Dengan kandungan sekitar 80% asam lemak tak jenuh, tahu tidak banyak

mengandung kolesterol sehingga sangat aman bagi kesehatan jantung

(Suprapto, 2006).

Tempe

Tempe merupakan makanan tradisional yang telah dikenal masyarakat Indonesia

sejak dulu. Produk ini berbahan baku utama kedelai dan merupakan hasil dari

proses fermentasi. Terdapat tiga faktor pendukung dalam proses pembuatan tempe

(26)

Bahan baku yang dimaksud yaitu keping-keping biji kedelai yang telah direbus,

mikroorganisme berupa kapang tempe Rhizopus oligosporus, Rhizopus oryzae,

Rhizopus stolonifer, dan keadaan lingkungan tumbuh seperti suhu 300C, pH awal

6,8 serta kelembapan nisbi 70 – 80 % (Sarwono, 1994).

Terdapat dua kelompok vitamin pada tempe, yaitu larut air (Vitamin B kompleks)

dan larut lemak (Vitamin A, D, E, dan K). Selain itu, keistimewaan lain yang

dimiliki tempe adalah mengandung vitamin B12 yang umumnya terdapat pada

produk-produk hewani tetapi tidak dijumpai pada makanan nabati (sayuran, buah,

dan biji-bijian). Dibandingkan dengan kedelai mentah, nilai gizi tempe lebih baik

karena pada kedelai mentah terdapat zat-zat antinutrisi seperti antitripsin dan

oligosakarida. Proses fermentasi yang dilakukan dapat menghilangkan kedua

senyawa tersebut sehingga meningkatkan daya cerna kedelai (Cahyadi, 2007).

Susu Kedelai

Susu kedelai merupakan minuman yang bergizi karena kandungan proteinnya

yang tinggi. Selain itu, susu kedelai juga mengandung lemak, karbohidrat,

kalsium, phosphor, zat besi, provitamin A, vitamin B kompleks (kecuali B12), dan

air (Radiyati, 1992).

Walaupun kandungan kalsiumnya tidak setinggi susu sapi, namun susu kedelai

merupakan alternatif bagi mereka yang tidak suka atau alergi terhadap susu sapi.

Susu kedelai mengandung banyak manfaat bagi kesehatan tubuh manusia seperti

halnya pada susu sapi. Adapun manfaat dari susu kedelai adalah sebagai sumber

protein, baik untuk jantung, tidak mengandung laktosa, tidak menyebabkan alergi

(27)

badan karena mengandung sedikit kalori, asam lemak tak jenuh, dan membantu

menjaga sistem pencernaan (Yodak, 2012).

Selain itu, susu kedelai sangat penting untuk bayi dan anak-anak karena pada

pertumbuhanya mereka sangat memerlukan protein. Untuk bayi dan anak-anak

yang alergi terhadap susu sapi, maka diganti dengan susu kedelai. Sebagai

minuman, susu kedelai dapat menyegarkan dan menyehatkan tubuh karena pada

umumnya minuman hanya menyegarkan tetapi tidak menyehatkan. Susu kedelai

juga dikenal sebagai minuman kesehatan karena tidak mengandung kolesterol,

tetapi mengandung phitokimia yaitu suatu senyawa dalam bahan pangan yang

mempunyai khasiat menyehatkan (Cahyadi, 2007).

Landasan Teori Nilai Tambah

Sistem agribisnis terutama sub-sistem agroindustri bertujuan untuk menambah

nilai komoditas pertanian melalui perlakuan-perlakuan yang dapat menambah

kegunaan komoditas tersebut, baik kegunaan bentuk, tempat, waktu maupun

pemilikan. Perlakuan serta jasa-jasa yang dapat menambah kegunaan komoditas

tersebut disebut dengan input fungsional. Jadi pemberian input fungsional yang

menyebabkan terjadinya nilai tambah dari suatu komoditas pertanian dapat dilihat

dari adanya perubahan-perubahan pada komoditas tersebut, yaitu perubahan

bentuk, waktu, dan tempat (Hardjanto, 1995).

Sumber-sumber nilai tambah berasal dari pemanfaatan faktor-faktor produksi

seperti tenaga kerja, modal, sumberdaya alam, dan manajemen. Oleh karena itu,

(28)

yang diciptakan perlu didistribusikan secara adil. Analisis ini merupakan metode

perkiraan sejauh mana bahan baku yang mendapat perlakuan mengalami

perubahan nilai (Hardjanto, 1995).

Nilai tambah adalah pertambahan nilai suatu produk atau komoditas karena

mengalami proses pengolahan, pengangkutan, ataupun penyimpanan dalam suatu

produksi. Dalam proses pengolahan nilai tambah dapat didefinisikan sebagai

selisih antara nilai produk dengan nilai bahan baku dan input lainnya, tidak

termasuk tenaga kerja. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tambah untuk

pengolahan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor teknis dan faktor

pasar. Faktor teknis terdiri dari kapasitas produksi, penerapan teknologi, kualitas

produk, kualitas bahan baku, dan input penyerta. Sedangkan faktor pasar meliputi

harga jual produk, harga bahan baku, nilai input lain, dan upah tenaga kerja

(Hayami et all, 1987).

Besarnya nilai tambah erat kaitannya dengan kualitas tenaga kerja yang berupa

keahlian dan keterampilan, teknologi yang digunakan dalam proses pengolahan

serta kualitas bahan baku. Kualitas tenaga kerja akan mempengaruhi besarnya

imbalan bagi tenaga kerja dan kinerja produksi perusahaan dilihat dari

keterampilan dan keahliannya. Besar kecilnya imbalan bagi tenaga kerja juga

dilihat dari teknologi yang digunakan. Apabila teknologi yang digunakan adalah

padat karya, maka proporsi tenaga kerja akan lebih besar daripada proporsi

keuntungan bagi perusahaan. Sedangkan apabila teknologi yang digunakan padat

modal, maka proporsi tenaga kerja menjadi semakin kecil daripada proporsi

(29)

tambah yang dilihat dari produk akhir yang dihasilkan. Produk dengan kualitas

yang baik, harganya akan lebih tinggi dan akhirnya akan memperbesar nilai

tambah yang diperoleh (Soeharjo, 1991).

Biaya dan Pendapatan

Pada umumnya faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan barang atau

jasa oleh perusahaan tidak dapat diperoleh dengan cuma-cuma. Perusahaan

memperolehnya dengan membeli. Faktor produksi yang digunakan dalam

menghasilkan suatu barang atau jasa setelah diberi harga disebut biaya, ongkos

(cost) (Reksoprayitno, 2000).

Soekartawi (2005), menyatakan bahwa pendapatan (Pd) adalah selisih antara

penerimaan (TR) dan semua biaya (TC). Jadi, Pd = TR – TC. Penerimaan

usahatani (TR) adalah perkalian antara produksi yang diperoleh (Y) dengan harga

jual (Py). Biaya usahatani biasanya diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap

(fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap (FC) adalah biaya

yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang

diperoleh banyak atau sedikit. Biaya variabel (VC) adalah biaya yang besar

kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh, contohnya biaya tenaga kerja.

Total biaya (TC) adalah jumlah dari biaya tetap (FC) dan biaya variabel (VC),

maka TC = FC + VC.

Penerimaan total (total revenue) adalah seluruh pendapatan yang diterima

perusahaan atas penjualan barang hasil produksinya. Penerimaan rata-rata adalah

(30)

Penerimaan marjinal (marjinal revenue) adalah tambahan penerimaan dengan

menjual satu unit lagi hasil produksinya (Bangun, 2007).

Penelitian Terdahulu

1. Penelitian yang dilakukan oleh Evan Triputra (2011), yang dilakukan di

Kabupaten Deli Serdang, menyatakan bahwa nilai tambah pengolahan kedelai

menjadi tempe lebih tinggi dibandingkan pengolahan kedelai menjadi tahu.

Dimana nilai tambah pengolahan kedelai menjadi tempe yang diperoleh

adalah Rp 8.103,1,- dengan rasio nilai tambahnya 53,79% sedangkan nilai

tambah pengolahan kedelai menjadi tahu adalah Rp 7.833,71,- dengan rasio

nilai tambah sebesar 50,56%.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Roza Yulida (2011) di Kecamatan Dayun

Kabupaten Siak, menyatakan bahwa nilai tambah yang diperoleh oleh industri

tahu untuk setiap kilogram kedelai adalah Rp 3.120,- dan untuk tempe sebesar

Rp 3.325,-.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Sandra Siagian (2012) Tentang Masalah dan

Prospek Pengolahan Kedelai, menyatakan bahwa nilai tambah yang

dihasilkan pada industri pengolahan susu kedelai lebih tinggi dibandingkan

(31)

Kerangka Pemikiran

Kedelai merupakan salah satu jenis tanaman kacang-kacangan yang telah banyak

dimanfaatkan atau diolah sebagai pangan dan bahan industri lainnya. Beberapa

olahan kedelai yang sangat lazim dan paling banyak digemari oleh masyarakat

adalah tahu, tempe, dan susu kedelai. Ketiga produk ini merupakan sumber

protein yang tinggi yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia.

Proses pengolahan kedelai menjadi tahu, tempe, dan susu kedelai dalam hal ini

adalah pada industri rumah tangga. Dari hasil olahan, kemudian dihitung besarnya

nilai tambah dari masing-masing output dengan memperhatikan komponen yang

penting dalam pengolahan, yaitu: Biaya Bahan Baku, dan Biaya Penunjang

lainnya yang menjadi penentu besarnya nilai tambah yang dihasilkan. Hasil

perhitungan nilai tambah yang diperoleh dari masing-masing output,

dikomparasikan antara satu produk dengan produk yang lain, sehingga didapat

produk akhir mana yang menyumbangkan nilai tambah lebih besar. Skema

(32)

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah maka hipotesis penelitian adalah sebagai

berikut:

1. Nilai tambah yang dihasilkan dari pengolahan kedelai menjadi tahu,

pengolahan kedelai menjadi tempe, dan pengolahan kedelai menjadi susu

kedelai di daerah penelitian adalah tinggi. Kedelai

Pengolahan Kedelai

Tahu Tempe Susu Kedelai

Biaya Bahan Baku Biaya Penunjang

Nilai Tambah

Nilai Tambah Nilai Tambah

Keterangan:

: Menyatakan Proses

(33)

2. Nilai tambah pada usaha pengolahan kedelai menjadi susu kedelai, lebih tinggi

dari usaha pengolahan kedelai menjadi tahu dan pengolahan kedelai menjadi

(34)

METODE PENELITIAN

Metode Penentuan Daerah Penelitian

Daerah penelitian ditentukan secara purposive atau secara sengaja, yaitu di Kota

Medan. Alasan memilih kota Medan adalah dengan pertimbangan bahwa kota

Medan merupakan salah satu daerah industri pengolahan kedelai menjadi berbagai

macam produk seperti tahu, tempe maupun susu kedelai pada industri rumah

tangga yang tersebar di beberapa kecamatan di kota Medan. Untuk sebaran usaha

pengolahan kedelai menjadi tahu dan tempe dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Sebaran Usaha Pengolahan Kedelai Menjadi Tahu dan Tempe Pada Industri Rumah Tangga di Kota Medan Tahun 2013.

Kecamatan Usaha Pengolahan (Unit) Jumlah

Tahu Tempe

(35)

Sedangkan untuk susu kedelai berdasarkan hasil prasurvei dapat dilihat pada

tabel 5.

Tabel 5. Sebaran Usaha Pengolahan Kedelai Menjadi Susu Kedelai Pada Industri Rumah Tangga di Kota Medan Tahun 2013.

Kecamatan Usaha Pengolahan (Unit)

Medan Johor 3

Medan Amplas 2

Medan Tembung 1

Medan Sunggal 1

Medan Polonia 2

Jumlah 9

Sumber: Prasurvei, 2013

Metode Pengambilan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah pemilik usaha pengolahan tahu, tempe, dan

susu kedelai yang ada di Kota Medan. Metode pengambilan sampel dilakukan

secara berbeda. Untuk tahu dan tempe pengambilan sampel dilakukan dengan

menggunakan metode sensus (keseluruhan), yaitu dengan mengambil seluruh

populasi sebagai sampel (6 pengusaha tahu dan 16 pengusaha tempe). Khusus

untuk susu kedelai, pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode

Bola Salju (Snowball Sampling), yaitu dengan menemui satu orang pengusaha

susu kedelai yang diminta untuk menunjuk responden atau sampel berikutnya

(36)

Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data perimer dan data

sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung kepada responden,

yaitu pemilik usaha pengolahan tahu atau tempe atau susu kedelai dengan

mempergunakan kuisioner yang dibuat terlebih dahulu. Sedangkan data sekunder

diperoleh dari instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik, Dinas Perindustrian

dan Perdagangan, Badan Ketahanan Pangan, serta literatur yang terkait dengan

penelitian ini.

Metode Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini terlebih dahulu ditabulasi kemudian

diolah secara manual, lalu dijabarkan dan dianalisis dengan metode analisis yang

sesuai.

Untuk Identifikasi masalah (1) dianalisis dengan metode deskriptif, yaitu dengan

menjelaskan proses pengolahan kedelai sampai menjadi tahu, tempe, dan susu

kedelai.

Untuk menguji hipotesis (1) dianalisis dengan menggunakan metode Hayami.

Adapun prosedur perhitungan nilai tambah dengan menggunakan metode Hayami

(37)

Tabel 6. Kerangka Perhitungan Nilai Tambah Metode Hayami

II. Penerimaan dan Keuntungan 8. Harga Bahan Baku (Rp/Kg) (8) 9. Sumbangan Input Lain (Rp/Kg) (9)

10.Nilai Output (Rp/Kg) (10) = (4) x (6)

III. Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi

14.Marjin (Rp/Kg) (14) = (10) – (8)

a. Pendapatan Tenaga Kerja Langsung (%) (14a) = (12a/14) x 100% b. Sumbangan Input Lain (%) (14b) = (9/14) x 100% c. Keuntungan Pemilik Perusahaan (%) (14c) = (13a/14) x 100% Sumber: Hayami, et all, 1987

Kriteria ujinya yaitu:

Jika rasio nilai tambah > 50%, maka nilai tambah tergolong tinggi

Jika rasio nilai tambah ≤ 50% maka nilai tambah tergolong rendah.

Dalam metode Hayami, ada beberapa hal yang harus dipahami antara lain: Faktor

konversi, koefisien tenaga kerja, dan nilai produk. Faktor konversi dalam analisis

Hayami menunjukkan banyaknya produk olahan yang dihasilkan dari satu

(38)

Koefisien tenaga kerja menunjukkan banyaknya tenaga kerja yang diperlukan

untuk mengolah satu satuan input. Nilai produk menunjukkan nilai output yang

dihasilkan dari satu satuan input. Nilai input lain mencakup nilai dari semua

korbanan selain bahan baku dan tenaga kerja langsung yang digunakan selama

produksi berlangsung.

Menurut Suprapto (2006), kelebihan dari analisis nilai tambah dengan

menggunakan metode Hayami adalah:

1. Dapat diketahui besarnya nilai tambah, nilai output, dan produktivitas.

2. Dapat diketahui besarnya balas jasa terhadap pemilik-pemilik faktor produksi.

3. Prinsip nilai tambah menurut Hayami dapat diterapkan pula untuk subsistem

lain di luar pengolahan, misalnya untuk kegiatan pemasaran.

Untuk menguji hipotesis (2) digunakan uji statistik nonparametrik yaitu uji

Friedman dengan menggunakan alat bantu SPSS. Adapun rumus uji friedman

adalah sebagai berikut:

Rj : Jumlah keseluruhan jenjang

Kriteria pengambilan keputusan:

H0 diterima jika nilai signifikansi ≥α

(39)

Defenisi dan Batasan Operasional

Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpahaman mengenai pengertian

tentang istilah-istilah dalam penelitian, maka dibuat defenisi dan batasan

operasional sebagai berikut:

Defenisi

1. Nilai tambah adalah selisih antara nilai output dengan harga bahan baku dan

sumbangan input lain dengan satuan Rp/Kg.

2. Pengolahan kedelai adalah proses pengolahan kacang kedelai sampai menjadi

tahu, tempe, dan susu kedelai.

3. Industri rumah tangga adalah industri yang mempunyai tenaga kerja antara 1

sampai 4 orang.

4. Biaya bahan baku merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk bahan

baku yang dihitung dalam satuan Rp/kg.

5. Biaya penunjang merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk bahan

penunjang yang dihitung dalam satuan Rp/kg.

6. Faktor konversi, menunjukkan banyaknya output yang dapat dihasilkan dari

satu satuan input.

7. Output adalah jumlah produk (tahu, tempe, dan susu kedelai) yang dihasilkan

selama satu periode yang dihitung dalam satuan kg.

8. Harga output adalah didasarkan pada harga jual rata-rata, dimana harga jual

rata-rata merupakan pembagian antara total nilai penjualan dengan output

yang dijual dan dihitung dalam satuan rupiah per kg produk olahan.

9. Input adalah jumlah bahan baku yang telah digunakan selama satu periode

(40)

Batasan Operasional

1. Daerah penelitian adalah Kecamatan Medan Selayang, Kecamatan Medan

Johor, Kecamatan Medan Polonia, Kecamatan Medan Deli, Kecamatan Medan

Amplas, Kecamatan Medan Tembung, dan Kecamatan Medan Sunggal.

2. Sampel dalam penelitian ini adalah pemilik usaha pengolahan tahu, tempe,

dan susu kedelai.

3. Skala usaha dalam penelitian ini adalah skala industri rumah tangga.

(41)

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN

Deskripsi Daerah Penelitian

Letak Geografis dan Lingkup Wilayah Penelitian

Penelitian dilakukan di Kota Medan yang merupakan Ibu Kota dari Provinsi

Sumatera Utara. Letak geografis Kota Medan berada pada kisaran 2o27’-2o47’ LU

– 98o35’- 98o44’ BT. Kota Medan berada pada ketinggian 2,5 m – 37,5 m di atas

permukaan laut.

Kota Medan merupakan salah satu dari 30 Daerah Tingkat II di Sumatera Utara

dengan luas daerah sekitar 265,10 km2. Kota ini merupakan pusat pemerintahan

Daerah Tingkat I Sumatera Utara yang berbatasan langsung dengan Kabupaten

Deli Serdang di sebelah utara, selatan, barat, dan timur. Sebagian besar wilayah

Kota Medan merupakan dataran rendah yang merupakan tempat pertemuan dua

sungai penting yaitu Sungai Barbura dan Sungai Deli.

Kota Medan mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum menurut Stasiun

Polonia berkisar antara 23,04oC – 24,08oC dan suhu maksimum berkisar antara

32,73oC – 34,47oC. Sedangkan menurut Stasiun Sampali suhu minimumnya

berkisar antara 22,6oC – 24,4oC dan suhu maksimum berkisar antara 32,3oC –

33,9oC. Rata-rata curahhujan menurut Stasiun Sampali per bulannya 133,75 mm

(42)

Kepadatan Penduduk

Jumlah penduduk Kota Medan Tahun 2011 sebanyak 2.117.224 jiwa. Jika

dibandingkan dengan lahan seluas 265,1 Km2 dapat digambarkan kepadatan

penduduk Kota Medan adalah sebanyak 7.287 jiwa/Km2. Angka ini

menggambarkan bahwa setiap 1 Km2 terdapat 7.287 jiwa. Secara rinci kepadatan

penduduk Kota Medan pada tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Luas Wilayah, Penduduk, dan Kepadatan Penduduk Kota Medan pada Tahun 2011.

Kecamatan Luas Wilayah Penduduk Kepadatan

(Km2) Penduduk

(Jiwa/Km2)

Medan Tuntungan 20,68 81.798 3.955

Medan Johor 14,58 125.456 8.605

Medan Helvetia 13,16 145.239 11.036

Medan Petisah 6,82 61.832 9.066

Medan Barat 5,33 70.881 13.298

Medan Timur 7,76 108.758 14.015

Medan Perjuangan 4,09 93.483 22.856

Medan Tembung 7,99 133.784 16.744

(43)

Dari Tabel 7 dapat dilihat tingkat kepadatan penduduk yang tinggi adalah

Kecamatan Medan Perjuangan yaitu 22.856 jiwa/Km2 dengan luas wilayah 4,09

Km2. Sedangkan kepadatan penduduk yang paling rendah adalah Medan Labuhan

dengan jumlah 3.063 jiwa/Km2 yang luas wilayahnya 36,67 Km2.

Penduduk Menurut Kelompok Umur

Penduduk Kota Medan yang berjumlah 2.117.224 jiwa yang tersebar disetiap

kecamatan dan Kelurahan di Kota Medan. Adapun jumlah penduduk Kota Medan

menurut kelompok umur dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8. Penduduk Menurut Kelompok Umur pada Tahun 2011

Kelompok Umur (Tahun) Jumlah (Jiwa) Jumlah (%)

0 - 14 569.534 26,90

15 – 54 1.351.737 63,84

> 55 195.953 9,26

Jumlah 2.117.224 100

Sumber: BPS, Medan Dalam Angka 2011

Dari Tabel 8 dapat diketahui bahwa penduduk Kota Medan pada tahun 2011 yang

berjumlah 2.117.224 jiwa. Jumlah usia non produktif bayi, balita, anak-anak, dan

remaja (0 – 14) tahun adalah sebanyak 569.534 jiwa (26,90%). Jumlah usia

produktif yaitu 15 – 54 tahun adalah sebanyak 1.351.737 orang (63,84%).

Sedangkan usia manula > 55 adalah 195.953 orang (9,26%). Usia produktif adalah

usia dimana orang memiliki nilai ekonomi yang tinggi sehingga dapat

menghasilkan barang dan jasa dengan efektif. Dari data dalam tabel 8

(44)

Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Penduduk Kota Medan menurut tingkat pendidikan terdiridari tamat SD, SLTP,

SLTA, dan Perguruan Tinggi. Untuk melihat lebih jelas mengenai tingkat

pendidikan Kota Medan dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan Jumlah

Persentase (%)

SD 266.756 31,7

SLTP 116.076 13,8

SLTA 125.639 15,0

Perguruan Tinggi 331.567 39,5

Jumlah 840.038 100

Sumber: BPS, Medan Dalam Angka 2011

Tabel 9 menunjukkan tingkat pendidikan paling besar jumlahnya adalah pada

Perguruan Tinggi yaitu sebanyak 331.567 orang (39,5%). Kemudian diikuti oleh

SD sebanyak 266.756 orang (31,7%), SLTA sebanyak 125.639 orang (15,0%).

Sedangkan tingkat pendidikan yang paling sedikit jumlahnya adalah SLTP yaitu

sebanyak 116.076 orang (13,8%).

Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana di Kota Medan terdiri dari sekolah, kesehatan, tempat

peribadatan, transportasi, dan pasar. Kelima jenis sarana dan prasarana ini tersedia

(45)

Tabel 10. Sarana dan Prasarana

Sarana dan Prasarana Jumlah

(Unit)

e. Perguruan Tinggi 33

2. Kesehatan

a. Mesjid/Musholla 1.706

b. Gereja 634

a. Pasar Tradisional 56

b. Pasar Modern 239

Sumber: BPS, Medan Dalam Angka 2011

Tabel 10 menunjukkan sarana dan prasarana di Kota Medan, dimana untuk sarana

dan prasarana untuk sekolah terdiri dari SD sebanyak 805 unit, SMP sebanyak

353 unit, SMA 205 unit, SMK 134 unit, dan Perguruan Tinggi berjumlah 33 unit

dengan berbagai strata. Status sekolah pun beragam mulai dari negeri, swasta,

maupun sekolah luar negeri yang tersebar di setiap sudut dan pelosok Kota Medan

(46)

Sarana kesehatan sangat diperlukan oleh penduduk terutama Kota Medan. Sarana

kesehatan yang ada yaitu Puskesmas sebanyak 39 unit, Pustu 41 unit, BPU

sebanyak 39 unit, Rumah Bersalin 117 unit, dan Rumah Sakit sebanyak 76 unit

yang tersebar di seluruh Kecamatan. Selain itu, sarana peribadatan sangat

diperlukan oleh penduduk kota besar seperti Kota Medan. Sarana peribadatan

yang ada adalah mesjid/musholla berjumlah 1.706 unit, gereja sebanyak 634 unit,

kuil 26 unit, wihara 21 unit, dan klenteng 5 unit.

Sarana transportasi sangat lengkap di Kota Medan. Angkutan kota sangat banyak

kesegala penjuru Kota Medan. Panjang jalan di Kota Medan yang tergolong baik

yaitu 3.254,3 km. Jalan sedang 15,8 km, jalan rusak yaitu 20,1 km, dan jalan rusak

berat yaitu 1,3 km.

Pasar tradisional maupun pasar modern banyak sekali terdapat di Kota Medan.

Masyarakat dapat dengan mudah memilih untuk berbelanja di pasar tradisional

maupun pasar modern. Pasar tradisional ada 56 unit dan pasar modern ada 239

(47)

Pertumbuhan Ekonomi

Secara umum pertumbuhan ekonomi dan lapangan usaha industri pengolahan

yang berkembang di Kota Medan dijelaskan pada Tabel 11.

Tabel 11. PDRB Kecamatan Menurut Laju Pertumbuhan Ekonomi dan Sektor Ekonomi Industri Pengolahan di Kota Medan Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2009

ADH Konstan 2000 Sektor Ekonomi Kecamatan Pertumbuhan Ekonomi Industri Pengolahan

(%) (Milyar Rupiah)

Medan Perjuangan 8,25 11,57

Medan Tembung 8,11 63,54

Sumber: PDRB Kota Medan Per Kecamatan Tahun 2009

Dari Tabel 11 dapat diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi di Kota Medan pada

Tahun 2009 sebesar 6,56%. Pertumbuhan ekonomi tertinggi adalah di Kecamatan

(48)

Timur yang tumbuh berkisar 8 persen. Sektor industri pengolahan sumbangan

sebesar 10.850,50 Milyar Rupiah terhadap total PDRB Kota Medan. Pada sektor

industri, Kecamatan yang menyumbang terbesar adalah Kecamatan Medan Barat

yaitu sebesar Rp. 6.934,07 Milyar terhadap total PDRB.

Karakteristik Responden

Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi umur, tingkat pendidikan,

jumlah tanggungan, dan lama berusaha. Adapun karakteristik responden dibagi

menjadi 3 bagian, yaitu: karakteristik responden pengolah tahu, karakteristik

responden pengolah tempe, dan karakteristik responden pengolah susu kedelai.

Secara rinci, masing-masing karakteristik responden akan dijelaskan satu persatu.

Untuk karakteristik responden pengolah tahu dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Karakteristik Responden Pengolah Tahu

Karakteristik Sampel Satuan Rataan Range

Umur Tahun 52,5 40 – 61

Tingkat Pendidikan Tahun 6,5 6 – 9

Jumlah Tanggungan Jiwa 2,17 1 – 3

Lama Berusaha Tahun 16,17 4 – 29

Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 1) 2013

Dari Tabel 12 dapat diketahui bahwa rata-rata umur responden pengolah tahu

adalah 52,5 tahun dengan rentang antara 40 – 61 tahun. Dilihat dari tingkat

pendidikan yang dijalani oleh responden pengolah tahu rata-ratanya adalah 6,5

tahun, ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang dominan pada responden

pengolah tahu adalah tingkat SD. Jumlah rata-rata tanggungan yang dimiliki oleh

responden pengolah tahu adalah 2,17 dengan rentang 1 – 3 orang. Sedangkan

(49)

Tabel 13. Karakteristik Responden Pengolah Tempe

Karakteristik Sampel Satuan Rataan Range

Umur Tahun 50,5 30 – 69

Tingkat Pendidikan Tahun 7,88 6 – 12

Jumlah Tanggungan Jiwa 2 0 – 4

Lama Berusaha Tahun 22,06 6 – 47

Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 2) 2013

Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui bahwa rata-rata umur responden pengolah

tempe adalah 50,5 tahun dengan rentang antara 30 – 69 tahun. Dilihat dari tingkat

pendidikan yang dicapai oleh responden pengolah tempe mempunyai rata-rata

7,88 tahun dengan rentang antara 6 – 12 tahun. Ini berarti bahwa tingkat

pendidikan yang dominan dari responden pengolah tempe adalah tingkat SMP.

Jumlah tanggungan yang dimiliki oleh responden pengolah tempe rata-rata 2

dengan rentang 0 – 4 orang. Sedangkan lamanya berusaha tempe rata-ratanya

adalah 22,06 yang berada pada rentang 6 – 47.

Tabel 14. Karakteristik Responden Pengolah Susu Kedelai

Karakteristik Sampel Satuan Rataan Range

Umur Tahun 41,9 29 – 63

Tingkat Pendidikan Tahun 10,7 6 – 15

Jumlah Tanggungan Jiwa 1,9 0 – 3

Lama Berusaha Tahun 5,7 3 – 8

Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 3) 2013

Tabel 14 menunjukkan rata-rata umur responden pengolah susu kedelai adalah

41,9 tahun dengan rentang antara 29 – 63 tahun. Dilihat dari tingkat pendidikan

yang dijalani oleh responden pengolah susu kedelai rata-rata 10,7 tahun. Ini

menunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang dominan dari responden pengolah

(50)

responden pengolah susu kedelai rata-rata 1,9 orang. Sedangkan lamanya

(51)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sistem Produksi Usaha Pengolahan Kedelai

Dalam melakukan sistem produksi usaha pengolahan kedelai, ada beberapa hal

yang perlu diketahui diantaranya penggunaan bahan baku dan bahan penunjang,

penggunaan modal investasi, dan penggunaan tenaga kerja.

Penggunaan Bahan Baku dan Bahan Penunjang

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan responden di daerah

penelitian, diketahui bahwa bahan baku untuk membuat tahu, tempe, maupun susu

kedelai yaitu kacang kedelai cukup tersedia sesuai dengan kebutuhan. Namun,

kacang kedelai yang dijadikan untuk membuat tahu, tempe, maupun susu kedelai

berasal dari kedelai impor. Hal ini disebabkan karena kedelai impor lebih bermutu

dan juga selalu tersedia dibandingkan dengan kedelai lokal. Para pengusaha tahu,

tempe, dan susu kedelai memiliki pemasok tetap yang sudah menjalin kerja sama

sehingga bahan baku dapat tersedia untuk diproduksi.

Selain bahan baku kedelai, diperlukan juga bahan penunjang yang menunjang

produksi. Untuk tahu bahan penunjangnya terdiri dari kayu bakar, obat tahu,

solar, listrik, dan air. Bahan penunjang dalam pembuatan tempe di daerah

penelitian terdiri dari bahan bakar gas, solar, ragi, daun, plastik, minyak lampu,

dan lilin, serta listrik dan air. Sedangkan dalam pembuatan susu kedelai

diperlukan bahan penunjang seperti bahan bakar gas, solar, gula, garam, plastik,

(52)

Penggunaan Modal Investasi

Setiap kegiatan dalam proses produksi pertanian, sudah pasti membutuhkan

modal. Ketersediaan modal yang mencukupi sangat diperlukan untuk

keberlangsungan suatu usaha. Besar kecilnya modal tergantung kepada skala

usahanya. Dalam usaha pengolahan kedelai menjadi tahu untuk industri rumah

tangga, rata-rata modal investasi yang dibutuhkan adalah Rp. 14.250.500.

Investasi tersebut digunakan untuk membeli peralatan dalam memproduksi tahu.

Secara rinci, modal investasi untuk pengolahan kedelai menjadi tahu dapat dilihat

pada Tabel 15.

Tabel 15. Rata-Rata Kebutuhan Modal Investasi dalam Pengolahan Kedelai Menjadi Tahu di Daerah Penelitian Tahun 2013

Investasi Harga (Rp)

Kettle/Boiler/Tangki Uap 9.550.000

Cetakan Tahu 440.000

Mesin Giling 3.216.666.67

Kotak Tahu 105.000

Ember 525.833.33

Tong 165.000

Mesin Air 220.833.33

Pisau 2.166.67

Kain Saring 25.000

Jumlah 14.250.500

Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15) 2013

Pada usaha pengolahan kedelai menjadi tempe, rata-rata modal awal/investasi

yang dibutuhkan pada industri rumah tangga adalah Rp. 3.577.437,5. Investasi ini

digunakan untuk membeli peralatan yang diperlukan dalam mengolah kacang

kedelai menjadi tempe. Secara rinci, modal investasi pengolahan tempe dapat

(53)

Tabel 16. Rata-Rata Kebutuhan Modal Investasi dalam Pengolahan Kedelai Menjadi Tempe di Daerah Penelitian Tahun 2013

Investasi Harga (Rp)

Tong Rebusan 386.250

Mesin Pemecah Kacang 2.031.250

Ember 122.187,5

Tong Rendaman 306.562,5

Mesin Air 262.500

Keranjang 50.250

Meja 331.250

Timbangan 87.187,5

Jumlah 3.577.437,5

Sumber: Analisis Data Primer, (Lampiran 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23) 2013

Sedangkan dalam pengolahan kedelai menjadi susu kedelai pada industri rumah

tangga, rata-rata modal investasi yang dibutuhkan adalah Rp. 1.835.610,68.

Investasi ini digunakan untuk membeli peralatan yang dibutuhkan dalam

pengolahan kedelai menjadi susu kedelai. Secara rinci, modal investasi

pengolahan susu kedelai dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Rata-Rata Kebutuhan Modal Investasi dalam Pengolahan Kedelai Menjadi Susu Kedelai di Daerah Penelitian Tahun 2013

Investasi Harga (Rp)

Panci/Dandang Rebusan 247.777,78

Mesin Penggiling 1.135.555,56

Ember 142.777,78

Saringan Santan/Kain Saringan 10.111,11

Sendok Panjang/Sudit 12.166,67

Mesin Air 194.444

Timbangan 92.777,78

Jumlah 1.835.610,68

(54)

Penggunaan Tenaga Kerja

Tenaga kerja yang digunakan dalam pengolahan kedelai menjadi tahu, tempe, dan

susu kedelai pada umumnya adalah tenaga kerja dalam keluarga. Jumlah tenaga

kerja yang dibutuhkan untuk memproduksi tahu, tempe, dan susu kedelai

berturut-turut adalah 1,378 HKP/hari, 0,83 HKP/hari, dan 0,79 HKP/hari. Tenaga kerja ini

digunakan untuk mengolah kedelai menjadi tahu, tempe, dan susu kedelai di

setiap tahapan produksi.

Proses Pembuatan Tahu, Tempe, dan Susu Kedelai Proses Pembuatan Tahu

Proses pembuatan tahu di daerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Kerangka Proses Pembuatan Tahu di Daerah Penelitian

Perendaman

Penggilingan

Perebusan

Penyaringan

Penambahan Koagulan

Pencetakan

Pemotongan

Ampas

Air Tahu

(55)

Berikut adalah penjelasan dari Kerangka Pembuatan Tahu di daerah penelitian,

yaitu:

1. Perendaman

Kacang kedelai direndam dengan air sampai air meresap ke dalam kacang. Hal

ini bertujuan agar mudah dalam proses penggilingan. Perendaman ini

dilakukan selama 2 – 4 jam.

2. Penggilingan

Setelah direndam, kacang kedelai digiling sampai hancur hingga tampak

seperti bubur dengan menggunakan mesin penggiling. Mesin penggiling yang

digunakan menggunakan bahan bakar solar sehingga terjadi penambahan

biaya pada proses penggilingan yaitu biaya solar dan tenaga kerja.

3. Perebusan

Kacang kedelai yang sudah digiling dan menjadi bubur kedelai, langsung

dimasak/direbus sampai mendidih. Alat yang digunakan untuk

memasak/merebus kacang kedelai di daerah penelitian adalah uap yang

berasal dari tangki uap atau kettle uap. Proses perebusan ini berlangsung

sampai bubur kedelai mendidih yaitu berkisar antara 10 – 15 menit.

4. Penyaringan

Bubur kacang kedelai yang telah mendidih langsung diangkat dari tempat

pemanasan untuk disaring. Tujuannya adalah untuk memisahkan ampas

kedelai dengan sari pati kedelai. Alat yang digunakan untuk penyaringan

(56)

5. Pemberian Obat Tahu

Setelah disaring, proses selanjutnya adalah penambahan koagulan ke dalam

hasil saringan yaitu ke dalam sari pati kedelai. Koagulan yang ditambahkan

adalah berupa obat tahu. Tetapi di daerah penelitian, obat tahu yang digunakan

oleh semua responden adalah air tahu yang dihasilkan dari proses sebelumnya

yang disebut dengan “cuka”. Jadi, obat tahu yang digunakan untuk proses

pembuatan tahu hari ini adalah air tahu yang diperoleh dari proses pembuatan

kemarin. Setiap ± 20 kg kacang kedelai ditambahkan obat tahu/cuka

sebanyak 1 – 2 liter.

6. Pencetakan

Setelah penambahan koagulan akan terlihat gumpalan-gumpalan kecil tahu

yang terpisah dengan air. Kemudian gumpalan-gumpalan kecil tersebut

langsung dimasukkan ke dalam cetakan berbentuk balok yang telah dilapisi

kain penyaring untuk dicetak. Setelah dimasukkan ke dalam cetakan, maka

dilakukan pengepresan (Penekanan) dengan batu untuk mengeluarkan air dari

gumpalan tahu tersebut sampai menyatu sehingga sesuai dengan cetakan tahu.

Kemudian dibiarkan selama 15 – 20 menit.

7. Pemotongan

Tahu yang telah tercetak langsung dipindahkan ke dalam kotak tahu.

(57)

Untuk lebih mengetahui proses pembuatan tahu, berikut disajikan dokumentasi

dari proses pembuatan tahu.

Perendaman Kacang Kedelai Penggilingan Kacang Kedelai

Perebusan Bubur Kedelai Penyaringan Santan Kedelai

Pemberian Obat Tahu Pencetakan Tahu

Pemotongan Tahu

(58)

Proses Pembuatan Tempe

Proses pembuatan tempe di daerah penelitian ada sedikit perbedaan diantara

responden. Adapun proses pembuatan tempe di daerah penelitian dapat dilihat

pada Gambar 4.

Gambar 4. Kerangka Proses Pembuatan Tempe di Daerah Penelitian

Pencucian I

Perebusan I

Pengasaman/Perendaman

Pemecahan

Pencucian II

Pengeringan/Pendinginan

Peragian

Pembungkusan Perebusan II

Buang Kulit Tidak Buang Kulit

(59)

Berikut adalah penjelasan dari Gambar 4. Tentang pembuatan tempe di daerah

penelitian sebagai berikut:

1. Pencucian I

Langkah pertama yang dilakukan dalam pengolahan kedelai menjadi tempe

adalah pencucian kacang kedelai. Kacang kedelai dicuci sampai bersih untuk

mengeluarkan kotoran-kotoran yang ada melekat pada kacang kedelai. Kacang

kedelai dicuci dengan menggunakan air yang bersih tanpa ada penambahan

bahan-bahan lainnya.

2. Perebusan I

Setelah dicuci, kemudian kacang kedelai direbus sampai setengah matang.

Lamanya perebusan ini berkisar antara 1 – 2 jam. Alat yang digunakan dalam

proses perebusan I di daerah penelitian adalah dandang/tong rebusan. Adapun

bahannya cukup dengan menggunakan air tanpa bahan tambahan lainnya.

3. Pengasaman/Perendaman

Proses pengasaman pada pengolahan tempe dilakukan dengan cara merendam

kacang kedelai yang telah direbus. Proses ini berlangsung selama satu malam

(berkisar 12 – 14 jam). Proses pengasaman ini bertujuan untuk mengeluarkan

zat asam yang ada di dalam kacang kedelai. Zat asam yang keluar dari kacang

kedelai berbentuk lendir yang jika tidak dibuang akan menghasilkan tempe

yang mudah rusak dan rasanya menjadi asam.

4. Pemecahan Kacang Kedelai

Setelah kacang kedelai direndam selama satu malam (12 – 14 jam), maka

(60)

kedelai di daerah penelitian adalah memecahkan kacang kedelai sampai

menjadi 2 bagian. Proses ini bertujuan untuk memperluas daerah tumbuhnya

jamur tempe dalam proses fermentasi. Selain itu juga bertujuan agar kulit ari

yang masih menempel terkelupas. Di daerah penelitian proses pemecahan

kacang kedelai dilakukan dengan menggunakan mesin pemecah kacang.

Lamanya proses pemecahan ini tergantung kepada banyaknya kacang kedelai.

Namun, di daerah penelitian umumnya proses pemecahan berlangsung selama

20 – 45 menit.

5. Pencucian II

Setelah dipecah, kemudian kacang kedelai dicuci kembali (pencucian II).

Proses pencucian II ini merupakan penentu baik atau tidaknya tempe yang

dihasilkan, karena selain menggunakan bahan baku yang bagus kebersihan

dalam pencucian juga menjadi penentu dalam menghasilkan tempe yang

berkualitas. Pada pencucian II ini dipastikan tempe sudah terbebas dari

lendir-lendir agar mengurangi resiko kerusakan tempe berupa bau asam pada tempe.

Oleh karena itu pencucian dilakukan berulang-ulang untuk menjamin

kebersihannya.

Di daerah penelitian pencucian II dilakukan dengan 2 cara, yaitu buang kulit

dan tidak buang kulit. Sebagian responden membuang kulit ari yang sudah

lepas dari biji akibat pemecahan kacang kedelai. Hal ini bertujuan agar tempe

yang dihasilkan tidak mudah rusak sehingga lebih tahan lama, tampilannya

jauh lebih bersih dibandingkan dengan tempe yang tidak dibuang kulit arinya.

Gambar

Gambar Judul
Tabel 2. Kandungan Protein dari setiap 100 gram bahan makanan
Tabel 3. Kandungan Gizi Tempe, Tahu, dan Susu Kedelai per 100 gram bahan
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
+7

Referensi

Dokumen terkait

bahwa untuk menunjang wajib belajar 12 tahun, maka pemerintah daerah melarang Sekolah Dasar Negeri, Sekolah Menengah Pertama Negeri, Sekolah Menengah Atas Negeri,

Keluarga (orang tua) yang keadaan sosial ekonominya tinggi tidak akan banyak mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sekolah anak, berbeda dengan orang tua

Hasil pengabdian menunjukkan bahwa ada peningkatan kesadaran untuk selalu mengaplikasikan pengemasan (90%), pengetahuan pengolahan pangan kemasan siap jual (100%);

Salah satu faktor yang mempengaruhi masih kurangnya pemanfaatan PIK- KRR adalah persepsi responden tentang kebutuhan terhadap pelayanan PIK- KRR.Wawancara secara informasi

3) Menciptakan suasana agar mahasiswa siap mental untuk menghadapi topik yang akan dijelaskan. 4) Dosen menyampaikan beberapa fenomena yang dijawab selama perkuliahan

MPA selaku Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik sekaligus Dewan penguji I yang telah memberikan banyak masukan dan saran serta bantuan

14.Menurut Bapak/Ibu/Sdr/Sdri Apakah aparat Puskesmas dalam melaksanakan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip organisasi yang benara.

 Membaiknya kondisi ekonomi konsumen didorong oleh beberapa komponen pembentuk ITK, komponen pendapatan rumah tangga (nilai indeks 122,05), diikuti rendahnya