ANALISIS KOMPARASI NILAI TAMBAH DALAM BERBAGAI PRODUK OLAHAN KEDELAI PADA INDUSTRI
RUMAH TANGGA DI KOTA MEDAN
SKRIPSI
OLEH : SITRI SORGA
090304017 AGRIBISNIS
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISIS KOMPARASI NILAI TAMBAH DALAM BERBAGAI PRODUK OLAHAN KEDELAI PADA INDUSTRI
RUMAH TANGGA DI KOTA MEDAN
SKRIPSI
OLEH: SITRI SORGA
090304017 AGRIBISNIS
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara, Medan
Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing
Ketua Anggota
(HM. Mozart B. Darus, M.Sc)
NIP : 196210051987031005 NIP : 197008272008122001 (Sri Fajar Ayu, SP.MM, DBA)
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
SITRI SORGA (090304017) dengan judul skripsi Analisis Komparasi Nilai Tambah Dalam Berbagai Produk Olahan Kedelai Pada Industri
Rumah Tangga di Kota Medan yang dibimbing oleh Bapak
HM. Mozart B. Darus, M.Sc dan Ibu Sri Fajar Ayu, SP. MM, DBA.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui proses pengolahan kedelai menjadi tahu, pengolahan kedelai menjadi tempe, dan pengolahan kedelai menjadi susu kedelai di daerah penelitian, (2) untuk menganalisis besarnya nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan kedelai menjadi tahu, pengolahan kedelai menjadi tempe, dan pengolahan kedelai menjadi susu kedelai di daerah penelitian, dan (3) untuk membandingkan nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan kedelai menjadi tahu, pengolahan kedelai menjadi tempe, dan pengolahan kedelai menjadi susu kedelai di daerah penelitian.
Hasil penelitian diperoleh (1) proses pengolahan kedelai menjadi tahu, pengolahan kedelai menjadi tempe, dan pengolahan kedelai menjadi susu kedelai di daerah penelitian masih tergolong sederhana, (2) nilai tambah yang dihasilkan dari pengolahan kedelai menjadi tahu, pengolahan kedelai menjadi tempe, dan pengolahan kedelai menjadi susu kedelai adalah tinggi, dan (3) nilai tambah pada usaha pengolahan kedelai menjadi susu kedelai, lebih tinggi dari usaha pengolahan kedelai menjadi tahu dan pengolahan kedelai menjadi tempe.
RIWAYAT HIDUP
Penulis yang memiliki nama lengkap Sitri Sorga lahir pada tanggal 06 November
1991 di Kampung baru – Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Penulis
merupakan anak keenam dari tujuh bersaudara dari pasangan Ayahanda Syamsir
dan Ibunda Erminas.
Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah:
1. Tahun 2003 lulus dari Sekolah Dasar Negeri 08 Kampung Baru.
2. Tahun 2006 lulus dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Kecamatan Bukik
Barisan.
3. Tahun 2009 lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Kecamatan Guguak.
4. Tahun 2009 diterima di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara, Medan Melalui Jalur PMP.
5. Bulan Juni 2013 melakukan Penelitian skripsi di Kota Medan.
6. Bulan Juli – Agustus 2013 melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di
Desa Paya Pinang Kecamatan Tebing Syahbandar Kabupaten Serdang
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
baik sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Program
Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Adapun
judul skripsi ini adalah “Analisis Komparasi Nilai Tambah Dalam Berbagai Produk Olahan Kedelai Pada Industri Rumah Tangga di Kota Medan”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua tercinta
ayahanda Syamsir dan Ibunda Erminas yang telah memberikan dukungan baik
moril maupun materil. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak HM. Mozart B. Darus, M.Sc selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu
Sri Fajar Ayu, SP. MM, DBA selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah
membimbing dan memberikan masukan, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan benar.
2. Ibu Dr. Ir. Salmiah, M.Si selaku Ketua Program Studi Agribisnis dan Bapak
Dr. Ir. Satia Negara Lubis, MEc selaku Sekretaris Program Studi Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
3. Seluruh dosen Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara yang telah membekali ilmu pengetahuan kepada penulis
selama masa perkuliahan.
4. Seluruh staff pegawai Program Studi Agribisnis yang telah membantu dalam
5. Abang tersayang (Wizirlon,S.HI, Ilham, Dosi Wahyudi, Deki Saputra, dan
Dezi Wandra, S.Kom) serta adik tersayang Ashabul Yamin yang telah
memberikan dukungan baik doa, kasih sayang, dan semangat kepada penulis.
6. Penulis juga sangat berterima kasih kepada Susilo Sudarman yang selalu
memberikan kritikan yang bersifat membangun terhadap skripsi ini serta yang
paling utama adalah Dia selalu menjadi penyemangat bagi penulis.
7. Seluruh instansi dan pengusaha tahu, tempe, dan susu kedelai yang terkait
dengan penelitian penulis.
8. Sahabat penulis (Winda Ayu Wulandari, Aminah Nur ML, Mahda Sari Putri,
Lailatun Najmi Dalimunthe, Imelda KS Pasaribu, dan Naila Husna Tagore)
yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis, serta
rekan-rekan stambuk 2009 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, sehingga penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi
kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, Oktober 2013
DAFTAR ISI
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA
PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 7
Metode Penentuan Daerah Penelitian 21
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN
Sistem Produksi Usaha Pengolahan Kedelai 38 Penggunaan Bahan Baku dan Bahan Penunjang 38
Nilai Tambah Pengolahan Kedelai Menjadi Tahu 53
Input, Output, dan Harga 54
Penerimaan dan Keuntungan 55
Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi 56 Nilai Tambah Pengolahan Kedelai Menjadi Tempe 56
Input, Output, dan Harga 57
Penerimaan dan Keuntungan 58
Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi 59 Nilai Tambah Pengolahan Kedelai Menjadi Susu Kedelai 59
Input, Output, dan Harga 60
Penerimaan dan Keuntungan 61
Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi 62 Komparasi Nilai Tambah Pengolahan Kedelai Menjadi Tahu,
Pengolahan Kedelai Menjadi Tempe, dan Pengolahan Kedelai
DAFTAR TABEL
Tingkat Konsumsi Pangan (Kacang-Kacangan) di Kota Medan Tahun 2012
Kandungan Protein dari setiap 100 gram bahan makanan
Kandungan Gizi Tempe, Tahu, dan Susu Kedelai per 100 gram bahan
Sebaran Usaha Pengolahan Kedelai Menjadi Tahu dan Tempe Pada Industri Rumah Tangga di Kota Medan Tahun 2013
Sebaran Usaha Pengolahan Kedelai Menjadi Susu Kedelai Pada Industri Rumah Tangga di Kota Medan Tahun 2013
Kerangka Perhitungan Nilai Tambah Metode Hayami
Luas Wilayah, Penduduk, dan Kepadatan Penduduk Kota Medan pada Tahun 2011
Penduduk Menurut Kelompok Umur pada Tahun 2011 Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Sarana dan Prasarana
PDRB Kecamatan Menurut Laju Pertumbuhan Ekonomi dan Sektor Ekonomi Industri Pengolahan di Kota Medan Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2009
Karakteristik Responden Pengolah Tahu Karakteristik Responden Pengolah Tempe Karakteristik Responden Pengolah Susu Kedelai
Rata-Rata Kebutuhan Modal Investasi dalam Pengolahan Kedelai Menjadi Tahu di Daerah Penelitian Tahun 2013
Rata-Rata Kebutuhan Modal Investasi dalam Pengolahan Kedelai Menjadi Tempe di Daerah Penelitian Tahun 2013
Rata-Rata Kebutuhan Modal Investasi dalam Pengolahan Kedelai Menjadi Susu Kedelai di Daerah Penelitian Tahun 2013 Nilai Tambah Pengolahan Kedelai Menjadi Tahu
Input Lain yang Digunakan Dalam Pengolahan Kedelai Menjadi Tahu
Nilai Tambah Pengolahan Kedelai Menjadi Tempe
Input Lain yang Digunakan Dalam Pengolahan Kedelai Menjadi Tempe
Nilai Tambah Pengolahan Kedelai Menjadi Susu Kedelai
Input Lain yang Digunakan Dalam Pengolahan Kedelai Menjadi Susu Kedelai
Komparasi Nilai Tambah Pada Pengolahan Kedelai Menjadi Tahu, Tempe, dan Susu Kedelai di Daerah Penelitian
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Hal
1 2 3 4 5 6
7
Skema Kerangka Pemikiran
Kerangka Proses Pembuatan Tahu di Daerah Penelitian Dokumentasi Proses Pembuatan Tahu
Kerangka Proses Pembuatan Tempe di Daerah Penelitian Dokumentasi Proses Pembuatan Tempe
Kerangka Proses Pembuatan Susu Kedelai di Daerah Penelitian
Dokumentasi Proses Pembuatan Susu Kedelai
19 41 44 45 49 50
DAFTAR LAMPIRAN Karakteristik Pengusaha Susu Kedelai Biaya Bahan Baku Pengolahan Tahu Biaya Bahan Baku Pengolahan Tempe Biaya Bahan Baku Pengolahan Susu Kedelai Penggunaan Peralatan Pengolahan Tahu
Penggunaan Peralatan Pengolahan Tahu (Lanjutan) Penggunaan Peralatan Pengolahan Tahu (Lanjutan) Penggunaan Peralatan Pengolahan Tahu (Lanjutan) Penggunaan Peralatan Pengolahan Tahu (Lanjutan) Penggunaan Peralatan Pengolahan Tahu (Lanjutan) Penggunaan Peralatan Pengolahan Tahu (Lanjutan) Penggunaan Peralatan Pengolahan Tahu (Lanjutan) Penggunaan Peralatan Pengolahan Tahu (Lanjutan) Penggunaan Peralatan Pengolahan Tempe
Penggunaan Peralatan Pengolahan Tempe (Lanjutan) Penggunaan Peralatan Pengolahan Tempe (Lanjutan) Penggunaan Peralatan Pengolahan Tempe (Lanjutan) Penggunaan Peralatan Pengolahan Tempe (Lanjutan) Penggunaan Peralatan Pengolahan Tempe (Lanjutan) Penggunaan Peralatan Pengolahan Tempe (Lanjutan) Penggunaan Peralatan Pengolahan Tempe (Lanjutan) Penggunaan Peralatan Pengolahan Susu Kedelai
Penggunaan Peralatan Pengolahan Susu Kedelai (Lanjutan) Penggunaan Peralatan Pengolahan Susu Kedelai (Lanjutan) Penggunaan Peralatan Pengolahan Susu Kedelai (Lanjutan) Penggunaan Peralatan Pengolahan Susu Kedelai (Lanjutan) Penggunaan Peralatan Pengolahan Susu Kedelai (Lanjutan) Penggunaan Peralatan Pengolahan Susu Kedelai (Lanjutan) Biaya Penggunaan Kayu Bakar pada Pengolahan Tahu Biaya Penggunaan Obat Tahu pada Pengolahan Tahu Biaya Penggunaan Solar pada Pengolahan Tahu
Biaya Penggunaan Bahan Bakar Gas pada Pengolahan Tempe Biaya Penggunaan Solar Pada Pengolahan Tempe
Biaya Penggunaan Ragi Pada Pengolahan Tempe Biaya Penggunaan Daun Pada Pengolahan Tempe Biaya Penggunaan Plastik Pada Pengolahan Tempe
40
Biaya Penggunaan Input Penunjang Lainnya (Minyak Lampu, Lilin) Pada Pengolahan Tempe
Biaya Penggunaan Bahan Bakar Gas pada Pengolahan Susu Kedelai Biaya Penggunaan Solar Pada Pengolahan Susu Kedelai
Biaya Penggunaan Gula pada Pengolahan Susu Kedelai Biaya Penggunaan Garam pada Pengolahan Susu Kedelai Biaya Penggunaan Plastik Pada Pengolahan Susu Kedelai
Biaya Penggunaan Listrik dan Air pada Pengolahan Susu Kedelai Biaya Penggunaan Input Penunjang Lainnya (Karet, Perasa Makanan) Pada Pengolahan SusuKedelai
Penggunaan Tenaga Kerja per Produksi (per Hari) pada Pengolahan Tahu
Penggunaan Tenaga Kerja per Produksi (per Hari) pada Pengolahan Tempe
Penggunaan Tenaga Kerja per Produksi (per Hari) pada Pengolahan Susu Kedelai
Perhitungan Upah Rata-Rata Tenaga Kerja (Rp/HKP) pada Pengolahan Tahu
Perhitungan Upah Rata-Rata Tenaga Kerja (Rp/HKP) pada Pengolahan Tempe
Perhitungan Upah Rata-Rata Tenaga Kerja (Rp/HKP) pada Pengolahan Susu Kedelai
Perhitungan Jumlah dan Harga Output pada Pengolahan Tahu Perhitungan Jumlah dan Harga Output pada Pengolahan Tempe
Perhitungan Jumlah dan Harga Output pada Pengolahan Susu Kedelai
ABSTRAK
SITRI SORGA (090304017) dengan judul skripsi Analisis Komparasi Nilai Tambah Dalam Berbagai Produk Olahan Kedelai Pada Industri
Rumah Tangga di Kota Medan yang dibimbing oleh Bapak
HM. Mozart B. Darus, M.Sc dan Ibu Sri Fajar Ayu, SP. MM, DBA.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui proses pengolahan kedelai menjadi tahu, pengolahan kedelai menjadi tempe, dan pengolahan kedelai menjadi susu kedelai di daerah penelitian, (2) untuk menganalisis besarnya nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan kedelai menjadi tahu, pengolahan kedelai menjadi tempe, dan pengolahan kedelai menjadi susu kedelai di daerah penelitian, dan (3) untuk membandingkan nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan kedelai menjadi tahu, pengolahan kedelai menjadi tempe, dan pengolahan kedelai menjadi susu kedelai di daerah penelitian.
Hasil penelitian diperoleh (1) proses pengolahan kedelai menjadi tahu, pengolahan kedelai menjadi tempe, dan pengolahan kedelai menjadi susu kedelai di daerah penelitian masih tergolong sederhana, (2) nilai tambah yang dihasilkan dari pengolahan kedelai menjadi tahu, pengolahan kedelai menjadi tempe, dan pengolahan kedelai menjadi susu kedelai adalah tinggi, dan (3) nilai tambah pada usaha pengolahan kedelai menjadi susu kedelai, lebih tinggi dari usaha pengolahan kedelai menjadi tahu dan pengolahan kedelai menjadi tempe.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam perkembangan ekonomi suatu negara, seringkali sektor pertanian
diusahakan menjadi sektor tangguh yang mampu mendukung sektor industri.
Dukungan pertanian pada sektor industri antara lain berupa penyediaan bahan
baku dari hasil-hasil pertanian. Pembangunan industri hasil-hasil pertanian akan
meningkatkan nilai tambah dan menciptakan kesempatan kerja
(Soekartawi, 1993).
Nilai tambah merupakan penambahan nilai suatu komoditi karena adanya input
fungsional yang diperlukan pada komoditi yang bersangkutan. Besarnya
dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor teknis dan faktor pasar. Faktor teknis
terdiri dari kapasitas produksi, penerapan teknologi, kualitas produk, kualitas
bahan baku, dan input penyerta. Sedangkan faktor pasar meliputi harga jual
produk, harga bahan baku, nilai input lain, dan upah tenaga kerja
(Soekartawi, 1999).
Salah satu cara yang dapat dilakukan agar nilai tambah suatu komoditas pertanian
meningkat adalah dengan mengaitkan pertanian dengan industri pengolahan. Jika
pertanian hanya berhenti sebagai aktifitas budidaya (on-farm agribusiness), maka
nilai tambah yang dihasilkan akan relatif sangat kecil. Akan tetapi, nilai tambah
pertanian akan meningkat jika melalui proses pengolahan lebih lanjut atau
kegiatan sampai kepada sektor hilir (off-farm agribusiness) yang menghasilkan
Di Indonesia, hampir seluruh komoditas pertanian dapat diolah, salah satunya
adalah kedelai. Kedelai merupakan salah satu komoditas pangan utama disamping
padi dan jagung. Kebutuhan terhadap industri olahan yang berbahan baku kedelai
seperti tahu, tempe, tauco, kecap, susu kedelai dan bahan baku pakan ternak terus
meningkat dari tahun ke tahun. Laju permintaan kedelai yang meningkat lebih
cepat daripada kemampuan produksi dalam negeri menyebabkan defisit
meningkat 968 ribu ton tahun 1998 menjadi 1,1 juta ton tahun 2001 dan 1,4 juta
ton pada tahun 2005 atau meningkat sebesar 8,73 % per tahun
(Suprapto, 2001).
Di kota Medan, konsumsi terhadap kacang kedelai cukup besar dibandingkan
dengan konsumsi terhadap jenis kacang-kacangan lainnya yang dapat dilihat pada
tabel 1.
Tabel 1. Tingkat Konsumsi Pangan (Kacang-Kacangan) di Kota Medan Tahun 2012
Jenis Pangan Konsumsi Pangan (Gr/Kap/Hr)
Kacang Tanah 2,1
Kacang Kedelai 9,6
Kacang Hijau 4,9
Kacang Merah 0,1
Sumber: Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Utara, 2013
Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa konsumsi pangan terhadap jenis kacang-kacangan
pada tahun 2012 di Kota Medan yang paling tinggi adalah kacang kedelai yaitu
sebesar 9,6 gr/kap/hr, kemudian kacang hijau sebesar 4,9 gr/kap/hr, kacang tanah
sebanyak 2,1 gr/kap/hr, dan yang paling rendah yaitu kacang merah sebanyak 0,1
Di Indonesia penggunaan kedelai masih terbatas sebagai bahan makanan manusia
dan makanan ternak. Sehingga tidak mengherankan jika total penggunaan
kebutuhan kedelai untuk pangan mencapai 95% dari total kebutuhan kedelai di
Indonesia. Hasil olahan yang berbahan baku kedelai menjadi makanan antara lain:
tahu, tempe, susu kedelai, tauco, dan kecap (Adisarwanto, 2005).
Menurut Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan (2013), untuk tahu,
tempe, dan susu kedelai umumnya diproduksi oleh industri kecil dan industri
rumah tangga. Sedangkan tauco dan kecap diproduksi oleh industri kecil hingga
industri sedang bahkan sudah ada dalam skala industri besar.
Tahu dan tempe merupakan makanan favorit rakyat Indonesia. Makanan yang
berbahan dasar kedelai ini telah menjadi salah satu alternatif makanan untuk
memenuhi protein selain daging, ikan, dan telur. Menurut Haliza (2007), tahu
dan tempe merupakan sumber protein nabati yang cukup penting bagi masyarakat
Indonesia. Studi pola konsumsi pangan tahun 1993 menunjukkan bahwa tahu dan
tempe dikonsumsi minimal 3 kali atau lebih dalam satu minggu oleh masyarakat.
Konsumsi per kapita meningkat dari 4,42 kg dan 4,63 kg pada tahun 1990 menjadi
7,70 kg dan 8,27 kg pada tahun 2002, berturut-turut untuk tempe dan tahu.
Selain tahu dan tempe, produk olahan lain dari kedelai adalah susu kedelai. Susu
kedelai akhir-akhir ini telah banyak dikenal sebagai susu alternatif pengganti susu
sapi. Hal ini dikarenakan susu kedelai memiliki kandungan protein yang cukup
tinggi dengan harga relatif lebih murah jika dibandingkan dengan sumber protein
kedelai menjadi susu kedelai pasti juga akan menciptakan nilai tambah dan juga
meningkatkan nilai guna dari produk tersebut (Cahyadi, 2007).
Prospek pengolahan kedelai menjadi susu kedelai saat ini cukup menjanjikan.
Kandungan gizi yang terdapat di dalamnya sangat dibutuhkan manusia serta
mudah dalam pembuatannya. Hanya dengan teknologi dan peralatan yang
sederhana, serta tidak diperlukannya keterampilan khusus siapapun dapat
melakukan pengolahan kedelai menjadi susu kedelai (Cahyadi, 2007).
Tahu, tempe, dan susu kedelai umumnya diproduksi oleh industri kecil dan
industri rumah tangga. Industri ini mampu menciptakan lapangan kerja,
meningkatkan nilai tambah dan pendapatan melalui proses produksi yang
dilakukan. Sekitar 88% kedelai dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan usaha
pengolahan tahu dan tempe, sedangkan sisanya digunakan oleh berbagai macam
industri seperti susu kedelai, kecap, dan tauco. Akibat pentingnya sebuah proses
pengolahan atau agroindustri dari kedelai ini, maka sektor ini perlu mendapat
perhatian lebih untuk mengetahui proses pengolahan kedelai menjadi tahu, tempe,
dan susu kedelai, berapa besar nilai tambah yang dihasilkan dan bagaimana
perbandingan nilai tambah dari pengolahan tahu, tempe, dan susu kedelai.
Dari permasalahan-permasalahan yang telah dikemukakan, maka peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai “Analisis Komparasi Nilai
Tambah dalam Berbagai Produk Olahan Kedelai Pada Industri Rumah Tangga di
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dapat
dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana proses pengolahan kedelai menjadi tahu, pengolahan kedelai
menjadi tempe, dan pengolahan kedelai menjadi susu kedelai di daerah
penelitian?
2. Berapa besar nilai tambah yang dihasilkan dari pengolahan kedelai menjadi
tahu, pengolahan kedelai menjadi tempe, dan pengolahan kedelai menjadi
susu kedelai di daerah penelitian?
3. Bagaimana komparasi nilai tambah dari pengolahan kedelai menjadi tahu,
pengolahan kedelai menjadi tempe, dan pengolahan kedelai menjadi susu
kedelai di daerah penelitian?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah, maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui proses pengolahan kedelai menjadi tahu, pengolahan
kedelai menjadi tempe, dan pengolahan kedelai menjadi susu kedelai di daerah
penelitian.
2. Untuk menganalisis besarnya nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan
kedelai menjadi tahu, pengolahan kedelai menjadi tempe, dan pengolahan
kedelai menjadi susu kedelai di daerah penelitian.
3. Untuk membandingkan nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan kedelai
menjadi tahu, pengolahan kedelai menjadi tempe, dan pengolahan kedelai
Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah:
1. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi para pihak yang sedang dan akan
melakukan usaha tahu, tempe, dan susu kedelai.
2. Sebagai bahan referensi dan informasi bagi pemerintah dalam hal
pengambilan kebijakan.
3. Sebagai bahan referensi dan informasi bagi peneliti selanjutnya yang
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
Tinjauan Pustaka Kacang Kedelai
Kedelai merupakan bahan pangan sumber protein nabati yang paling murah
sehingga tidak mengherankan bila total kebutuhan kedelai untuk pangan mencapai
95% dari total kebutuhan kedelai di Indonesia. Biji kedelai mempunyai nilai guna
yang cukup tinggi karena bisa dimanfaatkan sebagai bahan pangan, pakan, dan
bahan baku industri, baik skala kecil maupun besar. Produk pangan berbahan baku
kedelai ini dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu dalam bentuk hasil
nonfermentasi dan fermentasi. Hasil nonfermentasi berupa kedelai rebus, bubuk
kedelai, susu kedelai dan tahu. Sedangkan hasil fermentasi berupa tempe, tauco,
dan kecap (Adisarwanto, 2005).
Ditinjau dari segi ekonomi, kedelai yang sudah diolah akan meningkatkan nilai
jualnya, jika hasil olahannya banyak dibutuhkan, permintaan akan kedelai pun
meningkat. Hal ini sangat berpengaruh pada harga kedelai serta kesejahteraan
petani dan penjual kedelai. Ditinjau dari segi kesehatan, hasil olahan kedelai dapat
lebih mudah dicerna dan mengandung lebih banyak gizi. Hal ini berpengaruh pada
kesehatan tubuh. Disamping itu, hasil olahan kedelai lebih disukai oleh banyak
Menurut Suprapto (2001), kedelai mengandung protein 35% untuk setiap 100
gram. Bahkan pada varietas unggul, kandungan protein kedelai dapat mencapai
40 – 43 %. Dibandingkan dengan jenis bahan makanan lainnya, kedelai
mengandung protein tertinggi setelah susu krim kering. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Kandungan Protein dari setiap 100 gram bahan makanan
Bahan Protein (%)
Sumber : Suprapto, 2001
Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa kandungan protein tertinggi adalah susu krim
kering yaitu mencapai 36%. Namun, kandungan protein kacang kedelai tidak jauh
berbeda dengan susu krim kering yaitu 35%. Kemudian diikuti oleh kacang hijau
22%, daging 19%, ikan segar 17%, telur ayam 13%, jagung 9,2%, beras 6,8%, dan
kandungan protein paling rendah adalah tepung ubi kayu yaitu 1,1%.
Kedelai dalam bentuk olahan, kandungan protein per 100 gram bahan menjadi
lebih rendah, namun lebih mudah tercerna. Tempe merupakan olahan dari kedelai
yang paling tinggi kandungan proteinnya dibandingkan bahan olahan lain. Hal ini
Tabel 3. Kandungan Gizi Tempe, Tahu, dan Susu Kedelai per 100 gram
Sumber : Suprapto, 2001
Pengolahan Komoditas Pertanian
Salah satu sifat komoditas pertanian adalah mudah rusak, sehingga perlu langsung
dikonsumsi atau diolah terlebih dahulu. Pengembangan industri pengolahan
sangat diperlukan untuk mengaitkan sektor pertanian dengan sektor industri.
Industri pengolahan akan berkembang dengan baik jika kedua sektor tersebut
memiliki keterkaitan yang sangat erat.
Menurut Soekartawi (1999), ada banyak manfaat dari sebuah proses pengolahan
komoditas pertanian, dan hal tersebut menjadi penting karena pertimbangan
sebagai berikut:
1. Meningkatkan Nilai Tambah
Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengolahan yang baik oleh
produsen dapat meningkatkan nilai tambah dari hasil pertanian yang diproses.
Kegiatan petani hanya dilakukan oleh petani yang mempunyai fasilitas
pengolahan (pengupasan, pengirisan, tempat penyimpanan, keterampilan
mengolah hasil, mesin pengolah, dan lain-lain). Sedangkan bagi pengusaha ini
menjadikan kegiatan utama, karena dengan pengolahan yang baik maka nilai
tambah barang pertanian meningkat sehingga mampu menerobos pasar, baik
2. Kualitas Hasil
Salah satu tujuan dari pertanian adalah meningkatkan kualitas. Dengan
kualitas hasil yang lebih baik, maka nilai barang menjadi lebih tinggi dan
keinginan konsumen menjadi terpenuhi. Perbedaan kualitas bukan saja
menyebabkan adanya perbedaan segmentasi pasar tetapi juga mempengaruhi
harga barang itu sendiri.
3. Penyerapan Tenaga Kerja
Bila pengolahan hasil dilakukan, maka banyak tenaga kerja yang diserap.
Komoditi pertanian tertentu kadang-kadang justru menuntut jumlah tenaga
kerja yang relatif besar pada kegiatan pengolahan.
4. Meningkatkan Keterampilan
Dengan keterampilan mengolah hasil, maka akan terjadi peningkatan
keterampilan secara kumulatif sehingga pada akhirnya juga akan memperoleh
hasil penerimaan usahatani yang lebih besar.
5. Peningkatan Pendapatan
Konsekuensi logis dari pengolahan yang lebih baik akan menyebabkan total
penerimaan yang lebih tinggi. Bila keadaan memungkinkan, maka sebaiknya
petani mengolah sendiri hasil pertaniannya ini untuk mendapatkan kualitas
hasil penerimaan atau total keuntungan yang lebih besar.
Agroindustri
Agroindustri merupakan usaha untuk meningkatkan efisiensi sektor pertanian
hingga menjadi kegiatan yang sangat produktif melalui proses modernisasi
pertanian. Agroindustri dapat menjadi salah satu pilihan strategis dalam
mampu menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat sekitar. Sektor industri
pertanian merupakan suatu sistem pengelolaan secara terpadu antara sektor
pertanian dengan sektor industri guna mendapatkan nilai tambah dari hasil
pertanian (Saragih, 2004).
Menurut Soekartawi (2000), agroindustri memiliki peranan yang sangat penting
dalam pembangunan pertanian. Hal ini dapat dilihat dari kontribusinya dalam hal
meningkatkan pendapatan pelaku agribisnis, menyerap tenaga kerja,
meningkatkan perolehan devisa, dan mendorong tumbuhnya industri lain. Namun,
meskipun peranan agroindustri sangat penting, pembangunan agroindustri masih
dihadapkan pada berbagai tantangan. Terdapat beberapa permasalahan yang
dihadapi agroindustri dalam negeri antara lain: (1) Kurang tersedianya bahan baku
yang cukup dan kontinu, (2) Kurang nyatanya peran agroindustri di pedesaan
karena masih berkonsentrasinya industri di perkotaan, (3) Kurang konsistennya
kebijakan pemerintah terhadap agroindustri, (4) Kurangnya fasilitas permodalan
(perkreditan) dan kalaupun ada prosedurnya amat ketat, (5) Keterbatasan pasar,
(6) Lemahnya infrastruktur, (7) Kurangnya perhatian terhadap penelitian dan
pengembangan, (8) Lemahnya keterkaitan industri hulu dan hilir, (9) Kualitas
produksi dan prosesing yang belum mampu bersaing, dan (10) Lemahnya
entrepreneurship.
Menurut Badan Pusat Satistik (2007), penggolongan industri menurut banyaknya
tenaga kerja adalah sebagai berikut:
1. Industri besar, dengan jumlah tenaga kerja 100 orang atau lebih;
3. Industri kecil, dengan jumlah tenaga kerja antara 5 sampai 19 orang;
4. Industri rumah tangga, dengan jumlah tenaga kerja 1 sampai 4 orang.
Tahu
Tahu merupakan bahan makanan yang cukup digemari karena enak dan bergizi.
Oleh karena itu, kualitas dan kuantitasnya sangat dipengaruhi oleh varietas yang
digunakan, proses pemeraman, tipe bahan koagulasi, serta tekanan dan suhu
koagulasi (Adisarwanto, 2005). Tahu merupakan salah satu sumber protein yang
sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh manusia. Tahu terbuat dari sari kedelai
yang diolah sedemikian rupa sehingga menghasilkan tahu yang kita konsumsi
sehari-hari (Panji, 2012).
Tahu merupakan makanan andalan untuk perbaikan gizi karena tahu mempunyai
mutu protein nabati terbaik dan mempunyai komposisi asam amino yang paling
lengkap dan diyakini memiliki daya cerna yang tinggi (sebesar 85 – 98 %). Pada
tahu terdapat berbagai macam kandungan gizi seperti protein, lemak, karbohidrat,
kalori dan mineral, fosfor, vitamin B kompleks, vitamin E, kalium, dan kalsium.
Dengan kandungan sekitar 80% asam lemak tak jenuh, tahu tidak banyak
mengandung kolesterol sehingga sangat aman bagi kesehatan jantung
(Suprapto, 2006).
Tempe
Tempe merupakan makanan tradisional yang telah dikenal masyarakat Indonesia
sejak dulu. Produk ini berbahan baku utama kedelai dan merupakan hasil dari
proses fermentasi. Terdapat tiga faktor pendukung dalam proses pembuatan tempe
Bahan baku yang dimaksud yaitu keping-keping biji kedelai yang telah direbus,
mikroorganisme berupa kapang tempe Rhizopus oligosporus, Rhizopus oryzae,
Rhizopus stolonifer, dan keadaan lingkungan tumbuh seperti suhu 300C, pH awal
6,8 serta kelembapan nisbi 70 – 80 % (Sarwono, 1994).
Terdapat dua kelompok vitamin pada tempe, yaitu larut air (Vitamin B kompleks)
dan larut lemak (Vitamin A, D, E, dan K). Selain itu, keistimewaan lain yang
dimiliki tempe adalah mengandung vitamin B12 yang umumnya terdapat pada
produk-produk hewani tetapi tidak dijumpai pada makanan nabati (sayuran, buah,
dan biji-bijian). Dibandingkan dengan kedelai mentah, nilai gizi tempe lebih baik
karena pada kedelai mentah terdapat zat-zat antinutrisi seperti antitripsin dan
oligosakarida. Proses fermentasi yang dilakukan dapat menghilangkan kedua
senyawa tersebut sehingga meningkatkan daya cerna kedelai (Cahyadi, 2007).
Susu Kedelai
Susu kedelai merupakan minuman yang bergizi karena kandungan proteinnya
yang tinggi. Selain itu, susu kedelai juga mengandung lemak, karbohidrat,
kalsium, phosphor, zat besi, provitamin A, vitamin B kompleks (kecuali B12), dan
air (Radiyati, 1992).
Walaupun kandungan kalsiumnya tidak setinggi susu sapi, namun susu kedelai
merupakan alternatif bagi mereka yang tidak suka atau alergi terhadap susu sapi.
Susu kedelai mengandung banyak manfaat bagi kesehatan tubuh manusia seperti
halnya pada susu sapi. Adapun manfaat dari susu kedelai adalah sebagai sumber
protein, baik untuk jantung, tidak mengandung laktosa, tidak menyebabkan alergi
badan karena mengandung sedikit kalori, asam lemak tak jenuh, dan membantu
menjaga sistem pencernaan (Yodak, 2012).
Selain itu, susu kedelai sangat penting untuk bayi dan anak-anak karena pada
pertumbuhanya mereka sangat memerlukan protein. Untuk bayi dan anak-anak
yang alergi terhadap susu sapi, maka diganti dengan susu kedelai. Sebagai
minuman, susu kedelai dapat menyegarkan dan menyehatkan tubuh karena pada
umumnya minuman hanya menyegarkan tetapi tidak menyehatkan. Susu kedelai
juga dikenal sebagai minuman kesehatan karena tidak mengandung kolesterol,
tetapi mengandung phitokimia yaitu suatu senyawa dalam bahan pangan yang
mempunyai khasiat menyehatkan (Cahyadi, 2007).
Landasan Teori Nilai Tambah
Sistem agribisnis terutama sub-sistem agroindustri bertujuan untuk menambah
nilai komoditas pertanian melalui perlakuan-perlakuan yang dapat menambah
kegunaan komoditas tersebut, baik kegunaan bentuk, tempat, waktu maupun
pemilikan. Perlakuan serta jasa-jasa yang dapat menambah kegunaan komoditas
tersebut disebut dengan input fungsional. Jadi pemberian input fungsional yang
menyebabkan terjadinya nilai tambah dari suatu komoditas pertanian dapat dilihat
dari adanya perubahan-perubahan pada komoditas tersebut, yaitu perubahan
bentuk, waktu, dan tempat (Hardjanto, 1995).
Sumber-sumber nilai tambah berasal dari pemanfaatan faktor-faktor produksi
seperti tenaga kerja, modal, sumberdaya alam, dan manajemen. Oleh karena itu,
yang diciptakan perlu didistribusikan secara adil. Analisis ini merupakan metode
perkiraan sejauh mana bahan baku yang mendapat perlakuan mengalami
perubahan nilai (Hardjanto, 1995).
Nilai tambah adalah pertambahan nilai suatu produk atau komoditas karena
mengalami proses pengolahan, pengangkutan, ataupun penyimpanan dalam suatu
produksi. Dalam proses pengolahan nilai tambah dapat didefinisikan sebagai
selisih antara nilai produk dengan nilai bahan baku dan input lainnya, tidak
termasuk tenaga kerja. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tambah untuk
pengolahan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor teknis dan faktor
pasar. Faktor teknis terdiri dari kapasitas produksi, penerapan teknologi, kualitas
produk, kualitas bahan baku, dan input penyerta. Sedangkan faktor pasar meliputi
harga jual produk, harga bahan baku, nilai input lain, dan upah tenaga kerja
(Hayami et all, 1987).
Besarnya nilai tambah erat kaitannya dengan kualitas tenaga kerja yang berupa
keahlian dan keterampilan, teknologi yang digunakan dalam proses pengolahan
serta kualitas bahan baku. Kualitas tenaga kerja akan mempengaruhi besarnya
imbalan bagi tenaga kerja dan kinerja produksi perusahaan dilihat dari
keterampilan dan keahliannya. Besar kecilnya imbalan bagi tenaga kerja juga
dilihat dari teknologi yang digunakan. Apabila teknologi yang digunakan adalah
padat karya, maka proporsi tenaga kerja akan lebih besar daripada proporsi
keuntungan bagi perusahaan. Sedangkan apabila teknologi yang digunakan padat
modal, maka proporsi tenaga kerja menjadi semakin kecil daripada proporsi
tambah yang dilihat dari produk akhir yang dihasilkan. Produk dengan kualitas
yang baik, harganya akan lebih tinggi dan akhirnya akan memperbesar nilai
tambah yang diperoleh (Soeharjo, 1991).
Biaya dan Pendapatan
Pada umumnya faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan barang atau
jasa oleh perusahaan tidak dapat diperoleh dengan cuma-cuma. Perusahaan
memperolehnya dengan membeli. Faktor produksi yang digunakan dalam
menghasilkan suatu barang atau jasa setelah diberi harga disebut biaya, ongkos
(cost) (Reksoprayitno, 2000).
Soekartawi (2005), menyatakan bahwa pendapatan (Pd) adalah selisih antara
penerimaan (TR) dan semua biaya (TC). Jadi, Pd = TR – TC. Penerimaan
usahatani (TR) adalah perkalian antara produksi yang diperoleh (Y) dengan harga
jual (Py). Biaya usahatani biasanya diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap
(fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap (FC) adalah biaya
yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang
diperoleh banyak atau sedikit. Biaya variabel (VC) adalah biaya yang besar
kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh, contohnya biaya tenaga kerja.
Total biaya (TC) adalah jumlah dari biaya tetap (FC) dan biaya variabel (VC),
maka TC = FC + VC.
Penerimaan total (total revenue) adalah seluruh pendapatan yang diterima
perusahaan atas penjualan barang hasil produksinya. Penerimaan rata-rata adalah
Penerimaan marjinal (marjinal revenue) adalah tambahan penerimaan dengan
menjual satu unit lagi hasil produksinya (Bangun, 2007).
Penelitian Terdahulu
1. Penelitian yang dilakukan oleh Evan Triputra (2011), yang dilakukan di
Kabupaten Deli Serdang, menyatakan bahwa nilai tambah pengolahan kedelai
menjadi tempe lebih tinggi dibandingkan pengolahan kedelai menjadi tahu.
Dimana nilai tambah pengolahan kedelai menjadi tempe yang diperoleh
adalah Rp 8.103,1,- dengan rasio nilai tambahnya 53,79% sedangkan nilai
tambah pengolahan kedelai menjadi tahu adalah Rp 7.833,71,- dengan rasio
nilai tambah sebesar 50,56%.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Roza Yulida (2011) di Kecamatan Dayun
Kabupaten Siak, menyatakan bahwa nilai tambah yang diperoleh oleh industri
tahu untuk setiap kilogram kedelai adalah Rp 3.120,- dan untuk tempe sebesar
Rp 3.325,-.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Sandra Siagian (2012) Tentang Masalah dan
Prospek Pengolahan Kedelai, menyatakan bahwa nilai tambah yang
dihasilkan pada industri pengolahan susu kedelai lebih tinggi dibandingkan
Kerangka Pemikiran
Kedelai merupakan salah satu jenis tanaman kacang-kacangan yang telah banyak
dimanfaatkan atau diolah sebagai pangan dan bahan industri lainnya. Beberapa
olahan kedelai yang sangat lazim dan paling banyak digemari oleh masyarakat
adalah tahu, tempe, dan susu kedelai. Ketiga produk ini merupakan sumber
protein yang tinggi yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia.
Proses pengolahan kedelai menjadi tahu, tempe, dan susu kedelai dalam hal ini
adalah pada industri rumah tangga. Dari hasil olahan, kemudian dihitung besarnya
nilai tambah dari masing-masing output dengan memperhatikan komponen yang
penting dalam pengolahan, yaitu: Biaya Bahan Baku, dan Biaya Penunjang
lainnya yang menjadi penentu besarnya nilai tambah yang dihasilkan. Hasil
perhitungan nilai tambah yang diperoleh dari masing-masing output,
dikomparasikan antara satu produk dengan produk yang lain, sehingga didapat
produk akhir mana yang menyumbangkan nilai tambah lebih besar. Skema
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah maka hipotesis penelitian adalah sebagai
berikut:
1. Nilai tambah yang dihasilkan dari pengolahan kedelai menjadi tahu,
pengolahan kedelai menjadi tempe, dan pengolahan kedelai menjadi susu
kedelai di daerah penelitian adalah tinggi. Kedelai
Pengolahan Kedelai
Tahu Tempe Susu Kedelai
Biaya Bahan Baku Biaya Penunjang
Nilai Tambah
Nilai Tambah Nilai Tambah
Keterangan:
: Menyatakan Proses
2. Nilai tambah pada usaha pengolahan kedelai menjadi susu kedelai, lebih tinggi
dari usaha pengolahan kedelai menjadi tahu dan pengolahan kedelai menjadi
METODE PENELITIAN
Metode Penentuan Daerah Penelitian
Daerah penelitian ditentukan secara purposive atau secara sengaja, yaitu di Kota
Medan. Alasan memilih kota Medan adalah dengan pertimbangan bahwa kota
Medan merupakan salah satu daerah industri pengolahan kedelai menjadi berbagai
macam produk seperti tahu, tempe maupun susu kedelai pada industri rumah
tangga yang tersebar di beberapa kecamatan di kota Medan. Untuk sebaran usaha
pengolahan kedelai menjadi tahu dan tempe dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Sebaran Usaha Pengolahan Kedelai Menjadi Tahu dan Tempe Pada Industri Rumah Tangga di Kota Medan Tahun 2013.
Kecamatan Usaha Pengolahan (Unit) Jumlah
Tahu Tempe
Sedangkan untuk susu kedelai berdasarkan hasil prasurvei dapat dilihat pada
tabel 5.
Tabel 5. Sebaran Usaha Pengolahan Kedelai Menjadi Susu Kedelai Pada Industri Rumah Tangga di Kota Medan Tahun 2013.
Kecamatan Usaha Pengolahan (Unit)
Medan Johor 3
Medan Amplas 2
Medan Tembung 1
Medan Sunggal 1
Medan Polonia 2
Jumlah 9
Sumber: Prasurvei, 2013
Metode Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah pemilik usaha pengolahan tahu, tempe, dan
susu kedelai yang ada di Kota Medan. Metode pengambilan sampel dilakukan
secara berbeda. Untuk tahu dan tempe pengambilan sampel dilakukan dengan
menggunakan metode sensus (keseluruhan), yaitu dengan mengambil seluruh
populasi sebagai sampel (6 pengusaha tahu dan 16 pengusaha tempe). Khusus
untuk susu kedelai, pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode
Bola Salju (Snowball Sampling), yaitu dengan menemui satu orang pengusaha
susu kedelai yang diminta untuk menunjuk responden atau sampel berikutnya
Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data perimer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung kepada responden,
yaitu pemilik usaha pengolahan tahu atau tempe atau susu kedelai dengan
mempergunakan kuisioner yang dibuat terlebih dahulu. Sedangkan data sekunder
diperoleh dari instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik, Dinas Perindustrian
dan Perdagangan, Badan Ketahanan Pangan, serta literatur yang terkait dengan
penelitian ini.
Metode Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini terlebih dahulu ditabulasi kemudian
diolah secara manual, lalu dijabarkan dan dianalisis dengan metode analisis yang
sesuai.
Untuk Identifikasi masalah (1) dianalisis dengan metode deskriptif, yaitu dengan
menjelaskan proses pengolahan kedelai sampai menjadi tahu, tempe, dan susu
kedelai.
Untuk menguji hipotesis (1) dianalisis dengan menggunakan metode Hayami.
Adapun prosedur perhitungan nilai tambah dengan menggunakan metode Hayami
Tabel 6. Kerangka Perhitungan Nilai Tambah Metode Hayami
II. Penerimaan dan Keuntungan 8. Harga Bahan Baku (Rp/Kg) (8) 9. Sumbangan Input Lain (Rp/Kg) (9)
10.Nilai Output (Rp/Kg) (10) = (4) x (6)
III. Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi
14.Marjin (Rp/Kg) (14) = (10) – (8)
a. Pendapatan Tenaga Kerja Langsung (%) (14a) = (12a/14) x 100% b. Sumbangan Input Lain (%) (14b) = (9/14) x 100% c. Keuntungan Pemilik Perusahaan (%) (14c) = (13a/14) x 100% Sumber: Hayami, et all, 1987
Kriteria ujinya yaitu:
Jika rasio nilai tambah > 50%, maka nilai tambah tergolong tinggi
Jika rasio nilai tambah ≤ 50% maka nilai tambah tergolong rendah.
Dalam metode Hayami, ada beberapa hal yang harus dipahami antara lain: Faktor
konversi, koefisien tenaga kerja, dan nilai produk. Faktor konversi dalam analisis
Hayami menunjukkan banyaknya produk olahan yang dihasilkan dari satu
Koefisien tenaga kerja menunjukkan banyaknya tenaga kerja yang diperlukan
untuk mengolah satu satuan input. Nilai produk menunjukkan nilai output yang
dihasilkan dari satu satuan input. Nilai input lain mencakup nilai dari semua
korbanan selain bahan baku dan tenaga kerja langsung yang digunakan selama
produksi berlangsung.
Menurut Suprapto (2006), kelebihan dari analisis nilai tambah dengan
menggunakan metode Hayami adalah:
1. Dapat diketahui besarnya nilai tambah, nilai output, dan produktivitas.
2. Dapat diketahui besarnya balas jasa terhadap pemilik-pemilik faktor produksi.
3. Prinsip nilai tambah menurut Hayami dapat diterapkan pula untuk subsistem
lain di luar pengolahan, misalnya untuk kegiatan pemasaran.
Untuk menguji hipotesis (2) digunakan uji statistik nonparametrik yaitu uji
Friedman dengan menggunakan alat bantu SPSS. Adapun rumus uji friedman
adalah sebagai berikut:
Rj : Jumlah keseluruhan jenjang
Kriteria pengambilan keputusan:
H0 diterima jika nilai signifikansi ≥α
Defenisi dan Batasan Operasional
Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpahaman mengenai pengertian
tentang istilah-istilah dalam penelitian, maka dibuat defenisi dan batasan
operasional sebagai berikut:
Defenisi
1. Nilai tambah adalah selisih antara nilai output dengan harga bahan baku dan
sumbangan input lain dengan satuan Rp/Kg.
2. Pengolahan kedelai adalah proses pengolahan kacang kedelai sampai menjadi
tahu, tempe, dan susu kedelai.
3. Industri rumah tangga adalah industri yang mempunyai tenaga kerja antara 1
sampai 4 orang.
4. Biaya bahan baku merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk bahan
baku yang dihitung dalam satuan Rp/kg.
5. Biaya penunjang merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk bahan
penunjang yang dihitung dalam satuan Rp/kg.
6. Faktor konversi, menunjukkan banyaknya output yang dapat dihasilkan dari
satu satuan input.
7. Output adalah jumlah produk (tahu, tempe, dan susu kedelai) yang dihasilkan
selama satu periode yang dihitung dalam satuan kg.
8. Harga output adalah didasarkan pada harga jual rata-rata, dimana harga jual
rata-rata merupakan pembagian antara total nilai penjualan dengan output
yang dijual dan dihitung dalam satuan rupiah per kg produk olahan.
9. Input adalah jumlah bahan baku yang telah digunakan selama satu periode
Batasan Operasional
1. Daerah penelitian adalah Kecamatan Medan Selayang, Kecamatan Medan
Johor, Kecamatan Medan Polonia, Kecamatan Medan Deli, Kecamatan Medan
Amplas, Kecamatan Medan Tembung, dan Kecamatan Medan Sunggal.
2. Sampel dalam penelitian ini adalah pemilik usaha pengolahan tahu, tempe,
dan susu kedelai.
3. Skala usaha dalam penelitian ini adalah skala industri rumah tangga.
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN
Deskripsi Daerah Penelitian
Letak Geografis dan Lingkup Wilayah Penelitian
Penelitian dilakukan di Kota Medan yang merupakan Ibu Kota dari Provinsi
Sumatera Utara. Letak geografis Kota Medan berada pada kisaran 2o27’-2o47’ LU
– 98o35’- 98o44’ BT. Kota Medan berada pada ketinggian 2,5 m – 37,5 m di atas
permukaan laut.
Kota Medan merupakan salah satu dari 30 Daerah Tingkat II di Sumatera Utara
dengan luas daerah sekitar 265,10 km2. Kota ini merupakan pusat pemerintahan
Daerah Tingkat I Sumatera Utara yang berbatasan langsung dengan Kabupaten
Deli Serdang di sebelah utara, selatan, barat, dan timur. Sebagian besar wilayah
Kota Medan merupakan dataran rendah yang merupakan tempat pertemuan dua
sungai penting yaitu Sungai Barbura dan Sungai Deli.
Kota Medan mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum menurut Stasiun
Polonia berkisar antara 23,04oC – 24,08oC dan suhu maksimum berkisar antara
32,73oC – 34,47oC. Sedangkan menurut Stasiun Sampali suhu minimumnya
berkisar antara 22,6oC – 24,4oC dan suhu maksimum berkisar antara 32,3oC –
33,9oC. Rata-rata curahhujan menurut Stasiun Sampali per bulannya 133,75 mm
Kepadatan Penduduk
Jumlah penduduk Kota Medan Tahun 2011 sebanyak 2.117.224 jiwa. Jika
dibandingkan dengan lahan seluas 265,1 Km2 dapat digambarkan kepadatan
penduduk Kota Medan adalah sebanyak 7.287 jiwa/Km2. Angka ini
menggambarkan bahwa setiap 1 Km2 terdapat 7.287 jiwa. Secara rinci kepadatan
penduduk Kota Medan pada tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Luas Wilayah, Penduduk, dan Kepadatan Penduduk Kota Medan pada Tahun 2011.
Kecamatan Luas Wilayah Penduduk Kepadatan
(Km2) Penduduk
(Jiwa/Km2)
Medan Tuntungan 20,68 81.798 3.955
Medan Johor 14,58 125.456 8.605
Medan Helvetia 13,16 145.239 11.036
Medan Petisah 6,82 61.832 9.066
Medan Barat 5,33 70.881 13.298
Medan Timur 7,76 108.758 14.015
Medan Perjuangan 4,09 93.483 22.856
Medan Tembung 7,99 133.784 16.744
Dari Tabel 7 dapat dilihat tingkat kepadatan penduduk yang tinggi adalah
Kecamatan Medan Perjuangan yaitu 22.856 jiwa/Km2 dengan luas wilayah 4,09
Km2. Sedangkan kepadatan penduduk yang paling rendah adalah Medan Labuhan
dengan jumlah 3.063 jiwa/Km2 yang luas wilayahnya 36,67 Km2.
Penduduk Menurut Kelompok Umur
Penduduk Kota Medan yang berjumlah 2.117.224 jiwa yang tersebar disetiap
kecamatan dan Kelurahan di Kota Medan. Adapun jumlah penduduk Kota Medan
menurut kelompok umur dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 8. Penduduk Menurut Kelompok Umur pada Tahun 2011
Kelompok Umur (Tahun) Jumlah (Jiwa) Jumlah (%)
0 - 14 569.534 26,90
15 – 54 1.351.737 63,84
> 55 195.953 9,26
Jumlah 2.117.224 100
Sumber: BPS, Medan Dalam Angka 2011
Dari Tabel 8 dapat diketahui bahwa penduduk Kota Medan pada tahun 2011 yang
berjumlah 2.117.224 jiwa. Jumlah usia non produktif bayi, balita, anak-anak, dan
remaja (0 – 14) tahun adalah sebanyak 569.534 jiwa (26,90%). Jumlah usia
produktif yaitu 15 – 54 tahun adalah sebanyak 1.351.737 orang (63,84%).
Sedangkan usia manula > 55 adalah 195.953 orang (9,26%). Usia produktif adalah
usia dimana orang memiliki nilai ekonomi yang tinggi sehingga dapat
menghasilkan barang dan jasa dengan efektif. Dari data dalam tabel 8
Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Penduduk Kota Medan menurut tingkat pendidikan terdiridari tamat SD, SLTP,
SLTA, dan Perguruan Tinggi. Untuk melihat lebih jelas mengenai tingkat
pendidikan Kota Medan dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan Jumlah
Persentase (%)
SD 266.756 31,7
SLTP 116.076 13,8
SLTA 125.639 15,0
Perguruan Tinggi 331.567 39,5
Jumlah 840.038 100
Sumber: BPS, Medan Dalam Angka 2011
Tabel 9 menunjukkan tingkat pendidikan paling besar jumlahnya adalah pada
Perguruan Tinggi yaitu sebanyak 331.567 orang (39,5%). Kemudian diikuti oleh
SD sebanyak 266.756 orang (31,7%), SLTA sebanyak 125.639 orang (15,0%).
Sedangkan tingkat pendidikan yang paling sedikit jumlahnya adalah SLTP yaitu
sebanyak 116.076 orang (13,8%).
Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana di Kota Medan terdiri dari sekolah, kesehatan, tempat
peribadatan, transportasi, dan pasar. Kelima jenis sarana dan prasarana ini tersedia
Tabel 10. Sarana dan Prasarana
Sarana dan Prasarana Jumlah
(Unit)
e. Perguruan Tinggi 33
2. Kesehatan
a. Mesjid/Musholla 1.706
b. Gereja 634
a. Pasar Tradisional 56
b. Pasar Modern 239
Sumber: BPS, Medan Dalam Angka 2011
Tabel 10 menunjukkan sarana dan prasarana di Kota Medan, dimana untuk sarana
dan prasarana untuk sekolah terdiri dari SD sebanyak 805 unit, SMP sebanyak
353 unit, SMA 205 unit, SMK 134 unit, dan Perguruan Tinggi berjumlah 33 unit
dengan berbagai strata. Status sekolah pun beragam mulai dari negeri, swasta,
maupun sekolah luar negeri yang tersebar di setiap sudut dan pelosok Kota Medan
Sarana kesehatan sangat diperlukan oleh penduduk terutama Kota Medan. Sarana
kesehatan yang ada yaitu Puskesmas sebanyak 39 unit, Pustu 41 unit, BPU
sebanyak 39 unit, Rumah Bersalin 117 unit, dan Rumah Sakit sebanyak 76 unit
yang tersebar di seluruh Kecamatan. Selain itu, sarana peribadatan sangat
diperlukan oleh penduduk kota besar seperti Kota Medan. Sarana peribadatan
yang ada adalah mesjid/musholla berjumlah 1.706 unit, gereja sebanyak 634 unit,
kuil 26 unit, wihara 21 unit, dan klenteng 5 unit.
Sarana transportasi sangat lengkap di Kota Medan. Angkutan kota sangat banyak
kesegala penjuru Kota Medan. Panjang jalan di Kota Medan yang tergolong baik
yaitu 3.254,3 km. Jalan sedang 15,8 km, jalan rusak yaitu 20,1 km, dan jalan rusak
berat yaitu 1,3 km.
Pasar tradisional maupun pasar modern banyak sekali terdapat di Kota Medan.
Masyarakat dapat dengan mudah memilih untuk berbelanja di pasar tradisional
maupun pasar modern. Pasar tradisional ada 56 unit dan pasar modern ada 239
Pertumbuhan Ekonomi
Secara umum pertumbuhan ekonomi dan lapangan usaha industri pengolahan
yang berkembang di Kota Medan dijelaskan pada Tabel 11.
Tabel 11. PDRB Kecamatan Menurut Laju Pertumbuhan Ekonomi dan Sektor Ekonomi Industri Pengolahan di Kota Medan Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2009
ADH Konstan 2000 Sektor Ekonomi Kecamatan Pertumbuhan Ekonomi Industri Pengolahan
(%) (Milyar Rupiah)
Medan Perjuangan 8,25 11,57
Medan Tembung 8,11 63,54
Sumber: PDRB Kota Medan Per Kecamatan Tahun 2009
Dari Tabel 11 dapat diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi di Kota Medan pada
Tahun 2009 sebesar 6,56%. Pertumbuhan ekonomi tertinggi adalah di Kecamatan
Timur yang tumbuh berkisar 8 persen. Sektor industri pengolahan sumbangan
sebesar 10.850,50 Milyar Rupiah terhadap total PDRB Kota Medan. Pada sektor
industri, Kecamatan yang menyumbang terbesar adalah Kecamatan Medan Barat
yaitu sebesar Rp. 6.934,07 Milyar terhadap total PDRB.
Karakteristik Responden
Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi umur, tingkat pendidikan,
jumlah tanggungan, dan lama berusaha. Adapun karakteristik responden dibagi
menjadi 3 bagian, yaitu: karakteristik responden pengolah tahu, karakteristik
responden pengolah tempe, dan karakteristik responden pengolah susu kedelai.
Secara rinci, masing-masing karakteristik responden akan dijelaskan satu persatu.
Untuk karakteristik responden pengolah tahu dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Karakteristik Responden Pengolah Tahu
Karakteristik Sampel Satuan Rataan Range
Umur Tahun 52,5 40 – 61
Tingkat Pendidikan Tahun 6,5 6 – 9
Jumlah Tanggungan Jiwa 2,17 1 – 3
Lama Berusaha Tahun 16,17 4 – 29
Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 1) 2013
Dari Tabel 12 dapat diketahui bahwa rata-rata umur responden pengolah tahu
adalah 52,5 tahun dengan rentang antara 40 – 61 tahun. Dilihat dari tingkat
pendidikan yang dijalani oleh responden pengolah tahu rata-ratanya adalah 6,5
tahun, ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang dominan pada responden
pengolah tahu adalah tingkat SD. Jumlah rata-rata tanggungan yang dimiliki oleh
responden pengolah tahu adalah 2,17 dengan rentang 1 – 3 orang. Sedangkan
Tabel 13. Karakteristik Responden Pengolah Tempe
Karakteristik Sampel Satuan Rataan Range
Umur Tahun 50,5 30 – 69
Tingkat Pendidikan Tahun 7,88 6 – 12
Jumlah Tanggungan Jiwa 2 0 – 4
Lama Berusaha Tahun 22,06 6 – 47
Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 2) 2013
Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui bahwa rata-rata umur responden pengolah
tempe adalah 50,5 tahun dengan rentang antara 30 – 69 tahun. Dilihat dari tingkat
pendidikan yang dicapai oleh responden pengolah tempe mempunyai rata-rata
7,88 tahun dengan rentang antara 6 – 12 tahun. Ini berarti bahwa tingkat
pendidikan yang dominan dari responden pengolah tempe adalah tingkat SMP.
Jumlah tanggungan yang dimiliki oleh responden pengolah tempe rata-rata 2
dengan rentang 0 – 4 orang. Sedangkan lamanya berusaha tempe rata-ratanya
adalah 22,06 yang berada pada rentang 6 – 47.
Tabel 14. Karakteristik Responden Pengolah Susu Kedelai
Karakteristik Sampel Satuan Rataan Range
Umur Tahun 41,9 29 – 63
Tingkat Pendidikan Tahun 10,7 6 – 15
Jumlah Tanggungan Jiwa 1,9 0 – 3
Lama Berusaha Tahun 5,7 3 – 8
Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 3) 2013
Tabel 14 menunjukkan rata-rata umur responden pengolah susu kedelai adalah
41,9 tahun dengan rentang antara 29 – 63 tahun. Dilihat dari tingkat pendidikan
yang dijalani oleh responden pengolah susu kedelai rata-rata 10,7 tahun. Ini
menunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang dominan dari responden pengolah
responden pengolah susu kedelai rata-rata 1,9 orang. Sedangkan lamanya
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sistem Produksi Usaha Pengolahan Kedelai
Dalam melakukan sistem produksi usaha pengolahan kedelai, ada beberapa hal
yang perlu diketahui diantaranya penggunaan bahan baku dan bahan penunjang,
penggunaan modal investasi, dan penggunaan tenaga kerja.
Penggunaan Bahan Baku dan Bahan Penunjang
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan responden di daerah
penelitian, diketahui bahwa bahan baku untuk membuat tahu, tempe, maupun susu
kedelai yaitu kacang kedelai cukup tersedia sesuai dengan kebutuhan. Namun,
kacang kedelai yang dijadikan untuk membuat tahu, tempe, maupun susu kedelai
berasal dari kedelai impor. Hal ini disebabkan karena kedelai impor lebih bermutu
dan juga selalu tersedia dibandingkan dengan kedelai lokal. Para pengusaha tahu,
tempe, dan susu kedelai memiliki pemasok tetap yang sudah menjalin kerja sama
sehingga bahan baku dapat tersedia untuk diproduksi.
Selain bahan baku kedelai, diperlukan juga bahan penunjang yang menunjang
produksi. Untuk tahu bahan penunjangnya terdiri dari kayu bakar, obat tahu,
solar, listrik, dan air. Bahan penunjang dalam pembuatan tempe di daerah
penelitian terdiri dari bahan bakar gas, solar, ragi, daun, plastik, minyak lampu,
dan lilin, serta listrik dan air. Sedangkan dalam pembuatan susu kedelai
diperlukan bahan penunjang seperti bahan bakar gas, solar, gula, garam, plastik,
Penggunaan Modal Investasi
Setiap kegiatan dalam proses produksi pertanian, sudah pasti membutuhkan
modal. Ketersediaan modal yang mencukupi sangat diperlukan untuk
keberlangsungan suatu usaha. Besar kecilnya modal tergantung kepada skala
usahanya. Dalam usaha pengolahan kedelai menjadi tahu untuk industri rumah
tangga, rata-rata modal investasi yang dibutuhkan adalah Rp. 14.250.500.
Investasi tersebut digunakan untuk membeli peralatan dalam memproduksi tahu.
Secara rinci, modal investasi untuk pengolahan kedelai menjadi tahu dapat dilihat
pada Tabel 15.
Tabel 15. Rata-Rata Kebutuhan Modal Investasi dalam Pengolahan Kedelai Menjadi Tahu di Daerah Penelitian Tahun 2013
Investasi Harga (Rp)
Kettle/Boiler/Tangki Uap 9.550.000
Cetakan Tahu 440.000
Mesin Giling 3.216.666.67
Kotak Tahu 105.000
Ember 525.833.33
Tong 165.000
Mesin Air 220.833.33
Pisau 2.166.67
Kain Saring 25.000
Jumlah 14.250.500
Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15) 2013
Pada usaha pengolahan kedelai menjadi tempe, rata-rata modal awal/investasi
yang dibutuhkan pada industri rumah tangga adalah Rp. 3.577.437,5. Investasi ini
digunakan untuk membeli peralatan yang diperlukan dalam mengolah kacang
kedelai menjadi tempe. Secara rinci, modal investasi pengolahan tempe dapat
Tabel 16. Rata-Rata Kebutuhan Modal Investasi dalam Pengolahan Kedelai Menjadi Tempe di Daerah Penelitian Tahun 2013
Investasi Harga (Rp)
Tong Rebusan 386.250
Mesin Pemecah Kacang 2.031.250
Ember 122.187,5
Tong Rendaman 306.562,5
Mesin Air 262.500
Keranjang 50.250
Meja 331.250
Timbangan 87.187,5
Jumlah 3.577.437,5
Sumber: Analisis Data Primer, (Lampiran 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23) 2013
Sedangkan dalam pengolahan kedelai menjadi susu kedelai pada industri rumah
tangga, rata-rata modal investasi yang dibutuhkan adalah Rp. 1.835.610,68.
Investasi ini digunakan untuk membeli peralatan yang dibutuhkan dalam
pengolahan kedelai menjadi susu kedelai. Secara rinci, modal investasi
pengolahan susu kedelai dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Rata-Rata Kebutuhan Modal Investasi dalam Pengolahan Kedelai Menjadi Susu Kedelai di Daerah Penelitian Tahun 2013
Investasi Harga (Rp)
Panci/Dandang Rebusan 247.777,78
Mesin Penggiling 1.135.555,56
Ember 142.777,78
Saringan Santan/Kain Saringan 10.111,11
Sendok Panjang/Sudit 12.166,67
Mesin Air 194.444
Timbangan 92.777,78
Jumlah 1.835.610,68
Penggunaan Tenaga Kerja
Tenaga kerja yang digunakan dalam pengolahan kedelai menjadi tahu, tempe, dan
susu kedelai pada umumnya adalah tenaga kerja dalam keluarga. Jumlah tenaga
kerja yang dibutuhkan untuk memproduksi tahu, tempe, dan susu kedelai
berturut-turut adalah 1,378 HKP/hari, 0,83 HKP/hari, dan 0,79 HKP/hari. Tenaga kerja ini
digunakan untuk mengolah kedelai menjadi tahu, tempe, dan susu kedelai di
setiap tahapan produksi.
Proses Pembuatan Tahu, Tempe, dan Susu Kedelai Proses Pembuatan Tahu
Proses pembuatan tahu di daerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Kerangka Proses Pembuatan Tahu di Daerah Penelitian
Perendaman
Penggilingan
Perebusan
Penyaringan
Penambahan Koagulan
Pencetakan
Pemotongan
Ampas
Air Tahu
Berikut adalah penjelasan dari Kerangka Pembuatan Tahu di daerah penelitian,
yaitu:
1. Perendaman
Kacang kedelai direndam dengan air sampai air meresap ke dalam kacang. Hal
ini bertujuan agar mudah dalam proses penggilingan. Perendaman ini
dilakukan selama 2 – 4 jam.
2. Penggilingan
Setelah direndam, kacang kedelai digiling sampai hancur hingga tampak
seperti bubur dengan menggunakan mesin penggiling. Mesin penggiling yang
digunakan menggunakan bahan bakar solar sehingga terjadi penambahan
biaya pada proses penggilingan yaitu biaya solar dan tenaga kerja.
3. Perebusan
Kacang kedelai yang sudah digiling dan menjadi bubur kedelai, langsung
dimasak/direbus sampai mendidih. Alat yang digunakan untuk
memasak/merebus kacang kedelai di daerah penelitian adalah uap yang
berasal dari tangki uap atau kettle uap. Proses perebusan ini berlangsung
sampai bubur kedelai mendidih yaitu berkisar antara 10 – 15 menit.
4. Penyaringan
Bubur kacang kedelai yang telah mendidih langsung diangkat dari tempat
pemanasan untuk disaring. Tujuannya adalah untuk memisahkan ampas
kedelai dengan sari pati kedelai. Alat yang digunakan untuk penyaringan
5. Pemberian Obat Tahu
Setelah disaring, proses selanjutnya adalah penambahan koagulan ke dalam
hasil saringan yaitu ke dalam sari pati kedelai. Koagulan yang ditambahkan
adalah berupa obat tahu. Tetapi di daerah penelitian, obat tahu yang digunakan
oleh semua responden adalah air tahu yang dihasilkan dari proses sebelumnya
yang disebut dengan “cuka”. Jadi, obat tahu yang digunakan untuk proses
pembuatan tahu hari ini adalah air tahu yang diperoleh dari proses pembuatan
kemarin. Setiap ± 20 kg kacang kedelai ditambahkan obat tahu/cuka
sebanyak 1 – 2 liter.
6. Pencetakan
Setelah penambahan koagulan akan terlihat gumpalan-gumpalan kecil tahu
yang terpisah dengan air. Kemudian gumpalan-gumpalan kecil tersebut
langsung dimasukkan ke dalam cetakan berbentuk balok yang telah dilapisi
kain penyaring untuk dicetak. Setelah dimasukkan ke dalam cetakan, maka
dilakukan pengepresan (Penekanan) dengan batu untuk mengeluarkan air dari
gumpalan tahu tersebut sampai menyatu sehingga sesuai dengan cetakan tahu.
Kemudian dibiarkan selama 15 – 20 menit.
7. Pemotongan
Tahu yang telah tercetak langsung dipindahkan ke dalam kotak tahu.
Untuk lebih mengetahui proses pembuatan tahu, berikut disajikan dokumentasi
dari proses pembuatan tahu.
Perendaman Kacang Kedelai Penggilingan Kacang Kedelai
Perebusan Bubur Kedelai Penyaringan Santan Kedelai
Pemberian Obat Tahu Pencetakan Tahu
Pemotongan Tahu
Proses Pembuatan Tempe
Proses pembuatan tempe di daerah penelitian ada sedikit perbedaan diantara
responden. Adapun proses pembuatan tempe di daerah penelitian dapat dilihat
pada Gambar 4.
Gambar 4. Kerangka Proses Pembuatan Tempe di Daerah Penelitian
Pencucian I
Perebusan I
Pengasaman/Perendaman
Pemecahan
Pencucian II
Pengeringan/Pendinginan
Peragian
Pembungkusan Perebusan II
Buang Kulit Tidak Buang Kulit
Berikut adalah penjelasan dari Gambar 4. Tentang pembuatan tempe di daerah
penelitian sebagai berikut:
1. Pencucian I
Langkah pertama yang dilakukan dalam pengolahan kedelai menjadi tempe
adalah pencucian kacang kedelai. Kacang kedelai dicuci sampai bersih untuk
mengeluarkan kotoran-kotoran yang ada melekat pada kacang kedelai. Kacang
kedelai dicuci dengan menggunakan air yang bersih tanpa ada penambahan
bahan-bahan lainnya.
2. Perebusan I
Setelah dicuci, kemudian kacang kedelai direbus sampai setengah matang.
Lamanya perebusan ini berkisar antara 1 – 2 jam. Alat yang digunakan dalam
proses perebusan I di daerah penelitian adalah dandang/tong rebusan. Adapun
bahannya cukup dengan menggunakan air tanpa bahan tambahan lainnya.
3. Pengasaman/Perendaman
Proses pengasaman pada pengolahan tempe dilakukan dengan cara merendam
kacang kedelai yang telah direbus. Proses ini berlangsung selama satu malam
(berkisar 12 – 14 jam). Proses pengasaman ini bertujuan untuk mengeluarkan
zat asam yang ada di dalam kacang kedelai. Zat asam yang keluar dari kacang
kedelai berbentuk lendir yang jika tidak dibuang akan menghasilkan tempe
yang mudah rusak dan rasanya menjadi asam.
4. Pemecahan Kacang Kedelai
Setelah kacang kedelai direndam selama satu malam (12 – 14 jam), maka
kedelai di daerah penelitian adalah memecahkan kacang kedelai sampai
menjadi 2 bagian. Proses ini bertujuan untuk memperluas daerah tumbuhnya
jamur tempe dalam proses fermentasi. Selain itu juga bertujuan agar kulit ari
yang masih menempel terkelupas. Di daerah penelitian proses pemecahan
kacang kedelai dilakukan dengan menggunakan mesin pemecah kacang.
Lamanya proses pemecahan ini tergantung kepada banyaknya kacang kedelai.
Namun, di daerah penelitian umumnya proses pemecahan berlangsung selama
20 – 45 menit.
5. Pencucian II
Setelah dipecah, kemudian kacang kedelai dicuci kembali (pencucian II).
Proses pencucian II ini merupakan penentu baik atau tidaknya tempe yang
dihasilkan, karena selain menggunakan bahan baku yang bagus kebersihan
dalam pencucian juga menjadi penentu dalam menghasilkan tempe yang
berkualitas. Pada pencucian II ini dipastikan tempe sudah terbebas dari
lendir-lendir agar mengurangi resiko kerusakan tempe berupa bau asam pada tempe.
Oleh karena itu pencucian dilakukan berulang-ulang untuk menjamin
kebersihannya.
Di daerah penelitian pencucian II dilakukan dengan 2 cara, yaitu buang kulit
dan tidak buang kulit. Sebagian responden membuang kulit ari yang sudah
lepas dari biji akibat pemecahan kacang kedelai. Hal ini bertujuan agar tempe
yang dihasilkan tidak mudah rusak sehingga lebih tahan lama, tampilannya
jauh lebih bersih dibandingkan dengan tempe yang tidak dibuang kulit arinya.