• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh pembelajaran terpadu model nested terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa: studi penelitian eksperimen di SMP PGRI i Cipiutat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh pembelajaran terpadu model nested terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa: studi penelitian eksperimen di SMP PGRI i Cipiutat"

Copied!
188
0
0

Teks penuh

(1)

(Studi Penelitian Eksperimen di SMP PGRI 1 Ciputat)

DisusunOleh: LIDIYA EKAWATI NIM : 106017000484

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

Jurusan Pendidikan Matematika. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, November 2010. Tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan pengaruh pembelajaran terpadu model nested terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika dan bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematika siswa setelah diterapkan pembelajaran terpadu model nested. Penelitian ini dilakukan di SMP PGRI 1 Ciputan tahun ajaran 2010/2011.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen dengan desain penelitian two group randomized subject posttest only. Subyek penelitian ini adalah 81 siswa yang terdiri dari 39 siswa untuk kelompok eksperimen dan 42 siswa untuk kelompok kontrol yang diperoleh dengan teknik cluster random sampling pada siswa kelas VIII.

Pengumpulan data dilakukan setelah diberi perlakuan diperoleh dari nilai tes kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada pkoko bahasan fungsi. Tes yang diberikan terdiri dari 7 soal bentuk uraian, dengan koefisien reliabilitas interrater 0,64.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa setelah diterapkan pembelajaran terpadu model nested lebih baik daripada kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional, dan pembelajaran terpadu model nested berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang menggunakan pembelajaran terpadu model nested lebih tinggi dari rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional.

Kata kunci: Pembelajaran Terpadu Model Nested, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika, Pemecahan Masalah.

(3)

Education, Faculty of Tarbiyah and Teacher Training, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, November 2010.

The purpose of this research is to discover the effect of Integrated Learning Nested Models to Students Mathematical Problem Solving Ability. The research was conducted at SMP PGRI 1 Ciputat for academic year 2010/2011.

The method used in this research is quasi experimental method with two group randomized subject posttest only. Subjects for this research are 81 students consist of 39 students for experimental group and 42 for control group which selected in cluster random sampling technique from 8th grade.

The data collection after being given treatment obtain from the test score of students mathematical problem solving ability at the subject of function. Test consisted of 7 question in essay, with the coefficient of interater reability is 0,64.

The result of this research revealed that the students mathematical problem solving ability who taught with integrated learning nested models is better than who taught with conventional learning, and there is effect of integrated learning nested models to students mathematical problem solving ability. The students who taught with integrated learning nested models have mean score of students mathematical problem solving ability higher than who taught with conventional learning.

Key word: integrated learning nested models, problem solving, mathematical problem solving ability

(4)

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN KARYA ILMIAH... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR... vi

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR BAGAN ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah... 1

B. Identifikasi Masalah... 5

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Perumusan Masalah ... 6

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

BAB II LANDASAN TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS PENELITIAN A...K emampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 7

1. Pengertian Matematika ... 7

2. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 9

B....P embelajaran Matematika Terpadu Model Nested... 14

1. Pengertian Pembelajaran Terpadu ... 14

2. Prinsip Pembelajaran Terpadu ... 18

3. Karakeristik Pembelajaran Terpadu... 20

4. Model Nested dalam Pembelajaran Matematika... 21

5. Pelaksanaan Pembelajaran Terpadu Model Nested... 24

(5)

E. Kerangka Berpikir... 30

F. Hipotesis Penelitian ... 32

BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 33

B. Metode dan Desain Penelitian ... 33

C. Populasi dan Sampel ... 34

D. Teknik Pengumpulan Data... 35

1. Variabel yang Diteliti... 35

2. Sumber Data... 35

3. Instrumen Penelitian ... 35

4. Uji Instrumen Penelitian ... 35

E. Teknik Analisis Data... 39

1...U ji Prasyarat Analisis ... 40

2...U ji Hipotesis ... 42

F. Hipotesis Statistik ... 43

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data... 45

1...K emampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelompok Eksperimen ... 45

2....K emampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelompok Kontrol ... 49

B. Hasil Pengujian Prasyarat Analisis ... 53

(6)

ji Normalitas Kelompok Eksperimen ... 53 b....U

ji Normalitas Kelompok Kontrol ... 53 2....U

ji Homogenitas Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa ... 54 C. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan ... 55

1....P engujian Hipotesis Penelitian... 55 2....P

embahasan Hasil Penelitian ... 57 D. Keterbatasan Penelitian ... 59 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 60 B. Saran ... 61 DAFTAR PUSTAKA... 62 LAMPIRAN-LAMPIRAN

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 : Unsur-unsur Keterampilan Berpikir, Keterampilan Sosial dan

Keterampilan Mengorganisir ... 23

Tabel 3.1 : Kisi-kisi Instrumen Tes... 37

Tabel 4.1 : Rekapitulasi Akhir Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas Eksperimen ... 46

Tabel 4.2 : Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Kelas Eksperimen ... 47

Tabel 4.3 : Rekapitulasi Akhir Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas Kontrol ... 49

Tabel 4.4 : Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Kelas Kontrol ... 50

Tabel 4.5 : Statistik Deskriptif Hasil Penelitian... 52

Tabel 4.6 : Rekapitulasi Hasil Perhitungan Uji Normalitas... 54

Tabel 4.7 : Rekapitulasi Hasil Perhitungan Uji Homogenitas ... 55

(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 : Model Nested (tersarang) Materi Fungsi ... 24 Gambar 3.2 : Desain Penelitian ... 33 Gambar 4.1 : Histogram Distribusi frekuensi Kemampuan Pemecahan

Masalah ……….48 Gambar 4.2 : Histogram Distribusi frekuensi Kemampuan Pemecahan Masalah

Siswa Kelompok Eksperimen...51 Gambar 4.3 : Kurva Uji Perbedaan Data Kelas Eksperimen dan Kontrol.... 56

(9)

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 : Desain Pembelajaran Terpadu Model Nested dalam Pembelajaran Matematika………..28

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : RPP Kelas Eksperimen... 64

Lampiran 2 : RPP Kelas Kontrol ... 92

Lampiran 3 : Lembar Kerja Siswa ... 103

Lampiran 4 : Penilaian Validitas Isi Instumen Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Oleh Panelis (Rater)... 141

Lampiran 5 : Hasil Penilaian Validitas Isi oleh Para Rater... 146

Lampiran 6 : Reliabilitas Interrater... 147

Lampiran 7 : Instrumen Tes ... 149

Lampiran 8 : Pedoman Penskoran ... 151

Lampiran 9 : Daftar Nilai Post Test Siswa ... 158

Lampiran 10 : Distribusi Frekuensi Kelompok Eksperimen ... 160

Lampiran 11 : Distribusi Frekuensi Kelompok Kontrol ... 164

Lampiran 12 : Perhitungan Uji Normalitas Kelas Eksperimen... 168

(11)

xiii

Lampiran 17 : Tabel Chi Kuadrat ... 173

Lampiran 18 : Tabel Nilai Kritis Distribusi F... 174

Lampiran 19 : Tabel Nilai Kritis Distribusi t... 176

Lampiran 20 : Lembar Uji Referensi ... 177

Lampiran 21 : Surat Pengajuan Judul Skripsi... 180

Lampiran 22 : Surat Pengajuan Dosen Pembimbing ... 181

Lampiran 23 : Surat Izin Observasi ... 182

Lampiran 24 : Surat Izin Penelitian ... 183

(12)

A.

Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan investasi sumber daya manusia jangka panjang yang mempunyai nilai strategis bagi kelangsungan peradaban manusia di dunia. Oleh sebab itu, hampir semua negara menempatkan pendidikan sebagai sesuatu yang penting dan utama dalam konteks pembangunan bangsa dan negara. Begitu juga Indonesia menempatkan pendidikan sebagai sesuatu yang penting dan utama. Hal ini dapat dilihat dari isi pembukaan Undang Undang Dasar (UUD) 1945 alinea IV yang menegaskan bahwa salah satu tujuan nasional bangsa Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.

Hal tersebut diperkuat oleh Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tentang pendidikan pada bab I pasal 1 ayat 1 yang menyatakan bahwa, “pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.1

Pendidikan merupakan aspek yang sangat penting dalam menunjang kemajuan bangsa di masa depan. Melalui pendidikan, manusia sebagai subjek pembangunan dapat dididik, dibina dan dikembangkan potensi-potensinya. Kemajuan suatu bangsa tercermin pada keberlangsungan pendidikan bangsa itu. Bangsa dengan tingkat pendidikan yang memadai diyakini mampu menciptakan kehidupan yang beradab. Artinya peningkatan mutu pendidikan dianggap sebagai suatu kebutuhan bangsa yang ingin maju. Semua negara

1

Pendidikan Islam Departemen Agama RI , Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI, 2006), Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 ayat 1, h. 5.

(13)

pasti menaruh harapan besar terhadap pendidikan dalam perkembangan masa depan bangsanya, demikian halnya dengan Indonesia. Meski diakui bahwa pendidikan adalah investasi besar jangka panjang yang harus ditata, disiapkan dan diberikan sarana maupun prasarananya dalam arti modal material yang cukup besar, sampai saat ini Indonesia masih saja berkutat pada permasalahan klasik dalam hal ini, yaitu kualitas pendidikan. Permasalahan ini bagaikan sebuah mata rantai yang melingkar dan tidak tahu darimana mesti harus diawali.

Salah satu ilmu pengetahuan yang erat kaitannya dengan kemajuan suatu negara adalah matematika. Matematika adalah dasar dari ilmu –ilmu yang berkembang saat ini. Oleh karena itu, matematika memberikan peranan yang sangat besar dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan teknologi yang pesat bisa menjadi tolak ukur kemajuan suatu negara.

Matematika merupakan salah satu bidang ilmu dasar yang memiliki peranan penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peranan penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat dibidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika dibidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan menciptakan teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini.

(14)

Tujuan umum diberikannya pelajaran matematika di jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah:

a. Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapai perubahan keadaan di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efisien dan efektif.

b. Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.

Namun dibalik semua itu, yang terjadi selama ini adalah masih banyak siswa yang menganggap bahwa matematika tidaklah lebih dari sekedar berhitung dan bermain dengan rumus dan angka-angka. Saat ini banyak siswa yang hanya menerima begitu saja pengajaran matematika di sekolah, tanpa mempertanyakan mengapa dan untuk apa matematika harus diajarkan. Tidak jarang muncul keluhan bahwa matematika cuma bikin pusing siswa dan dianggap sebagai momok yang menakutkan bagi siswa. Begitu beratnya gelar yang disandang matematika yang membuat kekhawatiran pada prestasi belajar matematika siswa.

Kebanyakan guru dalam mengajar matematika terlalu menekankan pada penguasaan sejumlah informasi/konsep belaka. Penumpukan informasi/konsep pada peserta didik dapat saja kurang bermanfaat bahkan tidak bermanfaat sama sekali jika hal tersebut hanya dikomunikasikan oleh guru kepada peserta didik melalui satu arah, seperti menuang air ke dalam sebuah gelas.2

Kenyataan di lapangan peserta didik hanya menghafal konsep dan kurang mampu menggunakan konsep tersebut jika menemui masalah dalam kehidupan nyata yang berhubungan dengan konsep yang dimiliki. Lebih jauh lagi bahkan peserta didik kurang mampu menentukan masalah dan merumuskannya, sehingga mereka mengalami kesulitan dalam memecahan masalah matematika.

Kesulitan peserta didik dalam memecahkan masalah matematika sangat mempengaruhi hasil yang dicapai oleh peserta didik. Karena dalam

2

(15)

pembelajaran matematika tidak hanya diperlukan pengetahuan mengenai konsep saja, melainkan harus dengan penguasaan dan keterampilan peserta didik dalam menyelesaikan masalah matematika. Oleh karena itu, dalam pembelajaran matematika diperlukan suatu model pembelajaran yang tidak hanya menekankan kepada pengetahuan suatu konsep saja, melainkan penguasaan dan keterampilan peserta didik dalam penggunaan konsep tersebut. Salah satunya adalah pembelajaran terpadu yang menekankan kepada pembelajaran bermakna, dimana peserta didik mampu menerapkan konsep-konsep yang diterimanya untuk memecahkan masalah-masalah matematika yang muncul dalam kehidupan sehari-hari.

Model pembelajaran terpadu merupakan salah satu model implementasi kurikulum yang dianjurkan untuk diaplikasikan pada semua jenjang pendidikan, mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD/MI) sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA/MA). Model pembelajaran terpadu pada hakikatnya merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik baik secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip secara holistik dan otentik (Depdiknas,1996:3).

(16)

Dengan keutuhan belajar, pengetahuan, serta kebulatan pandangan tentang kehidupan dan dunia nyata, maka siswa diharapkan dapat menyelesaikan masalah-masalah matematika baik yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari maupun masalah matematika non rutin.

Jadi atas dasar di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Pembelajaran Terpadu Model Nested terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa”.

B.

Identifikasi Masalah

Adapun identifikasi dari masalah di atas adalah:

1. Kemampuan pemecahan masalah matematika yang masih rendah. 2. Guru belum menerapkan model pembelajaran yang bervariasi.

3. Model pembelajaran masih belum mengarah kepada pembelajaran bermakna.

C.

Pembatasan Masalah

Setelah penulis mengemukakan latar belakang masalah di atas, terdapat banyak permasalahan yang didapat. Karena adanya keterbatasan waktu dan pengetahuan yang penulis miliki serta untuk memperjelas dan memberikan arah yang tepat dalam pembahasan skripsi, maka penulis berusaha memberikan batasan sesuai dengan judul, yaitu sebagai berikut:

1. Pembelajaran Terpadu Model Nested

Pembelajaran terpadu model nested yang dimaksud adalah pembelajaran terpadu model nested pada materi fungsi yang secara khusus meletakkan pengintegrasian pada keterampilan berpikir dengan keterampilan megorganisir dalam satu tema.

2. Pemecahan Masalah Matematika

(17)

3. Penelitian dibatasi pada tingkat SMP PGRI 1 Ciputat dengan sampel sebanyak 2 kelas, 1 kelas untuk kelas eksperimen dan 1 kelas untuk kelas kontrol pokok bahasan fungsi kelas VIII semester 1 tahun ajaran 2010/2011.

D.

Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah yang akan diteliti adalah:

1. Bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematika siswa?

2. Apakah ada perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa antara yang menggunakan pembelajaran terpadu model nested dengan pembelajaran konvensional?

E.

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari pembelajaran terpadu model nested terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

1. Guru ataupun calon guru; penelitian ini memberikan manfaat untuk mengetahui pembelajaran yang tepat dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa serta dapat melakukan inovasi dalam kegiatan pembelajaran, sehingga akan tercipta suasana belajar yang lebih menyenangkan.

2. Siswa; dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dalam mengerjakan soal-soal matematika.

(18)

A.

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

1. Pengertian Matematika

Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini.

Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari pendidikan dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.

Pada buku Model Pembelajaran Matematika dikatakan bahwa matematika berasal dari “perkataan Latin mathematika yang mulanya diambil dari perkataan Yunani mathematike yang berarti mempelajari. Kata mathematike berhubungan pula dengan kata lainnya yang hampir sama, yaitu mathein atau mathenein yang artinya belajar (berpikir). Jadi berdasarkan asal katanya, maka perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan yang didapat dengan berpikir (bernalar)”.1 Matematika lebih

1

Erna Suwangsih dkk, Model Pembelajaran Matematika, (Bandung: UPI Press, 2006), cet.1, h.3.

(19)

menekankan kegiatan dalam dunia rasio (penalaran), bukan menekankan dari hasil eksperimen atau hasil observasi, matematika juga terbentuk karena pikiran-pikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran.

Matematika merupakan cara atau metode berpikir dan bernalar. Matematika dapat digunakan memutuskan apakah suatu ide itu benar atau salah, atau paling sedikit ada kemungkinan benar. Seperti dalam buku Filsafat dan Sejarah Matematika yang mengatakan bahwa, “matematika adalah suatu medan eksplorasi dan penemuan, matematika adalah cara berpikir yang digunakan untuk memecahkan semua jenis persoalan di dalam sains, pemerintahan dan industri”.2

Matematika merupakan suatu ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran. Ciri utama matematika adalah penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antar konsep atau pernyataan dalam matematika bersifat konsisten.

Dengan belajar matematika, seseorang dapat berpikir dan bernalar secara rasional. Dengan cara berpikir dan bernalar rasional, seseorang dapat menentukan atau memutuskan suatu masalah yang sesuai dengan logika. Sehingga diharapkan dapat membentuk sikap kritis, kreatif, jujur dan komunikatif pada diri seseorang.

2. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Problem atau masalah menurut Hayes adalah “suatu kesenjangan (gap) antara dimana anda berada sekarang dengan tujuan yang anda inginkan, sedangkan anda tidak tahu proses apa yang akan dikerjakan”.3

Menurut Hudoyo, suatu pertanyaan merupakan “suatu permasalahan bila pertanyaan itu tidak bisa dijawab dengan prosedur rutin, sedangkan pemecahan masalah adalah proses penerimaan tantangan dan kerja keras

2

Sukardjono, Filsafat dan Sejarah Matematika, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2000), h.13.

3

(20)

untuk menyelesaikan masalah tersebut”.4 Selanjutnya Hudoyo mengemukakan bahwa penyelesaian masalah dapat diartikan sebagai “penggunaan matematika baik untuk matematika itu sendiri maupun aplikasi matematika dalam kehidupan sehari-hari dan ilmu pengetahuan yang lain secara kreatif untuk menyelesaikan masalah-masalah yang belum kita ketahui penyelesaiannya ataupun masalah-masalah yang belum kita kenal”.5

Suatu masalah biasanya memuat situasi yang mendorong siswa untuk menyelesaikannya akan tetapi tidak tahu secara langsung apa yang harus dikerjakan untuk menyelesaikannya. Jadi masalah merupakan “pertanyaan yang harus dijawab atau direspon”.6 Untuk memperoleh kemampuan dalam pemecahan masalah, seseorang harus memiliki banyak pengalaman dalam memecahkan berbagai masalah.

Masalah merupakan pertanyaan yang tidak bisa dijawab dengan prosedur rutin. Dikatakan tidak rutin karena pertanyaan yang diterima oleh siswa merupakan pertanyaan yang tidak secara otomatis diketahui cara penyelesaiannya.

Dalam pembelajaran matematika, masalah dapat disajikan dalam bentuk soal tidak rutin yang berupa soal cerita, penggambaran penomena atau kejadian, ilustrasi gambar atau teka-teki. Masalah tersebut kemudian disebut masalah matematika karena mengandung konsep matematika. Terdapat beberapa jenis masalah matematika, walaupun sebenarnya tumpang tindih, tapi perlu dipahami oleh guru matematika ketika akan menyajikan soal matematika. Menurut Hudoyo, jenis-jenis masalah matematika adalah sebagai berikut:7

4Erna Suwangsih, dkk, Model Pembelajaran Matematika…h.126. 5Erna Suwangsih, dkk, Model Pembelajaran Matematika…h.126.

6

Fajar Shadiq, Pemecahan Masalah, Penalaran Dan Komunikasi disampaikan pada Diklat Instruktur/Pengembangan Matematika SMA Jenjang Dasar, dalam Jurnal, Agustus, 2004, h. 10.

7Nahrowi Adjie dan R.Deti Rostika, Konsep Dasar Matematika, (Bandung: UPI Press,

(21)

a. Masalah transalasi, merupakan masalah kehidupan sehari-hari yang untuk menyelesaikannya perlu translasi dari bentuk verbal ke bentuk matematika.

b. Masalah aplikasi, memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyelesaikan masalah dengan menggunakan berbagai macam keterampilan dan prosedur matematika.

c. Masalah proses, biasanya untuk menyusun langkah-langkah merumuskan pola dan strategi khusus dalam menyelesaikan masalah. Masalah seperti ini dapat melatih keterampilan siswa dalam menyelesaikan masalah sehingga menjadi terbiasa menggunakan strategi tertentu.

d. Masalah teka-teki, seringkali digunakan untuk rekreasi dan kesenangan sebagai alat yang bermanfaat untuk tujuan afektif dalam pembelajaran matematika.

Pemecahan masalah merupakan suatu kemampuan yang harus dikuasai oleh siswa, seiring dengan perubahan paradigma pembelajaran matematika dari fokus terhadap kemampuan berhitung dan rumus menjadi fokus terhadap kemampuan siswa dalam menggunakan konsep-konsep matematika untuk memecahkan masalah dalam kehidupan mereka.

Menurut Polya dalam Suherman, solusi soal pemecahan masalah memuat empat langkah penyelesaian, yaitu: (1) pemahaman terhadap permasalahan; (2) perencanaan penyelesaian masalah; (3) melaksanakan perencanaan penyelesaian masalah; (4) melihat kembali penyelesaian.

(22)

yaitu: signal learning, stimulus-response learning, chaining, verbal association, discrimination learning, concept learning, rule learning, dan problem solving”.8

Pemecahan masalah dipandang sebagai suatu proses untuk menemukan kombinasi dari sejumlah aturan yang dapat diterapkan dalam upaya mengatasi situasi yang baru. Pemecahan masalah tidak sekadar sebagai bentuk kemampuan menerapkan aturan-aturan yang telah dikuasai melalui kegiatan-kegiatan belajar terdahulu, melainkan lebih dari itu, merupakan proses untuk mendapatkan seperangkat aturan pada tingkat yang lebih tinggi.9

Pemecahan masalah merupakan tahapan pemikiran yang berbeda pada level yang tinggi dan memerlukan berbagai kemampuan dalam menyelesaikannya. Selain itu, merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin.

Pemecahan masalah merupakan strategi yang ditunjukkan siswa dalam memahami, memilih pendekatan dan strategi pemecahan, dan menyelesaikan model untuk menyelesaikan masalah. Adapun indikator yang menunjukkan pemecahan masalah antara lain adalah:10

1. Menunjukkan pemahaman masalah

2. Mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam pemecahan masalah

3. Menyajikan masalah secara matematik dalam berbagai bentuk 4. Memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah secara tepat 5. Mengembangkan strategi pemecahan masalah

8

Eman Suherman, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: UPI Press,2003),h.89.

9

Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), cet.2, h.52.

10

(23)

6. Membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah 7. Menyelesaikan masalah yang tidak rutin

Pemecahan masalah pada mata pelajaran matematika dapat disajikan dalam bentuk soal yang tidak rutin yaitu soal yang untuk sampai pada prosedur yang benar diperlukan pemikiran mendalam. Sehingga pemecahan masalah dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif, logis, analitis dan sistematis atau bahkan soal dapat disajikan dalam bentuk soal cerita.

Berdasarkan uraian di atas jelas bahwa pemecahan masalah matematika merupakan suatu proses yang dilakukan siswa untuk menyelesaikan soal-soal matematika dengan melibatkan segala aspek pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebelumnya.

Kemampuan pemecahan masalah atau problem solving merupakan tingkatan untuk kerja pembelajar yang kriterianya dapat diidentifikasikan dari dua kemungkinan yakni (1) merupakan bagian dari skema, dan yang (2) merupakan hasil pengembangan kriteria baru dari proses struktur pembelajar. Tuntutan akan kemampuan pemecahan masalah dipertegas secara eksplisit dalam kurikulum tersebut yaitu, sebagai kompetensi dasar yang harus dikembangkan dan diintegrasikan pada sejumlah materi yang sesuai.

Pentingnya kemampuan penyelesaian masalah oleh siswa dalam matematika ditegaskan juga oleh Branca (1980):11

1. Kemampuan menyelesaikan masalah merupakan tujuan umum pengajaran matematika.

2. Penyelesaian masalah yang meliputi metode, prosedur dan strategi merupakan proses inti dan utama dalam kurikulum matematika .

3. Penyelesaian masalah merupakan kemampuan dasar dalam belajar matematika.

11

Ahmad Firdaus, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika. Tersedia

(24)

Kemampuan pemecahan masalah sangat penting artinya bagi siswa dan masa depannya. Menurut Suharsono (1991) para ahli pembelajaran berpendapat bahwa, “kemampuan pemecahan masalah dalam batas-batas tertentu, dapat dibentuk melalui bidang studi dan disiplin ilmu yang diajarkan”.12 Karena matematika merupakan bidang studi yang dapat membentuk kemampuan siswa dalam memecahkan suatu masalah, matematika juga dapat membantu dalam memecahkan persoalan baik dalam pelajaran lain maupun dalam kehidupan sehari-hari.

Kemampuan pemecahan masalah adalah “proses kognitif bertalian dengan kemampuan analisis, evaluasi dan kreasi”13, Bloom dalam taksonominya menggolongkan ke dalam ranah berpikir pengetahuan tingkat tinggi (higher order or higher level cognitive processes). Pernyataan ini sejalan dengan pendapat Anderson, menurutnya proses berpikir ini melibatkan “kemampuan membedakan (differentiating), pengorganisasian (organizing), atribusi (attributing), pengecekan (checking), mengkritik (critiquing), penyimpulan (generating), perencanaan (planning), dan produksi (producing)”.14

Menurut Sumarmo (2003), aktivitas-aktivitas yang tercakup dalam kegiatan pemecahan masalah meliputi:

Mengidentifikasi unsur yang diketahui, ditanyakan, serta kecukupan unsur yang diperlukan, merumuskan masalah situasi sehari-hari dan menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah (sejenis dan masalah baru) dalam atau luar matematika; menjelaskan/ menginterpretasikan hasil sesuai masalah asal; menyusun model matematika dan menyelesaikannya untuk masalah nyata dan menggunakan matematika secara bermakna.15

Dalam penelitian ini, pemecahan masalah bukanlah sebagai strategi melainkan sebagai tujuan. Dari pernyataan-pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah merupakan

12

Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer…h.53.

13http://ontarusria.tripod.com/bab2.html, 14 Juli 2010, 20:21 WIB.

14

http://ontarusria.tripod.com/bab2.html, 14 Juli 2010, 20:21 WIB. 15

(25)

kemampuan seseorang melakukan serangkaian proses dalam mencari solusi atas masalah yang dihadapi. Untuk itu perlu dilakukan usaha untuk membantu siswa menyelesaikan masalah khususnya masalah matematika yang dihadapi.

B.

Pembelajaran Matematika Terpadu Model Nested

1. Pengertian Pembelajaran Terpadu

Belajar dan pembelajaran sangat erat kaitanya, pembelajaran tidak akan berlangsung tanpa belajar sebaliknya untuk belajar diperlukan pembelajaran. Pembelajaran adalah kata benda yang diartikan sebagai proses, cara menjadikan orang/makhluk hidup belajar. Pembelajaran adalah “suatu kombinasi yang meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran”.16 Manusia yang terlibat dalam pembelajaran terdiri dari siswa, guru, dan tenaga lainnya. Material meliputi buku-buku, papan tulis, kapur, spidol, penghapus, fotografi, slide dan film, audio dan video tape. Fasilitas dan perlengkapan, terdiri dari ruangan kelas, perlengkapan audio visual, komputer. Prosedur, meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi, praktik, belajar, ujian dan sebagainya.

Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan interaksi antara guru dan peserta didik. Kualitas hubungan antara guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran sebagian besar ditentukan oleh pribadi pendidik dalam mengajar dan peserta didik dalam belajar. Hubungan tersebut mempengaruhi kesediaan peserta didik untuk melibatkan diri dalam kegiatan pembelajaran. Jadi, bila terjadi hubungan yang positif antara guru dan peserta didik, peserta didik akan berusaha sungguh-sungguh masuk ke dalam kegiatan ini.17

16

Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta : Bumi Aksara, 1995), h. 57. 17

(26)

Dalam pembelajaran guru dituntut untuk dapat memilih, menetapkan, dan mengembangkan metode dengan strategi yang optimal sehingga terjadi proses belajar guna mencapai hasil yang diinginkan. Pembelajaran diharapkan berpusat pada kegiatan siswa (student centered), karena pembelajaran diwarnai oleh organisasi dan interaksi antara berbagai komponen yang saling berkaitan untuk membelajarkan anak didik.

Pada buku Pembelajaran Terpadu dikatakan bahwa, “istilah pembelajaran terpadu berasal dari kata integrated teaching and learning atau integrated curriculum approach. Konsep ini telah lama dikemukakan oleh John Dewey sebagai usaha untuk mengintegrasikan perkembangan dan pertumbuhan siswa dan kemampuan pengetahuannya (Beans:1993)”.18

Selanjutnya ia juga mengatakan bahwa pembelajaran terpadu adalah “pendekatan untuk mengembangkan kemampuan anak dalam pembentukan pengetahuan berdasarkan interaksi dengan lingkungan dan pengalaman dalam kehidupannya”.19

Pembelajaran terpadu merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran yang secara sengaja mengaitkan beberapa aspek baik dalam intra mata pelajaran maupun antar mata pelajaran. Dengan adanya pemaduan itu, siswa akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan secara utuh, sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi siswa. Bermakna disini memberikan arti bahwa pada pembelajaran terpadu siswa akan dapat memahami konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan nyata yang menghubungkan antar konsep dalam intra mata pelajaran maupun antar mata pelajaran. Jika dibandingkan dalam konsep konvensional, maka pembelajaran terpadu tampak lebih menekankan keterlibatan siswa dalam belajar, sehingga siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran untuk membuat keputusan.

18

Udin Syaefuddin Sa’ud, dkk. Pembelajaran Terpadu…h.4.

(27)

Definisi lain tentang pembelajaran terpadu adalah “pendekatan holistik yang mengkombinasikan aspek epistemologi, sosial, psikologi dan pendekatan pendagogi untuk pendidikan anak, yaitu menghubungkan antara otak dan raga, antara pribadi dan pribadi, antara individu dan komunitas, dan antara domain-domain pengetahuan”.20 Dikatakan holistik karena dalam pembelajaran terpadu, siswa dapat memahami suatu kejadian dari berbagai sisi yang mengkombinasikan segala aspek dengan menghubungkan antara pribadi, sosial dan pengetahuan-pengetahuan dasar yang siswa miliki.

Menurut Atkinson (1989) pembelajaran terpadu merupakan “suatu aplikasi salah satu strategi pembelajaran berdasarkan pendekatan kurikulum terpadu yang bertujuan untuk menciptakan atau membuat proses pembelajaran secara relevan dan bermakna bagi anak”.21 Selanjutnya dijelaskan bahwa dalam pembelajaran terpadu didasarkan pada pendekatan inquiri, yaitu melibatkan siswa mulai dari merencanakan, mengeksplorasi, dan brain storming dari siswa. Dengan pendekatan terpadu siswa didorong untuk berani bekerja secara kelompok dan belajar dari hasil pengalamannya sendiri. Collins dan Dixon (1991) menyatakan tentang pembelajaran terpadu sebagai berikut: “integrated learning occurs when an authentic event or exploration of a topic in the driving force in the curriculum”.22 Dalam pelaksanaannya anak dapat diajak berpartisipasi aktif dalam mengeksplorasi topik atau kejadian, siswa belajar proses dan isi (materi) lebih dari satu bidang studi pada waktu yang sama.

Pembelajaran terpadu adalah pembelajaran yang diawali dengan suatu pokok bahasan atau tema tertentu yang dikaitkan dengan pokok bahasan lain, konsep tertentu dikaitkan dengan konsep lain, yang dilakukan secara spontan atau direncanakan, baik dalam satu bidang studi

20

Udin Syaefuddin Sa’ud, dkk. Pembelajaran Terpadu…h.5. 21

Bambang Aryan, Mengapa Memilih pembelajaran Terpadu?, Tersedia [Online]: http://rbaryans.wordpress.com/2007/04/19/mengapa-memilih-pembelajaran-terpadu/, [14 Juli 2010, 19:00 WIB].

22

(28)

atau lebih, dan dengan beragam pengalaman belajar anak, maka pembelajaran menjadi lebih bermakna. Dikatakan bermakna karena dalam pembelajaran terpadu, anak akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari itu melalui pengamatan langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang mereka pahami.

Pembelajaran terpadu sangat memperhatikan kebutuhan anak sesuai dengan perkembangannya yang holistik dengan melibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran baik fisik maupun emosionalnya. Untuk itu aktivitas yang diberikan meliputi aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan yang holistik, bermakna, dan otentik sehingga siswa dapat menerapkan perolehan belajar untuk memecahkan masalah-masalah yang nyata di dalam kehidupan sehari-hari.23

Pembelajaran terpadu sebagai suatu konsep dapat dikatakan sebagai suatu pendekatan belajar mengajar yang melibatkan beberapa bidang studi untuk memberikan pengalaman bermakna untuk peserta didik. Dikatakan bermakna karena dalam pengajaran terpadu, anak akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari itu melalui pengamatan langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang mereka pahami.

Pembelajaran terpadu merupakan pendekatan yang mengintegrasikan beberapa mata pelajaran yang terkait secara harmonis untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna kepada siswa. Menurut Beane (1995) pembelajaran terpadu merupakan “model yang mencoba untuk memadukan beberapa pokok bahasan”.24 Keterpaduan dalam pembelajaran ini dapat dilihat dari aspek proses atau waktu, aspek materi belajar, dan aspek kegiatan belajar mengajar. Pembelajaran terpadu dapat dilaksanakan dalam proses pembelajaran siswa SD/MI sampai SMA/MA sesuai dengan kompetensi dan materi ajar yang terdapat dalam kurikulum.

Jadi, dari berbagai pendapat mengenai pembelajaran terpadu di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran terpadu merupakan suatu

23

Bambang Aryan, Mengapa Memilih Pembelajaran Terpadu?...[14 Juli 2010, 19:00 WIB]. 24

(29)

pembelajaran yang secara sengaja mengaitkan beberapa aspek, baik dalam intra mata pelajaran maupun antar mata pelajaran. Dengan adanya pemaduan itu siswa akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan secara utuh sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi siswa.

2. Prinsip Pembelajaran Terpadu

Pembelajaran terpadu memiliki satu tema aktual, dekat dengan dunia siswa, dan ada kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Tema ini menjadi alat pemersatu materi yang beragam dari beberapa materi pelajaran. Pengajaran terpadu perlu memilih materi beberapa mata pelajaran yang mungkin dan saling terkait. Dengan demikian, materi-materi yang dipilih dapat mengungkapkan tema secara bermakna.

Pengajaran dengan pembelajaran terpadu tidak boleh bertentangan dengan tujuan kurikulum yang berlaku, sebaiknya pembelajaran terpadu harus mendukung pencapaian tujuan pembelajaran yang termuat dalam kurikulum. Materi pelajaran yang dipadukan tidak perlu terlalu dipaksakan. Artinya, materi yang tidak mungkin dipadukan tidak usah dipadukan.

Secara umum prinsip-prinsip pembelajaran terpadu dapat diklarifikasikan menjadi: “(1) penggalian tema; (2) pengelolaan pembelajaran; (3) evaluasi; (4) reaksi”.25

a. Penggalian Tema

Prinsip penggalian merupakan prinsip utama (fokus) dalam pembelajaran terpadu. Artinya tema-tema yang saling tumpang tindih dan ada keterkaitan menjadi target utama dalam pembelajaran. Dengan demikian dalam penggalian tema tersebut hendaklah memperhatikan beberapa persyaratan.

1) Tema hendaknya tidak terlalu luas, namun dengan mudah dapat digunakan untuk memadukan banyak mata pelajaran;

25

(30)

2) Tema harus bermakna, maksudnya ialah tema yang dipilih untuk dikaji harus memberikan bekal bagi siswa untuk belajar selanjutnya;

3) Tema harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan psikologis anak;

4) Tema dikembangkan harus mewadahi sebagian besar minat anak; 5) Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan

peristiwa-peristiwa otentik yang terjadi di dalam rentang waktu belajar;

6) Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangakan kurikulum yang berlaku serta harapan masyarakat (asas relevansi);

7) Tema yang dipilih hendaknya juga mempertimbangkan ketersediaan sumber belajar.

b. Pengelolaan Pembelajaran

Pengelolaan pembelajaran dapat optimal apabila guru mampu menempatkan dirinya dalam keseluruhan proses. Artinya, guru harus menempatkan diri sebagai fasilitator dan mediator dalam proses pembelajaran.

c. Evaluasi

Evaluasi pada dasarnya menjadi fokus dalam setiap kegiatan. Bagaimana suatu kerja dapat diketahui hasilnya apabila tidak dilakukan evaluasi. Dalam hal ini untuk melaksanakan evaluasi dalam pembelajaran terpadu, maka diperlukan beberapa langkah-langkah positif, antara lain:

1) Memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan evaluasi diri (self evaluation/self assessment) di samping bentuk evaluasi lainnya.

(31)

d. Reaksi

Guru harus bereaksi terhadap aksi siswa dalam semua peristiwa serta tidak mengarahkan aspek yang sempit, melainkan ke suatu kesatuan yang utuh dan bermakna. Pembelajaran terpadu memungkinkan hal ini dan guru hendaknya menemukan kiat-kiat untuk memunculkan ke permukaan hal-hal yang dicapai melalui dampak pengiring.

3. Karakteristik Pembelajaran Terpadu

Menurut Depdiknas dalam Trianto, pembelajaran terpadu sebagai suatu proses mempunyai beberapa karakteristik atau cirri-ciri, yaitu: “holistik, bermakna, otentik, dan aktif”.26

1. Holistik

Suatu gejala atau fenomena yang menjadi pusat perhatian dalam pembelajaran terpadu diamati dan dikaji dari beberapa bidang sekaligus, tidak dari sudut pandang yang terkotak-kotak.

2. Bermakna

Pengkajian suatu fenomena dari berbagai macam aspek, memungkinkan terbentuknya semacam jalinan antar konsep-konsep yang berhubungan yang disebut skemata. Hal ini akan berdampak pada kebermaknaan dari materi yang dipelajari.

Rujukan yang nyata dari segala konsep yang diperoleh, dan keterkaitannya dengan konsep-konsep lainnya akan menambah kebermaknaan konsep yang dipelajari. Selanjutnya hal ini akan mengakibatkan pembelajaran yang fungsional, siswa mampu menerapkan perolehan belajarnya untuk memecahkan masalah-masalah yang muncul di dalam kehidupannya.

26

(32)

3. Otentik

Pembelajaran terpadu memungkinkan siswa memahami secara langsung prinsip dan konsep yang ingin dipelajari melalui kegiatan belajar secara langsung.

4. Aktif

Pembelajaran terpadu menekankan keaktifan siswa dalam pembelajaran baik secara fisik, mental, intelektual, maupun emosional. Pembelajaran terpadu dikembangkan melalui pendekatan discoveri-inkuiri. Peserta didik terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran yang secara tidak langsung dapat memotivasi anak untuk belajar.

Sebagai suatu proses, pembelajaran terpadu juga memiliki karakteristik sebagai berikut:27

1. Pembelajaran berpusat pada anak (studend centered) 2. Menekankan pembentukan pemahaman dan kebermaknaan 3. Belajar melalui pengalaman langsung

4. Lebih memperhatikan proses daripada hasil semata 5. Sarat dengan muataan keterkaitan

4. Model Nested dalam Pembelajaran Matematika

Belajar matematika berarti belajar tentang konsep-konsep dan struktur-struktur yang terdapat dalam batasan yang dipelajari dalam matematika serta berusaha mencari hubungan-hubungannya. Melalui pengamatan terhadap contoh-contoh dan bukan contoh diharapkan siswa mampu menangkap pengertian suatu konsep. Selanjutnya siswa dilatih untuk membuat perkiraan, terkaan, atau kecenderungan berdasarkan kepada pengalaman atau pengetahuan yang dikembangkan melalui contoh-contoh khusus (generalisasi). Didalam proses penalarannya dikembangkan pola pikir induktif maupun deduktif.

27

(33)

Pembelajaran matematika merupakan suatu proses atau kegiatan guru mata pelajaran matematika dalam mengajarkan matematika kepada para siswanya, yang di dalamnya terkandung upaya guru untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan siswa tentang matematika yang amat beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa.

Pembelajaran matematika berlangsung dengan melibatkan siswa secara penuh, dalam artian pembelajaran yang berlangsung dapat berjalan efektif dan menyenangkan. Jika guru dapat memahami proses pemerolehan pengetahuan, maka ia dapat menentukan strategi pembelajaran yang tepat bagi siswa. Hal ini merupakan suatu tantangan bagi guru matematika untuk senantiasa berpikir dan bertindak kreatif.

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika sesungguhnya merupakan interaksi antara guru-siswa, siswa-guru dan siswa-siswa untuk mengklarifikasi pemikiran dan tindakan secara logis, kreatif, dan sistematis. Selain itu, pembelajaran matematika harus memberikan peluang kepada siswa untuk berusaha dan mencari pengalaman tentang matematika.

Pembelajaran terpadu model nested (tersarang) merupakan pengintegrasian kurikulum dalam satu disiplin ilmu secara khusus meletakan fokus pengintegrasian pada sejumlah keterampilan belajar yang ingin dilatihkan oleh seorang guru pada siswanya dalam satu unit pembelajaran untuk ketercapaian materi pembelajaran (content). Keterampilan-keterampilan belajar itu meliputi keterampilan berpikir (thingking skill), keterampilan sosial (social skill) dan keterampilan mengorganisir (organizing skill).

(34)

dan matematika dapat dipadukan keterampilan berpikir (thinking skill) dan keterampilan mengorganisir (organizing skill)”.28

Tabel 2.1

Unsur-Unsur Keterampilan Berpikir, Keterampilan Sosial dan Keterampilan Mengorganisir

Thingking Skills Social Skills Organizers Skills Prediction Inference Hypothesize Compare/contrast Classify Generalize Prioritize Evaluate Attentive listening Clarifying Paraphrasing Encouraging Accepting ideas Disagreeing Consensus seeking Summarizing Web Venn diagram Flow chart Cause-effect circle Agree/disagree chart Grid/matrix Concept map Fishbone

Model nested dalam pembelajaran matematika secara khusus memfokuskan pemaduan pada keterampilan berpikir (thinking skill) dan keterampilan mengorganisir (organizer skill) yang sudah dimiliki oleh siswa. Melalui pemaduan kedua keterampilan tersebut siswa diharapkan dapat mengklasifikasikan suatu materi dan mengorganisir materi yang didapatkan agar siswa dapat mengembangkan kemampuan yang dimiliki dalam menyelesaikan soal-soal yang membutuhkan pemikiran yang tinggi.

Kelebihan dari model nested (tersarang) adalah guru dapat memadukan beberapa keterampilan sekaligus dalam suatu pembelajaran di dalam satu mata pelajaran. Dengan menjaring dan mengumpulkan sejumlah tujuan dalam pengalaman belajar siswa, pembelajaran menjadi semakin diperkaya dan berkembang. Dengan memfokuskan pada isi pelajaran, strategi berpikir, keterampilan sosial dan ide-ide penemuan lain, satu pelajaran dapat mencakup banyak dimensi.

Kekurangan model nested (tersarang) terletak pada guru ketika tanpa perencanaan yang matang memadukan beberapa keterampilan yang menjadi target dalam suatu pembelajaran. Hal ini berdampak pada siswa,

28

(35)

dimana prioritas pelajaran akan menjadi kabur karena siswa diarahkan untuk melakukan beberapa tugas belajar sekaligus.

Gambar 2.1

Classify (thinking skill)

Function (content) Grafik (organizing skill)

Gambar 2.1

Model nested (tersarang) materi fungsi

Model nested dalam pembelajaran matematika diharapkan dapat terjadi interaksi aktif antar siswa baik secara fisik, intelektual dan emosional. Dengan segala perbedaan yang ada pada siswa, diharapkan dapat saling membantu, bekerja sama dan saling melengkapi kekurangan masing-masing, siswa juga dapat memadukan keterampilan-keterampilan yang mereka miliki dalam menyelesaikan masalah-masalah matematika terutama pada pokok bahasan fungsi. Sehingga akan tercipta kemampuan pemecahan masalah matematika yang lebih baik dari sebelumnya.

5. Pelaksanaan Pembelajaran Terpadu Model Nested

[image:35.595.110.506.175.537.2]
(36)

1. Tahap Perecanaan

a. Menentukan jenis mata pelajaran dan jenis keterampilan yang dipadukan

Karakteristik mata pelajaran menjadi pijakan untuk kegiatan awal ini. Untuk mata pelajaran sains dan matematika, dipadukan keterampilan berpikir (thinking skill) dan keterampilan mengorganisir (organizer skill).

b. Memilih kajian materi, standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator

Mengarahkan guru untuk menentukan sub keterampilan dari masing-masing keterampilan yang dapat diinttegrasikan dalam suatu unit pembelajaran.

c. Menentukan sub keterampilan yang dipadukan

Dalam matematika dipadukan keterampilan berpikir (thinking skill) dan keterampilan mengorganisir (organizer skill), dimana masing-masing terdiri atas sub-sub keterampilan yang dapat dipadukan.

d. Merumuskan indikator hasil belajar

Berdasarkan kompetensi dasar dan sub keterampilan yang telah dipilih dirumuskan indikator. Setiap indikator dirumuskan berdasarkan kaidah penulisan yang meliputi: audience, behavior, condition dan degree.

e. Menentukan langkah-langkah pembelajaran

Guru menentukan langkah-langkah pembelajaran untuk mengintegrasikan setiap sub keterampilan yang telah dipilih pada setiap langkah pembelajaran.

2. Tahap Pelaksanaan

(37)

pembelajar mandiri; Kedua, pemberian tanggung jawab individu dan kelompok harus jelas dalam setiap tugas yang menuntut adanya kerja sama kelompok; dan Ketiga, guru perlu akomodatif terhadap ide-ide yang terkadang sama sekali tidak terpikirkan dalam proses perencanaan.

3. Tahap Evaluasi

Tahap evaluasi dapat berupa evaluasi proses pembelajaran dan evaluasi hasil pembelajaran.

Berdasarkan karakteristik dan prinsip pembelajaran terpadu, maka beberapa tahapan yang dapat dikembangkan melalui pembelajaran terpadu model nested dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut:

1)Guru memilih kajian materi, standar kompetensi, kompetensi dasar, keterampilan yang akan dipadukan.

2)Guru menentukan tema terlebih dahulu. Tema dapat dipilih berdasarkan peristiwa-peristiwa yang ada dalam lingkungan siswa dan sesuai dengan perkembangan psikolog anak. Kemudian dihubungkan dengan keterampilan di dalam satu mata pelajaran. 3)Pada awal pembelajaran, guru memberikan apersepsi mengenai

materi yang akan dipelajari dan guru bertanya secara individu kepada beberapa siswa untuk melakukan penilaian awal.

4)Siswa dibuat kelompok menjadi 5-6 orang dengan kemampuan yang heterogen.

5)Kelompok siswa diberikan permasalahan berupa soal matematika yang memadukan berbagai konsep dan keterampilan (dalam bentuk LKS) yang menatang siswa, agar siswa mencari solusinya. 6)Siswa mengeksplorasi pengetahuan dengan cara memadukan

(38)

7)Saat siswa mengerjakan LKS per kelompok, guru berkeliling kelas bertindak sebagai fasilitator dan moderator, dan membimbing siswa yang mengalami kesulitan.

8)Saat siswa selesai berdiskusi secara kelompok, guru meminta perwakilan tiap kelompok yang representatif yang mewakili variasi jawaban untuk mempresentasikan hasil diskusi, melalui interaksi siswa diajak membahas permasalahan yang disajikan. 9)Di akhir pertemuan, diadakan refleksi terhadap pembelajaran yang

sudah dilaksanakan. Siswa diajak merangkum hasil pembelajaran, selanjutnya guru memberikan soal latihan sebagai pekerjaan rumah.

(39)

Belajar Matematika dengan Pembelajaran Terpadu Model Nested

Guru

Tema

Mengklasifikasikan Materi

Thinking skill Organizer

skill Siswa

Kontruksi Pengetahuan dari

Thinking skill

Kemampuan Pemecahan

Masalah

Bagan 2.1

Desain Pembelajaran Terpadu Model Nested dalam Pembelajaran Matematika

C.

Pembelajaran Konvensional

(40)

mendidik siswanya. Dalam pembelajaran konvensional, guru memiliki peranan yang sangat penting. Guru dituntut untuk menjelaskan materi dari awal hingga akhir pelajaran untuk menjamin materi tersebut dapat dipahami oleh semua siswa, jadi pada proses pembelajaran konvensional lebih berpusat pada guru.

Pembelajaran konvensional menyebabkan siswa menjadi pasif dalam proses pembelajaran, karena pembelajaran yang berlangsung lebih berpusat pada guru dan komunikasi yang terjadi adalah komunikasi satu arah. Hal ini menyebabkan kurangnya interaksi yang terjadi antara guru dengan siswa. Siswa lebih banyak mendengarkan, mencatat, dan akhirnya menghafal penjelasan yang diberikan oleh guru. Dalam proses pembelajaran siswa hanya sekali-kali bertanya mengenai hal-hal yang disampaikan oleh guru dan biasanya hal tersebut dilakukan oleh siswa yang sama. Sehingga proses pembelajaran yang berlangsung menjadi kurang efektif.

Menurut Nasution menjelaskan bahwa ciri-ciri pembelajaran biasa adalah:

(1) tujuan tidak dirumuskan secara spesifik dalam bentuk kelakuan yang dapat diamati dan diukur, (2) bahan pelajaran disajikan kepada kelompok, kepada kelas sebagai keseluruhan tanpa memperhatikan siswa secara individual, (3) kegiatan pembelajaran umumnya berbentuk ceramah, kuliah, tugas tertulis, dan media lain menurut pertimbangan guru, (4) siswa umumnya pasif karena dominan mendengarkan uraian guru, (5) dalam hal kecepatan belajar, semua siswa harus belajar dengan kecepatan yang umum ditentukan oleh kecepatan guru mengajar, (6) keberhasilan belajar umumnya dinilai oleh guru secara subjektif, (7) diharapkan bahwa hanya sebagian kecil saja yang menguasai bahan pelajaran secara tuntas, sebagian lain akan menguasainya sebagian saja, dan ada lagi yang gagal, (8) guru terutama berfungsi sebagai penyalur pengetahuan (sebagai sumber informasi/pengetahuan). 29

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika secara konvensional adalah suatu kegiatan pembelajaran yang

29

(41)

dilakukan oleh guru pada umumnya dimana guru mendominasi kelas dengan metode ceramah dan tanya jawab, siswa hanya menerima saja apa yang disampaikan oleh guru, sehingga aktivitas siswa dalam pembelajaran menjadi pasif dan proses belajar siswa menjadi kurang bermakna.

D.

Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian (skripsi) yang dilakukan oleh Dwi Wahyuni (2009) dengan judul “Pengaruh Pembelajaran Terpadu Model Nested terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa” (studi eksperimen di SDN Sukamulya 1 Tangerang). Jurusan pendidikan matematika fakultas ilmu tarbiyah dan keguruan Universitas Islam Negeri Jakarta. Memiliki kesimpulan : Pembelajaran terpadu model nested dalam pembelajaran matematika memiliki pengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar matematika kelas eksperimen sebesar 70,26 dan kelas kontrol 61,80.

Penelitian (skripsi) yang dilakukan oleh Eric Dwi Putra (2009) dengan judul “Pembelajaran Terpadu dengan menggunakan Model Nested pada Mata Pelajaran Matematika di SDN 1 Panji Lor Situbondo”. Program strata satu Universitas Muhammadiyah Malang. Memiliki kesimpulan : Respon siswa dan guru pada pembelajaran terpadu model nested dalam pelajaran matematika sangat baik dan terbukti efektif. Aktivitas siswa selama pembelajaran matematika menggunakan pembelajaran terpadu model nested adalah dengan rata-rata 81,02% dalam memperhatikan guru, 78,22% dalam partisipasi, 81,46% dalam kecepatan dan kreativitas, 78,23% dalam menjawab pertanyaan.

E.

Kerangka Berpikir

(42)

Dalam pendidikan formal, pembelajaran matematika dimulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) hingga Perguruan Tinggi. Matematika merupakan bidang studi yang sangat penting, karena matematika sebagai ilmu dasar dalam mempelajari berbagai keahlian dan kejuruan. Dengan belajar matematika, seseorang akan dilatih untuk berpikir jelas, tepat dan cepat. Tetapi, sampai saat ini matematika masih dikategorikan sebagai pelajaran yang sulit dan rumit oleh sebagian besar siswa.

Kesulitan siswa yang dihadapi untuk memahami matematika tidak mereka jadikan sebuah tantangan, melainkan menjadi sebuah beban dalam belajar. Tidak jarang muncul keluhan bahwa matematika cuma bikin pusing siswa dan dianggap sebagai momok yang menakutkan bagi siswa. Begitu beratnya gelar yang disandang matematika yang membuat kekhawatiran pada prestasi belajar matematika siswa.

Kebanyakan guru dalam mengajar matematika terlau menekankan pada penguasaan sejumlah informasi/konsep belaka. Penumpukan informasi/konsep pada peserta didik dapat saja kurang bermanfaat bahkan tidak bermanfaat sama sekali jika hal tersebut hanya dikomunikasikan oleh guru kepada peserta didik melalui satu arah. Kenyataan di lapangan peserta didik hanya menghafal konsep dan kurang mampu menggunakan konsep tersebut jika menemui masalah dalam kehidupan nyata yang berhubungan dengan konsep yang dimiliki. Lebih jauh lagi bahkan peserta didik kurang mampu menentukan masalah dan merumuskannya, sehingga mereka mengalami kesulitan dalam memecahan masalah matematika.

Model pembelajaran yang digunakan saat ini terkesan monoton, siswa hanya diberikan rumus-rumus yang sudah ada di dalam buku, siswa hanya diminta untuk menghafal rumus-rumus tersebut tanpa mengetahui manfaat dari penggunaan rumus tersebut.

(43)

Dalam hal ini, peneliti tertarik menggunakan pembelajaran terpadu model nested dalam proses pembelajaran matematika di kelas. Peneliti tertarik menggunakan pembelajaran ini, karena melalui pembelajaran terpadu model nested guru dapat memadukan berbagai keterampilan belajar yang ingin dilatihkan kepada siswanya dalam suatu unit pembelajaran untuk ketercapaian materi pelajaran. Sesuai dengan karakeristik mata pelajaran, dalam matematika dipadukan keterampilan berpikir (thinking skill) dan keterampilan mengorganisir (organizing skill). Dengan memadukan keterampilan berpikir (thinking skill) dan keterampilan mengorganisir (organizing skill), diharapkan siswa dapat menyelesaikan berbagai masalah matematika, baik masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari maupun masalah matematika non rutin.

F.

Pengajuan Hipotesis

(44)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP PGRI 1 Ciputat, pada siswa kelas VIII semester ganjil tanggal 22 September sampai dengan tanggal 20 Oktober tahun ajaran 2010/2011.

B.

Metode dan Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian semu (quasi eksperimental), yaitu metode eksperimen yang tidak memungkinkan peneliti melakukan pengontrolan penuh terhadap variabel dan kondisi eksperimen.

Peneliti akan mengujicobakan pembelajaran terpadu model nested terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa, kemudian membandingkan hasil tes kemampuan pemecahan masalah siswa yang menggunakan pembelajaran terpadu model nested (kelas eksperimen) dengan siswa yang diajarkan dengan menggunakan pembelajaran konvensional (kelas kontrol).

Desain penelitian yang digunakan adalah Randomized Control Group Only Design, dengan desain sebagai berikut:1

Kelompok Perlakuan Posttest

E X T1

[image:44.595.110.514.175.675.2]

K T2

Gambar 3.1 Desain Penelitian

1

Subana dan Sudrajat, Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), Cet.II, h.100.

.

(45)

Keterangan :

E : Kelompok Eksperimen K : Kelompok Kontrol

X : Perlakuan menggunakan pembelajaran terpadu model nested T1 : Hasil post test kelompok eksperimen

T2 : Hasil post test kelompok kontrol

Rancangan ini terdiri atas dua kelompok, satu kelompok eksperimen diberikan perlakuan dan satu kelompok kontrol yang tidak diberikan perlakuan. Pada keduanya dilakukan pasca-uji dan hasilnya dibandingkan.

C.

Populasi dan Sampel

Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) PGRI 1 Ciputat dan populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII pada semester Ganjil tahun ajaran 2010/2011 yang terbagi dalam 10 kelas. Penempatan siswa SMP PGRI 1 Ciputat dilakukan secara merata dalam kemampuan, artinya tidak ada kelas unggulan serta kurikulum yang diberikan juga sama, maka karakteristik antar kelas dapat dikatakan homogen, sedangkan karakteristik dalam kelas cukup heterogen, artinya ada siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.

(46)

D.

Teknik Pengumpulan Data

Data diperoleh dari hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematika dari kedua kelompok siswa dengan pemberian tes yang sama yang dilakukan pada akhir pokok bahasan materi yang telah dipelajari.

Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengumpulan data tersebut adalah sebagai berikut:

1. Variabel yang Diteliti

a. Variabel bebas : Pembelajaran terpadu model nested

b. Variabel terikat : Kemampuan pemecahan masalah matematika 2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah sampel yang terdiri dari siswa yang berada di kelas kontrol dan eksperimen, guru mata pelajaran matematika dan peneliti.

3. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes berbentuk uraian sebanyak 7 butir soal untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada pokok bahasan fungsi. Tes ini diberikan sesudah diberi perlakuan pada kedua kelompok (kelompok kontrol dan kelompok eksperimen).

4. Uji Instrumen Penelitian

Sebelum instrumen digunakan, instrumen tersebut diuji cobakan terlebih dahulu. Instrumen yang digunakan untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah adalah tes uraian sebanyak 7 soal. Soal-soal tersebut mengacu pada proses kognitif yang bertalian dengan kemampuan analisis, evaluasi dan kreasi.

(47)

a. Uji Validitas

Validitas adalah “suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen”.2 Suatu instrumen kemampuan pemecahan masalah matematika dikatakan memiliki validitas jika hasilnya sesuai dengan kriterium, dalam arti memiliki kesejajaran antara hasil tes tersebut dengan kriterium.

Tes yang digunakan dalam penelitian perlu dilakukan uji validitas agar ketepatan penilaian terhadap konsep yang dinilai sesuai, sehingga betul-betul menilai apa yang harus dinilai. Dalam hal ini, peneliti menggunakan validitas isi (content validity) untuk mengukur valid atau tidaknya suatu instrumen. Suatu tes dikatakan memliki validitas isi apabila mengukur tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran yang diberikan. Karena materi yang diajarkan tertera dalam kurikulum maka “validitas isi ini sering juga disebut validitas kurikuler”.3

Validitas isi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menyusun tes yang bersumber dari kurikulum (standar kompetensi pokok bahasan). Kemudian diberikan kepada para rater untuk dinilai. Di awal pembuatan instrumen, penulis membuat 7 butir soal untuk meminta pendapat para panelis, ternyata setelah dikoreksi, ada 2 butir soal yang harus diubah dari bentuk soal cerita menjadi soal matematika. Setelah dikoreksi kembali kepada para rater, semua soal bisa digunakan sebagai instrumen tes hanya saja ada beberapa soal yang harus diperbaiki redaksinya atau indikator soal. Berikut ini adalah keterangannya:

1. Keempat rater menyatakan soal no 1 dan 2 ke dalam kategori sangat tepat dan bisa digunakan sebagai instrumen tes.

2Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006),cet.13,h.168. 3Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pembelajaran,(Jakarta: Bumi Aksara,

(48)

2. Untuk soal no 5, dua rater memberi skor 1, karena indikator soal tidak menunjukkan kesesuaian dengan soal yang ada, jadi peneliti hanya mengubah redaksi indikator yang ada.

3. Pada soal no 3, 4, 6 dan 7 bisa digunakan sebagai instrumen tes hanya saja harus diperbaiki redaksi dari indikator soal dan juga kalimat pada soal yang telah dibuat.

[image:48.595.111.519.90.748.2]

Berikut ini perincian kisi-kisi instrumen tes yang akan diujikan kepada kedua kelompok:

Tabel 3.1

Kisi-Kisi Instrumen Tes

Standar

Kompetensi Materi Indikator Soal No Butir

Soal

Relasi

Memecahkan masalah sehari- hari yang

berkaitan dengan konsep relasi 1 Korespondensi satu-satu Memecahkan masalah sehari-hari yang

berkaitan dengan konsep korespondensi satu-satu

2

Rumus Fungsi

Memecahkan masalah sehari-hari yang

berkaitan dengan konsep rumus fungsi

3 Memahami bentuk

aljabar,

(49)

prosedur matematika yang berkaitan dengan konsep nilai fungsi

Nilai Fungsi

Memecahkan masalah sehari-hari yang

berkaitan dengan konsep nilai fungsi

[image:49.595.113.518.111.529.2]

5

Grafik Fungsi

Memecahkan masalah dengan menggunakan berbagai macam keterampilan dan prosedur matematika yang berkaitan dengan konsep grafik fungsi

6

Grafik Fungsi

Memecahkan masalah sehari-hari yang

berkaitan dengan konsep grafik fungsi

7

b. Reliabilitas Interrater

Koefisien reliabilitas interrater atau antar penilai ditentukan berdasarkan hasil penilaian ketepatan butir mengukur indikator. Interrater atau penilai adalah pakar substansi dalam pembelajaran matematika. Untuk mengetahui koefisien reliabilitas instrument tes kemampuan pemecahan masalah matematika, digunakan rumus sebagai berikut:4

4

(50)

Keterangan:

r = reliabilitas kesesuaian penilai i = no butir 1, 2, 3,…, 7

j = responden; A, B, C dan D

Adapun prosedur pengujiannya sebagai berikut:

1. Menentukan JKtotal dengan rumus: JKtotal = 2. Menentukan JKbaris dengan rumus:

3. Menentukan JKkolom dengan rumus:

4. Menentukan JKeror dengan rumus: JKeror= JKe= JKT – JKb – JKk dbb = b – 1 ; dbe = (b – 1)(k – 1)

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien reliabilitas interrater adalah 0,64.5 Dengan demikian soal tes kemampuan pemecahan masalah matematika memiliki 64% kesamaan antara materi yang diajar dengan kurikulum.

E.

Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif yaitu suatu teknik analisis yang penganalisaannya dilakukan dengan perhitungan, karena berhubungan dengan angka, yaitu dari hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematika yang diberikan. Penganalisaanya dilakukan dengan membandingkan hasil tes kelas kontrol yang dalam pembelajarannya menggunakan pembelajaran konvensional dengan kelas eksperimen yang dalam pembelajarannya menggunakan pembelajaran terpadu model nested.

Dari data yang telah didapat, kemudian dilakukan perhitungan statistik deskriptif dengan membuat distribusi frekuensi, hitungan mean, median,

5

(51)

modus, varians, simpangan baku, ketajaman dan kemiringan (kurtosis). Kemudian dilakukan uji prasyarat analisis dengan uji Chi-kuadrat dan uji Fisher. Kemudian dilakukan uji statistik inferensia dengan melakukan analisis perbandingan antara kedua kelas tersebut untuk mengetahui kontribusi pembelajaran terpadu model nested terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Perhitungan statistik yang digunakan yaitu:

1. Uji Prasyarat Analisis a. Uji Normalitas

Uji normalitas diperlukan untuk menguji apakah sampel data berdistribusi normal atau tidak. Apabila hasil pengujian menunjukkan bahwa sebaran data berdistribusi normal maka dalam menguji kesamaan dua rata-rata digunakan uji t.

Apabila hasil pengujian menunjukkan bahwa sebaran data tidak berdistribusi normal maka untuk menguji kesamaan dua rata-rata digunakan statistik nonparametik, yaitu salah satunya adalah uji Mann Whitney. Rumus statistik uji yang digunakan adalah sebagai berikut:

di mana,

U = statistik uji Mann Whitney

n1, n2 = ukuran sampel pada kelompok 1 dan 2

R1 = jumlah ranking yang diberikan pada kelompok yang ukuran sampelnya n1

Untuk menguji normalitas digunakan uji Chi-kuadrat, adapun prosedur pengujian adalah sebagai berikut:6

1. Menentukan hipotesis

H0= sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal H1= sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal 2. Menentukan rata-rata

3. Menentukan Standar Deviasi

6

(52)

4. Membuat daftar frekuensi observasi dan frekuensi ekspektasi a. Rumus banyak kelas interval: (aturan Struges)

K = 1 + 3,3 log (n) ; dengan n = banyaknya subjek b. Rentang (R) = skor terbesar – skor terkecil

c. Panjang kelas (P) =

5. Cari χ2hitung dengan rumus

6. Cari dengan derajat kebebasan (dk) = banyak kelas (k) –3

dan taraf kepercayaan 95% dan taraf signifikansi = 5% 7. Kriteria pengujian:

Terima H0 jika , maka H0 diterima dan H1

ditolak (subjek berdistribusi normal).

Tolak H0 jika , maka H0 ditolak dan H1 diterima (subjek tidak berdistribusi normal).

b. Uji Homogenitas

Setelah uji normalitas, peneliti melakukan uji homogenitas beberapa bagian sampel, yakni seragam tidaknya variansi sampel-sampel yang diambil dari populasi yang sama. Uji homogenitas yang digunakan adalah uji F (fisher), dengan langkah-langkah sebagai berikut:7

1. Menentukan Hipotesis

2. Cari Fhitung dengan menggunakan rumus: F = 3. Tetapkan taraf signifikan ( )

4. Hitung Ftabel dengan rumus: Ftabel = F1/2 (n1-1, n2-1)

5. Tentukan kriteria pengujian H0 yaitu:

Jika Fhitung Ftabel, maka H0 diterima (homogen) dan H1 ditolak.

7

(53)

Jika Fhitung Ftabel, maka H0 ditolak (tidak homogen) dan H1 diterima.

Adapun pasangan hipotesis yang akan diujikan adalah: H0 : kedua kelompok sampel berasal dari populasi yang sama H1 : kedua kelompok sampel berasal dari populasi yang berbeda

2. Uji Hipotesis

Setelah dilakukan pengujian populasi data dengan menggunakan uji normalitas dan uji homogenitas, maka dilakukan uji hipotesis dengan uji “t”. Rumus uji t yang digunakan adalah:

a. Untuk sampel yang homogen8

= di mana:

= Keterangan :

= nilai rata-rata hitung data kelompok eksperimen

= nilai rata-rata hitung data kelompok kontrol n1 = jumlah siswa kelompok eksperimen

n2 = jumlah siswa kelompok kontrol S12= varians kelompok eksperimen S22= varians kelompok kontrol

Setelah harga thitung didapat, maka peneliti menguji kebenaran kedua hipotesis tersebut dengan membandingkan besarnya thitung dengan ttabel, dengan terlebih dahulu menetapkan derajat kebebasan dengan rumus: dk = (n1 + n2 – 2).

(54)

Dengan diperolehnya dk, maka dapat dicari harga ttabel pada taraf signifikansi 5%. Dengan criteria pengujiannya sebagai bertikut:

Jika thitung < ttabel maka H0 diterima.

Jika thitung ttabel maka H0 ditolak.

b. Untuk sampel yang tak homogen (heterogen)9 1. Mencari nilai thitung dengan rumus:

2. Menentukan derajat kebebasan dengan rumus:

3. Mencari ttabel dengan taraf signifikansi ( ) 5% 4. Kriteria pengujian hipotesis:

Jika thitung ttabel maka H0 dit

Gambar

Grafik (organizing skill)
Gambar 3.1 Desain Penelitian
Tabel 3.1 Kisi-Kisi Instrumen Tes
Grafik Fungsi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Model Pembelajaran Matematika Berbasis Kemampuan Pemecahan Masalah disingkat PMBKPM adalah bentuk kegiatan pembelajaran matematika berbasis kemampuan pemecahan masalah

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan generalisasi matematis siswa yang mendapatkan pelajaran matematika dengan model pembelajaran

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dan kecemasan terhadap matematika pada materi Bangun Ruang Sisi Datarkelas

Peningkatan dari tes kemampuan awal ke siklus I juga belum mencapai tingkat kemampuan atau ketuntasan klasikal secara keseluruhan, sehingga diberikan tindakan siklus II

Lembar observasi kemampuan guru diberikan kepada pengamat untuk diisi dengan menuliskan tanda ceklis ( √ ) sesuai dengan keadaan yang diamati. Observer

Model pembelajaran investigasi kelompok dapat dimanfaatkan untuk menjadi alternatif dalam menciptakan pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan pemecahan

Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran konstruktif pada mata pelajaran matematika, manfaat media bersih pada materi kubus

Tugas yang diberikan guru kepada kelompok dengan menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) mampu dikerjakan dengan baik. Siswa dalam satu kelompok menunjukan saling membantu untuk