• Tidak ada hasil yang ditemukan

Formulai dan Uji Aktivitas Antioksidan Krim Anti-Aging Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) dengan Metode DPPH (1,1 Dipenil-2 PicrilHidrazil).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Formulai dan Uji Aktivitas Antioksidan Krim Anti-Aging Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) dengan Metode DPPH (1,1 Dipenil-2 PicrilHidrazil)."

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

Formulasi dan Uji Aktivitas Antioksidan Krim

Anti-Aging

Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah Manggis (

Garcinia

magostana

L.) dengan Metode DPPH (

1,1

-

Diphenyl-2-Picril Hydrazil

)

SKRIPSI

DESI SYIFA NURMILLAH HARUN NIM : 1110102000010

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI

(2)

ii

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Formulasi dan Uji Aktivitas Antioksidan Krim

Anti-Aging

Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah Manggis (

Garcinia

magostana

L.) dengan Metode DPPH (

1,1

-

Diphenyl-2-Picril Hydrazil

)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

DESI SYIFA NURMILLAH HARUN NIM : 1110102000010

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI

(3)

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya

nyatakan dengan benar

.

Nama : Desi Syifa Nurmillah H.

NIM : 1110102000010

Tanda Tangan :

(4)

iv Nama : Desi Syifa Nurmillah Harun

NIM : 1110102000010

Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Formulasi dan Uji Aktivitas Antioksidan Krim Anti-Aging

Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah Manggis (Garcinia magostana

L.) dengan Metode DPPH (1,1-Diphenil-2-Picril Hidrazil).

Pembimbing I

Sabrina, M. Farm., Apt NIP. 197902222007102001

Pembimbing II

Nelly Suryani, Ph. D., Apt NIP. 196510242005012001

Mengetahui,

Kepala Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

(5)

Skripsi ini diajukan oleh

Nama : Desi Syifa Nurmillah Harun

NIM : 1110102000010

Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Formulasi dan Uji Aktivitas Antioksidan Krim Anti-Aging

Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah Manggis (Garcinia magostana

L.) dengan Metode DPPH (1,1-Diphenil-2-Picril Hidrazil).

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing 1: Sabrina, M. Farm, Apt ( )

Pembimbing 2: Nelly Suryani, Ph. D, Apt ( ) Penguji 1 : Ofa Suzanti Betha, M. Si, Apt ( )

Penguji 2 : Eka Putri, M. Si, Apt ( )

Ditetapkan di : Jakarta

(6)

vi UiN Syarif Hidayatullah Jakarta Nama : Desi Syifa Nurmillah Harun.

Program Studi : Farmasi

Judul : Formulai dan Uji Aktivitas Antioksidan Krim Anti-Aging

Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) dengan Metode DPPH (1,1 Dipenil-2 PicrilHidrazil).

Kulit buah manggis (garcinia mangostana L) memiliki aktivitas antioksidan karena mengandung senyawa α mangostin, mangostin, dan mangostin. Senyawa tersebut mencegah radikal bebas yang dapat menyebabkan penuaan dini. Penentuan aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode peredaman radikal bebas DPPH dengan menghitung nilai IC50 dimana nilai IC50 ekstrak etanol 50%

kulit buah manggis yang didapatkan adalah 9,725 g/mL. Pada penelitian ini,

ekstrak etanol 50% kulit buah manggis diformulasikan menjadi sediaan krim anti-aging dengan menggunakan variasi nilai HLB emulgator span 60 dan tween 80 (4,95; 5,7; 6,8). Krim disimpan pada tiga suhu yakni suhu ruang, suhu 30oC dan suhu 35oC selama 10 hari. Selanjutnya dilakukan uji stabilitas fisik krim meliputi organoleptis, pH, viskositas dan sentrifugasi yang dilakukan pada hari ke-0 dan hari ke-10. Berdasarkan hasil uji stabilitas fisik terhadap ketiga krim anti-aging

(7)

Name : Desi Syifa Nurmillah Harun. Program Study : Pharmacy

Title : Formulation and determination the antioxidant activity of anti-aging cream of the 50% ethanolic extract of mangosteen rind (Garcinia mangostana L.) by using DPPH method

Mangosteen rind (Garcinia mangostana L.) has the antioxidant activity, because it is rich of α mangostin, mangostin, and mangostin. These compounds have the ability to prevent free radical which can cause premature aging. The previous study has determined the antioxidant activity of mangosteen rind (Garcinia mangostana L.) extract and the result showed IC50 of mangosteen rind (Garcinia

mangostana L.) extract is 9.725 g/mL. In this study, 50% ethanolic extract of

mangosteen rind (garcinia mangostana L.) formulated into anti-aging cream by varying the value of HLB emulgators span 60 and tween 80 (4,95; 5,7; 6,8). Cream is stored at three different temperatures ie room temperature, 30oC and 35oC temperature for 10 days. Furthermore, physical stability test of creams was determined based on organoleptic test, pH, viscosity and centrifugation were performed on day 0 and 10th day. Based on test results of physical stability of three anti-aging cream 50% ethanolic extract of mangosteen rind (Garcinia mangostana L.), creams formula II with the HLB value of 5,7 indicated as the best formula. Antioxidant activity test carried out on the best cream formula that has been stored 10 days at room temperature, 30oC and 35oC temperature. The IC50 value of cream formula II at room temperature is (18,2338 g/mL), which had

better antioxidant activity than at temperature 30oC and 35oC with IC50 value

respectively of (18,409 g/mL) and (19,44 g/mL).

(8)

viii UiN Syarif Hidayatullah Jakarta

Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul “ Formulasi dan

Uji Aktivitas Antioksidan Krim Anti-Aging Ekstral Etanol 50% Kulit Buah Manggis (Garinia mangotana L.) dengan metode DPPH (1,1-Dipinil-2-Picril Hirazil).” Shalawat serta salam penulis curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat serta kita sebagai umatnya.

Penulis menyadari bahwa dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak

akan terwujud tanpa adanya bantuan, pembimbing, dan dukungan dari berbagai

pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. (hc). Dr. M.K. Tadjudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Drs. Umar Mansur, M.Sc selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Sabrina, M.Farm. Apt. dan Nelly Suryani, Ph. D., Apt. sebagai dosen

pembimbing yang dengan sabar telah memberikan banyak masukan,

bimbingan dan dukungan kepada penulis.

4. Ayahanda tercinta Harun Al-rasyid dan ibunda tercinta Marpuah yang

selalu memberikan kasih sayang, semangat, dukungan baik moril maupun

materi serta doa yang tak terhingga di setiap langkah penulis.

5. Adikku tersayang Ismi Yunita H. dan Ray. Ramadhani yang telah

meluangkan waktu untuk membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi

ini.

6. nenekku tersayang yang telah memberikan dukungan kepada penulis.

7. Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan

hingga penulis dapat menyelesaikan studi di Program Studi Farmasi

FIKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

(9)

9. Temen-temen seperjuangan manggis, Liana Puspita Cahyaningrum, Mira

Karisma, Nirmala Kasih, dan Hanny Narulita, terima kasih buat dukungan,

semangat, dan motivasi sejak awal penelitian sampai akhir penelitian.

10.Teman – teman Farmasi 2010 Andalusia atas persaudaraan, kebersamaan telah banyak membantu penulis baik selama pengerjaan skripsi ini maupun

selama di bangku perkuliahan.

11. Teman-teman satu kosan, teman satu kamar Farida Kusuma Ningrum dan

Ibu kosan Ibu Selli yang banyak membantu penulisan baik selama

pengerjaan skripsi ini maupun di bangku perkuliahan.

12.Laboran Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu

mempersiapkan alat dan bahan selama penelitian.

13.Semua pihak yang telah membantu selama penelitian dan penyelesaian

skripsi baik secara langsung maupun tidak langsung yang namanya tidak

dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda atas semua bantuan,

dan dukungan yang diberikan.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih belum

sempurna dan banyak kekurangan. Oleh karena itu saran serta kritik yang

membangun sangat diharapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis

dan pembaca. Amiin Ya Rabbal‟alamiin.

Jakarta, September 2014

(10)

x UiN Syarif Hidayatullah Jakarta Sebagai sivitas akademika Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Desi Syifa Nurmillah Harun

NIM : 1110102000010

Program Studi : Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Jenis Karya : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah

saya, dengan judul :

FORMULASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN KRIM ANTI-AGING EKSTRAK ETANOL 50% KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia magostana L.) DENGAN METODE DPPH (1,1-Diphenil-2-Picril Hidrazil)

untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital

Library Perpustakaan Universitas islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.

Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan

sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta

Pada Tanggal : 26 September 2014

Yang menyatakan,

(11)

JUDUL SKRIPSI ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINILLITAS ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... vi

HALAMAN PENGESAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... vii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... x

(12)

xii UiN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.5 Proses Penuaan pada Kulit ... 13

2.5.1 Mekanisme Photoaging ... 14

2.6 Radikal Bebas ... 15

2.7 Antioksidan ... 16

2.8 Uji Aktivitas Antioksidan... 17

2.8.1 Metode DPPH ... 17

2.8.2 Metode Reducing Power ... 18

2.8.3 Metode Aktivitas Radikal Bebas Nitrogen Monookisda ... 19

2.8.4 Metode Aktivitas Radikal Bebas Ion Ferro (Pembentukkan logam Kelat) ... 19

3.3.1 Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) ... 28

3.3.2 Formulasi Krim Anti-aging Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah Manggis (Garcinia mangsotana L.) ... 29

(13)

Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) ... 31

BAB IV HASIL DAN PMBAHASAN ... 34

4.1 Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah Manggis (Gaecinia mangostana L.)... 34

4.2 Evaluasi Hasil Uji Stabilitas Krim pada Penyimpanan Suhu Ruang, Suhu 30oC, dan Suhu 35oC ... 35

4.3 Evaluasi Hasil Uji Stabilitas Cycling Test pada Suhu 4oC dan 40oC ... 39

4.4 Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Krim Hari Ke-0... 41

4.5 Hasil Uji Aktivitas Krim Terbaik Setelah Hari Ke-10 ... 42

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 45

5.1 Kesimpulan... 45

5.2 Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46

(14)

xiv UiN Syarif Hidayatullah Jakarta Halaman

Tabel 1. Formula Krim Anti-aging Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah Manggis

(Garcinia mangostana L.) ... 30

Tabel 2. Hasil Absorbansi, % Inhibisi Dan IC50 Ekstrak Dan Vitamin C ... 35

Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Viskositas ... 36

Tabel 4. Hasil Pemeriksaan Sentrifugasi ... 37

Tabel 5. Hasil Pemeriksaan pH ... 37

Tabel 6. Hasil Pemeriksaan Penampilan dan Homogenitas Krim pada suhu ruang, suhu 30oC dan suhu 35oC... 38

Tabel 7. Hasil Pemeriksaan Penampilan dan Homogenitas Krim pada Uji Cycling Test ... 39

Tabel 8. Hasil Pemeriksaan Sentrifugasi Cycling Test ... 40

Tabel 9. Hasil Pemeriksaan pH Cycling Test ... 40

Tabel 10. Hasil Absorbansi, % Inhibisi Dan IC50 Formula Krim I, II dan III ... 41

(15)

Halaman

Gambar 1. Pohon dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) ... 4

Gambar 2. Inti xanthone dengan jumlah IUPAC karbon dan struktur

kimia dari xanthones yang paling banyak dipelajari ... 6

Gambar 3. Struktur Kulit ... 9

Gambar 4. Mekanisme Photoaging ... 15

Gambar 5. Mekanisme penangkapan radikal DPPH oleh antioksian

(16)

xvi UiN Syarif Hidayatullah Jakarta Halaman

Lampiran 1. Data Karakterisasi Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah Manggis ... 51

Lampiran 2. CoA Asam Askorbat. ... 52

Lampiran 3. CoA Asam Askorbat ... 53

Lampiran 4. CoA DPPH ... 54

Lampiran 5. Alat Penelitian ... 57

Lampiran 6. Alur Penelitian ... 58

Lampiran 7. Perhitungan HLB ... 60

Lampiran 8. Perhitungan Bahan Krim ... 61

Lampiran 9. Pembuatan Larutan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak dan Kontrol Positif Vitamin C ... 63

Lampiran 10. Pembuatan Larutan Uji Aktivitas Antioksidan Formula Krim ... 65

Lampiran 11. Skema Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah Manggis Menggunakan Metode DPPH ... 66

Lampiran 12. Perhitungan % Inhibisi, IC50 dan AAI Ekstrak dan Vitamin C .... 68

Lampiran 13. Perhitungan % Inhibisi, IC50 dan AAI Formula Krim I, II dan III ... 71

Lampiran 14. Perhitungan % Inhibisi, IC50 dan AAI Formula Krim II pada Suhu 25oC, 30oC dan 35oC ... 74

Lampiran 15. Panjang Gelombang DPPH ... 75

(17)

HLB : Hydrophylic Lipophylic Balance

DPPH : 1,1-dipheny-2-lpricyl hydrazil

UV-Vis : Ultraviolet-Visible

rpm : Rotation Per Minute

AAI : Antioxidant Activity Index

Cp : CentiPoise

CO2 : Karbon Dioksida

ROS : Reaktive Oxygen Species

GML : Garcinia mangostana L

UV : Ultra Violet

DNA : Deoxyribose Nucleic Acid

IC50 : Inhibitor Concentration 50

nm : Nanometer

mM : Milimolar

(18)

1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

merupakan suatu proses biologis kompleks yang dihasilkan dari penuaan intrinsik

(dari dalam tubuh seperti genetik) dan perubahan yang berkembang seiring waktu

serta dampak ekstrinsik disebabkan oleh faktor lingkungan. Faktor ekstrinsik yang

sangat berperan dalam penuaan adalah ekspresi wajah repetitive, posisi tidur yang

buruk, merokok dll. Tanda-tanda eksternal dari penuaan kulit yakni kerutan halus,

kulit tipis dan transparan, bintik-bintik pigmen, kulit kendur, kulit kering dengan

atau tanpa gatal, ketidak mampuan untuk berkeringat cukup, rambut beruban,

rambut rontok, rambut yang tidak diinginkan, penipisan lempeng kuku, hilangnya

kuku setengah bulan dll. (Mackiewicz and Rimkevicius, 2008)

Dari semua faktor tersebut, teori radikal bebas merupakan teori yang

sering dikaitkan sebagai penyebab faktor-faktor penuaan dini. Radikal UV

merupakan pemicu yang sangat potensial dalam pembentukan radikal bebas ROS

(Reaktive Oxygen Species) pada kulit (Masaki, 2010). Radikal bebas adalah suatu

atom atau molekul yang sangat reaktif dengan elektron yang tidak memiliki

pasangan (Winarsi, M.S, 2007). Pada kulit, radikal bebas yang diproduksi

berlebih akan merusak kolagen pada membran sel kulit, sehingga kulit menjadi

kehilangan elastisitasnya dan menyebabkan terjadinya keriput (Pamela, 2008)

Senyawa yang dapat menangkal radikal bebas adalah antioksidan. Sebagai

bahan aktif, antioksidan digunakan untuk melindungi kulit dari kerusakan akibat

oksidasi sehingga dapat mencegah penuaan dini (Masaki, 2010). Antioksidan

memiliki berat molekul kecil, tetapi mampu menginaktivasi berkembangnya

radikal. Antioksidan juga merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi

oksidasi, dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif,

akibatnya kerusakan sel akan dihambat. Salah satu antioksidan yang terdapat di

alam adalah kulit buah manggis.

Kulit buah manggis merupakan bagian dari buah manggis yang umumnya

(19)

kulit buah manggis sebelumnya telah diketahui bahwa kulit buah manggis

mempunyai aktifitas biologis sebagai antibakteri, antifungi, antiinflamasi,

antileukimia, anti-agregasi platelet, dan juga memiliki aktivitas antituberkulosis

(Pradipta, nikodemus, & susilawati, 2009).

Dalam penelitian Weecharangsan et al (2006) disebutkan bahwa aktivitas

antioksidan ekstrak kulit buah manggis yang diekstrasi dengan pelarut air, etanol

50% dan 95% serta etil asetat memiliki aktivitas antioksidan dengan

menggunakan metode perendaman radikal bebas DPPH. Potensi antioksidan

terbesar dimiliki oleh ekstrak air dan etanol 50% dengan IC50 berturut-urut adalah

34,8 dan 30,78 ppm. Jung et al (2006) melakukan isolasi senyawa kandungan

pada kulit buah manggis. Dari hasil penelitian tersebut yang mempunyai aktivitas

antioksidan paling tinggi adalah 8-hidroksikudraxanton, gartanin,

alpha-mangostin, gamma-mangostin dan smeathxanton.

Antioksidan dapat digunakan sebagai anti-aging yang dapat mencegah

penuaan dini, untuk penggunaan yang menyenangkan maka diperlukan kosmetik

anti-aging dengan antioksidan tinggi agar dapat merawat kulit wajah (Winarsi,

M.S, 2007). Antioksidan ini dapat diformulasikan sebagai sediaan kosmetik baik

sediaan yang berbentuk krim, gel ataupun lotion.

Salah satu bentuk sediaan kosmetik yang sering digunakan adalah krim.

Krim merupakan sediaan setengah padat berupa emulsi kental yang mengandung

air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar (DepKes RI,

1978). Keuntungan penggunaan krim yakni memiliki nilai estetika yang cukup

tinggi dan tingkat kenyamanan dalam penggunaan yang cukup baik. Disamping

itu, sediaan krim ini merupakan sediaan yang mudah dicuci, bersifat tidak lengket,

memberikan efek melembabkan kulit serta memiliki kemampuan penyebaran

yang baik.

Pada penelitian ini, Ekstrak etanol 50% kulit buah manggis (Garcinia

mangostana L.) diformulasikan dalam bentuk sediaan krim anti-aging dengan

berbagai formulasi menggunakan variasi nilai HLB span 60 dan tween 80 (4,95;

5,7; 6,8). Formulasi krim anti-aging yang terbaik kemudian diuji aktivitas

(20)

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah formulasi krim anti-aging ekstrak etanol 50% kulit buah

manggis dengan menggunakan variasi nilai HLB emulgator sorbitan

monostearat Span 60 dan Tween 80 stabil secara fisik?

2. Bagaimana aktivitas antioksidan formulasi krim anti-aging yang

terbaik dari ekstrak etanol 50% kulit buah manggis jika dibandingkan

terhadap kontrol positif dan ektrak etanol 50% kulit buah manggis?

1.3 Tujuan

1. Mendapatkan formulasi terbaik krim anti-aging ekstrak etanol 50%

kulit buah manggis yang stabil secara fisik.

2. Membandingkan aktivitas antioksidan kontrol positif vitamin C,

formulasi krim anti-aging ekstrak etanol 50% kulit buah manggis dan

ekstrak etanol 50% kulit buah manggis.

1.4 Hipotesis

Bagian kulit buah memiliki aktivitas antioksidan.

1.5 Manfaat

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi

mengenai aktivitas antioksidan dan stabilitas fisik formulasi krim anti-aging

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Manggis

2.1.1 Klasifikasi

Klasifikasi tanaman manggis sebagai berikut (USDA).

Kingdom : Planatae

Subkingdom : Tracheobionta

Superdivision : Spermatophyta

Division : Magnoliophyta

Class : Magnoliophyta

Subclass : Dilenidae

Order : Theales

Family : Clusiaceae

Genus : Garcinia L.

Jenis : Garcinia mangostana L.

Gambar 1. Pohon dan buah manggis (Garcinia mangostana L.) (Sumber : Koleksi pribadi)

2.1.2 Nama Latin

Di Indonesia manggis disebut dengan berbagai macam nama lokal seperti

manggoita (Aceh), manggista (Sumatera Utara), manggih (Sumatera Barat),

manggu (Jawa Barat), mangghis (Madura), kisara (Makasar), mangustang

(22)

2.1.3 Ekologi

Garcinia mangostana L.merupakan tanaman buah yang banyak tumbuh di

daerah iklim tropis yang hangat dan lembab. Tanaman manggis ini dapat

diemukan di negara-negara Asia Selatan dan Asia Tenggara. Garcinia mangostana

berhubungan erat dengan daerah elevasi rendah dengan ketinggian kurang dari

500 m atau 600 diatas permukaan laut. Sehingga Garcinia mangostana L. dapat

dibudidayakan di dataran tinggi namun memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih

lambat (Osman, & Milan, 2001).

2.1.4 Morfologi

Garcinia mangostana L. merupakan pohon buah yang dapat tumbuh

hingga mencapai 7 sampai 25 meter (Al-Fattah,2011). Bentuk pohon buah

manggis yang beragam yakni bisa bentuk elliptical atau pyramidal, namun bentuk

pohon yang sering ditemukan adalah bentuk pyramidal (Mansyah et al, 2010).

Memiliki daun yang ringkas, tebal, berkilat, permukaan atas berwarna hijau zaitu,

permukaan bawah berwarna hijau kekuning-kuningan, daun muda merah, tangkai

daun pendek, susunan bertentangan, ukuran panjang daun 15-25 cm, lebar 7-13

cm. Berbunga tunggal atau berpasangan di ujung ranting. Tangkai bunga pendek

dan tebal. Sedangkan buahnya berbentuk bola, berwarna hijau muda sebelum

masak, menjadi merah atau merak keunguan setelah masak dan hitam apabila

sangat masak. Isi buah berwarna putih (Chooi, 2007).

2.1.5 Kandungan Kimia dan Manfaat

Kandungan kimia kulit buah manggis antara lain adalah derivat xanthon

yang meliputi mangostin, mangostenol, mangostinon A, mangostinon B,

trapezifolixanthon, tovophyllin B, α mangostin, mangostin, garcinon B,

mangostanol, flavonoid epicatechin, gartanin (Al-fatah, 2011).

Xanton adalah pigmen fenol kuning yang reaksi warnanya serta gerakan

kromatografinya serupa dengan flavonoid, namun secara kimia xanton berbeda

dengan flavonoid dan mudah dibedakan dari spectrum yang khas hampir semua

xanton yang diketahui terdapat terbatas pada empat suku : Guttiferae,

Gentianaceae, Moraceae, dan Polygalaceae. Tetapi, satu xanton, yaitu mangiferin

yang ter-C- glikosilasi, sangat tersebar luas, terdapat baik dalam paku-pakuan

(23)

jenis xanton yang diisolasi dari kulit manggis, diantaranya adalah α-, - dan -mangostins, garcinone E, 8- deoxygartanin, dan gartanin. Xanton dapat diisolasi

dari pericarp, buah utuh, kulit batang, dan juga pada daun manggis. Beberapa

studi menunjukkan bahwa xanton yang diperoleh dari manggis mempunyai

efektivitas yang luar biasa. Xanton yang diisolasi dari GML dilaporkan memiliki

aktivitas sebagai antioksidan, antitumor, anti-inflamasi, antiallergi, antibakteri,

antijamur, dan antivirus (Chaverri, et al, 2008).

Gambar 2. Inti xanthone dengan jumlah IUPAC karbon dan struktur kimia dari xanthones yang paling banyak dipelajari.

(Sumber: Chaverri, et al, 2008).

Ekstrak etanol 50% kulit buah manggis telah dilaporkan berpotensi

sebagai pelindung saraf dari stres oksidatif yang disebabkan karena kerusakan sel

pada penyakit neurodegenerative seperti penyakit Alzaimer, penyakit Parkinson

dan stroke,(Weecharangsan et al, 2005). Selain itu ekstrak kulit buah manggis

dapat menghambat produksi ROS, serta mempunyai aktivitas antioksidan yang

(24)

2.2 Ekstraksi

2.2.1 Pengertian Ekstraksi

Ekstraksi adalah teknik pemisahan suatu senyawa berdasarkan perbedaan

distribusi zat terlarut di antara dua pelarut yang saling bercampur. Pada umumnya

zat terlarut yang diekstraksi bersifat tidak larut atau larut sedikit dalam suatu

pelarut tetapi mudah larut dengan pelarut lain. Metode ekstraksi yang tepat

ditentukan oleh tekstur kandungan air bahan-bahan yang akan diekstrak dan

senyawa-senyawa yang akan diisolasi (Harborne, 1996). Senyawa yang aktif yang

terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan kedalam golongan miyak

atsiri, alkaloid, flavonoid, dan lain-lain. Struktur kimia yang berbeda-beda akan

mempengaruhi kelarutan serta stabilitas senyawa-senyawa tersebut terhadap

pemanasan, udara, cahaya, logam berat, dan derajat keasaman. Dengan

diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah

pemiliha pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Depkes RI, 2000).

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat

aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang

sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan masa atau

serbuk yang tesisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang

ditetapkan (DepKes RI, 1995)

2.2.2 Metode-metode Ekstraksi

Ditjen POM (2000), membagi beberapa metode ekstraksi dengan

menggunakan pelarut yaitu :

1) Cara dingin

a. Maserasi

Maserasi ialah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan

pelarut dengan beberapa kali pengocokkan atau pengadukkan pada temperatur

ruang (kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode

pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dlakukan

pengadukkan yang kontinyu (terus-menerus). Remaserasi berarti dilakukan

pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat

(25)

b. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai

sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur

ruang. Proses ini terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara,

tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus-menerus

sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.

2) Cara panas

a. Refluks

Refluks merupakan ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik

didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan

dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakuka pengulangan proses pada

residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi

sempurna.

b. Soxhletasi

Soxhletasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru

yang umumnya dilakukan dnegan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinyu

dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

c. Digesti

Digesti merupkan maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinyu) pada

temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum

dilakukan pada temperatur 40-50oC. d. Infusa

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air

(26)

tubuh yang perlu mendapatkan perhatian khusus untuk memperindah kecantikkan,

selain itu kulit dapat membantu menemukan penyakit yang diderita pasien.

Kulit mencakup kulit pembungkus permukaan tubuh berikut turunannya

termasuk kuku, rambut, dan kelenjar. Kulit adalah lapisan jaringan yang terdapat

pada bagian luar untuk menutupi dan melindungi permukaan tubuh. Kulit

berhubungan dengan selaput lendir yang melapisi rongga lubang masuk. Pada

permukaan kulit bermuara kelenjar keringat dan kelenjar mukosa.

Kulit disebut juga integumen atau kutis yang tumbuh dari dua macam

jaringan yaitu jaringan epitel yang menumbuhkan lapisan epidermis dan jaringan

pengikat (penunjang) yang menumbuhkan lapisan dermis (kulit dalam). Kulit

mempunyai susunan serabut saraf yang teranyam secara halus berguna untuk

merasakan sentuhan atau sebagai alat raba dan merupakan indikator untuk

memperoleh kesan umum dengan melihat perubahan pada kulit (Syaifuddin,

2009).

Gambar 3. Struktur Kulit

(27)

2.3.1 Lapisan Kulit 1. Epidermis

Lapisan paling luar yang terdiri atas lapisan epitel gepeng. Unsur

utamanya adalah sel-sel tanduk (keratinosit) dan sel melanosit. Lapisan

epidermis tumbuh terus karena lapisan sel induk yang berada dilapisan bawah

bermitosis terus-menerus, sedangkan lapisan paling luar epidermis akan

mengelupas dan gugur. Epidermis dibina oleh sel-sel epidermis terutama

serat-serat kolagen dan sedikit serat elastis.

Dari sudut kosmetik, epidermis merupakan bagian kulit yang menarik

karena kosmetik dipakai pada epidermis itu. Meskipun ada beberapa jenis

kosmetik yang digunakan sampai ke dermis, namun tetap penampilan

epidermis menjadi tujuan utama. Ketebalan epidermis berbeda-beda pada

berbagai tubuh, yang paling tebal berukuran 1 milimeter, misalnya ada

telapak kaki dan telapak tangan, dan lapisan yang tipis berukuran 0,1

milimeter terdapat pada kelopak mata, pipi, dahi, dan perut (Tranggono, &

Latifah, 2007).

Epidermis terdiri atas beberapa lapisan sel. Sel-sel ini berbeda dalam

beberapa tingkat pembelahn sel secara mitosis. Lapisan permukaan dianggap

sebagai akhir keaktifan sel, lapisan tersebut terdiri dari 5 lapis (Syaifuddin,

2009).

a. Stratum korneum (Stratum corneum)

Lapisan ini terdiri atas banyak lapisan sel tanduk (keratinasi), gepeng,

kering, dan tidak berinti. Sitoplasmanya diisi dengan serat keratin, makin ke

luar letak sel makin gepeng seperti sisik lalu terkelupas dari tubuh. Sel yang

terkelupas akan digantikan oleh sel yang lain. Zat tanduk merupakan keratin

lunak yang susunan kimianya berada dalam sel-sel keratin keras. Lapisan

tanduk hampir tidak mengandung air karena adanya penguap air, elastisnya

kecil, dan sangat efektif untuk pencegahan penguapan air dari lapisan yang

lebih dalam (Syaifuddin, 2009).

b. Stratum lusidum (Stratum lucidum)

Lapisan ini terdiri atas beberapa lapis sel yang sangat gepeng dan bening.

(28)

secara keseluruhan seperti kesatuan yang bening. Lapisan ini ditemukan pada

daerah tubuh yang berkulit tebal (Syaifuddin, 2009). Lapisan ini terletak

dibawah stratum corneum. Antara stratum lucidum dan stratum granulosum

terdapat lapisan keratin tipis yang disebut rein’s barrier (Szakall) yang tidak

bisa ditembus (impermeable) (Tranggono, & Latifah, 2007).

c. Stratum granulosum

Lapisan ini terdiri atas 2-3 lapis sel poligonal yang agak gepeng dengan

inti ditengah dan sitoplasma berisi butiran (granula) keratohialin atau

gabungan keratin dengan hialin. Lapisan ini menghalangi masuknya beda

asing, kuman, dan bahan kimia masuk ke dalam tubuh (Syaifuddin, 2009).

d. Stratum spinosum

Lapisan ini terdiri atas banyak lapisan sel berbentuk kubus dan poligonal,

inti terdapat di tengah dan sitoplasmanya berisi berkas-berkas serat yang

terpaut pada desmosom (jembatan sel). Seluruh sel terikat rapat lewat

serat-serat tersebut sehingga secara keseluruhan lapisan sel-selnya berduri. Lapisan

ini untuk menahan gesekkan dan tekanan dari luar, tebal dan terdapat di

daerah tubuh yang banyak bersentuhan atau menahan beban dan tekanan

seperti tumit dan pangkal telapak kaki (Syaifuddin, 2009).

e. Stratum malpigi

Unsur-unsur lapis taju yang mempunyai susunan kimia yang khas. Inti

bagian basal lapis taju mengandung kolesterol dan asam-asam amino. Stratum

malpigi merupakan lapisan terdalam dari epidermis yang berbatasan dengan

dermis dibawahnya dan terdiri atas selapis sel berbentuk kubus (batang)

(Syaifuddin, 2009).

f. Stratum basal (Stratum germinativum atau membran basalis)

Lapisan terbawah epidermis. Di dalam stratum germinativum juga terdapat

sel-sel melanosit, yaitu sel-sel yang tidak mengalami keratinisasi dan

fungsinya hanya membentuk pigmen melanin dan memberikannya kepada

sel-sel keratinosit melalui dendrit-dendritnya. Satu sel melanosit melayani

sekitar 36 sel keratinosit. Kesatuan ini diberi nama unit melanin epidermal

(29)

2. Dermis

Berbeda dengan epidermis yang tersusun oleh sel-sel dalam berbagai

bentuk dan keadaan, Dermis terutama terdiri dari bahan dasar serabut kolagen

dan elastin, yang berada di dalam substansi dasar yang bersifat koloid dan

terbuat dari gelatin mukopolisakarida. Batas dermis sulit ditentukan karena

menyatu dengan lapisan subkutis (hipodermis), ketebalannya antara 0,5-3

mm, beberapa kali lebih tebal dari epidermis. Dermis bersifat ulet dan elastis

yang berguna untuk melindungi bagian yang lebih dalam. Serabut kolagen

dapat mencapai 72 persen dari keseluruhan berat kulit manusia bebas lemak.

Di dalam dermis terdapat adneksa-adneksa kulit seperti folikel rambut,

papila rambut, kelenjat keringat, saluran keringat, kelenjar sebasea, otot

penegak rambut, ujung pembuluh darah dan ujung saraf, juga sebagian

serabut lemak yang terdapat pada lapisan lemak bawah kulit (subkutis /

hipodermis) (Tranggono, & Latifah, 2007; Syaipfuddin, 2009).

3. Lapisan Subkutan

Hipodermis adalah lapisan bawah kulit (fasia superfisialis) yang terdiri

atas jaringan pengikat longgar, komponennya serat longgar, elastis, dan sel

lemak. Sel-sel lemak membentuk jaringan lemak pada lapisan adiposa yang

terdapat susunan lapisan subkutan untuk menentukan mobilitas kulit

diatasnya, bila terdapat lobulus lemak yang merata, hipodermis membentuk

bantal lemak yang disebut pannikulus adiposa. Pada daerah perut, lapisan ini

dapat mencapai ketebalan 3 cm. Sedangkan pada kelopak mata, penis, dan

skortum, lapisan subkutan tidak mengandung lemak. Dalam lapisan

hipodermis terdapat anyaman pembuluh arteri, pembuluh vena, dan anyaman

saraf yang berjalan sejajar dengan permukaan kulit bawah dermis. Lapisan ini

mempunyai ketebalan bervariasi dan mengikat kulit secara longgar terhadap

jaringan di bawahnya (Syaifuddin, 2009).

2.4 Kosmetik

Kosmetik berasal dari kata yunani “kosmetikos” yang berarti keterampilan

(30)

445/MenKes/Permenkes/1998 adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk

digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambur, kuku, bibir, dan organ

kelamin bagian luar), gigi, dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah

daya tarik, mengubah penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik,

memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau

menyembuhkan suatu penyakit.

Tujuan utama penggunaan kosmetik pada masyarakat modern adalah

untuk kebersihan pribadi, meningkatkan daya tarik melalui make-up,

meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan tenang, melindungi kulit dan rambut

dari kerusakan sinar UV, polusi dan faktor lingkungan yang lain, mencegah

penuaan, dan secara umum, membantu seseorang lebih menikmati hidup.

Menurut Peraturan Mentri Kesehatan RI, penggolongan kosmetik menurut

menurut kegunaannya bagi kulit dibagi menjadi kosmetik perawatan kulit (skin

-care cosmetics) dan kosmetik riasan (dekoratif atau make-up). kosmetik

perawatan kulit (skin-care cosmetics) terdiri dari kosmetik untuk membersihkan

kulit (cleanser) (sabun, cleansing cream, cleansing milk, penyegar kulit

(freshener)), kosmetik untuk melembabkan kulit (moisturizer) (moisturizing

cream, night cream, anti wrinkle cream), kosmetik pelindung kulit (sunscreen

cream, dan sunscreen foundation, sun block cream/lotion), kosmetik untuk

menipiskan atau mengampelas kulit (peeling) (scrub cream yang berisi

butiran-butiran halus yang berfungsi sebagai pengampelas (abrasiver)). Kosmetik riasan

(dekoratif atau make-up) diperlukan untuk merias dan menutup cacat pada kulit

sehingga menghasilkan penampilan yang menarik serta menimbulkan efek

psikologis yang baik, seperti percaya diri (self confidence). Dalam kosmetik

riasan, peran zat pewarna dan zat pewangi sangat besar (Tranggono, & Latifah,

2007).

2.5 Proses Penuaan Kulit

Proses penuaan antara lain tampak dari kerutan dan keriput pada kulit atau

kemunduran lain ketika masih muda. Ada dua teori yang dapat menjelaskan

proses penuaan yakni, penuaan merupakan proses alami yang tidak dapat

(31)

maupun fisiologi pada semua organ tubuh, mulai dari pembuluh darah dan organ

tubuh lainnya sampai kulit.

Perubahan akibat proses penuaan yang terjdi pada kulit dapat dibagai atas

perubahan anatomi, fisiologis, serta kimiawi. Beberapa perubahan anatomi dapat

terlihat langsung, seperti hilangnya elastisitas kulit dan fleksibilitas kulit yang

menyebabkan timbulnya kerut dan keriput, berkurangnya jumlah rambut dikepala

walaupun pada wanita justru sering tumbuh kumis atau rambut panjang di leher

tau pipi, hiperpigmentasi dan tumor kulit terutama diusia 40 tahun ke atas akibat

terlalu lama terpapar sinar matahari, penebalan kulit, epidermis kering dan

pecah-pecah, , perubahan bentuk kuku dan rambut dan sebagainya.

Banyak faktor yang mempengaruhi penuaan kulit, tetapi yang terkuat

adalah sinar matahari (photoaging), khususnya sinar UV yang terdapat di dalam

sinar matahari. Knox et al. Menemukan perbedaan yang nyata antara kulit yang

tidak tertutup pakaian sehingga sering terpapar sinar matahari dan kulit yang

sering tertutup pakaian. Kulit yang terbuka cepar kering, keriput, kasar, dan

menderita kerusakan lain akibat sinar UV matahari.

2.5.1 Mekanisme Photoaging

Ketika kulit terpapar oleh sinar matahari, radiasi UV yang terserap oleh

kulit yang dapat menghasilkan komponen yang berbahaya yaitu Reactive Oxygen

Species (ROS) yang dapat menyebabkan kerusakan oksidatif pada komponen

selular seperti dinding sel, membran lipid, mitokondria, dan DNA. Radiasi UV

menyebabkan pembentukan ROS dan menginduksi activator protein (AP)-1 yang

merupakan faktor transkripsi yang menghambat produksi kolagen dan

meningkatkan penghancuran kolagen dengan memperbanyak enzim yang disebut

matrix metalloproteinase (MMPs). Selain itu, radiasi UV juga menyebabkan

penurunan transforming growth factor (TGF)- yang merangsang pembentukkan kolagen, sehingga pembentukkan kolagen menurun. Peningkatan penghancuran

kolagen dan penurunan produksi kolagen akibat radiasi sinar UV inilah penyebab

(32)

Gambar 4. Mekanisme photoaging (Sumber : Helfrich, Sachs, & Voorhees, 2008)

2.6 Radikal Bebas

Oksigen adalah atom yang sangat reaktif yang mampu menjadi bagian dari

molekul yang berpotensi merusak yang biasa disebut "radikal bebas." Radikal

bebas mampu menyerang sel-sel sehat tubuh, menyebabkan mereka kehilangan

struktur dan fungsi mereka (Percival, 1998). Radikal bebas adalah suatu atom atau

molekul yang sangat reaktif dengan elektron yang tidak memiliki pasangan

(Corwin, 2007). Radikal bebas mencari reaksi-reaksi agar dapat memperoleh

kembali elektron pasangannya. Radikal bebas sangat reaktif, secara kimiawi tidak

stabil, umumnya terdapat hanya dalam kadar yang kecil, dan cenderung ikut serta

atau mengawali reaksi rantai (Underwood, 1994). Serangkaian reaksi dapat

terjadi, yang menghasilkan serangkaian radikal bebas. Setelah itu, radikal bebas

dapat mengalami tubrukan kaya energi dengan molekul lain, yang merusak ikatan

dalam molekul (Corwin, 2007). Ketika hal tersebut terjadi di dalam tubuh, maka

dapat terjadi kerusakan pada sel, asam nukleat, protein dan lemak dikarenakan

serangan terhadap molekul biologi akan menyebabkan kerusakan jaringan sistem

imun. Radikal bebas menyebabkan lipid peroksidase yang dapat mempermudah

(33)

Radikal bebas dapat timbul melalui dua mekanisme utama yaitu,

penimbunan energi (ionisasi air oleh radiasi, elektron terepas, dan terjadi radikal

bebas) , dan interaksi antara oksigen (substansi lain, dan elektron bebas dengan

reaksi oksidasi-reduksi) Dalam hal ini akan terbentuk radikal superoksid

(Underwood., 1994).

Para ahli biokimia menyebutkan bahwa radikal bebas merupakan salah

satu bentuk senyawa oksigen reaktif. Senyawa ini terbentuk di dalam tubuh,

dipicu oleh bermacam-macam faktor. Radikal bebas bisa terbentuk misalnya

ketika komponen makanan diubah menjadi bentuk energi melalui proses

metabolisme. Pada proses metabolisme ini, seringkali terjadi kebocoran elektron

dan mudah terbentuknya radikal bebas. Misalnya hidrogen peroksida (Winarsi,

2007).

Radikal bebas merupakan Reaktive Oxygen species (ROS) yang akan

menyerang molekul lain disekitarnya sehingga menyebabkan reaksi berantai

terjadi dan menghasilkan radikal bebas yang beragam, seperti anion peroksida

(O2-), dan hidrogen peroksida (H2O2) yang sudah dijelaskan sebelumnya, hidrogen

bebas (OH), asam hipoklorous (HOCl), dan peroksinitrat (ONOO-) (Vimala, et al., 2003).

2.7 Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa-senyawa yang mampu menghilangkan,

membersihkan, menahan pembentukkan ataupun memasdukan efek spesies

oksigen reaktif. Antioksidan merupakan senyawa pemberi donor (electron donor)

atau reduktan. Senyawa ini memiliki berat molekul kecil, tetapi mampu

menginaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi dengan cara mencegah

terbentuknya radikal. Penggunaan senyawa antioksidan juga anti radikal saat ini

semakin meluas seiring dengan semakin besarnya pemahaman masyarakat tentang

peranannya dalam menghambat penyakit generatif seperti penyakit jantung,

arteriosclerosis, kanker, serta gejala penuaan. Masalah-masalah ini berkaitan

dengan kemampuan antioksidan untuk bekerja sebagai inhibitor (penghambat)

reaksi oksidasi oleh radikal bebas reaktif yang menjadi salah satu pencetus

(34)

Antioksidan terbagi menjadi dua yakni antioksidan enzim (superoksida

dismutase (SOD), katalase dan glutation peroksidase (GSH.Prx)) dan antioksidan

vitamin (alfa tokoferol/ vitamin E, beta karoten dan asam askorbat/vitamin C)

yang banyak didapatkan dari tanaman dan hewan .

Tubuh mengasilkan senyawa antioksidan, tetapi jmlahnya sering kali tidak

cukup untuk menetralkan radikal bebas yang masuk kedalam tubuh. Sebagai

contoh tubuh dapat menghasilkan glutathione, salah satu antioksidan yang sangat

kuat, hanya tubuh memerlukan asupan vitamin C sebesar 100 mg untuk memicu

tubuh mengasilkan glutathione ini. Kekurangan antioksidan dalam tubuh yakni

memerlukan asupan dari luar (Kuncahyo & Sunardi., 2007; Winarsi 2007).

2.8 Uji Aktivitas Antioksidan 2.8.1 Metode DPPH

Pengukuran aktivitas antioksida dapat dilakukan dengan beberapa cara

antara lain dengan metode lipid peroksida, tiobarbiturat, malonaldehid,8-karoten

bleaching, DPPH, dan tiosianat. Metode DPPH adalah salah satu yang paling

populer karena praktis dan sensitif (Molyneux, 2004). DPPH merupakan senyawa

radikal bebas yang stabil dan apabila digunakan sebagai pereaksi cukup

dilarutkan,. Senyawa ini jika disimpan dalam keadaan dan kondisi penyimpanan

yang baik akan tetap stabil selama bertahun-tahun (Winarsi, 2007).

Prinsip pengujian antioksidan menggunakan DPPH adalah senyawa

antioksidan akan bereaksi dengan radikal DPPH melalui mekanisme donasi atom

hidrogen dan menyebabkan terjadinya peluruhan warna DPPH dari ungu ke

kuning yang diukur pada panjang gelombang 515,5 nm (Hanani et al.,2005).

Rumus penghambatan aktivitas radikal bebas (%)

Keterangan: % inhibisi = persentase hambat antioksidan

A0 = absorbansi blanko

A1 = absorbansi larutan uji

(35)

Nilai IC50 (Inhibition Concentration) adalah konsentrasi antioksidan (g/mL)

yang mampu menghambat 50% aktivitas radikal bebas. Suatu sampel dikatakan

memiliki aktivitas antioksidan bila memiliki nilai IC50< 200 g/mL. Nilai IC50

diperoleh dari perpotongan garis antara daya hambatan dan sumbu konsentrasi,

kemudian dimasukkan ke dalam persamaan y = a + bx, dimana y = 50 dan nilai x

menunjukkan IC50 (Hanani et al, 2005).

Gambar 5.Mekanisme penangkapan radikal DPPH oleh antioksian berupa donasi proton

(Sumber: Prakash, Rigelhof, & Miller,2001)

2.8.2 Metode Reducing Power

Pada metode reducing power, antioksidan yang terdapat pada sampel akan

mereduksi senyawa Fe3+ menjadi senyawa Fe2+ dengan cara memberikan satu elektron yang dimilikinya. Banyaknya jumlah Fe2+ selanjutnya dapat diamati pada spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang maksimum (588-598 nm).

Peningkatan absorbansi atau penyerapan yang terjadi menunjukkan peningkatan

reduksi yang bagus. Peningkatan reduksi yang bagus pada metode reducing power

berbanding lurus dengan konsentrasinya.

Artinya semakin besar konsentrasi sampel maka semakin besar pula

tingkat reduksinya. Fe3+ yang berwarna hijau akan mengalami reduksi menjadi Fe2+ yang berwarna kuning (Aiyegoro, 2009).

Metode ini menggunakan kompleks Fe(CN)63- sebagai pereaksi. Kompleks

anion Fe(CN)63- yang berwarna hijau akan berfungsi sebagai zat pengoksidasi dan

akan mengalami reduksi menjadi Fe(CN)64- yang berwarna kuning dengan reaksi

(36)

Benzie dan Strain (1996), menggunakan Fe(TPTZ)23+ kompleks besi-ligan

2,4,6-tripiridil-triazin sebagai pereaksi. Kompleks biru Fe(TPTZ)23+ akan

berfungsi sebagai zat pengoksidasi dan akan mengalami reduksi menjadi

Fe(TPTZ)22+ yang berwarna kuning dengan reaksi berikut:

2.8.3 Metode Aktivitas Radikal Bebas Nitrogen Monoksida

Metode Garrat telah diadopsi untuk menentukan aktivitas radikal bebas

dari ekstrak air H. pedunculatum.Sodium Nitroprusside di dalam pelarut air pada

pH psikologis secara spontan menghasilkan nitrogen monoksida yang berinteraksi

dengan oksigen untuk membentuk ion nitrit yang ditentukan dengan pereaksi

Grisses.

Selanjutnya dianalisis nilai absorbansinya dengan menggunakan

spektrofotometri ultraviolet dan sinar tampak pada panjang gelombang 540 nm.

Jumlah radikal bebas nitrogen monoksida yang dihitung berdasarkan nilai

absorbansinya yaitu :

% inhibisi = (Ao-A1) X 100%

Ao

Dimana % inhibisi merupakan persentase hambat antioksidan,Ao

merupakan absorbansi sebelum reaksi dan A1 merupakan absorbansi sesudah

reaksi (Aiyegoro, 2009).

2.8.4 Metode Aktivitas Radikal Bebas Ion Ferro (Pembentukan Logam Kelat)

Aktivitas pembentukan khelat pada ion ferro diukur menurut Zao ().

Campuran pereaksi yang mengandung ekstrak, air destilasi, FeCl2 dan ferrozine

yang kemudian diinkubasi selama 10 menit pada suhu 40oC dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 562 nm. Setelah itu aktivitas

pembentukan khelat dihitung menggunakan rumus :

Fe(TPTZ)23+ + AROH → Fe(TPTZ)22+ + H+ + AR=O

(37)

Rata-rata Khelat = [1- (A1-A2) ] X 100 (Ao)

dimana Ao merupakan nilai absorbansi kontrol positif tanpa tambahan

eksrak, A1 merupakan nilai absorbansi campuran reaksi, A2 merupakan nilai

absorbansi tanpa penambahan FeCl2 (Arora, 2011).

2.8.5 Metode Tiosianat

Pengujian aktivitas antioksidan dengan metode ini didasarkan pada

kemampuan senyawa antioksidan dalam menghambat terbentuknya radikal yang

reaktif.Pembentukan radikal bebas disebabkan oleh oksidasi asam

linoleat.Oksidasi lipid sering disebut autooksidasi karena reaksi tetap berlangsung

walaupun tidak ada zat pengoksidasi.

Hasil oksidasi asam linoleat adalah malonaldehida dan radikal peroksida

yang reaktif. Radikal bebas yang terbentuk akan berubah menjadi senyawa

karbonil, yaitu aldehida dan keton. Oksidasi asam linoleat membentuk

malonaldehid merupakan indikasi adanya oksidasi lemak (Fardiaz, 1996). Selain

itu, asam linoleat yang mengalami kerusakan akan menghasilkan senyawa

peroksida yang sangat reaktif dan bersifat radikal bebas. Penambahan antioksidan

menyebabkan oksidasi asam linoleat terhenti (Schulz, 1985).

Aktivitas antioksidan yang ditentukan dengan metode tiosianat

membutuhkan suatu kontrol positif, pembanding ini biasanya merupakan senyawa

yang telah diketahui sifat antioksidannya seperti vitamin C, butil hidroksi toluen

(BHT) atau tokoferol (vitamin E). Oksidasi asam linoleat dalam kondisi buffer

yang diinkubasi pada suhu 37oC menggunakan FeCl2 dan amonium tiosianat

sebagai pereaksi oksodator dapat mengoksidasi Fe2+ menjadi Fe3+ sehingga menghasilkan warna merah darah yang menyerap sinar tampak pada panjang

gelombang 500 nm. Intensitas warna dinyatakan sebagai nilai absorbansi dengan

pengukuran menggunakan spektrofotometer UV/Vis. Peroksida lemak

(38)

2.8.6 Metode Deoksiribosa

Reaksi degradasi gula deoksiribosa akan menghasilkan suatu produk

karbonil dan dikarbonil di antaranya malonaldehid (MDA). Adanya MDA dapat

dideteksi dengan asam tiobarbiturat (TBA) dalam suasana asam membentuk suatu

kromogen yang berwarna merah muda.Jumlah kromogen MDA-TBA yang

terbentuk sangat bergantung dari jumlah deoksiribosa yang didegradasi. Semakin

tinggi konsentrasi deoksiribosa yang ditambahkan akan menyebabkan

peningkatan absorbansi kromogen MDA-TBA (Halliwell, 1999).

Uji kemampuan antioksidan suatu sampel untuk menghalangi jalan

katalitik dari biosintesis pigmen melanin, pigmen yang membuat kulit putih.

Tirosin mengatur tiga tahap di dalam jalan biosintesis melanin, dengan perubahan

tirosin menjadi dopa, dopa menjadi dopaquinone dan DHI menjadi

indole-5,6-quinone (Vimala, et al., 2003).

2.9 Spektrometer UV-Vis

Spektrofotometer UV-Vis adalah alat yang digunakan untuk mengukur

serapan yang dihasilkan dari interaksi kimia antara radiasi elektromagnetik

dengan molekul atau atom dari suatu zat kimia pada daerah ultraviolet (200-400

nm) dan sinar tampak (400-800 nm).

Spektrofotometer yang sesuai untuk pengukuraan di daerah spektrum

ultraviolet dan cahaya tampak terdiri dari suatu sistem optik dengan kemampuan

menghasilkan cahaya monokromatik dalam jangkauan 200 nm hingga 800 nm dan

suatu alat yang sesuai untuk menetapkan serapan. Kedua sel yang digunakan

untuk larutan yang diperiksa dan larutan pembanding harus mempunyai

karakteristik spektrum yang sama. Bila digunakan instrumen bekas ganda dengan

perekan, sel yang berisi pelarut ditempatkan pada jalur berkas pembanding.

Jika tidak dinyatakan lain, serapan diukur pada panjang gelombang yang

ditetapkan degan menggunkan kuvet yang panjangnya 1 cm pada suhu 19oC hingga 20oC. Jika hal tersebut tidak sesuai untuk instrumen tertentu, panjang gelombang kuvet dapat diubah atau sebagai gantinya kadar dapat diubah, asalkan

telah ditunjukkan bahwa Hukum Beer dipenuhi untuk jangkauan kadar tersebut.

(39)

untuk membuat larutan uji sebagai pembanding. Dalam hal tertentu, pengukuran

dilakukan terhadap suatu campuran pereaksi sebagai pembanding.

Suatu pernyataan dalam suatu penetapan kadar atau pengujian mengenai

panjang gelombang serapan maksimum mengandung implikasi bahwa maksimum

tersebut tepat pada atau dalam batas 2 nm dari panjang gelombang yang

ditetapkan (Soemitro, et al., 1995). Suatu spektrofotometri UV-Vis tersusun dari

sumber spektrum tampak yang kontinyu, monokromator, sel pengabsorbsi untuk

larutan sampel atau blanko dan suatu alat untuk mengukur perbedaan absobsi

antara sampel dan blanko ataupun pembanding (Khopkar, 2003).

2.10 Krim

Definisi krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau

lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Sediaan

ini merupakan sediaan setengan padat (semisolid) dari emulsi yang terdiri dari

campuran antara fase minyak dan fase air (DepKes RI, 1995).

Krim umunya kurang kental dan lebih ringan daripada salep, sehingga

krim lebih disukai daripada salep. Umumnya krim mudah menyebar rata dan

karena krim merupakan emulsi minyak dalam air, maka akan lebih mudah

dibersihkan daripada sebagian besar salep. Krim dianggap mempunyai daya tarik

estetik lebih besar karena sifatnya yang tidak berminyak dan kemampuannya

berpenetrasi dengan cepat ke dalam kulit (Ansel, 1989).

2.11 Formulasi Krim

Sebagai bahan emulgator, yang digunakan dalam penelitian ini adalah

emulgator nonionik (dalam medium air tidak membentuk ion).Pemilihan

emulgator nonionik ini karena emulgator ini bereaksi netral, dapat sedikit

dipengaruhi oleh elektrolit dan selanjutnya netral terhadap pengaruh

kimia.Aktivitasnya relatif tidak dipengaruhi oleh suhu (Voigt, 1995), selain itu

digunakan juga bahan tambahan yang meliputi emolien, humektan, antioksidan,

dan pengawet. Profil dari bahan-bahan yang digunakan dalam formula krim pada

(40)

a. Bahan pengemulsi

1. Sorbitan monostearate (span 60)

Pada formulasi farmasetik, sorbitan monostearat biasa digunakan sebagai

bahan pegemulsi untuk krim, emulsi, dan salep untuk penggunaan topikal.

Sorbitan monostearate berbentuk padatan malam berwarna kuning pucat dengan

minyak yang lemah. Bahan ini larut dalam minyak, dan juga sebagian besar

pelarut organik. Meskipun tidak larut dalam air, namun akan cepat terdispersi.

Umumnya bahan ini tidak toksik dan tidak mengiritasi. Konsentrasi yang biasa

digunakan untuk emulasi air dalam minyak adalah 15% jika dikombinaikan

1-10%.

2. Tween 80

Sebagai pengemulsi untuk mendapatkan sediaan emulsi yang stabil, biasa

digunakan tween 80 yang merupakan surfaktan hidrofilik nonionik. Tween 80

berbentuk cairan berminyak berwarna kuning. Bahan ini larut dalam etanol dan

air. Umumnya bahan ini tidak toksik dan tidak mengiritasi. Konsetrasi yang biasa

digunakan adalah 1-10%. (Wade, & Weller, 1994).

b. Bahan emolien

1. Dimethicon

Dimethicon biasa digunaka dalam kosmetik dan formulasi farmasi.

Dimethicon bersifat hidrofobik dan sering digunakan dalam sediaan topikal.

Dimethicon merupakan cairan berwarna jernih atau bening, dan tersedia dalam

berbagai macam viskositas. Bahan ini sangat mudah larut dalam dalam etil asetat,

metil etil keton, minyak mineral, eter, kloroform, dan toluena, larut dalam

isopropil miristat, sedikit larut dalam etanol, praktis tidak larut dalam gliserin,

propilenglikol dan air. Konsentrasi yang biasa digunakan untuk emolien adalah

10-30%.

2. Vaselin Album

Vaselin mempunyai masa yang lunak, lengket, bening, putih, sifat vaselin

ini tetap setelah zat dileburkan dan didiamkan hingga dingin tanpa diaduk.

(41)

kloroform, eter, dan eter minyak tanah. Vaselin sering digunakan sebagai

emollien.

3. Lanolin anhidrat

Lanolin digunakan sebagai bahan pengemulsi yang biasanya digunakan

dalam formulasi farmasi topikal dan kosmetik. Lanolin juga dapat digunakan

sebagai hydrophobic vehicle dalam pembuatan krim air dalam minyak dan salep.

Lanolin berwarna kuning pucat, mempunyai rasa yang manis, dan berbentuk lilin

dengan bau khas yang lemah, lanolin yang dicairkan berupa cairan jernih atau

hampir jernih, cairan kuning. Bahan ini sangat mudah larut dalam benzen,

kloroform, eter, dan minyak bumi (petrolatum), sedikit larut dalam etanol dingin

(95%), lebih mudah larut dalam etanol mendidih (95%), praktis tidak larut dalam

air.

c. Bahan Humektan

1. Propilenglikol

Selain sebagai humektan, propilen glikol biasa digunakan sebagai pelarut

untuk ekstrak dan juga pengawet pada berbagai formulasi kosmetik.Bahan ini

nontoksik dan sedikit mengiritasi.Propilen glikol merupakan larutan jernih, tidak

berwarna, dan praktk tidak berbau.Propilen glikol pada sediaan topikal biasa

digunakan sebagai humektan dengan konsentrasi hingga 15%.

2. Gliserin

Dalam formuasi sediaan topikal dan kosmetik, gliserin biasa digunakan sebagai

humektan dan emolien. Gliserin merupakan larutan jernih, tidak berwarna, tidak

berbau, kental, dan higroskopis. Bahan ini sedikit larut dalam aseton, praktis tidak

larut dalam benzene, kloroform, dan minyak, dapat bercampur dengan etanol,

metanol, dan air. Konsentrasi gliserin yang biasa digunakan sebagai humektan

bisa digunakan kurang dari 30% (Wade, & Weller, 1994).

d. Bahan pengental (Stiffening agent)

1. Asam Stearate

Asam stearat biasa digunakan dalam formulasi sediaan oral dan topikal. Dalam

(42)

solubilizing agent. Asam stearat merupakan bubuk putih keras, berwarna putih

atau agak kuning, sedikit mengkilap, kristal padat putih atau kekuningan. Bahan

ini sangat larut dalam benzene, kloroform, eter, dan larut dalam etanol (95%),

heksana, dan propilenglikol, praktis tidak larut dalam air. Konsentrasi asam

stearatyang biasa digunakan sebagai solubilizing agent 1-20%.

e. Bahan pengawet

1. Metilparaben

Dalam formulasi farmasetika, produk makanan, dan terutama dalam

kosmetik biasanya digunakan metil paraben sebagai bahan pengawet, dengan

aktivitas paling efektif untuk jamur dan kapang. Metilparaben larut dalam air,

etanol 95%, eter (1:10), dan metanol. Bahan ini dapat digunakan tunggal maupun

kombinasi dengan jenis paraben lain. Efektifitas pangawet ini memili rentang pH

4-8. Dalam sediaan topikal, konsentrasi yang umum digunakan adalah 0,02-0,3%.

2. Propilparaben

Bahan pengawet propilparaben secara luas digunakan dalam kosmetik,

makanan, dan produk farmasetika. Aktivitas antimikroba ditunjukkan pada pH

antara 4-8. Propilparaben sangat efektif terhadap jamur dan kapang. Di samping

itu, propil paraben propil paraben lebih aktif terhadap bakteri gram positifdaripada

gram negatif. Penggunaan kombinasi paraben dapat meningkatkan aktifitas

antimikroba. Bahan ini sangat larut dalam aseton, ester dan minyak, mudah larut

dalam etanol dan metanol, sangatsedikit larut dalam air. Konsentrasi yang biasa

digunakan untuk sediaan topikal adalah 0.001-0.6 (Wade, & Weller, 1994).

f. Aquadest

Air murni yang diperoleh dengan cara penyulingan disebut aquadest. Air

murni ini dapat diperoleh dengan cara penyulingan, pertukaran ion, osmosis

terbalik, atau dengan cra yang cara yang sesuai. Air murni lebih bebas dari

kotoran maupun mikroba.Air murni digunkan dalam sediaan-sediaan yang

membutuhkan air, terkecuali untuk parenteral, aquadest tidak padat digunakan

(43)

2.12 Stabilitas Krim

Umumnya suatu emulsi diangkap tidak setabil secara fisika jika, fase

dalam atau fase terdispersi pada pendiaman cenderung untuk membentuk agregat

dari bulatan-bulatan, jika bulatan-bulata atau agregat dari agregat naik ke

permukaan atau turun kedasar emulsi tersebut akan membentuk suatu lapisan

bekat dari fase dalam, dan jika semua atau sebagian dari cairan fase dalam tidak

teremulsikan dan membentuk suatu lapisan yang berbeda pada permukaan atau

pada dasar emulsi, yang merupakan hasil dari bergabungnya bulatan-bulatan fase

dalam. Disamping itu suatu emulsi mungkin sangat dipegaruhi oleh kontaminasi

dan pertumbuhan mikroba (Ansel,.2005).

Ketidakstabilan fisika dari sediaan ditandai dengan adanya pemucatan

warna atau munculnya warna, timul bau, perubahan atau emisahan fase, pecahnya

emulsi, pengendapan suspensi atau caking, perubahan konsistensi, pertumbuhan

kristal, terbentuknya gas, dan perubahan fisik lainnya. Kestabilan dari emulsi

ditandai dengan tidak adanya penggabungan fase dalam, tidak adanya creaming,

dan memberikan penampilan, bau, warna dan fisik lainnyayang baik (Martin, et

al., 1983) Ketidakstabilan dalam emulsi farmasi dapat digolongkan sebagai

berikut :

a. Flokulasi dan creaming

Creaming’ merupakan pemisahan dari emulsi menjadi beberapa lapis cairan, dimana masing-masing lapis mengandung fase dispersi yang berbeda

(Anief., 1987). Creaming ke arah atas terjadi dalam suatu emulsi a/m atau m/a

yang tidak stabil dimana fase terdispersi mempunyai kerapatan lebih kecil

daripada kerapatan fase luar. Creaming ke arah bawah dalam emulsi yang tidak

stabil dimana kerapatan fase dalam lebih besar daripada kerapatan fase luar

(Ansel,.2005).

b. Koalesen dan pecahnya emulsi (crecking atau breaking)

Creaming adalah suatu proses yang bersifat dapat kembali, berbeda

dengan proses creaking (pecahnya emulsi) yang bersifat tidak dapat kembali

(Anief.,1987). Hal ini dikarenakan lapisan pelindung disekitar bulatan-bulatan

(44)

27 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

3.1.1 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan mulai Maret 2014 hingga September 2014.

3.1.2 Tempat Penelitian

Untuk proses ekstraksi kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) dan

uji aktivitas dilakukan di laboratorium penelitian 1 sedangkan formulasi dilakukan

di laboratorium penelitian 2 Program Strudi Famasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan, Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah, Jakarta.

3.2 Bahan dan Alat 3.2.1 Bahan Penelitian

Ekstrak etanol 50% kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) yang

telah dikarakterisasi oleh Narulita (2014), Vitamin C, Lanolin anhidrat (Bratako),

Vaselin (Bratako), Asam stearat (Bratako), Dimeticon (Bratako), Gliserin

(Bratako), Span 60, Tween 80, Propilenglikol (Bratako), Metylparaben (Bratako),

Propylparaben (Bratako), DPPH (Sigma), Metanol P.A (Merck), aquadest.

3.2.2 Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah rotary evaporator

(EYELA digital water bath), gelas ukur 100 ml (Pyrex), batang pengaduk besar,

corong besar, erlenmeyer 500 ml (Schot Duran), spatula besar, botol maserasi,

cawan penguap besar, gelas kimia 100 ml (Pyrex), refrigerator (Panasonic),

corong buchner (Pyrex), neraca analitik digital (Wiggen Hauser), hot plate,

lumpag, alu, spektrofotometer UV-Vis (Hitachi), pH meter, erlenmayer 2000 ml

(Schot Duran), gelas ukur, pipet tetes, batang pengaduk, cawan penguap,

termometer, sentrifugator, vakum, kertas saring, Homogenizer, pH meter (Navi),

micropipet effendrof reference 100 L, 200 L, dan 1000 L, Viskometer

(45)

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah Manggis (Garcinia mangsotana L.) (Sharon Nela, Aman Syariful, & Yuliet., 2013)

1) Pembuatan larutan DPPH (0,1 mM)

Ditimbang seksama lebih kurang 1,98 mg DPPH (BM 394,32). Lalu

dilarutkan dengan metanol pro analisis hingga 50 mL, kemudian

ditempatkan dalam botol gelap. Cukupkan pelarutnya hingga tanda batas

kemudian kocok hingga homogen

2) Pembuatan larutan blanko dan optimasi panjang gelombang DPPH Dipipet 2 mL larutan DPPH (0,1 mM) ke dalam tabung reaksi. Lalu

ditambahkan metanol sebanyak 2 ml. Dan homogenkan dengan vortex.

Mulut tabung ditutup dengan alumunium foil. kemudian diinkubasi dalam

ruangan gelap selama 30 menit (Molyneux, 2004). Tentukan spektrum

serapannya menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang

gelombang 400-800 nm dan tentukan pajang gelombang maksimumnya.

3) Pembuatan larutan vitamin C

Ditimbang vitamin C pro analisis sebanyak 1 mg. Dilarutkan dengan

metanol pro analisis, dimasukkan dalam labu ukur lalu ditambahkan

metanol pro analisis hingga 10 ml (100 g/mL). Selanjutnya dibuat seri

konsentrasi 2,5; 5; 7,5; 10 dan 12,5 g/mL.

Pada masing-masing konsentrasi dimasukkan dalam labu ukur dan

ditambanhkan metanol p.a hingga tanda batas. Masing masing larutan uji

di pipet sebanyak 2 mL, dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan

DPPH 0,1mM sebanyak 2 mL, kemudian dikocok degan vortex hingga

homogen dan diinkubasi pada suhu kamar selama 30 menit. Selanjutnya

larutan uji diukur serapannya menggunakan alat spektrofotometer

UV-Vispada panjang gelombang 515,5 nm.

4) Pembuatan larutan uji ekstrak

Ditimbang lebih kurang 50 mg ekstrak, lalu dilarutkan dalam 50 ml

metanol pro analisis (konsentrasi 1000 g/mL), larutan ini merupakan

(46)

15g/mL. Dari beberapa konsentrasi tadi kemudian dipipet sebanyak 2 ml

kedalam tabung reaksi, didalam masing-masing tabung reaksi ditambahkan

larutan DPPH (0,1 mM) dengan rasio 1:1 kemudian tunggu 30 menit pada

suhu ruang (25oC). Selanjurnya diukur dengan menggunakan spekrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 515,5 nm.

3.3.2 Formulasi Krim (Fatmawaty, at al, 2012)

Tabel 1. Formulasi Krim Anti-aging Ekstral Etanol 50% Kulit Buah Manggis

Gambar

Tabel 1. Formula Krim Anti-aging Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah Manggis
Gambar 1.  Pohon dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)  ......................  4
Gambar 1. Pohon dan buah manggis (Garcinia mangostana L.)
Gambar 2. Inti xanthone dengan jumlah IUPAC karbon dan struktur
+7

Referensi

Dokumen terkait

Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimanakah peningkatan kemampuan menulis cerita fantasi menggunakan metode kooperatif tipe student teams

Sama halnya dengan perhitungan metode modifikasi pada sistem resetting, insiden energi arc flash diperoleh dengan beberapa pertimbangan, antara lain berkurangnya

4) Pendapat serta pandangan dari berbagai ilmu hukum yang digunakan dalam penelitian ini yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, yaitu tentang tinjauan

Ruang sampel adalah himpunan semua hasil yang mungkin dari suatu percobaan statistika dan dinyatakan dalam lambang T.. Unsur/anggota ruang sampel/titik sampel adalah

Untuk mengetahui range komposisi Span 80 dan Tween 80 dalam formula cold cream obat luka ekstrak daun binahong ( Anredera cordifolia (Ten.) Steenis.) yang menghasilkan

Pemantauan kadar obat di dalam darah adalah suatu cara yang digunakan untuk dasar pemberian obat yang optimal berdasarkan konsentrasi target (C target) sehingga dengan

Pengobatan yang dapat dilakukan untuk robekan jalan lahir adalah dengan memberikan uterotonika setelah lahirnya plasenta, obat ini tidak boleh diberikan sebelum bayi lahir.

Solusi yang dapat diberikan oleh penulis terkait dengan permasalahan ekonomi diatas adalah dengan membantu ibu I Wayan Siti dengan menambah bibit ternak untuk di..