• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara perilaku seksual dengan rasa bersalah (guilty feeling) pada remaja di kelurahan bojongsari sa wan gan depok

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara perilaku seksual dengan rasa bersalah (guilty feeling) pada remaja di kelurahan bojongsari sa wan gan depok"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam

memperoleh gelar Sarjana Psikologi

-

----..

111

Universitas Islam Negeri SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

I >iterht _ . __ -· MセセMNLLMMセM

ol<>h •

-le1ri '

.... • ·1.. . :

·:r;:-r: ...

J ...

IA ... ..

.

.

GHINGlBカBセZZォtヲセᄋI@

...

1"

W AHYUDI IMAN ·

1

"rl"

1' • ...

2.::: ...

ZZMNセNャN|_ゥ@

' [ョォZャセゥ@ : ... ..

NIM: 105070002262

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU SEKSUAL DENGAN

RASA BERSALAH

(GUILTY FEELING)

PADA REMAJA

DI KELURAHAN BOJONGSARI SA WAN GAN DEPOI(

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi

syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Pembimbing I

Bamban di Ph.D

NIP. 150 326 891

Oleh:

WAHYUDI IMAN

NIM: 105070002262

Dibawah bimbingan

Fakultas Psikologi

Pembimbing II

セゥ@

Rena Latifa, M.Psi NIP. 150 408 704

Universitas Islan1 Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta

(3)

Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatulllah Jakarta Pada Tanggal 3 Desember 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi.

Jakarta,3 Desember 2009

Sidang Munaqasyah

Dekan/

Ketua Merangkap Anggota

/z.

セN@

"l'..

Jahja Umar, Ph.D NIP. 130 885 522

p7W:)

Neneng Tati Sumiatim, M.Psi,Psi NIP. 105 0300 679

Pembimbing I

;1:;:tf

ᆪNdセ@

NIP. 150 326 891

Pembantu Dekan/ Sekretaris Merangkap Anggota

Anggota

Penguji II

セ@

5-Bamban u di Ph.D NIP. 150 326 891

ュ「ーイゥ「ゥ@ II

?:

.

/

(4)

senantiasa 6erdoa untuk,Rjta

PERSEMBAHAN:

Skripsi Ini kupersembahkan Untuk Kedua Orang

Tua soya, Semua Orang yang soya Sayangi dan

(5)

( C) Wahyudi Iman

( D ) Hubungan Antara Prilaku Seksual Dengan Rasa Bersalah (Guilty Feeling) Pada Remaja

( E ) 77 halaman + Lampiran

( F) Perubahan yang dialami remaja merupakan perubahan biologis dan fisiologis yang berlansung pada masa pubertas atau masa awal remaja, inilah yang membuat para remaja di Kelurahan Bojongsari Sawangan Depok dengan gejolak hasrat seks, sehingga muncul berbagai masalah perilaku seksual pada remaja.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan perilaku seksual dengan rasa bersalah pada remaj a dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode penelitian korelasi. Penelitian dilaksanakan di Keluraban Bojongsari Sawangan Depok dengan jumlah sampel 50 orang yang ditentukan dengan teknik insidental. Karakteristik sampel adalah remaja di Kelurahan Bojongsari Sawangan Depok. Instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah skala perilaku seksual dan rasa bersalah skala model likert.

Uji reliabilitas menggunakan analisis Alpha Cronbach basil yang diperoleb skala prilaku seksual 0.865 dan skala rasa bersalah 0.916. Korelasi (r) bitung sebesar 0.018 dan R Square aspek perilaku seksual menyumbang sebesar 11.2% bagi perubaban variabel rasa bersalab. Dengan demikian terdapat 89.8% aspek lain yang mereka kontribusi terhadap rasa bersalab yang tidak terukur dalam penelitian ini, yang dapat memberikan perubahan terhadap variabel perilaku seksual. Maka dapat disimpulkan ada hubungan antara perilaku seksual dengan rasa bersalab pada remaja di Keluraban Bojongsari Sawangan Depok dengan arah signifikan yaitu semakin tinggi perilaku seksual maka semakin tinggi juga rasa bersalah. ·

Untuk penelitian selanjutnya dibarapkan melaksanakan penelitian dengan pendekatan kualitatif mengenai perilaku seksual agar didapatkan basil yang lebib mendalam

(6)

( A ) Faculty of Psychology ( B ) 2009 December ( C) Wahyudi Iman

ABSTRACT

( D ) Relation Between Sexual Behavior And Adolescent Guilty Feeling ( E ) 77 page+ Enclosures.

( F) Adolescent changing represent change of biological and physiological

(sexual organ maturity) when adolescent period or puberty, it makes adolescents at of Bojongsari Sawangan Depok Sub - district, sexuality ambition distortion, it emerging various problem of free sex at adolescent, one of them is sexual behavior and in the same time ambition appearance to conduct the relation.

The purpose of this research is to see relation between sexual behavioral with guilty feeling at adolescent by using quantitative approach and method research of

correlation. Research held in by ofBojongsari Sawangan Depok Sub - district with amount of 50 samples who are determined with incidental technique sampling. Characteristic of sample is adolescent at ofBojongsari Sawangan Depok Sub-district. Used collecting data for sexual behavioral scale and guilty feeling by likert model.

Reliability test use Alpha Cronbach analysis the result that be obtained is the scale of sexual is 0.865 and scale guilty feeling is 0.916. Correlation (r) count equal to 0.018 and behavioral R Square aspect of sexual equal to 11.2% to change of variable guilty feeling. There are 89 .8% other aspect which is contribution to guilty feeling which not measured in this research, which can give change to behavioral variable of sexual. So, we can concluded that these is relation between sexual behavior guilty feeling at adolescent at ofBojongsari Sawangan Depok Sub - district with significant direction that is more high the sexual excelsior it also had a high guilty feeling.

For further research, the writer suggests to use qualitative approach about sexual behavior to get a descriptive result.

(7)

KATAPENGANTAR

Segala puja dan puji bagi Illahi Rabb, Sang Pemillik Langit dan Bumi yang Maha

segalanya dan tidak ada yang mampu mengalahkan rasa kasih sayang - Nya kepada

seluruh umat manusia. Shalawat serta salam tercurahkan bagi Rasulullah SAW, suri

tauladan sepanjang masa.

Penulis bersyukur telah dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul

"HUB UN GAN ANT ARA PERILAKU SEKSUAL DEN GAN RASA BERSALAH

(GUILTY FEELING) P ADA REMAJA DI KELURAHAN BOJONGSARI

SAW ANG AN DEPOK" sebagai syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Psikologi di

UIN SyarifHidayatullah Jakarta.

Kelancaran dalam pembuatan skripsi ini tidak luput dari bantuan yang diberikan oleh

semua pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Jahja Umar, Ph.D Dekan Fakultas Psikologi besertajajarannya.

2. Bambang Suryadi, Ph.D Pembimbing I yang selalu memberikan arahan dan

masukan kepada peneliti untuk skripsi ini.

3. Rena Latifa, M.Psi Pembimbing II yang memberikan saran positif sehingga

skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

4. Seluruh Civitas Akatemik Fakultas Psikologi UIN Jakarta untuk ilmu yang

telah diberikan.

5. Orang yang terpenting dalam hidupku Sucipto (Ayah) dan Eny Sulastri (Thu),

Nur'aini Safitri, Maulika Fajar Alfilani (Adik), Lina Awalina Zulfa dan Mbah

Akung dan Mbah Putri dan semua saudara saya yang tiada henti-hentinya

mencurahkan kasih dan sayangnya melalui doa dan motivasinya kepada saya.

(8)

6. Om Endra dan Mba Erma, terima kasih atas bantuan dana untuk membeli

buku.

7. Remon dan Ganes terima kasih atas bantuan untuk mencari referensi.

8. Nina, Rohyat, Ida, Tika, Romi, dan Risti terima kasih atas bantuannya untuk

menyebarkan angket.

9. Lina, Dian, Rahmi, Nisa (teman-teman KKL), terima kasih atas semangatnya

dalam menyelesaikan skripsi ini

10. Aini,Eva dan Nuri, terima kasih atas terjemahkan bahasa dari indonesia ke

mggns.

11. Seluruh remaja di Kelurahan Bojongsari Sawangan Depok, terima kasih sudah

membantu untuk mengisi angket

Semoga Allah SWT membalas kebaikan kalian dengan berlipat ganda dan skripsi ini

dapat bermanfaat bagi kita semua. Amiin yaa Rabbal 'alamin.

Jakarta, 3 Des ember 2009

(9)

DAFTARISI

Abstrak ... .i

Kata Pengantar ... iii

Daftar lsi ... v

Daftar Table ... x

Daftar Lampiran ... xi

BABIPENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

1.2. Identifikasi Masalah

1.3. Pembatasan Masalahan dan Rumusan Masalah

1.3.1. Pembatasan Masalah

1.3.2. Rumusan Masalah

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1. Tujuan Penelitian

1.4.2. Manfaat Penelitian

1.4.2.1. Manfaat Teoritis

1.4.2.2. Manfaat Praktis

1.5. Teknik Penulisan

1.6. Sistematika Penulisan.

1

5

5

5

6

6

6

7

7

7

7

(10)

BAB II KAJIAN TEORI

2.1. Perilaku Seksual

2.1.1. Definisi Perilaku Seksual

2.1.2. Faktor Pendukung Perilaku Seksual

2.1.3. Tujuan Perilaku Seksual

2.1.4. Macam - Macam Perilaku Seksual

2.1.5. Motif Perilaku Seksual.

2.2. Rasa Bersalah

2.2.1. Definisi Rasa Bersalah (Guilty Feeling)

2.2.2. Rasa Bersalah Timbul Rasa Malu

2.2.3. Sumber Rasa Bersalah

2.2.4. Akibat-Akibat Rasa Bersalah

2.2.5. Macam - Macam Rasa Bersalah

2.2.6. Perbedaan Kategori Rasa Bersalah

2.2.7. Cara Mencegah Rasa Bersalah

2.2.8. Cara Mengatasi Rasa Bersalah

2.2.9. Kecenderungan Rasa Bersalah

2.3. Remaja

2.3.1. Pengertian Remaja

2.3.2. Ciri - Ciri Masa Remaja

2.3.3. Perubahan Tubuh Pada Remaja

10

10

13

15

16

19

21

21

24

25

26

28

28

31

32

35

36

36

37

(11)

2.3.3.1. Perubahan External

2.3.3.2. Perubahan Internal

2.3.4. Perkembangan Seksualitas Remaja

2.3.5. Perkembangan Moral Remaja

2.4. Kerangka Berfikir

2.5. Hipotesis Penelitian.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

39

40

4I

42

44

46

3.1. Jenis Penelitian 47

3. I. I. Pendekatan dan Metode Penelitian 4 7

3.2. Definisi Variabel dan Operasinal 47

3.2.1. Definisi Konseptual 47

3.2.2. Definisi Variabel 48

3.2.3. Definisi Operasional 48

3.3. Pengambilan Sampel 49

3.3.1. Populasi dan Sampel 49

3.3.2.Teknik Pengambilan Sampel 49

3.4. Pegumpulan Data 49

3.4.1. Teknik Pengumpulan Data 49

3 .4.2. Instrumen Pengumpulan Data 51

(12)

3.4.4. Hasil Uji Coba Alat Ukur Rasa Bersalah 55

3.4.5. Teknik Analisis Data 57

3.5. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian 59

3.5.1. Persiapan Penelitian 59

3.5.2. Pelaksanaan Penelitian. 60

BAB IV AN ALIS DATA DAN PRESENTASI

4.1. Gambaran Umum Responden Penelitian 61

4.2. Uji Persyaratan 63

4.2.1. Uji Normalitas 63

4.3. Deskripsi Hasil Penelitian 66

4.3.1. Kategorisasi Skor Skala Perilaku Seksual 66

4.3.2. Kategorisasi Skor Skala Rasa Bersalah 67

4.3.3. Uji Hipotesis 68

4.3.4. Hasil Utama Penerlitian 70

4.4. Uji Regresi 70

(13)

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

5 .1. Kesimpulan

74

5.2. Diskusi

74

5.3. Saran

76

5.3.1. Saran Teoritis

76

5 .3 .2. Saran Praktis

76

Daftar Pustaka.

78

(14)

DAFTAR TABEL

I. Blue Print Try Out

2. Blue Print field Study

3. Gambaran Responden Berdasarkan Kategori Usia, Pendidikan Terakbir, Agama, Suku, dan Jenis Kelamin

4. Tabel Uji Normalitas dan Gambar Q - Q plot

5. Kategori Perilaku Seksual

6. Kategori Skor Skala Rasa Bersalah

7. Tabel Uji Hipotesis

8. Table Uji Regresi

(15)

DAFT AR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skala Perilaku Seksual Try Out dan Rasa Bersalah Try Out

Lampiran 2. Skala Perilaku Seksual Field Study Dan Rasa Bersalah

Lampiran 3. Data Mentah Hasil Try Out

Lampiran 4. Uji Reabilitas Try Out

Lampiran 5. Hasil Field Study

(16)

1.1. Latar Belakang

Pada era globalisasi saat ini terjadi pergeseran moral mengenai pergaulan remaja

yang semakin menghawatirkan terutama dalam masalah seksual, ha! ini mengarahkan

remaj a pad a perilaku seksual menyimpang dari norma - norm a yang ada di

masyarakat.

Menurut Sarwono (2008), pada masa remaja merupakan masa peralihan dari masa

kanak-kanak ke masa dewasa. Sementara itu ada perubahan-perubahan psikologis

yang muncul diakibatkan dari perubahan fisik. Pengaruh perkembangan jiwa yang

sangat besar pada remaja adalah pertumbuhan tubuh, selanjutnya ada perubahan

secara biologis, pada wanita terdiri dari datangnya haid, sedangkan pada laki-laki

yaitu te1jadinya mimpi basah dan tanda-tanda seksual sekunder yang tumbuh.

Agustiani (2006) menyatakan bahwa remaja merupakan masa transisi yaitu peralihan

dari masa anak-anak sampai masa dewasa. Menurut Hurlock (1996), perubahan yang

(17)

organ-organ seksual) yang berlangsung pada masa pubertas atau masa awal remaja, pada

wanita sekitar umur (12 - 16 tahun) dan pada pria (14- 16 talmn).

Carles (2008) menyatakan bahwa dorongan atau hasrat melakukan hubungan seks,

selalu muncul jauh lebih awal pada kesempatan untuk melakukan secara bebas. Inilah

yang terjadi pada remaja dengan gejolak hasrat seks yang besar, pada ha! mereka

belum menikah dan karena itulah muncul berbagai masalah seks bebas pada remaja

salah satunya adalah perilaku seksual dan sekaligus munculnya dorongan (hasrat)

untuk melakukan hubungan tersebut.

Ada beberapa penelitian yang meneliti tentang perilaku seksual pada anak remaja.

Pertama, dalam Sarwono (2005) sebagimana mengutip dari penelitian Fakultas

Psikologi UI (1987) di Jakrta dan Banjarmasin para remaja yang tercatat 93%

berpacaran, 61,6% berciuman (pria) dan 39,4% (wanita), dan anak remaja yang

meraba di wilayah dada 2,32% (pria) dan 6, 7% (wanita). Sementara itu untuk anak

remaja yang memegang ala! kelamin 7.1 % (pria) dan 1.0% (wanita), dan yang

berhubungan di luar nikah 2.0% (semuanya pria).

Kedua, penelitian Dwiyanto (1992) menyatakan bahwa remaja berusia 20- 24 tahun

(remaja akhir) di Malang menemukan bahwa 26% remaja telah aktifsecara seksual

(18)

remaja berusia 20 - 24 tahun (remaja akhir) di Bali menemukan bahwa 29% remaja

telah aktif secara seksual (mulai dari yang berciman sampai melakukan hubungan

seksual).

Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Tim Skala (Sentra Kaula Muda Lampung)

dalam Carles (2008), I 00 remaja yang melakukan hubungan seks menemukan bahwa

20% di antaranya menyatakan hubungan seksual di luar nikah boleh - boleh saja

(sudah menjadi ha! yang biasa atau sudah tidak tabu), 41 % yang menyatakan bahwa

alasan remaja melakukan hubungan seks karena cinta dan merupakan kebutuhan

biologis, sedangkan 54% menyatakan bahwa aktivitas seksual terjadi karena kurang

perhatian atau retaknya komunikasi antar orang tua dan anak khususnya remaja.

Soekatno (2008) mengatakan bahwa selama berabad-abad, seks dan seksualitas

secara moralitas selalu distigmakan sebagai suatu yang buruk dan gelap. Seksual

bersifat apatis bila disangsikan oleh sakramen perkawinan. Setiap aktifitasnya

seksualitas yang bukan bertujuan untuk menciptaan (sex as procreational), terutama

semua penyimpangan seksual, secara moral dianggap tabu danjahat. Asumsi ini di

latar belakangi oleh satu pandangan bahwa tubuh manusia adalah sumber keburukan

(19)

Setelah para rernaja rnelakukan seks dan seks itu tabu rnaka rnuncul rnasalah yaitu

rasa bersalah (guilty feeling), hal ini mengakibatkan banyak para ahli melakukan

sebuah penelitian. Dimana seseorang mengalami rasa bersalah temyata dapat

berkembang menjadi gangguan psikologis yang lebih parah seperti bisa menimbulkan

rasa malu, ketakutan, putus asa, cemas, kesepian, depresi, bahkan sampai bunuh diri

(Kanai dalam Ucup, 2007).

Pusat Studi Wanita (PSW) beke1ja sama dengan Kementrian Pemberdayaan

Perempuan dalam Sobary (2008), menemukan fakta bahwa para pelaku seks bebas

rata-rata menyesali perbuatannya dan mengaku perilaku itu tidak benar atau salab.

Mereka sadar seks bebas itu hanya merugikan dirinya sen<liri dan dilarang agama dan

bisa mendapatkan dampak, dalam penyesalannya mereka mengaku merasa bersalah,

sehingga mempunyai perasaan menyesal dan merasa malu telah mereka lakukan.

Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti tertaiik untuk rnengetahui ragam perilaku

seksual di Kelurahan Bojongsari Depok. Di tempat ini tampak aktifitas remaja yang

menunjukan pergaulan bebas seperti: berciuman, berpelukan, hingga menyentuh

organ intirn ( <lari basil wawancara pendahuluan). Ditemukan juga beberapa kasus

kehamilan di luar pemikahan. Lebih dalamnya, peneliti juga ingin mengetahui apakah

perilaku seksual remaja di Kelurahan Bojongsari Sawangan Depok tersebut juga

mengakibatkan adanya rasa bersalah. Sehingga basil penelitian ini dapat dijadikan

(20)

1.2. Identifikasi Masalah

Setelah mengetahui latar belakang pemilihan judul di atas, maka selanjutnya peneliti

mengidentifikasi masalah penelitian ini sebagai berikut:

1. Apajenis perilaku seksual yang dilakukan oleh para remaja?

2. Apa faktor yang mempengaruhi remaja sehingga menampilkan perilaku seksual?

3. Apakah ada hubungan antara perilaku seksual yang dilakukan remaja dengan rasa

bersalah (guilty feeling)?

1.3. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah

1.3.1. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari meluasnya dan lebih teraralmya penelitian maka penelitian akan

dibatasi permasalahan sebagai berikut:

1. Perilaku seksual adalah suatu mekanisme, kompeksitas emosi, perasaan yang

erotik (mengungkapkan perasaan sayang, membelai, dll), kepribadaian, dan gejala

tingkah laku manusia yang didorong oleh hasrat seksual dengan lawan jenis

sehingga bisa melakukan memegang, hubungan kelamin, bercumbu, mencium,

berpelukan, oral sek, masturbasi sehingga mampu mengadakan keturunan dan

dimanifestasikan diri dari masa bayi, dalam bentuk tingkah laku yang tidak

(21)

2. Rasa bersalah adalah suatu emosi yang bersifat universal, perasaan emosional

alamiah dan bemilai, pelanggaran nilai-nilai moral dan spiritual, dan merupakan

fenomena internal dalam ha! ini seseorang bisa menilai perilaku mereka sendiri

seperti; gangguan fisik (nyeri dada, salah cema, sakit jantung, tukak lambung,

debaran jantung, sakit punggung, diare, penyakit kulit, sesak nafas, kelelahan dan

tidak enak badan) dan rendah diri (merasa malu, kegagalan, takut, tidak aman,

merasa kacau dan sedih karena dosa), sehingga merasa telah menyakiti dan

melanggar peraturan hukum moral pada masyarakat.

3. Remaja adalah masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa, baik secara

jasmani maupun rohani. Batas umur remaja 16- 21 tahun.

1.3.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: apakah ada hubungan yang signifikan

antara perilaku seksual dengan rasa bersalah (guilty feeling) pada remaja di Kelurahan

Bojongsari Sawangan Depok.

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan mengetahui hubungan antara perilaku

seksual dengan rasa bersalah (guilty feeling) pada remaja di Kelurahan Bojongsari

(22)

1.4.2. Manfaaat Penelitian

1.4.2.1. Manfaat Teoritis

Dari hasil penelitian ini bermanfaat bagi psikologi terutama bagi perkembangan ilmu

psikologi klinis dm1 hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan

pertimbangan untuk penelitian-penelitian selanjutnya dengan baik.

1.4.2.2. Manfaat Praktis

a. Dari hasil penelitian ini dapat diharapkan menambah wawasan bagi peneliti

mengenai hubungan antara perilaku seksual dengan rasa bersalah (guilty feeling)

pada remaja.

b. Diharapkan dapat memberi masukan bagi masyarakat, khususnya bagi para anak

remaja agar dapat memahami baik buruknya perilaku seksual.

c. Dari penelitian ini, diharapkan para remaja dapat memahami gambaran perilaku

seksual yang salah dan akibat yang ditimbulkannya sehingga mereka dapat

berpikir sebelum bertindak atau melakukan seksual diluar nikah.

1.5.

Teknik Penulisan

Teknik penulisan dalam penelitian ini mengacu pada buku pedoman penyusunan dan

(23)

1.6. Sistematika Penulisan

BAB!

BAB II

BAB III

PENDAHULUAN

Dalam bab ini, penulis melakukan pembahasan mengenai latar

belakang penelitian, identifikasi masalah, pembatasan masalah dan

rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, teknik penulisan, dan

sistematika penelitian.

LANDASAN TEORI

Perilaku Seksual, definisi prilaku seksual, faktor-faktor pendukung

perilaku seksual, tujuan prilaku seksual, macam-macam prilaku

seksual, Motif Prilaku Seksual. Rasa bersalah, definisi rasa bersalah

(Guilty Feeling), Rasa bersalah timbul rasa malu, sumber dari rasa

bersalah, akibat-akibat dari rasa bersalah,rasa bersalah dibedakan

dengan kategori, macam-macam rasa bersalah, cara mencegah rasa

bersalah, mengatasi rasa bersalah, kecenderungan rasa bersalah.

Remaja, pengertian remaja, ciri-ciri masa remaja, perubahan tubuh

pada remaja, pennbangan seksualitas remaja, perkembangan moral

remaj a, kerangka berfikir dan hipotesis penelitian.

METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini, penulis akan membahas pendekatan penelitian, jenis

penelitian, definisi variable, konseptual dan operasinal, pengumpulan,

(24)

BABIV

BABY

sample, teknik pengnmpulan data, instrumen pengumpulan data, hasil

uji coba ala! ukur perilaku seksual, hasil uji coba ala! ukur rasa

bersalah, teknik analisis data,persiapan dan pelaksanaan penelitian.

ANALISIS DATA DAN INTERPRETASI

Pada bab ini, penulis menguraikan tentang hasil penelitian, deskripsi

[image:24.519.61.430.196.518.2]

hasil analisis data, dan interpretasi dan penjelasan hasil penelitian.

Gambaran Umum Responden Penelitian.

KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

Pada bab ini, penulis akan menyebutkan temuan-temuan barn dari

hasil penelitian dan rekomendasi yang diajukan untuk penelitian

(25)

BAB II

J(AJIAN TEORI

2.1. Perilaku Seksual

2.1.1. Definisi Prilaku Seksual

Menurut Soekatno (2008) perilaku seksual adalah merupakan repersentasi atau

bentuk ungkapan rasa cinta ataupun seks sebagai teknik semata, ha-ha! yang lebih

umum seperti cara berpakaian seronok, gerak - gerik yang erotis, membaca majalah

porno dan gambar-gambar sensual, ketertarikan pada pesona lawanjenis. Jadi

seksualitas yakni keseluruhan kompleksitas emosi, perasaan, kepribadian, dan sikap

seseorang yang berkaitan dengan prilaku serta orientasi seksualnya.

Kartono (2007) menyebutkan bahwa perilaku seksual merupakan suatu mekanisme

manusia yang mampu mengadakan keturunan, oleh karena itu seks merupakan

mekanisme vital untuk mengadakan evolusi sepanjang sejarah kehidupan manusiawi.

Disamping hubungan sosial biasa, diantara wanita dan pria bisa terjadi hubungan

khusus yang sifatnya erotis,dan yang disebut sebagai relasi seksual, dimana kedua

belah pihak saling menghayati dan dalam satu bentuk kenikmatan jika dilakukan

dalam hubungan yang normal sifatnya. Sedangkan Freud menyatakan bahwa perilaku

(26)

tidak menggunakan alat kelamin; misalnya anak bayi yang sedang menyusui pada

ibunya, atau saat dia menikmati belaian kasih sayang dari ibunya.

Menurut Chaplin (2006) perilaku seksual adalah tingkah laku, perasan, atau emosi

yang berasosiasi dengan perangsangan alat kelamin, daerah-daerah erogenous,

dengan proses perkembangbiakan, atau perbedaan masing-masing menghasilkan

sebutir sel telur dan sperma. Seksualitas adalah kapasita untuk bertingkah laku

seksual atau untuk melakukan seksual dan cenderung untuk terlalu memperhatikan

secara berlebihan pada seks.

Sarwono (2005) mendefinisikan bahwa perilaku seksual merupakan segala tingkah

laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawanjenis maupun dengan

sama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku seks bennacam-macam, mulai dari perasaan

tertarik sampai tingkah laku, bercumbu, bersenggama.

Sedangkan Abdurrouf, Ghazali, dan Zuhria (2005) menyatakan bahwa perilaku

seksual merupakan perilaku yang mengungkapkan dengan tindakan yang dirasakan

erotik oleh individu. Dalam ungkapan ini bervariasi mulai dari penulisan puisi untuk

mengungkapkan perasaan sayang, berkata-kata manis, membelai, memegang tangan,

memeluk, mencium sampai dengan meraba bagian tubuh yang peka atau sensitif,

(27)

Menumt Gunarsa dalam Carles (2008), perilaku seksual adalah segala tingkah laku

yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawanjenis ataupun dengan sesama

jenisnya. Bentuk-bentuk tingkah laku ini bisa bermacam-macam, mulai dari perasaan

tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu, dan bersenggama. Objek seksual

bisa bempa orang lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri. Sebagian tingkah laku

ini memang tidak berdampak apa-apa temtama jika tidak ada akibat fisik atau sosial

yang dapat ditimbulkan. Dorongan (hasrat) melakukan hubungan seks, selalu muncul

jauh lebih awal pada kesempatan untuk melakukan secara bebas. Seks bebas pada

remaja salah satunya adalah perilaku seksual dan sekaligus munculnya dorongan

(hasrat) untuk melakukan hubungan tersebut. Dorongan atau hasrat ini mempunyai

ciri kenikmatan tersendiri dan karena disebabkan adanya dorongan dengan prinsip

kenikmatan atau pleasure principle.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku seksual merupakan suatu

mekanisme, kompeksitas emosi, perasaan yang erotik (mengungkapkan perasaan

sayang, membelai, dll), kepribadaian, dan gejala tingkah laku manusia yang didorong

oleh hasrat seksual dengan lawan jenis sehingga bisa melakukan hubungan kelamin

(bersenggama) sehingga mampu mengadakan ketumnan dan dimanifestasikan diri

(28)

2.1.2. Faktor - faktor Pendukung Perilaku Seksual

Menurut Sarwono (2005), alasan seorang remaja melakukan seks adalah:

a. Perubahan-perubahan hormonal, yang meningkatnya hasrat seksual (libido

seksual) remaja. Peningkatan hasrat seksual ini membutuhkan penyaluran dalam

bentuk tingkat laku seksual tertentu.

b. Penundaan usia perkawinan, baik secara hukum karena adanya undang-undang

tentang perkawinan yang menetapkan batas usia menikah (16 tahun untuk wanita

dan 19 tahun untuk pria), maupun karena norma sosial yang makin lama semakin

menuntut persyaratan yang makin tinggi untuk perkawinan (pendidikan,

pekerjaan, persiapan mental,dll)

c. Norma-norma agama. Seseorang dilarang untuk melakukan hubungan seks

sebelum menikah. Bahkan larangannya berkembang lebihjauh kepada tingkah

laku yang lain seperti; beciuman dan masturbasi. Untuk remaja yang tidak dapat

menahan diri dan terdapat kecenderungan untuk melanggar saja larangan tersebut.

d. Penyebaran informasi. Rangsangan seksual melalui media massa yang adanya

teknologi canggih (video, internet, vcd, telepon genggam, dll) menjadi tidak

terbendung lagi. Sehingga remaja ingin tahu dan ingin mencoba, akan meniru apa

yang dilihat atau didengar dari media massa, pada umumnya mereka belum

(29)

e. Orang tua, baik karena ketidak tahuan atau karena masih tabu membicarakan

tentang seks dengan anak maka orang tua tidak terbuka dengan anak, malah orang

tua cenderung menjauhi atau menjaga jarak masalah seksual.

f. Pergaulan. Pergaulan yang semakin bebas antara pria dan wanita dalam

masyarakat. Hal ini akibat perkembangarmya peran dan pendidikan wanita

sehingga kedudukan wanita semakin sejajar dengan pria.

Dari faktor diatas dapat kita simpulkan bahwa penyebab dari timbulnya perilaku

seksual pada remaja adalah pergaulan di luar rumah. Menurut Manuaba (1999) ada

beberapa faktor yang menyebabkan remaja lebih banyak bergaul diluar rumah:

1 . Kesibukan kedua orang tua mencari nafkah sehingga kurang dapat perhatian pada

anak remaja, sehingga pengaruh kebudayaan mudah mempengaruhi remaja dalam

aktivitas pergaulan.

2. Bel um dapat diterimanya pendidikan seks remaja yang masih beranggapan bahwa

seks merupakan masalah tabu.

3. Kemampuan dalam memberikan perhatian dan pendidikan khusus masih belum

memadai.

4. Perubahan sikap moral lebih berorientasi materialistis telah mengubah remaja

(30)

2.1.3. Tujuan Perilaku Seksual

Menurut Soekatno (2005), tujuan perilaku seksual mengacu pada mekanisme tata cara

(prosedural) akting film, sebagai bumbu-bumbu" penyedap" dan pelengkap tema

dalam kerangka kerja estetika. Dalam suber Iain, Imron (2002) menyebutkan bahwa

tujuan perilaku seksual meliputi:

a. Prokreasi yaitu menciptakan atau meneruskan keturunan.

b. Rekreasi yaitu memperoleh kenikmatan biologis atau seksual.

Sedangkan menurut Kartono (2007), tujuan perilaku seksual adalah sebagai berikut:

I. Untuk reproduksi atau untuk mengadakan keturunan. Terutama pada kaum

beragama berpendapat, bahwa tujuan dan fungsi dari seks itu adalah mendapatkan

keturunan. Akan tetapi pada masa modern ini, tanpa melakukan hubungan seks

seseorang (wanita) bisa mendapatkan keturunan dengan cara pembuahan secara

buatan (inseminasi).

2. Menyatakan cinta - kasih. Khususnya ha! ini kita temukan dalam perkawinan dan

jangan lupa bahwa tanpa ikatan nikah selalu berdasarkan cinta kasih.

3. Untuk mendapatkan kesenangan (sex for fun). Untuk mengadakan keturunan dan

relasi cinta, seks juga sering kali sebagai sarana untuk menghayati kesenangan

(31)

2.1.4. Macam - macam Perilaku Seksual

Berdasarkan penelitian Kinsey, Duvall, Miller (1965), macam-macam perilaku

seksual terdiri dari: bersentuhan (touching), berciuman (kissing), bercumbu {petting),

berhubungan kelamin (sexual intercourse) dan berpelukan. Berdasarkan penelitian

tersebut, ada beberapa macam perilaku seksual yang dilakukan oleh remaja antara

lain;

1. Memegang (Touching). Pada saat menjalani hubungan dengan seseorang ha! yang

pertama kali dilakukan oleh pasangan adalah berpeganggan tangan, yang

menandakan perasaan kasih sayang terhadap pasangannya. Dengan mengikuti

zaman saat ini merupakan ha! yang wajar atau lumrah yang dilakukan oleh

pasangan-pasangan remaja saat berpacaran.

2. Berpelukan. Suatu perilaku saling mendekap atau mendekatkan tubuh yang

dilakukan dengan kondisi seseorang sudah cukup mengenal pasanganya, sehingga

tidak ada perasaan canggung untuk memeluk pasangannya yang pada saat ini ha!

tersebut sudah sangat wajar dilakungan disetiap pasangan dalam berpacaran.

3. Berciuman (Kissing). Sebuah tingkah laku yang dilakukan dengan mulut yang

bersentuhan dengan anggota tubuh lainnya. Kondisi tersebut dalam berpacaran

adalah merupakan ha! yang pertama kali dalam kontak fisik yang biasa dilakukan

dengan dasar dorongan seksual yang tinggi. Ada berbagai ciuman yang dilakukan

oleh pasangannya mulai dari ciuman pipi, kening, tanggan, bibir, sehingga sampai

(32)

7. Masturbasi. Rangsangan yang dilakukan oleh diri sendiri sehingga menimbulkan

gairah (erotis). Ketika seseorang sudah memasuki usia dcwasa, maka masturbasi

perlahan - lahan akan berkurang dan terganti dengan hubungan seksual.

Walaupun banyak orang yang merasa bersalah seteiah melakukan masturbasi,

pada umumnya mereka akan melakukanya lagi dengan alasan karena aman,

praktis, dan sehat, artinya tidak mengandung resiko yang berbahaya. Sejauh itu

secara medis tidak ada efek samping saat melakukan masturbasi (Ajen Dianawati

2003 dalam Nurhayati 2008). Dan menurut Llewellyn-Jones (2005) rangsangan

pada alat kelamin yang dilakuan oleh bagian tangan. Dari berbagai penelitian

hampir semua remaja pria bemrnsturbasi dan tiga perempat gadis remaja

bermasturbasi pada usia 21 tahun. Masturbasi paling banyak dipilih oleh sebagian

orang apabiala dorongan seksualnya tidak bisa dibendung lagi. Masturbasi

dikatakan menyebabnya frustasi seks dan frigiditas, tetapi peneliti lain

menemukan, masturbasi menyebabkan akses seksual, sehingga jelas anggapan

tadi bersifat emosional dan tidak nyata (tidak dapat mencapai kepuasan emosional

(33)

2.1.5. Motif Prilaku Seksual

Freud dalam Soekatno (2008) mengatakan bahwa seksualitas sebagai pusat teori

psikoanalisis mengasumsikan bahwa sumber energi tingkah laku manusia secara luas

adalah seks. Perkembangan normal libido dapat dipengaruhi lingkungannya, terutama

ketika masa kanak-kanak dan bahwa keanehan tingkah laku karakter dalam diri orang

dewasa berakar dalam keanehan dari hasrat dan tujuan seksualitas.

Gunarsa (2004), menyatakan bahwa timbulnya suatu tingkah laku atau perbuatan

yaitu adanya dorongan, motif dan naluri. Dorongan adalah rangsangan yang timbul

didalam individu yang ada dasar fisologisnya. Sering disebut kebutuhan karena

berhubungan dengan suatu kekurangan didalam tubuh dan pemuasannya yang hanya

dapat diperoleh dengan tercapainya tujuan temtu. Motif adalah merupakan suatu

rangsangan yang kuat dan mendorong seorang kesuatu tujun tertentu, tetapi tidak

sekuat kebutuhan. Kebutuhan merupakan suatu keperluan yang harus diperlikan yang

harus dipenuhi atau harus mencapai pemuasan. Sebaliknya motiftidak merupakan

suatu keharusan yang mutlak. Naluri atau instink adalah tingkah langku yang

majemuk, timbul dengan sendirinya artinya sudah terbentk dari dalam sejak lahir

mengikuti persiapan dalam perkembangan manusia maupun hewan, dan tidak

(34)

Selain itu Freud dalam Sabur (1998) mengatakan bahwa dalam diri seseorang

terdapat tiga sistem kepribadian, yang disebut Id, Ego, dan Super Ego. Id adalah

bagian kepribadian yang menyimpan dorongan-dorongan biologis manusia - pusat

insting (Rahmat, 1994 ). Id selalu berprinsip memenuhi kesenangannya sendiri

(pleasure principel) termasuk seks dan agresivitas.

Sarwono (1997) menjelaskan bahwa ego merupakan media antara hasrat - hasrat

hewani dan tuntunan rasional dan realistis. Ego - !ah yang menyebabkan manusia

mampu hasrat hewaninya dan hidup sebagai wujud yang rasional (pribadi yang

n0tmal). Ia bergerak berdasarkan prinsip realitas (reality principle). Super Ego

-berisi kata hati. Kata hati ini berhubungan dengan lingkungan sosial dan mempunyai

nilai-nilai moral, sehingga merupakan kontrol atau sensor terhadap

dorongan-dorongan yang datang dari Id. Karena itu, ada semacam kontradiksi (bertentangan)

antara Id dan Super - Ego yang harus dapat memenuhi ketuntutan kedua sistem

kepribadian yang lainnya secara seimbang. Kalau Ego gaga! menjaga keseimbangan

antara dorongan dari larangan-larangan dari Super - Ego maka orang itu akan

menderita konflik batin yang terus-menerus dan konflik ini akan menjadi dasar dari

(35)

2.2.

Rasa Bersalah

(Guilty Feeling)

2.2.1. Definisi Rasa Bersalah

Menurut Coleman (1985) rasa salah adalah suatu emosi yang bersifat universal yang

dimiliki oleh setiap manusia. Satu hal yang dirasakan seseorang pada saat dia

melakukan suatu kesalahan dan diberlakukan terhadap dirinya sendiri, seperti cinta

yang dapat merusak seperti rasa benci.

Chaplin (2006) mendefisinikan rasa bersalah sebagai perasaan emosional yang

berasosiasi dengan realisasi bahwa seseorang melanggar peraturan sosial, moral, atau

etis/susila. Sedangkan menurut psikoanalis, perasaan bersalah tidak disadari, dan

beberapa perasaan bersalah sifatnya justru imajinasi atau khayalan. Pada peristiwa

terakhir, diduga bahwa perasaan bersalah yang diimajinasikan yaitu simbol dari

perasaan bersalah yang benar-benar salah dan ditekan-tekan dalam ketidaksadaran.

Allen (2005) menyatakan bahwa rasa bersalah berasal dari perasaan bahwa apa yang

di!akukan secara moral adalah salah. Rasa bersalah biasanya timbul pada pasangan,

karena pada relasi ini, salah satu orang dalam hubungan tersebut mengutamankan

kesejahteraan atau kesenangan pasangannya. Seseorang akan sangat merasa bersalah

apabila menyakiti orang yang telah kita cintai, contoh; rasa bersalah muncul karena

rasa tanggung j awab yang dibebankan, akan tetapi mengalami kerugian, kehilangan,

(36)

Menurut Singh (2003) rasa bersalah adalah sebuah konsep yang membentuk bagian

dari sebuah matriks yang berkaitan dengan pembagian dan penyatuan moral;

pelanggaran, kesalahan, tuduhan, menyalahkan, dalih, malu, sedih karena dosa,

menyesal, di!. Penggunaan matriks di atas dimana seseorang melanggar hukum, atau

peraturan hukum moral pada masyarakat.

Olson (2005) menyatakan bahwa rasa bersa!ah sebagai pelanggaran nilai-nilai moral

dan spiritual seseorang. J adi rasa bersalah dapat bertindak sebagai lampu peringatan

untuk menghentikannya dari tindakan yang membuat hal-hal yang membahayakan

dirinya dan menghancurkan hidupnya.

Sedangkan menurut Mosher dalam Pitaloka (2007), konsep yang berdasar pada teori

pembelajaran sosial (social learning the01y), menjelaskan rasa bersalah sebagai

ekspektasi general pada media hukuman diri terhadap pelanggaran (antisipasi

pelanggaran) yang terinternalisasi dari standar moral perilaku. Lewis dan Havilan

(1993) mendefinisikan bahwa rasa bersalah sebagai emosi penyesalan yang

dihasilkan ketika seseorang menilai prilaku mereka sendiri sebagai kegagalan. Jadi

rasa bersalah diasosiasikan (hubungan) sebagai rasa malu untuk dapat memperbaiki

tindakan yang dapat individu ambil (tidak diambil dalam kebutuhan) untuk

memperbaiki kegagalan. Selanjutnya, menurut Ausubel dalam Warren (1995), rasa

(37)

bahwa perbedaan antara rasa bersalah dan rasa malu terletak pada kesadaran diri

publik dan individu (pribadi).

Kanai dalam Ucup (2007} menyatakan bahwa rasa bersalah = Guilt dalam bahasa Inggris atau Culpa = dalam bahasa Latin maupun Spanyol. Rasa bersalah timbul,

karena kita merasa telah menyakiti, mengecewakan maupun membuat duka orang

yang kita kasihi misalnya pasangan hidup, anak, orang tua maupun sahabat. Hal

lainnya bisa juga timbul, karena telah melanggar norma agama maupun masyarakat

misalnya para pelaku seksual bebas. Rasa bersalah bisa menimbulkan rasa malu,

ketakutan, putus asa, cemas, kesepian, depresi, bahkan sampai bunuh diri. Namun

rasa bersalah merupakan fenomena internal, sesuatu yang berkaitan oleh reaksi sadar

atau tidak sadar dari orang-orang disekelilingnya dan orang yang paling sering

menyebabkan kita merasa bersalah orang yang paling dekat dengan kita.

Pusat Studi Wanita (PSW) bekerja sama dengan Kementrian Pemberdayaan

Perempuan dalam Sobary (2008) menyatakan bahwa rasa bersalah merupakan emosi

yang alamiah dan bernilai. Konsep benar dan salah yang tepat untuk dapat cukup

berfungsi dalam dunia. Kesadaran bersalah maju meninggalkan rasa menyesal di

belakang. Mekanisme perbaikan perilaku adalah pengembangan diri dan

pembentukan hubungan yang tepat. Perasaan penyesalan yang mengakibatkan dari

perilaku sengaja yang membahayakan dan harus belajar menyesuaikan untuk

(38)

adalah emosi yang lebih kompleks kelihatannya dari pada penjelasan mengenai rasa

menyesal sejati yang dinyatakan secara tidak langsung. Perasaan menyesal yang palsu

ialah datang pada kita menghancurkan segala yang ada dijalumya.

Dari definisi di atas dapat kita simpulkan bahwa rasa bersalah merupakan suatu emosi

yang bersifat universal, perasaan emosional alamiah dan bemilai, pelanggaran

nilai-nilai moral dan spiritual, dan merupakan fenomena internal dalam hal ini seseorang

bisa menilai perilaku mereka sendiri sebagai kegagalan, sehingga merasa telah

menyakiti dan melanggar peraturan hukum moral pada masyarakat.

2.2.2. Rasa Bersalah Timbul Rasa Malu

Pusat Studi Wanita (PSW) bekerja sama dengan Kementrian Pemberdayaan

Perempuan dalam Sobary (2008) menyebutkan bahwa jika seseorang menghadang

perilaku ini, kita perlu berhenti dan menetapkan jika kita bersalah karena melakukan

pelanggaran. Jika benar-benar bersalah kita seharusnya mengaku dan minta ampun,

dan mengampunni diri sendiri tanpa ada bekas perasaan malu. Bila kita tidak

bersalah, harus melindungi kepribadian kita yang berharga. Jika sudah berfikir dan

menetapkan apakah kita bersalah atau tidak, kita tidak dapat menjaga rasa malu

(39)

Jika unsur rasa malu rendah, ketika situasi dari rasa bersalah meningkat, kita

seharusnya mampu menjaga pikiran kita berpusat hanya pada perilaku kita. Jika tidak

!alu seseorang telah melukai kepribadian kita, membatasi potensi kita untuk

memelihara diri kita sendiri. Rasa bersalah dan rasa malu, menunjukan bahwa rasa

penyesalan yang sejati dan sedikit rasa malu penting untuk perkembangan yang tepat

dari kepandaian seseorang dan hubungannya dengan yang lain. Rasa bersalah palsu

dan terlalu ban yak rasa malu dapat menyebabkan penyimpangan emosi seperti

depresi, kekuatiran, rendah diri dan perilaku kecanduaan dan tanpa pikir.

2.2.3. Sumber dari Rasa Bersalah

Menurut Coleman (1985), sumber dari rasa bersalah dapat dikelompokkan ke dalam

dua kelompok, yaitu;

l. Rasa bersalah yang muncul dari hubungan interpersonal, terutama yang akrab,

misalnya dari hubungan antara anggota keluarga. Pada umumnya, mudahnya rasa

bersalah berkembang dalam diri kita tergantung pada intimnya hubungan tersebut.

Kita cenderung untuk lebih cepat merasa bersalah bila kita merasa mengecewakan

orang yang dekat dengan kita.

2. Rasa bersalah timbul dengan peran yang disandang seseorang dalam lingkungan

masyarakat. Setiap individu mempunyai peranan tertentu, yang disepakati oleh

lingkungan. Masyarakat menetapkan tuntutan serta harapan tertentu mengenai

(40)

pria, lingkungan masyarakat mengharapkan individu untuk dapat menyesesuai

dengan peran masing-masing undividu dan memenuhi tuntutan masyarakat. Bila

individu berhasil maka ia akan merasa dirinya bertingkah laku yang ideal (sesuai

dengan harapan masyarakat), bila sebalilmya ia melakukan pelanggaran maka

mereka akan kena sanksi oleh masayarakat berupa cemooh, atau pun perilaku

yang tidak menyenangkan.

2.2.4. Akibat - akibat dari Rasa Bersalah

Coleman (1985) menyatakan ada beberapa akibat yang ditimbulkan dari rasa bersalah

terdiri dari:

1. Merasa rendah diri. Banyak kemungkinan rasa salah yang mempengaruhi kita

dapat disejajarkan dengan jumlah sumber rasa salah yang berpotenial. Rasa salah

tidak hanya melahirkan rasa rendah diri, rasa tidak aman, dan rasa malu, merasa

kacau, rasa takut, kegagalan, dan sedih karena dosa, rasa salah bisa jadi sumber

berkembangnya persoalan emosional seperti kasihan diri. Rasa salah yang asli

dapat dengan mudah te1iutup oleh keseluruhan rangkain trauma mental. Oleh

karena itu, sering sekali kitak mempercayai ungkapan 'kompleks rasa salah' yang

mudah dimengerti.

2. Gangguan fisik yang dapat ditimbulkan. Banyak kasus mata rantai antara penyakit

fisik dan rasa salah tidak mudah didefinisikan, mungkin lebih realistisnya kita

(41)

mencari tipe rasa salah yang tampak:nya paling mungkin membuahkan stres dan

ketegangan yang menimbulkan penyakit tersebut. Daftar penyakit fisik yang amat

panjang sekarang ini diakui yang disebabkan oleh stres dan ketegangan. Nyeri

dada, salah cema, sakitjantung, tukak lambung, debaranjantung, sakit punggung,

diare, penyakit kulit, sesak nafas, kelelahan, tidak enak badan dan sebagainya

hanyalah kelainan khusus yang ditemukan mempunyai kuat dengan pikiran. Stres

berhubungan dengan penyakit fisik maka rasa salah harus selalu dianggap sebagai

sumber utama stres mental. Dapat ditambahkan bahwa perasaan bersalah seperti

kelelahan dan tidak enak badan pun biasanya dihubungkan dengan gangguan

pikiran.

3. Hal-ha! yang baik. Sejauh ini rasa bersalah adalah alat yang penting dan berguna

agar kita dapat menahan diri, tanpa rasa salah kita tidak kesempatan untuk

membina hubungan pribadi atau bennasyarakat (bersosialisasi). Rasa salah juga

dapat menentukan kearah keberhasilan dalam banyak ha! dalam kehidupan. Rasa

salah serta rasa takut yang berkaitan dengan rasa salah sehingga membuat kita

jujur, berhati-hati, salah satu yang membuat kita cennat, bermoral, baik hati,

murah hati, ambisius, berkerja keras, kreatif; paling adil, dan paling penuh

perhatian,mentaati hukum, rasa sesal . Melawan rasa salah tidak dapat menjadi

(42)

r

UIN SYAH!D JAKART

uセセャ@

2.2.5. Macam - macam dari Rasa Be1tsalah

/\

_

Ucup (2007) menyatakan bahwa rasa bersalah dapat dibagi dalam empatjenis emosi

yaitu:

c. Rasa bersalah palsu adalah perasaan yang tidak dikehendaki bukan disebabkan

oleh perbutan salah, tetapi oleh mekanisme pertahananjiwa melawan rasa sakit.

d. Rasa bersalah yang membangun adalah sangat alami dalam jumlah yang sangat

kecil dan penting untuk mengembangkan keperibadian dan hati nurani seseorang.

e. Rasa bersalah yang menghancurkan adalah tidak diinginkan dan adalah akibat

dari menjadi bagian dari dunia yang melanggar.

f. Rasa bersalah yang timbul adanya rasa malu adalah dimana konsep ini lebih

da!am untuk menjelaskanjika seseorang menghadang perilaku kita, kita perlu

berhenti dan menetapkan jika kita bersalah karena melakukan pelanggaran.

2.2.6. Perbedaan Kategori Dalam Rasa Bersalah

Bruce Narramore dalam Oeniyati (2005) menyatakan bahwa rasa bersalah ada dalam

setiap masalah psikologis yang dihadapi setiap orang. Sehingga rasa bersalah di bagi

(43)

a. Objective guilt

Adalah guilt yang menjadi masalah oleh karena ada peristiwa pelanggaran hukum,

baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis.

Meskipun demikian, orang yang melakukan pelanggaran itu sendiri mungkin tidak

merasa bersalah. Rasa bersalah yang objektif ada tiga yaitu:

1. Social-guilt, yaitu rasa bersalah yang menjadi masalah di karena pelanggaran

terhadap hukum yang tidak tertulis yang berlaku dalam masyarakat. Misalnya:

penghinaan, ancaman terhadap sesama manusia, yang mungkin tidak ada bukti-bukti

konkrit sehingga bisa dibawa ke pengadilan, bahkan mungkin tidak ada hukum

tertulis yang menggariskan tentang ha! - ha! itu, tetapi muncul masalah.

2. Personal-guilt, yaitu rasa bersalah yang menjadi masalah di karena pelanggaran

terhadap "conscience" atau kesadaran akan kebenaran yang ada di dalam hati orang

yang bersangkutan. Misalnya: rasa bersalah yang muncul karena orangtua memukul

anaknya tanpa alasan yang benar atau suami yang makan malam di luar sendiri

meskipun tahu bahwa istrinya menantikan dia, dan sebagainya.

3. Theological-guilt, yaitu rasa bersalah yang menjadi masalah di karena pelanggaran

terhadap hukum - hukum. Dalam memberikan standar - standar tingkah laku

manusia, jika itu dilanggar, baik dengan pikiran maupun perbuatan, maka muncul

masalah walaupun orang yang bersangkutan tidak bersalah. Kebanyakan orang

merasa gelisah kemungkinan karena merasa bersalah, jika melakukan

(44)

Jadi dapat kita ketahui bahwa banyak yang begitu keras hati sehingga mematikan

perasaan bersalahnya. Banyak juga orang yang melakukan pelanggaran terhadap

hukum namun tidak merasa bersalah, hal ini mungkin disebabkan karena

keberhasilannya dalam mematikan rasa bersalahnya atau mungkinjuga disebabkan

karena kurangnya pengenalan terhadap kebenaran agama (spiritual) atau nilai-nilai

moral dalam masyarakat, jadi hanya pelanggaran-pelanggaran tertentu yang

menimbulkan guilty feeling.

b. Subjective-guilt

Adalah guilty yang menimbulkan perasaan bersalah dan menyesal dalam diri orang

yang bersangkutan. Bahkan orang yang bersangkutan bisa merasakan ketakutan,

putus asa, cemas, dan terns - menerus menyalahkan diri sendiri oleh karena

perbuatan atau pemikiran, yang dianggapnya melanggar prinsip-prinsip kebenaran

yang selama ini mereka yakini. Mungkin, apa yang mereka lakukan atau pikirkan

sebenamya tidak melanggar kebenaran yang sesungguhnya berlaku di masyarakat,

namun mereka merasa bersalah. Dalam hal ini Bruce Narramore (1974) membagi

subjective-guilty ini dalam tiga bagian, yaitu:

1. A fear of punishment (takut akan hukuman)

2. A loss in self-esteem (perasaan kehilangan harga diri).

3. A feeling of loneliness, rejection or isolation (perasaan kesepian, penolakan, atau

(45)

Rasa bersalah yang semacam ini tidak selamanya bmuk, karena merupakan dorongan

untuk memperbaiki tingkah Iaku dan menimbulkan dorongan serta kebutuhan untuk

mendapatkan pengampunan. Meskipun tidak jarang guilty feeling yang semacam ini

juga bisa menjadi ha! yang merusak. Subjective-guilty, bisa begitu kuat dan juga

lemah, bisa "appropriate" memang sesuai atau beralasan, dan juga "inappropriate"

dimana untuk pelanggaran yang besar seorang tidak merasa bersalah, untuk

pelanggaran kecil (bahkan mungkin tidak sama sekali) seseorang merasakan amat

bersalah.

2.2.7.

Cara Mencegah Rasa Bersalah

Menurut Olson (2005), ada beberapa strategi untuk mencegah rasa bersalah sebagai

berikut:

I. Putuskan untuk berhenti menjadi "pencatat kesalahan" adalah orang yang

diprogram unluk menerima rasa bersalah dari kesalahan - kesalahan apa saja yang

terjadi disekitarnya, tidak peduli apa kesalahan itu milikinya atau bukan.

2. Lakukan pemberian maaf. Cobalah memaafkan pada diri sendi1i.

3. Melukai seseorang, pergilah kepada orang itu dan meminta maaf. Hal ini sulit

dilakukan namn merupakan ha! yang cukup kuat untuk menghilangkan perasaan

(46)

4. Berbicara dengan seseorang. Temukanlah seseorang yang telah berdamai dengan

sifat kemanusiaanya sendiri, dengan kekuatanya dan kelemahanya. Ungkapkanlah

rasa bersalah pada orang itu. Orang-orang yang membutuhkan maaf dari dirinya

sendiri sehingga dapat menerima dan memahami kebutuhan orang lain untuk

diberi maaf.

5. Kenali rasa bersalah dan hentikan pikiran andajangan membiarkan diri sendiri

terlalu cepat mengambil kesimpulan - kesimpulan (Sobary 2008).

6. Jika ha! itu adalah persaan bersalah maka putarlah proses emosi dari rasa bersalah

pada kemarahaan yang kecil, rasakan dan lepaskan dari rasa sakit yang

ditimbulkan, hadapi atau benahi situasi yang salah jika perlu (Sobary 2008).

2.2.8. Cara Mengatasi Rasa Bersalah

Menurut Coleman (1985) ada beberapa mengatasi rasa bersalah seperti berikut:

1. Orang tua. Ban yak dari kita memperoleh rasa bersalah yang besar dengan orang

tua kita. Misalnya bila kita bertanya pada diri sendiri mengapa kita selalu

mengunjungi orang tua pada hari-hari besar, mungkin kita bisa mendapatkan

bahwa kita melakukan semua ini bukan karena keinginan yang didasari tetapi

(47)

2. Sahabat. Rasa bersalah lebih sehat bila diakui sebagai daya dorong dari pada

dibiarkan diam tersembunyi dan tidak dikendalikan dan bisa memainkan perannya

dalam semua hubungan sehingga menimbulkan efek samping yang tidak di

inginkan oleh kita dan sahabat seperti iri hati, ceburu, rasa takut, kebencian, atau

penghinaan. Coba kita hubungkan ini dengan sahabat dekat kita. Bila kita

bertemu dengan sahabat kita secara teratur untuk minun warung atau nongkrong

bareng, apakah kita bertemu karena kita memang benar-benar menginginkannya

ataukah karena kita merasa harus bertemu.

3. Masyarakat. Kekhawatiran juga timbul adanya peran dan tanggung jawab kita di

dalam masyarakat, contohnya masalah agama ini merupakan daya dorong yang

kuat dan dramatis di dalam kehidupan, rasa bersalah terjadi karena adanya teori

dan dokrin yang dikemukakan oleh tokoh dongeng atau oleh orang yang hidup di

dunia yang amat berbeda dengan dunia yang didiaminya, rasa bersalahjadi tidak

terelakan seperti juga dosa

4. Membangun pertahanan diri. Mengidentifikasikan sumber dan penyebab rasa

salah adalah satu cara penting untuk mengurangi kerusakan yang terjadi. Orang

yang rentan terhadap rasa bersalah adalah orang yang kurang percaya terhadap

kekuatan dan kemampuan sendiri atau kurang percaya diri.

5. Kemukakan rasa bersalah anda. Rasa bersalah hanya dapat mendatangkan

kerngian dan menimbulkan respon emosional yang beragam bila didiamkan di

(48)

6. Jangan terlalu banyak menuntut diri sendiri. Rasa salah seperti ini sangat

menggangu kita, ada ha! untuk menghindarinya adalah dengan memilih prioritas

dan menolak bila dipaksa menerima terlalu banyak tuntutan dan tanggungjawab.

7. Menempatkan segala sesuat pada tempatnya. Meletakkan segala pada posisinya

dengan ha! ini dapat menjadi amat berharga untuk alasan yang sederhana tetapi

penting yaitu bahwa kita sering kali mendapatkan kesulitan untuk melihat sesuatu

sebagaimana adanya.

8. Bila umur tinggal sehari. Coba kita bayangkan seberapa pentingnya rasa bersalah

itu bila umur anda tinggal sehari. Jadi kita hams menyadari bahwa rasa bersalah

itu penting sehingga kita hams minta maf kepada orang yang kita sakiti.

9. Manusiawi. Rasa bersalah dapat menimbulkan rasa sakit hati dan malu yang

mempunyai pengamh besar dalam hidup kita, tetapi rasa bersalah perlu diingat

bahwa rasa bersalah pada dasamya adalah emosi manusiawi. Rasa bersalah adalah

pendamping cinta dan persahabatan yang mempakan respon emosional yang pada

gilirannya menjadi daya dorong kreatif di balik sekian ban yak manusia banyak

bahagia. Jika manusia tidak mengenal rasa bersalah maka tidak mengalami

(49)

2.2.9. Kecenderungan Rasa Bersalah

Freeman dan Stream dalam Arbi (1993) menyatakan bahwa perasan bersalah terjadi

pada semua orang dan seperti emosi - emosi yang lainya yang kita miliki, rasa

bersalah ini mempunyai fungsi tertentu, yaitu dalam ha! ini sebagian dari psychic

survival kita. Pada tingkatan tertentu rasa bersalah ini berfungsi sebagai alat

pengendali kita terhadap perasaan-persaan yang liar dan primitifyang dapat

menghancurkan diri kita maupun orang lain. Kita membutuhkan perasaan bersalah ini

untuk membentuk kata hati (conscience) yang menjadikan diri kita orang yang

beradap. Selain itu juga untuk membantu kita memenuhi tuntutan maupun larangan

yang berlaku dalam lingkungan sosial kita, agar dapat hidup secara damai dalam

(50)

2.3.

Remaja

2.3.1. Pengertian Remaja

Santrock (2002) mengatakan bahwa pada remaja awal dan remaja akhir yang disebut

dengan adolescence. Adolescence merupakan bahasa latin yaitu "adolesencere"

(kata benda adolescentia

=

remaja) yang berarti tumbuhnya menjadi dewasa atau

perkembangan menjadi dewasa.

Sedangkan Abdurrouf, dkk (2005) menyatakan bahwa masa remaja merupakan

peralihan dari anak - anak menu ju dewasa, baik secara jasmani maupun rohani. Masa

akhir baliq ini umumnya pada anak perempuan usia 11 - 12 tahun, sedangkan pada

anak laki-laki usia 13 - 14 tahun.

Menurut Atkinson (1983) masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak- kanak

sampai dewasa. Batas umur kurang lebih 12 tahun, ketika pertumbuhanjasmani

hampir selesai, sehingga Desmita dalam Nurhayati (2008) juga menyatakan bahwa

pada batasan usia anak remaja adalah antara 12 hingga 21 tahun.

Akan tetapi, Monk, K.noer,& Haditono (2002) membedakan pada masa remaja, ada

empat bagian, yaitu; 10- 12 tahun (Masa Pra-Remaja), 12- 15 tahun (Masa Remaja

Awai), 15 - 18 tahun (Masa Remaja Pertengahan), dan 18 - 21 tahun (Masa Remaja

(51)

Dari definisi diatas mengatakan bahwa masa remaja adalah masa peralihan, transisi

dari masa kanak- kanak sehingga bertumbuh menjadi dewasa baik secarajasmani

dan rohani, mulai dari IO - 21 tahun.

2.3.2.

Ciri-ciri Masa Remaja

Hurlock (1996) menyatakan bahwa masa remaja mempunyai ciri - ciri tertentu yaitu;

!. Masa remaja sebagai periode yang penting. Pada masa ini adalah perkembangan

fisik, di mana perkembangan ini merupakan perkembangan yang cepat dan

penting disertai dengan cepatnya perkembangan mental yang cepat, terutama pada

masa awal masa remaja. Semua perkembangan itu menimbulkan perlunya

penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai dan minat baru.

2. Masa remaja sebagai periode peralihan. Terputusnya atau berubah dari yang telah

tejadi sebelumnya sehingga beralih dari perkembangan tahap berikutnya. Artinya

apa yang terjadi sebelumnya akan meningalkan bekasnya pada masa yang akan

datang.

3. Masa remaj a sebagai periode perubahan. Pada mas a awal remaj a, ketika

perubahan fisik menurun maka perubahan sikap dan perilaku juga menurun.

Ada empat perubahan yang bersifat universal. Pertama meningginya emosi yang

intensitasnya bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis. Kedua

perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial untuk

(52)

perilaku, maka nilai - nilai juga berubah. Keempat, sebagian besar anak remaja

bersikap ambivanel (mengiginkan atau menuntut kebebasan) terhadap setiap

perubahan.

4. Masa remaja sebagai usia bermasalah. Setiap periode mempunyai masalahnya

sendiri-sendiri. Ada dua masalah pada remaja yaitu; Pertama, pada masa

kanak - kanak biasanya mereka mempunyai masalah dibantu oleh orang tua dan

guru, sehingga remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalahnya. Kedua,

para remaja ingin mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri

sehingga menolak bantuan dari orang tua dan guru.

5. Masa remaja sebagai masa mencari identitas. Sepanjang usia geng pada akhir

masa kanak-kanak, sehinga dalam periode ini para anak remaja ingin adanya

perubahan seperti menggunakan simbol status dalam bentuk mobil, pakaian,

pemilikan barang yang mudah dilihat.

6. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan. Dalam masa ini banyak

stereotype negatifyang terlanjur yakini oleh masyarakat bahwasanya remaja

adalah anak - anak yang tidak rapih, yang tidak dapat dipercaya, dan cenderung

berprilaku rusak, sehinga menyebabkan orang dewasa harus membimbing dan

mengawasi kehidupan remaja karena berperilku negatif.

7. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistis. Pada masa remaja mereka

cenderung memandang kehidupanya sendiri dan orang lain sesuai dengan apa

yang diingginkan dan bukan sebagai adanya. Hal ini menyebabkan meningginya

(53)

8. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa. Dengan menambahnya usia

kematangan yang sah, para remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan

stereotype belasan tahun dan untuk memberikan kesan bahwa mereka sudah

hampir dewasa. Pada masa ini remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang

dihubungkan pada status dewasa yaitu merokok, minum-minuman keras,

menggunakan obat-obatan, dan terlibat perilaku seks.

2.3.3. Perubahan Tubuh Pada Remaja

Hurlock (1996) menyatakan ada 2 cara pembagian perubahan tubuh pada remaja

yaitu;

2.3.3.1. Perubahan External

I. Tinggi. Rata-rata anak perempuan mempunyai tinggi yang matang antara usia

tujuh belas dan delapan belas tahun, dan anak laki-laki setahun sebelumnya.

2. Bera!. Perubahan berat badan mengikuti jadwal yang sama dengan perubahan

tinggi. Tetapi berat badan lebih tersebar kebagian tubuh yang mengandung sedikit

lemak atau tidak mengandung lemak sekali.

3. Proporsi tubuh. Berbagai anggota tubuh lambat laun mencapai perbandingan

tubuh yang baik, misalnya badan melebar dan memanjang sehingga anggota

(54)

4. Organ seks. Pria maupun wanita organ seks bisa mencapai ukuran yang matang

pada akhir masa reamaja, tetapi fungsinya belum matang sampai beberapa tahun

kemudian.

5. Ciri - ciri seks sekunder. Berada pada tingkat perkembangan yang matang pada

masa akhir remaja.

2.3.3.2. Perubahan Internal

I. Sistem pencemaan. Peru! menjadi lebih panjang dan tidak lagi berbentuk pipa,

usus bertambah panjang dan besar, otot - otot dandinding perut menjadi tebal dan

lebih kuat, hati tambah besar dan kerongkongan panjang.

2. Sistem peredaran darah. Jantung tumbuh pesat selama masa remaja; Pada tujuh

belas tahun beratnya dua belas kali berat pada waktu lahir. Panjang pembulu

darah meningkat dan mencapai tingkat kematangan beberapa tahun kemudian.

3. Sistem pemapasan. Kapasitas paru - paru anak perempuan hampir matang pada

usia tujuh belas tahun; anak laki-laki mencapai tingkat kematangan beberapa

tahun kemudian.

4. Sistem endokrin. Kegiatan gona/d yang meningkat pada masa puber

menyebabkan ketidak seimbangan sementara dari seluruh sistem endokrin pada

aw al mas a pub er. Kelenj ar seks berkembang pesat dan fungsi, meskipun belum

(55)

5. Jaringan tubuh. Perkembangan kerangka berhenti rata- rata pada usia delapan

belas tahun. Jaringan, selai tulang, terns berkembang sampai tulang mencapai

ukuran matang, khususnya pada bagian perkembangan otot.

2.3.4. Perkembangan Seksualitas Remaja

Monks, Knoers & Haditono, (2002) menyatakan bahwa pertumbuhan organ - organ

genital yang ada baik di dalam maupun di luar tubuh sangat menentukan

perkembangan tingkah laku seksual. Di samping tanda - tanda kelamin primer ini,

adajuga tanda- tanda kelamin sekunder, dipandang dari sudut psikososial

memegang peranan penting sebagai tanda - tanda perkembangan seksual, baik bagi

remaja sendiri maupun bagi orang lain. Misalnya perubahan suara pada anak laki

-laki merupakan tanda yang jelas bagi perkembangan anak -laki--laki ke arah keadaan

dewasa.

Istilah tanda-tanda kelamin primer menunjuk pada organ badan yang langsung

berhubungan dengan persetubuhan dan proses reproduksi. Jadi pada anak wanita, ha!

tadi adalah rahim dan saluran telur, vagina, bibir kemaluan, dan klitoris. Pada anak

laki-laki yakni penis, dan scrotum. Tanda-tanda kelamin sekunder adalah

tanda-tanda jasmaniah yang tidak langsung berhubungan dengan persetubuhan dan proses

(56)

2.3.5. Perkembangan Moral Remaja.

Koh Iberg dalam Monks, Knoers & Haditono (2002), menyatakan bahwa

perkembangan moralitas dipengaruhi oleh pendidikan moral. Tingkah laku moral bisa

menuntut suatu tingkat perkembangan intelektual serta pembentukan penilaian yang

tinggi. Pembentukan penilaian ini terjadi atas dasar interaksi antara potensi - potensi

yang ada dan oleh faktor - faktor lingkungan. Maka perlu kiranya untuk meninjau

perkembangan moralitas ini mulai dari waktu anak yang dilahirkan untuk dapat

mengerti, justru pada masa remaja ha! tersebut menduduki ha! yang sangat penting.

Selanjutnya Kohlberg menggambarkan perkembangan moral anak dalam 6 stadium.

Anak menganggap baik atau buruk atas dasar akibat yang ditimbulkan suatu tingkah

laku; hadiah atau hukuman (stadium I). Anak mengikuti apa yang dikaakan baik atau

buruk untuk memperoleh hadiah atau menghindari hukuman. Ha ini disebut hedonism

instrumental. Sifat timbal balik di sini memegang peran, tetapi masih dalam arti

"moral balas dendam" (stadium 2).

Anak akan menilai baik apa yang dapat menyenangkan dan disetujui oleh orang lain

dan buruk apa yang ditolak oleh orang lain, menjadi anak yang manis masih sangat

penting dalam periode ini (stadium 3). Anak akan timbul akan kesadaran dan

kewajiban dalam arti ingin mempertahankan kekuasaan dan aturan - aturan yang ada,

(57)

1.5.

Kerangka Berfikir

Fakta perilaku seksual di Indonesia;

a. Sebagian besar penyakit kelamin telah melanda kalangan remaja umur 16 - 25 tahun baik dikota maupun dipedesaan (Prof. Dr. M Sukandar selaku ketua panitia kongres Nasional IV indonesia, Juni 1983 di Semarang)

b. 26% remaja di Malang telah aktif secara seksual (Penelitan Dwiyanto, 1992)

c. 93% berpacaran dijakarta (Penelitian Psikologi UI 1987 dalam Sarwono, 2005)

d. 97.05% remaja dan mahasiswa di Yogyakarta telah kehilangan keperawanan (Koentjaraningrat, 2007)

Perilaku seksual pada remaja Kinsey dalam Nurhayati (2008);

a. Memegang b. Berpelukan c. Mencium

d. Bercumbu I Petting

e. Masturbasi f. Oral seks

g. Hubungan seksual.

Motif prilaku seksual pada remaja Gunarsa (2004 );

a. Dorongan b. Motif c. Naluri.

(58)

Moral pada remaja menurut Kohlberg dalam Monks,dkk (2002) ada 6 stadium;

Stadium 1. Anak menggap baik dan buruk atas dasar akibat yang ditimbulkan oleh suatu tingkah laku; hadiah dan hukuman Stadium 2. Anak akan mengikuti apa yang dikatakan baik atau buruk untuk

memperoleh hadiah atau menghindari dari hukuman Stadium 3. Anak akan dinilai baik apa yang dapat menyenangkan dan

disetujui oleh orang lain dan buruk yang ditolak oleh orang lain

Stadium 4. Anak akan tumbuh kesadaran akan kewajiban dalam arti ingin mempertahankan kekuasaan, karena dianggap berharga tapi belum bias bertanggungjawab secara pribadi

Stadium 5. Anak masih mau diatur secara ketat oleh hukum-hukum umum yang lebih tinggi

Stadium 6. Anak mulai menginternalisasikan moral yaitu anak remaja melakukan tingkah laku moral yang dikemudikan oleh tanggungjawab batin sendiri.

Sebab-sebab orang punya rasa bersalah:

a. Melakuan suatu kesalahan (Coleman, 1985) b. Menilai prilaku sebagai kegagalan (Lewis &

Havilan, 1993)

c. Sedih karena dosa (Sing, 2003)

(59)

1.6. Hipotesa Penelitian

Ho: Tidak ada hubungan yang signifikan antara perilaku seksual dengan rasa bersalah

(guilty feeling) pada remaja di Kelurahan Bojongsari Sawangan Depok.

Ha: Ada hubungan yang signifikan antara perilaku seksual dengan rasa bersalah

(60)

BAB3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

3.1.1. Pendekatan dan Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan metode

deskripsi korelasional dan metode penelitian yang diambil metode kuantitatif.

Menurut Sugiyono (2009) penelitian kuantitatif adalah penelitian yang berupa

angka - angka dan analisa penggunaan statistik dan berlandaskan pada filsafat

positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu,

pengumpulan data menggunakan instrument penelitian.

3.2. Definisi Variable dan Operasional

3.2.1. Definisi Variabel

Variable yang menjadi obyek dalam peneltian ini adalah:

I. Variabel Bebas (Independent Variable): Perilaku Seksual

(61)

3.2.2.

Definisi Konseptual

Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik

dengan lawan jenis maupun dengan sama jenis. Bentuk- bentuk tingkah laku seks

bennacam-macam, mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berpelukan,

bercumbu, bersenggama, masturbasi, dan hubungan seksual (Kinsey 1965).

Rasa Bersalah (guilty feeling) adalah emosi yang bersifat universal yang dimiliki oleh

setiap manusia. Satu ha! yang dirasakan seseorang pada saat dia melakukan suatu

kesalahan dan diberlakukan terhadap dirinya sendiri, seperti cinta yang dapat merusak

seperti rasa benci. Akibat - akibat rasa bersalah terdiri dari; rendah dri dan gangguan

fisik (Coleman 198

Gambar

Gambaran Umum Responden Penelitian.
Tabel 3.1.
Tabel 3.2.
Tabel 4.1.
+6

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan antara Asertivitas dengan Kontrol Diri terhadap Perilaku Seksual Pranikah pada Remaja Putri ... Metode Penelitian

Hasil penelitian dapat disimpulkan: pertama, remaja di Desa Mata Air telah melakukan beberapa perilaku seksual seperti mengenal berpacaran dengan cara pegangan

Terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh otoriter dengan perilaku seksual beresiko pada remaja di wilayah kecamatan Pundong Kabupaten Bantul, DIY.. Tidak ada hubungan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai hubungan lingkungan dengan perilaku seksual remaja menunjukkan dari 75 responden didapatkan bahwa remaja

Sikap remaja terhadap perilaku seksual tidak setuju dengan mengungkap rasa sayang tanpa adanya sentuhan fisik dan berhubungan seksual, sedangkan tindakan remaja dalam

seksual pranikah adalah remaja yang setuju dengan perilaku seksual pranikah, bertempat tinggal di perkotaan, dan memiliki teman yang pernah melakukan

Tujuan Penelitian: Mengetahui apakah ada hubungan antara frekuensi mengakses media audio visual DVD/VCD porno dengan perilaku seksual remaja di SMAN 1 Depok

Berdasarkan paparan tersebut terlihat bahwa penelitian mengenai hubungan antara pola komunikasi masalah seksual dengan perilaku seksual pranikah remaja akhir yang