DITINJAU DARI AKTIVITAS BELAJAR SISWA SMP
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh : Asterina Budiyani
S 850907106
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2009
DITINJAU DARI AKTIVITAS BELAJAR SISWA SMP
Oleh :
Asterina Budiyani
S 850907106
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing Pada tanggal : _________________
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Budiyono, M.Sc. Drs. Suyono, M.Si.
NIP. 130 794 455 NIP. 130 529 726
Mengetahui
Ketua Program Studi Pendidikan Matematika
Dr. Mardiyana, M.Si. NIP. 132 046 017
DITINJAU DARI AKTIVITAS BELAJAR SISWA SMP
Disusun oleh :
Asterina Budiyani
S 850907106
Telah disetujui oleh Tim Penguji Pada tanggal : ...
Jabatan Nama Tanda Tangan
Ketua Dr. Mardiyana, M.Si ... Sekretaris Drs. Tri Atmojo K, M.Sc, Ph.D ...
Anggota Penguji 1. Prof. Dr. Budiyono, M.Sc. ... 2. Drs. Suyono, M.Si. ...
Surakarta, Januari 2009
Mengetahui,
Direktur PPs UNS Ketua Program Studi
Pendidikan Matematika
Prof. Drs Suranto, M.Sc, Ph.D Dr. Mardiyana, M.Si.
NIP. 131 472 192 NIP. 132 046 017
Nama : Asterina Budiyani
NIM : S 850907106
Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tesis yang berjudul EFEKTIVITAS PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DITINJAU DARI AKTIVITAS BELAJAR SISWA SMP adalah
betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya sendiri dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sangsi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya
peroleh dari tesis tersebut.
Surakarta, Januari 2009 Yang membuat pernyataan
Asterina Budiyani
Tesis ini kupersembahkan untuk:
Ayah dan Ibu tercinta yang senantiasa
memberikan dorongan dan memotivasi hidupku
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
berkat dan kasih karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “EFEKTIVITAS PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME DALAM
PEMBELAJARAN MATEMATIKA DITINJAU DARI AKTIVITAS BELAJAR SISWA SMP”.
Dalam menyelesaikan penyusunan tesis ini, penulis menyadari tidak
terlepas dari bimbingan, dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dengan segenap hati
kepada yang terhormat:
1. Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D, Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan kesempatan penulis untuk menempuh
studi di Program Magister Pendidikan Matematika.
2. Dr. Mardiyana, M.Si, Ketua Program Studi Matematika Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan petunjuk, saran dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis.
3. Prof. Dr. Budiyono, M.Sc, Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan,
petunjuk dan saran dalam menyelesaikan penyusunan tesis ini.
4. Drs. Suyono, M.Si, Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan,
petunjuk dan saran dalam menyelesaikan penyusunan tesis ini.
Maret.
6. Kepala Sekolah dan rekan guru SMP Negeri 19 Surakarta, SMP Negeri 17 Surakarta dan SMP Widya Wacana 1 Surakarta yang telah memberi
kesempatan penulis melakukan penelitian di sekolah-sekolah tersebut.
7. Teman-teman mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan dukungan dan motivasi.
Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi dunia pendidikan.
Surakarta, Januari 2009
Penulis
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN TESIS ... iii
PERNYATAAN ... iv
PERSEMBAHAN... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
ABSTRAK ... xii
ABSTRACT ... xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1
B. Identifikasi Masalah... 5
C. Pemilihan Masalah... 6
D. Pembatasan Masalah... 6
E. Rumusan Masalah... 7
F. Tujuan Penelitian... 7
G. Manfaat Penelitian... 8
BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Tinjauan Tentang Belajar ... 9
2. Prestasi Belajar Matematika ... 16
C. Kerangka Berpikir... 32
D. Hipotesis... 35
BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian... 36
B. Jenis Penelitian... 36
C. Populasi dan Sampel... 37
D. Definisi Variabel Penelitian... 38
E. Teknik Pengambilan Data... 39
F. Instrumen... 40
G. Desain Penelitian... 44
H. Teknik Analisis Data... 46
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Analisis Instrumen ……….. 56
B. Deskripsi Data ………. 58
C. Analisis Data ……….. 59
D. Uji Hipotesis ……… 61
E. Uji Lanjut Pasca Anava ………... 62
F. Pembahasan ………... 63
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan ... 66
B. Implikasi Penelitian ... 67
C. Saran ... 68
DAFTAR PUSTAKA ... 69 LAMPIRAN-LAMPIRAN
Hal
Tabel 2.1 Perubahan Paradigma dalam Pembelajaran ... 26
Tabel 3.1 Kerangka Rancangan Penelitian... 44
Tabel 3.2 Rangkuman Analisis Variansi... 54
Tabel 4.1 Prestasi Belajar Matematika ... 58
Tabel 4.2 Aktivitas Belajar Siswa... 59
Tabel 4.3 Rangkuman Hasil Uji Normalitas... 60
Tabel 4.4 Rangkuman Hasil Uji Homogenitas... 61
Tabel 4.5 Rangkuman Hasil Anava Dua Jalan... 61
Tabel 4.6 Rangkuman Hasil Uji Komparasi Ganda... 62
Hal
Lampiran 1 : Kisi-Kisi Soal Tes Prestasi Belajar... 71
Lampiran 2 : Soal Ujicoba Tes Prestasi Belajar... 73
Lampiran 3 : Kisi-Kisi Angket Aktivitas Belajar ... 78
Lampiran 4 : Instrumen Angket Aktivitas Belajar ... 79
Lampiran 5 : Validasi Instrumen Tes Prestasi... 85
Lampiran 6 : Analisis Daya Pembeda dan taraf Kesukaran ... 87
Lampiran 7 : Analisis Reliabilitas Instrumen Tes Prestasi Belajar Matematika. 90 Lampiran 8 : Validasi Instrumen Angket Aktivitas Belajar ... 93
Lampiran 9 : Analisis Konsistensi Internal Angket Aktivitas Belajar Siswa .... 95
Lampiran 10 : Analisis Reliabilitas Instrumen Angket Aktivitas Belajar Siswa . 99 Lampiran 11 : Instrumen Soal Tes Prestasi Belajar Matematika ... 103
Lampiran 12 : Uji Keseimbangan ... 107
Lampiran 13 : Data Prestasi Belajar Matematika Kelompok Eksperimen ... 111
Lampiran 14 : Data Prestasi Belajar Matematika Kelompok Kontrol ... 114
Lampiran 15 : Data Angket Aktivitas Belajar Kelompok Eksperimen ... 117
Lampiran 16 : Data Angket Aktivitas Belajar Kelompok Kontrol ... 123
Lampiran 17 : Pengelompokan Aktivitas Belajar Siswa dan Prestasi Belajar Matematika... 129
Lampiran 18 : Perhitungan Median dan Modus ... 133
Lampiran 19 : Uji Normalitas ... 136
Lampiran 20 : Uji Homogenitas ... 154
Lampiran 21 : Komputasi Uji Hipotesis ... 157
Lampiran 22 : Uji Lanjut Pasca Anava ... 160
Lampiran 23 : Rencana Pembelajaran ... 163
Asterina Budiyani. 2009. Efektivitas Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran Matematika Ditinjau dari Aktivitas Belajar Siswa SMP. Tesis: Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Masalah pada penelitian ini adalah: (1) apakah pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme lebih baik daripada pembelajaran dengan pendekatan konvensional, (2) apakah prestasi siswa yang aktivitas belajarnya tinggi lebih baik daripada prestasi siswa yang aktivitas belajarnya sedang, dan apakah prestasi siswa yang aktivitas belajarnya sedang lebih baik daripada prestasi siswa yang aktivitas belajarnya rendah, (3) apakah prestasi belajar matematika siswa antara siswa yang diberikan pendekatan pembelajaran konstruktivisme dan pendekatan pembelajaran konvensional konsisten untuk tiap-tiap aktivitas belajar siswa, dan perbedaan prestasi belajar matematika siswa antara siswa dengan aktivitas belajar yang tinggi, aktivitas belajar siswa yang sedang dan aktivitas belajar siswa yang rendah konsisten untuk tiap-tiap pendekatan pembelajaran.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu dengan desain faktorial 2 3. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas IX SMP Kota Surakarta Tahun Pelajaran 2007/2008 yang berjumlah 79 SMP. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara stratified random sampling dan cluster random sampling. Sampel dalam penelitian berjumlah 208 responden yang terdiri dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah instrumen tes prestasi belajar matematika dan instrumen angket aktivitas belajar siswa. Intrumen tes dan angket diujicobakan sebelum digunakan untuk pengambilan data. Validitas intrumen tes dan angket dilakukan oleh validator, reliabilitas tes diuji dengan rumus KR-20 dan reliabilitas angket diuji dengan rumus Alpha.
×
Uji prasyarat Analisis Variansi menggunakan uji Lilliefors untuk uji normalitas dan uji Barlett untuk uji homogenitas. Dengan α= 0,05 diperoleh sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan homogen.
Uji hipotesis yang digunakan adalah ANAVA dua jalan dengan sel tak sama. Dengan α= 0,05 menunjukkan (1) F = 36,0356 > F = 3,84 berarti prestasi belajar matematika siswa dengan pendekatan konstruktivisme lebih baik daripada prestasi belajar siswa dengan pendekatan cara konvensional, (2) F = 94,3530 > F = 3,00 berarti prestasi belajar matematika siswa dengan aktivitas belajar yang tinggi lebih baik daripada prestasi belajar siswa dengan aktivitas belajar yang sedang, prestasi belajar matematika siswa dengan aktivitas belajar yang sedang lebih baik daripada prestasi belajar siswa dengan aktivitas belajar yang rendah, (3) F = 2,5751 < F = 3,00 berarti karakteristik perbedaan antara
a tabel
b tabel
ab tabel
ABSTRACT
Asterina Budiyani. 2009. The Effect of the Contructive Approach in Mathematics Teaching Reviewed from the Junior High School Students’ Learning Activities. Thesis: The study program of Mathematics Education, Postgraduate Program, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Problems in the present study are stated as follows: (1) whether learning with the constructive approach better than learning with the conventional approach, (2) whether achievement of the student with the high learning activity better than the achievement of the student with medium learning activity, and whether the achievement of the student with the medium learning activity better than the achievement of the student with the low learning activity, (3) whether the student Mathematics learning achievement between the students given the constructive approach learning and the conventional approach consistent for each learning activity of the student, and different the students Mathematics learning achievement with high, medium, and low learning consistent for each approach to learning.
This study is appearance experiment study with factorial design 2 x 3. The research populations are the third year students of Junior High School in Surakarta, in the academic year 2007/2008 that is of 79 Junior High Schools. The sampling technique is done by stratified random sampling and cluster random sampling. The number of the sampling is 208 respondents that is consisted of experiment group and control group. The instrument used to gather the data is the Mathematics learning achievement test and the students learning activity questionnaire instruments. The test and questionnaire instruments are done by validator, test reliability is tested by using formula KR-20 and questionnaire reliability is tested by using formula Alpha.
The prerequisite analysis test uses Lilliefors test for the normality test and the Barlett test for homogeneous test. By using α= 0.05 it can be concluded that samples come from a normally distributed population and homogeneous.
The hypothesis test used is ANAVA two ways with different cells. By using α= 0.05 shows (1) Fa = 36.0356 > Ftable = 3.84 it means the student Mathematics learning achievement with the constructive approach better than the student Mathematics learning achievement with the conventional approach, (2) F b = 94.3530 > Ftabel =3.00 it means the student Mathematics learning achievement with high activity better than the student learning achievement with medium activity, the student Mathematics learning achievement with medium activity better than the student learning achievement with low activity, (3) Fab = 2.5751 < Ftabel =3.00 it means different characteristic between the constructive approach and
A. Latar Belakang
Matematika sebagai salah satu ilmu dasar, mempunyai peranan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu,
matematika yang diajarkan di sekolah terdiri atas bagian –bagian yang dipilih guna mengembangkan kemampuan-kemampuan dan membentuk pribadi siswa yang berpandu pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dalam Kurikulum Matematika SMP, tujuan pembelajaran matematika adalah:
(1) melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan,
(2) mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba, (3) mengembangkan
kemampuan memecahkan masalah, (4) mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan (Depdiknas,
2004c).
Dalam pendidikan di sekolah, matematika diberikan dari pendidikan dasar. Hal ini disebabkan matematika digunakan secara luas dalam ilmu
pengetahuan dan teknologi, sehingga perlu berbagai upaya pembelajaran yang optimal agar siswa menerima materi pelajaran matematika dengan baik.
Menurut pengamatan penulis selama mengajar sampai saat ini, nilai rata-rata matematika masih rendah dibanding dengan nilai rata-rata bidang
studi yang lain. Bahkan pihak sekolah maupun Dinas Pendidikan telah
melakukan usaha-usaha untuk meningkatakan dan memperbaiki prestasi belajar matematika di setiap jenjang pendidikan dengan mengadakan penataran guru matematika, revisi kurikulum, penyediaaan alat-alat
pengajaran, dan sebagainya. Walaupun berbagai usaha perbaikan prestasi belajar matematika telah berlangsung, kenyataannya masih menunjukkan
prestasi belajar matematika masih rendah. Hal ini sesuai dengan data bahwa nilai rata-rata Ujian Nasional bidang studi matematika SMP/MTs se Surakarta pada Tahun Pelajaran 2007/2008 adalah 5,91 dan dari 79 sekolah SMP/MTs
se Surakarta yang nilai rata-rata ujian bidang studi matematika di bawah 6,00, yaitu 56,96% sekolah (Sumber: Dikpora Kota Surakarta).
Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang tidak mudah untuk dipahami oleh setiap siswa. Proses pembelajaran matematika yang masih bersifat konvensional, yaitu cara guru menyampaikan materi pelajaran
dengan berceramah, siswa dengan tenang memperhatikan dan mencoba memahami apa yang diterangkan gurunya. Apabila siswa belum memahami
konsep matematika yang diinformasikan oleh guru, maka dari siswa sendiri seperti sudah tidak ada cara lain baginya dalam memahami konsep matematika selain dengan cara menghafal rumus. Rumus-rumus yang ada
harus dihafal tanpa harus mengetahui tahapan penemuan dan manfaat rumus-rumus tersebut. Karena rumus-rumus-rumus-rumus hanya dihafal, maka banyak siswa
beberapa soal pengembangan yang model dan bentuknya tidak seperti contoh
soal yang diberikan pada saat guru menerangkan materi tersebut.
Dari pengalaman penulis dan beberapa guru SMP di Surakarta selama ini dalam pembelajaran matematika masih banyak menggunakan
metode konvensional, di mana proses pembelajaran matematika guru masih mendominasi dalam kegiatan belajar mengajar sehingga aktivitas belajar
matematika siswa masih rendah. Agar pembelajaran situasi siswa belajar dapat tercapai, hendaknya guru dapat menggunakan pendekatan pembelajaran yang lebih melibatkan aktivitas belajar siswa.
Pada hakekatnya proses pembelajaran itu merupakan proses interaksi antara guru dan siswa, sehingga guru harus mampu menerapkan
pembelajaran yang efektif agar siswa dapat memahami materi yang diajarkan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Proses pembelajaran perlu komponen-komponen yang mendukung supaya proses pembelajaran dapat berlangsung
secara efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Adapun komponen-komponen tersebut adalah: siswa, guru, kurikulum, metode pembelajaran,
sarana prasarana dan lingkungan.
Pembelajaran matematika yang diharapkan tidak berpusat pada guru, tetapi pembelajaran yang berpusat pada siswa. Penggunaan metode
pembelajaran yang tepat dan disesuaikan dengan tujuan pembelajaran diharapkan dapat terwujud kondisi pembelajaran melalui siswa aktif.
berlangsung secara efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Memilih
media pembelajaran yang paling sesuai, bukanlah hal yang serba mudah. Maka guru harus dapat memilih media pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan mengingat keuntungan dan kelemahan dari masing-masing media
pembelajaran.
Pembelajaran matematika dengan pendekatan konstruktivisme
diharapkan dapat mengatasi berbagai permasalahan guru dalam proses pembelajaran di kelas. Pendekatan konstruktivisme menekankan pada siswa sebagai siswa yang aktif, sehingga memberikan kesempatan kepada siswa
untuk berpikir kreatif dalam menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide, dan dapat menggunakan strategi-strategi mereka sendiri dalam belajar. Melalui
pendekatan konstruktivisme diharapkan siswa membangun pengetahuan dan pengetahuan tersebut diperoleh dari pengalaman belajar yang bermakna.
Pembelajaran matematika yang disajikan berupa konsep atau prinsip
matematika tersebut diharapkan siswa dapat terlibat aktif dalam berpikirnya, sehingga siswa dapat memahami konsep atau prinsip tersebut (Herman
Hudojo, 2005:64). Seorang siswa akan benar-benar memahami suatu konsep, fakta, prinsip atau operasi dalam matematika jika ia membentuk sendiri pemahamannya. Agar dapat mengkonstruksi sendiri pemahaman konsep maka
siswa harus berperan aktif dalam proses pembelajaran.
Mengingat pentingnya aktivitas belajar siswa dalam proses
lebih banyak melibatkan aktivitas belajar siswa dan kemungkinan besar
prestasi belajar matematika yang dicapai akan lebih baik.
Motivasi belajar juga mempunyai peranan penting dalam memberikan gairah atau semangat dalam belajar, sehingga siswa yang
bermotivasi kuat memiliki energi banyak untuk melakukan kegiatan belajar. Dalam kegiatan pembelajaran, guru dapat memberi motivasi yang mampu
membangkitkan semangat dalam kegiatan siswa dalam belajar.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan, maka dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut:
1. Prestasi belajar matematika masih rendah yang disebabkan masih banyak menggunakan metode pembelajaran yang konvensional. Terkait dengan hal ini, perlu dilakukan penelitian apakah metode yang sesuai dan tepat
untuk meningkatkan prestasi belajar matematika siswa lebih baik.
2. Prestasi belajar matematika masih rendah yang disebabkan anggapan
sebagian siswa bahwa pelajaran matematika sulit dan tidak menarik yang disebabkan guru belum memanfaatkan media pembelajaran. Terkait dengan hal ini, perlu dilakukan penelitian apakah penggunaan media
pembelajaran dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa menjadi lebih baik.
perlu diteliti apakah aktivitas belajar berpengaruh terhadap prestasi belajar
matematika siswa.
4. Prestasi belajar matematika masih rendah yang disebabkan motivasi belajar siswa rendah. Terkait dengan hal ini, perlu diteliti apakah motivasi
berpengaruh terhadap prestasi belajar matematika siswa.
C. Pemilihan Masalah
Karena keterbatasan peneliti, maka dalam penelitian ini hanya meneliti masalah nomor 1 dan nomor 3 pada identifikasi masalah di atas.
D. Pembatasan Masalah
Agar penelitian yang dikaji dapat lebih terarah dan mendalam, maka penelitian ini diperlukan pembatasan masalah sebagai berikut.
1. Pembelajaran yang dibandingkan adalah pendekatan kontruktivisme
dengan pendekatan yang konvensional.
2. Karakteristik siswa yang dilihat adalah aktivitas belajar siswa, yang
dikelompokkan menjadi aktivitas belajar yang tinggi, aktivitas belajar yang sedang, dan aktivitas belajar yang rendah.
3. Ruang lingkup penelitian terbatas pada pelaksanaan pembelajaran mata
E. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian ini sebagai berikut:
1. Apakah pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme lebih baik
daripada pembelajaran dengan pendekatan konvensional.
2. Apakah prestasi siswa yang aktivitas belajarnya tinggi lebih baik daripada
prestasi siswa yang aktivitas belajarnya sedang, dan apakah prestasi siswa yang aktivitas belajarnya sedang lebih baik daripada prestasi siswa yang aktivitas belajarnya rendah.
3. Apakah prestasi belajar matematika siswa antara siswa yang diberikan pendekatan pembelajaran konstruktivisme dan pendekatan pembelajaran
konvensional konsisten untuk tiap-tiap aktivitas belajar siswa, dan perbedaan prestasi belajar matematika siswa antara siswa dengan aktivitas belajar yang tinggi, aktivitas belajar siswa yang sedang dan aktivitas
belajar siswa yang rendah konsisten untuk tiap-tiap pendekatan pembelajaran.
F. Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah yang diungkap di atas, maka tujuan yang
diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apakah pembelajaran dengan pendekatan
2. Untuk mengetahui apakah prestasi siswa yang aktivitas belajarnya tinggi
lebih baik daripada prestasi siswa yang aktivitas belajarnya sedang, dan apakah prestasi siswa yang aktivitas belajarnya sedang lebih baik daripada prestasi siswa yang aktivitas belajarnya rendah.
3. Untuk mengetahui perbedaan prestasi belajar antara masing masing pendekatan pada tiap-tiap aktivitas belajar siswa dan perbedaan antara
masing-masing aktivitas pada setiap jenis pendekatan.
G. Manfaat Penelitian
Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peningkatan mutu pendidikan, dan penulis juga mengharapkan:
1. Guru dapat memilih dan menentukan strategi pembelajaran yang tepat dapat dipakai dalam pembelajaran matematika pada pokok bahasan tertentu dalam upaya meningkatkan prestasi belajar matematika siswa
Sekolah Menengah Pertama (SMP).
2. Siswa dapat menentukan perilaku aktivitas belajar agar diperoleh prestasi
A. Landasan Teori
1. Tinjauan Tentang Belajar
Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Banyak orang yang beranggapan, bahwa yang dimaksud belajar adalah mencari ilmu atau menuntut ilmu.
Ada juga yang berpendapat belajar adalah menyerap pengetahuan, yang berarti orang harus mengumpulkan fakta-fakta sebanyak-banyaknya yang
dapat dihafalkan.
Herman Hudojo menyatakan (1988 : 1) bahwa seseorang dikatakan belajar, bila dapat diasumsikan dalam diri orang itu menjadi suatu proses
kegiatan yang mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku disertai usaha orang tersebut sehingga orang itu dari tidak
mampu mengerjakan sesuatu menjadi mampu mengerjakannya.
Slameto (2003) menyatakan, belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah
laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan. Ciri perubahan tingkah laku dalam
pengertian belajar adalah:
a. perubahan terjadi secara sadar
b. perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional
c. perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif d. perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara e. perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah
f. perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku
Winkel (2004:59) menyatakan bahwa belajar terjadi dalam
interaksi dengan lingkungan, dalam bergaul dengan orang, dalam memegang benda dan dalam menghadapi peristiwa. Namun tidak sembarang berada di tengah-tengah lingkungan, menjamin adanya proses
belajar. Orang yang belajar harus aktif sendiri, melibatkan diri dengan segala pemikiran, kemauan dan perasaannya.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi belajar, yaitu faktor internal (faktor dari dalam siswa) dan faktor eksternal (faktor dari luar siswa).
a. Faktor internal (faktor dari dalam siswa), antara lain: inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kesiapan.
1) Inteligensi
Inteligensi adalah kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif, mengetahui /
2) Perhatian
Siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya, sehingga guru perlu mengusahakan bahan pelajaran selalu menarik perhatian siswa.
3) Minat
Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan
mengenang beberapa kegiatan. Minat besar pengaruhnya terhadap belajar, karena jika bahan pelajaran tidak sesuai dengan minat siswa, siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya, karena
tidak ada daya tarik baginya. 4) Bakat
Kemampuan siswa untuk mencapai keberhasilan. Jika bahan pelajaran yang dipelajari siswa sesuai dengan bakatnya, maka hasil belajarnya lebih baik karena ia senang belajar dan selanjutnya lebih
giat lagi dalam belajarnya. 5) Motif
Motif sebagai penggerak / pendorong siswa untuk mencapai sesuatu tujuan. Dalam proses belajar diperhatikan apa yang dapat mendorong siswa agar dapat belajar dengan baik atau mempunyai
6) Kesiapan
Kesiapan adalah kesediaan untuk membei respon. Kesiapan ini perlu diperhatikan dalam proses belajar agar hasil belajarnya lebih baik.
b. Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), antara lain: metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa,
disiplin sekolah, alat pelajaran, metode belajar. 1) Metode mengajar
Metode mengajar adalah suatu cara / jalan yang harus dilalui di
dalam mengajar. Dalam proses belajar agar dapat menerima, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran, maka metode
mengajar haruslah setepat-tepatnya dan seefisien serta seefektif mungkin.
2) Kurikulum
Kurikulum diartikan sebagai sejumlah kegiatan yang diberikan kepada siswa. Kegiatan ini menyajikan bahan pelajaran agar siswa
menerima, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran itu. 3) Relasi guru dengan siswa
Proses belajar mengajar terjadi antara guru dengan siswa. Guru
yang kurang berinteraksi dengan siswa secara akrab, menyebabkan proses belajar mengajar itu kurang lancar dan siswa kurang
4) Relasi siswa dengan siswa
Menciptakan relasi yang baik antarsiswa agar dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap belajar siswa.
5) Disiplin sekolah
Kedisiplinan sekolah erat hubungannya dengan kerajinan siswa dalam sekolah dan juga dalam belajar. Kedisiplinan sekolah
mencakup guru dalam mengajar dengan melaksanakan tata tertib, kedisiplinan Kepala Sekolah dalam mengelola seluruh staf beserta siswa-siswanya.
6) Alat pelajaran
Alat pelajaran yang dipakai guru pada waktu mengajar dipakai pula
oleh siswa untuk menerima bahan yang diajarkan. Alat pelajaran yang lengkap dan tepat akan memperlancar penerimaan bahan pelajaran yang diberikan kepada siswa.
7) Metode belajar
Belajar secara teratur setiap hari, dengan pembagian waktu yang
baik, memilih cara belajar yang tepat dan cukup istirahat akan meningkatkan hasil belajar.
(Slameto, 2003:55-69)
Bruner menyatakan, jika sesorang mempelajari sesuatu pengetahuan (misalnya suatu konsep matematika), pengetahuan itu perlu
internalisasi akan terjadi sungguh-sungguh (yang berarti proses belajar
terjadi secara optimal) jika pengetahuan yang dipelajari itu dalam tiga tahap sebagai berikut.
a. Tahap enaktif, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan di
mana pengetahuan itu dipelajari secara aktif, dengan menggunakan benda-benda kongkret atau menggunakan situasi yang nyata.
b. Tahap ikonik, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan di mana pengetahuan itu direpresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk bayangan visual, gambar, atau diagram, yang menggambarkan
kegiatan kongkret atau situasi kongkret yang terdapat pada tahap enaktif.
c. Tahap simbolik, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan di mana pengetahuan itu direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak.
(Depdiknas, 2004b: 8).
Ausubel, Novak, Hanesian (Paul Suparno, 1997) menyatakankan
ada dua jenis belajar, yaitu: belajar bermakna (meaningful learning) dan belajar menghafal (rote learning). Belajar bermakna adalah suatu proses belajar di mana informasi atau pengetahuan baru dihubungkan dengan
struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Jika pengetahuan baru tidak berhubungan dengan pengetahuan yang ada,
disebabkan pengetahuan yang baru tidak diasosiasikan dengan
pengetahuan yang ada.
Ausebel menyatakan bahwa seseorang belajar dengan mengasosiasikan pengetahuan baru ke dalam skema yang telah ia punyai.
Dalam proses itu siswa dapat memperkembangkan skema yang ada atau dapat mengubahnya. Proses belajar ini siswa mengkonstruksi apa yang ia
pelajari sendiri (Paul Suparno, 1997:54).
Dalam belajar guru perlu memperhatikan 4 hal berikut ini:
a. Mengusahakan agar setiap siswa berpartisipasi aktif, minatnya perlu
ditingkatkan, kemudian perlu dibimbing untuk mencapai tujuan tertentu;
b. Menganalisis struktur materi yang akan diajarkan, dan juga perlu disajikan secara sederhana sehingga mudah dimengerti oleh siswa; c. Menganalisis sequence. Guru mengajar , berarti membimbing siswa
melalui urutan pernyataan-pernyataan dari suatu masalah, sehungga siswa memperoleh pengertian dan dpat mentransfer apa yang sedang
dipelajari;
d. Memberi reinforcement dan umpan balik (feed-back). Penguatan yang optimal terjadi pada waktu siswa mengetahui bahwa “ia menemukan
jawab”nya. (Slameto, 2003:12).
terjadi proses perubahan dari tidak mampu mengerjakan menjadi mampu
mengerjakan.
2. Prestasi Belajar Matematika
Herman Hudojo (2005) menyatakan, belajar matematika itu
merupakan proses membangun atau mengkontruksi konsep-konsep dan prinsip-prinsip, tidak sekedar ”penggrojokan” yang terkesan pasif dan
statis, namun belajar itu harus aktif dan dinamis.
Agar belajar matematika bermakna bagi siswa, siswa perlu belajar mengorganisasikan data atau informasi yang ada, menginterprestasikan
sehingga menjadi masalah yang dapat dikomunikasikan secara kuantitatif, menyusun langkah-langkah penyelesaian dan kemudian
menyelesaikannya.
Gagne (Depdiknas, 2004b :13-14) mengemukakan suatu klasifikasi dari objek-objek yang dipelajari di dalam matematika, yaitu :
a. Objek-objek langsung dari pembelajaran matematika terdiri atas fakta-fakta matematika, keterampilan-keterampilan (prosedur-prosedur)
matematika, konsep-konsep matematika, dan prinsip-prinsip matematika.
b. Objek-objek tak langsung dari pembelajaran matematika meliputi
kemampuan berpikir logis, kemampuan berpikir analitis, sikap positif terhadap matematika, ketelitian, ketekunan, kedisiplinan, dan hal-hal
Adapun pengertian-pengertian objek langsung adalah sebagai
berikut:
a. Fakta-fakta matematika adalah konvensi-konvensi (kesepakatan) dalam matematika yang dimaksudkan untuk memperlancar
pembicaraaan di dalam matematika, seperti lambang-lambang yang ada dalam matematika.
b. Keterampilan-keterampilan matematika adalah operasi-operasi dan prosedur-prosedur dalam matematika, yang masing-masing merupakan suatu proses untuk mencari (memperoleh) sesuatu hasil tertentu.
c. Konsep-konsep matematika adalah suatu ide abstrak yang memungkinkan orang untuk mengklasifikasikan apakah sesuatu objek
tertentu merupakan contoh atau bukan contoh dri ide abstrak tersebut. d. Prinsip-prinsip matematika adalah suatu pernyataan yang bernilai
benar, yang memuat dua konsep atau lebih dan menyatakan hubungan
antara konsep-konsep tersebut.
Istilah prestasi menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia diartikan
sebagai hasil yang telah dicapai dengan baik, hasil yang telah diraih atau dilakukan atau dikerjakan.
Winkel (2004:338) menyatakan, prestasi belajar adalah hasil
belajar siswa yang dituju/dicapai pada setiap kegiatan belajar. Proses yang dialami siswa menghasilkan perubahan-perubahan dalam bidang
Nana Sudjana (2006 : 20) menyatakan prestasi belajar adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.
Pada akhir proses belajar guru akan menuntut suatu prestasi belajar
siswa, sebagai bukti nyata bahwa hasil yang dituju telah tercapai. Siswa memberikan prestasi dengan mengerjakan tes yang telah disiapkan dan
tugas-tugas yang diberikan dalam kegiatan pembelajaran, kemudian guru memberikan penilaian untuk mengetahui hasil belajar siswa.
Hasil belajar yang dicapai siswa melalui proses pembelajaran yang
optimal menunjukan hasil yang bercirikan sebagai berikut:
a. Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi belajar
instriksi pada diri siswa.
b. Menambah keyakinan akan kemampuan dirinya. c. Hasil belajar yang dicapainya bermakna bagi dirinya.
d. Hasil belajar diperoleh secara menyeluruh (komprehensif).
e. Kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai dan mengendalikan
dirinya terutama dalam menilai hasil yang dicapainya maupun menilai dan mengendalikan proses dan usaha belajarnya.
(Nana Sudjana, 2006 : 56).
Penilaian terhadap proses pembelajaran tidak hanya bermanfaat bagi guru, tetapi juga bagi siswa yang pada saatnya akan berpengaruh
Jadi prestasi belajar matematika adalah bukti keberhasilan yang
dicapai siswa dalam penguasaan materi pelajaran matematika yang sesuai dengan kompetensi dasar setelah dilakukan proses pembelajaran.
3. Pendekatan Pembelajaran Konvensional
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (1996) yang dimaksud dengan konvensional adalah tradisional. Tradisional diartikan sebagai
sikap dan cara berpikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh pada norma dan adat kebiasaan, yang ada secara turun menurun. Oleh karena itu pembelajaran yang berlangsung secara konvensional dapat juga diartikan
sebagai pembelajaran berlangsung secara tradisional.
Blanchard menjelaskan bahwa sekolah-sekolah yang
pengajarannya dikelola secara tradisional tidak membantu siswa dalam menerapkan pemahamannya terhadap bagaimana seseorang itu harus belajar dan bagaimana menerapkan sesuatu yang dipelajari pada situasi
yang baru (Depdiknas, 2004a : 25). Pengajaran konvensional / tradisional adalah sebagai berikut:
1. Mengandalkan pada hafalan
2. Memfokuskan secara khusus pada satu subjek (materi pelajaran) 3. Nilai-nilai informasi ditentukan oleh guru
4. Memberikan kepada siswa semua informasi-informasi yang ada, tanpa menghubungkan dengan pengetahuan awalnya
Brooks & Brooks (dalam Marpaung, 2003) melukiskan
pembelajaran konvensional (tradisional) di kelas sebagai berikut:
1. Kurikulum disajikan dari bagian-bagian menuju keseluruhan dengan menekankan ketrampilan-ketrampilan dasar.
2. Keterkaitan yang ketat pada kurikulum yang sudah ditetapkan dinilai tinggi.
3. Aktivitas kurikulum bertitik berat pada buku teks dan lembar kerja. 4. Siswa dianggap sebagai ”kotak kosong” yang dapat diisi oleh guru
dengan informasi-informasi.
5. Guru pada umumnya bertindak menurut didaktik yang menseminasikan informasi ke siswa.
6. Guru menggunakan jawaban yang benar sebagai tanda siswa belajar. 7. Asesmen belajar siswa dianggap terpisah dari proses pengajaran dan
dilakukan pada umumnya melalui tes.
8. Pada dasarnya siswa bekerja secara sendiri-sendiri.
Dalam proses pembelajaran konvensional, guru menuangkan atau
mentransfer pengetahuan kepada siswa dan siswa menerimanya secara pasif dengan mendengarkan atau mencatat, sekali-sekali mengajukan pertanyaan atau menjawab pertanyaan dan mengerjakan soal yang
diberikan oleh siswa.
Keunggulan pembelajaran dengan pendekatan konvensional
adalah:
b. Dapat diikuti oleh siswa dalam jumlah besar
c. Pembelajaran dapat dilakukan dengan alokasi waktu yang disediakan d. Sarana sekolah yang kurang mendukung tidak menghambat guru
dalam menyampaikan bahan pelajaran.
Sedangkan kelemahan pembelajaran dengan pendekatan konvensional adalah:
a. Guru terus berceramah dalam menyampaikan bahan pelajaran, sehingga dalam proses pembelajaran siswa mudah bosan
b. Pengetahuan yang diperoleh siswa mudah dilupakan
c. Siswa cenderung pasif, karena tidak dapat mengungkapkan gagasan atau ide.
Jadi pembelajaran konvensional tidak memperhatikan pengetahuan awal siswa. Pembelajaran konvensional dilaksanakan dari guru menyajikan informasi dengan berceramah, guru memberi contoh soal dan
dilanjutkan mengerjakan latihan soal-soal.
4. Pendekatan Pembelajaran Konstruktivisme
Perubahan dari paradigma mengajar matematika ke paradigma belajar matematika dirasakan sangat perlu terjadi karena paradigma mengajar matematika yang dicirikan: informasi/teorema/definisi-contoh
soal-soal tidak dapat mencapai tujuan mengajar untuk meningkatkan belajar.
kemampuan sendiri melalui proses internalisasi sehingga konsep/prinsip
itu terbangun kembali, transformasi informasi yang diperoleh menjadi konsep/prinsip baru. Dengan demikian pembelajaran matematika adalah membangun pemahaman, sebab pemahaman akan mengakibatkan materi
yang dipelajari menjadi bermakna.
Dalam pembelajaran seperti ini, aktivitas siswa menjadi syarat
mutlak agar siswa mampu, bukan untuk mengumpulkan banyak fakta melainkan agar dapat menemukan sesuatu pengetahuan dan mengalami perkembangan pemikiran.
Herman Hudojo (2005 : 20) menyebutkan ciri-ciri pembelajaran matematika dalam pandangan konstruktivis, antara lain:
a. Siswa terlibat aktif dalam belajarnya b. Informasi baru harus dikaitkan dengan informasi lain sehingga
menyatu dengan skemata yang dimiliki siswa agar pemahaman
terhadap informasi (materi) kompleks terjadi;
c. Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang pada
dasarnya adalah pemecahan masalah.
Paul Suparno (dalam Marpaung, 2003) menyebutkan bahwa ciri-ciri belajar konstruktivis adalah:
a. Belajar berarti membentuk makna;
b. Belajar berarti mengkonstruksi terus menerus
d. Belajar berarti menimbulkan situasi ketidakseimbangan;
e. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman pebelajar dengan dunia fisik dan lingkungannya;
f. Hasil belajar pebelajar tergantung pada apa yang telah dimiliki
olehnya;
g. Belajar dalam kelompok adalah baik dan dianjurkan;
h. Dalam proses pembelajaran guru berperan sebagai fasilitator dan mediator.
Mengajar dalam pandangan konstruktivisme bukanlah kegiatan
memindahkan pengetahuan dari guru ke murid, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Menurut
Bettencourt (Paul Suparno, 1997:65) mengajar berarti partisipasi dengan pelajar dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis, dan mengadakan justifikasi. Mengajar adalah
suatu bentuk belajar sendiri. Menurut von Glasersfeld (Suparno, 1997:65) mengajar adalah membantu seseorang berpikir secara benar dengan
membiarkannya berpikir sendiri.
Dalam konstruktivisme seorang pengajar atau guru berperan sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses belajar murid
berjalan dengan baik. Fungsi mediator dan fasilitator dapat dijabarkan dalam beberapa tugas sebagai berikut.
b. Menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang
keingintahuan murid dan membantu mereka untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya dan mengkomunikasikan ide ilmiah mereka. Menyediakan sarana yang merangsang siswa berpikir secara produktif.
Menyediakan kesempatan dan pengalaman yang paling mendukung proses belajar siswa, dan guru harus menyemangati siswa.
c. Memonitor, mengevaluasi, dan menunjukkan apakah pemikiran si murid jalan atau tidak. Guru membantu mengevaluasi hipotesis dan kesimpulan.
(Paul Suparno, 1997:66).
Lebih lanjut Paul Suparno (1997:66) menjelaskan bahwa agar
peran guru tersebut berjalan dengan optimal, diperlukan beberapa kegiatan dan pemikiran yang perlu disadari oleh pengajar.
a. Guru perlu banyak berinteraksi dengan siswa untuk lebih mengerti apa
yang sudah mereka ketahui dan pikirkan.
b. Tujuan dan apa yang akan dibuat di kelas sebaiknya dibicarakan
bersama sehingga siswa sungguh terlibat.
c. Guru perlu mengerti pengalaman mana yang lebih sesuai dengan kebutuhan siswa.
e. Guru perlu mempunyai pemikiran yang fleksibel untuk dapat mengerti
dan menghargai pemikiran siswa, karena kadang siswa berpikir berdasarkan pengandaian yang tidak diterima guru.
Dalam pembelajaran matematika perlu diciptakan suasana belajar
yang membuat siswa antusias terhadap persoalan yang ada sehingga mereka mau mencoba memecahkan persoalannya dan guru mengerti taraf
pengetahuan awal siswa yang dipunyai sebagai dasar untuk membangun pengetahuan. Guru memberi kesempatan siswa aktif mengungkapkan gagasan dan konsepnya, juga guru menghargai dan menerima pemikiran
siswa dengan memberikan orientasi dan arah pemikiran siswa. Guru harus menguasai bahan secara luas dan mendalam sehingga dapat lebih fleksibel
menerima gagasan siswa yang berbeda.
Keunggulan dari pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme adalah:
a. Siswa dapat mengungkap gagasan/ide dan konsepnya
b. Siswa dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuannya, sehingga bahan
pelajaran bertahan lama dan lebih mudah diingat
c. Terjadi dialog dalam pembelajaran antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa.
Sedangkan kelemahan dari pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme adalah:
c. Banyak bahan pelajaran yang tidak terselesaikan menurut kurikulum
yang baku.
Pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis guru tidak lagi mengajari siswa apa yang harus siswa lakukan dan bagaimana siswa
melakukannya, tetapi memotivasi siswa dan memfasilitasinya agar mau secara aktif mengkonstruksi pengetahuan baik konsep, ide maupun
pengertian tentang sesuatu yang sedang dipelajarinya, baik secara individual atau melalui interaksi dan negosiasi dalam kelompok.
Agar terjadi proses yang demikian diperlukan pergeseran
paradigma dalam pembelajaran kepada hal-hal yang utama, yakni: Tabel 2.1 Perubahan Paradigma dalam Pembelajaran
Dari Menjadi
Mengajar Indoktrinasi
Guru sebagai subjek Siswa mengumpulkan
pengetahuan
Belajar
Partisipatif sebagai mediator dan fasilitator
Siswa sebagai subjek
Siswa menemukan pengetahuan
dan mengembangkan kerangka berpikir
Paul Suparno dkk (2002:45-46) menyatakan langkah-langkah
1. Tahap persiapan (sebelum guru mengajar) • Mempersiapkan bahan yang akan diajarkan;
• Mempersiapkan alat-alat peraga/praktikum yang akan digunakan; • Mempersiapkan pertanyaan dan arahan untuk merangsang siswa
aktif belajar;
• Mempelajarai keadaan siswa, mengerti kelemahan dan kelebihan siswa; serta
• Mempelajari pengetahuan awal siswa.
2. Tahap pelaksanaan (selama proses pembelajaran) • Mengajak siswa aktif belajar;
• Siswa dibiarkan bertanya;
• Menggunakan metode ilmiah dalam proses penemuan sehingga siswa merasa menemukan sendiri pengetahuan mereka;
• Mengikuti pikiran dan gagasan siswa;
• Menggunakan variasi metode pembelajaran seperti studi kelompok, studi di luar kelas, di luar kelas;
• Kunjungan ke tempat pengembangan studi seperti laboratorium; • Mengadakan praktikum terpimpin maupun bebas;
• Menerima jawaban alternatif dari siswa;
• Kesalahan konsep siswa ditunjukkan dengan arif;
• Siswa diberi kesempatan untuk mencari pendekatan dengan caranya sendiri dalam belajar dan menemukan sesuatu;
3. Tahap evaluasi (sesudah proses pembelajaran)
• Guru memberi pekerjaan rumah,mengumpulkannya dan mengoreksinya;
• Memberikan tugas lain untuk pendalaman;
• Memberi tes yang membuat siswa berpikir, bukan hafalan.
5. Aktivitas Belajar Siswa
Di dalam belajar diperlukan aktivitas sebab pada prinsipnya belajar adalah berbuat, berbuat untuk mengubah tingkah laku, sehingga melakukan kegiatan. Tidak ada belajar jika tidak ada aktivitas, karena
aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting di dalam interaksi belajar-mengajar.
Suatu pernyataan Confucius yang populer, yaitu: What I hear, I forgot; what I see, I remember; and what I do, I understand. “Apa yang hanya didengar akan lupa, apa yang dilihat akan ingat, dan apa yang
dilakukan akan paham” (Syafaruddin dan Irwan Nasution, 2005 : 212). Jika anak belajar hanya dengan mendengarkan apa yang diceramahkan
guru, maka akan banyak yang dilupakan anak informasi yang disampaikan oleh guru. Sedangkan kalau anak belajar dengan melihat apa yang dipelajarinya, maka anak akan mengingatnya. Demikian pula jika anak
Agar siswa dapat terlibat aktif dalam proses pembelajaran
diperlukan adanya proses pembiasaan. Untuk memacu agar siswa aktif dan terlibat dalam pembelajaran yang bermakna, perlu diidentifikasi beberapa kecakapan dasar penunjang yang harus menjadi kemampuan
yang melekat dalam diri siswa. (Paul Suparno dkk, 2002:42-43) menyebutkan beberapa kemampuan dasar tersebut antara lain:
a. Kemampuan bertanya. Kemampuan ini tidak lain adalah kemampuan siswa untuk mempersoalkan (problem posing). Dimulai dengan persoalan dalam wujud pertanyaan, maka dalam diri siswa terdapat
keinginan untuk mengetahui melalui proses belajarnya;
b. Kemampuan pemecahan masalah (problem solving). Permasalahan yang muncul di dalam pembelajaran harus diselesaikan (dicari jawabannya) oleh siswa selama proses belajarnya. Tidak cukup kalau siswa mahir mempersoalkan sesuatu tetapi miskin dalam pencarian
pemecahannya. Pemecahan masalah sendiri dapat dilakukan secara mandiri (self-independence learning) maupun secara kelompok (group learning);
c. Kemampuan berkomunikasi. Dalam konteks pemahaman, kemampuan berkomunikasi baik verbal maupun nonverbal merupakan sarana agar
terjadi pemahaman yang benar (yang baik dan punya kadar keilmuan), dari proses hasil berpikir dan berbuat, terhadap gagasan siswa yang
Montessori (Sardiman, 1996:95) menegaskan bahwa anak-anak itu
memiliki tenaga-tenaga untuk berkembang sendiri, membentuk sendiri. Pendidik akan berperan sebagai pembimbing dan mengamati bagaimana perkembangan anak-anak didiknya. Pernyataan ini memberi petunjuk
bahwa yang lebih banyak melakukan aktivitas di dalam pembentukan diri adalah anak itu sendiri, sedang pendidik memberikan bimbingan dan
merencanakan segala kegiatan yang akan diperbuat oleh anak didik.
Rousseau (Sardiman, 1996 : 96) menjelaskan bahwa pengetahuan itu harus diperoleh dengan pengamatan sendiri, dengan bekerja sendiri,
dengan fasilitas yang diciptakan sendiri, baik secara rohani maupun teknis. Hal ini menunjukkan bahwa orang yang belajar harus aktif sendiri,
tanpa ada aktivitas, maka proses belajar tidak mungkin terjadi.
Paul B. Diendrich (Sardiman, 1996 : 100) menggolongkan aktivitas belajar sebagai berikut:
a. Visual activities, yang termasuk di dalamnya misalnya, membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.
b. Oral activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi.
c. Listening activities, sebagai contoh, mendengarkan: uraian , percakapan, diskusi, musik, pidato.
e. Drawing activities, misalnya: menggambar, membuat grafik, peta, diagram.
f. Motor activities, yang termasuk di dalamnya antara lain: melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi,bermain.
g. Mental activities, sebagai contoh: mengingat, memecahkan soal, menganalisa, melihat hubungan, mengambil keputusan.
h. Emotional activities, seperti menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.
Dengan klasifikasi aktivitas seperti yang diuraikan di atas
menunjukkan beragamnya aktivitas belajar di sekolah. Aktivitas tersebut harus dapat menciptakan suatu kondisi belajar yang menyenangkan,
sehingga dapat memaksimalkan hasil belajar yang dicapai siswa.
Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan aktivitas belajar siswa adalah kegiatan yang dilakukan siswa dalam belajar meliputi: aktivitas
memperhatikan, bertanya, mendengarkan, mencatat, mengerjakan soal dan mempelajari materi pelajaran.
B. Penelitian Yang Relevan
Penelitian dari Sri Suwarni (2004) yang berjudul “Pengaruh
Penggunaan Pendekatan Konstruktivisme Terhadap Prestasi Belajar Matematika Ditinjau Dari Motivasi Belajar Siswa Pada Siswa SMP Negeri
pembelajaran matematika dengan pendekatan konstruktivisme dengan siswa
yang mengikuti pembelajaran matematika secara konvensional. Prestasi belajar siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan pendekatan konstruktivisme lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran
matematika secara konvensional.
Penelitian tindakan kelas dari Suradi (2005) yang berjudul
“Manajemen Pembelajaran Konstruktivis Sebagai Upaya Peningkatan Motivasi, Aktivitas, dan Prestasi belajar Matematika Siswa kelas II SMPN 2 Pleret Bantul”. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah pembelajaran
dengan pembelajaran konstruktivisme dapat meningkatkan motivasi dan aktivitas belajar siswa.
Persamaan penelitian di atas dengan penelitian yang dilakukan adalah penggunaan pendekatan pembelajaran konstruktivisme. Perbedaan yang dilakukan penelitian ini adalah pada penelitian pertama ditinjau dari motivasi
belajar, sedangkan pada penelitian kedua merupakan penelitian tindakan kelas.
C. Kerangka Berpikir
Prestasi belajar siswa merupakan bukti keberhasilan siswa yang telah
dicapai sesuai dengan tujuan pembelajaran. Prestasi belajar tinggi menggambarkan bahwa siswa mencapai tujuan pembelajaran. Sedangkan
beberapa faktor, diantaranya adalah penerapan pendekatan pembelajaran dan
aktivitas belajar siswa.
Pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme membantu siswa untuk membangun konsep-konsep / prinsip-prinsip dengan kemampuan
sendiri melalui proses internalisai sehingga konsep / prinsip itu terbangun kembali, transformasi yang diperoleh menjadi konsep / prinsip baru. Dengan
demikian pembelajaran matematika dengan pendekatan konstruktivisme adalah membangun pengetahuan, sebab siswa secara aktif mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri, sehingga siswa akan lebih dapat mengingat dan
memahami konsep atau prinsip dengan baik dan mampu mengaplikasikan dalam situasi lain.
Pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme yang dilakukan guru membuat siswa tidak merasa bosan dalam proses pembelajaran matematika sehingga diharapkan pembelajaran dengan pendekatan
konstrutivisme prestasi belajar siswa lebih baik daripada pembelajaran denganpendekatan konvensional.
Aktivitas belajar siswa adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa disaat belajar. Aktivitas belajar siswa dapat dikategorikan sebagai aktivitas belajar tinggi, aktivitas belajar sedang dan aktivitas belajar rendah. Kurangnya
aktivitas belajar siswa menyebabkan siswa tersebut menjadi pasif, bosan, kurang konsentrasi dan merasa materi pelajaran sulit. Sebaliknya, siswa yang
senang untuk belajar. Sehingga dalam proses pembelajaran, guru perlu
memotivasi siswa untuk melakukan aktivitas belajar.
Siswa yang mempunyai aktivitas belajar tinggi akan lebih mudah menerima dan menguasai konsep/prinsip materi pelajaran daripada siswa yang
mempunyai aktivitas belajar yang rendah. Oleh karena itu, prestasi belajar siswa yang mempunyai aktivitas tinggi diduga lebih baik daripada siswa yang
mempunyai aktivitas belajar rendah.
Pendekatan pembelajaran dan aktivitas belajar siswa merupakan faktor penting yang harus diperhatikan guru dalam proses pembelajaran.
Pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme sangat menuntut aktivitas belajar siswa dalam memahami konsep yang diberikan guru. Dengan
demikian dapat diharapkan pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme dan aktivitas belajar tinggi memperoleh prestasi belajar yang lebih baik.
Dari pemikiran di atas dapat digambarkan kerangka berpikir penelitian
dengan desain korelasinya sebagai berikut:
Pembelajaran:
- pembelajaran konstruktivisme - pembelajaran konvensional
Aktivitas Belajar Siswa
D. Hipotesis
Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir di atas dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:
1. Prestasi belajar matematika siswa dengan pendekatan konstruktivisme
lebih baik daripada prestasi belajar siswa dengan pendekatan cara konvensional.
2. Prestasi belajar matematika siswa dengan aktivitas belajar yang tinggi lebih baik daripada prestasi belajar siswa dengan aktivitas belajar yang sedang, prestasi belajar matematika siswa dengan aktivitas belajar yang
sedang lebih baik daripada prestasi belajar siswa dengan aktivitas belajar yang rendah.
3. Perbedaan prestasi belajar matematika siswa antara siswa yang diberikan pendekatan pembelajaran konstruktivisme dan pendekatan pembelajaran konvensional konsisten untuk tiap-tiap aktivitas belajar siswa, dan
perbedaan prestasi belajar matematika siswa antara siswa dengan aktivitas belajar yang tinggi, aktivitas belajar siswa yang sedang dan aktivitas
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMP dalam wilayah Kotamadya Surakarta. Penelitian dilaksanakan pada semester 1 Tahun Pelajaran
2008/2009.
B. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen semu (Quasi Exsperimental Research) yang melibatkan dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kedua kelompok sama dalam semua segi dan hanya berbeda dalam perlakuan pembelajaran. Pada kelompok eksperimen, pendekatan yang digunakan dalam proses pembelajaran adalah
pendekatan konstruktivisme. Untuk kelompok kontrol menggunakan pembelajaran yang secara konvensional.
Selanjutnya, baik kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol diukur dengan alat ukur yang sama. Hasil pengukuran tersebut digunakan sebagai data eksperimen, kemudian data yang diperoleh diolah dan hasilnya
dibandingkan dengan tabel uji statistiknya.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IX dari SMP se- Kotamadya Surakarta.
2. Sampel
Menurut Suharsimi Arikunto (1993;104) sampel adalah sebagian atau
wakil populasi yang diteliti.
Pada penelitian ini sampel yang mewakili seluruh siswa kelas IX SMP di Kota Surakarta Tahun Pelajaran 2008/2009 adalah SMP Negeri 19
Surakarta, SMP Widya Wacana 1 Surakarta dan SMP Negeri 17 Surakarta.
3. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah stratified random sampling dan cluster random sampling. Berdasarkan peringkat sekolah yang dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok atas, kelompok menengah dan kelompok bawah. Secara random diambil satu sekolah dari
tiap-tiap kelompok, dan secara random diambil dua kelas dari masing-masing sekolah terpilih, satu kelas ditetapkan sebagai kelas kontrol dan satu kelas sebagai kelas eksperimen.
Sampel penelitian ini, dari kelompok atas terpilih SMP Negeri 19 Surakarta, dari kelompok menengah terpilih SMP Widya Wacana 1
D. Definisi Variabel Penelitian
1. Variabel bebas
a. Pendekatan Pembelajaran
1) Pendekatan pembelajaran adalah prosedur dalam proses
pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran.
2) Indikator: pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
konstruktivisme pada kelas eksperimen, pembelajaran dengan konvensional pada kelas kontrol.
3) Skala pengukuran: Skala nominal
4) Simbol: X1
b. Aktivitas belajar
1) Aktivitas belajar siswa adalah segala kegiatan fisik maupun mental dari diri seseorang dalam rangka mendapatkan pengetahuan agar tujuan belajarnya tercapai.
2) Indikator: skor angket aktivitas belajar siswa
3) Skala pengukuran: Skala interval diubah ke dalam skala ordinal yang terdiri dari 3 kategori, yaitu: skor angket < X
-2 1
S
dikategorikan aktivitas rendah, X
-2 1
S ≤ skor angket ≤ X+
2 1
S
dikategorikan aktivitas rendah, dan skor angket ≥ X+
2 1
S dikategorikan aktivitas tinggi.
2. Variabel terikat
Variabel terikat pada penelitian ini adalah tes prestasi belajar matematika siswa pada pokok bahasan / materi kelas IX semester 1 yang diperoleh dari tes yang diberikan pada akhir penelitian.
1) Prestasi belajar matematika adalah nilai hasil tes matematika pada pokok bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung kelas IX semester 1.
2) Indikator: Skor prestasi belajar matematika 3) Skala pengukuran: Skala interval
4) Simbol: Y
E. Teknik Pengambilan Data
1. Metode Dokumentasi
Dalam penelitian ini metode dokumentasi digunakan untuk mendapatkan nilai ulangan akhir semester genap mata pelajaran matematika kelas VIII
SMP tahun pelajaran 2007/2008. Data yang diperoleh digunakan untuk menguji keseimbangan.
2. Metode Tes
Tes adalah alat yang digunakan dalam pengumpulan data, berupa suatu butir-butir soal. Tes yang berisi perolehan prestasi belajar matematika
tersebut digunakan untuk mengambil data prestasi mata pelajaran matematika. Tes yang digunakan berbentuk obyektif tes, untuk setiap soal
3. Metode Angket
Metode angket digunakan untuk mengumpulkan data mengenai aktivitas belajar siswa, berupa instrumen angket.
F. Instrumen
Instrumen dalam penelitian berupa tes untuk memperoleh data
tentang prestasi belajar matematika dan angket aktivitas belajar siswa yang dirancang berdasarkan kisi-kisi. Instrumen tersebut layak atau tidak dipakai sebagai alat pengumpul data dan perlu tidaknya dilakukan revisi-revisi
instrumen tersebut dengan menganalisa tingkat kesukaran, daya beda, validitas dan reliabilitasnya.
1. Analisis instrumen tes. a. Reliabilitas instrumen tes
Reliabilitas instrumen menunjuk pada keajegan dalam mengukur apa
yang hendak diukur, untuk pemeriksaan realibilitas butir-butir soal diri siswa, maka rumus yang digunakan rumus KR-20 sebagai berikut:
r11= (1 ) )
1
( t2
i i
s q p n
n Σ
− −
Keterangan:
r11 = indeks reliabilitas instumen
n = banyak butir instrumen
2
t
i
p = proporsi banyaknya subjek yang menjawab benar pada
butir ke-i
i
q = 1-pi , i = 1, 2, ..., n
(Budiyono, 2003:69)
Dalam penelitian ini, tes disebut reliabel apabila r11≥0,70.
b. Validitas instrumen tes
Uji validitas yang dilakukan pada metode tes ini adalah uji validitas isi. Langkah-langkah dalam melakukan validitas isi dikemukakan Crocker dan Algina (Budiyono, 2003 : 60) sebagai berikut:
1) Mendefinisikan domain kerja yang akan diukur (pada tes prestasi dapat berupa serangkaian tujuan pembelajaran atau pokok-pokok
bahasan yang diwujudkan dalam kisi-kisi),
2) Membentuk sebuah panel yang ahli (qualified) dalam domain-domain tersebut,
3) Menyediakan kerangka terstruktur untuk proses pencocokan butir-butir soal dengan domain performans yang terkait, dan
4) Mengumpulkan data dan menyimpulkan berdasar data yang diperoleh dari proses pencocokan pada langkah (3).
Dalam penelitian ini, butir soal dikatakan valid jika sudah dilakukan
penilaian oleh validator.
c. Rumus untuk menentukan tingkat kesukaran
P = JS
Keterangan:
P = indeks kesukaran
B = banyak siswa yang menjawab soal itu dengan benar JS= jumlah siswa yang mengikuti tes
(Suharsimi Arikunto, 1998:212)
Dalam penelitian ini, butir soal dianggap baik jika 0,30 P 0,70. ≤ ≤
d. Rumus untuk menentukan daya pembeda
rXY =
Dalam penelitian ini, butir soal mempunyai daya pembeda yang baik
jika rXY ≥ 0,3.
2. Analisis instrumen angket
a.Reliabilitas instrumen angket
Reliabilitas instrumen menunjuk pada keajegan dalam mengukur apa
⎟
r11 = koefisien reliabilitas
k = banyaknya belahan
Dalam penelitian ini, angket disebut reliabel jika α ≥0,70.
b. Validitas instrumen angket
Uji validitas yang dilakukan pada metode angket ini adalah uji validitas isi. Untuk menilai apakah suatu instrumen mempunyai validitas isi yang tinggi, yang biasanya dilakukan adalah melalui experts judgment (Budiyono, 2003 : 59). Jadi dalam penelitian ini, penilaian dilakukan oleh para pakar.
c. Konsistensi internal
Konsistensi internal untuk menunjukkan adanya korelasi positif antara skor masing-masing butir angket tersebut. Butir angket harus
mengukur hal yang sama dan menunjukkan kecenderungan yang sama pula. Untuk menghitung konsistensi internal, rumus yang digunakan
adalah rumus korelasi momen produk dari Karl Pearson berikut.
dengan
rXY = indeks konsistensi internal
X = skor untuk butir ke-i Y = skor total
n = banyaknya subjek (Budiyono, 2003:65)
Dalam penelitian ini, butir angket disebut mempunyai indeks
konsistensi internal yang baik jika rXY ≥ 0,3.
G. Desain Penelitian
Desain penelitian menggunakan teknik analisis varians (ANAVA), yaitu
suatu rancangan penelitian yang digunakan meneliti pengaruh dari perlakuan pembelajaran yang berbeda dari dua kelompok dihubungkan dengan aktivitas belajar siswa terhadap pembelajaran matematika. Tabel
berikut merupakan kerangka rancangan penelitian:
Tabel 3.1 Kerangka Rancangan Penelitian
Aktivitas Belajar Siswa (B)
Faktor Pendekatan Pembelajaran (A) Tinggi (b1) Sedang (b ) 2 Rendah (b3)
Konstruktivisme (a1) AB11 AB12 AB13
Keterangan:
A = Pendekatan Pembelajaran B = Aktivitas belajar siswa
A1 = Pembelajaran matematika dengan pendekatan konstruktivisme
A2 = Pembelajaran matematika dengan pendekatan konvensional
B1 = Aktivitas belajar tinggi
B 2 = Aktivitas belajar sedang
B 3 = Aktivitas belajar rendah
AB11 = Hasil tes prestasi belajar siswa yang menggunakan pembelajaran
matematika dengan pendekatan konstruktivisme dengan
aktivitas belajar tinggi
AB12 = Hasil tes prestasi belajar siswa yang menggunakan dengan
pembelajaran matematika dengan pendekatan konstruktivisme
dengan aktivitas belajar sedang
AB13 = Hasil tes prestasi belajar siswa yang menggunakan dengan
pembelajaran matematika dengan pendekatan konstruktivisme dengan aktivitas belajar rendah
AB = Hasil tes prestasi belajar siswa yang menggunakan dengan
pembelajaran matematika dengan pendekatan konvesional dengan aktivitas belajar tinggi
AB = Hasil tes prestasi belajar siswa yang menggunakan dengan
pembelajaran matematika dengan pendekatan konvesional dengan aktivitas belajar sedang
22
AB = Hasil tes prestasi belajar siswa yang menggunakan dengan
pembelajaran matematika dengan pendekatan konvesional dengan aktivitas belajar rendah
23
H. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan adalah ANAVA dua jalur dengan
taraf signifikan α =0,05. Teknik ini digunakan karena memberi keuntungan
sesuai karakteristik variabel yang diteliti dalam penelitian. pertama dengan menggunakan ANAVA dua jalur ini peneliti dapat memanipulasi dua variabel
bebas secara serempak. 1. Uji Keseimbangan
Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah kedua kelompok dalam
keadaan seimbang atau tidak sebelum mendapat perlakuan. Statistik uji yang digunakan adalah uji-t.
1. Hipotesis
2 1 0 :µ =µ
Η (kedua kelompok berasal dari dua populasi yang
berkemampuan awal sama)
2 1 1:µ ≠ µ
Η (kedua kelompok tidak berasal dari dua populasi yang
berkemampuan awal sama)
3. Statistik uji
X1 = mean dari sampel kelompok eksperimen
X = mean dari sampel kelompok kontrol 2
n1 = ukuran sampel kelompok eksperimen
n = ukuran sampel kelompok kontrol 2
s = variansi gabungan 2p
4. Daerah kritik
DK={t l t < -t
5. Keputusan uji
0
Η ditolak jika t∈DK (Budiyono, 2004 : 151).
2. Uji Prasyarat
1. Uji Normalitas
Dalam hal ini teknik yang digunakan adalah Uji Lilleifors dengan
1) Hipotesis
H : sampel berasal dari populasi normal 0
H1: sampel tidak berasal dari populasi normal
2) Statistik uji
L = Max F(zi)−S(zi)
Dengan:
F(Zi)=P(Z≤ zi) ; Z ~ N(0,1)
zi = skor terstandar untuk zi= s
X
X )
( −
s = Deviasi standar
S(zi)= proporsi banyak z≤ ziterhadap seluruh zi
3) Daerah Kritik
05 , 0
= α
DK = {LlL > Lα;n}; n adalah ukuran sampel
4) Keputusan uji
H ditolak bila L > L0 α;n (Budiyono, 2004 : 171)
2. Uji Homogenitas
Pengujian terhadap homogenitas data menggunakan uji Barlett dengan
rumus sebagai berikut: 1) Hipotesis
H0:σ12 =σ22 =...=σk2 (variansi homogen)
k = 3, untuk aktivitas belajar siswa
H1: tidak semua variansi sama
2) Derajat signifikansi
05 , 0
= α
3) Statistik Uji
)
k = banyaknya sampel pada populasi f = derajad kebebasan untuk RKG = N - k
f = n - 1 = derajad kebebasan untuk s ; j = 1, 2, ..., k j j 2
j
N = banyaknya seluruh nilai (ukuran)
n = banyaknya nilai (ukuran) sampel ke-j j
c =
4) Daerah Kritik
5) Keputusan Uji
Jika H0 ditolak, berarti paling sedikit satu tanda sama dengan
untuk varians itu tidak berlaku (tidak homogen).
Bila H tidak ditolak, berarti varians itu homogen. 0
(Budiyono, 2004 : 175-178).
3. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan teknik analisis varian (ANAVA) pada taraf signifikansi α =0,05. Hipotesis statistik yang
diajukan dalam penelitian ini sebagai berikut:
ijk ij j
i ijk
X =µ+α +β +(αβ) +ε
ijk
X = data amatan ke-k baris ke-i dan kolom ke-j µ = rerata besar dari seluruh amatan (pada populasi)
i
α = efek faktor A baris ke-i terhadap Xijk (variabel terikat)
j
β = efek faktor B kolom ke-j terhadap Xijk (variabel terikat)
( )
αβ ij= interaksi baris ke-i dan kolom ke-j terhadap Xijkijk
ε = kesalahan eksperimental yang berdistribusi normal
i = 1,2 (1 =pendekatan konstruktivisme; 2 =pendekatan konvensional)
j = 1, 2, 3 (1 = aktivitas belajar tinggi; 2 = aktivitas belajar sedang;
3 = aktivitas belajar rendah) a. Hipotesis