• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DITINJAU DARI HASIL PEMERIKSAAN PSIKOLOGIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIVITAS PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DITINJAU DARI HASIL PEMERIKSAAN PSIKOLOGIS"

Copied!
211
0
0

Teks penuh

(1)

DITINJAU DARI HASIL PEMERIKSAAN PSIKOLOGIS

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Untuk Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh :

SIGIT ARI WITJAKSANA

S 850907118

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCA SARJANA

(2)

ii

DITINJAU DARI HASIL PEMERIKSAAN PSIKOLOGIS

Disusun oleh :

SIGIT ARI WITJAKSANA NIM S 850907118

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing Dewan Pembimbing

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Pembimbing I Prof. Dr. Budiyono, M.Sc NIP. 130 794 445

Pembimbing II Drs. Suyono, M.Si NIP. 130 529 726

Mengetahui

Ketua Program Studi Pendidikan Matematika

(3)

iii

DITINJAU DARI HASIL PEMERIKSAAN PSIKOLOGIS

DISUSUN OLEH : SIGIT ARI WITJAKSANA

NIM S 850907118

Telah Disetujui dan Disahkan oleh Tim Penguji Pada Tanggal :

Jabatan Nama Tanda tangan Ketua Dr. Mardiyana, M. Si ... Sekretaris Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M.Pd ... Anggota Penguji :

1. Prof. Dr. Budiyono, M.Sc ... 2. Drs. Suyono, M.Si ...

Surakarta, Januari 2009 Mengetahui

Direktur PPs UNS Ketua Progdi Pendidikan Matematika

Prof. Drs. Suranto, M.Sc. Ph.D Dr. Mardiyana, M. Si NIP: 131 472 192 NIP 132 046 017

(4)

iv Yang bertandatangan di bawah ini, saya Nama : Sigit Ari Witjaksana NIM : S 850907118

menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tesis berjudul :

EFEKTIVITAS PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

DITINJAU DARI HASIL PEMERIKSAAN PSIKOLOGIS

adalah betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis ini, ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan hukum yang berlaku.

Surakarta, Desember 2008 Yang membuat pernyataan

(5)

v Yang berhasil adalah yang bekerja keras, selagi yang lain masih tidur.

Karya Tesis ini saya persembahkan kepada: 1. SMK yang ada di Surakarta

2. Puji, Reyner dan Irene

(6)

vi

kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. dr. Much. Syamsulhadi , Sp.Kj. selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta

2. Prof. Drs. Suranto, M.Sc. Ph.D., selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah berkenan memberi kesempatan untuk mengikuti studi di PPs Program Studi Pendidikan Matematika.

3. Dr. Mardiyana, M.Si. selaku ketua Program Studi Pendidikan Matematika Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan dorongan dalam penulisan tesis ini.

4. Drs. Suyono, M.Si. selaku Sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta sekaligus pembimbing II dalam penyelesaian tesis ini.

5. Prof. Dr. Budiyono, M.Sc. sebagai pembimbing I dalam penulisan tesis ini. 6. Kepala SMK Kristen 2 Surakarta dan Kepala SMK Warga Surakarta yang

telah memberikan ijin penelitian untuk tesis ini, Kepala SMK Mikael Surakarta yang telah memberikan ijin untuk Uji coba instrumen prestasi belajar.

7. Bapak dan Ibu guru matematika SMK Kristen 2 Surakarta, SMK Warga Surakarta, dan SMK Mikael Surakarta yang telah membantu penyelesaian tesis ini.

(7)

vii

(8)

viii

Halaman

HALAMAN JUDUL…………...………....………....…....i

HALAMAN PERSETUJUAN ...ii

PENGESAHAN TESIS...iii

PERNYATAAN...iv

MOTTO... v

KATA PENGANTAR...vi

DAFTAR ISI...viii

DAFTAR LAMPIRAN...x

DAFTAR TABEL...xii

DAFTAR GAMBAR...xiii

ABSTRAK...xiv

ABSTRACT...xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………...…...1

B. Identifikasi Masalah………...…………...3

C. Pembatasan Masalah……...……….………...5

D. Perumusan Masalah…………...………..…..6

E. Tujuan Penelitian………...……….…...6

F. Manfaat Penelitian………....………...….7

BAB II A. KAJIAN TEORI 1. Teori-Teori Belajar...……...………...8

2. Pembelajaran CTL...14

3. Pembelajaran Konvensional ...23

4. Hasil Pemeriksaan Psikologis...28

(9)

ix

D. Hipotesis Penelitian...39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ………...………...……41

B. Jenis Penelitian………...41

C. Populasi dan sampel………....43

D. Teknik Pengumpulan Data………...……...45

E. Metode Pengumpulan Data………...…………...46

F. Teknik Analisis Data...49

BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan A. Kemampuan Awal...62

B. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Butir Soal...64

C. Deskripsi Data Prestasi Belajar...66

D. Analisis Variansi………...………...66

E. Uji lanjut Pasca Anava...69

F. Pembahasan Hasil Penelitian...70

G. Keterbatasan Penelitian...73

BAB V Kesimpulan, Implikasi dan Saran A. Kesimpulan...75

B. Implikasi...76

C. Saran...77

(10)

x

Lampiran 2 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Konvensional ...82

Lampiran 3 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) CTL ...87

Lampiran 4 : Kisi-kisi Tes Prestasi Belajar...96

Lampiran 5 : Tes Prestasi Belajar ...98

Lampiran 6 : Lembar Jawab Tes Uji Coba...102

Lampiran 7 : Lembar Jawab Tes Prestasi...103

Lampiran 8 : Ranking SMK Surakarta Tahun Ajaran 2007/2008...104

Lampiran 9 : Rekapitulasi Hasil Psikotes...106

Lampiran 10 : Data Induk Penelitian………...………...115

Lampiran 11 : Data Setelah Diurutkan………...120

Lampiran 12 : Desain Banyak Data Pengamatan…...………...129

Lampiran 13 : Discriptive Statistik Kemampuan Awal………...130

Lampiran 14 : Kemampuan Awal : -Uji Prasyarat : A. Uji Normalitas : Uji Normalitas Kelompok Eksperimen………...131

Uji Normalitas Kelompok Kontrol………...135

B. Uji Homogenitas : Uji Homogenitas Kelompok Eksperimen dan Kontrol……...140

- Uji Keseimbangan dan Beda Rereata : Uji Keseimbangan Kelompok Eksperimen dan Kontrol……....142

Lampiran 15 : Lembar Validitas Instrumen Tes Prestasi………...…………... 144

Lampiran 16 : Uji Reliabilitas Butir Soal ………...146

Lampiran 17 : Daya Beda dan Tingkat Kesukaran….………...153

Lampiran 18 : Data Prestasi Belajar Aproksimasi...154

(11)

xi

Uji Normalitas Kelompok Eksperimen………...…...164

Uji Normalitas Kelompok Kontrol……….………...168

Uji Normalitas Kategori Disarankan………...172

Uji Normalitas Kategori Cukup Disarankan………...175

Uji Normalitas Kategori Kurang Disarankan………...179

B. Uji Homogenitas : Uji Homogenitas Kelompok Eksperimen dan Kontrol………...183

Uji Homogenitas Kategori Tes Bakat-Minat………....185

Lampiran 22: Analisis Variansi Prestasi...………....……...187

Lampiran 23 : Uji Lanjut Pasca Anava...188

Lampiran 24 : Permohonan Izin Penelitian dari Program Pascasarjana ke Dikpora.189 Lampiran 25 : Rekomendasi Izin Penelitian dari Dikpora ke SMK...190

Lampiran 26 : Surat Keterangan Penelitian dari SMK Michael Ska...191

Lampiran 27 : Surat Keterangan Penelitian dari SMK Warga Ska...192

(12)

xii

2. Tabel 4.1 Descriptive Statistics : Kemampuan Awal...62

3. Tabel 4.2 Rangkuman Hasil Uji Normalitas Kemampuan Awal...63

4. Tabel 4.3 Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Variansi Kemampuan Awal...64

5. Tabel 4.4 Rangkuman Uji Keseimbangan Kemampuan Awal...64

6. Tabel 4.5 Descriptive Statistics : Prestasi ……..………...…..66

7. Tabel 4.6a Rangkuman Hasil Uji Lilliefors...67

8. Tabel 4.6b Rangkuman Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov...67

9. Tabel 4.7 Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Prestasi...68

10. Tabel 4.8 Rangkuman Hasil Uji Hipotesis...69

11. Tabel 4.9 Rataan Masing-masing Sel dari Data Uji Hipotesis...70

12. Tabel 4.10 Rangkuman Komparasi ganda antar kolom...70

13. Tabel Distribusi Normal Baku...194

14. Tabel Nilai Kritik Uji Liliefors...195

15. Tabel Distribusi Student’s...196

16. Tabel Nilai Kritik Uji F...197

(13)

xiii

2. Gambar 4.1 Perbedaan Prestasi CTL dan Konvensional……...…...……71

3. Gambar 4.2 Perbedaan Prestasi Kategori Tes Bakat-Minat...72

4. Gambar 4.3 Interaksi untuk Prestasi...73

5. Gambar 1: Grafik Normalitas Kelas Eksperimen Kemampuan Awal………….135

6. Gambar 2: Grafik Normalitas Kelas Kontrol Kemampuan Awal ...139

7. Gambar 3: Grafik Normalitas Kelas Eksperimen Prestasi………167

8. Gambar 4: Grafik Normalitas Kelas Kontrol Prestasi...171

9. Gambar 5: Grafik Normalitas Kategori Disarankan untuk Prestasi...174

10.Gambar 6: Grafik Normalitas Kategori Cukup Disarankan untuk Prestasi...178

11.Gambar 7: Grafik Normalitas Kategori Kurang Disarankan untuk Prestasi...181

(14)

xiv

Psikologis (Tes Bakat-Minat). Tesis: Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Apakah siswa yang diajar dengan pendekatan contextual teaching and learning (CTL) mempunyai prestasi belajar lebih baik dari siswa yang diajar dengan pendekatan konvensional. (2) Apakah siswa yang dikategori disarankan mempunyai prestasi belajar lebih baik dari pada siswa yang dikategori cukup disarankan, dan apakah siswa yang dikategori cukup disarankan mempunyai prestasi belajar lebih baik dari pada siswa yang dikategori kurang disarankan. (3) Apakah perbedaan prestasi belajar dari masing-masing kategori tes bakat-minat konsisten pada perbedaan prestasi belajar dari masing-masing pendekatan pembelajaran dan apakah perbedaan prestasi belajar dari masing-masing pendekatan pembelajaran konsisten pada perbedaan prestasi belajar dari masing-masing kategori tes bakat-minat.

Penelitian dilakukan di kota Surakarta tahun pelajaran 2008/2009. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara Classter random sampling dengan sampel penelitian adalah siswa-siswa dari SMK Kristen 2 dan SMK Warga yang masing-masing terdiri dari satu kelas sebagai sampel kelas eksperimen dan satu kelas sebagai sampel kelas kontrol. Banyak anggota sampel seluruhnya adalah 146 siswa. Uji coba instrumen prestasi belajar matematika dilakukan di SMK Mikael dengan banyak responden 80 siswa. Hasil uji coba 25 butir soal instrumen tes dengan metode KR-20 menunjukkan bahwa besarnya indek reliabilitasnya = 0,8317. Pengujian keseimbangan kemampuan awal menggunakan uji-t yang sebelumnya dilakukan uji prasyarat yaitu uji normalitas dengan uji liliefors dan uji Kolmogorov-Smirnov, uji homogenitas dengan uji Bartlett dan uji-F. Hasil uji kemampuan awal menunjuk bahwa sampel berdistribusi normal, berasal dari populasi yang homogen dan mempunyai rerata yang sama.

Pengujian hipotesis menggunakan anava dua jalan dengan sel tak sama, dengan taraf signifikansi 0,05 yang sebelumnya dilakukan uji prasyarat yaitu uji normalitas dengan uji liliefors dan uji Kolmogorov-Smirnov, uji homogenitas dengan uji Bartlett. Hasil uji prestasi menunjuk bahwa sampel berdistribusi normal, dan juga berasal dari populasi yang homogen. Hasil uji anava menunjukkan (1) Ho(A) ditolak

yang berarti terdapat pengaruh yang signifikan antara pendekatan pembelajaran CTL dan konvensional terhadap prestasi belajar (2) Ho(B) ditolak yang berarti terdapat

pengaruh yang signifikan antara siswa dengan kategori disarankan, cukup disarankan dan kurang disarankan terhadap prestasi belajar (3) Ho(AB) diterima yang berarti

(15)

xv

kurang disarankan, dan (3) F.1-.3 ditolak, yang beararti bahwa rerata siswa kategori

disarankan lebih tinggi dari rerata siswa kategori cukup disarankan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa: (1) Terdapat pengaruh yang signifikan dari pendekatan CTL dan konvensional terhadap prestasi belajar matematika. Kelompok siswa yang diajar dengan pendekatan CTL lebih tinggi dibandingkan dengan prestasi belajar matematika kelompok siswa yang diajar dengan pendekatan konvensional baik secara umum maupun ditinjau dari masing-masing kategori tes bakat-minat. (2) Terdapat pengaruh yang signifikan antara kategori tes bakat-minat terhadap prestasi belajar matematika. Setelah dilakukan uji lanjut dan dengan memperhatikan reratanya dapat disimpulkan bahwa kategori disarankan dan cukup disarankan menghasilkan prestasi yang lebih baik dari kategori kurang disarankan, kategori disarankan menghasikan prestasi yang sama dengan kategori cukup disarankan. (3) Perbedaan prestasi belajar approksimasi kesalahan dari masing- masing pendekatan pembelajaran konsisten pada masing-masing kategori tes bakat-minat dan perbedaan prestasi belajar approksimasi kesalahan dari masing-masing kategori tes bakat-minat konsisten pada masing-masing pendekatan pembelajaran.

(16)

xvi

(aptitude and interest test). Thesis: Mathematics Education Graduate Study Program, Sebelas Maret University, Surakarta.

This research is having aim to find out: (1) whether students who were taught by using contextual teaching and learning (CTL) had better achievement than those who were taught by using conventional approach; (2) whether students who were categorized as strongly advised of the result of psychology test (aptitude and interest test) had better achievement than those who were categorized fairly advised of the result of psychology test , and whether students who were categorized as fairly advised of the result of psychology test had better achievement than those who were categorized as less advised of the result of psychology test (aptitude and interest test); (3) whether the difference of learning achievement from each category proposed by the psychology test (aptitude and interest test) was consistent on the difference of each learning approach and whether the difference of the learning achievement from each learning approach was consistent on the difference of learning achievement from each category of psychological test (aptitude and interest test).

This research was carried out in Surakarta term 2008/2009. Samples of the research were obtained by using cluster random sampling technique; and the samples were drawn from the students of SMK Kristen 2 Surakarta and SMK Warga which each having one class as the sample of experiment class and control class. The total amount of students was 146 students. The instrument of the research was analytically tested to 80 respondents of SMK Mikael’s students. The result of the 25 problems of instrument test by using KR-20 method showed that the reliability index was 0.8317. The balance test of the prior ability were carried out by using T- test which before the pre-requisite test was done first, those were the normality test by using Liliefors test, and Kolmogorov-Smirnov test, homogeneity test by using Barlett test and F-test were done. The result of the prior ability test showed that the samples had normal population distribution; and the samples were from the homogenous population and had the same average.

Hypothesis of the research were tested by using two way Analysis of Variants (ANOVA) with an unequal cell at the significance level of 0.05 which before was done the pre-requisite test those are the normality test by using Liliefors test and Kolmogorov-Smirnov test , homogeneity test by using Barlett test. The result of the pre-requisite test showed that the samples had normal population distribution; and the samples were from the homogenous population. The result of the ANOVA showed: (1) H0(A) was rejected; it meant that there was a significant influence between CTL

approach and Conventional approach toward learning achievement; (2) HO(B) was

(17)

xvii

comparison between columns (1) F.1-2 was accepted, it meant that the average of

students having strongly advised category were the same average with students having fairly advised; (2) F.2.3 was rejected, it meant that the average of students

having fairly advised category were higher than those students having less advised category; (3) F.1.3 was rejected, it meant that the average students having strongly

(18)

A. Latar Belakang Masalah

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan lembaga pendidikan

yang bertanggung jawab dalam mencetak sumber daya manusia yang memiliki

kemampuan akademis sekaligus keahlian khusus. Siswa-siswinya mempelajari

teori dan praktek sehingga berpengalaman dan mantap untuk langsung memasuki

dunia kerja, bahkan saat ini banyak Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) bertaraf

internasional yang dipersiapkan untuk menghadapi persaingan di era globalisasi

ini.

Dalam salah satu program kerjanya, Departemen Pendidikan Nasional

(Depdiknas ) sedang berupaya meningkatkan jumlah siswa Sekolah Menengah

Kejuruan (SMK), sehingga pada tahun 2015 akan mencapai 30:70 yaitu 30%

Sekolah Menengah Atas (SMA) dan 70% Sekolah Menengah Kejuruan(SMK).

Untuk meningkatkan kwalitas, Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas)

akan terus bekerja sama dengan pihak industri dan swasta agar dapat

menghasilkan lulusan yang siap kerja, cerdas, dan kompetitif.

Demikian besarnya tumpuan pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

di waktu mendatang sehingga peneliti tertarik untuk mengamati dan meneliti pada

salah satu aspek yang terkait langsung, yaitu siswa baru (input) Sekolah

Menengah kejuruan (SMK). Penelitian ini berusaha menyumbangkan buah pikiran

(19)

Kejuruan (SMK) terutama yang berdomisili di kota Surakarta, agar nantinya

Surakarta benar – benar menjadi kota vokasi yang lagi didengung-dengungkan

Pemerintah Daerah kota Surakarta.

Perlu diketahui, standar kelulusan Sekolah Menengah kejuruan (SMK)

secara nasional sangat rendah dibandingkan dengan negara berkembang

lain. Hasil penelitian Programme for International Student Assessment (PISA,

2003) menunjukkan bahwa penguasaan matematika siswa Indonesia berada di

peringkat 2 terbawah yaitu ranking 39 dari 41 negara (www.suaramerdeka.com).

Persentase ketidaklulusan secara nasional sangat memprihatinkan

Demikian pula yang terjadi pada lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK)

di kota Surakarta, tidak jauh berbeda dengan realitas tersebut, yaitu dengan

standar nilai kelulusan yang demikian rendah, tetapi masih tingginya angka

ketidaklulusan siswa.

Sangat kompleknya permasalahan pendidikan di negara kita, amat

mengusik peneliti untuk terus memperhatikannya. Terlebih peneliti adalah salah

satu komponen yang terjun langsung di dalamnya. Dalam hal ini, peneliti ingin

mengadakan penelitian pada salah satu permasalahan yang sangat mendasar

sebelum permasalahan yang lain terjadi selama proses belajar di sekolah

menengah kejuruan (SMK) yaitu masalah penerimaan siswa baru.

Bagaimana memilih siswa baru yang tepat merupakan masalah utama

bagi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang setiap tahun harus dihadapi..

Banyak Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di kota Surakarta yang

(20)

jumlah nilai ujian nasional SMP sebelumnya. Padahal Sekolah Menegah

Kejuruan (SMK) adalah sekolah yang berbasis pada ketrampilan dan

keahlian, dimana kedua hal tersebut nantinya akan menjadi akhir yang dituju.

Diketauinya seseorang calon siswa mempunyai dasar ketrampilan dan

keahlian tertentu dapat dilihat dari hasil pemeriksaan bakat-minatnya.

Demikian pula sistem pengajaran konvensional yang selama ini dipakai

tentu tidak akan pernah menyelesaikan permasalahan pendidikan yang ada.

Menurut pengalaman dan pengamatan peneliti dilapangan, banyak berkembang

dan munculnya teori pembelajaran baru merupakan bukti bahwa sistem

pembelajaran yang selama ini dipakai, menunjukkan masih banyak kelemahan

dan kekurangan pengajaran konvensional.

Saling terkaitnya materi pembelajaran satu dengan yang lain,

menunjukkan bahwa proses belajar mengajar merupakan suatu sistem. Oleh

karena itu sangat penting mengerti keterkaitan antar materi pembelajaran yang

dipakai. Dalam penelitian ini dipilih materi aproksimasi kesalahan karena materi

ini banyak dipakai oleh mata pelajaran yang lain sebagai materi terapan, baik

pelajaran teori maupun praktek di Sekolah Menegah Kejuruan (SMK).

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan hal-hal yang diuraikan pada latar belakang masalah, dapat

diidentifikasikan beberarapa masalah sebagai berikut :

1. Terdapat kemungkinan rendahnya prestasi matematika siswa Sekolah

Menengah Kejuruan (SMK) di kota Surakarta disebabkan oleh metode

(21)

mengajar yang kurang tepat. Terkait dengan masalah ini muncul

pertanyaan, kalau metode penerimaan siswa baru yang sebelumnya tanpa tes

bakat-minat (hanya berdasarkan nilai ujian SMP atau asal menerima siswa

tanpa memperhatikan apapun untuk pertimbangan diterima) kemudian diubah

dengan menerima siswa baru menggunakan seleksi tes bakat–minat dan

pendekatan konvensional yang biasa untuk mengajar diganti dengan

pendekatan contextual teaching and learning (CTL), apakah prestasi belajar

matematika dapat meningkat. Untuk menjawab hal ini dapat dilakukan

penelitian yang dapat melihat pengaruh tes bakat-minat dan pendekatan

pengajaran terhadap prestasi pembelajaran.

2. Ada kemungkinan rendahnya prestasi matematika siswa Sekolah Menengah

Kejuruan (SMK) di kota Surakarta disebabkan minat belajar yang

terlalu rendah. Terkait dengan masalah ini muncul pertanyaan,

bagaimana menumbuhkan minat belajar siswa Sekolah Menengah

Kejuruan (SMK) di kota Surakarta. Untuk menjawab hal ini dapat dilakukan

penelitian yang menyangkut latar belakang dan tujuan siswa / peserta didik

memilih sekolah.

3. Ada kemungkinan rendahnya prestasi matematika siswa Sekolah

Menengah Kejuruan (SMK) di kota Surakarta disebabkan oleh

tenaga pengajarnya yang kurang profesional. Dalam konteks ini dapat

dilakukan penelitian tentang penyeleksian tenaga pengajarnya dan metode -

(22)

4. Ada kemungkinan rendahnya prestasi matematika siswa Sekolah

Menengah Kejuruan (SMK) di kota Surakarta disebabkan oleh materi

yang diberikan tenaga pengajarnya kurang relevan dan signifikan. Dalam

konteks ini dapat dilakukan penelitian tentang kurikulum yang diajarkan.

C. Pembatasan Masalah

Dari keempat masalah yang diidentifikasi di atas, peneliti hanya ingin

melakukan penelitian yang terkait dengan permasalahan pertama, yaitu yang

terkait penggunaan tes bakat - minat saat menerima siswa baru dan

pendekatan pembelajaran yang dipakai pengajaran Sekolah Menengah Kejuruan

(SMK) di Surakarta. Alasan dipilihnya masalah tersebut adalah:

1. Kemampuan dasar seseorang bisa dilihat dari tes bakat-minatnya, Ketepatan

memilih siswa merupakan modal utama yang berpengaruh besar dalam proses

berikutnya.

2. Prestasi pembelajaran yang dimaksud adalah nilai pembelajaran

approksimasi kesalahan. Materi ini sangat penting di Sekolah Menengah

Kejuruan (SMK), karena banyak digunakan untuk dasar perhitungan mata

pelajaran lain, contoh : dalam mata pelajaran gambar teknik, pekerjaan

permesinan, kerja bangku dan pengukuran.

3. Penggunaan metode pengajaran yang bervariasi akan mengatasi kejenuhan

siswa sehingga dapat dikatakan bahwa metode pengajaran dalam

menyajikan materi sangat berpengaruh pada tingkat pemahaman yang

akhirnya dapat mempengaruhi pretasi siswa. Oleh karena itu guru tidak harus

(23)

pendekatan / metode yang bervariasi agar proses pembelajaran

tidak membosankan bahkan lebih menarik perhatian siswa. Dalam hal ini

dipilih pendekatan contextual teaching and learning(CTL) untuk kelas

eksperimen dan pendekatan konvensional untuk kelas kontrol.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah, dapat dirumuskan masalah sebagai

berikut:

1. Apakah siswa yang diajar dengan pendekatan contextual teaching and

learning (CTL) mempunyai prestasi belajar lebih baik dari siswa yang diajar

dengan pendekatan konvensional.

2. Apakah siswa yang dikategorikan disarankan mempunyai prestasi

belajar lebih baik dari pada siswa yang dikategorikan cukup disarankan, dan

apakah siswa yang dikategorikan cukup disarankan mempunyai prestasi

belajar lebih baik dari pada siswa yang dikategorikan kurang disarankan.

3. Apakah perbedaan prestasi belajar dari masing-masing kategori tes

bakat-minat konsisten pada perbedaan prestasi belajar dari masing-masing

pendekatan pembelajaran dan apakah perbedaan prestasi belajar dari

masing-masing pendekatan pembelajaran konsisten pada perbedaan prestasi belajar

dari masing-masing kategori tes bakat-minat.

E. Tujuan Penelitian

Dengan penelitian ini diharapkan dapat menjadi tolak ukur bagi Sekolah

Menengah Kejuruan (SMK) dalam menerimaan siswa baru maupun dalam

(24)

1. Membandingkan hasil penggunaan metode / pendekatan contextual teaching

and learning (CTL)dan pendekatan konvensional.

2. Membandingkan prestasi belajar matematika dengan topik pembelajaran

approksimasi kesalahan, antara siswa dengan kategori disarankan dengan

kategori cukup disarankan, dan kurang disarankan.

3. Mengetahui perbedaan prestasi dari masing-masing kategori tes bakat-minat

dan masing-masing pendekatan pembelajaran.

F. Manfaat Penelitian

Berdasarkan hal-hal yang disebutkan di atas, dapat kita ambil manfaat

penelitian sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi

pengembangan pembelajaran dan dapat menjadi salah satu rujukan bagi peneliti

lain, serta memperkaya jenis penelitian yang sudah ada.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi

siswa, guru, sekolah, peneliti yang lain, pemerintah kota Surakarta, dan Pihak

yang berwenang.

a. Bagi Siswa

Siswa mendapat pengajaran dengan metode yang berbeda dari

biasanya, diharapkan sangat dapat meningkatkan semangat belajar siswa

(25)

b. Bagi Guru

Hasil penelitian ini bermanfaat sebagai alat evaluasi terhadap proses

pembelajaran yang telah dilaksanakan dan sebagai informasi untuk peningkatan

kualitas pembelajaran di waktu-waktu mendatang.

c. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini bermanfaat sebagai alat evaluasi terhadap proses

penerimaan siswa baru pada awal tahun pelajaran di Sekolah Menengah

Kejuruan (SMK) di kota Surakarta agar menghasilkan lulusan / output yang

lebih baik.

d. Peneliti yang lain

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dan sebagai

umpan balik dan perlu ditindaklanjuti oleh peneliti lain dengan pendekatan dan

variabel yang lebih bervariasi.

e. Pemerintah Kota Surakarta

Membantu salah satu program pemerintah daerah kota Surakarta

sebagai kota vokasi dengan meningkatkan sumber daya manusianya yang

nantinya akan terkait langsung di dalamnya.

f. Pihak yang berwenang

Membantu pihak yang berwenang dalam menentukan kebijakan di

(26)

BAB II

KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Kajian Teori

1. Teori – Teori Belajar

Dewasa ini, tinjauan mengenai teori pembelajaran terus berkembang.

Berawal dari pandangan yang menganggap siswa sebagai penerima secara pasif

dari berbagai fakta dan informasi, hingga pandangan yang menganggap bahwa

siswa adalah sobyek yang aktif. Tinjauan teori pembelajaran bermula dari

penelitian tentang tingkah laku (behaviorisme) hingga konstruktivisme. Secara

garis besar ada tiga macam teori dalam psikologi belajar yang mendasari

penerapan contextual teaching and learning (CTL) yaitu behaviorisme,

kognitivisme dan konstruktivisme:

a. Behaviorisme (Tingkah Laku)

Pada awalnya konsep behaviorisme dikemukakan oleh Aristoteles

(kurang lebih 350 SM) bahwa behaviorisme bisa terjadi karena: kesamaan

(similiarity), berlawanan (contrast), dan berurutan dalam waktu dan tempat

terhadap tanggapan – tanggapan, serta hubungan sebab akibat (cause and effect).

Teori ini menekankan pada kondisi contiguity dan reinforcement.

Guithrie dalam Gredler (1994:78) mendefinisikan contiguity adalah gabungan

stimulus-stimulus yang disertai oleh suatu gerakan, dan pada waktu timbul

kembali, cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama. Sedangkan

(27)

hasil yang telah dicapai. Dalam teori behaviorisme ini, belajar merupakan usaha

mendapatkan tanggapan sebanyak – banyaknya dan menggabungkan tanggapan –

tanggapan, serta hubungan sebab akibat ( cause and affect).

Menurut Suyarno dalam Krisno Anggara, belajar adalah usaha

mendapatkan tanggapan sebanyak – banyaknya dan menggabungkan tanggapan –

tanggapan ini dengan jalan mengulang – ulanginya. Adapun penekanan teori

behaviorisme terletak pada: pengaruh lingkungan, bagian – bagian, peranan

reaksi, mekanisme terbentuknya hasil belajar, sebab – sebab waktu yang lalu,

pembentukan kebiasaan, pemecahan problem dengan ciri trial and error.

Karakteristik pembelajaran berdasarkan paradigma mengajar menurut

Yansen Marpaung (2003:2) sangat kuat dipengaruhi oleh psikologi tingkah laku:

a. Guru aktif, siswa pasif.

b. Pembelajaran berpusat pada guru.

c. Guru mentransfer pengetahuan ke pikiran siswa.

d. Pembelajaran bersifat mekanistik.

e. Siswa diam (secara fisik) dan penuh konsentrasi (mental) memperhatikan

apa yang diajarkan oleh guru.

Untuk menerapkan teori behaviorisme dalam pembelajaran, Sri Esti

Wuryani Djiwandono dalam Krisno Anggoro melakukannya dengan:

1. mendefinisikan dan menyatakan secara operasional tingkah laku yang

akan diubah.

2. memperoleh suatu gambaran dari tingkah laku tingkat operant dimana

(28)

3. mengatur situasi belajar atau situasi perlakuan sehingga tingkah laku yang

diinginkan dapat terjadi.

4. mengidentifikasi reinforment yang terjadi.

5. membentuk dan memperkuat tingkah laku yang diinginkan, menyusun

catatan dari tingkah laku yang diperkuat untuk menentukan apakah

penguatan atau frekuensi dari respon bertambah.

b. Kognitivisme

Dasar kognitivisme adalah proses pemikiran yang terjadi dibalik tingkah

laku. Perubahan tingkah laku diamati dan digunakan sebagai indikator terhadap

apa yang terjadi di dalam pikiran.

Menurut Piaget dalam Moh. Nur dan M. Ibrahim (2001:17,18) pedagogi

yang baik harus melibatkan pemberian anak dengan situasi-situasi di mana anak

itu mandiri melakukan eksperimen, dalam arti paling luas, mencoba segala

sesuatu untuk melihat apa yang terjadi, memanipulasi tanda-tanda, memanipulasi

simbol, mengajukan pertanyaan dan menemukan sendiri jawabannya,

mencocokkan apa yang ia temukan pada saat tertentu dengan yang ia temukan

pada saat yang lain, membandingkan yang ia temukan dengan temuan anak lain.

Dengan mengembangkan psikologi perkembangan yang dipelopori oleh

Piaget, aliran ini percaya bahwa seseorang akan memperoleh pengetahuan, dengan

terus menerus memperbaiki skemata yang ada, ketika informasi baru tidak sesuai

dengan strutur yang ada. Bila suatu informasi dapat dipahami dengan pengetahuan

(29)

proses belajar tidak hanya dapat dilihat dari tampilan luar dalam bentuk unjuk

kerja seseorang tetapi bisa dijelaskan dengan proses di dalam pikiran seseorang.

Menurut paham kognitivisme peserta didik harus berpartisipasi aktif

bukan pasif hanya menerima informasi dari guru, sesuai dengan salah satu

karakteristik pendekatan contextual teaching and learning (CTL).

c. Konstruktivisme

Teori-teori konstruktivisme menyatakan bahwa siswa itu sendiri yang

harus secara pribadi menemukan dan menerapkan informasi komplek, mengecek

informasi baru dibandingkan dengan aturan lama dan memperbaiki aturan itu

apabila tidak sesuai lagi.

Esensi dari teori konstruktivisme adalah ide bahwa siswa harus

menemukan dan mentransformasi suatu informasi ke suatu yang lain. Siswa harus

mengkonstruksi bukan hanya menerima pengetahuan, dan siswa merupakan pusat

kegiatan.

Menurut Muhamad Nur (2001:2), hal yang terpenting dalam pendidikan

konstruktivisme di sekolah adalah guru tidak dapat hanya semata-mata

memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun pengetahuan di

benaknya sendiri. Guru dapat membantu proses ini, dengan cara-cara mengajar

yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa,

dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan

menerapkan sendiri ide-ide ataupun strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar.

Menurut Brooks dan Brooks dalam Y. Marpaung (2003:6),

(30)

a. Kurikulum disajikan dari keseluruhan ke bagian-bagian dengan

menekankan ide-ide dasar.

b. Keberanian siswa mengajukan pertanyaan–pertanyaan dinilai tinggi.

c. Aktivitas kurikuler berdasarkan pada sumber-sumber data primer dan

penggunaan benda-benda manipulatif.

d. Siswa dianggap pemikir dengan memunculkan teori-teori tentang dunia.

e. Guru pada umumnya bertingkah laku yang interaktif, dengan memediasi

lingkungan pada siswa (menggunakan lingkungan sebagai titik tolak

pembelajaran).

f. Guru berusaha menyelidiki pandangan siswa untuk memahami

konsepsinya yang akan digunakan pada pelajaran berikutnya.

g. Assesmen hasil belajar siswa terintergrasi dengan pembelajaran melalui

pengamatan oleh guru selama siswa belajar, melalui pameran siswa akan

kemampuannya dan portofolio.

h. Mengutamakan belajar dalam kelompok.

Di lain pihak, Suparno dalam Y. Marpaung (2003:6) menyebut bahwa

ciri-ciri belajar kontruktivis adalah:

1. belajar berarti membentuk makna.

2. belajar berarti mengkonstruksi terus menerus.

3. belajar adalah mengembangkan pemikiran, bukan mengumpulkan

fakta-fakta dan menghafalnya.

(31)

5. hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman pebelajar dengan dunia fisik

dan lingkungannya.

6. belajar kelompok adalah baik dan dianjurkan.

7. dalam proses pembelajaran guru berperan sebagai fasilitator dan mediator.

Dapat dikatakan bahwa dalam pembelajaran dengan pendekatan

kontruktivisme guru tidak lagi mengajari siswa apa yang harus siswa lakukan dan

bagaimana dia melakukannya, tetapi memotivasi siswa dan memfasilitasi siswa

agar mau secara aktif mengolah informasi, baik secara individu atau interaksi dan

negoisasi dalam kelompok.

2. Pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning)

Webster dalam Johnson (2007:82) menulis: Konteks” berasal dari kata kerja latin “contexere” yang berarti “menjalin bersama”. Kata Konteks” merujuk pada “keseluruhan situasi, latar belakang, atau lingkungan” yang berhubungan

dengan diri dan yang terjalin dengan bersamanya.

Menurut Johnson (2002:25) Pembelajaran contextual teaching and

learning (CTL) dapat digambarkan sebagai berikut:

“An educational process that aims to help students see meaning in the academic material they are studying by connecting academic subyects with the context of their daily live, that is, with context of their personal, social, and culture circumstance. To achieve this aims, the system encompasses the following components: making meaningful connections, doing significant work, self-regulated learning, collaborating, critical and creative thinking, nurturing the individual, reaching high standards, using authentic assessment”.

Yang dapat diterjemahkan sebagai berikut: Sebuah proses pendidikan yang

bertujuan menolong siswa melihat makna didalam materi akademik yang mereka

(32)

dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks keaadan pribadi, sosial

dan budaya mereka. Untuk mencapai tujuan ini, pembelajaran harus memenuhi

komponen-komponen berikut: membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna,

melakukan pekerjaan yang berarti, melakukan pembelajaran yang diatur sendiri,

melakukan kerja sama, berpikir kritis dan kreatif, membantu individu untuk

berkembang, mencapai standar yang tinggi, menggunakan penilaian autentik.

Sedangkan menurut Nurhadi (2002:6), pembelajaran konstektual (CTL)

adalah konsep belajar yang mendorong guru untuk menghubungkan / mengaitkan

antara materi yang diajarkan dan situasi dunia nyata siswa.

Pembelajaran berbasis CTL melibatkan tujuh komponen utama

pembelajaran produktif, yakni:

a. Konstruktivisme (Constructivism)

Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) dari

pendekatan contextual teaching and learning ( CTL) yaitu bahwa pengetahuan

dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui

konteks yang terbatas (sempit) dan tidak secara tiba-tiba. Pengetahuan bukanlah

sekelompok fakta-fakta, konsep-konsep atau kaidah yang siap diambil dan diingat.

b. Menemukan (Inquiri)

Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran yang

berbasis CTL. Ketrampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil

mengingat seperangkat fakta-fakta, tapi dari menemukan sendiri. Guru harus

(33)

c. Bertanya (Questioning)

Bertanya merupakan strategi utama yang berbasis CTL. Bertanya dalam

pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing,

dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan

bagian penting.

Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna

untuk:

1). mengggali informasi, baik administrasi maupun akademis.

2). mengecek pemahaman siswa.

3).membangkitkan respon pada siswa.

4). mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa.

5). mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa.

6). memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru.

7). untuk membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa.

8). untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.

d. Masyarakat Belajar (Learning Community)

Konsep learning community menyarankan agar hasil pembelajaran

diperoleh dari kerja sama dengan orang lain. Dalam CTL, guru disarankan selalu

melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar (learning

community). Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya

heterogen. Yang pandai mengajari yang lemah, yang tahu memberitahu yang

(34)

Masyarakat belajar bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah.

Seorang guru yang mengajari siswanya bukan contoh masyarakat belajar karena

komunikasi hanya satu arah. Seseorang yang terlibat dalam masyarakat belajar

memberi informasi yang diperlukan teman bicaranya dan sekaligus minta

informasi yang diperlukan dari teman bicaranya.

e. Pemodelan (Modeling)

Maksud dari pemodelan adalah jika dalam sebuah pembelajaran

ketrampilan atau pengetahuan tertentu, pasti ada model yang bisa ditiru. Model

itu bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu. Misalnya guru memberi contoh

mengerjakan sesuatu, dengan begitu guru memberi model tentang bagaimana cara

belajar.

Dalam pendekatan CTL, guru bukan satu-satunya model. Model dapat

dirancang dengan melibatkan siswa. Seorang siswa bisa ditunjuk untuk memberi

contoh temannya dan model juga dapat didatangkan dari luar.

f. Refleksi (Reflection)

Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau

berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan di masa yang lalu.

Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan

yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya.

Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang

baru diterima.

Pengetahuan yang bermakna diperoleh melalui proses. Pengetahuan

(35)

sedikit demi sedikit. Guru atau orang dewasa membantu siswa membuat

hubungan-hubungan antara pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan

pengetahuan yang baru.

Kunci dari semua itu adalah bagaimana pengetahuan itu mengendap

dibenak siswa. Siswa mencatat apa yang sudah dipelajari dan bagaimana

merasakan ide-ide baru.

g. Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment)

Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa

memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan

belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa

mengalami proses pembelajaran dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan

guru mengidentifikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar,

maka guru segera bisa mengambil tindakan yang tepat agar siswa terbebas dari

kemacetan belajar. Karena gambaran tentang kemajuan belajar itu diperlukan

disepanjang proses pembelajaran, maka assessment tidak dilakukan diakhir

periode (cawu/semester), pembelajaran seperti pada kegiatan Ujian Akhir

Nasional, tetapi dilakukan bersama secara terintegrasi (tidak terpisahkan) dari

kegiatan pembelajaran.

Data yang dikumpulkan melalui kegiatan penilaian bukanlah untuk

mencari informasi tentang belajar siswa. Pembelajaran yang benar memang

seharusnya ditekankan pada upaya membantu siswa agar mampu mempelajari

(learning by doing), bukan ditekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin

(36)

Karena assessment menekankan proses pembelajaran, maka data yang

dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat

melakukan proses pembelajaran. Data yang diambil dari kegiatan siswa saat

melakukan kegiatan baik di dalam kelas maupun di luar kelas itulah yang disebut

data autentik.

Kemajuan belajar dilihat dari proses, bukan melulu hasil. Penilaian

autentik menilai pengetahuan dan ketrampilan (performansi) yang diperoleh

siswa. Penilai tidak hanya guru, tetapi bisa juga teman lain atau orang lain.

Karakteristik authentic assessment:

1). Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung.

2). Bisa digunakan untuk formatif maupun sumatif.

3). Yang diukur ketrampilan dan performansi, bukan mengingat fakta.

4). Berkesinambungan.

5). Terintegrasi.

6). Dapat digunakan sebagai feedback.

Intinya, dengan authentic assessment, pertanyaan yang ingin dijawab

adalah “apakah anak-anak belajar?” , bukan “apa yang sudah diketahui?” Jadi,

siswa dinilai kemampuannya dengan berbagai cara. Tidak melulu dari hasil

ulangan tulis.

Komponen CTL yang di pilih pada penelitian ini adalah: (1) masyarakat

belajar; (2) kontruktivisme ; (3) menemukan ; dan (4) refleksi disesuaikan

(37)

Dalam menerapkan pembelajaran contextual teaching and learning(CTL)

ada sejumlah strategi yang sama pentingnya, semuanya secara proporsional dan

rasional yang mesti ditempuh yaitu :

1. Pengajaran harus berbasis problem. Dengan adanya problem yang dihadapi,

siswa ditantang untuk berpikir kritis dalam memecahkannya. Problem seperti

ini akan membawa makna personal dan sosial bagi siswa.

2. Menggunakan konteks yang beragam. Makna / pengetahuan tersebut ada

dalam konteks fisikal dan sosial (sekolah, keluarga, masyarakat dan

sebagainya), sehingga makna yang diperoleh semakin berkualitas.

3. Mempertimbangkan kebhinekaan siswa. Guru harus mengayomi setiap

individu dan meyakini bahwa perbedaan individual dan sosial seyogianya

dibermaknakan menjadi mesin penggerak untuk belajar saling menghormati

dan membangun toleransi demi terwujudnya ketrampilan interpersonal.

4. Memberdayakan siswa untuk belajar mandiri. Menjadikan pendidikan formal

sebagai kawah candradimuka bagi pembelajaran siswa untuk belajar mandiri

di kemudian hari. Oleh karena itu perlu dilatih berpikir kritis dan kreatif

dalam mencari dan menganalisis informasi.

5. Belajar melalui kolaborasi. Siswa seyogianya dibiasakan saling belajar dari

dan dalam kelompok untuk berbagi pengetahuan dan menentukan fokus

belajar.

6. Menggunakan penilaian autentik, yaitu mengakui adanya kekhasan sekaligus

(38)

7. Mengejar standar tinggi. Siswa perlu diberi pengertian untuk terus menjadi

manusia kompetitif pada era seperti sekarang ini, sehingga standar tinggi

merupakan hal yang penting.

Menurut Y. Marpaung (2006:8) pada pembelajaran kontektual, siswa:

1. harus aktif mengolah informasi untuk memperoleh pengetahuan.

2. materi selalu dikaitkan dengan masalah-masalah kontektual. Dengan demikian

siswa secara perlahan-lahan melihat makna pengetahuan dalam hubungannya

dengan kebutuhan mereka.

3. berinteraksi dengan sesama siswa. Belajar dengan bekerja sama lebih efektif

dari pada belajar dengan kompetisi individu.

4. dibimbing oleh guru menuju pencapaian pengetahuan yang diharapkan.

Pembelajaran kontekstual (CTL) adalah konsep belajar yang membantu

guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata

siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang

dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari – hari.

Pengetahuan dan ketrampilan siswa diperoleh dari usaha siswa mengkonstruksi

sendiri pengetahuan dan ketrampilan baru ketika ia belajar.

Dalam kelas kontektual, menurut Nurhadi (2002:2) tugas guru adalah

membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya guru lebih banyak berurusan

dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai

sebuah team yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan

(39)

Pembelajaran kontekstual merupakan bagian dari kerangka pendidikan

yang dapat digunakan untuk membantu siswa membuat pembelajaran menjadi

lebih bermakna bagi siswa. Guru memiliki konteks pembelajaran yang tepat bagi

siswa dengan cara mengkaitkan pembelajaran dengan kehidupan nyata dan

lingkungan dimana anak itu hidup serta budaya yang berlaku dalam masyarakat.

Jadi penyajian pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, nilai dan sikap yang ada

dalam silabus dilakukan dalam keterkaitan apa yang dipelajari dalam kelas dengan

kehidupan sehari – hari siswa.

Dengan memilih konteks secara hati – hati siswa secara perlahan – lahan

digerakkan pemikirannya agar tidak hanya berkonsentrasi dalam pembelajaran di

lingkungan kelas saja, tetapi mengkaitkan aspek – aspek pembelajaran itu dengan

kehidupan mereka sehari – hari, masa depan mereka dan lingkungan masyarakat

yang lebih luas.

Pengalaman belajar siswa tidak dikotak – kotakkan dalam silabus yang

terpisah – pisah. Karenanya, guru memilih konteks dan merancang pembelajaran

yang kondusif untuk belajar, yaitu yang terintegrasi (saling berkaitan),

interdisipliner (dipandang dari berbagai bidang ilmu), dan mencerminkan situasi

kehidupan nyata.

Di era informasi saat ini sangat diperlukan kemampuan berpikir kristis

dan imajinatif, kemampuan menganalisis fakta, menilai logika, dan melahirkan

kemungkinan – kemungkinan imajinatif atas ide – ide tradisional. Untuk itu, siswa

(40)

Berpikir kritis dan kreatif memungkinkan siswa mengkaji masalah –

masalah secara sistematis, ditantang untuk mencari cara – cara yang terorganisasi

dengan baik dalam memecahkan suatu masalah, dapat merumuskan pertanyaan –

pertanyaan yang inovatif dan dapat merancang pemecahan masalah secara tepat..

Berpikir kritis bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang paling lengkap.

Berpikir kritis membantu siswa memahami bagaimana mereka melihat diri

mereka sendiri, bagaimana mereka melihat dunia yang seluas ini, dan bagaimana

mereka berhubungan dengan orang lain. Berpikir kritis membantu siswa menguji

sikap mereka sendiri dan menghargai nilai – nilai yang harus mereka pelajari. Itu

sebabnya, berpikir kritis menjadi salah satu prinsip yang mendasar dalam

pembelajaran kontekstual.

3. Pembelajaran Konvensional

Menurut kamus besar bahasa Indonesia (2003: 529) ”konvensional”

diartikan tradisional. Sedangkan tradisional diartikan sebagai sikap dan cara

berpikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh pada norma-norma dan adat

kebiasaan yang ada secara turun menurun (h.1208).

Johnson (2002:2) menggambarkan pembelajaran konvensional sebagai

berikut:

”Traditionally, education has emphasized the acquisition and manipulation of content. Students have memorized facts, figures, names, dates, places, and events; studied subjects in isolation from one another; and drilled in rote fashion to acquire basic writing and computing skill”

Dengan kata lain, secara tradisional pendidikan menekankan kemahiran dan

(41)

diajarkan secara terpisah satu sama lain; dan di drill dalam bentuk hafalan untuk

memperoleh dasar menulis dan keahlian menghitung.

Di dalam pendekatan konvensional, guru memegang peranan utama

dalam menentukan isi dan urutan langkah penyampaian isi atau materi pelajaran

tersebut pada siswa. Kegiatan proses belajar mengajar terpusat kepada guru

sebagai pemberi informasi. Dalam mengajar, guru cenderung mengandalkan

metode ceramah dan guru sangat mendominasi karena guru menjadi pusat

informasi.

Menurut Nasution (2000:209) ciri-ciri pembelajaran konvensional

adalah:

1. Bahan pelajaran disajikan kepada kelompok kelas. Kelas sebagai keseluruhan

tanpa memperhatikan individu siswa.

2. Kegiatan umumnya berbentuk ceramah, tugas tertulis dan media lain menurut

pertimbangan guru.

3. Siswa umumnya bersifat pasif, karena yang utama adalah mendengarkan

uraian guru.

4. Kecepatan belajar siswa tergantung dari kecepatan guru mengajar.

5. Guru berfungsi sebagai penyebar atau penyalur pengetahuan atau sumber

informasi (pengetahuan).

Sedangkan kelebihan dan kekurangan metode konvensional menurut

Purwoto dalam Sumardi adalah sebagai berikut:

(42)

1. Dapat menampung kelas besar, tiap murid mempunyai kesempatan yang

sama untuk mendengarkan, dan karenanya biaya yang diperlukan menjadi

relatif lebih murah.

2. Bahan pelajaran atau keterangan dapat diberikan secara lebih urut oleh

guru. Konsep-konsep yang disajikan secara hirarki memberikan fasilitas

belajar kepada siswa.

3. Guru dapat memberi tekanan terhadap hal-hal yang penting, hingga waktu

dan energi dapat digunakan sebaik mungkin.

4. Isi silabus dapat diselesaikan dengan lebih mudah, karena guru tidak harus

menyesuaikan dengan kecepatan belajar siswa.

5. Kekurangan atau tidak adanya buku pelajaran dan alat bantu pelajaran,

tidak menghambat dilaksanakannya pelajaran dengan ceramah.

b. Kekurangannya:

1. Pelajaran berjalan membosankan murid dan murid menjadi pasif, karena

tidak punya kesempatan untuk menentukan sendiri konsep yang diajarkan.

Murid hanya aktif membuat catatan saja.

2. Kepadatan konsep-konsep yang diberikan dapat berakibat murid tidak

mampu menguasai bahan yang diajarkan.

3. Pengetahuan yang diperoleh melalui ceramah lebih cepat terlupakan.

4. Ceramah menyebabkan belajar murid menjadi “belajar menghafal” (rote

learning) yang tidak mengakibatkan timbulnya pengertian.

Dalam metode pembelajaran ini, proses belajar mengajar lebih banyak terpusat

(43)

Sedangkan menurut Ruseffendi dalam Sumardi, dalam pembelajaran

konvensional pada umumnya mempunyai ciri-ciri tertentu, misalnya dalam

pembelajaran lebih mengutamakan hafalan daripada pengertian, mengutamakan

ketrampilan berhitung daripada pemahaman konsep, mengutamakan hasil dari

proses belajar, dan pembelajaran berpusat pada guru. Metode yang mendominasi

adalah ceramah dan ekspositori.

Menurut Brooks dan Brooks dalam Y. Marpaung (2003:6),

pembelajaran konvensional / tradisional memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Kurikulum disajikan dari bagian-bagian menuju ke keseluruhan dengan

menekankan ketrampilan –ketrampilan dasar.

2. Keterikatan yang ketat pada kurikulum yang sudah ditetapkan bernilai

tinggi.

3. Aktivitas kurikulum bertitik berat pada buku teks dan lembar kerja.

4. Siswa dianggap ”kotak kosong” yang dapat diisi oleh guru dengan

informasi-informasi.

5. Guru pada umumnya bertingkahlaku menurut dikdatik yang

menseminasikan informasi ke siswa.

6. Guru menggunakan jawaban yang benar sebagai tanda siswa belajar.

7. Assesmen hasil belajar siswa dianggap terpisah dari proses pengajaran

dan dilakukan pada umumnya melalui tes.

8. Pada dasarnya siswa belajar sendiri-sendiri.

Dalam pendekatan konvensional (tradisional) ini, masih terjadi dualisme

(44)

dan praktek dalam mempelajari materi akademik. Mereka mengajak para siswa

untuk menyerap tapi tidak menggunakan, mendengar tapi tidak bertindak, berteori

tapi tidak mempraktekkan. Tugas siswa adalah mengingat fakta dan gagasan,

bukan mengalami gagasan itu dalam tindakan.

Dari uraian di atas, secara sederhana perbedaan antara pendekatan CTL

dan Konvensional dapat dirangkum sebagai berikut:

No Pendekatan CTL Pendekatan Konvensional

1 Siswa secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran.

Siswa adalah penerima informasi secara pasif.

2 Siswa belajar dari teman melalui kerja kelompok, diskusi, saling mengoreksi.

Siswa belajar secara individual.

3 Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata atau masalah yang disimulasikan.

Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis.

4 Perilaku dibangun atas kesadaran diri Perilaku dibangun atas kebiasaan. 5 Ketrampilan dikembangkan atas dasar

pemahaman

Ketrampilan dikembangkan atas dasar latihan.

6 Hadiah untuk perilaku baik adalah kepuasan diri.

Hadiah untuk perilaku baik adalah pujian atau nilai rapor.

7 Seseorang tidak melakukan yang jelek karena dia sadar hal itu keliru dan merugikan.

Seseorang tidak melakukan yang jelek karena dia takut hukuman.

8 Bahasa diajarkan dengan pendekatan komunikatif, yakni siswa diajak

menggunakan bahasa dalam kontek nyata.

Bahasa diajarkan dengan pendekatan struktural; rumus diterangkan sampai paham, kemudian dilatih (didrill). 9 Pemahaman rumus dikembangkan atas

dasar skemata yang sudah ada dalam diri siswa.

Rumus itu berada di luar siswa , diterima, dihafalkan dan dilatihkan.

10 Pemahaman rumus itu relatif berbeda antara satu dan yang lain,sesuai dengan skemata siswa (on going process of development).

Rumus adalah kebenaran absolut (sama untuk semua orang). Hanya ada dua kemungkinan yaitu pemahaman rumus yang salah dan pemahaman rumus yang benar

11 Siswa menggunakan kemampuan berpikir kritis, terlibat penuh dalam mengupayakan terjadinya proses pembelajaran yang efektif, ikut bertanggungjawab atas terjadinya proses pembelajaran yang efektif, dan membawa skemata masing-masing ke dalam proses pembelajaran.

Siswa secara pasif menerima rumus atau kaidah (membaca, mendengarkan, mencata, menghafal) tanpa memberikan kontribusi ide dalam proses

(45)

No Pendekatan CTL Pendekatan Konvensional

12 Pengetahuan yang dimiliki siswa, dikembangkan oleh siswa sendiri. Siswa menciptakan atau membangun pengetahuan dengan cara memberi arti dan memahami

Pengetahuan adalah penangkapan terhadap serangkaian fakta, konsep, atau hukum yang berada di luar diri siswa.

13 Karena ilmu pengetahuan itu dikembangkan (dikonstruksi) oleh manusia sendiri,

sementara manusia selalu mengalami peristiwa baru, maka pengetahuan itu tidak pernah stabil, selalu berkembang (tentatif dan incomplete)

Kebenaran bersifat absolut dan pengetahuan bersifat final.

14 Siswa diminta bertanggung jawab memonitor dan mengembangkan pembelajaran masing-masing.

Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran.

15 Penghargaan terhadap pengalaman siswa sangat diutamakan.

Pembelajaran tidak memperhatikan pengalaman siswa.

16 Hasil belajar diukur dengan berbagai cara: proses bekerja, hasil karya, penampilan , rekaman, tes,dll.

Hasi belajar diukur hanya dengan tes.

17 Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks, dan setting.

Pembelajaran terjadi hanya di dalam kelas.

18 Penyesalan adalah hukuman dari perilaku jelek.

Sanksi adalah hukuman dari perilaku jelek.

19 Perilaku baik berdasar motivasi intrinsik. Perilaku baik berdasar motivasi ektrinsik.

20 Seseorang berperilaku baik karena dia yakin itulah yang terbaik dan bermanfaat.

Seseorang berperilaku baik karena dia terbiasa melakukan begitu. Kebiasaan ini dibangun dengan hadiah yang menyenangkan.

4. Hasil Pemeriksaan Psikologis (Tes Bakat-Minat)

Dari pemeriksaan psikologi (tes bakat-minat), seseorang dapat diketahui

apakah orang tersebut mempunyai dasar ketrampilan dan keahlian tertentu atau

tidak. Banyak aspek yang dapat diungkap dari hasil pemeriksaan

psikologis (tes bakat-minat) ini. Dalam penjelasan hasil tes dari Fakultas

Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana, beberapa aspek yang diungkap

(46)

dengan bilangan ; (3) Berpikir abstrak ; (4) hubungan ruang ; (5) teknik–keahlian;

(6) teknik -ketrampilan ; (7) kemampuan belajar.

Adapun penjelasan setiap aspek tersebut sebagai berikut :

a. Berpikir dengan Kata-kata

Berpikir dengan kata-kata mengungkapkan kemampuan :

1) memahami ide – ide yang dinyatakan dengan kata – kata,

2) berpikir dengan jelas dan menalar dengan kata – kata,

Berpikir dengan kata, merupakan salah satu elemen penting untuk semua

bidang. Tes ini digunakan terutama untuk memprediksi keberhasilan

seseorang dalam bidang yang memerlukan pemahaman hubungan verbal yang

kompleks, dan kecakapan dalam memanipulasi konsep-konsep secara verbal.

b. Berpikir dengan Bilangan

Berpikir dengan bilangan mengungkapkan kemampuan:

1) penguasaan hubungan angka – angka / bilangan

2) berpikir / memahami ide yang dinyatakan dengan angka,

3) berpikir jelas dalam penalaran dengan angka.

Bidang pendidikan / pekerjaan yang membutuhkan kemampuan ini meliputi:

matematika, fisika, kimia, teknik, program yang berhubungan dengan mesin

dan ilmu sosial, dan bidang – bidang lain yang berkaitan dengan berpikir

kuantitatif. Berpikir dengan bilangan, merupakan salah satu elemen yang

diperlukan dalam menguasai hampir seluruh mata pelajaran / pekerjaan

(47)

c. Berpikir Mekanik

Berpikir mekanik mengungkapkan kemampuan :

1) daya penalaran prinsip – prinsip umum fisika yang dapat diamati di sekitar.

2) daya penalaran di bidang kerja mekanis dan memahami hukum - hukum

yang berlaku pada barang-barang, alat-alat atau mesin-mesin dan

gerakan-gerakan.

Bidang-bidang yang membutuhkan kemampuan ini antara lain: ahli mesin,

pemeliharaan mesin, tukang kayu, perakit (assembler), teknisi, ahli reparasi,

bidang kontruksi dan industri.

d. Berpikir Abstrak

Berpikir abstrak mengungkapkan kemampuan :

1) memahami adanya hubungan yang logis / ide-ide yang tidak

dinyatakan dengan kata- kata.

2) memecahkan masalah tanpa ada pertolongan kata-kata. Tes ini relevan

untuk pelajaran atau pekerjaan yang memerlukan persepsi hubungan

antara benda-benda atau untuk memahami proses yang tidak terlihat,

seperti bidang-bidang: fisika, biologi, teknik, programmer komputer, dan

kimia.

e. Hubungan Ruang

Hubungan ruang mengungkapkan kemampuan :

1) mengenal barang-barang / benda-benda konkrit melalui proses pengelihatan

khususnya mengenal benda-benda dalam tiga dimensi.

(48)

f.Teknik Keahlian

Mencakup pekerjaan-pekerjaan yang menuntut tanggung jawab besar

yang bersangkutan dengan pembuatan, pembangunan, atau transportasi hasil –

hasil atau perlengkapan-perlengkapan seperti dalam pekerjaan – pekerjaan

keinsinyuran, desain – desain struktural dan navigasi.

Contoh – contoh pekerjaan :

Insinyur desain kapal terbang, pilot, insinyur kimia, analis penerbangan,

insinyur industri, arsitek, insinyur kapal, insinyur mekanik, ahli navigasi

kapal, insinyur nuklir, direktur teknik / radio / televisi, analis ruang angkasa,

insinyur listrik, insinyur perencanaan logam, ahli metal, insinyur

pertambangan, insinyur pemroses data, perencanaan peralatan.

g. Teknik Ketrampilan

Mencakup pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan dengan pembuatan,

pembangunan atau pengangkutan hasil –hasil atau perlengkapan-perlengkapan

yang biasanya menyangkut pekerjaan-pekerjaan yang menggunakan

ketrampilan tangan seperti : mekanik, teknisi, dan bermacam-macam

pekerjaan industri kontruksi.

Contoh-contoh pekerjaan :

Mekanik pesawat terbang, tenaga servis alat listrik, tenaga assembling alat

elektronik, mekanik mobil, pekerja bangunan, teknisi peralatan pemroses data,

mekanik disel, tenaga gambar listrik, teknisi elektronik, asisten insinyur,

(49)

h. Kemampuan Belajar

Mengungkap kemampuan belajar secara umum (general learning

ability), atau dapat dikatakan sebagai kesimpulan dari semua aspek-aspek

yang diungkap.

5. Prestasi Belajar

Kata “prestasi “ berasal dari bahasa Belanda yaitu “prestatie” yang

berarti “hasil usaha”. Prestasi belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

hasil tes kemampuan belajar ranah kognitif mata pelajaran matematika bab

approksimasi kesalahan. Khusus untuk ranah kognitif ini, Bloom (1971)

membaginya ke dalam enam aspek yang tersusun secara hirarkhis, yang diurutkan

menurut taraf kesukaran mulai yang paling mudah yaitu: pengetahuan,

pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

Untuk menentukan hasil belajar benar-benar telah tercapai atau belum,

diperlukan adanya alat, yaitu tes atau penilaian. Tes merupakan prosedur yang

sistematis, artinya:

a) Item – item dalam tes di susun menurut cara dan aturan tertetu.

b) Aturan administrasi dan pemberian skor atau angka dilakukan

dengan jelas dan dispesialisasikan secara terinci.

Webster’s Collegiate dalam Suharsimi Arikunto (1987:29)

menyatakan bahwa tes adalah

(50)

maksudnya adalah sederetan pertanyaan atau latihan alat lain yang digunakan

untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, bakat, intelegensi, kemampuan atau

bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok.

Anderson, S.B. dalam suharsimi Arikunto (1987:29) menyederhanakan

pengertian tersebut

“ test is comprehensive assessment of an individual or to an entire program evaluation effort”

maksudnya tes adalah penilaian yang komprehensif terhadap seorang individu

atau keseluruhan usaha evaluasi program.

Menurut Suharsimi Arikunto (1989:53) tes yang baik harus memenuhi

persyaratan – persyaratan, yaitu : (1) tes harus reliabel ; (2) tes harus valid ; (3)

tes harus obyektif ; (4) tes harus praktikabilitas ; (5) tes harus ekonomis.

Anas Sudijono (2006:35) mengemukakan bahwa ciri – ciri tes hasil

belajar yang baik adalah:

1. bersifat validitas tinggi

2. tes hasil belajar bersifat reliabel, maksudnya sebuah tes hasil belajar

apabila digunakan secara berulang – ulang hasilnya senantiasa stabil.

3. tes belajar bersifat obyektif, maksudnya tes hasil belajar disusun sesuai

dengan indikator yang telah disusun sebelumnya (seadanya).

4. tes hasil belajar bersifat praktis, maksudnya mudah dilakukan.

6. Materi Pembelajaran Approksimasi Kesalahan

Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidkan (KTSP) SMK,

materi pembelajaran approksimasi kesalahan merupakan salah satu pokok bahasan

(51)

memecahkan masalah yang berkaitan dengan konsep approksimasi kesalahan,

dengan kompetensi dasar :

1. menerapkan konsep kesalahan pengukuran

2. menerapkan konsep operasi hasil pengukuran

Approksimasi kesalahan adalah kesalahan - kesalahan yang dapat

dibenarkan dalam suatu pengukuran. Istilah - istilah dan rumus yang digunakan

dalam pembelajaran approksimasi adalah sebagai berikut :

1. Hasil pengukuran = Hp

2. Pengukuran terkecil (PK) adalah satuan terkecil yang digunakan dalam

pengukuran.

3. Salah Mutlak (SM) = 1

2PK

4. Salah Relatif (SR) = SM

HP

5. Prosentase Kesalahan = SR * 100%

6. Batas Atas (BA) = HP + SM

7. Batas Bawah (BB) = HP - SM

8. Toleransi = BA - BB

Operasi hitung Approksimasi kesalahan :

1. Penjumlahan : a. Batas Atas Jumlah (BAj) = BA1 + BA2

b. Batas Bawah Jumlah (BBj) = BB1 + BB2

2. Pengurangan : a. Batas Atas Selisih (BAs) = BA1 - BB2

b. Batas Bawah Selisih (BBs) = BB1 - BA2

(52)

b. Batas Bawah Kali (BBk) = BB1 * BB2

4. Pembagian : a. Batas Atas Bagi (BAb) = BA1 / BB2

b. Batas Bawah Bagi(BBb) = BB1 / BA2

B. Penelitian yang Relevan

Untuk mendukung penelitian ini, berikut akan di sajikan beberapa

penelitian yang relevan :

Sumardi (2006) dalam penelitian yang berjudul “Pengaruh Pendekatan

Kontekstual Terhadap Prestasi Belaj

Gambar

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian
Tabel 3.2  Rancangan Penelitian
Tabel 4.1 Descriptive Statistics: Kemampuan Awal
Tabel 4.2 Rangkuman Hasil Uji Normalitas Lilliefors
+7

Referensi

Dokumen terkait

Peningkatan prestasi belajar tersebut sama dengan hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh Ernawati (2013:118) yang menyimpulkan bahwa model pembelajaran

The denotative meaning is the meaning that suitable with the definition in that denotative is the part of the meaning of a word or phrase that relates it to phenomena in the

The Effect of Information Asymmetry, Voluntary Disclosure and Earnings Management on Cost of Equity Capital On Companies Listed in LQ-45 2012-.

Menimbang, bahwa oleh karena gugatan Penggugat Konpensi/Terbanding dinyatakan tidak dapat diterima, maka semua biaya perkara yang timbul dalam kedua tingkat Peradilan akan

Di dalamnya terkandung sebuah inti prosesor, memori (sejumlah kecil RAM, memori program, atau keduanya), dan perlengkapan input output. Dengan kata lain, mikrokontroler adalah

Sistem Informasi Manajemen dalam Organisasi-organisasi Publik.. Yogyakarta: Gajah Mada

Aliran baru I mam Qalyubi menjelaskan ada 10 pengertian yang dikandung dalam hadis shumu liru'yatihi, diantaranya adalah ru'yah diartikan pada ilmu pengetahuan,

Untuk membuka ( decrypt ) data tersebut digunakan juga sebuah kunci yang dapat sama dengan kunci untuk mengenkripsi (untuk kasus private key.. cryptography ) atau dengan kunci