DITINJAU DARI HASIL PEMERIKSAAN PSIKOLOGIS
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Untuk Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh :
SIGIT ARI WITJAKSANA
S 850907118PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCA SARJANA
ii
DITINJAU DARI HASIL PEMERIKSAAN PSIKOLOGIS
Disusun oleh :
SIGIT ARI WITJAKSANA NIM S 850907118
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing Dewan Pembimbing
Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal
Pembimbing I Prof. Dr. Budiyono, M.Sc NIP. 130 794 445
Pembimbing II Drs. Suyono, M.Si NIP. 130 529 726
Mengetahui
Ketua Program Studi Pendidikan Matematika
iii
DITINJAU DARI HASIL PEMERIKSAAN PSIKOLOGIS
DISUSUN OLEH : SIGIT ARI WITJAKSANA
NIM S 850907118
Telah Disetujui dan Disahkan oleh Tim Penguji Pada Tanggal :
Jabatan Nama Tanda tangan Ketua Dr. Mardiyana, M. Si ... Sekretaris Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M.Pd ... Anggota Penguji :
1. Prof. Dr. Budiyono, M.Sc ... 2. Drs. Suyono, M.Si ...
Surakarta, Januari 2009 Mengetahui
Direktur PPs UNS Ketua Progdi Pendidikan Matematika
Prof. Drs. Suranto, M.Sc. Ph.D Dr. Mardiyana, M. Si NIP: 131 472 192 NIP 132 046 017
iv Yang bertandatangan di bawah ini, saya Nama : Sigit Ari Witjaksana NIM : S 850907118
menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tesis berjudul :
EFEKTIVITAS PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
DITINJAU DARI HASIL PEMERIKSAAN PSIKOLOGIS
adalah betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis ini, ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan hukum yang berlaku.
Surakarta, Desember 2008 Yang membuat pernyataan
v Yang berhasil adalah yang bekerja keras, selagi yang lain masih tidur.
Karya Tesis ini saya persembahkan kepada: 1. SMK yang ada di Surakarta
2. Puji, Reyner dan Irene
vi
kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. dr. Much. Syamsulhadi , Sp.Kj. selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta
2. Prof. Drs. Suranto, M.Sc. Ph.D., selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah berkenan memberi kesempatan untuk mengikuti studi di PPs Program Studi Pendidikan Matematika.
3. Dr. Mardiyana, M.Si. selaku ketua Program Studi Pendidikan Matematika Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan dorongan dalam penulisan tesis ini.
4. Drs. Suyono, M.Si. selaku Sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta sekaligus pembimbing II dalam penyelesaian tesis ini.
5. Prof. Dr. Budiyono, M.Sc. sebagai pembimbing I dalam penulisan tesis ini. 6. Kepala SMK Kristen 2 Surakarta dan Kepala SMK Warga Surakarta yang
telah memberikan ijin penelitian untuk tesis ini, Kepala SMK Mikael Surakarta yang telah memberikan ijin untuk Uji coba instrumen prestasi belajar.
7. Bapak dan Ibu guru matematika SMK Kristen 2 Surakarta, SMK Warga Surakarta, dan SMK Mikael Surakarta yang telah membantu penyelesaian tesis ini.
vii
viii
Halaman
HALAMAN JUDUL…………...………....………....…....i
HALAMAN PERSETUJUAN ...ii
PENGESAHAN TESIS...iii
PERNYATAAN...iv
MOTTO... v
KATA PENGANTAR...vi
DAFTAR ISI...viii
DAFTAR LAMPIRAN...x
DAFTAR TABEL...xii
DAFTAR GAMBAR...xiii
ABSTRAK...xiv
ABSTRACT...xvi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………...…...1
B. Identifikasi Masalah………...…………...3
C. Pembatasan Masalah……...……….………...5
D. Perumusan Masalah…………...………..…..6
E. Tujuan Penelitian………...……….…...6
F. Manfaat Penelitian………....………...….7
BAB II A. KAJIAN TEORI 1. Teori-Teori Belajar...……...………...8
2. Pembelajaran CTL...14
3. Pembelajaran Konvensional ...23
4. Hasil Pemeriksaan Psikologis...28
ix
D. Hipotesis Penelitian...39
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ………...………...……41
B. Jenis Penelitian………...41
C. Populasi dan sampel………....43
D. Teknik Pengumpulan Data………...……...45
E. Metode Pengumpulan Data………...…………...46
F. Teknik Analisis Data...49
BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan A. Kemampuan Awal...62
B. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Butir Soal...64
C. Deskripsi Data Prestasi Belajar...66
D. Analisis Variansi………...………...66
E. Uji lanjut Pasca Anava...69
F. Pembahasan Hasil Penelitian...70
G. Keterbatasan Penelitian...73
BAB V Kesimpulan, Implikasi dan Saran A. Kesimpulan...75
B. Implikasi...76
C. Saran...77
x
Lampiran 2 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Konvensional ...82
Lampiran 3 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) CTL ...87
Lampiran 4 : Kisi-kisi Tes Prestasi Belajar...96
Lampiran 5 : Tes Prestasi Belajar ...98
Lampiran 6 : Lembar Jawab Tes Uji Coba...102
Lampiran 7 : Lembar Jawab Tes Prestasi...103
Lampiran 8 : Ranking SMK Surakarta Tahun Ajaran 2007/2008...104
Lampiran 9 : Rekapitulasi Hasil Psikotes...106
Lampiran 10 : Data Induk Penelitian………...………...115
Lampiran 11 : Data Setelah Diurutkan………...120
Lampiran 12 : Desain Banyak Data Pengamatan…...………...129
Lampiran 13 : Discriptive Statistik Kemampuan Awal………...130
Lampiran 14 : Kemampuan Awal : -Uji Prasyarat : A. Uji Normalitas : Uji Normalitas Kelompok Eksperimen………...131
Uji Normalitas Kelompok Kontrol………...135
B. Uji Homogenitas : Uji Homogenitas Kelompok Eksperimen dan Kontrol……...140
- Uji Keseimbangan dan Beda Rereata : Uji Keseimbangan Kelompok Eksperimen dan Kontrol……....142
Lampiran 15 : Lembar Validitas Instrumen Tes Prestasi………...…………... 144
Lampiran 16 : Uji Reliabilitas Butir Soal ………...146
Lampiran 17 : Daya Beda dan Tingkat Kesukaran….………...153
Lampiran 18 : Data Prestasi Belajar Aproksimasi...154
xi
Uji Normalitas Kelompok Eksperimen………...…...164
Uji Normalitas Kelompok Kontrol……….………...168
Uji Normalitas Kategori Disarankan………...172
Uji Normalitas Kategori Cukup Disarankan………...175
Uji Normalitas Kategori Kurang Disarankan………...179
B. Uji Homogenitas : Uji Homogenitas Kelompok Eksperimen dan Kontrol………...183
Uji Homogenitas Kategori Tes Bakat-Minat………....185
Lampiran 22: Analisis Variansi Prestasi...………....……...187
Lampiran 23 : Uji Lanjut Pasca Anava...188
Lampiran 24 : Permohonan Izin Penelitian dari Program Pascasarjana ke Dikpora.189 Lampiran 25 : Rekomendasi Izin Penelitian dari Dikpora ke SMK...190
Lampiran 26 : Surat Keterangan Penelitian dari SMK Michael Ska...191
Lampiran 27 : Surat Keterangan Penelitian dari SMK Warga Ska...192
xii
2. Tabel 4.1 Descriptive Statistics : Kemampuan Awal...62
3. Tabel 4.2 Rangkuman Hasil Uji Normalitas Kemampuan Awal...63
4. Tabel 4.3 Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Variansi Kemampuan Awal...64
5. Tabel 4.4 Rangkuman Uji Keseimbangan Kemampuan Awal...64
6. Tabel 4.5 Descriptive Statistics : Prestasi ……..………...…..66
7. Tabel 4.6a Rangkuman Hasil Uji Lilliefors...67
8. Tabel 4.6b Rangkuman Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov...67
9. Tabel 4.7 Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Prestasi...68
10. Tabel 4.8 Rangkuman Hasil Uji Hipotesis...69
11. Tabel 4.9 Rataan Masing-masing Sel dari Data Uji Hipotesis...70
12. Tabel 4.10 Rangkuman Komparasi ganda antar kolom...70
13. Tabel Distribusi Normal Baku...194
14. Tabel Nilai Kritik Uji Liliefors...195
15. Tabel Distribusi Student’s...196
16. Tabel Nilai Kritik Uji F...197
xiii
2. Gambar 4.1 Perbedaan Prestasi CTL dan Konvensional……...…...……71
3. Gambar 4.2 Perbedaan Prestasi Kategori Tes Bakat-Minat...72
4. Gambar 4.3 Interaksi untuk Prestasi...73
5. Gambar 1: Grafik Normalitas Kelas Eksperimen Kemampuan Awal………….135
6. Gambar 2: Grafik Normalitas Kelas Kontrol Kemampuan Awal ...139
7. Gambar 3: Grafik Normalitas Kelas Eksperimen Prestasi………167
8. Gambar 4: Grafik Normalitas Kelas Kontrol Prestasi...171
9. Gambar 5: Grafik Normalitas Kategori Disarankan untuk Prestasi...174
10.Gambar 6: Grafik Normalitas Kategori Cukup Disarankan untuk Prestasi...178
11.Gambar 7: Grafik Normalitas Kategori Kurang Disarankan untuk Prestasi...181
xiv
Psikologis (Tes Bakat-Minat). Tesis: Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Apakah siswa yang diajar dengan pendekatan contextual teaching and learning (CTL) mempunyai prestasi belajar lebih baik dari siswa yang diajar dengan pendekatan konvensional. (2) Apakah siswa yang dikategori disarankan mempunyai prestasi belajar lebih baik dari pada siswa yang dikategori cukup disarankan, dan apakah siswa yang dikategori cukup disarankan mempunyai prestasi belajar lebih baik dari pada siswa yang dikategori kurang disarankan. (3) Apakah perbedaan prestasi belajar dari masing-masing kategori tes bakat-minat konsisten pada perbedaan prestasi belajar dari masing-masing pendekatan pembelajaran dan apakah perbedaan prestasi belajar dari masing-masing pendekatan pembelajaran konsisten pada perbedaan prestasi belajar dari masing-masing kategori tes bakat-minat.
Penelitian dilakukan di kota Surakarta tahun pelajaran 2008/2009. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara Classter random sampling dengan sampel penelitian adalah siswa-siswa dari SMK Kristen 2 dan SMK Warga yang masing-masing terdiri dari satu kelas sebagai sampel kelas eksperimen dan satu kelas sebagai sampel kelas kontrol. Banyak anggota sampel seluruhnya adalah 146 siswa. Uji coba instrumen prestasi belajar matematika dilakukan di SMK Mikael dengan banyak responden 80 siswa. Hasil uji coba 25 butir soal instrumen tes dengan metode KR-20 menunjukkan bahwa besarnya indek reliabilitasnya = 0,8317. Pengujian keseimbangan kemampuan awal menggunakan uji-t yang sebelumnya dilakukan uji prasyarat yaitu uji normalitas dengan uji liliefors dan uji Kolmogorov-Smirnov, uji homogenitas dengan uji Bartlett dan uji-F. Hasil uji kemampuan awal menunjuk bahwa sampel berdistribusi normal, berasal dari populasi yang homogen dan mempunyai rerata yang sama.
Pengujian hipotesis menggunakan anava dua jalan dengan sel tak sama, dengan taraf signifikansi 0,05 yang sebelumnya dilakukan uji prasyarat yaitu uji normalitas dengan uji liliefors dan uji Kolmogorov-Smirnov, uji homogenitas dengan uji Bartlett. Hasil uji prestasi menunjuk bahwa sampel berdistribusi normal, dan juga berasal dari populasi yang homogen. Hasil uji anava menunjukkan (1) Ho(A) ditolak
yang berarti terdapat pengaruh yang signifikan antara pendekatan pembelajaran CTL dan konvensional terhadap prestasi belajar (2) Ho(B) ditolak yang berarti terdapat
pengaruh yang signifikan antara siswa dengan kategori disarankan, cukup disarankan dan kurang disarankan terhadap prestasi belajar (3) Ho(AB) diterima yang berarti
xv
kurang disarankan, dan (3) F.1-.3 ditolak, yang beararti bahwa rerata siswa kategori
disarankan lebih tinggi dari rerata siswa kategori cukup disarankan.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa: (1) Terdapat pengaruh yang signifikan dari pendekatan CTL dan konvensional terhadap prestasi belajar matematika. Kelompok siswa yang diajar dengan pendekatan CTL lebih tinggi dibandingkan dengan prestasi belajar matematika kelompok siswa yang diajar dengan pendekatan konvensional baik secara umum maupun ditinjau dari masing-masing kategori tes bakat-minat. (2) Terdapat pengaruh yang signifikan antara kategori tes bakat-minat terhadap prestasi belajar matematika. Setelah dilakukan uji lanjut dan dengan memperhatikan reratanya dapat disimpulkan bahwa kategori disarankan dan cukup disarankan menghasilkan prestasi yang lebih baik dari kategori kurang disarankan, kategori disarankan menghasikan prestasi yang sama dengan kategori cukup disarankan. (3) Perbedaan prestasi belajar approksimasi kesalahan dari masing- masing pendekatan pembelajaran konsisten pada masing-masing kategori tes bakat-minat dan perbedaan prestasi belajar approksimasi kesalahan dari masing-masing kategori tes bakat-minat konsisten pada masing-masing pendekatan pembelajaran.
xvi
(aptitude and interest test). Thesis: Mathematics Education Graduate Study Program, Sebelas Maret University, Surakarta.
This research is having aim to find out: (1) whether students who were taught by using contextual teaching and learning (CTL) had better achievement than those who were taught by using conventional approach; (2) whether students who were categorized as strongly advised of the result of psychology test (aptitude and interest test) had better achievement than those who were categorized fairly advised of the result of psychology test , and whether students who were categorized as fairly advised of the result of psychology test had better achievement than those who were categorized as less advised of the result of psychology test (aptitude and interest test); (3) whether the difference of learning achievement from each category proposed by the psychology test (aptitude and interest test) was consistent on the difference of each learning approach and whether the difference of the learning achievement from each learning approach was consistent on the difference of learning achievement from each category of psychological test (aptitude and interest test).
This research was carried out in Surakarta term 2008/2009. Samples of the research were obtained by using cluster random sampling technique; and the samples were drawn from the students of SMK Kristen 2 Surakarta and SMK Warga which each having one class as the sample of experiment class and control class. The total amount of students was 146 students. The instrument of the research was analytically tested to 80 respondents of SMK Mikael’s students. The result of the 25 problems of instrument test by using KR-20 method showed that the reliability index was 0.8317. The balance test of the prior ability were carried out by using T- test which before the pre-requisite test was done first, those were the normality test by using Liliefors test, and Kolmogorov-Smirnov test, homogeneity test by using Barlett test and F-test were done. The result of the prior ability test showed that the samples had normal population distribution; and the samples were from the homogenous population and had the same average.
Hypothesis of the research were tested by using two way Analysis of Variants (ANOVA) with an unequal cell at the significance level of 0.05 which before was done the pre-requisite test those are the normality test by using Liliefors test and Kolmogorov-Smirnov test , homogeneity test by using Barlett test. The result of the pre-requisite test showed that the samples had normal population distribution; and the samples were from the homogenous population. The result of the ANOVA showed: (1) H0(A) was rejected; it meant that there was a significant influence between CTL
approach and Conventional approach toward learning achievement; (2) HO(B) was
xvii
comparison between columns (1) F.1-2 was accepted, it meant that the average of
students having strongly advised category were the same average with students having fairly advised; (2) F.2.3 was rejected, it meant that the average of students
having fairly advised category were higher than those students having less advised category; (3) F.1.3 was rejected, it meant that the average students having strongly
A. Latar Belakang Masalah
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan lembaga pendidikan
yang bertanggung jawab dalam mencetak sumber daya manusia yang memiliki
kemampuan akademis sekaligus keahlian khusus. Siswa-siswinya mempelajari
teori dan praktek sehingga berpengalaman dan mantap untuk langsung memasuki
dunia kerja, bahkan saat ini banyak Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) bertaraf
internasional yang dipersiapkan untuk menghadapi persaingan di era globalisasi
ini.
Dalam salah satu program kerjanya, Departemen Pendidikan Nasional
(Depdiknas ) sedang berupaya meningkatkan jumlah siswa Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK), sehingga pada tahun 2015 akan mencapai 30:70 yaitu 30%
Sekolah Menengah Atas (SMA) dan 70% Sekolah Menengah Kejuruan(SMK).
Untuk meningkatkan kwalitas, Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas)
akan terus bekerja sama dengan pihak industri dan swasta agar dapat
menghasilkan lulusan yang siap kerja, cerdas, dan kompetitif.
Demikian besarnya tumpuan pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
di waktu mendatang sehingga peneliti tertarik untuk mengamati dan meneliti pada
salah satu aspek yang terkait langsung, yaitu siswa baru (input) Sekolah
Menengah kejuruan (SMK). Penelitian ini berusaha menyumbangkan buah pikiran
Kejuruan (SMK) terutama yang berdomisili di kota Surakarta, agar nantinya
Surakarta benar – benar menjadi kota vokasi yang lagi didengung-dengungkan
Pemerintah Daerah kota Surakarta.
Perlu diketahui, standar kelulusan Sekolah Menengah kejuruan (SMK)
secara nasional sangat rendah dibandingkan dengan negara berkembang
lain. Hasil penelitian Programme for International Student Assessment (PISA,
2003) menunjukkan bahwa penguasaan matematika siswa Indonesia berada di
peringkat 2 terbawah yaitu ranking 39 dari 41 negara (www.suaramerdeka.com).
Persentase ketidaklulusan secara nasional sangat memprihatinkan
Demikian pula yang terjadi pada lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK)
di kota Surakarta, tidak jauh berbeda dengan realitas tersebut, yaitu dengan
standar nilai kelulusan yang demikian rendah, tetapi masih tingginya angka
ketidaklulusan siswa.
Sangat kompleknya permasalahan pendidikan di negara kita, amat
mengusik peneliti untuk terus memperhatikannya. Terlebih peneliti adalah salah
satu komponen yang terjun langsung di dalamnya. Dalam hal ini, peneliti ingin
mengadakan penelitian pada salah satu permasalahan yang sangat mendasar
sebelum permasalahan yang lain terjadi selama proses belajar di sekolah
menengah kejuruan (SMK) yaitu masalah penerimaan siswa baru.
Bagaimana memilih siswa baru yang tepat merupakan masalah utama
bagi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang setiap tahun harus dihadapi..
Banyak Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di kota Surakarta yang
jumlah nilai ujian nasional SMP sebelumnya. Padahal Sekolah Menegah
Kejuruan (SMK) adalah sekolah yang berbasis pada ketrampilan dan
keahlian, dimana kedua hal tersebut nantinya akan menjadi akhir yang dituju.
Diketauinya seseorang calon siswa mempunyai dasar ketrampilan dan
keahlian tertentu dapat dilihat dari hasil pemeriksaan bakat-minatnya.
Demikian pula sistem pengajaran konvensional yang selama ini dipakai
tentu tidak akan pernah menyelesaikan permasalahan pendidikan yang ada.
Menurut pengalaman dan pengamatan peneliti dilapangan, banyak berkembang
dan munculnya teori pembelajaran baru merupakan bukti bahwa sistem
pembelajaran yang selama ini dipakai, menunjukkan masih banyak kelemahan
dan kekurangan pengajaran konvensional.
Saling terkaitnya materi pembelajaran satu dengan yang lain,
menunjukkan bahwa proses belajar mengajar merupakan suatu sistem. Oleh
karena itu sangat penting mengerti keterkaitan antar materi pembelajaran yang
dipakai. Dalam penelitian ini dipilih materi aproksimasi kesalahan karena materi
ini banyak dipakai oleh mata pelajaran yang lain sebagai materi terapan, baik
pelajaran teori maupun praktek di Sekolah Menegah Kejuruan (SMK).
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan hal-hal yang diuraikan pada latar belakang masalah, dapat
diidentifikasikan beberarapa masalah sebagai berikut :
1. Terdapat kemungkinan rendahnya prestasi matematika siswa Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) di kota Surakarta disebabkan oleh metode
mengajar yang kurang tepat. Terkait dengan masalah ini muncul
pertanyaan, kalau metode penerimaan siswa baru yang sebelumnya tanpa tes
bakat-minat (hanya berdasarkan nilai ujian SMP atau asal menerima siswa
tanpa memperhatikan apapun untuk pertimbangan diterima) kemudian diubah
dengan menerima siswa baru menggunakan seleksi tes bakat–minat dan
pendekatan konvensional yang biasa untuk mengajar diganti dengan
pendekatan contextual teaching and learning (CTL), apakah prestasi belajar
matematika dapat meningkat. Untuk menjawab hal ini dapat dilakukan
penelitian yang dapat melihat pengaruh tes bakat-minat dan pendekatan
pengajaran terhadap prestasi pembelajaran.
2. Ada kemungkinan rendahnya prestasi matematika siswa Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) di kota Surakarta disebabkan minat belajar yang
terlalu rendah. Terkait dengan masalah ini muncul pertanyaan,
bagaimana menumbuhkan minat belajar siswa Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) di kota Surakarta. Untuk menjawab hal ini dapat dilakukan
penelitian yang menyangkut latar belakang dan tujuan siswa / peserta didik
memilih sekolah.
3. Ada kemungkinan rendahnya prestasi matematika siswa Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) di kota Surakarta disebabkan oleh
tenaga pengajarnya yang kurang profesional. Dalam konteks ini dapat
dilakukan penelitian tentang penyeleksian tenaga pengajarnya dan metode -
4. Ada kemungkinan rendahnya prestasi matematika siswa Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) di kota Surakarta disebabkan oleh materi
yang diberikan tenaga pengajarnya kurang relevan dan signifikan. Dalam
konteks ini dapat dilakukan penelitian tentang kurikulum yang diajarkan.
C. Pembatasan Masalah
Dari keempat masalah yang diidentifikasi di atas, peneliti hanya ingin
melakukan penelitian yang terkait dengan permasalahan pertama, yaitu yang
terkait penggunaan tes bakat - minat saat menerima siswa baru dan
pendekatan pembelajaran yang dipakai pengajaran Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) di Surakarta. Alasan dipilihnya masalah tersebut adalah:
1. Kemampuan dasar seseorang bisa dilihat dari tes bakat-minatnya, Ketepatan
memilih siswa merupakan modal utama yang berpengaruh besar dalam proses
berikutnya.
2. Prestasi pembelajaran yang dimaksud adalah nilai pembelajaran
approksimasi kesalahan. Materi ini sangat penting di Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK), karena banyak digunakan untuk dasar perhitungan mata
pelajaran lain, contoh : dalam mata pelajaran gambar teknik, pekerjaan
permesinan, kerja bangku dan pengukuran.
3. Penggunaan metode pengajaran yang bervariasi akan mengatasi kejenuhan
siswa sehingga dapat dikatakan bahwa metode pengajaran dalam
menyajikan materi sangat berpengaruh pada tingkat pemahaman yang
akhirnya dapat mempengaruhi pretasi siswa. Oleh karena itu guru tidak harus
pendekatan / metode yang bervariasi agar proses pembelajaran
tidak membosankan bahkan lebih menarik perhatian siswa. Dalam hal ini
dipilih pendekatan contextual teaching and learning(CTL) untuk kelas
eksperimen dan pendekatan konvensional untuk kelas kontrol.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah, dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Apakah siswa yang diajar dengan pendekatan contextual teaching and
learning (CTL) mempunyai prestasi belajar lebih baik dari siswa yang diajar
dengan pendekatan konvensional.
2. Apakah siswa yang dikategorikan disarankan mempunyai prestasi
belajar lebih baik dari pada siswa yang dikategorikan cukup disarankan, dan
apakah siswa yang dikategorikan cukup disarankan mempunyai prestasi
belajar lebih baik dari pada siswa yang dikategorikan kurang disarankan.
3. Apakah perbedaan prestasi belajar dari masing-masing kategori tes
bakat-minat konsisten pada perbedaan prestasi belajar dari masing-masing
pendekatan pembelajaran dan apakah perbedaan prestasi belajar dari
masing-masing pendekatan pembelajaran konsisten pada perbedaan prestasi belajar
dari masing-masing kategori tes bakat-minat.
E. Tujuan Penelitian
Dengan penelitian ini diharapkan dapat menjadi tolak ukur bagi Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) dalam menerimaan siswa baru maupun dalam
1. Membandingkan hasil penggunaan metode / pendekatan contextual teaching
and learning (CTL)dan pendekatan konvensional.
2. Membandingkan prestasi belajar matematika dengan topik pembelajaran
approksimasi kesalahan, antara siswa dengan kategori disarankan dengan
kategori cukup disarankan, dan kurang disarankan.
3. Mengetahui perbedaan prestasi dari masing-masing kategori tes bakat-minat
dan masing-masing pendekatan pembelajaran.
F. Manfaat Penelitian
Berdasarkan hal-hal yang disebutkan di atas, dapat kita ambil manfaat
penelitian sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
pengembangan pembelajaran dan dapat menjadi salah satu rujukan bagi peneliti
lain, serta memperkaya jenis penelitian yang sudah ada.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
siswa, guru, sekolah, peneliti yang lain, pemerintah kota Surakarta, dan Pihak
yang berwenang.
a. Bagi Siswa
Siswa mendapat pengajaran dengan metode yang berbeda dari
biasanya, diharapkan sangat dapat meningkatkan semangat belajar siswa
b. Bagi Guru
Hasil penelitian ini bermanfaat sebagai alat evaluasi terhadap proses
pembelajaran yang telah dilaksanakan dan sebagai informasi untuk peningkatan
kualitas pembelajaran di waktu-waktu mendatang.
c. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini bermanfaat sebagai alat evaluasi terhadap proses
penerimaan siswa baru pada awal tahun pelajaran di Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) di kota Surakarta agar menghasilkan lulusan / output yang
lebih baik.
d. Peneliti yang lain
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dan sebagai
umpan balik dan perlu ditindaklanjuti oleh peneliti lain dengan pendekatan dan
variabel yang lebih bervariasi.
e. Pemerintah Kota Surakarta
Membantu salah satu program pemerintah daerah kota Surakarta
sebagai kota vokasi dengan meningkatkan sumber daya manusianya yang
nantinya akan terkait langsung di dalamnya.
f. Pihak yang berwenang
Membantu pihak yang berwenang dalam menentukan kebijakan di
BAB II
KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Kajian Teori
1. Teori – Teori Belajar
Dewasa ini, tinjauan mengenai teori pembelajaran terus berkembang.
Berawal dari pandangan yang menganggap siswa sebagai penerima secara pasif
dari berbagai fakta dan informasi, hingga pandangan yang menganggap bahwa
siswa adalah sobyek yang aktif. Tinjauan teori pembelajaran bermula dari
penelitian tentang tingkah laku (behaviorisme) hingga konstruktivisme. Secara
garis besar ada tiga macam teori dalam psikologi belajar yang mendasari
penerapan contextual teaching and learning (CTL) yaitu behaviorisme,
kognitivisme dan konstruktivisme:
a. Behaviorisme (Tingkah Laku)
Pada awalnya konsep behaviorisme dikemukakan oleh Aristoteles
(kurang lebih 350 SM) bahwa behaviorisme bisa terjadi karena: kesamaan
(similiarity), berlawanan (contrast), dan berurutan dalam waktu dan tempat
terhadap tanggapan – tanggapan, serta hubungan sebab akibat (cause and effect).
Teori ini menekankan pada kondisi contiguity dan reinforcement.
Guithrie dalam Gredler (1994:78) mendefinisikan contiguity adalah gabungan
stimulus-stimulus yang disertai oleh suatu gerakan, dan pada waktu timbul
kembali, cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama. Sedangkan
hasil yang telah dicapai. Dalam teori behaviorisme ini, belajar merupakan usaha
mendapatkan tanggapan sebanyak – banyaknya dan menggabungkan tanggapan –
tanggapan, serta hubungan sebab akibat ( cause and affect).
Menurut Suyarno dalam Krisno Anggara, belajar adalah usaha
mendapatkan tanggapan sebanyak – banyaknya dan menggabungkan tanggapan –
tanggapan ini dengan jalan mengulang – ulanginya. Adapun penekanan teori
behaviorisme terletak pada: pengaruh lingkungan, bagian – bagian, peranan
reaksi, mekanisme terbentuknya hasil belajar, sebab – sebab waktu yang lalu,
pembentukan kebiasaan, pemecahan problem dengan ciri trial and error.
Karakteristik pembelajaran berdasarkan paradigma mengajar menurut
Yansen Marpaung (2003:2) sangat kuat dipengaruhi oleh psikologi tingkah laku:
a. Guru aktif, siswa pasif.
b. Pembelajaran berpusat pada guru.
c. Guru mentransfer pengetahuan ke pikiran siswa.
d. Pembelajaran bersifat mekanistik.
e. Siswa diam (secara fisik) dan penuh konsentrasi (mental) memperhatikan
apa yang diajarkan oleh guru.
Untuk menerapkan teori behaviorisme dalam pembelajaran, Sri Esti
Wuryani Djiwandono dalam Krisno Anggoro melakukannya dengan:
1. mendefinisikan dan menyatakan secara operasional tingkah laku yang
akan diubah.
2. memperoleh suatu gambaran dari tingkah laku tingkat operant dimana
3. mengatur situasi belajar atau situasi perlakuan sehingga tingkah laku yang
diinginkan dapat terjadi.
4. mengidentifikasi reinforment yang terjadi.
5. membentuk dan memperkuat tingkah laku yang diinginkan, menyusun
catatan dari tingkah laku yang diperkuat untuk menentukan apakah
penguatan atau frekuensi dari respon bertambah.
b. Kognitivisme
Dasar kognitivisme adalah proses pemikiran yang terjadi dibalik tingkah
laku. Perubahan tingkah laku diamati dan digunakan sebagai indikator terhadap
apa yang terjadi di dalam pikiran.
Menurut Piaget dalam Moh. Nur dan M. Ibrahim (2001:17,18) pedagogi
yang baik harus melibatkan pemberian anak dengan situasi-situasi di mana anak
itu mandiri melakukan eksperimen, dalam arti paling luas, mencoba segala
sesuatu untuk melihat apa yang terjadi, memanipulasi tanda-tanda, memanipulasi
simbol, mengajukan pertanyaan dan menemukan sendiri jawabannya,
mencocokkan apa yang ia temukan pada saat tertentu dengan yang ia temukan
pada saat yang lain, membandingkan yang ia temukan dengan temuan anak lain.
Dengan mengembangkan psikologi perkembangan yang dipelopori oleh
Piaget, aliran ini percaya bahwa seseorang akan memperoleh pengetahuan, dengan
terus menerus memperbaiki skemata yang ada, ketika informasi baru tidak sesuai
dengan strutur yang ada. Bila suatu informasi dapat dipahami dengan pengetahuan
proses belajar tidak hanya dapat dilihat dari tampilan luar dalam bentuk unjuk
kerja seseorang tetapi bisa dijelaskan dengan proses di dalam pikiran seseorang.
Menurut paham kognitivisme peserta didik harus berpartisipasi aktif
bukan pasif hanya menerima informasi dari guru, sesuai dengan salah satu
karakteristik pendekatan contextual teaching and learning (CTL).
c. Konstruktivisme
Teori-teori konstruktivisme menyatakan bahwa siswa itu sendiri yang
harus secara pribadi menemukan dan menerapkan informasi komplek, mengecek
informasi baru dibandingkan dengan aturan lama dan memperbaiki aturan itu
apabila tidak sesuai lagi.
Esensi dari teori konstruktivisme adalah ide bahwa siswa harus
menemukan dan mentransformasi suatu informasi ke suatu yang lain. Siswa harus
mengkonstruksi bukan hanya menerima pengetahuan, dan siswa merupakan pusat
kegiatan.
Menurut Muhamad Nur (2001:2), hal yang terpenting dalam pendidikan
konstruktivisme di sekolah adalah guru tidak dapat hanya semata-mata
memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun pengetahuan di
benaknya sendiri. Guru dapat membantu proses ini, dengan cara-cara mengajar
yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa,
dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan
menerapkan sendiri ide-ide ataupun strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar.
Menurut Brooks dan Brooks dalam Y. Marpaung (2003:6),
a. Kurikulum disajikan dari keseluruhan ke bagian-bagian dengan
menekankan ide-ide dasar.
b. Keberanian siswa mengajukan pertanyaan–pertanyaan dinilai tinggi.
c. Aktivitas kurikuler berdasarkan pada sumber-sumber data primer dan
penggunaan benda-benda manipulatif.
d. Siswa dianggap pemikir dengan memunculkan teori-teori tentang dunia.
e. Guru pada umumnya bertingkah laku yang interaktif, dengan memediasi
lingkungan pada siswa (menggunakan lingkungan sebagai titik tolak
pembelajaran).
f. Guru berusaha menyelidiki pandangan siswa untuk memahami
konsepsinya yang akan digunakan pada pelajaran berikutnya.
g. Assesmen hasil belajar siswa terintergrasi dengan pembelajaran melalui
pengamatan oleh guru selama siswa belajar, melalui pameran siswa akan
kemampuannya dan portofolio.
h. Mengutamakan belajar dalam kelompok.
Di lain pihak, Suparno dalam Y. Marpaung (2003:6) menyebut bahwa
ciri-ciri belajar kontruktivis adalah:
1. belajar berarti membentuk makna.
2. belajar berarti mengkonstruksi terus menerus.
3. belajar adalah mengembangkan pemikiran, bukan mengumpulkan
fakta-fakta dan menghafalnya.
5. hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman pebelajar dengan dunia fisik
dan lingkungannya.
6. belajar kelompok adalah baik dan dianjurkan.
7. dalam proses pembelajaran guru berperan sebagai fasilitator dan mediator.
Dapat dikatakan bahwa dalam pembelajaran dengan pendekatan
kontruktivisme guru tidak lagi mengajari siswa apa yang harus siswa lakukan dan
bagaimana dia melakukannya, tetapi memotivasi siswa dan memfasilitasi siswa
agar mau secara aktif mengolah informasi, baik secara individu atau interaksi dan
negoisasi dalam kelompok.
2. Pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning)
Webster dalam Johnson (2007:82) menulis: “Konteks” berasal dari kata kerja latin “contexere” yang berarti “menjalin bersama”. Kata “Konteks” merujuk pada “keseluruhan situasi, latar belakang, atau lingkungan” yang berhubungan
dengan diri dan yang terjalin dengan bersamanya.
Menurut Johnson (2002:25) Pembelajaran contextual teaching and
learning (CTL) dapat digambarkan sebagai berikut:
“An educational process that aims to help students see meaning in the academic material they are studying by connecting academic subyects with the context of their daily live, that is, with context of their personal, social, and culture circumstance. To achieve this aims, the system encompasses the following components: making meaningful connections, doing significant work, self-regulated learning, collaborating, critical and creative thinking, nurturing the individual, reaching high standards, using authentic assessment”.
Yang dapat diterjemahkan sebagai berikut: Sebuah proses pendidikan yang
bertujuan menolong siswa melihat makna didalam materi akademik yang mereka
dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks keaadan pribadi, sosial
dan budaya mereka. Untuk mencapai tujuan ini, pembelajaran harus memenuhi
komponen-komponen berikut: membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna,
melakukan pekerjaan yang berarti, melakukan pembelajaran yang diatur sendiri,
melakukan kerja sama, berpikir kritis dan kreatif, membantu individu untuk
berkembang, mencapai standar yang tinggi, menggunakan penilaian autentik.
Sedangkan menurut Nurhadi (2002:6), pembelajaran konstektual (CTL)
adalah konsep belajar yang mendorong guru untuk menghubungkan / mengaitkan
antara materi yang diajarkan dan situasi dunia nyata siswa.
Pembelajaran berbasis CTL melibatkan tujuh komponen utama
pembelajaran produktif, yakni:
a. Konstruktivisme (Constructivism)
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) dari
pendekatan contextual teaching and learning ( CTL) yaitu bahwa pengetahuan
dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui
konteks yang terbatas (sempit) dan tidak secara tiba-tiba. Pengetahuan bukanlah
sekelompok fakta-fakta, konsep-konsep atau kaidah yang siap diambil dan diingat.
b. Menemukan (Inquiri)
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran yang
berbasis CTL. Ketrampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil
mengingat seperangkat fakta-fakta, tapi dari menemukan sendiri. Guru harus
c. Bertanya (Questioning)
Bertanya merupakan strategi utama yang berbasis CTL. Bertanya dalam
pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing,
dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan
bagian penting.
Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna
untuk:
1). mengggali informasi, baik administrasi maupun akademis.
2). mengecek pemahaman siswa.
3).membangkitkan respon pada siswa.
4). mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa.
5). mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa.
6). memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru.
7). untuk membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa.
8). untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.
d. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Konsep learning community menyarankan agar hasil pembelajaran
diperoleh dari kerja sama dengan orang lain. Dalam CTL, guru disarankan selalu
melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar (learning
community). Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya
heterogen. Yang pandai mengajari yang lemah, yang tahu memberitahu yang
Masyarakat belajar bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah.
Seorang guru yang mengajari siswanya bukan contoh masyarakat belajar karena
komunikasi hanya satu arah. Seseorang yang terlibat dalam masyarakat belajar
memberi informasi yang diperlukan teman bicaranya dan sekaligus minta
informasi yang diperlukan dari teman bicaranya.
e. Pemodelan (Modeling)
Maksud dari pemodelan adalah jika dalam sebuah pembelajaran
ketrampilan atau pengetahuan tertentu, pasti ada model yang bisa ditiru. Model
itu bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu. Misalnya guru memberi contoh
mengerjakan sesuatu, dengan begitu guru memberi model tentang bagaimana cara
belajar.
Dalam pendekatan CTL, guru bukan satu-satunya model. Model dapat
dirancang dengan melibatkan siswa. Seorang siswa bisa ditunjuk untuk memberi
contoh temannya dan model juga dapat didatangkan dari luar.
f. Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau
berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan di masa yang lalu.
Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan
yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya.
Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang
baru diterima.
Pengetahuan yang bermakna diperoleh melalui proses. Pengetahuan
sedikit demi sedikit. Guru atau orang dewasa membantu siswa membuat
hubungan-hubungan antara pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan
pengetahuan yang baru.
Kunci dari semua itu adalah bagaimana pengetahuan itu mengendap
dibenak siswa. Siswa mencatat apa yang sudah dipelajari dan bagaimana
merasakan ide-ide baru.
g. Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment)
Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa
memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan
belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa
mengalami proses pembelajaran dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan
guru mengidentifikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar,
maka guru segera bisa mengambil tindakan yang tepat agar siswa terbebas dari
kemacetan belajar. Karena gambaran tentang kemajuan belajar itu diperlukan
disepanjang proses pembelajaran, maka assessment tidak dilakukan diakhir
periode (cawu/semester), pembelajaran seperti pada kegiatan Ujian Akhir
Nasional, tetapi dilakukan bersama secara terintegrasi (tidak terpisahkan) dari
kegiatan pembelajaran.
Data yang dikumpulkan melalui kegiatan penilaian bukanlah untuk
mencari informasi tentang belajar siswa. Pembelajaran yang benar memang
seharusnya ditekankan pada upaya membantu siswa agar mampu mempelajari
(learning by doing), bukan ditekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin
Karena assessment menekankan proses pembelajaran, maka data yang
dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat
melakukan proses pembelajaran. Data yang diambil dari kegiatan siswa saat
melakukan kegiatan baik di dalam kelas maupun di luar kelas itulah yang disebut
data autentik.
Kemajuan belajar dilihat dari proses, bukan melulu hasil. Penilaian
autentik menilai pengetahuan dan ketrampilan (performansi) yang diperoleh
siswa. Penilai tidak hanya guru, tetapi bisa juga teman lain atau orang lain.
Karakteristik authentic assessment:
1). Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung.
2). Bisa digunakan untuk formatif maupun sumatif.
3). Yang diukur ketrampilan dan performansi, bukan mengingat fakta.
4). Berkesinambungan.
5). Terintegrasi.
6). Dapat digunakan sebagai feedback.
Intinya, dengan authentic assessment, pertanyaan yang ingin dijawab
adalah “apakah anak-anak belajar?” , bukan “apa yang sudah diketahui?” Jadi,
siswa dinilai kemampuannya dengan berbagai cara. Tidak melulu dari hasil
ulangan tulis.
Komponen CTL yang di pilih pada penelitian ini adalah: (1) masyarakat
belajar; (2) kontruktivisme ; (3) menemukan ; dan (4) refleksi disesuaikan
Dalam menerapkan pembelajaran contextual teaching and learning(CTL)
ada sejumlah strategi yang sama pentingnya, semuanya secara proporsional dan
rasional yang mesti ditempuh yaitu :
1. Pengajaran harus berbasis problem. Dengan adanya problem yang dihadapi,
siswa ditantang untuk berpikir kritis dalam memecahkannya. Problem seperti
ini akan membawa makna personal dan sosial bagi siswa.
2. Menggunakan konteks yang beragam. Makna / pengetahuan tersebut ada
dalam konteks fisikal dan sosial (sekolah, keluarga, masyarakat dan
sebagainya), sehingga makna yang diperoleh semakin berkualitas.
3. Mempertimbangkan kebhinekaan siswa. Guru harus mengayomi setiap
individu dan meyakini bahwa perbedaan individual dan sosial seyogianya
dibermaknakan menjadi mesin penggerak untuk belajar saling menghormati
dan membangun toleransi demi terwujudnya ketrampilan interpersonal.
4. Memberdayakan siswa untuk belajar mandiri. Menjadikan pendidikan formal
sebagai kawah candradimuka bagi pembelajaran siswa untuk belajar mandiri
di kemudian hari. Oleh karena itu perlu dilatih berpikir kritis dan kreatif
dalam mencari dan menganalisis informasi.
5. Belajar melalui kolaborasi. Siswa seyogianya dibiasakan saling belajar dari
dan dalam kelompok untuk berbagi pengetahuan dan menentukan fokus
belajar.
6. Menggunakan penilaian autentik, yaitu mengakui adanya kekhasan sekaligus
7. Mengejar standar tinggi. Siswa perlu diberi pengertian untuk terus menjadi
manusia kompetitif pada era seperti sekarang ini, sehingga standar tinggi
merupakan hal yang penting.
Menurut Y. Marpaung (2006:8) pada pembelajaran kontektual, siswa:
1. harus aktif mengolah informasi untuk memperoleh pengetahuan.
2. materi selalu dikaitkan dengan masalah-masalah kontektual. Dengan demikian
siswa secara perlahan-lahan melihat makna pengetahuan dalam hubungannya
dengan kebutuhan mereka.
3. berinteraksi dengan sesama siswa. Belajar dengan bekerja sama lebih efektif
dari pada belajar dengan kompetisi individu.
4. dibimbing oleh guru menuju pencapaian pengetahuan yang diharapkan.
Pembelajaran kontekstual (CTL) adalah konsep belajar yang membantu
guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata
siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari – hari.
Pengetahuan dan ketrampilan siswa diperoleh dari usaha siswa mengkonstruksi
sendiri pengetahuan dan ketrampilan baru ketika ia belajar.
Dalam kelas kontektual, menurut Nurhadi (2002:2) tugas guru adalah
membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya guru lebih banyak berurusan
dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai
sebuah team yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan
Pembelajaran kontekstual merupakan bagian dari kerangka pendidikan
yang dapat digunakan untuk membantu siswa membuat pembelajaran menjadi
lebih bermakna bagi siswa. Guru memiliki konteks pembelajaran yang tepat bagi
siswa dengan cara mengkaitkan pembelajaran dengan kehidupan nyata dan
lingkungan dimana anak itu hidup serta budaya yang berlaku dalam masyarakat.
Jadi penyajian pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, nilai dan sikap yang ada
dalam silabus dilakukan dalam keterkaitan apa yang dipelajari dalam kelas dengan
kehidupan sehari – hari siswa.
Dengan memilih konteks secara hati – hati siswa secara perlahan – lahan
digerakkan pemikirannya agar tidak hanya berkonsentrasi dalam pembelajaran di
lingkungan kelas saja, tetapi mengkaitkan aspek – aspek pembelajaran itu dengan
kehidupan mereka sehari – hari, masa depan mereka dan lingkungan masyarakat
yang lebih luas.
Pengalaman belajar siswa tidak dikotak – kotakkan dalam silabus yang
terpisah – pisah. Karenanya, guru memilih konteks dan merancang pembelajaran
yang kondusif untuk belajar, yaitu yang terintegrasi (saling berkaitan),
interdisipliner (dipandang dari berbagai bidang ilmu), dan mencerminkan situasi
kehidupan nyata.
Di era informasi saat ini sangat diperlukan kemampuan berpikir kristis
dan imajinatif, kemampuan menganalisis fakta, menilai logika, dan melahirkan
kemungkinan – kemungkinan imajinatif atas ide – ide tradisional. Untuk itu, siswa
Berpikir kritis dan kreatif memungkinkan siswa mengkaji masalah –
masalah secara sistematis, ditantang untuk mencari cara – cara yang terorganisasi
dengan baik dalam memecahkan suatu masalah, dapat merumuskan pertanyaan –
pertanyaan yang inovatif dan dapat merancang pemecahan masalah secara tepat..
Berpikir kritis bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang paling lengkap.
Berpikir kritis membantu siswa memahami bagaimana mereka melihat diri
mereka sendiri, bagaimana mereka melihat dunia yang seluas ini, dan bagaimana
mereka berhubungan dengan orang lain. Berpikir kritis membantu siswa menguji
sikap mereka sendiri dan menghargai nilai – nilai yang harus mereka pelajari. Itu
sebabnya, berpikir kritis menjadi salah satu prinsip yang mendasar dalam
pembelajaran kontekstual.
3. Pembelajaran Konvensional
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (2003: 529) ”konvensional”
diartikan tradisional. Sedangkan tradisional diartikan sebagai sikap dan cara
berpikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh pada norma-norma dan adat
kebiasaan yang ada secara turun menurun (h.1208).
Johnson (2002:2) menggambarkan pembelajaran konvensional sebagai
berikut:
”Traditionally, education has emphasized the acquisition and manipulation of content. Students have memorized facts, figures, names, dates, places, and events; studied subjects in isolation from one another; and drilled in rote fashion to acquire basic writing and computing skill”
Dengan kata lain, secara tradisional pendidikan menekankan kemahiran dan
diajarkan secara terpisah satu sama lain; dan di drill dalam bentuk hafalan untuk
memperoleh dasar menulis dan keahlian menghitung.
Di dalam pendekatan konvensional, guru memegang peranan utama
dalam menentukan isi dan urutan langkah penyampaian isi atau materi pelajaran
tersebut pada siswa. Kegiatan proses belajar mengajar terpusat kepada guru
sebagai pemberi informasi. Dalam mengajar, guru cenderung mengandalkan
metode ceramah dan guru sangat mendominasi karena guru menjadi pusat
informasi.
Menurut Nasution (2000:209) ciri-ciri pembelajaran konvensional
adalah:
1. Bahan pelajaran disajikan kepada kelompok kelas. Kelas sebagai keseluruhan
tanpa memperhatikan individu siswa.
2. Kegiatan umumnya berbentuk ceramah, tugas tertulis dan media lain menurut
pertimbangan guru.
3. Siswa umumnya bersifat pasif, karena yang utama adalah mendengarkan
uraian guru.
4. Kecepatan belajar siswa tergantung dari kecepatan guru mengajar.
5. Guru berfungsi sebagai penyebar atau penyalur pengetahuan atau sumber
informasi (pengetahuan).
Sedangkan kelebihan dan kekurangan metode konvensional menurut
Purwoto dalam Sumardi adalah sebagai berikut:
1. Dapat menampung kelas besar, tiap murid mempunyai kesempatan yang
sama untuk mendengarkan, dan karenanya biaya yang diperlukan menjadi
relatif lebih murah.
2. Bahan pelajaran atau keterangan dapat diberikan secara lebih urut oleh
guru. Konsep-konsep yang disajikan secara hirarki memberikan fasilitas
belajar kepada siswa.
3. Guru dapat memberi tekanan terhadap hal-hal yang penting, hingga waktu
dan energi dapat digunakan sebaik mungkin.
4. Isi silabus dapat diselesaikan dengan lebih mudah, karena guru tidak harus
menyesuaikan dengan kecepatan belajar siswa.
5. Kekurangan atau tidak adanya buku pelajaran dan alat bantu pelajaran,
tidak menghambat dilaksanakannya pelajaran dengan ceramah.
b. Kekurangannya:
1. Pelajaran berjalan membosankan murid dan murid menjadi pasif, karena
tidak punya kesempatan untuk menentukan sendiri konsep yang diajarkan.
Murid hanya aktif membuat catatan saja.
2. Kepadatan konsep-konsep yang diberikan dapat berakibat murid tidak
mampu menguasai bahan yang diajarkan.
3. Pengetahuan yang diperoleh melalui ceramah lebih cepat terlupakan.
4. Ceramah menyebabkan belajar murid menjadi “belajar menghafal” (rote
learning) yang tidak mengakibatkan timbulnya pengertian.
Dalam metode pembelajaran ini, proses belajar mengajar lebih banyak terpusat
Sedangkan menurut Ruseffendi dalam Sumardi, dalam pembelajaran
konvensional pada umumnya mempunyai ciri-ciri tertentu, misalnya dalam
pembelajaran lebih mengutamakan hafalan daripada pengertian, mengutamakan
ketrampilan berhitung daripada pemahaman konsep, mengutamakan hasil dari
proses belajar, dan pembelajaran berpusat pada guru. Metode yang mendominasi
adalah ceramah dan ekspositori.
Menurut Brooks dan Brooks dalam Y. Marpaung (2003:6),
pembelajaran konvensional / tradisional memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Kurikulum disajikan dari bagian-bagian menuju ke keseluruhan dengan
menekankan ketrampilan –ketrampilan dasar.
2. Keterikatan yang ketat pada kurikulum yang sudah ditetapkan bernilai
tinggi.
3. Aktivitas kurikulum bertitik berat pada buku teks dan lembar kerja.
4. Siswa dianggap ”kotak kosong” yang dapat diisi oleh guru dengan
informasi-informasi.
5. Guru pada umumnya bertingkahlaku menurut dikdatik yang
menseminasikan informasi ke siswa.
6. Guru menggunakan jawaban yang benar sebagai tanda siswa belajar.
7. Assesmen hasil belajar siswa dianggap terpisah dari proses pengajaran
dan dilakukan pada umumnya melalui tes.
8. Pada dasarnya siswa belajar sendiri-sendiri.
Dalam pendekatan konvensional (tradisional) ini, masih terjadi dualisme
dan praktek dalam mempelajari materi akademik. Mereka mengajak para siswa
untuk menyerap tapi tidak menggunakan, mendengar tapi tidak bertindak, berteori
tapi tidak mempraktekkan. Tugas siswa adalah mengingat fakta dan gagasan,
bukan mengalami gagasan itu dalam tindakan.
Dari uraian di atas, secara sederhana perbedaan antara pendekatan CTL
dan Konvensional dapat dirangkum sebagai berikut:
No Pendekatan CTL Pendekatan Konvensional
1 Siswa secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran.
Siswa adalah penerima informasi secara pasif.
2 Siswa belajar dari teman melalui kerja kelompok, diskusi, saling mengoreksi.
Siswa belajar secara individual.
3 Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata atau masalah yang disimulasikan.
Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis.
4 Perilaku dibangun atas kesadaran diri Perilaku dibangun atas kebiasaan. 5 Ketrampilan dikembangkan atas dasar
pemahaman
Ketrampilan dikembangkan atas dasar latihan.
6 Hadiah untuk perilaku baik adalah kepuasan diri.
Hadiah untuk perilaku baik adalah pujian atau nilai rapor.
7 Seseorang tidak melakukan yang jelek karena dia sadar hal itu keliru dan merugikan.
Seseorang tidak melakukan yang jelek karena dia takut hukuman.
8 Bahasa diajarkan dengan pendekatan komunikatif, yakni siswa diajak
menggunakan bahasa dalam kontek nyata.
Bahasa diajarkan dengan pendekatan struktural; rumus diterangkan sampai paham, kemudian dilatih (didrill). 9 Pemahaman rumus dikembangkan atas
dasar skemata yang sudah ada dalam diri siswa.
Rumus itu berada di luar siswa , diterima, dihafalkan dan dilatihkan.
10 Pemahaman rumus itu relatif berbeda antara satu dan yang lain,sesuai dengan skemata siswa (on going process of development).
Rumus adalah kebenaran absolut (sama untuk semua orang). Hanya ada dua kemungkinan yaitu pemahaman rumus yang salah dan pemahaman rumus yang benar
11 Siswa menggunakan kemampuan berpikir kritis, terlibat penuh dalam mengupayakan terjadinya proses pembelajaran yang efektif, ikut bertanggungjawab atas terjadinya proses pembelajaran yang efektif, dan membawa skemata masing-masing ke dalam proses pembelajaran.
Siswa secara pasif menerima rumus atau kaidah (membaca, mendengarkan, mencata, menghafal) tanpa memberikan kontribusi ide dalam proses
No Pendekatan CTL Pendekatan Konvensional
12 Pengetahuan yang dimiliki siswa, dikembangkan oleh siswa sendiri. Siswa menciptakan atau membangun pengetahuan dengan cara memberi arti dan memahami
Pengetahuan adalah penangkapan terhadap serangkaian fakta, konsep, atau hukum yang berada di luar diri siswa.
13 Karena ilmu pengetahuan itu dikembangkan (dikonstruksi) oleh manusia sendiri,
sementara manusia selalu mengalami peristiwa baru, maka pengetahuan itu tidak pernah stabil, selalu berkembang (tentatif dan incomplete)
Kebenaran bersifat absolut dan pengetahuan bersifat final.
14 Siswa diminta bertanggung jawab memonitor dan mengembangkan pembelajaran masing-masing.
Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran.
15 Penghargaan terhadap pengalaman siswa sangat diutamakan.
Pembelajaran tidak memperhatikan pengalaman siswa.
16 Hasil belajar diukur dengan berbagai cara: proses bekerja, hasil karya, penampilan , rekaman, tes,dll.
Hasi belajar diukur hanya dengan tes.
17 Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks, dan setting.
Pembelajaran terjadi hanya di dalam kelas.
18 Penyesalan adalah hukuman dari perilaku jelek.
Sanksi adalah hukuman dari perilaku jelek.
19 Perilaku baik berdasar motivasi intrinsik. Perilaku baik berdasar motivasi ektrinsik.
20 Seseorang berperilaku baik karena dia yakin itulah yang terbaik dan bermanfaat.
Seseorang berperilaku baik karena dia terbiasa melakukan begitu. Kebiasaan ini dibangun dengan hadiah yang menyenangkan.
4. Hasil Pemeriksaan Psikologis (Tes Bakat-Minat)
Dari pemeriksaan psikologi (tes bakat-minat), seseorang dapat diketahui
apakah orang tersebut mempunyai dasar ketrampilan dan keahlian tertentu atau
tidak. Banyak aspek yang dapat diungkap dari hasil pemeriksaan
psikologis (tes bakat-minat) ini. Dalam penjelasan hasil tes dari Fakultas
Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana, beberapa aspek yang diungkap
dengan bilangan ; (3) Berpikir abstrak ; (4) hubungan ruang ; (5) teknik–keahlian;
(6) teknik -ketrampilan ; (7) kemampuan belajar.
Adapun penjelasan setiap aspek tersebut sebagai berikut :
a. Berpikir dengan Kata-kata
Berpikir dengan kata-kata mengungkapkan kemampuan :
1) memahami ide – ide yang dinyatakan dengan kata – kata,
2) berpikir dengan jelas dan menalar dengan kata – kata,
Berpikir dengan kata, merupakan salah satu elemen penting untuk semua
bidang. Tes ini digunakan terutama untuk memprediksi keberhasilan
seseorang dalam bidang yang memerlukan pemahaman hubungan verbal yang
kompleks, dan kecakapan dalam memanipulasi konsep-konsep secara verbal.
b. Berpikir dengan Bilangan
Berpikir dengan bilangan mengungkapkan kemampuan:
1) penguasaan hubungan angka – angka / bilangan
2) berpikir / memahami ide yang dinyatakan dengan angka,
3) berpikir jelas dalam penalaran dengan angka.
Bidang pendidikan / pekerjaan yang membutuhkan kemampuan ini meliputi:
matematika, fisika, kimia, teknik, program yang berhubungan dengan mesin
dan ilmu sosial, dan bidang – bidang lain yang berkaitan dengan berpikir
kuantitatif. Berpikir dengan bilangan, merupakan salah satu elemen yang
diperlukan dalam menguasai hampir seluruh mata pelajaran / pekerjaan
c. Berpikir Mekanik
Berpikir mekanik mengungkapkan kemampuan :
1) daya penalaran prinsip – prinsip umum fisika yang dapat diamati di sekitar.
2) daya penalaran di bidang kerja mekanis dan memahami hukum - hukum
yang berlaku pada barang-barang, alat-alat atau mesin-mesin dan
gerakan-gerakan.
Bidang-bidang yang membutuhkan kemampuan ini antara lain: ahli mesin,
pemeliharaan mesin, tukang kayu, perakit (assembler), teknisi, ahli reparasi,
bidang kontruksi dan industri.
d. Berpikir Abstrak
Berpikir abstrak mengungkapkan kemampuan :
1) memahami adanya hubungan yang logis / ide-ide yang tidak
dinyatakan dengan kata- kata.
2) memecahkan masalah tanpa ada pertolongan kata-kata. Tes ini relevan
untuk pelajaran atau pekerjaan yang memerlukan persepsi hubungan
antara benda-benda atau untuk memahami proses yang tidak terlihat,
seperti bidang-bidang: fisika, biologi, teknik, programmer komputer, dan
kimia.
e. Hubungan Ruang
Hubungan ruang mengungkapkan kemampuan :
1) mengenal barang-barang / benda-benda konkrit melalui proses pengelihatan
khususnya mengenal benda-benda dalam tiga dimensi.
f.Teknik Keahlian
Mencakup pekerjaan-pekerjaan yang menuntut tanggung jawab besar
yang bersangkutan dengan pembuatan, pembangunan, atau transportasi hasil –
hasil atau perlengkapan-perlengkapan seperti dalam pekerjaan – pekerjaan
keinsinyuran, desain – desain struktural dan navigasi.
Contoh – contoh pekerjaan :
Insinyur desain kapal terbang, pilot, insinyur kimia, analis penerbangan,
insinyur industri, arsitek, insinyur kapal, insinyur mekanik, ahli navigasi
kapal, insinyur nuklir, direktur teknik / radio / televisi, analis ruang angkasa,
insinyur listrik, insinyur perencanaan logam, ahli metal, insinyur
pertambangan, insinyur pemroses data, perencanaan peralatan.
g. Teknik Ketrampilan
Mencakup pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan dengan pembuatan,
pembangunan atau pengangkutan hasil –hasil atau perlengkapan-perlengkapan
yang biasanya menyangkut pekerjaan-pekerjaan yang menggunakan
ketrampilan tangan seperti : mekanik, teknisi, dan bermacam-macam
pekerjaan industri kontruksi.
Contoh-contoh pekerjaan :
Mekanik pesawat terbang, tenaga servis alat listrik, tenaga assembling alat
elektronik, mekanik mobil, pekerja bangunan, teknisi peralatan pemroses data,
mekanik disel, tenaga gambar listrik, teknisi elektronik, asisten insinyur,
h. Kemampuan Belajar
Mengungkap kemampuan belajar secara umum (general learning
ability), atau dapat dikatakan sebagai kesimpulan dari semua aspek-aspek
yang diungkap.
5. Prestasi Belajar
Kata “prestasi “ berasal dari bahasa Belanda yaitu “prestatie” yang
berarti “hasil usaha”. Prestasi belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
hasil tes kemampuan belajar ranah kognitif mata pelajaran matematika bab
approksimasi kesalahan. Khusus untuk ranah kognitif ini, Bloom (1971)
membaginya ke dalam enam aspek yang tersusun secara hirarkhis, yang diurutkan
menurut taraf kesukaran mulai yang paling mudah yaitu: pengetahuan,
pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
Untuk menentukan hasil belajar benar-benar telah tercapai atau belum,
diperlukan adanya alat, yaitu tes atau penilaian. Tes merupakan prosedur yang
sistematis, artinya:
a) Item – item dalam tes di susun menurut cara dan aturan tertetu.
b) Aturan administrasi dan pemberian skor atau angka dilakukan
dengan jelas dan dispesialisasikan secara terinci.
Webster’s Collegiate dalam Suharsimi Arikunto (1987:29)
menyatakan bahwa tes adalah
maksudnya adalah sederetan pertanyaan atau latihan alat lain yang digunakan
untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, bakat, intelegensi, kemampuan atau
bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok.
Anderson, S.B. dalam suharsimi Arikunto (1987:29) menyederhanakan
pengertian tersebut
“ test is comprehensive assessment of an individual or to an entire program evaluation effort”
maksudnya tes adalah penilaian yang komprehensif terhadap seorang individu
atau keseluruhan usaha evaluasi program.
Menurut Suharsimi Arikunto (1989:53) tes yang baik harus memenuhi
persyaratan – persyaratan, yaitu : (1) tes harus reliabel ; (2) tes harus valid ; (3)
tes harus obyektif ; (4) tes harus praktikabilitas ; (5) tes harus ekonomis.
Anas Sudijono (2006:35) mengemukakan bahwa ciri – ciri tes hasil
belajar yang baik adalah:
1. bersifat validitas tinggi
2. tes hasil belajar bersifat reliabel, maksudnya sebuah tes hasil belajar
apabila digunakan secara berulang – ulang hasilnya senantiasa stabil.
3. tes belajar bersifat obyektif, maksudnya tes hasil belajar disusun sesuai
dengan indikator yang telah disusun sebelumnya (seadanya).
4. tes hasil belajar bersifat praktis, maksudnya mudah dilakukan.
6. Materi Pembelajaran Approksimasi Kesalahan
Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidkan (KTSP) SMK,
materi pembelajaran approksimasi kesalahan merupakan salah satu pokok bahasan
memecahkan masalah yang berkaitan dengan konsep approksimasi kesalahan,
dengan kompetensi dasar :
1. menerapkan konsep kesalahan pengukuran
2. menerapkan konsep operasi hasil pengukuran
Approksimasi kesalahan adalah kesalahan - kesalahan yang dapat
dibenarkan dalam suatu pengukuran. Istilah - istilah dan rumus yang digunakan
dalam pembelajaran approksimasi adalah sebagai berikut :
1. Hasil pengukuran = Hp
2. Pengukuran terkecil (PK) adalah satuan terkecil yang digunakan dalam
pengukuran.
3. Salah Mutlak (SM) = 1
2PK
4. Salah Relatif (SR) = SM
HP
5. Prosentase Kesalahan = SR * 100%
6. Batas Atas (BA) = HP + SM
7. Batas Bawah (BB) = HP - SM
8. Toleransi = BA - BB
Operasi hitung Approksimasi kesalahan :
1. Penjumlahan : a. Batas Atas Jumlah (BAj) = BA1 + BA2
b. Batas Bawah Jumlah (BBj) = BB1 + BB2
2. Pengurangan : a. Batas Atas Selisih (BAs) = BA1 - BB2
b. Batas Bawah Selisih (BBs) = BB1 - BA2
b. Batas Bawah Kali (BBk) = BB1 * BB2
4. Pembagian : a. Batas Atas Bagi (BAb) = BA1 / BB2
b. Batas Bawah Bagi(BBb) = BB1 / BA2
B. Penelitian yang Relevan
Untuk mendukung penelitian ini, berikut akan di sajikan beberapa
penelitian yang relevan :
Sumardi (2006) dalam penelitian yang berjudul “Pengaruh Pendekatan
Kontekstual Terhadap Prestasi Belaj