• Tidak ada hasil yang ditemukan

Isolasi Senyawa Steroid/Triterpenoid dari Ekstrak Etanol Fraksi n-Heksana Teripang Pearsonothuria graeffei

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Isolasi Senyawa Steroid/Triterpenoid dari Ekstrak Etanol Fraksi n-Heksana Teripang Pearsonothuria graeffei"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

ISOLASI SENYAWA STEROID/TRITERPENOID DARI

EKSTRAK ETANOL FRAKSI

n-

HEKSANA

TERIPANG

Pearsonothuria graeffei

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

FITRI FALAH

NIM 111501020

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ISOLASI SENYAWA STEROID/TRITERPENOID DARI

EKSTRAK ETANOL FRAKSI

n-

HEKSANA

TERIPANG

Pearsonothuria graeffei

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

FITRI FALAH

NIM 111501020

PENGESAHAN SKRIPSI

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

ISOLASI SENYAWA STEROID/TRITERPENOID DARI EKSTRAK

ETANOL FRAKSI

n

-HEKSANA TERIPANG

Pearsonothuria graeffei

OLEH: FITRI FALAH NIM 111501020

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada tanggal: 24 November 2015

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt. Dr. Panal Sitorus, M.Si., Apt. NIP 195107231982032001 NIP 195310301980031002

Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt.

Pembimbing II, NIP 195107231982032001

Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt. Drs. Suryadi Achmad., M.Sc., Apt. NIP 195304031983032001 NIP 195109081985031002

Dra. Herawaty Ginting., M.Si., Apt. NIP 195112231980032002

Medan, Januari 2016 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pejabat Dekan

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

karunia yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi

yang berjudul Isolasi Senyawa Steroid/Triterpenoid dari Ekstrak Etanol Fraksi n

-Heksana Teripang Pearsonothuria graeffei. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas

Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Masfria, M.S.,

Apt. selaku Pejabat Dekan Fakultas Farmasi, kepada Ibu Dra. Suwarti Aris, M.Si.,

Apt., Alm. Ibu Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt., dan Ibu Prof. Dr. Julia

Reveny, M.Si., Apt selaku dosen pembimbing, kepada Bapak Dr. Panal Sitorus,

M.Si., Apt., Bapak Drs. Suryadi Achmad., M.Sc., Apt dan Ibu Dra. Herawaty

Ginting., M.Si., Apt., selaku dosen penguji serta Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi,

M.App., Sc., Apt., selaku dosen pembimbing akademik serta Bapak dan Ibu staf

pengajar Fakultas Farmasi USU yang telah menyediakan fasilitas kepada penulis

selama perkuliahan di Fakultas Farmasi dan telah meluangkan waktu dan tenaga

dalam membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan tanggung jawab serta

memberikan petunjuk dan saran-saran selama penelitian hingga selesainya skripsi

ini.

Penulis juga mempersembahkan rasa terima kasih yang tak terhingga

kepada keluarga tercinta, Ayahanda Fatruzi, S.T dan Ibunda Lambiah, serta

adikku Fatjrian Falah atas limpahan kasih sayang, semangat dan doa yang tak

(5)

teman-Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih belum

sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang

membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga

skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi.

Medan, Januari 2016 Penulis,

(6)

ISOLASI SENYAWA STEROID/TRITERPENOID DARI EKSTRAK ETANOL FRAKSI n-HEKSANA TERIPANG

Pearsonothuria graeffei

ABSTRAK

Teripang adalah salah satu komoditas hasil laut yang banyak terdapat di perairan Indonesia tetapi belum banyak dieksplorasi manfaat kandungannya. Kandungan metabolit sekunder utama dari teripang adalah steroid/triterpenoid, saponin, dan glikosida yang memiliki aktivitas biologi yang baik sehingga dapat dikembangkan dalam berbagai bidang pengobatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakterisasi simplisia dan isolasi steroid/triterpenoid dari teripang.

Pemeriksaan karakteristik simplisia hewan meliputi pemeriksaan makroskopik, mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari larut air, penetapan kadar sari larut etanol, penetapan kadar abu total, dan penetapan kadar abu tidak larut asam. Pemeriksaan golongan senyawa terhadap serbuk simplisia hewan meliputi pemeriksaan glikosida, saponin dan steroid/triterpenoid. Ekstraksi dilakukan dengan metode perkolasi dan fraksinasi dilakukan dengan metode ekstraksi cair-cair, isolasi senyawa steroid/triterpenoid dilakukan secara kromatografi lapis tipis, lalu diuji kemurnian isolat menggunakan kromatografi lapis tipis dua arah serta analisis isolat dengan spektrofotometri UV, IR dan spektrofotometer massa. Hasil karakteristik simplisia teripang yaitu kadar air 9,47 %, kadar sari larut air 36,56% , kadar sari larut etanol 24,01 % , kadar abu total 28,75 %, dan kadar abu tidak larut asam 3,66 %. Hasil mikroskopik serbuk simplisia teripang mempunyai spikula bentuk kancing (buttons), spikula bentuk batang (rods) dari tentakel dan spikula bentuk meja semu (pseudo-tables) dari dinding tubuh. Hasil pemeriksaan golongan senyawa kimia simplisia teripang mengandung glikosida, saponin dan steroid/triterpenoid. Hasil analisis isolat secara kromatografi lapis tipis diperoleh senyawa golongan steroid/triterpenoid yang memberikan noda berwarna merah ungu dengan penampak bercak Liebermann-Burchard. Hasil uji kemurnian isolat secara kromatografi lapis tipis dua arah memberikan noda tunggal yang dapat dianggap murni. Hasil analisis isolat secara spektrofotometri ultraviolet diperoleh absorbansi maksimum pada panjang gelombang 202 nm yang menunjukkan adanya gugus kromofor serta secara spektrofotometri inframerah isolat menunjukkan adanya gugus O–H, C–H, C=C, –CH3, C=O dan C–O spektrofotometri massa menunjukkan berat molekul 368,5. Hasil analisis diduga adalah senyawa 3 alpha, 11 beta, 17, 20 alpha, 21-Pentahydroxypregnane.

(7)

ISOLATION STEROID/TRITERPENOID FROM ETHANOL EXTRACT n-HEXANE FRACTION OF SEA

CUCUMBER Pearsonothuria graeffei

ABSTRACT

Sea cucumbers are one of marine commodities that widely spread in Indonesia but its content has not been explored further. The main secondary metabolites of sea cucumber are steroids/triterpenoids, saponins, and glycosides that have good biological activity that can be developed in various medical fields. The purpose of this study was to determine the simplex characterization and isolated steroids/triterpenoids from sea cucumber.

Simplex characterization including moisture content, water-soluble extract, ethanol-soluble extract, total ash content and acid insoluble ash content. Examination of secondary metabolites of simplex powder including determination glycoside, saponin and steroid/triterpenoid. Extraction was held using percolation method and fraction was held by using liquid-liquid extraction method. Isolating steroid/triterpenoid compounds using preparative thin-layer chromatography and the isolated was tested for its purity with two-dimentional thin layer chromatography and identification of isolates with ultraviolet spectrophotometry, infrared spectrophotometry and mass spectrofotometry.

Simplex characteristics of sea cucumbers result are 9.47% of water content, water soluble extract content of 36.56%, soluble extract ethanol content of 24.01%, 28.75% total ash content and acid insoluble ash content of 3.66%. Microscopic of the simplex powder are spicules form buttons (buttons), spicules form rods (rods) from the tentacles and the spicules form a pseudo table (pseudo-tables) from its body wall. Result test secondary metabolites of sea cucumber are glycosides, saponins and steroid/triterpenoid. Results of analysis by thin-layer chromatography isolates obtained triterpenoids class of compounds which give one red stain purple with Liebermann-Burchard. Purity test of isolates was held by using thin layer chromatography two phases prove the isolates is considered pure. Results of identification of isolates obtained ultraviolet spectrophotometry maximum absorbance at 202 nm wavelength indicating chromophor group and the infrared spectrophotometry isolates showed OH group, aliphatic CH, C=C, -CH3, C=O and C-O result of mass spectrophotometer showed a molecular weight of 368,5. Based of the results assumption of the the identification isolated compound is 3 alpha, 11 beta, 17, 20 alpha, 21-Pentahydroxypregnane.

(8)
(9)

2.2.2 Glikosida ... 7

2.5.2 Kromatografi lapis tipis preparatif ... 15

2.5.3 Kromatografi lapis tipis dua arah ... 15

2.6 Spektrofotometri ... 15

2.6.1 Spektrofotometri sinar ultraviolet ... 15

2.6.2 Spektrofotometri sinar inframerah ... 16

2.6.3 Spektrfotometri massa ... 17

BAB III METODE PENELITIAN ... 19

3.1 Alat dan Bahan ... 19

3.1.1 Alat-alat ... 19

3.1.2 Bahan-bahan ... 20

3.2 Pengumpulan dan Pengolahan Teripang .. ... 20

(10)

3.3.5 Larutan pereaksi kloraljidrat ... 21

3.3.6 Larutan pereaksi Liebermann-Bourchard ... 21

3.3.6 Larutan asam sulfat 2 N ... 21

3.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia ... 22

3.4.1 Pemeriksaan makroskopik ... 22

3.4.2 Pemeriksaan mikroskopik ... 22

3.4.3 Penetapan kadar air ... 22

3.4.4 Penetapan kadar sari larut air ... 23

3.4.5 Penetapan kadar sari larut etanol ... 24

3.4.6 Penetapan kadar abu total ... 24

3.4.7 Penetapan kadar abu tidak larut asam ... 24

3.5 Pemeriksaan Senyawa pada Teripang ... 25

3.5.1 Pemeriksaan saponin ... 25

3.5.2 Pemeriksaan steroid/triterpenoid ... 25

3.5.3 Pemeriksaan glikosida ... 25

3.6 Pembuatan ekstrak ... 26

3.6.1 Pembuatan ekstrak etanol ... 26

3.6.2 Fraksinasi dengan n-heksana ... 26

3.7 Analisis Ekstrak Teripang secara KLT ... 27

3.8 Isolasi Senyawa Steroid/Triterpenoid secara KLT Preparatif ... 27

3.9 Uji Kemurnian Isolat secara KLT Dua Arah ... 28

3.10 Karakterisasi Isolat ... 28

3.10.1 Karakterisasi isolat dengan spektrofotometri UV ... 29

3.10.2 Karakterisasi isolat dengan spektrofotometri IR ... 29

(11)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

4.1 Hasil identifikasi teripang ... 30

4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia ... 30

4.3 Hasil Pemeriksaan Golongan Senyawa ... 32

4.4 Ekstraksi ... 33

4.5 Isolasi Senyawa Steroid/Triterpenoid ... 33

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 37

5.1 Kesimpulan ... 37

5.2 Saran ... ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 39

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Morfologi tubuh teripang ... 7

2.2 Struktur aglikon triterpenoid ... 8

2.3 Struktur aglikon steroid ... 8

2.4 Struktur aglikon steroid alkaloid ... 8

2.5 Sistem penomoran steroid ... 10

4.1 Struktur Estrone, Hexanoate ... 36

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1 Hasil karakterisasi simplisia teripang ... 31

4.2 Hasil pemeriksaan golongan senyawa kimia teripang

Pearsonothuria graeffei ... 32

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Identifikasi sampel ... 42

2. Gambar makroskopik teripang Pearsonothuria graeffei ... 43

3. Gambar mikroskopik serbuk simplisia teripang Pearsonothuria graffei ... 45

4. Perhitungan hasil penetapan kadar air serbuk simplisia teripang Pearsonothuria graeffei ... 46

5. Perhitungan hasil penetapan kadar sari larut air serbuk simplisia teripang Pearsonothuria graeffei ... 47

6. Perhitungan hasil penetapan kadar sari larut etanol serbuk simplisia teripang Pearsonothuria graeffei ... 48

7. Perhitungan hasil penetapan kadar abu total serbuk simplisia teripang Pearsonothuria graeffei ... 49

8. Perhitungan hasil penetapan kadar abu tidak larut asam serbuk simplisia teripang Pearsonothuria graeffei ... 50

9. Bagan alur pembuatan ekstrak teripang Pearsonothuria graeffei ... 51

10. Bagan alur ekstraksi cair-cair ekstrak etanol dengan pelarut n-heksan ... 52

11. Kromatogram KLT analisis ekstrak teripang Pearsonothuriagraeffei ... 53

12. Bagan isolasi senyawa steroid/triterpenoid teripang Pearsonothuria graeffei ... 54

13. Kromatogram KLT preparatif teripang Pearsonothuria graeffei ... 55

14. Kromatogram KLT dua arah isolat teripang Pearsonothuria graeffei ... 56

15. Spektrum UV isolat teripang Pearsonothuria graeffei ... 57

16. Spektrum IR isolat teripang Pearsonothuria graeffei ... 58

(15)

ISOLASI SENYAWA STEROID/TRITERPENOID DARI EKSTRAK ETANOL FRAKSI n-HEKSANA TERIPANG

Pearsonothuria graeffei

ABSTRAK

Teripang adalah salah satu komoditas hasil laut yang banyak terdapat di perairan Indonesia tetapi belum banyak dieksplorasi manfaat kandungannya. Kandungan metabolit sekunder utama dari teripang adalah steroid/triterpenoid, saponin, dan glikosida yang memiliki aktivitas biologi yang baik sehingga dapat dikembangkan dalam berbagai bidang pengobatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakterisasi simplisia dan isolasi steroid/triterpenoid dari teripang.

Pemeriksaan karakteristik simplisia hewan meliputi pemeriksaan makroskopik, mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari larut air, penetapan kadar sari larut etanol, penetapan kadar abu total, dan penetapan kadar abu tidak larut asam. Pemeriksaan golongan senyawa terhadap serbuk simplisia hewan meliputi pemeriksaan glikosida, saponin dan steroid/triterpenoid. Ekstraksi dilakukan dengan metode perkolasi dan fraksinasi dilakukan dengan metode ekstraksi cair-cair, isolasi senyawa steroid/triterpenoid dilakukan secara kromatografi lapis tipis, lalu diuji kemurnian isolat menggunakan kromatografi lapis tipis dua arah serta analisis isolat dengan spektrofotometri UV, IR dan spektrofotometer massa. Hasil karakteristik simplisia teripang yaitu kadar air 9,47 %, kadar sari larut air 36,56% , kadar sari larut etanol 24,01 % , kadar abu total 28,75 %, dan kadar abu tidak larut asam 3,66 %. Hasil mikroskopik serbuk simplisia teripang mempunyai spikula bentuk kancing (buttons), spikula bentuk batang (rods) dari tentakel dan spikula bentuk meja semu (pseudo-tables) dari dinding tubuh. Hasil pemeriksaan golongan senyawa kimia simplisia teripang mengandung glikosida, saponin dan steroid/triterpenoid. Hasil analisis isolat secara kromatografi lapis tipis diperoleh senyawa golongan steroid/triterpenoid yang memberikan noda berwarna merah ungu dengan penampak bercak Liebermann-Burchard. Hasil uji kemurnian isolat secara kromatografi lapis tipis dua arah memberikan noda tunggal yang dapat dianggap murni. Hasil analisis isolat secara spektrofotometri ultraviolet diperoleh absorbansi maksimum pada panjang gelombang 202 nm yang menunjukkan adanya gugus kromofor serta secara spektrofotometri inframerah isolat menunjukkan adanya gugus O–H, C–H, C=C, –CH3, C=O dan C–O spektrofotometri massa menunjukkan berat molekul 368,5. Hasil analisis diduga adalah senyawa 3 alpha, 11 beta, 17, 20 alpha, 21-Pentahydroxypregnane.

(16)

ISOLATION STEROID/TRITERPENOID FROM ETHANOL EXTRACT n-HEXANE FRACTION OF SEA

CUCUMBER Pearsonothuria graeffei

ABSTRACT

Sea cucumbers are one of marine commodities that widely spread in Indonesia but its content has not been explored further. The main secondary metabolites of sea cucumber are steroids/triterpenoids, saponins, and glycosides that have good biological activity that can be developed in various medical fields. The purpose of this study was to determine the simplex characterization and isolated steroids/triterpenoids from sea cucumber.

Simplex characterization including moisture content, water-soluble extract, ethanol-soluble extract, total ash content and acid insoluble ash content. Examination of secondary metabolites of simplex powder including determination glycoside, saponin and steroid/triterpenoid. Extraction was held using percolation method and fraction was held by using liquid-liquid extraction method. Isolating steroid/triterpenoid compounds using preparative thin-layer chromatography and the isolated was tested for its purity with two-dimentional thin layer chromatography and identification of isolates with ultraviolet spectrophotometry, infrared spectrophotometry and mass spectrofotometry.

Simplex characteristics of sea cucumbers result are 9.47% of water content, water soluble extract content of 36.56%, soluble extract ethanol content of 24.01%, 28.75% total ash content and acid insoluble ash content of 3.66%. Microscopic of the simplex powder are spicules form buttons (buttons), spicules form rods (rods) from the tentacles and the spicules form a pseudo table (pseudo-tables) from its body wall. Result test secondary metabolites of sea cucumber are glycosides, saponins and steroid/triterpenoid. Results of analysis by thin-layer chromatography isolates obtained triterpenoids class of compounds which give one red stain purple with Liebermann-Burchard. Purity test of isolates was held by using thin layer chromatography two phases prove the isolates is considered pure. Results of identification of isolates obtained ultraviolet spectrophotometry maximum absorbance at 202 nm wavelength indicating chromophor group and the infrared spectrophotometry isolates showed OH group, aliphatic CH, C=C, -CH3, C=O and C-O result of mass spectrophotometer showed a molecular weight of 368,5. Based of the results assumption of the the identification isolated compound is 3 alpha, 11 beta, 17, 20 alpha, 21-Pentahydroxypregnane.

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Teripang atau timun laut termasuk dalam filum Echinodermata merupakan

salah satu komoditas laut yang banyak ditemukan di perairan Indonesia. Hal ini

karena kondisi alam dan iklim Indonesia tidak banyak mengalami perubahan

sepanjang tahun sehingga sangat memungkinkan memiliki banyak jenis biota

akuatik. Komoditas ini memiliki prospek yang cukup baik dan bernilai tinggi,

baik di pasar lokal maupun internasional karena memiliki kandungan nutrisi yang

tinggi. Hewan ini dikenal pula dengan nama ketimun laut (holothuria) sea

cucumber (Inggris), bech-de-mer (Prancis), atau dalam istilah pasar internasional

dikenal dengan nama teat fish (Ghufran dan Kordi, 2010).

Daerah penyebaran teripang yaitu perairan Madura, Bali, Lombok, Aceh,

Bengkulu, Bangka, Kalimantan, Sulawesi, NTT, NTB, dan kepulauan Seribu dan

umumnya ditemukan pada daerah dangkal hingga 40 m. Teripang dipasarkan

dalam bentuk produk yang bermacam-macam, misalnya teripang kering (

beche-de-mer), teripang kaleng dan kerupuk teripang. Teripang selain dikonsumsi juga

digunakan sebagai obat tradisional seperti untuk menyembuhkan luka dan

mengatasi gangguan pencernaan oleh masyarakat yang tinggal di daerah pantai

(Martoyo, dkk., 2006).

Kandungan zat gizi teripang adalah vitamin, asam lemak tak jenuh

misalnya linolenat dan eikosa pentanoat (EPA) yang memiliki fungsi sebagai

antiinflamasi, analgesik, menyehatkan otak serta memperkuat kekebalan tubuh.

(18)

kolagen. Teripang juga mengandung beberapa senyawa metabolit sekunder yaitu

saponin, steroid/triterpenoid, dan glikosida (Meydia, 2006). Senyawa metabolit

sekunder yang menjadi objek utama dalam penelitian ini adalah

steroid/triterpenoid yang memiliki efek sebagai aprodisiaka alami, antibakteri dan

antifungi (Kurnia, dkk., 2010).

Penelitian yang telah dilakukan membuktikan bahwa teripang memiliki

beberapa zat aktif yang bermanfaat bagi kesehatan. Dharmananda mengatakan

teripang kaya akan saponin, terutama triterpenoid glikosida. Senyawa ini

mempunyai aktivitas sebagaimana tonik yang berasal dari ginseng, ganoderma

dan tumbuhan. Secara farmakologis, saponin menunjukkan aktivitas sebagai

anti-inflamasi dan antikanker (Dharmananda, 2003). Penelitian Nurjanah melaporkan

adanya tepung teripang memiliki efek aprodisiaka yang diuji coba pada mencit

(Nurjanah, dkk., 2009).

Gusnanto melaporkan ekstrak teripang dapat digunakan untuk maskulinasi

lobster air tawar dengan teknik sex reversal. Sex reversal merupakan teknik

pembalikan arah perkembangan kelamin yang seharusnya berkelamin betina

menjadi jantan atau sebaliknya (Gusnanto, 2013). Penelitian Remy dkk,

melaporkan teripang jenis Bohadschia graffei memiliki aktivitas hemolitik

(Remy, dkk., 2013).

Hewan yang digunakan untuk penelitian ini adalah teripang yang diperoleh

di perairan pulau Barrang Lompo, kota Makassar, provinsi Sulawesi Selatan. Hal

ini karena perairan Makassar terdapat banyak jenis teripang alami maupun

budidaya serta memiliki harga yang lebih ekonomis.

Berdasarkan alasan di atas, penulis melakukan penelitian isolasi senyawa

(19)

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini

dapat dirumuskan sebagai berikut :

a. apakah karakteristik serbuk simplisia teripang Pearsonothuria graeffei

(Semper, 1868) memenuhi persyaratan mutu secara umum?

b. apakah senyawa steroid/triterpenoid teripang Pearsonothuria graeffei

(Semper, 1868) dapat dipisahkan dengan baik melalui metode ekstraksi

cair-cair dan dilanjutkan dengan KLT preparatif?

c. apakah isolat mempunyai panjang gelombang dan gugus fungsi yang

mendukung adanya senyawa steroid/triterpenoid setelah dianalisis secara

spektrofotometri ultraviolet (UV), spektrofotometri inframerah (IR) dan

spektrofotometri massa?

1.3Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka hipotesis dari penelitian ini

sebagai berikut :

a. karakteristik simplisia teripang Pearsonothuria graeffei (Semper, 1868)

memenuhi persyaratan mutu secara umum.

b. senyawa steroid/triterpenoid teripang Pearsnothuria graeffei (Semper, 1868)

dapat dipisahkan dengan baik menggunakan metode ekstraksi cair-cair dan

dilanjutkan secara KLT preparatif.

c. isolat mempunyai panjang gelombang dan gugus fungsi yang mendukung

adanya senyawa steroid/triterpenoid setelah dianalisis secara spektrofotometri

ultraviolet (UV), spektrofotometri inframerah (IR) dan spektrofotometri

(20)

1.4Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

a. untuk mengetahui karakteristik simplisia teripang Pearsonothuria graeffei

(Semper, 1868) memenuhi persyaratan mutu secara umum.

b. untuk mengetahui hasil pemisahan senyawa steroid/triterpenoid teripang

Pearsonothuria graeffei (Semper, 1868)dengan ekstraksi cair-cair dan KLT

preparatif.

c. untuk mengetahui panjang gelombang dan gugus fungsi senyawa

steroid/triterpenoid hasil isolasi secara spektrofotometri ultraviolet (UV),

spektrofotometri inframerah (IR) dan spektrofotometri massa.

1.5Manfaat Penelitian.

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk menambah informasi tentang

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Hewan

Teripang adalah salah satu hewan berkulit duri atau berbintil

(Echinodermata). Tidak semua teripang memiliki duri atau bintil pada permukaan

tubuhnya. Tubuh teripang umumnya berbentuk bulat panjang atau silindris sekitar

10-30 cm dengan mulut pada salah satu ujungnya dan anus pada ujung yang

lainnya. Bentuk umum teripang tersebut menyerupai mentimun sehingga teripang

dikenal dengan nama sea cucumber atau ketimun laut. Warna tubuh teripang

bermacam-macam, ada yang hitam pekat, cokelat, bergaris-garis dan mempunyai

bercak-bercak pada permukaan tubuhnya. Gerakan teripang sangat lamban

sehingga hampir seluruh hidupnya berada di dasar laut. Sebagai bentuk

perlindungan diri dari pemangsa, teripang dapat mengeluarkan lendir yang

beracun dari tubuhnya seperti pada jenis teripang getah (Holothuria vacabunda)

(Ghufran dan Kordi, 2010).

2.1.1 Sistematika hewan

Identifikasi sampel teripang dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian Oseanografi dengan hasil sebagai berikut:

Filum : Echinodermata

Kelas : Holothuroidea

Bangsa : Aspidochirotida

Suku : Holothuriidae

Marga : Pearsonothuria

(22)

2.1.2 Habitat

Teripang ditemukan hampir diseluruh perairan, dari daerah perairan yang

dangkal hingga bagian yang dalam. Teripang yang telah dewasa biasanya berada

di daerah dasar laut atau bisa juga ditemukan hidup daerah bebatuan dan terumbu

karang (Purcell, dkk., 2012).

Umumnya masing-masing jenis teripang memiliki habitat yang spesifik,

misalnya teripang putih banyak ditemukan di daerah yang berpasir atau pasir

bercampur lumpur dengan kedalaman 1-40 m. Teripang putih juga sering

ditemukan di perairan yang dangkal dan banyak ditumbuhi rumput laut. Teripang

kapuk dan teripang pasir banyak ditemukan di daerah terumbu karang, sementara

teripang koro dan teripang pandan banyak ditemukan di perairan yang lebih

dalam. Hewan ini dalam habitatnya teripang hidup secara berkelompok dengan

cara membentuk kelompok yang terdiri dari 3-30 ekor teripang dan ada pula yang

hidup sendiri (Martoyo, dkk., 2006).

2.1.3 Morfologi

Teripang merupakan salah satu kelompok biota laut yang spesifik dan

mudah dikenal. Bentuk tubuh teripang secara umum adalah silindris memanjang

dari ujung mulut ke arah anus. Teripang bergerak dengan kaki tabung yang

disebut dengan podia, yaitu bagian dari sistem saluran air yang bekerja secara

hidrolik. Fungsi utama sistem saluran air adalah mengatur tekanan hidrolik ini

sehingga kaki tabung dapat digerakkan. Beberapa jenis teripang dari Bangsa

Apodida, kaki tabungnya tereduksi atau hilang sama sekali. Pergerakan teripang

dari bangsa ini dilakukan dengan kontraksi peristaltik tubuh. Terhadap kaki

tabung di daerah sekeliling mulut, kaki tabung termodifikasi menjadi tentakel

(23)

dengan tentakel atau dengan menelan pasir dan kemudian menangkap sumber

makanannya yang terkandung di dalamnya. Bentuk tubuh teripang dapat dilihat

pada Gambar 2.1 dibawah ini:

Gambar 2.1 Morfologi tubuh teripang (Purcell, dkk., 2012)

Teripang mempunyai tulang-tulang berukuran mikroskopis yang dikenal

sebagai "spikula". Bentuk spikula bervariasi dan karakteristik untuk setiap jenis

(spesies), sehingga spikula sangat penting dan menentukan dalam klasifikasi

maupun identifikasi. Variasi bentuk spikula bermacam-macam, seperti bentuk

batang, kancing, roset, jangkar dan meja (Purcell, dkk., 2012).

2.2 Uraian Kandungan Kimia Hewan

2.2.1. Saponin

Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat dan bersifat sepeti

sabun, memiliki kemampuan menimbulkan busa jika dikocok dalam air dan pada

konsentrasi yang rendah sering menyebabkan hemolisis sel darah merah

(Harborne, 1987).

Menurut, Hostettman dan Marston, (1995) senyawa saponin terdiri dari

(24)

genin atau sapogenin. Berdasarkan aglikonnya saponin dibagi menjadi tiga kelas

utama, yaitu:

a. aglikon triterpenoid

Gambar 2.2Struktur aglikon triterpenoid

b. aglikon steroid

Gambar 2.3 Struktur aglikon steroid

c. aglikon steroid alkaloid

(25)

2.2.2. Glikosida

Glikosida merupakan senyawa terdiri atas dua bagian yaitu molekul gula

(glikon) dan aglikon. Gugus gula bisa berikatan dengan aglikon dengan berbagai

cara. Paling umum dijembatani oleh atom oksigen (O-glikosida), tetapi bisa juga

dijembatani oleh sulfur (S-glikosida), juga oleh atom nitrogen (N-glikosida) dan

atom karbon (C-glikosida). Glikosida umumnya cukup larut dalam air dan alkohol

tetapi sedikit larut dalam eter. Ikatan glikosidik resisten terhadap hidrolisis oleh

alkali tetapi mudah pecah oleh asam mineral encer seperti asam sulfat encer

(Supriyatna, dkk., 2015).

2.2.3. Steroid/triterpenoid

Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam

satuan isoprena dan secara biosintesis masuk jalur asam mevalonat diturunkan

dari hidrokarbon C30 asiklik, yaitu skualena. Triterpenoid berupa senyawa tanpa

warna berbentuk kristal, sering kali bertitik leleh tinggi. Triterpenoid dibagi

menjadi empat golongan, yaitu triterpen, steroid, saponin dan glikosida jantung.

Uji yang banyak dilakukan untuk identifikasi triterpenoid dan steroid adalah

reaksi Liebermann-Burchard yang biasanya menghasilkan warna merah ungu

hingga biru-hijau. Triterpenoid memiliki aktivitas sebagai antibakteri, antifungi

(Harborne, 1987).

Steroid adalah senyawa triterpenoid yang kerangka dasarnya sistem cincin

siklopentana perhidrofenantren atau struktur dasar yang terdiri dari 17 atom

karbon yang membentuk tiga cincin sikloheksana dan satu cincin siklopentana.

Senyawa ini tersebar luas di alam baik pada hewan maupun tumbuhan tingkat

tinggi dan mempunyai fungsi biologis yang sangat penting misalnya sebagai

(26)

Kerangka dasar dan sistem penomoran steroid menurut Robinson (1995),

dapat dilihat pada Gambar 2.5 dibawah ini:

Gambar 2.5 Sistem penomoran steroid

2.3 Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan satu atau lebih zat dari bahan asal

dengan menggunakan pelarut. Umumnya zat berkhasiat tersebut dapat ditarik,

namun khasiatnya tidak berubah. Tujuan utama ekstraksi adalah mendapatkan

atau memisahkan sebanyak mungkin zat-zat yang memiliki khasiat pengobatan

dari zat-zat yang tidak dibutuhkan, agar lebih mudah digunakan (kemudahan

diabsorpsi, rasa dan pemakaian) dan disimpan dibandingkan simplisia asal dan

tujuan pengobatannya terjamin (Depkes RI, 1995).

Ekstraksi dengan menggunakan pelarut dapat dilakukan dengan beberapa

cara yaitu:

a. Cara dingin

1. Maserasi

Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan merendam simplisia

(27)

pengadukkan pada temperatur kamar. Maserasi yang dilakukan pengadukan

secara terus-menerus disebut maserasi kinetik sedangkan penambahan ulang

pelarut setelah dilakukan penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya

disebut remaserasi (Depkes RI, 2000).

2. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi

penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar (Depkes

RI, 2000).

b. Cara panas

1. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,

selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan

adanya pendingin balik (Depkes RI, 2000).

2. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang umumnya menggunakan

alat khusus (soklet) sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut

relatif konstan dan dengan adanya pendingin balik (Depkes RI, 2000).

3. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada

temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan yaitu secara umum

dilakukan pada temperatur 40-50o C (Depkes RI, 2000).

4. Infundasi

Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 90o C

(28)

5. Dekoktasi

Dekoksi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 90o C selama

30 menit (Depkes RI, 2000).

2.4 Ekstraksi Cair-Cair

Ekstraksi cairan-cairan merupakan suatu teknik pemisahan atau

pengambilan zat dalam suatu larutan menggunakan pelarut lain (biasanya pelarut

organik) yang tidak tercampurkan. Pemisahan yang dilakukan, bersifat sederhana,

bersih, cepat dan mudah. Pemisahan dapat dilakukan dengan mengocok-ngocok

dalam sebuah corong pemisah selama beberapa waktu hingga terbentuk dua

lapisan (Basset, dkk., 1994).

Prinsip metode ini didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan

perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur seperti

benzena, karbon tetraklorida atau kloroform. Teknik ini dapat digunakan untuk

kegunaan preparatif, pemurnian, memperkaya, pemisahan serta analisis (Khopkar,

1990).

2.5 Kromatografi

Kromatografi merupakan suatu untuk memisahkan suatu senyawa yang

terdistribusi antara dua fase, yaitu fase gerak yang membawa sampel dan fase

diam yang menahan sampel. Pemisahan dan pemurnian suatu bahan dapat

dilakukan menggunakan salah satu dari teknik kromatografi yang ada. Pemilihan

teknik kromatografi sebagian besar tergantung pada sifat kelarutan dan keatsirian

senyawa yang akan dipisah (Bintang, 2010).

Pemakaian kromatografi dapat memberikan informasi mengenai ada atau

(29)

dengan senyawa murni. Kromatografi juga dapat menunjukkan jumlah minimum

komponen yang ada dalam campuran (Gritter, dkk., 1991).

2.5.1 Kromatografi lapis tipis

Kromatografi lapis tipis termasuk kromatografi adsorpsi. Fase diam pada

kromatografi lapis tipis berupa lapisan tipis yang terdiri dari bahan padat yang

dilapiskan pada permukaan penyangga datar yang biasanya terbuat dari kaca atau

logam. Fase gerak pada kromatografi lapis tipis adalah zat cair yang disebut

larutan pengembang (Gritter, dkk., 1991).

Campuran yang akan dikromatografi harus dilarutkan terlebih dahulu

dalam pelarut yang sesuai. Hampir segala macam pelarut dapat dipakai, tetapi

yang terbaik adalah yang bertitik didih antara 50o hingga 100o C agar mudah

menguap dari lapisan (Gritter, dkk., 1991). Cuplikan ditotolkan berupa pita yang

harus sesempit mungkin karena pemisahan berdasarkan pita. Penotolan dapat

dilakukan dengan kapiler halus atau dengan penotol otomatis. Plat dielusi dengan

pelarut yang diinginkan dan setelah elusi selesai disemprot dengan penampak

bercak (Hostettman, dkk., 1995).

a. Fase diam

Fase diam berfungsi untuk menahan sampel, dapat berupa cairan ataupun

padatan. Fase diam yang digunakan pada kromatografi lapis tipis beberapa

diantaranya adalah silika gel, alumina dan kieselguhr. Silika gel adalah bahan

yang paling banyak digunakan untuk pemisahan sebagian besar senyawa, seperti

asam amino, alkaloid, lipid, steroid, triterpenoid dan gula. Alumina digunakan

untuk pemisahan alkaloid, vitamin, karoten, fenol, steroid dan asam amino

sedangkan kieselguhr digunakan untuk pemisahan gula, oligosakarida, asam

(30)

untuk mengikat lapisan pada lempeng (Bintang, 2010).

b. Fase gerak

Fase gerak ialah medium angkut dan terdiri dari satu atau beberapa

pelarut. Pemilihan sistem pelarut yang dipakai didasarkan atas prinsip like

dissolves like yaitu untuk memisahkan sampel yang bersifat non polar digunakan

sistem pelarut yang bersifat non polar dan untuk memisahkan pelarut sampel yang

bersifat polar digunakan sistem pelarut yang bersifat polar (Stahl, 1985).

c. Harga Rf

Identifikasi bercak komponen dilakukan dengan menghitung harga

Retardation Factor (Rf) sebagai derajat retensi, yang didefinisikan sebagai jarak

yang ditempuh senyawa pada kromatografi dari tempat totolan terhadap jarak

tempuh pelarut atau dapat dituliskan sebagai berikut:

Faktor yang mempengaruhi harga Rf antara lain adalah suhu, pelarut, sifat

penjerap dan jumlah cuplikan (Bintang, 2010).

2.5.2 Kromatografi lapis tipis preparatif

Kromatografi lapis tipis (KLT) preparatif merupakan salah satu metode

pemisahan yang memerlukan pembiayaan paling murah dan menggunakan

peralatan sederhana. Ketebalan penyerap yang sering dipakai adalah 0,5-2 mm,

ukuran plat kromatografi biasanya 20x20 cm. Penyerap yang paling sering dipakai

adalah silika gel. Cuplikan ditotolkan berupa pita dengan lebar yang sesempit

mungkin. Kebanyakan penyerap KLT preparatif mengandung indikator

fluorosensi yang membantu mendeteksi senyawa yang tidak menyerap sinar

(31)

dengan cara menutup plat dengan sepotong kaca lalu menyemprot kedua sisi

dengan pereaksi semprot (Hostettman, dkk., 1995).

2.5.3 Kromatografi lapis tipis dua arah

Kromatografi lapis tipis (KLT) dua arah bertujuan untuk meningkatkan

resolusi sampel ketika komponen-komponen mempunyai karakteristik kimia yang

hampir sama, karena nilai Rf juga hampir sama. Dua sistem fase gerak yang

sangat berbeda dapat digunakan secara berurutan pada suatu campuran tertentu,

sehingga memungkinkan untuk melakukan pemisahan analit yang mempunyai

tingkat polaritas yang hampir sama, sehingga KLT dua arah dapat dipakai untuk

memeriksa kemurnian isolat (Rohman dan Ibnu, 2012).

KLT dua dimensi dilakukan dengan menotolkan sampel pada satu sudut

lapisan berbentuk bujur sangkar dan dikembang dengan satu sistem pelarut

sehingga campuran terpisah menurut jalur yang sejajar dengan salah satu sisi. Plat

diangkat, dikeringkan, diputar 90 derajat, lalu diletakkan di dalam sistem pelarut

kedua (Gritter, dkk., 1991).

2.6 Spektrofotometri

2.6.1. Spektrofotometri sinar ultraviolet

Spektrofotometri dapat dianggap sebagai perluasan pemeriksaan visual,

yaitu dengan menggunakan alat untuk mengukur absorbsi energi radiasi

macam-macam zat kimia dan memungkinkan dilakukannya pengukuran kualitatif dari

suatu zat dengan ketelitian yang lebih besar (Day dan Underwood, 1986).

Spektrum ultraviolet senyawa-senyawa organik dihasilkan oleh transisi

antara tingkat-tingkat energi elektron. Elektron dari orbital energi rendah dalam

(32)

gelombang. Panjang gelombang serapan merupakan suatu ukuran perbedaan

tingkat-tingkat energi pada orbital-orbital yang tereksitasi (William dan

Flemming, 2014).

2.6.2 Spektrofotometri sinar inframerah

Spektrofotometri sinar inframerah digunakan untuk mengidentifikasi

senyawa organik. Pengukuran spektrum inframerah paling banyak dilakukan pada

daerah bilangan gelombang 4000-400 cm-1 (Bintang, 2010). Spektrum inframerah

terjadi akibat adanya berbagai transisi antara tingkat-tingkat energi vibrasi yang

dihasilkan oleh gugus fungsional (William dan Flemming, 2014).

Langkah-langkah umum untuk memeriksa spektrum inframerah menurut

Pavia, dkk (2001) adalah:

1. apakah terdapat gugus karbonil?

Gugus C=O memberikan puncak pada daerah 1660-1820 cm-1. Puncak ini

biasanya memiliki puncak yang lebar pada spektrum.

2. jika gugus C=O ada, periksalah gugus-gugus berikut:

a. Asam: memiliki serapan melebar pada 2500-3000 cm-1.

b. Amida: memiliki serapan medium di dekat 3500 cm-1. Kadang-kadang

puncak rangkap

c. Ester: memiliki serapan medium di daerah 1000-1300 cm-1.

d. Anhidrida: mempunyai dua serapan C=O di daerah 1810 dan 1760 cm-1.

e. Aldehida: mempunyai dua serapan lemah di dekat 2850-275- cm-1.

f. Keton: jika kelima kemungkinan di atas tidak ada.

3. jika gugus C=O tidak ada

a. Alkohol/fenol: memiliki gugus OH, puncak serapan melebar di daerah

(33)

b. Amina: memiliki gugus N-H, yaitu serapan medium di daerah 3500cm-1

c. Eter: memiliki gugus C-O (tidak ada -OH), yaitu serapan medium di daerah

1000-1300 cm-1.

4. Ikatan rangkap dua atau cincin aromatik

a. Ikatan C=C mempunyai serapan lemah di daerah 1650 cm-1.

b. Serapan medium sampai kuat pada daerah 1450-1650 cm-1 sering

menunjukkan adanya cincin aromatik.

5. Ikatan rangkap tiga

a. C N mempunyai serapan lemah di daerah 1650 cm-1.

b. C C mempunyai serapan tapi tajam di daerah 2150 cm-1.

6. Hidrokarbon

a. Kelima kemungkinan diatas tidak ada.

b. Serapan utama di daerah CH dekat 3000 cm-1.

c. Serapan lain di daerah 1375-1450 cm-1.

2.6.3 Spektrofotometri massa

Spektrofotometer massa merupakan perangkat untuk menghasilkan dan

menghitung berat ion suatu senyawa yang berat molekul dan informasi struktur

yang ingin diketahui. Semua spektrofotometri massa menggunakan tiga tahapan

dasar, yaitu molekul dibuat menjadi fase gas, lalu ditembakkan berkas elektron

dan menghasilkan ion bermuatan positif seperti kation M.+ kemudian ion-ion

dipisahkan berdasarkan rasio massa terhadap muatannya (m/z) (William dan

Fleming, 2014).

Salah satu sistem dari spektrofotometri massa yaitu Electrospray Mass

Spectrometry (ESI). Istilah electrospray adalah istilah yang diterapkan untuk

(34)

meninggalkan kapiler berupa kabut halus dan terdiri dari tetesan cairan bermuatan

tinggi, yang dapat ditentukan sebagai muatan positif atau negatif sesuai dengan

tegangan yang diterapkan pada pipa kapiler (William dan Fleming, 2014).

Keuntungan utama spektrofotometri massa yaitu metode ini lebih spesifik

dan sensitif untuk identifikasi senyawa yang tidak diketahui atau untuk

menetapkan keberadaan senyawa tertentu. Hal ini karena spektrofotometri massa

dapat memberikan informasi mengenai bobot molekul dan rumus molekul

berdasarkan pola fragmentasi. Puncak ion molekul penting dikenali karena

memberikan bobot molekul senyawa yang diperiksa (Silverstain, dkk., 1981).

Spektrofotometri Lc-Ms sistem ESI disebut juga dengan ionisasi lunak,

yang artinya menghasilkan ion molekul dengan sedikit fragmentasi. Hal ini dapat

menguntungkan dalam arti bahwa ion molekul (atau lebih tepatnya ion molekul

pseudo) selalu dapat diamati, namun informasi struktural yang didapat dari

spektrum massa sangat sedikit. Kerugian ini dapat diatasi dengan kopling tandem

(35)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan adalah metode eksperimental meliputi

pengumpulan hewan, identifikasi hewan, pembuatan simplisia, pemeriksaan

karakterisasi simplisia, pemeriksaan golongan senyawa, pembuatan ekstrak

etanol, fraksinasi n-heksana dengan metode ekstraksi cair-cair, analisis senyawa

steroid/triterpenoid secara kromatografi lapis tipis (KLT) dan dilanjutkan isolasi

secara KLT preparatif, isolat yang diperoleh diuji kemurniannya dengan KLT dua

arah, selanjutnya terhadap isolat yang telah murni dikarakterisasi dengan

menggunakan spektrofotometri ultraviolet (UV), spektrofotometri inframerah (IR)

dan spektrofotometri massa (MS). Penelitian dilakukan di Laboratorium

Farmakognosi dan Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas

Sumatera Utara.

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: alat-alat gelas

laboratorium, blender (Philips), botol penyemprot, cawan penguap, cawan datar,

chamber, deck glass, krus porselin, lemari pengering, mikroskop, neraca kasar

(Ohaus), neraca analitik (Mettler Toledo), oven listrik (Fischer Scientific), object

glass, pipet tetes, penangas air (Yenaco), tanur, rotary evaporator, spatula,

seperangkat alat kromatografi lapis tipis, seperangkat alat destilasi, seperangkat alat

perkolasi, spektrofotometri ultraviolet (Shimadzu QP 5000), spektrofotometri

inframerah (FTIR-8201 PC Shimadzu) dan spektrometer massa (Mariner

(36)

3.1.2 Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah teripang. Semua

bahan yang digunakan kecuali dinyatakan lain adalah berkualitas proanalisa yaitu

air suling, asam asetat anhidrida, asam sulfat pekat, asam klorida pekat, etilasetat,

etanol destilasi, kalium bromida, kloralhidrat, kloroform, metanol, n-heksana, plat

pra lapis silika gel 60 F254 dan toluen.

3.2 Pengumpulan dan Pengolahan Teripang

3.2.1 Pengumpulan teripang

Metode pengumpulan bahan teripang dilakukan secara purposif yaitu

tanpa membandingkan dengan bahan teripang yang sama dari daerah lain. Bahan

yang digunakan adalah teripang yang diambil dari perairan daerah sekitar

Makassar, Pulau Barrang Lompo, kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan.

3.2.2 Identifikasi teripang

Identifikasi teripang dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

(LIPI) Pusat Penelitian Oseanografi Jakarta. Teripang yang digunakan sama

dengan teripang yang diidentifikasi atas nama Tobing (2015). Hasil identifikasi

dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 42.

3.2.3 Pengolahan teripang

Teripang yang telah dikumpulkan, dibersihkan isi perutnya dengan cara

memotong pada bagian perut, kemudian dicuci untuk menghilangkan pengotor

yang melekat menggunakan air yang mengalir, kemudian tiriskan lalu di timbang

(berat basah). Teripang di potong dengan ukuran 2x2 cm, kemudian dimasukkan

dalam lemari pengering. Teripang telah kering apabila sudah dapat dipatahkan.

Teripang yang sudah kering ini disebut simplisia hewan. Teripang kemudian di

(37)

Serbuk simplisia disimpan dalam kantung plastik untuk mencegah pengaruh

lembab dan pengotoran lainnya.

3.3 Pembuatan Pereaksi

3.3.1 Pereaksi Molish

Sebanyak 3 g α-naftol P, dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga

diperoleh larutan 100 ml (Depkes RI, 1995).

3.3.2 Larutan asam klorida 2 N

Larutan asam klorida pekat sebanyak 17 ml ditambahkan air suling

sampai 100 ml (Depkes RI, 1995).

3.3.3 Larutan asam nitrat 0,5 N

Sebanyak 3,4 ml asam nitrat pekat diencerkan dengan air suling hingga

volume 100 ml (Depkes RI, 1995).

3.3.4 Larutan timbal (II) asetat 0,4 M

Sebanyak 15,17 g timbal (II) asetat P dilarutkan dalam air bebas karbon

dioksida hingga 100 ml (Depkes RI, 1995).

3.3.5 Larutan pereaksi kloralhidrat

Sebanyak 50 g kristal kloralhidrat ditimbang lalu dilarutkan dalam 20 ml

air suling (Depkes RI, 1995).

Larutan asam sulfat pekat sebanyak 9,8 ml ditambahkan air suling sampai

(38)

3.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia

Hewan yang dikarakterisasi adalah hewan yang diambil pada waktu dan

tempat yang sama, memiliki jenis yang sama serta waktu pengerjaan karakterisasi

dilakukan secara bersamaan dengan Tobing, (2015). Pemeriksaan karakteristik

simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik, pemeriksaan mikroskopik,

penetapan kadar air, penetapan kadar sari yang larut dalam air, penetapan kadar

sari yang larut dalam etanol, penetapan kadar abu total dan penetapan kadar abu

yang tidak larut dalam asam (Depkes RI, 1995).

3.4.1 Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik terhadap teripang dilakukan dengan cara

mengamati bentuk, ketebalan, diameter, permukaan tubuh. Pemeriksaan

organoleptis meliputi warna, bau dan rasa dari teripang. Gambar makroskopik

teripang dapat dilihat pada Lampiran 2, halaman 43.

3.4.2 Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik terhadap serbuk simplisia teripang dilakukan

dengan cara serbuk simplisia diletakkan di atas kaca objek yang telah diteteskan

dengan larutan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup kemudian diamati

dibawah mikroskop. Gambar mikroskopik serbuk teripang dapat dilihat pada

Lampiran 3, halaman 45.

3.4.3 Penetapan kadar air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluen).

Prosedur kerja:

1. Penjenuhan toluen

Sebanyak 200 ml toluen dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu

(39)

menit dan volume air pada tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml

(WHO, 1998).

2. Penetapan kadar air simplisia

Sebanyak 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama dimasukkan

ke dalam labu alas bulat berisi toluen yang telah dijenuhkan, lalu dipanaskan

hati-hati selama 15 menit, setelah toluen mendidih kecepatan tetesan diatur lebih

kurang 2 tetes per detik sampai sebagian besar air terdestilasi. Kecepatan destilasi

dinaikkan sampai 4 tetes per detik, setelah semua air terdestilasi, bagian dalam

pendingin dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit kemudian

tabung penerima dibiarkan mendingin sampai suhu kamar, setelah air dan toluen

memisah sempurna, lalu volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih

kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air. Kadar air dihitung

dalam persen (WHO, 1998). Hasil perhitungan kadar air dapat dilihat pada

Lampiran 4, halaman 46.

3.4.4 Penetapan kadar sari larut air

Sebanyak 5 g serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml

air-kloroform (sebanyak 2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1 liter) dalam

labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian

dibiarkan selama 18 jam, setelah itu disaring. Sejumlah 20 ml filtrat lalu diuapkan

sampai kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara dan sisa

dipanaskan pada suhu 105℃ sampai bobot tetap menggunakan oven. Kadar dalam

persen sari yang larut air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes

RI, 1995). Hasil perhitungan kadar sari larut air dapat dilihat pada Lampiran 5,

(40)

3.4.5 Penetapan kadar sari larut etanol

Sebanyak 5 g serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml

etanol 96% dalam labu tersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama,

kemudian dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring cepat untuk menghindari

penguapan etanol, 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal

berdasar rata yang telah ditara dan dipanaskan pada suhu 105℃ sampai bobot

tetap. Kadar sari larut dalam etanol dihitung terhadap bahan yang telah

dikeringkan (Depkes RI, 1995). Perhitungan kadar sari larut etanol dapat dilihat

pada Lampiran 6, halaman 48.

3.4.6 Penetapan kadar abu total

Sebanyak 2 g serbuk simplisia yang telah digerus dan ditimbang seksama

dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian

diratakan. Krus porselin kemudian dipijarkan perlahan-lahan hingga arang habis,

pijaran dilakukan pada suhu 600℃, kemudian didinginkan dan ditimbang sampai

diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan

(WHO, 1998). Hasil perhitungan kadar abu total dapat dilihat pada Lampiran 7,

halaman 49.

3.4.7 Penetapan kadar abu tidak larut asam

Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu total, dididihkan

dalam 25 ml asam klorida 2 N selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam

asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu, kemudian dicuci

dengan air panas. Residu dan kertas saring dipijarkan pada suhu 600℃ sampai

bobot tetap, kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu tidak larut asam

dihitung terhadap bahan yang dikeringkan (WHO, 1998). Hasil perhitungan kadar

(41)

3.5 Pemeriksaan Senyawa pada Teripang

3.5.1 Pemeriksaan saponin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia dimasukan ke dalam tabung reaksi dan

ditambahkan 10 ml air suling panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat

selama 10 detik, terbentuk buih atau busa tidak kurang dari 10 menit setinggi 1-10

cm, pada penambahan 1 tetes larutan asam klorida 2 N apabila buih tidak hilang

menunjukkan adanya saponin (Depkes RI, 1995).

3.5.2 Pemeriksaan steroid/triterpenoid

Sebanyak 1 g serbuk simplisia dimaserasi dengan 20 ml n-heksana selama

2 jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap, pada sisa

ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat, timbul

warna ungu atau merah kemudian berubah menjadi hijau biru menunjukkan

adanya steroid/triterpenoid (Harborne, 1987).

3.5.3 Pemeriksaan glikosida

Serbuk simplisa ditimbang sebanyak 3 g kemudian disari dengan 30 ml

campuran etanol 95% dengan air (7:3) dan 10 ml asam sulfat 2 N, setelah itu

direfluks selama 1 jam, didinginkan dan disaring. Sebanyak 20 ml filtrat

ditambahkan 25 ml air dan 25 ml timbal asetat 0,4 M, dikocok lalu didiamkan 5

menit kemudian disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran isopropanol dan

kloroform (2:3), perlakuan ini dilakukan sebanyak 3 kali. Kumpulan sari air

diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 50o C. Sisanya dilarutkan dalam 2 ml

metanol. Larutan sisa dimasukkan dalam tabung reaksi selanjutnya, diuapkan di

atas penangas air, pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi Molish.

Asam sulfat pekat 2 ml ditambahkan melalui dinding tabung, terbentuk cincin

(42)

3.6 Pembuatan Ekstrak

3.6.1 Pembuatan ekstrak etanol

Pembuatan ekstrak dilakukan secara perkolasi dengan menggunakan pelarut

etanol 96%.

Cara kerja :

Sebanyak 350 g serbuk simplisia dimasukkan ke dalam bejana tertutup,

lalu direndam dengan cairan penyari etanol selama 3 jam. Massa dimasukkan ke

dalam perkolator, lalu pelarut etanol dituang secukupnya sampai terdapat selapis

larutan penyari di atas serbuk sumplisia, mulut perkolator ditutup dengan plastik

dan aluminium foil dan dibiarkan selama 24 jam. Kran perkolator dibuka setelah

24 jam dan cairan perkolat dibiarkan menetes 1 ml/menit. Perkolasi dihentikan

apabila sebanyak 500 mg cairan perkolat diuapkan di atas penangas air tidak

meninggalkan sisa. Perkolat diuapkan dengan menggunakan rotary evaporator

pada suhu tidak lebih dari 40o C. Bagan alur pembuatan ekstrak teripang dapat

dilihat pada Lampiran 9, halaman 51.

3.6.2 Fraksinasi dengan n-heksana

Dilakukan dengan metode ekstraksi cair-cair (ECC) ekstrak etanol dengan

pelarut n-heksana.

Cara kerja:

Sejumlah 10 g ekstrak teripang ditimbang dan dilarutkan dalam 10 ml

etanol, ditambah 50 ml air suling, kemudian diekstraksi dengan n-heksana

sebanyak 50 ml menggunakan corong pisah yang diulang sebanyak tiga kali.

Lapisan n-heksana dipisahkan dan kemudian diuapkan hingga diperoleh fraksi n

-heksana kental. Bagan alur fraksinasi n-heksana dapat dilihat pada Lampiran 10,

(43)

3.7 Analisis Ekstrak Teripang secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Ekstrak n-heksana dianalisis secara KLT menggunakan plat pra lapis tipis

silika gel 60 F

254, dan sebagai fase gerak digunakan campuran n-heksana-etilasetat

dengan perbandingan (100:0), (90:10), (80:20), (70:30), (60:40), (50:50) dan

(40:60) serta sebagai penampak bercak digunakan pereaksi Libermann-Burchard.

Cara kerja :

Ekstrak diencerkan dengan n-heksana, ditotolkan pada plat pra lapis tipis

silika gel 60 F

254, dimasukkan ke dalam bejana yang telah jenuh dengan uap fase

gerak dan ditutup rapat. Plat dikeluarkan dari bejana setelah elusi selesai dan

diamati secara visual, lalu disemprot dengan pereaksi Libermann-Burchard, plat

dipanaskan di oven pada suhu 1050 C selama 10 menit, diamati kembali warna

bercak dan dihitung harga Rf. Hasil analisis KLT senyawa steroid/triterpenoid

ekstrak n-heksana dapat dilihat pada Lampiran 11, halaman 53.

3.8 Isolasi Senyawa Steroid/Triterpenoid secara KLT Preparatif

Ekstrak n-heksana teripang diisolasi secara KLT preparatif, sebagai

penampak bercak digunakan pereaksi Liebermann-Burchard dan sebagai fase gerak

digunakan n-heksana-etilasetat (70:30) dan fase diam silika gel 60 F254.

Cara kerja:

Ekstrak diencerkan dengan n-heksana, ditotolkan berupa pita pada jarak 2

cm dari tepi bawah plat KLT berukuran 20x20 cm yang telah diaktifkan, setelah

kering plat KLT dimasukkan ke dalam bejana yang telah jenuh dengan uap fase

gerak, pengembang dibiarkan naik membawa komponen yang ada, setelah mencapai

batas pengembangan plat dikeluarkan dari bejana lalu dikeringkan. Bagian tengah

(44)

disemprot dengan penampak bercak Liebermann-Burchard kemudian dikeringkan

dalam oven pada suhu 105℃. Bagian tengah plat yang sejajar dengan bercak

berwarna merah ungu dikerok dan dikumpulkan, direndam dengan metanol satu

malam lalu disaring kemudian pelarutnya diuapkan, dilakukan uji kemurnian dengan

KLT terhadap isolat yang diperoleh. Bagan isolasi steroid/triterpenoid secara KLT

preparatif dapat dilihat pada Lampiran 12, halaman 54. Gambar hasil KLT preparatif

dapat dilihat pada Lampiran 13, halaman 55.

3.9 Uji Kemurnian Isolat secara KLT Dua Arah

Isolat hasil isolasi dilakukan uji kemurnian secara KLT dua arah

menggunakan dua sistem pengembang yang berbeda kepolaran. Fase gerak I

n-heksana-etilasetat (70:30) dan fase gerak II toluen-etilasetat (80:20).

Cara kerja:

Isolat ditotolkan pada plat pra lapis silika gel 60 F254 lalu dielusi memakai

fase gerak I yaitu n-heksana-etilasetat (70:30) hingga mencapai batas

pengembangan, kemudian plat dikeluarkan dari dalam bejana dan dikeringkan,

setelah plat kering dielusi kembali dengan arah yang berbeda 90℃ memakai fase

gerak II yaitu toluen-etilasetat (80:20), disemprot dengan memakai penampak

bercak Liebermann-Burchard, setelah itu plat dipanaskan pada suhu 105℃ selama

10 menit lalu diamati warna yang terbentuk. Hasil uji kemurnian isolat dapat

dilihat pada Lampiran 14, halaman 56.

3.10 Karakterisasi Isolat

Karakterisasi isolat secara spektrofotometri ultraviolet dan

spektrofotometri inframerah dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas

(45)

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Kimia, Serpong, Provinsi Banten.

3.10.1 Karakterisasi isolat secara spektrofotometri UV

Cara kerja:

Karakterisasi isolat secara spektrofotometri UV dilakukan dengan cara

melarutkan isolat dengan metanol kemudian dimasukkan kedalam kuvet yang telah

dibilas dengan larutan sampel dan diukur panjang gelombang maksimumnya pada

panjang gelombang 200–400 nm. Hasil karakterisasi isolat dengan spektrofotometri

UV dapat dilihat pada Lampiran 15, halaman 57.

3.10.2 Karakterisasi isolat secara spektrofotometri IR

Cara kerja:

Karakterisasi isolat secara spektrofotometri IR dilakukan dengan cara

mencampurkan isolat dengan 100 mg kalium bromida kemudian dimasukkan ke

dalam cell holder spektrofotometri inframerah serta diukur pada bilangan

gelombang 400-4000 cm-1. Hasil karakterisasi isolat dengan spektrofotometri IR

dapat dilihat pada Lampiran 16, halaman 58.

3.10.3 Karakterisasi isolat secara spektrofotometer massa (MS)

Cara kerja:

Karakterisasi isolat dilakukan secara kromatografi cair-spektrofotometri

massa dengan cara melarut isolat dengan metanol kemudian diinjeksikan ke dalam

alat mass spectra (Lc-Ms). Analisis dilakukan dengan sistem electrospray

ionization, kemudian dibaca hasil dari Lc-MS. Hasil spektrofotomer massa dapat

(46)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Teripang

Hasil identifikasi teripang yang dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian Oseanografi Jakarta adalah teripang jenis

Pearsonothuria graffei (Semper, 1868), marga Pearsonothuria, suku

Holothuriidae, bangsa Aspidochirotida, kelas Holothuroidea dan filum

Echinodermata (Tobing, 2015).

4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia

Secara makroskopis, tubuh teripang segar berbentuk lonjong menyerupai

bentuk timun dengan panjang sekitar 65 cm dengan lebar 10 cm, dengan mulut

pada salah satu ujungnya dan anus pada ujung lainnya. Tubuhnya lunak dan

berlendir, permukaan tubuhnya berwarna coklat dengan bintik-bintik berwarna

hitam. Diameter tubuh bagian tengah lebih besar dari bagian ujungnya, yaitu

bagian mulut dan anus.

Pemeriksaan makroskopis terhadap simplisia yaitu simplisia berwarna

lebih pucat dan mengkerut. Pemeriksaan organoleptis terhadap teripang segar

yaitu berbau spesifik sedangkan serbuk simplisia berwarna cream, rasa asin, dan

berbau spesifik.

Hasil pemeriksaan mikroskopik pada serbuk simplisia menunjukkan

adanya spikula berbentuk buttons (kancing), meja semu (pseudo-tables), batang

(rods). Berdasarkan Purcell, dkk (2012) Pearsonothuria graffei (Semper, 1868)

(47)

(pseudo-tables) yang berasal dari dinding tubuh.

Hasil pemeriksaan karakteristik teripang yang diperoleh dari hasil

pemeriksaan yang dilakukan oleh Tobing, (2015) dapat dilihat pada Tabel 4.1

berikut ini:

Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia Pearsonothuria graffei

No. Karakteristik

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode azeotropi (destilasi toluen),

penetapan kadar sari larut air dan kadar sari larut etanol, kadar abu total dan abu

tidak larut asam dilakukan menggunakan metode gravimetri. Tabel 4.1

menunjukkan kadar air simplisia teripang sebesar 9,47%. Berdasarkan standar

mutu teripang kering yaitu (SPI-KAN/02/29/1987) sesuai surat Keputusan

Menteri RI no.701/Kpts/TP.830/10/1987 yang tercantum pada Tabel 4.1 kadar air

dari teripang kering tidak lebih dari 20%, sehingga kadar air dari simplisia

Pearsonothuria graeffei (Semper, 1868) memenuhi persyaratan.

Kadar air yang lebih besar dari 10% dapat menjadi media pertumbuhan

kapang dan jasad renik lainnya. Tujuan dari penetapan kadar air adalah untuk

memberikan batasan minimal atau rentang tentang besarnya kandungan air di

dalam bahan (Depkes RI, 2000).

Kadar sari larut air yaitu 36,56% hal ini menunjukkan bahwa teripang

(48)

seperti saponin dan garam. Kadar sari larut etanol yaitu 24,01% menunjukkan

adanya senyawa yang dapat larut etanol seperti steroid/triterpenoid, gikosida,

lemak dan kolagen.

Kadar abu total yaitu 28,75% menunjukkan bahwa kadar abu teripang

tinggi, disebabkan karena teripang mengandung berbagai mineral seperti garam

dan kalsium karbonat dari spikula (Bodrbar, dkk., 2011). Tujuan dari penetapan

kadar abu total adalah memberikan gambaran kandungan mineral internal dan

eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak (Depkes RI,

2000). Kadar abu tidak larut asam yaitu 3,66% yang termasuk dalam abu tidak

larut asam adalah silikat. Kadar abu tidak larut asam juga memenuhi persyaratan

mutu teripang kering yaitu (SPI-KAN/ 02/29/1987) sesuai surat Keputusan

Menteri Pertanian RI No. 701/Kpts/TP.830/10/1987.

4.3 Hasil Pemeriksaan Golongan Senyawa

Hasil pemeriksaan golongan senyawa terhadap serbuk simplisia teripang

dapat dilihat pada Tabel 4.2 sebagai berikut:

Tabel 4.2 Hasil pemeriksaan golongan senyawa teripang Pearsonothuria graeffei

Keterangan: (+) Positif : mengandung golongan senyawa () Negatif : tidak mengandung golongan senyawa

Hasil pemeriksaan golongan senyawa terhadap serbuk simplisia, ekstrak

etanol dan fraksi n-heksana teripang Pearsonothuria graeffei diperoleh pada

(49)

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa serbuk simplisia dan ekstrak etanol mengandung

saponin, karena pada uji busa terbentuk busa yang stabil melalui pengocokkan

dengan air panas dan tidak hilang dengan penambahan HCl 2 N. Serbuk simplisia

dan esktrak etanol teripang positif mengandung glikosida, pada penambahan

pereaksi Molish dan asam sulfat pekat terbentuk cincin ungu (Depkes RI, 1995).

Ketiganya positif mengandung steroid/triterpenoid yang berwarna biru-hijau

hingga merah ungu setelah penambahan pereaksi Liebermann-Burchard

(Robinson, 1995).

4.4 Ekstraksi

Sejumlah 350 g serbuk simplisia diekstrasi dengan cara perkolasi

menggunakan pelarut etanol 96% sehingga diperoleh ekstrak etanol sebanyak 22,4

g. Fraksinasi ekstrak etanol dilakukan menggunakan metode ekstraksi cair-cair

dengan pelarut n-heksana sehingga diperoleh ekstrak n-heksana sebanyak 2,06 g.

4.5 Isolasi Senyawa Steroid/Triterpenoid

Analisis KLT dari ekstrak n-heksana dilakukan dengan fase gerak

n-heksana:etilasetat dengan perbandingan (100:0), (90:10), (80:20), (70:30),

(60:40), (50:50), (40:60) menunjukkan bahwa fase gerak yang paling baik adalah

n-heksana-etilasetat (70:30) karena menghasilkan pemisahan noda yang paling

baik yaitu diperoleh dua noda yang berwarna merah ungu dengan penampak noda

Liebermann-Burchard.

Pemisahan senyawa steroid/triterpenoid dilanjutkan secara KLT preparatif

menggunakan fase gerak terbaik yaitu n-heksana-etilasetat (70:30) dengan

Gambar

Gambar makroskopik teripang Pearsonothuria graeffei .....
Gambar 2.1 Morfologi tubuh teripang (Purcell, dkk., 2012)
Gambar 2.2 Struktur aglikon triterpenoid
Gambar 2.5 Sistem penomoran steroid
+5

Referensi

Dokumen terkait

Pada Penulisan Ilmiah ini, diuraikan pembuatan animasi pengenalan bahasa Jepang dengan menggunakan Macromedia Flash MX, yang dalam penulisannya terdapat abjad dan angka dalam

Untuk itu penulis mencoba membuat situs yang berisi informasi seputar resepresep soto daerah ditambah dengan diberikannya keterangan lokasi atau alamat tempat soto itu

Pemasukan Ternak Sapi Perah Bibit + Potong di Provinsi Kalimantan Timur

[r]

Implementasinya Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: PT

As the learning outcomes during being motivated to study in IMI, the author would try to make a statistic in order to measure these results from different point of view of

Continuing progression toward service- and information-based urban economies, especially in the North but increasingly also in the South: in both, development of an internal

Model pembelajaran nested (tersarang) adalah salah satu metode pembelajaran terpadu yang mengintegrasikan kurikulum di dalam satu disiplin ilmu secara khusus meletakkan