INFOTAINMENT DALAM ETIKA JURNALISME
Studi Pada Tayangan “Insert” Siang TransTv Tanggal 2 Februari 2012 Hingga 2Maret 2012
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Malang
Sebagai Persyaratan untuk Mendapatkan Gelar Sarjana (S-1)
Oleh:
Muhammad Nor Gusti 07220092
Konsentrasi Jurnalistik dan Studi Media
Jurusan Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Malang
LEMBAR PENGESAHAN
Nama : Muhammad Nor Gusti
NIM : 07220092
Konsentrasi : Jurnalistik dan Study Media
Judul Skripsi : Infotainment dalam Etika Jurnalisme
Telah dipertahankan dihadapkan dengan Dewan Penguji Skripsi
Jurusan Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Malang
Dan dinyatakan LULUS
Pada Hari : Sabtu
Tanggal : 28 April 2012
Tempat : Ruang 609
Mengesahkan,
Dekan FISIP UMM
Dr. Wahyudi, M.Si
Dewan Penguji :
1. Nasrullah , M.Si Penguji I ( )
2. Widya Yutanti, MA Penguji II ( )
3. Drs. Farid Rusman M.Si Penguji III ( )
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayahnya sehingga penyusunan skripsi ini dapat berjalan dengan lancar dan
tepat waktu. Skripsi ini berjudul “Infotainment dalam Etika Jurnalisme”
Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam penyelesaian studi Strata –
1 pada Universitas Muhammadiyah Malang, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Jurusan Ilmu Komunikasi.
Dalam penyusunan Skripsi ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Farid Rusman, Drs., M.Si., Pembimbing I yang telah membimbing penulis
dalam menyusun karya ilmiah ini. Bapak Abdullah Masmuh, Drs., M.Si.,
Pembimbing II atas saran, bimbingan, dan arahannya dalam penyusunan karya
ilmiah ini.
2. Orang tua, nenek, kakak, dan adik-adik penulis yang senantiasa menyalurkan
semangat dan kasih sayang yang tiada henti kepada penulis.
3. Saudara-saudara penulis yang kehadirannya memberikan kesejukan dan
senyumannya yang membuahkan optimisme pada penulis untuk terus maju
menapaki jalan-jalan semangat dalam hidup ini.
4. Teman-teman angkatan 2007 atas kebersamaan dan dukungannya selama penulis
menyelesaikan Usulan Penelitian.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini jauh dari kata Sempurna, untuk itu
kritik dan saran yang bersifat membangun kami sampaikan terima kasih.
Hormat kami,
DAFTAR ISI
COVER ...
LEMBAR PERSETUJUAN ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii
BERITA ACARA BIMBINGAN ... iv
LEMBAR PERSEMBAHAN ... v
ABSTRAKSI ... viii
E. Signifikansi Penelitian ... 7
BAB II TINJAUAN TEORETIS ... 8
A. Televisi Sebagai Medium Komunikasi Massa ... 8
1. Media Massa dalam Pendekatan Teoretis ... 11
B. Ekonomi Politik Media Massa ... 15
1. Dimensi Ideologi dan Kepentingan ... 18
2. Ideologi dan Realitas Teks ... 28
3. Mode Informasi Kapitalistik Menjungkir Balik Etika ... 32
C. Infotainment dan Jurnalisme ... 33
1. Pandangan AJI dan PWI tentang Infotainment ... 35
2. Apakah Infotainment Sebagai Industri Hiburan ... 37
D. Infotainment dan Etika Jurnalisme ... 39
Kode Etik Profesi Sarana Regulasi Kegiatan Pers ... 39
E. Definisi Konseptual ... 42
1. Teks dan Fungsi Interpretatif ... 42
2. Interpretasi Fungsi Deskriptif Metafora ... 45
3. Interpretasi Fungsi Transformatif Metafora ... 45
4. Berita adalah Produk Jurnalisme ... 46
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 49
A. Metode Penelitian ... 49
1. Hermeneutika dan Metode Penafsiran ... 49
2. Hermeneutika Paul Ricouer ... 54
3. Analisis Isi Kuantitatif ... 56
B. Tipe dan Pendekatan Penelitian... 58
C. Fokus Penelitian ... 59
D. Unit Analisis Penelitian ... 60
E. Teknik Pengumpulan Data ... 60
F. Analisis Data ... 61
BAB IV HASIL DAN ANALISIS DATA... 64
A. Deskripsi Umum Objek Penelitian ... 64
1. Sejarah Singkat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) ... 64
2. “Insert Siang” ... 70
B. Lampiran Teks Kode Etik ... 71
C. Pembahasan Hasil Temuan ... 76
D. Infotainment dalam Etika Jurnalisme ... 104
BAB V PENUTUP ... 112
A. Kesimpulan ... 112
B. Saran ... 113
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Presentase Keakuratan Berita dari Kredibilitas Narasumber ... 86
Tabel 2. Indikator Keakuratan Berita dari sisi Aktual ... 87
Tabel 3. Indikator Adil dan Berimbang ditinjau dari Kelengakapan 5W+1... 88
Tabel 4. Indikator Adil dan Berimbang ditinjau dari sisi Cover Both Side ... 90
Tabel 5. Indikator adanya Berita yang mengandung Opini Pribadi ... 91
Tabel 6. Indikator Perilaku Menyudutkan, Mengintimidasi dan memaksa Narasumber ... 93
Tabel 7. Indikator Penggunaan Kamera dan Mic Tersembunyi ... 94
Tabel 8. Indikator menjadikan Berita sebagai Bahan Tertawaan/Lelucon ... 95
Tabel 9. Indikator Presenter mengambil Kesimpulan Sendiri ... 97
Tabel 10. Indikator Presenter yang memihak atau menghakimi Narasumber ... 98
DAFTAR PUSTAKA
Amar, M. Djen, 1984, Hukum Komunikasi Jurnalistik, Penerbitan Alumni
Bandung.
Amir, H Mafri, 1999, Etika Komunikasi Massa dalam Pandangan Islam, PT
Logos Wacana Ilmu, Jakarta
Anwar, Rosihan, 1996, Wartawan dan Kode Etik Jurnalistik, PT. Jurnalindo
Aksara Grafika, Jakarta
Apter, David E.,1996, Pengantar Analisa Politik. LP3ES, Jakarta.
Armada, Wina SA., 1993, Menggugat Kebebasan Pers, Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta
Assegaf, Ja’far, 1991, Jurnalistik Masa Kini, Ghalia Indonesia, Jakarta
Bakker, Anton dan Zubair, Achmad 1990, Metodologi Penelitian Filsafat,
Kanisius, Yogyakarta.
Bungin, Burhan. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif-Aktualisasi Metodologis
ke Arah Ragam Varian Kontemporer. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada Rosdakarya.
Burton, Grame, 2011. Membincangkan Televisi, Jalasutra, Yogyakarta.
Hardiman, F. Budi, 2008, Kritik Ideologi, Kanisius, Yogyakarta
Harsono Andreas, 2010. Agama Saya adalah Jurnalisme, Kanisius, Yogyakarta
Hidayat, Deddy, dkk., 2000, Pers dalam Revolusi Mei : Runtuhnya Sebuah
Hegemoni, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Kaelan, 2002, Filsafat Bahasa : Realitas Bahasa, Logika Bahasa, Hermeneutika
dan Postmodernisme, Paradigma, Yogyakarta.
Krippendorf, Klaus. (1991). Analisis isi pengantar teori dan metodologi. Jakarta :
Rajawali Press
Kuswandi, Wawan, 1996, Komunikasi Massa: Sebuah Analisis Media Televisi,
Rineke Cipta, Jakarta
Mudjia Rahardjo, 2007, Hermeneutika Gadamerian : Kuasa Bahasa dalam
Wacana Politik Gusdur, UIN Malang Press.
MQuaill, Denis, 2000, Mass Comunnication Theory, Sage Publication, London.
Nurudin, 2009, Jurnalisme Masa Kini, Rajawali Pers, Jakarta.
Palmer, Richard. E, 2005, Hermeneutika Teori Baru Mengenai Interpretasi,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Rafiek, Akhmad, 2010, Teori Sastra, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Rakhmat, Jalaluddin, 2000, Psikologi Komunikasi, PT Remadja Rosda Karya,
Bandung
Ricoeur, Paul, 2006, Hermeneutika Ilmu Sosial, Kreasi Wacana, Yogyakarta.
Santosa, Hedi Pudjo, 2011. Menelisik Lika Liku Infotainment, Jalasutra,
Yogyakarta.
Sobur, Alex, 2001, Etika Pers : Profesionalisme dengan Nurani, Humaniora
Utama Press, Bandung
Sugiyono, 2009, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Alfabeta,
Jakarta
Sumaryono, 1999, Hermeneutik Sebuah Metode Filsafat, Kanisius, Yogyakarta
Suseno, Franz Magnis, 1992, Filsafat Sebagai Ilmu Kritis, Kanisius, Yogyakarta
Syahputra, Iswandi, 2006. Jurnalistik Infotainment Kancah Baru Jurnalistik
Tebba, Sudirman, 2005, Jurnalistik Baru , Kalam Indonesia, Jakarta
Wimmer, Roger & Dominick, Joseph R., 1991, Mass Media Research : An
Introduction, Wadsworth Publishing Company, Belmont California.
Wirodono, Sunardian. 2006. Matikan tv-mu!teror media televisi di Indonesia.
Yogyakarta : Resist Book.
Non-Buku :
http://ikomunikita.blogspot.com/2008/05/komunikasi-dalam-fenomenologi-dan.html/diakses tanggal 10 Juli 2011 jam 19.35
http://sarwono.staff.uns.ac.id/2010/07/23/fenomenologi-dan-hermeneutika-3/diakses tanggal 10 Juli 2011 jam 19.35
Interpretasi_teks_dalam_hermenutika_PaulRicoeur/eprints.com/diakses tanggal 12_agustus_2011 jam 19.40
Hermeneutika_Sebagai_SistemInterpretasi/eprints.com/ diakses tanggal 12_agustus_2011 jam 19.40
http://www.transtv.co.id/insertsiang/diaksestanggal_5_januari_2012.
1 BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Akhir-akhir ini, infotainment menjadi program acara terfavorit di
tengah masyarakat. Beberapa stasiun televisi menempatkan infotainment
sebagai “senjata” ampuh mereka untuk mendapatkan ratting terbaik dari stasiun televisi lainnya. Setiap harinya, stasiun televisi menayangkan 2
hingga 3 kali program infotainment, hingga mengalahkan program-program
siaran televisi lainnya. Padahal program-program lainnya tentu tak kalah
menarik dengan program infotainment tersebut. Infotainment berasal dari
sebuah kata information dan entertainment. Dalam kaitannya infotainment
merupakan serangkaian proses penyampaian informasi melalui media massa
baik cetak ataupun elektronik yang berhubungan dengan hiburan
(entertainment). Senada dengan yang dikemukakan Alexis S. Tan :, “media
massa mempunyai 4 fungsi utama diantaranya to inform, to educate, to
entertain, to persuade”. Namun dalam konteks yang terjadi sekarang, media
massa hanya memenuhi kebutuhan fungsi utamanya sebagai hiburan (to
entertain) sehingga perlu adanya penyesuaian dalam menterjemahkan dan
mengaplikasikan 4 fungsi media massa yang disebutkan Alexis S. Tan.
Media muncul sebagai kelas baru ditengah masyarakat yang
2
banyak melakukan dosa-dosa. Tujuh dosa media menurut Paul Johnson
adalah (1) distorsi informasi, (2) dramatisasi fakta, (3) mengganggu privasi,
(4) pembunuhan karakter (character assassination), (5) eksploitasi seks, (6)
meracuni benak pikiran anak-anak dan (7) penyalahgunaan kekuasaan.1
Berita-berita mengenai hiburan sekarang sudah berkembang begitu
pesat pada stasiun televisi ditanah air, yang dulunya hanya sebatas
mengenai informasi yang bersifat menghibur sekarang berubah menjadi
seputar kehidupan para artis yang begitu kompleks, seperti perkawinan,
perceraian, dan lain-lain. Bukan hanya kehidupan para artis yang begitu
kompleks, ternyata jurnalispun mengalami nasib yang sama. Kompleksitas
yang terjadi pada jurnalis pada sekarang ini ialah, mengenai disorientied
tentang fungsi dan kerja sebagai seorang jurnalis. Jurnalis yang seharusnya
menyampaikan berita yang benar-benar yang berkualitas kini berubah
menjadi seorang jurnalis yang menyalahi etika. Baik jurnalis tv ataupun
jurnalis cetak kini kurang begitu menyadari kesadaran dalam beretika,
seharusnya jurnalis harus sadar dalam tindakannya yang dipengaruhi oleh
etika, hukum, dan norma-norma. Artinya jurnalis, bukan bebas begitu saja
sehingga bisa berbuat seenaknya. Ada regulasi yang harus dipatuhi oleh
jurnalis agar memenuhi standar kompetensi mereka sebagai jurnalis yang
1
3 beretika. Namun yang terjadi justru bertentangan dengan standar
kompetensi yang dimiliki oleh seorang jurnalis2.
Bill Kovach (2010 : 15) mengemukakan, ada 9 elemen penting yang
nantinya dapat menentukan kompetensi seorang jurnalis. Pertama
kebenaran, yang dimaksud kebenaran disini ialah bukanlah kebenaran dalam
tataran ideologis, dan filosofis. Tetapi adalah kebenaran fungsional yang
dimiliki setiap lembaga atau instansi. Misalkan, seorang hakim memutuskan
vonis penjara kepada seorang terdakwa, keputusan ini diyakini benar karena
adanya kebenaran fungsional yang dimiliki seorang hakim merupakan
kebenaran yang sudah diatur pada aturan-aturan tertentu. Namun apa yang
disebut kebenaran fungsional senantiasa bisa direvisi, seorang hakim bisa
saja salah dalam memberikan vonis bebas, ketika bukti-bukti yang
menguatkan seorang terdakwa tersebut itu tidak ada.
Kedua adalah loyalitas, kepada siapa seorang jurnalis menempatkan
loyalitasnya ?, seorang jurnalis setidaknya harus bisa menempatkan dirinya
sebagai pekerja sosial yang mampu mengakomodir kepentingan masyarakat
bukan kepentingan bisnisnya sehingga dapat memberikan prestise yang
tinggi bagi perusahaan media tersebut. Berbeda dengan perusahaan lainnya,
media justru harus bisa memberikan berita yang menjual mutu kualitas
daripada hanya untuk kepentingan profit belaka. Jadi yang dimaksud
2
4
loyalitas seorang jurnalis ialah loyalitas kepada warga Negara. Ketiga ialah
disiplin verifikasi, intisari jurnalisme ialah melakukan verifikasi setiap
berita yang akan dilaporkan atau disiarkan kepada masyarakat, karena
disiplin verifikasi ini yang akan membedakan jurnalisme dengan fiksi, seni,
hiburan, bahkan propaganda sekalipun. Ada yang berpendapat, bahwa
seorang jurnalis harus mengerti infotainment agar mampu memahami
batas-batas yang dimiliki, karena infotainment hanya berfokus pada apa yang
menarik perhatian pembaca, dan pendengar, sedangkan jurnalisme meliput
kepentingan masyarakat yang mungkin saja bisa menghibur atau tidak sama
sekali.
Keempat, ialah independensi seorang wartawan terhadap apa yang
mereka liput, artinya seorang jurnalis harus memiliki nilai-nilai
independensi yang kukuh terhadap apa yang akan mereka hidangkan ke
tengah-tengah masyarakat. Yang sangat sering terjadi saat ini adalah
maraknya budaya “amplop” terhadap seorang wartawan yang belum tentu
memiliki nilai berita yang berkualitas. Namun mewujudkan independensi
bukanlah hal yang mudah, karena seorang jurnalis akan dipengaruhi oleh
banyak hal dan banyak pihak. Kelima adalah sebagai pemantau kekuasaan,
artinya peran media sebagai anjing penjaga sangatlah diperlukan dalam
mengawasi peran dan kinerja para penguasa yang ada. Bukan kepada
penguasa ataupun pemilik modal, melainkan kepada masyarakat. Peran
5 datangi orang tidak dikenal, maka si anjing penjaga ini harus
menggonggong agar si tuan rumah bisa mengambil sikap. Sebagai anjing
penjaga peran pers sebagai lembaga control pemerintah memang sangat
diperlukan, bukan berarti pers bisa seenaknya melakukan pengawasan yang
bersifat subjektif melainkan harus objektif.
Keenam adalah jurnalisme harus mengadakan sebuah forum untuk
kritik dan komentar public, artinya media baik cetak maupun elektronik
harus menyediakan ruang agar para pembaca ataupun pemirsa bisa
memberikan pendapat kepada media terkait, baik kritik ataupun saran
sehingga dapat menjaga kualitas perusahaan media massa tersebut. Pada
harian Kompas misalkan, pada rubrik surat pembaca, ada tajuk rencana
yang dijadikan sebagai ruang kepada masyarakat untuk memberikan kritik
ataupun saran harian tersebut. Ketujuh adalah wartawan harus membuat hal
yang penting menjadi menarik dan relevan, artinya seorang wartawan harus
bisa mengemas beberapa isu penting menjadi hal yang menarik dan relevan
sehingga para pembaca menjadi tidak bosan. Hal ini tergantung dari siapa
yang dijadikan narasumber agar bobot berita yang di miliki tidak kehilangan
kualitasnya.
Kedelapan adalah menjaga berita yang proporsional dan
komprehensif, seorang jurnalis harus bisa menjaga beritanya agar tetap
proporsional dan komprehensif sehingga perusahaan media tidak akan
6
memanfaatkan judul berita sensasional demi menarik perhatian
pembacanya, namun tidak korelasi dengan isi beritanya sama sekali. Sangat
ketika banyak jurnalis di Indonesia bersifat seperti itu. Surat kabar yang
proporsional ibarat seorang musisi, karena kemahirannya memainkan alat
music. Semakin dia mampu menunjukan kualitasnya sebagai seorang musisi
maka dia tidak akan kehilangan para pendengarnya, begitu juga dengan
surat kabar. Terakhir adalah wartawan harus bisa mendengarkan suara
hatinya. Ini merupakan sesuatu yang tidak mudah untuk dilakukan, namun
ini adalah sebuah prinsip yang memang harus dipegang agar seorang
jurnalis tidak mudah di ombang ambingkan oleh atasannya. Namun
kebanyakan, para atasan seolah-olah memposisikan dirinya sebagai orang
yang sangat penting dalam menentukan kebijakan pada media yang di
pimpin sehingga para jurnalis tidak berani menentang.
Kasus-kasus yang terjadi sekarang ini misalnya, seorang jurnalis tidak
bisa membedakan kebenaran yang akan disampaikan kepada penikmat
berita. Contohnya, banyak terlihat berita tentang perceraian, ataupun
mengarah pada persoalan rumah tangga orang lain. Bahkan membias dari 9
elemen Jurnalisme yang dipaparkan oleh Bill Kovach sehingga sangat
disayangkan ketika seorang jurnalis bekerja namun tidak menggunakan
kaidah-kaidah jurnalistik yang baik. Bahkan regulasi yang diatur
berdasarkan UU No 40 Tahun 1999 tidak bisa mengatur para jurnalis
7
regulasi yang telah disahkan3. Kita bisa melihat beberapa contoh tayangan
infotainment seperti misalnya, Insert ataupun silet, 2 program infotainment
ini merupakan program dari stasiun televisi yang berbeda. Program insert
yang tayang 3 kali seharinya menjadikan program ini sebagai trendsetter
infotainment. Banyak stasiun televisi lainnya yang menyiarkan program
siaran infotainment agar tidak kalah bersaing dengan insert.
Dalam kode etik jurnalistik, dijelaskan bahwa penyampaian berita
ataupun informasi tidak boleh menyinggung suatu hal yang bersifat privasi.
Namun yang terjadi saat ini, para kebanyakan jurnalis tidak menjadikan
kode etik ini sebuah fondasi dalam melakukan tugas dan fungsinya sebagai
penyambung lidah masyarakat. Bahkan sering informasi yang di beritakan
oleh infotainment menjadi bias karena hanya menyangkut public figure,
sehingga tidak menemukan substansi dari berita yang disampaikan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi rumusan masalah adalah Bagaimana Infotainment dalam Etika Jurnalisme ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana infotainment dalam etika Jurnalisme.
2. Untuk mengetahui apakah infotainment dapat disebut sebagai
Jurnalistik Infotainment
3
8 D. Signifikansi Penelitian
1. Akademis
Secara akademik penelitian ini berguna bagi mahasiswa jurusan
Ilmu Komunikasi khususnya pada konsentrasi Jurnalistik. Selain
itu, penelitian ini akan dijadikan sebagai referensi untuk penelitian
selanjutnya
2. Praktis
Penelitian ini akan dapat menjadi referensi bagi para jurnalis
infotainment dalam memberikan berita Infotainment yang
Indonesia, sehingga terbentuk jurnalis infotainment yang