• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektifitas Mengunyah Keju Cheddar Terhadap Peningkatan Konsentrasi Ion Kalsium Saliva Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Efektifitas Mengunyah Keju Cheddar Terhadap Peningkatan Konsentrasi Ion Kalsium Saliva Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/ Kesehatan Gigi Masyarakat

Tahun 2015

Christina Kosasih

Efektifitas mengunyah keju cheddar terhadap peningkatan konsentrasi ion kalsium saliva pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara ix + 30 halaman

(2)

perlakuan pada kelompok mengunyah keju cheddar dengan kelompok kontrol dilakukan dengan uji t. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan konsentrasi ion kalsium dalam saliva yang signifikan antara sebelum mengunyah 1,67 ± 0,44 µg/ml, sesudah mengunyah 3 menit yaitu 4,63 ± 2,21 µg/ml dan setelah 5 menit perlakuan menjadi 2,34 ± 0,89 µg/ml (p<0,05) sedangkan tidak terdapat peningkatan yang signifikan pada kelompok kontrol, yaitu sebelum mengunyah 1,61 ± 0,54 µg/ml sesudah mengunyah 3 menit 2,16 ± 1,22 µg/ml dan setelah 5 menit perlakuan 2,15 ± 0,77 µg/ml (p>0,05). Dapat disimpulkan bahwa mengunyah keju cheddar efektif dalam meningkatkan konsentrasi ion kalsium dalam saliva sehingga dapat mencegah terjadinya karies.

(3)

EFEKTIFITAS MENGUNYAH KEJU

CHEDDAR

TERHADAP

PENINGKATAN KONSENTRASI ION KALSIUM SALIVA

PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran gigi

Oleh:

CHRISTINA KOSASIH NIM: 110600088

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 26 Februari 2015

Pembimbing Tanda tangan

Gema Nazri Yanti,drg.,M.Kes. ………

(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 27 Februari 2015

TIM PENGUJI

KETUA : Prof Sondang Pintauli,drg., Ph.D ANGGOTA : 1. Prof. Lina Natamiharja,drg., SKM

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya serta segala kemudahan yang diberikan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan, pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada:

1. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort, Ph.D., Sp. Ort, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Sondang Pintauli, drg., Ph.D., selaku Ketua Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/Kesehatan Gigi Masyarakat Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dan dosen penguji, atas segala saran, dukungan dan bantuan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. Gema Nazri Yanti, drg., M.Kes, selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, panduan, saran dan motivasi kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

4. Prof. Lina Natamiharja, drg., SKM, selaku Tim Penguji skripsi yang telah banyak memberikan saran dan ide yang bermanfaat kepada penulis agar dapat disusun skripsi dengan lebih teratur.

5. Seluruh staf pengajar dan pegawai FKG USU terutama di Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/Kesehatan Gigi Masyarakat atas masukan dan bantuan yang diberikan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

(7)

7. Dr. Trelia Boel, drg., M.Kes., Sp.RKG(K) selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

8. Prof. Dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD., Sp.JP(K) selaku ketua Komisi Etik Penelitian bidang kesehatan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan persetujuan pelaksanaan penelitian ini.

9. Teristimewa kepada orang tua tercinta ayahanda Ke Kai Hen dan ibunda Dewi yang selalu memberikan dorongan moril, materil dan doa kepada penulis serta kepada saudara penulis, Suryadi atas doa dan dukungannya.

10. Sahabat-sahabat terbaik penulis yaitu Sumery, Fredysen, Sutanto, Jennifer, Alvin, Novia, Ingrid, Fenny, Vandersun, Jessica, Fellicia, dan Elisabeth yang telah memberikan dukungan dan telah bersedia meluangkan waktu dalam membantu penelitian serta teman-teman seangkatan yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas semangat dan dukungan yang diberikan kepada penulis.

11. Teman-teman terkasih yaitu, Chandra, Veranita, Mery, Baby, Aprilia, Erlin, Juliana, Linda yang telah memberikan doa dan dukungan.

Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dan keterbatasan ilmu dalam skripsi ini. Namun, dengan kerendahan hati penulis mengharapkan semoga hasil karya atau skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu dan masyarakat.

Medan, 26 Februari 2015

Penulis

Christina Kosasih

(8)

DAFTAR ISI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Saliva ... 6

2.4 Metode Pengukuran Konsentrasi Ion Kalsium dalam Saliva... 12

2.5 Kerangka Konsep ... 14

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 15

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 15

3.3 Populasi dan Sampel ... 15

3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 16

3.4.1 Variabel Penelitian ... 16

3.4.2 Definisi Operasional ... 16

(9)

3.6 Alur Penelitian ... 19 3.7 Pengolahan dan Analisis Data ... 20 BAB 4 HASIL PENELITIAN

4.1 Konsentrasi Ion Kalsium Awal Perlakuan ... 21 4.2 Konsentrasi Ion Kalsium Sebelum dan sesudah mengunyah 3

menit ... 22 4.3 Konsentrasi Ion Kalsium sesudah mengunyah 3 menit dan

setelah 5 menit perlakuan ... 22

BAB 5 PEMBAHASAN ... 24 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 26 6.2 Saran ... 26

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Rata-rata konsentrasi ion kalsium sebelum mengunyah pada kelompok

mengunyah keju cheddar dan kelompok mengunyah paraffin wax ... 21

2. Rata-rata konsentrasi ion kalsium sebelum mengunyah sesudah mengunyah 3 menit pada kelompok mengunyah keju cheddar dan

kelompok mengunyah paraffin wax ... 22

3. Selisih rata-rata konsentrasi ion kalsium sebelum mengunyah dan sesudah mengunyah 3 menit pada kelompok mengunyah keju cheddar

dan kelompok mengunyah paraffin wax ... 22

4. Rata-rata konsentrasi ion kalsium sesudah mengunyah 3 menit dan setelah 5 menit perlakuan pada kelompok mengunyah keju cheddar

dan kelompok mengunyah paraffin wax ... 23

5. Selisih rata-rata konsentrasi ion kalsium sesudah mengunyah 3 menit dan setelah 5 menit perlakuan pada kelompok mengunyah keju

cheddar dan kelompok mengunyah paraffin wax ... 23

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Lembaran pencatatan data

2. Surat persetujuan komisi etik penelitian

3. Surat keterangan telah melakukan penelitian di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara

4. Dokumentasi prosedur penelitian di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara

(12)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu penyakit gigi dan mulut yang masih menjadi masalah utama di bidang kedokteran gigi adalah karies.1 Karies merupakan penyakit multifaktorial dan kronis yang terjadi karena terdapat empat faktor yang saling berinteraksi, yaitu: host (pejamu), agent (mikroorganisme), substrat (makanan), dan time (waktu).2 Proses karies diawali dengan fermentasi karbohidrat oleh bakteri yang menghasilkan asam, seperti asam laktat dan asam asetat. Asam tersebut mengakibatkan pH rongga mulut rendah dan terjadinya demineralisasi enamel.1,3

Saliva akan berperan sebagai sistem pertahanan melawan karies dengan menetralkan pH rongga mulut.4 Selain itu, saliva memiliki peran penting yang lain, seperti: lubrikasi, cleansing, sebagai ion reservoir (kalsium, phosphorus, dan fluoride) untuk remineralisasi enamel dan menjaga mikroflora dalam rongga mulut.5 Saliva berfungsi menjaga keseimbangan mikrobial kariogenik dan nonkariogenik yang akan mempengaruhi proses karies.4

Faktor lain yang sangat mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut adalah nutrisi yang berasal dari makanan. Nutrisi mempengaruhi pembentukan dan perkembangan dari jaringan mulut dimulai sejak janin terbentuk. Ketidakseimbangan nutrisi dapat berakibat terjadinya malformasi jaringan mulut dan elemen gigi, keterlambatan erupsi gigi, perubahan kualitas dan kuantitas saliva, dan kerentanan terhadap penyakit gigi dan mulut, seperti lesi pada mukosa, penyakit periodontal, dan karies.6

(13)

yaitu 1,6% sedangkan Required Treatment Index (RTI) atau besarnya kerusakan yang belum ditangani sebesar 25,2%.7

Prevalensi karies yang masih tinggi di beberapa negara menjadi alasan para ahli untuk mencari alternatif pencegahan terjadinya karies gigi.1,8 Pencegahan karies gigi yang paling mudah dilakukan adalah mengonsumsi sumber makanan antikariogenik, seperti produk susu.8,9 Menurut Shawl et al, produk susu dapat mengurangi insidens terhadap terjadinya karies.2 Produk susu mengandung kalsium, fosfat, kasein, dan lemak yang mampu menjaga kesehatan rongga mulut dengan cara meningkatkan pH rongga mulut, mencegah demineralisasi enamel, dan meningkatkan remineralisasi enamel.10,11

Golongan protein yang paling banyak dijumpai pada produk susu adalah kasein, yaitu sekitar 80% dan dijumpai pada protein susu sapi dalam bentuk suspensi partikel yang disebut casein miscelles.2,12 Kasein memiliki manfaat yang luas yaitu sebagai antibakterial, mencegah pertumbuhan dan perlekatan Streptococcus mutans.13 Casein phosphopeptides-amorphous calcium phosphate (CPP–ACP) juga berperan dalam mekanisme antikariogenesis, yaitu proses penggabungan dan difusi ion kalsium dan fosfat inorganik ke plak gigi guna mencegah terjadinya demineralisasi dan meningkatkan proses remineralisasi.13-15

Keju merupakan salah satu produk susu yang kaya protein, lemak, mineral dan vitamin larut lemak (A, D, E, K) dan banyak diteliti saat ini.1,2 Keju telah dikenal dan dikonsumsi beribu–ribu tahun yang lalu dan telah mengalami perkembangan pengetahuan dan teknologi dalam pembuatan keju.16 Lebih dari 500 jenis keju di seluruh dunia (misalnya, keju edams, blue, cheddar, dan keju mozzarella) dengan tekstur, nutrisi dan rasa yang berbeda.16,17 Keju memiliki kandungan laktosa yang rendah sehingga dapat dikonsumsi oleh mereka yang memiliki laktosa intoleransi.18

(14)

et al. melakukan penelitian dengan meminta subjek mengonsumsi 5 gram keju yang berbeda dalam 1 menit dan mengukur pH plak selama 30 menit. Keju Gouda, blue, Swiss, cheddar dan mozzarella menunjukkan tidak ada atau hanya sedikit penurunan dari pH normal plak (pH normal plak berkisar 6,0-7,0 dan pH setelah mengonsumsi keju menunjukkan lebih tinggi dari 6,0). Wefel dan Jensen menunjukkan bahwa keju dapat melindungi gigi dan bersifat antiasidogenik. Mereka melakukan penelitian dengan meminta subjek untuk mengonsumsi keju dan berkumur larutan sukrosa 10%. Pengukuran pH plak menunjukkan pH 6,5.1

Ravishankar et al. melakukan penelitian mengenai pH plak gigi setelah mengonsumsi beberapa produk susu. Sampel terdiri atas 68 subjek dan dibagi menjadi 4 kelompok secara acak dengan mengonsumsi produk masing-masing keju cheddar (n=8, 10 gr), susu (n=8, 15ml), yogurt (n=8, 10 gr), dan paraffin wax sebagai kontrol (n=10, 5gr) selama 3 menit. Subjek diminta untuk tidak menggosok gigi selama 48 jam agar terdapat akumulasi plak yang adekuat untuk diukur pH plak sebelum perlakuan. pH plak diukur pada menit ke 10, 20, dan 30. Hasil menunjukkan bahwa peningkatan tertinggi terlihat pada keju cheddar pada menit ke 10 yaitu dari 6,54 ± 0,46 menjadi 6,85 ± 0,54 sedangkan pada kelompok kontrol mengalami peningkatan dari 6,51 ± 0,44 menjadi 6,60 ± 0,42.11

(15)

dan secara bertahap mengalami penurunan hingga menit kedelapan setelah mengonsumsi keju.19

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti ingin melakukan penelitian untuk mengetahui efektifitas mengunyah keju cheddar terhadap peningkatan konsentrasi ion kalsium saliva sebelum, sesudah mengunyah keju cheddar 3 menit, dan setelah 5 menit perlakuan pada mahasiswa FKG USU dengan menggunakan metode spektofotometri serapan atom (SSA). Peneliti memilih keju cheddar karena keju cheddar memiliki konsistensi yang dapat menstimulus aliran saliva, memiliki kandungan kalsium yang tinggi, banyak dikonsumsi masyarakat di Indonesia, harga yang tidak terlalu mahal dan mudah didapat.

1.2Rumusan Masalah

Apakah terdapat perbedaan konsentrasi ion kalsium pada saliva sebelum, sesudah mengunyah keju cheddar 3 menit, dan setelah 5 menit perlakuan pada mahasiswa FKG USU Medan

1.3Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui perbedaan konsentrasi ion kalsium pada saliva sebelum, sesudah mengunyah keju cheddar 3 menit, dan setelah 5 menit perlakuan pada mahasiswa FKG USU Medan.

Tujuan khusus penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui rata-rata konsentrasi ion kalsium pada saliva sebelum, sesudah mengunyah keju cheddar 3 menit, dan setelah 5 menit perlakuan pada mahasiswa FKG USU Medan.

2. Untuk mengetahui perbedaan rata–rata konsentrasi ion kalsium pada saliva sebelum dan sesudah mengunyah keju cheddar 3 menit pada mahasiswa FKG USU Medan.

(16)

1.4 Hipotesis Penelitian

Ada efek mengunyah keju cheddar terhadap peningkatan konsentrasi ion kalsium pada saliva.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Untuk masyarakat:

Sebagai bahan penyuluhan kepada masyarakat bahwa keju adalah salah satu makanan yang baik untuk mencegah terjadinya karies.

2. Untuk Departemen:

Sebagai referensi tambahan bagi penelitian-penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan pengaruh mengonsumsi keju terhadap kesehatan rongga mulut.

3. Untuk Peneliti:

(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Saliva

Saliva merupakan cairan oral yang disekresikan oleh tiga pasang kelenjar utama (parotid, submandibula, dan sublingual) dan beberapa kelenjar minoryang disalurkan melalui duktus–duktus ke dalam mulut. Saliva mengandung 99% air dan sisanya berupa ion (natrium, kalium, klorida, kalsium, bikarbonat, fosfat, fluoride, magnesium), dan komponen organik. Komponen organik saliva berupa musin, urea, asam lemak glukosa, bakteri, dan substansi antibakteria. Makromolekul yang juga ditemukan di dalam saliva seperti protein, amilase, peroksidase, lisozim, IgA, IgM, dan IgG.20,21

2.1.1 Ion Kalsium dalam Saliva

Kalsium merupakan salah satu elektrolit yang penting di dalam saliva. Konsentrasi normal kalsium dalam saliva adalah 1,35-2,5 mmol/L dengan konsentrasi tertinggi berasal dari kelenjar submandibula, yaitu 3,7 mmol/L.22 Komposisi saliva dipengaruhi oleh aliran saliva. Aliran saliva yang mengalami peningkatan akan menambah konsentrasi protein total, sodium, klor, bikarbonat, kalsium dan meningkatkan pH. Konsentrasi kalsium pada saliva juga akan mengalami peningkatan pada penderita fibrosis kistik dan orang yang mengonsumsi obat pilocarpine. Kalsium memiliki fungsi penting dalam saliva, yaitu membentuk ikatan

yang kuat dengan α-amilase yang berperan sebagai co–factor yang penting dalam fungsinya sebagai enzim. Selain itu, kalsium juga berperan dalam mencegah terjadinya demineralisasi enamel dengan cara menjaga pH netral saliva, yaitu berkisar 6,7-7,4.5

2.1.2 Fungsi Saliva

(18)

1. Membantu pengecapan

Aliran saliva terbentuk di dalam acini dan bersifat isotonik. Ketika saliva mengalir melalui duktus, konsentrasi saliva akan berubah menjadi hipotonik. Konsentrasi hipotonik saliva akan melarutkan substansial yang memungkinkan gustatory buds menerima rasa/aroma yang berbeda.

2. Membantu berbicara

Lidah memerlukan saliva sebagai pelumas selama berbicara. 3. Sebagai lubrikasi

Saliva akan membentuk seromukosal yang berfungsi untuk melindungi jaringan rongga mulut dari iritasi. Musin yang merupakan protein dalam saliva berperan sebagai pelumas, mencegah dehidrasi, dan menjaga viskoelastisitas saliva.

4. Membantu pencernaan

Kandungan enzim ptialin berfungsi untuk memecah karbohidrat menjadi maltose, maltotriosa, dan dekstrin. Saliva juga berperan dalam pembentukan bolus makanan.

5. Buffer

Saliva berperan sebagai sistem buffer dengan menjaga agar pH rongga mulut tetap netral dan mencegah kolonisasi mikroorganisme patogen.

6. Menjaga intergritas enamel

Saliva berperan dalam proses demineralisasi dan remineralisasi enamel dengan menjaga kestabilan hidroksiapatit enamel yang dapat membebaskan ion kalsium, fosfat dan fluoride.

2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Laju Aliran Saliva

(19)

Faktor yang mempengaruhi laju aliran saliva adalah: 5 1. Derajat hidrasi

Derajat hidrasi atau cairan tubuh merupakan faktor yang paling mempengaruhi sekresi aliran saliva. Ketika tubuh kekurangan air 8%, laju aliran saliva berkurang hingga mencapai nol. Sebaliknya, hiperhidrasi akan meningkatkan laju aliran saliva.

2. Posisi tubuh dan cahaya

Posisi berdiri merupakan posisi dengan laju aliran saliva tertinggi bila dibandingkan dengan posisi duduk ataupun berbaring. Pada posisi berdiri, laju aliran saliva mencapai 100%, pada posisi duduk mencapai 69% dan pada posisi berbaring 25%. Aliran saliva juga dipengaruhi oleh cahaya. Pada ruangan gelap, laju aliran saliva akan berkurang 30-40%.

3. Obat-obatan

Penggunaan obat tertentu, seperti obat kolinergik, antihistamin, antidepresan, antihipertensi dapat mengurangi laju aliran saliva.

4. Usia

Laju aliran saliva pada usia yang lebih tua akan mengalami penurunan karena proses aging yang terjadi pada kelenjar saliva. Sel adiposa akan menggantikan sel parenkim kelenjar saliva.

5. Efek psikis

Berfikir mengenai makanan atau melihat makanan yang asam atau makanan yang disukai pada saat lapar akan meningkatkan aliran saliva.

2.2 Metode Pengumpulan Saliva Beberapa metode pengumpulan saliva: 21

1. Metode Spitting

Subjek diinstruksikan untuk menundukkan kepala selama beberapa menit. Saliva dibiarkan terakumulasi di dasar mulut dan subjek meludahkan ke wadah yang telah disediakan.

(20)

Subjek diinstruksikan untuk menundukkan kepala. Saliva dibiarkan mengalir dari bibir bawah ke dalam wadah yang disediakan.

3. Metode Suction

Saliva diasprirasi secara terus menerus dari dasar mulut ke dalam wadah yang disediakan dengan menggunakan saliva ejektor.

2.3 Keju

Keju adalah salah satu produk olahan susu yang berbentuk padat.23 Keju memiliki bentuk dan rasa yang berbeda–beda, tergantung jenis susu yang digunakan (susu sapi, kuda, kerbau, kambing), jenis bakteri yang dipakai dalam fermentasi dan lama proses fermentasi.17 Walaupun terdapat ratusan jenis keju di seluruh dunia, keju secara mendasar dibuat dengan cara yang sama, yaitu: 24

1. Pasteurisasi yang dilakukan untuk membunuh bakteri patogen 2. Pengasaman dengan menambahkan asam laktat

3. Penggumpalan kasein yang dilakukan dengan bantuan enzim rennet. Enzim rennet merupakan enzim dihasilkan oleh lambung binatang mamalia yang mengandung enzim protease yang memisahkan susu menjadi bagian padat dan cair

4. Pemisahan whey dan curd. Curd atau dadih biasanya dipotong guna mengeluarkan air dadih (whey) yang lebih banyak

5. Pencetakan dan pressing. Penekanan biasanya tergantung dari tingkat kekerasan keju yang diinginkan

6. Pengasinan 7. Pemeraman

2.3.1 Komposisi dan Manfaat Keju

(21)

anak dan konsumsi buah–buahan dan sayuran dengan menu makanan yang beragam. Keju juga memiliki kandungan laktosa yang rendah sehingga dapat dikonsumsi oleh mereka yang memiliki laktosa intoleransi.18

Keju juga memiliki peran dalam mengurangi insidens karies. Mengunyah keju dapat menstimulus aliran saliva yang berguna untuk self cleansing dan melindungi gigi dari asam dengan meningkatkan pH saliva. Kalsium dan fosfor yang terkandung di dalam keju dapat mengurangi proses demineralisasi dan meningkatkan remineralsasi enamel.2,25 Selain itu, kandungan lemak pada keju juga berfungsi sebagai antimikrobial.1

Kasein merupakan nama golongan protein fosfoprotein yang paling sering dan paling banyak ditemukan dalam produk susu termasuk di keju. Kasein dijumpai dalam bentuk suspensi partikel, yaitu casein miscelles yang berfungsi untuk memodifikasi komposisi mikrobial dari plak dengan cara mengurangi kemampuan kariogenik. Selain itu, kasein yang terkandung dalam produk susu juga akan

mengalami adhesi dalam saliva melalui pengikatan α-, β- dan ҡ-kasein dengan Streptococcus mutans. Peptida yang diperoleh dari β- dan ҡ-kasein yaitu caseinglycomacropeptide (CGMP) dan casein phospopeptide (CPP) dapat mengurangi adhesi Streptococcus mutans dengan menghambat perlekatannya ke permukaan gigi serta dapat menghambat pertumbuhan dari bakteri.2,13,26

(22)

menerima ion kalsium dan fosfat sehingga menekan demineralisasi dan meningkatkan remineralisasi.2,13,25

2.3.2 Jenis Keju27,28

Berdasarkan teksturnya, keju dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Keju lunak (soft cheese)

Keju lunak biasanya mempunyai kulit yang tipis dan berbentuk krim di tengahnya. Pada proses pembuatannya, keju lunak biasanya tidak dipress dan tidak dimasak. Keju lunak berwarna putih atau keemasan dengan konsentrasi air adalah 60-75%. Keju lunak biasanya digunakan dalam pembuatan kue dan makanan penutup. Keju lunak juga dikenal dengan sebutan keju segar (fresh cheese). Contoh keju lunak adalah Brie, ricotta, cottage.

2. Keju semi lunak (semi soft cheese)

Pada pembuatan keju semi lunak biasanya sedikit dipress dan dimasak atau tidak dimasak. Keju semi lunak dapat diiris dengan mudah dan konsentrasi air pada keju ini sekitar 61-68%. Keju semi lunak memiliki permukaan yang halus dan biasanya dimakan dengan roti. Contoh keju lunak adalah blue, feta, mozzarella, Havarti.

3. Keju semi keras (semi hard cheese)

Keju semi keras biasanya disimpan dalam waktu yang lama (sekitar 3 bulan sampai 2 tahun) sampai kelembaban keju berkurang hingga 40-50%. Pada proses pembuatannya, keju semi keras dapat dimasak maupun tidak. Karena tekstur yang lumayan keras, keju ini sangat baik untuk dimasak, diparut, maupun untuk dilelehkan. Contoh keju semi keras adalah keju Edam, St Paulin dan Port Salut.

4. Keju keras (hard cheese)

Keju keras biasanya disimpan dalam waktu yang sangat lama hingga konsentrasi air mencapai 30-40%. Keju ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

a. Tekstur tertutup, contohnya: Gouda, cheddar, Colby, dan provolone

b. Tekstur terbuka (mempunyai lubang-lubang pada permukaannya), seperti: Swiss cheese, Ementalerc cheese, Gruyere cheese

(23)

Keju sangat keras mempunyai konsentrasi air 30-35%. Pada proses pembuatannya, keju ini ditekan dan disimpan paling sedikit dua tahun. Contoh keju sangat keras adalah keju romano, Parmesan, pecorino.

A B C

D E

Gambar 1 : A. Keju lunak, B. Keju semi lunak, C. Keju semi keras, D. Keju keras tekstur tertutup, E. Keju keras tekstur terbuka, F. Keju sangat keras.29

2.4 Metode Pengukuran Konsentrasi Ion Kalsium dalam Saliva30

Spektofotometri atom adalah teknik yang digunakan untuk menentukan substansi di larutan, baik unsur organik maupun unsur nonorganik dalam spesi atom dan sering digunakan dalam laboratorium. Beberapa metode yang dapat digunakan untuk mendapatkan atom bebas dan untuk mengukur penyerapan atau emisi radiasi adalah, sebagai berikut:

(24)

Spektofotometri Emisi Nyala merupakan teknik spektofotometri yang mengukur atom tereksitasi. Biasanya, teknik ini hanya digunakan untuk mengukur golongan alkali seperti sodium, potasium, dan lithium. Spektofotometri emisi nyala kurang akurat karena memiliki ketelitian rendah untuk perhitungan bersifat kuantitatif.

b. Spektofotometri Serapan Atom (SSA)

Spektofotometri serapan atom adalah teknik spektofotometri yang mengukur atom ground state. Atom ground state ini akan menyerap radiasi dari gelombang elektromagnetik yang berasal dari elemen tertentu. Konsentrasi suatu atom dapat dihitung dengan cara menghitung besarnya absorbsi cahaya oleh atom tersebut. SSA cocok digunakan untuk analisa logam karena sangat selektif dan sensitif.

(25)

2.5 Kerangka Konsep

Sebelum mengunyah

Pengukuran konsentrasi ion kalsium dalam saliva pada kelompok mengunyah keju

cheddar (µg/ml)

Pengukuran konsentrasi ion kalsium dalam saliva pada

kelompok mengunyah paraffin wax (µg/ml)

Sesudah mengunyah 3 menit

(26)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental laboratorium klinis, dengan rancangan pre and post test control group design, yaitu dengan melakukan pengukuran konsentrasi ion kalsium sebelum, sesudah mengunyah 3 menit, dan setelah 5 menit perlakuan pada kelompok mengunyah keju cheddar dan paraffin wax.

3.2Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di klinik IKGP/KGM, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dan pengukuran konsentrasi ion kalsium dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2014 sampai Februari 2015.

3.3Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara angkatan 2011. Fraenkel dan Wallen menyatakan bahwa sampel minimum yang disarankan untuk penelitian eksperimental laboratorium klinis adalah 15 subjek per group.31 Besar sampel yang diambil adalah 30 orang mahasiswa dengan teknik purposive sampling yang dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok mengunyah keju cheddar dan kelompok mengunyah paraffin wax. Pemilihan sampel berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi, sebagai berikut:

Kriteria inklusi:

1. Subjek yang bersedia berpartisipasi

2. Subjek dengan laju aliran saliva normal (LAS tidak terstimulasi adalah 0,3-0,4 mL/min)

(27)

4. Subjek tidak mengonsumsi apapun selama 30 menit sebelum penelitian dimulai

Kriteria eksklusi:

1. Sedang menjalani perawatan ortodonti atau menggunakan protesa

2. Mengonsumsi obat-obatan yang mempengaruhi laju aliran saliva (obat kolinergik, antihistamin, antidepresan, antihipertensi)

3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 3.4.1 Variabel Penelitian

1. Variabel perlakuan:

Mengunyah keju cheddar merek kraft (5 gr) selama 3 menit Mengunyah paraffin wax (5 gr) selama 3 menit

2. Variabel efek: konsentrasi ion kalsium dalam saliva

3.4.2Definisi Operasional

1. Mengunyah keju cheddar merek kraft

Mengunyah keju cheddar sebanyak 5 gr sesuai dengan kebiasaan mengunyah makanan selama 3 menit tanpa ditelan.

2. Mengunyah paraffin wax

Mengunyah paraffin wax sebanyak 5 gr sesuai dengan kebiasaan mengunyah makanan selama 3 menit tanpa ditelan.

3. Konsentrasi ion kalsium

Besar konsentrasi ion kalsium dalam saliva diukur dengan metode Spektofotometer Serapan Atom (SSA) sebelum, sesudah mengunyah 3 menit, dan setelah 5 menit perlakuan pada kelompok mengunyah keju cheddar dan paraffin wax.

3.5 Prosedur Penelitian

(28)

2. Subjek diinstruksikan untuk tidak mengonsumsi apapun selama 30 menit sebelum penelitian.

3. Pengambilan sampel saliva awal dengan metode spitting, yaitu subjek menundukkan kepala, tidak menggerakkan lidah dan menjaga bibirnya tetap tertutup, serta tidak melakukan gerakan menelan selama 5 menit. Kemudian subjek diminta meludahkan saliva yang telah terkumpul dengan posisi kepala menunduk dan ditampung ke dalam vial yang telah diberi label dan disimpan di dalam icebox yang berisi icepack.

4. Segera setelah pengambilan sampel saliva awal, sampel tersebut dibawa ke laboratorium penelitian farmasi.

5. Sampel saliva dipipet sebanyak 1ml dan dimasukkan ke dalam labu takar 25 ml, diencerkan dengan akuades sampai garis tanda dan larutan dihomogenkan. Larutan sampel kemudian disaring dengan kertas saring ke dalam vial. Kemudian dilakukan pengukuran konsentrasi ion kalsium (pengukuran I, baseline) dengan metode SSA.

6. Dilakukan kalibrasi pada alat oleh laboran dengan cara: larutan baku kalsium (1000 µg/ml) dipipet sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml lalu diencerkan dengan akuades hingga garis tanda. Larutan tersebut (10 µg/ml) dipipet sebanyak 2,5; 5; 7,5; 10; dan 12,5 ml, kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam labu takar 25 ml dan diencerkan dengan akuades sampai garis tanda dan diperoleh larutan berkonsentrasi 1,2,3,4,5 µg/ml. Larutan tersebut diukur dengan SSA pada panjang gelombang absorbansi maksimum 422,7 nm dan dibuat kurva kalibrasi untuk larutan standar kalsium.

7. Subjek dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok mengunyah keju cheddar dan kelompok mengunyah paraffin wax.

(29)

9. Sampel saliva dibawa ke laboratorium penelitian farmasi.

10. Sampel saliva disaring terlebih dahulu dengan kertas saring kemudian ekstraknya dipipet sebanyak 1ml dan dimasukkan ke dalam labu takar 25 ml, diencerkan dengan akuades sampai garis tanda dan larutan dihomogenkan. Larutan sampel kemudian disaring dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam vial dan siap diukur konsentrasi ion kalsiumnya (pengukuran II).

11. Kalibrasi alat dilakukan kembali oleh laboran sama seperti kalibrasi awal. 12. Subjek diinstruksikan untuk tidak mengonsumsi apapun selama 5 menit setelah pengukuran ke II.

13. Subjek dalam keadaan istirahat dengan kepala menunduk, tidak menggerakkan lidah dan menjaga bibirnya tetap tertutup, serta tidak melakukan gerakan menelan selama 5 menit, kemudian subjek diminta meludahkan saliva yang telah terkumpul dengan posisi kepala menunduk dan ditampung ke dalam vial yang telah diberi label dan disimpan di dalam icebox yang berisi icepack.

14. Sampel saliva dibawa ke laboratorium penelitian farmasi.

15. Sampel saliva dipipet sebanyak 1ml ke dalam labu takar 25 ml, diencerkan dengan akuades sampai garis tanda dan larutan dihomogenkan. Larutan sampel kemudian disaring dengan kertas saring ke dalam vial dan siap diukur konsentrasi ion kalsiumnya (pengukuran III).

(30)

3.6 Alur Penelitian

Subjek penelitian diminta untuk tidak makan atau minum 30 menit sebelum sampel saliva awal diambil di klinik IKGP/KGM

pukul 09.00 WIB

Sampel saliva baseline ditampung dengan metode spitting ke dalam vial kemudian

disimpan di dalam icebox

Sampel saliva ditampung dengan metode spitting ke dalam vial dan disimpan di dalam icebox.

Pemeriksaan konsentrasi ion kalsium setelah mengunyah 3 menit di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU

Subjek diinstruksikan untuk tidak mengonsumsi apapun selama 5 menit Pemeriksaan konsentrasi ion kalsium sebelum mengunyah keju cheddar/paraffin wax di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU

Kelompok mengunyah paraffin wax (5 gr)

selama 3 menit Kelompok mengunyah

keju cheddar (5 gr) selama 3 menit

Pemeriksaan konsentrasi ion kalsium 5 menit setelah perlakuan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU

(31)

3.7 Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan secara komputerisasi dengan memasukkan data ke dalam program komputer untuk dianalisis dengan uji statistik.

a. Univariat: untuk menghitung rata-rata konsentrasi ion kalsium sebelum, sesudah mengunyah 3 menit dan setelah 5 menit perlakuan pada kelompok mengunyah keju cheddar dan paraffin wax.

(32)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Konsentrasi Ion Kalsium Awal Perlakuan (Baseline)

Pada kelompok mengunyah keju cheddar, rata-rata konsentrasi ion kalsium sebelum mengunyah 1,67 ± 0,44 µg/ml sedangkan rata-rata konsentrasi ion kalsium kelompok kontrol 1,61 ± 0,54 µg/ml. Hasil uji t menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara konsentrasi ion kalsium awal (baseline) kelompok mengunyah keju cheddar dan kelompok kontrol (p=0,756) (Tabel 1).

Tabel 1. Rata-rata konsentrasi ion kalsium sebelum mengunyah pada kelompok mengunyah keju cheddar dan kelompok mengunyah paraffin wax

4.2Konsentrasi Ion Kalsium Sebelum dan Sesudah Mengunyah 3 menit

Pada kelompok mengunyah keju cheddar, rata-rata konsentrasi ion kalsium sebelum mengunyah adalah 1,67 ± 0,44 µg/ml dan sesudah 3 menit mengunyah meningkat menjadi 4,63 ± 2,21 µg/ml. Pada kelompok kontrol, rata- rata konsentrasi ion kalsium sebelum mengunyah adalah 1,61 ± 0,54 µg/ml dan meningkat menjadi 2,16 ± 1,22 µg/ml. Hasil uji t menunjukkan terjadi peningkatan konsentrasi ion kalsium yang signifikan pada kelompok mengunyah keju cheddar (p=0,000) sedangkan pada kelompok mengunyah paraffin wax tidak terdapat peningkatan yang signifikan (p=0,104) (Tabel 2).

Kelompok n Rata-rata konsentrasi ion kalsium ( ±SD) (µg/ml)

Hasil uji statistik Mengunyah keju

Cheddar 15 1,67 ± 0,44

p= 0,756 Mengunyah paraffin

(33)

Tabel 2. Rata-rata konsentrasi ion kalsium sebelum mengunyah dan sesudah mengunyah 3 menit pada kelompok mengunyah keju cheddar dan kelompok mengunyah paraffin wax

Selisih rata-rata konsentrasi ion kalsium antara sebelum dan sesudah mengunyah 3 menit pada kelompok mengunyah keju cheddar adalah 2,96 ± 1,96 µg/ml sedangkan selisih rata-rata konsentrasi ion kalsium pada kelompok mengunyah paraffin wax adalah 0,55 ± 1,22 µg/ml. Hasil uji t menunjukkan ada perbedaan konsentrasi ion kalsium yang signifikan antara kelompok mengunyah keju cheddar dan mengunyah paraffin wax (p=0,000) (Tabel 3).

Tabel 3. Selisih rata-rata konsentrasi ion kalsium sebelum mengunyah dan sesudah mengunyah 3 menit pada kelompok mengunyah keju cheddar dan kelompok mengunyah paraffin wax

Kelompok n Selisih rerata sebelum dan sesudah mengunyah 3 menit ( ±SD) (µg/ml)

Pada kelompok mengunyah keju cheddar, rata-rata konsentrasi ion kalsium sesudah mengunyah 3 menit adalah 4,63 ± 2,21 µg/ml dan setelah 5 menit menjadi 2,34 ± 0,89 µg/ml. Pada kelompok mengunyah paraffin wax, rata-rata konsentrasi ion

Kelompok n

(34)

kalsium sesudah mengunyah 3 menit adalah 2,16 ± 1,22 µg/ml dan setelah 5 menit menjadi menjadi 2,15 ± 0,77 µg/ml. Hasil uji t menunjukkan terjadi penurunan konsentrasi ion kalsium yang signifikan pada kelompok mengunyah keju cheddar (p=0,005) sedangkan pada kelompok mengunyah paraffin tidak terjadi penurunan yang signifikan (p=0,974) (Tabel 4).

Tabel 4. Rata-rata konsentrasi ion kalsium sesudah mengunyah 3 menit dan setelah 5 menit perlakuan pada kelompok mengunyah keju cheddar dan kelompok mengunyah paraffin wax

Selisih rata-rata konsentrasi ion kalsium antara sesudah mengunyah 3 menit dan setelah 5 menit perlakuan pada kelompok keju cheddar adalah 2,29 ± 2,67 µg/ml sedangkan selisih rata-rata konsentrasi ion kalsium pada kelompok paraffin wax adalah 0,11 ± 1,34 µg/ml. Hasil uji t menunjukkan terdapat perbedaan konsentrasi ion kalsium yang signifikan antara kelompok mengunyah keju cheddar dan mengunyah paraffin wax (p=0,008) (Tabel 5).

Tabel 5. Selisih rata-rata konsentrasi ion kalsium sesudah mengunyah 3 menit dan setelah 5 menit perlakuan pada kelompok mengunyah keju cheddar dan kelompok mengunyah paraffin wax

Kelompok n

Rata-rata konsentrasi ion kalsium

( ±SD)(µg/ml) Hasil uji

Selisih rerata sesudah mengunyah 3 menit dan setelah 5 menit perlakuan

(35)

BAB 5

PEMBAHASAN

Hasil uji statistik konsentrasi ion kalsium sebelum perlakuan menunjukkan tidak ada perbedaan konsentrasi ion kalsium awal (baseline) yang signifikan antara kelompok mengunyah keju cheddar 1,67 ± 0,44 µg/ml dengan kelompok kontrol 1,61 ± 0,54 µg/ml (p>0,05) (Tabel 1). Hal ini mungkin disebabkan pemilihan subjek dilakukan dengan teknik purposive sampling yang memenuhi kriteria inklusi, yaitu subjek yang memiliki LAS normal, DMFT= 1, subjek tidak mengonsumsi apapun selama 30 menit sebelum penelitian, tidak menjalani perawatan ortodonti serta tidak mengonsumsi obat-obatan yang mempengaruhi LAS.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan konsentrasi ion kalsium yang signifikan pada kelompok sebelum mengunyah keju cheddar 1,67 ± 0,44 µg/ml dan sesudah mengunyah 3 menit menjadi 4,63 ± 2,21 µg/ml (p<0,05), sedangkan tidak terdapat peningkatan yang signifikan pada kelompok sebelum mengunyah paraffin wax 1,61 ± 0,54 µg/ml dan sesudah mengunyah 3 menit menjadi 2,16 ± 1,22 µg/ml (p>0,05) (Tabel 2). Peningkatan konsentrasi ion kalsium terjadi karena saat proses pengunyahan, keju cheddar melepaskan ion kalsium ke dalam saliva.2,19 Hasil uji statistik menunjukkan terdapat perbedaan selisih rata-rata konsentrasi ion kalsium antara sebelum dan 3 menit pertama pada kelompok mengunyah keju cheddar 2,96 ± 1,96 µg/ml dan mengunyah paraffin wax 0,55 ± 1,22 µg/ml (p<0,05) (Tabel 3). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Jenkins dan Hargreaves yang menunjukkan bahwa terdapat peningkatan konsentrasi ion kalsium dalam saliva antara sebelum mengunyah yaitu 22 µg/ml dan selama mengunyah keju cheddar menjadi 260 µg/ml.19

(36)

(p<0,05) sedangkan pada kelompok mengunyah paraffin wax tidak mengalami penurunan konsentrasi ion kalsium yang signifikan, yaitu dari 2,16 ± 1,22 µg/ml sesudah mengunyah 3 menit menjadi 2,15 ± 0,77 µg/ml setelah 5 menit perlakuan (p>0,05) (Tabel 4). Hasil uji statistik menunjukkan terdapat perbedaan selisih rata-rata konsentrasi ion kalsium yang signifikan antara sesudah mengunyah 3 menit dengan setelah 5 menit perlakuan pada kelompok mengunyah keju cheddar 2,29 ± 2,67 µg/ml dan mengunyah paraffin wax 0,11 ± 1,34 µg/ml (p>0,05) (Tabel 5). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Jenkins dan Hargreaves yang menunjukkan bahwa terjadi penurunan konsentrasi ion kalsium dalam saliva antara selama mengunyah yaitu 260 µg/ml dan setelah 5 menit perlakuan menjadi 33 µg/ml.19 Penurunan konsentrasi ion kalsium terjadi karena casein phosphopeptides-amorphous calcium phosphate (CPP–ACP) yang terkandung di dalam keju berperan dalam mekanisme antikariogenesis, yaitu proses penggabungan dan difusi ion kalsium dan fosfat inorganik dari saliva ke plak gigi yang berguna untuk mencegah terjadinya demineralisasi dan meningkatkan proses remineralisasi.13-15

(37)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1Kesimpulan

1. Konsentrasi ion kalsium mahasiswa FKG USU pada kelompok sebelum mengunyah keju cheddar adalah 1,67 ± 0,44 µg/ml, sesudah mengunyah 3 menit yaitu 4,63 ± 2,21 µg/ml dan setelah 5 menit perlakuan menjadi 2,34 ± 0,89 µg/ml sedangkan pada kelompok kontrol sebelum mengunyah adalah 1,61 ± 0,54 µg/ml, sesudah mengunyah 3 menit 2,16 ± 1,22 µg/ml dan sesudah 5 menit perlakuan menjadi 2,15 ± 0,77 µg/ml.

2. Terdapat perbedaan yang signifikan antara selisih rata-rata konsentrasi ion kalsium mahasiswa FKG USU sebelum dengan sesudah mengunyah 3 menit pada kelompok mengunyah keju cheddar yaitu 2,96 ± 1,96 µg/ml dan kelompok kontrol 0,55 ± 1,22 µg/ml (p<0,05).

3. Terdapat perbedaan yang signifikan antara selisih rata-rata konsentrasi ion kalsium antara sesudah mengunyah 3 menit dan setelah 5 menit perlakuan pada kelompok mengunyah keju cheddar 2,29 ± 2,67 µg/ml dan kelompok kontrol 0,11 ± 1,34 µg/ml (p<0,05).

4. Keju cheddar terbukti efektif dalam meningkatkan konsentrasi ion kalsium dalam saliva.

6.2Saran

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai:

(38)

2. Keju bisa dikonsumsi sebagai camilan dan dipakai sebagai pengganti selai, gula pasir, coklat.

3. Kepada masyarakat yang kurang menyukai keju disarankan untuk mengonsumsi makanan olahan keju: bolu dengan topping keju, biskuit keju, pizza, dsb.

4. Keterbatasan penelitian ini adalah pengukuran ion kalsium dilakukan pada saliva, disarankan penelitian selanjutnya dilakukan pada plak untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.

(39)

DAFTAR PUSTAKA

1. Veeresha K, Gupta P, Sohi R, et al. Cheese coffee and caries. J Orofacial & Health Sciences 2012; 3(1): 14, 16-17.

2. Siregar D. Peranan kasein dalam pencegahan karies gigi. dentika Dent J 2011; 16(2): 197-200.

3. Stookey G K. The effect of saliva on dental caries. JADA 2008; 139(2): 12. 4. Hurlbutt M, Novy B, Young D. Dental caries: A pH-mediated disease. CDHA J

2010; 25(1): 9.

5. Almeida P, Gregio A, Machado M, et al. Saliva composition and functions: A comprehensive review. J Contemp Dent Pract 2008; 9(3): 2-7.

6. Scardina G, Messina P. Good oral health and diet. J Biomedicine and Biotechnology 2011; 2012: 1-2.

7. Soendoro T. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007. Jakarta 2008: 140, 142,144-5.

8. Ferrazzano G, Cantile T, Ingenito A, et al. New strategies in dental caries prevention: experimental study on casein phosphopeptides. European J Paediatric Dentistry 2007: 183-4.

9. Kashket S, DePaola D. Cheese consumption and the development and progression of dental caries. Nutrition Review 2002; 60(4): 97.

10. Llena C, Forner L, Baca P. Anticariogenicity of casein phosphopeptide- amorphous calcium phosphate: A review of the literature. J Contemp Dent Pract 2009; 10(3): 2.

11. Telgi R, Yadav V, Telgi C, et al. In vivo dental plaque pH after consumption of dairy products. General Dentistry: 56.

12. Aimutis W. Bioactive properties of milk proteins with particular focus on anticariogenesis. J Nutrition 2004: 990.

(40)

14. Farooq I, Moheet I, Imran Z, et al. A review of novel dental caries preventive material: Casein phosphopeptide–amorphous calcium phosphate (CPP-ACP) complex. J Dental Science 2013: 48-9.

15. Agnihotri Y, Pragada N, Patri G, et al. The effect of CPP-ACP on remineralization of artificial caries like lesion: An Invitro study. Ind J Multidisciplinary Dentistry 2012; 2(1): 366.

16. Bastin S. Cheese Basics. University of Kentucky-College of Agriculture 2004: 1. 17. Sameen A, Anjum F, Huma N, et al. Quality evaluation of mozzarella cheese

from different milk sources. Pakistan J Nutrition 2008; 7(6): 253.

18. Bhatia J, Biscsglie R, Diekman C, et al. Safeguarding the health of America’s children: The importance of dairy foods in child nutrition program. National Dairy Council 2009: 8-9.

19. Jenkins G, Hargreaves J. Effect of eating cheese on Ca and P concentration of whole mouth saliva and plaque. Caries Res 1989; 159-161.

20. Ghom A. Textbook of oral medicine. 2nd edition. New Delhi: Jaypee, 2010: 640-1.

21. Berkovitz B, Moxham B, Linden R, et al. Master dentistry. Volume 3. Oral Biology. British: Elesevier, 2011: 79-81.

22. Tyas M. Clinical aspects of salivary biology for dental clinician. J Minim Interv Dent 2008; 1: 10.

23. Chairunnisa H. Aspek nutrisi dan karakteristik organoleptik keju semi keras gouda pada berbagai lama pemeraman. J Ilmu ternak 2007; 7(1): 16.

24. Paxson H. The life of cheese. USA: University of California Press,2013: 46-9. 25. Shakra K. Cariostatic effect of various cheeses on the degree of mineralization of

enamel in situ. JRMS 2013; 20(1): 53.

26. Loveren C, Broukal Z. Functional foods/ingredients and dental caries. Eur J Nutr 2012; 51(2): 21.

(41)

28. Gourment C. A peek at cheese textures: bloomy rind to blue veined to triple crème. <http://www.gourmentcheesedetective.com/cheese-texture.html>. (16 Agustus 2014)

29. Borst A. So you want to be a cheese wiz. <http://www.google.co.id/url? sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=9&cad=rja&uact=8&ved=0CFYQFjA

I&url=http%3A%2F%2Fwww.alainaborst.com%2Fother%2FCheeseProject.pdf&

ei=i6ztU_yuPM268gXy8oKYDg&usg=AFQjCNGicqN0mylBoJ5Te_9omkmWP

AVaQ&bvm=bv.73231344,d.dGc>. (16 Agustus 2014).

30. Christian G. Analytical chemistry. 6th edition. USA: John Wiley &Son,Inc, 2004: 522-5.

(42)

Lampiran 1

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN GIGI PENCEGAHAN/ KESEHATAN GIGI MASYARAKAT

Data Subjek Penelitian

Efektivitas Mengunyah Keju Cheddar dan Paraffin Wax terhadap Peningkatan Konsentrasi Ion Kalsium Saliva pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Sumatera Utara

No. Urut :

Kelompok : Perlakuan / Kontrol

Nama :

Konsentrasi Ion Kalsium (µg/ml) Sebelum

Mengunyah

Sesudah mengunyah 3 menit

Setelah 5 menit perlakuan

(43)

Lampiran 4

Dokumentasi prosedur penelitian di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Penyaringan sampel saliva bercampur Pemipetan 1 ml saliva keju atau paraffin dengan kertas saring ke labu takar 25 ml

Larutan disaring kembali dengan kertas Pengenceran saliva dan

saring whatmann larutan dihomogenkan

Sampel saliva siap diukur konsentrasi

Pengukuran konsentrasi

(44)

Lampiran 5

Hasil Penelitian

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN GIGI PENCEGAHAN/ KESEHATAN GIGI MASYARAKAT

EFEKTIFITAS MENGUNYAH KEJU CHEDDAR TERHADAP PENINGKATAN KONSENTRASI ION KALSIUM SALIVA PADA MAHASISWA FAKULTAS

KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Konsentrasi Ion Kalsium

(45)

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. Sebelum mengunyah

paraffin .094 15 .200

*

.972 15 .886

Sesudah mengunyah 3

menit (Paraffin) .259 15 .008 .860 15 .024

Setelah 5 menit

perlakuan (Paraffin) .123 15 .200

*

.963 15 .753

Sebelum mengunyah

keju .156 15 .200

*

.952 15 .550

Sesudah mengunyah 3

menit (Keju) .227 15 .036 .875 15 .041

Setelah 5 menit

perlakuan (Keju) .222 15 .045 .822 15 .007

(46)

T –Test

Variances t-test for Equality of Means

(47)

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 Sebelum mengunyah keju

1.6707 15 .44524 .11496

Sesudah mengunyah 3 menit

(Keju) 4.6300 15 2.21799 .57268

Pair 2 Sebelum mengunyah paraffin

1.6140 15 .54026 .13950

Sesudah mengunyah 3 menit

(Paraffin) 2.1640 15 1.21643 .31408

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 Sebelum mengunyah keju & Sesudah mengunyah 3 menit

(Keju) 15 .650 .009

Pair 2 Sebelum mengunyah paraffin & Sesudah mengunyah 3 menit (Paraffin)

(48)
(49)

Uji t tidak berpasangan: Selisih rata-rata konsentrasi ion kalsium antara sebelum dan sesudah mengunyah 3 menit pada kelompok mengunyah keju dan kontrol

Group Statistics

Variances t-test for Equality of Means

(50)

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation

Std. Error Mean Pair 1 Sesudah mengunyah 3

menit (Keju) 4.6300 15 2.21799 .57268

Setelah 5 menit perlakuan

(Keju) 2.3360 15 .88647 .22889

Pair 2 Sesudah mengunyah 3

menit (Paraffin) 2.1640 15 1.21643 .31408

Setelah 5 menit perlakuan

(Paraffin) 2.1527 15 .76829 .19837

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 Sesudah mengunyah 3 menit (Keju) & Setelah 5 menit

perlakuan (Keju) 15 -.363 .184

Pair 2 Sesudah mengunyah 3 menit (Paraffin) & Setelah 5 menit

(51)
(52)

Uji t tidak berpasangan : Selisih rata-rata konsentrasi ion kalsium antara sesudah mengunyah 3 menit dan setelah 5 menit perlakuan pada kelompok mengunyah keju dan kontrol

of Variances t-test for Equality of Means

(53)

Gambar

Gambar 1 : A. Keju lunak, B. Keju semi lunak, C. Keju semi keras, D. Keju keras tekstur tertutup, E
Tabel 1. Rata-rata konsentrasi ion kalsium sebelum mengunyah pada kelompok   mengunyah keju cheddar dan kelompok mengunyah paraffin wax
Tabel 2. Rata-rata konsentrasi ion kalsium sebelum mengunyah dan sesudah  mengunyah 3 menit pada kelompok mengunyah keju cheddar dan kelompok mengunyah paraffin wax
Tabel 4.  Rata-rata konsentrasi ion kalsium sesudah mengunyah 3 menit dan setelah 5 menit perlakuan pada kelompok mengunyah keju cheddar dan kelompok mengunyah paraffin wax

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebelum adanya pelaksanaan peer group kedua kelompok memiliki harga diri yang sama yaitu paling banyak kategori sedang, dikarenakan

Se hin^; tujuaci pcnyununaa ak ri psi i n i adalah merrbehao nenrenrd, lennsruh Sictira Upah 'erhadap Ixodukt iv it afl K erja lc da P.!?.. ic nje lasan

Beberapa masalah yang ditimbulkan oleh Rumah makan di berbagai kota biasanya hampir sama seperti masalah kemacetan, kebersihan serta keindahan kota. Ini disebabkan

Pada penelitian tersebut, Prida menggunakan pesan dari atasan kepada bawahan namun sesuai dengan pilihan karyawan, sedangkan untuk penelitian ini lebih memfokuskan

Strategi pemasaran PT Sayuran Siap Saji yaitu menjaga dan meningkatkan kualitas produk agar dapat unggul dalam persaingan, meningkatkan manajemen pemasaran perusahaan

Pada proses pengumpulan data, awalnya penulis mengidentifikasi setiap kata, frase, klausa, kalimat dan paragraf yang merujuk pada tanda-tanda tubuh yang terdapat dalam

espeeyalidad ng aming lah'1,mula sa&#34;.. :MA IWAN·SI JUAN SA TANuHALAN AT SIY!,~AMAN.. .&gt; ANG lU.GLtLINIS.. Iloilo ang

Penderita pasca-stroke sendiri membutuhkan tempat khusus dan penanganan yang khusus, seperti membantu mereka untuk memulihkan kondisi fisik para penderita pasca- stroke