• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kehilangan Tulang Alveolar Maksila Regio Kiri Secara Radiografi Panoramik Dihubungkan Dengan Penyakit Periodontal Pada Masyarakat Kecamatan Medan Selayang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kehilangan Tulang Alveolar Maksila Regio Kiri Secara Radiografi Panoramik Dihubungkan Dengan Penyakit Periodontal Pada Masyarakat Kecamatan Medan Selayang"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

KEHILANGAN TULANG ALVEOLAR MAKSILA REGIO

KIRI SECARA RADIOGRAFI PANORAMIK

DIHUBUNGKAN DENGAN PENYAKIT

PERIODONTAL PADA MASYARAKAT

KECAMATAN MEDAN SELAYANG

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

SITI FIRDHANTY TRIDIANY HAMID 090600004

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Radiologi Dental

Tahun 2013

Siti Firdhanty Tridiany Hamid

Gambaran radiografi panoramik kehilangan tulang alveolar regio

maksila kiri dihubungkan dengan penyakit periodontal pada masyarakat

Kecamatan Medan Selayang

xi + 50 halaman

Radiologi dalam bidang kedokteran gigi berperan penting dalam

menegakkan diagnosis, rencanakan perawatan, prognosis dan mengevaluasi.

Kehilangan tulang alveolar yang disebabkan oleh penyakit periodontal dapat

dideteksi melalui radiografi panoramik. Penelitian ini bertujuan untuk melihat

kehilangan tulang alveolar dikaitkan dengan penyakit periodontal dihubungkan

dengan berbagai faktor risiko. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif

analitik dengan pendekatan cross sectional. Jumlah responden 137 orang

masyarakat di Kecamatan Medan Selayang baik pria maupun wanita yang

berusia diantara 30-70 tahun.

Hasil penelitian menunjukkan 86,1% masyarakat Kecamatan Medan

Selayang mengalami penyakit periodontal dan 60,7% dengan kehilangan tulang

lebih dari 4 mm di regio maksila kiri. Ada hubungan antara penyakit periodontal

dengan kehilangan tulang alveolar dengan berbagai faktor risiko.

(3)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, Februari 2013

Pembimbing: Tanda tangan

1. Dr. Trelia Boel, drg., M.Kes., Sp,RKG (K) ……..………

NIP : 19650214 199203 2 004

2. Amrin Thahir, drg ……..………

NIP : 19510421 198403 1 001

3. Dewi Kartika,drg ……..………

(4)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 21 Februari 2013

TIM PENGUJI

KETUA : Dr. Trelia Boel, drg., M.Kes., Sp,RKG (K)

ANGGOTA : 1. Amrin Thahir, drg

2. Cek Dara Manja, drg., Sp.RKG

3. Dewi Kartika, drg

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan rahmatnya kepada penulis sehingga skripsi dapat selesai disusun untuk memenuhi kewajiban penulis sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada orang tua tercinta Abu saya, Ir. H. Burhanuddin Hamid (Almarhum) dan Umi saya, Hj. Surya Marlita yang memberikan nasehat, cinta dan kasih sayang, didikan, dukungan secara moral dan materil kepada penulis.

Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada: 1. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort, Ph.D., Sp.Ort selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Trelia Boel, drg., M.Kes., Sp.RKG (K) selaku ketua Departemen Radiologi Dental Fakultas Kedokteran Gigi Unuversitas Sumatera Utara atas segala saran dan masukan yang telah diberikan.

3. Dewi Kartika, drg selaku staf pembimbing dalam melakukan kegiatan penelitian dan atas segala saran dan masukan yang telah diberikan.

4. H. Amrin Thahir, drg., Cek Dara Manja, drg., Sp.RKG serta seluruh staf pengajar dan pegawai di Departemen Radiologi Dental Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

5. Ruth Marina, Jasween Kaur, Subadara Devi a/p Devandaran, Leni Khairani Irawan, Nabilah Khairiyah, Wilan Dita Nesyia, Elvita Srie Wahyuni, Savena a/p Bala Kumar yang telah banyak berkontribusi dalam membantu penulis dalam mengumpulkan data di lapangan.

6. Abang-abang saya, M.Irfan Meianda P. Hamid, ST. Ars, MT. IAI dan Hafidz Aulia Rahman, SE, kucing saya, Tiwa serta om Ir. Gunawan Ciptadi yang telah banyak memberikan bantuan, semangat, do’a dan dukungan kepada penulis.

(6)

7. Aryndra Yousfi, SE yang selalu memberikan dorongan, bantuan dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

8. Sahabat-sahabat saya, Hasratul Qadar, Aya Maharani, Astri Yulita, Fathia Amanda, Abdul Hadi, Ivansyah, M. Izzad, M. Effendi, Ferdian Ramadhan, Rian Indah, Ahmad Baqir, Dwi Desmiana, Ade Maya Sari S, Laina Tushiva, Tri Chintami, Sarah Faizah D, Marlina Isma dan sahabat lainnya yang telah memberikan do’a dan dukungan.

9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu dalam pengantar ini.

Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dan keterbatasan ilmu dalam skripsi ini. Akhirnya penulis mengharapkan semoga hasil karya atau skripsi ini dapat bermanfaat dan memberi sumbangan pemikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu pengetahuan dan masyarakat.

Medan, Februari 2013 Penulis,

(………) Siti Firdhanty Tridiany Hamid

NIM: 090600004

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN ...

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...

KATA PENGANTAR ... iv

2.2 Peran Radiografi dalam Mengenali Periodontitis ... 7

2.3 Foto Panoramik ... 9

2.4 Penyakit Periodontal ... 11

2.5 Etiologi ... 12

2.6 Proses Resorpsi Tulang Alveolar pada Penyakit Periodontal .. 14

2.7 Penyakit Periodontal dan Faktor Risiko... 16

2.7.1 Penyakit Periodontal dan Usia ... 17

(8)

2.7.2 Penyakit Periodontal dan Jenis Kelamin ... 17

2.7.3 Penyakit Periodontal dan Kebiasaan Merokok ... 18

2.8 Indeks Periodontal ... 19

2.9 Kerangka Konsep ... 22

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 23

3.3.3.1Kriteria Inklusi ... 26

3.3.3.2Kriteria Eksklusi ... 26

3.4 Variabel dan Definisi Operasional ... 26

3.4.1 Variabel ... 26

3.4.2 Definisi Operasional ... 27

3.5 Prosedur Pengumpulan Data dan Alur Penelitian ... . 28

3.5.1 Prosedur Pengumpulan Data ... 28

3.5.2 Alur Penelitian ... 29

4.2 Hubungan Penyakit Periodontal dengan Usia ... 35

4.3 Hubungan Penyakit Periodontal dengan Jenis Kelamin ... 36

4.4 Hubungan Penyakit Periodontal dengan Kebiasaan Merokok 36 4.5 Kehilangan Tulang Alveolar Regio Maksila Kiri ... 37

BAB 5 PEMBAHASAN ... 38

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 44

6.2 Saran ... 44

(9)

DAFTAR PUSTAKA ... 45

LAMPIRAN

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Kriteria skor periodontal menurut Russell ... 21

2 Kondisi klinis dan skor periodontal ... 22

3 Jumlah penduduk tiap kelurahan yang ada di Kecamatan Medan

Selayang ... 26

4 Definisi operasional ... 28

5 Data statistik jumlah responden berdasarkan status periodontal 33

6 Data statistik jumlah responden berdasarkan usia ... 34

7 Data statistik jumlah responden berdasarkan jenis kelamin ... 34

8 Data statistik jumlah responden berdasarkan kebiasaan merokok 35

9 Data statistik jumlah responden berdasarkan tingkat pendidikan 35

10 Hubungan penyakit periodontal dengan usia ... 36

11 Hubungan penyakit periodontal dengan jenis kelamin ... 37

12 Hubungan penyakit periodontal dengan kebiasaan merokok ... 37

13 Hubungan penyakit periodontal regio maksila kiri dengan

kategori resorpsi tulang alveolar ... 38

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Radiografi panoramik menunjukkan adanya kehilangan tulang

akibat periodontitis kronis ... 9

2 Tahapan penyakit periodontal ... 12

3 Radiografi kehilangan tulang alveolar di regio maksila kiri ... 37

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1 Surat Persetujuan Komisi Etik

2 Lembar Data Personil Peneliti

3 Anggaran Penelitian

4 Jadwal Penelitian

5 Kuesioner

6 Hasil Perhitungan SPSS

(13)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Radiologi Dental

Tahun 2013

Siti Firdhanty Tridiany Hamid

Gambaran radiografi panoramik kehilangan tulang alveolar regio

maksila kiri dihubungkan dengan penyakit periodontal pada masyarakat

Kecamatan Medan Selayang

xi + 50 halaman

Radiologi dalam bidang kedokteran gigi berperan penting dalam

menegakkan diagnosis, rencanakan perawatan, prognosis dan mengevaluasi.

Kehilangan tulang alveolar yang disebabkan oleh penyakit periodontal dapat

dideteksi melalui radiografi panoramik. Penelitian ini bertujuan untuk melihat

kehilangan tulang alveolar dikaitkan dengan penyakit periodontal dihubungkan

dengan berbagai faktor risiko. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif

analitik dengan pendekatan cross sectional. Jumlah responden 137 orang

masyarakat di Kecamatan Medan Selayang baik pria maupun wanita yang

berusia diantara 30-70 tahun.

Hasil penelitian menunjukkan 86,1% masyarakat Kecamatan Medan

Selayang mengalami penyakit periodontal dan 60,7% dengan kehilangan tulang

lebih dari 4 mm di regio maksila kiri. Ada hubungan antara penyakit periodontal

dengan kehilangan tulang alveolar dengan berbagai faktor risiko.

(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Radiologi dalam bidang kedokteran gigi memegang peranan penting dalam menegakkan diagnosis, merencanakan perawatan, menentukan prognosis dan mengevaluasi hasil perawatan. Radiologi dental terutama membantu dalam penegakan diagnosis pada kondisi yang tidak dapat ditegakkan hanya dengan pemeriksaan klinis saja.1 Radiologi dental adalah ilmu kedokteran gigi untuk melihat bagian dalam tubuh manusia menggunakan pancaran atau radiasi gelombang, baik gelombang elektromagnetik maupun gelombang mekanik.

Radiografi dalam kedokteran gigi terdiri dari radiografi intraoral dan radiografi ekstraoral. Radiografi intraoral adalah pemeriksaan sebagian kecil gigi dan jaringan sekitar, sedangkan radiografi ekstraoral untuk melihat area yang luas pada rahang dan tengkorak.

1

2

Radiografi panoramik merupakan salah satu radiografi ekstraoral yang paling sering digunakan di kedokteran gigi untuk mendapatkan gambaran utuh dari keseluruhan maksilofasial.3 Radiografi panoramik menghasilkan gambaran yang memperlihatkan struktur kedua rahang atas dan bawah serta struktur anatomisnya yang berdekatan, ke atas sampai dengan seluruh tulang muka, ke bawah sampai dengan sebagian tulang vertebra servikal, dalam satu lembar radiograf.2

Kehilangan tulang yang disebabkan oleh penyakit periodontal hanya dapat dinilai dari gambaran radiografi. Jenis radiografi yang paling sering digunakan untuk menilai kehilangan tulang adalah periapikal, bitewing dan panoramik.3 Jika dipertimbangkan dari segi dosis radiasi yang diterima individu, kenyamanan individu dan biaya yang dikeluarkan, maka teknik radiografi panoramik merupakan teknik yang paling banyak digunakan untuk melihat kehilangan tulang.2,3

(15)

akibat penyakit periodontal yaitu umur pasien, frekuensi merokok, diabetes melitus, kebersihan rongga mulut yang buruk dan stress.5,6

Penelitian lain juga menghubungkan antara penyakit periodontitis dengan faktor-faktor risiko seperti umur, jenis kelamin, ras, pendidikan, penghasilan, lingkungan, letak geografis, merokok, gangguan endokrin, malnutrisi, PMN abnormal, genetik, reaksi obat, indeks massa tubuh dan sosioekonomi.3,6-10

Penelitian yang dilakukan oleh Xiaojing Li (2000) mengungkapkan bahwa pada wanita insiden terjadinya periodontitis meningkat sesuai dengan usia, yaitu 23% pada usia 30-54 tahun dan meningkat menjadi 44% pada usia 55-90 tahun. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Meisel pada tahun 2002, pria berada pada risiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita pada penyakit periodontal. Menurut penelitian tersebut pengaruh steroid seksual pada periodonsium dalam kondisi beberapa kondisi klinis.11

Dari hasil penelitian The World Oral Heath Report (2003) menyatakan bahwa penyakit periodontal menempati peringkat keempat penyakit termahal dalam pengobatannya.12

Merokok merupakan faktor risiko paling kuat terkait dengan periodontitis, terutama keparahan periodontitis.

6

Hubungan yang kuat antara merokok dan kehilangan perlekatan dapat dijelaskan oleh sejumlah fenomena biologis.7 Penelitian terdahulu membuktikan bahwa merokok dapat memberikan pengaruh langsung terhadap jaringan periodontal, dimana perokok mempunyai peluang lebih besar menderita penyakit periodontal seperti kehilangan tulang alveolar, peningkatan kedalaman saku gigi, kehilangan gigi serta terjadinya vasokonstriksi pada pembuluh darah dibandingkan dengan yang bukan perokok.13 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Adriani D, Masulili SLC, Iskandar HB (2008) dengan subjek penelitian usia 25-40 tahun yang terdiri atas 32 perokok dan 32 bukan perokok menunjukkan hasil bahwa tidak ada hubungan bermakna antara kehilangan tulang dengan riwayat merokok.14

(16)

menunjukkan bahwa 24% penderita periodontitis kronis beresiko terkena penyakit jantung koroner.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Prashanth (2010), faktor status sosioekonomi (SES) telah diidentifikasi sebagai faktor dalam pengembangan penyakit periodontal dan penyakit mulut lainnya.

15,16

17

Penelitian yang dilakukan pada tahun 2010 mengungkapkan bahwa penyakit periodontal termasuk salah satu dari penyakit mulut umum yang mempengaruhi lebih dari 50% masyarakat India.4 Berdasarkan penelitian Macedo TCN pada masyarakat di Bahia, Brazil, penyakit periodontal ditemukan pada 97,7% populasi dimana 73,3% mengalami gingivitis dan 24,4% lainnya mengalami periodontitis dengan tingkat keparahan yang berbeda-beda. Dari penelitian tersebut didapati prevalensi penyakit periodontal pada sampel yang jarang menyikat gigi lebih tinggi 1,79 kali dari sampel yang menyikat gigi dengan baik, yaitu sebesar 22,4% pada sampel yang menyikat gigi dengan baik dan 40% pada sampel yang jarang menyikat giginya. Penelitian lain pada provinsi Savannakhet menyatakan bahwa semua yang berumur lebih dari 27 tahun memiliki masalah periodontal.5

Berdasarkan hasil studi morbiditas Survey Kesehatan Rumah Tangga Survey Kesehatan Nasional (SUKERNAS) tahun 2004 menyebutkan prevalensi penyakit gigi di Indonesia adalah 90,05%.1 Situmorang N melaporkan prevalensi penyakit periodontal sebesar 96,58% penduduk pada seluruh kelompok umur usia produktif di masyarakat di dua kecamatan kota Medan tahun 2004.18 SKRT Tahun 2011 di Indonesia menyatakan bahwa prevalensi penyakit gigi dan mulut termasuk karies dan penyakit periodontal merupakan masalah yang cukup tinggi, yaitu 60% yang dikeluhkan masyarakat.19 Penelitian yang dilakukan oleh Albert dkk (2011) menyatakan bahwa prevalensi penyakit periodontal pada Kecamatan Medan Belawan adalah sebesar 96,4%.

(17)

ditinjau melalui gambaran radiografi panoramik di FKG USU Medan. Subjek penelitian adalah penduduk Kecamatan Medan Selayang yang berusia di atas 30 tahun. Alasan peneliti memilih Kecamatan Medan Selayang sebagai tempat penelitian karena belum ada data terbaru mengenai kehilangan tulang di daerah tersebut dan alasan peneliti memilih subjek masyarakat yang berada di atas 30 tahun karena penyakit periodontal biasanya terdapat pada rentang usia tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka perumusan permasalahan yang timbul sebagai berikut :

a. Berapa prevalensi masyarakat yang mengalami penyakit periodontal di Kecamatan Medan Selayang.

b. Berapa prevalensi masyarakat yang mengalami kehilangan tulang alveolar maksila regio kiri yang disebabkan oleh penyakit periodontal ditinjau secara radiografi panoramik di Kecamatan Medan Selayang.

c. Apakah ada hubungan antara usia dengan penyakit periodontal pada masyarakat di Kecamatan Medan Selayang.

d. Apakah ada hubungan antara jenis kelamin dengan penyakit periodontal pada masyarakat di Kecamatan Medan Selayang.

e. Apakah ada hubungan antara merokok dengan penyakit periodontal pada masyarakat di Kecamatan Medan Selayang.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

(18)

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus pada penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui prevalensi penyakit periodontal pada masyarakat di Kecamatan Medan Selayang.

b. Untuk mengetahui prevalensi masyarakat yang mengalami kehilangan tulang alveolar maksila regio kiri yang disebabkan oleh penyakit periodontal ditinjau secara radiografi panoramik di Kecamatan Medan Selayang.

c. Untuk mengetahui hubungan antara usia dengan penyakit periodontal pada masyarakat Kecamatan Medan Selayang.

d. Untuk mengetahui hubungan antara jenis kelamin dengan penyakit periodontal pada masyarakat Kecamatan Medan Selayang.

e. Untuk mengetahui hubungan antara merokok dengan penyakit periodontal pada masyarakat Kecamatan Medan Selayang.

1.4 Hipotesis Penelitian

Peneliti menyimpulkan hasil penelitiannya adalah:

a. Ada hubungan antara usia dengan penyakit periodontal pada masyarakat Kecamatan Medan Selayang.

b. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan penyakit periodontal pada masyarakat Kecamatan Medan Selayang.

c. Ada hubungan antara merokok dengan penyakit periodontal pada masyarakat Kecamatan Medan Selayang.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah:

(19)

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi kepada masyarakat tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit periodontal dan dampak dari penyakit periodontal tersebut sehingga dapat menjadi dasar pertimbangan perubahan tingkah laku masyarakat.

c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi bahwa radiografi sangat penting dalam membantu penegakan diagnosis, rencana perawatan dan evaluasi hasil perawatan.

1.5.2 Manfaat Aplikatif

Manfaat aplikatif dari penelitian ini adalah :

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan penyuluhan bagi tenaga-tenaga kesehatan.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang benar kepada masyarakat sehingga mencegah dan meminimalkan terjadinya penyakit periodontal.

(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Radiografi Kedokteran Gigi

Penggunaan sinar ronsen telah lama dikenal sebagai suatu alat dalam bidang kedokteran umum dan kedokteran gigi yang sangat membantu dalam menegakkan diagnosa dan menentukan rencana perawatan. Teknik radiografi yang digunakan dalam bidang kedokteran ada dua, yaitu teknik intraoral dan ekstraoral.Pada teknik intraoral, film ronsen diletakkan di dalam mulut pasien, contohnya adalah foto periapikal, bitewing dan oklusal. Pada teknik ekstraoral, film ronsen diletakkan di luar mulut pasien, contohnya adalah foto panoramik, lateral foto dan cephalometri.2 Radiografi dalam kedokteran gigi merupakan pemeriksaan penunjang yang sangat diperlukan setelah diperoleh hasil diagnosa klinis demi mendapatkan hasil diagnosa akhir yang lebih tepat dan akurat. Radiografi dapat digunakan untuk menunjang diagnosa seperti penyakit periodontal, plak arteri karotid, kelainan tulang rahang lainnya, dan lain sebagainya.3

2.2Peran Radiografi dalam Mengenali Periodontitis

(21)

Keterbatasan radiografi, yaitu :

1. Radiografi konvensional memberikan gambar dua dimensi. Sedangkan gigi merupakan objek tiga dimensi yang kompleks. Akibat dari gambar yang tumpang tindih, detail bentuk tulang menjadi tidak terlihat.

2. Radiografi tidak memperlihatkan permulaan dari penyakit periodontal. Setidaknya 55 – 60 % demineralisasi terjadi dan tidak terlihat pada gambaran radiografi.

3. Radiografi tidak memperlihatkan kontur jaringan lunak dan tidak merekam perubahan jaringan – jaringan lunak pada periodontium.

4. Oleh karena itu, pemeriksaan klinis yang teliti dikombinasi dengan pemeriksaan radiografik yang tepat dapat memberikan data adekuat untuk diagnosa keberadaan dan penyebaran dari penyakit periodontal.

Baik data klinis maupun radiografik sangatlah penting dalam mendiagnosis penyakit periodontal.

20,21

21,22

Data klinis sebagai berikut:

1. Indeks pendarahan; 2. Kedalaman probing; 3. Edema;

4. Erithema; dan 5. Struktur gingiva.

Radiografi akan sangat membantu dalam evaluasi jumlah tulang yang ada, kondisi tulang alveolar, kehilangan tulang pada daerah furkasi, lebar dari ruang ligamen periodontal, dan faktor lokal yang dapat menyebabkan atau memperparah penyakit periodontal seperti restorasi yang berkontur buruk atau overhanging dan karies.

20,22

20-22

(22)

Gambar 1. Radiografi panoramik menunjukkan adanya kehilangan tulang akibat periodontitis kronis 22

Peran radiologi dalam mengenali penyakit periodontal: 1. Panjang dan morfologi akar gigi;

2. Rasio mahkota ke akar gigi;

3. Secara anatomis : Sinus maksilaris, gigi impaksi, supernumerary dan missing; dan

4. Faktor yang berkontribusi : Karies, lesi inflamatori apikal, resorpsi akar.20,21

2.3 Foto Panoramik

Foto panoramik pertama dikembangkan oleh tentara Amerika Serikat sebagai cara untuk mempercepat mendapatkan gambaran seluruh gigi untuk mengetahui kesehatan mulut tentaranya. Foto ronsen ini dapat digunakan untuk mengevaluasi gigi impaksi, pola erupsi, pertumbuhan dan perkembangan gigi geligi, mendeteksi penyakit dan mengevaluasi trauma.

Foto panoramik merupakan foto ronsen ekstra oral yang menghasilkan gambaran yang memperlihatkan struktur fasial termasuk mandibula dan maksila beserta struktur pendukungnya. Struktur periodontal yang teridentifikasi dalam radiografi meliputi lamina dura, tulang alveolar, ligamen periodontal dan sementum.

2,3

(23)

Foto panoramik dapat mendiagnosa penyakit periodontal kebanyakan pada kasus yang sudah parah.

Gambaran panoramik adalah sebuah teknik untuk menghasilkan sebuah gambaran tomografi yang memperlihatkan struktur fasial mencakup rahang maksila dan mandibula beserta struktur pendukungnya dengan distorsi dan overlap minimal

2

dari detail anatomi pada sisi kontralateral, Radiografi panoramik dikenal juga dengan panorex atau orthopantomogram adalah sebuah teknik dimana gambaran seluruh jaringan gigi ditemukan dalam satu film.3

Keuntungan dari panoramik sebagai berikut.

1. Gambar meliputi tulang wajah dan gigi; 2. Dosis radiasi lebih kecil;

3. Nyaman untuk pasien;

4. Cocok untuk pasien yang susah membuka mulut; 5. Waktu yang digunakan pendek biasanya 3-4 menit;

6. Sangat membantu dalam menerangkan keadaan rongga mulut pada pasien di klinik;

7. Membantu dalam menegakkan diagnostik yang meliputi tulang rahang secara umum dan evaluasi terhadap trauma, perkembangan gigi geligi pada fase gigi bercampur;

8. Evaluasi terhadap lesi, keadaan rahang; dan 9. Evaluasi terhadap gigi terpendam.

Kelemahan panoramik adalah sebagai berikut:

23

1. Detail gambar yang tampil tidak sebaik radiografi intraoral periapikal; 2. Tidak dapat digunakan untuk mendeteksi karies kecil; dan

(24)

2.4 Penyakit Periodontal

Penyakit periodontal adalah suatu penyakit inflamasi jaringan pendukung gigi yang melibatkan gingiva, ligamen periodontal, sementum dan tulang alveolar disebabkan oleh mikroorganisme spesifik.24,25 Inflamasi berasal dari gingiva (gingivitis) yang tidak dirawat dan bila proses berlanjut dan merusak tulang serta jaringan penyangga gigi, akibatnya gigi menjadi goyang dan akhirnya harus dicabut.3,26 Karakteristik periodontitis dapat dilihat dengan adanya inflamasi gingiva, pembentukan poket periodontal, kerusakan ligamen periodontal dan tulang alveolar sampai hilangnya sebagian atau seluruh gigi. Ini adalah penyakit yang sering dialami dan salah satu penyebab kehilangan gigi pada orang dewasa.

Ada beberapa tahapan penyakit periodontal tetapi hanya ada tiga tahapan utama. Tahap pertama adalah periodontitis I. Ini dimulai pada bagian permukaan dimana gigi dan gingiva bertemu, biasanya terbentuk sebagai gingivitis.

6,27

7,28

Perkembangan bakteri pada kantung ini disebabkan kebersihan rongga mulut yang inadekuat. Radang gusi ini ditandai dengan gusi bengkak yang berdarah ketika mengukur kedalaman saku gusi (kedalaman daerah antara gusi dan gigi). Pada gingivitis tidak terdapat kerusakan dari ligamen periodontal atau tulang alveolar.29 Pasien yang menderita radang gusi akan memiliki kedalaman saku 3 mm.

Gingiva mulai terlepas dari gigi dan poket semakin dalam, sehingga semakin susah dibersihkan dan mendorong pembentukan deposit karang gigi yang melekat kuat di bawah batas gingiva.

30

25,31

Tahap kedua penyakit periodontal adalah periodontitis II. Ini ditandai dengan bengkak, gusi berdarah dengan kedalaman saku hingga 5 mm dan tahap awal pengeroposan tulang.7 Tahap utama penyakit periodontal adalah periodontitis III yang ditandai dengan bengkak, gusi berdarah, kehilangan tulang lebih banyak, resesi gusi dan kedalaman saku hingga 6 mm.

Seiring dengan waktu, infeksi ini dapat menyebabkan inflamasi pada tulang alveolar. Ini menyebabkan tulang perlahan-lahan habis dan merusak perlekatan tulang dengan gigi. Kehilangan tulang ini membedakan periodontitis dengan gingivitis karena gingivitis tidak melibatkan kehilangan tulang alveolar dan jaringan pendukung

(25)

lainnya. Setelah beberapa tahun, proses kehilangan tulang akan terus berlanjut sampai gigi akan longgar dan lepas dengan sendirinya.26,29

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 2. Tahapan penyakit periodontal

a. Gingiva normal b. Periodontitis I (gingivitis) c. Periodontitis II

26

d.Periodontitis III

2.5 Etiologi

(26)

1 mg mengandung 200 juta sel mikroorganisme.2 Bakteri-bakteri ini diberi nutrisi oleh makanan yang dikonsumsi khususnya makanan yang manis.7,29 Gula tersebut dimetabolisme oleh bakteri yang menyebabkan sekresi asam, enzim dan beberapa bahan yang dapat mengiritasi jaringan lunak dan mendestruksi tulang.29 Jika dibiarkan, bakteri akan mulai menyebar ke daerah-daerah yang sulit terjangkau oleh cara sikat gigi biasa dan flossing, pada daerah di bawah batas gingiva sehingga mudah terjadi penyakit periodontal.25

Lokasi dan laju pembentukan plak adalah bervariasi di antara individu. Faktor yang mempengaruhi laju pembentukan plak adalah oral hygiene, serta faktor-faktor pejamu seperti diet, komposisi dan laju aliran saliva. Selain plak, faktor sistemik juga dapat menjadi penyebab terjadinya penyakit periodontal.31

Membersihkan gigi secara rutin (2 kali sehari) sangatlah penting dalam upaya pencegahan penumpukan plak. Sikat gigi setelah makan merupakan tindakan paling ideal. Namun karena proses sikat gigi terkadang merepotkan bagi kaum yang sibuk, maka tindakan kumur-kumur dengan air putih yang rutin atau dengan cairan kumur yang mengandung fluoride juga dapat mencegah kolonisasi yang menjadi penyebab pembentukan asam.

Faktor penyebab penyakit periodontal dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu faktor lokal (ekstrinsik) dan faktor sistemik (instrinsik). Faktor lokal merupakan penyebab yang berada pada lingkungan di sekitar gigi sedangkan faktor sistemik dihubungkan dengan metabolisme dan kesehatan umum.

32

Kerusakan tulang dalam penyakit periodontal terutama disebabkan oleh faktor lokal, yaitu inflamasi gingiva dan dan trauma dari oklusi atau gabungan keduanya. Kerusakan yang disebabkan oleh inflamsi gingiva mengakibatkan pengurangan ketinggian tulang alveolar sedangkan trauma dari oklusi menyebabkan hilangnya tulang alveolar pada sisi permukaan akar.

33

Faktor lokal, antara lain:

3

(27)

4. Pernafasan mulut; 5. Sifat fisik makanan; 6. Iatrogenik dentistry; dan 7. Trauma dari oklusi.

Respon jaringan terhadap bakteri, rangsangan kimia serta fisik dapat diperparah oleh keadaan sistemik. Untuk metabolisme jaringan dibutuhkan material-material seperti hormon, vitamin, nutrisi dan oksigen. Bila keseimbangan material-material ini terganggu dapat megakibatkan gangguan lokal yang berat. Gangguan keseimbangan tersebut dapat berupa kurangnya materi yang dibutuhkan oleh sel-sel penyembuhan sehingga iritasi lokal yang seharusnya dapat ditahan atau hanya menyebabkan inflamasi ringan saja dapat memperberat atau menyebabkan kerusakan jaringan periodontal.

Faktor-faktor sitemik, antara lain:

33

1. Demam yang tinggi; 2. Defisiensi vitamin;

3. Pemakaian obat-obatan; dan 4. Hormonal.

2.6 Proses Resorpsi Tulang Alveolar pada Penyakit Periodontal

Proses inflamasi yang terjadi pada periodontitis dapat menghasilkan kerusakan permanen terhadap jaringan periodontal, termasuk kerusakan jaringan ikat gingiva, ligamen periodontal dan tulang alveolar. Pola kerusakan tulang yang terjadi tergantung kepada jalur inflamasi yang menyebar dari gingiva ke tulang alveolar.

Perubahan yang terjadi pada tulang alveolar sangat berperan penting karena kehilangan tulang dapat menyebabkan kehilangan gigi. Penyebab utama kerusakan tulang alveolar pada penyakit periodontal adalah perluasan inflamasi marginal gingiva ke jaringan penyokong. Invasi dari inflamasi gingiva ke permukaan tulang dan permulaan dari kehilangan tulang merupakan ciri utama transisi dari gingivitis ke periodontitis.

26

(28)

Inflamasi gingiva meluas sepanjang bundel serat kolagen dan menyebar mengikuti jalur pembuluh darah menuju tulang alveolar. Pada regio molar, inflamasi dapat meluas ke sinus maksilaris dan mengakibatkan penebalan sinus mukosa. Pada bagian interproksimal, inflamasi menyebar ke jaringan ikat longgar di sekitar pembuluh darah melalui serat-serat, lalu menyebar ke tulang melalui saluran pembuluh lalu memperforasi puncak septum interdental di tengah-tengah puncak alveolar, lalu menyebar ke sisi-sisi septum interdental. Pada bagian fasial dan lingual, inflamasi gingiva menyebar melalui lapisan periosteal luar pada tulang dan berpenetrasi melalui pembuluh darah.

Setelah inflamasi mencapai tulang, inflamasi menyebar ke dalam ruangan kosong dan mengisi ruangan tersebut dengan leukosit, cairan eksudat, pembuluh darah yang baru, dan memproliferasi fibroblas. Jumlah multinuklear osteoklast dan mononuklear fagositosis meningkat lalu lapisan tulang menghilang, diganti dengan lakuna.

30

Kerusakan periodontal terjadi dalam satu episode, dengan cara intermitten, dengan periode inaktif atau pasif. Periode kerusakan merupakan akibat dari hilangnya kolagen dan tulang alveolar dengan bertambah dalamnya poket periodontal. Alasan dari onset periode kerusakan belum sepenuhnya dijelaskan, meskipun teori berikut telah diajukan.

30

26

1. Aktivitas kerusakan yang hebat berhubungan dengan ulserasi subgingiva dan reaksi inflamasi akut yang berakibat pada kehilangan tulang alveolar secara cepat.

2. Aktivitas kerusakan yang hebat sejalan dengan perubahan limfosit-T ke limfosit-B-infiltrat sel plasma.

3. Periode eksaserbasi berhubungan dengan flora yang bebas, tidak melekat, motil, gram negatif, anaerob, dan periode remisi yang sejalan dengan pembentukan kepadatan, flora yang tidak melekat, non motil, gram positif yang cenderung melakukan mineralisasi.

(29)

Prinsip penyebab kehilangan tulang pada penyakit periodontal ialah periodontitis ditambah dengan aktifitas osteoklas, tanpa diikuti dengan pembentukan tulang. Osteoklas adalah multisel yang berasal dari monosit/makrofag dan merupakan sel penting yang berperan terhadap resorbsi tulang. Osteoklas multinukleus telah menunjukkan resorpsi tulang alveolar pada hewan dan manusia akibat penyakit periodontitis. Pembentukan osteoklas didorong oleh keberadaan sitokin pada jaringan periodontal yang telah terinflamasi, dan proses ini merupakan pokok dalam mengontrol perkembangan proses resorpsi tulang alveolar.30

Faktor yang berpengaruh pada kerusakan tulang adalah bakteri dan host (pada penyakit periodontal). Produk bakterial plak meningkatkan diferensiasi sel progenitor tulang menjadi osteoklas dan merangsang sel gingiva untuk mengeluarkan suatu mediator yang memicu terjadinya hal tersebut. Produk plak dan mediator inflamasi untuk menghambat kerja dari osteoblast dan menurunkan jumlah sel-sel tersebut. Jadi, aktivitas resorpsi tulang meningkat, sedangkan proses pembentukan tulang terhambat sehingga terjadilah kehilangan tulang.

30

Ada beberapa faktor host yang melepaskan sel inflamasi yang dapat menginduksi resorpsi tulang secara in vitro dan memainkan peran penting pada penyakit periodontal. Faktor tersebut meliputi host yang melepaskan prostaglandin dan prekursornya, interleukin-1α (IL-1α) dan IL-β serta TNF-α.

30

2.7 Penyakit Periodontal dan Faktor Risiko

Faktor risiko dapat didefinisikan sebagai penyebab atau karakteristik yang terkait dengan tingkat peningkatan penyakit. Faktor risiko adalah karakteristik, tanda dan gejala pada individu yang secara statistik berhubungan dengan peningkatan insiden penyakit. Terdapat dua jenis faktor risiko, yaitu faktor yang dapat diubah dan faktor yang tidak dapat diubah.34 Faktor risiko yang tidak dapat diubah, yaitu umur, jenis kelamin, genetik dan ras. Faktor risiko yang dapat diubah antara lain oral hygiene, merokok, penyakit sistemik, obesitas, sosial ekonomi, dan lain sebagainya.

Faktor risiko memegang peranan penting dalam penyakit periodontal misalnya dengan menentukan penyebab perkembangan penyakit, keparahan penyakit

(30)

yang sedang berkembang, lokasi gigi geligi yang terkena, laju perkembangan penyakit, respon terapi dan laju kambuhnya.35

2.7.1 Penyakit Periodontal dan Usia

Banyak penelitian yang menyatakan bahwa keparahan penyakit periodontal akan meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Penyakit periodontal lebih banyak dijumpai pada orang tua daripada kelompok yang muda, walaupun keadaan ini lebih sering dikaitkan sebagai akibat kerusakan jaringan yang kumulatif selama hidup (proses aging).29,36 Tingkat kerusakan periodontal meningkat dengan bertambahnya usia dan keparahan penyakit menunjukkan kerusakan periodontal kumulatif pada individu yang rentan.27,37

Seperti halnya jaringan lain, jaringan periodontal juga mengalami perubahan akibat proses menua. Banyak hal yang menyebabkan terjadinya perubahan tersebut, selain karena faktor alami yaitu usia, perubahan tersebut juga dapat disebabkan oleh penyakit. Pada gingiva terjadi perubahan berupa hilangnya keratinisasi, hilangnya stippling, bertambah lebar gingiva cekat, berkurangnya komponen seluler jaringan ikat, berkurangnya konsumsi oksigen dan aktivitas metabolisme. Pada sementum terjadi penambahan sementum hingga beberapa kali lipat. Pada ligamen periodontal perubahan yang terjadi berupa bertambahnya jumlah serabut elastik, berkurangnya vaskularisasi dan terdapat aktivitas mitotik. Kemudian perubahan pada tulang alveolar adalah osteoporosis, berkurangnya vaskularisasi, berkurangnya aktivitas metabolisme dan kemampuan penyembuhan resorpsi tulang bisa meningkat atau berkurang dan kepadatan tulang bisa meningkat atau berkurang tergantung dari lokasinya.

38

2.7.2 Penyakit Periodontal dan Jenis Kelamin

(31)

penelitian tersebut dipengaruhi oleh steroid seksual pada periodonsium dalam beberapa kondisi klinis. Terutama fungsi dari leukosit polimorfonuklear yang menyerang gingiva kemungkinan dipengaruhi oleh estrogens. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan pasien radang gingiva adalah pria. Hal ini disebabkan sikap yang buruk terhadap kesehatan rongga mulut dan juga kebiasaan merokok.16

oral hygiene dan kebiasaan pencegahan.

Faktor jenis kelamin masih meragukan keterkaitannya dimana penelitian ada yang menyebutkan bahwa kondisi periodontal wanita lebih baik daripada pria dan sebaliknya. Pada kenyataanya, oral hygiene pria lebih rendah daripada wanita terkait keberadaan plak dan kalkulus. Karenanya, perbedaan jenis kelamin dalam prevalensi dan keparahan penyakit periodontal lebih menunjukkan hubungan kebiasaan menjaga

2.7.3 Penyakit Periodontal dan Kebiasaan Merokok

29

Merokok merupakan salah satu faktor risiko utama yang dapat memperparah penyakit periodontal karena penggunan tembakau dapat merusak gingiva dan kesehatan rongga mulut secara keseluruhan. Selain itu, juga dapat memperlambat proses penyembuhan, sehingga kedalaman saku gusi bertambah dan kehilangan perlekatan terjadi secara cepat. Perokok memiliki peluang lebih besar menderita penyakit periodontal seperti kehilangan tulang alveolar, peningkatan kedalam saku gigi serta kehilangan gigi dibandingkan dengan yang bukan perokok. Skor plak juga terbukti lebih tinggi pada perokok dibandingkan dengan bukan perokok. Prevalensi kehilangan tulang vertikal adalah 5,3 kali lebih besar pada perokok dibanding bukan perokok.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa efek merokok pada kesehatan periodontal tergantung pada frekuensi merokok. Kebanyakan pasien penyakit periodontal adalah pria yang memiliki kebiasaan merokok.

40

38

(32)

Nikotin dalam rokok merusak sistem respons imun dan menyebabkan penyempitan pembuluh darah, termasuk pembuluh darah di dalam jaringan sekitar gigi.41 Hal ini menyebabkan suatu penurunan oksigen di dalam jaringan dan merusak sistem respons imun, dengan demikian membentuk suatu lingkungan yang menguntungkan bagi pertumbuhan bakteri penyebab penyakit periodontal. Gas karbonmonoksida dalam rokok dapat meningkatkan tekanan darah yang akan berpengaruh pada sistem pertukaran haemoglobin. Kemudian tar yang merupakan kumpulan beribu-ribu bahan kimia dalam komponen padat asap rokok akan membentuk endapan berwarna coklat pada permukaan gigi. Tar juga bersifat karsinogenik yang berhubungan dengan risiko timbulnya kanker.

Kerusakan jaringan periodontal akibat merokok diawali dengan terjadinya akumulasi plak pada gigi dan gingiva. Tar yang mengendap pada gigi akan menimbulkan masalah selain estetik juga menyebabkan permukaan gigi menjadi kasar sehingga mudah dilekati plak. Akumulasi plak pada margin gingiva diperparah dengan kondisi kebersihan mulut yang kurang baik akan menyebabkan terjadinya gingivitis dan selanjutnya menjadi periodontitis. Munculnya berbagai kondisi patologis sitemik maupun lokal dalam rongga mulut diakibatkan adanya penurunan fungsi molekul termasuk saliva. Kerusakan komponen antioksidan saliva diikuti dengan penurunan fungsinya sehingga menyebabkan beberapa kelainan rongga mulut nantinya. Efek merokok yang timbul dipengaruhi oleh banyaknya jumlah rokok yang dihisap, lamanya merokok, jenis rokok yang dihisap dan berhubungan dengan dalamnya hisapan rokok yang dilakukan.

13

13

2.8 Indeks Periodontal

(33)

kiri rahang atas dan bawah. Semua jaringan gingiva yang mengelilingi tiap-tiap gigi dinilai untuk melihat inflamasi gingiva dan keterlibatan periodontal. Russell memilih skor nilai (0,1,2,6,8) untuk menghubungan level penyakit dalam suatu penelitian epidemologi untuk mengamati kondisi klinis.28

Tabel 1. Kriteria skor periodontal menurut Russell

Skor

42

Kriteria dan Penilaian dalam Studi Lapangan

Penambahan dalam Kriteria X-Ray Diikuti dalam Uji Klinis

0

Negatif : tidak ada inflamasi pada jaringan yg dilihat ataupun kehilangan fungsi akibat kerusakan jaringan pendukung

Penampilan radiografis normal

1

Mild Gingivitis : ada area inflamasi pada gingiva bebas, tetapi area tersebut tidak membatasi gigi

2

Gingivitis : inflamasi telah membatasi gigi sepenuhnya, tetapi tidak tampak kerusakan perlekatan pada epitel

4 Digunakan bila terdapat alat radiografi

Ada seperti cekukan awal resorpsi tulang alveolar PI SCORE =

(34)

Lanjutan Tabel 1

Skor

Kriteria dan Penilaian dalam Studi Lapangan

Penambahan dalam Kriteria X-Ray Diikuti dalam Uji Klinis

6

Gingivitis dengan pembentukan poket: ada kerusakan pada perlekatan epitel dan terdapat saku. Tidak ada gangguan fungsi pengunyahan. Gigi masih melekat erat dan tidak melayang. Adanya kehilangan tulang horizontal meliputi seluruh tulang alveolar sampai setengah dari panjang akar gigi.

Kehilangan tulang horizontal meliputi seluruh tulang alveolar sampai setengah dari panjang akar gigi

8

Kerusakan lanjutan dengan hilangnya fungsi penguyahan. Gigi mungkin tanggal ataupun melayang. Gigi tampak pudar saat diperkusi, dan mungkin tertekan dalam soket.

(35)

Tabel 2. Kondisi klinis dan skor periodontal

Kondisi Klinis

42

Grup-Skor Periodontal Indeks

Level Penyakit

Jaringan pendukung normal

secara klinis 0-0,2

Reversibel

Simple Gingivitis 0,3-0,9

Permulaan penyakit periodontal

destruktif 0,7-1,9

Penyakit periodontal destruktif 1,6–5,0

Irreversibel

Penyakit Tahap Akhir 3,8-8,0

2.9 Kerangka Konsep

Penyakit Periodontal

Foto Panoramik

Umur

Jenis Kelamin

Kebiasaan Merokok

Evaluasi Kehilangan Tulang

(36)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan menggunakan pendekatan cross sectional (sekali waktu). Disebut dengan penelitian deksriptif analitik karena penelitian diarahkan untuk menguraikan atau menjelaskan apa yang menjadi permasalahan, tujuan penelitian dan mencari hubungan antar variabel. Sedangkan menggunakan pendekatan cross sectional (sekali waktu) karena pemeriksaan, observasi atau pengumpulan data dilakukan sekaligus pada suatu saat (point time approach). Artinya tiap responden penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel responden pada saat pemeriksaan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Kecamatan Medan Selayang dan Laboratorium Klinik Pramita.

3.2.2 Waktu Penelitian

(37)

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah masyarakat yang bertempat tinggal di Kecamatan Medan Selayang yang terdiri atas Kelurahan Asam Kumbang, Kelurahan Padang Bulan I, Kelurahan Padang Bulan II, Kelurahan Sempakata, Kelurahan Tanjung Sari dan Kelurahan Beringin.

3.3.2 Sampel

Sampel penelitian ini adalah masyarakat baik pria maupun wanita yang berusia diantara 30 – 70 tahun yang bertempat tinggal di Kecamatan Medan Selayang yang memiliki penyakit periodontal.

Jumlah sampel minimum dihitung menggunakan rumus besar sampel sebagai berikut :

Keterangan :

� = besar sampel

1

2

= derajat batas atas, untuk = 0,05  �(1

2)

= 1,96

�1−� = derajat batas bawah, untuk � = 0,01 �(1−�) = 1,282 �� = proporsi dari penelitian sebelumnya = 50% = 0,5

�� = proporsi yang diharapkan oleh peneliti = 36% = 0,36

Maka,

≥��(1−∝2)���

(1− ��) + �(1−�)���(1− ��)� 2

(38)

� ≥

Jadi, minimal populasi yang diteliti pada penelitian ini ialah 130 orang.

Jadi, pada penelitian ini diperlukan 130 orang masyarakat dari Kecamatan Medan Selayang sebagai sampel penelitian dimana pada Kelurahan Asam Kumbang dibutuhkan sebesar 23 orang, Kelurahan Tanjung Sari dibutuhkan sebesar 41 orang, Kelurahan Padang Bulan Selayang II dibutuhkan sebesar 29 orang. Kelurahan Beringin dibutuhkan sebesar 10 orang, Kelurahan Padang Bulan Selayang I dibutuhkan sebesar 14 orang dan Kelurahan Sempakata dibutuhkan sebesar 13 orang.

(39)

3.3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.3.3.1 Kriteria Inklusi

a. Masyarakat Kecamatan Medan Selayang yang berusia 30-70 tahun dan menyetujui informed consent.

b. Masyarakat pada Kecamatan Medan Selayang yang hadir pada saat hari pemeriksaan.

c. Masyarakat pada Kecamatan Medan Selayang yang bersedia mengikuti pemeriksaan.

3.3.3.2 Kriteria Eksklusi

a. Masyarakat Kecamatan Medan Selayang yang memiliki penyakit sistemik seperti diabetes mellitus dan hipertensi.

b. Masyarakat Kecamatan Medan Selayang yang sedang hamil.

c. Masyarakat Kecamatan Medan Selayang yang sedang atau melakukan perawatan penyakit periodontal.

d. Masyarakat Kecamatan Medan Selayang yang sedang perawatan ortodontik

3.4 Variabel dan Definisi Operasional

3.4.1 Variabel

Variabel Bebas : Usia

Jenis Kelamin

Kebiasaan Merokok

(40)

3.4.2 Definisi Operasional

Tabel 3. Definisi operasional

No. Variabel Definisi Operasional Cara Pengukuran

Rontgen Foto Penilaian: 1= ada

(41)

Lanjutan Tabel 3

No. Variabel Definisi Operasional Cara Pengukuran

Kuesioner Ya atau Tidak

Ordinal

3.5 Prosedur Pengumpulan Data dan Alur Penelitian

3.5.1 Prosedur Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dengan cara observasi menggunakan teknik wawancara dan pemeriksaan yang sebelumnya telah dilakukan kalibrasi pada semua tenaga peneliti.

Pertama-tama responden diminta untuk mengisi kuesioner disertai dengan anamnesa oleh peneliti. Setelah itu, dilanjutkan dengan pemeriksaan klinis rongga mulut. Alat yang digunakan dalam pemeriksaan ini adalah sonde, kaca mulut dan pinset.

Pemeriksaan klinis pada rongga mulut ini mencakup pemeriksaan terhadap status periodontal dimana gigi yang diperiksa adalah gigi 11, 16, 26, 31, 36 dan 46. Pemeriksaan status periodontal dilakukan secara visual untuk mengukur kedalaman saku periodontal kemudian ditentukan skor yang diperoleh berdasarkan Indeks Periodontal Russell.

(42)

panoramik merek ASAHI model AUTOIIIE dengan sistem sensor digital. Kemudian hasil foto panoramik diproses dengan Fujifilm FCR CAPSULA XL II yang kemudian menghasilkan film radiografi panoramik.

Hasil radiografi akan dibaca oleh Radiologist untuk menentukan besar kehilangan tulang alveolar yang terjadi pada maksila regio kiri. Setelah diperoleh seluruh data, maka data diolah oleh ahli statistik untuk memperoleh prevalensi periodontitis dan hubungannya dengan faktor-faktor penyebab yang telah diitentukan.

3.5.2 Alur Penelitian

a. Survey Lapangan Penelitian

Pemilihan Responden

Wawancara dan Kuisioner

Seleksi Kriteria Sampel yang Sesuai

b. Pemeriksaan Keadaan Jaringan Periodontal

Pemeriksaan Keadaan Jaringan Periodontal

Pengambilan Data Hasil Pemeriksaan

(43)

c. Seleksi Sampel untuk Foto Ronsen Panoramik

Seleksi Sampel untuk dibawa ke Laboratorium Radiologi Dental FKG USU

Pengambilan Foto Ronsen Panoramik

Analisa Hasil Foto Ronsen (dibaca oleh Radiologist)

3.6 Pengolahan Data dan Analisa Data

3.6.1 Pengolahan Data

Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan piranti lunak pengolah data.

3.6.2 Analisa Data

Analisa data diperoleh dengan menghitung data univariant dan data bivariant.

3.6.2.1 Data Univariant

1. Prevalensi penyakit periodontal pada masyarakat di Kecamatan Medan Selayang.

2. Prevalensi masyarakat yang mengalami kehilangan tulang alveolar yang disebabkan oleh penyakit periodontal ditinjau secara radiografi di Kecamatan Medan Selayang.

3.6.2.2 Data Bivariant

1. Hubungan umur dengan penyakit periodontal

Untuk menguji hubungan umur dengan penyakit periodontal digunakan uji chi square.

2. Hubungan jenis kelamin dengan penyakit periodontal

(44)

3. Hubungan kebiasaan merokok dengan penyakit periodontal

Untuk menguji hubungan kebiasaan merokok dengan penyakit periodontal digunakan uji chi square.

3.7 Etika Penelitian

(45)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Data Demografis Sampel

Sampel pada penelitian ini berjumlah 137 orang yang melibatkan 30 orang responden pria dan 107 orang responden wanita. Penelitian ini memeriksa status periodontal dan penurunan pada tulang alveolar dari CEJ pada gigi 26 kemudian dihubungkan dengan usia, jenis kelamin dan kebiasaan merokok serta dikategorikan berdasarkan tingkat keparahannya.

Tabel 4. Data statistik jumlah responden berdasarkan status periodontal

Status Periodontal Frekuensi

(orang) Persentase (%)

Reversibel

Normal 0 0

Gingivitis 2 1,5

Penyakit Periodontal Destruktif Tahap Awal

17 12,4

Irreversibel

Penyakit Periodontal

Destruktif 80 58,4

Penyakit Periodontal Destruktif Tahap Akhir

38 27,7

(46)

Pada penelitian yang dilakukan pada 137 orang sampel dari masyarakat di Kecamatan Medan Selayang diperoleh hasil bahwa prevalensi penyakit periodontal yang irreversibel adalah sebesar 86,1%.

Tabel 5. Data statistik jumlah responden berdasarkan usia

Usia Frekuensi (orang) Persentase (%)

30-40 59 43,1

41-50 44 32,1

51-60 27 19,7

61-70 7 5,1

Total 137 100

Dari data penelitian di atas dapat diketahui bahwa masyarakat yang turut berperan serta paling banyak adalah masyarakat berusia 30-40 tahun yang diikuti oleh masyarakat golongan usia 41-50 tahun, 51-60 tahun, dan yang paling sedikit adalah masyarakat berusia 61-70 tahun.

Tabel 6. Data statistik jumlah responden berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi (orang) Persentase (%)

Pria 30 21,9

Wanita 107 78,1

Total 137 100

(47)

Tabel 7. Data statistik jumlah responden berdasarkan kebiasaan merokok

Kebiasaan Frekuensi (orang) Persentase (%)

Merokok 20 14,6

Tidak Merokok 117 85,4

Total 137 100

Pada tabel 7 dapat diketahui kebiasaan merokok pada sampel sebesar 20 orang (14,6%) dan yang tidak memiliki kebiasaan merokok sebesar 117 orang (85,4%).

Tabel 8. Data statistik jumlah responden berdasarkan tingkat pendidikan

Pendidikan Frekuensi (orang) Persentase (%)

Tidak sekolah 5 3,6

SD 32 23,6

SMP 40 29,2

SMA 47 34,3

Perguruan Tinggi 13 9,5

Total 137 100

(48)

4.2 Hubungan Penyakit Periodontal dengan Usia

Tabel 9. Hubungan penyakit periodontal dengan usia

Usia Frekuensi

(orang)

Resorpsi Tulang Alveolar Berdasarkan Radiografi

Panoramik

Persentase (%)

31-40 59 7 11,9

41-50 44 8 18,2

51-60 27 10 37

61-70 7 3 42,9

Total 137 28

(49)

4.3 Hubungan Penyakit Periodontal dengan Jenis Kelamin

Tabel 10. Hubungan penyakit periodontal dengan jenis kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi (orang)

Resorpsi Tulang Alveolar Berdasarkan Radiografi Panoramik

Persentase (%)

Pria 30 5 16,7

Wanita 107 23 21,5

Total 137 28

Dari hasil penelitian ini diperoleh adanya hubungan antara penyakit periodontal dengan jenis kelamin. Pada tabel 10 di atas terlihat 16,7% responden pria mengalami resorpsi tulang alveolar sedangkan 21,5% ditemukan pada responden wanita.

4.4 Hubungan Penyakit Periodontal dengan Kebiasaan Merokok

Tabel 11. Hubungan penyakit periodontal dengan kebiasaan merokok

Kebiasaan Frekuensi

(orang)

Resorpsi Tulang Alveolar Berdasarkan Radiografi Panoramik

Persentase (%)

Merokok 20 4 20

Tidak Merokok 117 24 20,5

Total 137 28

(50)

4.5 Kehilangan Tulang Alveolar Maksila Regio Kiri

Tabel 12. Hubungan penyakit periodontal maksila regio kiri dengan kategori resorpsi tulang alveolar

Rahang Kiri Atas

Resorpsi Tulang Alveolar Berdasarkan Radiografi

Panoramik

Persentase (%)

3-4 mm 11 39,3

>4 mm 17 60,7

Total 28 100

Pada hasil penelitian ini responden yang mengalami kehilangan tulang sebesar 3-4 mm pada rahang kiri atas terdapat 11 responden (39,3%) dan kehilangan tulang sebesar >4 mm terdapat 19 responden (60,7%) dari total 28 orang responden.

(51)

BAB 5

PEMBAHASAN

Penyakit periodontal adalah suatu keadaan inflamasi yang mempengaruhi struktur pendukung, yaitu gingiva, sementum, ligamen periodontal dan tulang alveolar. Penyebab utama dari penyakit ini adalah plak dental yang komposisi utamanya adalah mikroorganisme. Secara klinis perbedaan periodontitis dengan gingivitis adalah adanya kehilangan perlekatan jaringan ikat gigi pada keadaan gingiva yang terinflamasi, terjadi kehilangan ligamen periodontal, terganggunya perlekatan ke sementum dan resorpsi tulang alveolar.28,43

Pada penelitian ini dilakukan pengambilan sampel pada Kecamatan Medan Selayang di enam kelurahan, yaitu Kelurahan Asam Kumbang, Kelurahan Tanjung Sari, Kelurahan Padang Bulan Selayang I, Kelurahan Padang Bulan Selayang II, Kelurahan Beringin dan Kelurahan Sempakata. Untuk memperoleh identitas dan riwayat medis, responden dilakukan wawancara dengan bantuan kuesioner. Seleksi juga dilakukan berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Kemudian, responden akan dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi serta responden menyetujui informed consent untuk dilakukan pemeriksaan selanjutnya. Pemeriksaan ini dilakukan pada gigi 26 pada tiap responden. Pemeriksaan ini akan memberikan data mengenai keadaan periodontal sehingga dapat diperoleh hasil pada penyakit periodontal yang mengalami kehilangan tulang alveolar yang parah serta akan dilakukan foto radiografi panoramik untuk mengukur besar penurunan pada tulang alveolar.

Prevalensi penyakit periodontal pada masyarakat di Kecamatan Medan Selayang ditemukan cukup tinggi, yaitu 86,1% dari 137 total sampel dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan Albert dkk di Kecamatan Medan Belawan, yaitu dari total 125 sampel diperoleh 90,4%.

(52)

sebesar 85,1% yang terbagi menjadi 58,4% penyakit periodontal destruktif dan 27,7% penyakit periodontal destruktif tahap akhir (tabel 5).

Penyakit periodontal destruktif dan penyakit periodontal destruktif tahap akhir dimana pada status periodontal tersebut sudah terjadi kerusakan yang permanen pada jaringan periodontal, termasuk kerusakan jaringan ikat gingiva, ligamen periodontal, dan tulang alveolar adalah penyakit periodontal yang bersifat irreversibel. Responden yang memasuki tahap ini akan dilakukan ronsen foto panoramik untuk melihat besarnya kehilangan tulang alveolar. Dari hasil radiografi yang dilakukan, responden mengalami kehilangan tulang yang parah pada maksila regio posterior kiri, yaitu 39,3% kehilangan tulang 3-4 mm dan 60,7% kehilangan tulang lebih dari 4 mm.

Pada penelitian ini diperoleh adanya hubungan antara usia dan penyakit periodontal dimana dengan meningkatnya usia risiko terkena penyakit periodontal semakin meningkat. Hasil persentase tertinggi terdapat pada kelompok usia 61-70 tahun, yaitu 42,9% yang diikuti kelompok usia 51 – 60 tahun (37%), 41 – 50 tahun (18,2%) dan 31 – 40 tahun (11,9%). National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) melaporkan bahwa prevalensi penyakit periodontal di Amerika Serikat pada usia 35-49 tahun sebesar 10,41%, pada usia 50-64 tahun sebesar 11,88% sedangkan pada usia 65-74 tahun sebesar 10,2%, lebih rinci lagi didapati bahwa prevalensi penyakit periodontal yang tergolong moderate dan severe pada usia 35-64 tahun ada sebesar 5%, pada usia 50-64 tahun sebesar 10,73%, sedangkan pada usia 65-74 tahun ada sebesar 14,26%.44 Laporan WHO, Direktorat Kesehatan Gigi dan pusat pengontrolan dan pencegahan penyakit di Amerika juga menyatakan hal yang sama bahwa ada hubungan antara usia dan prevalensi penyakit periodontal dimana orang yang lebih tua cenderung memiliki prevalensi penyakit periodontal yang lebih tinggi,walaupun keadaan ini lebih sering dikaitkan sebagai akibat kerusakan jaringan yang kumulatif selama hidup (proses aging). Keparahan penyakit periodontal dapat juga diakibatkan oleh episode inflamasi yang berulang seiring bertambahnya usia.

Penelitian yang dilakukan pada kelompok umur di atas 70 tahun menyatakan bahwa 86% mengalami periodontitis yang cukup parah dan sebagian besar telah

(53)

penyebab hilangnya gigi pada pasien usia lebih dari 35 tahun.9 Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Ababneh (2002) menyatakan bahwa tingkat kerusakan periodontal meningkat dengan bertambahnya usia dan menunjukkan kerusakan periodontal akumulatif pada individu yang rentan.

Jaringan periodontal akan mengalami perubahan-perubahan akibat proses menua dimana perubahan inilah yang diduga menambah kerentanan terjadinya penyakit periodontal pada orang yang berusia lanjut. Pada gingiva terjadi perubahan berupa hilangnya keratinisasi, hilangnya stippling, bertambah lebar gingival cekat, berkurangnya komponen seluler jaringan ikat, berkurangnya konsumsi oksigen dan aktivitas metabolisme. Pada sementum terjadi penambahan sementum hingga beberapa kali lipat. Pada ligamen periodontal perubahan yang terjadi berupa bertambahnya jumlah serabut elastik, berkurangnya vaskularisasi dan terdapat aktivitas mitotik. Kemudian perubahan pada tulang alveolar adalah osteoporosis, berkurangnya vaskularisasi, berkurangnya aktivitas metabolisme dan kemampuan penyembuhan resorpsi tulang bisa meningkat atau berkurang dan kepadatan tulang bisa meningkat atau berkurang tergantung dari lokasinya.

15

38

Belum jelas apakah perubahan pada jaringan periodontal disebabkan oleh efek kumulatif dari penyakit periodontal selama bertahun-tahun atau karena menurunnya pertahanan tubuh akibat penuaan.

Patogenesis dari penuaan dan penyakit periodontal dimulai dari proses inflamasi dan mekanisme dari bakteri. Ketika terjadi periodontitis, keseimbangan antara bakteri dan respon host terganggu sehingga mengakibatkan inflamasi meningkat dan produksi pro-inflamasi sitokin. Kerusakan jaringan terjadi oleh karena aktivasi osteoklas, metaloproteinase matriks dan proteinase lainnya oleh respon host inflamasi.

15

Pada penelitian ini diperoleh adanya hubungan antara jenis kelamin dengan penyakit periodontal dimana 16,7% responden pria mengalami resorpsi tulang alveolar sedangkan 21,5% ditemukan pada responden wanita (Tabel 11). Penelitian yang dilakukan oleh Ababneh (2012) melaporkan bahwa frekuensi periodontitis lebih banyak terjadi pada pria dibandingkan wanita dengan rasio L:P = 1,6:1.

15

48

(54)

lain juga mengatakan hal yang sama bahwa prevalensi penyakit periodontal lebih tinggi pada pria dibanding wanita yakni pria 56,4% dan wanita 38,4%.49 Penelitian yang dilakukan oleh Ali Abbas (2010) di Baghdad, Irak pada 115 responden dimana responden pria sebesar 641 orang dan wanita sebesar 474 orang. Penelitian ini dilakukan pada rentang usia 23-67 tahun. Hasilnya adalah terdapat hubungan yang signifikan antara responden pria dan wanita. Pada responden pria sebesar 14,4% dan wanita sebesar 7% sehingga dapat disimpulkan bahwa responden pria memiliki penyakit periodontal dua kali lebih besar daripada responden wanita.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Meisel P dkk (2002) menunjukkan bahwa pria memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap penyakit periodontal dibandingkan dengan wanita. Hal ini diakibatkan oleh adanya enzim Myeloperoxodase (MPO) yang lebih tinggi pada wanita daripada pria. Myeloperoxidase adalah enzim oksidatif yang ada dalam leukosit polimorfonuklear yang pengeluarannya dipengaruhi oleh estrogen. Enzim ini terlibat dalam pertahanan terhadap bakteri periodontal dan mampu memediasi kerusakan jaringan inflamasi pada penyakit periodontal.

50

11

Pada kenyataanya, oral hygiene pria lebih rendah daripada wanita terkait keberadaan plak dan kalkulus. Hal ini disebabkan dengan kebiasaan dimana pria mempunyai kebiasaan sosial seperti merokok, minum minumam beralkohol dan kurang menjaga oral hygiene. Faktor jenis kelamin masih meragukan keterkaitannya dimana penelitian ada yang menyebutkan bahwa kondisi periodontal wanita lebih baik daripada pria dan sebaliknya. Perbedaan jenis kelamin dalam prevalensi dan keparahan penyakit periodontal lebih menunjukkan hubungan kebiasaan menjaga oral hygiene dan kebiasaan pencegahan daripada faktor genetik lain.

Perbedaan hasil penelitian ini dibandingkan dengan penelitian lain disebabkan keterbatasan jumlah responden pria yang diperiksa secara radiografi. Jumlah responden pria yang diperiksa lebih sedikit daripada jumlah responden wanita selain itu disebabkan juga oleh faktor-faktor lain yang menjadi variabel pengganggu dan tidak dapat dikendalikan seperti pengaruh gaya hidup dan kebiasaan dalam menjaga

(55)

Penelitian ini juga menunjukkan adanya hubungan antara kebiasaan merokok dengan penyakit periodontal yang mempercepat laju kehilangan tulang alveolar sebesar 20% pada perokok dan 20,5% pada non-perokok (Tabel 12). Penelitian yang dilakukan oleh Luzzi dkk (2007) mengemukakan adanya hubungan antara kebiasaan merokok dengan resorpsi tulang alveolar. Mereka melaporkan bahwa hubungan ini bergantung pada usia dimana resorpsi tulang lebih signifikan terlihat pada perokok yang umurnya lebih muda.9 Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Mahuca dkk (2000) pada militer Spanyol didapat hasil plak yang tinggi dan perdarahan pada non-perokok dan kehilangan tulang yang lebih dalam pada yang perokok.9 Sejumlah penelitian sebelumnya mengindikasikan nikotin yang terdapat di dalam rokok akan memacu produksi yang berlebihan dari sitokin dalam tubuh yang akan mengurangi level oksigen dalam tubuh. Sitokin adalah sinyal kimiawi yang berperan serta pada proses inflamasi periodontal. Jika nikotin dan bakteri oral seperti P. gingivalis

bergabung maka akan bertambah banyak sitokin yang akan menyebabkan hancurnya jaringan penyangga gigi.9

Dari penelitian Macedo TCN dkk (2006) didapati prevalensi penyakit periodontal pada sampel yang mempunyai kebiasaan merokok lebih tinggi dua kali lipat daripada sampel yang tidak mempunyai kebiasaan merokok, yaitu sebesar 17,8% pada sampel yang tidak merokok dan 38,9% pada sampel merokok.

51

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Adriani D, Masulili SLC, Iskandar HB tahun 2008 dengan subjek penelitian usia 25-40 tahun yang terdiri atas 32 perokok dan 32 bukan perokok menunjukkan hasil bahwa tidak ada hubungan bermakna antara kehilangan tulang dengan riwayat merokok.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persentase risiko kehilangan tulang alveolar responden non-perokok lebih tinggi dibandingkan responden perokok. Hal ini diakibatkan jumlah responden non-perokok lebih banyak dibandingkan responden perokok dan dapat juga disebabkan karena pemeliharaan rongga mulut yang lebih baik pada responden perokok dibandingkan pada responden non-perokok.

14

(56)

mempengaruhi keparahan penyakit periodontal serta kehilangan tulang yang cukup parah. Frekuensi merokok per hari dan jenis rokok yang digunakan juga dapat mempengaruhi risiko kehilangan tulang alveolar.28 Pada tembakau ditemukan beratus-ratus bahan kimia seperti nikotin, tar dan karbonmonoksida. Nikotin merupakan zat alkaloid, tidak berwarna dan berbentuk cairan. Nikotin akan berubah warna menjadi coklat apabila bersentuhan dengan udara dan berbau seperti tembakau. Pada tembakau ditemukan 1-2% nikotin. Ketika merokok, nikotin menyebar dari paru-paru ke dalam darah. Pada saat kondisi asam terbentuk di dalam alveolar, partikel-partikel kecil berdifusi melalui membran alveolar dalam bentuk garam nikotin dari partikel bermuatan. Bentuk partikel nikotin inilah yang akan menempel pada rambut di lapisan mukosa saluran pernafasan.13

Nikotin pada rokok akan merangsang ganglia untuk menghasilkan

neurotransmitter termasuk katekolamin, yang akan merangsang resptor alpha (α)

dalam pembuluh darah yang akan menyebabkan vasokonstriksi. Vasokonstriksi yang terjadi pada pembuluh darah perifer akibat merokok inilah yang akan mempengaruhi jaringan periodontal. Gas karbonmonoksida dalam rokok dapat meningkatkan tekanan darah yang akan berpengaruh pada sistem pertukaran haemoglobin. Kemudian tar yang merupakan kumpulan beribu-ribu bahan kimia dalam komponen padat asap rokok akan membentuk endapan berwarna coklat pada permukaan gigi dan bersifat karsinogenik yang berhubungan dengan risiko timbulnya kanker.

13

(57)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Prevalensi penyakit periodontal yang irreversibel pada masyarakat Kecamatan Medan Selayang adalah sebesar 86,1%.

2. Prevalensi penyakit periodontal di daerah maksila kiri atas pada masyarakat Kecamatan Medan Selayang adalah sebesar 39,3% dengan kehilangan tulang 3 – 4 mm dan 60,7% dengan kehilangan tulang lebih dari 4 mm.

3. Terdapat hubungan antara usia dan penyakit periodontal yang dihubungkan dengan kehilangan tulang alveolar yang ditinjau secara radiografi panoramik. Dimana semakin meningkatnya usia, risiko terkena penyakit periodontal semakin tinggi.

4. Terdapat hubungan antara jenis kelamin dan penyakit periodontal yang dihubungkan dengan kehilangan tulang alveolar yang ditinjau secara radiografi panoramik.

5. Secara statistik terdapat hubungan antara kebiasaan merokok dan penyakit periodontal yang dihubungkan dengan kehilangan tulang alveolar yang ditinjau secara radiografi, namun persentase hasil tidak menunjukkan hubungan yang sesuai menurut teori.

6.2 Saran

1. Diharapkan pada penelitian berikutnya diperhatikan juga mengenai kebiasaan buruk responden (misalnya mengunyah sebelah sisi).

(58)
(59)

DAFTAR PUSTAKA

1. Sanjaya A. Struktur jaringan periodontal.

http://arif-healthy.blogspot.11/struktur-jaringan-periodontal.html (Juli 20.2012).

2. Hidayat W. Gambaran distribusi teknik foto rontgen gigi yang digunakan di rsgm-fkg unpad. Makalah. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjajaran Bandung, 2007: 1,8.

3. Boel T. Indeks radiometric direct digital panoramic radiography plak arteri karotis pada penderita periodontitis kronis dengan mempertimbangkan berbagai faktor resiko. Disertasi. Medan: USU, 2011: 1-8.

4. Agarwal V, Khatri M, Singh G et al. Prevalence of periodontal disease in India. J Oral Health And Community Dentristry 2010; 4: 7-16.

5. Chucjpaiwong S., Ngonephady S., Dharmbhibhit J. et al. The prevalence of periodontal disease and oral hygiene care in Savannakhet Province, Lao people’s democratic republic. South East Asian J Trop Med Pub Health 2000; 31 (4): 775-8.

6. Fehrenbach M.J. Risk factors for periodontal disease. The Richmond Institute: Vol 6(2) 7. Ragghianti MD, Greghi SLA, Lauris JRP, Sant’ana ACP, Passanezi E.

Influence of age, sex, plaque and smoking on periodontal conditions in a population from Bauru, Brazil. J Appl Oral Sci 2004; 12(4): 273-9.

8. Pejčić A, Obradović R, Kesić L, Kojović D. Smoking and periodontal disease a review. Medicine and Biology 2007; 14(2): 53-9.

9. Fehrenbach MJ, Weiner J. Sauunders review of dental hygiene. 2 nd ed., USA: Saunders Elsevier, 2009: 425-6, 430, 436-7.

(60)

11. Meisel P et al. Gender and smoking-related risk reduction of periodontal disease with variant myeloperoxidase. Genes Immun 2002; 3(2): 102-6.

12. Anonymous. Penyakit gigi dan mulut.

10.2012).

13. Kusuma ARP. Pengaruh merokok terhadap kesehatan gigi dan rongga mulut.

14. Adriani D, Masulili SLC, Iskandar HB. Evaluasi radiografis intraoral konvensional kehilangan tulang alveolar pada periodontitis kronis perokok dan bukan perokok. Majalah Kedokteran Gigi 2008; 15(2): 105-6.

15. Ababneh KT, Abu Hwaji ZM, Khader YS. Prevalence and risk indicators of gingivitis and periodontitis in a multi-centre study in North Jordan: A cross sectional study. BMC Oral Health 2012; 12: 1.

16. Hassam. Common oral disease. http://hassam.hubpages.com/hub/Common-Oral-Diseases (Juli 20.2012).

17. Prasananth VK, Doddamani AS, Abbayya K, Yunus GY, Konakeri V, Ridhima. Influence of socioeconomic status on periodontal health among 15 year old school children of dhule city India. JIDA 2010; 4(12): 450-3.

18. Situmorang N. Dampak karies gigi dan penyakit periodontal terhadap kualitas hidup. http:/ (Juli 20.2012).

19. Yuniarti. Efek paparan kitosan dari kulit udang terhadap osteogenesis sel punca

yang diisolasi dari ligamentum periodontal.

http://www.ui.ac.id/id/news/archive/5185 (Juli 20.2012).

20. White SC. Pharoah MJ. Oral radiology: Principles and interpretation. 6 th ed., Philadelphia: Mosby Elsevier Inc., 2009: 282-5.

21. Singer RS. Radiology of periodontal disease.

Gambar

Tabel
Gambar 2. Tahapan penyakit periodontal 26
Tabel 5. Data statistik jumlah responden berdasarkan usia
Tabel 12. Hubungan penyakit periodontal  maksila regio kiri dengan kategori                             resorpsi tulang alveolar

Referensi

Dokumen terkait

Maka dari itu penulis mendapat ide untuk membuat aplikasi yang bergerak pada bidang jasa yaitu sebuah Sistem Informasi Pemesanan Tiket Bioskop Online Berbasis Websiete dengan

Dari analisa dengan menggunakan software ANSYS, ternyata untuk kasus retak permukaan didapatkan hasil yang cukup dekat dengan hasil dari eksperimen yang dilakukan oleh Siyi Chen

Untuk mengefisienkan gerakan pengeboran dari mesin bor, pada sistem yang telah ddisain, diterapkan algoritma genetika. Tujuan algoritma genetika adalah mencari rute urutan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui presentase saus tomat jajanan pentol di sekitar wilayah simpang empat Banjarbaru yang tidak memenuhi syarat SNI 01 - 7388 - 2009

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang, dengan limpah karunia-Nya Penulis dapat menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir ini dengan Judul

[r]

Untuk membuat aplikasi pemesanan tiket kereta ini penulis menggunakan bahasa pemrograman WML dan PHP yang digunakan bersama dengan tag tag HTML serta menggunakan MySQL

[r]