DENGAN STRATEGI REACT TERHADAP HASIL
BELAJAR KIMIA SISWA KELAS XI MAN BABAKAN
LEBAKSIU TEGAL
skripsi
disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Kimia
oleh Akhmad Farid
4301409071
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke Sidang Panitia
Ujian Skripsi :
Hari :
Tanggal :
Semarang,
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dra. Sri Nurhayati, M.Pd Dra. Sri Mantini RS, M.Si
iii
terdapat plagiat dalam skripsi ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai
ketentuan perundang-undangan.
Semarang, Juli 2013
Akhmad Farid
iv
PENGESAHAN
Skripsi yang berjudul
Pengaruh Penerapan Pembelajaran Kimia dengan Strategi REACT terhadap
Hasil Belajar Kimia Siswa Kelas XI MAN Babakan Lebaksiu Tegal
disusun oleh
Akhmad Farid
4301409071
telah dipertahankan di hadapan Sidang Panitia Ujian Skripsi FMIPA Universitas
Negeri Semarang pada
hari :
tanggal :
Panitia:
Ketua Sekertaris
Prof. Dr. Wiyanto, M.Si Dra. Woro Sumarni, M.Si
NIP 19631012 198803 1 001 NIP 19650723 199303 2 001
Ketua Penguji
Drs. Eko Budi Susatyo, M.Si NIP 19561111 199003 1 003
Anggota Penguji/ Anggota Penguji/
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
Dra. Sri Nurhayati, M.Pd Dra. Sri Mantini RS, M.Si
v
Jangan pernah merasa bangga jika engkau mampu beramal sholeh, karena
jika bukan karena Allah yang menggerakkan hatimu untuk beramal sholeh,
niscaya engkau tidak akan sanggup melakukannya.
Dengan ilmu hidup akan menjadi mudah, dengan seni hidup akan menjadi
indah dan dengan iman hidup akan menjadi terarah.
Menuntut ilmu adalah taqwa. Menyampaikan ilmu adalah ibadah.
Mengulang-ulang ilmu adalah dzikir. Mencari ilmu adalah jihad. (Imam Al
Ghazali)
PERSEMBAHAN
Hasil karya ini merupakan salah satu anugerah dari Allah
SWT, rasa syukur selalu kupanjatkan kepada Allah SWT
yang telah melimpahkan rahmat yang tiada terkira. Karya
ini kupersembahkan untuk:
Kedua orang tuaku, Bapak Ahmad Mujahid dan Ibu
Latifah yang selalu memberikan kasih sayang, motivasi,
dan doa dengan setulus hati di setiap langkahku.
Kakak dan adikku, Mas Syaikhul, Mas Zulfa, Almas,
Nabil, Izzah
Um Farid, Lik Khafsoh, dan Fuadi Maqofa Ahmad
Teman-teman seperjuangan D’Kimoro
Semua dosen kimia yang telah membagi ilmunya yang
Insya Allah bermakna dan bermanfaat.
Almamaterku, tempatku berjuang demi cita-cita masa
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah serta anugerah nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Pengaruh Penerapan Pembelajaran Kimia dengan Strategi REACT Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa Kelas XI
MAN Babakan Lebaksiu Tegal”.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini selesai berkat bantuan,
petunjuk, saran, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Ketua Jurusan Kimia Universitas Negeri Semarang.
2. Ibu Dra. Sri Nurhayati, M.Pd selaku dosen pembimbing I yang telah banyak
memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi dalam penyusunan skripsi.
3. Ibu Dra. Sri Mantini RS, M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah banyak
memberikan bimbingan, arahan dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.
4. Bapak Drs. Eko Budi Susatyo, M.Si selaku dosen penguji skripsi, yang telah
meluangkan waktunya untuk menguji skripsi penulis, dan memberi masukan,
arahan untuk kesempurnaan skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Kimia yang telah memberikan bekal kepada
penulis dalam penyusunan skripsi ini.
6. Bapak Drs. H. Kamaluddin,MM selaku Kepala MAN Babakan Lebaksiu
Tegal yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.
7. Ibu Dra. Nur Hikmah selaku guru mata pelajaran kimia MAN Babakan
Lebaksiu Tegal yang telah banyak membantu terlaksananya penelitian ini.
8. Bapak Baghowi, M.Pd, Ibu Nurkhilfah, S.Pd, dan Ibu Muzayanah, S.Ag
selaku guru MAN Babakan Lebaksiu Tegal yang telah banyak membantu
terlaksananya penelitian ini.
9. Ayah, Ibu dan keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan, doa dan
vii
Penulis tahu bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna.Oleh
karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca. Semoga skripsi
ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca khususnya dan perkembangan
pendidikan pada umumnya.
Semarang, Juli 2013
viii ABSTRAK
Farid, Akhmad. 2013. Pengaruh Penerapan Pembelajaran Kimia dengan Strategi REACT terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa Kelas XI MAN Babakan Lebaksiu Tegal. Skripsi, Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Utama Dra. Sri Nurhayati, M.Pd., Pembimbing Pendamping Dra. Sri Mantini RS, M.Si
Kata Kunci : Hasil belajar; Strategi REACT
Pada pembelajaran kimia, siswa diharapkan memperoleh aspek pemahaman konsep, penalaran, komunikasi, dan pemecahan masalah. Pada kenyataannya, masih banyak dijumpai beberapa kesulitan yang menyebabkan siswa masih sukar dalam memahami dan mendalami materi. Oleh karena itu, perlu adanya alternatif strategi pembelajaran yang dapat meningkatkan motivasi dan aktivitas dalam pembelajaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh strategi pembelajaran REACT terhadap hasil belajar kompetensi dasar kelarutan dan hasil kali kelarutan di MAN Babakan Lebaksiu Tegal. Data hasil penelitian diperoleh melalui metode tes, observasi, dan angket. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA MAN Babakan Lebaksiu Tegal. Desain penelitian ini
adalah post-test only group design. Sampel diambil dengan teknik cluster random
ix
Mathematics and Natural Sciences, Semarang State University. Main supervisor Dra. Sri Nurhayati, M.Pd., Assistant Supervisor Dra. Sri Mantini RS, M.Si.
Keywords: Strategy of REACT; Learning outcomes
x DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PERNYATAAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
ABSTRAK ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... ... 6
1.3 Tujuan Penelitian ... ... 6
1.4 Manfaat Penelitian ... ... 7
1.5 Batasan Masalah ... 8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Belajar dan Pembelajaran ... 9
2.2 Strategi Pembelajaran REACT ... 11
2.3 Hasil Belajar ... 15
2.4 Keterampilan Proses Sains ... 16
2.5 Penelitian Terdahulu ... 21
2.6 Tinjauan tentang Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan ... 22
2.7 Kerangka Berpikir ... . 28
xi
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 33
3.5 Instrumen Penelitian ... 34
3.6 Analisis Instrumen ... 37
3.7 Metode Analisis Data ... 45
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 56
4.2 Pembahasan... 67
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 81
5.2 Saran ... 81
DAFTAR PUSTAKA ... 83
xii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Indikator dan Sub Indikator Keterampilan Proses Sains ... 17
3.1 Data SiswaKelas XI IPA MAN Babakan Lebaksiu Tegal ... 31
3.2 Desain Penelitian ... 33
3.3 Klasifikasi Indeks Kesukaran ... 39
3.4 Kriteria Daya Pembeda ... 41
3.5 Klasifikasi Reliabilitas Soal ... 42
3.6 Perubahan Nomor Soal Uji Coba pada Soal Ulangan ... 43
3.7 Klasifikasi Nilai Aspek Afektif dan Psikomotorik ... 54
3.8 Kriteria Rata-Rata Skor Tiap Aspek ... 54
3.9 Klasifikasi Nilai Angket Tanggapan Siswa ... 55
4.1 Data Awal Populasi ... 56
4.2 Hasil Uji Normalitas Data Awal Populasi ... 57
4.3 Hasil Uji Homogenitas Populasi ... 57
4.4 Hasil Uji Kesamaan Rata-Rata Keadaan Awal Populasi ... 58
4.5 Data Nilai Post-Test Kelas Eksperimen I dan Kelas Eksperimen II .... 59
4.6 Hasil Uji Normalitas Data Post-Test ... 59
4.7 Hasil Uji Kesamaan Dua Varians Data Post-Test ... 59
4.8 Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Data Post-Test (Uji Dua Pihak) ... 60
4.9 Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Data Post-Test (Uji Satu Pihak) ... 60
4.10 Hasil Uji Ketuntasan Belajar Klasikal ... 62
4.11 Rata-Rata Skor Tiap Aspek Afektif ... 63
4.12 Rata-Rata Skor Tiap Aspek Psikomotorik ... 64
xiii
2.1 Kerangka Berpikir ... 29
4.1 Grafik Hasil Belajar Kognitif ... 70
4.2 Grafik Hasil Observasi Afektif ... 74
4.3 Grafik Hasil Observasi Psikomotorik ... 77
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Daftar Nilai Ujian Akhir Semester Gasal Kelas XI IPA ... 86
2. Uji Normalitas Data Populasi ... 87
3. Uji Homogenitas Data Populasi ... 91
4. Uji Kesamaan Rata-Rata Keadaan Awal Populasi... 92
5. Daftar Nama Siswa Kelompok Eksperimen I dan Eksperimen II ... 94
6. Silabus ... 95
7. Contoh RPP Kelas Eksperimen I ... 97
8. Contoh RPP Kelas Eksperimen II ... 102
9. Kisi-kisi Soal Uji Coba ... 107
10.Soal Uji Coba dan Post-Test ... 108
11.Analisis Validitas, Daya Beda dan Tingkat Kesukaran Soal Uji Coba .... 116
12.Reliabilitas Soal Uji Coba ... 119
13.Daftar Nilai Post-Test ... 120
14.Uji Normalitas Data Post-Test ... 121
15.Uji Kesamaan Dua Varians Data Post-Test ... 123
16.Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Data Post-Test (Uji Dua Pihak) ... 124
17.Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Data Post-Test (Uji Satu Pihak) ... 125
18.Analisis Pengaruh Antar Variabel ... 126
19.Daftar Ketuntasan Belajar Klasikal ... 127
20.Pedoman Penilaian Afektif ... 128
21.Hasil Uji Coba Lembar Observasi Afektif ... 131
22.Uji Reliabilitas Lembar Observasi Afektif ... 132
23.Rekapitulasi Nilai Afektif Kelas Eksperimen I ... 133
24.Rekapitulasi Nilai Afektif Kelas Eksperimen II ... 134
25.Pedoman Penilaian Psikomotorik ... 135
26.Hasil Uji Coba Lembar Observasi Psikomotorik ... 139
xv
31.Analisis Angket Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran Kimia dengan
Strategi REACT ... 145
32.Dokumentasi Penelitian ... 147
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Mata pelajaran kimia sebagai salah satu rumpun dari Ilmu Pengetahuan
Alam menuntut siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Pembelajaran
kimia menekankan pada cara siswa menguasai konsep-konsep dan bukan
menghafal fakta satu sama lain. Konsep-konsep kimia mempunyai tingkat
generalisasi dan abstraksi tinggi yang menyebabkan siswa mengalami kesukaran
dalam penguasaan. Ada dua hal yang berkaitan dengan kimia yang tidak
terpisahkan, yaitu kimia sebagai produk (pengetahuan kimia yang berupa fakta,
konsep, prinsip, hukum, dan teori) temuan ilmuwan dan kimia sebagai proses
(kerja ilmiah). Oleh sebab itu, pembelajaran kimia dan penilaian hasil belajar
kimia harus memperhatikan karakteristik ilmu kimia sebagai proses dan produk.
Selain itu, pembelajaran kimia juga menekankan pada pemberian pengalaman
belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan
proses dan sikap ilmiah.
Keterampilan proses merupakan salah satu pendekatan yang harus dijadikan
acuan bagi pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran. Keterampilan
proses ini harus ditumbuhkan dalam diri peserta didik sesuai dengan taraf
penggerak penemuan dan pengembangan fakta dan konsep serta penumbuhan dan
pengembangan sikap, wawasan, dan nilai dari peserta didik. (Depdiknas, 2006)
Keterampilan proses sains merupakan keseluruhan keterampilan ilmiah
yang terarah dan dapat digunakan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip
atau teori, dan untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya
(Indrawati, 2000). Pendekatan ini sangat diperlukan untuk mengembangkan
kemampuan berpikir siswa. Pendekatan ini pada dasarnya memacu pengembangan
potensi siswa berupa keterampilan intelektual, sosial, dan fisik yang bersumber
dari kemampuan-kemampuan mendasar yang pada prinsipnya telah ada pada diri
siswa (Dimyati, 2002). Untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa
diperlukan metode pembelajaran yang tepat. Salah satunya metode
eksperimen/praktikum yang dapat meningkatkan keterampilan proses sains.
Djamarah (2010) menyatakan bahwa praktikum akan memberikan
kesempatan pada siswa untuk mengalami sendiri, mengikuti proses, mengamati
suatu obyek, keadaan atau proses sesuatu, sehingga pengalaman siswa bermakna
karena keterampilan proses sains lebih beragam dan materi yang diajarkan lebih
luas.
Observasi awal yang dilakukan melalui wawancara dengan guru kimia
Kelas XI MAN Babakan Lebaksiu Tegal, Dra. Nur Hikmah, menunjukkan bahwa
ketuntasan klasikal siswa pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan tahun
ajaran 2011/2012 kurang dari 80%. Nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
MAN Babakan Lebaksiu Tegal untuk mata pelajaran kimia adalah 75, sehingga
3
dan hasil kali kelarutan tidak mencapai standar kelulusan kompetensi. Hal ini
disebabkan pengalaman belajar yang diberikan guru lebih ditekankan pada
kegiatan ceramah dan latihan soal serta praktikum di laboratorium belum optimal.
Kegiatan tersebut terkesan monoton dan belum menekankan pada kegiatan aktif
siswa (student centered) dalam membangun konsep. Salah satu cara untuk
mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan menggunakan model
pembelajaran inovatif yang tepat dalam penerapannya di kelas.
Konsep kelarutan dan hasil kali kelarutan merupakan salah satu konsep
kimia yang proses pembelajarannya menuntut siswa tidak hanya paham materi
saja, melainkan siswa ditantang untuk dapat mengintegrasikan dalam kehidupan
nyata. Dalam materi ini, siswa dituntut untuk mampu mengkonstruk
konsep-konsep yang relevan dan disesuaikan dengan pengalaman yang dimilikinya.
Upaya yang dilakukan siswa dalam mengkonstruk konsep-konsep dapat berupa
(1) pembuktian; (2) penemuan; dan (3) pencarian informasi-informasi dari
berbagai sumber sehingga pengetahuan siswa akan bertambah luas. Untuk
memahami materi kelarutan dan hasil kali kelarutan, siswa dituntut untuk
memahami konsep-konsep sebelumnya, seperti konsep mol, persamaan reaksi,
kesetimbangan reaksi, dan konsentrasi larutan. Adanya keterkaitan antara konsep
kelarutan dan hasil kali kelarutan dengan konsep-konsep sebelumnya,
menunjukkan bahwa konsep kelarutan dan hasil kali kelarutan merupakan konsep
Strategi REACT dijabarkan oleh Crawford, bahwasannya ada lima strategi
yang harus tampak yaitu: Relating, Experiencing, Applying, Cooperating,
Transferring. Relating (mengaitkan) adalah pembelajaran dengan mengaitkan materi yang sedang dipelajari dengan konteks pengalaman kehidupan nyata atau
pengetahuan yang sebelumnya. Experiencing (mengalami) merupakan
pembelajaran yang membuat siswa belajar dengan melakukan kegiatan (learning
by doing) melalui eksplorasi, penemuan, pencarian, aktivitas pemecahan masalah,
dan laboratorium. Applying (menerapkan) adalah belajar dengan menerapkan
konsep-konsep yang telah dipelajari untuk digunakan, dengan memberikan
latihan-latihan yang realistik dan relevan. Cooperating (bekerjasama) adalah
pembelajaran dengan mengkondisikan siswa agar bekerja sama, sharing,
merespon dan berkomunikasi dengan para pembelajar yang lainnya. Kemudian
Transferring (mentransfer) adalah pembelajaran yang mendorong siswa belajar menggunakan pengetahuan yang telah dipelajarinya ke dalam konteks atau situasi
baru yang belum dipelajari di kelas berdasarkan pemahaman.
Hasil penelitian yang dilakukan Ismawati (2010) menunjukkan adanya
pengaruh strategi pembelajaran REACT terhadap hasil belajar kimia siswa sebesar
33,64%. Penelitian lain yang dilakukan oleh Meita (2012) tentang pengaruh
strategi pembelajaran REACT terhadap prestasi belajar ditinjau dari keterampilan
proses sains siswa, menunjukkan hasil keterampilan proses sains kelas yang
diberikan strategi pembelajaran REACT lebih baik dibandingkan dengan kelas
5
Model pembelajaran kimia dengan strategi REACT diharapkan dapat
meningkatkan hasil belajar siswa terhadap materi kelarutan dan hasil kali
kelarutan. Siswa diharapkan mampu mengaitkan konsep kelarutan dan hasil
kelarutan yang dimilikinya dalam kehidupan nyata. Siswa dituntut aktif dalam
pembelajaran dan mampu berkomunikasi dengan baik antar siswa maupun dengan
guru, karena dalam pembelajaran ini siswa akan dikelompokkan dalam
kelompok-kelompok diskusi yang menuntut terjadinya interaksi dan kerjasama yang baik
antar anggota. Dalam pembelajaran ini juga siswa akan diajak untuk menerapkan
dan melakukan percobaan-percobaan yang berkaitan dengan konsep kelarutan.
Dengan demikian, proses pembelajaran menjadi lebih menarik sebab siswa
memperoleh pengalaman langsung dan siswa dapat mengkontruksi pengetahuan
dan ide-ide kreatif yang didapatnya dari hasil pengamatan dan diskusi, sehingga
perkembangan siswa tidak hanya terjadi pada aspek pengetahuan saja tetapi juga
melalui pengalaman langsung melakukan praktikum di sekolah mengenai materi
yang diajarkan.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka untuk mengetahui pengaruh
penerapan strategi REACT terhadap hasil belajar kimia siswa, perlu diujicobakan
dalam penelitian yang berjudul “PENGARUH PENERAPAN PEMBELAJARAN
KIMIA DENGAN STRATEGI REACT TERHADAP HASIL BELAJAR KIMIA
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan
yang akan diteliti adalah:
1) Apakah ada perbedaan rata-rata hasil belajar antara siswa yang diberikan
pembelajaran dengan strategi REACT dan siswa tanpa diberi strategi REACT
pada kompetensi kelarutan dan hasil kelarutan siswa kelas XI IPA MAN
Babakan Lebaksiu Tegal?
2) Berapa besar pengaruh penerapan pembelajaran kimia dengan strategi REACT
pada materi kelarutan dan hasil kelarutan terhadap hasil belajar kimia siswa
kelas XI IPA MAN Babakan Lebaksiu Tegal?
1.3
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian yang akan
dilakukan ini adalah:
1) Mengetahui adanya perbedaan rata-rata hasil belajar antara siswa yang
diberikan pembelajaran dengan strategi REACT dan siswa tanpa diberi strategi
REACT pada kompetensi kelarutan dan hasil kelarutan siswa kelas XI IPA
MAN Babakan Lebaksiu Tegal.
2) Mengetahui berapa besar pengaruh penerapan pembelajaran kimia dengan
strategi REACT pada kompetensi kelarutan dan hasil kelarutan terhadap hasil
7
1.4
Manfaat
1) Manfaat Akademis
Penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan tentang pembelajaran
menggunakan strategi REACT yang dapat dijadikan sebagai suatu alternatif
dalam proses pembelajaran kimia.
2) Manfaat Praktis
a) Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang baik
bagi sekolah sehingga dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran
pada khususnya dan kualitas sekolah pada umumnya.
b) Bagi Guru
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang
penggunaan strategi REACT yang bisa dijadikan sebagai alternatif dalam
proses pembelajaran kimia.
c) Bagi Siswa
Penerapan pembelajaran kimia dengan strategi REACT diharapkan dapat
memberikan bantuan kepada siswa untuk lebih aktif dan lebih fokus
sehingga pembelajaran menjadi lebih mudah dan menyenangkan.
d) Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebaai acuan dalam
1.5
Batasan Masalah
Penelitian ini untuk mengetahui adanya pengaruh penerapan pembelajaran
kimia dengan strategi REACT terhadap hasil belajar kimia siswa kelas XI IPA
MAN Babakan Lebaksiu Tegal. Hasil belajar yang diukur meliputi aspek kognitif,
afektif dan psikomotorik. Hasil belajar kognitif diukur melalui tes yang dilakukan
di akhir pembelajaran, sedangkan hasil belajar aspek afektif dan psikomotorik
siswa diukur melalui observasi. Untuk observasi aspek psikomotorik, digunakan
empat indikator dari indikator-indikator keterampilan proses sains. Keempat
indikator tersebut yaitu, mengamati, berkomunikasi, menafsirkan, dan
menggunakan alat dan bahan. Dari keempat indikator tersebut, peneliti merinci
lagi sehingga terbentuk sepuluh aspek yang dapat digunakan untuk mengukur
9
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Belajar dan Pembelajaran
Dalam proses pendidikan di sekolah, belajar merupakan aktivitas paling
utama. Ini berarti bahwa keberhasilan tujuan pendidikan banyak bergantung
terhadap sejauh mana proses belajar mengajar dapat berlangsung secara efektif.
Menurut Makmun (2002) “Belajar merupakan suatu proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktek atau pengalaman tertentu”. Pendapat
tersebut sesuai dengan pendapat Gagne (Dahar, 1998) yang menyatakan bahwa:
“Belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya akibat pengalaman”. Tidak semua perilaku yang terjadi pada suatu
organisme dapat dikategorikan sebagai hasil belajar. Perilaku yang menjadi
perhatian utama sebagai hasil dari proses belajar adalah perilaku verbal. Perilaku
berbicara, bergerak, menulis, dan perilaku lainnya yang memberikan kesempatan
kita untuk mempelajari perilaku-perilaku berpikir, merasa, mengingat,
memecahkan masalah, berbuat kreatif dan lainnya (Dahar 1998).
Dalam hal ini siswa harus membentuk pengetahuan mereka sendiri dan guru
hanya sebagai mediator dan fasilitator. Pengertian lain dari belajar adalah
memodifikasi atau memperteguh kekuatan melalui pengalaman. Menurut
pengertian ini belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan, dan bukan suatu
individu melalui interaksi dengan lingkungannya. Dalam proses belajar, setiap
individu memiliki motivasi yang berbeda-beda. Arifin (2003) mengungkapkan
bahwa “Terdapat dua motivasi seseorang untuk belajar. Dorongan untuk belajar
ini bisa datang dari dirinya sendiri yang disebut motivasi intrinsik, atau bisa juga
datang dari luar dirinya yang disebut motivasi ekstrinsik”.
Pembelajaran merupakan kegiatan belajar-mengajar yang terjadi di dalam
kelas dan direncanakan oleh guru untuk dialami siswa. Pembelajaran tersebut
membantu siswa untuk membangun konsep atau prinsip dengan kemampuan
sendiri.
Dalam kegiatan pembelajaran, berlangsung interaksi antara pengajar dan
pembelajar sebagai komponen dari pembelajaran dalam mengkonstruksi
pengetahuan pada diri pembelajar. Sesuai dengan teori konstruktivisme piaget
yang menyatakan bahwa pembelajaran adalah (a) memusatkan perhatian pada
proses berfikir atau proses mental siswa, bukan hanya kebenarannya saja, (b)
mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam
belajar, dan (c) memaklumi akan adanya perbedaan individu dalam hal kemajuan
perkembangan kognitif siswa. Dalam pembelajaran tersebut terdapat komponen
yang sangat penting yaitu materi subyek yang dikelola secara logika oleh
pedagogik materi subyek, dimana antar satu komponen dengan komponen lainnya
memiliki ketergantungan yang saling menguntungkan. Sehingga tujuan
11
Strategi pembelajaran perlu mengikuti kaidah pedagogik, yaitu
pembelajaran diawali dari konkrit ke abstrak, dari sederhana ke kompleks dan dari
mudah ke sulit. Peserta didik perlu belajar secara aktif dengan berbagai cara untuk
mengkonstruksi atau pengetahuannya. Suatu rumus, konsep atau prinsip dalam
mata pelajaran seyogyanya dibangun pembelajar dalam bimbingan guru.
Strategi pembelajaran perlu mengkondisikan peserta didik untuk
menemukan pengetahuan sehingga mereka terbiasa melakukan penyelidikan dan
menemukan sesuatu. Keterampilan berbahasa, keterampilan sosial, keterampilan
matematika atau kerja ilmiah merupakan hal-hal yang perlu sering dilatihkan agar
peserta didik menguasai kompetensi dalam ilmu sosial, matematika dan sains.
2.2
Strategi Pembelajaran REACT
Startegi pembelajaran REACT terdiri dari lima komponen (Relating
Experiencing, Applying, Cooperating, dan Transferring) yang disusun berdasarkan teori belajar. Kelima komponen tersebut merupakan satu kesatuan
yang diperlukan dalam kegiatan pembelajaran.
2.2.1 Relating
Menurut Crawford (2001), Relating (mengaitkan/menghubungkan)
merupakan strategi pembelajaran kontekstual yang paling kuat sekaligus
merupakan inti dari konstruktivistik. Guru dikatakan menggunakan strategi
menghubungkan ketika guru mengaitkan konsep baru dengan sesuatu yang tidak
asing bagi siswa. Guru membantu menghubungkan apa yang telah diketahui oleh
Guru yang memulai pembelajaran dengan strategi relating harus selalu mengawali pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat
dijawab oleh hampir semua siswa dari pengalamannya hidupnya diluar kelas
(Crawford, 2001). Jadi pertanyaan yang diajukan selalu dalam
fenomena-fenomena yang menarik dan sudah tidak asing lagi bagi siswa, bukan
menyampaikan sesuatu yang abstrak atau fenomena yang berada di luar jangkauan
persepsi, pemahaman dan pengetahuan para siswa.
2.2.2 Experiencing
Experiencing (mengalami) adalah menghubungkan informasi baru dengan
berbagai pengalaman atau pengetahuan sebelumnya. Pengalaman yang dimaksud
disini adalah yang dialami siswa selama proses belajar. Experiencing ini disebut
juga learning by doing, melalui exploration (penggalian), discovery (penemuan),
dan invention (penciptaan). Relating dan experiencing merupakan dua strategi untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mempelajari berbagai konsep baru.
Tetapi guru harus tahu kapan dan bagaimana caranya mengintegrasikan
strategi-strategi dalam pembelajaran tidaklah sederhana (Crawford, 2001). Di sini guru
memerlukan ketelitian, kolaborasi dan kecermatan dalam menyajikan
materi-materi pembelajaran. Guru dapat mengetahui kapan saatnya mengaktifkan
pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki siswa sebelumnya, sehingga dapat
13
2.2.3 Applying
Pada strategi Applying (menerapkan) ini siswa belajar untuk menerapkan
konsep-konsep ketika mereka melakukan aktivitas pemecahan masalah. Guru
harus mampu memotivasi siswa untuk memahami konsep-konsep yang diberikan
dengan latihan-latihan yang lebih realistis dan relevan dengan kehidupan nyata.
Agar proses pembelajaran dapat menunjukkan motivasi siswa dalam mempelajari
konsep-konsep serta pemahaman siswa menjadi lebih mendalam, (Crawford,
2001) merekomendasikan untuk memfokuskan pada aspek-aspek aktivitas
pembelajaran yang bermakna. Setelah itu merancang tugas-tugas untuk sesuatu
yang baru, bervariasi, beraneka ragam dan menarik. Terakhir merancang
tugas-tugas yang menantang tetapi masuk akal dalam kaitannya dengan kemampuan
siswa.
2.2.4 Cooperating
Siswa yang melakukan aktivitas belajar secara individual kadang-kadang
tidak mampu menunjukkan perkembangan yang signifikan dalam menyelesaikan
masalah (Crawford, 2001). Belajar dalam kelompok kecil, dapat membuat siswa
lebih mampu menghadapi latihan-latihan yang sulit. Mereka lebih mampu
menjelaskan apa yang mereka sudah pahami kepada teman-teman satu kelompok.
Untuk menghindari adanya siswa yang tidak berpartisipasi dalam aktivitas
kelompok, menolak atau menerima tanggung jawab atas pekerjaan kelompok;
atau mungkin kelompok yang terlalu tergantung pada bimbingan guru, atau
kelompok yang terlibat dalam konflik. David Johnson dan Roger Johnson (dalam
dan menciptakan lingkungan pembelajaran yang dapat meningkatkan pemahaman
konsep yang lebih mendalam, antara lain: (1) menciptakan ketergantungan positif.
Ketergantungan positif berarti bahwa setiap individu akan berhasil jika setiap
individu yang lain dalam satu kelompok tersebut juga berhasil; (2) membangun
interaksi antara siswa dengan siswa melalui diskusi pemecahan masalah; (3)
memberikan tanggung jawab kelompok kepada setiap individu, sehingga tidak ada
ketergantungan kelompok terhadap satu individu saja.
2.2.5 Transferring
Dalam strategi Transferring (mentransfer) ini siswa diharapkan dapat
menggunakan pengetahuan ke dalam konteks yang baru atau situasi yang baru.
Pembelajaran diarahkan untuk menganalisis dan memecahkan suatu permasalahan
dalam kehidupan sehari-hari dengan menerapkan pengetahuan yang sudah
dimilikinya. Disini guru dituntut untuk merancang tugas-tugas untuk mencapai
sesuatu yang baru dan beranekaragam sehingga tujuan-tujuan, minat, motivasi,
keterlibatan dan penguasaan siswa terhadap pelajaran kimia dapat meningkat.
Selain itu, (Rohati, 2011) guru seharusnya memiliki kemampuan alamiah
untuk memperkenalkan gagasan-gagasan baru yang dapat memberikan motivasi
terhadap siswa secara intrinsik dengan memancing rasa penasaran atau emosi.
Oleh karena itu guru secara efektif memberikan latihan-latihan untuk memancing
rasa penasaran dan emosi siswa. Guru juga berperan sebagai motivator dalam
mentransfer gagasan dari satu konteks ke konteks lain. Dengan demikian rasa
bermakna yang timbul dalam pembelajaran dengan strategi ini dapat melibatkan
15
2.3
Hasil Belajar
Anni (2009:85) berpendapat bahwa hasil belajar merupakan perubahan
tingkah laku yang diperoleh siswa setelah mengalami kegiatan belajar. Perolehan
aspek-aspek perubahan perilaku tersebut tergantung pada apa yang dipelajari oleh
peserta didik.
Benyamin S. Bloom (dalam Anni 2009:86) membagi hasil belajar menjadi
tiga ranah yaitu :
1) Ranah Kognitif
Ranah kognitif berkenaan dengan pengetahuan, kemampuan, dan kemahiran
intelektual yang terdiri dari enam aspek yaitu pengetahuan, pemahaman,
penerapan, analisis, sintesis, dan penilaian.
2) Ranah Afektif
Ranah afektif berkenaan dengan perasaan, sikap, minat, dan nilai yang terdiri dari
lima aspek yaitu penerimaan, penanggapan, penilaian, pengorganisasian, dan
pembentukan pola hidup.
3) Ranah Psikomotorik
Ranah psikomotorik berkenaan dengan kemampuan fisik seperti keterampilan
motorik dan syaraf, manipulasi objek, dan koordinasi syaraf yang terdiri dari tujuh
aspek yaitu persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan
kompleks, penyesuaian, dan kreativitas. Pada penelitian ini, aspek-aspek yang
digunakan untuk mengukur psikomotorik siswa diambil dari indikator
keterampilan proses sains, antara lain: mengamati, berkomunikasi, menafsirkan,
Secara garis besar, faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah
sebagai berikut (Anni, 2009:96):
1) Faktor internal, mencakup (1) kondisi fisik, seperti kesehatan organ tubuh; (2)
kondisi psikis, seperti kemampuan intelektual dan emosional; serta (3)
kondisi sosial, seperti kemampuan bersosialisasi dengan lingkungannya.
2) Faktor eksternal, meliputi variasi dan tingkat kesulitan materi belajar yang
dipelajari, tempat belajar, iklim, suasana lingkungan, dan budaya belajar
masyarakat akan mempengaruhi hasil belajar.
2.4
Keterampilan Proses Sains (KPS)
Keterampilan proses meliputi keterampilan intelektual, sosial, dan fisik.
Kemampuan ini pada dasarnya merupakan pengembangan diri sikap ingin tahu
pada setiap anak. Indrawati (2000), menyatakan bahwa keterampilan proses
merupakan keseluruhan keterampilan terarah (baik kognitif maupun psikomotor)
yang digunakan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip atau teori untuk
mengembangkan konsep yang ada sebelumnya, ataupun untuk melakukan
penyangkalan terhadap suatu penemuan (flasifikasi). Menurut Krischner (2002)
praktikum merupakan sarana yang tepat untuk membantu siswa mengembangkan
keterampilan khusus. Keterampilan khusus yang dimaksud adalah: membedakan,
mengamati, mengukur, menilai, menggunakan alat dan bahan, merencanakann
dan mengkomunikasikan. Keterampilan-keterampilan tersebut merupakan
17
Kegiatan praktikum merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari
pembelajaran sains (Hodson, 1996). Sebagaimana yang diungkapkan oleh Arifin
dkk (2003) bahwa mempelajari sains kurang dapat berhasil bila tidak ditunjang
dengan kegiatan laboratorium. Woolnough (dalam Rowe, 1996) mengemukakan
empat alasan pentingnya praktikum, yaitu: (1) praktikum membangkitkan
motivasi belajar IPA, (2) praktikum mengembangkan keterampilan dasar
melakukan eksperimen, (3) praktikum menjadi wahana belajar pendekatan ilmiah,
dan (4) praktikum menunjang materi pelajaran.
Rustaman (2005) menyatakan bahwa keterampilan proses perlu
dikembangkan melalui pengalaman-pengalaman langsung sebagai pengalaman
pembelajaran. Melalui pengalaman langsung seseorang dapat lebih menghayati
proses atau kegiatan yang sedang dilakukan. Jenis-jenis indikator keterampilan
[image:32.595.115.520.478.761.2]proses sains beserta sub indikatornya disajikan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Indikator dan Sub Indikator Keterampilan Proses Sains
Indikator Keterampilan Proses
Sains
Sub Indikator Keterampilan Proses Sains
Mengamati Menggunakan sebanyak mungkin alat indera Mengumpulkan/menggunakan fakta yang relevan
Mengelompokkan atau Klasifikasi
Mencatat setiap pengamatan secara terpisah Mencari perbedaan, persamaan
Mengontraskan ciri-ciri Membandingkan
Mencari dasar pengelompokkan atau penggolongan
Menafsirkan Menghubungkan hasil-hasil pengamatan Menemukan pola dalam suatu seri pengamatan Menyimpulkan
Meramalkan Menggunakan pola-pola hasil pengamatan Mengungkapkan apa yang mungkin terjadi pada Keadaan yang belum diamati
Mengajukan Pertanyaan
Bertanya apa, mengapa, dan bagaimana. Bertanya untuk meminta penjelasan
hipotesis.
Merumusakan Hipotesis
Mengetahui bahwa ada lebih dari satu kemungkinan penjelasan dari suatu kejadian.
Menyadari bahwa suatu penjelasan perlu diuji
kebenarannya dengan memperoleh bukti lebih banyak atau melakukan cara pemecahan masalah
Merencanakan Percobaan
Menentukan alat/bahan/sumber yang akan digunakan Mentukan variabel/ faktor penentu
Menetukan apa yang akan diukur, diamati, dicatat Menentukan apa yang akan dilaksanakan berupa langkah kerja
Menggunakan alat/bahan
Memakai alat/bahan
Mengetahui alasan mengapa menggunakan alat/bahan Mengetahui bagaimana menggunakan alat/ bahan.
Menerapkan konsep Menggunakan konsep yang telah dipelajari dalam situasi baru
Menggunakan konsep pada pengalaman baru untuk menjelaskan apa yang sedang terjadi
Berkomunikasi Mengubah bentuk penyajian
Menggambarkan data empiris hasil percobaan atau pengamatan dengan grafik atau tabel atau diagram Menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis Menjelaskan hasil percobaan atau penelitian
Membaca grafik atau tabel atau diagram
Mendiskusikan hasil kegiatan mengenai suatu masalah atau suatu peristiwa
Deskripsi mengenai indikator-indikator keterampilan proses sains sebagai
berikut:
1) Mengamati
Mengamati adalah proses pengumpulan data tentang fenomena atau peristiwa
dengan menggunakan beberapa indera. Indera yang digunakan siswa yakni
melihat, mendengar, merasakan, mencium dan mengecap. Siswa harus dapat
mengumpulkan fakta-fakta yang relevan dan memadai melalui kemampuan ini.
2) Mengelompokkan atau Klasifikasi
Mengelompokkan adalah suatu sistematika yang digunakan untuk
19
mengklasifikasikan tercakup beberapa kegiatan seperti mencari kesamaan,
mencari perbedaan, mengontraskan ciri-ciri, membandingkan, dan mencari dasar
penggolongan.
3) Menafsirkan
Menafsirkan hasil pengamatan adalah menarik kesimpulan tentatif dari data yang
dicatatnya. Hasil-hasil pengamatan tidak akan berguna bila tidak ditafsirkan.
Karena dari mengamati langsung, mencatat setiap pengamatan secara terpisah,
kemudian menghubung-hubungkan hasil-hasil pengamatan membuat siswa
mencoba menemukan pola dalam suatu seri pegamatan, dan akhirnya membuat
kesimpulan.
4) Meramalkan
Meramalkan adalah mengemukakan atau memperkirakan apa yang mungkin
terjadi pada keadaan yang belum diamati berdasarkan penggunaan pola
keteraturan atau kecenderungan-kecenderungan gejala tertentu yang telah
diketahui sebelumnya.
5) Mengajukan pertanyaan
Kemampuan mengajukan pertanyaan dapat diperoleh siswa dengan mengajukan
pertanyaan apa, mengapa dan bagaimana, pertanyaan untuk meminta penjelasan
atau pertanyaan yang berlatar belakang hipotesis.
6) Merumusakan hipotesis
Kemampuan membuat suatu perkiraan atau jawaban sementara yang beralasan
(logis) untuk menerangkan suatu kejadian atau pengamatan tertentu. Hipotesis
atau penalaran deduktif berdasarkan teori.Kebenaran hipotesis dapat diuji melalui
percobaan yang dilakukan oleh siswa.
7) Merencanakan percobaan
Kemampuan menentukan alat dan bahan, variabel-variabel, menentukan variabel
yang harus dibuat tetap dan variable yang berubah dalam percobaan. Siswa harus
dapat menentukan apa yang akan diamati, diukur atau ditulis, menentukan cara
dan langkah-langkah kerja serta bagaimana mengolah hasil-hasil pengamatan.
8) Menggunakan alat/bahan
Keterampilan menggunakan alat dan bahan dapat dimiliki dengan sendirinya.
Siswa harus menggunakan alat dan bahan secara langsung agar dapat memperoleh
pengalaman langsung dan mengetahui konsep mengapa dan bagaimana
menggunakan alat dan bahan.
9) Menerapkan konsep
Keterampilan menerapkan konsep yang telah dikuasai untuk memecahkan
masalah tertentu atau menjelaskan suatu peristiwa yang dipelajarinya dalam
situasi baru atau pada pengalaman-pengalaman baru untuk menjelaskan apa yang
sedang terjadi.
10) Berkomunikasi
Keterampilan mendiskusikan dan menyampaikan hasil penemuannya kepada
orang lain. Keterampilan ini disampaikan secara lisan maupun tulisan yang dapat
berupa membaca grafik, tabel, atau diagram dari hasil percobaan.
Menggambarkan data empiris dengan grafik, tabel, atau diagram juga termasuk
21
Assesment keterampilan proses sains bertujuan untuk menilai kemampuan
siswa dalam menguasai aspek atau indikator, assessment ini dapat berupa
observasi, tes tertulis dan penilaian laporan hasil eksperimen (Feyzioglu, 2009:
118-120). Observasi dapat dilakukan pada setiap pembelajaran di kelas melalui
diskusi, di laboratorium maupun di lapangan dengan menggunakan lembar
observasi penilaian keterampilan proses sains. Tes tertulis dapat dilakukan
menggunakan tes obyektif dan uraian. Tes ini untuk mengetahui keterampilan
proses sains siswa, yang di dalamnya berisi pokok uji tes obyektif dengan masalah
yang open ended. Siswa dituntut untuk mengemukakan alasan mengapa memilih
jawaban itu. Hal ini dilakukan untuk mengintrepetasikan apakah siswa hanya
menebak, salah konsep, tidak menguasai konsep dan keterampilan proses sains
atau menguasai konsep dan keterampilan proses sains. Penilaian laporan hasil
eksperimen dilakukan dengan kriteria yang dibuat oleh peneliti dan divalidasi para
ahli.
2.5
Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang mendukung rencana penelitian ini diantaranya:
1) Hasil penelitian Tapilouw Marthen (2010) yang berjudul “Pembelajaran Melalui Pendekatan REACT Meningkatkan Kemampuan Matematis Siswa
SMP” menunjukkan bahwa kemampuan pemahaman matematis, penalaran
matematis, dan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengalami
pembelajaran melalui pendekatan REACT lebih tinggi dari siswa yang
2) Hasil penelitian Yuniawatika (2011) menunjukkan bahwa pembelajaran
matematika dengan strategi REACT dapat meningkatkan kemampuan
koneksi dan representasi matematik siswa. Pembelajaran matematika dengan
strategi REACT secara signifikan lebih baik dalam meningkatkan
kemampuan koneksi dan representasi matematik siswa sekolah dasar
dibandingkan dengan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan strategi
konvensional ditinjau dari level sekolah (baik dan sedang) maupun ditinjau
dari kemampuan matematika siswa (tinggi, sedang, dan rendah).
3) Hasil penelitian Meita (2012) membuktikan bahwa penerapan strategi
pembelajaran REACT berpengaruh positif terhadap keterampilan proses sains
siswa. Siswa yang diberikan perlakuan dengan strategi pembelajaran REACT
memiliki keterampilan proses sains yang lebih baik dibandingkan kelas yang
tidak diberikan strategi pembelajaran REACT.
2.6
Tinjauan tentang Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan
Banyak proses alam yang terjadi disebabkan oleh pengendapan atau
kelarutan garam yang sukar larut dalam air. Sebagai contoh terbentuknya stalaktit
dan stalakmit dalam gua kapur atau terbentuknya batu ginjal dalam tubuh.
Stalaktit dan Stalakmit terbentuk pada saat air merembes dari atas bukit gua
melalui rongga-rongga dan melarutkan kapur sedikit-sedikit. Di dalam gua ini
kapur ada yang jatuh dan menempel di atap gua sehingga dalam waktu ribuan
tahun terbentuk stalaktit dan stalakmit. Stalaktit dan stalakmit yang terbentuk
23
Batu ginjal dalam tubuh akan terbentuk bila terjadi pengendapan garam
kalsium fosfat atau kalsium oksalat secara perlahan-lahan. Pengendapan akan
terjadi dalam proses pencernaan bila konsentrasi ion oksalatnya berlebihan dan
menimbulkan terbentuknya kalsium oksalat. Ion kalsium dalam plasma darah
yang berfungsi sebagai pengontrol gerak otot akan berkurang bila diikat oleh ion
oksalat. Hal ini akan menyebabkan kekejangan yang mendadak.
Pengendapan-pengendapan tersebut ada hubungannya dengan konsentrasi ion dan hasil kali
kelarutan. Sebagai contoh batu ginjal terbentuk jika konsentrasi ion kalsium dan
ion oksalat cukup besar.
2.6.1 Pengertian Kelarutan
Jika suatu senyawa ion dilarutkan ke dalam air, biasanya akan larut sebagai
ion. Bagi senyawa yang sedikit larut akan terjadi kesetimbangan antara senyawa
yang padat dan ion-ion dalam larutan jenuhnya. Larutan jenuh didefinisikan
sebagai larutan yang telah mengandung zat terlarut dalam konsentrasi yang
maksimum, tidak dapat ditambah lagi. Harga konsentrasi maksimum ini
berbeda-beda untuk masing-masing senyawa. Konsentrasi maksimum yang dapat dicapai
oleh suatu zat dalam suatu larutan disebut kelarutan.
2.6.2 Hasil Kali Kelarutan (Ksp)
Apabila kita melarutkan kapur ke dalam air sedikit demi sedikit, awalnya
kapur larut dalam air. Tetapi, lama kelamaan kapur yang ditambahkan tidak bisa
larut lagi. Keadaan pada saat pelarut sudah tidak mampu lagi melarutkan zat yang
membentuk ion-ionnya. Pada keadaan jenuh terjadi kesetimbangan heterogen
antara padatan dan ion-ion yang terlarut.
Hasil kali kelarutan ialah hasil kali konsentrasi ion-ion dari larutan jenuh
garam yang sukar larut dalam air, setelah masing-masing konsentrasi
dipangkatkan dengan koefisien menurut persamaan ionisasinya.
Suatu larutan jenuh elektrolit AxBy dalam air yang berisi AxBy padat. Dalam larutan terjadi kesetimbangan ion.
AxBy(s) AxBy(aq) xAy+(aq) + yBx-(aq)
Berdasarkan reaksi kesetimbangan ini dapat dihitung harga tetapan
kesetimbangan :
Di dalam larutan jenuh AxBy konsentrasi AxBy yang terlarut tidak berubah selama AxBy padat masih terdapat dalam larutan dan suhu percobaan tetap. Persamaan (1) dapat juga ditulis sebagai berikut:
Karena harga K tetap dan harga konsentrasi AxBy merupakan tetapan baru.
Tetapan baru ini dinyatakan dengan notasi Ksp, maka persamaan (2) dapat ditulis:
Keterangan:
Ksp zat AxBy = hasil kali kelarutan AxBy
25
2.6.3 Hubungan antara Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutaan (s dan Ksp)
Nilai kelarutan dapat dihitung berdasarkan hubungan antara Ksp dan
kelarutan (s). Hubungan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
AxBy(s) AxBy(aq) xAy+(aq) + yBx-(aq)
s x s y s
Bila kelarutan zat AxBy adalah S (dalam satuan molar), secara stoikiometri
[Ay+] yang terbentuk adalah xS dan [Bx-] yang terbentuk adalah yS, maka
persamaan Ksp-nya menjadi:
Ksp = [Ay+]x[Bx-]y = (xs)x(ys)y
= (xxyy)s(x+y) atau S =
× +
2.6.4 Pengaruh Ion Senama atau Ion Sejenis
Kelarutan dalam air murni akan berbeda dengan kelarutan dalam suatu
larutan. Seringkali kelarutan elektrolit dalam suatu larutan tidak hanya berasal dari
satu sumber saja, melainkan terdapat sumber lain dari ion senama (sejenis) dalam
larutan.
Coba kita perhatikan contoh berikut ini. Apakah yang akan terjadi apabila
ke dalam larutan jenuh Ag2CrO4 kita tambahkan larutan AgNO3 atau larutan
K2CrO4?
Dalam larutan jenuh Ag2CrO4 terdapat kesetimbangan antara Ag2CrO4 padat
dengan ion Ag+ dan ion CrO42- :
Penambahan larutan AgNO3 atau K2CrO4 akan memperbesar konsentrasi
ion Ag+ atau ion CrO42- dalam larutan.
AgNO3 (aq) Ag+(aq) + NO3-(aq)
K2CrO4 (aq) 2K+(aq) + CrO42-(aq)
Sesuai dengan azas Le Chatelier tentang pergeseran kesetimbangan,
penambahan konsentrasi ion Ag+ atau ion CrO42- akan menggeser kesetimbangan
ke kiri. Akibat dari pergeseran itu, jumlah Ag2CrO4 yang larut menjadi berkurang.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa keberadaan ion senama akan memperkecil
kelarutan. Akan tetapi, sebagaimana halnya kesetimbangan pada umumnya, ion
senama tidak mempengaruhi harga tetapan hasil kali kelarutan, asal suhunya tidak
berubah.
2.6.5 pH dan Kelarutan
Beberapa zat padat hanya sedikit larut dalam air tetapi sangat larut dalam
larutan asam. Sebagai contoh, bijih tembaga dan nikel sulfida dapat larut dengan
asam kuat. Suatu fakta yang amat membantu dalam pemisahan dan pengambilan
logam berharga ini dari bentuk unsurnya. Pengaruh pH terhadap kelarutan
ditunjukkan secara dramatis pada kerusakan bangunan dan monumen oleh
pengendapan asam. Ada sebagian senyawa ionik dengan kelarutan rendah
mempunyai daya larut yang bergantung pada pH larutan. pH mempengaruhi daya
larut ion hidroksida dan garam yang mengandung anion basa lemah. Untuk
27
Kalsium karbonat (CaCO3) sukar larut dalam air, tetapi larut dalam HCl.
Fakta ini dapat diterangkan sebagai berikut: Dalam larutan jenuh CaCO3 terdapat
kesetimbangan sebagai berikut :
CaCO3 (s) CaCO3(aq) Ca2+ (aq) + CO32- (aq)
Saat asam kuat ditambahkan ke kalsium karbonat, ion hidrogen (H+) bereaksi
dengan ion karbonat membentuk HCO3- atau H2CO3. H2CO3 selanjutnya akan
terurai membentuk CO2 dan H2O. Gelembung-gelembung gas karbon dioksida
akan timbul saat kalsium karbonat larut. Hal ini akan menggeser kesetimbangan di
atas ke kanan. Dengan kata lain, menyebabkan CaCO3 melarut.
2.6.6 Reaksi Pengendapan
Suatu ion dapat dikeluarkan dari larutannya melalui reaksi pengendapan.
Sebagaimana telah dipelajari ketika membahas kesetimbangan kimia, hasil kali
konsentrasi seperti dalam rumus tetapan kesetimbangan (bukan konsentrasi
setimbang) disebut sebagai Qc. Jadi, apakah keadaan suatu larutan belum jenuh,
jenuh atau lewat jenuh, dapat ditentukan dengan memeriksa nilai Qc–nya dengan
ketentuan sebagai berikut:
AxBy(s) AxBy(aq) xAy+(aq) + yBx-(aq)
(1) Jika hasilkali konsentrasi ion-ion yang dipangkatkan dengan koefisien
masing-masing lebih kecil dari harga Ksp(Qc < Ksp) , maka larutan tersebut
masih belum jenuh.
(2) Jika hasilkali konsentrasi ion-ion yang dipangkatkan dengan koefisien
masing-masing sama dengan harga Ksp (Qc = Ksp) , maka larutan tepat
(3) Jika hasilkali konsentrasi ion-ion yang dipangkatkan dengan koefisien
masing-masing lebih besar dari harga Ksp (Qc > Ksp) , maka larutan lewat
jenuh.
2.7
Kerangka Berpikir
Dalam pembelajaran kimia SMA, siswa diharapkan memperoleh aspek
pemahaman konsep, penalaran, komunikasi, dan pemecahan masalah. Pada
kenyataanya masih dijumpai beberapa kesulitan yang menyebabkan siswa masih
sukar dalam memahami dan mendalami materi kimia. Permasalahan terjadi bukan
hanya dari faktor kemampuan siswa, namun bagaimana guru menyampaikan
materi pembelajaran juga memiliki andil dalam hal ini. Kompetensi dasar
Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan merupakan salah satu materi yang
membutuhkan pemahaman cukup tinggi. Kenyataan menunjukkan bahwa masih
banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam menghadapi, mendalami, dan
mengaplikasikannya. Siswa belum bisa melakukan kegiatan ilmiah yang
dilakukan oleh ilmuwan maupun mengkonstruk konsep-konsep yang berkaitan
dengan materi secara mandiri dalam proses pembelajaran. Hal ini menyebabkan
hasil belajar kimia siswa menjadi kurang maksimal. Pembelajaran yang monoton
sering kali membuat siswa merasa bosan dan kurang termotivasi. Hal ini membuat
siswa sulit memahami materi sehingga nilai yang diperoleh menjadi kurang
maksimal. Keadaan yang demikian sangat disayangkan terlebih lagi bila siswa
sebenarnya memiliki kemampuan intelegensi yang baik.
Berdasarkan permasalahan ini, maka perlu adanya alternatif strategi
29
penelitian ini digunakan pembelajaran dengan strategi REACT pada kelas
eksperimen I dan pembelajaran tanpa strategi REACT pada kelas eksperimen II.
Setelah diberi perlakuan pada masing-masing kelas, hasil belajar kimia kedua
kelas kemudian dibandingkan untuk mengetahui kelompok atau kelas mana yang
memiliki hasil belajar yang lebih baik. Secara ringkas alur penelitian yang akan
[image:44.595.105.561.274.695.2]dilakukan sebagai berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Siswa kesulitan memahami materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan
Hasil belajar kurang maksimal
Pembelajaran kimia dengan strategi REACT
Pembelajaran kimia tanpa strategi REACT
Kelas eksperimen I Kelas eksperimen II
Siswa aktif dalam pembelajaran Siswa aktif dalam pembelajaran
Hasil Belajar Siswa
Dibandingkan
2.8
Hipotesis
Dalam penelitian ini disusun hipotesis yang akan diuji kebenarannya.
Adapun hipotesisnya adalah sebagai berikut:
H0: tidak ada perbedaan rata-rata hasil belajar kimia antara siswa yang diberikan
pembelajaran dengan strategi REACT dan siswa tanpa diberi strategi REACT
pada kompetensi kelarutan dan hasil kali kelarutan
Ha: ada perbedaan rata-rata hasil belajar kimia antara siswa yang diberikan
pembelajaran dengan strategi REACT dan siswa tanpa diberi strategi REACT
31
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1
Populasi dan Sampel Penelitian
3.1.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian (Suharsimi, 2006: 130).
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPA
MAN Babakan Lebaksiu Tegal yang berjumlah empat kelas, dengan rincian
[image:46.595.175.445.400.499.2]sebagai berikut:
Tabel 3.1 Data Siswa Kelas XI IPA MAN Babakan Lebaksiu Tegal
No. Kelas Jumlah siswa
1 XI IPA 1 30
2 XI IPA 2 29
3 XI IPA 3 41
4 XI IPA 4 42
Jumlah 142
(Sumber: Administrasi kesiswaan MAN Babakan Lebaksiu Tegal tahun
pelajaran 2012/2013)
3.1.2 Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari populasi (Sudjana, 2005: 6).
Menurut Suharsimi (2006: 131), sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang
diteliti. Dalam penelitian ini penentuan sampel menggunakan teknik cluster
random sampling, yaitu pengambilan sampel penelitian berupa kelompok yang dilakukan secara acak dengan pertimbangan populasi yang ada terbagi dalam
normal. Data yang digunakan untuk uji normalitas dan homogenitas yaitu nilai
ulangan umum semester I pada mata pelajaran kimia kelas XI IPA MAN Babakan
Lebaksiu Tegal. Dalam penelitian ini, diambil siswa dari 2 kelas yang akan
dijadikan sebagai sampel. Satu kelas sebagai kelas eksperimen I dengan
menggunakan strategi pembelajaran REACT. Dan satu kelas lainnya sebagai kelas
eksperimen II dengan pembelajaran tanpa strategi REACT.
3.2
Variabel Penelitian
3.1 Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran dengan strategi
REACT
3.2 Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar kimia siswa kelas
XI IPA MAN Babakan Lebaksiu Tegal kompetensi dasar kelarutan dan hasil kali
kelarutan.
3.3 Variabel Kontrol
Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah kurikulum, guru, kompetensi
dasar, dan jumlah jam pelajaran yang sama
3.3
Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah post test only group design, yaitu desain penelitian dengan melihat perbedaan hasil post test antara
kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II. Desain tersebut dapat dijelaskan
33
Tabel 3.2 Desain Penelitian
Kelas Perlakuan Keadaan Akhir
Eksperimen I X T
Eksperimen II Y T
Keterangan:
X : Pembelajaran kimia dengan strategi REACT
Y : Pembelajaran kimia tanpa strategi REACT
T : Kelas eksperimen I dan II diberikan post test
3.4
Metode Pengumpulan Data
3.4.1 Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah cara memperoleh data mengenai hal-hal atau
variabel-variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah,
prasasti, notulen, rapat, agenda, dan sebagainya (Suharsimi, 2006). Metode
dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk mendapatkan data tentang
jumlah populasi untuk penentuan sampel. Data awal yang digunakan adalah nilai
ulangan ulangan umum semester I tahun ajaran 2012/2013
3.4.2 Metode Tes
Tes dalam penelitian ini merupakan tes prestasi, yaitu tes yang digunakan
untuk mengukur pencapaian seseorang setelah mempelajari sesuatu (Suharsimi,
2006). Dalam penelitian ini, tes digunakan untuk mengukur hasil belajar kognitif
siswa kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II. Metode tes yang digunakan
3.4.3 Metode Observasi
Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila penelitian
berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam, dan bila
responden yang diamati tidak terlalu besar (Sugiyono, 2010:203). Dalam
penelitian ini metode observasi digunakan untuk mengukur hasil belajar pada
aspek afektif dan psikomotorik siswa. Dalam lembar pengamatan dicantumkan
indikator-indikator yang dapat dijadikan acuan untuk mengukur aspek afektif dan
psikomotorik.
3.4.4 Angket
Angket digunakan untuk mengetahui tanggapan siswa mengenai
pembelajaran dengan strategi REACT yang diberikan pada siswa di akhir
pembelajaran.
3.5
Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti
untuk memperoleh data yang diharapkan agar pekerjaannya lebih mudah dan
hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga
lebih mudah diolah (Suharsimi, 2006: 160). Dalam penelitian ini, instrumen yang
digunakan berupa silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), angket,
instrumen tes, serta lembar observasi afektif dan psikomotorik.
Sebelum mengadakan pembelajaran harus dipersiapkan rancangan
pembelajaran yang dituangkan dalam silabus dan rencana pembelajaran. Berbagai
rancangan pembelajaran yang disusun peneliti disesuaikan dengan Kurikulum
35
3.5.1 Metode Penyusunan Instrumen Tes Hasil Belajar Kognitif
Dalam penyusunan instrumen tes, dilakukan tahap-tahap sebagai berikut:
3.5.1.1Tahap persiapan
1) Menetapkan kompetensi yang diuji.
Bahan yang diujikan adalah bidang studi kimia kompetensi dasar
kelarutan dan hasil kali kelarutan
2) Menentukan alokasi waktu
Jumlah waktu yang digunakan untuk mengerjakan tes adalah 90 menit.
3) Menyusun jumlah soal
Jumlah soal yang digunakan uji coba dalam penelitian adalah 50 soal.
4) Menentukan tipe soal
Dalam penelitian ini bentuk soal yang digunakan adalah obyektif dan
bertipe pilihan ganda dengan lima pilihan jawaban, dengan satu jawaban
benar diantara jawaban-jawaban dalam pilihan yang disediakan.
5) Menentukan komposisi jenjang soal
Komposisi jenjang soal dari perangkat tes uji coba penelitian ini, yaitu:
a) Aspek pengetahuan (C1) terdiri dari 9 soal = 18%
b) Aspek pemahaman (C2) terdiri dari 18 soal = 36%
c) Aspek penerapan (C3) terdiri dari 15 soal = 30%
6) Menyusun kisi-kisi
Kisi-kisi tes disusun dengan mengacu pada Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan dengan tujuan sama seperti dalam standar kompetensi yang
berlaku.
7) Penyusunan butir tes
Setelah kisi-kisi dibuat, langkah selanjutnya membuat soal sejumlah 50
butir. Semua butir soal diperkirakan membutuhkan waktu 90 menit,
sedangkan untuk tes sesungguhnya disediakan waktu 60 menit karena
instrumen tesnya terdiri dari 30 butir soal.
3.5.1.2Tahap pelaksanaan uji coba soal
Sebelum instrumen ini digunakan, terlebih dahulu diuji cobakan pada siswa
di luar sampel. Uji coba soal dilakukan pada siswa kelas XII IPA. Uji coba
dimaksudkan agar soal yang digunakan dapat memenuhi kriteria-kriteria tentang
soal yang baik. Kemudian hasil uji coba dianalisis untuk mengetahui apakah
instrumen itu memenuhi syarat atau tidak untuk digunakan sebagai alat pengambil
data.
3.5.2 Metode Penyusunan Lembar Observasi Afektif dan Psikomotorik
Adapun langkah-langkah penyusunan instrumen lembar observasi, sebagai
berikut:
1) Menentukan jumlah aspek yang akan diamati untuk mengukur dan menilai
aspek afektif dan psikomotorik siswa.
2) Menentukan tipe atau bentuk lembar observasi.
37
4) Mengkonsultasikan lembar observasi yang telah disusun kepada ahli, yaitu
dosen pembimbing I dan doesn pembimbing II.
3.5.3 Metode Penyusunan Instrumen Angket
Langkah-langkah penyusunan instrumen lembar angket adalah sebagai
berikut:
1) Menentukan jumlah indikator yang akan diamati untuk mengetahui respon
siswa.
2) Menentukan tipe atau bentuk angket respon yang berupa daftar check list
dengan jawaban sangat setuju, setuju, kurang setuju, dan tidak setuju.
3) Menyusun aspek yang telah ditentukan ke dalam lembar angket.
4) Mengkonsultasikan isi lembar angket yang telah disusun kepada ahli, yaitu
dosen pembimbing I dan dosen pembimbing II.
3.6
Analisis Instrumen
3.6.1 Instrumen Tes Hasil Belajar Kognitif 3.6.1.1Validitas Isi Soal
Perangkat tes dikatakan telah memenuhi validitas isi apabila materinya telah
disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku. Pengujian validitas isi dilakukan
dengan expert validity yaitu validitas yang disesuaikan dengan kurikulum dan dikonsultasikan dan disetujui oleh ahli. Dalam hal ini ahli yang dimaksud adalah
3.6.1.2Uji Validitas Butir Soal
Suharsimi (2006 : 168) menjelaskan bahwa sebuah tes dikatakan valid
apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur. Valid juga diartikan
sebagai kesejajaran dengan skor total. Rumus yang digunakan adalah:
rpbis=
Mp−Mt
St
p q
Keterangan:
r
pbis = koefisien korelasi point biseralMp = rerata skor siswa yang menjawab benar
Mt = rerata skor siswa total
p = proporsi siswa yang menjawab benar
q = proporsi siswa yang menjawab salah (1 – p)
St = standar deviasi dari skor total
(Suharsimi, 2009:79)
rpbis yang diperoleh diuji dengan taraf signifikan (t hitung) 5% dan dk = n-2
dengan rumus:
thit ung =rpbis n−2
1−rpbis2
Keterangan :
t hitung = uji signifikansi
rpbis = koefisien korelasi biserial
n = jumlah siswa yang mengerjakan soal
Berdasarkan perhitungan validitas butir soal, terdapat 36 soal valid dan 14
39
15, 16, 17, 18, 22, 23, 24, 25, 26, 29, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43,
46, 47, 48, dan 49. Sedangkan soal yang tidak valid adalah soal nomor 5, 6, 8, 12,
19, 20, 21, 27, 28, 30, 31, 44, 45, dan 50. Perhitungan selengkapnya dimuat pada
lampiran 11.
3.6.1.3Analisis Tingkat Kesukaran
Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu sulit dan tidak terlalu mudah.
Bilangan yang menunjukkan sukar atau mudahnya suatu soal disebut indeks
kesukaran yang besarnya antara 0,00 – 1,00 (Suharsimi 2006:207). Tingkat
kesukaran soal dapat dihitung dari rumus :
IK = B
JS Keterangan:
IK = Indeks kesukaran
B = Banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul
[image:54.595.156.487.509.609.2]JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes
Tabel 3.3 Klasifikasi Indeks Kesukaran
Interval Kriteria
P = 0.00 0,00 P 0,30 0,30 P 0.70 0,70 P 1,00
P = 1,00
Terlalu sukar Sukar Sedang Mudah Terlalu mudah
Berdasarkan analisis tingkat kesukaran, diperoleh hasil sebagai berikut: soal
yang termasuk kategori mudah yaitu 5, 39, dan 49. Soal yang termasuk kategori
„sedang‟ yaitu 1, 2, 3, 4, 7, 9, 10, 11, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24,
25, 26, 27, 28, 29, 30, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 40, 41, 42, 43, 45, 46, 47, dan 48.
Perhitungan analisis tingkat kesukaran selengkapnya dapat dilihat pada
lampiran 11.
3.6.1.4Daya Pembeda Soal
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan siswa
yang mempunyai kemampuan tinggi dan siswa yang mempunyai kemampuan
rendah. Adapun yang menunjukan besarnya daya beda disebut indeks diskriminasi
dan disingkat D.
Langkah-langkah yang dilakukan untuk menghitung besarnya daya beda
soal adalah :
1) Seluruh siswa tes dibagi dua yaitu kelas atas dan kelas bawah
2) Seluruh pengikut tes diurutkan mulai dari skor teratas sampai skor terbawah
3) Menghitung indeks diskriminasi soal diambil dari buku Suharsimi (2006:218)
dengan rumus :
D =BA JA −
BB
JB
= PA −PB
Keterangan:
D = Daya beda
JA = Banyaknya peserta kelompok atas
JB = Banyaknya peserta kelompok bawah
BA = Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan benar
BB = Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar
PA = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab dengan benar
41
[image:56.595.149.477.153.253.2]Daya pembeda soal dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Tabel 3.4 Kriteria Daya Pembeda
Inteval Kriteria
D 0,00 0,00 < D0,20 0,20 < D 0,40 0,40 < D 0,70 0,70 < D 1,00
Sangat jelek Jelek Cukup
Baik Sangat baik
Bila D negatif, semua jenjang tidak baik. Sehingga butir soal yang
mempunyai D negatif, sebaiknya dibuang. (Suharsimi, 2006: 218)
Berdasarkan hasil perhitungan daya pembeda soal, diperoleh soal yang
mempunyai daya beda “sangat jelek” yaitu 6, 8, 12, 27, 30, 31, 44 dan 50. Soal
yang mempunyai daya beda “jelek” yaitu 5, 20, 28, 39, dan 45. Soal yang
mempunyai daya beda “cukup” yaitu 1, 2, 3, 4, 9, 10, 11, 13, 14, 17, 18, 19, 21,
22, 23, 24, 25, 26, 29, 34, 35, 36, 37, 38, 40, 41, 42 43, 46, 47, 48, dan 49. Soal
yang mempunyai daya beda “baik” yaitu 7, 15, 16, 32, dan 33. Perhitungan daya
pembeda soal selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 11.
3.6.1.5Uji Reliabilitas Soal
Reliabilitas soal adalah ketepatan suatu tes apabila diteskan pada objek yang
sama (Suharsimi, 2006). Untuk mengetah