• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENERAPAN PEMBELAJARAN KIMIA DENGAN STRATEGI REACT TERHADAP HASIL BELAJAR KIMIA SISWA KELAS XI MAN BABAKAN LEBAKSIU TEGAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PENERAPAN PEMBELAJARAN KIMIA DENGAN STRATEGI REACT TERHADAP HASIL BELAJAR KIMIA SISWA KELAS XI MAN BABAKAN LEBAKSIU TEGAL"

Copied!
164
0
0

Teks penuh

(1)

DENGAN STRATEGI REACT TERHADAP HASIL

BELAJAR KIMIA SISWA KELAS XI MAN BABAKAN

LEBAKSIU TEGAL

skripsi

disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Kimia

oleh Akhmad Farid

4301409071

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(2)

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke Sidang Panitia

Ujian Skripsi :

Hari :

Tanggal :

Semarang,

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dra. Sri Nurhayati, M.Pd Dra. Sri Mantini RS, M.Si

(3)

iii

terdapat plagiat dalam skripsi ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai

ketentuan perundang-undangan.

Semarang, Juli 2013

Akhmad Farid

(4)

iv

PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul

Pengaruh Penerapan Pembelajaran Kimia dengan Strategi REACT terhadap

Hasil Belajar Kimia Siswa Kelas XI MAN Babakan Lebaksiu Tegal

disusun oleh

Akhmad Farid

4301409071

telah dipertahankan di hadapan Sidang Panitia Ujian Skripsi FMIPA Universitas

Negeri Semarang pada

hari :

tanggal :

Panitia:

Ketua Sekertaris

Prof. Dr. Wiyanto, M.Si Dra. Woro Sumarni, M.Si

NIP 19631012 198803 1 001 NIP 19650723 199303 2 001

Ketua Penguji

Drs. Eko Budi Susatyo, M.Si NIP 19561111 199003 1 003

Anggota Penguji/ Anggota Penguji/

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Dra. Sri Nurhayati, M.Pd Dra. Sri Mantini RS, M.Si

(5)

v

 Jangan pernah merasa bangga jika engkau mampu beramal sholeh, karena

jika bukan karena Allah yang menggerakkan hatimu untuk beramal sholeh,

niscaya engkau tidak akan sanggup melakukannya.

 Dengan ilmu hidup akan menjadi mudah, dengan seni hidup akan menjadi

indah dan dengan iman hidup akan menjadi terarah.

 Menuntut ilmu adalah taqwa. Menyampaikan ilmu adalah ibadah.

Mengulang-ulang ilmu adalah dzikir. Mencari ilmu adalah jihad. (Imam Al

Ghazali)

PERSEMBAHAN

Hasil karya ini merupakan salah satu anugerah dari Allah

SWT, rasa syukur selalu kupanjatkan kepada Allah SWT

yang telah melimpahkan rahmat yang tiada terkira. Karya

ini kupersembahkan untuk:

 Kedua orang tuaku, Bapak Ahmad Mujahid dan Ibu

Latifah yang selalu memberikan kasih sayang, motivasi,

dan doa dengan setulus hati di setiap langkahku.

 Kakak dan adikku, Mas Syaikhul, Mas Zulfa, Almas,

Nabil, Izzah

 Um Farid, Lik Khafsoh, dan Fuadi Maqofa Ahmad

 Teman-teman seperjuangan D’Kimoro

 Semua dosen kimia yang telah membagi ilmunya yang

Insya Allah bermakna dan bermanfaat.

 Almamaterku, tempatku berjuang demi cita-cita masa

(6)

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat, hidayah serta anugerah nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penulisan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Pengaruh Penerapan Pembelajaran Kimia dengan Strategi REACT Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa Kelas XI

MAN Babakan Lebaksiu Tegal”.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini selesai berkat bantuan,

petunjuk, saran, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu pada

kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Ketua Jurusan Kimia Universitas Negeri Semarang.

2. Ibu Dra. Sri Nurhayati, M.Pd selaku dosen pembimbing I yang telah banyak

memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi dalam penyusunan skripsi.

3. Ibu Dra. Sri Mantini RS, M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah banyak

memberikan bimbingan, arahan dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Drs. Eko Budi Susatyo, M.Si selaku dosen penguji skripsi, yang telah

meluangkan waktunya untuk menguji skripsi penulis, dan memberi masukan,

arahan untuk kesempurnaan skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Kimia yang telah memberikan bekal kepada

penulis dalam penyusunan skripsi ini.

6. Bapak Drs. H. Kamaluddin,MM selaku Kepala MAN Babakan Lebaksiu

Tegal yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.

7. Ibu Dra. Nur Hikmah selaku guru mata pelajaran kimia MAN Babakan

Lebaksiu Tegal yang telah banyak membantu terlaksananya penelitian ini.

8. Bapak Baghowi, M.Pd, Ibu Nurkhilfah, S.Pd, dan Ibu Muzayanah, S.Ag

selaku guru MAN Babakan Lebaksiu Tegal yang telah banyak membantu

terlaksananya penelitian ini.

9. Ayah, Ibu dan keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan, doa dan

(7)

vii

Penulis tahu bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna.Oleh

karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca. Semoga skripsi

ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca khususnya dan perkembangan

pendidikan pada umumnya.

Semarang, Juli 2013

(8)

viii ABSTRAK

Farid, Akhmad. 2013. Pengaruh Penerapan Pembelajaran Kimia dengan Strategi REACT terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa Kelas XI MAN Babakan Lebaksiu Tegal. Skripsi, Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Utama Dra. Sri Nurhayati, M.Pd., Pembimbing Pendamping Dra. Sri Mantini RS, M.Si

Kata Kunci : Hasil belajar; Strategi REACT

Pada pembelajaran kimia, siswa diharapkan memperoleh aspek pemahaman konsep, penalaran, komunikasi, dan pemecahan masalah. Pada kenyataannya, masih banyak dijumpai beberapa kesulitan yang menyebabkan siswa masih sukar dalam memahami dan mendalami materi. Oleh karena itu, perlu adanya alternatif strategi pembelajaran yang dapat meningkatkan motivasi dan aktivitas dalam pembelajaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh strategi pembelajaran REACT terhadap hasil belajar kompetensi dasar kelarutan dan hasil kali kelarutan di MAN Babakan Lebaksiu Tegal. Data hasil penelitian diperoleh melalui metode tes, observasi, dan angket. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA MAN Babakan Lebaksiu Tegal. Desain penelitian ini

adalah post-test only group design. Sampel diambil dengan teknik cluster random

(9)

ix

Mathematics and Natural Sciences, Semarang State University. Main supervisor Dra. Sri Nurhayati, M.Pd., Assistant Supervisor Dra. Sri Mantini RS, M.Si.

Keywords: Strategy of REACT; Learning outcomes

(10)

x DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... ... 7

1.5 Batasan Masalah ... 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Belajar dan Pembelajaran ... 9

2.2 Strategi Pembelajaran REACT ... 11

2.3 Hasil Belajar ... 15

2.4 Keterampilan Proses Sains ... 16

2.5 Penelitian Terdahulu ... 21

2.6 Tinjauan tentang Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan ... 22

2.7 Kerangka Berpikir ... . 28

(11)

xi

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 33

3.5 Instrumen Penelitian ... 34

3.6 Analisis Instrumen ... 37

3.7 Metode Analisis Data ... 45

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 56

4.2 Pembahasan... 67

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 81

5.2 Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 83

(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Indikator dan Sub Indikator Keterampilan Proses Sains ... 17

3.1 Data SiswaKelas XI IPA MAN Babakan Lebaksiu Tegal ... 31

3.2 Desain Penelitian ... 33

3.3 Klasifikasi Indeks Kesukaran ... 39

3.4 Kriteria Daya Pembeda ... 41

3.5 Klasifikasi Reliabilitas Soal ... 42

3.6 Perubahan Nomor Soal Uji Coba pada Soal Ulangan ... 43

3.7 Klasifikasi Nilai Aspek Afektif dan Psikomotorik ... 54

3.8 Kriteria Rata-Rata Skor Tiap Aspek ... 54

3.9 Klasifikasi Nilai Angket Tanggapan Siswa ... 55

4.1 Data Awal Populasi ... 56

4.2 Hasil Uji Normalitas Data Awal Populasi ... 57

4.3 Hasil Uji Homogenitas Populasi ... 57

4.4 Hasil Uji Kesamaan Rata-Rata Keadaan Awal Populasi ... 58

4.5 Data Nilai Post-Test Kelas Eksperimen I dan Kelas Eksperimen II .... 59

4.6 Hasil Uji Normalitas Data Post-Test ... 59

4.7 Hasil Uji Kesamaan Dua Varians Data Post-Test ... 59

4.8 Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Data Post-Test (Uji Dua Pihak) ... 60

4.9 Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Data Post-Test (Uji Satu Pihak) ... 60

4.10 Hasil Uji Ketuntasan Belajar Klasikal ... 62

4.11 Rata-Rata Skor Tiap Aspek Afektif ... 63

4.12 Rata-Rata Skor Tiap Aspek Psikomotorik ... 64

(13)

xiii

2.1 Kerangka Berpikir ... 29

4.1 Grafik Hasil Belajar Kognitif ... 70

4.2 Grafik Hasil Observasi Afektif ... 74

4.3 Grafik Hasil Observasi Psikomotorik ... 77

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Daftar Nilai Ujian Akhir Semester Gasal Kelas XI IPA ... 86

2. Uji Normalitas Data Populasi ... 87

3. Uji Homogenitas Data Populasi ... 91

4. Uji Kesamaan Rata-Rata Keadaan Awal Populasi... 92

5. Daftar Nama Siswa Kelompok Eksperimen I dan Eksperimen II ... 94

6. Silabus ... 95

7. Contoh RPP Kelas Eksperimen I ... 97

8. Contoh RPP Kelas Eksperimen II ... 102

9. Kisi-kisi Soal Uji Coba ... 107

10.Soal Uji Coba dan Post-Test ... 108

11.Analisis Validitas, Daya Beda dan Tingkat Kesukaran Soal Uji Coba .... 116

12.Reliabilitas Soal Uji Coba ... 119

13.Daftar Nilai Post-Test ... 120

14.Uji Normalitas Data Post-Test ... 121

15.Uji Kesamaan Dua Varians Data Post-Test ... 123

16.Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Data Post-Test (Uji Dua Pihak) ... 124

17.Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Data Post-Test (Uji Satu Pihak) ... 125

18.Analisis Pengaruh Antar Variabel ... 126

19.Daftar Ketuntasan Belajar Klasikal ... 127

20.Pedoman Penilaian Afektif ... 128

21.Hasil Uji Coba Lembar Observasi Afektif ... 131

22.Uji Reliabilitas Lembar Observasi Afektif ... 132

23.Rekapitulasi Nilai Afektif Kelas Eksperimen I ... 133

24.Rekapitulasi Nilai Afektif Kelas Eksperimen II ... 134

25.Pedoman Penilaian Psikomotorik ... 135

26.Hasil Uji Coba Lembar Observasi Psikomotorik ... 139

(15)

xv

31.Analisis Angket Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran Kimia dengan

Strategi REACT ... 145

32.Dokumentasi Penelitian ... 147

(16)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Mata pelajaran kimia sebagai salah satu rumpun dari Ilmu Pengetahuan

Alam menuntut siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Pembelajaran

kimia menekankan pada cara siswa menguasai konsep-konsep dan bukan

menghafal fakta satu sama lain. Konsep-konsep kimia mempunyai tingkat

generalisasi dan abstraksi tinggi yang menyebabkan siswa mengalami kesukaran

dalam penguasaan. Ada dua hal yang berkaitan dengan kimia yang tidak

terpisahkan, yaitu kimia sebagai produk (pengetahuan kimia yang berupa fakta,

konsep, prinsip, hukum, dan teori) temuan ilmuwan dan kimia sebagai proses

(kerja ilmiah). Oleh sebab itu, pembelajaran kimia dan penilaian hasil belajar

kimia harus memperhatikan karakteristik ilmu kimia sebagai proses dan produk.

Selain itu, pembelajaran kimia juga menekankan pada pemberian pengalaman

belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan

proses dan sikap ilmiah.

Keterampilan proses merupakan salah satu pendekatan yang harus dijadikan

acuan bagi pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran. Keterampilan

proses ini harus ditumbuhkan dalam diri peserta didik sesuai dengan taraf

(17)

penggerak penemuan dan pengembangan fakta dan konsep serta penumbuhan dan

pengembangan sikap, wawasan, dan nilai dari peserta didik. (Depdiknas, 2006)

Keterampilan proses sains merupakan keseluruhan keterampilan ilmiah

yang terarah dan dapat digunakan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip

atau teori, dan untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya

(Indrawati, 2000). Pendekatan ini sangat diperlukan untuk mengembangkan

kemampuan berpikir siswa. Pendekatan ini pada dasarnya memacu pengembangan

potensi siswa berupa keterampilan intelektual, sosial, dan fisik yang bersumber

dari kemampuan-kemampuan mendasar yang pada prinsipnya telah ada pada diri

siswa (Dimyati, 2002). Untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa

diperlukan metode pembelajaran yang tepat. Salah satunya metode

eksperimen/praktikum yang dapat meningkatkan keterampilan proses sains.

Djamarah (2010) menyatakan bahwa praktikum akan memberikan

kesempatan pada siswa untuk mengalami sendiri, mengikuti proses, mengamati

suatu obyek, keadaan atau proses sesuatu, sehingga pengalaman siswa bermakna

karena keterampilan proses sains lebih beragam dan materi yang diajarkan lebih

luas.

Observasi awal yang dilakukan melalui wawancara dengan guru kimia

Kelas XI MAN Babakan Lebaksiu Tegal, Dra. Nur Hikmah, menunjukkan bahwa

ketuntasan klasikal siswa pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan tahun

ajaran 2011/2012 kurang dari 80%. Nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)

MAN Babakan Lebaksiu Tegal untuk mata pelajaran kimia adalah 75, sehingga

(18)

3

dan hasil kali kelarutan tidak mencapai standar kelulusan kompetensi. Hal ini

disebabkan pengalaman belajar yang diberikan guru lebih ditekankan pada

kegiatan ceramah dan latihan soal serta praktikum di laboratorium belum optimal.

Kegiatan tersebut terkesan monoton dan belum menekankan pada kegiatan aktif

siswa (student centered) dalam membangun konsep. Salah satu cara untuk

mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan menggunakan model

pembelajaran inovatif yang tepat dalam penerapannya di kelas.

Konsep kelarutan dan hasil kali kelarutan merupakan salah satu konsep

kimia yang proses pembelajarannya menuntut siswa tidak hanya paham materi

saja, melainkan siswa ditantang untuk dapat mengintegrasikan dalam kehidupan

nyata. Dalam materi ini, siswa dituntut untuk mampu mengkonstruk

konsep-konsep yang relevan dan disesuaikan dengan pengalaman yang dimilikinya.

Upaya yang dilakukan siswa dalam mengkonstruk konsep-konsep dapat berupa

(1) pembuktian; (2) penemuan; dan (3) pencarian informasi-informasi dari

berbagai sumber sehingga pengetahuan siswa akan bertambah luas. Untuk

memahami materi kelarutan dan hasil kali kelarutan, siswa dituntut untuk

memahami konsep-konsep sebelumnya, seperti konsep mol, persamaan reaksi,

kesetimbangan reaksi, dan konsentrasi larutan. Adanya keterkaitan antara konsep

kelarutan dan hasil kali kelarutan dengan konsep-konsep sebelumnya,

menunjukkan bahwa konsep kelarutan dan hasil kali kelarutan merupakan konsep

(19)

Strategi REACT dijabarkan oleh Crawford, bahwasannya ada lima strategi

yang harus tampak yaitu: Relating, Experiencing, Applying, Cooperating,

Transferring. Relating (mengaitkan) adalah pembelajaran dengan mengaitkan materi yang sedang dipelajari dengan konteks pengalaman kehidupan nyata atau

pengetahuan yang sebelumnya. Experiencing (mengalami) merupakan

pembelajaran yang membuat siswa belajar dengan melakukan kegiatan (learning

by doing) melalui eksplorasi, penemuan, pencarian, aktivitas pemecahan masalah,

dan laboratorium. Applying (menerapkan) adalah belajar dengan menerapkan

konsep-konsep yang telah dipelajari untuk digunakan, dengan memberikan

latihan-latihan yang realistik dan relevan. Cooperating (bekerjasama) adalah

pembelajaran dengan mengkondisikan siswa agar bekerja sama, sharing,

merespon dan berkomunikasi dengan para pembelajar yang lainnya. Kemudian

Transferring (mentransfer) adalah pembelajaran yang mendorong siswa belajar menggunakan pengetahuan yang telah dipelajarinya ke dalam konteks atau situasi

baru yang belum dipelajari di kelas berdasarkan pemahaman.

Hasil penelitian yang dilakukan Ismawati (2010) menunjukkan adanya

pengaruh strategi pembelajaran REACT terhadap hasil belajar kimia siswa sebesar

33,64%. Penelitian lain yang dilakukan oleh Meita (2012) tentang pengaruh

strategi pembelajaran REACT terhadap prestasi belajar ditinjau dari keterampilan

proses sains siswa, menunjukkan hasil keterampilan proses sains kelas yang

diberikan strategi pembelajaran REACT lebih baik dibandingkan dengan kelas

(20)

5

Model pembelajaran kimia dengan strategi REACT diharapkan dapat

meningkatkan hasil belajar siswa terhadap materi kelarutan dan hasil kali

kelarutan. Siswa diharapkan mampu mengaitkan konsep kelarutan dan hasil

kelarutan yang dimilikinya dalam kehidupan nyata. Siswa dituntut aktif dalam

pembelajaran dan mampu berkomunikasi dengan baik antar siswa maupun dengan

guru, karena dalam pembelajaran ini siswa akan dikelompokkan dalam

kelompok-kelompok diskusi yang menuntut terjadinya interaksi dan kerjasama yang baik

antar anggota. Dalam pembelajaran ini juga siswa akan diajak untuk menerapkan

dan melakukan percobaan-percobaan yang berkaitan dengan konsep kelarutan.

Dengan demikian, proses pembelajaran menjadi lebih menarik sebab siswa

memperoleh pengalaman langsung dan siswa dapat mengkontruksi pengetahuan

dan ide-ide kreatif yang didapatnya dari hasil pengamatan dan diskusi, sehingga

perkembangan siswa tidak hanya terjadi pada aspek pengetahuan saja tetapi juga

melalui pengalaman langsung melakukan praktikum di sekolah mengenai materi

yang diajarkan.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka untuk mengetahui pengaruh

penerapan strategi REACT terhadap hasil belajar kimia siswa, perlu diujicobakan

dalam penelitian yang berjudul “PENGARUH PENERAPAN PEMBELAJARAN

KIMIA DENGAN STRATEGI REACT TERHADAP HASIL BELAJAR KIMIA

(21)

1.2

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan

yang akan diteliti adalah:

1) Apakah ada perbedaan rata-rata hasil belajar antara siswa yang diberikan

pembelajaran dengan strategi REACT dan siswa tanpa diberi strategi REACT

pada kompetensi kelarutan dan hasil kelarutan siswa kelas XI IPA MAN

Babakan Lebaksiu Tegal?

2) Berapa besar pengaruh penerapan pembelajaran kimia dengan strategi REACT

pada materi kelarutan dan hasil kelarutan terhadap hasil belajar kimia siswa

kelas XI IPA MAN Babakan Lebaksiu Tegal?

1.3

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian yang akan

dilakukan ini adalah:

1) Mengetahui adanya perbedaan rata-rata hasil belajar antara siswa yang

diberikan pembelajaran dengan strategi REACT dan siswa tanpa diberi strategi

REACT pada kompetensi kelarutan dan hasil kelarutan siswa kelas XI IPA

MAN Babakan Lebaksiu Tegal.

2) Mengetahui berapa besar pengaruh penerapan pembelajaran kimia dengan

strategi REACT pada kompetensi kelarutan dan hasil kelarutan terhadap hasil

(22)

7

1.4

Manfaat

1) Manfaat Akademis

Penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan tentang pembelajaran

menggunakan strategi REACT yang dapat dijadikan sebagai suatu alternatif

dalam proses pembelajaran kimia.

2) Manfaat Praktis

a) Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang baik

bagi sekolah sehingga dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran

pada khususnya dan kualitas sekolah pada umumnya.

b) Bagi Guru

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang

penggunaan strategi REACT yang bisa dijadikan sebagai alternatif dalam

proses pembelajaran kimia.

c) Bagi Siswa

Penerapan pembelajaran kimia dengan strategi REACT diharapkan dapat

memberikan bantuan kepada siswa untuk lebih aktif dan lebih fokus

sehingga pembelajaran menjadi lebih mudah dan menyenangkan.

d) Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebaai acuan dalam

(23)

1.5

Batasan Masalah

Penelitian ini untuk mengetahui adanya pengaruh penerapan pembelajaran

kimia dengan strategi REACT terhadap hasil belajar kimia siswa kelas XI IPA

MAN Babakan Lebaksiu Tegal. Hasil belajar yang diukur meliputi aspek kognitif,

afektif dan psikomotorik. Hasil belajar kognitif diukur melalui tes yang dilakukan

di akhir pembelajaran, sedangkan hasil belajar aspek afektif dan psikomotorik

siswa diukur melalui observasi. Untuk observasi aspek psikomotorik, digunakan

empat indikator dari indikator-indikator keterampilan proses sains. Keempat

indikator tersebut yaitu, mengamati, berkomunikasi, menafsirkan, dan

menggunakan alat dan bahan. Dari keempat indikator tersebut, peneliti merinci

lagi sehingga terbentuk sepuluh aspek yang dapat digunakan untuk mengukur

(24)

9

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Belajar dan Pembelajaran

Dalam proses pendidikan di sekolah, belajar merupakan aktivitas paling

utama. Ini berarti bahwa keberhasilan tujuan pendidikan banyak bergantung

terhadap sejauh mana proses belajar mengajar dapat berlangsung secara efektif.

Menurut Makmun (2002) “Belajar merupakan suatu proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktek atau pengalaman tertentu”. Pendapat

tersebut sesuai dengan pendapat Gagne (Dahar, 1998) yang menyatakan bahwa:

“Belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya akibat pengalaman”. Tidak semua perilaku yang terjadi pada suatu

organisme dapat dikategorikan sebagai hasil belajar. Perilaku yang menjadi

perhatian utama sebagai hasil dari proses belajar adalah perilaku verbal. Perilaku

berbicara, bergerak, menulis, dan perilaku lainnya yang memberikan kesempatan

kita untuk mempelajari perilaku-perilaku berpikir, merasa, mengingat,

memecahkan masalah, berbuat kreatif dan lainnya (Dahar 1998).

Dalam hal ini siswa harus membentuk pengetahuan mereka sendiri dan guru

hanya sebagai mediator dan fasilitator. Pengertian lain dari belajar adalah

memodifikasi atau memperteguh kekuatan melalui pengalaman. Menurut

pengertian ini belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan, dan bukan suatu

(25)

individu melalui interaksi dengan lingkungannya. Dalam proses belajar, setiap

individu memiliki motivasi yang berbeda-beda. Arifin (2003) mengungkapkan

bahwa “Terdapat dua motivasi seseorang untuk belajar. Dorongan untuk belajar

ini bisa datang dari dirinya sendiri yang disebut motivasi intrinsik, atau bisa juga

datang dari luar dirinya yang disebut motivasi ekstrinsik”.

Pembelajaran merupakan kegiatan belajar-mengajar yang terjadi di dalam

kelas dan direncanakan oleh guru untuk dialami siswa. Pembelajaran tersebut

membantu siswa untuk membangun konsep atau prinsip dengan kemampuan

sendiri.

Dalam kegiatan pembelajaran, berlangsung interaksi antara pengajar dan

pembelajar sebagai komponen dari pembelajaran dalam mengkonstruksi

pengetahuan pada diri pembelajar. Sesuai dengan teori konstruktivisme piaget

yang menyatakan bahwa pembelajaran adalah (a) memusatkan perhatian pada

proses berfikir atau proses mental siswa, bukan hanya kebenarannya saja, (b)

mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam

belajar, dan (c) memaklumi akan adanya perbedaan individu dalam hal kemajuan

perkembangan kognitif siswa. Dalam pembelajaran tersebut terdapat komponen

yang sangat penting yaitu materi subyek yang dikelola secara logika oleh

pedagogik materi subyek, dimana antar satu komponen dengan komponen lainnya

memiliki ketergantungan yang saling menguntungkan. Sehingga tujuan

(26)

11

Strategi pembelajaran perlu mengikuti kaidah pedagogik, yaitu

pembelajaran diawali dari konkrit ke abstrak, dari sederhana ke kompleks dan dari

mudah ke sulit. Peserta didik perlu belajar secara aktif dengan berbagai cara untuk

mengkonstruksi atau pengetahuannya. Suatu rumus, konsep atau prinsip dalam

mata pelajaran seyogyanya dibangun pembelajar dalam bimbingan guru.

Strategi pembelajaran perlu mengkondisikan peserta didik untuk

menemukan pengetahuan sehingga mereka terbiasa melakukan penyelidikan dan

menemukan sesuatu. Keterampilan berbahasa, keterampilan sosial, keterampilan

matematika atau kerja ilmiah merupakan hal-hal yang perlu sering dilatihkan agar

peserta didik menguasai kompetensi dalam ilmu sosial, matematika dan sains.

2.2

Strategi Pembelajaran REACT

Startegi pembelajaran REACT terdiri dari lima komponen (Relating

Experiencing, Applying, Cooperating, dan Transferring) yang disusun berdasarkan teori belajar. Kelima komponen tersebut merupakan satu kesatuan

yang diperlukan dalam kegiatan pembelajaran.

2.2.1 Relating

Menurut Crawford (2001), Relating (mengaitkan/menghubungkan)

merupakan strategi pembelajaran kontekstual yang paling kuat sekaligus

merupakan inti dari konstruktivistik. Guru dikatakan menggunakan strategi

menghubungkan ketika guru mengaitkan konsep baru dengan sesuatu yang tidak

asing bagi siswa. Guru membantu menghubungkan apa yang telah diketahui oleh

(27)

Guru yang memulai pembelajaran dengan strategi relating harus selalu mengawali pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat

dijawab oleh hampir semua siswa dari pengalamannya hidupnya diluar kelas

(Crawford, 2001). Jadi pertanyaan yang diajukan selalu dalam

fenomena-fenomena yang menarik dan sudah tidak asing lagi bagi siswa, bukan

menyampaikan sesuatu yang abstrak atau fenomena yang berada di luar jangkauan

persepsi, pemahaman dan pengetahuan para siswa.

2.2.2 Experiencing

Experiencing (mengalami) adalah menghubungkan informasi baru dengan

berbagai pengalaman atau pengetahuan sebelumnya. Pengalaman yang dimaksud

disini adalah yang dialami siswa selama proses belajar. Experiencing ini disebut

juga learning by doing, melalui exploration (penggalian), discovery (penemuan),

dan invention (penciptaan). Relating dan experiencing merupakan dua strategi untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mempelajari berbagai konsep baru.

Tetapi guru harus tahu kapan dan bagaimana caranya mengintegrasikan

strategi-strategi dalam pembelajaran tidaklah sederhana (Crawford, 2001). Di sini guru

memerlukan ketelitian, kolaborasi dan kecermatan dalam menyajikan

materi-materi pembelajaran. Guru dapat mengetahui kapan saatnya mengaktifkan

pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki siswa sebelumnya, sehingga dapat

(28)

13

2.2.3 Applying

Pada strategi Applying (menerapkan) ini siswa belajar untuk menerapkan

konsep-konsep ketika mereka melakukan aktivitas pemecahan masalah. Guru

harus mampu memotivasi siswa untuk memahami konsep-konsep yang diberikan

dengan latihan-latihan yang lebih realistis dan relevan dengan kehidupan nyata.

Agar proses pembelajaran dapat menunjukkan motivasi siswa dalam mempelajari

konsep-konsep serta pemahaman siswa menjadi lebih mendalam, (Crawford,

2001) merekomendasikan untuk memfokuskan pada aspek-aspek aktivitas

pembelajaran yang bermakna. Setelah itu merancang tugas-tugas untuk sesuatu

yang baru, bervariasi, beraneka ragam dan menarik. Terakhir merancang

tugas-tugas yang menantang tetapi masuk akal dalam kaitannya dengan kemampuan

siswa.

2.2.4 Cooperating

Siswa yang melakukan aktivitas belajar secara individual kadang-kadang

tidak mampu menunjukkan perkembangan yang signifikan dalam menyelesaikan

masalah (Crawford, 2001). Belajar dalam kelompok kecil, dapat membuat siswa

lebih mampu menghadapi latihan-latihan yang sulit. Mereka lebih mampu

menjelaskan apa yang mereka sudah pahami kepada teman-teman satu kelompok.

Untuk menghindari adanya siswa yang tidak berpartisipasi dalam aktivitas

kelompok, menolak atau menerima tanggung jawab atas pekerjaan kelompok;

atau mungkin kelompok yang terlalu tergantung pada bimbingan guru, atau

kelompok yang terlibat dalam konflik. David Johnson dan Roger Johnson (dalam

(29)

dan menciptakan lingkungan pembelajaran yang dapat meningkatkan pemahaman

konsep yang lebih mendalam, antara lain: (1) menciptakan ketergantungan positif.

Ketergantungan positif berarti bahwa setiap individu akan berhasil jika setiap

individu yang lain dalam satu kelompok tersebut juga berhasil; (2) membangun

interaksi antara siswa dengan siswa melalui diskusi pemecahan masalah; (3)

memberikan tanggung jawab kelompok kepada setiap individu, sehingga tidak ada

ketergantungan kelompok terhadap satu individu saja.

2.2.5 Transferring

Dalam strategi Transferring (mentransfer) ini siswa diharapkan dapat

menggunakan pengetahuan ke dalam konteks yang baru atau situasi yang baru.

Pembelajaran diarahkan untuk menganalisis dan memecahkan suatu permasalahan

dalam kehidupan sehari-hari dengan menerapkan pengetahuan yang sudah

dimilikinya. Disini guru dituntut untuk merancang tugas-tugas untuk mencapai

sesuatu yang baru dan beranekaragam sehingga tujuan-tujuan, minat, motivasi,

keterlibatan dan penguasaan siswa terhadap pelajaran kimia dapat meningkat.

Selain itu, (Rohati, 2011) guru seharusnya memiliki kemampuan alamiah

untuk memperkenalkan gagasan-gagasan baru yang dapat memberikan motivasi

terhadap siswa secara intrinsik dengan memancing rasa penasaran atau emosi.

Oleh karena itu guru secara efektif memberikan latihan-latihan untuk memancing

rasa penasaran dan emosi siswa. Guru juga berperan sebagai motivator dalam

mentransfer gagasan dari satu konteks ke konteks lain. Dengan demikian rasa

bermakna yang timbul dalam pembelajaran dengan strategi ini dapat melibatkan

(30)

15

2.3

Hasil Belajar

Anni (2009:85) berpendapat bahwa hasil belajar merupakan perubahan

tingkah laku yang diperoleh siswa setelah mengalami kegiatan belajar. Perolehan

aspek-aspek perubahan perilaku tersebut tergantung pada apa yang dipelajari oleh

peserta didik.

Benyamin S. Bloom (dalam Anni 2009:86) membagi hasil belajar menjadi

tiga ranah yaitu :

1) Ranah Kognitif

Ranah kognitif berkenaan dengan pengetahuan, kemampuan, dan kemahiran

intelektual yang terdiri dari enam aspek yaitu pengetahuan, pemahaman,

penerapan, analisis, sintesis, dan penilaian.

2) Ranah Afektif

Ranah afektif berkenaan dengan perasaan, sikap, minat, dan nilai yang terdiri dari

lima aspek yaitu penerimaan, penanggapan, penilaian, pengorganisasian, dan

pembentukan pola hidup.

3) Ranah Psikomotorik

Ranah psikomotorik berkenaan dengan kemampuan fisik seperti keterampilan

motorik dan syaraf, manipulasi objek, dan koordinasi syaraf yang terdiri dari tujuh

aspek yaitu persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan

kompleks, penyesuaian, dan kreativitas. Pada penelitian ini, aspek-aspek yang

digunakan untuk mengukur psikomotorik siswa diambil dari indikator

keterampilan proses sains, antara lain: mengamati, berkomunikasi, menafsirkan,

(31)

Secara garis besar, faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah

sebagai berikut (Anni, 2009:96):

1) Faktor internal, mencakup (1) kondisi fisik, seperti kesehatan organ tubuh; (2)

kondisi psikis, seperti kemampuan intelektual dan emosional; serta (3)

kondisi sosial, seperti kemampuan bersosialisasi dengan lingkungannya.

2) Faktor eksternal, meliputi variasi dan tingkat kesulitan materi belajar yang

dipelajari, tempat belajar, iklim, suasana lingkungan, dan budaya belajar

masyarakat akan mempengaruhi hasil belajar.

2.4

Keterampilan Proses Sains (KPS)

Keterampilan proses meliputi keterampilan intelektual, sosial, dan fisik.

Kemampuan ini pada dasarnya merupakan pengembangan diri sikap ingin tahu

pada setiap anak. Indrawati (2000), menyatakan bahwa keterampilan proses

merupakan keseluruhan keterampilan terarah (baik kognitif maupun psikomotor)

yang digunakan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip atau teori untuk

mengembangkan konsep yang ada sebelumnya, ataupun untuk melakukan

penyangkalan terhadap suatu penemuan (flasifikasi). Menurut Krischner (2002)

praktikum merupakan sarana yang tepat untuk membantu siswa mengembangkan

keterampilan khusus. Keterampilan khusus yang dimaksud adalah: membedakan,

mengamati, mengukur, menilai, menggunakan alat dan bahan, merencanakann

dan mengkomunikasikan. Keterampilan-keterampilan tersebut merupakan

(32)

17

Kegiatan praktikum merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari

pembelajaran sains (Hodson, 1996). Sebagaimana yang diungkapkan oleh Arifin

dkk (2003) bahwa mempelajari sains kurang dapat berhasil bila tidak ditunjang

dengan kegiatan laboratorium. Woolnough (dalam Rowe, 1996) mengemukakan

empat alasan pentingnya praktikum, yaitu: (1) praktikum membangkitkan

motivasi belajar IPA, (2) praktikum mengembangkan keterampilan dasar

melakukan eksperimen, (3) praktikum menjadi wahana belajar pendekatan ilmiah,

dan (4) praktikum menunjang materi pelajaran.

Rustaman (2005) menyatakan bahwa keterampilan proses perlu

dikembangkan melalui pengalaman-pengalaman langsung sebagai pengalaman

pembelajaran. Melalui pengalaman langsung seseorang dapat lebih menghayati

proses atau kegiatan yang sedang dilakukan. Jenis-jenis indikator keterampilan

[image:32.595.115.520.478.761.2]

proses sains beserta sub indikatornya disajikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Indikator dan Sub Indikator Keterampilan Proses Sains

Indikator Keterampilan Proses

Sains

Sub Indikator Keterampilan Proses Sains

Mengamati Menggunakan sebanyak mungkin alat indera Mengumpulkan/menggunakan fakta yang relevan

Mengelompokkan atau Klasifikasi

Mencatat setiap pengamatan secara terpisah Mencari perbedaan, persamaan

Mengontraskan ciri-ciri Membandingkan

Mencari dasar pengelompokkan atau penggolongan

Menafsirkan Menghubungkan hasil-hasil pengamatan Menemukan pola dalam suatu seri pengamatan Menyimpulkan

Meramalkan Menggunakan pola-pola hasil pengamatan Mengungkapkan apa yang mungkin terjadi pada Keadaan yang belum diamati

Mengajukan Pertanyaan

Bertanya apa, mengapa, dan bagaimana. Bertanya untuk meminta penjelasan

(33)

hipotesis.

Merumusakan Hipotesis

Mengetahui bahwa ada lebih dari satu kemungkinan penjelasan dari suatu kejadian.

Menyadari bahwa suatu penjelasan perlu diuji

kebenarannya dengan memperoleh bukti lebih banyak atau melakukan cara pemecahan masalah

Merencanakan Percobaan

Menentukan alat/bahan/sumber yang akan digunakan Mentukan variabel/ faktor penentu

Menetukan apa yang akan diukur, diamati, dicatat Menentukan apa yang akan dilaksanakan berupa langkah kerja

Menggunakan alat/bahan

Memakai alat/bahan

Mengetahui alasan mengapa menggunakan alat/bahan Mengetahui bagaimana menggunakan alat/ bahan.

Menerapkan konsep Menggunakan konsep yang telah dipelajari dalam situasi baru

Menggunakan konsep pada pengalaman baru untuk menjelaskan apa yang sedang terjadi

Berkomunikasi Mengubah bentuk penyajian

Menggambarkan data empiris hasil percobaan atau pengamatan dengan grafik atau tabel atau diagram Menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis Menjelaskan hasil percobaan atau penelitian

Membaca grafik atau tabel atau diagram

Mendiskusikan hasil kegiatan mengenai suatu masalah atau suatu peristiwa

Deskripsi mengenai indikator-indikator keterampilan proses sains sebagai

berikut:

1) Mengamati

Mengamati adalah proses pengumpulan data tentang fenomena atau peristiwa

dengan menggunakan beberapa indera. Indera yang digunakan siswa yakni

melihat, mendengar, merasakan, mencium dan mengecap. Siswa harus dapat

mengumpulkan fakta-fakta yang relevan dan memadai melalui kemampuan ini.

2) Mengelompokkan atau Klasifikasi

Mengelompokkan adalah suatu sistematika yang digunakan untuk

(34)

19

mengklasifikasikan tercakup beberapa kegiatan seperti mencari kesamaan,

mencari perbedaan, mengontraskan ciri-ciri, membandingkan, dan mencari dasar

penggolongan.

3) Menafsirkan

Menafsirkan hasil pengamatan adalah menarik kesimpulan tentatif dari data yang

dicatatnya. Hasil-hasil pengamatan tidak akan berguna bila tidak ditafsirkan.

Karena dari mengamati langsung, mencatat setiap pengamatan secara terpisah,

kemudian menghubung-hubungkan hasil-hasil pengamatan membuat siswa

mencoba menemukan pola dalam suatu seri pegamatan, dan akhirnya membuat

kesimpulan.

4) Meramalkan

Meramalkan adalah mengemukakan atau memperkirakan apa yang mungkin

terjadi pada keadaan yang belum diamati berdasarkan penggunaan pola

keteraturan atau kecenderungan-kecenderungan gejala tertentu yang telah

diketahui sebelumnya.

5) Mengajukan pertanyaan

Kemampuan mengajukan pertanyaan dapat diperoleh siswa dengan mengajukan

pertanyaan apa, mengapa dan bagaimana, pertanyaan untuk meminta penjelasan

atau pertanyaan yang berlatar belakang hipotesis.

6) Merumusakan hipotesis

Kemampuan membuat suatu perkiraan atau jawaban sementara yang beralasan

(logis) untuk menerangkan suatu kejadian atau pengamatan tertentu. Hipotesis

(35)

atau penalaran deduktif berdasarkan teori.Kebenaran hipotesis dapat diuji melalui

percobaan yang dilakukan oleh siswa.

7) Merencanakan percobaan

Kemampuan menentukan alat dan bahan, variabel-variabel, menentukan variabel

yang harus dibuat tetap dan variable yang berubah dalam percobaan. Siswa harus

dapat menentukan apa yang akan diamati, diukur atau ditulis, menentukan cara

dan langkah-langkah kerja serta bagaimana mengolah hasil-hasil pengamatan.

8) Menggunakan alat/bahan

Keterampilan menggunakan alat dan bahan dapat dimiliki dengan sendirinya.

Siswa harus menggunakan alat dan bahan secara langsung agar dapat memperoleh

pengalaman langsung dan mengetahui konsep mengapa dan bagaimana

menggunakan alat dan bahan.

9) Menerapkan konsep

Keterampilan menerapkan konsep yang telah dikuasai untuk memecahkan

masalah tertentu atau menjelaskan suatu peristiwa yang dipelajarinya dalam

situasi baru atau pada pengalaman-pengalaman baru untuk menjelaskan apa yang

sedang terjadi.

10) Berkomunikasi

Keterampilan mendiskusikan dan menyampaikan hasil penemuannya kepada

orang lain. Keterampilan ini disampaikan secara lisan maupun tulisan yang dapat

berupa membaca grafik, tabel, atau diagram dari hasil percobaan.

Menggambarkan data empiris dengan grafik, tabel, atau diagram juga termasuk

(36)

21

Assesment keterampilan proses sains bertujuan untuk menilai kemampuan

siswa dalam menguasai aspek atau indikator, assessment ini dapat berupa

observasi, tes tertulis dan penilaian laporan hasil eksperimen (Feyzioglu, 2009:

118-120). Observasi dapat dilakukan pada setiap pembelajaran di kelas melalui

diskusi, di laboratorium maupun di lapangan dengan menggunakan lembar

observasi penilaian keterampilan proses sains. Tes tertulis dapat dilakukan

menggunakan tes obyektif dan uraian. Tes ini untuk mengetahui keterampilan

proses sains siswa, yang di dalamnya berisi pokok uji tes obyektif dengan masalah

yang open ended. Siswa dituntut untuk mengemukakan alasan mengapa memilih

jawaban itu. Hal ini dilakukan untuk mengintrepetasikan apakah siswa hanya

menebak, salah konsep, tidak menguasai konsep dan keterampilan proses sains

atau menguasai konsep dan keterampilan proses sains. Penilaian laporan hasil

eksperimen dilakukan dengan kriteria yang dibuat oleh peneliti dan divalidasi para

ahli.

2.5

Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang mendukung rencana penelitian ini diantaranya:

1) Hasil penelitian Tapilouw Marthen (2010) yang berjudul “Pembelajaran Melalui Pendekatan REACT Meningkatkan Kemampuan Matematis Siswa

SMP” menunjukkan bahwa kemampuan pemahaman matematis, penalaran

matematis, dan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengalami

pembelajaran melalui pendekatan REACT lebih tinggi dari siswa yang

(37)

2) Hasil penelitian Yuniawatika (2011) menunjukkan bahwa pembelajaran

matematika dengan strategi REACT dapat meningkatkan kemampuan

koneksi dan representasi matematik siswa. Pembelajaran matematika dengan

strategi REACT secara signifikan lebih baik dalam meningkatkan

kemampuan koneksi dan representasi matematik siswa sekolah dasar

dibandingkan dengan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan strategi

konvensional ditinjau dari level sekolah (baik dan sedang) maupun ditinjau

dari kemampuan matematika siswa (tinggi, sedang, dan rendah).

3) Hasil penelitian Meita (2012) membuktikan bahwa penerapan strategi

pembelajaran REACT berpengaruh positif terhadap keterampilan proses sains

siswa. Siswa yang diberikan perlakuan dengan strategi pembelajaran REACT

memiliki keterampilan proses sains yang lebih baik dibandingkan kelas yang

tidak diberikan strategi pembelajaran REACT.

2.6

Tinjauan tentang Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan

Banyak proses alam yang terjadi disebabkan oleh pengendapan atau

kelarutan garam yang sukar larut dalam air. Sebagai contoh terbentuknya stalaktit

dan stalakmit dalam gua kapur atau terbentuknya batu ginjal dalam tubuh.

Stalaktit dan Stalakmit terbentuk pada saat air merembes dari atas bukit gua

melalui rongga-rongga dan melarutkan kapur sedikit-sedikit. Di dalam gua ini

kapur ada yang jatuh dan menempel di atap gua sehingga dalam waktu ribuan

tahun terbentuk stalaktit dan stalakmit. Stalaktit dan stalakmit yang terbentuk

(38)

23

Batu ginjal dalam tubuh akan terbentuk bila terjadi pengendapan garam

kalsium fosfat atau kalsium oksalat secara perlahan-lahan. Pengendapan akan

terjadi dalam proses pencernaan bila konsentrasi ion oksalatnya berlebihan dan

menimbulkan terbentuknya kalsium oksalat. Ion kalsium dalam plasma darah

yang berfungsi sebagai pengontrol gerak otot akan berkurang bila diikat oleh ion

oksalat. Hal ini akan menyebabkan kekejangan yang mendadak.

Pengendapan-pengendapan tersebut ada hubungannya dengan konsentrasi ion dan hasil kali

kelarutan. Sebagai contoh batu ginjal terbentuk jika konsentrasi ion kalsium dan

ion oksalat cukup besar.

2.6.1 Pengertian Kelarutan

Jika suatu senyawa ion dilarutkan ke dalam air, biasanya akan larut sebagai

ion. Bagi senyawa yang sedikit larut akan terjadi kesetimbangan antara senyawa

yang padat dan ion-ion dalam larutan jenuhnya. Larutan jenuh didefinisikan

sebagai larutan yang telah mengandung zat terlarut dalam konsentrasi yang

maksimum, tidak dapat ditambah lagi. Harga konsentrasi maksimum ini

berbeda-beda untuk masing-masing senyawa. Konsentrasi maksimum yang dapat dicapai

oleh suatu zat dalam suatu larutan disebut kelarutan.

2.6.2 Hasil Kali Kelarutan (Ksp)

Apabila kita melarutkan kapur ke dalam air sedikit demi sedikit, awalnya

kapur larut dalam air. Tetapi, lama kelamaan kapur yang ditambahkan tidak bisa

larut lagi. Keadaan pada saat pelarut sudah tidak mampu lagi melarutkan zat yang

(39)

membentuk ion-ionnya. Pada keadaan jenuh terjadi kesetimbangan heterogen

antara padatan dan ion-ion yang terlarut.

Hasil kali kelarutan ialah hasil kali konsentrasi ion-ion dari larutan jenuh

garam yang sukar larut dalam air, setelah masing-masing konsentrasi

dipangkatkan dengan koefisien menurut persamaan ionisasinya.

Suatu larutan jenuh elektrolit AxBy dalam air yang berisi AxBy padat. Dalam larutan terjadi kesetimbangan ion.

AxBy(s) AxBy(aq) xAy+(aq) + yBx-(aq)

Berdasarkan reaksi kesetimbangan ini dapat dihitung harga tetapan

kesetimbangan :

Di dalam larutan jenuh AxBy konsentrasi AxBy yang terlarut tidak berubah selama AxBy padat masih terdapat dalam larutan dan suhu percobaan tetap. Persamaan (1) dapat juga ditulis sebagai berikut:

Karena harga K tetap dan harga konsentrasi AxBy merupakan tetapan baru.

Tetapan baru ini dinyatakan dengan notasi Ksp, maka persamaan (2) dapat ditulis:

Keterangan:

Ksp zat AxBy = hasil kali kelarutan AxBy

(40)

25

2.6.3 Hubungan antara Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutaan (s dan Ksp)

Nilai kelarutan dapat dihitung berdasarkan hubungan antara Ksp dan

kelarutan (s). Hubungan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

AxBy(s) AxBy(aq) xAy+(aq) + yBx-(aq)

s x s y s

Bila kelarutan zat AxBy adalah S (dalam satuan molar), secara stoikiometri

[Ay+] yang terbentuk adalah xS dan [Bx-] yang terbentuk adalah yS, maka

persamaan Ksp-nya menjadi:

Ksp = [Ay+]x[Bx-]y = (xs)x(ys)y

= (xxyy)s(x+y) atau S =

× +

2.6.4 Pengaruh Ion Senama atau Ion Sejenis

Kelarutan dalam air murni akan berbeda dengan kelarutan dalam suatu

larutan. Seringkali kelarutan elektrolit dalam suatu larutan tidak hanya berasal dari

satu sumber saja, melainkan terdapat sumber lain dari ion senama (sejenis) dalam

larutan.

Coba kita perhatikan contoh berikut ini. Apakah yang akan terjadi apabila

ke dalam larutan jenuh Ag2CrO4 kita tambahkan larutan AgNO3 atau larutan

K2CrO4?

Dalam larutan jenuh Ag2CrO4 terdapat kesetimbangan antara Ag2CrO4 padat

dengan ion Ag+ dan ion CrO42- :

(41)

Penambahan larutan AgNO3 atau K2CrO4 akan memperbesar konsentrasi

ion Ag+ atau ion CrO42- dalam larutan.

AgNO3 (aq)  Ag+(aq) + NO3-(aq)

K2CrO4 (aq)  2K+(aq) + CrO42-(aq)

Sesuai dengan azas Le Chatelier tentang pergeseran kesetimbangan,

penambahan konsentrasi ion Ag+ atau ion CrO42- akan menggeser kesetimbangan

ke kiri. Akibat dari pergeseran itu, jumlah Ag2CrO4 yang larut menjadi berkurang.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa keberadaan ion senama akan memperkecil

kelarutan. Akan tetapi, sebagaimana halnya kesetimbangan pada umumnya, ion

senama tidak mempengaruhi harga tetapan hasil kali kelarutan, asal suhunya tidak

berubah.

2.6.5 pH dan Kelarutan

Beberapa zat padat hanya sedikit larut dalam air tetapi sangat larut dalam

larutan asam. Sebagai contoh, bijih tembaga dan nikel sulfida dapat larut dengan

asam kuat. Suatu fakta yang amat membantu dalam pemisahan dan pengambilan

logam berharga ini dari bentuk unsurnya. Pengaruh pH terhadap kelarutan

ditunjukkan secara dramatis pada kerusakan bangunan dan monumen oleh

pengendapan asam. Ada sebagian senyawa ionik dengan kelarutan rendah

mempunyai daya larut yang bergantung pada pH larutan. pH mempengaruhi daya

larut ion hidroksida dan garam yang mengandung anion basa lemah. Untuk

(42)

27

Kalsium karbonat (CaCO3) sukar larut dalam air, tetapi larut dalam HCl.

Fakta ini dapat diterangkan sebagai berikut: Dalam larutan jenuh CaCO3 terdapat

kesetimbangan sebagai berikut :

CaCO3 (s) CaCO3(aq) Ca2+ (aq) + CO32- (aq)

Saat asam kuat ditambahkan ke kalsium karbonat, ion hidrogen (H+) bereaksi

dengan ion karbonat membentuk HCO3- atau H2CO3. H2CO3 selanjutnya akan

terurai membentuk CO2 dan H2O. Gelembung-gelembung gas karbon dioksida

akan timbul saat kalsium karbonat larut. Hal ini akan menggeser kesetimbangan di

atas ke kanan. Dengan kata lain, menyebabkan CaCO3 melarut.

2.6.6 Reaksi Pengendapan

Suatu ion dapat dikeluarkan dari larutannya melalui reaksi pengendapan.

Sebagaimana telah dipelajari ketika membahas kesetimbangan kimia, hasil kali

konsentrasi seperti dalam rumus tetapan kesetimbangan (bukan konsentrasi

setimbang) disebut sebagai Qc. Jadi, apakah keadaan suatu larutan belum jenuh,

jenuh atau lewat jenuh, dapat ditentukan dengan memeriksa nilai Qc–nya dengan

ketentuan sebagai berikut:

AxBy(s) AxBy(aq) xAy+(aq) + yBx-(aq)

(1) Jika hasilkali konsentrasi ion-ion yang dipangkatkan dengan koefisien

masing-masing lebih kecil dari harga Ksp(Qc < Ksp) , maka larutan tersebut

masih belum jenuh.

(2) Jika hasilkali konsentrasi ion-ion yang dipangkatkan dengan koefisien

masing-masing sama dengan harga Ksp (Qc = Ksp) , maka larutan tepat

(43)

(3) Jika hasilkali konsentrasi ion-ion yang dipangkatkan dengan koefisien

masing-masing lebih besar dari harga Ksp (Qc > Ksp) , maka larutan lewat

jenuh.

2.7

Kerangka Berpikir

Dalam pembelajaran kimia SMA, siswa diharapkan memperoleh aspek

pemahaman konsep, penalaran, komunikasi, dan pemecahan masalah. Pada

kenyataanya masih dijumpai beberapa kesulitan yang menyebabkan siswa masih

sukar dalam memahami dan mendalami materi kimia. Permasalahan terjadi bukan

hanya dari faktor kemampuan siswa, namun bagaimana guru menyampaikan

materi pembelajaran juga memiliki andil dalam hal ini. Kompetensi dasar

Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan merupakan salah satu materi yang

membutuhkan pemahaman cukup tinggi. Kenyataan menunjukkan bahwa masih

banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam menghadapi, mendalami, dan

mengaplikasikannya. Siswa belum bisa melakukan kegiatan ilmiah yang

dilakukan oleh ilmuwan maupun mengkonstruk konsep-konsep yang berkaitan

dengan materi secara mandiri dalam proses pembelajaran. Hal ini menyebabkan

hasil belajar kimia siswa menjadi kurang maksimal. Pembelajaran yang monoton

sering kali membuat siswa merasa bosan dan kurang termotivasi. Hal ini membuat

siswa sulit memahami materi sehingga nilai yang diperoleh menjadi kurang

maksimal. Keadaan yang demikian sangat disayangkan terlebih lagi bila siswa

sebenarnya memiliki kemampuan intelegensi yang baik.

Berdasarkan permasalahan ini, maka perlu adanya alternatif strategi

(44)

29

penelitian ini digunakan pembelajaran dengan strategi REACT pada kelas

eksperimen I dan pembelajaran tanpa strategi REACT pada kelas eksperimen II.

Setelah diberi perlakuan pada masing-masing kelas, hasil belajar kimia kedua

kelas kemudian dibandingkan untuk mengetahui kelompok atau kelas mana yang

memiliki hasil belajar yang lebih baik. Secara ringkas alur penelitian yang akan

[image:44.595.105.561.274.695.2]

dilakukan sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Siswa kesulitan memahami materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan

Hasil belajar kurang maksimal

Pembelajaran kimia dengan strategi REACT

Pembelajaran kimia tanpa strategi REACT

Kelas eksperimen I Kelas eksperimen II

Siswa aktif dalam pembelajaran Siswa aktif dalam pembelajaran

Hasil Belajar Siswa

Dibandingkan

(45)

2.8

Hipotesis

Dalam penelitian ini disusun hipotesis yang akan diuji kebenarannya.

Adapun hipotesisnya adalah sebagai berikut:

H0: tidak ada perbedaan rata-rata hasil belajar kimia antara siswa yang diberikan

pembelajaran dengan strategi REACT dan siswa tanpa diberi strategi REACT

pada kompetensi kelarutan dan hasil kali kelarutan

Ha: ada perbedaan rata-rata hasil belajar kimia antara siswa yang diberikan

pembelajaran dengan strategi REACT dan siswa tanpa diberi strategi REACT

(46)

31

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1

Populasi dan Sampel Penelitian

3.1.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian (Suharsimi, 2006: 130).

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPA

MAN Babakan Lebaksiu Tegal yang berjumlah empat kelas, dengan rincian

[image:46.595.175.445.400.499.2]

sebagai berikut:

Tabel 3.1 Data Siswa Kelas XI IPA MAN Babakan Lebaksiu Tegal

No. Kelas Jumlah siswa

1 XI IPA 1 30

2 XI IPA 2 29

3 XI IPA 3 41

4 XI IPA 4 42

Jumlah 142

(Sumber: Administrasi kesiswaan MAN Babakan Lebaksiu Tegal tahun

pelajaran 2012/2013)

3.1.2 Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari populasi (Sudjana, 2005: 6).

Menurut Suharsimi (2006: 131), sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang

diteliti. Dalam penelitian ini penentuan sampel menggunakan teknik cluster

random sampling, yaitu pengambilan sampel penelitian berupa kelompok yang dilakukan secara acak dengan pertimbangan populasi yang ada terbagi dalam

(47)

normal. Data yang digunakan untuk uji normalitas dan homogenitas yaitu nilai

ulangan umum semester I pada mata pelajaran kimia kelas XI IPA MAN Babakan

Lebaksiu Tegal. Dalam penelitian ini, diambil siswa dari 2 kelas yang akan

dijadikan sebagai sampel. Satu kelas sebagai kelas eksperimen I dengan

menggunakan strategi pembelajaran REACT. Dan satu kelas lainnya sebagai kelas

eksperimen II dengan pembelajaran tanpa strategi REACT.

3.2

Variabel Penelitian

3.1 Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran dengan strategi

REACT

3.2 Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar kimia siswa kelas

XI IPA MAN Babakan Lebaksiu Tegal kompetensi dasar kelarutan dan hasil kali

kelarutan.

3.3 Variabel Kontrol

Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah kurikulum, guru, kompetensi

dasar, dan jumlah jam pelajaran yang sama

3.3

Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah post test only group design, yaitu desain penelitian dengan melihat perbedaan hasil post test antara

kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II. Desain tersebut dapat dijelaskan

(48)
[image:48.595.162.465.129.182.2]

33

Tabel 3.2 Desain Penelitian

Kelas Perlakuan Keadaan Akhir

Eksperimen I X T

Eksperimen II Y T

Keterangan:

X : Pembelajaran kimia dengan strategi REACT

Y : Pembelajaran kimia tanpa strategi REACT

T : Kelas eksperimen I dan II diberikan post test

3.4

Metode Pengumpulan Data

3.4.1 Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah cara memperoleh data mengenai hal-hal atau

variabel-variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah,

prasasti, notulen, rapat, agenda, dan sebagainya (Suharsimi, 2006). Metode

dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk mendapatkan data tentang

jumlah populasi untuk penentuan sampel. Data awal yang digunakan adalah nilai

ulangan ulangan umum semester I tahun ajaran 2012/2013

3.4.2 Metode Tes

Tes dalam penelitian ini merupakan tes prestasi, yaitu tes yang digunakan

untuk mengukur pencapaian seseorang setelah mempelajari sesuatu (Suharsimi,

2006). Dalam penelitian ini, tes digunakan untuk mengukur hasil belajar kognitif

siswa kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II. Metode tes yang digunakan

(49)

3.4.3 Metode Observasi

Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila penelitian

berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam, dan bila

responden yang diamati tidak terlalu besar (Sugiyono, 2010:203). Dalam

penelitian ini metode observasi digunakan untuk mengukur hasil belajar pada

aspek afektif dan psikomotorik siswa. Dalam lembar pengamatan dicantumkan

indikator-indikator yang dapat dijadikan acuan untuk mengukur aspek afektif dan

psikomotorik.

3.4.4 Angket

Angket digunakan untuk mengetahui tanggapan siswa mengenai

pembelajaran dengan strategi REACT yang diberikan pada siswa di akhir

pembelajaran.

3.5

Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti

untuk memperoleh data yang diharapkan agar pekerjaannya lebih mudah dan

hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga

lebih mudah diolah (Suharsimi, 2006: 160). Dalam penelitian ini, instrumen yang

digunakan berupa silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), angket,

instrumen tes, serta lembar observasi afektif dan psikomotorik.

Sebelum mengadakan pembelajaran harus dipersiapkan rancangan

pembelajaran yang dituangkan dalam silabus dan rencana pembelajaran. Berbagai

rancangan pembelajaran yang disusun peneliti disesuaikan dengan Kurikulum

(50)

35

3.5.1 Metode Penyusunan Instrumen Tes Hasil Belajar Kognitif

Dalam penyusunan instrumen tes, dilakukan tahap-tahap sebagai berikut:

3.5.1.1Tahap persiapan

1) Menetapkan kompetensi yang diuji.

Bahan yang diujikan adalah bidang studi kimia kompetensi dasar

kelarutan dan hasil kali kelarutan

2) Menentukan alokasi waktu

Jumlah waktu yang digunakan untuk mengerjakan tes adalah 90 menit.

3) Menyusun jumlah soal

Jumlah soal yang digunakan uji coba dalam penelitian adalah 50 soal.

4) Menentukan tipe soal

Dalam penelitian ini bentuk soal yang digunakan adalah obyektif dan

bertipe pilihan ganda dengan lima pilihan jawaban, dengan satu jawaban

benar diantara jawaban-jawaban dalam pilihan yang disediakan.

5) Menentukan komposisi jenjang soal

Komposisi jenjang soal dari perangkat tes uji coba penelitian ini, yaitu:

a) Aspek pengetahuan (C1) terdiri dari 9 soal = 18%

b) Aspek pemahaman (C2) terdiri dari 18 soal = 36%

c) Aspek penerapan (C3) terdiri dari 15 soal = 30%

(51)

6) Menyusun kisi-kisi

Kisi-kisi tes disusun dengan mengacu pada Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan dengan tujuan sama seperti dalam standar kompetensi yang

berlaku.

7) Penyusunan butir tes

Setelah kisi-kisi dibuat, langkah selanjutnya membuat soal sejumlah 50

butir. Semua butir soal diperkirakan membutuhkan waktu 90 menit,

sedangkan untuk tes sesungguhnya disediakan waktu 60 menit karena

instrumen tesnya terdiri dari 30 butir soal.

3.5.1.2Tahap pelaksanaan uji coba soal

Sebelum instrumen ini digunakan, terlebih dahulu diuji cobakan pada siswa

di luar sampel. Uji coba soal dilakukan pada siswa kelas XII IPA. Uji coba

dimaksudkan agar soal yang digunakan dapat memenuhi kriteria-kriteria tentang

soal yang baik. Kemudian hasil uji coba dianalisis untuk mengetahui apakah

instrumen itu memenuhi syarat atau tidak untuk digunakan sebagai alat pengambil

data.

3.5.2 Metode Penyusunan Lembar Observasi Afektif dan Psikomotorik

Adapun langkah-langkah penyusunan instrumen lembar observasi, sebagai

berikut:

1) Menentukan jumlah aspek yang akan diamati untuk mengukur dan menilai

aspek afektif dan psikomotorik siswa.

2) Menentukan tipe atau bentuk lembar observasi.

(52)

37

4) Mengkonsultasikan lembar observasi yang telah disusun kepada ahli, yaitu

dosen pembimbing I dan doesn pembimbing II.

3.5.3 Metode Penyusunan Instrumen Angket

Langkah-langkah penyusunan instrumen lembar angket adalah sebagai

berikut:

1) Menentukan jumlah indikator yang akan diamati untuk mengetahui respon

siswa.

2) Menentukan tipe atau bentuk angket respon yang berupa daftar check list

dengan jawaban sangat setuju, setuju, kurang setuju, dan tidak setuju.

3) Menyusun aspek yang telah ditentukan ke dalam lembar angket.

4) Mengkonsultasikan isi lembar angket yang telah disusun kepada ahli, yaitu

dosen pembimbing I dan dosen pembimbing II.

3.6

Analisis Instrumen

3.6.1 Instrumen Tes Hasil Belajar Kognitif 3.6.1.1Validitas Isi Soal

Perangkat tes dikatakan telah memenuhi validitas isi apabila materinya telah

disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku. Pengujian validitas isi dilakukan

dengan expert validity yaitu validitas yang disesuaikan dengan kurikulum dan dikonsultasikan dan disetujui oleh ahli. Dalam hal ini ahli yang dimaksud adalah

(53)

3.6.1.2Uji Validitas Butir Soal

Suharsimi (2006 : 168) menjelaskan bahwa sebuah tes dikatakan valid

apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur. Valid juga diartikan

sebagai kesejajaran dengan skor total. Rumus yang digunakan adalah:

rpbis=

Mp−Mt

St

p q

Keterangan:

r

pbis = koefisien korelasi point biseral

Mp = rerata skor siswa yang menjawab benar

Mt = rerata skor siswa total

p = proporsi siswa yang menjawab benar

q = proporsi siswa yang menjawab salah (1 – p)

St = standar deviasi dari skor total

(Suharsimi, 2009:79)

rpbis yang diperoleh diuji dengan taraf signifikan (t hitung) 5% dan dk = n-2

dengan rumus:

thit ung =rpbis n−2

1−rpbis2

Keterangan :

t hitung = uji signifikansi

rpbis = koefisien korelasi biserial

n = jumlah siswa yang mengerjakan soal

Berdasarkan perhitungan validitas butir soal, terdapat 36 soal valid dan 14

(54)

39

15, 16, 17, 18, 22, 23, 24, 25, 26, 29, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43,

46, 47, 48, dan 49. Sedangkan soal yang tidak valid adalah soal nomor 5, 6, 8, 12,

19, 20, 21, 27, 28, 30, 31, 44, 45, dan 50. Perhitungan selengkapnya dimuat pada

lampiran 11.

3.6.1.3Analisis Tingkat Kesukaran

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu sulit dan tidak terlalu mudah.

Bilangan yang menunjukkan sukar atau mudahnya suatu soal disebut indeks

kesukaran yang besarnya antara 0,00 – 1,00 (Suharsimi 2006:207). Tingkat

kesukaran soal dapat dihitung dari rumus :

IK = B

JS Keterangan:

IK = Indeks kesukaran

B = Banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul

[image:54.595.156.487.509.609.2]

JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes

Tabel 3.3 Klasifikasi Indeks Kesukaran

Interval Kriteria

P = 0.00 0,00  P  0,30 0,30  P  0.70 0,70  P  1,00

P = 1,00

Terlalu sukar Sukar Sedang Mudah Terlalu mudah

Berdasarkan analisis tingkat kesukaran, diperoleh hasil sebagai berikut: soal

yang termasuk kategori mudah yaitu 5, 39, dan 49. Soal yang termasuk kategori

„sedang‟ yaitu 1, 2, 3, 4, 7, 9, 10, 11, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24,

25, 26, 27, 28, 29, 30, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 40, 41, 42, 43, 45, 46, 47, dan 48.

(55)

Perhitungan analisis tingkat kesukaran selengkapnya dapat dilihat pada

lampiran 11.

3.6.1.4Daya Pembeda Soal

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan siswa

yang mempunyai kemampuan tinggi dan siswa yang mempunyai kemampuan

rendah. Adapun yang menunjukan besarnya daya beda disebut indeks diskriminasi

dan disingkat D.

Langkah-langkah yang dilakukan untuk menghitung besarnya daya beda

soal adalah :

1) Seluruh siswa tes dibagi dua yaitu kelas atas dan kelas bawah

2) Seluruh pengikut tes diurutkan mulai dari skor teratas sampai skor terbawah

3) Menghitung indeks diskriminasi soal diambil dari buku Suharsimi (2006:218)

dengan rumus :

D =BA JA −

BB

JB

= PA −PB

Keterangan:

D = Daya beda

JA = Banyaknya peserta kelompok atas

JB = Banyaknya peserta kelompok bawah

BA = Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan benar

BB = Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar

PA = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab dengan benar

(56)

41

[image:56.595.149.477.153.253.2]

Daya pembeda soal dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Tabel 3.4 Kriteria Daya Pembeda

Inteval Kriteria

D 0,00 0,00 < D0,20 0,20 < D  0,40 0,40 < D  0,70 0,70 < D  1,00

Sangat jelek Jelek Cukup

Baik Sangat baik

Bila D negatif, semua jenjang tidak baik. Sehingga butir soal yang

mempunyai D negatif, sebaiknya dibuang. (Suharsimi, 2006: 218)

Berdasarkan hasil perhitungan daya pembeda soal, diperoleh soal yang

mempunyai daya beda “sangat jelek” yaitu 6, 8, 12, 27, 30, 31, 44 dan 50. Soal

yang mempunyai daya beda “jelek” yaitu 5, 20, 28, 39, dan 45. Soal yang

mempunyai daya beda “cukup” yaitu 1, 2, 3, 4, 9, 10, 11, 13, 14, 17, 18, 19, 21,

22, 23, 24, 25, 26, 29, 34, 35, 36, 37, 38, 40, 41, 42 43, 46, 47, 48, dan 49. Soal

yang mempunyai daya beda “baik” yaitu 7, 15, 16, 32, dan 33. Perhitungan daya

pembeda soal selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 11.

3.6.1.5Uji Reliabilitas Soal

Reliabilitas soal adalah ketepatan suatu tes apabila diteskan pada objek yang

sama (Suharsimi, 2006). Untuk mengetah

Gambar

Tabel
Tabel 2.1 Indikator dan Sub Indikator Keterampilan Proses Sains
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
Tabel 3.1 Data Siswa Kelas XI IPA MAN Babakan Lebaksiu Tegal
+7

Referensi

Dokumen terkait

PENINGKATAN KOMUNIKASI DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA MENGGUNAKAN STRATEGI PEMBELAJARAN REACT (PTK Pada Siswa Kelas VII SMP Muhammadiyah 1 Pati Tahun

Hasil penelitian yang dilakukan di SMA Dharma Pancasila Medan adalah ada pengaruh Strategi pembelajaran Inkuiri terhadap peningkatan hasil belajar kimia siswa pada pokok bahasan

Gambar 4.9 menunjukkan pengaruh dan interaksi dari strategi pembelajaran dan Kecerdasan Emosional terhadap hasil belajar Kimia yang diperoleh siswa adalah bahwa

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dengan menerapkan pembelajaran kontekstual dengan strategi REACT dapat meningkatkan minat dan hasil belajar serta hubungan

Meskipun pembelajaran REACT memberikan pengaruh positif terhadap hasil belajar siswa, namun masih ada siswa yang merasa kurang memahami materi kelarutan dan hasil kali

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh strategi REACT terhadap hasil belajar matematika ditinjau dari aktivitas belajar pada siswa kelas V SD di Gugus 3

Strategi pembelajaran Guided Note Taking dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar kimia siswa di kelas XI IPA 3 SMA Negeri 11 Palembang, dimana siswa

Jadi dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran REACT disertai media foto kejadian nyata berpengaruh signifikan terhadap hasil belajar kognitif siswa pada pembelajaran fisika materi