RESPONS MORFOLOGI BENIH KARET (Hevea brasilliensis Muell Arg.) TANPA CANGKANG TERHADAP PEMBERIAN PEG 6000 DALAM
PENYIMPANAN PADA DUA MASA PENGERINGAN
SKRIPSI
Oleh:
GUSTIANSYAH PERDHANA PUTRA 080301007/AGROEKOTEKNOLOGI
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2013
*
ABSTRACT
GUSTIANSYAH PERDHANA PUTRA: Morphological response of shelled rubber seed (Hevea brasilliensis Muell Arg.) by giving Polyethylene Glycol (PEG) 6000 in storage at two drying period, supervised by CHARLOQ and JASMANI GINTING.
Rubber seeds are recalcitrant seeds that have a high water content so it can not be stored longer because rapid deteriorated so it needs special handling to increase storability. PEG 6000 is a compound that can help maintain seed viability in storage because has the potential osmoticum, which can limit the imbibition and diffusion processes. Research purposes was to determine the concentration of PEG 6000 and seed drying time appropriate to improve storability the seeds. Research conducted in the Seed Technology Laboratory, Agricultural Faculty, Sumatera Utara University in January to March 2012. Nested factorial experiment was arranged in a two-stage nested design namely time drying as nested factor (drying time at 00:00 am to 06:00 am and 6:00 am to 12:00 am) and PEG 6000 concentration factor as sub nest (0, 15, 30, 45% w/v). Parameters namely observed in seed storage fungal and seeds germinated, after storage, includes test its germinated, vigor index, plant height and number leaves.
The results showed that fungal seeds and seeds germinated in storage at a concentration of 15% PEG can reduce up to 13,33% and 0,00% and the drying time at 06:00 am to 12:00 am for 6.83% and 0.00%. Averaging percentage its parameters percentage seed germination and vigor index the seeds obtained above 90%, 21 cm plant height and number 7 leaves. Drying time significantly different treatment on vigor index and were significantly different from the number of leaves of 97.67 % and 94.33 %; 7 piecies and 6 pieces.
Key words: Rubber Seeds, Time drying, PEG
ABSTRAK
GUSTIANSYAH PERDHANA PUTRA: Respons morfologi benih karet (Hevea brasilliensis Muell Arg.) tanpa cangkang terhadap pemberian
Polyethylene Glycol (PEG) 6000 dalam penyimpanan pada dua masa pengeringan, dibimbing oleh CHARLOQ dan JASMANI GINTING.
Benih karet adalah benih rekalsitran yang memiliki kadar air tinggi sehingga tidak dapat disimpan lama karena cepat mengalami kemunduran (deteriorasi), oleh karena itu dibutuhkan penanganan khusus untuk meningkatkan daya simpannya. PEG 6000 merupakan senyawa yang dapat membantu mempertahankan viabilitas benih dalam penyimpanan karena memiliki potensi osmotikum sel yang dapat membatasi proses imbibisi dan difusi. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan konsentrasi PEG 6000 dan masa pengeringan benih yang tepat dalam meningkatkan daya simpan benih. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan Januari 2012 hingga Maret 2012. Penelitian menggunakan rancangan tersarang faktorial dua langkah yaitu masa pengeringan sebagai faktor penyarang (masa pengeringan pukul 00.00-06.00 WIB dan 06.00-12.00 WIB) dan konsentrasi PEG 6000 sebagai faktor anak tersarang (0, 15, 30, 45% w/v), peubah amatan dalam penyimpanan yaitu benih berjamur dan benih berkecambah, setelah penyimpanan antara lain daya kecambah, indeks vigor,tinggi tanaman dan jumlah daun.
Hasil penelitian menunjukkan pada konsentrasi PEG 15% dapat menekan benih berjamur dan benih berkecambah dalam penyimpanan hingga 13.33% dan 0.00% dan pada masa pengeringan pukul 06.00-12.00 WIB sebesar 6.83% dan 0,00 %. Rataan persentase peubah amatan daya kecambah dan indeks vigor benih diperoleh diatas 90%, tinggi tanaman 21 cm dan jumlah daun 7 helai. Perlakuan masa pengeringan berbeda nyata pada indeks vigor dan sangat berbeda nyata pada jumlah daun yaitu 97.67 % dan 94.33 %; 7 helai dan 6 helai.
RIWAYAT HIDUP
Gusiansyah Perdhana Putra dilahirkan di Medan pada 10 Agustus dari
pasangan Karya Budi dan Masdiana Siregar. Penulis adalah anak ke-1 dari 4
bersaudara.
Penulis menamatkan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 068475
Medan tahun 2002, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) di SLTP Negeri 45
Medan tahun 2005, SMA Negeri 9 Medan tahun 2008, Kemudian melanjutkan
pendidikan di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Program Studi
Agronomi tahun 2008.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam Himpunan Mahasiswa
Budidaya Pertanian (HIMADITA) dan tergabung dalam Himpunan Mahasiswa
Medan Utara (IMAMU).
Selama bulan Juni hingga Juli 2010 penulis mengikuti kegiatan Praktek
Kerja Lapangan di PTPN III Kebun Bangun Kabupaten Simalungun Sumatera
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Respons Morfologi Benih Karet (Hevea brasilliensis Muell Arg.) Tanpa
Cangkang terhadap Pemberian PEG 6000 dalam Penyimpanan pada Dua Masa
Pengeringan”.
Pada kesempatan Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu
Ir. Charloq, MP selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Ir. Jasmani Ginting,
MP selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan
masukan berharga hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini serta kepada
kedua orang tua yang telah mendukung dan memberi semangat selama ini.
Disamping itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada konsultan
statistik Bapak Abu Yazid, SP, MStat yang banyak berperan memberikan
motivasi dan masukan dalam rancangan penelitian ini serta untuk teman-teman
MILITAN 2008 di Fakultas Pertanian USU yang tidak dapat disebutkan satu per
satu yang memberikan semangat selama ini. Akhir kata, walaupun penulis
menyadari bahwa skripsi ini berhubungan dengan sebagian kecil dari seri
penelitian disertasi ketua komisi pembimbing, saran dan kritik dalam
penyempurnaan skripsi ini masih sangat diharapkan. semoga skripsi ini
bermanfaat khususnya bagi peneliti dan masyarakat pada umumnya.
Medan, Juli 2013
DAFTAR ISI
Hal
ABSTRACT ………. i
ABSTRAK ………... ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ……… iii
KATA PENGANTAR ……….. iv
DAFTAR ISI ………. v
DAFTAR TABEL ………. vi
DAFTAR GAMBAR ……… vii
DAFTAR LAMPIRAN ………. viii
PENDAHULUAN Latar Belakang ……….……… 1
Tujuan Penelitian ……….……… 4
Hipotesis Penelitian ……….……… 4
Kegunaan Penelitian ………...………... 4
TINJAUAN PUSTAKA Benih Karet ………...………... 5
Penyimpanan Benih ………...……….. 6
PolyethyleneGlycol (PEG)………...……….. 8
Pengeringan Benih ………...………... 10
Perkecambahan Benih ... 12
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu ………... 14
Bahan dan Alat ………... 14
Metode Penelitian ………... 15
Parameter Yang Diukur ………..……….. 17
Benih berjamur dalam penyimpanan (%) ………. 17
Benih berkecambah dalam penyimpanan (%) ……….... 17
Daya kecambah benih (%)…….………..…. 17
Indeks vigor (%)……….………... 18
Tinggi tanaman (cm)……….……….. 18
Jumlah daun (helai) ………...……...………... 18
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil ……….………. 22
Benih Berjamur Dalam Penyimpanan (%) ………. 22
Benih Berkecambah Dalam Penyimpanan (%) ……….…….... 24
Daya Kecambah Benih (%)…….………....…. 26
Indeks Vigor (%)……….………... 30
Tinggi Tanaman (cm)……….……….. 33
Jumlah Daun (helai) ………...……...………... 35
Pembahasan ……….. 38
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ………...……….. 49
Saran ………..……… 49
DAFTAR PUSTAKA ……….. 50
DAFTAR TABEL
No. Hal
1. Rataan persentase benih berjamur dalam penyimpanan (%) berdasarkan pengaruh masa pengeringan dan konsentrasi PEG ... 22
2. Rataan persentase benih berkecambah dalam penyimpanan (%) berdasarkan pengaruh masa pengeringan dan konsentrasi PEG ... 24
3. Rataan persentase daya kecambah benih (%) berdasarkan pengaruh masa pengeringan dan konsentrasi PEG ... 26
4. Rataan persentase indeks vigor benih (%) berdasarkan pengaruh masa
pengeringan dan konsentrasi PEG ... 28
5. Rataan tinggi tanaman (cm) berdasarkan pengaruh masa pengeringan dan konsentrasi PEG ... 30
6. Rataan jumlah daun (helai) berdasarkan pengaruh masa pengeringan dan konsentrasi PEG ... 32
DAFTAR GAMBAR
No. Hal
1. Persentase benih berjamur dalam penyimpanan pada dua masa
pengeringan ... 23
2. Persentase benih berjamur dalam penyimpanan pada berbagai konsentrasi PEG ... 23
3. Persentase benih berkecambah dalam penyimpanan pada dua masa pengeringan ... 25
4. Persentase benih berkecambah dalam penyimpanan pada berbagai konsentrasi PEG ... 25
5. Persentase daya kecambah pada dua masa pengeringan ... 27
6. Persentase daya kecambah pada berbagai konsentrasi PEG ... 27
7. Persentase indeks vigor benih pada dua masa pengeringan ... 29
8. Persentase indeks vigor pada berbagai konsentrasi PEG ... 29
9. Tinggi tanaman pada dua masa pengeringan ... 30
10.Tinggi tanaman pada berbagai konsentrasi PEG ... 30
11.Jumlah daun pada dua masa pengeringan ... 32
12.Jumlah daun pada berbagai konsentrasi PEG ... 32
ABSTRACT
GUSTIANSYAH PERDHANA PUTRA: Morphological response of shelled rubber seed (Hevea brasilliensis Muell Arg.) by giving Polyethylene Glycol (PEG) 6000 in storage at two drying period, supervised by CHARLOQ and JASMANI GINTING.
Rubber seeds are recalcitrant seeds that have a high water content so it can not be stored longer because rapid deteriorated so it needs special handling to increase storability. PEG 6000 is a compound that can help maintain seed viability in storage because has the potential osmoticum, which can limit the imbibition and diffusion processes. Research purposes was to determine the concentration of PEG 6000 and seed drying time appropriate to improve storability the seeds. Research conducted in the Seed Technology Laboratory, Agricultural Faculty, Sumatera Utara University in January to March 2012. Nested factorial experiment was arranged in a two-stage nested design namely time drying as nested factor (drying time at 00:00 am to 06:00 am and 6:00 am to 12:00 am) and PEG 6000 concentration factor as sub nest (0, 15, 30, 45% w/v). Parameters namely observed in seed storage fungal and seeds germinated, after storage, includes test its germinated, vigor index, plant height and number leaves.
The results showed that fungal seeds and seeds germinated in storage at a concentration of 15% PEG can reduce up to 13,33% and 0,00% and the drying time at 06:00 am to 12:00 am for 6.83% and 0.00%. Averaging percentage its parameters percentage seed germination and vigor index the seeds obtained above 90%, 21 cm plant height and number 7 leaves. Drying time significantly different treatment on vigor index and were significantly different from the number of leaves of 97.67 % and 94.33 %; 7 piecies and 6 pieces.
Key words: Rubber Seeds, Time drying, PEG
ABSTRAK
GUSTIANSYAH PERDHANA PUTRA: Respons morfologi benih karet (Hevea brasilliensis Muell Arg.) tanpa cangkang terhadap pemberian
Polyethylene Glycol (PEG) 6000 dalam penyimpanan pada dua masa pengeringan, dibimbing oleh CHARLOQ dan JASMANI GINTING.
Benih karet adalah benih rekalsitran yang memiliki kadar air tinggi sehingga tidak dapat disimpan lama karena cepat mengalami kemunduran (deteriorasi), oleh karena itu dibutuhkan penanganan khusus untuk meningkatkan daya simpannya. PEG 6000 merupakan senyawa yang dapat membantu mempertahankan viabilitas benih dalam penyimpanan karena memiliki potensi osmotikum sel yang dapat membatasi proses imbibisi dan difusi. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan konsentrasi PEG 6000 dan masa pengeringan benih yang tepat dalam meningkatkan daya simpan benih. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan Januari 2012 hingga Maret 2012. Penelitian menggunakan rancangan tersarang faktorial dua langkah yaitu masa pengeringan sebagai faktor penyarang (masa pengeringan pukul 00.00-06.00 WIB dan 06.00-12.00 WIB) dan konsentrasi PEG 6000 sebagai faktor anak tersarang (0, 15, 30, 45% w/v), peubah amatan dalam penyimpanan yaitu benih berjamur dan benih berkecambah, setelah penyimpanan antara lain daya kecambah, indeks vigor,tinggi tanaman dan jumlah daun.
Hasil penelitian menunjukkan pada konsentrasi PEG 15% dapat menekan benih berjamur dan benih berkecambah dalam penyimpanan hingga 13.33% dan 0.00% dan pada masa pengeringan pukul 06.00-12.00 WIB sebesar 6.83% dan 0,00 %. Rataan persentase peubah amatan daya kecambah dan indeks vigor benih diperoleh diatas 90%, tinggi tanaman 21 cm dan jumlah daun 7 helai. Perlakuan masa pengeringan berbeda nyata pada indeks vigor dan sangat berbeda nyata pada jumlah daun yaitu 97.67 % dan 94.33 %; 7 helai dan 6 helai.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Komoditas karet memiliki peranan penting dalam perekonomian
nasional, yaitu sebagai sumber pendapatan lebih dari 10 juta petani dan
memberikan kontribusi yang sangat berarti pada devisa negara yang mencapai
sekitar US$ 981 juta pada tahun 2008 (GAPKINDO, 2008).
Hasil studi REP (Rubber Eco Project) menyatakan bahwa permintaan
karet alam dan sintetik dunia pada tahun 2035 diperkirakan sebesar 31.3 juta ton
untuk industri ban dan nonban, dan 15 juta ton diantaranya berasal dari karet alam
(Anwar, 2001).
Produktivitas lahan karet di Indonesia rendah. Sebagian besar (85%)
merupakan perkebunan karet rakyat dengan produktivitas yang masih rendah
yaitu kurang dari 800 kg/ha/tahun (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2005),
sedangkan Perkebunan Besar Swasta dan Negara sudah mencapai 1500 - 2000
kg/ha/th, sementara produktivitas karet di Thailand 1.408 kg/ha/th
(http://pkpp.ristek.go.id, 2012)
Pertumbuhan produksi untuk Indonesia dapat dicapai melalui peremajaan
atau penanaman karet baru yang cukup besar (Anwar, 2001).
Sejalan dengan itu jumlah bahan tanaman yang dibutuhkan juga semakin
banyak. Pada tahun 2010 – 2012 sebanyak ± 400.000 hektar perkebunan karet di
Prospek bisnis penyediaan bahan tanam karet ke depan cukup
menjanjikan, karena pasarnya masih sangat terbuka dan potensi keuntungan yang
dapat diraih oleh penangkar cukup memadai (Balitbang Pertanian, 2007).
Biji karet tergolong rekalsitran. Beberapa sifat-sifat biji karet diantaranya
biji tidak pernah kering di pohon tetapi akan jatuh dari pohon setelah masak
dengan kadar air yang tinggi sekitar 35%. Biji karet tidak tahan terhadap
kekeringan dan tidak mempunyai masa dormansi (Balit Sembawa, 2009).Benih
secara alami yang berkadar air tinggi pada saat masak (rekalsitran) sangat
beresiko untuk mengalami kerusakkan. Benih yang lembab melakukan respirasi ,
menimbulkan panas ,dan lingkungan yang ideal bagi pertumbuhan jamur (Utomo,
2006). Kartasapoetra (2003) menyatakan bahwa makin tinggi kadar air benih ,
respirasi dapat berlangsung dengan cepat yang dapat berakibat berlangsungnya
perkecambahan.Viabilitas benih rekalsitran hanya dapat dipertahankan beberapa
minggu atau bulan saja, meskipun disimpan pada kondisi optimum (Bewley dan
Black, 1994).Oleh karena itu penanganan pasca panen harus benar untuk
menghindari penurunan mutu (deterioration) (Utomo, 2006).
Dalam menanggulangi permasalahan di atas perlu dilakukan terobosan
dalam pengiriman atau penyimpanan agar lebih menjamin kualitas benih yang
diterima dilokasi penerima benih. Penggunaan Polyethylene Glycol-6000 pada
benih karet yang di kupas cangkangnya sebagai pengganti serbuk gergaji lembab
untuk penyimpanan benih karet secara konvensional dapat dijadikan metode
Perlakuan seed coating benih dapat meningkatkan daya simpan,
mengurangi resiko tertular penyakit dari benih sekitarnya serta sebagai zat
pembawa aditif seperti antioksidan dan antimikrobia (Ilyas, 2003).
Merujuk penelitian sebelumnya, Charloq (2004) melaporkan bahwa pada
penyimpanan dua variasi benih yang berbeda dengan pemberian PEG, dimana
semakin tinggi konsentrasi PEG yang diberikan maka semakin lama benih
mempertahankan daya kecambahnya. Sebaliknya semakin lama benih disimpan
maka semakin cepat daya kecambah berkurang. Setelah melewati periode
penyimpanan, benih segar dan benih ex-coldstorage mampu berkecambah diatas
70%. Charloq (2011) melaporkan pada pengujian efikasi fungisida terhadap
serangan jamur saat penyimpanan benih rekalsitran karet didapatkan bahwa
kombinasi PEG 6000 30% dan fungisida 40 gr/1 kg benih dalam periode
penyimpanan 2, 4, 8, 12 hingga 16 hari sangat efektif menekan benih
berkecambah sampai 10,67% dan pertumbuhan jamur sampai 18%.
Polyethylene glycol (PEG) merupakan senyawa yang stabil, non ionik,
polymer panjang yang larut dalam air (Lawlor 1970 dalam Jadid 2007).
PEG 6000 merupakan senyawa penghambat yang mampu mencegah
perkecambahan benih karet dalam penyimpanan yang diharapkan dapat
mempertahankan viabilitas benih karena PEG 6000 merupakan senyawa yang
mempunyai nilai potensial osmotik larutan yang mampu mengikat air (Rusmin,
2004).PEG dapat digunakan sebagai osmotikum pada jaringan, sel ataupun organ
Pengeringan benih yang telah mendapat pelapisan PEG 6000 dilakukan
pada dua masa pengeringan, untuk melihat pengaruh masa pengeringan terbaik
antara malam dan pagi hari terhadap daya simpan benih karet.
Pada musim panas, transpirasi meningkat dengan cepat pada pagi hari,
puncak laju transpirasi terjadi pada siang hari. Semakin sore maka laju transpirasi
semakin menurun. Pada malam hari laju transpirasi dapat dikatakan nol (Fried,
2005). Menurut Justice dan Bass (1990); Desrosier (1988) bahwa Semakin tinggi
suhu udara dan semakin besar perbedaan suhu, maka laju pengeringan akan
semakin cepat.
Bertolak dari hal diatas maka perlu dilakukan penelitian mengenai respon
morfologi benih karet (Hevea brasilliensisMuellArg.) tanpa cangkang terhadap pemberian PEG 6000 dalam penyimpanan pada dua masa pengeringan.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui respon morfologi benih karet (Hevea brasilliensis
Muell Arg.). tanpa cangkang terhadap pemberian PEG 6000 dalam penyimpanan dan dengan dua masa pengeringan.
Hipotesa Penelitian
Ada pengaruh PEG 6000 terhadap morfologi benih dalam meningkatkan
daya simpan dan ada pengaruh masa pengeringan yang berbeda pada berbagai
konsentrasi PEG 6000.
Kegunaan Penelitian
Sebagai bahan untuk penyusunan skripsi yang merupakan salah satu syarat
untuk menempuh ujian sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
Benih karet
Biji tanaman karet termasuk biji rekalsitran sehingga perlu dikelola secara
cepat dan tepat (Warta Penelitian Dan Pengembangan Pertanian, 2009). Benih
rekalsitran yang masak, kandungan airnya sangat tinggi, dapat mencapai 30-40%
(Utomo, 2006). Menurut Schmidt (2000) benih rekalsitran didefinisikan sebagai
benih yang tidak tahan terhadap pengeringan dan suhu penyimpanan yang rendah.
Benih karet yang kadar air tinggi merupakan lingkungan ideal bagi
pertumbuhan jamur dan bakteri. Buah dan benih yang lembab melakukan
respirasi, menimbulkan panas dan membutuhkan oksigen, sehingga benih
reklasitran sangat beresiko untuk mengalami kerusakkan (Utomo, 2006).
Andrade (2001) menyebutkan bahwa benih rekalsitran adalah benih yang tidak
bisa dikeringkan di bawah kandungan air relatif tinggi yaitu (12-31)% tanpa
kehilangan viabilitasnya.
Balai Penelitian Karet Sembawa telah menghasilkan klon-klon karet ungul
yang direkomendasikan untuk periode tahun 2010-2014, Klon anjuran komersial
• Klon Penghasil Lateks :IRR 104, IRR 112, IRR 118, IRR 220, BPM 24, PB
260, PB 330, dan PB 340.
• Klon Penghasil Lateks-Kayu :RRIC 100, IRR 5, IRR 39, IRR 42, IRR 107,
dan IRR 119.
• Benih Anjuran untuk Batang Bawah :AVROS 2037, GT 1, BPM 24, PB 260,
RRIC 100, dan PB 330
Penyimpanan dan Kadar Air Benih
Tujuan utama dari penyimpanan adalah untuk mempertahankan mutu
fisiologis benih guna keperluan tanam pada musim berikutnya (Hasanah, 2002).
Oleh karena benih rekalsitran mempunyai masa simpan yang pendek
(Khrisnapillay dan Engelman, 1995)
Menurut Hasanah (2002) daya simpan benih dapat diperpanjang
dengan mengemas benih pada penggunaan plastik berlubang yang dilengkapi
dengan bahan yang lembab seperti sekam dan serbuk gergaji. Namun hal ini
memerlukan protektan bagi benih agar dapat mengurangi infeksi, dan tidak
berbahaya bagi benih.
Benih karet merupakan benih rekalsitran yang tidak dapat disimpan lama
(1- 4 minggu) pada kadar air tinggi (20 - 50%) dan kondisi temperatur dan
kelembaban yang sedang (18-20 °C, RH50- 60%). (Atlas Benih Tanaman Hutan
Indonesia, 2010), sehingga dibutuhkan penyimpanan yang tepat untuk
mempertahankan viabilitasnya.
Menurut Purwanti (2004), masalah yang dihadapi dalam penyimpanan
benih semakin kompleks sejalan dengan meningkatnya kadar air benih.
Penyimpanan benih yang berkadar air tinggi dapat menimbulkan resiko terserang
cendawan. Benih adalah bersifat higroskopis, sehingga benih akan mengalami
kemunduran tergantung dari tingginya faktor-faktor kelembaban relatif udara dan
suhu lingkungan dimana benih disimpan
Cendawan di gudang (penyimpanan) merupakan salah satu penyebab
kemunduran mutu benih (deterioration). Benih akan mengalami perubahan warna
Cendawan gudang utama adalah beberapa spesies dari genus Asperigillus dan
Penicillium. (Sukarman dan Maharani, 2003).
Kesegaran benih karet harus tetap di pertahankan selama
penyimpanan maupun pengiriman ke tempat yang lainnya. Benih karet yang
mendapat perlakuan penyimpanan 0, 3, 7, 10, dan 14 hari masing- masing
memiliki daya kecambah 85 %, 63%, 35%, 30%, dan 0 %.
(Berita P4TM, 1985, dalam Balit Sembawa, 2009).
Karakter benih dengan kadar air awal tinggi umumnya mempunyai
viabilitas yang cepat menurun(Roberts, 1973). Karakter tersebut relatif sulit
ditangani terutama dalam penyimpanan benihnya (Schmidt, 2002).
Kadar air yang tinggi akan menyebabkan laju respirasi benih menjadi tinggi
sehingga sejumlah energi di dalam benih akan hilang. Respirasi tersebut juga
menghasilkan produk yang tidak diperlukan, seperti gas karbondioksida, air, dan
panas. Dalam keadaan seperti ini benih mengalami kemunduran. Produk respirasi
tersebut selanjutnya merupakan stimulant untuk peningkatan laju respirasi
berikutnya. Dengan demikian, laju respirasi semakin meningkat dan akibatnya
laju kemunduran benih semakin meningkat pula (Wirawan dan Wahyuni, 2002).
Vigor merupakan kemampuan benih untuk berkecambah dan berkembang
menjadi tanaman normal pada lingkungan yang sub optimum. Vigor benih
menentukan besarnya hasil produksi lapang, hal ini karena kondisi lapang
terkadang tidak sesuai dengan kondisi optimum yang diharapkan misalkan dari
segi cuaca, hama penyakit maupun kondisi nutrisi tanah. Benih yang tidak vigor
mempengaruhi vigor benih adalah konstitusi genetik, kondisi lingkungan selama
perkembangan benih dan penyimpanan benih (Copeland dan McDonald, 2001).
Polyethylene Glycol (PEG)
Polyethylene Glycol (PEG) berfungsi sebagai penyangga kandungan air benih dan menurunkan tingkat respirasi melalui penurunan katersediaan oksigen
untuk benih, dapat menghambat hilangnya daya tumbuh karena penggunaan
makanan cadangan dalam benih melalui proses respirasi (Agriplus, 2007).
PEG merupakan senyawa yang stabil , non ionik, polymer panjang yang
larut dalam air (Lawlor, 1970 dalam Jadid, 2007). Adapun ciri-ciri PEG yaitu
tidak berwarna, dan berbentuk kristal putih. PEG juga memiliki sifat-sifat
diantaranya: 1) larut dalam air, 2) tidak larut dalam etil, eter, hexane dan ethylene
glycol, 3) tidak larut dalam air yang bersuhu tinggi, 4) bersifat inert, artinya tidak
ada reaksi berbahaya dalam tubuh dan 6) digunakan sebagai agen seleksi sifat
ketahanan gen.
Penggunaan PEG dengan konsentrasi tertentu diharapkan dapat mendekati
nilai osmotikum benih sehingga kadar air dan viabiltas benih dalam penyimpanan
tetap terjaga.
PEG-6000 merupakan serbuk licin putih atau potongan putih kuning
gading, praktis tidak berbau dan tidak berasa. Polyethylene glycol H
(O-CH2-CH2)nOH memiliki harga n 158 dan 204 dengan BM 7000 sampai 9000.
Kelarutan PEG-6000 yaitu mudah larut dalam air, dalam etanol (95%) P dan
dalam kloroform P, serta praktis tidak larut dalam eter P. PEG 6000 mempunyai
Setyaningsih (2002) telah melakukan penelitian tentang perlakuan
invigorasi pada benih adas dengan menggunakan tiga tingkat kemasakan benih
yaitu dengan menggunakan PEG, KNO3 dan Vermikulit. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa invigorasi dengan PEG menghasilkan nilai viabilitas yang
paling baik namun pengaruhnya semakin menurun dengan semakin masaknya
benih.
Beberapa kelebihan dari PEG yaitu mempunyai sifat dalam proses
penyerapan air, sebagai selektif agen diantaranya tidak toksik terhadap tanaman,
larut dalam air, dan telah digunakan untuk mengetahui pengaruh
kelembaban terhadap perkecambahan biji tanaman budi daya, bisa masuk ke
dalam sel (intraseluler) dan juga dapat digunakan sebagai osmotikum pada
jaringan, sel ataupun organ (Plaut dkk, 1985). PEG mempunyai kemampuan
sifat dalam menghambat imbibisi dan hidrasi benih (Suardi, 2000).
Hasil penelitian benih kakao terdahulu pada perlakuan tanpa dan dengan
PEG 20 persen benih kakao yang disimpan telah mengeluarkan akar dan telah
berkecambah setelah disimpan selama 2 (dua) minggu, sedangkan pada
penyimpanan konsentrasi 40 dan 60 persen tidak didapati benih yang
berkecambah sampai penyimpanan 5 (lima) minggu (Adelina, 1997).
Pengeringan Benih
Pengeringan merupakan mekanisme pergerakan uap air dari dalam
benih yang menerobos keluar benih menuju udara disekitar benih. Tujuan
utama pengeringan adalah untuk menurunkan kadar air benih sehingga aman
untuk proses selanjutnya. Pengeringan sangat berpengaruh terhadap mutu
kadar air awal benih, kelembaban nisbi udara, suhu pengeringan, kecepatan
aliran udara dan permeabilitas benih terhadap penguapan air (Cabreta, 1990).
Pengeringan adalah penguapan air dari bahan yang merupakan suatu
proses perpindahan panas dan perpindahan massa yang terjadi secara
serempak, dimana media panas digunakan untuk menguapkan air dari permukaan
bahan ke media pengering berupa udara. Laju pengeringan ini terjadi karena
adanya perbedaan tekanan uap dipermukaan bahan dengan tekanan uap di udara
pengering (Lydersen, 1983).
Sama halnya dengan benih karet, benih kemenyan termasuk benih
rekalsitran dengan kadar air awal benih mencapai 30-50%. Benih ini
mempunyai sifat tidak dapat dikeringkan secara berlebihan dan disimpan
pada suhu rendah. Pengeringan benih dapat dilakukan dengan metode
kering-angin selama 3 - 4 hari. Kadar air benih dapat diturunkan hingga 22% dan
pada kondisi tersebut benih masih mempunyai daya berkecambah yang tinggi
(80-90%) (Sudrajat et al., 2006; Suita, 2008).
Pelapis benih atau Seed coating merupakan proses pembungkusan benih
dengan zat tertentu, yang antara lain bertujuan untuk, melindungi benih dari
gangguan atau pengaruh kondisi lingkungan selama dalam penyimpanan atau
dalam rantai pemasaran, mempertahankan kadar air benih, mengurangi dampak
kondisi tempat penyimpanan, serta memperpanjang daya simpan benih
(Kuswanto, 2003).
Pengeringan pelapis benih dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sekitar
benih, Justice dan Bass (1990) mengatakan bahwa jika suhu pengeringan tinggi
Suatu perubahan dari pergerakan udara yang sangat lambat menjadi cepat akan
meningkatkan kecepatan pengeringan.
Pengeringan benih karet yang telah dilapisi oleh PEG 6000 dilakukan
dengan sistem kering angin. Hal tersebut dimaksudkan agar zat pelarut (air pada
larutan) dapat menguap secara sempurna sehingga zat terlarut (PEG pada larutan)
secara efektif melekat pada benih sehingga dapat memaksimalkan peran pelapis
benih (seed coating) sebagai dormansi sekunder dalam menekan laju respirasi
benih di penyimpanan dengan penurunan kadar air yang kecil.
Kecepatan udara pengering, suhu dan kelembaban udara merupakan faktor
yang menentukan proses pengeringan Ramelan (1996). Kecepatan pengeringan
pelapis benih (PEG) pada kondisi kelembaban udara tinggi dan suhu yang rendah
akan berbeda dengan pengeringan pada kondisi kelembaban udara yang rendah
dan suhu yang tinggi, hal ini akan mempengaruhi benih saat penyimpanannya.
Kadar air setimbang terjadi ketika kandungan uap air bahan dengan
lingkungan telah seimbang. Keadaan kandungan air yang sama pada
keduanya mengakibatkan kandungan air tidak dapat berpindah (Chakraverty,
2001).
Makin tinggi suhu udara pengering, makin besar energi panas yang
dibawa udara sehingga makin banyak jumlah massa air bahan yang diuapkan
dari permukaan bahan yang dikeringkan (Rachmawan, 2001).
Perkecambahan Benih
Perkecambahan merupakan proses metabolisme biji hingga dapat
menghasilkan pertumbuhan dari komponen kecambah yaitu plumula dan
tumbuh normal dalam jangka waktu tertentu. Setiap biji yang dikecambahkan
ataupun yan diujikan tidak selalu prosentase pertumbuhan kecambahnya sama, hal
ini dipengaruhi berbagai macam faktor-faktor yang mempengaruhi
perkecambahan (Nasrudin, 2009).
Perkecambahan adalah peningkatan kembali aktifitas metabolisme dan
pertumbuhan jaringan benih yang meliputi rehidrasi, penggunaan nutrisi
cadangan makanan dan perkembangan bertahap dari system sintesis yang
memampukannya untuk tumbuh sebagai organisme autotrop (Street dan Opik,
1985).
Menurut Sutopo (2004) proses perkecambahan benih merupakan suatu
rangkaian dari perubahan-perubahan morfologi, fisiologi dan biokimia. Tahap
pertama suatu perkecambahan benih dimulai dengan proses penyerapan air oleh
benih, melunakkan kulit benih dan hidrasi dari protoplasma. Tahap kedua di mulai
dengan kegiatan-kegiatan sel dan enzim-enzim serta naiknya tingkat repirasi
benih. Tahap ketiga merupakan tahap dimana terjadi penguraian bahan-bahan
seperti karbohidrat, lemak dan protein menjadi bentuk-bentuk yang melarut
dan di translokasikan ke titik-titik tumbuh. Tahap keempat adalah asimilasi dari
bahan-bahan yang diuraikan tadi di daerah meristematik untuk menghasilkan
energi bagi kegiatan pembentukan komponen dan pembentukan sel-sel baru.
Tahap kelima adalah pertumbuhan dari kecambah melalui proses pembelahan,
perbesaran dan pembagian sel-sel pada titik tumbuh. Sementara daun belum
dapat berfungsi sebagai fotosintesa maka pertumbuhan kecambah sangat
Menurut Copeland dan McDonald (2001) karakter penting yang harus
dimiliki oleh benih vigor adalah (1) Aktifitas reaksi dan proses biokimia seperti
reaksi enzim dan proses respirasi berlangsung cepat selama perkecambahan, (2)
kecepatan dan keseragaman dari perkecambahan dan pertumbuhan benih dan (3)
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan yang berada pada ketinggian ± 25 meter
diatas permukaan laut. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2012 hingga
Maret 2012.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Benih Karet klon PB
260, Polyethylene Glycol 6000 sebagai pelapis benih dalam penyimpanan,
fungisida dengan bahan aktif phyraclostrobin + metiram (Cabrio Top 60 WP),
aqudes sebagai pelarut, alkohol untuk sterilisasi, pasir steril , kapas, label, dan air.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu pemecah biji, kotak
kardus sebagai tempat penyimpanan benih, plastik bening sebagai wadah
pembungkus benih di penyimpanan, bak perkecambahan (seed bag) , handsprayer
untuk menjaga kelambaban benih pada saat tahap pengecambahan, gelas ukur
untuk mengukur volume, timbangan analitik , termohygrometer untuk mengukur
suhu dan kelembaban ruangan, kertas plano sebagai alas untuk mengeringkan
benih, pinset , keranjang tiris, ember dan gembor kecil.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Tersarang Faktorial 2 langkah (two- stage nested design), dimana :
Faktor Penyarang: Masa pengeringan benih (M), terdiri dari 2 perlakuan, yaitu :
M1 = Masa Pengeringan pukul 00.00-06.00 WIB
M2 = Masa Pengeringan pukul 06.00-12.00 WIB
Faktor Tersarang : PEG (PolyethyleneGlycol) 6000 (P),terdiri dari 4 taraf, yaitu:
P0 = Konsentrasi PEG 0% w/v P1 = Konsentrasi PEG 15% w/v
P2 = Konsentrasi PEG 30% w/v
P3 = Konsentrasi PEG 45% w/v
Sehingga diperoleh 8 kombinasi perlakuan yaitu :
M1P0 M1P1 M1P2 M1P3
M2P0 M2P1 M2P2 M2P3
Jumlah Ulangan = 2
Jumlah Benih Tiap Perlakuan = 75 benih
Kombinasi Perlakuan = 4 x 2 x 2 = 16 kombinasi
Total Benih Dalam Penyimpanan = 4 x 2 x 2 x 75 = 1200 benih
Jumlah Sampel Tiap Perlakuan = 75 benih
Jumlah Total Sampel = 1200 benih
Hasil penelitian dianalisis menggunakan sidik ragam dengan model linier
Rancangan Tersarang Faktorial (Hanafiah,2005):
Dimana :
i = 1, 2
j = 1,2,3,4 k = 1, 2
Yijk = Hasil pengamatan perlakuan masa pengeringan ke-i dan perlakuan Polyethylene Glycol ke-j pada ulangan ke-k
µ = Rataan umum
τi = Pengaruh Polyethylene Glycol ke- i
βj(i) = Pengaruh Polyethylene Glycol ke- j yang tersarang pada perlakuan masa pengeringan benih ke-i
ε(ij)k = Pengaruh galat perlakuan masa pengeringan ke-i dan Polyethylene Glycol
ke-j pada ulangan ke-k
Data hasil penelitian yang berbeda nyata dilanjutkan dengan uji beda
rataan berdasarkan uji jarak berganda Duncan/Duncan Multivariate Range Test
Parameter yang Diukur
1. Pengujian dalam penyimpanan
Persentase benih berjamur dalam penyimpanan (%)
Dilakukan dengan menghitung persentase benih berjamur dalam
penyimpanan:
Benih Berjamur
Benih Berjamur (%) = x 100%
Jumlah Benih Disimpan
Persentase benih berkecambah dalam penyimpanan (%)
Dilakukan dengan menghitung persentase benih berkecambah dalam
penyimpanan dengan batasan bila radikel telah mencapai panjang lebih dari 1 cm
dihitung dengan rumus :
Benih Berkecambah
Benih Berkecambah (%) = x 100%
Jumlah Benih Disimpan
2. Pengujian setelah penyimpanan Persentase daya kecambah benih (%)
Dilakukan dengan menghitung persentase perkecambahan benih setelah 21
hari di bak perkecambahan, dihitung berdasarkan persentase jumlah kecambah
normal pada pengamatan, dihitung dengan rumus : (Sadjad, 1993).
Benih Berkecambah
Daya Kecambah Benih (%) = x 100%
Jumlah Benih Dikecambahkan
Indeks Vigor (%)
Indeks vigor dihitung berdasarkan persentase kecambah normal pada
Kecambah Normal Hitungan I
Indeks Vigor (%) = x 100%
Jumlah Benih Ditanam
Tinggi Tanaman (cm)
Pengukuran tinggi tanaman dilakukan setiap hari terhitung sejak benih
berkecambah hingga 21 hari dengan menggunakan meteran. Tinggi tanaman
diukur dari pangkal batang hingga titik tumbuh tanaman.
Jumlah Daun (helai)
Jumlah daun yang dihitung adalah daun yang telah membuka
sempurna.Penghitungan jumlah daun dilakukan setiap hari terhitung sejak benih
pertama kali mengeluarkan daun hingga 21 hari.
Pelaksanaan Penelitian 1. Penyediaan Benih
Benih diperoleh dari Balai Penelitian Karet (Rubber Research Centre)
Sungei Putih, Galang. Benih yang digunakan adalah benih karet klon PB 260.
2. Pencucian Benih
Pada tahap awal benih dikeluarkan dari kantung pengiriman dan dicuci
bersih berulang tiga kali, kemudian tiriskan benih dengan menggunakan ember
peniris.
3. Pemecahan Cangkang
Pemecahan cangkang dilakukan untuk melihat kondisi endosperm benih.
Pemecahan cangkang dilakukan dengan hati-hati dengan menggunakan kayu
pemecah cangkang. Benih yang busuk, cacat/afkir dipisahkan dengan benih yang
4. Sortasi Benih
Tahap seleksi benih bertujuan untuk menjaga mutu benih agar benih yang
digunakan sesuai dengan kriteria. Terdapat dua kategori yang berbeda, yaitu benih
yang baik antara lain : putih padat, keras, dan tidak luka, sedangkan kategori
benih yang jelek antara lain : putih tapi lembek, menguning, coklat, hitam dan
busuk.
5. Pembuatan Larutan
Larutan PEG terdiri dari 4 taraf yaitu 0 gram PEG (P0), 150 gram
PEG(P1), 300 gram PEG (P2), 450 gram PEG (P3) masing-masing dilarutkan
dalam 1 liter aquades kemudian ditambahkan fungisida dengan bahan aktif
pyraclostrobin + metiram (Cabrio Top 60 WP ) masing-masing diberikan
sebanyak 30 gram, larutan diaduk sampai merata.
6. Perendaman Benih dalam Larutan PEG 6000
Perendaman benih dilakukan selama ± 10 menit di dalam ember yang
berisi larutan sesuai dengan perlakuan, seluruh benih harus terendam dan terkena
penuh di dalam larutan. Benih kemudian diangkat dari wadah perendaman dan
kemudian ditiriskan dengan ember saringan plastik.
7. Pengeringan Benih
Pengeringan benih yang telah dilapisi PEG 6000 dilakukan pada dua masa
yaitu masa pengeringan malam menuju pagi pukul 00:00 – 06:00 WIB dan masa
pengeringan pagi menuju siang pukul 06:00 – 12:00 WIB. Pengeringan benih
dilakukan di dalam ruang laboratorium yaitu dengan meletakkan benih diatas
8. Pengemasan Benih
Pengemasan benih dilakukan dengan menggunakan plastik transparan
dengan ukuran 25 x 40 cm. Kemasan plastik sebelumnya telah dilubangi dengan
jarak yang sama untuk memberikan aerase pada benih di penyimpanan.
selanjutnya benih dimasukkan ke dalam kotak dengan ukuran 35 x 25 x 20 cm
yang telah diberikan lubang dengan jarak yang sama.
9. Penyimpanan Benih
Benih yang telah diberikan perlakuan disimpan dalam kemasan plastik dan
kotak yang telah dipersiapkan dan selanjutnya disimpan kedalam ruangan yang
bertemperatur suhu kamar selama 16 hari.
10.Pengecambahan Benih
Benih setelah disimpan selama 16 hari kemudian dikecambahkan di dalam
bak kecambah yang telah berisi pasir steril. Pengecambahan dilakukan selama 21
hari dan diamati perubahan morfologi yang terjadi hingga hari ke-21 setelah
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengamatan Benih Dalam Penyimpanan
Persentase Benih Berjamur Dalam Penyimpanan (%)
Hasil pengamatan benih berjamur dalam penyimpanan disajikan pada
Tabel Lampiran 1. Hasil analisis sidik ragam data pada Tabel Lampiran 2
menunjukkan bahwa benih berjamur dalam penyimpanan berbeda sangat nyata
pada perlakuan masa pengeringan dan berbeda tidak nyata pada perlakuan
konsentrasi PEG. Pengaruh perlakuan masa pengeringan dan konsentrasi PEG
terhadap benih berjamur dalam penyimpanan serta hasil uji beda rataan disajikan
pada Tabel 1.
Tabel 1. Rataan persentase benih berjamur dalam penyimpanan (%) berdasarkan pengaruh masa pengeringan dan konsentrasi PEG
Masa pengeringan
Keterangan :Angka-angka yang diikuti oleh notasi yang berbeda pada kelompok perlakuan yang sama berbeda nyata pada taraf 5%(huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%(huruf besar) berdasarkan uji jarak Duncan
Pada Tabel 1 terlihat hubungan yang berbeda sangat nyata antara
persentase benih berjamur dalam penyimpanan terhadap perlakuan masa
pengeringan pukul 00.00-06.00 WIB (M1) sebesar 24,50% dengan perlakuan
masa pengeringan pukul 06.00-12.00 WIB (M2) sebesar 6,83% . Pada perlakuan
konsentrasi PEG, persentase benih berjamur paling rendah diperoleh pada
tertinggi terdapat pada perlakuan PEG 45% (P3) sebesar 19,67% dimana
masing-masing perlakuan saling berbeda tidak nyata.
Gambar 2. Persentase benih berjamur dalam penyimpanan pada dua masa
IIIIIIIIIIIIIpengeringan
Hubungan benih berjamur dalam penyimpanan dengan variasi masa
pengeringan disajikan pada Gambar 2. Terlihat hubungan persentase benih
berjamur dalam penyimpanan dengan variasi masa pengeringan dimana perlakuan
masa pengeringan pukul 00.00-06.00 WIB (M1) lebih tinggi jumlah serangan
benih berjamur dalam penyimpanan dibandingkan perlakuan masa pengeringan
pukul 06.00-12.00 WIB (M2). Hal ini menggambarkan bahwa semakin siang
masa pengeringan, maka serangan jamur dalam penyimpanan semakin berkurang.
Hubungan persentase benih berjamur dalam penyimpanan dengan
konsentrasi PEG disajikan pada Gambar 3 yang menunjukkan semakin bertambah
konsentrasi PEG yang diberikan pada benih semakin meningkat jumlah benih
berjamur dalam penyimpanan.
Persentase Benih Berkecambah Dalam Penyimpanan (%)
Hasil pengamatan benih berkecambah dalam penyimpanan disajikan pada
Tabel Lampiran 4. Hasil analisis sidik ragam data Transformasi √y pada Tabel
Lampiran 5 menunjukkan bahwa benih berkecambah dalam penyimpanan berbeda
tidak nyata pada perlakuan masa pengeringan dan berbeda sangat nyata pada
perlakuan konsentrasi PEG. Pengaruh perlakuan masa pengeringan dan
konsentrasi PEG terhadap benih berkecambah dalam penyimpanan serta hasil uji
beda rataan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Rataan persentase benih berkecambah dalam penyimpanan (%) berdasarkan pengaruh masa pengeringan dan konsentrasi PEG
Masa pengeringan
Keterangan :Angka-angka yang diikuti oleh notasi yang berbeda pada kelompok perlakuan yang sama berbeda nyata pada taraf 5%(huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%(huruf besar) berdasarkan uji jarak Duncan
Pada Tabel 2 menunjukkan hubungan yang berbeda tidak nyata antara
perlakuan dua masa pengeringan terhadap benih berkecambah dalam
penyimpanan dimana persentase benih berkecambah paling rendah sebesar 0,00%
pada perlakuan pengeringan pukul 06.00-12.00 WIB (M2), sedangkan persentase
persentase benih berkecambah paling rendah terdapat pada perlakuan PEG 15%
(P1) dan PEG 30% (P2) yaitu sebesar 0,00%. Sedangkan benih berkecambah
tertinggi terdapat pada perlakuan PEG 0% (P0) sebesar 8,00%, dimana perlakuan
P1, P2 dan P3 saling berbeda tidak nyata, tetapi hubungan P0 berbeda sangat
nyata dengan perlakuan lainnya.
Gambar 4. Persentase benih berkecambah dalam penyimpanan pada dua masa
IIIIIIIIIIIIJ pengeringan
Hubungan persentase benih berkecambah dalam penyimpanan pada
perlakuan variasi masa pengeringan disajikan pada Gambar 4 yang menunjukkan
bahwa perlakuan masa pengeringan pukul 00.00-06.00 WIB (M1) memiliki
persentase benih berkecambah lebih tinggi daripada perlakuan masa pengeringan
pukul 06.00-12.00 WIB (M2). Semakin siang masa pengeringan maka semakin
berkurang benih berkecambah dalam penyimpanan.
Hubungan antara persentase benih berkecambah dalam penyimpanan
dengan berbagai konsentrasi PEG disajikan pada Gambar 5 yang memperlihatkan
terjadinya penurunan pesentase benih berkecambah dalam penyimpanan sejalan
dengan adanya penambahan konsentrasi PEG yang diberikan.
Pengamatan Setelah Penyimpanan
Persentase Daya Kecambah Benih (%)
Hasil pengamatan daya kecambah benih setelah penyimpanan disajikan
pada Tabel Lampiran 7. Hasil analisis sidik ragam data Transformasi √y pada
Tabel Lampiran 8 menunjukkan bahwa daya kecambah benih berbeda tidak nyata
pada perlakuan masa pengeringan dan perlakuan konsentrasi PEG. Pengaruh
perlakuan masa pengeringan dan konsentrasi PEG terhadap daya kecambah benih
disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Rataan persentase daya kecambah benih (%) berdasarkan pengaruh masa pengeringan dan konsentrasi PEG
Masa pengeringan Konsentrasi PEG (% w/v) Rataan P0 (0)
Keterangan :Angka-angka yang diikuti oleh notasi yang berbeda pada kelompok perlakuan yang sama berbeda nyata pada taraf 5%(huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%(huruf besar) berdasarkan uji jarak Duncan
Pada Tabel 3 menunjukkan hubungan yang berbeda tidak nyata antar masa
pengeringan, dimana pada perlakuan masa pengeringan pukul 00.00-06.00 WIB
(M1) diperoleh persentase daya kecambah sebesar 98,33% sedangkan perlakuan
masa pengeringan pukul 06.00-12.00 WIB (M2) sebesar 94,83%. Pada perlakuan
perlakuan PEG 15% (P1) dan PEG 45% (P3) sebesar 97,33% dan persentase
terendah terdapat pada perlakuan PEG 0% (P0) yaitu sebesar 95,67% yang
berbeda tidak nyata satu dengan lainnya.
Gambar 6. Persentase daya kecambah pada dua masa pengeringan
Diagram batang perkecambahan benih hingga 21 hari pada perlakuan
variasi masa pengeringan benih disajikan pada Gambar 6 yang memperlihatkan
perlakuan masa pengeringan pukul 00.00-06.00 WIB (M1) memiliki persentase
perkecambahan lebih tinggi daripada perlakuan masa pengeringan pukul
06.00-12.00 WIB (M2).
Gambar 7. Persentase daya kecambah benih pada berbagai konsentrasi PEG
Hubungan perkecambahan benih pada 21 hari perkecambahan dengan
perlakuan konsentrasi PEG ditampilkan pada Gambar 7 yang memperlihatkan
hubungan persentase daya kecambah benih dengan konsentrasi PEG dengan
konsentrasi PEG 15% (P1) dan 45% (P3) , dan persentase terendah sebesar
95,67% dan 96,00% pada konsentrasi PEG 0% (P0) dan 30% (P2) yang berbeda
tidak nyata satu dengan lainnya.
Persentase Indeks Vigor Benih (%)
Hasil pengamatan indeks vigor benih setelah periode penyimpanan
disajikan pada Tabel Lampiran 13. Hasil analisis sidik ragam data Transformasi
√y pada Tabel Lampiran 14 menunjukkan bahwa indeks vigor berbeda nyata pada
perlakuan masa pengeringan dan berbeda tidak nyata pada perlakuan konsentrasi
PEG. Pengaruh perlakuan masa pengeringan dan konsentrasi PEG terhadap indeks
vigor benih serta hasil uji beda rataan disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Rataan persentase indeks vigor benih (%) berdasarkan pengaruh masa pengeringan dan konsentrasi PEG
Masa pengeringan P0 Konsentrasi PEG (% w/v) Rataan (0)
Keterangan :Angka-angka yang diikuti oleh notasi yang berbeda pada kelompok perlakuan yang sama berbeda nyata pada taraf 5%(huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%(huruf besar) berdasarkan uji jarak Duncan.
Pada Tabel 5 menunjukkan hubungan indeks vigor yang berbeda nyata
pada perlakuan masa pengeringan, dimana persentase indeks vigor yang tinggi
diperoleh pada perlakuan masa pengeringan pukul 00.00-06.00 WIB (M1) sebesar
97,67% dibandingkan perlakuan masa pengeringan pukul 06.00-12.00 WIB (M2)
sebesar 94,33%. Diagram batang pada Gambar 10 menunjukkan bahwa perlakuan
M1 memiliki indeks vigor lebih tinggi daripada perlakuan M2. Pada perlakuan
perlakuan PEG 15%( P1) dan PEG 45% (P3) yaitu sebesar 96,67% dan
persentase terendah terdapat pada perlakuan PEG 0% (P0) dan PEG 30% (P2)
yaitu sebesar 95,33% yang berbeda tidak nyata satu dengan lainnya.
Gambar 10. Persentase indeks vigor pada dua masa pengeringan
Hubungan perlakuan konsentrasi PEG dengan indeks vigor benih disajikan
pada gambar 11. Terlihat bahwa pada Gambar 11 menunjukkan hubungan
persentase indeks vigor benih dengan konsentrasi PEG dengan nilai tertinggi
diperoleh pada perlakuan konsentrasi PEG 15% (P1) dan PEG 45% (P3) sebesar
96,67%. Persentase indeks vigor benih dengan nilai terendah diperoleh pada
perlakuan konsentrasi PEG 0% (P0) dan 30% (P2) sebesar 95,33%.
Gambar 11. Persentase indeks vigor pada berbagai konsentrasi PEG Tinggi
Hasil pengamatan tinggi tanaman setelah periode penyimpanan disajikan
pada Tabel Lampiran 19. Hasil analisis sidik ragam data transformasi Log y pada
Tabel Lampiran 20 menunjukkan bahwa tinggi tanaman berbeda tidak nyata pada
perlakuan masa pengeringan dan perlakuan konsentrasi PEG. Pengaruh perlakuan
masa pengeringan dan konsentrasi PEG terhadap tinggi tanaman disajikan pada
Tabel 7.
Tabel 7. Rataan tinggi tanaman (cm) berdasarkan pengaruh masa pengeringan dan konsentrasi PEG
Keterangan :Angka-angka yang diikuti oleh notasi yang berbeda pada kelompok perlakuan yang sama berbeda nyata pada taraf 5%(huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%(huruf besar) berdasarkan uji jarak Duncan
Pada Tabel 7 terlihat bahwa perlakuan masa pengeringan pukul
06.00-12.00 WIB (M2) menunjukkan rataan tinggi tanaman yang tinggi yaitu sebesar
22,84 cm dibandingkan dengan perlakuan masa pengeringan pukul 00.00-06.00
WIB (M1) yaitu sebesar 21,97 cm yang saling berbeda tidak nyata. Pada
perlakuan konsentrasi PEG, rataan perlakuan tertinggi terdapat pada perlakuan
PEG 0% (P0) sebesar 24,71 cm dan rataan terendah terdapat pada perlakuan PEG
45% (P3) yaitu sebesar 21,39 cm dimana antar perlakuan PEG berbeda tidak
Gambar 14. Tinggi tanaman pada dua masa pengeringan
Diagram batang tinggi tanaman pada perlakuan masa pengeringan benih
disajikan pada Gambar 14 yang menunjukkan bahwa perlakuan masa pengeringan
M2 memiliki tinggi tanaman lebih tinggi daripada perlakuan masa pengeringan
M1.
Gambar 15 Tinggi tanaman pada berbagai konsentrasi PEG
Hubungan perlakuan konsentrasi PEG dengan tinggi tanaman disajikan
pada gambar 15. Dari Gambar 15 terlihat bahwa umumnya tinggi tanaman di bak
perkecambahan menurun dengan adanya penambahan konsentrasi PEG yang
Jumlah Daun (helai)
Hasil pengamatan jumlah daun tanaman setelah penyimpanan disajikan
pada Tabel Lampiran 22. Hasil analisis sidik ragam data Transformasi √y pada
Tabel Lampiran 23 menunjukkan bahwa jumlah daun tanaman berbeda sangat
nyata pada perlakuan masa pengeringan dan berbeda tidak nyata pada perlakuan
konsentrasi PEG. Pengaruh perlakuan masa pengeringan dan konsentrasi PEG
terhadap jumlah daun tanaman serta hasil uji beda rataan disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Rataan jumlah daun tanaman (helai) berdasarkan pengaruh masa pengeringan dan konsentrasi PEG
Masa pengeringan
Keterangan :Angka-angka yang diikuti oleh notasi yang berbeda pada kelompok perlakuan yang sama berbeda nyata pada taraf 5%(huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%(huruf besar) berdasarkan uji jarak Duncan
Pada Tabel 8 menunjukkan perbedaan yang sangat nyata pada perlakuan
masa pengeringan, dimana perlakuan masa pengeringan pukul 00.00-06.00 WIB
(M1) menunjukkan rataan jumlah daun yang tinggi yaitu sebesar 7,07 helai
dibandingkan dengan rataan perlakuan masa pengeringan pukul 06.00-12.00 WIB
(M2) sebesar 5,99 helai. Pada perlakuan konsentrasi PEG, rataan jumlah daun
tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan PEG 30% (P2) sebesar 6,73 helai dan
rataan terendah terdapat pada perlakuan PEG 15% (P1) yaitu sebesar 6,42 helai
Gambar 16. Jumlah daun pada dua masa pengeringan
Diagram batang jumlah daun pada perlakuan masa pengeringan dapat
dilihat pada Gambar 16. Dari Gambar 16 terlihat bahwa perlakuan masa
pengeringan M1 memiliki jumlah daun lebih tinggi daripada perlakuan masa
pengeringan M2.
Gambar 17 Jumlah daun pada berbagai konsentrasi PEG
Hubungan perlakuan konsentrasi PEG dengan jumlah daun disajikan pada
gambar 17. Terlihat bahwa pada gambar 17 menunjukkan hubungan jumlah daun
dengan konsentrasi PEG dengan nilai tertinggi sebesar 6,73 helai pada konsentrasi
PEG 30% (P2) dan nilai terendah pada konsentrasi 0% (P0), 15% (P1) dan 45%
PEMBAHASAN
Respons morfologi benih karet (Hevea brasilliensis Muell arg.) Tanpa cangkang terhadap pemberian PEG 6000 dalam penyimpanan pada dua masa pengeringan
Masa Pengeringan Benih
Perlakuan masa pengeringan benih menunjukkan pengaruh yang sangat
nyata pada benih berjamur dalam penyimpanan dan jumlah daun setelah
penyimpanan dan berpengaruh nyata pada parameter indeks vigor serta tidak
berpengaruh nyata pada daya kecambah dan tinggi tanaman, dimana rataan
persentase semua parameter kecuali parameter tinggi tanaman pada perlakuan
masa pengeringan pukul 00.00-06.00 WIB (M1) menunjukkan angka rataan yang
tinggi daripada perlakuan masa pengeringan pukul 06.00-12.00 WIB (M2).
Pada pengamatan parameter dalam penyimpanan diperoleh perlakuan
masa pengeringan M1 lebih banyak terserang benih berjamur dan berkecambah
dalam penyimpanan daripada masa pengeringan M2. Masa pengeringan M1
menunjukkan jumlah benih yang terserang jamur dalam penyimpanan sebesar
24,50%. Sedangkan pada perlakuan masa pengeringan M2 hanya didapatkan
benih berjamur dipenyimpanan sebesar 6,83%, Tingginya kadar air benih pada
masa pengeringan pukul 00.00-06.00 WIB (M1) yang memicu serangan berjamur
dalam penyimpanan diduga karena setelah pelapisan, proses pengeringan yang
dilakukan kurang sempurna, yaitu selama 6 jam. Setiawan (2005) dalam
penelitiannya menyatakan bahwa benih yang telah dilapisi (coating)
dikeringkan selama 10 jam di bawah sinar matahari langsung. Tingginya
yang kurang sempurna menyebabkan kandungan air bahan pelapis (coating)
belum menguap secara maksimal. Hal ini mengakibatkan kadar air benih
yang mendapat pelapis PEG 6000 menjadi lebih tinggi dibanding benih tanpa
pelapis (coating). Sejalan dengan hasil penelitian (Sari, et al, 2009) yang menyatakan bahwa pengeringan yang kurang sempurna pada benih kacang yang
diberikan pelapis arabic gum menyebabkan kandungan air bahan coating belum
menguap secara maksimal sehingga kandungan air benih yang dilapisi lebih tinggi
daripada tidak dilapisi. Harrington (1972), masalah yang dihadapi dalam
penyimpanan benih semakin kompleks sejalan dengan meningkatnya kadar air
benih. Penyimpanan benih yang berkadar air tinggi dapat menimbulkan resiko
terserang jamur. Tingginya serangan jamur pada masa pengeringan M1 daripada
M2 juga diduga karena adanya kontaminasi oleh benih yang terinfeksi jamur
terhadap benih disekitarnya. (Mardinus, 2003) menyatakan bahwa benih dapat
terkontaminasi (infestasi) yaitu patogen yang terdapat atau melekat pada
permukaan benih, biasanya sebagai spora atau miselium jamur., atau patogen
dapat tercampur dengan benih seperti sclerotium, gall, atau tubuh buah di dalam
atau permukaan sisa-sisa tanaman(plant debrids).
Pada benih berkecambah dalam penyimpanan dapat ditekan oleh masa
pengeringan M2 (pukul 06.00-12.00 WIB) sebesar 0 % yang berbeda sangat nyata
dengan masa pengeringan M2 (pukul 00.00-06.00 WIB) sebesar 4,33%.
Tingginya suhu rata-rata pagi menuju siang pada masa pengeringan M2 yaitu
29,67 °C dengan kelembaban 66 % sehingga dapat mempercepat proses
pengeringan dipermukaan benih dibandingkan dengan suhu rata-rata yang lebih
dengan kelembaban 68 % sehingga proses transpirasi sebagai syarat pengeringan
menjadi lambat. Semakin rendah laju transpirasi yang terjadi pada suhu yang
rendah maka semakin lambat pula pengeringan benih karena proses penguapan air
yang juga lambat sehingga berpengaruh pada kandungan kadar air benih yang
lebih tinggi dibandingkan dengan benih yang dikeringkan pada laju transpirasi
yang tinggi. Hal ini dinyatakan oleh (Fried, 2005) bahwa transpirasi meningkat
dengan cepat pada pagi hari, puncak laju transpirasi terjadi pada siang hari.
Semakin sore laju transpirasi semakin menurun sedangkan pada malam hari laju
transpirasi dapat dikatakan nol. Transpirasi adalah hilangnya air dalam bentuk
uap dari tubuh tumbuhan melalui penguapan (Tjondronegoro, et al 1999).
Pada pengamatan respon morfologi benih setelah penyimpanan
menunjukkan hasil rataan masa pengeringan M1 lebih tinggi dari masa
pengeringan M2. Di duga karena suhu yang tinggi pada masa pengeringan M2
mengakibatkan laju transpirasi yang tinggi pada saat pengeringan sehingga
ketersediaan kadar air pada M2 cenderung lebih rendah dari M1. Hal ini
dikemukakan oleh justice and bass (1990) dalam Anggraini et al., (2003) yang
menyatakan bahwa kelembaban yang lebih rendah akan membuat benih makin
mudah dan cepat kehilangan kadar air, sehingga untuk benih rekalsitran kondisi
demikian akan mempercepat kemunduran viabilitasnya. Dalam hal ini, persentase
indeks vigor pada masa pengeringan M2 masih tergolong tinggi meskipun analisis
statistik menunjukkan bahwa masa pengeringan M1 lebih unggul secara nyata
daripada masa pengeringan M2. Begitu pula pada semua perlakuan pada
parameter setelah penyimpanan diperoleh persentase yang tinggi dan merupakan
dengan persentase perkecambahan diatas 95%,. Balai Penelitian Getas ( 2010) melaporkan bahwa benih karet yang berkualitas baik (kesegaran 90%) waktu yang
diperlukan benih sejak dikecambahkan sampai bentuk stadia jarum adalah 21 hari.
(Berita P4TM, 1985, dalam Balit Sembawa, 2009) melaporkan bahwa benih karet
yang mendapat perlakuan penyimpanan 0, 3, 7, 10, dan 14 hari masing- masing
memiliki daya kecambah 85 %, 63%, 35%, 30%, dan 0 %. Hal ini menunjukkan
bahwa perbedaan persentase parameter setelah penyimpanan antar masa
pengeringan khususnya indeks vigor yang berbeda nyata bukanlah suatu
kemunduran benih karena hingga 21 hari masa benih dikecambahkan masih
diperoleh persentase perkecambahan yang tinggi yakni diatas 95%.
Jumlah daun pada masa pengeringan M1 menunjukkan perbedaan yang
sangat nyata dengan masa pengeringan M2, yaitu 7 dan 6 helai. Hal ini diduga
karena faktor genetik yang berbeda pada tiap benih sehingga turut mempengaruhi
jumlah daun yang terbentuk pada perkecambahan. Komunikasi pribadi oleh
Siagian (2013) mengatakan bahwa pada fase perkecambahan, perbedaan jumlah
daun dipengaruhi oleh faktor genetik jika sampai berpayung satu. Jika telah
berpayung dua, perbedaan dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Sedangkan tinggi
tanaman berpengaruh tidak nyata dimana hasil yang diperoleh menunjukkan
tinggi tanaman diatas 21 cm.
Pengaruh Pemberian PEG 6000
Peran perlakuan PEG pada berbagai konsentrasi belum menunjukkan
perbedaan yang nyata dalam menekan benih berjamur di penyimpanan. Namun
dari hasil data yang diperoleh menunjukkan bahwa benih terserang jamur tertinggi
diduga karena semakin tinggi konsentrasi PEG yang diberikan maka akan
semakin tinggi pula air yang dipertahankan dalam benih sehingga proses respirasi
berlangsung lebih cepat dan menghasilkan uap yang dapat menghasilkan
kelembaban yang tinggi di sekitaran benih sehingga dapat memicu perkembangan
jamur. Dalam kata lain semakin pekat larutan PEG 6000 yang di berikan kepada
benih maka semakin tinggi tingkat kelembaban pelapisnya sehingga memicu
perkembangan jamur. (Kuswanto, 2003) menyatakan salah satu tujuan pelapisan
benih (seed coating) adalah untuk mempertahankan kadar air benih selama
penyimpanan. Kemudian (Basuki, et al, 1980) menyatakan bahwa penyimpanan
benih rekalsitran dengan kadar air yang tinggi memiliki beberapa resiko yaitu
benih berjamur dalam penyimpanan.
Pemberian PEG 6000 menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap
benih berkecambah dalam penyimpanan dimana pada benih berkecambah paling
tinggi terdapat pada pelakuan PEG 0% yaitu sebesar 8,00% yang berbeda sangat
nyata dengan perlakuan yang lain yaitu PEG 15%, 30% masing-masing sebesar
0,00% dan PEG 45% sebesar 0,67%. Tingginya persentase benih berkecambah
dalam penyimpanan tidak lepas dari aktifitas respirasi yang berjalan sangat cepat
sebagai akibat dari mudahnya air dan oksigen keluar masuk ke dalam benih
sebagai akibat dari kecilnya konsentrasi PEG 6000 yang diberikan pada benih
dengan perlakuan PEG 0% sehingga benih akan lebih mudah berkecambah dalam
penyimpanan karena air dan oksigen sebagai syarat perkecambahannya terpenuhi.
Hal ini karena fungsi PEG sebagai penghambat perkecambahan sangat efektif
dalam membatasi masuknya air dan oksigen di udara ke dalam benih sehingga
2004) menyatakan bahwa perkecambahan biji selama penyimpanan dapat
dihambat dengan menggunakan zat penghambat pertumbuhan diantaranya ialah
Polyethylene glycol (PEG) yang bersifat mempertahankan potensi osmotik sel
yang dapat digunakan untuk membatasi perubahan kadar air dan O2 pada
medium perkecambahan atau penyimpanan sehingga molekul PEG yang berada di
luar membran sel benih akan membentuk lapisan tipis yang melindungi benih dan
berfungsi sebagai penyangga kadar air benih dan keluar masuknya oksigen.
(Gardner, et al., 1991) melaporkan dengan pemberian PEG sebesar 0 %
menyebabkan benih menyerap air dari lingkungan sekitarnya dan mengadakan
imbibisi yang kemudian akan diikuti oleh proses berikutnya hingga muncul
hipokotil.
Kemampuan PEG seperti dilaporkan Charloq et al.,(2012) dalam
penelitian metode seleksi kentang merespon cekaman kekeringan dimana
perlakuan PEG sebagai simulasi stres pada tanaman kentang (Solanum tuberosum
L.) bahwa PEG mampu menahan air sehingga menjadi tidak tersedia bagi
tanaman dan jumlah larutan PEG untuk menahan air tergantung pada berat
molekul dan konsentrasinya.
Berdasarkan hasil analisis Laboratorium Hama dan Penyakit Tumbuhan,
pada penelitian ini didapatkan jenis jamur yang menyerang benih dalam
penyimpanan antara lain ; aspergillus spp., penicillium spp., dan colletotrichum
spp.. Hal ini sesuai pernyataan Sukarman dan Maharani (2003) yang menyatakan
bahwa jamur gudang penyebab kemunduran mutu benih (deterioration) adalah
colletotrichum spp. diduga merupakan jamur lapangan yang terbawa/ menyerang
benih sebelum dipanen.
Aktifitas respirasi yang terjadi sangat cepat akibat tidak diberikannya
perlakuan pelapis benih pada perlakuan PEG 0% sehingga dengan sangat mudah
benih melakukan aktifitas respirasi yang mengakibatkan benih berkecambah.
kemudian akan menghasilkan uap yang mengakibatkan kelembaban tinggi
disekitar lingkungan benih dalam penyimpanan sehingga menghasilkan
lingkungan lembab yang baik bagi perkembangan jamur.
Peran PEG 6000 pada berbagai konsentrasi menunjukkan persentase
parameter yang tinggi pada respon morfologi setelah periode penyimpanan yang
tidak berbeda nyata pada semua parameter setelah penyimpanan. Persentase
perkecambahan yang tinggi diduga karena peran PEG dalam menekan respirasi
benih dalam penyimpanan memperkecil hilangnya cadangan makanan sehingga
pada saat benih dikecambahkan cadangan makanan di dalam benih masih banyak
tersedia yang berkorelasi dengan kemampuan benih untuk dapat tumbuh derngan
baik (viabilitas). Keberhasilan benih tumbuh baik pada penelitian ini telah
dibuktikan dari persentase rataan daya kecambah dan indeks vigor diatas 95%.
Menurut studi Murniati dan Yulianida (2005) perlakuan matriconditioning
dengan kurkumin memberikan nilai daya berkecambah yang lebih tinggi,
walaupun tidak berbeda nyata pada periode simpan 0 bulan. Kemudian
Setiawan (2005) dalam penelitiannya melaporkan bahwa perlakuan seed
coating dengan mankozeb 80 %, propineb 70 % dan metil tiofonat 70 %
diperoleh persentase perkecambahan yang tinggi pada semua parameter yang
tidak berbeda nyata satu dengan yang lain.
(Ardian, 2008) semakin cepat pertumbuhan kecambah maka semakin
tinggi vigor kecambah. Tinggi rendahnya vigor benih akan menggambarkan
kekuatan tumbuh dan pertumbuhan kecambah. Semakin tinggi vigor maka
kekuatan perkecambahan menjadi lebih baik. Chakraverty, 2001 melaporkan
bahwa kadar air seimbang terjadi ketika kandungan uap air bahan dengan
lingkungan telah seimbang. Keadaan kandungan air yang sama pada
keduanya mengakibatkan kandungan air tidak dapat berpindah. Hal ini
membuktikan bahwa pemberian PEG 6000 pada benih di penyimpanan mampu
menekan benih kehilangan air karena sifat PEG yang memiliki niai osmotikum
sehingga benih mampu bertahan pada kondisi isotonis dalam penyimpanan
sehingga viabilitas benih hingga tahap perkecambahan tetap tinggi karena substrat
untuk syarat perkecambahan yang ada di dalam endosperm masih cukup tersedia
sebagai keberhasilan dari keunggulan pelapis benih PEG 6000 dalam membatasi
kegiatan respirasi di penyimpanan sehingga substrat seperti lemak, gula dan
protein tetap terjaga dan dapat dimanfaatkan oleh benih untuk berkecambah pada
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. PEG 6000 sangat nyata menekan benih berkecambah dalam penyimpanan
sampai 0% dan dapat menekan benih berjamur hingga 13,33%.
2. Masa pengeringan pukul 06.00-12.00 WIB sangat nyata menekan benih
berjamur sampai 6,83% dan menekan benih berkecambah dalam penyimpanan
hingga 0%.
3. PEG 6000 memberikan respon morfologi benih yang tinggi terhadap daya
kecambah dan indeks vigor benih yaitu rata-rata diatas 95% yang berbeda
tidak nyata dalam berbagai konsentrasi, demikian juga berbeda tidak nyata
dalam tinggi tanaman dan jumlah daun. Pada dua masa pengeringan indeks
vigor berbeda nyata yaitu 97,67%; 94,33% , berbeda sangat nyata pada jumlah
daun.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan waktu masa pengeringan yang
lebih panjang serta masa pengeringan yang lebih beragam agar didapatkan tingkat