PERBANDINGAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA ANTARA METODE BERMAIN PERAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN MULTIPLE
REPRESENTATIONS (MR) GESTURE DENGAN METODE DEMONSTRASI
Oleh
HAFIDHUDDIN ZARKASI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Fisika
Jurusan Pendidikan Matematika Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
PERBANDINGAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA ANTARA METODE BERMAIN PERAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN MULTIPLE
REPRESENTATIONS (MR) GESTURE DENGAN METODE DEMONSTRASI
Oleh
Hafidhuddin Zarkasi
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan rata-rata hasil belajar fisika
siswa antara metode pembelajaran bermain peran menggunakan pendekatan MR Gesture dengan metode pembelajaran demonstrasi. Penelitian ini telah
dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2012/2013 di SMPN 1
Bandarsrihawono dan sampelnya adalah kelas VII 1 (kelas Eksperimen 1) dan VII 2 (Kelas Eksperimen 2) yang berjumlah 62 siswa. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan adalah dengan cara Purposive Sampling. Desain penelitian ini adalah
One-Shot Case Study. Data hasil belajar diperoleh dari nilai rata-rata tes hasil belajar. Data dianalisis menggunakan independent sample t test. Hasil analisis data
dengan rata-rata nilai hasil belajar dapat diketahui bahwa nilai rata-rata kelas eksperimen 1 sebesar 69, sedangkan kelas eksperimen 2 sebesar 65, Sehingga
Hafidhuddin Zarkasi
iii
antara metode pembelajaran bermain peran menggunakan pendekatan MR Gesture
(kelas eksperimen 1) dengan metode pembelajaran demonstrasi (kelas eksperimen 2)
xiii
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 5
E. Ruang Lingkup Penelitian ... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Metode Bermain Peran ... 7
III. METODE PENELITIAN A. Populasi Penelitian ... 28
B. SampelPenelitian ... 28
C. Desain Penelitian …... 28
D. Variabel Penelitian ... ... 29
E. Instrumen Penelitian ... 30
F. Analisis Instrumen ... 30
G. Teknik Pengumpulan Data ... 33
xiv IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Uji Validitas dan Reliabilitas... 40
2. Tahapan Pelaksanaan... 43
3. Hasil Pengumpulan Data ... 49
4. Hasil Uji Data Penelitian ... 51
5. Keputusan Hipotesis ... 52
B. Pembahasan ... 54
V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 59
9. Kunci Jawaban Soal Hasil belajar... 129
10.Data Hasil Uji Coba Soal Pilihan Lamak ... 130
11.Data Hasil Uji Coba Soal uraian ... 131
12.Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Butir Soal Pilihan Jamak ... 132
13.Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Butir Soal Uraian ... 143
14.Uji Normalitas ... 146
15.Uji Sampel Tidak Berhubungan (Independent Sample T-Test) Pada Hasil Belajar Siswa ... 147
16.Data Hasil Belajar Siswa Aspek Kognitif VII 1 ... 148
17.Data Hasil Belajar Siswa Aspek Kognitif VII 2 ... 149
xv
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tradisi panjang bahwa fisika sebagai mata pelajaran sekolah yang dianggap sulit bagi siswa tidak dapat dielakkan hingga saat ini. Anggapan ini memang
tidak begitu saja terbentuk, dikarenakan dalam mata pelajaran fisika siswa dituntut untuk dapat menguasai berbagai macam presentasi. Mulai dari rumus-rumus matematika, grafik, gambar, diagram dan verbal. Namun
pendekatan dan metode yang digunakan guru dalam mengajarkan pelajaran fisika masih sering terjebak hanya dalam penggunaan rumus matematika
dan mengesampingkan penanaman konsep fisika. Hal ini semakin
manegaskan seakan-akan konsep fisika merupakan kumpulan rumus rumit
yang harus dihafalkan.
Penyampaian pembelajaran fisika yang langsung memberikan konsep tanpa mengaitkannya terlebih dahulu dengan kejadian yang sering ditemui oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari juga dapat menambah kuat stigma sulit
pada pelajaran fisika. Bahkan hingga saat ini masih ada guru yang mengajarkan tanpa memberikan aplikasi fisika terlebih dahulu, sehingga
rasa ketertarikan terhadap pelajaran fisika menjadi rendah yang
2 pada mata pelajaran fisika. Selain itu penggunaan metode pembelajaran
yang masih konvensional dan kurang mengajak siswa ikut serta aktif dalam pembelajaran menambah kekurang tertarikan siswa terhadap mata pelajaran fisika. Penggunaan metode dan pendekatan baru yang menyenangkan bagi
siswa dan sesuai dengan mata pelajaran fisika sangat dianjurkan sehingga stigma tersebut mulai terkikis. Metode yang mengajak siswa ikut aktif
dalam proses pembelajaran akan menambah ketertarikan siswa untuk mengikuti pelajaran fisika.
Guru sebagai ujung tombak dalam pencapaian tujuan pendidikan, perlu
memilih pendekatan dan metode pembelajaran yang efektif, efisien, dan menarik untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Selain itu untuk meningkatkan kualitas pemahaman konsep dan hasil belajar siswa maka
perlu untuk mengubah proses belajar mengajar dan merubah komponen-komponen yang dapat mempengaruhi proses belajar mengajar itu sendiri.
Untuk mengatasi kendala tersebut maka ada baiknya jika digunakan suatu cara penyajian (representasi) yang diharapkan mampu membantu siswa untuk dapat memahami suatu materi belajar.
Bukan hanya pendekatan yang sesuai dengan materi pelajaran fisika, metode pembelajaran yang mendukung pun sangat diperlukan. Beberapa dari metode pembelajaran tersebut adalah metode pembelajaran bermain
peran (Role playing) dan demonstrasi. Kedua metode pembelajaran tersebut mengajak siswa untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran.
3 siswa untuk dapat melihat langsung bagaimana sebuah peristiwa atau
kondisi terjadi berdasarkan pengamatan fisika. Sehingga siswa tidak lagi hanya membayangkan suatu peristiwa fisika, melainkan dapat melihat langsung kejadiannya. Sedangkan dalam metode pembelajaran bermain
peran siswa diajak untuk memperagakan suatu kejadian dengan media diri mereka sendiri. Sehingga mereka akan dapat merasakan sendiri bagaimana
peristiwa tersebut terjadi. Melalui kedua metode pembelajaran tersebut diharapkan ketertarikan siswa terhadap mata pelajaran fisika meningkat yang diikuti dengan peningkatan hasil belajar fisika siswa.
Metode pembalajaran yang diterapkan di SMP Negeri 1 Bandarsribhawono adalah metode yang masih konvensional. Hai ini dapat dilihat saat proses pembalajaran dimana guru masih menjadi pusat pembalajaran, sedangkan
siswa kurang berperan aktif di dalamnya. Penggunaan metode ceramah yang menjenuhkan bagi siswa masih menjadi kebiasaan guru dalam penyampaian
materi pembelajaran. Oleh karena itu, perlu diberikan suatu penyegaran penggunaan metode belajar dimana mengalihkan pusat pembelajaran dari pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi pembelajaran yang berpusat
pada siswa. Metode bermain peran dan demonstrasi akan menjadi alternatif dari perubahan tersebut
Metode pembelajaran demonstrasi memeragakan suatu pembelajaran dalam
bahasa yang formal, dengan suasana kelas yang biasanya dianggap menegangkan bagi siswa. Metode pembelajaran bermain peran juga
4 namun bedanya dalam pembalajaran bermain peran penyampaian materi
disajikan dalam bentuk drama atau permainan peran. Cara seperti ini merubah suasana kelas menjadi lebih santai dan manyenangkan bagi siswa.
Berdasarkan informasi yang telah dikemukakan, maka dilakukan penelitian
untuk mengetahui berbandingan hasil belajar fisika siswa dengan judul “Perbandingan Hasil Belajar Fisika Siswa antara Metode Pembelajaran
Bermain Peran (Role Playing) Menggunakan Pendekatan Multiple
Representations(Mr) Gesture dengan Metode Pembelajaran Demonstrasi”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah “Adakah perbedaan rata-rata hasil belajar fisika siswa
antara metode pembelajaran bermain peran menggunakan pendekatan MR Gesture dengan metode pembelajaran demonstrasi?”
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan rata-rata hasil belajar fisika siswa antara metode
5 D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Dapat menjadi alternatif baru bagi guru dalam penyampaian materi
pembelajaran fisika yang diterapkan di kelas guna meningkatkan hasil belajar fisika siswa.
2. Dapat memberikan variasi belajar yang menarik bagi siswa guna meningkatkan hasil belajar fisika siswa.
3. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang melakukan penelitian
yang sejenis
E. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian ini adalah:
1. Proses pembelajaran menggunakan metode pembelajaran bermain peran. Metode bermain peran adalah metode dimana siswa
memosisikan diri sebagai benda hidup atau benda mati obyek
pembelajaran. Siswa akan dipertunjukan sebuah permainan peran atau
drama tentang materi faktor yang mempengaruhi percepatan penguapan, dan kalor yang dibutuhkan untuk menaikan suhu dan
merubah wujud suatu zat, Kemudian siswa diberikan LKS pembelajaran untuk dikerjakan dalam kelompok, pada akhir
pembelajaran salah satu kelompok menyajikan hasil diskusi mereka di
depan kelas.
2. Proses pembelajaran menggunakan metode demonstrasi. Metode
6 suatu situasi , proses atau benda, baik tiruan maupun yang sebenarnya.
Siswa akan didemonstrasikan tentang faktor yang mempercepat penguapan, dan kalor yang dibutuhkan untuk meningkatkan suhu serta merubah wujud suatu zat
3. Pendekatan MR gesture yang mengajak siswa untuk memanfaatkan
gerak tubuh sebagai media pembelajaran
4. Hasil belajar aspek kognitif.
5. Materi pokok penelitian ini adalah kalor. Meteri kalor terdiri dari
II.TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teoritis
1. Metode Pembelajaran Bermain peran
Metode pembelajaran yang dipadukan dengan pendekatan Multiple Representation yang berkedudukan sebagai veriabel bebas dalam
penelitian ini adalah metode pembelajaran bermain peran. Metode pembelajaran ini termasuk dalam metode pembelajaran berbasis kerja.
Di dalam proses pembelajaran berbasis kerja memungkinkan seorang siswa menggunakan konteks tempat kerja untuk mempelajari
pelajaran sekolah dan kemudian materi tersebut digunakan kembali
dalam proses pembelajaran. Bermain peran adalah suatu metode penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi
dan penghayatan siswa (Komalasari, 2010 :80). Pada metode ini melibatkan interaksi antara dua siswa atau lebih tentang suatu topik.
Metode ini berhubungan dengan studi kasus mengenai sebuah peristiwa yang disajikan dalan bentuk permainan peran atau drama. Para siswa yang berpartisipasi sebagai pemeran dengan cara tertentu
8 Tujuan metode pembelajaran ini sebagaimana dijelaskan dalam Yamin (2008:133) adalah
a. Belajar dengan berbuat. Tujuanya adalah untuk
mengembangkan keterampilan interaktif dn keterampilan reaktif
b. Belajar melalui peniruan. Para pemeran akan berusaha melakukan hal yang terjadi pada suatu peristiwa. c. Melajar melalui balikan. Tujuanyanya agar siswa
mengembangkan prosedur-prosedur kognitif dan prinsip-prinsip yang medasari kejadian yang telah di perankan. d. Belajar melalui pengkajian, penilaian, dan pengulangan.
Berdasarkan tujuan metode pembelajaran bermain peran, seorang siswa diharuskan untuk dapat mengamati sebuah peristiwa
berdasarkan apa yang telah diperankan oleh siswa lain. Sedangkan
siswa yang menjalankan peran dalan pembelajaran tersebut, karena telah menempatkan diri sebagai obyek yang mengalami suatu
peristiwa akan merasakan sendiri bagaimana sebuah peristiwa terjadi. Dengan demikian diharapkan siswa akan lebih tertarik dalam mengikuti sebuah pelajaran. Ketika seorang siswa telah memiliki
ketertarikan terhadap suatu pelajaran, memungkinkan siswa tersebut akan mengalami peningkatan hasil belajar
Metode pembelajaran ini menjadi salah satu pilihan dalam proses
pembelajaran dikarenakan memiliki keunggulan dibandingkan metode lainya. Beberapa keunggulan metode pembelajaran bermain peran
menurut Komalasari(2010:81) yaitu:
a. Siswa bebas mengambil keputusan dan ber ekspresi secara utuh
9 c. Guru dapat menguvaluasi pemahaman tiap siswa melalui
pengamatan pad awaktu pementasan berlangsung d. Permainan merupakan pengalaman belajar yang
menyenagkan bagi anak.
Selain itu, tentunya metode ini memiliki beberapa kekurangan. Seperti
yang dikemukakan oleh Clark dalam Wahab (2007:110) bahwa kekurangan metode bermain peran diantaranya:
a. Jika siswa tidak dipersiapkan dengan baik ada kemungkinan tidak akan melakukan secara sungguh-sungguh
b. Bermain peran mungkin tidak akan terjadi jika suasana kelas tidak mendukung
c. Bermain peran tidak selamanya menuju pada arah yang
diharapkan seseorang yang memeinkanya. Bahkan mungkin akan berlawanan dengan apa yang diharapkan.
d. Siswa sering memiliki kesulitan untuk memerankan permain peran dengan baik.
e. Untuk berjalan dengan baik sebuah bermain peran, diperlukan kelompok yang sensitif, imajinatif, terbuka dan saling mengenal sehingga dapat bekerja sama dengan baik.
Menurut Shaftel yang dikutip oleh Dahlan (1984:128) metode bermain peran terdiri dari sembilan tahan, yaitu:
a. Merangsang semangat kelompok b. Memilih peran
c. Mempersiapkan pengamat
d. Mempersiapkan tahap bermain peran e. Pemeranan
f. Mendiskusikan dan mengevaluasi peran g. Pemeranan ulang
h. Mendiskusikan dan mengevaluasi pemeranan ulang i. Mengkaji kemanfaatan
2. Multiple Representations
Waldrip B, 2008 dalam abdurrahman (2013) menyatakan Saat ini
10 representasi pembelajaran, termasuk proses berpikir, kebiasan
berpikir, rasionalisasi dari pelaksanaan praktek pembelajaran tersebut.
Untuk membangun pemahaman konsep siswa terhadap topik tertentu, dibutuhkan mode yang bervariasi agar siswa lebih berminat untuk bepikir dan bertindak dalam pembelajaran “Multiple” mengacu
kepada perlakuan terhadap suatu konsep tertentu untuk diungkapkan dalam berbagai bentuk penyajian, termasuk di dalamnya bentuk
verbal, grafik, dan mode numerik, yang terus diulang untuk menguasai konsep .
Suatu pendekatan pembelajaran dapat berpotensi menghasilkan proses pembelajaran yang efektif. Satu dari beberapa pendekatan yang baik
adalah Multiple Representations. Multiple Representations sendiri berasal dari bahasa Inggris yang berarti “banyak penyajian”, “beragam presentasi” atau “beragam penyajian” sebab menggunakan banyak
cara untuk menyajikan suatu informasi untuk disampaikan kepada
orang lain. Sedangkan pengertian representasi itu sendiri adalah sesuatu yang disimbolkan atau ditampilkan untuk objek-objek atau proses. Tetapi berbagai pakar mengemukakan definisi representasi
yang berbeda-beda, seperti dikutip dari Fadillah (2008:98) mengenai definisi representasi:
a. Representasi adalah metode atau bentuk pengganti dari suatu situasi masalah atau aspek dari suatu situasi masalah yang digunakan untuk menemukan solusi, sebagai contoh, suatu masalah dapat direpresentasikan dengan obyek, gambar, kata-kata, atau simbol matematika (Jones & Knuth, 1991).
11 tertentu, untuk tujuan tertentu, dan yang kedua oleh subjek atau interpretasi pikiran. Representasi menggantikan atau mengenai penggantian suatu obyek, penginterpretasian pikiran tentang pengetahuan yang diperoleh dari suatu obyek, yang diperoleh dari pengalaman tentang tanda representasi (Parmentier dalam Ludlow, 2001:39).
c. Representasi merupakan proses pengembangan mental yang sudah dimiliki seseorang, yang terungkap dan divisualisasikan dalam berbagai metode matematika, yakni: verbal, gambar, benda konkret, tabel, metode-metode manipulatif atau kombinasi dari semuanya (Steffe, Weigel, Schultz, Waters, Joijner, & Reijs dalam Hudoyo, 2002: 47).
d. Representasi adalah suatu konfigurasi yang dapat menyajikan suatu benda dalam suatu cara (Goldin, 2002: 209).
e. Dalam psikologi umum, representasi berarti proses membuat metode konkret dalam dunia nyata ke dalam konsep abstrak atau simbol. Dalam psikologi matematika, representasi bermakna deskripsi hubungan antara objek dengan simbol (Hwang, Chen, Dung, & Yang, 2007).
Representasi sendiri terbagi menjadi dua yaitu representasi internal dan representasi eksternal. Representasi internal dari seseorang sulit
untuk diamati secara langsung karena merupakan aktivitas mental dari seseorang dalam pikirannya (minds-on). Tetapi representasi internal seseorang itu dapat disimpulkan atau diduga berdasarkan representasi
eksternalnya dalam berbagai kondisi misalnya dari pengungkapannya melalui kata-kata (lisan), melalui tulisan berupa simbol, gambar,
grafik, tabel ataupun melalui alat peraga (hands-on) (Fadillah, 2008:100). Dengan kata lain terjadi hubungan timbal balik antara representasi internal dan eksternal dari seseorang ketika berhadapan
dengan sesuatu masalah. Hal ini di dukung oleh pernyataan Airey J & Linder C dikutip dari Abdurrahman dkk. (2008: 373):
12
ability) siswa baik minds-on maupun hands-on, merupakan faktor yang sering menjadi masalah dalam pembelajaran fisika.
Oleh karena itu, dengan adanya pendekatan Multiple Representations
diharapkan siswa dapat lebih mudah memahami suatu konsep melalui
format representasi yang disajikan. Khususnya fisika, pendekatan
Multiple Representations ini akan sangat membantu siswa dalam memahami konsep fisika dan menyelesaikan masalah, seperti
diungkapkan Dufresne, Gerace, & Leonard, 1997; Larkin, 1985; Van Heuvelen 1991, dikutip dalam Solas-Portoles & Lopez (2007:15). “Physics education literature indicates that using multiple
representations is beneficial for student understanding of physics
ideas and for problem solving.”
Hal ini ditegaskan pula oleh Kohl, Rosengrant, dan Heuvelen (2007:7):
Good use of multiple representationss is considered key to learning physics, and so there is considerable motivation both to learn how students use multiple representationss when solving problems and tolearn how best to teach problem solving using multiple representations.
Namun, sebelum siswa dapat menyelesaikan masalah, mereka harus
memahami terlebih dahulu tugas-tugas kognitif yang terkait dengan representasi, yaitu:
a. Siswa harus memahami suatu representasi (yaitu: mana yang merupakan bentuk dan operator dari suatu representasi). b. Siswa harus memahami hubungan antara representasi dan
domainnya.
13 d. Jika representasi dirancang mereka sendiri, siswa perlu memilih
dan membangun representasi yang sesuai.
(Ainsworth, Labeke, dan Peevers, 2001)
Contoh representasi dalam fisika meliputi kata-kata, gambar, diagram, grafik, simulasi komputer, persamaan matematik , gerak tubuh dan sebagainya. Seperti yang diungkapkan oleh Rosengrant, dkk. (2007:8)
: “A representation is something that symbolizes or stands for objects and or processes. Examples in physics include words, pictures,
diagrams, graphs, computer simulations, mathematical equations,
etc.”
Cara penyampaian yang berbeda-beda tersebut mempunyai fungsi spesialisasi atau pencapaian yang berbeda sebagai contoh, penulisan
(writing) cocok untuk menyampaikan even-even, sedangkan image
lebih cocok untuk display (memamerkan), demikian juga aspek-aspek
yang berbeda dari maksud dijelaskan dengan cara-cara yang berbeda dalam communicational ensemble (Jewitt & Kress dalam
Abdurrahman, dkk., 2008: 403).
Beberapa representasi yang lebih konkrit (sebagai contoh, sketsa, gerak dan diagram bentuk bebas) membantu referensi untuk banyak konsep abstrak seperti percepatan dan hukum Newton kedua,
membantu pemahaman siswa. Representasi secara matematika dibutuhkan untuk pemecahan masalah kuantitatif. Representasi yang
14 bentuk bebas untuk menyusun hukum Newton kedua dalam bentuk komponen sebagai penolong dalam penyelesaian masalah. Akibatnya,
banyak pendidik merekomendasikan menggunakan Multiple Representations (bermacam-macam representasi) untuk membantu siswa belajar dan menyelesaikan masalah.
Bahkan dalam sebuah jurnal, Hinrichs (seperti dikutip dalam
Rosengrant, dkk., 2007:7) menguraikan bahwa Multiple
Representations dapat membantu siswa memahami suatu materi
dinamika.
Hinrichs describes how using a system schema (object of
interest is circled, objects that are interacting with it are circled and then connected to it via labeled arrows) helped his students learn dynamics. He used the system schema as part of a
sequence of representations (problem text, sketch, system schema, free body diagram, and finally equations) to solve a problem.
Berdasarkan kutipan tersebut Hinrichs menguraikan bagaimana menggunakan bagan sistem (objek dari lingkaran penting, objek yang
menginteraksikan dengan lingkaran dan kemudian
menghubungkannya melalui anak panah yang disegelkan) membantu
siswanya mempelajari dinamika. Hinrichs menggunakan sistem skema sebagai bagian dari akibat representasi (teks masalah, sketsa, sistem skema, diagram bentuk bebas, dan persamaan akhir) untuk
15 Kesepakatan umum dari uraian kerja adalah bahwa representasi sangat penting untuk pembelajaran siswa. Representasi membantu siswa
dalam pembentukan pengetahuan dan penyelesaian masalah (Kohl & Finkelstein, 2006:77). Siswa menggunakan banyak representasi untuk membantu mereka memahami keadaan masalah dan mengevaluasi
hasilnya.
Representasi-representasi lain yang lebih verbal dalam pernyataan masalah dapat memiliki hasil berbeda pada pekerjaan siswa dan pada
pilihan mereka yang mengunakan representasi lain. Menurut Meltzer dalam Rosengrant, dkk. (2007:11) mengenai hal tersebut sebagai berikut: “Student performance of very similar problems posed in
different representations might yield strikingly different results.”
Untuk beberapa masalah, representasi dengan animasi komputer dapat menerangkan situasi siswa dan membantu mereka memperagakan
pemikiran nyata mereka. Siswa yang mempelajari bahan dalam sebuah lingkungan yang menggunakan banyak representasi, kurang dipengaruhi oleh format representasi dari pernyataan masalah.
Suatu analisa konseptual tentang pembelajaran Multiple
Representations (MRs) menyarankan ada tiga fungsi utama di dalam situasi pembelajaran untuk melengkapi, menghambat dan
membangun. Fungsi yang pertama adalah menggunakan representasi yang berisi informasi komplementer atau pendukungan proses teori
16 menghambat kemungkinan keinterpretasian di dalam penggunaan yang lain. Akhirnya, MRs dapat digunakan untuk mendorong siswa
untuk membangun suatu pemahaman yang lebih di dalam suatu situasi. Masing-Masing ketiga fungsi utama MRs dapat dibagi sub yang terbagi ke dalam beberapa sub kelas seperti ditampilkan pada
Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Fungsi taksonomi Multiple Representations menurut Shaaron Ainswort(2001:1)
Beberapa metode representasi yang digunakan dalam menyampaikan suatu materi pembelajaran berdasarkan MR yaitu:
a. Representasi verbal
Representasi bahasa atau verbal adalah kemampuan
menerjemahkan sifat-sifat yang diselidiki dan hubungannya dalam masalah ke dalam representasi verbal atau bahasa. Representasi ini
Abstraksi
Perluasan
Hubungan Fungsi MR
Fungsi pelengkap Membatasi
17 adalah representasi yang amat penting kedudukannya dalam suatu representasi
b. Representasi matematik
Representasi ini digunakan dalam bentuk rumus dan merupakan pengembangan dari representasi grafik, bar-charts, teks dan
diagram serta verbal. Lebih sering digunakan untuk menyelesaikan
suatu permasalahan atau contoh soal.
c. Representasi gambar
Representasi gambar adalah suatu cara menyajikan materi dengan
menampilkan suatu gambar. Representasi ini juga banyak diminati oleh siswa dan sebagian dari mereka lebih cepat memahami suatu
konsep materi dengan representasi ini. Seperti diungkapkan oleh Kohl and Finkelstein dalam Rosengrant, dkk. (2007:13):
More students prefer the problem statement to be represented with a picture than with words, graphs or mathematical equations. However, this does not necessarily make them more successful in solving the problem.
d. Representasi grafik
Representasi grafik adalah suatu penyajian gagasan yang
dihubungkan dengan pemikiran tentang konteks spesifik ilmu fisika. Hal ini diungkapkan oleh Wittmann (2006:22) “… a representation of linked ideas used when reasoning about specific
18 Wittmann juga menambahkan bahwa representasi grafik digunakan untuk menguraikan beberapa bentuk perubahan konseptual seperti
penambahan, air terjun kecil, perdagangan besar, dan konstruksi rangkap. Masing-masing dibuktikan dari literatur riset pendidikan fisika untuk menunjukan contoh dari tiap bentuk perubahan
konseptual. “We use resource graphs to describe several forms of conceptual change: incremental, cascade, wholesale, and dual
construction”. Representasi ini juga digunakan untuk
menerjemahkan masalah matematik ke dalam gambar atau grafik.
Chin (2007:12) juga menambahkan bahwa diagram seperti grafik memiliki fungsi yang berbeda, sebagai contoh, untuk
membandingkan dan memperjelas; mengklasifikasi,
mengkategorikan, dan menunjukkan hubungan hierarki; ringkasan
informasi; menunjukkan hubungan diantara konsep-konsep; atau menunjukkan akibat dalam prosedur.
Diagrams such as graphic organizers also have different functions, for example, to compare and contrast; classify, categorize, and show hierarchical relationships; summarize information; show relationships among concepts; or show sequence in procedures.
Selain itu, Chin juga menambahkan bahwa grafik memperlihatkan contoh-contoh kuantitatif, arahan, dan hubungan konseptual yang
lebih mudah daripada teks verbal. “Graphs allow us to see quantitative patterns, trends, covariation, and conceptual
19 e. Representasi dengan simulasi computer
Untuk beberapa masalah, representasi dengan animasi komputer
dapat menerangkan situasi siswa dan membantu mereka
memperagakan pemikiran nyata mereka. Representasi ini lebih murah dibandingkan dengan menggunakan alat langsung yang
biayanya lebih mahal.
f. Representasi gerak tubuh (Gesture)
Gerak tubuh (Gesture) merupakan cara bagaimana seorang siswa menunjukan pendapat mereka dan dapat kita gunakan untuk mengamati pemikiran siswa dan membentuk respon pedagogik
yang efektif. Gestures,merupakan gerakan spontan tangan atau tubuh yang umumnya terjadi saat pembicaraan tatap muka
berlangsung. Hal ini memungkinkan komponen penting terjadi pada komunikasi antar individu. Hal yang sama diungkapkan oleh
Scher (tanpa tahun: 3) : “Gestures, the spontaneous hand or body
movements that normally accompany face-to-face conversation, are
potentially an important component of interpersonal communication.”
Penelitian tentang analisis gerak tubuh memunculkan pandangan
dibidang kognitif, linguistik, dan sains yang memiliki banyak andil dalam proses peningkatan kemenarikan proses pembelajaran fisika. Beberapa penelitian juga memungkinkan pengunaan dalam waktu
yang cepat untuk mengamati pemikiran dan pemahaman siswa. Sebuah anggapan mengakatan bahwa Gerakan mungkin dapat
20 Biasanya, sebelum seseorang menyampaikan suatu ide melalui deskripsi verbal maka ia akan mendeskripsikan melalui gerakan
tubuh mereka. Dalam sebuah pengamatan di sekolah menengah pertama, saat menjelaskan tentang obyek astronomi dapat
didokumentasikan bahwa gerakan tubuh cenderung terjalin dengan
deskripsi verbal.
Berbagai representasi yang telah disebutkan di atas dapat
memudahkan siswa membangun pengetahuanya sendiri. Seperti
dikemukakan oleh Feynman (1965:104) bahwa: “Kemungkinan suatu hal adalah sederhana jika kamu dapat mengambarkan dalam beberapa jalan/cara berbeda tanpa mengetahui bahwa kamu sedang
menggambarkan hal yang sama.”
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa berbagai representasi merupakan jalan yang baik untuk siswa memahami suatu pelajaran.
Sebab berbagai representasi dapat memunculkan kemampuan-kemampuan lain dari penggabungan banyak penyampaian. Dengan
adanya berbagai format representasi yang berbeda yang digunakan sesuai dengan konteks permasalahan yang sedang dihadapi maka penggabungan representasi tersebut saling melengkapi sehingga
memudahkan siswa dalam memahami konsep dan menyelesaikan masalah.
Dari penjelasan mengenai MR dapat disimpulkan bahwa MR adalah
21 seseorang untuk mengkomunikasikan sesuatu atau pengetahuan yang disajikan atau diungkapkan melalui berbagai metode (verbal,
persamaan matematik, gambar, simulasi, benda nyata dll). Dengan
MR akan terjadi pengolahan informasi internal dan eksternal untuk membangun suatu pemahaman yang lebih di dalam mengenai suatu
pengetahuan dengan menggabungkan berbagai format representasi yang berbeda yang digunakan sesuai dengan konteks permasalahan
yang sedang dihadapi.
3. Metode Demonstrasi
Selain metode pembelajaran bermain peran, peneliti menggunakan metode pembelajaran lain sebagai perbandingan. Metode
pembelajaran tersebut adalah metode pembelajaran demonstrasi.
Dalam proses belajar mengajar, seorang guru diharuskan
menggunakan metode pembelajaran yang sesuai dengan tujuan yang
diinginkan. Banyak metode pembelajaran yang digunakan oleh seorang guru akan mengurangi kejenuhan karana terdapat banyak variasi dalam proses pembelajaran. Metode ini digunakan oleh
penelitian sebagai variabel bebas kedua. Sebuah cara untuk
meningkatkan pemahaman siswa dengan memperlihatkan proses atau kondisi yang terjadi secara langsung. Proses pembelajaran seperti ini
dikenal dengan metode demonstrasi. Djamarah dan Zain (2006:78) menyatakan bahwa:
22 proses, situasi, atau benda yang sedang dipelajari, baik
sebenarnya ataupun tiruan, yang sering disertai dengan penjelasan lisan.
Dengan metode demonstrasi, proses penerimaan siswa terhadap
pelajaran akan lebih berkesan secara mendalam sehingga membentuk pengertian dengan baik dan sempurna. Selain itu siswa juga dapat mengamati dan memperhatikan apa yang diperlihatkan selama
pelajaran berlangsung. Pada metode demonstrasi guru
memperlihatkan suatu proses atau kejadian kepada murid atau
memperlihatkan cara kerja suatu alat kepada siswa. Metode demonstrasi banyak dipergunakan untuk mengembangkan suatu pengertian, mengemukakan masalah, penggunaan prinsip, pengujian
kebenaran secara teoretis dan memperkuat suatu pengertian.
Adapun tujuan penggunaan metode demonstrasi ini adalah
a. Mengajarkan suatu proses atau prosedur yang harus dimiliki
peserta didik atau dikuasai peserta didik;
b. Mengkongkritkan informasi atau penjelasan kepada peserta
didik;
c. Mengembangkan kemampuan pengamatan pandangan dan penglihatan para peserta didik secara bersama-sama.
23 a. Demonstrasi itu harus dicoba terlebih dahulu sebelum dilakukan
di depan kelas.
b. Tujuan demonstrasi ditentukan terlebih dahulu oleh guru. c. Usahakan agar demonstrasi dapat dilihat oleh peserta didik. d. Alat-alat yang digunakan sebaiknya sederhana.
e. Demonstrasi dilaksanakan berdasarkan tujuan yang telah ditentukan.
Metode demonstrasi mempunyai kelebihan dan kekurangan, menurut
Djamarah dan Zain (2006:80) sebagai berikut a. Kelebihan metode demonstrasi
1) Dapat membuat pengajaran menjadi lebih jelas dan lebih konkret, sehingga menghindari verbalisme (pemahaman secara kata-kata atau kalimat)
2) Siswa lebih mudah memahami apa yang dipelajari
3) Proses pengajaran lebih menarik siswa dirangsang untuk aktif mengamati, menyesuaikan antara teori dengan kenyataan Melihat kelebihan metode demonstrasi di atas, maka metode
demonstrasi yang berhasil akan mendorong tercapainya tujuan pembelajaran yang diharapkan. Metode demonstrasi seperti metode
mengajar yang lain juga memiliki beberapa kekurangan. b. Kekurangan metode demonstrasi
1) Metode ini memerlukan keterampilan guru secara khusus, karena tanpa ditunjang dengan hal itu, pelaksanaan demonstrasi tidak akan efektif fasilitas seperti peralatan, tempat, dan biaya yang memadai tidak selalu tersedia dengan baik
2) Demonstrasi memerlukan kesiapan dan perencanaan yang matang di samping memerlukan waktu yang cukup panjang, yang mungkin terpaksa mengambil waktu atau jam pelajaran lain
Selain beberapa kekurangan tersebut. Dalam metode demonstrasi seorang guru harus memahami hal-hal lain untuk menunjang
kelancaran proses pembelajaran. Sebaiknya jika akan menggunakan
24 demonstrasi, karena ini memerlukan waktu yang banyak dan akan menjadi membosankan bagi siswa yang lainya.
4. Hasil Belajar
Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadi atau tidaknya proses belajar. Proses
belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada di
lingkungan sekitar. Menurut Gagne dalam Dimyati (2002:10) belajar
terdiri dari tiga komponen penting yaitu kondisi eksternal, kondisi internal, dan hasil belajar.
Keberhasilan proses belajar yang dilakukan dapat diukur dengan tolak
ukur hasil belajar yang diperoleh oleh siswa. Hal tersebut didukung oleh pendapat Djamarah dan Zain (2006 : 121)
Setiap proses belajar mengajar selalu menghasilkan hasil belajar, dapat dikatakan bahwa hasil belajar merupakan akhir atau puncak dari proses belajar. Akhir dari kegiatan inilah yang menjadi tolak ukur tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar.
Siswa yang memiliki kemampuan analisis, maka ia akan memecahkan suatu permasalahan teori tertentu dengan menganalisis pengetahuan yang dilambangkan dengan kata-kata menjadi buah pikiran. Hal
tersebut didukung oleh pendapat Hamalik (2002 : 19)
25 Hasil belajar dapat dilihat dari nilai yang diperoleh setelah tes
dilakukan. Menurut Bloom, dalam Dimyati (2002: 26). Ada tiga taksonomi yang dipakai untuk mempelajari jenis perilaku dan
kemampuan internal akibat belajar yaitu a. Ranah Kognitif
Ranah kognitif terdiri dari enam jenis perilaku, yaitu: pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.
b. Ranah Afektif
Ranah afektif terdiri dari lima perilaku yaitu penerimaan, partisipasi, penilaian dan penentuan sikap, organisasi, dan pembentukan pola hidup.
c. Ranah Psikomotor
Ranah psikomotor terdiri dari tujuh jenis perilaku, yaitu persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan yang terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian gerakan, dan kreativitas.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan hasil yang telah diperoleh setelah siswa
menerima pengetahuan, dimana hasil belajar mencakup tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam penelitian ini, dari tiga
ranah yang ada pada hasil belajar akan diambil satu ranah saja yaitu pada ranah kognitif.
Menurut Bloom dalam Sanjaya (2010: 128) ranah kognitif terdiri dari 6 tingkatan, yaitu: pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis,
sintesis, dan evaluasi.
1. Pengetahuan adalah kemampuan untuk mengingat (remember)
26 2. Pemahaman (understand) adalah kemampuan yang bukan
sekedar mengingat fakta, akan tetapi berkenaan dengan
kemampuan menjelaskan, menerangkan, menafsirkan atau kemampuan menangkap makna atau arti suatu konsep. 3. Penerapan (apply) berhubungan dengan kemampuan
mengaplikasikan suatu bahan pelajaran yang sudah dipelajari seperti teori, dalil, konsep, ide dan lain sebagainya ke dalam
situasi baru yang lebih konkret. Penerapan dari kemampuan ini adalah kemampuan memecahkan suatu persoalan dengan menggunakan teori, dalil, konsep, atau hukum tertentu.
4. Analisis (analyze) adalah kemampuan menguraikan atau memecah suatu bagian tertentu dan menentukan
hubungan-hubungannya.
5. Evaluasi (evaluate) berhubungan dengan kemampuan membuat penilaian dan keputusan tentang nilai pendapat, metode, produk
dengan menggunakan kriteria tertentu.
6. Kreasi (create) berhubungan dengan kemampuan
menggabungkan unsur-unsur secara bersama untuk membentuk suatu hubungan yang fungsional, mengorganisasi kembali bagian-bagian ke dalam pola atau struktur yang baru.
B. Kerangka Pemikiran
Penelitian ini merupakan penelitan eksperimen yang dilakukan untuk
27 pembelajaran bermain peran menggunakan pendekatan MR gesture dengan metode pembelajaran demonstrasi. Pada penelitian ini terdapat dua bentuk
variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas pada penelitian ini adalah model pembelajaran bermain peran yang dipadukan dengan pendekatan MR Gesture dan model demonstrasi, sedangkan variabel
terikatnya adalah hasil belajar.
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas berikut diagram kerangka pemikiran penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 2.2
Gambar 2.2 Kerangka pikir penelitian
Metode pembelajaran bermain peran mengajak siswa menganalisis sebuah
peristiwa dengan memosisikan dirinya sebagai objek yang mangalami peristiwa tersebut. Cara seperti ini diharapkan siswa dapat lebih mudah untuk memecahkan sebuah masalah. Setelah seorang anak telah mengatahui
bagaimana sebuah masalah telah dipecahkan, maka dalam proses
penguasaan konsep pembelajaran yang diberikan oleh Bapak dan Ibu guru
akan menjadi lebih mudah. Kelas A
Hasil belajar Bermain
peran dengan MR Gesture
Kelas B Demonstrasi
Belajar sebagai objek
28 Metode bermain peran akan melatih imajinasi siswa untuk manganalisis sebuah peristiwa, sehingga menuntut siswa untuk berperan aktif dalam
pembelajaran, bekerjasama dengan kelompok, memecahkan masalah, kemudian memberikan kesimpulan yang sesuai. Selain itu metode ini akan lebih memberikan siswa kesempatan untuk bereksplorasi dan mengeluarkan
ide-ide yang mereka miliki, karena permainan merupakan cara penemuan yang mudah. Pembelajaran dimulai dengan memberikan kesempatan
kepada siswa untuk mengamati sebuah drama atau permainan peran yang dilakukan oleh teman mereka. Setelah itu mereka diberikan LKS untuk mengetahui apa yang mereka dapatkan dalam proses penyajian drama
tersebut. Kemudian pada akhir penyampaian akan dilakukan penilaian yang digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa.
Metode pembelajaran bermain peran yang dominan dengan keaktifan tubuh
sebagai media pembelajaran akan dipadukan dengan sebuah penyajian MR
yang mengacu pada gerak tubuh (Gesture). Pendekatan ini berguna sebagai
jembatan bagi siswa untuk memudahkan mengingat dengan gerakan. Diharapkan setelah digunakan pendekatan ini ketertarikan siswa dalam penangkapan konsep pembelajaran akan semakin meningkat.
Selain metode bermain peran, ada pula metode demonstrasi. Metode
demonstrasi menyajikan bahan pelajaran dengan memeragakan atau mempertunjukkan kepada siswa suatu proses, situasi, atau benda yang
29 akan lebih berkesan secara mendalam sehingga membentuk pengertian dengan baik dan sempurna.
Kedua metode pembelajaran tersebut digunakan dalam proses pembelajaran
untuk menyampaiakan materi pelajaran yang sama. Tentunya metode tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Pada akhir pemberian materi akan dilakukan pengukuran hasil belajar. Kemudian akan
dibandikan hasil belajar siswa pada sebuah meteri pelajaran fisika.
Setelah dilakukan pembelajaran dengan kedua metod e pembelajaran
tersebut, diharapkan hasil belajar menggunakan metode bermain peran yang
dipadukan dengan multiple representation gesture lebih tinggi dibandingkan dengan metode demonstrasi. Hal ini dikarenakan dalam proses pembelajaran
dengan metode bermain peran siswa merasakan suasana yang lebih nyaman dan rileks. Seperti yang telah di jelaskan dalam tinjauan pustaka, bahwa bermain merupakan cara yang mudah untuk menemukan suatu solusi
permasalah yang dapat digunakan dalam situasi dan kondisi yang berbeda.
C. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada perbedaan rata-rata hasil belajar fisika siswa menggunakan metode pembelajaran Bermain Peran
III.METODE PENELITIAN
A. Populasi Penelitian
Populasi penelitian ini yaitu seluruh kelas VII SMP Negeri 1
Bandarsribhawono pada semester genap Tahun Pelajaran 2012/2013 yang terdiri atas enam kelas berjumlah 191 siswa.
B. Sampel Penelitian
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik
Purposive Sampling. Penggunaan teknik Purposive sampling dikarenakan dari ke enam kelas tersebut, kelas yang memiliki kemampuan yang
homogen adalah kelas kelas VII1 dan kelas VII2. Berdasarkan hal tersebut
maka kelas VII1 digunakan sebagai kelompok eksperimen satu dan kelas VII2 sebagai kelompok eksperimen dua
C. Desain Penelitian
Penelitian ini dilakukan secara langsung dalam kegiatan pembelajaran pada
siswa. Desain penelitian ini menggunakan rancangan desain One-Shot Case Study (Sugiono 2010: 110) menjelaskan bahwa terdapat suatu kelompok
31 yang dipadukan dengan pendekatan MR Gesture dan model pembelajaran demonstrasi, sedangkan variabel terikatnya adalah hasil belajar
Secara prosedur rancangan desain penelitian dapat ditampilkan pada
Gambar 3.1.
Gambar 3.1 Desain One-Shot Case Study
Keterangan:
X1:Treatment Pembelajaran menggunakan metode bermain peran X2: Treatment pembelajaran menggunakan metode demonstrasi O1:Observasi Hasil Belajar
(Sugiyono, 2010: 110-111)
D. Variabel Penelitian
Pada penelitian ini terdapat dua bentuk variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas pada penelitian ini adalah model
pembelajaran bermain peran yang dipadukan dengan pendekatan MR Gesture(X1) dan model demonstrasi(X2), sedangkan variabel terikatnya adalah hasil belajar(Y1).
E. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan adalah 20 soal pilihan jamak dan 5 uraian untuk mengukur hasil belajar yang diberikan pada saat akhir pemberian materi.
32 F. Analisis Instrumen
Sebelum instrumen digunakan dalam sampel, instrumen harus diuji terlebih dahulu dengan menggunakan uji validitas dan uji reliabilitas
1. Uji Validitas
Agar dapat diperoleh data yang valid, instrumen atau alat untuk mengevaluasinya harus valid. Instrumen yang valid berarti alat ukur
yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang
seharusnya diukur (ketepatan). Sebuah tes dikatakan memiliki validitas jika hasilnya sesuai dengan kriterium, dalam arti memiliki kesejajaran antara hasil tes tersebut dengan kriterium.
Untuk menguji validitas instrumen digunakan rumus korelasi product moment yang dikemukakan oleh Pearson dengan rumus:
(Arikunto, 2008: 72)
Dengan kriteria pengujian jika korelasi antar butir dengan skor total lebih dari 0,3 maka instrumen tersebut dinyatakan valid, atau
33 Item yang mempunyai kerelasi positif dengan kriterium (skor total) serta korelasi yang tinggi, menunjukkan bahwa item tersebut
mempunyai validitas yang tinggi pula. Biasanya syarat minimum untuk dianggap memenuhi syarat adalah kalau r = 0,3. (Masrun dalam Sugiyono, 2010: 188)
Uji validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
program SPSS 17.0 dengan kriterium uji bila correlated item–total correlation lebih besar dibandingkan dengan 0,3 maka data
merupakan construck yang kuat (valid).
2. Uji Reliabilitas
Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama, akan menghasilkan
data yang sama. Perhitungan untuk mencari harga reliabilitas instrumen didasarkan pada pendapat Arikunto (2008: 109) yang
menyatakan bahwa untuk menghitung reliabilitas dapat digunakan rumus alpha, yaitu:
Di mana:
r11 = reliabilitas yang dicari
Σσi2 = jumlah varians skor tiap-tiap item σt2 = varians total
34 Uji reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana alat pengukuran dapat dipercaya atau diandalkan. Reliabilitas instrumen
diperlukan untuk mendapatkan data sesuai dengan tujuan pengukuran. Untuk mencapai hal tersebut, dilakukan uji reliabilitas dengan
menggunakan SPSS 17.0 dengan metode Alpha Cronbach’s yang
diukur berdasarkan skala alpha cronbach’s 0 sampai 1.
Menurut Sayuti dalam Sujianto (2009: 97), kuesioner dinyatakan reliabel jika mempunyai nilai koefisien alpha, maka digunakan ukuran
kemantapan alpha yang diinterprestasikan sebagai berikut:
1. Nilai Alpha Cronbach’s 0,00 sampai dengan 0,20 berarti kurang reliabel.
2. Nilai Alpha Cronbach’s 0,21 sampai dengan 0,40 berarti agak reliabel.
3. Nilai Alpha Cronbach’s 0,41 sampai dengan 0,60 berarti cukup reliabel.
4. Nilai Alpha Cronbach’s 0,61 sampai dengan 0,80 berarti reliabel. 5. Nilai Alpha Cronbach’s 0,81 sampai dengan 1,00 berarti sangat
reliabel
Setelah instrumen valid dan reliabel, kemudian disebarkan pada
35 G. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan lembar pengumpulan data berbentuk tabel yang diperoleh dari skor pretes dan postes untuk setiap
hasil belajar fisika siswa.
1. Pengumpulan data hasil pembelajaran
Data mengenai hasil belajar, ditampilkan pada Tabel 3.1,
Tabel 3.1 Rencana data hasil belajar
No. Nama Siswa Soal ke- Skor akhir
1 2 3 4 5
1 Siswa 1
2 Siswa 2
3 Siswa 3
Skor Tertinggi Skor Terendah
Jumlah
Skor rata-rata siswa
H. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis 1. Analisis Data
Untuk mengetahui perbandingan hasil belajar fisika siswa antara penggunaan metode bermain peran dan metode demonstrasi, maka
diadakan tes hasil belajar. Rata-rata nilai hasil belajar siswa kedua kelas dibandingkan sehingga diketahui metode mana yang
36 2. Pengujian Hipotesis
a. Uji Normalitas
Untuk menguji apakah sampel penelitian merupakan jenis distribusi normal, dapat dilakukan dengan uji statistik non-parametrik Kolmogrov-Smirnov. Caranya adalah menentukan
terlebih dahulu hipotesis pengujiannya yaitu:
O
H : data terdistribusi secara normal
1
H : data tidak terdistribusi secara normal
Pedoman pengambilan keputusan:
1) Nilai Sig. atau signifikansi atau nilai probabilitas < 0,05 maka distribusinya adalah tidak normal.
2) Nilai Sig. atau signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05 maka distribusinya adalah normal.
b. Uji Hipotesis
Jika data terdistribusi normal maka pengujian hipotesis dalam penelitian menggunakan statistik parametrik tes.
1) Uji T Untuk Dua Sampel Bebas (Independent Sample T Test) Uji ini dilakukan untuk membandingkan dua sampel yang berbeda
37
Adapun hipotesis yang akan diuji adalah
Ho: Tidak ada perbedaan rata-rata hasil belajar fisika siswa menggunakan metode pembelajaran bermain peran
menggunakan pendekatan MR Gesture dengan metode pembelajaran demonstrasi.
Hi: Ada perbedaan rata-rata hasil belajar fisika siswa
menggunakan metode pembelajaran bermain peran menggunakan pendekatan MR Gesture dengan metode
pembelajaran demonstrasi.
Rumus perhitungan Independent Sample T Test adalah sebagai berikut :
Dimana t adalah t hitung. Kemudian t tabel dicari pada tabel
distribusi t dengan = 5% : 2 = 2,5% (uji 2 sisi) dengan derajat kebebasan (df) n-2. Setelah diperoleh besar t hitung dan t tabel
38 Pengambilan keputusan berdasarkan nilai signifikansi atau nilai probabilitas.
a) Jika nilai signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05 maka HO
diterima.
b) Jika nilai signifikansi atau nilai probabilitas < 0,05 maka HO
ditolak.
(Priyatno, 2010:32-41)
Pada penelitian ini jika data tidak terdistribusi normal maka untuk menguji data dari dua sampel yang tidak berhubungan
menggunakan Uji Mann-Whitney.
Hipotesis penelitian
Ho: Tidak ada perbedaan rata-rata hasil belajar fisika siswa
menggunakan metode pembelajaran bermain peran menggunakan pendekatan MR Gesture dengan metode pembelajaran demonstrasi.
Hi: Ada perbedaan rata-rata hasil belajar fisika siswa menggunakan metode pembelajaran bermain peran
menggunakan pendekatan MR Gesture dengan metode pembelajaran demonstrasi.
Pengambilan keputusan berdasarkan nilai signifikansi atau nilai
39 1. Jika nilai signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05 maka HO
diterima.
2. Jika nilai signifikansi atau nilai probabilitas < 0,05 maka HO
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan data hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa ada
perbedaan rata-rata hasil belajar antara metode pembelajaran bermain peran menggunakan pendekatan MR Gesture dengan metode pembelajaran
demonstrasi. Rata-rata hasil belajar pada kelas yang menggunakan metode
pembelajaran bermain peran menggunakan pendekatan MR Gesture adalah 69. Sedangkan Rata-rata hasil belajar pada kelas yang menggunakan metode
pembelajaran demonstrasi adalah 65. Walaupun selisih rata-rata hasil belajar kedua kelas tidak berlalu besar, namun berdasarkan hasil pengujian
menggunakan uji Independent Sample T Test dinyatakan berbeda signifikan.
Hasil ini menunjukan bahwa metode pembelajaran bermain peran menggunkan pendekatan MR Gesture lebih efektif dibandingkan metode
demonstrasi.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, penulis memberikan saran sebagai berikut:
60 alternatif pembelajaran agar pembalajaran dalam berjalan tidak
monoton.
2. Agar pembelajaran dapat berjalan dengan baik, guru harus
mempersiapkan diri dan perlengkapan secara matang. Dari mulai alat yang akan digunakan saat eksperimen, mental guru dan pengetahuan, serta siswa yang harus berada dalam kondisi yang kondusif. Sehingga
secara teknis seluruh proses pembelajaran akan berlangsung dengan lancar dan baik
3. Dalam menerapkan model pembelajaran, harus disesuaikan dengan materi yang hendak disampaikan agar kemampuan dan kompetensi siswa tercapai dengan baik.
4. Penyesuaian alokasi waktu sangat berperan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi baik tidaknya suatu metode pembelajaran
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman. Belajar Sains-Fisika melalui Multiple Representations. Diakses tanggal 12 juli 2013 dari http://staff.unila.ac.id/abdurrahmanabe/ 2013/03/25/belajar-sains-fisika-melalui-multiple-representatations/
Agan. 2011. Pengertian Metode Inkuiri dan Metode Demonstrasi dalam Pembelajaran Sekolah. Artikel Pendidikan. Diakses 17 November 2012 dari http://mazrawul84.wordpress.com/2010/04/19/pengertian-metode-inkuiri-dan-metode-demonstrasi-dalam-pembelajaran-sekolah/
Ainsworth S, Labeke V.N, & Peevers G. 2001. Learning with Multiple Representations. Diakses 20 oktober 2012 dari
http://www.psychology.nottingham.ac.uk./staff/Shaaron, Ainsworth.html
Arikunto, Suharsimi. 2008. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Andriansyah. 2011. Studi Perbandingan Pembelajaran Inkuiri Terbimbing dengan Metode Eksperimen dan Demonstrasi pada Keterampilan Proses Sains dan Hasil Belajar Fisika Siswa. Skripsi. Bandarlampung:UNILA
Chin, Christine. 2007. Multimodality in Teaching and Learning and Science.
Proseeding The 1st International Seminar on Science Education. Science Education Program. Bandung: Graduate School Indonesia University of Education.
Dahlan. 1984. Model-Model Mengajar. Bandung:CV Diponegoro
Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta Djamarah dan Zain. 2006. Strategi Belajar dan Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara
62 Fadillah, Syarifah. 4 Juni 2008. Representasi Dalam Pembelajaran Matematik.
Diakses 20 oktober 2012 dari http://fadilahatick.blogspot.com/2008//06 Representasi-matematik.html
Feynman, R. 1965. The development of the space-time view of quantum electrodynamics; Nobel lecture. Diakses pada 8 November 2012 dari http://nobelprize.org/physics/laureates/1965/feynman-lecture.html. Hamalik, Oemar. 2002. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara Hanafiah, & Cucu Suhana. 2009. Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: PT
Refika Aditama.
Junaidi, Wawan.2009. Manfaat Bermain Pura Pura Bag Perkembangan Anak. Diakses pada tanggal 13 Juni 2013 dari http://www.asahasuh.com/pra-sekolah/128-manfaat-bermain-qpura-puraq-bagi-perkembangan-anak.html
Kohl, B.P., & Finkelstein, Noah D. 2006. Effect of instructional environment on
physics students’ representational skills. Physical Review Special Topics-
Physics Education Research. 2, 010102 – 2006.
Kohl, Patrick B., David Rosengrant., & Noah D. Finkelstein. 2007. Strongly and weakly directed approaches to teaching multiple representation use in physics. Physical Review Special Topics-Physics Education Research 3, 010108-2007.
Komalasari,Kokom. 2010. Pembelajaran Kontekstual konsep dan aplikasi. Bandung: PT Refika Aditama.
Rosengrant, D., Etkina, E., & Heuvelen, A.V. 2007. An Overview of Recent Research on Multiple Representations. Rutgers, The State University of New Jersey GSE, 10 Seminary Place, New Brunswick NJ, 08904
Sagala, S.2006. Konsep dan makna pembalajaran. Bandung:CV.Alfabeta Sanjaya, Wina. 2010. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. PT
Kencana. Jakarta
Scherr, Rachel E., Gestures as evidence of student thinking about physics, University of Maryland, College Park MD 20742-4111.
63 Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Alfabeta. Bandung.
Sujianto ,A.E.2009. aplikasi statistik dengan spss 16.0. Jakarta: prestasi pustakarya
Wahab,A.A.2007. Metode dan Model-Model pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Bandung:CV Alfabeta