• Tidak ada hasil yang ditemukan

ABSTRAK PENGARUH MOTIVASI DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KEPUASAN KERJA DAN DAMPAKNYA TERHADAP KINERJA AKUNTAN PENDIDIK (DOSEN AKUNTANSI)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ABSTRAK PENGARUH MOTIVASI DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KEPUASAN KERJA DAN DAMPAKNYA TERHADAP KINERJA AKUNTAN PENDIDIK (DOSEN AKUNTANSI)"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

Bab I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jumlah pendapatan yang dapat diperoleh suatu organisasi menjadi sangat penting karena mempengaruhi kelangsungan hidup organisasi tersebut, begitu juga jumlah pendapatan menjadi penting bagi perguruan tinggi swasta di

Bandarlampung selain mempengaruhi kelangsungan hidup perguruan tinggi juga mempengaruhi kelancaran pelaksanaan perencanaan program perguruan tinggi yang memerlukan pendanaan tidak sedikit. Pendapatan dari perguruan tinggi swasta sangat tergatung dari jumlah mahasiswanya, semakin banyak mahasiswa yang diperoleh maka semakin besar juga jumlah pendapatan yang dapat

dikumpulkan.

Dengan jumlah pendapatan ideal sesuai dengan target yang diharapkan maka ketersediaan dana untuk merealisasikan perencanaan program perguruan tinggi swasta dalam rangka meningkatkan kualitas perguruan tinggi menjadi sangat baik. Selanjutnya diharapkan output yang dihasilkan dari kelulusan perguruan tinggi swasta dapat menciptakan sumber daya manusia berkualitas. Hasil kelulusan perguruan tinggi swasta yang berkualitas dapat mengambil peran yang penting dalam pembangunan nasional, tidak terkecuali dibidang akuntansi.

(2)

2 dosen sebagai pengajarnya. Dosen akuntansi (akuntan pendidik) bagian yang sangat penting bagi perguruan tinggi swasta yang membuka program akuntansi dalam menjaga dan meningkatkan jumlah mahasiswa akuntansi, artinya jumlah pendapatan perguruan tinggi swasta secara keseluruhan juga dipengaruhi oleh jumlah pendapatan dari mahasiswa akuntansi. Dengan demikian upaya perguruan tinggi swasta dalam meningkatkan kinerja dosen akuntansi harus dilakukan secara terus menerus apalagi dosen mempunyai peran yang sangat penting dalam

melahirkan dan mencetak sumber daya manusia berkualitas.

Perguruan tinggi merupakan bagian dari komponen terpenting dalam menghasilkan sumber daya manusia berkualitas. Secara nasional bangsa Indonesia masih banyak mengalami masalah terhadap sumber daya manusia yang

berkulitas, sampai-sampai pernyataan yang sangat mengejutkan datang dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menteri PAN dan RB) Azwar Abubakar seperti yang diberitakan Tribun Lampung 2 Maret 2012 menyatakan bahwa dari 4,7 juta Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Indonesia sangat sedikit yang memiliki kompetensi yang sesuai standar yaitu hanya sekitar 5%, artinya PNS yang berkemampuan baik sesuai dengan bidangnya masih sangat minim dan sangat memprihatinkan.

(3)

3 akuntansi juga menghadapi persaingan diantara perguruan tinggi swasta utamanya yang membuka program dan jurusan akuntansi.

Dosen yang profesional diharapkan memiliki kinerja yang tinggi yang dapat memuaskan semua pihak yang berkepentingan (stakeholders), yaitu mahasiswa, orang tua, dan masyarakat dalam arti luas. Siegel, ‘et.al” (1997) dalam Widyastuti (2003) mengatakan proses sosialisasi profesionalisme mempunyai efek yang penting dalam motivasi kerja, saat ini para akademisi akuntan telah memfokuskan pada sifat konflik, ketidakpuasan kerja, dan turnover akuntan.

Schwitzer (1990), Suddem (1993), Hanno dan Tunner (1996) dalam Widyastuti (2003) hasil penelitiannya menyoroti akuntan pengajar mutlak diperlukan atas penguasaan dan pelaksanaan tiga hal; knowledge, skill, dan character, dengan demikian dosen akuntansi menjadi profesional. Selanjutnya dikatakan dosen yang tidak professional cenderung akan menghasilkan akuntan yang tidak professional. Oleh karena itu dosen akuntansi menjadi unik karena selain bertugas mengajar disisi lain sebagai pencetak calon profesional. Keunikan pada dosen akuntansi ini juga yang sangat mungkin menimbulkan perbedaan-perbedaan atas motivasi dalam profesinya. Hasil penelitian Street dan Ashton (1991) dalam Widyastuti (2003) tentang tingkat profesionalisme dosen akuntansi menitik beratkan pada motivasi yang disebabkan lingkungan kerjanya dalam pembentukan profesionalisme pendidik bidang akuntansi.

(4)

4 mengukur kinerja, hal lainnya adalah kemampuan, komitmen profesional,

motivasi. Sekalipun penelitian Larkin (1990) ditujukan menurut untuk mengukur kinerja auditor tetapi bisa diambil persamaan bahwa kepuasan kerja bisa dijadikan salah satu unsur untuk mengukur kinerja. Temuan ini diperkuat oleh Lawler dan Porter (1976) dimana kepuasan kerja itu penting karena ada dua alasan yaitu adanya korelasi yang kuat antara kepuasan kerja dengan ketidak hadiran dan turnover. Begitu pentingnya kepuasan kerja juga digambarkan oleh Wilson (1996) yang mengatakan bahwa pegawai yang puas memiliki komitmen yang tinggi terhadap organisasi, memiliki sikap positif terhadap pekerjaan dan organisasi, mau membantu rekan kerja, serta memiliki keinginan yang lebih tinggi untuk

melaporkan perilaku yang tidak etis.

Berpedoman pada teori dan hasil penelitian terdahulu oleh Larkin (1990), Lawler dan Porter (1976), Wilson (1996) bahwa kepuasan kerja menjadi sangat penting dalam menjaga kinerja pegawai maka ada kemungkinan rendahnya kinerja dosen akuntansi (akuntan pendidik) pada perguruan tinggi swasta di Bandarlampung disebabkan oleh ketidakpuasan dosen akuntansi (akuntan

pendidik). Lebih jelasnya bisa dilihat pada tabel 1 mengenai realisasi karya ilmiah dan tabel 2 mengenai rata-rata kehadiran dosen akuntansi. Pada tabel 1

(5)

5 Tabel 1.1. Jumlah Karya Ilmiah (KI) Dosen Akuntansi Bandar Lampung

NO NAMA PERGURUAN

TINGGI

1 Universitas Bandar Lampung

(UBL), Bandar Lampung 10 20 8 40,00%

2 Universitas Malahayati, Kota

Bandar Lampung 4 8 3 37,50%

3 Universitas MI TRA, Kota

Bandar Lampung 6 12 5 41,67%

Sumber : LPPM Perguruan Tinggi

Tabel 1.2. Daftar Kehadiran Dosen Akuntansi Secara Rata-Rata

NO NAMA PERGURUAN

TINGGI

1 Universitas Bandar Lampung

(UBL), Bandar Lampung 10 80 35

2 Universitas Malahayati, Kota

Bandar Lampung 4 82 30

3 Universitas MI TRA, Kota

Bandar Lampung 6 85 25

(6)

6 Pada tabel 1.1. memperlihatkan gejala dimana kinerja dosen akuntansi perguruan tinggi swasta di Bandarlampung masih relatih rendah. Dimana salah satu hal terpenting yaitu hasil kerja berupa karya ilmiah yang ditargetkan oleh perguruan tinggi masih jauh dari pencapaian, secara rata-rata pencapaian baru 33,33% atau hanya sebagian kecil saja (kurang dari 50%) dosen akuntansi yang menghasilkan karya ilmiah dalam satu tahunnya.

Tabel 1.2. di atas memperlihatkan rata-rata dosen akuntansi masuk kerja (mengajar) hanya 82% dari total seharusnya, berarti sebesar 18%-nya tidak hadir mengajar. Dosen yang masuk kerja (mengajar) terlambat sebesar 32%, artinya rata-rata dosen yang terlambat 10 kali mengajar dari 32 kali mengajar (untuk 4 SKS). Kenyataan ini menunjukkan gejala ketidakpuasan kerja dosen akuntansi dimana ketidak hadiran dan masuk kerja terlambat relative tinggi untuk ukuran perguruan tinggi, seperti yang dikatakan oleh Lawler dan Porter (1976) dimana kepuasan kerja itu ada korelasinya dengan ketidak hadiran.

Membicarakan kepuasan kerja tidak lepas dari motivasi, bahkan sering keduanya disamakan untuk suatu pengukuran, tetapi sesungguhnya keduanya adalah berbeda. Secara sederhana sebagai patokan untuk membedakannya seperti yang dikatakan oleh Setiawan dan Ghozali (2006) motivasi adalah apa yang menjadi alasan seseorang bekerja sedangkan kepuasan kerja adalah seberapa puas seseorang terhadap pekerjaannya maupun aspek-aspeknya. Selanjutnya juga dikatakan bahwa motivasi merupakan dorongan-dorongan individu untuk

(7)

7 Banyak penelitian sebelumnya yang mengaitkan motivasi dengan kinerja , seperti hasil penelitian Devi (2009), bahwa motivasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja. Begitu juga Locke (1997) yang menyatakan bahwa meningkatkan motivasi sebagai tujuan kerja karyawan. Namun demikian Miller et al (2006) menyatakan motivasi tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja.

Faktor lain yang bisa mempengaruhi kinerja adalah budaya organisasi, menurut Robins dan Judge (2008) kultur organisasi berkaitan dengan bagaimana karyawan memahami karakteristik kultur suatu organisasi, bukan dengan apakah mereka menyukai karakteristik itu atau tidak. Dapat dimengerti bahwa budaya organisasi yang baik akan berdampak terhadap apa yang dikerjakan oleh karyawan dengan hasil yang bagus juga, artinya bisa dipahami bahwa budaya organisasi mempunyai pengaruh terhadap kinerja. Tipe budaya dalam suatu perusahaan dapat bervariasi antara divisi, departemen, atau bagian yang satu dengan

bagian yang lain dalam suatu perusahaan (Schein, 1986; Hood dan Koberg, 1991)

dalam Sulaksono (2005).

Penelitian sebelumnya, seperti Henri (2006) menyatakan bahwa sistem pengukuran kinerja memfokuskan pada organisasi, mendukung strategi

pembuatan keputusan serta melegitimasi kekuasaan top manager.Begitu juga Koesmono (2005) menunjukkan Budaya Organisasi berpengaruh positif pada kepuasan kerja meskipun berpengaruh secara tidak langsung.

(8)

8 manusia terkait dengan proses pengambilan keputusan ekonomi. Masih oleh Lubis (2010) dikatakan ilmu aspek perilaku dalam akuntansi dibangun berdasarkan kontribusi dari sejumlah disiplin ilmu akuntansi keperilakuan, seperti psikologi, sosiologi, dan psikologi sosial.

Mengenai akuntansi keperilakuan seperti dalam bukunya Setiawan dan Ghozali (2006), riset-riset mengenai perilaku akuntansi baik dalam lingkungan Kantor Akuntan Publik (KAP) maupun non KAP sebenarnya bukan merupakan fenomena baru, seperti penelitian yang dilakukan Herzberg (1962) dan Argyris (1952) merupakan riset-riset awal yang menggunakan akuntan sebagai subjek yang diteliti. Semakin berkembangnya penelitian dibidang akuntansi, khususnya berkaitan dengan riset-riset mengenai perilaku akuntansi juga mengarah pada penelitian diluar non KAP. Penelitian berkaitan dengan dunia pendidikan tinggi akuntansi sebagai sumber pencetak auditor juga merupakan bagian lingkup penelitian akuntansi seperti yang dilakuan oleh Renny Dwi Widyastuti (2003) sebagai tesis Program Studi Magister Akuntansi di Universitas Diponegoro, mengangkat judul Pengujian Empiris Profil Kebutuhan Profesional Dosen Akuntansi di Jawa.

(9)

9 1.2 Perumusan Masalah

Penelitian ini utamanya mengkaji kinerja dosen akuntansi di perguruan tinggi swasta di Bandarlampung. Masalah kinerja dosen merupakan hal yang sangat strategis dalam pengelolaan perguruan tinggi.

Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah seberapa besar pengaruh motivasi dan budaya organisasi terhadap kepuasan kerja dan dampaknya terhadap kinerja dosen akuntansi (akuntan pendidik), dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh motivasi dan budaya organisasi terhadap kepuasan kerja.

2. Bagaimana pengaruh motivasi, budaya organisasi, dan kepuasan kerja terhadap kinerja dosen akuntansi (akuntan pendidik).

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian sesuai dengan permasalahan yang diangkat, yaitu untuk : 1. Menguji secara empiris adanya pengaruh motivasi dan budaya organisasi

terhadap kepuasan .

2. Menguji secara empiris adanya pengaruh motivasi, budaya organisasi, dan kepuasan kerja terhadap kinerja dosen akuntansi (akuntan pendidik).

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini mempunyai manfaat, untuk :

(10)

10 2. Secara praktis, memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka

(11)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN,

DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Motivasi

Motivasi merupakan hal penting dalam akuntansi keprilakuan, seperti teori motivasi yang paling populer dalam riset akuntansi keprilakuan adalah lima kebutuhan pokok Maslow. Selain itu teori motivasi sering dijadikan landasan dalam pengembangan konsep-konsep lainnya, terutama kepuasan kerja (Ghozali, 2006).

Pengukuran motivasi sering kali dicampur adukan dengan kepuasan kerja karena teori motivasi sering juga dijadikan sebagai pedoman dalam mengembangkan konsep lainnya terutama kepuasan kerja. Untuk membedakan antara motivasi dan kepuasan kerja, motivasi adalah apa yang menjadi alasan seseorang untuk bekerja sedangkan Kepuasan kerja adalah seberapa puas seseorang terhadap pekerjaanya maupun aspek-aspeknya, Setiawan dan Ghozali (2006). Motivasi merupakan dorongan-dorongan individu untuk bertindak yang menyebabkan orang tersebut berprilaku dengan cara tertentu yang mengarah pada tujuan. Selanjutnya Setiawan dan Ghozali (2006) memformulasikan prinsip dasar motivasi adalah tingkat kemampuan (ability) dan motivasi individu seperti:

Performance = ƒ(ability x motivation)

(12)

12 kemampuan saja tidaklah cukup, individu tersebut harus memiliki keinginan (motivasi) untuk mencapai kinerja terbaik.

2.1.1.1 Pengertian Motivasi

Robbins dan Judge (2008) mengemukakan motivasi (motivation) sebagai proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seseorang untuk

mencapai tujuannya. Dari pengertian tersebut ada tiga elemen yaitu intensitas, arah, dan ketekunan. Intensitas berhubungan dengan seberapa giat seseorang berusaha, namun demikian untuk menghasilkan prestasi kerja yang memuaskan harus ada upaya mengaitkan dengan arah yang menguntungkan organisasi. Untuk mengukur mengenai berapa lama seseorang bisa mempertahankan usahanya disebut sebagai elemen ketekunan.

Teori motivasi yang paling terkenal adalah hirarki kebutuhan (hierarchy of needs) milik Maslow dalam Robbins dan Judge (2008) dimana kebutuhan

manusia tersusun dalam bentuk hirarki (ada lima) dimulai dari level paling rendah sampai dengan level paling tinggi, yaitu :

1. Fisiologis meliputi rasa lapar, haus, berlindung, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya.

2. Rasa aman meliputi rasa ingin dilindungi dari bahaya fisik dan emosional 3. Sosial meliputi rasa kasih sayang, kepemilikan, penerimaan, dan persahabatan 4. Penghargaan meliputi faktor-faktor penghargaan internal seperti hormat diri,

(13)

13 5. Aktualisasi diri dorongan untuk menjadi seseorang sesuai dengan

kecakapannya meliputi pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang, dan pemenuhan diri sendiri.

Menurut Maslow bila ingin memotivasi seseorang harus mengetahui lima hirarki kebutuhan dan orang tersebut berada pada tingkat kebutuhan yang mana,

seterusnya fokus untuk memenuhi kebutuhannya tersebut atau kebutuhan pada tingkat hirarki di atasnya.

2.1.1.2 Faktor-Faktor Motivasi

Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi seperti yang dikatakan Chung & Megginson (dalam Gomes, 2003), adalah (1) faktor-faktor individual, meliputi kebutuhan-kebutuhan (need), tujuan-tujuan (goals), sikap (attitude), dan

kemampuan-kemampuan (abilities) dan (2) faktor-faktor organisasional, meliputi pembayaran atau gaji (pay), keamanan pekerjaan (job security), sesama pekerja (co-workers), pengawasan (supervision), pujian (praise), dan pekerjaan itu sendiri (job itself).

(14)

14 2.1.1.3 Indikator Motivasi

Motivasi merupakan kesedian untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi ke arah tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan usaha untuk memenuhi beberapa kebutuhan individu (Udai, 1985 dalam Suparman, 2007). Dimensi dan indikator untuk mengukur motivasi seperti yang dikembangkan (Udai, 1985 dalam Suparman, 2007) adalah prestasi kerja, pengaruh,

pengendalian, ketergantungan, perluasan (pengembangan) dan Pertalian (afiliasi),

2.1.2 Budaya Organisasi

Menurut Robbins dan Judge (2008) budaya organisasi atau disebut juga kultur organisasi (organization culture) disetiap institusi bisa berbeda-beda dan mempunyai dampak yang yang beragam terhadap sikap dan perilaku anggota organisasi. Budaya organisasi yang kuat bisa berdampak terhadap stabilitas organisasi dan bisa juga menghambat untuk melakukan perubahan.

Setiap organisasi memiliki sebuah kultur, dan bergantung pada kekuatannya, kultur itu bisa memiliki pengaruh yang signifikan terhadap sikap dan prilaku anggota organisasi, Robbins dan Judge (2008).

2.1.2.1 Pengertian Budaya Organisasi

(15)

15 karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh organisasi. Ada tujuh karakteristik utama menurut Robbins dan Judge (2008) yang merupakan hakekat kultur sebuah organisasi, yaitu:

1. Inovasi dan keberanian mengambil resiko, sejauh mana karyawan didorong untuk bersikap inovatif dan berani mengambil kesimpulan.

2. Perhatian pada hal-hal rinci, sejauh mana karyawan diharapkan menjalankan presisi, analisis, dan perhatian pada hal-hal detail.

3. Orientasi hasil, sejauh mana manajemen berfokus lebih pada hasil ketimbang pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut. 4. Orientasi orang, sejauh mana keputusan-keputusan manajemen

mempertimbangkan efek dari hasil tersebut atas orang yang ada dalam organisasi.

5. Orientasi tim, sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja diorganisasi pada tim ketimbang pada individu-individu.

6. Keagresifan, sejauh mana orang bersifat agresif dan kompetitif ketimbang santai.

7. Stabilitas, sejauh mana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan

dipertahankannya status quo dalam perbandingannya dengan pertumbuhan. Ketujuh karakteristik ini menjadi pedoman bagi sikap pemahaman bersama para anggota mengenai organisasi. Menilai organisasi dengan tujuh karakteristik ini akan menghasilkan suatu gambaran yang utuh mengenai kultur sebuah organisasi.

2.1.2.2 Fungsi-Fungsi Kultur

(16)

16 1. Berperan sebagai penentu batas-batas, artinya kultur menciptakan

perbedaan atau distingsi antara satu organisasi dengan organisasi lainnya 2. Memuat rasa identitas anggota organisasi

3. Memfasilitasi lahirnya komitmen terhadap sesuatu yang lebih besar dari kepentingan individu

4. Meningkatkan stabilitas sistem sosial, artinya kultur merupakan perekat social membantu menyatukan organisasi dengan cara menyediakan standar mengenai apa sebaiknya dikatakan dan dilakukan karyawan.

5. Bertindak sebagai mekanisme sense-making serta kendali yang menuntun dan membentuk sikap dan perilaku karyawan

2.1.2.3 Dimensi Budaya Organisasi

Pengelompokan kebiasaan orang sesuai dengan lingkungan dalam kategori lapisan budaya (Hofstede, 1991) adalah:

1. Tingkat nasional berdasarkan suatu negara

2. Tingkat daerah, dan atau suku, dan atau agama, dan atau bahasa 3. Tingkatan perbedaaan jenis kelamin

4. Tingkatan sosial, dihubungkan dengan pendidikan, dan pekerjaan atau profesi 5. Tingkatan organisasi atau perusahaan

(17)

17 2.1.2.4 Pembentukan Budaya Organisasi

Semua sumber daya manusia yang ada di dalam suatu organisasi harus dapat memahami dengan benar budaya perusahaan yang ada. Tindakan

manajemen puncak menentukan iklim umum perilaku yang dapat diterima baik dan yang tidak diterima dengan baik.

Sedangkan menurut Robbins dan Judge (2008), budaya organisasi pada dasarnya terbentuk melalui beberapa tahap. Tahap pembentukan budaya

organisasi sebagai berikut, tahap pertama, falsafah dasar pemilik organisasi yang merupakan budaya asli organisasi memiliki pengaruh yang kuat dalam memilih kriteria yang tepat. Tahap kedua, falsafah organisasi diturunkan kepada manajer puncak yang bertugas menciptakan suatu iklim organisasi yang kondusif dan dapat diterima oleh anggota. Nilai-nilai, peraturan-peraturan, kebiasaan-kebiasaan disebarkan agar dapat diterima dan dilaksanakan. Tahap ketiga, adalah proses sosial. Proses sosial atau memasyarakatkan, tidak sekedar hanya mengumumkan atau memperkenalkan, lebih dan itu harus dipelopori dari pimpinan puncak dan para manager dibawahnya.

Dengan demikian pada dasarnya suatu budaya organisasi tidak begitu saja terbentuk, tetapi kebanyakan berasal dari apa yang telah dilaksanakan

sebelumnya. Tingkat usaha yang telah dilakukan yang bersumber dari para pendiri organisasi menjadikannya sebagai budaya awal organisasi tersebut.

2.1.3 Kepuasan Kerja

(18)

18 demikian kepuasan kerja merupakan cerminan dari perasaan pekerja terhadap pekerjaanya. Kepuasan kerja menjadi penting bagi kehidupan manusia karena sebagian besar waktu yang digunakan oleh manusia untuk bekerja. Lawler dan Porter dalam Setiawan dan Ghozali (2006) menyatakan bahwa terdapat dua alasan mendasar mengapa kepuasan kerja adalah penting dalam organisasi. Pertama adanya fakta mengenai korelasi yang kuat antara kepuasan kerja dan

ketidakhadiran, serta kepuasan kerja dengan turnover. Selain itu walaupun rendah terdapat korelasi yang konsisten antara kepuasan kerja dengan kinerja.

Berdasarkan perspektif teori ekspektansi, Lawler dan Porter menyatakan bahwa kinerja dapat menghasilkan ganjaran, dan ganjaran inilah yang menyebabkan terjadinya kepuasan kerja.

2.1.3.1 Pengertian Kepuasan Kerja Menurut George dan Jones (2008), kepuasan kerja adalah kumpulan

perasaan dan kepercayaan (anggapan) yang dimiliki setiap individu tentang pekerjaannya saat itu. Sedangkan menurut Robbins dan Judge (2008) kepuasan kerja (job satisfaction) adalah perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari evaluasi karakteristik-karakteristiknya. Selanjutnya

kepuasan kerja menurut Draft (2006) menyatakan bahwa kepuasan kerja (job satisfaction) adalah sebuah sikap positif terhadap pekerjaan seseorang. Bamber dan Iyer (2000) menyimpulkan bahwa peneliti akuntansi mendefinisikan kepuasan kerja sebagai reaksi afektif individual terhadap lingkungannya.

(19)

19 yang merasa puas berindikasi positif terhadap pekerjaannya dan sebaliknya bila karyawan merasa tidak puas akan berindikasi negatif terhadap pekerjaanya

2.1.3.2 Dimensi Kepuasan Kerja

Menurut George dan Jones (2008) kepuasan kerja karyawan terdiri dari beberapa dimensi, yaitu: personaliti (personality), nilai (value), situasi pekerjaan (work situation), dan lingkungan sosial (social influences). Dimensi-dimensi tersebut dijelaskan sebagai berikut:

1. Personaliti, merupakan cara pandang seseorang yang terbentuk karena perasaan, pikiran, dan keyakinan, meliputi: pemanfaatan kemampuan, prestasi kerja, kemajuan, kreativitas kerja, dan kemandirian dalam melaksanakan tugas.

2. Nilai, merupakan nilai-nilai kerja seseorang yang bersifat intrinsik mapun ekstrinsik, terdiri dari imbalan, pengakuan, tanggung jawab, jaminan kerja, dan layanan sosial. Selain itu value adalah keyakinan pekerjaan yang dihasilkan ketika menjalani pekerjaan dan bagaimana seharusnya bertindak ditempat kerja.

3. Situasi pekerjaan, merupakan situsi kerja yang terbentuk karena

pekerjaan itu sendiri, rekan kerja, supervisor, bawahan dan kondisi kerja, terdiri dari wewenang, hubungan dengan atasan, pengawasan teknis, keberagaman tugas, dan kondisi kerja.

(20)

20 2.1.3.3 Komponen Kepuasan Kerja

Fieldman dan Arnold dalam Setiawan dan Ghozali (2006) menyimpulkan

bahwa ada enam aspek yang dianggap paling dominan dalam studi kepuasan kerja

yaitu:

1. Gaji (pay), gaji merupakan atau sederajat dengan uang yang diberikan organisasi terhadap pegawainya. Gaji memainkan dua peranan penting dalam menentukan kepuasan kerja, pertama uang merupakan instrumen penting dalam memenuhi beberapa kebutuhan penting individual, kedua uang sebagai simbul pencapaian dan pengakuan. Pegawai sering

memandang bahwa gaji merupakan cerminan dari perhatian manajemen terhadap mereka.

2. Kondisi pekerjaan (Working Conditions), terdapat tiga alasan bahwa kondisi pekerjaan merupakan sumber yang positif bagi kepuasan kerja. Pertama pegawai menyukai kondisi pekerjaan yang menyenangkan. Kedua kondisi yang menyenangkan mendorong memudahkan pelaksanaan

pekerjaan secara efisien. Ketiga kondisi pekerjaan dapat memudahkan aktivitas di luar pekerjaan seperti hobi.

3. Supervisi, komponen ini berkaitan dengan sejauhmana perhatian, bantuan teknis, dan dorongan ditunjukkan oleh supervisor terdekat terhadap bawahan.

(21)

21

5. Pekerjaan itu sendiri (The Work Itself), hal ini berkaitan dengan

sejauhmana pekerjaan memberikan individu tugas-tugas yang menarik, kesempatan untuk belajar, dalam kesempatan untuk menerima tanggung jawab.

6. Promosi (Promotion)

Mengacu sejauhmana pergerakan atau kesempatan maju diantara jenjang organisasi yang berbeda dalam organisasi. Keinginan untu promosi mencakup keinginan untuk pendapatan yang lebih tinggi, status social, pertumbuhan secara psikologis, dan keinginan untuk rasa keadilan.

2.1.4 Kinerja

Secara umum kinerja dapat dikatakan sebagai ukuran bagi seseorang dalam pekerjaannya selain itu kinerja juga dapat dijadikan sebagai landasan bagi produktivitas dan mempunyai kontribusi bagi pencapaian tujuan organisasi.

Untuk mencapai kinerja yang tinggi, Husnawati (2006) mengatakan setiap individu dalam perusahaan harus mempunyai kemampuan yang tepat (creating capacity to perform ), bekerja keras dalam pekerjaannya ( showing the willingness to perform ) dan mempunyai kebutuhan pendukung ( creating the opportunityto perform ). Ketiga faktor tersebut penting, kegagalan dalam salah satu faktor tersebut dapat menyebabkan berkurangnya kinerja, dan pembentukan terbatasnya standard kinerja.

2.1.4.1 Pengertian Kinerja

(22)

22 kemampuan/keterampilan danpengalaman seseorang. Pemahaman/mengenai prestasi kerja tersebut dapatlah disimpulkan bahwa kemampuan (usaha), motivasi, pengalaman dan kesempatan merupakan faktor-faktor yang menentukan tingkat prestasi kerja seseorang. Seseorang karyawan akan memiliki prestasi kerja yang baik jika didukung oleh kekuatan faktor-faktor tersebut. Berkaitan dengan hal tersebut Gomes (2003) menyatakan bahwa kinerja adalah catatan hasil produksi pada fungsi pekerjaan yang spesifik.

Setiap individu atau organisasi tentu memiliki tujuan yang akan dicapai dengan menetapkan target atau sasaran. Keberhasilan individu atau organisasi dalam mencapai target atau sasaran tersebut merupakan kinerja. Kinerja adalah hasil kerja seseorang pegawai dalam suatu periode tertentu yang dibandingkan dengan berbagai

kemungkinan, misalnya standar target, sasaran, atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu. Kinerja merupakan keadaan tingkat perilaku seseorang yang harus dicapai dengan persyaratan tertentu. Dimensi-dimensi kinerja oleh Robbins (2001) dalam Suwatno (2007) dapat digambarkan seperti pada gambar 2.1, dimana kinerja karyawan adalah fungsi dari interaksi antara kemampuan dan motivasi.

Gambar 2.1 Dimensi Kinerja Kemam

puan Pegawai

Motivasi Kesemp

(23)

23 Memperhatikan beberapa pendapat pada dasarnya kinerja adalah sifat dan karakteristik suatu pekerjaan yang dinyatakan sebagai catatan kerja seseorang, dengan kriteria pengembangan diri, kerja tim, komunikasi, jumlah produk yang dihasilkan, dan keputusan yang dibuat, kecelakaan kerja, absen tanpa izin, kesalahan dalam kurun waktu. Kriteria kinerja setiap orang didasarkan kepada tugas dan tanggung jawab keseharian yang ditargetkan kepadanya.

Pengelolaan kinerja akan melibatkan individu dan tim terutama dalam mencapai target. Bila tim itu memiliki kinerja yang baik, maka anggotanya akan

menetapkan kualitas target, saling memahami dan menghargai, saling

menghormati, tanggung jawab dan mandiri, berorientasi pada klien, meninjau dan memperbaiki kinerja, bekerjasama, dan termotivasi.

2.1.4.2 Kriteria Penilaian Kinerja

Mengelola kinerja itu penting, untuk meningkatkan produktivitas dan efektivitas serta merancang bangun kesuksesan bagi setiap pekerja. Berkaitan dengan hal tersebut, Bernardin & Russell (1993) menyatakan bahwa perlu diadakan penilaian kinerja, untuk mengelola dan memperbaiki kinerja karyawan, untuk membuat keputusan staf yang tepat waktu dan akurat dan untuk

(24)

24 Berdasarkan kedua pendapat dari Bernardin & Russell dan Gomes

tersebut, dapat dikatakan bahwa setiap organisasi mutlak melakukan penilaian untuk mengetahui kinerja yang dicapai setiap pegawai, apakah telah sesuai atau tidak dengan harapan organisasi. Pengelolaan kinerja akan melibatkan individu dan tim terutama dalam mencapai target. Bila tim itu memiliki kinerja yang baik, maka anggotanya akan menetapkan kualitas, mencapai target, saling memahami dan menghargai, saling menghormati, tanggung jawab dan mandiri, berorientasi pada klien, meninjau dan memperbaiki kinerja, bekerjasama dan termotivasi.

Kemampuan menjadi sangat penting untuk melaksanakan tugas dengan baik, menurut Setiawan dan Ghozali (2006) untuk memperoleh performance (kinerja) yang baik selain kemampuan juga harus memiliki keinginan atau motivasi untuk mencapai kinerja terbaik.

Pada dasarnya untuk memperoleh kinerja pegawai yang tinggi, organisasi harus pandai mengolah factor-faktor yang mempengaruhinya, seperti kemampuan dan motivasi individu, sehingga tujuan organisasi dapat tercapai sesuai dengan harapan.

Beberapa dimensi oleh Gomes (2003), dan Gomez (2010) yang digunakan untuk melakukan penilaian kinerja adalah:

1. Quantity of work, yaitu kesesuaian realisasi jumlah pekerjaan yang direalisasikan dengan jumlah dan target waktu yang direncanakan. 2. Quality of work, yaitu kualitas kerja yang dicapai berdasarkan

syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya.

(25)

25 4. Creativeness, yaitu keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan

tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul.

5. Cooperation, yaitu kesediaan untuk bekerja sama dengan orang lain (sesama organisasi)

6. Dependability, yaitu kesadaran dan kepercayaan dalam hal kehadiran dan penyelesaian pekerjaan.

7. Initiative, yaitu semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar tanggung jawabnya.

8. Personal quality, yaitu menyangku kepribadian, kepemimpinan, keramahtamahan, dan integritas.

2.1.5 Akuntan Pendidik

Profesi Akuntan di Indonesia terbagi menjadi empat, yaitu: 1) Akuntan public, 2) Akuntan pemerintah, 3) Akuntan Pendidik, 4) Akuntan manajemen perusahaan. Akuntan pendidik adalah akuntan yang bertugas dalam pendidikan akuntansi, melakukan penelitian dan pengembangan akuntansi, mengajar, dan

menyusun kurikulum pendidikan akuntansi di perguruan tinggi.

Dalam pengertian yang lain, akuntan pendidik adalah profesi akuntan yang

memberikan jasa berupa pelayanan pendidikan akuntansi kepada masyarakat

melalui lembaga – lembaga pelayanan yang ada, yang berguna untuk melahirkan

akuntan-akuntan yang terampil dan peofesional. Profesi akuntansi pendidik

sangat dibutuhkan bagi kemajuan profesi akuntansi itu sendiri, karena ditangan

mereka para calon-calon akuntan dididik.

(26)

26 2.2 Penelitian Terdahulu yang Relevan

Hasil penelitian terdahulu yang relevan, sekaligus menjadi landasan teori dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Tabel 2.1 Perbedaan dan Persamaan Penelitian ini dengan Penelitian lain No Judul

Penelitian

Peneliti (tahun)

Persamaan Perbedaan Hasil

1. The Relationship between dan budaya organisasi berpengaruh positif pada kepuasan kerja dan komitmen.

(27)

27 Tabel 2.1 Perbedaan dan Persamaan Penelitian ini dengan Penelitian Lain (Lanjutan) dan kepuasan kerja mempunyai pengaruh dan kultur organisasi memainkan satu

6 Analisis pengaruh kepuasan kerja

(28)

28 Tabel 2.1 Perbedaan dan Persamaan Penelitian ini dengan Penelitian Lain (Lanjutan)

(29)

29 bahwa individual adalah sangat rasional dan menggunakan informasi yang

tersedia. Individual mempertimbangkan implikasi tindakannya sebelum memutuskan untuk bertindak atau tidak bertindak. Teori tindakan beralasan melihat bahwa intensi perilaku (behavioral intension) sebagai prediktor utama bagi perilaku. Sikap merupakan keyakinan individual (behavioral beliefs) baik yang berbentuk positif atau negatif, mengenai pelaksanaan suatu perilaku tertentu. Individu akan cendrung melaksanakan perilaku tertentu jika individu tersebut menilainya secara positif. Jika seseorang menganggap bahwa keluaran dari

pelaksanaan suatu perilaku adalah positif, dia akan memiliki sikap positif terhadap pelaksanaan perilaku tersebut. Namun, sikap berlawanan akan dimunculkan jika perilaku dianggap negatif.

Teori tindakan beralasan bekerja dengan baik jika diterapkan pada perilaku dimana individu memiliki pilihan atau kendali terhadap perilakunya (volitional control). Jika perilaku tidak sepenuhnya berada dalam kendali individu, meskipun individu sangat termotivasi oleh sikap dan norma subjektif, individu secara aktual tidak dapat melaksanakan perilakunya karena ada intervensi dari kondisi lingkungan.

Berdasarkan teori ini dapat dinyatakan bahwa orang akan cenderung melakukan perilaku yang merupakan hasil dari evaluasi yang menyenangkan dan populer pada orang lain, dan mereka cenderung untuk tidak mengulang perilaku yang dianggap tidak menyenangkan dan tidak populer.

(30)

30 kemudian dikembangkan Luthans menjadi S-O-B-C (

Stimulus-Organizm-Behavior-Consequences). Kelebihan yang diberikan model S-O-B-C adalah consequences yang menunjukkan orientasi yang akan dicapai melalui perilaku kerja.

Secara sederhana kerangka konseptual psikologi tentang perilaku individu dalam organisasi dapat digambarkan sebagai sebagai berikut

Sumber: Diadaptasi dari Luthans (2008)

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual Psikologi Tentang Perilaku Individu dalam Organisasi

Gambar 2.2 menunjukkan bahwa antara individu dengan organisasi terjadi interaksi yang dapat menimbulkan persepsi tentang lingkungan organisasi yang dihadapinya. Hasil persepsi itu kemudian akan menimbulkan perilaku tertentu dari anggota organisasi. Selanjutnya perilaku tersebut akan menentukan hasil tertentu yang dalam konteks organisasi disebut efektivitas organisasi.

Sebagai tanda adanya proses belajar sosial perilaku dan hasil perilaku atau efektivitas organisasi akan memberikan umpan balik kepada individu. Umpan balik juga terjadi dari hasil perilaku atau efektivitas organisasi terhadap organisasi. Umpan balik dalam konteks organisasi ini mengandung arti bahwa efentivitas organisasi yang dicapai digunakan sebagai informasi untuk melakukan berbagai perbaikan dalam mengelola segala sesuatu yang ada dalam organisasi.

S

KARAKTERISTIK ORGANISASI

O

KARAKTERISTIK INDIVIDU

B

PERILAKU INDIVIDU

C

(31)

31 Dari uraian tersebut di atas dapat dikatakan bahwa efektifitas organisasi ditentukan oleh perilaku individu dalam organisasi. Artinya, jika perilaku dalam organisasi memperlihatkan kinerja yang tinggi sesuai dengan tuntutan organisasi, maka organisasi akan menjadi efektif. Menjadi Sebaliknya, jika perilaku individu dalam organisasi memperlihatkan kinerja yang rendah, maka organisasi akan sulit mencapai tingkat efektivitas yang diharapkan.

Dalam kajian penelitian ini karakteristik individu adalah motivasi kerja dan kepuasan kerja. Selanjutnya karakteristik organisasi yang dijadikan kajian dalam penelitian ini adalah budaya organisasi.

Kinerja akuntan pendidik (dosen akuntansi) dalam penelitian ini

diasumsikan dipengaruhi oleh motivasi kerja, budaya organisasi, dan kepuasan kerja. Asumsi yang dimaksud sekaligus sebagai variable dalam penelitian ini didasari dari hasil-hasil penelitian sebelumnya, seperti Ostroff (1999), Lok & Crawford ( 2004), Suparman (2007), Brahmasari dan Suprayetno (2008), Yiing & Zaman (2009), Devi (2009), Raduan ‘et.al” (2009), Elviani (2010).

Penelitian-penelitian tersebut berkitan dengan motivasi kerja, budaya organisasi, kepuasan kerja, dan kinerja.

(32)

32 H5

H3 H1

H2

H4

Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran Teoritis

2.4 Pengembangan Hipotesis

2.4.1 Pengaruh Motivasi, Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Menurut Mangkunegara (2005) dalam Winardi (2008) terdapat dua teknik memotivasi kerja pegawai yaitu: 1) teknik pemenuhan kebutuhan pegawai, artinya bahwa pemenuhan kebutuhan pegawai merupakan fundamen yang mendasari perilaku kerja; 2) teknik komunikasi persuasif, merupakan salah satu teknik memotivasi kerja pegawai yang dilakukan dengan cara mempengaruhi pegawai secara ekstra logis. Teknik ini dirumuskan dengan istilah “ADIDAS’ yaitu Attention (perhatian), Interest (minat), Disire (hasrat), Decesion (keputusan), Action (aksi atau tindakan), dan Satisfaction (kepuasan). Seorang pemimpin harus memberikan perhatian kepada pegawai tentang pentingnya tujuan suatu pekerjaan agar timbul minat pegawai terhadap pelaksanaan kerja, jika telah timbul minat, maka hasratnya akan menjadi kuat untuk mengambil keputusan dan melakukan tindakan kerja dalam mencapai tujuan.

Seperti yang dijelaskan oleh Radig (1998), Soegiri (2004) dalam Feri (2006) mengemukakan bahwa pemberian dorongan sebagai salah satu bentuk motivasi, penting dilakukan untuk meningkatkan gairah kerja karyawan. Hubungan motivasi, gairah kerja dan hasil optimal mempunyai bentuk linier dalam arti dengan pemberian

Kepuasan Kerja (1)

z

Kinerja (2)

Budaya

(2) Variabel Intervening

(33)

33 motivasi kerja yang baik, maka gairah kerja karyawan akan meningkat dan hasil kerja akan optimal sesuai dengan standar kinerja yang ditetapkan. Gairah kerja sebagai salah satu bentuk kepuasan kerja dapat dilihat antara lain dari tingkat kehadiran karyawan dan tanggung jawab terhadap waktu yang telah ditetapkan. Berdasarkan penjelasan tersebut diduga terdapat pengaruh antara motivasi terhadap kepuasan kerja.

Budaya organisisasi dimaknai sebagai sistem makna bersama terhadap nilai-nilai primer yang dianut bersama dan didukung organisasi. Dalam menggambarkan budaya suatu perusahaan seringkali digunakan istilah

tipe/dimensi. Penelitian ini menggunakan dimensi budaya berorientasi karyawan versus budaya berorientasi pekerjaan yang diadopsi dari Hofstede (1990)

Tidak ada dimensi budaya berkonotasi baik dan buruk, yang ada adalah apakah budaya tersebut cocok dengan kebutuhan bisnis, organisasi dan karyawan. Semua dimensi budaya bisa berarti baik manakalah budaya tersebut mendorong pelaksanaan misi, tujuan dan strategi organisasi.

Keterkaitan antara budaya organisasi terhadap kepuasan kerja dan kinerja diilustrasikan oleh Robbins (2008), seperti tampak pada gambar berikut.

Gambar 2.4 Keterkaitan Budaya Organisasi dengan Kinerja dan Kepuasan

Organizational

Strength

Hi

Lo Satisfaction

Performance

Objective Factors:

 Innovation and risk taking

 Attention to detail

 outcome orientation

 Team orientation

 Aggressiveness

(34)

34 Gambar 2.4 di atas diilustrasikan oleh Robbins (2008) sebagai berikut. Budaya organisasi dapat dipahami sebagai persepsi anggota organisasi tentang norma

organisasi yang berkaitan dengan aktivitas kerja organisasi yang bersangkutan. Budaya organisasi mempersepsikan perilaku individu, masing-masing anggota organisasi akan dipengaruhi oleh persepsi dan perilaku anggota lain dalam sistem tersebut. Ketika pihak manajemen organisasi memandang bahwa kualitas merupakan suatu hal yang harus dilakukan dalam aktivitas kerja organisasi, maka persepsi dan perilaku anggota organisasi akan didorong oleh nilai kualitas dan aktivitas kerja mereka.

Persepsi keseluruhan (budaya organisasi) yang mendukung atau tidak

mendukung ini kemudian mempengaruhi kepuasan karyawan. Kepuasan akan semakin besar bila budaya organisasi semakin kuat. Diperkuat oleh penelitian Lok &

Crawford ( 2004) yang menyatakan bahwa gaya kepemimpinan dan budaya organisasi mempunyai pengaruh terhadap kepuasan kerja. Selanjutnya budaya organisasi juga berpengaruh terhadap motivasi. Melalui kajian terhadap peran budaya organisasi Robbins (2008) menyatakan budaya organisasi dapat bertindak sebagai sense making serta kendali yang menuntun dan membentuk sikap dan prilaku karyawan. Peran kultur dalam memengaruhi perilaku karyawan menjadi semakin penting di tempat kerja. Makna bersama yang diberikan oleh kultur yang kuat memastikan bahwa setiap individu dituntun ke arah yang sama. Proses menuntun perilaku individu ke arah tujuan yang diharapkan disebut motivasi. Budaya organisasi yang mendukung akan memotivasi karyawan untuk menyelesaikan pekerjaan sehingga kepuasan kerja terbentuk.

(35)

35 H2 : Budaya organisasi mempunyai pengaruh positif terhadap kepuasan kerja

2.4.2 Pengaruh Budaya Organisasi, Motivasi, dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja

Menurut Robbins (2008) bahwa para karyawan membentuk suatu persepsi subyektif keseluruhan mengenai organisasi berdasarkan pada faktor-faktor seperti toleransi risiko, tekanan pada tim, dan dukungan orang. Sebenarnya persepsi

keseluruhan ini menjadi budaya organisasi. Persepsi yang mendukung atau tidak mendukung ini kemudian mempengaruhi kinerja dan karyawan. Kinerja akan semakin besar bila budaya organisasi semakin kuat.

Kesimpulan dari penelitian yang dilakukan Denison et al. (2004) dalam Robbins (2008) bahwa memiliki kultur organisasi yang kuat dan produktif terkait erat dengan meningkatnya pertumbuhan penjualan, profitabilitas, kepuasan karyawan, dan secara keseluruhan kinerja organisasi tanpa memandang di mana organisasi itu secara fisik berada. Diperkuat hasil penelitian oleh Raduan et al. (2009) yang menyatakan pembelajaran organiasasi memiliki hubungan yang positif terhdap komitmen organiasasi, kepuasan kerja, dan kinerja.

(36)

36 Dari penjelasan diatas menjadi jelas pengaruh motivasi terhadap kepuasan kerja dan dampaknya terhadap kinerja, dimana imbalan perasaan keberhasilan

menggambarkan kepuasan kerja dan maksimasi motivasi dapat meningkatkan kinerja. Pendangan yang sangat kuat terhadap motivasi intrinsik pada penelitian ini, bisa dipahami dengan budaya organisasi yang berkembang, dimana imbalan bukan bagian integral dari tugas yang dihadapi seperti komisi untuk tugas penjualan. Lain hal bila motivasi ekstrinsik imbalan merupakan bagian integral dari tugas yang dihadapi seperti komisi untuk tugas penjualan merupakan hal yang tepat.

Penelitian yang menemukan adanya korelasi positif antara insentif ekstrinsik dengan kualitas audit (Geiger dan Raghunandan 2002; Khurana dan Raman 2004), yang memberikan dukungan untuk argumen bahwa insentif ekstrinsik meningkatkan mutu audit, mutu audit merupakan bagian dari kinerja auditor. Temuan ini bisa dimengerti karena budaya yang berkembang berbeda dengan budaya pada perguruan tinggi, sehingga insentif ekstrinsik yang lebih kuat dan selanjutnya dapat mempengaruhi kinerja auditor.

Dalam penelitian lain oleh Brahmasari dan Suprayetno (2008) disimpulkan bahwa motivasi, budaya organisasi, dan kepusan kerja mempengaruhi kinerja. Demikian juga kesimpulan penelitian oleh Devi (2009) bahwa motivasi, kepuasan kerja mempengaruhi kinerja.

Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis yang diajukan adalah:

H3 : Motivasi mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja akuntan pendidik. H4 : Budaya organisasi mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja akuntan

(37)

37 H5 : Kepuasan kerja mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja akuntan

(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Berdasarkan hipotesis yang diajukan maka selanjutnya perlu merancang penelitian untuk menguji hipotesisinya. Merancang riset berarti menentukan jenis risetnya, menentukan data yang digunakan, dan merancang model empiris untuk menguji hipotesis-hipotesis secara statistik (Jogiyanto, 2005)

Penelitian ini dilakukan untuk menjelaskan fenomena yang ada, oleh karena itu jenis penelitian ini adalah exploratory survey. Menurut Sekaran (2007) penelitian eksploratif penting untuk memperoleh pengertian yang baik mengenai fenomena perhatian dan melengkapi pengetahuan lewat pengembangan teori lebih lanjut dan pengujian hipotesis.

Sesuai dengan penjelasan di awal pada latar belakang bahwa penelitian ini memfokuskan pada masalah kinerjaakuntan pendidik perguruan tinggi swasta di Bandarlampung dengan menggunakan motivasi, budaya organisasi, dan kepuasan kerja. Dengan demikian ada empat variabel dalam penelitian ini yaitu motivasi (1) dan budaya organisasi (2) sebagai variabel bebas (exogen variable),

kepuasan kerja (1) sebagai variabel antara (intervening variable), dan kinerja

(2) sebagai variabel terikat (endogen variable).

3.2 Operasional isasi Variabel

Variabel-variabel yang dioperasionalisasikan adalah semua variabel

(39)

39 dengan pertanyaan yang berkaitan dengan kemauan seseorang menggunakan usaha tingkat tinggi untuk tujuan organisasi yang dikembangkan oleh Udai (1985) dalam Suparman (2007). Budaya organisasi (2) merupakan variabel yang

dimaksudkan secara spesifik untuk menjelaskan orientasi kultur perusahaan pada level departemen atau bagian, instrumen yang dipakai dikembangkan oleh Hofstede, dkk (1990). Kepuasan Kerja (1) yaitu kumpulan perasaan dan

kepercayaan (anggapan) yang dimiliki seseorang tentang pekerjaannya, mengacu

pada indikator yang dikembangkan oleh George dan Jones (2008). Kinerja (2)

merupakan variabel yang menyatakan bahwa kinerja adalah catatan hasil produksi pada fungsi pekerjaan yang spesifik, menggunakan indikator yang digunakan oleh Gomes (2003) dan Gomez et al. (2010).

Secara ringkas rencana operasional variabel dalam penelitian ini adalah seperti sebagai berikut.

Tabel 3.1 Ringkasan Operasional Variabel Penelitian

Variabel Dimensi Indikator Skala

Budaya

a. Tingkat sering tidaknya keputusan di buat secara kelompok.

b.Tingkat ketertarikan pada hasil pekerjaan daripada yang mengerjakan.

c. Frekuensi keputusan yang diputuskan sendiri oleh manajemen puncak.

d.Tingkat kecenderungan para manajer dalam memepertahankan pegawai berprestasi pada departemennya.

e. Seberapa pentingnya surat keputusan manajemen dalam mendasari perubahan-perubahan

f. Tingkat sering/tidaknya memberikan petunjuk kerja yang jelas kepada pegawai baru.

g.Ada atau tidaknya ikatan tertentu antara perusahaan dengan masyarakat sekitar

h.Tingkat kepedulian perusahaan terhadap masalah pribadi pegawainya.

(40)

40 Tabel 3.1 Ringkasan Operasional Variabel Penelitian (Lanjutan)

Motivasi

b.Hubungan dengan atasan c. Pengawasan teknis

Tingkat kesesuaian kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapan pelayanan.

Ordinal

Job knowledge

Tingkat kejelasan perkembangan pengetahuan dan keterampilan dalam bekerja

Ordinal

Creativeness Tingkat pencapaian pegawai dalam mengembangkan gagasan untuk

menyelesaikan permasalahan yang timbul

Ordinal

Cooperatio n

Tingkat kesediaan berkoordinasi dan bekerja sama dengan anggota organisasi

Ordinal

Dependabili ty

Tingkat kesadaran kehadiran dan

partisipasi pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan.

Ordinal

Initiative Tingkat kesediaan, kemauan untuk bersemangat dalam melaksanakan tugas-tugas dan tanggung jawab.

Ordinal

Tingkat kesesuaian antara realisasi jumlah pekerjaan yang diselesaikan pegawai dengan jumlah dan target waktu yang direncanakan.

(41)

41 Operasional variabel penelitian berupa indikator-indikator yang

dituangkan dalam pertanyaan-pertanyaan pada kuesioner yang dikembangkan telah mengalami sedikit perubahan dan dimodifikasi sesuai kebutuhan penelitian. Perubahan yang dilakukan diantaranya pertanyaan yang bersifat negatif diubah menjadi pertanyaan bersifat positif, sehingga semua pertanyaan dalam kuesioner yang akan disebar kepada responden bersifat positif. Selain itu perubahan juga dilakukan dengan mengubah penggunaan nama pegawai disetiap pertanyaan diubah menjadi pegawai/ dosen. Selanjutnya untuk pertanyaan yang cukup panjang diedit kembali manjadi lebih ringkas dengan tidak mengubah makna utamanya.

3.3 Populasi dan Sampel

(42)

42 Perguruan tinggi swasta di Bandarlampung yang menjadi sampel dalam penelitian ini sebagai berikut.

Tabel 3.2 Data Sampel Perguruan Tinggi Swasta

No Nama Perguruan Tinggi Responden

1 UNIVERSITAS MITRA LAMPUNG 4

2 UNIVERSITAS MALAHAYATI 2

3 IBI DARMAJAYA 8

4 STIE LAMPUNG 5

5 STIE GENTIARAS 2

6 STIE SATU NUSA 3

7 UNIVERSITAS BANDAR LAMPUNG 8

8 AMIK DIAN CIPTA CEMDIKIA 5

9 AMIK MASTER 4

JUMLAH 41

Sumber: Perguruan Tinggi

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Data yang akan diambil dalam penelitian ini adalah berupa data primer dan skunder. Pengambilan data primer dengan metode pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner yang diberikan kepada responden secara langsung. Sedangkan data skunder dalam penelitian ini diperoleh dari laporan-laporan dari perguruan tinggi swasta, internet, jurnal penelitian.

3.5 Metode Analisis

Metode analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan Structural Equation Model (SEM). Model yang digunakan adalah analisis jalur (Path

(43)

43 variabel eksogenus ke variabel endogenus tertentu, dinyatakan oleh bilangan koefisien jalur (path coefficient). Selanjutnya teknik pengolahan data dengan menggunakan metode SEM berbasis Partial Least Square (PLS) menggunakan SmartPLS.

Ada empat alasan penggunaan Partial Least Square(PLS) (Yamin & Kurniawan, 2011), yaitu:

1. Algoritma Partial Least Square(PLS) tidak terbatas hanya untuk hubungan indikator dengan konstrak latennya bersifat reklektif saja tapi juga bisa untuk hubungan bersifat formatif (Diamantopolous dan Winklhofer, 2001)

2. Partial Least Square(PLS) dapat menaksir model path dengan sampel kecil (Chin dan Newsted, 1999)

3. Partial Least Square(PLS) dapat digunakan untuk model yang sangat komplek (terdiri dari banyak variabel laten) (Wold, 1985).

4. Partial Least Square(PLS) dapat digunakan pada distribusi data sangat miring (Bagozzi, 1994).

Pendekatan menggunakan Partial Least Square(PLS) adalah distribution free, yaitu tidak mengasumsikan data berdistribusi tertentu, dapat berupa nominal, ordinal, interval, dan rasio. Dengan berbagai kelebihan yang ada pada Partial Least Square(PLS), bisa manaksir dengan sampel kecil, tidak harus

(44)

44 berorientasi pada teori dan menekankan transisi dari analisis exploratory ke

confirmatory.

3.5.1 Cara Kerja Partial Least Square(PLS)

Pada dasarnya tujuan Partial Least Square(PLS) untuk membantu mendapatkan nilai variabel laten untuk tujuan prediksi. Weight estimate untuk menghasilkan skor variabel laten didapat dari inner model (model struktural yang menghubungkan antar variabel laten) dan outer model (model pengukuran, hubungan antara indikator dengan konstruknya).

Estimasi parameter yang dihasilkan PLS seperti dalam Ghozali (2008) dikategorikan menjadi tiga (3), yaitu: 1) weight estimate, digunakan untuk menghasilkan skor variabel laten; 2) mencerminkan estimasi jalur (path estimate) yang menghubungkan variabel laten dan antar variabel laten dan blok

indikatornya (loading);3) berkaitan dengan means dan lokasi parameter (nilai konstanta regresi) untuk indikator dan variabel laten. Untuk mendapatkan ketiga estimasi ini, PLS menggunakan proses iterasi tiga (3) tahap yang setiap tahapnya menghasilkan estimasi. Tahap pertama merupakan proses iritasi yang

menghasilkan weight estimate, tahap ini merupakan jantungnya algoritma PLS. Tahap kedua merupakan proses iritasi yang menghasilkan estimasi untuk inner model dan outer mode.Tahap ketiga merupakan proses iritasi yang menghasilkan estimasi means dan lokasi (konstanta).

3.5.2 Model Penelitian

(45)

45 untuk melihat pengaruh variabel motivasi, budaya organisasi terhadap kepuasan kerja dan dampaknya terhadap kinerja. Berikut ini adalah hubungan antar kontruk dan indikatornya disajikan dalam gambar.

Gambar 3.1 Hubungan Antar Konstruk dan Indikator Keterangan:

= Variabel laten/ Konstruk

= Variabel Terukur/ Indikator, berupa pertanyaan-pertanyaan

(46)

46 kinerja, Gomes (2003) dan Gomez (2010) seperti pada tabel 3.1 teridiri dari 19 (KN01 s/d KN19) indikator pertanyaan.

Selanjutnya hubungan antar kontruk dalam suatu model analisis jalur, disajikan dalam suatu bentuk persamaan sebagai beriku:

1 = 111 + 122 + 1 (1)

2 = 211 + 211 + 222 + 2 (2)

Keterangan :

1 = Kepuasan Kerja

1 = Motivasi

2 = Budaya Organisasi

2 = Kinerja

1 = Koefisien Pengaruh variabel endogen terhadap eksogen β = Koefisien Pengaruh variabel endogen terhadap endogen

ζ = Variabel residual

3.5.3 Evaluasi Model Pengukuran (Outer Model)

Evaluasi Model Pengukuran digunakan untuk mengevaluasi hubungan antara konstrak dengan indikatornya, dibagi menjadi dua (2) yaitu convergent validity dan discriminant validity.Convergent validity dapat dievaluasi melalui tiga (3) tahap, yaitu: indikator validitas, reliabilitas konstrak, dan nilai average variance extracted (AVE). Sedangkan discriminant validity dapat dilalui dua (2) tahap, yaitu melihat nilai cross loading dan selanjutnya membandingkan korelasi antara konstrak dengan akar AVE.

a. convergent validity

(47)

47 2. Reliabilitas konstrak, dapat dilihat dari output composite reliability

atau cronbach’s alpha, bila nilai cronbach’s alpha diatas 0,70 maka kriteria dikatakan reliable

3. Average variance extracted (AVE), dapat dilihat dari output AVE, bila nilai AVE diatas 0,50 maka dikatakan convergent validity yang baik. (Hoover, 2005 dalam yamin & Kurniawan, 2009)

b. Discriminant validity

1. Cross loading, setiap indikator yang mengukur konstraknya

haruslah berkorelasi lebih tinggi dengan konstraknya dibandingkan dengan konstrak lainnya, bila demikian dapat dikatakan

Discriminant validity yang baik.

2. Square Root AVE, membandingkan korelasi antara konstrak dengan konstrak akar AVE, bila akar AVE lebih besar dari korelasi antara konstrak maka dikatakan Discriminant validity yang baik. (Fornell dan Larcker, 1981 dalam Ghozali, 2008)

Model pengukuran lainnya dengan melihat Composite Reliable, bila di atas 0,80 maka konstrak memiliki reliabilitas yang tinggi atau reliable (Chin, 1998 dalam yamin dan Kurniawan, 2009)

3.5.4 Evaluasi Model Struktural (Inner Model)

(48)
(49)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembahasan dimulai dari menjelaskan karakteristik responden, analisis data yang terbagi dalam evaluasi model pengukuran (Outer Model) dan evaluasi model struktural (Inner Model), pengujian hipotesis, dan analisis statistik

deskriptif.

4.1 Karakteristik Responden

Penelitian dilakukan dengan menyebar kuisioner kepada 52 responden dosen akuntansi di sembilan (9) perguruan tinggi swasta di Bandarlampung yang memiliki jurusan akuntansi baik diploma tiga (D3) maupun strata 1 (S1). Dari 52 responden yang direncanakan semuanya (100%) responden mengembalikan dan mengisi kuesioner. Semua responden sebanyak 52 yang mengisi kuesioner hanya 41 responden atau setara dengan 79% yang lengkap mengisi kuesioner dan layak dijadikan sebagai data, sedangkan sisanya 11 responden atau setara dengan 21% tidak lengkap mengisi kuesioner sehingga tidak layak dijadikan data untuk diproses lebih lanjut. Profil responden yang diperlukan adalah jabatan, lama bekerja, jenis kelamin, dan pendidikan terakhir.

4.1.1 Jabatan Responden

(50)

50 an dengan variabel kinerja diisi oleh Ketua Program Studi Akuntansi masing-masing perguruan tinggi, semuanya ada sembilan KaProdi Akuntansi.

4.1.2 Lama Bekerja Responden

Dilihat dari lama bekerja responden sebagai dosen akuntansi di perguruan tinggi swasta dibagi kedalam tiga (4) kelompok, sebagai berikut:

Tabel 4.1 Lama Bekerja Responden

NO Lama Bekerja Jumlah Persentase

1 < 3 tahun 5 12,20%

2 Diatas 3 – 5 tahun 10 24,39%

3 Diatas 5 – 10 tahun 15 36,59%

4 >10 tahun 11 26,83%

Total 41 100%

Sumber: Data diolah

Lama bekerja sebagai dosen diperguruan tinggi swasta di Bandarlampung berdasarkan tabel 4.1 didominasi 5 s/d 10 tahun yaitu ada 15 orang atau setara dengan 36,59% dari keseluruhan responden, dan yang paling rendah dengan lama bekerja di bawah 3 tahun, yaitu ada 5 orang atau setara dengan 12,20% dari

keseluruhan responden. Untuk kepentingan penelitian semakin tinggi lama bekerja maka semakin baik karena pengisian kuesioner semakin berkualitas.

4.1.3 Jenis Kelamin Responden

(51)

51 Tabel 4.2 Jenis Kelamin Responden

NO Jenis Kelamin Jumlah Persentase

1 Laki-laki 13 31,71%

2 Perempuan 28 69,29%

3 Total 41 100%

Sumber: Data diolah

.

Jumlah responden pada tabel 4.2 memperlihatkan bahwa dosen akuntansi di perguruan tinggi swasta di Bandarlampung didominasi oleh responden

perempuan, yaitu ada 28 orang atau setara dengan 69,29% dari keseluruhan responden.

4.1.4 Pendidikan Responden

Terakhir dari karakteristik responden dalam penelitian ini adalah pendidikan terakhir responden yang terbagi dalam:

Tabel 4.3 Pendidikan Terakhir Responden

NO Jenis Kelamin Jumlah Persentase

1 Strata 1 (S1) 26 63,41%

2 Strata 2 (S2) 15 36,59%

3 Strata 3 (S3) - -

Total 100%

Sumber: Data diolah

Dilihat dari pendidikan terakhir responden seperti pada tabel 4.3, ternyata masih didominasi strata 1 (S1) yaitu ada 26 orang atau setara dengan 63,41%, sisanya berpendidikan strata 2 (S2) yaitu ada 15 orang atau setara dengan 36,59% dari keseluruhan responden.

4.2 Analisis Statistika Deskriptif

(52)

52 kuesioner yang disebar kesembilan perguruan tinggi swasta di Bandarlampung. Jawaban Responden yang akan dianalisis adalah dosen akuntansi yang mengajar di perguruan tinggi swasta di Bandarlampung yang mempunyai jurusan akuntansi, semuanya berjumlah 41 responden. Kuesioner yang disebar untuk mendapatkan gambaran berkaitan dengan semua variabel dalam penelitian ini, yaitu variabel motivasi, budaya organisasi, kepuasan kerja, dan kinerja dosen.

Analisis deskriptif dengan menggunakan skala likert 1- 5 (sangat rendah – sangat tinggi), kreteria analisis data deskripsi sebagai berikut:

Tabel 4.4 Kreteria Data Deskripsi

Skor Alternatif Rentang Kategori Skor Penafsiran

1 1,00 – 1,79 Sangat Tidak Baik / Sangat Rendah

2 1,80 – 2,59 Tidak Baik / Rendah

3 2,60 – 3,39 Cukup / Sedang

4 3,40 – 4,19 Baik / Tinggi

5 4,20 – 5,00 Sangat Baik / Sangat Tinggi

Sumber: Diadaptasi dari Skor Kategori Likert (dalam Suwatno, 2007)

4.2.1 Analisis Deskripsi Motivasi

Motivasi yang diukur melalui 5 skor alternatif (1 – 5) dimulai dari sangat tidak setuju sampai dengan sangat setuju. Perhitungan skor rata-rata jawaban responden sesuai hasil pada lampiran kuesioner motivasi yang terdiri dari enam (6) indikator pertanyaan seperti sebagai berikut:

Tabel 4.5 Perhitungan Skor Rata-Rata Responden Terhadap Motivasi

Keterangan:

Cukup Setuju 3 10 24,39 15 36,59 12 29,27 13 31,71 16 39,02 10 24,39 76 30,89

Tidak Setuju 2 4 9,756 3 7,317 2 4,878 5 12,2 6 14,63 4 9,756 24 9,756

Sangat Tidak Setuju 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Jumlah 41 100 41 100 41 100 41 100 41 100 41 100 246 100

Total

(53)

53 Berdasarkan tabel 4.5 diperoleh hasil tanggapan responden MO01 tentang usaha yang keras dalam mencapai prestasi sebagian besar 51,22% menyatakan setuju, dengan demikian dapat diartikan bahwa responden berusaha bekerja keras untuk mencapai prestasi sekaligus ingin mengetahui kemampuannya bekerja. Responden yang menyatakan sangat setuju 14,63%, dengan demikian secara keseluruhan yang menyatakan setuju dan sangat setuju mencapai 65,85% (51,22% + 14,63%).

Hasil tanggapan responden MO02 tentang contoh teladan bagi orang lain sebagian besar 56,10% menyatakan setuju, dapat diartikan responden berusaha untuk menetapkan dirinya sendiri sebagai contoh dan teladan bagi orang lain.

Hasil tanggapan responden MO03 tentang semua pekerjaan sesuai dengan rencana sebagian besar 34,15% menyatakan setuju, dengan demikian dapat diartikan responden bekerja dipastikan sesuai dengan rencana yang telah dibuat sebelumnya. Responden yang menyatakan sangat setuju 31,71%, dengan

demikian secara keseluruhan yang menyatakan setuju dan sangat setuju mencapai 65,85% (34,15% + 31,71%)

Hasil tanggapan responden MO04 tentang usaha mencari bantuan bila ada masalah sebagian besar 56,10% menyatakan setuju, dapat diartikan responden dalam bekerja berusaha mencari bantuan kepada orang lain yang lebih tahu, terutama dalam menghadapi kesulitan.

Hasil tanggapan responden MO05 tentang mengembangkan orang yang

bekerja dengan atau untuk saya sebagian besar 39,02% menyatakan cukup setuju,

(54)

54 keseluruhan responden yang menyatakan setuju dan sangat setuju mencapai 46,34% (19,51%+26,83%).

Hasil tanggapan responden MO06 tentang memulai inisiatif untuk menjalin

hubungan dengan orang lain sebagian besar 51,22% menyatakan setuju, dapat

diartikan responden setuju untuk memulai inisiatif dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Responden yang menyatakan sangat setuju 14,63%, dengan demikian secara keseluruhan yang menyatakan setuju dan sangat setuju mencapai 65,85% (51,22% + 14,63%).

Dilihat secara keseluruhan dari tanggapan responden berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan sebagai indikator variabel motivasi sebagian 44,72% menyatakan setuju dan 14,63% menyatakan sangat setuju, artinya sebagian besar 59,35% (44,72+14,63) persepsi responden yang menyatakan setuju dan sangat setuju atas kesedian untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi ke arah tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan usaha untuk memenuhi beberapa kebutuhan individu (Uday, 1985 dalam Suparman, 2007).

4.2.2 Analisis Deskripsi Budaya Organisasi

(55)

55 Tabel 4.6 Perhitungan Skor Rata-Rata Responden Terhadap Budaya

Organisasi

Keterangan:

BU01 – BU08 : nomor pertanyaan dari nomor 1 sampai dengan nomor 8 Berkait dengan variabel budaya organisasi

Berdasarkan tabel 4.6 diperoleh hasil tanggapan responden BU01 tentang keputusan-keputusan yang penting lebih sering dibuat oleh kelompok daripada dibuat secara individu sebagian besar 43,90% menyatakan setuju, dengan demikian dapat diartikan bahwa responden setuju bahwa keputusan-keputusan penting lebih sering dibuat secara kelompok dibanding individu. Sedangkan responden yang menyatakan sangat setuju 14,63%, dengan demikian secara keseluruhan responden yang menyatakan setuju dan sangat setuju mencapai 58,53% (43,90% + 14,63%).

Hasil tanggapan responden BU02 tentang ketertarikan pada hasil pekerjaan dibandingkan pada orang yang mengerjakan sebagian besar 43,90% menyatakan cukup setuju, dapat diartikan responden cukup setuju ditempat kerja lebih tertarik pada hasil pekerjaan dibanding orang yang mengerjakan, tetapi ada 51,22% (26,83% + 24,39%) responden yang memberi tanggapan setuju dan sangat setuju.

Hasil tanggapan responden BU03 tentang keputusan-keputusan lebih sering dibuat oleh manajemen puncak sebagian 39,02% menyatakan cukup setuju dan 39,02% menyatakan setuju, dapat diartikan sebagian besar responden cukup setuju dan sebagiannya setuju bahwa keputusan-keputusan lebih sering dibuat

f % f % f % f % f % f % f % f % f %

Sangat Setuju 5 6 14.63 10 24.39 9 21.95 6 14.63 2 4.878 2 4.878 13 31.71 15 36.59 63 19.21 Setuju 4 18 43.9 11 26.83 16 39.02 21 51.22 22 53.66 21 51.22 13 31.71 8 19.51 130 39.63 Cukup Setuju 3 16 39.02 18 43.9 16 39.02 12 29.27 8 19.51 10 24.39 3 7.317 15 36.59 98 29.88 Tidak Setuju 2 1 2.439 2 4.878 0 0 2 4.878 9 21.95 8 19.51 12 29.27 3 7.317 37 11.28 Sangat Tidak Setuju 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Jumlah 41 100 41 100 41 100 41 100 41 100 41 100 41 100 41 100 328 100

Total BU05 BU06 BU07 BU08

(56)

56 oleh manajemen puncak. Tetapi dilihat dari keseluruhan jawaban responden yang menyatakan setuju dan sangat setuju cekup besar yaitu 60,97% (39,02% +

21,95%).

Hasil tanggapan responden BU04 tentang para pemimpin cenderung mempertahankan pegawai/dosen yang berprestasi di departemennya sebagian besar 51,22% menyatakan setuju, dapat diartikan sebagian besar responden setuju bahwa para pemimpin cenderung mempertahankan dosen berprestasi di

departemennya, sedangkan responden yang menyatakan sangat setuju 14,63%, dengan demikian secara keseluruhan responden yang menyatakan setuju dan sangat setuju mencapai 65,85% (51,22% + 14,63%).

Hasil tanggapan responden BU05 tentang perubahan-perubahan ditentukan berdasarkan surat keputusan manajemen sebagian besar 53,66% menyatakan setuju, dapat diartikan sebagian besar responden setuju bahwa perubahan-perubahan ditentukan berdasarkan surat keputusan manajemen, sedangkan responden yang menyatakan sangat setuju 4,89%, dengan demikian secara keseluruhan responden yang menyatakan setuju dan sangat setuju mencapai 58,55% (53,66% + 4,89%).

Hasil tanggapan responden BU06 tentang para pimpinan sering memberi petunjuk kerja sebagian besar 51,22% menyatakan setuju, dapat diartikan sebagian besar responden setuju bahwa para pimpinan sering memberi petunjuk kerja, sedangkan responden yang menyatakan sangat setuju 4,89%, dengan

(57)

57 Hasil tanggapan responden BU07 tentang adanya ikatan tertentu dengan masyarakat sekitar sebagian 31,71% menyatakan setuju dan 31,71% lainnya menyatakan sangat setuju, dapat diartikan sebagian besar responden setuju dan bahkan sebagian lagi sangat setuju bahwa ditempat bekerja (kampus) mempunyai ikatan tertentu dengan masyarakat sekitar, dengan demikian secara keseluruhan responden yang menyatakan setuju dan sangat setuju mencapai 63,42% (31,71% + 31,71%)

Hasil tanggapan responden BU08 tentang kepedulian terhadap masalah-masalah pribadi pegawai/ dosen sebagian 36,59% menyatakan cukup setuju dan 36,59% menyatakan sangat setuju, dapat diartikan sebagian besar responden cukup setuju dan sebagiannya sangat setuju bahwa ditempat bekerja ada kepedulian terhadap masalah-masalah pribadi sesama dosen. Sedangkan

responden yang menyatakan setuju 19,51%, dengan demikian secara keseluruhan responden yang menyatakan setuju dan sangat setuju mencapai 56,10% (36,59% +

19,51%). Dilihat secara keseluruhan dari tanggapan responden berkaitan dengan

pertanyaan-pertanyaan sebagai indikator variabel budaya organisasi sebagian 39,63% menyatakan setuju dan 19,21% menyatakan sangat setuju, artinya

sebagian besar 58,84% (39,63+19,21) persepsi responden menyatakan setuju dan sangat setuju bahwa budaya yang berorientasi pekerjaan versus budaya

(58)

58 Melihat jawaban responden sebagian besar mengarah pada skor yang tinggi (setuju dan sangat setuju) maka budaya organisasi ditempat responden bekerja dipersepsikan cenderung budaya yang berorientasi pada pekerjaan dimana kinerja sebagai pusat perhatian.

4.2.3 Analisis Deskripsi Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja yang diukur melalui 5 skor alternatif (1 – 5) dimulai dari sangat tidak setuju sampai dengan sangat setuju. Perhitungan skor rata-rata

jawaban responden sesuai hasil pada lampiran kuesioner motivasi yang terdiri dari enam (19) indikator pertanyaan seperti sebagai berikut:

Tabel 4.7 Perhitungan Skor Rata-Rata Terhadap Kepuasan Kerja

Keterangan:

KP01 – KP19 : nomor pertanyaan dari nomor 1 sampai dengan nomor 19 berkait dengan variabel kepuasan kerja

f % f % f % f % f % f % f % f %

Sangat Setuju 5 6 14,63 6 14,63 6 14,63 9 21,95 6 14,63 11 26,83 6 14,63 2 4,878 Setuju 4 21 51,22 19 46,34 21 51,22 14 34,15 19 46,34 14 34,15 22 53,66 16 39,02 Cukup Setuju 3 10 24,39 16 39,02 10 24,39 17 41,46 16 39,02 13 31,71 11 26,83 14 34,15 Tidak Setuju 2 4 9,756 0 0 4 9,756 1 2,439 0 0 3 7,317 2 4,878 9 21,95 Sangat Tidak Setuju 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Jumlah 41 100 41 100 41 100 41 100 41 100 41 100 41 100 41 100

KP07 KP08 KP05 KP06

Kategori botBo KP01 KP02 KP03 KP04

f % f % f % f % f % f % f % f %

Sangat Setuju 5 18 43,9 9 21,95 0 0 13 31,71 0 0 2 4,878 6 14,63 13 31,71 Setuju 4 5 12,2 10 24,39 18 43,9 10 24,39 13 31,71 16 39,02 21 51,22 7 17,07 Cukup Setuju 3 14 34,15 18 43,9 15 36,59 10 24,39 20 48,78 18 43,9 10 24,39 17 41,46 Tidak Setuju 2 4 9,756 4 9,756 8 19,51 8 19,51 8 19,51 5 12,2 4 9,756 4 9,756 Sangat Tidak Setuju 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Jumlah 41 100 41 100 41 100 41 100 41 100 41 100 41 100 41 100

KP12 KP13 KP14 KP15 KP16

Kategori botBo KP09 KP10 KP11

f % f % f % f %

Sangat Setuju 5 13 31,71 15 36,59 0 0 141 18,1

Setuju 4 9 21,95 8 19,51 10 24,39 273 35,04

Cukup Setuju 3 13 31,71 17 41,46 30 73,17 289 37,1

Tidak Setuju 2 6 14,63 1 2,439 1 2,439 76 9,756

Sangat Tidak Setuju 1 0 0 0 0 0 0 0 0

Jumlah 41 100 41 100 41 100 779 100

Total

Gambar

Tabel 1.2.  Daftar Kehadiran Dosen Akuntansi Secara Rata-Rata
Tabel 2.1   Perbedaan dan Persamaan Penelitian ini dengan Penelitian lain
Tabel 2.1   Perbedaan dan Persamaan Penelitian ini dengan Penelitian
Gambar 2.2  Kerangka Konseptual Psikologi Tentang Perilaku Individu                       dalam Organisasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Teknik analisis data yang digunakan adalah Structural Equation Modeling (SEM) dengan metode alternatif Partial Least Squares (PLS) menggunakan perangkat lunak

Alat uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Structural Equation Model (SEM) dengan penaksiran Partial Least Square (PLS). Penerapan strategi

Data dianalisis dengan metode Structural Equation Modelling (SEM) dengan menggunakan program Partial Least Square (PLS) untuk mengetahui hubungan manajemen produksi

ANALISIS PENERIMAAN APLIKASI PEMBELAJARAN ONLINE MENGGUNAKAN TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL 3 DAN PARTIAL LEAST SQUARE STRUCTURAL EQUATION MODEL PLS-SEM , Noer Hidayah1 , Jerhi

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan model structural equation modelling SEM dengan pendekatan Partial Least Square PLS meggunakan program SmartPLS 3.2 Berdasarkan hasil

Penelitian menggunakan metode analisis Partial Least Square PLS, Metode Partial Least Square PLS menghasilkan bahwa variabel produk, tempat dan promosi memiliki pengaruh terhadap

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data menggunakan SEM Structural Equation Modelling berbasis PLS Partial Least Square menunjukkan bahwa: 1 literasi keuangan tidak mempengaruhi

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data dengan menggunkan PLS- SEM Partial Least Square-Structural Equation Modeling menunjukkan bahwa: 1 Literasi keuangan berpengaruh positif