(HEAVY OIL WASTE / HOW) DENGAN TEKNIK BIOSLURRY
MENGGUNAKAN Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis MY12
HUSNILEILI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Biodegradasi Limbah
Minyak Berat (Heavy Oil Waste / HOW) Dengan Teknik Bioslurry Menggunakan
Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis MY12” adalah benar hasil karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah dipublikasikan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber data dan informasi
yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juni 2011
Husnileili. Biodegradation of Heavy Oil Waste with Bioslurry Technique Using
Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis MY12. Supervised by Mohamad Yani and Suprihatin.
Bioremediation is the application of biological treatment to clean up of hazardous chemicals, included petroleum hydrocarbon such as heavy oil waste by using microorganisms. The final design must provide the controls to manipulate the environment for enhancing biodegradation of the target compounds. One of bioremediation techniques is bioslurry which has some advantages to degrade heavy oil waste. The experiment was conducted at laboratory scale and then continued to scale up phase using bacteria Salipiger sp. MY 7 and Bacillus altitudinis MY 12. Process of biodegradation was observed in 14 days for lab scale and 28 days for scale up. In lab scale, the best combination for bioslurry was using 15% TPH and 10% solid which has 80,16% of TPH degradation. The availability of microorganisms in bioslurry bioreactor was 4,1x107 -1,6x109 CFU/ml. Acidity (pH) of the slurry was in range of 6 – 7 which is normal condition for microorganisms to grow well, and with temperature in range of 31 – 34oC. The decreasing in TPH during the scale up phase (28 days) was from 18,82% to 11,93%. Biodegradation rate can achieved at 44,57 mg/L TPH/day at first week, and 37,57 mg/L/day at second week. Acidity (pH) was 7-9 and temperature was 28oC-30oC which is normal condition for microorganisms for doing biodegradation of heavy oil waste.
Keywords: bioremediation, bioslurry, biodegradation, heavy oil waste, Salipiger,
RINGKASAN
HUSNILEILI. Biodegradasi Limbah Minyak Berat (Heavy Oil Waste / HOW) Dengan Teknik Bioslurry Menggunakan Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis
MY12. Dibimbing oleh MOHAMAD YANI dan SUPRIHATIN.
Meningkatnya produksi minyak bumi menyebabkan semakin banyak limbah minyak bumi yang dihasilkan sehingga diperlukan berbagai upaya untuk memecahkan masalah tersebut. Limbah minyak bumi mengandung hidrokarbon yang relatif masih tinggi dan beberapa senyawa lain seperti sulfur, nitrogen, oksigen dan logam-logam termasuk logam berat, tergantung dari jenis minyak buminya.
Heavy Oil Waste (HOW) adalah jenis limbah minyak bumi yang sulit untuk didegradasi. Heavy oil yaitu salah satu jenis minyak mentah yang mempunyai viskositas yang tinggi dan mempunyai komposisi molekular yang lebih berat. Karakteristik yang umum adalah grafitasi spesifik yang tinggi, rendah rasio hidrogen dan karbon, residu karbon yang tinggi, dan kandungan asphaltenes, heavy metal, sulphur dan nitrogen yang tinggi. Proses refining yang khusus diperlukan untuk memproduksi fraksi yang lebih bermanfaat seperti: naphthalen, kerosene, dan gas oil.
Bioremediasi merupakan salah satu metode pengolahan limbah minyak bumi secara biologis yang terus dikembangkan karena bioremediasi yang merupakan teknologi ramah lingkungan, cukup efektif dan efisien. Secara umum bioremediasi dapat didefinisikan sebagai penggunaan sistem pengolahan biologis untuk menghancurkan kontaminan atau mengurangi konsentrasi limbah dengan mengandalkan peranan mikroorganisme untuk menyerap, mendegradasi, mentransformasi dan mengimobilisasi bahan pencemar. Diantara teknik bioremediasi yang digunakan adalah bioslurry. Bioslurry memiliki beberapa keunggulan, diantaranya adalah lebih mudah dalam mengontrol kondisi yang sesuai untuk berlangsungnya bioremediasi, dapat dilakukan baik secara aerobik ataupun anaerobik, desorbsi dari tanah lebih mudah, dan masa inkubasi yang lebih singkat (Admassu dan Korus, 1996). Dengan memanfaatkan slurry bioreaktor pada teknologi bioremediasi diharapkan dapat mereduksi dampak pencemaran limbah minyak bumi karena bioremediasi merupakan metode alternatif yang aman dimana polutan (hidrokarbon) dapat diuraikan oleh mikroorganisme menjadi bahan yang tidak berbahaya seperti CO2 dan H2
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji laju proses biodegradasi Total Petroleum Hydrokarbon (TPH) dari Heavy Oil Waste (HOW) dengan teknik bioslurry pada berbagai konsentrasi HOW dan padatan, pada skala laboratorium dengan reaktor 500 ml dan dilanjutkan pada skala yang lebih besar 32 L untuk perlakukan terbaik. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif dalam pengolahan limbah minyak bumi yang lebih baik khususnya limbah heavy oil
bagi dunia industri perminyakan dan lahan/perairan tercemar minyak secara umum dan memberikan manfaat praktis di bidang pengelolaan lingkungan.
O.
Nilai tingkat cemaran dalam tanah dan persen padatan optimal dalam mendegradasi TPH yang diperoleh dari hasil penelitian skala laboratorium diaplikasikan pada penelitian skala 32 L pada 3 buah reaktor, yaitu reaktor 1 adalah kontrol (tanpa pemberian konsorsium bakteri), reaktor 2 dan 3 merupakan ulangan (dengan penambahan konsorsium bakteri). Percobaan dilakukan selama 28 hari dengan pengamatan pada hari ke 0, 7, 14, 21 dan 28. Parameter yang diuji adalah TPH, pengujian mikroorganisme (TPC), pH, dan suhu.
selama 28 hari.
Tingkat degradasi TPH (Total Petroleum Hidrokarbon) merupakan salah satu parameter dalam menentukan keberhasilan proses bioremediasi limbah hidrokarbon minyak bumi beserta turunannya dalam hal ini heavy oil waste. Dari pengujian data pengamatan degradasi TPH skala laboratorium dengan rancangan Respon Permukaan menggunakan software SAS Versi 8 dan Statistica v5.0 memberikan hasil belum tercapai titik optimum bagi degradasi heavy oil waste dengan teknik bioslurry. Hal ini diduga karena proses biodegrdasi memerlukan waktu yang lebih lama, ketersediaan nutrisi dan perbandingan CNP yang tepat serta kemampuan bakteri dalam mendegradasi rantai-rantai hidrokarbon.
Pada penelitian skala laboratorium didapatkan persen degradasi tertinggi yaitu sebesar 80,16 % pada perlakuan campuran 15% TPH dan 10% padatan. Dari semua perlakuan perbandingan persentase tingkat cemaran dan padatan, dengan metode TPC, populasi bakteri yang tumbuh berkisar antara 4,1x107-1,6x109 CFU/ml. Kombinasi persentasi bahan pencemar dan padatan dengan nilai degradasi tertinggi, yaitu perlakuan 15% bahan pencemar dan 10 % padatan, memiliki pertumbuhan populasi bakteri 3,8x108
Biodegradasi limbah minyak bumi dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan yang sangat penting dalam mengoptimalkan pertumbuhan mikroba dan kemampuannya dalam mendegradasi limbah hidrokarbon. Salah satu faktor yang mempengaruhi tersebut adalah pH. Pada penelitian skala laboratorium, pH masing masing perlakuan berkisar pH 6-7. Selama proses biodegradasi berlangsung pH berada pada selang pH normal.
CFU/ml.
Degradasi hidrokarbon terbaik pada skala laboatorium sebesar 80,16 % pada tingkat cemaran 15 % dan padatan 10 % , diterapkan pada penelitian skala 32 L selama 28 hari dengan selang pengamatan 7 hari. Selama 28 hari proses biodegradasi oleh bakteri Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis MY12 terhadap heavy oil waste, diperoleh penurunan TPH sebesar 36,61 % untuk perlakuan dengan penambahan bakteri. Sedangkan tanpa penambahan bakteri (kontrol) penurunan TPH terjadi sebesar 13,50 %. Laju degradasi tertinggi dicapai pada minggu pertama dan kedua, yaitu : 44,57 mg/L/hari dan 37,57 mg/L/hari. Sedangkan nilai pH, pada perlakuan dengan penambahan bakteri, berkisar 7-9 sedangkan tanpa penambahan bakteri pH berkisar 7-8. Kisaran pH ini adalah kisaran pH netral yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Suhu pada proses biodegradasi berkisar antara 28 – 30oC. Suhu optimum utnuk pertumbuhan bakteri dan proses biodegradasi berkisar 30 – 40o
Kata kunci : Bioremediasi, bioslurry, heavy oil waste, Salipiger, Bacillus altitudinis
© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2011
Hak cipta dilindungi Undang Undang1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
MENGGUNAKAN Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis MY12
HUSNILEILI
Tesis
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains
Pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Nama : Husnileili
NRP : P052080011
Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr.Ir. Mohamad Yani, M.Eng
Ketua Anggota Prof.Dr.–Ing.Ir.Suprihatin
Diketahui
Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis yang
berjudul “Biodegradasi Limbah Minyak Berat (Heavy Oil Waste / HOW) Dengan
Teknik Bioslurry Menggunakan Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis MY12. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir.
Mohamad Yani, M.Eng dan Prof. Dr.-Ing Ir. Suprihatin selaku komisi pembimbing,
atas bimbingan, arahan serta motivasi yang selalu diberikan selama proses penelitian
dan hingga selesainya penulisan tesis ini.
Ucapan terimakasih penulis tujukan kepada Kepala Pusat Kajian Sumberdaya
Pesisir dan Lautan (PKSPL – IPB), Prof. Tridoyo Kusumastanto, atas dukungan yang
diberikan selama studi, serta yang telah membiayai pendidikan ini melalui Pusat
Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) IPB. Ucapan terima kasih yang tulus
penulis sampaikan kepada Mama dan Papa yang tercinta Drs. H. Yusran Khatib, MPd
Dt Batuah dan Hj. Yuniarti; yang terkasih Moj Drogi Mietku , yang dengan sepenuh
cinta dan kasih setiap saat tanpa bosan selalu memberikan dukungan semangat, moril
dan materil, ide dan pemikiran kepada penulis, anak-anakku tersayang Muhammad
Ihsan Ridwan dan Muhammad Ilham Ramadhan atas pengertian dan pengorbanannya
selama penulis menjalani studi hingga selesainya penulisan tesis ini. Semoga Allah
SWT melimpahkan balasan yang tak terhingga dan mencatatnya sebagai amal
perbuatan baik.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih kurang sempurna, oleh karena itu
penulis terbuka terhadap berbagai kritik dan saran untuk perbaikan sehingga menjadi
lebih baik lagi. Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi ilmu
pengetahuan dan berbagai pihak.
Bogor, Juni 2011
Drs. H. Yusran Khatib, M.Pd, Dt. Batuah dan Hj. Yuniarti. Penulis merupakan anak
kedua dari empat bersaudara. Penulis dikaruniai dua orang putra yaitu Muhammad
Ihsan Ridwan dan Muhammad Ilham Ramadhan.
Pada tahun 1980 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD PPSP IKIP
Padang, dan sekolah menengah pertama diselesaikan di SMP PPSP IKIP Padang pada
tahun 1983. Tahun 1985 penulis lulus dari SMA PPSP IKIP Padang dan diterima di
Institut Pertanian Bogor melalui jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK).
Tahun 1991 penulis berhasil menamatkan pendidikan Strata- 1.
Tahun 2008 penulis melanjutkan pendidikan Magister (S-2) pada Program
Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
Sejak tahun 1997 hingga saat ini penulis bekerja sebagai staf peneliti pada
Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL), Institut Pertanian Bogor.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ...
DAFTAR GAMBAR ...
DAFTAR LAMPIRAN ...
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Tujuan penelitian ... 3
1.3. Kerangka Pemikiran ... 3
1.4. Perumusan Masalah ... 5
1.5. Hipotesis ... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1. Heavy Oil ... 7
2.2. Bioremediasi ... 7
2.3. Degradasi Minyak bumi Heavy Oil ... 10
2.4. Slurry Bioreaktor ... 15
2.5. Mikroorganisme Pendegradasi Hidrokarbon ... 17
III. METODE PENELITIAN ... 19
3.1. Bahan dan Alat ... 20
3.2. Pelaksanaan Penelitian ... 20
3.3. Pengamatan ... 25
3.4. Rancangan Percobaan ... 25
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27
4.1. Karakterisasi Tanah tercemar HOW ... 27
4.2. Persiapan Starter Bakteri Yang Digunakan ... 27
4.3. Penelitian Skala Laboratorium ... 30
4.3.1. Pengaruh Tingkat Cemaran dalam tanah dan Persen Padatan terhadap Degradasi hidrokarbon ... 31
4.4. Penelitian Skala 32 Liter ... 35
4.4.1. Degradasi Hidrokarbon ... 36
4.4.2. Pertumbuhan Populasi Mikroba ... 38
4.4.3. Perubahan pH ... 40
4.4.4. Perubahan Temperatur ... 41
4.5. Skala Laboratorium vs Skala 32 L ... 41
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 43
VI. DAFTAR PUSTAKA ... 44
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Keuntungan dan Kerugian Bioremediasi ... 8
2 Klasifikasi Senyawa Hidrokarbon ... 15
3 Beberapa Hasil Penelitian Bioremediasi dengan Teknik Bioslurry ... 16
4 Kelompok Mikroorganisma Pendegradasi Senyawa Hidrokarbon ... 18
5 Parmeter Pengamatan ... 25
6 Kisaran dan Taraf Peubah Uji ... 25
7 Matriks Satuan Percobaan pada Optimasi Bioremediadi dalam Rancangan Komposit Fraksional ... 26
8 Hasil Analisis Kandungan Polyaromaric Hydrocarbon pada Sampel ... 28
9 Perlakuan persen padatan dan tingkat cemaran pada kombinasi perlakuan (+1/- 1)
Halaman
1 Bagan Kerangka Pemikiran Penelitian ... 4
2 Hubungan Kurva Pertumbuhan Bakteri dengan Total Hidrokarbon ... 19
3 Bagan Alir penelitian skala Laboratorium ... 22
4 Bagan Alir Penelitian skala 32 Liter ... 23
5 Slurry bioreaktor 500 ml ... 24
6 Slurry Bioreaktor 32 Liter ... 24
7 Penyegaran Isolat Bakteri Salipiger sp. MY7dan Bacillus altitudinis MY12 ... 29
8 Propagasi dan Adaptasi Bakteri Salipiger sp. MY7dan Bacillus altitudinis MY12 29 9 Grafik Pertumbuhan Bakteri Salipiger sp. MY 7 dan Bacillus altitudinis MY12 .... 30
10 Permukaan Respon Degradasi TPH ... 31
11 Persentase degradasi TPH dalam proses biodegradsi HOW skala laboratorium ... 32
12 Struktur Kimia Pyrene dan Phenanthrene ... 33
13 Pertumbuhan mikroba pada kombinasi persen padatan dan tingkat cemaran……... 34
14 Penurunan persentase TPH dalam proses biodegradasi HOW………. 36
15 Laju degradasi HOW ... 36
16 Populasi bakteri dalam proses biodegradasi HOW………... 39
17 Nilai pH selama proses biodegradasi HOW……….. 40
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Peremajaan Bakteri Salipiger sp. MY7 dan Bacillus Altitudinis MY12 ... 47
2 Prosedur Pengukuran TPH dengan Gravimetri ... 48
3 Prosedur Perhitungan Kuantitas Mikroba (Total Plate Count) ... 49
4 Prosedur Pengukuran pH ... 50
5 Prosedur Pengukuran Suhu ... 50
Dalam menjalani kehidupan sehari-hari manusia atau aktifitasnya akan
selalu menghasilkan suatu bahan yang tidak diperlukan yang disebut sebagai
buangan atau limbah. Diantara limbah yang dihasilkan oleh manusia seperti pada
kegiatan industri adalah limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Penanganan
dan pengolahan limbah secara tidak tepat merupakan sebab utama terjadinya
pencemaran lingkungan. Keberadaan polutan organik pada lingkungan akan
menekan pertumbuhan organisme makro maupun mikro, hal ini disebabkan
karena bahan pencemar organik bersangkutan dapat bersifat toksik, mutagenik,
teratogenik atau karsinogenik.
Salah satu beban pencemaran yang menjadi masalah besar terhadap
keseimbangan lingkungan adalah limbah yang disebabkan oleh minyak bumi dan
limbah lain yang juga merupakan turunan dari minyak bumi, baik yang berasal
dari dan selama proses produksi, transportasi maupun akibat ceceran dan
tumpahan minyak. Peningkatan produksi minyak bumi guna mengantisipasi
kebutuhan masyarakat yang kian bertambah, memicu laju aktivitas perminyakan.
Limbah minyak bumi mengandung hidrokarbon yang relatif masih tinggi dan
beberapa senyawa lain seperti sulfur, nitrogen, oksigen dan logam-logam
termasuk logam berat, tergantung dari jenis minyak buminya.
Meningkatnya kegiatan produksi minyak bumi menyebabkan semakin
banyak limbah yang dihasilkan sehingga diperlukan berbagai upaya untuk
memecahkan masalah tersebut. Salah satu jenis minyak bumi yang sulit untuk
didegradasi adalah apa yang disebut dengan heavy oil. Heavy oil yaitu salah satu
jenis minyak mentah yang sangat dan tidak mudah mengalir serta mempunyai
viskositas yang tinggi. Karakteristik umum limbah minyak berat (heavy oil waste
/ HOW) adalah densitas (specific gravity) yang tinggi, rendah rasio hidrogen dan
karbon, residu karbon yang tinggi, dan kandungan asphaltenes, heavy metal,
2
Proses refining yang khusus diperlukan untuk memproduksi fraksi yang
lebih bermanfaat seperti: naphtha, kerosene, gas dan minyak.
Usaha untuk mengatasi masalah pencemaran oleh limbah minyak bumi terus dilakukan dan dikembangkan. Metode pengolahan yang umum dilakukan adalah
metode fisika, kimia dan biologi. Seringkali ketiga metode tersebut diaplikasikan
secara bersama dan berkesinambungan untuk memperoleh hasil pengolahan yang
optimal. Salah satu metode pengolahan limbah secara biologis yang saat ini terus
dikembangkan adalah bioremediasi yang merupakan teknologi ramah lingkungan,
cukup efektif dan efisien serta ekonomis (Udiharto, 1996).
Bioremediasi secara umum dapat didefinisikan sebagai penggunaan sistem
pengolahan biologis untuk menghancurkan kontaminan atau mengurangi
konsentrasi limbah dengan mengandalkan pada peranan mikroorganisme untuk
menyerap, mendegradasi, mentransformasi dan mengimobilisasi bahan pencemar,
baik itu logam berat maupun senyawa organik.
Bioremediasi mempunyai aplikasi yang sangat luas yang seringkali tidak
dapat dilakukan oleh metoda fisika ataupun kimia. Landfarming dan slurry
bioreaktor merupakan salah satu teknologi bioremediasi yang terus dikembangkan
hingga saat ini. Slurry bioreaktor memiliki beberapa keunggulan dibandingkan
bioremediasi secara landfarming, diantaranya adalah lebih mudah dalam
mengontrol kondisi yang sesuai untuk berlangsungnya bioremediasi, dapat
dilakukan baik secara aerobik ataupun anaerobik, desorbsi dari tanah lebih mudah,
dan masa inkubasi yang lebih singkat (Admassu dan Korus, 1996)
Dengan memanfaatkan slurry bioreaktor pada teknologi bioremediasi diharapkan dapat mereduksi dampak pencemaran limbah minyak bumi karena
bioremediasi merupakan metode alternatif yang aman dimana polutan
(hidrokarbon) dapat diuraikan oleh mikroorganisme menjadi bahan yang tidak
berbahaya seperti CO2 dan H2O. Oleh karena itu perlu dikembangkan teknik
bioremediasi yang mampu menanggulangi limbah minyak bumi secara efektif dan
1.2. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah: (1) Mengkaji laju proses biodegradasi TPH
dari Heavy Oil Waste (HOW) dengan teknik bioslurry pada berbagai konsentrasi HOW dan persen padatan menggunakan isolat bakteri Salipiger sp. MY7 dan
Bacillus altitudinis MY12 ; dan (2) Menerapkan perlakuan terbaik dari skala
laboratorium (500 ml) ke skala yang lebih besar (32 L).
Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Dapat memberikan
alternatif pemecahan pengolahan limbah minyak yang lebih efektif dan efisien
khususnya bagi dunia industri perminyakan dan bagi pengelolaan lahan dan
perairan tercemar minyak secara umum; (2) Memberikan manfaat praktis di
bidang pengelolaan lingkungan dengan metode bioremediasi limbah heavy oil ;
(3) Memperkaya khazanah ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang
bioremediasi limbah heavy oil; dan (4) Memperkaya khazanah ilmu pengetahuan
dan teknologi di bidang mikrobiologi lingkungan.
1.3. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran untuk memecahkan permasalahan pencemaran akibat
limbah heavy oil dengan metode bioremediasi digambarkan pada Gambar 1.
Limbah heavy oil akibat kegiatan produksi minyak bumi akan mencemari tanah di
sekitar lokasi industri. Metode bioremediasi dengan menggunakan teknik
bioslurry sebagai alternatif pengelolaan limbah heavy oil pada fase slurry
diharapkan dapat mendegradasi hidrokarbon pada limbah heavy oil dengan baik,
efektif dan efisien sehingga dapat menekan terjadinya pencemaran akibat limbah
4
Gambar 1 Bagan kerangka pemikiran penelitian
HOW sulit terdegradasi karena mengandung PAH yang bersifat rekalsitran.
Polutan yang bersifat rekalsitran merupakan tantangan khusus bagi pengolahan
air limbah. Dalam banyak kasus air limbah seperti yang demikian bahkan tidak bisa diolah secara biologis. Hal ini terutama karena efek toksik polutan tertentu
terhadap mikroorganisme. Oleh karena itu, untuk proses degradasi secara biologis
diperlukan keterlibatan beberapa mikroorganisme "ahli". Mikroorganisme Limbah
Tanah tercemar Heavy Oil Waste Pertambangan minyak bumi
Pengolahan HOW dengan Bioremediasi (Landfarming)
Pengembangan teknik Bioremediasi
Penggunaan bioslurry dengan mengkombinasikan tingkat cemaran dan persen
padatan
"spesialis" ini umumnya memerlukan waktu regenerasi yang sangat lama,
sehingga tujuan teknologi adalah berjuang untuk mempertahankan jumlah dari
"spesialis" dalam sistem reaktor yang cocok, dan peningkatan konsentrasi dari "spesialis" dalam sistem..
1.4. Perumusan Masalah
Dengan semakin berkembangnya teknologi, kebutuhan akan penggunaan
produk-produk minyak bumi pun semakin meningkat. Hal ini selain
memberikan dampak positif juga diperoleh dampak negatif, salah satu dampak
negatif yang dihasilkan adalah terbentuknya limbah heavy oil (Heavy Oil
Waste/HOW) yang dapat mencemari lingkungan. Untuk itu perlu dilakukan
penanggulangan heavy oil waste untuk meminimalkan dampak pencemaran
yang terjadi terhadap lingkungan. Alternatif penanggulangannya adalah dengan
menggunakan teknik bioremediasi. Metode ini merupakan upaya penanganan
limbah yang ramah lingkungan, efektif dan efisien. Seberapa efektif
bioremediasi dengan teknik bioslurry dalam merombak hidrokarbon dari heavy
oil waste merupakan permasalahan yang perlu diketahui dan dikembangkan.
HOW mengandung PAH yang cukup tinggi sehingga sulit didegradasi
dengan teknik landfarming, dengan demikian perlu alternatif lain dengan teknik
bioslurry menggunakan bakteri yang mampu untuk mendegradasi PAH.
Charlena (2010) menguji kemampuan beberapa bakteri yang diisolasi dari
tanah terkontaminasi HOW dalam mendegradasi HOW yang dilakukan pada
skala laboratorium (reaktor 250 ml). Dari beberapa bakteri yang mempunyai
kemampuan dalam mendegradasi HOW diperoleh dua isolat bakteri yang mempunyai kemampuan terbaik dalam mendegradasi HOW yaitu Salipiger sp.
MY7 dan Bacillus altitudinis MY12. Dengan demikian perlu dilakukan
penelitian pada skala yang lebih besar dalam menguji kemampuan dua bakteri
6
1.5. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan adalah:
1. Heavy Oil Waste (HOW) dapat didegradasi oleh Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis MY12 yang dapat dikembangkan sebagai agen biologi
dalam proses bioremediasi dengan menggunakan teknik bioslurry dan laju
biodegradasi HOW dipengaruhi oleh tingkat padatan dan konsentrasi TPH.
2. Hasil terbaik skala laboratorium dapat diterapkan pada bioreaktor dengan
2.1. Heavy Oil
Minyak bumi merupakan suatu senyawa organik yang berasal dari sisa sisa
organisme tumbuhan dan hewan yang tertimbun selama berjuta-juta tahun.
Umumnya minyak bumi berupa cairan dan gas yang tepat disebut sebagai minyak
mentah dan gas alam. Pada tingkatan yang lebih rendah, minyak bumi berwujud
endapan pada ter, pasir dan serpihan (Fitriana, 1999).
Beberapa komponen yang menyusun minyak bumi diketahui bersifat racun
terhadap mahluk hidup, tergantung dari struktur dan berat molekulnya. Komponen
hidrokarbon jenuh yang mempunyai titik didih rendah diketahui dapat
menyebabkan anastesi dan narkosis pada berbagai hewan tingkat rendah, dan bila
terdapat pada konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kematian (Fitriana, 1999).
Minyak bumi dan produknya sangat kompleks karena terdiri dari campuran
bermacam-macam senyawa yang terdiri dari ribuan senyawa tunggal sehingga
menyebabkan sifat fisiknya berbeda-beda. Minyak bumi terdiri dari senyawa
hidrokarbon (sekitar 50 - 98% dari total komposisinya) dan senyawa non
hidrokarbon (yaitu sulfur, nitrogen, oksigen dan berbagai macam logam berat)
dalam berbagai susunan kombinasi. Senyawa hidrokarbon minyak bumi
merupakan campuran dari senyawa hidrokarbon cair, gas yang terlarut, dan hidrokarbon padat. Senyawa ini tersusun dari beberapa golongan yaitu senyawa
alkana (parafinik), sikloalkana (naftenik), aromatik, dan olifinik sebesar 19% dan
sisanya resins sebesar 2% (Meyer dan Colwell, 1990).
2.2. Bioremediasi
Istilah bioremediasi digunakan untuk menggambarkan pemanfaatan
mikroorganisme perombak polutan untuk membersihkan lingkungan tercemar.
Kemampuan perombakan tersebut berkaitan dengan kehadiran plasmid microbial
yang mengandung gen-gen penyandi berbagai enzim perombak polutan (Sudrajat,
1996). Menurut Citroreksoko (1996), proses bioremediasi didasari bahan organik
8
ini memiliki kemampuan memanfaatkan senyawa organik alami (misalnya
hidrokarbon minyak bumi) sebagai sumber karbon dan energi. Proses
dekomposisi yang terjadi menghasilkan karbon dioksida, metan,air, biomassa mikroba dan hasil sampingan yang lebih sederhana dibanding dengan senyawa
awalnya.
Bioremediasi dipilih sebagai teknologi remediasi unggulan karena teknologi
ini mempunyai beberapa keuntungan dan dapat menyelesaikan permasalahan
pencemaran lingkungan secara murah dan tuntas (Gunalan,1996).
Wisnjnuprapto (1996) menjelaskan bahwa dua keuntungan utama teknologi
bioremediasi adalah biaya investasi yang rendah dan kemampuannya untuk
melaksanakan tugas di lapangan. Namun dalam memilih teknologi bioremediasi
tetaplah harus dipertimbangkan faktor kerugiannya. Tabel 1 menampilkan
keuntungan dan kerugian aplikasi bioremediasi.
Tabel 1 Keuntungan dan kerugian bioremediasi
Keuntungan Kerugian
♦Dapat dilaksanakan di lokasi ♦Penyisihan buangannya permanen ♦Sistem biologi adalah sistem yang
murah
♦Masyarakat dapat menerima dengan baik
♦ Menghapus resiko jangka panjang ♦ Perusakan lokasi minimum
♦ Menghapus biaya transportasi dan kendalanya
♦Dapat digabung dengan teknik pengolahan lain
♦Tidak semua bahan kimia dapat diolah secara bioremediasi
♦Membutuhkan pemantauan yang ekstensif
♦Membutuhkan lokasi tertentu ♦ Pengotornya bersifat toksik ♦ Padat ilmiah
♦Berpotensi menghasilkan produk yang tidak dikenal
♦ Persepsi sebagai teknologi yang belum teruji
Sumber: Wisnjnuprapto (1996)
Bioremediasi dapat berlangsung secara alamiah dalam beberapa kasus
pencemaran lingkungan, hal ini disebabkan karena mikroorganisme pada
lingkungan yang tercemar tersebut telah beradaptasi untuk mendegradasi polutan.
mikroorganisme, tetapi laju bioremediasi alamiah ini tidak cukup untuk
melindungi lingkungan dari tingkat pencemaran yang lebih serius, oleh karena itu
diperlukan proses bioremediasi yang melibatkan peran serta manusia dan kemajuan teknologi terutama bidang bioteknologi (Bollag dan Bollag, 1992).
Berdasarkan konsep pengembangan perancangan bioremediasi dapat
dilakukan secara in situ, ex situ ataupun kombinasinya. Bioremediasi in situ
disebut juga dengan intrinsic bioremediation atau natural attenuatio, pada
prinsipnya adalah suatu proses bioremediasi yang hanya mengandalkan
kemampuan mikroorganisme indigenous yang telah ada di lingkungan tercemar
limbah untuk mendegradasinya. Bioremediasi ex situ disebut juga dengan
aboveground treatment merupakan proses bioremediasi yang dilakukan dengan
cara memindahkan kontaminan ke suatu tempat untuk memberikan beberapa
perlakuan. Pemilihan konsep perancangan bioremediasi ditentukan oleh lokasi
kontaminan, kondisi hidrogeologi setempat dan kendala-kendala lokasi.
Terdapat dua metode untuk meningkatkan kecepatan biodegradasi dalam
bioremediasi yaitu dengan menambahkan nutrien untuk menstimulasi
mikroorganisme indigenous (biostimulasi) dan penambahan mikroorganisme
eksogenous (bioaugmentasi) (Walter, 1997). Walaupun mikroorganisme
indigenous tersebar luas di alam, bioaugmentasi tetap dipertimbangkan sebagai
strategi potensial dalam proses bioremediasi. Alasan rasional penambahan
mikroorganisme eksogenous ialah populasi mikroorganisme indigenous tidak
mampu mendegradasi substrat potensial yang terdapat dalam campuran komplek
seperti hidrokarbon. Bioaugmentasi dilakukan dengan panambahan mikroorganisme yang telah diketahui dapat mendegradasi kontaminan.
Bacher dan Herson (1994) dalam Citroreksoko (1996) serta Boopathy
(2000) menggolongkan perlakuan teknologi bioremediasi menjadi:
a. Bioaugmentasi
Merupakan perlakuan penambahan bakteri terhadap medium yang terkontaminasi,
10
b. Biofilter
Merupakan perlakuan penggunaan kolom berjalur mikrobial untuk perlakuan
terhadap emisi udara
c. Biostimulasi
Merupakan perlakuan stimulasi populasi mikroba asli dalam tanah dan/atau air
tanah; dilakukan secara in situ atau ex situ
d. Bioreaktor
Merupakan perlakuan biodegradasi dalam bejana (container) atau reaktor;
digunakan untuk perlakuan terhadap cairan atau bubur (slurry)
e. Bioventing
Merupakan perlakuan tanah terkontaminasi oleh oksigen terhisap melalui tanah
untuk menstimulasi pertumbuhan dan aktivitas mikroba
f. Pengomposan
Merupakan perlakuan termofilik, aerobik, dimana bahan terkontaminasi dicampur
dengan pereaksi yang jumlahnya besar.
g. Landfarming
Merupakan sistem perlakuan fase padat untuk tanah terkontaminasi, dilakukan
secara in situ atau dalam suatu ruang terkonstruksi dalam tanah.
2.3. Biodegradasi Minyak Bumi Heavy Oil
Atlas (1981) menyatakan bahwa degradasi hidrokarbon oleh populasi
mikroorganisme merupakan mekanisme utama dalam penanganan minyak
mentah. Biodegradasi minyak mentah pada proses alami sangat komplek.
Kecepatan menguraikan minyak mentah bergantung kepada komposisi minyak mentah tersebut dan faktor lingkungan.
Komponen minyak bumi jenis heavy oil yang sebagian besar tersusun atas
hidrokarbon digunakan oleh mikroba sebagai sumber karbon bagi
pertumbuhannya. Pertumbuhan mikroorganisme terlihat dengan adanya
minyak bumi oleh mikroorganisme tergantung dari kemampuan adaptasi
mikroorganisme tersebut terhadap lingkungannya. Rosenberg dan Ron (1996)
mengemukakan bahwa degradasi hidrokarbon minyak bumi terjadi bila mikroorganisme menempel di permukaan butiran-butiran minyak karena enzim
oksigenase yang dibutuhkan untuk memecah rantai karbon yang sifatnya terikat
pada membran sel.
Minyak bumi jenis heavy oil mengandung perbandingan karbon dan
hidrogen yang rendah, tinggi residu karbon dan tinggi kandungan heavy metal,
sulphur and nitrogen. Hidrokarbon jenuh memiliki komponen terbesar (79%)
sedangkan hidrokarbon aromatik sebesar 19% dan sisanya resin sebesar 2%.
Minyak bumi juga mengandung sejumlah VOCs seperti benzene, toluene,
etilbenzena, xilena, dan C3-benzena.
Udiharto (1996) menyatakan bahwa minyak bumi terdiri atas komponen
minyak dan bahan aditif. Komponen minyak dari bahan ini sebagian besar
merupakan hidrokarbon yaitu normal alkana atau n-parafin, isoalkana atau
isoparafin, sikloalkana atau naftalena, olefin dan campuran aromat dan olefin.
Beberapa senyawa polutan hasil pembakaran minyak bumi adalah
hidrokarbon, oksida nitrogen, partikulat, benzene, dan karbon monoksida.
Hidrokarbon minyak bumi sebagian besar berupa n-alkana sederhana tidak
bercabang, dengan kandungan senyawa poliaromatik kurang dari empat persen.
N-alkana dengan jumlah atom karbon 6-12 bisa melarutkan fosfolipida yang
menyusun membran sel mikroorganisme, walaupun demikian beberapa
mikroorganisme tertentu diketahui dapat memetabolisme senyawa-senyawa toksik tersebut (Johnson, 2000)
Proses penguraian hidrokarbon oleh mikroorganisme dimulai dengan
terjadinya perlekatan mikroorganisme pada globula minyak, yang dilanjutkan
dengan proses pelarutan hidrokarbon oleh surfaktan yang diproduksi oleh
mikroorganisme tersebut. Hidrokarbon yang telah teremulsi ini selanjutnya
diserap ke dalam sel dan diurai melalui proses katabolisme. Untuk n-alkana,
proses katabolisme ini diawali dengan proses hidroksilasi n-alkana yang
12
dan menghasilkan asam lemak. Jika sistem oksidasi mikroorganisme pengurai
hidrokarbon dapat berjalan secara optimal, maka asam lemak yang terbentuk ini
akan diurai sempurna menjadi energi, H2O dan CO2 melalui proses β-oksidasi (Godfrey, 1986).
Faktor-faktor yang mendukung proses bioremediasi minyak adalah faktor
fisik-kimia dan faktor biologi. Faktor fisik-kimia adalah komposisi kimia minyak,
kondisi fisik minyak, konsentrasi minyak, suhu, oksigen, nutrisi, salinitas,
tekanan, air aktivitas, dan pH, sedangkan faktor biologi adalah kemampuan
mikroorganisme itu sendiri.
Menurut Cookson (1995), faktor-faktor yang diperlukan untuk bioremediasi
adalah :
a. Tipe dan jumlah hidrokarbon pencemar
Tingkat degradasi hidrokarbon oleh mikroorganisme berbeda-beda tergantung
dengan jenis hidrokarbon. Tingkat biodegradasi hidrokarbon ini semakin menurun
dari urutan senyawa hidrokarbon ini yaitu: n-alkana > alkana bercabang >
hidrokarbon aromatik yang mempunyai MR kecil > alkana siklik (Leahy dan
Colwell, 1990). Kondisi fisik hidrokarbon juga mempengaruhi biodegradasi.
Biodegradasi mikrobial dapat diubah berdasarkan tingkat penyebaran bahan
pencemar dan keheterogenitasan komposisi (Leahy dan Colwell, 1990), dan dapat
dalam bentuk ikatan hidrokarbon-air yang muncul dalam bentuk padatan (Atlas,
1981).
b. Temperatur
Temperatur mempengaruhi kondisi fisik hidrokarbon yang mencemari tanah dan mikroorganisme yang mengkonsumsinya. Pada temperatur yang rendah,
viskositas dari minyak meningkat sehingga penguapan rantai pendek alkana
terkurangi dan kelarutan air menurun sehingga menunda terjadinya biodegradasi.
Temperatur yang semakin tinggi dapat meningkatkan tingkat metabolisme
hidrokarbon menjadi maksimum yaitu antara 30 – 40 oC. Di atas temperatur ini,
aktivitas enzim akan menurun dan toksisitas hidrokarbon pada membran sel akan
c. Nutrien
Hidrokarbon merupakan sumber karbon dan energi yang bagus untuk
mikroorganisme. Hidrokarbon ini merupakan makanan yang tidak sempurna karena hidrokarbon tidak berisi konsentrasi nutrien lain yang cukup besar (seperti
nitrogen dan fosfor) untuk pertumbuhan mikroorganisme (Prince et al., 2002).
Masuknya sumber karbon yang sangat besar akan menyebabkan berkurang secara
cepatnya nutrien anorganik (Margesin et al., 1999) yang akan membatasi tingkat
biodegradasi, sehingga biostimulasi dapat digunakan untuk memaksimalkan
proses bioremediasi (Trinidade et al., 2002).
d. pH
Biodegradasi minyak bumi dipengaruhi oleh nilai pH yang terjadi pada
lingkungan tersebut. Mayoritas mikroorganisme tanah akan tumbuh dengan subur
pada pH antara 6 sampai 8. Ekstrimnya nilai pH pada beberapa tanah dapat
memperlambat kemampuan mikroorganisme dalam mendegradasi hidrokarbon
(Leahy dan Colwell, 1990).
e. Oksigen
Mikroorganisme pendegradasi minyak bumi umumnya tergolong dalam
mikroorganisme aerob, sehingga adanya oksigen sangat penting dalam proses
degradasi. Ketersediaan oksigen pada tanah tergantung pada tingkat konsumsi
oksigen oleh mikroorganisme, jenis tanah dan keberadaan substrat yang dapat
digunakan untuk mengurangi oksigen. Keberadaan oksigen merupakan faktor
pembatas laju degradasi hidrokarbon. Kebutuhan akan oksigen digunakan untuk
mengkatabolisme senyawa hidrokarbon dengan cara mengoksidasi substrat dengan katalis enzim oksigenase. Hidrokarbon juga dapat didegradasi secara
anaerobik tetapi laju degradasi hidrokarbon tersebut lebih lambat jika di
bandingkan dengan hidrokarbon yang didegradasi secara aerobik (Leahy dan
Colwell, 1990).
Mikroorganisme dapat memperoleh oksigen dalam bentuk oksigen bebas
yang terdapat di udara dan tanah, serta oksigen yang terlarut dalam air. Dalam
studi laboratorium, penambahan oksigen dapat dilakukan dengan pengadukan dan
14
sehingga berlangsung suplai oksigen dari udara. Dengan demikian kebutuhan
mikroorganisme akan oksigen terpenuhi. Di samping itu, aerasi dan pengadukan
menyebabkan terjadinya kontak yang lebih intensif antara mikroorganisme dengan senyawa hidrokarbon pencemar sehingga degradasi oleh mikroorganisme
dapat berlangsung lebih cepat.
f. Kadar Air
Kadar air merupakan salah satu faktor penting dalam bioremediasi. Kandungan air
tanah dapat mempengaruhi keberadaan kontaminan, transfer gas dan tingkat
toksisitas dari kontaminan. Kelembaban sangat penting untuk hidup, tumbuh dan
aktivitas metabolik mikroorganisme. Tanpa air, mikroorganisme tidak dapat hidup
dalam limbah minyak.
Mikroorganisme akan hidup aktif di daerah antara minyak dengan air.
Selama bioremediasi, jika kandungan air terlalu tinggi akan berakibat sulitnya
oksigen untuk masuk ke dalam tanah (Fletcher, 1991).
Bersihnya proses penguraian hidrokarbon oleh mikroorganisme
menyebabkan proses bioremediasi daerah yang tercemar minyak bumi menjadi
sangat menarik sebagai pelengkap dari metoda fisik dan kimia. Penerapan
bioremediasi ini pertama kali dilakukan oleh Environmental Protection Agency
(EPA) Amerika untuk mengatasi pencemaran minyak bumi di daerah Alaska,
Amerika akibat karamnya kapal Exxon Valdez pada bulan Maret 1989. Pada saat
itu, proses remediasi tidak menggunakan mikroorganisme pengurai hidrokarbon,
tetapi menggunakan nutrien (sumber nitrogen dan fosfor) untuk merangsang
mikroorganisme pengurai hidrokarbon yang ada secara alami untuk melakukan proses penguraian lebih cepat walaupun metoda ini menunjukkan hasil yang baik
dan mikroorganisme pengurai hidrokarbon secara alami mungkin ada di daerah
yang tercemar, namun proses remediasi sebaiknya tidak hanya bergantung pada
mikroorganisme yang tersedia secara alami. Penambahan mikroorganisme
pengurai hidrokarbon dan penambahan nutrien atau bahan kimia lain yang dapat
mengoptimalkan kondisi kimia lingkungan akan mempercepat proses remediasi
Senyawa hidrokarbon minyak bumi berdasarkan kerentanannya agar dapat
didegradasi secara biologis dapat diklasifikasikan seperti dalam Tabel 5.
Tabel 2. Klasifikasi senyawa hidrokarbon
Kerentanan Hidrokarbon cincin aromatik, dan senyawa aromatik bersulfur
3- dan 4- cincin sikloalkana, 2- dan 3- cincin aromatik
Tetra aromatik, stearin, triterpen dan senyawa aromatik yang mengandung napten
Penta aromatik, aspal dan resin
Sumber: Blackburn dan Hafker (1993)
2.4. Slurry Bioreaktor
Bioreaktor merupakan perlakuan biodegradasi dalam bejana (container) atau
reaktor; digunakan untuk perlakuan terhadap cairan atau bubur (slurry) (Bacher
dan Herson, 1994 dalam Citroreksoko, 1996). Teknik bioremediasi dengan
menggunakan bioreaktor merupakan pengembangan bioremediasi secara ex situ.
Slurry bioreaktor tidak hanya digunakan untuk mendegradasi limbah
berbentuk fase cairan dan slurry namun juga limbah padat/tanah. Menurut Banerji
(1996) fase slurry dapat diperoleh dari limbah padat/tanah yang dicampurkan air
sehingga slurry memiliki tingkat kepadatan 10-40%. Slurry ini kemudian
disimpan dalam bioreaktor. Dalam bioreaktor slurry akan diberikan nutrisi dalam
kondisi lingkungan yang terkontrol agar mikroorganisme dapat melakukan proses
degradasi dengan baik. Selain penambahan nutrisi, ke dalam reaktor diberikan
suplai gas atau oksigen untuk menjaga agar kondisi aerobik pada bioreaktor tetap terjaga. Selain itu juga dilakukan pengadukan secara mekanik atau pneumatik.
Keuntungan proses bioremediasi dengan menggunakan slurry bioreaktor adalah
mempercepat proses transfer massa antara fase padat dan cair; kontrol lingkungan
16
memelihara tingkat penerimaan elektron dalam reaktor; dan berpotensial dalam
mencegah kontaminasi oleh mikroorganisme pengganggu (Banerji, 1996).
Bioslurry merupakan proses yang potensial untuk perlakuan tanah yang sulit didegradasi, khususnya kontaminan dengan kandungan heavy oil, PAHs, pestisida
dan khloropenol yang tinggi. Pencampuran yang seksama dalam fase slurry akan
berpotensi untuk berhasil. Perlakuan dengan bioslurry membutuhkan
pencampuran yang seksama dan agitasi. Agitasi tidak hanya untuk
menghomogenkan slurry tapi juga meningkatkan pemecahan partikel padat,
(desorption) penyerapan limbah dari partikel padat, kontak antara limbah organik
dan mikroorganisme, oksigenasi slurry dengan aerasi, dan penguapan bahan
kontaminan (LaGrega et al., 2001).
Beberapa hasil penelitian bioremediasi dengan teknik bioslurry dapat dilihat
pada Tabel 3 di bawah ini.
Tabel 3 Beberapa hasil penelitian bioremediasi dengan teknik bioslurry
Jenis
TPH 45 hari Pengayaan kultur mikroba
4 hari Pseudomonas pseudomallei dan
….lanjutan Tabel 3
2.5. Mikroorganisme Pendegradasi Hidrokarbon
Dalam kegiatan biodegradasi diperlukan adanya aktivitas biologi. Mikroba
merupakan organisme yang potensial digunakan untuk mendegradasi heavy oil.
Telah lama diketahui bahwa beberapa mikroorganisme mampu mendegradasi
minyak bumi. Selama kegiatan degradasi tersebut, mikroorganisme akan memanfaatkan karbon dari minyak bumi sebagai sumber energinya.
Mikroorganisme pendegradasi hidrokarbon dapat ditemukan di berbagai
tempat yaitu lingkungan yang mengandung cukup limbah hidrokarbon. Jenis
mikroorganisme yang mendominasi pada lingkungan tersebut terdiri atas beberapa
genera, yaitu Alcaligenes, Arthrobacter, Acenitobacter, Nocardia,
Achromobacter, Bacillus, Flavobacterium, Pseudomonas dan lain-lain (Cookson,
1995). Genera Aspergillus dan Penicillium berhasil diisolasi dari laut dan tanah
dan ternyata dapat berperan dalam mendegradasi hidrokarbon.
Atlas dan Bartha (1973) mengemukakan bahwa ada 22 genera bakteri yang
dapat menguraikan hidrokarbon minyak mentah, yang mana bakteri tersebut dapat
diisolasi dari lingkungan minyak bumi. Bakteri tersebut yaitu dari genera
Pseudomonas, Arthrobacter, Corynobacterium, Mycobacterium dan
Mavobacterium (Wong et al., 1997). Mikroorganisme tersebut menggunakan
hidrokarbon sebagai satu-satunya sumber energi dan sumber karbon.
Eksplorasi mikroorganisme pendegradasi hidrokarbon dapat diperoleh dari
beberapa sumber potensial, seperti: ekosistem tanah, tanah gambut, sludge/lumpur
aktif, septic tank, pupuk/kotoran hewan, dan sebagainya. Jenis bakteri lokal
(indigenous bacteria) dianalisis dari sampel limbah cair di salah satu perusahaan
18
yang dominan. Dari 10 jenis mikroorganisme dominan tersebut adalah
Enterobacter agglomerans, Bacillus sp., Clostridium sp., Arthrobacter sp.,
Shigella sp., Pseudomonas aeruginosa, Aeromonas hydrophyla, dan Citrobacter
freundi. Selain itu dapat diidentifikasi pula beberapa bakteri Coliform (E. coli)
dan Salmonela, namun tidak dilakukan identifikasi lanjut. Bakteri yang dapat
mendegradasi minyak bumi antara lain Aeromonas hydrophyla,
Arthrobacter,Bacillus sp. dan Pseudomonas aeruginosa (Anonim, 2002).
Eksplorasi mikroorganisme dari berbagai jenis kotoran atau pupuk kandang
telah dilakukan dengan menggunakan prosedur isolasi, identifikasi dan pengujian
kemampuan isolat bakteri dan kapang terhadap substrat minyak tanah, minyak
bumi, minyak goreng, dan minyak diesel, serta sludge minyak bumi. Dari sekian
isolat diperoleh 3 jenis isolat Pseudomonas pseudomallei, P. aeruginosa, dan
Enterobacter agglomerans dan sejumlah kapang yang belum seluruhnya
diidentifikasi (Anggraeni, 2003). Suatu penelitian di LEMIGAS menemukan
suatu kultur campuran yang didominasi oleh Pseudomonas yang mampu
mendegradasi minyak bumi dan fenol. Mikroorganisme tersebut diisolasi dari air
buangan kilang minyak (Udiharto, 1992). Beberapa kelompok mikroorganisme
pendegradasi senyawa hidrokarbon dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini:
Tabel 4 Kelompok mikroorganisme pendegradasi senyawa hidrokarbon
Senyawa Parafinik Senyawa Naftenik Senyawa Aromatik
Pseudomonas
Sumber: Kardena dan Suhardi, 2001
Kemampuan degradasi hidrokarbon oleh mikroorganisme tergantung dari
faktor-faktor lingkungan seperti temperatur, nutrisi, dan oksigen (Higgins dan
Gilbert, 1978). Suatu studi laboratorium menunjukkan bahwa penambahan fosfat
dalam pertumbuhannya selain membutuhkan karbon juga memerlukan unsurunsur
hara lain seperti nitrogen, fosfor, kalium, magnesium, besi dan sulfur (Wardley,
1983).
Pertumbuhan mikroorganisme secara umum dapat dibagi menjadi empat
fase, yakni fase lag (pertumbuhan lambat), fase pertumbuhan logaritmik, fase
stasioner dan fase kematian. Keberadaan mikroorganisme ditentukan oleh
kemampuan metabolisme tiap-tiap individu serta ketahanan terhadap metabolic
toksik. Gambar 2 menunjukkan degradasi senyawa hidrokarbon berhubungan
dengan populasi bakteri, pada tahap awal mikroorganisme beradaptasi di
lingkungan minyak heavy oil, kemudian pada saat pertumbuhan sel bakteri berada
pada fase pertumbuhan logaritmik maka senyawa hidrokarbon yang ada akan
semakin berkurang akibat aktivitas mikroorganisme dan pada saat
mikroorganisme tersebut sudah tidak mampu mendegradasi senyawa hidrokarbon
yang ada maka pertumbuhannya akan terus menurun dan akhirnya sel bakteri
tersebut akan mati.
Gambar 2 Hubungan kurva pertumbuhan bakteri dengan total hidrokarbon
III. METODE PENELITIAN
3.1. Bahan dan alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : culture collection isolat
bakteri Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis MY12 yang berasal dari tanah
terkontaminasi HOW, Heavy Oil sludge (tanah terkontaminasi HOW) dari lapangan
minyak Duri dan Balongan; Nutrien agar, yeast extract, pepton, air laut, NaCl, HCl,
Na2SO4 anhidrat, Petroleum ether, silica gel, kertas saring, kapas, alumunium foil
dan bahan – bahan lain.
Peralatan yang digunakan meliputi: Bioreaktor (Erlenmeyer) 500 ml dan 32 L,
incubator, shaker incubator, kertas pH, gelas ukur, tabung reaksi, cawan petri,
pengaduk kaca, jarum ose (lup inokulasi), Lamina Air Flow, pipet gelas, pipet mikro,
thermometer, autoklaf, oven, hot plate, timbangan analitik, magnetic stirrer,
pembakar Bunsen, soxhlet, labu lemak, spatula, dan lain-lain.
3.2. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dibagi ke dalam 2 tahap, yaitu (1) penelitian bioremediasi pada skala
laboratorium untuk menentukan perlakuan terbaik dari proses biodegradasi limbah
heavy oil; dan (2) penelitian pada akala yang lebih besar, 32 L, dari perlakuan
terbaik pada skala laboratorium.
Langkah awal dari pelaksanaan penelitian adalah dengan melakukan persiapan
bakteri yang meliputi ; menyediakan isolate bakteri, melakukan penyegaran isolate, melakukan kultivasi bakteri dan melakukan adaptasi bakteri terhadap polutan yang
Desain penelitian dipaparkan di bawah ini:
1. Persiapan bakteri a. Sumber bakteri
Bakteri yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat bakteri yang diperoleh
dari tanah yang terkontaminasi heavy oil waste, yaitu bakteri Salipiger sp. MY7
dan Bacillus altitunidinis MY12.
b. Penyegaran Isolat
Isolat bakteri diremajakan dengan cara memindahkan kultur ke medium agar
(Nutrien agar), dengan cara membuat media agar, kemudian disikan sebanyak 5
ml ketiap tabung reaksi dan disterilasi dengan menggunakan autoclave. Setelah
itu diletakkan miring dan dibiarkan selama satu malam hingga terbentuk agar dan
mengeras. Biakan mikroba Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitunidinis MY12
diambil satu ose dan digoreskan pada tiap tabung agar miring dan diinkubasi
pada suhu 30o
c. Kultivasi dan Adaptasi
C selama 24 jam. Isolat siap digunakan untuk propagasi pada media
cair menggunakan media air laut yang ditambah dengan yeast extract dan pepton.
Sebelum diaplikasikan pada limbah minyak heavy oil waste, dilakukan adaptasi
isolat bakteri dengan terlebih dahulu menumbuhkan pada media kaya dan media
minimal. Tahap pertama adalah menumbuhkan bakteri pada media kaya yaitu 100
ml medium garam mineral (air laut) yang ditambah dengan yeast 1,5 g dan pepton
0,3 g dalam erlenmeyer 250 ml, kemudian disterilisasi pada suhu 121oC selama
15 menit. Secara aseptis bakteri diinokulasikan dengan ose pada media kaya
tersebut dan diinkubasi pada inkubasi goyang dengan kecepatan 180 rpm selama 3 hari. Selanjutnya sebanyak 200ul bakteri dipindahkan ke dalam media minimal
yang mengandung yeast extract 0,5 g dan pepton 0,1 g yang telah disterilisasi.
Heavy oil waste sebagai limbah hidrokabon disterilisi terpisah dengan sinar UV
selama 15 menit ditambahkan pada media minimal sebanyak 5 ml. Bakteri pada
media minimal diinkubasi pada inkubator goyang dengan kecepatan 180oC
selama 7 hari. Adaptasi bakteri ini dilakukan sebanyak 3 kali dan bakteri siap di
22
2. Penelitian skala laboratorium
Sebelum dilakukan penelitian pada skala lebih besar, reaktor 32 L, dilakukan
penelitian skala laboratorium pada reaktor 500 ml, dengan menggunakan Erlenmeyer 500 ml (volume kerja 200 ml). Kultivasi dilakukan pada shaker
dengan kecepatan agitasi 180 rpm pada suhu ruang (28 – 32 oC) selama 14 hari.
Penentuan 14 hari berdasarkan pada penelitian yang dilakukan Charlena (2010)
dimana pada hari ke 14 degradasi bakteri tertinggi. Penelitian skala laboratorium
dilakukan untuk mendapatkan perlakuan terbaik dalam mendegradasi heay oil
waste.
Gambar 3 Bagan alir penelitian skala laboratorium
Terhadap perlakuan terbaik dari hasil Rancangan Respon Permukaan (RSM),
dilanjutkan ke tahapan skala lebih besar yang dilakukan pada reaktor berukuran 32
liter (volume kerja 16 liter). Fermentasi dilakukan dengan kecepatan agitasi 120 rpm
dan suhu ruang (31 – 32 o
Teknis pelaksanaan pada kedua tahap penelitian adalah sama, yaitu: limbah
heavy oil waste dicampurkan sesuai dengan perlakuan tingkat cemaran dalam tanah
(w/w). Hasil pencampuran ini kemudian ditambahkan air sesuai dengan perlakuan C) selama 28 hari.
HOW (5, 10, 15 %) Padatan/ Tanah (10, 25, 40%) Air
Bakteri salipiger sp. MY7 dan Bacillus
altitudinis MY12
Dicampur
Proses bioremediasi (Reaktor 500 ml, 180 rpm, suhu ruang)
persen padatan (w/v). Campuran ini kemudian dimasukkan ke dalam reaktor.
Sebanyak 10% konsorsium bakteri dan tambahan nutrisi N dan P dimasukkan ke
dalam reaktor dan dilakukan pengadukan. Pada reaktor 500 ml, pengadukan dilakukan dengan menggunakan shaker (Gambar 5) dan pada reaktor 32 L
pengadukan dilakukan dengan memasang agitator dengan kecepatan agitasi antara
120 rpm. (Gambar 6). Pengadukan dilakukan setiap hari untuk mendapatkan proses
aerobik berjalan pada seluruh bahan.
Gambar 4 Bagan alir penelitian skala 32 L
Nilai tingkat cemaran dalam tanah dan persen padatan optimal dalam mendegradasi TPH yang diperoleh dari hasil penelitian skala laboratorium digunakan
pada penelitian skala lebih besar yang diaplikasikan ke dalam 3 buah reaktor 32 L,
yaitu Reaktor 1 adalah kontrol (tanpa pemberian konsorsium bakteri), dan reaktor 2
dan 3 merupakan ulangan (dengan penambahan konsorsium bakteri). Percobaan
dilakukan selama 28 hari dengan selang pengamatan 7 hari. Penelitian skala laboratorium
Proses Bioremediasi Skala 32 L (agitasi 120 rpm, suhu ruang)
24
Gambar 5 Slurry bioreaktor 500 ml
Gambar 6 Slurry bioreaktor 32 liter
a. Reaktor, b. Agitator, c. Slurry bioreaktor a
b
3.3. Pengamatan
Pada penelitian dengan menggunakan reaktor dilakukan pengambilan sampel untuk TPH, pengujian mikroorganisme, pH, dan suhu. Parameter pengamatan dapat
dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Parameter pengamatan
No Parameter Waktu Pengamatan Metode
analisis/pengukuran A. Penelitian skala laboratorium (Reaktor 500 ml)
1 TPH Hari ke-0 dan ke-14 Gravimetri (soxhlet)
2 Pengujian populasi mikroba Hari ke-0 dan ke-14 TPC
3 pH Hari ke-0 dan ke-14 Kertas pH
4 Suhu Hari ke-0 dan ke-14 Thermometer
B. Penelitian skala reaktor 32 L
1 TPH Hari ke-0, 7,14,21,28 Gravimetri (soxhlet) 2 Pengujian Mikroorganisme/TPC Hari ke-0, 7,14,21,28 TPC
3 pH Hari ke-0, 7,14,21,28 Kertas pH
4 Suhu Hari ke-0, 7,14,21,28 Thermometer
3.4. Rancangan Percobaan
Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh tingkat cemaran dalam
tanah dan persen padatan pada slurry heavy oil waste terhadap proses bioremediasi
serta melakukan optimasi terhadap peubah-peubah tersebut untuk meningkatkan
degradasi hidrokarbon heavy oil wastel. Optimasi dilakukan dengan menggunakan
metode permukaan respon (Respons Surface Method/RSM) dan pengolahan data
dilakukan menggunakan software SAS Versi 8 dan Statistica v5.0. Masing-masing
peubah uji terdiri dari 3 taraf dengan rincian disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Kisaran dan taraf peubah uji pada optimasi bioremediasi
Jenis Perlakuan Nilai rendah
(-1)
Dalam studi ini digunakan 3 ulangan pada titik pusat sehingga memenuhi
26
satuan percobaan. Nilai pusat perlakuan digunakan adalah 10% tingkat cemaran
dalam tanah dan 25% padatan. Tabel 7 menunjukkan matriks satuan-satuan
percobaan pada optimasi proses bioremediasi dalam unit dan nilai asli.
Dengan dua peubah uji tersebut, maka model kuadratiknya mengambil bentuk
persamaan berikut ini
Keterangan :
Y = Respon dari masing-masing perlakuan x = (x1 : persen padatan (%) ; x2
No
: tingkat cemaran (%)
r = error
b = koefisien parameter
Tabel 7 Matriks satuan percobaan pada optimasi bioremediasi dalam rancangan komposit fraksional
Kode nilai Nilai asli
X1 X2 Persen Padatan (%) Tingkat Cemaran (%)
1 -1 -1 10.00 5.00
2 -1 +1 10.00 15.00
3 +1 -1 40.00 5.00
4 +1 +1 40.00 15.00
5 0 0 25.00 10.00
6 0 0 25.00 10.00
7 0 0 25.00 10.00
8 1.414 0 46.21 10.00
9 -1.414 0 3.79 10.00
10 0 1.414 25.00 17.07
11 0 -1.414 25.00 2.93
4.1. Karakterisasi Tanah Tercemar HOW
Minyak bumi jenis heavy oil mengandung perbandingan karbon dan
hidrogen yang rendah, tinggi residu karbon dan tinggi kandungan heavy metal ,
sulfur dan nitrogen. Kecepatan menguraikan minyak mentah bergantung kepada
kompiosisi minyak mentah tersebut dan faktor lingkungan (Atlas, 1981).
Menurut Cookson (1995), salah satu faktor yang diperlukan untuk
bioremediasi adalah tipe dan jumlah hidrokarbon pencemar. Tingkat degradasi
hidrokarbon oleh mikroorganisme berbeda-beda tergantung dengan jenis
hidrokarbon. Tingkat biodegradasi hidrokarbon ini semakin menurun dari urutan
senyawa hidrokarbon ini yaitu: n-alkana > alkana bercabang > hidrokarbon
aromatik yang mempunyai MR kecil > alkana siklik. Kondisi fisik hidrokarbon
juga mempengaruhi biodegradasi. Biodegradasi mikrobial dapat diubah
berdasarkan tingkat penyebaran bahan pencemar dan keheterogenitasan komposisi
(Leahy dan Colwell, 1990), dan dapat dalam bentuk ikatan hidrokarbon-air yang
muncul dalam bentuk padatan (Atlas, 1981).
Mikroba yang digunakan dalam penelitian ini adalah culture collection
bakteri Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis MY12 yang diketahui memiliki
kemampuan dalam mendegradasi HOW sebesar 60,13% selama 21 hari (Charlena, 2010).
Sebelum dilakukan proses bioremediasi terhadap tanah terkontaminasi
Heavy Oil Waste (HOW), dilakukan analisis sifat fisik-kimia sampel yang
meliputi kadar TPH, TS, PAH. Konsetrasi TPH pada sampel 38 %, TS 63%, dan
hasil analisis PAHs yang terkandung pada sampel seperti yang terlihat pada Tabel
28
Tabel 8 Hasil Analisis kandungan Poly Aromatik Hidrokarbon (PAH) pada
sampel
No. Polynuclear Aromatic Hydrocarbons mg/ Kg
1. Naphthalene 372
2. Acenaphthalene <0.5
3. Acenaphthene 228
4. Fluorene 204
5. Phenanthrene 1240
6. Anthracene 225
7. Fluoranthrene 91
8. Pyrene 1080
9. Benz(a)anthracene 291
10. Chrysene 463
11. Benzo(b) & (k) fluoranthene 75
12. Benzo(a)pyrene 242
13. Indeno(1,2,3-cd)pyrene 18
14. Dibenz(a,h)acridine <0.5
15. Benzo(g,h,i)perylene 164
Method reference : USEPA 8270C
4.2. Persiapan starter bakteri yang digunakan
Sebelum digunakan dalam proses biodegradasi HOW, dilakukan persiapan
starter bakteri yaitu penyegaran isolat, kultivasi dan adaptasi. Gambar 7
menunjukkan hasil penyegaran bakteri Salipiger sp. MY7 dan Bacillus Altitudinis
MY12 yang siap di propagasi pada media nutrient agar dan penambahan garam
Gambar 7 Penyegaran isolat bakteri Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis
MY12.
Pada Gambar 8 bakteri di berikan HOW sebagai fase adaptasi dalam melakukan
proses biodegradasi tanah yang tercemar HOW. Masa adaptasi dilakukan pada
media minimum dan media kaya selama 7 hari dan penumbuhan bakteri pada
media minimal dilakukan sebanyak 3 kali hingga siap diaplikasikan pada tanah
tercemar. Dengan metode TPC diperoleh jumlah bakteri yang tumbuh berkisar antara 2,1x107 – 5x108 CFU/ml.
Gambar 8 Propagasi dan adaptasi bakteri Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis MY12. a. Propagasi bakteri, b. Adaptasi dengan penambahan HOW, c. Adaptasi setelah 7 hari
Isolat bakteri Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis MY12 mengalami
fase pertumbuhan yang cepat hingga hari ke 7 kemudian pertumbuhan mulai
perlahan hingga hari ke 14. Setelah itu pertumbuhan mikroba mengalami
penurunan secara perlahan hingga hari ke 21. Menurut Charlena (2010) bakteri
Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis MY12 mulai mengalami penurunan
jumlah sel pada hari ke 21 dan 28. Penurunan jumlah sel ini disebabkan oleh
30
jumlah nutrisi yang tidak lagi mencukupi bagi pertumbuhan mikroba dan telah
melewati fase stasioner menuju fase kematiannya. Adapun grafik pertumbuhan
isolat Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis MY12 dapat dilihat pada Gambar 9. B ac illus altitudinis MY 12
4.3. Penelitian Skala Laboratorium
Penelitian skala laboratorium dilakukan selama 14 hari. Penelitian
biodegradasi HOW dengan menggunakan starter campuran Salipiger sp. MY7 dan
Bacillus altitudinis MY12 pada skala lab (500ml) volume kerja 200ml dengan
perlakuan kombinasi persen padatan dan cemaran (Tabel 6 dalam metoda).
Pengamatan yang dilakukan adalah TPH, TPC, suhu, dan pH.
Pemilihan waktu 14 hari didasarkan kepada penelitian Charlena (2010) yang
melakukan penelitian bioremediasi heavy oil waste (HOW) dengan menggunakan
bakteri Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altutidinis MY12, dimana didapatkan
waktu terbaik dalam proses bioremediasi HOW adalah 14 hari.
4.3.1. Pengaruh Tingkat Cemaran dalam Tanah dan Persen Padatan terhadap Degradasi Hidrokarbon
Tingkat degradasi Total Petroleum Hidrokarbon (TPH) merupakan salah satu parameter dalam menentukan keberhasilan proses bioremediasi limbah
hidrokarbon minyak bumi beserta turunannya dalam hal ini heavy oil waste
(HOW).
Pengujian data pengamatan degradasi TPH skala laboratorium dengan rancangan
Respon Permukaan memberikan persamaan 1. sebagai berikut :
Y1 = 26,537 – 15,817X1 + 3,246X2 – 0,112X12 – 4,761X22 – 8,452X1X2
1 = Respon terhadap degradasi TPH
X1 = Pesen Padatan
= Tingkat Cemaran dalam tanah
Gambar 10 Permukaan respon degradasi TPH
Dari persamaan di atas terlihat belum tercapai titik optimum bagi degradasi
(HOW) dengan teknik bioslurry. Hal ini diduga karena proses biodegrdasi
32
yang tepat serta kemampuan bakteri dalam mendegradasi rantai-rantai
hidrokarbon.
Namun dari penelitian skala laboratorium didapatkan persen degradasi tertinggi yaitu sebesar 80,16 % pada perlakuan campuran 15% TPH dan 10%
padatan seperti yang terlihat pada Gambar 11.
0
Gambar 11 Persentase degradasi TPH setelah 14 hari dalam proses biodegradasi
HOW skala laboratorium
Tabel 9 Perlakuan persen padatan dan tingkat cemaran pada kombinasi
perlakuan (+1/- 1)
Penelitian Eris (2006) mendapatkan terjadi degradasi TPH optimum minyak
diesel sebesar 85,29 % dari kombinasi perlakuan sebesar 32,62 % padatan dan
9,09 % cemaran.
Heavy oil waste mempunyai kandungan PAH yang cukup tinggi sehingga
hidrokarbon rantai panjang dan rantai karbon struktur cincin. Bakteri diduga juga
kesulitan mendegradasi rantai-rantai hidrokarbon secara monokultur atau hanya
dua species saja. Diduga dalam proses biodegaradasi HOW dibutuhkan konsorsium bakteri lain untuk membantu proses biodegrasi HOW lebih baik.
Hasil penelitian Charlena (2010) mendapatkan bahwa campuran 3 species bakteri
mampu mendegradasi HOW lebih baik dari pada campuran 2 jenis species
bakteri. Selain itu perlu penambahan substrat lain seperti serbuk gergaji dan
pupuk untuk meningkatkan kinerja bakteri dalam mendegradasi HOW terutama
fraksi aromatik dan alifatik.
Hidrokarbon dengan struktur cincin lebih sulit didegradasi oleh mikroba dari
pada hidrokarbon rantai lurus. HOW mempunyai kandungan PAH yang tinggi
yang didominasi oleh pyrene sebesar 1.080 mg/kg dan phenanthrene sebesar
1.240 mg/kg. Struktur kimia pyrene dan phenanthrene yang mempunyai rantai
carbón struktur cincin seperti yang disajikan pada Gambar 12.
Pyrene (C16H10) Phenanthrene (C14H10)
Gambar 12 Struktur Kimia Pyrene dan Phenanthrene
4.3.2. Pengaruh Tingkat Cemaran dalam Tanah dan Persen Padatan terhadap Pertumbuhan Populasi Bakteri
Proses biodegradasi memerlukan adanya aktivitas mikroba yang merupakan
organisme yang potensial digunakan untuk mendegradasi limbah minyak bumi,
termasuk HOW. Beberapa mikroba, termasuk bakteri, telah lama diketahui
mempunyai kemampuan dalam mendegradasi limbah minyak bumi. Dalam proses
biodegradasi, mikroba akan memanfaatkan karbon dari HOW sebagai sumber
34
X1,X2 (Kombinasi % padatan dan % TPH)
log T
Gambar 13 Pertumbuhan mikroba setelah 14 hari dalam proses biodegradasi
HOW skala laboratorium
Dari semua perlakuan perbandingan persentase tingkat cemaran dan
padatan, dengan metode TPC, populasi bakteri yang tumbuh berkisar antara
4,1x107-1,6x109 CFU/ml. Kombinasi persentasi bahan pencemar dan padatan
dengan nilai degradasi tertinggi, yaitu perlakuan 15% bahan pencemar dan 10 %
padatan memiliki pertumbuhan populasi bakteri 3,8x108 CFU/ml.
Pada HOW didapatkan PAH yang tinggi sehingga menyebabkan bakteri
sulit mendegradasi hidrokarbon dengan rantai cincin apalagi PAH yang dominan
didominasi oleh hidrokarbon dengan jumlah cincin 3 atau lebih. Senyawa PAH ini
dapat bersifat toksik bagi bakteri. Namun dari penelitian Charlena (2010)
diketahui bahwa bakteri Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis MY12
mempunyai kemampuan untuk tumbuh dan mendegradasi PAH hidrokarbon
cincin.
4.3.3. Pengaruh Tingkat Cemaran dalam Tanah dan Persen Padatan terhadap Perubahan pH
Biodegradasi limbah minyak bumi dipengaruhi oleh berbagai faktor
lingkungan yang sangat penting dalam mengoptimalkan pertumbuhan mikroba
dan kemampuannya dalam mendegradasi limbah hidrokarbon. Salah satu faktor
Pada penelitian skala laboratorium, pH masing masing perlakuan berkisar
pH 6-7. Selama proses biodegradasi berlangsung pH berada pada selang pH
normal.
Bakteri pada umumnya dapat tumbuh baik pada pH normal 6-8 yang
merupakan selang pH yang kondusif bagi pertumbuhan bakteri dan proses
metabolismenya dalam memanfaatkan HOW sebagai sumber karbonnya.
Biodegradasi minyak bumi dipengaruhi oleh nilai pH yang terjadi pada
lingkungan tersebut. Mayoritas mikroorganisme tanah akan tumbuh dengan subur
pada pH antara 6 sampai 8. Ekstrimnya nilai pH pada beberapa tanah dapat
memperlambat kemampuan mikroorganisme dalam mendegradasi hidrokarbon
(Leahy dan Colwell, 1990).
Tingkat keasaman (pH) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
laju pertumbuhan bakteri, kemampuan bakteri dalam membangun sel, transportasi
melalui mebran sel dan keseimbangan reaksi katalis (Cookson, 1995). Tingkat
keasaman (pH) dapat berubah selama pertumbuhan mikroba. Peningkatan pH
dapat terjadi jika adanya proses reduksi nitrat membentuk ammonia atau gas
nitrogen, sedangkan penurunan pH terjadi bila terbentuknya asam-asam organik
sebagai hasil proses fermentasi (Tanner, 1997).
Dari pembahasan hasil penelitian skala laboratorium diatas didapatkan
kondisi terbaik proses degradasi HOW dengan teknik bioslurry menggunakan
bakteri Salipiger sp. MY7 dan Bacillus altitudinis MY12 yaitu pada kombinasi
tingkat cemaran 15 % dan 10 % padatan dengan nilai degradasi HOW terbaik
sebesar 80,16 % yang diterapkan pada penelitian dengan skala yang lebih besar yaitu skala 32 Liter.
4.4. Penelitian Skala 32 Liter
Penelitian tahap skala 32 L ini merupakan lanjutan dari penelitian skala
laboratoium dimana percobaan terdiri dari perlakuan kombinasi bahan pencemar
dan persen padatan dengan penambahan mikroba Salipiger sp. MY7 dan Bacillus
altutidinis MY12 dengan dua ulangan dan tanpa penambahan mikroba(sebagai